228 ZIRAA’AH, Volume 29 Nomor 3, Oktober 2010 Halaman 228-235
ISSN 1412-1468
PENGGUNAAN BEBERAPA METODE SILASE BIOLOGI KALAMBUAI YANG MENGGUNAKAN TAPIOKA DAN DEDAK TERHADAP KUALITAS INTERIOR TELUR ITIK ALABIO (Using Biological Silage Methods of fresh Water Snail Kalambuai which used Tapioca and Rice Brand to Interior Quality of Alabio Duck Egg ) Achmad Jaelani1, Ilhamiyah1, Siti Dharmawati1, Tuti2 1
Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjary 2 Alumni Fakultas Pertanian universitas Islam Kalimantan Jl. Adhyaksa No. 2 KayuTangi Banjarmasin
ABSTRACT The aim of the research was to know the Interior quality of Alabio duck egg wich using of fresh water snail “kalambuai” silage which process by using tapioca and rice brand and different of processing method. This research was used Completely Randomized Design with two factor that are factor A ( source of carbohydrate : tapioka and rice bran) and factor B (method I, II, III and IV) where each treatment repeated by three replications. The result of this study showed that the processing silage method of fresh water snail kalambuai no significant to haugh unit, egg yolk index, pH of albumin, egg yolk color, and foaming stability of albumin. The processing silage method significant to haugh unit. There was no interaction between sources of carbohydrate with processing methods to haugh unit, egg yolk index, pH of albumin, egg yolk color, and foaming stability of albumin. Keywords : Silage, Fresh water snail Kalambuai, egg, Alabio duck
PENDAHULUAN Pembangunan peternakan seb agai bagian dari pembangunan pertanian, dilaksanakan melalui peningkatan usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi ternak, dan usaha pengembangan serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan baik. Usaha pengembangan peternakan di Indonesia khususnya peternakan unggas telah maju demikian pesat. Hal ini karena posisinya sebagai usaha ternak yang memiliki kontribusi sangat luas, baik untuk meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, mendukung kebutuhan akan makanan bergizi, maupun menopang era industrialisasi yang dicanangkan dalam program pemerintah.
Ternak itik merupakan salah satu ternak unggas yang cukup dik enal di masyarakat, terutama produksi telur. Den gan demikian maka tampak ternak itik memiliki potensi yan g cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia, selain dapat diharapkan sebagai penyedia pangan ber gizi, juga mudah beradaptasi pada kondisi alam pedesaan (Murtidjo, 1994). Itik sebagaimana ternak lainn ya tidak mampu untuk membuat atau memenuhi kebutuhan gizinya sendiri tapi harus mengambilnya dari luar tubuhnya yaitu dari ransum. Dari ransum yang dikonsumsinya inilah diperoleh zat makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Zat ini dibutuhkan untuk mempertahankan
229 ZIRAA’AH, Volume 29 Nomor 3, Oktober 2010 Halaman 228-235
hidupnya dan produksi, oleh karena itu dalam menyusun ransum segala kebutuhan gizinya harus benar - benar diperhatikan (Rasyaf, 1993). Telur itik mempunyai andil yang cukup besar dalam mensuplai telur konsumsi rakyat Indonesia disamping telur ayam ras dan ayam kampung. Produksi telur itik yang selalu mengalami peningkatan ternyata mampu mensuplai telur yang cukup banyak jika dibandingkan dengan jenis telur lainnya. Telur itik mempunyai struktur alami yang sama dengan telur ayam yaitu terdiri dari kerabang (kulit telur), putih