PENGUATAN KELEMBAGAAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANANASIONAL
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL 2015
ABSTRAKSI 1.
Persoalan penduduk sebagai modal dasar pembangunan adalah sentral pembangunan ,apabila jumlah penduduk yang besar berkualitas rendah, dengan pertumbuhan cepat, dipastikan akan memperlambat tercapainya tujuan pembangunan dan belum sinergisnya kebijakan kependudukan (kuantit as, kualitas dan mobilitas penduduk) dan terdapat kebijakan pembangunan yang kurang mendukung kebijakan pengendalian kuantitas penduduk.
2.
Pelaksanaan pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana di Indonesia selama ini telah diletakkan dalam konteks pemban gunan Sumber Daya Manusia (SDM)
1. RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN 2. KAJIAN AKADEMIK “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia”.
sehingga ditempatkan pada a genda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita), dimana BKKBN diharapkan dapat untuk turut mensukseskan Agenda ke 5 (lima), untuk 3.
Hasil-hasil yang dicapaiantara lain: Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kelahiran total ( Total Fertility Rate /TFR) secara nasional cenderung menurun dari 2,4 (SDKI 2002/2003 setelah revisi) menjadi sekitar 2,3 anak per perempuan usia reprodu ksi (SDKI 2007 setelah direvisi). Penurunan TFR antara lain didorong oleh meningkatnya m edian usia kawin pertama perempuan dari sekitar 19,2 tahun (SDKI 2003), menjadi 19,8 tahun menurut SDKI 2007. Selain itu juga disebabkan karena penurunan ASFR 15 -19 tahun dari 39 menjadi 30 per 1000 perempuan. Dari aspek kualitas penduduk, program Keluarga Berencana Nasional juga telah membantu meningkatkan kualitas dan kesejahteraan keluarga Indonesia karena dengan dua atau tiga anak, setiap keluarga lebih dapat memenuh i hak-hak dasar anakanaknya.
4.
Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 dan ketentuan Lampiran huruf (N) Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,BKKBN bertugas : melaksanakan pengendalian penduduk dan menyelenggarakan keluarga berencana dengan fungsi : 1) perumusan kebijakan nasional, Pemaduan dan sinkronisasi kebijakan di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, 2) penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, 3)pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, 4) penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, 5) Penetapan perkiraan pengendalian penduduk secara nasional, 6) Penyusunan desain program pengendalian penduduk dan keluarga
1
berencana,
7)
Pengelolaan
tenaga
penyuluh
KB/petugas
lapangan
KB
(PKB/PLKB), 8) Pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk kebutuhan PUS nasional, 9) Pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga,
10)
Pemberdayaan
kemasyarakatan
tingkat
dan
nasional
peningkatan dalam
peran
serta
pengendalian
organisasi
pelayanan
dan
pembinaan kesertaan ber-KB, 11)Pengembangan desain program pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, 12) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat nasional dalam pembangunan keluarga melalui ketahanan dan kesejahteraan keluarga, 13) Standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi tenaga penyuluh KB/ petugas lapangan KB (PKB/PLKB), 14) penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana; dan15) pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana. Selainfungsi diatas,BKKBNjugamenyelenggarakan fungsi: 1) penyelenggaraan pelatihan, penelitian, dan pengembangan di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, 2) pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi umum di lingkungan BKKBN, 3) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BKKBN, 4) pengawasan
atas
pelaksanaan
tugas
di
lingkungan
BKKBN,
dan5)
penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana. 5.
BKKBN menjadi bagian penting dalam mensukseskan Visi dan Misi Pembangunan 2015-2019, dimana Visi Pemerintah untuk 5 (lima) tahun kedepan adalah
untuk
mewujudkan
“Indonesia
yang
Berdaulat,
Berkepribadian berlandaskan Gotong Royong” dengan misi:
Mandiri 1)
dan
Mewujudkan
keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan,
2)
Mewujudkan
masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan Negara Hukum,
3)
Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri
sebagai negara maritim,
4)
Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang
tinggi, maju dan sejahtera,
5)Mewujudkan
Indonesia yang berdaya saing,6)
Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, dan
7)
Mewujudkan masyarakat yang
berkepribadian dalam kebudayaan. Untuk melaksanakan hal tersebut perlu diperkuat keberadaan BKKBN di provinsi dengan menetapkan adanya perwakilan 2
disetiap provinsi agar pelaksanaan tugas BKKBN dapat dilaksanakan di tingkat daerah secara optimal dalam rangka mencapai tujuan nasional yang telah ditetapkan.
3
DAFTAR ISI ABSTRAKSI ............................................................................................................1 DAFTAR ISI ............................................................................................................4 BAB IPENDAHULUAN.............................................................................................5 I.
KONDISI UMUM .............................................................................................5
II. ISU STRATEGIS DAN PERMASALAHAN YG DIHADAPI ...................................7 BAB IIVISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS ........................................13 2.1 Visi ...............................................................................................................13 2.2 Misi ..............................................................................................................15 2.3 Tujuan BKKBN ............................................................................................16 2.4 Sasaran Strategis ........................................................................................18 BAB IIIRANCANGAN ORGANISASI DAN TATA KERJA...........................................19 A. KAJIAN KELEMBAGAAN...............................................................................19 B. KEDUDUKAN ORGANISASI............................................................................25 C. DESAIN ORGANISASI ...................................................................................26 BAB IVPENUTUP .................................................................................................36
4
BAB I PENDAHULUAN
I.
KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, penduduk harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan terencana di segala bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa. Dua hal pokok yang
perlu
diperhatikan
pembangunan;
1)
dalam
membahas
integrasi
penduduk
dan
penduduk tidak hanya diperlakukan sebagai obyek tetapi
juga subyek pembangunan. Paradigma penduduk sebagai obyek telah mengeliminir partisipasi penduduk dalam pembangunan,
2)
ketika penduduk
memiliki peran sebagai subyek pembangunan, maka diperlukan upaya pemberdayaan
untuk
menyadarkan
hak
penduduk
dan
meningkatkan
kapasitas penduduk dalam pembangunan. Hal ini menyangkut pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Kemudian lebih terkait dengan integrasi penduduk dengan pembangunan, perlu penguatan kebijakan dalam pembangunan berwawasan kependudukan. Secara
garis
besar,
pembangunan
berwawasan
kependudukan
adalah
pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada,
dimana
penduduk
harus
pembangunan,
penduduk
pembangunan,
dan
penduduk.
Selain
dijadikan
harus
pembangunan itu,
dijadikan adalah
pembangunan
titik
sentral
subyek oleh
dan
dalam
proses
obyek
dalam
penduduk
berwawasan
dan
kependudukan
untuk juga
merupakan pembangunan sumberdaya manusia, dimana pembangunan lebih menekankan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dibandingkan dengan pembangunan infastruktur semata.
5
Untuk
mendukung
pelaksanaan
pembangunan
yang
berwawasan
kependudukan, maka Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
turut
memperkuat
pelaksanaan
pembangunan
kependudukan
dengan upaya pengendalian kuantitas dan peningkatan kualitas penduduk dan
mengarahkan
persebaran
penduduk
dalam
lingkungan
hidup.
