INFO DESA Juni, 2016
Kampung Klaster di Papua
Evolusi Balai Pelatihan di Yogyakarta
Desa Online
PENGUATAN
Wilayah Perbatasan
Potret Nelayan di Kawasan Perbatasan
02
Surat Redaksi
Pembaca budiman, Kami bahagia bisa kembali menjumpai Anda sekalian melalui penerbitan majalah Info Desa. Pada edisi kali ini, kami menyuguhkan liputan utama dengan tema, “Percepatan Pembangunan Perbatasan”. Tema liputan utama ini kami suguhkan untuk memberikan gambaran bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi bersungguh-sungguh melakukan percepatan pembangunan di kawasan perbatasan, agar persoalan-persoalan yang selama ini dihadapi masyarakat, seperti terbatasnya akses jalan, listrik, air bersih, kemiskinan, dan ketimpangan, serta persoalan-persoalan lain bisa segera teratasi. Kesungguhan tersebut juga tidak lepas dari komitmen pemerintah untuk menjalankan amanah, terutama butir ketiga Nawa Cita, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Untuk mempercepat pembangunan kawasan perbatasan, Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi memiliki salah satu program prioritas, yaitu Program Pengembangan Kawasan Beranda Indonesia (PKBI) untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman. Harapannya, fungsi perbatasan bukan lagi sebagai pos lintas batas negara, namun mampu menjadi pintu gerbang perdagangan internasional, simpul utama transportasi dengan negara tetangga, dan pusat pertumbuhan ekonomi. Selain liputan utama, kami juga menyajikan hasil riset yang dilakukan Balilatfo terkait pembangunan kawasan perbatasan, profil tokoh, potret transmigrasi di perbatasan, hingga gambaran tentang desa maju di Indonesia, serta info-info menarik lainnya.
Dr. Ir. H. M. Nurdin, MT Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi
Akhir kata, selamat membaca dan memaknai spirit pembangunan di kawasan perbatasan sebagai upaya membangun Indonesia dari pinggiran. Untuk kritik dan saran perbaikan majalah ini dapat disampaikan melalui email:
[email protected] l
Juni, 2016
3
Info Desa
Daftar Isi Tokoh
Mimpi Raimon Petege Bagi Moanemani h.
28
PENERBIT Pusat Data dan Informasi Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (BALILATFO) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi PENASIHAT H. Marwan Jafar, SE, SH, MM, M.Si Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi PEMIMPIN UMUM Dr. Ir. H. M. Nurdin, MT Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dan Informasi WAKIL PEMIMPIN UMUM Ahmad Iman Staf Khusus Bidang Media PEMIMPIN REDAKSI Helmiati, SH, M.Si Kepala Pusat Data dan Informasi TIM REDAKSI
h. Liputan Utama
08
Kawasan Perbatasan, Membangun Halaman Rumah Bersama Desa Maju
h.
32-37
Evolusi Balai Pelatihan ala Desa Sebuah Rahasia dari Desa Cibodas Derap IT di Kabupaten Berau 4
Info Desa
Juni, 2016
Jajang Abdullah, S.Pd, M.Si (Sekretaris Balilatfo) Ir. Leroy Sami Uguy, MA, Ph.D (Kepala Puslitbang) Ir. Anto Pribadi, MM, MMSI (Kepala Puslatmas) Drs. Suparman, MM (Kepala Pusdiklat) SEKRETARIAT REDAKSI Ir. Elly Sarikit, MM Kabid. PDT dan Transmigrasi Aditya Hendra Krisna, SE, MM Kabid. Pengembangan Sistem Informasi dan Sumberdaya Informatika Rusman Staf Bidang Media
Transmigrasi
Keerom Supiori
h.
44-49
Ria Fajarianti, SE, MM Kasubbid. Pengumpulan dan Pengolahan Data PDT dan Transmigrasi Anton Tri Susilo, BE, SE Kasubbid. Penyajian Informasi PDT dan Transmigrasi Ichsan Nur Ahadi, S.Kom Kasubbid. Pengumpulan dan Pengolahan Data Desa Nur Haryadi, SP, M.Si Kasubbid. Penyajian Informasi Desa
Sambas
Hardiman Wahyudi, SE Kasubbid. Sumber Daya Informatika Wuwuh Sarwoaji, SE Kasubbag. Tata Usaha
Karya Kopi Dogiyai, Kopi Spesial dari Tanah Papua
h.
56
Alfandi Pramandaru, ST Penyusun Bahan Data dan Informasi
ALAMAT
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balitlafo). Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Jalan TMP Kalibata No 17 Jakarta Selatan 12750 Telp : 021 – 7900039 Fax : 021 - 7900030
Juni, 2016
5
Info Desa
Peristiwa
Menteri Marwan Refocusing Anggaran Secara Radikal
Peristiwa
D
emi merealisasikan program-program prioritas, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar rela merefocusing anggaran secara radikal. Tidak tanggung-tanggung, hasil refocusing berhasil mengalokasikan 90 persen anggaran kementerian hanya untuk program-program strategis. “Refocusing tahun anggaran 2016 ini sangat mendasar. 90 persen alokasi anggaran dialokasikan untuk membiayai program strategis dan konkret, serta mendukung pencapaian kinerja kementerian, sedangkan biaya gaji dan dukung an birokrasi hanya 10 persen saja,” ujar Menteri Marwan. Dalam merefocusing anggaran tersebut, Menteri Marwan memangkas beberapa anggaran secara signifikan, di antaranya biaya perjalanan, biaya operasional, dan program-program yang belum menjadi prioritas di Tahun 2016.
“Kita benar-benar mengevaluasi ang garan-anggaran yang benar-benar dibutuhkan dan yang tidak terlalu penting. Anggaran benar-benar kita fokuskan pada program-program besar saja, agar program berjalan secara maksimal dan tercapai,” ujarnya. Terkait hal tersebut, Menteri Marwan juga menetapkan kebijakan Tri Matra Pembangunan Desa, di antaranya Jarin g Komunitas Wiradesa, Lumbung Ekonomi Desa, dan Lingkar Budaya Desa. Menurutnya, Tri Matra Pembangunan Desa ini bertujuan, untuk menjadi acuan pelaksanaan program dan anggaran secara lebih terfokus dan efisien. “Pemanfaatan dana tersebut diorientasikan sebesar-besarnya bagi Desa sebagai mana telah diatur dalam Peraturan Menteri Desa nomor 21 tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2016. Dana Desa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa,” ujarn-
Ajak Pesantren Pertahankan Nilai Pancasila
M
enteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar menegaskan, Pancasila adalah dasar negara bagi seluruh masyarakat Indonesia termasuk warga pesantren. Hal ini ia tegaskan dalam kunjungannya di Pondok Pesantren Al-Ittifaqiyah Indralaya Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, 2 Juni 2016. Ia mengajak seluruh warga pesantren ikut serta mempertahankan nilai-nilai Pancasila. “Pesantren-pesantren di Indonesia secara sah dan meyakinkan ikut serta mengembangkan nilai-nilai Pancasila, bukan nilai-nilai lain. Landasan
6
Info Desa
Juni, 2016
Kementerian Desa Bangun 200 Pasar Desa
M
enteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan pasar desa sebagai entitas ekonomi akan menjadi penggerak roda ekonomi perdesaan, baik pada sektor perdagangan, industri, maupun jasa. “Pasar desa bisa dijalankan oleh BUMDes (badan usaha milik desa) untuk memasarkan produk-produk masyarakat dan sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah desa,” kata Marwan. Marwan menjelaskan, kementeriannya akan menetapkan konsep Village Industrial and Rest Area (VIRA) dalam membangun pasar desa. Dengan konsep itu, kata dia, di pasar desa tidak hanya terdapat lapak pedagang, tapi juga ada kantor pengelola pasar, gudang, warung kuliner, dan ruang galeri. Menurut
Marwan,
masyarakat
desa
dapat menjual produk-produk unggulan di kawasan desa itu. Masyarakat yang sedang dalam perjalanan dari suatu daerah ke daerah lain bisa mampir ke pasar desa untuk beristirahat. “Sebab, ada kulinernya juga. Dengan demikian, akan terjadi pertukaran transaksi produk lokal dari daerah satu dengan daerah lainnya,” ujar Marwan. Marwan telah menyusun anggaran Kementerian Desa untuk pembangunan pasar desa kawasan pada 2016. “Semula, kami target membangun 100 pasar desa. Setelah dilakukan refocusing, kami tingkatkan menjadi 200 pasar desa kawasan tahun ini,” tutur Marwan. Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Johozua Markus Yoltuwu, mengatakan pasar desa akan dibangun di wilayah strategis provinsi. “Penyediaan pasar kawasan akan dibangun di jalan
provinsi atau jalan utama, dengan luas bangunan 300 meter persegi, serta harus ada fasilitas jalan untuk tempat mobilisasi barang,” ucapnya. Beberapa provinsi yang menjadi tempat pembangunan pasar kawasan adalah Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Kabupaten Sumba, dan Kabupaten Lombok. Mark mengatakan, sebelum pembangunan dilaksanakan, Kementerian akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk memastikan kesiapan lahan di daerah itu. Misalnya, dalam hal ketepatan lokasi dan pemenuhan luas wilayah. Mark juga mengatakan, dengan adanya pasar desa kawasan, masyarakat akan terhindar dari tengkulak yang cenderung memberikan harga rendah untuk hasil pertanian masyarakat desa. “Di desa, untuk menjual terlalu susah,” ujar Mark. l
kita Pancasila, tidak ada paham yang lain,” ujarnya. M e n t e r i M a r w a n m e n g a t ak a n , keberadaan pesantren di Indonesia telah terbukti mampu membentengi keutuhan NKRI. Kehadiran pesantren juga berhasil menciptakan kedamaian dan ketenangan negara, dibandingkan dengan Negara di Timur Tengah yang rawan terjadi perang.
“Bahwa pesantren juga selalu mengakomodasi dengan keadaan-keadaan yang terus berkembang, saya yakin seyakin-yakinnya itu. Tetapi yang lebih penting bahwa pesantren juga tidak lupa dengan misi dasarnya, tidak lupa dengan asas dasar, dan tidak lupa dengan aja-
Juni, 2016
7
Info Desa
Liputan Utama
Liputan Utama
Kawasan Perbatasan, Membangun Halaman Rumah Bersama Kawasan perbatasan merupakan kawasan strategis yang diproyeksikan menjadi titik baru pertumbuhan perekonomian. Perlu percepatan pembangunan agar kesejahteraan warga secara ekonomi meningkat.
M
arwan Jafar tahu betul kondisi pembangunan yang terjadi di kawasan perbatasan sampai saat ini. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ini punya data lapangan terkini: prosentase jalan desa dengan jenis permukaan jalan yang terluas yang belum teraspal mencapai 56,71 persen, rasio elektrifikasi desa-desa di kawasan perbatasan hanya 86,37 persen, jauh dari elektrifikasi nasional. Selain itu, dari 1.730 desa di wilayah perbatasan, 26 persen desa masih belum terjangkau sinyal telepon. Begitu pula masih banyak desa di perbatasan yang belum memiliki akses atas air bersih. “Secara umum, kondisi pembangunan di kawasan perbatasan masih sangat jauh dari kata sejahtera,” katanya memberikan penilaian. Menurut dia, pem-
8
Info Desa
Juni, 2016
bangunan di daerah perbatasan memang menuntut perhatian lebih dari pemerintah. Fakta yang terjadi di lapangan mengharuskan adanya upaya dan strategi yang visioner dan tepat dalam percepatan pembangunan daerah perbatasan. “Yang harus dilakukan terlebih dulu untuk memulai membangun kawasan perbatasan adalah meletakkan dasar-dasar kebijakan desentralisasi asimetris dengan menjalankan kebijakan yang berpihak atau affirmative policy kepada daerah-daerah yang saat ini masih tertinggal,” ujarnya. Salah satu masalah utama yang terjadi di kawasan perbatasan terletak pada kondisi infrastruktur yang memprihatin kan. Kondisi ini membuat masyarakat di wilayah perbatasan cenderung bergantung pada pasokan barang kebutuhan sehari-hari dari ne-
Juni, 2016
9
Info Desa
Liputan Utama
Liputan Utama
www.presidenri.go.id. Menurut Presiden, kawasan perbatasan memiliki peran sentral dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa. Dalam kunjungannya ke Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat pada 20 Januari 2015 lalu, Presiden Jokowi berharap pembangunan kawasan perbatasan bisa menjadi etalase tentang pembangunan yang sedang dijalankan pemerintah kepada negara-negara tetangga. Presiden Jokowi memproyeksikan kawasan perbatasan untuk menjadi titik baru pertumbuhan perekonomian. Sehingga pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di perbatasan akan semakin meningkat. gara tetangga. Oleh karena itu, pembangunan daerah perbatasan mesti fokus pada isu pengurangan kemiskinan dan ketimpangan, tidak hanya dalam lingkup nasional, tetapi juga antar negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah/desa perbatasan. “Perbatasan negara harus benar-benar kita jadikan beranda dan wilayah terdepan dari NKRI, jangan sampai kita kalah dengan negara tetangga dalam merawat wilayah perbatasan,” kata Marwan yang melukiskan kawasan perbatasan sebagai halaman rumah bersama. Untuk mewujudkan hal tersebut, Menteri Marwan menilai, pembangunan daerah perbatasan tidak cukup hanya menggunakan pendekatan keamanan (security approach) dan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach), namun perlu dilengkapi pendekatan ekonomi (economy approach) dengan mendorong investasi di daerah perbatasan sesuai dengan potensi dan peluang yang dimiliki, dengan memperhatikan aspek sosial budaya atau kearifan lokal. Tentang potensi yang dimiliki di kawasan perbatasan, Marwan menuturkan, potensi sumber daya alam di kawasan perbatasan negara sangat melimpah, namun belum digarap se-
10
Info Desa
Juni, 2016
cara optimal. Kondisi perbatasan Indonesia dibanding negara tetangga pun masih tertinggal, baik dari sisi fasilitas pelayanan sosial, infrastruktur, ekonomi, pendidikan, keamanan, dan sebagainya. “Ini menjadi tantangan bagi kami,” ujarnya.
KOMITMEN PEMERINTAH Indonesia memiliki kawasan perbatasan dengan sepuluh negara, baik perbatasan darat maupun perbatasan laut. Kawasan perbatasan darat tersebar di tiga kawasan, yaitu kawasan perbatasan darat RI-Malaysia di pulau Kalimantan, kawasan perbatasan darat RI-PNG di Papua, dan kawasan perbatasan darat RI-Timor Leste di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pembangunan kawasan perbatasan secara eksplisit dinyatakan dalam visi dan misi Nawa Cita pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. “Kami akan membangun tata ruang dan lingkungan yang berkeberlanjutan melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan,” kata Presiden Jokowi seperti dikutip dari laman
Untuk mengembangkan potensi di wilayah perbatasan, pemerintah saat ini tengah membangun tujuh Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu. Ketujuh Pos itu berada di Entikong (Kabupaten Sanggau), Nanga Badau (Kabupaten Kapuas Hulu), Aruk (Kabupaten Sambas), Wini (Kabupaten Timor Tengah Utara), Motamasin (Kabupaten Malaka), Motaain (Kabupaten Belu), Skouw (Kota Jayapura). Ketua Pokja Papua, Judith Dipodiputro secara khusus menyoroti tentang pembangunan di Papua dan Papua Barat. Menurut dia, pembangunan di Papua dan Papua Barat saat ini sudah pada satu pemahaman yang sama, bahwa di samping pembangunan fisik, pembangunan manusia juga merupakan fokus penting. “Pemerintah pusat dan daerah telah bersinergi melalui Bappenas untuk merancang pola pembangunan yang berbasis pada wilayah adat,” katanya. Judith mengatakan, pendekatan pembangunan berbasis adat ini diterapkan bukan tanpa alasan. “Pendekatan pembangunan tersebut sesuai dengan budaya lokal, karena pola pembangunan seperti ini mengakomodasi karakteristik dan tantangan Papua, baik dari sosial budaya, geografis, potensi sumber daya alam, kenyataan lapangan, termasuk da-
lam hal pemberdayaan dan juga pembangunan ekonomi yang mensejahterakan warga di seluruh wilayah Tanah Papua,” terang Judith. Untuk merealisasikan pendekatan pembangunan tersebut, Judith menuturkan, Pokja Papua mengkawal fokus pemerintah dalam pembangunan masyarakat paling rentan/bottom of the pyramid melalui Gerakan Papua Bekerja dan Unggul. “Pemerintah sangat concern membangun Papua, khususnya yang memerlukan pengawalan khusus, dalam hal ini rakyat Papua yang terlemah yang menghadapi kemiskinan, sehingga kehidupan mereka menjadi lebih baik. Gerakan Papua Bekerja dan Unggul diharapkan bisa menjadi bottom line dari segala pembangunan dan pemberdayaan di Papua baik pada sektor ekonomi, pendidikan, pikir real sustainable, artinya ada kesehatan, SDM, real economy, real jobs, real infrastrukneeds, dan real solution untur, sampai tuk Papua.” pada pembangunan Dari sisi pembangunan yang bertukawasan transmigrasi juan untuk di Indonesia Timur, memenuhi khususnya di Papua, tanggung Kementerian Desa, jawab NePembangunan Daerah gara berupa Tertinggal, dan Transpelayanan pubmigrasi melalui Badan Pelik, yaitu memnelitian dan Pengembangan, buka akses warga Pendidikan dan Pelatihan dan pada peluang usaha Informasi (Balilatfo) secara Diharapkan untuk mendapatkan intensif mengembangkan pemmelalui percepatan bentukan kampung klaster di penghidupan dan kehidupan yang layak,” Papua. “Harapannya, pengempembangunan tuturnya. bangan kampung klaster tersekawasan but bisa memberikan masukan perbatasan, Judith menekankyang berarti bagi Pemerintah kesejahteraan warga Provinsi Papua di bidang peman, membangun Pasecara ekonomi pua membutuhkan bangunan transmigrasi, dan pendekatan pembasebaliknya Pemerintah Promeningkat. ngunan yang komvinsi Papua juga bisa memprehensif. “Ketertingberikan masukan demi kebergalan pembangunan budaya selama 500 hasilan pembentukan model kampung tahun yang dialami rakyat Papua tidak klaster tersebut,” kata HM Nurdin, Kepabisa diselesaikan secepat kilat. Gerakan la Balilatfo Kementerian Desa, PembaPapua Bekerja dan Unggul menjadi ngunan Daerah Tertinggal, dan Transmiframe besar untuk membangun Papua grasi. ke depan,” ujarnya. “Kami selalu berpikir besar tentang Papua, dalam hal ini berNurdin mengatakan, pembentukan dan
pengembangan kampung klaster di Papua masih bersifat pilot project. “Kita di Badan Litbang tugasnya menciptakan model. Model itu kita kaji dan kita coba terapkan. Kita baru mulai di daerah Keerom, setelah Lebaran baru mulai lagi di Merauke. Kalau model kampung klaster di Keerom dan di Merauke berhasil kita kembangkan, baru kita aplikasikan ke wilayah-wilayah lain di Papua. Kita tidak bisa memaksakan pendekatan topdown. Yang tahu persis kebutuhannya adalah mereka,” kata Nurdin. Nurdin menuturkan, melalui pembentukan kampung klaster, pemerintah fokus pada pembangunan transmigrasi di Indonesia Timur, khususnya di Keerom, Merauke, dan Sorong, tiga wilayah di Papua. “Kita diminta Bapak Presiden untuk memberi perhatian kepada pembangunan di Papua dan di daerah perbatasan supaya dilakukan pengembangan dan percepatan, termasuk dalam pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia,” tutur Nurdin menjelaskan di balik pembentukan kampung klaster di Papua. Komitmen untuk membangun kawasan perbatasan sebagai halaman rumah bersama telah dimulai. Diharapkan melalui percepatan pembangunan kawasan perbatasan, kesejahteraan warga secara
Juni, 2016
11
Info Desa
Liputan Utama
Liputan Utama
Marwan Jafar, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Butuh Affirmative Policy untuk Membangun Daerah Perbatasan 12
Info Desa
Juni, 2016
P
ada saat membuka konser Slank di Stadion Kridasana, Singkawang, Kalimantan, Minggu 15 Mei 2016, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar mengajak semua penonton untuk terlibat dalam membangun daerah perbatasan. Sebagai bagian dari daerah pinggiran, Marwan mengatakan, daerah
perbatasan merupakan halaman rumah bersama. Dia menyebut kehadirannya bersama grup musik Slank merupakan wujud komitmen pemerintah yang ingin membangun daerah perbatasan bersama-sama dengan masyarakat.
dengan nada tegas.
Konser Indonesia Perbatasan, Membangun Indonesia dari Perbatasan yang diadakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan dukungan sejumlah pihak itu merupakan bagian dari Program Desa Beranda Indonesia yang digagas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Pada kesempatan tersebut, Menteri Marwan kembali menyatakan komitmen pemerintahan Jokowi-JK dalam membangun Indonesia dari pinggiran, dari desadesa, dan dari perbatasan.