telur dan kuning telur. Tidak semua telur itik yang dihasilkan berkualitas tinggi, hal ini tergantung pada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas telur diantaranya pakan yang diberikan. Bahan pakan sumber protein yang selama ini digunakan peternak di pedesaan berupa keong, alilin g dan ikan segar yang di cincang. Kalambuai (Poma cea glauca ) adalah hewan yang banyak terdap at di daerah perairan umum yang dekat dengan kandang itik terutama di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Potensi atau jumlahnya pun cukup banyak. Kalambuai bias diberikan dalam bentuk segar atau pun kering.Tepung kalambuai juga mempunyai kandungan nutrisi yan g cukup baik, yaitu bahan kering 94,41% , kadar air 5,59 %, protein kasar 60,11 %, serat kasar 2,79 %, abu 16,90 %, lemak 2,66 %, BETN 17,54 % dan energi brato 4195 kkal/kg (Dharmawati, 2004). Melihat hal tersebut diatas peneliti tertarik untuk memanfaatkan kalambuai sebagai bahan pakan terhadap itik Alabio dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini kalambuai terlebih dahulu dibuat dalam bentuk silase den gan karbohidrat berbeda. Pembuatan silase kalambuai ini bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi, untuk menghilangkan anti nutrisi yang terdapat pada kalambuai dan untuk
ISSN 1412-1468
meningkatkan daya cerna. Karbohidrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tapioka dan dedak. Dalam penelitian ini penulis meneliti tentang penggunaan silase kalambuai yang menggunakan tapioka dan dedak terhadap kualitas interior telur itik. Dimana peneliti ingin mengetahui pengaruh silase kalambuai dari dua metode yang berbeda yang dikombinasikan dengan sumber karbohidrat dedak dan tapioka terhadap kualitas telur itik Alabio. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Komplek Mustika Griya Pratama No. 24 Banjarbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari Juli sampai September 2009. Bahan dan Alat Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah: Itik Alabio betina sebanyak 24 ekor dengan fase bertelur umur 6 bulan. Itik tersebut dibeli dari Desa Mamar Telaga Sari, Alabio, Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan. Selanjutnya Kalambuai rawa spesies Pomacea glauca. Adapun Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagun g, dedak padi, sagu, tepung ikan, tepung bekicot, minyak kelapa, tepung tulang, mineral bebek, top mix yang di susun iso protein iso energi, protein 17 %, energi 2,800 Kkal/kg. Air minum yang digunakan adalah air sumur yang diberikan secara terus menerus ( ad - libitum ) Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Kandang menggunakan sistem batere dengan muatan 24 petak dengan ukuran 45 x 40 x 40 cm.Tempat pakan sebanyak 24 buah terbuat dari bambu, tempat minum seban yak 24 buah dari plastic. Alat listrik dan lampu pijar yang digunak an adalah lampu pijar yang berdaya 25 watt
230 ZIRAA’AH, Volume 29 Nomor 3, Oktober 2010 Halaman 228-235
yang digunakan sebagai alat penerang kandang. Timbangan yang digunakan adalah timbangan Ohaus dengan kapasitas 2.610 gram dengan skala 0,1 gram, timbangan duduk dengan kapasitas 10 kg, Egg yolk color fan, Jangka sorong dan mixer. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola 4 x 2 faktorial dengan 8 (delapan) perlakuan dan 3 (tiga) kali ulangan. Adapun perlakuan penelitiannya adlah sebagai berikut : STM I