Pembangunan kependudukan juga merupakan upaya untuk mewujudkan keserasian kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan penduduk yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Upaya pengendalian pertumbuhan penduduk dilakukan melalui Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga untuk mewujudkan norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera, serta diharapkan juga dapat memberikan kontribusi terhadap perubahan kuantitas penduduk yang ditandai dengan perubahan jumlah, struktur, komposisi persebaran penduduk yang seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 2010, pada tahun 2015 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sebesar 253,7 juta jiwa dengan dengan TFR sebesar 2,37. Kemudian hal ini juga terkait erat dengan tingkat ketergantungan (dependency ratio), atau rasio yang menyatakan jumlah penduduk usia nonproduktif yang ditanggung oleh usia produktif. Dengan berdasarkan hasil proyeksi penduduk diatas, diperkirakan pada tahun 2015 tingkat ketergantungan di Indonesia sebesar 0.49 dan tingkat ketergantungan ini akan semakin menurun memasuki peride 2020-2025. Hal ini menunjukan bahwa pada periode tersebut Indonesia akan mencapai bonus demografi yang kerap diinterpretasikan sebagai jendela peluang (window of oppurtunity) bagi Indonesia di masa depan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Hal ini tentunya yang menjadikan Program Kependudukan, KB dan Pembangunan
Keluarga
menjadi
penting
untuk
diimplementasikan
semaksimal mungkin. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana merupakan urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang 6
kewenangannya secara konkuren menjadi kewenangan pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Dalam Undang-undang ini secara tegas dijelaskan 4 (empat) Sub urusan yang menjadi kewenangan bersama, yaitu; Penduduk,
2)
Keluarga Berencana (KB),
3)
1)
Pengendalian
Keluarga Sejahtera, dan
4)
Standarisasi Pelayanan KB dan Sertifikasi Tenaga Penyuluh KB (PKB/PLKB). Bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana menuntut adanya perubahan tugas dan fungsi BKKBN. Adanya perubahan lingkungan strategis seperti perubahan pemerintahan dengan segala perubahan perilaku manajemen kepemerintahan negara, perubahan peraturan perundangan yang menjadi dasar penggerakan operasional program Pengendalian Penduduk dan KB sehingga mengubah beberapa kewenangan yang telah diserahkan ke daerah sebagaimana diatur Undang-undang 23 tahun 2014 lampiran huruf N. Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, maka perlu segera dilakukan perubahan kedudukan dan penyempurnaan kelembagaan BKKBN di Pusat untuk menjabarkan tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh Undang-undang 23 tahun 2014. II. ISU STRATEGIS DAN PERMASALAHAN YG DIHADAPI Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan bahwa Urusan Pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana adalah merupakan urusan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang merupakan urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah atau urusan konkuren. Sebagaimana ditetapkan pada pasal 12 ayat 2 Undangundang Nomor 23 tahun 2014, bahwa urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Penyelenggaraan urusan
Bidang
pengendalian
penduduk
dan
KB
termasuk
Urusan
Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Kemudian mencermati ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang
Perimbangan
Keuangan
antara
Pemerintah
Pusat
dan
Pemerintah Daerah, juga membuka peluang yang luas bagi daerah untuk mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan
7
prioritasnya masing-masing. Sehingga dengan berlakunya kedua undangundang tersebut di atas membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang dimiliki dengan cara yang efisien dan efektif, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat. Prinsip
otonomi
daerah
dalam
penyelenggaraan
urusan
pengendalian
penduduk dan Keluarga Berencana adalah merupakan langkah konkrit untuk mengatasi
rentang
kendali
manajemen
pelayanan
program
KB
antara
pemerintah dengan pemerintah daerah khususnya di Kabupaten dan Kota. Hal ini tentunya dapat berjalan dengan baik apabila didukung dengan peningkatan kualitas pelayanan pengendalian penduduk dan KB kepada masyarakat, yang diindikasikan
dengan
adanya
keberpihakan
ketersediaan
infrastruktur
instrumen regulasi yang mendukung penyelenggaraan program, penempatan personil Tenaga Penyuluh dan Pelayanan KB, rancang bangun program yang tertuang dalam Arah Kebijakan Umum Daerah, RPJMD dan Renstrada yang tergambar dalam RKA SKPD-KB. Jika seluruh hal tersebut dapat disinkronkan secara harmonis, maka dapat dipastikan bahwa penyelenggaraan program akan semakin baik. Kemudian beberapa isu strategis dan permasalahan pengendalian kuantitas penduduk, yang harus mendapat perhatian khusus adalah sebagai berikut: a.
Penguatan Advokasi dan KIE tentang Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (Pengendalian Penduduk dan KB) yang pelaksanaannya masih dihadapkan dengan beberapa permasalahan antara lain: (1) masih lemahnya komitmen dan dukungan stakeholders terhadap
program
Pengendalian
Penduduk
dan
KB,
yaitu
terkait
kelembagaan, kebijakan, perencanaan dan penganggaran; (2) masih tingginya jumlah anak yang diinginkan dari setiap keluarga, yaitu sekitar 2,7-2,8 anak atau di atas angka kelahiran total sebesar 2,6 (SDKI 2012), angka ini tidak mengalami penurunan dari tahun 2002 (TFR 2,6; SDKI 2002-2003); (3) pelaksanaan advokasi dan KIE belum efektif, yang ditandai dengan pengetahuan tentang KB dan alat kontrasepsi begitu tinggi (98% dari pasangan usia subur/PUS), namun tidak diikuti dengan perilaku untuk
menjadi
peserta
KB
(57,9%
SDKI
2012).
Disamping
itu,
pengetahuan masyarakat tentang isu kependudukan juga masih rendah 8
yaitu sebesar 34,2 persen (Data BKKBN 2013); (4) masih terjadinya kesenjangan dalam memperoleh informasi tentang program Pengendalian Penduduk dan KB, baik antar provinsi, antara wilayah perdesaanperkotaan maupun antar tingkat pendidikan dan pengeluaran keluarga; (5) pelaksanaan advokasi dan KIE mengenai keluarga berencana yang belum responsif gender, yang tergambar dengan masih dominannya peran suami dalam pengambilan keputusan untuk ber-KB; (6) muatan dan pesan dalam advokasi dan KIE belum dipahami secara optimal; dan (7) peran bidan dan tenaga lapangan KB dalam konseling KB belum optimal. Berdasarkan data SDKI 2012, hanya sebesar 5,2 persen wanita kawin yang dikunjungi petugas lapangan KB dan berdiskusi tentang KB, sedangkan 88,2 persen wanita kawin tidak berdiskusi tentang KB dengan petugas KB atau provider. b. Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan KB yang Merata untuk dapat mengatasi permasalahan pelayanan KB, antara lain: (1) Angka pemakaian kontrasepsi cara modern tidak meningkat secara signifikan, yaitu dari sebesar 56,7 persen pada tahun 2002 menjadi sebesar 57,4 persen pada tahun 2007, dan pada tahun 2012 meningkat menjadi sebesar 57,9 persen; (2) Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) masih tinggi, yaitu sebesar 8,5 persen atau 11,4 persen apabila dengan menggunakan metode formulasi baru; (3) Masih terdapat kesenjangan dalam
kesertaan
ber-KB
(contraceptive
prevalence
rate/CPR)
dan
kebutuhan ber-KB yang belum terpenuhi (unmet need), baik antar provinsi, antar wilayah, maupun antar tingkat pendidikan, dan antar tingkat pengeluaran keluarga kontrasepsi
(drop
out)
yang
(4) Tingkat putus pakai penggunaan masih
tinggi,
yaitu
27,1
persen;
(5)
Penggunaan alat dan obat metode kontrasepsi jangka pendek (non MKJP) terus meningkat dari 46,5 persen menjadi 47,3 persen (SDKI 2007 dan2012),
sementara
metode
kontrasepsi
jangka
panjang
(MKJP)
cenderung menurun, dari 10,9 persen menjadi 10,6 persen (atau 18,3% dengan pembagi CPR modern); (6) rendahnya kesertaan KB Pria, yaitu sebesar 2,0% (SDKI 2007 dan 2012); (7) kualitas pelayanan KB (supply side) belum sesuai standar, yaitu yang berkaitan dengan ketersediaan dan persebaran fasilitas kesehatan/klinik pelayanan KB, c.