Secara umum, kondisi pembangunan di daerah perbatasan masih sangat jauh dari kata sejahtera. Sebagai contoh, prosentase jalan desa dengan jenis permukaan jalan yang terluas yang belum teraspal mencapai 56,71 persen, rasio elektrifikasi desa-desa di kawasan perbatasan hanya 86,37% jauh dari elektrifikasi nasional. Dari 1.730 desa di wilayah perbatasan, 26 persen desa masih belum terjangkau sinyal telepon. Begitu pula masih banyak desa di perbatasan yang belum memiliki akses atas air bersih.
Ditemui di kantornya di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, awal Juni 2016, Menteri Marwan menjawab sejumlah pertanyaan dari Tim Info Desa. “Pembangunan daerah perbatasan mesti fokus pada isu pengurangan kemiskinan dan ketimpangan,” katanya
Sampai 70 tahun Indonesia merdeka, bagaimana Anda menilai kondisi pembangunan di daerah perbatasan?
Melihat kondisi tersebut, apa saja upaya yang dilakukan pemerintah? Pembangunan di daerah perbatasan memang menuntut perhatian lebih dari pemerintah. Fakta yang terjadi di lapangan mengharuskan adanya upaya dan strategi yang visioner dan
Juni, 2016
13
Info Desa
Liputan Utama
Liputan Utama
tepat dalam percepatan pembangunan daerah perbatasan. Yang harus dilakukan terlebih dulu untuk memulai membangun daerah perbatasan adalah meletakkan dasar-dasar kebijakan desentralisasi asimetris dengan menjalankan kebijakan yang berpihak atau affirmative policy kepada daerahdaerah yang saat ini masih tertinggal. Pembangunan daerah perbatasan mesti fokus pada isu pengurangan kemiskinan dan ketimpangan, tidak hanya dalam lingkup nasional, tetapi juga antar negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah/ desa perbatasan. Perbatasan negara harus benar-benar kita jadikan beranda dan wilayah terdepan dari NKRI,
14
Info Desa
Juni, 2016
jangan sampai kita kalah dengan negara tetangga dalam merawat wilayah perbatasan. Potensi apa saja yang bisa dikembangkan dari kawasan perbatasan?
ditawarkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk mempercepat pembangunan daerah perbatasan?
Dalam pandangan saya, pembangunan daerah perbatasan tidak cukup hanya Potensi sumber daya alam di kawasan menggunakan pendekatan keamanan perbatasan negara sangat melimpah, (security approach) dan pendekatan namun belum digarap secara optimal. kesejahteraan (prosperity approach), Kondisi perbatasan Indonesia dibanding namun perlu dilengkapi pendekatan negara tetangga pun masih tertinggal, ekonomi (economy approach) dengan baik dari sisi fasilitas pelayanan sosial, mendorong investasi di daerah infrastruktur, ekonomi, pendidikan, perbatasan sesuai dengan potensi keamanan, dan sebagainya. Ini menjadi dan peluang yang dimiliki, dengan tantangan bagi kami. memperhatikan aspek sosial budaya atau kearifan lokal. Pendekatan seperti apa yang
Bisa diceritakan tentang program Pengembangan Kawasan Beranda Indonesia (PKBI) dari Kemendesa PDTT? Program Pengembangan Kawasan Beranda Indonesia (PKBI) merupakan salah satu program prioritas Kemen terian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk menjadikan perbatasan sebagai beranda negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman Apa fokus dan tujuan program PKBI? Program PKBI akan mempercepat pembangunan daerah perbatasan
menjadi pusat perkotaan. Fungsi perbatasan bukan sebatas pos lintas batas negara, tapi pintu gerbang perdagangan internasional untuk kegiatan ekspor dan impor, simpul utama transportasi dengan negara tetangga, dan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya Apa tantangan program ini ke depan? Pelaksanaan program PKBI akan berjalan maksimal bila disinergikan dengan program lain, terutama transmigrasi. Hal ini sangat strategis karena transmigrasi memiliki basis kawasan yang terkait dengan kawasan
sekitarnya untuk membentuk suatu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah berbasis potensi. Saat ini telah dibangun 10 Kota Terpadu Mandiri (KTM), 28 Kawasan Transmigrasi, dan 17 Satuan Pemukiman yang berada di daerah perbatasan. Ini semua dapat dimanfaatkan dalam pengembangan potensi yang ada di daerah perbatasan. Dalam program PKBI, juga dikembangkan potensi yang sudah dimiliki daerah-daerah perbatasan, baik potensi alam, pariwisata, sosial budaya, perkebunan, tambang dan banyak potensi lainnya yang mungkin belum tergarap secara optimal. Termasuk meningkatkan keterlibatan dunia usaha dalam mengembangankan investasi di daerah perbatasan. l
Juni, 2016
15
Info Desa
Liputan Utama
Liputan Utama
bangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengatakan, inspirasi pembentukan dan pengembangan kampung klaster berawal dari diskusi dengan Gubernur Papua Lukas Enembe dan aparatur pemerintah setempat. Dalam diskusi tersebut dibahas tentang pembangunan desa, daerah tertinggal, dan transmigrasi. “Tentang pembentukan kampung klaster, Pak Gubernur mengatakan belum perlu ditambahkan, tapi lebih ke arah penyempurnaan,” ujarnya. Nurdin mengatakan, pembentukan dan pengembangan kampung klaster di Papua masih bersifat pilot project. “Kita kan di Badan Litbang tugasnya menciptakan model. Model itu kita kaji dan kita coba terapkan. Kita baru mulai di daerah Keerom, setelah Lebaran baru mulai lagi di Merauke. Kalau model kampung klaster di Keerom dan di Merauke berhasil kita kembangkan, baru kita aplikasikan ke wilayah-wilayah lain di Papua. Kita tidak bisa memaksakan pendekatan topdown. Yang tahu persis kebutuhannya adalah mereka,” kata Nurdin.
Mengembangkan Kampung Klaster di Papua Lima kampung klaster di Papua dan dua di Papua Barat akan dikembangkan berbasis adat. Agar kehidupan warga pendatang dan masyarakat setempat saling bersinergi.
S
ejak dua bulan lalu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi melalui Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dan Informasi (Balilatfo) secara intensif mengembangkan pembentukan kampung klaster di Papua. Harapannya, pengembangan kampung klaster tersebut bisa memberikan masukan yang berarti bagi Pemerintah Provinsi Papua di bidang pembangunan transmigrasi, dan sebaliknya Pemerintah Provinsi Papua juga bisa memberikan masukan demi keberhasilan pembentukan model kampung klaster tersebut. Dr Ir HM Nurdin, MT, Kepala Badan Penelitian dan Pengem
16
Info Desa
Juni, 2016
Nurdin menuturkan, melalui pembentukan kampung klaster, pemerintah fokus pada pembangunan transmigrasi di Indonesia Timur, khususnya di Keerom, Merauke, dan Sorong, tiga wilayah di Papua. “Kita diminta Bapak Presiden untuk memberi perhatian kepada pembangunan di Papua dan di daerah perbatasan supaya dilakukan pengembangan dan percepatan, termasuk dalam pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia,” tutur Nurdin menjelaskan di balik pembentukan kampung klaster di Papua.
basis adat. Sementara, klasternya sendiri berdasarkan komoditas, misalnya di kampung klaster tersebut ada perkebunan kopi, di wilayah pesisir ada perikanan, dan di daerah dataran rendah terdapat tanaman holtikultura. Komoditas potensial yang dikembangkan tergantung dari daerah tersebut. Kita menyesuaikan dengan kondisi sekitar ,” ujarnya. Nurdin mengatakan, pembentukan kampung klaster berbasis adat dikembangkan bukan tanpa dasar. “Di Papua, ada pemerintahan adat yang diakui oleh Undang-undang Desa. Kita melakukan pendekatan berbasis adat, karena informal leader, seperti pendeta, kepala adat, perempuan, kepala kampung maupun institusi non formal di sana memiliki posisi yang kuat,” katanya. Dari perspektif pembangunan kawasan transmigrasi, pembentukan kampung klaster di Papua saling terintegrasi. Mulai dari permukiman transmigran, interaksi, kehidupan sosial budaya, sarana prasarana pemanfaatan sekolah, puskesmas, jalan, pasar hingga komoditi yang diusahakan warga transmigran. “Karena harus terintegrasi, maka pembentukan kampung klaster tidak boleh eksklusif supaya tidak menimbulkan masalah baru. Sebaliknya, dengan pembentukan kampung klaster tersebut, kehidupan warga pendatang dan masyarakat setempat saling bersinergi,” kata
Nurdin.
PEMBANGUNAN SDM Selama proses pembentukan kampung klaster tersebut, Nurdin mengatakan, tim Balilatfo akan bekerja sama dengan Universitas Cendrawasih dan Universitas Papua melakukan pendampingan di lapangan. Nantinya, tim juga akan mengembangkan balai latihan yang ditujukan untuk pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Papua dan Papua Barat. “Kalau balai latihan sudah berdiri dan terbentuk satuan kerja, balai latihan tersebut bisa digunakan sebagai tempat pembangunan dan pengembangan kapasitas SDM Papua. Saya sudah bicara dengan Gubernur Papua, Bupati Sorong mengenai pendirian balai latihan. Jika sudah terdapat balai, pembentukan dan pengembangan SDM akan lebih efektif. Itu policy-nya,” ujar Nurdin. Saat ini, kata Nurdin, usulan pendirian balai latihan tersebut sedang diproses di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. “Mudah-mudahan, keputusannya bisa cepat keluar tahun ini,” katanya. Selain mengembangkan pembangunan kampung klaster di Papua, Balilatfo Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi juga tengah mengembangkan pembangunan Klaster
Terkait kebijakan, jika selama ini kebijakan pembentukan model kampung di bidang transmigrasi mengacu pada UU No 9 Tahun 2007 dan Permenaker tentang KTM Tahun 2007, tidak demikian halnya dengan pembentukan kampung klaster di Papua. “Model kampung klaster di Papua ber-
Juni, 2016
17
Info Desa
Liputan Utama
Pro Aktif Menjemput Investor
S
ebagai beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kawasan perbatasan terus mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat. Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) Suprayoga Hadi mengatakan, pemerintah berkomitmen membangun
18
Info Desa
Juni, 2016
Daerah perbatasan selalu tertinggal karena tidak dianggap sebagai growth area. Orientasi pembangunan kawasan perbatasan perlu diarahkan pada terciptanya peluang investasi.
kawasan perbatasan, baik dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. “Sesuai prinsip Nawa Cita ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah, khususnya mempercepat pengentasan ketertinggalan daerah, termasuk di dalamnya memperkuat kapasitas daerah dalam percepatan pengembangan daerah di
perbatasan dan pulau kecil terluar, sangat jelas bila wilayah perbatasan diprioritaskan dalam pembangunan nasional baik untuk jangka panjang, menengah, maupun tahunan,” katanya. Meski demikian, Suprayoga mengakui masih ditemui berbagai persoalan dalam membangun kawasan perbatasan. Dia memaparkan lima esensi persoalan
Liputan Utama
yang terjadi di kawasan perbatasan, yaitu aspek kedaulatan negara, penegakan hukum, infrastruktur, penguatan SDM, serta masalah kelembagaan dan investasi. Empat hal pertama tercakup dalam aspek keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity), sementara hal terakhir terkait dengan aspek investasi. Dari lima esensi persoalan tersebut, Suprayoga menilai, kurang majunya daerah perbatasan disebabkan oleh pengembangan yang masih terpaku pada aspek keamanan dan kesejahteraan, kurang pada aspek investasi. “Perbatasan selalu tertinggal karena tidak dianggap sebagai growth area, namun hanya dianggap daerah tertinggal yang perlu disejahterakan saja,” ujarnya. “Pembangunan perbatasan harusnya berorientasi pada investasi dalam konteks pembangunan untuk menarik peluang investasi.” Untuk menerapkan pembangunan berorientasi investasi, Suprayoga menuturkan, Kemendesa PDTT pada 2015 menerbitkan buku berjudul, Profil Potensi Investasi Daerah Perbatasan Indonesia. Dalam buku tersebut dipetakan potensi yang dimiliki daerah perbatasan dan diharapkan bisa menjadi panduan bagi
PINTU GERBANG AKTIVITAS EKONOMI DAN PERDAGANGAN
investor. Tidak berhenti pada penerbitan buku profil, Suprayoga mengatakan, pihaknya berencana mengadakan bisnis forum untuk mempertemukan pemerintah daerah di wilayah perbatasan dengan calon investor swasta. “Kami harapkan supaya pemerintah daerah juga lebih pro aktif menjemput investor,” katanya. Prakarsa berikutnya adalah menjalin kerja sama dengan BKPM dan Kadin untuk menggerakkan pengusaha daerah supaya bersikap pro aktif dalam menangkap peluang investasi di daerah perbatasan. “Kami juga berencana berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan untuk paket kebijakan ekonomi yang bisa memberikan insentif pada investasi di wilayah perbatasan sehingga bisa memberi kepastian dan kemudahan berinvestasi,” ujarnya.
PEMBANGUNAN FISIK DAN NON FISIK Suprayoga mengatakan, direktorat yang dipimpinnya telah menyiapkan anggaran pembangunan kawasan perbatasan pada 2016 sebesar Rp 1 triliun. Dari jumlah
ngunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi pada awal November 2015. “Investasi di wilayah perbatasan merupakan upaya strategis untuk mengembangkan perekonomian dengan langkah yang terintegrasi dan sinergis. Karena itu, perlu disepakati pencapaian sasaran kebijakan pembangunan di daerah perbatasan dengan perspektif yang lebih positif dan produktif,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar.
MEMBERI KEMUDAHAN bagi investor untuk berinvestasi di perbatasan merupakan salah satu rekomendasi dari Forum Border Investment Summit, Pengembangan Potensi dan Peluang Investasi di Daerah Perbatasan, yang diadakan Kementerian Desa, Pemba-
Melalui Forum tersebut, Menteri Marwan berharap dapat memulai langkah baru dengan niat baik untuk menjaga keutuhan NKRI, mensejahterakan masyarakat, dan sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah perbatasan.
tersebut, daerah perbatasan termasuk pulau kecil terluar mendapatkan alokasi anggaran sekitar Rp 800 miliar. Anggaran itu akan difokuskan pada pembangunan fisik dan non fisik pada lima program inti. Pertama, terkait konektivitas wilayah, akan dibangun access road, tambatan perahu dan dermaga, termasuk pengadaan kapal penumpang dan kargo untuk hubungan antar pulau. Kedua, penguatan sarana air bersih dengan jalur perpipaan di darat dan reverse osmosis untuk pulau kecil yang tidak memiliki sumber air tawar. Program ketiga adalah elektrifikasi dalam bentuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang menjadi sumber penerangan jalan yang diletakkan di tapal batas perbatasan. Keempat berupa bantuan teknologi informatika dan telekomunikasi, serta program kelima, yaitu pengembangan SDM berupa penyediaan alat peraga pendidikan dan menyiapkan SDM di daerah perbatasan agar lebih kompetitif. “Dalam implementasi program di lapangan, Kemendes PDTT berkoordinasi, dan melakukan konsultasi dengan kementerian/lembaga terkait,” ujarnya. l
Rekomendasi lain dari forum tersebut adalah pembangunan daerah perbatasan jangan hanya memakai pendekatan keamanan (security approach), namun harus diimbangi pendekatan kesejahteraan dan pendekatan ekonomi, sekaligus mendorong investasi di daerah perbatasan sesuai dengan potensi dan peluang yang dimiliki. “Pembangunan daerah perbatasan dengan segala potensinya, jika dimanfaatkan dengan tepat akan dapat meningkatkan daya tarik daerah perbatasan untuk menjadi semacam etalase bagi negara-negara tetangga, sekaligus mewujudkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi,” kata Menteri Marwan. l
Juni 2016 Juni,
19
Info Desa
Liputan Utama
Liputan Utama
130Triliun
Rp
Nilai investasi yang akan ditanamkan pemerintah di kawasan perbatasan dalam lima tahun ke depan sampai dengan 2019. Tercatat 41 kabupaten di kawasan perbatasan yang memiliki potensi berbasis usaha primer yang akan dikembangkan, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan pertambangan. Sementara potensi berbasis usaha sekunder berupa pengolahan sumber daya alam, sedangkan potensi berbasis usaha tersier dikembangkan melalui pariwisata.
7Pos Lintas
Batas Negara Untuk mengembangkan potensi di wilayah perbatasan, pemerintah saat ini tengah membangun tujuh Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu. Ketujuh Pos itu berada di Entikong (Kabupaten Sanggau), Nanga Badau (Kabupaten Kapuas Hulu), Aruk (Kabupaten Sambas), Wini (Kabupaten Timor Tengah Utara), Motamasin (Kabupaten Malaka), Motaain (Kabupaten Belu), Skouw (Kota Jayapura).
Meningkatkan Derajat Kawasan Perbatasan Pembangunan di kawasan perbatasan membutuhkan perhatian dan kebijakan khusus dari pemerintah. Selain itu, pemangku kepentingan termasuk kalangan dunia usaha dan masyarakat juga harus terlibat dan berpartisipasi aktif untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai kawasan yang berdaulat, sejahtera, dan memiliki daya saing.
20
Info Desa
Juni, 2016
187Kecamatan Jumlah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yang tersebar di 41 kabupaten/kota yang menjadi lokasi prioritas untuk pengembangan daerah perbatasan. Sebanyak 56 kecamatan berbatasan laut, 79 kecamatan berbatasan dengan darat, dan 4 kecamatan berbatasan dengan darat dan laut. Jumlah desa yang berbatasan langsung dengan negara tetangga adalah lebih dari 1.700 desa/kelurahan.
125
ribu ton
Jumlah potensi tangkapan hasil laut per tahun yang dihasilkan dari daerah Merauke, Papua. Potensi laut tersebut meliputi ikan kakap, kepiting, dan lobster. Selain Merauke, daerah Papua yang lain, yaitu Timika memiliki potensi tangkapan hasil laut per tahun mencapai 183 ribu ton, mencakup kepiting, udang, dan tuna. Adapun di daerah Sarmi, Papua, potensi tangkapan hasil laut mencapai 299 ribu ton per tahun, terdiri dari ikan kakap, ikan kerapu, dan lobster.
Juni 2016
21
Info Desa
Riset
Riset
dar Pelayanan Minimal Desa di Indonesia (SPM Desa) belum dirumuskan, apalagi SPM Desa di wilayah perbatasan.
timbangkan luas desa dan sebaran permukiman, sehingga jarak permukiman dengan sekolah dekat. Selain itu, rasio guru, murid, dan sekolah harus dibedakan dengan kondisi umum desa-desa di Indonesia, karena wilayah perbatasan memiliki karakteristik khusus.
Standar Pelayanan Minimal Desa di Wilayah Perbatasan Standar Pelayanan Minimal merupakan alat pemerintah dan pemerintahan daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata.