= 20% tapioka dan berat keong + 12,5% cairan kubis STM II = Keong : tapioka 1:1, 5% ragi, 2% stater bakteri, asam laktat STM III = Keong: tapioka 2:1 STM IV = Modifikasi I,II,III yaitu 20% tapioka dari ber at keong + 12,5% kubis dan 0,2% ragi. SDM I = 20% dedak dari berat keong + 12,5% cairan kubis SDM II = Keong : dedak 1:1, 5% ragi, 2% stater bakteri, asam laktat SDM III = Keong: dedak 2:1 SDM IV = Modifikasi I, II, III yaitu 20% dedak dari berat keong + 12,5% kubis dan 0,2% ragi. Teknik Pembuatan Silase Kalambuai Pembuatan silase biologi kalambuai pada hakikatn ya merupakan pengawetan bahan-bahan alami dengan memanfaatkan bakteri asam laktat sebelum dimulai penelitian pada itik, terlebih dahulu dilakukan pembuatan silase kalambuai berdasarkan beberapa metode, yaitu : Metode I (Murtidio, 2001) Sumber asam laktat dalam penelitian ini menggunakan kubis. Hal ini karena sayuran kubis kaya akan bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus plantarum, Leuconostoc mesenteroides dan Streptococcus faecallis. Pembuatan larutan sumber asam laktat dilakukan dengan cara: Pertama Kubis atau limbah sayuran dicuci
ISSN 1412-1468
bersih, dipotong kecil-kecil kemudian dimasukkan kedalam larutan garam 2,5%. Setelah dicampur kemudian ditutup rapat dalam keadaan anaerob. Biarkan selama 4 sampai 5 hari, kemudian saring dan larutan siap di gunakan sebagai sumber bakteri asam laktat. Kalambuai dapat diawetkan dengan larutan di atas dengan tahapan sebagai berikut: a. Kalambuai terlebih dahulu dicuci bersih. b. Cangkang, alat pencernaan dan daging dipisahkan. c. Sumber karbohidrat (seperti tapioka, dedak) 20% dari berat daging keong rawa, tambahkan air panas den gan perbandingan 1 : 4. Kemudian dalam keadaan dingin ditambah larutan sumber bakteri asam laktat sebanyak 12,5% dan dicampur secara homogen. Selanjutnya campuran tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik, diberi selang plastik dan diikat kuat dan difermentasikan selama 1 minggu. d. Jika akan di tepungkan, langsung disaring dan ampasnya dijemur selanjutnya dijadikan tepung kalambuai. Variabel yang diamati : a. Nilai Haugh Unit Telur (HU) Haugh unit adalah nilai yang menyatakan kualitas telur yang ditentukan berdasarkan hubungan antara bobot den gan tinggi putih telur. Untuk mellihat nilai Haugh Unit telur terlebih dahulu telur dipecah diatas alas kaca datar, kemudian dilakukan pengukuran tinggi putih telur dengan jangka sorong pada tiga tempat yang berbeda dan diambil rata –ratanya. Dilakukan perhitungan b. Indeks Kuning Telur Pengukuran indeks kuning telur dilakukan dengan mengukur ketinggian kuning telur beserta lebar kuning telur dengan menggunakan jangka sorong. c. Derajat keasaman (pH) putih telur. Derajat keasaman putih telur di
231 ZIRAA’AH, Volume 29 Nomor 3, Oktober 2010 Halaman 228-235
ukur dengan menggunakan alat pH meter. Mula-mula pH meter distandarkan dengan menggunakan aquades, kemudian dikeringkan dengan kertas tissue setelah itu pH nya dapat dibaca pada skala. d. Warna Kuning Telur. Warna kuning telur diukur dengan terlebih dahulu dilakukan pemisahan antara kuning telur dan putih telur kemudian baru kuning telur dapat dibandingkan dengan warna kuning telur dengan egg yolk color fan . e. Stabilitas daya buih putih telur. Pengukuran stabilitas daya buih putih telur dengan putih telur di ukur terlebih dahulu kemudian dimixer selama 5 menit setelah itu baru baru diukur turun naiknya buih putih telur pada gelas ukur (mm).