Peningkatan Pemahaman dan Kesadaran Remaja mengenai Kesehatan Reproduksi dan Penyiapan Kehidupan Berkeluarga merupakan hal sangat 9
penting dalam upaya mengendalikan jumlah kelahiran dan menurunkan resiko kematian Ibu melahirkan. Permasalahan kesehatan reproduksi remaja antara lain: (1) Angka kelahiran pada perempuan remaja usia 1519 tahun masih tinggi, yaitu 48 per 1.000 kelahiran (SDKI 2012), dan remaja perempuan 15-19 tahun yang telah menjadi ibu dan atau sedang hamil anak pertama meningkat dari sebesar 8,5 persen menjadi sebesar 9,5 persen; (2) Masih banyaknya perkawinan usia muda, yang antara lain ditandai dengan median usia kawin pertama perempuan yang rendah yaitu 20,1 tahun (usia ideal pernikahan menurut kesehatan reproduksi adalah 21 tahun perempuan dan 25 tahun pria); (3) terdapat kesenjangan dalam pembinaan pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang tergambar pada tingkat kelahiran remaja (angka kelahiran remaja kelompok usia 15-19 tahun); (4) Tingginya perilaku seks pra nikah di sebagian kalangan remaja yang berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan masih tinggi; (5) Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku beresiko masih rendah; dan (6) Cakupan dan peran pusat informasi dan konseling remaja (PIK Remaja) belum optimal. d. Pembangunan keluarga, yang dilakukan melalui pembinaan ketahanan dan
kesejahteraan
keluarga
yang
ditandai
dengan
peningkatan
pemahaman dan kesadaran fungsi keluarga. Dalam rangka pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang meliputi juga pembinaan kelestarian
kesertaan
ber-KB
masih
dihadapkan
pada
beberapa
permasalahan antara lain: (1) Masih tingginya jumlah keluarga miskin, yaitu sebesar 43,4 persen dari sebanyak 64,7 juta keluarga Indonesia (keluarga pra sejahtera/KPS sebesar 20,3% dan keluarga sejahtera I/KS-1 sebesar 23,1%) (Pendataan Keluarga, BKKBN 2012); (2) Pengetahuan orang tua mengenai cara pengasuhan anak yang baik dan tumbuh kembang anak
masih
rendah;
(3)
Partisipasi,
pemahaman
dan
kesadaran
keluarga/orang tua yang memiliki remaja dalam kelompok kegiatan pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga masih rendah; (4) Kualitas hidup lansia dan kemampuan keluarga dalam merawat lansia masih belum optimal; (5) Terbatasnya akses keluarga dan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan konseling ketahanan dan kesejahteraan keluarga; (6) Pelaksanaan program ketahanan dan kesejahteraan keluarga akan
peran
dan
fungsi
kelompok
kegiatan
belum
optimal
dalam
mendukung pembinaan kelestarian kesertaan ber-KB. Disamping itu juga 10
kelompok kegiatan/Poktan (BKB/BKR/BKL/UPPKS) belum optimal dalam memberikan pengaruh kepada masyarakat akan pentingnya ber-KB (pelestarian PA); dan (7) Terbatasnya materi program Pengendalian Penduduk Dan KB dalam kelompok kegiatan, serta terbatasnya jumlah dan kualitas kader/tenaga kelompok kegiatan. e.
Penguatan landasan hukum dalam rangka optimalisasi pelaksanaan pembangunan landasan
bidang
hukum
Pengendalian
Penduduk
penyerasian
kebijakan
dan
dan
KB.
Penguatan
pembangunan
bidang
Pengendalian Penduduk dan KB memiliki beberapa permasalahan antara lain: (1) Landasan hukum dan penyerasian kebijakan pembangunan bidang Pengendalian Penduduk dan KB belum memadai,yaitu masih terdapat beberapa peraturan pemerintah dari UU no. 52 tahun 2009 yang belum
disusun
dan
ditetapkan,
dan
masih
banyaknya
kebijakan
pembangunan sektor lainnya yang tidak sinergi dengan pembangunan bidang Pengendalian Penduduk dan KB; (2) Komitmen dan dukungan pemerintah pusat dan daerah terhadap kebijakan pembangunan bidang Pengendalian
Penduduk
dan
KB
masih
rendah,
yaitu
kurangnya
pemahaman tentang program Pengendalian Penduduk dan KB, dan belum semua kebijakan perencanaan dan penganggaran yang terkait dengan bidang Pengendalian Penduduk dan KB dimasukan dalam perencanaan daerah,
serta
peraturan
perundangan
yang
belum
sinergis
dalam
penguatan kelembagaan pembangunan bidang Pengendalian Penduduk dan KB; dan (3) Koordinasi pembangunan bidang Pengendalian Penduduk dan KB dengan program pembangunan lainnya masih lemah antara lain; dengan program bantuan pemerintah lainnya. f. Penguatan Data dan Informasi Kependudukan
dan Keluarga telah
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No.87 tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, KB dan Sistem Informasi Keluarga. Berdasarkan pasal 53 ayat(1) Pendataan keluarga wajib dilaksanakan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara serentak setiap 5 tahun untuk mendapatkan data keluarga yang akurat, valid,
relevan
dan
dapat
dipertanggungjawabkan
melalui
proses
pengumpulan, pengolahan, penyajian, penyimpanan, serta pemanfaatan data dan informasi kependudukan dan keluarga, dengan mengacu kepada Peraturan Kepala BKKBN tentang tata cara pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan pengamanan data dan informasi keluarga. 11
12
BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS Secara garis besar Pembangunan Kependudukan meliputi 5 (lima) aspek penting, yaitu Pertama berkaitan dengan kuantitas penduduk, antara lain jumlah, struktur dan komposisi penduduk, laju pertumbuhan penduduk, serta pesebaran penduduk. Kedua, berkenaan dengan kualitas penduduk yang berkaitan dengan status kesehatan dan angka kematian, tingkat pendidikan, dan angka kemiskinan. Ketiga adalah mobilitas penduduk, seperti tingkat migrasi yang mempengaruhi persebaran penduduk antar wilayah, baik antar pulau maupun antara perkotaan dan perdesaan. Keempat adalah data dan informasi penduduk dan kelima, adalah penyerasian
kebijakan
kependudukan.