22
Info Desa
Juni, 2016
P
elayanan dasar yang tersedia di desa-desa wilayah perbatasan belum sepenuhnya memenuhi Stan dar Pelayanan Minimal. Pelayanan dasar yang dimaksud meliputi bidang pendidikan dasar, bidang kesehatan, bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, bidang perumahan rakyat dan kawasan permukiman, serta bidang ketenteraman, ketertiban umum, perlindungan masyarakat, dan sosial. Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan dari penelitian bertajuk “Kajian Kebutuhan Pelayanan Minimal Desa di Wilayah Perbatasan” yang dilakukan Pandiadi, dkk. pada 2015. Kesimpulan lain dari hasil penelitian yang menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif dan empiris, serta mengacu pada referensi yang relevan, menyebutkan di bidang pendidikan dasar, pemerintah tidak cukup membangun sekolah di wilayah perbatasan dengan rasio satu sekolah satu desa, kecuali pemerintah menyediakan asrama. Dalam menyediakan sekolah perlu memper-
Di bidang kesehatan, meskipun di desa perbatasan tersedia poskesdes, tetapi bidan tidak selalu tinggal di desa setempat,sehingga pelayanan tidak optimal. Sementara itu, di bidang ke PU-an dan penataan ruang, pelayanan yang pali ng dibutuhkan adalah sarana air bersih dan prasarana jalan, sedangkan prioritas berikutnya adalah fasilitas dasar lingkungan permukiman, fasilitas sanitasi lingkungan, dan drainase. Menurut tim peneliti, Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan Urusan Wajib Daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal (PP No.65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal). Dengan demikian, SPM merupakan alat pemerintah dan pemerintahan daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata. SPM sebagai Policy Tools, mencakup 3 dimensi yaitu siapa yang dilayani, apa bentuk pelayanan yang diberikan, dan bagaimana mekanisme pelayanan dasar diberikan.
muskan dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanahkan pelayanan dasar yang menjadi urusan wajib Pemerintah Daerah, yaitu pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga Negara. Pelayanan dasar dimaksud adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan (PP No.65 tahun 2005). Urusan Wajib Daerah tersebut mencakup enam sektor, yaitu pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketenteraman dan ketertiban umum, serta perlindung an masyarakat dan sosial. Namun sayangnya, pemerintah dan pemerintah daerah hingga kini belum sepenuhnya mampu memberikan pelayanan dasar yang memadai, bahkan Stan-
Di bagian akhir, tim peneliti mengajukan sejumlah saran strategis. Pertama, bidang pendidikan dasar, pemerintah disarankan memperbanyak bangunan SD-Kecil (3 ruang kelas), atau membangun asrama murid, dan menyediakan rumah guru. Kedua, bidang kesehatan, pemerintah disarankan menyediakan rumah bidan. Ketiga, bidang pekerjaan umum, pemerintah disarankan meningkatkan kuantitas dan kualitas jalan, meningkatkan penyediaan sarana air bersih sehingga memenuhi standar 60 liter/ orang/hari, dan menyediakan jaringan irigasi khusus untuk desa pertanian tanaman pangan, serta pemberdayaan pengelolaannya. Keempat, bidang perumahan rakyat, pemerintah disarankan menyediakan rumah layak huni yang memenuhi persyaratan keselamatan dan kecukupan minimum luas bangunan, serta kese hatan penghuninya. Lingkungan harus sehat, aman, serasi, dan teratur atau memenuhi persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah, pemilikan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana, serta sarana lingkungan. Kelima, bidang Trantib dan perlindung an masyarakat, pemerintah disarankan melakukan upaya mengkondisikan lingkungan kondusif dan demokratis sehingga tercipta kehidupan strata sosial yang interaktif. l
Kewajiban negara terkait dengan pelayan an dasar sejatinya telah diru-
Juni 2016
23
Info Desa
Pendapat
Pendapat
Dr. Ir. Conrad Hendrarto, MSc Direktur Perencanaan, Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi
Road Map Pembangunan Kawasan Transmigrasi di Kalimantan
D
alam rangka penerapan Nawa Cita ketiga, yaitu Membangun Indonesia dari Ping giran dengan Memperkuat Daerah-daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan, maka pembangunan transmigrasi diarahkan di daerah perbatasan negara. Harus diakui bahwa kondisi wilayah perbatasan merupakan kawasan tertinggal dan memiliki keterbatasan. Mulai keterbatasan pelayanan infrastruktur, keterbatasan kesejahteraan masyarakat yang rendah, tingkat pendidikan SDM yang masih rendah, ditambah adanya ancaman pertahanan dan keamanan serta kedaulatan RI. Tidak hanya itu. Kawasan perbatasan juga sangat rentan terhadap peng rongrongan tapal batas wilayah negara, ilegal loging, ilegal fishing, human trafficking. Kawasan perbatasan sangat
24
Info Desa
Juni, 2016
minim dukungan sarana dan prasarana termasuk fasilitas komunikasi dan informasi dan sebagainya, serta adanya kesenjangan kesejahteraan, sosial dan ekonomi antara masyarakat di kawasan perbatasan. Sementara itu, di perbatasan negara tetang ga, kondisinya sudah maju dan kesejahteraan masyarakatnya jauh lebih baik. Karena itu perlu dilakukan percepatan pembangunan transmigrasi di wilayah perbatasan, salah satunya di daerah perbatasan negara di Kalimantan, di mana konsep arah pengembangan ruang di kawasan perbatasan merupakan paduan antara tiga hal, yaitu konsep pertahanan dan keamanan (security approach), peningkatan kesejahteraan (prosperity approach), dan melalui konsep counter magnet. Pembangunan permukiman transmigrasi di wilayah perbatasan negara di
Kalimantan, pembangunan tersebut dilaksanakan dalam rangka mendukung keutuhan NKRI dan pemerataan pembangunan daerah. Untuk mensukseskan pelaksanaan program tersebut perlu adanya dukungan dan koordinasi lintas sektoral yang melibatkan kementerian/ lembaga, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta pihak swasta. Penggunaan lahan Secara khusus, pembangunan transmigrasi di perbatasan memerlukan upaya khusus dan serius terutama menyangkut ketersediaan lahan yang sesuai dan legal. Sebagian besar potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk program transmigrasi di perbatasan negara di Kalimantan, berada di kawasan hutan produksi. Sejauh ini, berdasarkan hasil klarifikasi sementara dengan Dit. Pengukuhan dan Penataan Kawasan Hutan menyebutkan
hasil identifikasi diusulkan alokasi peruntukan lahan untuk program transmigrasi di area seluas 1.840.903 hektare berada di Kawasan Hutan Produksi. Selain itu, lahan potensial untuk program transmigrasi seluas 797.209 hektare. Sementara itu, hasil klarifikasi sementara dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lahan yang bebas perizinan dari kehutanan mencapai 696.060 hektare. Sedangkan merujuk saran dari Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) untuk lahan transmigrasi di perbatasan, program transmigrasi di wilayah perbatasan diprioritas kan melibatkan masyarakat lokal, jika lahan usaha berlokasi pada kawasan hutan bisa dimanfaatkan melalui skema perhutanan sosial sehingga tidak diperlukan pelepasan kawasan hutan. Ditjen PKTL akan membantu memberikan informasi kawasan hutan yang diperlukan untuk mensinergikan rencana program transmigrasi dengan program perhutanan sosial. Menyikapi hasil klarifikasi dan saran tersebut, Kementerian Desa, PDTT dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih melakukan koordinasi dan klarifikasi terhadap alokasi peruntukan lahan transmigrasi berdasarkan kesesuaian lahannya.
Pelaksanaan pembangunan transmigrasi di wilayah perbatasan negara di Kalimantan memiliki 4 dasar pemilihan prioritas. Pertama, Lokasi Prioritas (LOKPRI) Perbatasan sesuai Perpres Nomor 31 Tahun 2015. Kedua, kawasan termasuk dalam daftar prioritas pengembangan kawasan transmigrasi menurut RPJMN 2015 – 2019. Ketiga, luasan lahan yang sesuai program transmigrasi, dan Keempat, peluang kemudahan dalam pelepasan/ pemanfaatan kawasan hutan. Sementara itu, prioritas lokus pembangunan transmigrasi di kawasan perbatasan negara di Kalimantan ber ada di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Sanggau, Kabupaten Bengkayang, dan Kabupaten Sambas. Sepanjang 2015, pembangunan transmigrasi di lokasi Sungai Tekam, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau diarahkan pada penyusunan RTSP, konsolidasi lahan, pembangunan fasilitas umum, rehab jalan lingkungan, dan penerangan jalan umum. Sementara itu, pada 2016, kegiatan pembangunan transmigrasi dilaksanakan di 5 lokasi dalam berbagai bentuk. Pertama, Sungai Beruang, Kecamatan Sekayam, Ka-
bupaten Sanggau (dalam proses lelang, berdasarkan RTSP 2015), yaitu pembangunan SP Pugar untuk 121 KK, dan penataan persebaran penduduk untuk 121 KK. Kedua, Semunying, Kabupaten Bengkayang (dalam proses lelang, berdasarkan RTSP 2015 yang disempurnakan pada 2016), berupa pembangunan SP Pugar (150 KK), dan penataan persebaran penduduk (125 KK). Ketiga, Ketunga u Hulu, Kabupaten Sintang (belum terjadi proses lelang), rencananya berupa pembangunan SP Pugar (50 KK), penataan persebaran penduduk (50 KK), dan tersedianya lahan dari masyarakat seluas 292 hektare. Keempat, Nanga Kalis SP 1, Kabupaten Kapuas Hulu (dalam proses lelang) berbentuk pembangunan SP Pugar (50 KK), dan penataan persebaran penduduk (50 KK). Kelima, Keliling Semulung SP 1, Kabupaten Kapuas Hulu (dalam proses lelang) berupa pembangunan SP Pugar (50 KK). Adapun prioritas RKP tahun 2017 berupa rencana pembangunan 3 SP (1.000 KK) di Sungai Tekam, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau. l
Juni 2016
25
Info Desa
Tepat Guna
Tepat Guna
masyarakat desa. Pemerintah menyediakan infrastruktur jaringan dan pelatihan sumber daya manusia, sedangkan masyarakat desa berperan aktif mengunggah data desanya ke portal yang disediakan. “Dengan aktifnya desa-desa dalam mengunggah data, pemerintah pusat tidak perlu repot mengontrol ke lapangan setiap saat. Cukup dari pusat mereka bisa memonitor mana yang perlu diintervensi lalu segera mengambil kebijakan,” ujar Helmiati.
INFRASTRUKTUR PENDUKUNG
Portal Web Untuk Desa Masyarakat dapat memanfaatkan portal desa online untuk mempromosikan produk unggulan desanya.
26
Info Desa
Juni, 2016
M
Saat ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal, dan Transmigrasi telah memiliki data center untuk menampung berbagai materi yang telah diunggah oleh masyarakat. Terdapat server sebesar 192 Terabyte di Gedung Makarti, Kalibata dan mirroringnya di Gedung Kemendesa PDTT Abdul Muis, Jakarta Pusat.
embangun desa tak melulu soal listrik dan infrastruktur. Kini, jaringan Internet juga menjadi elemen vital untuk memetakan sekaligus memajukan berbagai potensi desa. Demi menjawab kebutuhan tersebut, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) membangun portal desa online.
komunikasi seluruh desa di Indonesia harus terjalin menggunakan sistem teknologi informasi.
Portal desa berbasis web ini bebas diakses oleh publik di situs desa.kemendesa.go.id. Melalui situs tersebut, masyarakat dapat melihat profil desa, produk unggulannya, tempat wisata, kegiatan, berita, dan data lainnya. Tak hanya berupa deskripsi tulisan, beberapa data juga dilengkapi foto agar lebih menarik dan mudah dipahami.
Terkait operasional pembuatan portal, Pusdatin bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD). Jadi Pusdatin yang menyiapkan infrastrukturnya, sementara PPMD yang akan memberikan sosialisasi dan pelatihan di tingkat provinsi, kabupaten, hingga desa. Jika ada kerusakan, Pusdatin yang akan melakukan perbaikan sebagai penanggung jawabnya.
Portal desa online mulai dibangun sejak 2015 dan sekarang sudah menghasilkan 560 desa online. Langkah yang dilakukan berupa pemberian software, hardware, dan pelatihan secara bertahap pada 74 ribu desa. Intinya,
Namun dengan kondisi desa yang belum merata, pemerintah fokus menggarap 5 ribu desa terlebih dulu. Targetnya, pada 2019 nanti situs tersebut sudah mencakup 5 ribu desa online dari seluruh Indonesia.
Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendesa PDTT, Helmiati, program ini juga merupakan wujud sinergi antara pemerintah dan
Desa yang dapat menerapkan teknologi ini tentu harus sudah terjangkau oleh listrik dan jaringan Internet. Karena itu, berdasarkan Indeks Desa Membangun, desa yang dapat melakukan input data adalah yang memiliki status maju menuju mandiri.
Di samping itu, data yang diunggah ke dalam situs harus akurat dan aktual. Karena besarnya tanggung jawab tersebut, Pemerintah daerah setempat diharapkan untuk memberikan Surat Keputusan penugasan bagi administrator portal di desa yang bersangkutan. Berikut ini sejumlah data desa yang ditampilkan dalam portal desa online: Produk Unggulan: Di fitur ini, masing-masing desa dapat menampilkan berbagai potensi desanya. Contohnya, Desa Kendawangan Kiri di Kabupaten Ketapang yang memiliki banyak industri pandai besi dan mebel skala rumahan. Kegiatan Desa: Desa juga dapat melaporkan kegiatan atau program yang pernah diadakan, seperti sosialisasi keluarga berencana atau pos pelayanan terpadu (Posyandu).
PETA DESA Pada halaman pertama situs, langsung terpampang peta Indonesia yang dipenuhi titik merah sebagai simbol desa. Jika diklik, akan muncul keterangan berupa nama, lokasi, dan profil desa tersebut. Saat ini, portal desa
Di fitur Produk Unggulan ini, masingmasing desa dapat menampilkan berbagai potensi desanya.
masih menggunakan peta dari Google Map. Namun ke depannya, Kemendesa PDTT akan bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk membuat peta desa skala besar. BIG sebagai penyedia peta akan menggunakan data Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Data mentah CSRT akan diolah terlebih dulu oleh BIG agar dapat digunakan oleh berbagai kementerian, termasuk Kemendesa PDTT. Dengan tampilan yang lebih detail, harapannya peta ini dapat lebih optimal dalam mewujudkan cita-cita percepatan pembangunan desa. l
Juni 2016
27
Info Desa
Tokoh
Tokoh
Mimpi Raimon Petege Bagi Moanemani Ketiadaan listrik tak membuat warga Moanemani menyerah. Menjadikan kopi sebagai mata pencaharian, tradisi, sekaligus sarana edukasi.
Internet atau komputer, listrik saja belum ada karena ketiadaan pembangkit listrik, baik tenaga air maupun surya. Biasanya untuk menerangi desanya, warga saling berpatungan untuk membeli solar sebagai bahan bakar genset. Keterbatasan ini membuat akses murid-murid terhadap informasi menjadi terhambat.
memuat pelajaran tentang kopi. Bahkan pria berumur 29 tahun ini juga membagikan ilmu fisikanya di SMKN 1 dan SMAN 2 Kabupaten Dogiyai. Raimon juga menyempatkan diri mengikuti berbagai pelatihan terkait penerapan kurikulum baru agar metode pengajarannya sesuai dengan program pemerintah.
Selain teknologi, alat transportasi juga masih menjadi hal yang langka di sana. Semua orang harus berjalan kaki ke mana saja, baik ke sekolah, kantor, maupun area perkebunan. Bahkan untuk memasak saja, perlu biaya hingga 2 juta rupiah untuk mengangkut kayu bakar dari daerah lain. Lembah Moanemani memang dikenal sebagai area padang rumput yang memiliki sedikit sekali pohon berkayu.
Di samping mengajar, Raimon Petege aktif di sejumlah organisasi. Ia merupakan ketua 1 Pemuda Katolik Kabupaten Dogiyai. Organisasi ini dikenal sering menyelenggarakan kegiatan retret, lomba baca Alkitab, atau lomba sepakbola.
Meski demikian, dedikasi Raimon bagi pendidikan tidak berhenti. Selain mata pelajaran Fisika, ia juga mengajar Kimia dan muatan lokal yang
Raimon juga menjadi kepala bidang dewan masyarakat adat yang fokus melestarikan budaya dan kearifan lokal Kabupaten Dogiyai. Melalui berbagai kegiatan ini, ia mengajak para generasi muda Papua untuk menyalurkan semangat dan kreativitasnya melalui hal-hal yang positif.
Selain mata pelajaran Fisika, ia juga mengajar Kimia dan muatan lokal yang memuat pelajaran tentang kopi.
H
amparan lembah hijau Moanemani masih begitu asli, nyaris tak tersentuh transportasi dan teknologi. Raimon Petege dan guru-guru lain harus berjalan kaki sekitar 5 kilometer menuju SMP di Kampung Moanemani, Distrik Kamu, Kabupaten Dogiyai, Papua. Namun perjalanan panjang ini tak menyurutkan niat mereka untuk mengajar. Selepas SMA, Raimon yang menyukai ilmu eksak memilih kuliah di jurusan Fisika Universitas Cendrawasih, Kota Jayapura. Tawaran mengajar datang bertubi-tubi dari berbagai sekolah begitu dia menamatkan kuliahnya. Akhir nya, sebuah mimpi pertemuan dengan Santo Fransiskus menuntunnya untuk menjatuhkan pilihan ke SMP Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Santo Fransiskus, Moanemani. Menjadi guru di Kabupaten Dogiyai bukanlah hal yang mudah. Jangankan
28
Info Desa
Juni, 2016
Juni 2016
29
Info Desa
Tokoh
Tokoh
Kopi Dan Edukasi JIKA BAGIAN BARAT pegunungan Jayawijaya terkenal dengan Kopi Wamenanya, di sebelah timur pegunungan ada Kopi Moanemani yang merajai. Sebagian besar penduduk di sana bahkan memiliki kebun atau tanaman kopinya sendiri. Menanam kopi tak hanya menjadi mata pencaharian, melainkan juga tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Hal ini juga terjadi di SMP YPPK Santo Fransiskus Moanemani. Sekolah tem-
pat Raimon mengajar memiliki sekitar satu hektare lahan perkebunan kopi yang pengelolaannya diwariskan dari generasi ke generasi. Fenomena inilah yang membuat kopi menjadi materi muatan lokal (mulok) yang diajarkan di sekolah. Menurut penuturan Raimon, bangunan SMP YPPK Santo Fransiskus dibangun sepaket dengan areal perkebunan kopi pada tahun 1970. Dengan begitu, setiap siswa yang bersekolah di situ mengem-
Kelak, Raimon bermimpi untuk mendirikan koperasi untuk membantu mengembangkan pemasaran produk kopi di sekolahnya. Ia juga berharap produksi kopinya ini dapat menginspirasi masyarakat Papua. ban tradisi untuk menanam dan merawat minimal satu pohon kopi. Sebagai putra daerah, Raimon paham benar cara menanam, merawat, menyimpan, dan mengolah kopi. Ia pun mengajarkan ilmu ini kepada murid-muridnya dan mengajak mereka praktek langsung di perkebunan. Meski seluruh penduduk tampak ahli dalam hal budidaya kopi, terdapat sejumlah kendala yang menghambat
perkembangan usaha mereka. Apalagi kalau bukan soal infrastruktur. Selama ini proses budidaya hingga pengolahan kopi dilakukan secara manual. Tak hanya itu, SMP YKPP juga tak memiliki gudang yang memadai untuk tempat menyimpan kopi. Gudang yang selama ini digunakan hanya berupa bangunan kosong berdinding kayu yang tidak terlalu besar. Namun dengan segala keterbatasan tersebut, Raimon terus berusaha mengembangkan budidaya kopi di sekolahnya. Kopi asli Moanemani memang layak diperjuangkan. Kualitas dan cita rasanya sangat khas. Hal ini dikarenakan kondisi tanah dan iklim kawasan Lembah Kamuu Kabupaten Dogiyai yang tidak dijumpai pada daerah lain. Selain itu, kopi arabika Moanemani juga belum mengalami persilangan dan ditanam secara organik. Tidak ada penggunaan pestisida atau pupuk kimia sehingga kemurniannya tetap terjaga.
Moanemani
Kerja keras Raimon, para guru, dan murid-murid sekolahnya terbayar ketika tiba waktu panen. Setelah dipilih dan diolah, hasilnya nanti akan dipasarkan. Sebagian besar hasil produksi kopi dikemas dengan merek Franciscus Coffee dan dijual sebagai oleh-oleh khas Moanemani. Bahkan ada juga kopi bubuk yang dijual sampai ke luar Papua. Kelak, Raimon bermimpi untuk mendirikan koperasi untuk membantu mengembangkan pemasaran produk kopi di sekolahnya. Ia juga berharap produksi kopinya ini dapat menginspirasi masyarakat Papua. “Semoga karya yang dihasilkan SMP YPPK St. Fransiskus ini dapat menjadi percontohan bagi sekolah-sekolah lain agar turut mempromosikan kopi khas Moanemani,” ujarnya berharap. l
30
Info Desa
Juni, 2016
Juni 2016
31
Info Desa
Desa Maju
Desa Maju
dan menemukan alternatif-alternatif peluang usaha baru,” jelas Herwanto. Untuk 2016 sendiri, BBLM Yogyakarta menyelenggarakan pelatihan bagi Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang dilaksanakan di kantor (In house) dan di Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mobile Train ing Unit).
Yogyakarta. Sejalan dengan perubahan yang ada, BBLM Yogyakarta menetapkan visi sebagai Pusat Percontohan (Center of Excellent) dan Pusat Pemberdayaan Pelatihan (Center of Empowerment ). BBLM Yogyakarta sejak Juni 2015 menjadi bagian Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI dengan lingkup kerja Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelumnya bernama Balai Besar Ketransmigrasian Yogyakarta di bawah naungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Untuk mencapai visi tersebut, banyak hal dilakukan. “Sebagai pengemban misi meningkatkan kapasitas dan kapabilitas petani, Balai Besar Latihan Masyarakat Yogyakarta melakukan pelatihan terhadap masyarakat desa, masyarakat daerah tertinggal, masyarakat tertentu dan transmigrasi,” ujar Kepala BBLM Yogya-
Evolusi Balai Pelatihan ala Desa Balai Besar Latihan Masyarakat Yogyakarta menetapkan visi sebagai Center of Excellent dan Center of Empowerment .