ISSN 1412-1468
Analisis Data Semua data hasil pengamatan dari masing-masing variabel dikumpulkan, ditabulasikan dan dianalisis. Analisis semua data hasil pengamatan dilakukan dengan analisis ragam jika hasil analisis ragam menunjukkan berpengaruh nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut wilayah berganda Duncan atau Duncan Multiple Range Test (DMRT). HASIL DAN PEMBAHASAN Haugh Unit (HU) Data rata-rata Nilai Haugh Unit (HU) hasil pengamatan selama penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Haugh Unit (HU) Telur Selama Penelitian Sumber Metode Silase (M) Rataan Karbohidrat I II III IV Tapioka (T) 79,89 83,30 82,04 78,57 80,95 Dedak (D) 83,13 79,90 78,20 73,19 76,61 Rataan 81,51b 81,60b 80,12ab 75,88a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom/baris yang sama menunjukkan berbeda nyata. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa penggunaan silase biologi kalambuai untuk sumber karbohidrat tidak berbeda nyata terhadap nilai haugh unit, tetapi metode silasenya berbeda nyata, namun kombinasi penggunaan sumber karbohidrat dengan metode silasenya juga tidak berbeda nyata terhadap nilai haugh unit telur itik Alabio dan ini berarti tidak ada interaksi antara sumber karbohidrat dengan metode silasenya. Hasil uji wilayah berganda Duncan (DMRT) untuk metode silasenya menunjukkan bahwa perlakuan metode III tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya tetapi perlakuan metode IV berbeda nyata antara perlakuan metode I
dan II. Sedangkan, antara metode I dan II tidak berbeda nyata. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi nilai Haugh unit diperoleh pada perlakuan STM II sebesar 83,30, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan SDM IV sebesar 73,19. Hal ini diduga bahwa metode pembuatan silase metode IV (kombinasi) memberikan dampak pada nilai haugh unit yang rendah. Namun apabila dilakukan metode silase I, II, III (tanpa kombinasi) akan berdampak pada nilai haugh unit yang tinggi. Perlakuan metode silase I, II, III memiliki kualitas nilai haugh unit nilai AA seperti yang dinyatakan Benyamin dkk
232 ZIRAA’AH, Volume 29 Nomor 3, Oktober 2010 Halaman 228-235
(1960) dalam Triyanti (1994) bahwa telur yang mempunyai nilai haugh unit 79 atau lebih tergolong dalam kualitas AA. Hal ini berarti bahwa untuk memperoleh nilai haugh unit yang tinggi pada itik petelur apabila menggunakan pakan silase kalambuai, diupayakan menggunakan metode silase yang hanya menggunakan salah satu sumber karbohidrat dan tidak dicampur dengan sumber karbohidrat lain. Menurut Buckle (1985) telur dikatakan baik apabila nilai haugh unitnya lebih dari 50 dan nilai haugh unit telur yang baru dikeluarkan (dalam beberapa detik) adalah 100 dan berdasarkan standart Buckle (1985) tersebut maka dari tabel 2 terlihat bahwa
ISSN 1412-1468
perlakuan dari sumber karbohidrat maupun metode silasenya melebihi nilai haught unit kategori baik (> 50). Indeks Kuning Telur Berdasarkan hasil analisis ragam ditunjukkan bahwa penggunaan silase biologi kalambuai untuk sumber karbohidrat tidak berbeda nyata terhadap indeks kuning telur, metode silasenya juga tidak berbeda nyata terhadap indeks kuning telur, dan interaksi pen ggunaan sumber karbohidrat dengan metode silasenya tidak berbeda nyata terhadap indeks kuning telur itik Alabio.