Melalui
pembangunan
kependudukan dan KB, Indonesia harus benar-benar dapat memanfaatkan jendela peluang demografi untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Untuk
dapat
memperkuat
implementasi Program Pengendalian Penduduk dan KB, terutama yang meliputi ke-5 (lima) aspek diatas, maka diperlukan penguatan program dan kegiatan yang didahului dengan penajaman pada tujuan dan sasaran strategis BKKBN yang bermuara pada Agenda Prioritas Pembangunan No. 5 (lima) untuk “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia”. 2.1
Visi Sesuai dengan arah kebijakan Pemerintah (Kabinet Kerja) 2015-2019, seluruh Kementerian/Lembaga diarahkan untuk turut serta mensukseskan Visi dan Misi Pembangunan 2015-2019, dimana Visi Pemerintah untuk 5 (lima) tahun kedepan adalah untuk mewujudkan “Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian berlandaskan Gotong Royong” dengan misi:
1)
Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim,
dan
kepulauan,
mencerminkan
2)Mewujudkan
kepribadian
masyarakat
demokratis berlandaskan Negara Hukum,
Indonesia
maju, 3)
sebagai
negara
berkeseimbangan
dan
Mewujudkan politik luar negeri
bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim,
4)
Mewujudkan 13
kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera, 5)Mewujudkan
Indonesia
yang
berdaya
saing,6)Mewujudkan
Indonesia
menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, dan
7)
Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian
dalam kebudayaan. Visi dan Misi Pembangunan tersebut kemudian didukung oleh 9 Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita), dimana BKKBN diharapkan dapat untuk turut mensukseskan Agenda ke 5 (lima), untuk “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia”, yang dapat digambarkan dalam bagan dibawah ini:
Gambar 2.1 Bagan Keterkaitan Visi BKKBN dengan Nawa Cita
Salah satu prioritas pembangunan nasional adalah mewujudkan penduduk tumbuh
seimbang.
mensukseskan mendukung
Sehingga
Agenda
BKKBN
Prioritas
peningkatan
No.5
kualitas
berkomitmen (didalam
Nawa
hidup manusia
akan
turut
Cita),
untuk
Indonesia
dengan
menjadi “Lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan Penduduk
Tumbuh
Seimbang
dan
Keluarga
Berkualitas”,
dimana
pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas ditandai dengan
menurunnya
angka
fertilitas
(TFR)
menjadi
2,1
dan
Net 14
Reproductive Rate (NRR) = 1 yang di proyeksi kondisi tersebut pada tahun 2025, serta keluarga berkualitas ditandai dengan keluarga yang terbentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri dan memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.2
Misi Dalam mendukung upaya perwujudan visi diatas, BKKBN juga memiliki misi
untuk:
1)Mengarusutamakan
Kependudukan, Reproduktif,
2)Menyelenggarakan
3)Memfasilitasi
menerapkan
Budaya
5)Mengembangkan
Pembangunan
Keluarga Berencana dan Kesehatan
Pembangunan Keluarga,
Kerja
Berwawasan
Organisasi
secara
4)Membangun
Konsisten,
dan serta
jejaring Kemitraan dalam pengelolaan Kependudukan,
Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga. Berdasarkan ketentuan pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 52Tahun 2009 tentang PerkembanganKependudukan dan Pembangunan Keluarga, dan ketentuan Lampiran huruf (N) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,BKKBN mempunyai tugas melaksanakan pemerintahan dibidang Pengendalian Penduduk dan KB (Pengendalian Penduduk dan KB). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut, BKKBN menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan nasional, Pemaduan dan sinkronisasi kebijakan di bidang Pengendalian Penduduk dan KB;
b. Penetapan
norma,
standar,
prosedur,
dan
kriteria
di
bidang
Pengendalian Penduduk dan KB;
c. Pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang Pengendalian Penduduk dan KB;
d. Penyelenggaraan
komunikasi,
informasi,
dan
edukasi
di
bidang
Pengendalian Penduduk dan KB;
e. Penetapan perkiraan pengendalian penduduk secara nasional; f. Penyusunan desain Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (Pengendalian Penduduk dan KB);
g. Pengelolaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB).
15
h. Pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk kebutuhan PUS nasional.
i.
Pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga.
j.
Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat
nasional
dalam
pengendalian
pelayanan
dan
pembinaan
kesertaan ber-KB dan Kesehatan Reproduksi (KR).
k. Pengembangan
desain
program
pembangunan
keluarga
melalui
pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
l.
Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat nasional dalam pembangunan keluarga melalui ketahanan dan kesejahteraan keluarga
m. Standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi tenaga penyuluh KB/ petugas lapangan KB (PKB/PLKB).
n. Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana; dan
o. Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang Pengendalian Penduduk dan KB. Selainfungsitersebut BKKBNjugamenyelenggarakan fungsi:
a. Penyelenggaraan pelatihan, penelitian, dan pengembangan di bidang Pengendalian Penduduk dan KB;
b. Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi umum di lingkungan BKKBN;
c. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BKKBN;
d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BKKBN, dan e. Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang Pengendalian Penduduk dan KB.
2.3
Tujuan BKKBN Dalamrangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang, berkualitas dan berdaya saing serta dalam upaya penguatan pelaksanaan 4 (empat) Sub Urusan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, BKKBNakan berupaya dalam tujuan paling utama untuk: a) Menguatkan akses
16
pelayanan KB dan KR yang merata dan berkualitas. Penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB dan KR yang merata dan berkualitas dengan menetapkan standar kualitas fasilitas kesehatan KB (pelayanan KB, mekanisme pembiayaan, pengembangan SDM, menjamin ketersediaan sarana prasarana pelayanan kontrasepsi dan persebaran klinik pelayanan KB di setiap wilayah, serta manajemen ketersediaan dan distribusi logistik alokon);
pengembangan
operasional
pelayanan
KB
dan
Kesehatan
Reproduksi (KR).Peningkatan kualitas alat dan obat kontrasepsi produksi dalam negeri untuk meningkatkan kemandirian ber- KB; serta penyediaan dan distribusi sarana dan prasarana serta alat dan obat kontrasepsi yang memadai di setiap Fasyankes yang melayani KB (RS, Klinik utama, Puskesmas, Praktek Dokter, Klinik Pratama, RS Daerah Pratama, praktek bidan/perawat pelayanan
KB
yang
tidak
(BPS,
memiliki
DPS,
dokter
Pustu,
di
kecamatan),
Poslindes,
jejaring
Poskesdes)
dan
pendayagunaan fasilitas pelayanan kesehatan untuk KB dan KR, yaitu persebaran fasilitas kesehatan pelayanan KB yang berkualitas dan merata, baik pelayanan KB statis di wilayah yang terjangkau, maupun pelayanan KB
mobile
(bergerak)
di
wilayah
khusus/sulit,
untuk
mengurangi
kesenjangan pelayanan KB; b) Peningkatan pembinaan peserta KB, baik menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) maupun Non-MKJP dengan memperhatikan efektivitas dan kelayakan medis hak reproduksinya (rasional, efektif dan efisien), dan peningkatan penanganan KB pasca persalinan, pasca keguguran, serta penanganan komplikasi dan efek samping penggunaan kontrasepsi; c) Meningkatkan pemahaman remaja mengenai keluarga berencana dan kesehatan reproduksi dalam penyiapan
kehidupan
dalam
berkeluarga,
melalui;
pengembangan
kebijakan dan strategi yang komprehensif dan terpadu, antar sektor dan antara pusat-daerah, tentang KIE dan konseling kesehatan reproduksi remaja dengan melibatkan orangtua, teman sebaya, toga/toma/toda, sekolah, dan dengan memperhatikan perubahan paradigma masyarakat akan pemahaman nilai-nilai pernikahan, dan penanganan kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja untuk mengurangi aborsi; peningkatan pengetahuan Kesehatan Reproduksi (Kespro) remaja dalam pendidikan, yaitu peningkatan fungsi dan peran, serta kualitas dan kuantitas kegiatan kelompok remaja tentang pengetahuan Kespro bagi remaja dan mahasiswa (pusat informasi dan konseling kesehatan reproduksi remaja/PIK-KRR) 17
dengan mendorong remaja untuk mempunyai kegiatan yang positif dalam meningkatkan status kesehatan, pendidikan, jiwa kepemimpinan, serta dalam penyiapan kehidupan berkeluarga; dan d) Penguatan tata kelola, penelitian, dan pengembangan bidang keluarga berencana untuk mendukung upaya peningkatan kualitas dan efektivitas pembangunan kependudukan dan KB. 2.4
Sasaran Strategis Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka telah disusun Sasaran Strategis
BKKBN
2015-2019
yang
tertera
pada
Rencana
Strategis(Renstra) BKKBN 2015-2019 dalam upaya untuk mencapai tujuan utama, sebagai berikut: 1. Menurunnya laju pertumbuhan penduduk (LPP) 2. Menurunnya Angka kelahiran total (TFR) per WUS (15-49 tahun) 3. Meningkatnya pemakaian kontrasepsi (CPR) 4. Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) 5. Menurunnya Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (ASFR 15 – 19 tahun) 6. Menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15-49 tahun)
18
BAB III RANCANGAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
A. KAJIAN KELEMBAGAAN 1. Permasalahan kependudukan “Permasalahan
kependudukan”
merupakan
persoalan
yang
sangat
mendasar dalam kehidupan bernegara, banyak contoh negara yang sukses dalam
pembangunan
kependudukan. kelangsungan demikian
karena
mampu
mengendalikan
masalah
Karena masalah kependudukan menyentuh langsung hidup
dan
perkembangan
bangsa
Indonesia,
dengan
kemajuan bangsa Indonesia Indonesia keberhasilannya terletak
pada penanganan masalah pengendalian penduduk. Penduduk yang terkendali
memiliki
daya
ungkit
pada
pertumbuhan
ekonomi,
dan
pembangunan sumber daya manusia yang memiliki daya saing dengan perubahan
lingkungan
nasional
dan
internasional.