32
Info Desa
Juni, 2016
D
esa maju maka negara maju. Dalam membangun desa, kekuatan sumber daya manusia menjadi penopang kokoh untuk meletakkan pembangunan. Kondisi lingkungan strategis yang bergerak dinamis mempunyai pengaruh kuat bagi penyelenggaraan pelatihan SDM masyarakat desa, masyarakat daerah tertinggal, dan ketransmigrasian. Salah satu yang berevolusi menyesuaikan dengan kondisi adalah Balai Besar Latihan Masyarakat (BBLM)
karta Herwanto Supangat. Mendukung terlaksananya kebijakan dan program di bidang pendidikan dan pelatihan masyarakat desa, masyarakat daerah tertinggal, dan ketransmigrasian serta peningkatan produktivitas transmigrasi, pada 2015 ada 56 angkatan peserta program pelatihan. Terdiri dari 22 kelompok masyarakat pedesaan, 11 kelompok masyarakat dari daerah tertinggal, 10 kelompok masyarakat transmigran, dan sisanya masyarakat adat seperti Tengger (Jawa Timur) dan Samin (Jawa Tengah). Pelatihan pertanian mencakup tanaman pangan hortikultura, pembuatan pupuk organik, dan pengolahan hasil. Pembuatan pupuk organik dari sampah daun. Pelatihan ternak ikan, kambing dan ayam. “Tujuannya membuka wawasan, menambah keterampilan dan penerapan teknologi tepat guna. Para alumni diharapkan bisa menularkan hasil pelatihannya
Untuk pelatihan Mobile Training Unit diantaranya Pelatihan Pengolahan Hasil Pertanian (PHP) di Desa Ketep Kec. Sawangan, Magelang. Kemudian Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik (PPO) di Desa Tlogowungu Kec. Kaloran, Temanggung dan di Desa Sriharjo Kec. Imogiri, Bantul serta Desa Karangrowo Kec. Undaan, Kudus. Lalu Pelatihan Handycraft Limbah Plastik di Desa Baleharjo, Gunung Kidul dan Pelatihan Kewirausahaan di Desa Sumberejo, Kec. Japah,Blora. Kemudian Pelatihan Hortikultura Tanaman Buah di Desa Tersono, Kab. Batang. Adapun untuk pelatihan In House diselenggarakan Pelatihan Handycraft dua angkatan, Kewirausahaan, Sarana Air Bersih dan Kesehatan Lingkungan, serta Membatik Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI Marwan Jafar berpesan perlunya sosialisasi bahwa pelatihan ini penting dan bisa dimanfaatkan masyarakat dan para transmigran juga sangat membutuhkan pelatihan semacam ini. Marwan pun berpesan agar pelatihan perlu dilakukan dengan menggandeng perguruan tinggi untuk penelitian yang bisa langsung diterapkan. “Di Yogyakarta banyak ahli tentang pemberdayaan masyarakat, ahli pertanian dan sebagainya. Makanya perlu dilakukan semacam forum group discussion (FGD) untuk hal-hal strategis bagi masyarakat desa, daerah tertinggal, juga transmigrasi,” ucap Menteri Marwan saat mengunjungi BBLM Yogyakarta Oktober 2015 lalu. Di BBLM Yogyakarta ada catatan Indeks Pembangunan Desa (IPD)yang harus diperkuat datanya dan dijaga akurasinya. l
Juni 2016
33
Info Desa
Desa Maju
Sebuah Rahasia dari Desa Cibodas Tak hanya andalkan potensi alam, Desa Cibodas maju karena mampu mengelola dan mengembangkan potensi SDM secara maksimal.
B
erada di kawasan sejuk Lembang, Kabupaten Bandung Barat, mayoritas warga Desa Cibodas bekerja sebagai peta ni. Kondisi alam yang nyaman dan asri di ketinggian 1.260 mdpl tidak membuat warga Cibodas diam dan hanya menikmati. Desa Cibodas dengan visi PANTES (Produktif, Agamis, Nyata, Tertib, Ekonomis, & Sehat) ini terus bergerak dan tumbuh untuk maju dan mandiri.
vasi TAHURA, pemikiran maju baik dari tokoh masyarakat maupun masyarakatnya sendiri turut berperan mengembangkan Desa Cibodas. Salah satu penggerak yang mendorong majunya Desa Cibodas di bidang pertanian adalah Doyo Mulyo Iskandar. Dengan memegang prinsip kemandirian dan semangat memberi, Doyo Mulyo Iskandar berhasil membawa para petani Cibodas mandiri dan tidak terpinggirkan.
Tak hanya mengandalkan potensi alam daerah bukit pertanian dan hutan konser-
Lewat Kelompok Mekar Tani Jaya di bawah bimbingan Doyo Mulyo Iskandar,
34
Info Desa
Juni, 2016
produk unggulan seperti paprika, strawbery, dan tomat bit sudah punya pasar sendiri, yaitu supermarket-supermarket besar di Jakarta, Bandung, dan sekitarnya. Tak hanya itu, hasil pertanian juga dikirim ke Surabaya bahkan diekspor sampai ke Hongkong dan Singapura. Tentu untuk bisa menembus pasar dan membangun desa yang kuat tidak ha nya cukup dengan produk berkualitas. Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar Untuk membangun desa
Desa Maju
dan mandiri dapat dilakukan dengan membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dikelola dengan baik. Pengelolaan BUMDes yang baik dapat membantu meningkatkan pembangunan dan perekonomian desa yang turut memberi kontribusi bagi perekonomian nasional. Desa Cibodas sendiri memiliki BUMDes dengan berbagai bidang usaha. BUMDes Karya Mandiri di Cibodas memiliki usaha di bidang air dan usaha lainnya seperti gedung olah raga/gedung serba guna hingga pengelolaan kios desa. Untuk usaha pemenuhan air bersih, BUMDes Karya Mandiri mempunyai sekitar 2.300 konsumen dan 10 kios desa yang disewakan. Dalam usaha pengelolaan air mempunya cerita tersendiri. Usaha ini berkembang berangkat dari kegotong-royongan yang tetap tumbuh di Desa Cibodas. Karena kebetulan dekat dengan sumber air kelompok masyarakat Desa Cibodas dibantu membangun jaringan perpipaan dan diberi pelatihan managerial, sehingga bisa me-
ngelola dengan baik. Masyarakat mampu mengelola permasalahan air, yang merupakan infrastruktur desa yang paling hakiki. Dengan berbagai pencapaian ini, apresiasi pun datang dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar. Bahkan Menteri Marwan menilai Desa Cibodas dapat dijadikan sebagai desa percontohan karena mampu mengembangkan potensi daerah melalui pengelolaan BUMDes. Menteri Marwan juga mengapresiasi antusiasme kegotong-rotongan masyarakat Cibodas sebagai ciri dan karakter bangsa. Desa Cibodas sendiri mempunyai luas wilayah 1.273,4 ha dengan topografi perbukitan. Desa Cibodas memiliki batas-batas wilayah sebelah utara adalah Desa Wangunharja, sebelah Selatan adalah Desa Ciburial, sebelah barat adalah Desa Langensari, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Suntenjaya.
Mayoritas penduduk Desa Cibodas ber agama Islam. Adapun agama lain yang dipeluk oleh warga Desa Cibodas yaitu Kristen, Katholik, dan Budha. Sebagian besar penduduk Desa Cibodas merupakan etnis Sunda. Selain etnis Sunda terdapat etnis Jawa dan etnis lain seperti Bugis, Makasar, dan Ambon. Walaupun terdapat perbedaan suku dan agama, kehidupan bermasyarakat di Desa Cibodas berjalan dengan baik. Ditinjau dari sisi keaktifan masyarakat dan kemajuan pemikiran masyarakat setempat, Desa Cibodas mebuktikan dengan berbagai kegiatan yang mampu merangkul banyak partisipasi masyarakat dan sampai pada saat ini masih terselenggara stabil. Berbagai Lembaga Kemasyarakatan dilaksanakan dengan struktur organisasi yang teratur dan terarah. Selain itu, berbagai kebutuhan masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan, keamanan, maupun orga nisasi pendukung lainnya sudah tersedia dengan sangat baik di desa ini. l
Juni, 2016
35
Info Desa
Desa Maju
Desa Maju
Pemkab Berau juga akan bekerjasama dengan Bank Negara Indonesia (BNI) untuk membangun sarana air bersih di perkampungan.
daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan, Kabupaten Berau pun mulai menggiatkan program untuk memperkuat desa. Salah satunya adalah program Desa Prima. Program ini sendiri berawal pada 2007 yang dipelopori Badan Pemberdaya an Perempuan Dan Keluarga Berencana (BPPKB) Berau. Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, BPPKB Berau menggelar bimbing an manajemen usaha bagi perempuan dalam mengelola usaha dalam mewujudkan Desa Prima (Perempuan Indonesia Maju Mandiri). Dengan konsep Desa Prima perempuan bisa berperan memberdayakan ekonomi keluarga. Para perempuan atau ibu-ibu yang telah dilatih setidaknya bisa membuat jajanan yang bisa mendukung untuk daerah wisata. Diharapkan program Desa Prima ini dapat dilaksanakan di tingkat Kampung atau Desa dengan kegiatan kelompok usaha “Home Industri”.
Derap IT di Kabupaten Berau Sejalan dengan Nawa Cita ketiga, Kabupaten Berau mulai menggiatkan program IT untuk kemajuan desa.
36
Info Desa
Juni, 2016
K
abupaten Berau di Kalimantan Timur lebih dikenal dengan kawasan wisata alam bahari Pulau Derawan. Meski sudah memiliki potensi lewat wisata dan tambang, Kabupaten Berau terus berbenah. Kabupaten yang beribukota di Tanjung Redeb ini terdiri dari 52 pulau besar dan kecil dengan 13 kecamatan, 10 kelurahan, dan 96 Kampung atau Desa. Sejalan dengan Nawacita ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
dilakukan. Dalam program ini, para pendamping menerapkan metodologi Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan (SIGAP) dalam melakukan proses fasilitasi perencanaan dan implementasi pembangunan di tingkat kampung yang mereka dampingi. Dalam memajukan desa, aplikasi teknologi juga dimanfaatkan. Lewat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), rencana mempercepat pembangunan dilakukan dengan program desa berbasis IT . Di Kabupaten Berau sendiri dicanangkan ada 10 kampung/desa yang dipilih untuk program membangun desa berbasis IT tersebut. Menurut Wakil Bupati Berau Agus Tantomo, pihaknya berhasil meyakinkan pihak Kementerian Desa PDTT untuk memasukkan Berau dalam pembangunan desa berbasis IT. “Ada 10 desa dari tiap kabupaten yang nanti ditetapkan sebagai desa berbasis IT,” katanya pada akhir
Maret lalu. Koordinasi dengan BPMPK Berau akan dilakukan guna memilih 10 kampung yang akan disertakan dalam program Desa Berbasis IT tersebut. “Kita belum tentukan kampung mana saja, nanti kita koordinasi dulu dengan BPMPK,” jelasnya. Lebih lanjut dijelaskan bila pihak kementerian juga sudah menyiapkan program pelatihan untuk masyarakat kampung guna peningkatan kompetensi masyarakat di perkampungan. “Nanti tiap kampung memilih lima orang perwakilannya untuk diikutkan pelatihan peningkatan kompetensi,” terangnya. Pelatihan yang diberikan, terang Agus, seperti membatik, bidang otomotif, dan sebagainya. Tak hanya berhenti di situ, Pemkab Berau juga akan bekerjasama dengan Bank Negara Indonesia (BNI) untuk memba ngun sarana air bersih di perkampung an. Terutama kampung-kampung yang hingga kini belum tersentuh layanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan tidak memiliki sumber air bersih yang melimpah. “Rekomendasi dari pemkab akan memberikan gambaran pada BNI kampung-kampung mana saja yang berhak dapat bantuan CSR (Corporate Social Responsibility),” tuturnya. l
Selain itu, program lainnya adalah pereplikasi Sigap REDD+ dan pendamping masyarakat dalam kerangka pembangunan rendah emisi yang dilaksanakan di beberapa kampung di Kabupaten Berau. Dalam program ini dipantau Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Kampung (BPMPK) Kabupaten Berau. Dasar dari konsep ini adalah dari berba gai program desa yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti IDT, P3DT, PPK, dan PNPM, keberhasilannya tergantung kepada pola pikir warga kampung. Untuk penguatan kapasitas warga kampung di Kabupaten Berau agar mau maju dengan memanfaatkan dana desa bagi kemajuan kampung dan kesejahteraan maka akan direkrut pendamping desa sehingga percepatan pembangunan desa dapat
Juni, 2016
37
Info Desa
Jentera
Jentera
Mengidentifikasi Desa Tertinggal,
untuk Berkembang dan Maju
M
eski kaya akan sumber daya manusia dan sumber daya alam, masih banyak desa berstatus Tertinggal bahkan Sangat Tertinggal. Dibutuhkan upaya yang lebih serius untuk meningkatkan kemampuan desa dalam memberdayakan sumberdaya manusia dan alamnya, agar dapat membantu mengembangkan desa-desa di Indonesia, agar bisa berkembang, maju dan mandiri. Indeks Desa Membangun (IDM) merupakan salah satu langkah yan dilakukan untuk meningktkan kemampuan desa dalam membangun dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan. Melalui IDM desa-desa akan lebih terdefinisi terhadap kebutuhannya untuk meningkatkan statusnya dari desa Sangat Tertinggal, Desa Tertinggal, Desa Berkembang, Desa Maju dan Desa Mandiri, disam ping akan terlihat jelas peta desa-desa berdasarkan status yang dimilikinya dari klasifikasi yang dilakukan melalui IDM. Menurut Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Ahmad Erani Yustika, “IDM digunakan sebagai parameter dari kondisi desa, jika nilai indeksnya mencapai 0,8 maka tergolong tinggi, kategori desanya adalah desa mandiri. Sedangkan jika IDMnya dibawah 0,5 maka desa tersebut masuk dalam kategori desa tertinggal atau sangat tertinggal, jumlanya masih bersar mencapai 64 persen, sedangkan desa yang tengah
38
Info Desa
Juni, 2016
berkembang jumlahnya 30 persen dan mandiri masih sangat rendah”. Pengukuran menggunakan IDM menunjukkan, dari 73.709 Desa, Desa yang berstatus Sangat Tertinggal berjumlah 13.453 Desa atau 18,25 % sedangkan Desa Maju berjumlah 3.608 Desa atau 4,89 % dan Desa Mandiri berjumlah 174 Desa atau 0,24%. Desa tertinggal merupakan daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Pembangunan Daerah Tertinggal
merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keter batasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Penetapan daerah tertinggal diukur berdasarkan enam kriteria yaitu: ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, kapasiitas daerah, aksesabilitas dan karakteristik daerah. Daerah tertinggal dan pembangunan Daerah Tertinggal menjadi perha-
Prosedur menghasilkan IDM:
Tiga Dimensi Indeks Desa Membangun (IDM).
Setiap indikator memiliki skor antara 0 s.d. 5; semakin tinggi skor mencerminkan tingkat keberartian. Misalnya : skor untuk indikator akses terhadap pendidikan sekolah dasar; bila Desa A memiliki akses fisik <= 3 Km, maka Desa A memiliki skor 5, dan Desa B memiliki akses fisik > 10 Km, maka memiliki skor 1. Ini berarti penduduk Desa A memiliki akses yang lebih baik dibandingkan dengan penduduk Desa B.
KEADILAN PEMERATAAN
SOSIAL
DESA MANDIRI
EKONOMI
KEBERLANJUTAN
Setiap skor indikator dikelompokkan ke dalam variabel, sehingga menghasilkan skor variabel. Misalnya variabel kesehatan terdiri dari indikator (1) waktu tempuh ke pelayanan kesehatan < 30 menit, (2) ketersediaan tenaga kesehatan dokter, bidan dan nakes lain, (3) akses ke poskesdes, polindes dan posyandu, (4) tingkat aktifitas posyandu dan (5) kepesertaan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS).
RAMAH LINGKUNGAN
NILAI DAN BUDAYA
EKOLOGI
IDM merupakan komposit dari ketahanan sosial, ekonomi dan ekologi
Penghitungan IDM pada 73.709 Desa Desa Sangat Tertinggal : 13.453 Desa atau 18,25 % Desa Tertinggal : 33.592 Desa atau 45,57 % Desa Berkembang : 22.882 Desa atau 31,04 % Desa Maju : 3.608 Desa atau 4,89 % Desa Mandiri : 174 Desa atau 0,24% berdasar data Podes 2014 dengan angka rata-rata 0,566
tian khusus pemerintah saat ini. IDM, dikembangkan untuk memperkuat upaya pencapaian sasaran pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan, yakni mengurangi jumlah Desa Tertinggal sampai 5000 Desa dan meningkatkan jumlah Desa Mandiri sedikitnya 2000 Desa pada tahun 2019. Sasaran pembangunan tersebut memerlukan kejelasan lokus (Desa) dan status perkenbangannya. IDM tidak hanya digunakan untuk mengetahui status kemajuan setiap Desa, tetapi juga dimanfaatkan sebagai alat untuk pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka
Klasifikasi Desa Berdasarkan IDM No. 1.
STATUS DESA
NILAI BATAS
SANGAT TERTINGGAL
≤ 0,491
2.
TERTINGGAL
> 0,491 dan ≤ 0,599
3.
BERKEMBANG
> 0,599 dan ≤ 0,707
4
MAJU
> 0,707dan ≤ 0,815
5.
MANDIRI
> 0,815
Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 dan koordinasi K/L dalam pembangunan Desa. Hal ini tak lain bertujuan agar dapat meningkatkan kehidupan masyarakat desa dengan mampu menyerap tenaga kerja lulusan SD/SMP, sehingga mampu memperbaiki pemerataan dan mengurangi kesenjangan. Yang salah satunya dilakukan melalui usaha mikro di Desa, baik melalui perluasan ekonomi perdesaan dan pengembangan sektor pertanian, termasuk di dalamnya produksi pertanian, perikanan tangkap dan budidaya tidak saja harus dilindungi, tetapi
terus diberdayakan dengan dukungan ketersediaan sarana dan prasarana perekonomian Desa dan Kawasan Perdesaan, akses pada kredit keuangan dan sumber permodalan, riset dan teknologi, serta penyediaan informasi, penguatan teknologi yang ramah lingkungan, pemasaran, permodalan dan akses pasar. IDM harus mampu menjangkau semua dimensi kehidupan Desa, yakni dimensi sosial, ekonomi, dan ekologi atau lingkungan yang memberi jalan pada pembangunan Desa yang berkelanjutan yang lekat dengan nilai, budaya dan karakteristik Desa. l
Juni, 2016
39
Info Desa
Jentera
Jentera
Indikasi Membangun Desa Mandiri
Geliat Desa Tertinggal
M
engacu pada Perpres 2/2015 tentang RPJMN 2015-2019, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi menargetkan akan mengentaskan 5.000 desa tertinggal menjadi desa berkembang, serta menjadikan 2.000 desa berkembang menjadi desa mandiri berkelanjutan dan mempercepat pembangunan perdesaan untuk mengurangi kesenjangan pembangunan desa-kota. Indeks Desa Membangun (IDM) mengklasifikasikan desa berdasar pada Desa Sangat Tertinggal, Tertinggal, Berkembang, Maju dan Mandiri. Jumlah Desa Tertinggal dan Sangat Tertinggal mencapai 64 persen, berikutnya Desa Berkembang sebanyak 30 persen, Desa Maju berjumlah 4 persen dan Desa Mandiri berjumlah 0 persen. Jumlah Desa Tertinggal dan Sangat Tertinggal terbesar berada di Provinsi Papua Barat sebanyak 3.900 Desa (96,6%), sedangkan Provinsi dengan status Desa mandiri terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat. Menurut Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
40
Info Desa
Juni, 2016
Desa (PPMD) Ahmad Erani Yustika, untuk melakukan percepatan peningkatan status Desa Tertinggal, Sangat Tertinggal maupun berkembang dan Maju, diupayakan berbagai hal mulai membenahi sarana prasarana seperti mempercepat sanitasi, air bersih, listrik dan transportasi desa, membangun jalan, jembatan, serta irigasi. Upaya lainnya dilakukan dengan kegiatan ekonomi dan pengadaan balai desa. Di lapangan, menurut Ahmad Erani, saat ini sangat membutuhkan pemberdayaan masyarakat, salah satunya dengan instrumen pendamping desa. Tenaga mereka dibutuhkan terutama untuk menggerakkan masyarakat agar lebih termotivasi untuk berkembang. “Yang paling dibutuhkan adalah pendamping yang memiliki keahlian, pengalaman, serta pelatihan. Saat ini ada tenaga ahli di kabupaten, namun untuk pendamping lokal desa belum mencukupi, kebanya kan masih beroperasi di kecamatan. Jumlahnya sangat terbatas, satu pendamping mengawal 3 desa, namun dengan kondisi demikian, diupayakan agar tetap maksimal,” ujar Ahmad Erani.