Tabel 2. Rata-rata Indeks Kuning Telur Selama Penelitian Sumber Karbohidrat Tapioka (T) Dedak (D) Rataan
I 0,43 0,45 0,44
Metode Silase (M) II III 0,43 0,44 0,42 0,44 0,43 0,44
Hal ini berarti bahwa tidak ada interaksi antara sumber karbohidrat dengan metode silasenya terhadap rata-rata indeks kuning telur. Hal ini diduga karena pemberian penggunaan silase biologi kalambuai yang men ggun akan tapioka dan dedak dengan beberapa metode silase menghasilkan indeks kuning telur yang berkualitas baik terhadap tinggi kuning telur maupun diameter kuning telur sehingga berdampak pada indeks telur yang baik pada semua perlakuan. Selain itu telur yang diperiksa masih dalam keadaan segar sehingga masuknya air akibat
Rataan IV 0,43 0,40 0,42
0,43 0,43
perbedaan tekanan osmotik yang bisa menyebabkan pembesaran dan pelebaran kuning telur masih kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jull (1990) dalam Hartanti (1981) bahwa pada telur-telur yang baru dihasilkan masuknya air ke dalam kuning telur akibat tekanan osmotik terlalu kecil. pH Putih Telur Data rata-rata pH putih telur hasil pengamatan selama penelitian disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata pH Putih Telur Selama Penelitian Sumber Karbohidrat Tapioka (T) Dedak (D) Rataan
I 8,34 8,34 8,34
Metode Silase (M) II III 8,31 8,38 8,32 8,31 8,32 8,35
Rataan IV 8,35 8,37 8,36
8,35 8,34
233 ZIRAA’AH, Volume 29 Nomor 3, Oktober 2010 Halaman 228-235
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan silase biologi kalambuai untuk sumber karbohidrat tidak berbeda nyata terhadap pH putih telur. Adapun metode silasenya juga tidak berbeda nyata terhadap pH putih telur. Interaksi penggunaan sumber karbohidrat dengan metode silasenya tidak berbeda nyata terhadap pH putih telur itik Alabio. Hal ini berarti bahwa tidak ada interaksi antara sumber karbohidrat dengan metode silasenya. Hal ini diduga karena silase kalambuai mengandung pH yang relatif sama, akibatnya secara umum pH dalam pakan tidak terlalu banyak perubahannya, sehingga pH dalam putih
ISSN 1412-1468
telur yang diproduksi menunjukkan pH yang relatif stabil yakni berkisar 8,32-8,36. Secara keseluruhan terlihat dari derajat keasaman (p H) dalam penelitian ini boleh dikatakan baik karena masih dalam batas normal mengarah kebasa sesu ai dengan pernyataan buckle (1985), yan g menyatakan bahwa bahan pangan secara umum akan cepat terjadi pembusukan apabila pHnya mengarah ke asam (< 6,00). Warna Kuning Telur Data rata-rata warna kuning telur hasil pengamatan selama penelitian disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata Warna Kuning Telur Selama Penelitian Sumber Karbohidrat Tapioka (T) Dedak (D) Rataan
I 12,56 12,50 12,53
Metode Silase (M) II III 12,56 12,50 12,72 12,39 12,64 12,44
Berdasarkan hasil analisis ragam ditunjukkan bahwa penggunaan silase biologi kalambuai untuk sumber karbohidrat tidak berbeda nyata terhadap warna kuning telur. Metode silasen ya juga tidak berbeda nyata terhadap warna kuning telur. Interaksi kombinasi penggunaan sumber karbohidrat dengan metode silasen ya tidak berbeda nyata terhadap warna kuning telur itik Alabio. Hal ini berarti bahwa tidak ada interaksi antara sumber karbohidrat dengan metode silasenya. Hal ini didu ga karena penggunaan silase biologi kalambuai dalam beberapa metode silase dan sumber karbohidrat yang berbeda dalam ransum menyebabkan pigmen dalam makanan
Rataan IV 12,39 12,44 12,42
12,50 12,51
mengandung x antophyl yang relatif sama dan memberikan dampak yang baik terhadap warna kuning telur. Semakin banyak xantophyl yang ada di dalam telur menyebabkan warna kuning telur semakin baik / menjadi kuning yang tua. Hal ini sesuai dengan pendapat North (1984) yang menyatakan semakin tinggi xantophyl dalam ransum menyebabkan kuning telur yang dihasilkan semakin baik pula. Stabilitas Daya Buih Putih Telur Data rata-rata stabilitas daya buih putih telur hasil pengamatan selama penelitian disajikan pada tabel 5.