Berdasarkan
pengalaman dalam sepuluh tahun terakhir ini penanganan masalah pengendalian
penduduk dan
keluarga berencana di
Indonesia yang
ditangani oleh Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) setingkat Badan yang berada dibawah koordinasi Kementerian dan
tidak menjadi
bagian dari peserta sidang kabinet menyebabkan BKKBN tidak mampu menjalankan tugas dan fungsi serta tanggungjawabnya secara optimal. Bahkan selama ini keberadaan program pengendalian penduduk dan KB terkesan seperti dikesampingkan khususnya di beberapa Kabupaten
dan
Kotamadya. Kondisi lembaga BKKBN yang tidak memiliki akses langsung pada sidang Kabinet berdampak pada penanganan persoalan manajerial maupun operasional termasuk masalah regulasi berjalan sangat lambat bahkan menjadi dibiarkan berlarut-larut yang berdampak pada semakin rumitnya masalah kependudukandi Indonesia. Jika penanganan masalah pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana tetap ditempatkan sebagai program yang tidak penting dan tidak strategis oleh pemerintah Indonesia atau dianggap sebagai masalah sampingan atau masalah tidak prioritas sehingga tidak perlu dibahas di sidang kabinet maka sudah diramalkan oleh beberapa ahli kemajuan dan pertumbuhan ekonomi tidak akan berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan karena penduduk juga terus bertambah. 19
Kita semua seluruh komponen bangsa harus sadar jumlah penduduk Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia setelah Amerika Serikat. Selain jumlah penduduknya yang besar, masalah kependudukan di Indonesia semakin rumit seperti masalah kualitas, masalah pertumbuhan yang cepat , masalah persebaran, masalah jumlah keluarga miskin,dan semua ini tidak mungkin dapat diatasi secara cepat jika tidak dijadikan materi bahasan pada sidang kabinet. 2. Penguatan Kewenangan Sejarah Pemerintah Indonesia membuktikan bahkan dalam perjalanan beberapa negara dunia dimanapun ditunjukkan bahwa sebagus apapun “ menyusun Program Aksi, tidak ada berjalan optimal “ tanpa dimbangi dengan penguatan kewenangan, memaksimalkan kedudukan, peran dan fungsi lembaga yang menanganinya. Demikian juga yang menangani masalah
pengendalian
penduduk
dan
Keluarga
Berencana.
Jika
BKKBNtetap berada pada posisi Badan yang berada dibawah koordinasi Kementerian Kesehatan ,BKKBN tidak akan sanggup menggalang kekuatan yang dapat mempengaruhi pengambil keputusan khususnya di Kabupaten dan Kota untuk melakukan perubahan yang fundamental, merubah filosofi Pengendalian Penduduk dan KB. Harus kita sadari bersama bahwa area
pengendalian penduduk dan KB
berada pada tiga area: (1)
Area demografis, bahwa pertumbuhan penduduk berdampak siginifikan terhadap pertambahan kemiskinan karena keluarga Indonesia lebih dari 40 % (SDKI 2007) adalah keluarga-keluarga yang tergolong Keluarga Pra Sejahtera (miskin). Otomatis keluargakeluarga miskin ini akan menjadi beban pembangunan yang berpengaruh
pada
penurunan
tingkat
kesejahteraan
dan
memperlambat penyelenggaraan pembangunan Negara (2) Area kesehatan, yang berfokus pada kesehatan ibu dan anak, dan akan terkait langsung pada proses tumbuh kembang anak, kualitas anak dan pembangunan karakter bangsa sejak dini, yang akan menjadi cikal bakal penerus bangsa. 3) Hak asasi manusia, bahwa individu dan pasangan memiliki hak untuk memutuskan reproduksi, termasuk jumlah dan waktu
20
kelahiran akan tetapi terkait langsung pada kelangsungan negara dan keberlanjutan bangsa indonesia. 3. Euforia otonomi Dengan peningkatan status dan kedudukan BKKBN sebagai Lembaga setingkat Kementerian yang menangani masalah pengendalian penduduk dan KB, minimal ada dua masalah yang teratasi;Pertama dapat ikut langsung dalam sidang kabinet sehingga setiap persoalan kependudukan dan KB dapat langsung
direspon
oleh
pemerintah,
KeduaDalam
rangka penajaman,
koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah yang melaksanakan urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana setingkat menteri maka lembaga
tersebut
dapat
melaksanakan
tugas
dan
fungsinya
secara
optimal,sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c UndangUndang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Kondisi saat ini fungsi monitoring dan evaluasi tidak efektif, karena berbagai temuan evaluasi tidak dapat segera ditindaklanjuti, sedangkan kekuatan keberhasilan program itu ada di tingkat bawah (Desa/Kelurahan).BKKBN saat ini kurang memiliki kapasitas kelembagaan dalam melaksanakan monitoring
dan
evaluasi,
berdampak
pada
pelaksanaan
program
pengendalian penduduk dan KB di tingkat bawah (Desa/Kelurahan).Euforia otonomi
berdampak
negatif
terhadap
penyelenggaraan
pengendalian
penduduk dan KB yang sebagian pemerintah Kabupaten dan Kota memiliki penafsiran yang bervariasiyang mengakibatkan sistem penyelenggaraan berjalan tidak efektif. Berdasarkan pasal 12 ayat (2) huruf h dan lampiran huruf (N) Undangundang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, semakin tegas bahwa pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana adalah urusan Pemerintah wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi serta Daerah Kabupaten dan Kota. Penyelenggaraan
urusan
pengendalian
penduduk
dan
KB
di
Daerahcenderung dimarginalkan sehingga berdampak pada penyediaan sumberdaya manusia pengelola program, ketersediaan payung hukum,sarana prasarana pendukung dan dukungan pembiayaan yang sangat terbatas. Euforia otonomi yang demikian akan dapat ditekan jika BKKBN setingkat
21