Masyarakat yang sudah mandiri contohnya terdapat di Kampar Riau. Penduduk transmigrasinya sudah memiliki kegiatan ekonomi rumah tangga berupa peternakan, pertanian, dan perikanan, bahkan kaum wanitanya mengikuti pelatihan menjahit. Namun, daerah yang sudah maju pun tak luput dari persoalan untuk lebih berkembang. Biasanya ketika memper-
Program yang diluncurkan untuk meningkatkan kemampuan desa yakni Jaring Komunitas Wiradesa (JKWD), Lumbung Ekonomi Desa (LED), dan Lingkar Budaya Desa (LBD).
Tiga indikasi untuk mengentaskan 5000 desa tertinggal dan membangun 2000 desa mandiri di Indonesia: 1. Dilihat dari jenis desa itu, apakah sudah menjadi desa swadaya atau desa yang mampu mandiri. 2. Apakah desa sudah menjadi Desa Swakarya, yaitu desa berkembang yang mampu bertahan dari goncangan ekonomi. 3. Apakah desa itu sudah masuk jenis Desa Swasembada. Yakni desa mandiri yang memiliki ketahanan pangan, dan mampu bertahan dari goncangan ekonomi, sekaligus mampu mendukung perekonomian kawasan lainnya.
Jaring Komunitas Wiradesa dimaksudkan untuk mengutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa sehingga mereka (desa) menjadi subyek-berdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Lumbung Ekonomi Desa ditujukan untuk mendorong berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa tempat tinggalnya.
Lingkar Budaya Desa dimaksudkan untuk mempromosikan pembangunan di mana warga dan komunitas berpartisipasi sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lainnya.
Peta Desa Berdasarkan Indeks Desa Membangun
Tak sedikit permasalahan yang ditemukan di lingkup desa. Contohnya daerah transmigrasi di Kalimantan Barat yang kekurangan air bersih, sehingga warga harus mengkonversi air laut menjadi air bersih. Sedangkan di area perkebunan kelapa sawit Jambi, tidak ada fasilitas listrik. Masyarakat berswadaya membeli generator dan kabel untuk memperoleh aliran listrik berbahan bakar solar. Sementara di Kabupaten Sentani, Jayapura, masyarakat ingin memperoleh pelayanan yang lebih baik, seperti membuat surat keterangan, agar bisa segera dapat diperoleh dengan cepat dan langsung dicetak.
Program Peningkatan Kemampuan Desa
Dari total 82.190 Desa/ kelurahan/UPT. Berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) dihasilkan jumlah dan proporsi Desa dengan status mandiri, maju, berkembang, tertinggal dan sangat tertinggal ditunjukkan pada Gambar 2 disamping ini TERTINGGAL BERKEMBANG oleh program baru, informasinya belum sampai dan belum didukung dokumen yang lengkap. Hal lainnya yang juga masih menjadi kendala adalah kualitas peraturan desa, pengawasan, dan kerja sama antara perguruan tinggi, masyarakat sipil, serta perusahaan swasta. Penggunaan teknologi tepat guna yang mudah dioperasikan, akan sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk menunjang kegiatan perekonomian, seperti alat pemotong kentang, singkong, penghemat bahan bakar, pembuat es krim, bahkan teknologi penghalau hewan yang akan menyerang tanaman. l
22.882 31% 33.592 46%
174 0%
MAJU MANDIRI
3.608 5%
13.453 18%
SANGAT TERTINGGAL
Tahapan Pemetaan Peningkatan Status Desa Tahun
Tertinggal – Berkembang
Berkembang – Maju
Maju – Mandiri
2015-2016
500 desa,
300 desa
300 desa
2016-2017
1.000 desa,
500 desa
500 desa
2017-2018
1.500 desa,
600 desa
600 desa
2018-2019
2000 desa,
600 desa
600 desa
lima tahun
total 5000 desa
2000 desa
2000 desa
Juni, 2016
41
Info Desa
Jentera
Jentera
Spirit Desa Tapal Batas Kalimantan
dangkan kita tidak boleh merubah/melanggar, seandainya ingin membangun di hutan produksi. Jadi harus ada inovasi-inovasi, Bagaimana kita membangun kebun tetapi juga mengelola sumber daya alam lingkungannya” jelasnya.
kondisi wilayah di depannya’’. Senada dengan Ratna, Direktur Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Dr. Ir. Conrad Hendrarto Msc., mengungkapkan, ‘’Ada tiga landasan utama untuk membangun wilayah perbatasan, pertahanan dan keamanan wilayah (security approach), perlunya peningkatan kesejahteraan (prosperity approach), serta menanamkan konsep counter magnet.” Di Pulau Kalimantan, ada delapan wilayah yang berbatasan dengan Malaysia. Yaitu, Kabupaten Sambas, Bengkayang, Kapuas Hulu, dan Sanggau, di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Kabupaten Mahakam Ulu di Provinsi Kalimantan Timur, serta dua kabupaten di Provinsi Kalimantan Utara, yaitu Malinau dan Nunukan.
T
ransmigrasi di perbatasan wilayah Indonesia berbeda dengan daerah-daerah lain. Ini karena magnet di perbatasan sangat besar. Kondisi ekonomi dan lingkungan di perbatasan khususnya Kalimantan begitu menggoda masyarakat untuk menyeberang. Selain itu batas wilayah, ilegal logging (pencurian kayu), ilegal fishing (pencurian ikan), juga human trafficking (perdagangan manusia), merupakan masalah yang rentan di wilayah perbatasan.
Salah satu tugas transmigrasi di perbatasan kini turut menjaga ‘’kehormatan’’ Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan mendandani beranda depan wilayah yang berbatasan dengan negara lain, khususnya di Kalimantan. Seperti yang dikatakan Direktur Jen-
42
Info Desa
Juni, 2016
deral Penyiapan Kawasan Dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi (PKP2TRANS) Ir Rr Ratna Dewi Andriati MMA, ‘’Kondisi perbatasan di Kalimantan masih belum seperti beranda depan, makanya harus segera dibenahi, agar kondisinya lebih baik daripada
Transmigran di perbatasan berbeda dengan daerah lainnya. Menurut Ratna, “Warga transmigran di perbatasan, selain memiliki keahlian sesuai bidang komoditas yang akan dikembangkan, juga berasal dari anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) baik purnawirawan maupun yang masih akttif yang ingin ikut transmigrasi’’. Sumber daya alam di Kalimantan meliputi tanamanan pangan, perkebunan dan perikanan. Tetapi Ada juga daerah yang ternyata terjal, sehingga akan dibangun menjadi hutan wisata. “Jika dilihat secara kasat mata, sumber daya alam Kalimantan bisa digunakan untuk tanaman perkebunan dan tanaman pangan. Namun, karena status tanahnya termasuk hutan produksi, sehingga harus ada perubahan status hutan, se-
Untuk itu Kemendesa melakukan koordinasi dengan Kementerian Kehutanan, membiacarakan mengenai komoditas yang bisa dikembangkan agar dapat menjaga kelestarian hutan. Sepanjang perbatasan Kalimantan, merupakan daerah cadangan air, sehingga banyak terdapat hutan alam, karenanya menurut Ratna, ‘’Di daerah itu, kita tidak masuk mengolah sumber daya alam, tetapi mengelola sumber daya alam. Kita tidak mengolah menjadi daerah pertanian misalnya, tetapi mengelola sumber daya hutan. Disana ada
damar, rotan, yang dapat dikembangkan oleh transmigran untuk mengelola sumber daya alam’’. Menurutnya, Kementerian Kehutanan tidak menyarankan komoditas kelapa sawit, karena kelapa sawit membutuhkan banyak air. Mereka juga tidak menyarankan tanaman yang tidak menjaga kesuburan tanah, sehingga merusak lahan hutan. Kemungkinan yang paling cocok adalah tanaman seperti kebun karet, kopi, dan coklat,” jelas Ratna. Mengenai komoditas yang kini sedang dikembangkan di Kalimantan, baru komoditas karet. Karena komoditas ini cocok dengan kondisi alam Kalimantan sebagai Hutan Alam. Disamping pemeliharaannnya tidak terlalu rumit, karet tidak tergantung pada perusahaan, nilai jualnya lumayan bagus, berbeda dengan
Salah satu tugas transmigrasi di perbatasan adalah menjaga ‘’kehormatan’’ Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan mendandani beranda wilayah yang berbatasan dengan negara lain.
kelapa sawait, yang mudah rusak dan tidak mudah disimpan. Dengan kondisi yang ada, bagaimanapun perbatasan Kalimantan harus dibuat sedemikian rupa, agar memiliki daya tarik yang lebih besar dari negara tetagga Malaysia, yang memang kondisi ekonominya sudah lebih baik dari perbatasan Indonesia. l
Negosiasi Lahan Area Penggunaan Lain (APL) Perioritas utama perbatasan yang akan dikembangkan tahun 2016-2019, adalah wilayah Kalimantan, agar dapat menyesuaikan dengan negara Malaysia. Beberapa hal yang dilakukan Kemendesa menurut Direktur Jenderal Penyiapan Kawasan Dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi (PKP2TRANS) Ir. Rr. Ratna Dewi Andriati MMA, ‘’Berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan, Mereka mempunyai program penghutanan sosial. Kita harus menggunakan Area Penggunaan Lain (APL), yang bukan kawasan hutan’’. Kendalanya adalah banyaknya Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan Pemerintah Daerah kepada perusahaan besar swasta untuk membangun perkebunan-perkebunan sawit. HGU yang diberikan, berada di tanah-tanah masyarakat. “Jadi, begitu buka pintu, halaman mereka sudah merupakan kebun-kebun sawit yang bukan milik mereka”, katanya. Transmigrasi akan memanfaatkan Peraturan Menteri mengenai 20 persen dari pembangunan kebun harus diberikan kepada rakyat. Sehingga diupayakan agar bagian tersebut diberikan melalui program transmigrasi. “Karena itu, kita ingin menata di lahan bebas yang bukan kepunyaan orang lain, sehingga bisa menjadi milik transmigran. Kita terkendala karena lahannya sudah habis. Sehingga harus negosiasi meminta hak masyarakat kepada perusahaan pemilik HGU tersebut,” lanjut Ratna. Saat ini Kemendesa sudah mempunyai sekitar 600 ribuan hektar. Tahun depan ditargetkan sudah bisa membangun sekitar 1500-an hektar. Selain Memorandum Of Understanding (MOU) dengan Bupati dan Gubernur di perbatasan, yang dilakukan juga membuat jaringan listrik, menambah sarana dan prasarana rumah ibadah, sarana kesehatan, balai pertamuan, serta membuat rumahrumah yang bisa menjadi etalase yang laik di perbatasan. l
Juni, 2016
43
Info Desa
Transmigrasi
Transmigrasi
dan Kehutanan Republik Indonesia (LHK-RI) terkait dengan stratus fungsi kawasan hutan, status lahan tidur, pembangunan jalan menuju dan sepanjang perbatasan, kesehatan, pendidikan nasional, dan potensi sumber daya alam seperti perkebunan, pertanian dan pariwisata.
Keerom, Security Belt Bagian Timur Indonesia Keerom adalah sebuah wilayah yang berada di daerah perbatasan Papua dengan Papua New Guinea.
K
eerom memang masih terpencil. Namun, dalam jangka panjang pemukinan di daerah ini menjadi sabuk pengaman (security belt) bagi Negara Indonesia dan dapat juga merupakan lumbung pangan nasional serta tumbuhnya embrio perkotaan baru. Program transmigrasi salah satu fungsinya adalah membuka keterisolasian. Di daerah perbatasan, transmigrasi sekaligus mendukung keutuhan NKRI yang rentan terhadap human trafficking. Dari Program Transmigrasi telah terbentuk dua ibukota provinsi yakni Mamuju ibukota Sulwesi Barat dan Bulungan/Tanjung Salor ibukota Kalimantan Utara. Sebanyak 104 Permukiman berkembang menjadi ibukota Kabupaten/Kota; 383
44
Info Desa
Juni, 2016
Permukiman Transmigrasi menjadi ibukota Kecamatan; dan dari 3.053 permukiman yang dibangun, sejumlah 1.183 permukiman menjadi desa definitif, sedangkan sisanya menjadi bagian dari desa-desa setempat. Keerom adalah sebuah wilayah yang berada di daerah perbatasan Papua dengan Papua New Guinea. Secara geografis, Keerom dekat dengan Kabupaten Jayapura. Kabupaten Keerom berbatasan sebelah utara dengan Kota Jayapura, sebelah selatan dengan Kabupaten Tolikora, sebelah Barat dengan Kabupaten Jayapura dan sebelah timur dengan negara Papua New Geniea. Kerrom termasuk daerah perbatasan transmigrasi. Menurut Dirjen Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Pemukiman Transmigrasi (PKP2Trans) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Ir. Rr. Ratna Dewi Andriati, MMA, “Keistimewaan dari daerah transmigrasi di perbatasan, adalah tidak hanya sebagai security belt
atau sabuk pengaman tetapi juga pendekatan kesejahteraan melalui konsep counter magnet yaitu dengan membangun kawasan transmigrasi sebagai upaya meningkatkan kegiatan ekonomi dan perdagangan namun tetap melestarikan fungsi lingkungan untuk meningkatkan pendaptan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan melalui penciptaan nilai tambah mendukung pengembangan Pusat Kegiatan Studi Nasional (PKSN)”. Menurutnya, Ada banyak hal yang harus dibenahi dalam upaya memacu pertumbuhan sebagai wilayah yang berada di perbatasan. Salah satunya adalah melakukan koordinasi dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) karena lembaga tersebut sudah mempunyai grand design pembangunan perbatasan negara. Sehingga upaya selanjutnya akan lebih mudah untuk memetakan daerah yang akan dijadikan tujuan transmigrasi. Hal lain yang juga perlu dilakukan adalah Koordinasi dengan lintas sektor Kementerian Lingkungan Hidup
Saat ini, wilayah-wilayah perbatasan memiliki Indeks Desa Membangun (IDM) lebih rendah dari daerah-daerah lainnya di Indonesia. Hal ini mengisyaratkan bahwa pembangunan desa yang berada di perbatasan belum memperoleh perhatian seperti daerah-daerah yang memiliki IDM yang lebih tinggi. Di daerah perbatasan, indeks yang unggul pada ketahanan lingkungan, untuk indeks ketahanan ekonomi dan sosial masih rendah dibanding daerah lain. Secara keseluruhan IDM wilayah perbatasan lebih rendah daripada IDM di wilayah nasional. Papua merupakan daerah Timur Indonesia yang saat ini memiliki perhatian khusus, potensi sumber daya alamnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat melalui pelaksanaan program transmigrasi. Karenanya menurut Dirjen PKP2Trans, Ibu Ratna, lembaganya mengusulkan kepada Presiden agar pembangunan kawasan perbatasan didanai dengan dana ontop bukan dana regular yang sudah dialokasikan pada masing-masing kementerian, “Ini agar daerah perbatasan disiapkan untuk segera berbenah, dan menjadi perhatian khusus, sebagai daerah perbatasan yang memiliki fungsi security belt”. pungkasnya Potensi Sumber Daya Alam Keerom tak kalah dengan kawasan Indonesia Timur lainnya. Pada beberapa lokasi, pertanian tanaman pangan di Kabupaten Keerom masih dilakukan dengan sistem tradisional, sehingga tingkat produktivitas masih rendah. Akan tetapi pada kawasan-kawasan yang berkembang terutama di wilayah transmigrasi (Distrik Arso dan Distrik
Skanto), budidaya tanaman pangan dan hortikultura telah dilakukan secara lebih intensif dan telah menerapkan teknologi budidaya modern. Sub-sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura mampu menjadi kontributor utama dalam perekonomian sektor pertanian maupun perekonomian wilayah kabupaten. Komoditas yang menonjol peranannya pada sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura adalah Ubi Jalar, Ubi Kayu,
dan Padi Sawah. Ketiga komoditas ini merupakan penyumbang utama bagi produk wilayah Kabupaten. Perkebunan kelapa sawit dan kakao merupakan kegiatan perkebunan yang memiliki areal lahan terluas mencapai lebih dari 99% luas lahan tanaman perkebunan di Kabupaten Keerom. Keerom memiliki begitu banyak potensi besar menunggu segera dibenahi, menjadikan daerah Keerom Security Belt penyangga ketahanan NKRI di Bagian Timur Indonesia. l
Perbandingan IDM Daerah Perbatasan dan Nasional 0,649
0,647
0,593 0,505 0,459
0,566 0,498
0,340
Indeks Ketahanan Lingkungan
Indeks Ketahanan Ekonomi
Perbatasan
Normal
Indeks Ketahanan Sosial
Juni, 2016
IDM
45
Info Desa
Transmigrasi
Transmigrasi
Supiori: Beranda Depan Samudra Pasifik
S
upiori merupakan Kabupaten Pemekaran dari Kabupaten Biak Numfor. Kabupaten ini dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2003. Mempunyai wilayah daratan dengan luas sebesar 704,24 Km2 dan wilayah perairan seluas 5.993 Km2. Wilayahnya sebagian besar terletak di Pulau Supiori dan sebagian lainnya di Pulau Biak Letak Supiori yang beribukota di Sorendiweri, berbatasan sebelah Utara dengan samudera Pasifik, Sebelah Selatan dengan selat Yapen, Sebelah Barat dengan selat Aruri, dan Sebelah Timur dengan kabupaten Biak Numfor. Memiliki 3 pulau kecil terluar yang berada di Samudera Pasifik yaitu Pulau Fanildo, Pulau Bras, dan Pulau Bepondi, termasuk kedalam gugus Kepulauan Mapia. Kondisi lahan pada umumnya bergunung-gunung, hanya beberapa bagian tertentu saja yang datar hingga land-
ai. Pada daerah datar dan landai inilah masyarakat membangun pemukiman, berkebun, berladang dan melakukan aktifitas ekonomi lainnya. Arahan pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 terkait wilayah perbatasan, adalah Mewujudkan Pembangunan yang Lebih Merata dan Berkeadilan dengan mengembangkan potensi daerah tersebut. Hampir 95 persen wilayah Kabupaten Supiori termasuk hutan lindung sehingga usaha pertanian dan perkebunan dalam skala besar sangat sulit dikembangkan. Untuk lahan budidaya, dimanfaatkanlima kepentingan pemanfaatan yaitu: permukiman, ladang, tegalan, kebun campuran dan perkebunan. Terdapat empat sektor utama yang bisa dikembangkan, antara lain: sektor perikanan, perdagangan dan jasa, pariwisata, khususnya wisata bahari, serta pertanian meliputi
pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Jika dilihat dari status Desa di Perbatasan, Supiori masih tergolong Desa Sangat Tertinggal. Indeks Desa Membangun (IDM) Supiori masih tergolong rendah, yaitu 0,4920. Ini berarti masih banyak yang perlu dibenahi. Dibutuhkan koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk saling bergotong royong meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik melalui pelatihan maupun penelitian mengenai kebutuhan, kondisi alam serta sosial yang dapat meningkatkan kehidupan masyarakat. Selama ini, daerah perbatasan dianggap sebagai daerah terpencil yang belum terperhatikan. Paradigma ini kemudian dibalik, yang tadinya halaman belakang kini dibenahi menjadi halaman depan. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelaihan, dan FLICKR/SOLIDARITAS KEBERSAMAAN/TUNASCENDEKIA.ORG
informasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Balitfo PDTT), DR. Ir. H. M. Nurdin, MT mengatakan, “Setiap daerah memiliki keunikan tersendiri, di Supiori memiliki kondisi alam menarik, tentu akan mendorong sektor pariwisata dan lebih memaksimalkan potensi alam yang dimiliki suatu daerah. Dengan mengembangkan potensi wilayah tersebut sesuai dengan kondisi alamnya, transmigrasi akan saling bersinergi dengan wilayah setempat mengembangkaan daerah target transmigrasi yang bertujuan mengembangkan pembangunan lebih merata dan berkeadilan”.