234 ZIRAA’AH, Volume 29 Nomor 3, Oktober 2010 Halaman 228-235
ISSN 1412-1468
Tabel 5. Rata-rata Stabilitas Daya Buih Putih Telur (%) Sumber Karbohidrat Tapioka (T) Dedak (D) Rataan
I 36,78 37,39 37,08
Metode Silase (M) II III 37,94 38,79 37,81 37,61 37,88 38,00
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan silase biologi kalambuai untuk sumber karbohidrat tidak berbeda nyata terhadap stabilitas daya buih putih telur, metode silasenya juga tidak berbeda nyata terhadap stabilitas daya buih putih telur, dan interaksi penggunaan sumber karbohidrat dengan metode silasenya tidak berbeda nyata terhadap stabilitas daya buih putih telur itik Alabio dan ini berarti bahwa tidak ada interaksi antara sumber karbohidrat den gan metode silasenya. Hal ini diduga karena pada putih telur mengandung kadar lysozyme yang tidak berbeda nyata diantara telur-telur yang dihasilkan dari itik yang diberi pakan yang mengandung silase k alambuai. Kandungan lysozyme pada telur b erkorelasi positif dengan daya buih putih telur semakin tinggi kandungan lysozyme maka daya buih semakin tinggi. Sauter dan Mourtour (1973), menyatakan semakin tinggi kadar lysozyme pada telur berkualitas baik akan dihasilkan busa yang banyak pula. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penggunaan silase biologi a. Sumber karbohidrat dalam pembuatan silase k alambuai tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas nilai haugh unit, indeks kuning telur, pH putih telur, warna kuning telur dan stabilitas daya buih putih telur. b. Metode silase kalambuai berpen garuh nyata terhadap kualitas nilai haugh unit
Rataan IV 36,94 37,11 37,03
37,51 37,48
namun tidak berpengaruh nyata terhadap indeks kuning telur, pH putih telur, warna kuning telur dan stabilitas daya buih putih telur c. Tidak ada interaksi antara metode pembuatan silase kalambuai dengan sumber karbohidrat terhadap nilai haugh unit, indeks kuning telur, pH putih telur, warna kuning telur dan stabilitas daya buih putih telur Saran Untuk kualitas interior telur itik alabio disarankan menggunakan silase biologi kalambuai dengan metode I, II, III, dan bahan baku dedak dan tapioka tunggal sebagai sumber karbohidratnya.
DAFTAR PUSTAKA Buckle, K.A., R.A Edwards, G.H. Fleet dan M Wotton, 1985. Ilmu Pangan Terjemahan Hari Pornomo . Universitas Indonesia Press. Jakarta. Dharnawati, S. 2004. Pengaruh Pengolahan Keong rawa Terhadap Nilai Energi Metabolis dan Kecernaan Protein Serta Implikasinya pada Ayam Broiler. Hasil Penelitian Fakultas Pertanian Uniska Banjarmasin __________, S, 2008. Kajian Nutrien Kalambuai di Rawa Kalimantan Selatan dengan Metode Pengolahan
235 ZIRAA’AH, Volume 29 Nomor 3, Oktober 2010 Halaman 228-235
ISSN 1412-1468
Berbeda dan Penggunaannya pada Itik Alabio Dibiayai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Dengan Nomor Kontrak: 315/SP2H/PP/DP2M/III/2008
Rasyaf, 1993. Petunjuk Praktis Beternak Ayam dan Itik, Kanisius. Yo gyakarta.
Harjo, S., Indrasti, N.S., Bantecut, T. 1989. Biokonversi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Dirjen Dikti. PAU Pangan dan dan Gizi. IOB. Bogor. Hal 90-103.
Scott and Dean, 1991. Nutrition and Management of Ducks. Published by M.L. Scott of Ithaca. Ithaca. Pp. 58-65.
Murtidjo, A.B, 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. PT Penebar Swadaya. Jakarta. North, M.O., 1984. Commercial Chicken Production Manual, 3 ed. The AVI Publ.Co.Inc. West Port, Connecticult.
Sauter
dan mourtour, 1973. The Purification and Properties of Lysozyme . J. Biochemistr y 113: 303.
Triyanti, Celly H. Sirait, Abubakar, 1984. Daya Tahan Simpan Telur Dicelup Dalam Air Hangat. Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.