menteri atau bahkan dibentuk Kementerian pengendalian penduduk dan KB, hal ini akan langsung meningkatkan memiliki kapasitas lembaga dan memiliki kewenangan dalam menetapkan strategi program yang dapat diterima oleh pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten dan kota . 4. Regulasi terhambat. Hambatan melakukan advokasi kepada stakeholder dalam rangkakoordinasi dan sinkronisasi serta keterpaduan dalam penyusunan regulasi belum maksimal untuk menempatkan prinsip-prinsip penduduk adalah faktor utama dalam pelaksanaan pembangunan. Pembangunan di Indonesia harus tetap mengedepankan keberpihakan pada rakyat dan kontrol kualitas karena tanpa mengedepankan kualitas pembangunan tidak bermanfaat. Seperti halnya menggeser paradigma tentang perkawinan, kelahiran dan kualitas keluarga, belum seirama dengan reformasi sosial politik dan era global. Bagaimana
menggeser
aspek
sosial-ekonomi
keluarga
dari
paradigma
tradisional ke modern seperti “pernikahan dini dan kelahiran awal”, ke pendewasaan usia perkawinan sampai dia mampu bertanggung jawab memenuhi kewajiban memberi nafkah lahir batin dan penundaan kelahiran, nilai anak laki-laki dan perempuan masih dibedakan.Kesemua ini merupakan dasar pembentukan keluarga kecil bahagia dan sejahtera menuju keluarga harmonis. Mengedepankan hak asasi manusia yang dimaknai dengan mempromosikan keluarga berencana, dan memberi perhatian khusus untuk melindungi hak-hak dasar klien, yaitu hak atas informasi, hak untuk memiliki akses ke layanan,hak untuk memilih, hak atas rasa aman, hak atas privasi,
hak
kenyamanan,
untuk hak
kerahasiaan,hak
untuk
terus
untuk
menggunakan
martabat,
hak
untuk
jasa
hak
untuk
dan
mengekspresikan. Mempromosikan Kualitas kesehatan reproduksi/ Family Planing“Kualitas kesehatan reproduksi” dikembangkan diseluruh kabupaten dan kecamatan sampai ke desa karena telahdengan mengembangkan berbagai pusat pembinaan keluarga karena pengendalian penduduk dan KB menyentuh langsung kebutuhan dasar manusia untuk kesehatan reproduksi. Kekuatan kunci adalah penyediaan layanan teknis dan merupakan inovasi petugas keluarga berencana untuk menuju situasi baru, tentunya ini merupakan suatu pendekatan masyarakat yang merindukan reformasi, Berbagai
lembaga
masyarakat
organisasi
masyarakat
pada
tingkat
22
desa/kelurahan
tetap
diberikan
prioritas
dan
peran
penuh
untuk
menerapkan pelaksanaan program selaras dengan aturan hukum dan hakhak hukum serta kepentingan masyarakat karena program pengendalian penduduk
dan
KB
dapat
memfasilitasi
peningkatan
kualitas
hidup
masyarakat. 5. Pernyataan Bp. Jokowi dalam Debat calon Presiden Dalam debat Calon Presiden sangat tegas dan jelas dinyatakan oleh calon presiden saat itu dan sekarang menjadi Presiden kita bahwa BKKBN akan diperkuat,
pelayanan
diperbaiki,
petugas
lapangan
diperkuat,
dan
kelembagaan KB akan diperkuat . Pernyataan ini banyak yang menafsirkan BKKBN akan menjadi Kementerian Pengendalian Penduduk Dan KB namun sampai saat ini justru yang terjadi sebaliknya, Instansi lain sudah tertata justru BKKBN semakin terpinggirkan. BKKBN sebagai bagian sistem pemerintahan Republik Indonesia telah mendapat tempat untuk mewujudkan prioritas Program nawa cita yang ke 5(lima) yakni Meningkatkan Kualitas Hidup
Manusia
Indonesia
melalui
Pembangunan
Kependudukan
dan
Keluarga Berencana. Komitmen pemerintah sangat diharapkan dalam menangani masalah kependudukan dan KB dan menempatkan program tersebut sebagai program prioritas akan dapat terselenggara secara optimal jika BKKBN berkedudukan setingkat menteri 6. Kependudukan dan KB belum ditangani secara serius Hakekat kemerdekaan sebagaimana alinea ke empat: pembukaan Undang Undang
Dasar
RI
Tahun
1945
Memajukan
kesejahteraan
umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa; Mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.; Melindungi dan mensejahterakan rakyat melalui pembangunan nasional. Khusus tentang: Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk ditetapkan pada Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Penguatan arti pentingnya penduduk dalam negara. Namun demikian faktanya masalah Kependudukan dan KB belum ditangani secara serius oleh pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1.Beberapa permasalahan indikator capaian target nasional. a. IPM masih tetap posisi rendah, Indonesia tahun 2013 peringkat 111 dari 187 negara dengan skor 0,734, masih dibawah Malaysia yang 23
menempati peringkat 64 dengan skor 0,769, Singapura 18 (0,895), Thailand 103 (0,690), atau Brunei Darussalam di posisi 30 (0,855). b. Angka Kematian Ibu tetap tinggi, berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak
dibanding
hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu. c. Pencapaian RPJMN masih jauh dari target yang ditetapkan 2014 sehingga
mendapatkan
rapot
merah
penyelenggaraan
program
Pengendalian Penduduk dan KB dengan data sebagai berkut : berdasarkan hasil SDKI 2012, masih jauh tercapai (LPP 1,49 target 1,1 %, TF 2,6 target 2,1, CPR 57,9 target 65,0, Unmeet Need 8,5 target 5,0, ASFR 48 dari target 30) d. Laju Pertumbuhan Penduduk meningkatdari 1,45% menjadi 1,49% (SP 2000 sd 2010), pertambahan penduduk 4 juta setahun atau lebih dari 1,3 persen setahun e. Disparitas pertumbuhan penduduk antar provinsi; Angka kelahiran total (TFR) nasional stagnan 2,6 anak per WUS (SDKI 2002-3, 2007 & 2012); Bebrapa provinsi TFR meningkat; TFR di urban area meningkat dari 2,3 menjadi 2,4 ASFR di Perkotaan meningkat hampir di semua kelompok umur; TFR di Rural sebesar
2,8;
Meningkatnya
proporsi
usia
tercatat stagnan
produktif
ketergantungan menurun data sensus thn 1980 sebesar
Rasio 79,3
menjadi thn 2010 sebesar 51,3); Perubahan komposisi penduduk (usia 0-5 menurun; usia produktif dan lansia membesar). 2.