Info Desa
Juni, 2016
PROVINSI
KD KAB
PAPUA
94001 94002
“Selain memiliki topografi yang didominasi pegunungan, Supriori memiliki hutan suaka alam, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan produksi, perlu pertimbangan untuk membangun transmigrasi dengan tetap menjaga kelestarian alam,” tegasnya. Khusus di Papua, mulai tahun ini dijadikan pilot project program unggulan dengan nama Pengembangan Kawasan Beranda Indonesia (PKBI). Fokusnya tidak hanya mengubah halaman belakang menjadi halaman depan, tetapi juga dari masyarakat plural atau pedesaan menjadi urban atau perkotaan. Supiori wilayahnya berbatasan dengan Samudra Pasifik, karena itu mulai direncanakan membangun dermaga kapal. Untuk daerah perbatasan yang letaknya di darat, akan dibangun jalan, instalasi air bersih, serta jaringan listrik PLN . Saat ini yang dibutuhkan adalah mengidentifikasi secara detail kebutuhan–kebutuhan yang sesuai di tingkat desa dan masyarakat untuk kemudian dikembangkan sehingga bisa saling bersinergi satu dengan yang lain. Papua merupakan sasaran berikutnya dalam pengembangan Kawasan Beranda Indonesia. Sesuai dengan potensinya, kawasan ini akan dikembangkan sektor perikanan dan pariwisata, dan akan mendorong investor untuk turut mengembangkan wilayah Beranda Indonesia Timur tersebut. l
46
Indeks Desa Membangun Per Kabupaten/Kota 2015 KABUPATEN/ KOTA
IKL
IKE
MERAUKE
0,6638
0,2884
0,4931
0,4818
JAYAWIJAYA
0,6530
0,2995
0,3432
0,4319
94003
JAYAPURA
0,6436
0,3908
0,5213
0,5186
94004
NABIRE
0,6694
0,3459
0,5068
0,5073
94008
KEPULAUAN YAPEN
0,6558
0,3032
0,4377
0,4656
94009
BIAK NUMFOR
0,6685
0,3952
0,5125
0,5254
94010
PANIAI
0,6486
0,3304
0,3660
0,4483
94011
PUNCAK JAYA
0,6455
0,2286
0,2936
0,3892
94012
MIMIKA
0,6505
0,2462
0,3748
0,4238
94013
BOVEN DIGOEL
0,6642
0,2188
0,3431
0,4087
94014
MAPPI
0,6654
0,1721
0,3733
0,4036
94015
ASMAT
0,6667
0,1372
0,3194
0,3744
94016
YAHUKIMO
0,6592
0,1637
0,2735
0,3655
94017
PEGUNUNGAN BINTANG
0,6534
0,1703
0,2886
0,3708
94018
TOLIKARA
0,6609
0,1838
0,2450
0,3633
94019
SARMI
0,6735
0,3283
0,4182
0,4733
94020
KEEROM
0,7027
0,3515
0,4705
0,5082
94026
WAROPEN
0,6558
0,2584
0,4293
0,4478
94027
SUPIORI
0,6614
0,3304
0,4840
0,4920
94028
MAMBERAMO RAYA
0,6576
0,1669
0,3383
0,3876
94029
NDUGA
0,6664
0,1550
0,2355
0,3523
94030
LANNY JAYA
0,6643
0,2248
0,3640
0,4177
94031
MAMBERAMO TENGAH
0,6667
0,2457
0,3307
0,4143
94032
YALIMO
0,6621
0,3315
0,3142
0,4359
94033
PUNCAK
0,6617
0,1805
0,2883
0,3768
94034
DOGIYAI
0,6371
0,2440
0,3833
0,4215
94035
INTAN JAYA
0,6308
0,1957
0,2785
0,3683
94036
DEIYAI
0,6644
0,2671
0,3716
0,4344
94071
JAYAPURA
0,6905
0,5009
0,5731
0,5882
0,6473
0,4564
0,5931
0,5656
RATA RATA NASIONAL
IKS
IDM
Status Desa di Perbatasan Berdasarkan IDM 2015 MANDIRI
MAJU
BERKEMBANG
TERTINGGAL
SANGAT TERTINGGAL
JUMLAH
0
12
136
635
644
PROSENTASE
0%
15
10%
44%
45
Juni, 2016
47
Info Desa
Transmigrasi
Transmigrasi
Sambas : Dari Inward Looking Menjadi Outward Looking dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Ir. Rr. Ratna Dewi Andriati, MMA mengatakan, “Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan yang selanjutnya disebut Kawasan Perbatasan Negara adalah Kawasan Strategis Nasional yang berada pada sisi dalam sepanjang batas Kawasan Indonesia di Kalimantan dengan Negara Malaysia, dan kawasan transmigrasi merupakan bagian dari Kawasan Strategis Nasional ini”. Penyelenggaraan transmigrasi di kawasan perbatasan negara di Kalimantan dipercepat melalui Memorandum Of Understanding antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertingal dan Transmigrasi dengan para Gubernur dan para Bupati di Kawasan Perbatasan Kalimantan. Teridi atas 3 Provinsi, 8 Kabupaten, 34 Kecamatan, 460 Desa dengan jumlah penduduk 406 443 jiwa, mencakup 14 kawasan transmigrasi. Percepatan itu juga diwujudkan oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) dengan membentuk Regional Manajemen (RM) Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang dan Sambas (Singbebas).
K
abupaten Sambas terletak di bagian paling utara Propinsi Kalimantan Barat. Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Sambas sebelah utara berbatasan dengan Serawak (Malaysia Timur) & laut Natuna, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Bengkayang & Kota Singkawang, sebelah barat dengan Laut Natuna, dan sebelah timur dengan Kabupaten Bengkayang & Serawak
48
Info Desa
Juni, 2016
Beberapa kawasan Perbatasan Negara diatur melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia. Salah satu diantaranya adalah PP Nomor 31 Tahun 2015 tetang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan. Mengenai kawaan ini, Drjen Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Pemukiman Transmigrasi (PKP2Trans) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
Pembangunan permukiman transmigrasi di wilayah perbatasan Negara di Kalimantan menurut Direktur Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kemendes PDTT, Dr. Ir. Conrad Hendrarto, MSc., dalam rangka mendukung keutuhan NKRI dan pemerataan pembangunan daerah. Kawasan perbatasan sangat rentan terhadap pengrongrongan tapal batas wilayah negara, ilegal loging, ilegal fishing, human traffickin”.
Menurut Bapak Conrad, “Sebagian besar potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk program transmigrasi di perbatasan Negara di Kalimantan berada di kawasan hutan produksi (HP). Melalui koordinasi dengan Dit. Pengukuhan dan Penataan Kawasan Hutan, diusulkan alokasi peruntukan lahan untuk program transmigrasi 1.840.903 Ha yang berada di Hutan Produksi. Sedangkan lahan potensial untuk program transmigrasi 797.209 Ha. Dan lahan yang bebas perizinan dari Kehutanan seluas 696.060 Ha”. Mengenai program transmigrasi di wilayah perbatasan Ibu Ratna mengatakan, “Diproritaskan melibatkan masyarakat lokal dengan skema perhutanan sosial, sehingga tidak diperlukan pelepasan kawasan hutan. Sedangkan kebijakan wilayah perbatasan dikembangkan
dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga Jika melihat negara tetangga Malaysia di perbatasan, tak bisa dipungkiri wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia ini jauh tertinggal. Banyak hal yang perlu dibenahi agar jurang perbedaan tersebut tak terlalu dalam.karena itu program transmigrasi di perbatasan tidak hanya memindahkan orang, seperti yang disampaikan Dirjen PKP2Trans, Ibu Ratna bahwa, “Arah pengembangan ruang di kawasan perbatasan merupakan perpaudan ketahanan dan keamanan, peningkatan kesejahteraan dan konsep counter magnet”
Salah satu program transmigrasi di perbatasan lanjut Ibu Ratna, yaitu “Membenahi perumahan di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia dengan perumahan yang baik, jalan-jalan yang perlu diperbaiki dan diberi penerangan, serta memperbaiki sarana dan prasarana lainnya seperti sarana ibadah, pendidikan dan kesehatan, agar bisa menjadi etalase yang laik di daerah perbatasan”. l
SEBARAN KAWASAN TRANSMIGRASI DI PERBATASAN KALIMANTAN
NO
PROVINSI
1
1 2 3 4 5 6 7 8
KALIMANTAN BARAT
KABUPATEN
KAWASAN
KECAMATAN
LUAS WILAYAH (Ha)
JUMLAH DESA
2
3
4
5
6
Sambas
Paloh Gerbang Mas Perkasa Sejingan Besar
Bengkayang
Jagoi Babang
Sanggau
Sekayam
Sintang
Ketungau Hulu
9 Puring Kencana
10 11 12 13 14
Kapuas Hulu Putussibau
JUMLAH PENDUDUK (JIWA) KK
JIWA
7
8
114.828
8
6.034
24.136
139.120
5
2.607
10.429
Jagoi Babang
65.500
6
2.580
9.375
Siding
56.330
8
2.101
6.304
Entikong
50.689
5
3.762
15.047
Sekayam
84.101
10
7.740
30.961
Ketungau Hulu
208.820
18
5.092
20.366
Ketungau Tengah
194.600
20
7.116
28.465
Puring Kencana
44.855
6
554
2.214
Badau
7.000
9
1.301
5.203
Batang Lupar
140.118
10
1.138
4.552
Embaloh Hulu
356.000
10
1.169
4.675
Putussibau Utara
425.186
19
5.934
23.737
Putussibau Selatan
635.233
16
4.680
18.718
TOTAL
2.496.580
150
51.807
204.182
Juni, 2016
49
Info Desa
Lensa Inspirasi
Menyambut Lahan Gambut di Palingkau
T
erletak di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah, Palingkau merupakan salah satu lokasi transmigrasi eks proyek lahan gambut sejuta hektare. Di lokasi tersebut, terdapat 37 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) yang terbagi dalam dua wilayah, yaitu 15 UPT Lamunti dan 22 UPT Dadahup dengan jumlah kepala keluarga mencapai kurang lebih 15 ribu jiwa. Kisah dari Palingkau adalah kisah tentang perjuangan warga transmigran memanfaatkan lahan gambut untuk bercocok tanam padi, sawit, dan karet. Ada pula warga yang memelihara hewan ternak, seperti sapi sebagai sumber mata pencarian mereka sehari-hari. Meski demikian, Palingkau masih membutuhkan perhatian pemerintah, terutama perbaikan pada kondisi infrastruktur jalan dan jembatan. Hal tersebut sungguh disadari oleh HM Nurdin, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi saat mengunjungi Palingkau pada April 2016.
50
Info Desa
Juni, 2016
Lensa Inspirasi
Juni, 2016
51
Info Desa
Lensa Inspirasi
Lensa Inspirasi
2 1 3
Nurdin berharap, kehidupan warga transmigran dapat meningkat seiring dengan perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan, sehingga warga transmigran dapat mengangkut hasil-hasil pertanian dan perkebunan, juga memperlancar arus transportasi manusia dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam sebuah kesempatan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar pernah melakukan kunjungan kerja ke UPT G1 Sumber Alaska, Kecamatan Dadahup dan menyerahkan sejumlah bantuan alat pertanian kepada para transmigran. l
1
HM Nurdin saat meninjau pembangunan jembatan dan pengairan di Palingkau.
2
Bersama jajarannya, HM Nurdin memberi pakan untuk sapi-sapi yang dipelihara warga
3
HM Nurdin melakukan pemotongan pita dan acara seremonia di Palingkau.
4
Usai acara seremonia, HM Nurdin mendapatkan cinderamata dari warga transmigran.
4
52
Info Desa
Juni, 2016
Juni, 2016
53
Info Desa
Lingkungan
Lingkungan
K
ementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI melakukan terobosan penting dengan melakukan revitalisasi Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP) Bengkulu yang dikelola oleh Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan, Pelatihan dan Informasi (Balilatfo). Revitalisasi tersebut dilakukan menyusul pencanangan program Desa Mandiri Benih oleh Presiden Joko Widodo pada 2015. “Tujuan revitalisasi adalah membangun kawasan transmigrasi secara holistik supaya manfaat dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan BP2TP Bengkulu tidak hanya dirasakan warga transmigran di wilayah Sumatera Selatan dan Bengkulu saja, namun juga para petani, peladang dan peternak di berbagai pelosok desa di seluruh Indonesia,” kata Kepala BP2TP Bengkulu, Chaidar Malisi. “Ke depan, kami akan lebih giat menjangkau daerah transmigrasi lain, juga daerah tertinggal dan masyarakat adat di seluruh pelosok Indonesia.”
Bibit Unggul dari Bumi Rafflesia Memberdayakan petani di seluruh Indonesia melalui penyebaran bibit unggul serta berbagai program pelatihan keterampilan merupakan misi utama BP2TP Bengkulu. Tidak kalah penting adalah meningkatkan kualitas peneliti pertanian
54
Info Desa
Juni, 2016
Malisi mengatakan, BP2TP Bengkulu merupakan penggabungan dari Agriculture Development Center (ADC) dan Lifestock Development Center (LDC) yang bertugas mengembangkan teknologi peternakan, pertanian, tanaman pangan dan perkebunan. “Misi utama kami adalah memberdayakan petani di seluruh Indonesia melalui penyebaran bibit unggul serta berbagai program pelatihan keterampilan. Tidak kalah penting adalah meningkatkan kualitas peneliti pertanian,” katanya. Ketika didirikan pada awal 1980-an, keberadaan lembaga yang mendapat bantuan tenaga peneliti dari Belanda ini untuk pengembangan program transmigrasi di Sumatera Selatan dan Bengkulu. Luas lahan yang dimiliki BP2TP Bengkulu mencapai 450 hektare ketika awal didirikan. Setelah sebagian lahan diserahkan kepada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat tidak lagi melakukan perambahan hutan, kini luas lahan areal BP2TP tinggal 250 hektare.
“Namun, hal itu tidak mengurangi fungsi kami sebagai pusat penelitian serta pembenihan tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan yang menghasilkan benih padi, kedelai dan bibit karet. Lahan seluas itu tetap berfungsi sebagai terapan hasil penelitian, pelatihan, dan bahkan ada wisata alam,” ujar Malisi. Malisi menyebutkan, di lahan 25o hektare, terdapat kebun karet dan sawit masing-masing seluas 30 hektare. “Hasil getah karet dan sawit yang kami hasilkan per tahun mencapai kurang lebih Rp 500 juta dan kami setorkan kepada negara sebagai pendapatan non pajak,” katanya.
FOKUS REVITALISASI Langkah pertama revitalisasi berfokus pada penguatan internal lembaga. Mulai dari pemenuhan dan peningkatan kapasitas personil yang berkualitas, sehingga BP2TP Bengkulu mampu menghasilkan produk-produk peternakan, pertanian, tanaman pangan dan perkebunan lebih kredibel. Bersamaan dengan itu dilakukan rehabilitasi fisik bangunan yang telah berusia lebih dari 30 tahun, serta mendesain ulang alokasi lahan seluas 250 hektare sebagai fasilitas penelitian bertaraf internasional. “Tahun ini, kami melakukan konsolidasi untuk percepatan dan perencanaan 2017, serta mengimplementasikan instruksi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk melakukan praktek langsung di la-
pangan kepada masyarakat,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, M. Nurdin. Nurdin menjelaskan, BP2TP Bengkulu merupakan unit pelaksana tugas dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. “Meskipun berada di Bengkulu, namun BP2TP Bengkulu memiliki jangkauan kerja hingga ke seluruh wilayah Indonesia. Seiring dengan beban kerja yang berskala nasional, maka perlu dilakukan redesain manajemen, fisik, serta peningkatan kualitas dan kuantitas peneliti,” katanya.
ngan Balitkabi (Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian) di Malang, Balai Penelitan Sereal di Maros, Balai Latihan Masyarakat di Yogyakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), dan lembaga riset pertanian dari negara-negara sahabat. “Kerja sama dengan BATAN dilakukan terkait uji coba benih dengan radiasi,” ujarnya.
Selanjutnya, Nurdin menuturkan, hasil kerja para peneliti BP2TP Bengkulu akan disam paikan kepada masyarakat melalui pelibatan aktif warga dalam proses penelitian, pembenihan dan Ke depan, pengelolaannya. Saat ini ada BP2TP Bengkulu empat kelompok tani lokal juga membuka yang menjadi mitra binaan. kesempatan Mereka tidak hanya mendapapraktek kerja tkan pelatihan teknis pembenihan, tapi juga cara pelapangan untuk masaran benih-benih unggul siswa SMK yang diharapkan bisa menjadi sumber pemasukan baru. Terkait perbaikan infrastruktur internal, “Kami mendorong kelompok-kelompok Nurdin mengatakan, perbaikan tersetani yang menjadi mitra binaan BP2TP but mencakup peremajaan peralatan Bengkulu supaya kelak mereka dapat penelitian dan kerja lapangan, seperti menjadi motor revitalisasi di komunitasntraktor, mesin pertanian, mesin pengerya masing-masing,” tuturnya. ing modern, membangun green house dan lain sebagainya. Bahkan, BP2TP Ke depan, lanjut Nurdin, BP2TP Bengkulu Bengkulu memperluas kerja sama dejuga membuka kesempatan praktek kerja lapangan untuk siswa SMK. Selain terlibat dalam penelitian benih, para siswa akan belajar dasar-dasar ketrampilan industri pertanian, seperti belajar menyadap karet, mendodos sawit yang baik, menggunakan dan melakukan bongkar mesin pertanian, memperbaiki mini traktor, serta melakukan pengeringan dan okulasi karet. Siswa-siswa yang melakukan praktek lapangan di BP2TP Bengkulu bahkan telah menghasilkan bibit karet jenis PB260. Sebuah langkah awal telah dilakukan untuk menghasilkan bibit-bibit unggul untuk tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan di masa depan dari Bumi Rafflesia. l
Juni, 2016
55
Info Desa
Karya
Karya
Andrias masih ingat pertama kali biji kopi jenis arabika yang ditanam di Dogiyai dibawa oleh misionaris sekitar 1960-an. Selain menyebarkan agama Nasrani, kata Andrias, para misionaris dari Belanda dan negara lain membawa biji kopi pilihan untuk ditanam di pegunungan Papua, salah satunya di Dogiyai sebagai sumber pendapatan warga. Namun, karena tidak ada pembeli, warga mulai meninggalkan kebun kopi. Padahal, warga rata-rata memiliki kebun kopi seluas setengah hektare, bahkan ada yang mencapai 1-2 hektare. Dari setengah hektare, warga menanam 400 pohon dimana dari 1 pohon kopi mampu menghasilkan 1 kg kopi. Dengan harga jual di tingkat petani sekitar Rp 20-30 ribu per kg, warga bisa mengantongi pendapatan sekitar Rp 8-12 juta untuk sekali panen. “Namun harga tersebut tidak sebanding dengan perjuangan petani menjual kopi yang butuh waktu berhari-hari,” katanya.
Kopi Dogiyai, Kopi Spesial dari Tanah Papua Pengembangan kopi Papua membutuhkan dukungan dari kementerian dan lembaga terkait, agar kehidupan ekonomi warga meningkat. Papua berpotensi menjadi masa depan Arabica Specialty Coffee.
56
Info Desa
Juni, 2016
N
un jauh di Papua, tepatnya di Kabupaten Dogiyai, semerbak aroma kopi mengu ar, memenuhi udara. Kopi-kopi tersebut dihasilkan dari kebun-kebun kopi milik warga. Kabupaten Dogiyai yang memiliki 10 kecamatan dan 79 desa dengan ibukota di Moanemani dikenal sebagai daerah penghasil kopi di Papua. Andrias Gobai, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Dogiyai mengatakan, mayoritas warga di Kabupaten Dogiyai bekerja sebagai petani kopi. “Penghidupan mereka ber asal dari biji-biji kopi,” katanya.
Andrias menceritakan, setelah diolah secara tradisional, petani harus berjalan kaki sekitar 5-6 kilometer, turun-naik bukit selama 1-2 hari untuk membawa hasil kopi tersebut dengan cara dipikul ke UKM atau Usaha Kecil dan Menengah di ibukota kabupaten. Terdapat 5 UKM yang menerima hasil kopi petani yang kemudian mengemasnya dalam bentuk bubuk dan dijual sebagai oleh-oleh dengan harga Rp 30-80 ribu. Untuk meluaskan pemasaran, Andrias memiliki ide mengenalkan Kopi Dogiyai melalui media sosial, salah satunya Facebook. Gayung pun bersambut. Usahanya mendapat respons positif dari Menteri Perdagangan Thomas Lembong yang mengunjungi Dogiyai pada 11 Juni 2016. “Kedatangan Pak Thomas Lembong ke Dogiyai sungguh luar biasa bagi kami. Kedatangan beliau memotivasi kami untuk terus bekerja. Semua itu karena kerja Tuhan,” ujar Andrias. Selama 2 jam di Dogiyai, Andrias menuturkan, Menteri Thomas Lembong menyapa warga dan melihat langsung kondisi kehidupan petani kopi. Untuk
meningkatkan pendapatan petani kopi, Menteri Thomas Lembong meluncurkan gerakan “Dengan Bangga Menyeduh Kopi Papua”. Selain itu, selama kunjungan ke Dogiyai, Thomas Lembong berjanji akan membantu fasilitas pengolahan dan membangun pasar. Pasca kedatangan Menteri Thomas Lembong, Andrias bertekad mengembangkan kopi Papua, dari pengolahan sampai pemasaran dalam 18 bulan ke depan. “Yang penting pengembangan Kopi Dogiyai harus ditingkatkan, dari hulu sampai hilir, dari penanaman, pembibitan sampai produksi, itu harapan saya. Yang kedua, harga kopi di tingkat petani stabil, karena itu kami membutuhkan mesin pengolahan kopi serta sarana prasarana lain seperti genset,” tuturnya. “Kopi adalah ikon daerah kami, karena itu pengembangan kopi Papua membutuhkan dukungan kementerian dan lembaga terkait, agar kehidupan ekonomi warga meningkat sehingga mereka bisa menyekolahkan anak dan membayar biaya pengobatan,” ujar Andrias.