Beberapa
permasalahan
penyelenggaraan
program
Pengendalian
Penduduk dan KB di Kab/Kota . a. Rendahnya
komitmen
Daerah
dalam
menangani
Program
Kependudukan dan KB dan dianggap tidak prioritas daerah dan bahkan tidak dimasukkan dalam dokumen RPJMD/Renstrada. b. Bentuk lembaga yang menangani Pengendalian Penduduk dan KBdigabung /merger merger 2 atau 3 lebih urusan dan itu tidak menyalahi PP 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dampaknya program dan kegiatan Pengendalian Penduduk dan KB tidak focus dan mendapatkan alokasi anggaran penggerakan yang sangat kecil bahkan tidak ada, akibatnya masyarakat tidak terlayani KB. 24
c. Petugas lapangan KB (PLKB) dimanfaatkan untuk jabatan strategis, jumlah PLKB/PKB menurun semakin berkurang dari 46.674 0rang tahun 2000 menjadi sebanyak 22.222 orang (PKB 13.750 orang dan Honor sebanyak 8.472 orang. Jumlah desa/kelurahan 79.805 Ratio PLKB/PKB 1 PLKB/PKB membina 4-5 desa/kelurahan, idealnya (sesuai SPM) 1 (satu)orang PLKB/PKB membina 1-2 Desa/ Kelurahan saja 3. Beberapa permasalahan dampak otonomi daerah program Pengendalian Penduduk dan KB. a. Timbulnya
masalah
kependudukandari
berbagai
aspek
sosial,
ekonomi, budaya, hankamnas di beberapa daerah dan secara nasional. b. Petugas lapangan KB (PLKB)
beralih tugas dan ditempatkan di
berbagai instansi tanpa menyiapkan pengganti dan masyarakat semakin tidak terbina kesertaanKB-nya menyebabkan droup out dan enggan ber KB. c. Karena hambatan berbagai regulasi pemerintahan maupun regulasi keuangan,
pemerintah
(BKKBN)
dalam
melakukan
fasilitasi,pembinaan dan bimbingan ke Kabupaten/Kota kurang optimal. B. KEDUDUKAN ORGANISASI BerdasarkanPasal 12 ayat (2) huruf h Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa Pemerintah dalam hal ini BKKBN menyelenggarakan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar yaitu urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf c dan Pasal 5 ayat (3) Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, bahwa urusan kependudukan merupakan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah yang seharusnya ditangani oleh Kementerian. Kondisi saat ini BKKBN yang menangani masalah kependudukan masih berada dibawah koordinasi Kementerian Kesehatan sebagaimana dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentangPerubahanKetujuhAtasKeputusanPresiden Nomor
25
103
Tahun2001TentangKedudukan,Tugas,
Fungsi,
Kewenangan,
SusunanOrganisasi,danTatakerjaLembaga PemerintahNonKementerian. Dalam melaksanakan tugasnya, BKKBN dikoordinasikanoleh Menteri Kesehatan dan Kepala BKKBNdijabat oleh bukan
Pegawai
Negeri
Sipil.Berdasarkan
pertimbangan
yuridis
dan
penguatan program di lini lapangan maka diusulkan setingkat menteri, agar dapat secara optimal melaksanakan urusan sesuai dengan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah maka tugas, fungsi dan kewenangan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga perlu adanya perubahan dan peningkatan kelembagaan.
C. DESAIN ORGANISASI Berdasarkan
Undang-undang
Pemerintahan
Daerah,
23
bahwa
tahun BKKBN
2014
tentang
harus
mampu
melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana ditetapkan pada lampiran I huruf N tentang pembagian urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan KB. Desain
organisasi
urusanpemerintahan secara
optimal,
BKKBN bidang
harus
untuk
dapat
pengendalian
memperkuat
menyelenggarakan penduduk
fungs i
dan
koordinatif
KB dan
fungsional dengan SKPD Pengendalian Penduduk dan KB Propinsi serta SKPD Pengendalian Penduduk dan KB Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam pasal 4 ayat (1) UU 23 2014, bahwa Daerah provinsi selain berstatus sebagai Daerah
yang
merupakan
Wilayah
Administratif
yang
menjadi
wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi. Pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan pengendalian penduduk dan KBdibentuk perangkat daerah bidang pengendalian penduduk dan KB. Perangkat daerah bidang pengendalian penduduk dan KB provinsi dengan perangkat daerah bidang pengendalian penduduk dan KB kabupaten/kota memiliki hubungan koordinatif dan fungsional sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 210 UU 23 2014.
26
Dengan demikian penguatan organisasi BKKBN harus mampu memperkuat hubungan koordinatif dan fungsional antara BKKBN dengan perangkat daerah bidang pengendalian penduduk d an KB provinsi dengan perangkat daerah bidang pengendalian penduduk dan KB kabupaten/kota. TUGAS ORGANISASI BKKBN Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang selama ini dijadikan landasan tugas dan fungsi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dan telah ditindak lanjuti dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2010 sebagaimana telah diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2013. Dengan ditetapkannya Undang-Undang 23 Tahun 2014dalam Pasal 12 ayat (2) huruf h Undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa
Pemerintah
dalam
hal
ini
BKKBN
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar yaitu urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana Dalam melaksanakan tugas BKKBN menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan nasional, pemaduan dan sinkronisasi kebijakan di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
b. penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
c.
pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
d. penyelenggaraan
komunikasi,
informasi,
dan
edukasi
di
bidang
pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
e. Penetapan perkiraan pengendalian penduduk secara nasional; f.
Penyusunan desain program pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
g. Pengelolaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB). h. Pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk kebutuhan PUS nasional.
i.
Pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga.
j.
Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan
27
tingkat
nasional
dalam
pengendalian
pelayanan
dan
pembinaan
kesertaan ber-KB
k.
Pengembangan
desain
program
pembangunan
keluarga
melalui
pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan
l.
tingkat nasional dalam pembangunan keluarga melalui ketahanan dan kesejahteraan keluarga
m. Standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi tenaga penyuluh KB/ petugas lapangan KB (PKB/PLKB).
n. Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana; dan
o. Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana. Selain fungsi tersebut BKKBN juga menyelenggarakan fungsi: a.
Penyelenggaraan pelatihan, penelitian, dan pengembangan di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
b. Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi umum di lingkungan BKKBN; c.
Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BKKBN;
d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BKKBN, dan e.
Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana.
BKKBN terdiri atas: a.
Kepala;
b.
Sekretariat Utama;
c.
Deputi Bidang Pengendalian Penduduk;
d.
Deputi Bidang Keluarga Berencana;
e.
Deputi Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga;
f.
Deputi
Bidang
Komunikasi,
Informasi,
Edukasi,
Advokasi
dan
Penggerakan g.
Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan
h.
Inspektorat Utama
i.
Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional di 28
Provinsi TUGAS DAN FUNGSI ESELON I Sekretaris Utama bertugasmelaksanakankoordinasi
pelaksanaan
tugas,
pembinaan
dan
pemberian dukungan administrasi kepadaseluruhunitorganisasidilingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Dalam melaksanakan tugasnya sekretaris utama memiliki fungsi: a. koordinasikegiatanBadan
Kependudukan
dan
Keluarga
Berencana
Nasional; b. koordinasi dan penyusunan rencana dan program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; c. pembinaan
dan
pemberian
dukungan
administrasi
yang
meliputi
ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip dan dokumentasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; d. pembinaan dan pengelolaan administrasi SDM Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; e. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana; f. koordinasi
dan
penyusunan
peraturan
perundang-undangan
dan
bantuan hukum; g. pelaksanaan kerjasama internasional; h. penyelenggaraan pengelolaan keuangan dan barang milik/kekayaan negara; i. pengelolaan pergudangan dan distribusi alat dan obat kontrasepsi; j. Pengelolaan dukungan sarana dan prasarana perkantoran; dan k. pelaksanaan
tugas
lain
yang
diberikan
oleh
Kepala
Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Deputi bidang pengendalian penduduk mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang Pengendalian kuantitas penduduk. Dalam melaksanakan tugasnya Deputi Bidang Pengendalian Penduduk memiliki fungsi: a. perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang pengendalian kuantitas penduduk; b. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di pengendalian 29