KOPI SPESIAL IRVAN HELMI, pemilik bisnis kopi Anomali Coffee, pernah datang ke Dogiyai. Dia kagum terhadap Kopi Dogiyai. “Pertama kali mencicipinya, rasanya sangat nikmat, rasa kopinya medium body, medium acidity, hints of fruit and caramel,” kata Irvan dalam jawaban tertulis melalui email kepada Info Desa. Maksud Irvan, Kopi Dogiyai termasuk kategori spesial dan memiliki kekhasan. “Mungkin karena ditanam di dataran lebih tinggi menyebabkan tingkat pahit kopi menjadi rendah sehingga memiliki cita rasa unggul,” ujarnya. Menurutnya, Kopi Dogiyai masih bisa ditingkatkan. Untuk pasar hulu atau green bean, Irvan menilai sangat berpotensi untuk dijual ke roaster di seluruh Indonesia. “Para petani dapat memasarkan kopi yang mereka hasilkan melalui asosiasi kopi yang ada sehingga organisasi petani terhubung dengan para roaster,” katanya.
Pertama kali mencicipinya, rasanya sangat nikmat, rasa kopinya medium body, medium acidity, hints of fruit and caramel
Kopi Dogiyai dapat ditingkatkan melalui pembentukan organisasi. “Saya belum lihat ada koperasi petani yang berjalan di Papua,” tuturnya. Selain itu perlu pemahaman tentang good agriculture practices atau GAP, pengadaan fasilitas pasca panen, dan pembangunan infrastruktur. Dukungan pemerintah dan swasta menjadi sangat krusial di sini. Sedangkan untuk pasar hilir, Kopi Dogiyai berpotensi menjadi penggerak ekonomi, misalnya sebagai oleh-oleh. Karena itu, pemahaman kualitas biji kopi dan quality control perlu ditingkatkan. Irvan juga mengusulkan karena daerah Papua cenderung kering, pemrosesan dilakukan dengan pulp natural atau natural. “Sehingga rasanya traceable di lidah masyarakat,” ujarnya. Irvan berharap, petani kopi Papua harus menjadi profesional dan makmur. “Mimpi saya, Papua dapat menjadi masa depan Arabica specialty coffee dan saya yakin hal itu dapat terwujud bila pemerintah dan pihak swasta saling bekerja sama membangun Papua, termasuk meningkatkan penghidupan warga dari biji kopi,” ujarnya. l
Juni, 2016
57
Info Desa
60
Frontier Areas: Together We Build the Front Yard
70
How to Meet the Minimum Service Standard in Frontier Areas
72
Raimon Petege’s Dreams For Moanemani
76
The Key to Developing Villages
Cover Story
Cover Story
that directly border with Indonesia. “State borders must become our country’s veranda. We must not lose out to neighboring countries in maintaining frontier areas,” said Marwan, who likened frontier areas to the front yard of a home. To realize the vision, Marwan believed that the development of frontier areas must use not only security approach and prosperity approach, but also economic approach, which can be done through encouraging investment in frontier areas that corresponds with local potential and opportunities. Of course, he said, this must be done with attention to sociocultural aspect and local wisdom.
Government Commitment
TEMPO/Budi Yanto
Frontier Areas:
Together We Build the Front Yard The frontier areas are strategic areas projected to become the new point of economic growth. Development needs to accelerate as to improve the economic welfare of the people.
60
Info Desa
Juni, 2016
M
arwan Jafar knows exactly about the developments that have been taking place in frontier areas until today. The minister of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration has the latest field data: the percentage of the largest unpaved village roads reaches 56.71 percent and the ratio of electrification in villages in frontier areas is only 86.37 percent – far from the national electrification ratio. Moreover, 26 percent of some 1,730 villages in frontier areas still cannot be reached by telephone service. Still, many more do not have access to clean water. “Generally, frontier areas are still very far from being prosperous,” he assessed. According to Marwan, the initial step that needs to be made to start developing frontier areas is by implementing the foundations of asymmetric decentralization policy through applying affirmative policy in underdeveloped regions. One of the main issues of frontier areas is poor infrastructure, which prompts local residents to depend their daily necessities on the supplies coming from neighboring countries. Therefore, the development of frontier areas must focus on the reduction of poverty and inequality not only nationally but also internationally, especially with countries
accommodates the characteristics and challenges faced by Papua, be it from the point of view of socioculture, geography, natural resource potential and reality on the field, including the issues of empowerment and economic development across Papua,” she said. To realize the developmental approach, Judith said that Pokja Papua will oversee the government’s efforts in developing those at the bottom of the developmental pyramid though the Papua Works Movement and Unggul. “The government is very concerned about Papua’s development, especially in regards to those who require special guidance, such as impoverished Papuans. The government wants
When it comes to the development of transmigration areas in East Indonesia, especially in Papua, the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration, through the Research and Development, Education, Training and Information (Balilatfo), has been intensively developing the establishment of clustered villages in Papua. “The hope is that the development of the clustered villages can provide the Papua Provincial Government with a meaningful insight in the area of transmigration development. Reversely, the Papua Provincial Government also can provide insight for the success of the establishment of the clustered villages,” said M. Nurdin, head of Balilatfo at
Development of frontier areas is explicitly stated in the nine priorities agenda (Nawacita) of the Joko Widodo-Jusuf Kalla administration. “We will create a sustainable spatial and environmental plan through developing new economic development centers on coastal areas, small islands and frontier areas,” said President Jokowi as quoted on www. presidenri.go.id. President Jokowi is projecting frontier areas to become the new point of economic growth as to improve the development and welfare of their inhabitants. Papua Taskforce (Pokja Papua) Chair Judith Dipodiputro specifically highlighted the development in Papua and West Papua. According to her, a common understanding has been established on the development of Papua and West Papua, in that, aside from physical developments, human resources development is also an important focus. “The central and local governments have synergized through Bappenas to design a pattern of development that takes indigenous territories into consideration,” she said. She added that this indigenous-based developmental approach is implemented not without reason. “The developmental approach is implemented based on local culture, because this type of development
their life to be better. The Papua Works Movement and Unggul are hoped to become the answer to all developmental and empowerment issues in Papua,” she said. Judith asserted that building Papua requires a comprehensive developmental approach. “The 500 years of underdevelopment experienced by the people of Papua cannot be solved instantly. The Papua Works Movement and Unggul become the big framework to build Papua moving forward,” she said. “We always think big for Papua. This means there should be real sustainability, real economy, real jobs, real needs and real solutions for Papua.”
the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration. He added that through the establishment of the clustered villages, the government is putting its focus on the development of transmigration in East Indonesia, especially in Keerom, Merauke and Sorong, all of which are part of Papua. “We are requested by Mr. President to give attention to the development of Papua and frontier areas, so that development can be accelerated, including in such areas as infrastructure and human resource developments,” he said. l
Juni, 2016
61
Info Desa
Cover Story
Cover Story
several questions. “The development of frontier areas must be focused on reducing poverty and inequality,” he asserted. It has been 70 years since Indonesia’s independence, what is your view on the development in frontier areas? Generally, the condition in frontier areas is still very far from prosperity. As an example, the percentage of the largest unpaved village roads is up to 56.71 percent and the village electrification ratio in frontier areas is only 86.73 percent, far from the national ratio. From 1,730 villages in frontier areas, 26 percent are still unreachable by telephone service. And there are a lot more frontier villages without access to clean water. Given the condition, what are some of the government’s efforts?
Marwan Jafar, Minister of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration
Affirmative Policy for the Development of Frontier Areas 62
Info Desa
Juni, 2016
W
hen opening Slank concert at Kridasana Stadium in Singkawang, Kalimantan on Sunday, May 15, 2016, Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration Minister Marwan Jafar asked the audience to be involved in the development of frontier areas. The country’s outskirts, frontier areas, Marwan said, are the veranda of Indonesia. He said that his presence with Slank that day was part of the government’s commitment to build the frontier areas together with the people. The Indonesia’s Borders, Building Indonesia from the Frontier concert, which was held by the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration with the support of other parties, was part of the Indonesia Veranda Villages Program (Program Desa Beranda Indonesia) initiated by the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration. On that occasion, Marwan reiterated the commitment of the Jokowi-JK administration in building Indonesia from the outskirts, from the villages and from the frontier. In early June 2016, the Rural Info Team met with Marwan in his Kalibata office, where he answered
Development in frontier areas indeed requires special attention from the government. The reality on the field requires visionary efforts and strategies in order to accelerate development. What must be done first is to start developing frontier areas by implementing the foundations of asymmetric decentralization policy through applying affirmative policy in underdeveloped areas. Development of frontier areas must be focused on reducing poverty and inequality, not only nationally, but also internationally, especially with countries that directly border with Indonesia. State borders must truly become our veranda and front yard. We must not lose out to neighboring countries in maintaining our frontier. What are the potentials that can be developed from frontier areas? Natural resources in frontier areas are abundant, but they have not been optimally managed. The condition of Indonesia’s frontier areas is still worse than those of neighboring countries; be it from point of view of social services, infrastructure, economy, education or security among others. This is our challenge.
What kinds of approach are being offered by the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration to accelerate development in frontier areas? In my view, the development of frontier areas cannot use only security approach and prosperity approach; it also needs to incorporate economic approach to drive investment that is in line with the areas’ potential and opportunities – of course, this should be done with attention to sociocultural aspects and local wisdom. Can you tell us about the Indonesia Veranda Area Development (PKBI) program from your ministry? PKBI is one of the priority programs of the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration. It aims to turn frontier areas into the state’s veranda that is sovereign, competitive and safe. What is the focus and purpose of PKBI? PKBI will accelerate the development of frontier areas into city centers. Borders serve not only as the country’s cross-border posts, but also as the gateway of international trade and export-import activities, the primary node of transportation with neighboring countries and the
center of economic growth which drives development in their surrounding areas. Moving forward, what are the challenges of the program? PKBI will reach its full potential when synergized with other programs, especially with transmigration. This will be a strategic step because transmigration nestles on an area linked with its surrounding area, forming a potential-based regional economic development system. Currently, 10 Independent Integrated Cities (KTM), 28 Transmigration Areas and 17 Settlement Units have been built. All of these can be harnessed for the development of frontier potentials. The programs under PKBI also expand the existing potentials of frontier areas, which include natural resources, tourism, socioculture, plantation, mining and much other potential which have not been managed optimally. They also aim to increase business involvement in developing investments in frontier areas. l
Juni, 2016
63
Info Desa
Cover Story
Cover Story
Nurdin said that the establishment and development of clustered villages in Papua is a pilot project. “We at R&D are responsible for creating the model, which we will assess and try to implement. We just started in Keerom. We will begin the project in Merauke after Eid. If the model of clustered villages in Keerom and Merauke is successfully developed, we will apply it in other regions in Papua. We cannot impose a top-down approach. [Locals] are the ones who know exactly what they need,” he said. Nurdin explained that the development of clustered villages is a part of the government’s commitment to the development of transmigration in East Indonesia, especially in Keerom, Merauke and Sorong, all of which are in Papua. “We are requested by Mr. President to give attention to the development in Papua. And in frontier areas, [he asks] that developments and accelerations be started, including the development of infrastructure and human resource,” he said.
Developing Clustered Villages in Papua Five clustered villages in Papua and two in West Papua will be developed in accordance to local tradition. The hope is that this approach will bring synergy to the lives of locals and immigrants.
64
Info Desa
Juni, 2016
D
evelopment, Education, Training and Information (Balilatfo) has been intensively developing the establishment of clustered villages in Papua. The hope is that the development of clustered villages can provide the Papua Provincial Government with a meaningful insight on transmigration development. Reversely, the Provincial Government of Papua may also provide insight for the success of the establishment of the clustered villages.
Unlike the policy on the development of village model in transmigration areas, the development of Papua’s clustered villages does not refer to Law number 9/2007 and Ministry of Manpower Regulation on Independent Integrated City (KTM) 2007.
“The model of the clustered villages in Papua is designed in reference to local tradition, while the designation of the clusters is based on the area’s commodity. As an example, the clustered villages have coffee plantations; the coastal areas, fishery, and the lowlands, horticultural plants. We adapt to the surrounding environment,” he said. Nurdin said that the establishment of the tradition-based clustered villages is not without reason. “In Papua, there are indigenous governments that are recognized by Rural Laws. We are using the traditional approach, because informal leaders, such as priests, indigenous chiefs, women, village chiefs or non-formal institutions hold a strong position,” he said. From the perspective of the development of transmigration area, clustered villages in Papua are well integrated. They feature transmigration settlements, sociocultural interaction and facilities, such as schools, clinics, roads, markets and commodities which are the means of livelihood of the transmigrants. “Because they need to be integrated, clustered villages cannot be established exclusively to prevent new problems. This development is made to create a more synergized community between immigrants and locals,” he said.
Human Resource Development Along the process of developing the clustered villages, Nurdin said that the Balilatfo team will be working with Cendrawasih University and Papua University to provide assistance in the field. In the future, the team will also develop a training center that will be dedicated to the development of human resources in Papua and West Papua. “When the training center is established and a taskforce is formed, the training center can be used as a venue where Papua’s human resource capacity will be developed and grown. I have spoken with the Papua governor and the Sorong regent about the establishment of this training center. With the presence of the center, human resource development will be more effective. That’s the policy,” he said. Today, Nurdin said, the proposal is being processed at the Ministry of Administrative and Bureaucratic Reform. “Hopefully, the verdict will come out quickly this year,” he said. Aside from developing the clustered villages in Papua, Balilatfo at the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration is also currently developing the Rural-Urban Clusters in the Mailolo transmigration area. l
M. Nurdin, head of the Research and Development, Education, Training and Information at the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration, said that the establishment and development of clustered villages was inspired by a discussion between Papua Governor Lukas Enembe and local government officials. The meeting discussed the development of villages, underdeveloped / disadvantaged regions and transmigration. “About the establishment of clustered villages, Mr. Governor said that additions are not yet imminent, but completion is,” he said.
Juni, 2016
65
Info Desa
Cover Story
Increasing the Prominence of Frontier Areas Development in frontier areas requires special attention and policies from the government. Stakeholders, which include business communities and the society, also must be involved and participate actively to make frontier areas become sovereign, prosperous and competitive.
66
Info Desa
Juni, 2016
Cover Story
130Trillion
Rp
The government will be investing Rp 130 trillion in frontier areas in the next five years until 2019. It is recorded that 41 regencies in frontier areas have expandable primary business potentials in such areas as farming, plantation, animal husbandry, fishery and mining. Secondary business potentials include natural resources, while tertiary business potential is developed through tourism.
7Cross-Country
Posts
To develop the potential of frontier areas, the government is currently building seven Integrated Cross-Country Posts (PLBN). They are located in Entikong (Sanggau Regency), Nanga Badau (Upper Kapuas Regency), Aruk (Sambas Regency), Wini (North Central Timor), Motamasin (Malaka Regency), Motaain (Belu Regency) and Skouw (Jayapura City).
187Districts There are 187 districts – spreading across the 41 regencies/cities – that directly border with the neighboring country. These districts become the prioritized locations of frontier areas development. As many as 56 districts border with the sea, 79 with land and four with both land and sea. The number of villages that directly border with the neighboring country exceeds more than 1,700 villages/sub-districts.
125,000
Metric Tons
The annual number of marine catches from Merauke, Papua reaches 125,000 metric tons. The marine potential includes snappers, crabs and lobsters. Besides Merauke, Timika also offers marine products. Annually, Timika’s marine potential reaches 183,000 metric tons of crabs, shrimps and tunas. Meanwhile in Sarmi, marine catches, which include snappers, groupers and lobsters, reach 299,000 metric tons per year.
Juni, 2016
67
Info Desa
Cover Story
Cover Story
much focus on only security and prosperity aspects and too little focus on investment. “Frontier areas are always underdeveloped because they are not considered as growth area. They are often seen as undeveloped regions that only need to be prospered,” he said. “Development of frontier areas should be orientated towards investment, development that attracts investments.” To implement investment-oriented development, Suprayoga said, the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration has released The Profiles of Investment Potential in Indonesia’s Frontier Areas in 2015. The book of profiles that was written in collaboration with Gadjah Mada University, Yogyakarta, maps out the potentials of frontier and areas. Therefore, the book is expected to serve as a guide for investors.
Development, Invitations to Investors
A
s Indonesia’s forefront veranda, frontier areas continue to receive attention from the central government. Director General of Special Territory Development at the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration (Kemendesa PDTT) Suprayoga Hadi said that the government is committed to the short term, midterm and long term development of frontier areas.
68
Info Desa
Juni, 2016
“In accordance to the third point in Nawacita (the Jokowi-JK administration’s nine priorities agenda), which is to build Indonesia from the outskirts by fortifying frontier areas, especially by accelerating the development and improving the capacity of frontier areas and outermost islands, frontier areas are a priority in the national development plan, be it short term, midterm or long term,” he said.
Aside from the book, Suprayoga said that his department is planning to hold a business forum to bring together the local governments of frontier areas and potential investors from the private sector. “We hope local governments will
Frontier areas are underdeveloped because it had not been considered as growth areas. The development of frontier areas must be orientated towards creating investment opportunities.
Nevertheless, Suprayoga admitted that various issues still hinder the process of development in frontier areas. Five of the essential ones include sovereignty, law enforcement, infrastructure, human resource improvement, and institutional and investment problems. Taking into consideration the five essential issues, Suprayoga said that underdevelopment in frontier areas is caused by development programs that place too
THE GATEWAY OF ECONOMIC AND TRADE ACTIVITIES
Providing investment convenience in frontier areas is one of the recommendations of the Border Investment Summit Forum, Development of Opportunities and Potentials in Frontier Areas, which was held by the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration in early November 2015.
also be more proactive in attracting investors,” he added. Another initiative takes the form of cooperation with the Investment Coordinating Board (BKPM) and the Chamber of Commerce and Industry (Kadin) to drive local business people to be proactive in capturing investment opportunities in frontier areas. “We are also planning to consult with the Finance Ministry on economic policies that can provide investment incentives in frontier areas. We hope these policies can provide investment certainty and convenience,” he said.
Physical and Non-Physical Developments Suprayoga said that his directorate has allocated a budget of Rp 1 trillion in 2016 for the development of frontier areas. From that number, frontier areas, including outermost islands, will be allocated a budget of Rp 800 billion. The budget will be used towards the physical and non-physical developments of five main programs. First, in regards to regional
“Investment in frontier areas is part of the strategic, integrated and synergized effort to developing the economy. Therefore, all parties need to agree that the goal of developmental policy objectives in frontier areas must be viewed through a more positive and productive perspective,” said Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration Minister Marwan Jafar. Through the Border Investment Summit Forum, Marwan hopes that new steps can be made with the good intention of maintaining the unity of Indonesia, prospering the people and increasing the economic growth of frontier areas. The forum also recommended that development in frontier areas should be approached using not only security approach and prosperity approach, but also economic approach, which will drive investments in frontier areas according to
connectivity, the government will build road access and dock and port, which will include the provision of passenger and cargo ships. Also in the agenda is the improvement of clean water facility with ground piping and reverse osmosis for small islands without freshwater resource. Next in the program is electrification, which takes from of the development of solar power plant (PLTS) at the border of frontier areas. This lighting facility will become the source of road lighting, which plays a significant role in maintaining border control. Information and technology assistance will also be developed, along with human resources. The latter will be done through the provision of educational props and the improvement of human resources at frontier areas to increase competitiveness. “To implement the programs on the field, the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration will coordinate and consult with related ministries and institutions,” he said. l
the potential and opportunities presented by each region. Moreover, the development of frontier areas through the Indonesia Veranda Area Development (PKBI) must be accelerated. This program needs to be done with the development and empowerment system, so that frontier areas may rise to become areas that are sovereign, prosperous and competitive. The forum also supported frontier area developments that use regional approach in order to form an integrated system of regional economic development. “The development of frontier areas and all their potentials, if harnessed appropriately, will be able to increase the attractiveness of frontier areas to become a kind of display for neighboring countries, while manifesting frontier areas as the gateway for integrated economic and trade activities with neighboring countries,” said Marwan. l
Juni, 2016
69
Info Desa
Research
Research
fields of public works and spatial planning, clean water and road infrastructure are the top priorities, followed by basic housing facilities, environment sanitation and drainage. According to the team of researchers, Minimum Service Standard (Standar Pelayanan Minimal; SPM) is a regulation governing the types and quality of basic services considered to be Local Mandatory Affairs (Urusan Wajib Daerah) that every citizen is entitled to obtain (Government Regulation number 65/2005 on Guidelines for the Formulation and Implementation of Minimum Service Standard). Therefore, SPM is an instrument of the central and local governments which guarantees equitable access to quality basic services to the people. As a policy tool, SPM covers three dimensions: the receivers, the forms and the mechanism.