kuantitas penduduk; c. pelaksanaan
pemaduan
dan
sinkronisasi
kebijakan
pengendalian
kuantitas penduduk; d. pelaksanaan penetapan perkiraan pengendalian kuantitas penduduk secara nasional; e. pelaksanaan teknologi informasi dan dokumentasi; f. penyusunan desain program pengendalian kuantitas penduduk; g. pelaksanaan pengeloalaan sistem informasi keluarga; h. pelaksanaan
administrasi
Deputi
Bidang
yang
diberikan
Pengendalian
Kuantitas
Penduduk; dan i. pelaksanaan
tugas
lain
oleh
Kepala
Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Deputi Bidang Keluarga Berencana Deputi Bidang Keluarga Berencana mempunyai tugas merumuskan dan merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang
keluarga
berencana. Dalam melaksanakan tugasnya Deputi Bidang Keluarga Berencana memiliki fungsi: a. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang keluarga berencana; b. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang; c. Penyusunan desain program keluarga berencana; d. pelaksanaan pengeloaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk kebutuhan PUS nasional; e. pelaksanaan pemberdayaan dan peningkatan peranserta organisasi kemasyarakatan tingkat nasional dalam pengendalian pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB f. pelaksanaan jaminan pelayanan keluarga berencana dan pembinaan kesertaan ber-KB; g. pelaksanaan standarisasi pelayanan keluarga berencana; h. pelaksanaan konseling dan pemenuhan hak-hak reproduksi; i. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang keluarga berencana; j. pelaksanaan administrasi Deputi Bidang Keluarga Berencana; dan k. pelaksanaan
tugas
lain
yang
diberikan
oleh
Kepala
Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
30
Deputi Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga Deputi Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakanteknisdi bidang ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Dalam melaksanakan tugasnya Deputi Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga memiliki fungsi: a. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang ketahanan dan kesejahteraan keluarga; b. penyusunan
norma,
standar,
prosedur,
dan
kriteria
di
bidang
ketahanan dan kesejahteraan keluarga; c. pelaksanaan pengembangan desain program pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga; d. pelaksanaan pemberdayaan dan peningkatan peranserta organisasi kemasyarakatan tingkat nasional dalam pembangunan keluarga melalui ketahanan dan kesejahteraan keluarga; e. fasilitasi
dan
koordinasi
pembinaan
ketahanan
keluarga
melalui
keluarga balita dan anak, remaja, dan ketahanan keluarga lansia dan rentan; f. fasilitasi peningkatan kesejahteraan keluarga melalui pemberdayaan ekonomi keluarga; g. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang ketahanan dan kesejahteraan keluarga; h. pelaksanaan administrasi Deputi Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga;dan i. pelaksanaan
tugas
lain
yang
diberikan
oleh
Kepala
Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Deputi
Bidang
Komunikasi,
Informasi,
Edukasi,
Advokasi
dan
Penggerakan Deputi Bidang Komunikasi, Informasi, Edukasi, Advokasi dan Penggerakan mempunyai tugas merumuskandan melaksanakan kebijakanteknis di bidang Komunikasi,
Informasi,
Edukasi,
Advokasi
dan
Penggerakan
serta
pengelolaan PKB/PLKB. Dalam melaksanakan tugasnya Deputi Bidang Komunikasi,
Informasi,
Edukasi, Advokasi dan Penggerakan memiliki fungsi: a. perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan
di
bidang
Komunikasi, 31
Informasi, Edukasi, Advokasi dan Penggerakan; b. penyusunan
norma,
standar,
prosedur,
dankriteriadi
bidang
Komunikasi,Informasi, Edukasi, Advokasi dan Penggerakan; c. pengelolaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi pengendalian penduduk dan keluarga berencana; d. pelaksanaan kehumasan di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana ; e. penggerakan organisasi
melalui
pemberdayaan
kemasyarakatan
tingkat
dan
peningkatan
nasional
dalam
peranserta
pengendalian
penduduk dan keluarga berencana; f. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang Komunikasi, Informasi, Edukasi, Advokasi dan Penggerakan; g. pengelolaan tenaga Penyuluh Keluarga Berencama/Petugas Lapangan Keluarga Berencana h. pelaksanaan
sertifikasi
Penyuluh
Keluarga
Berencama/Petugas
Lapangan Keluarga Berencana; i. pelaksanaan
administrasi
Deputi BidangKomunikasi, Informasi,
Edukasi, Advokasi dan Penggerakan;dan j. pelaksanaan
tugas
lain
yang
diberikan
oleh
Kepala
Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Deputi
Bidang
mempunyaitugas
pelatihan, merumuskan
penelitian
dan
danmelaksanakan
standardisasiteknisdibidang
pengembang an kebijakan
Pelatihan,Penelitian
serta dan
PengembanganPengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana. Dalam melaksanakan tugasnya Deputi Bidang pelatihan, penelitian dan pengembangan memiliki fungsi: a. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang Pelatihan Penelitian dan Pengembangan; b. pelaksanaan pelatihan, penelitian dan pengembangan pengendalian penduduk dan keluarga berencana; c. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan luar negeri; d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan; 32
e. pelaksanaanadministrasiDeputi
Bidang
Pelatihan,
Penelitian
dan
Pengembangan. Dan f. pelaksanaan
tugas
lain
yang
diberikan
oleh
Kepala
Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Inspektorat Utama Inspektorat Utama mempunyai tugas melaksanakanpengawasan internbidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana yang menjadi kewenangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan Dalam melaksanakan tugasnya Inspektorat Utama menyelenggarakan fungsi: a. penyiapanperumusankebijakan
pengawasaninterndi
pengendalian
penduduk dan keluarga berencana yang menjadi kewenangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; b. pelaksanaan pengawasan intern di bidangpengendalian penduduk dan keluarga berencana yang menjadi kewenangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan; d. penyusunan
laporan
Kependudukan
dan
hasil
pengawasan
Keluarga
Berencana
di
lingkungan
Nasional
sesuai
Badan dengan
peraturan perundang-undangan; e. pelaksanaan administrasi Inspektorat Utama; dan f. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
33
Unit Pelaksana Teknis (1)Untuk melaksanakan tugas teknis operasional dan/atau tugas teknis penunjang, pada unsur pelaksana bidang pengendalian penduduk dan KB dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis. (2)Unit Pelaksana Teknis dipimpin oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis. ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI PERWAKILAN BKKBN DI PROVINSI Agar pelaksanaan tugas BKKBN dapat dilaksanakan di tingkat daerah secara optimal dalam rangka mencapai tujuan nasional yang telah ditetapkan, maka diperlukan penguatan sumber daya kependudukan dan keluarga berencana di daerah (meliputi fasilitasi, pendidikan dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi). Perwakilan BKKBNProvinsi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas BKKBNdi daerah. Dikecualikan dari ketentuan untuk tugas pelaksanaan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dilaksanakan sendiri oleh pemerintah daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Susunan organisasi dan tata kerja Perwakilan BKKBN Provinsi ditetapkan oleh Kepala BKKBNsetelah mendapat persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. Dalam melaksanakan tugasnya, Perwakilan BKKBN Provinsi dapat: a. menyediakan dukungan administrasi, sarana dan prasarana b. mengelola alat dan obat kontrasepsi c. meningkatkan kesertaan dan pembinaan ber-KB d. membina ketahanan dan pemberdayaan keluarga e. melakukan advokasi dan penggerakan pembangunan kependudukan dan KB f. menyerasikan
kebijakan
pembangunan
sektor
yang
berwawasan
kependudukan g. mengelola data dan informasi pembangunan kependudukan dan KB h. meningkatkan kompetensi tenaga pelaksana program kependudukan dan KB i.
melaksanakan penelitian dan pengembangan kependudukan dan KB
34
j.
mengembangkan kapasitas pelaksanaan program kependudukan dan KB di provinsi dan kabupaten/kota
k. monitoring dan evaluasi
35
BAB IV PENUTUP 1.
Desain organisasi BKKBN difokuskan pada tindak lanjut ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerahsebagai upaya penguatan kelembagaan yang menangani urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana
2.
Pada dasarnya kedudukan perwakilan BKKBNdi provinsi adalah sebagai perpanjangan tangan BKKBNsehingga memiliki hubungan struktural dengan BKKBNdan akan mengoptimalkan pelaksanaan pengendalian penduduk dan keluarga berencana.
Jakarta,
Juni 2015
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Dr. Surya Chandra Surapaty, MPH, Phd
36