How to Meet the Minimum Service Standard in Frontier Areas
T
This was one of the conclusions of “The Assessment on Minimum Service Needs
70
Info Desa
Juni, 2016
in Rural Frontier Areas”, a normative and empirical qualitative research conducted by Pandiadi et al. in 2015. The research also found that the government’s planned provision of one school for one village wouldn’t be enough, unless it also provided a dormitory. In establishing schools, the government needs to consider the size of the village and the dispersion of settlements so that schools can be easily accessed from the
Unfortunately, both central and local governments have not been fully capable of providing adequate basic services. They have not formulated even the Rural Minimum Service Standard (SPM Desa), let alone the Rural Minimum Service Standard for frontier areas. At the end of their report, the team of researchers proposes a number of strategic recommendations. First, in basic education, the government should increase the number of Small Elementary Schools (three classrooms) or build student dormitories, and provide housing for teachers. Second, in health, the government should provide housing for midwives. Third, in public works and spatial planning, the government should increase the quantity and improve the quality of roads, improve the clean water infrastructure to meet the 60 liter per person per day standard, and provide special irrigation network for crops farming
villages, while empowering their management.
Minimum Service Standard is an instrument of the central and local governments which guarantees equitable access to quality basic services to the people.
he basic services available to villages in frontier areas have not fully met the Minimum Service Standard. These include services in the fields of basic education, health, public works and spatial planning, public housing and residential areas, public peace and order, and people and social protection fields.
The state’s obligations in relations to basic services has actually been formulated in Law number 23/2014 on Local Governance, which obligates local governments to provide basic services for their citizens. Basic services are public services that meet the fundamental and absolute needs of citizens in their social,
economical and governmental life (Government Regulation number 65/2005). Local Mandatory Affairs include six sectors: education, health, public works and spatial planning, public housing and residential areas, public peace and order, and people and social protection.
settlements. Additionally, the ratio of teacher-student-school shouldn’t follow the ratio previously applied in the average Indonesian villages, because frontier areas have their own unique characteristics.
Fourth, in public housing, the government is suggested to provide habitable houses that meet the safety and health requirements of its inhabitants as well as the requirements for minimum building area. The environment must be healthy, safe, harmonious and orderly or meet the requirements of spatial planning, land use and ownership rights to land, as well as infrastructure and environmental feasibility and facilities.
In the field of health, health posts may have been established in frontier villages, but the midwives may not live in the same village, resulting in suboptimal provision of services. Meanwhile, in the
Fifth, in the field of public pease and order and people protection, the government must make an effort to create a conducive and democratic environment so as to create an interactive social life. l
Juni, 2016
71
Info Desa
Persona
Persona
RAIMON PETEGE’S DREAMS FOR MOANEMANI The people of Moanemani makes coffee their source of livelihood, a part of tradition and a means of education
T
he green valley of Moanemani is still pristine, almost untouched by transportation and technology. Raimon Petege and other teachers have to walk 5 kilometers to reach the junior high school in Moanemani Village at Kamuu District of Dogiyai Regency, Papua; but the long walk does not deter them from teaching. After completing high school, Raimon, who loves exact science, chose to study physics at Cendrawasih University, Jayapura. Teaching offers came from various schools as soon as he graduated from university; but a meeting with Saint Francis in a dream led him to pick Saint Francis Catholic Educational Foundation and School (YPPK Santo Fransiskus) in Moanemani. Being a teacher in Dogiyai Regency is not easy. There is no electricity let alone computers and the internet, because power plants, hydroelectric or solar, are nonexistent. To illuminate the village, the villagers contribute some cash to buy diesel fuel to power a generator. This limitation hinders the students’ access to information. Transportation is also a rare sight. Everyone has to go on foot to reach any place, be it school, the office or plantation. Even just to cook, one could spend up to 2 million rupiahs to get some firewood, which has to be transported from other areas. The Moanemani Valley is indeed known got its grassland where trees rarely grow. Still, Raimon’s dedication to education is strong. In addition to physics, he teaches chemistry and a local content that includes a lesson about coffee. The 29-year-old man also shares his physics knowledge at state high schools SMKN 1 and SMAN 2 in Dogiyai Regency. Raimon makes time to participate in various trainings on the new curriculum so that his teaching method will be in accordance with the government’s programs.
72
Info Desa
Juni, 2016
Besides teaching, Raimon Petege is an active member of a number of organizations. He is, for instance, the first chairman of the Catholic Youth of Dogiyai Regency. The organization is known for such activities as retreats, Bible reading contests and football competitions. Raimon is also a head of division at an indigenous peoples’ council which focuses on the preservation of Dogiyai Regency’s culture and local wisdom. Through these activities, he encourages Papuan youth to channel their passion and creativity into doing positive things. l
Juni, 2016
73
Info Desa
Persona
Persona
Raimon has a dream to one day be able to establish a cooperation to help develop the marketing of the school’s coffee produce.
Moanemani
any adequate warehouse to store coffee. The cultivated and processed coffee has been stored in a small wooden building. Nevertheless, with all the limitations, Raimon continuously strives to develop the coffee cultivation tradition in his school. Indeed, Moanemani coffee does worth striving for. Its quality and taste are unique, thanks to the condition of Kamuu Valley’s soil and climate that cannot be found elsewhere. Moreover, Moanemani’s Arabica coffee has never been crossbred and is planted organically. Pesticides and chemical fertilizers have never been used, ensuring its purity.
COFFEE AND EDUCATION
I
f the western-side of Jayawijaya Mountain is known for its Wamena coffee, the eastern-side has Moanemani coffee. Most people there even own coffee plantations or fields. Planting coffee is more than just a livelihood; it is a tradition that has been handed down through generations. YPPK Santo Fransiskus where Raimon teaches, for instance, has around one hectare of coffee plantation. Its management has been passed down from one generation to the next. This phenomenon is what makes coffee become a subject learned in schools. According to Raimon, the school and the coffee plantation area were built to-
74
Info Desa
Juni, 2016
gether in 1970. As a result, each student who studies in the school carries the tradition to plant and care for at least one coffee tree. Native to the area, Raimon knows exactly how to plant, nurture, store and process coffee. He passes down the knowledge to his students and invites them to put it into practice in the field. While it appears that all residents are experts in coffee cultivation, a number of ob-
stacles hinder the development of their business. Lack of infrastructure definitely has been a problem. All this time, the coffee cultivation and processing have been done manually. The school does not have
The hard work of Raimon, other teachers and the students pays off come harvest time. Selected and processed, the coffee beans will then be sent to the market. Most of the coffee produce are packed and branded as Franciscus Coffee and be sold as a souvenir from Moanemani. Some powdered coffee is even sold outside of Papua. Raimon has a dream to one day be able to establish a cooperation to help develop the marketing of the school’s coffee produce. He also hopes that his coffee production can be an inspiration to the people of Papua. “May the effort of SMP YPPK Santo Fransiskus become an example for other schools to also promote the Moanemani coffee,” he said, hopeful. l
Juni, 2016
75
Info Desa
Save Village
Save Village
A
developed village gives birth to a developed country. In developing villages, human resources become a solid foundation for development. This idea is in line with the third of the nine developmental priorities (Nawacita) of the Jokowi-JK administration: To build Indonesia from the outskirts by strengthening regions and villages in the unitary state. An example of a developed village is Cibodas Village in Lembang, West Bandung. The comfort and beauty of nature at 1,260 meters above sea level do not make the people of Cibodas become idle. With its vision to become productive, religious, real, orderly, economic and healthy (PANTES), the village keeps developing towards progress and self-sufficiency. Relying not only on farming lands and the Tahura conservation forest, the progressive minds of its public figures and locals also contribute to the development of Cibodas Village. One of the driving forces behind Cibodas’s success in the field of agriculture is Doyo Mulyo Iskandar. Holding on to the principle of self-sufficiency and the spirit of giving, he is able to bring self-sufficiency and inclusion to the lives of farmers in Cibodas.
The Key to Developing Villages Natural resources are the capital that will be driven by human resources through the application of technology.
76
Info Desa
Juni, 2016
ment. To support the implementation of policy and programs in the fields of education and training of village, underdeveloped region and transmigration communities, and to improve transmigration productivity, 56 batches of community groups participated in a training program in 2015. Participants are composed of 22 groups of village community, 11 groups of underdeveloped regions, 10 groups of transmigration community and the rest included the indigenous communities of Tengger (East Java) and Samin (Central Java). Agricultural trainings consist of planting horticultural crops, making organic fertilizers and processing products, as well as making organic fertilizers from leaf litter and farming fish, chevon and poultry. In 2016 alone, BBLM Yogyakarta has set up in-house and mobile training units for the communities of villages, underdeveloped regions and transmigration. Technological application also becomes a means to develop villages. Such is taking place in Berau Regency, East Kaliman-
tan, a region that is well known for its marine tourism destination Derawan Island. Though it is gifted with tourism and mining potential, Berau Regency keeps improving itself in accordance with the third Nawacita by intensifying a number of programs to strengthen the village. Through the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration (PDTT), the plan to accelerate the development of Berau Regency is being done through information technology-based village programs. In Berau Regency alone, as many as 10 villages have been selected to implement the program. In fact, other progressive programs had taken place in Berau Regency. In 2007, an Excellent Village program was spearheaded by the Women Empowerment and Family Planning Agency (BPPKB) of Berau. Other programs included Sigap REDD+ and community assistance, which were conducted within the framework of low-emission development promoted in a number of villages in Berau Regency. l
Through the Mekar Tani Jaya Group under his leadership, flagship produce such as paprika, strawberries and beets have found their market in large supermarkets in Jakarta, Bandung and other surrounding cities. Agricultural produce are also sent to Surabaya and exported to neighboring countries such as Singapore and Hong Kong. Strategic and dynamic environmental condition has a strong impact on human resources training in village, underdeveloped region and transmigration communities. Adaptability becomes an absolute must. One that has evolved to adapting to condition is the Community Training Center (BBLM) of Yogyakarta. In line with the existing changes, BBLM Yogyakarta has set a vision to become a Center of Excellence and a Center of Empower-
Juni, 2016
77
Info Desa
Save Village
Save Village
the Ministry of Village, Disadvantaged Region Development and Transmigration (Kemendes PDTT).
Keerom, Supiori and Sambas:
Indonesia’s Front Yard “Transmigration in frontier areas is special because it serves not only as a national ‘safeguard’ but also as a counter magnet. It develops the transmigration area as part of the effort to improve economic and trade activities while preserving environmental functions to increase the people’s earning and welfare.”
T
ransmigration breaks isolation. In Indonesia’s frontier areas, transmigration secures national integrity, which oftentimes is susceptible to human trafficking. From the government’s transmigration program, two provincial capitals have been established: Mamuju in West Sulawesi and Bulungan/Tanjung Salor in North Kalimantan. As many as 104 settlements have developed into regency capitals or cities; 383 transmigration settlements have become district capitals and, out of 3,053 established settlements, 1,183 have become definitive villages. The rest have become parts of nearby villages. Keerom, Supiori and Sambas are some of Indonesia’s frontier areas. Keerom di-
78
Info Desa
Juni, 2016
Papua is the region in eastern Indonesia that is gaining special attention today. Its natural resources – cultivated and managed through the transmigration program – can help realize the people’s welfare. Therefore, according to Ratna, her office has advised the president that the development of frontier areas be funded with special funding – one that is allocated from and to local administrations – instead of with the funding that has been allocated to each ministry. “This is to prepare frontier areas for improvement and to put them in the spotlight as the country’s safeguard,” she concluded.
rectly borders with Papua New Guinea, Supiori with the Pacific Ocean and Sambas with Malaysia.
To date, border areas are considered to be secluded and unnoticed. This paradigm has turned around – what was a back yard is now the front yard.
“Transmigration in frontier areas is special because it serves not only as a national ‘safeguard’ but also as a counter magnet. It develops the transmigration area as part of the effort to improve economic and trade activities while preserving environmental functions to increase the people’s earning and welfare. This, in turn, results in the creation of an added value—one that supports the development of National Center for Strategic Activities (PKSN),” said Ratna Dewi Andriati, the director general of Zone Preparation and Development of Transmigration Settlement (PKP2Trans) at
“Every region is unique in its own way. Supiori has interesting nature, which will definitely boost the tourism sector and maximize the potential of the nature in the region. Developing the potential of a region according to the condition of its environment will create a synergy among local areas, so as to develop the transmigration destination, which in turn will create a more just and equitable development,” said M. Nurdin, the head of Research and Development, Education and Training and Information Agency at the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions
and Transmigration. “Besides its mountainous topography, Supiori also has forest conservation, protected forest and production forest. We need to consider developing transmigration while protecting the enviroment,” he added. Starting this year, Papua will become the pilot project of a flagship program called the Indonesia Development of Veranda Areas (PKBI). The focus is not mainly making the country’s backyard become its front yard, but turning its rural communities into an urban one. On frontier areas, Ratna said, “The State Frontier Area in Kalimantan, which now is called simply the State Frontier Area, is a National Strategic Area that is located inside the Indonesian jurisdiction in Kalimantan along its border with Malaysia, and the transmigration zone is part of the National Strategic Area.” The implementation of the transmigration program in frontier areas in Kalimantan is accelerated through a Memorandum of Understanding between the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration and the governors and regents in Kalimantan’s frontier areas, which include three provinces, eight regencies, 34 districts and 460 villages with a total population of 406,443 people, covering 14 transmigration areas. The acceleration is realized also by the Ministry of Development of Disadvantaged Re-
gions (KPDT) by founding the Regional Management of Singkawang City and Bengkayang and Sambas (Singbebas) Regency.
According to Conrad Hendrarto, the director of Development and Expansion Planning of Transmigration Areas, the development of transmigration settlements in Kalimantan’s frontier areas supports national integrity and equitable regional development. “Frontier areas are susceptible to sovereignty dispute, illegal logging, illegal fishing and human trafficking,” he said. Looking at the Malaysian side of the border, it cannot be denied that the frontier area of Indonesia-Malaysia far behind. Much need to be done to reduce the gap. This is why the transmigration program in frontier areas is not only about the physical movement of people. As Ratna said, “The direction of the development of frontier areas is a combination of defense and security, welfare improvement and counter magnet concept.” One of the transmigration programs in frontier areas, Ratna added, includes “facilitating the Indonesia-Malaysia frontier areas with better housing, fixing roads and providing them with better electricity and improve other infrastructure and facilities in such areas as spirituality, education and health so as to showcase a decent outlook in frontier areas.” l
Juni, 2016
79
Info Desa
Save Village
Save Village
is below 0.5, then the village falls under the underdeveloped or undeveloped category. As much as 64 percent of villages fall in this category, while 30 percent of them fall in the developing category. Independent villages constitute a very low percentage.” Undeveloped and underdeveloped villages are areas within a regency whose infrastructure and people are less developed than those in other areas on the national scale. The regional development is a planned effort to make areas that are inhabited by communities with social, economic and physical limitations become advanced areas, where they could experience a quality of life equal or at least close to that enjoyed by other Indonesian communities. Village communities are measured by six criteria, which include economy, human resources, infrastructure, regional capacity, accessibility and regional characteristics.
being made so that activities can reach their maximum potential,” he said. Every area is unique in its own way. Even developed areas are not immune to challenges in their effort to become independent villages. Challenges usually come with new programs, such as slow response to information and incomplete documentation. Another challenge has a lot to do with quality in areas such as village rules and regulations, monitoring and supervision, and cooperation with higher institutions, civil society and private companies.
The nature of transmigration in Indonesia’s frontier areas is different from that in other areas, because frontier areas present bigger magnetism.
80
Info Desa
Juni, 2016
O
ne of the steps to increase the capability of rural communities in developing their social, economic and environmental dimension is by creating Rural Development Index (RDI). RDI, which classifies villages into such categories as Undeveloped, Underdeveloped, Developing, Developed and Independent, further determines and maps areas
of improvement in rural regions. According to Ahmad Erani Yustika, the director general of the Development and Empowerment of Rural Communities (PPMD), “RDI is used as a parameter of the condition of villages. If the index reaches 0.8, which is classified as high, the village is categorized as an independent village. Reversely, if the RDI
Conrad Hendrarto, director of the Development and Expansion Planning of Transmigration Areas at the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration, shared a similar view: “There are three main foundations to developing frontier areas. They include strengthening security, improving prosperity and implementing the concept of counter magnet.”
Other efforts are being done through providing insight to village communities. This is mostly conducted through economic activities and establishment of community halls. On the field, Ahmad Erani said, more community empowerment is needed. The village assistance program has been designed to enable collective learning. This is necessary mainly to drive communities so that they will be more motivated and willing to advance. “What’s most needed is skilled, experienced and welltrained instructors. As of now, there are specialists at regency level, but the number of specialists at village level is still insufficient, because most of them operate at district level. The number of specialists is limited – one instructor is assisting three villages. But even then, efforts are
The nature of transmigration in Indonesia’s frontier areas is different from that in other areas, because frontier areas present bigger magnetism. The economic and environmental condition at the border, especially in Kalimantan, attracts local residents to cross. Moreover, issues such as illegal logging, illegal fishing and human trafficking are more rampant at frontier areas. One of the functions of transmigration in frontier areas is to maintain the “integrity” of Indonesia. This is done through beautifying these verandas with infrastructure, social and economic facilities. To quote Ratna Dewi Andriati, director general of Zone Preparation and Development of Transmigration Settlement (PKP2Trans): “The condition of Kalimantan’s border is yet to qualify them to be a veranda [of Indonesia], which is why it needs to be developed to make it more attractive than the one across the border.”
According to Ahmad Erani, to accelerate improvements in Undeveloped, Underdeveloped or even Developing or Developed Villages, several efforts have been made. These include improving sanitation, water cleanliness, electricity and rural transportation, building roads and bridges and creating an irrigation system.
Village Development: Challenges and Efforts
needed as to enable information sharing and communal utilization of appropriate technologies.
Around 80 percent of the program’s activities consist of economic activities in areas such as agriculture, livestock and cultivation. Nevertheless, there are still a lot more factors, such as natural and human resources potential, that can be further enhanced. The right use of appropriate technologies will be advantageous to developing economic activities. These technologies include cutleries, fuel-saving equipment, ice cream maker and animal deterrent instrument for plants. Cooperation and meetings that can increase the motivation to progress are also
The commodity that is being developed in Kalimantan is mainly rubber, because it grows well on the island’s natural forest. Besides being low maintenance, rubbers are not controlled by companies and offer great sales value – a contrast to palm trees, which damage easily and are inconvenient to store. With the current condition, the frontier areas in Kalimantan must be made as such as to offer a bigger appeal than the frontier areas of Malaysia, which has enjoyed better economic condition. l
Juni, 2016
81
Info Desa
Save Village
Quality Seeds from the Land of Rafflesia The main mission of BP2TP is to empower farmers across Indonesia through the distribution of quality seeds and the quality improvement of agricultural researchers.
T
he Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration has made an important breakthrough by revitalizing the Center for the Assessment and Development of Agricultural Technology (BP2TP) Bengkulu, a body managed by the Research and Development, Education, Training and Information Agency (Balilatfo). The revitalization took place following the launch of Desa Mandiri Benih program – a program that encourages villages to produce their own seeds – by President Joko Widodo in 2015.
and indigenous communities across Indonesia.”
“The purpose of this revitalization is to holistically develop transmigration areas, so that the benefits that result from the research of BP2TP Bengkulu is felt by not only the transmigration communities in South Sumatra and Bengkulu, but also by farmers, cultivators and breeders in various remote villages across Indonesia,” said BP2TP Bengkulu Head Chaidar Malisi. “Moving forward, we will be more actively reaching out to other transmigrations areas as well as underdeveloped regions
Revitalization Focus
82
Info Desa
Juni, 2016
Chaidar said that BP2TP Bengkulu is a merge of Agriculture Development Center (ADC) and Livestock Development Center (LDC), which are in charge of developing the technology for animal farming, agriculture, crops cultivation and plantation. “Our main mission is to empower farmers across Indonesia through the distribution of quality seeds and various skill training programs. No less important is improving the quality of agricultural researchers,” he said.
The first step of revitalization is focused on the internal strengthening of institution to enable BP2TP Bengkulu to produce more credible animal farming, agriculture, crops and plantation products. Rehabilitation is also done on physical structures that are more than 30 years old, while the allocated 250-hectare land is redesigned to house an international-standard research facility.
“This year, we’re consolidating for the acceleration and planning of 2017, and implementing the instruction of the Minister of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration to put the programs into practice,” said M. Nurdin, head of the Research and Development, Education, Training and Information Agency at the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration. Moving forward, Nurdin continued, BP2TP Bengkulu will also offer job training opportunities for vocational school students. Other than participating in seed research, students will learn the basic skills of the agricultural industry, which include rubber tapping, palm fruit picking, usage and overhaul of agricultural machines, tractor fixing, and rubber drying and grafting. Students who participated in the job trainings provided by BP2TP Bengkulu have managed to produce PB-260 rubber seeds. The initial step has been made in the Land of Rafflesia to produce quality seeds for crops, plantation, animal farming and fishery for the future. l