Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
PENGARUH PENGGUNAAN DEDAK DAN SAGU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO (The Effect of Fermented Bran and Sago Application in the Duck Feed Nation on the Egg Production of Alabio) ENI SITI ROHAENI1, ARGONO RIO SETIOKO2, ARIEF DARMAWAN1, SURYANA1, AHMAD SUBHAN1, AKHMAD HAMDAN1 dan DANU ISMADI SADERI1 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan 2 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT The aim of this research is to evaluate the effect of use of fermented rice bran and sago in feed to production of egg of Alabio duck. This research was done in Rukam Hulu village, District of Amuntai Utara, Regency of Hulu Sungai Utara. A hundred head of female Alabio duck aged about 6 month were use in the experiment. The experiment arranged with Complete Randomize Design. Treatments consisted of 10% bran fermented, 10% sago fermented, 5% bran fermented + 5% sago fermented, and control. Data collected were average of egg production, egg weight, feed conversion, sum of eggs, and Income Over Feed Cost (IOFC). Result of the research indicated that there is no significant effect an average of egg production, feed conversion and sum of eggs, but significantly effect to weight egg. Feed control had higher weight egg larger compared with fermented feed. The highest IOFC showed by 10% fermented bran (Rp 36.652,67/head), and control showed the lowest IOFC (Rp 25.210,45/head). Keys word: Alabio duck, egg production, egg weight, feed consumption, feed conversion, Income Over Feed Cost ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan dedak dan sagu fermentasi dalam pakan terhadap produksi telur itik Alabio. Penelitian ini dilakukan di Desa Rukam Hulu, Kecamatan Amuntai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dalam penelitian ini digunakan seratus ekor itik betina berumur sekitar 6 bulan. Penelitian dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap, berulangan 5 kali. Perlakuan terdiri dari 10% dedak fermentasi, 10% sagu fermentasi, 5% dedak fermentasi + 5% sagu fermentasi, dan kontrol (tanpa pakan fermentasi). Parameter yang diamati yaitu rataan produksi telur, berat telur, konversi pakan, jumlah telur dan Income Over Feed Cost (IOFC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap rataan produksi telur, konversi pakan dan jumlah telur yang dihasilkan, tetapi memberikan pengaruh nyata terhadap berat telur. Pakan kontrol memberikan berat telur yang lebih besar dibanding perlakuan pakan yang difermentasi. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa penggunaan 10% dedak fermentasi dalam pakan memberikan nilai Income Over Feed Cost (IOFC) yang tertinggi (Rp 36.652,67/ekor), dan pakan kontrol memberikan nilai IOFC terendah (Rp 25.210,45/ekor). Kata kunci: Itik Alabio, produksi telur, berat telur, konsumsi pakan, konversi pakan, Income Over Feed Cost
PENDAHULUAN Itik Alabio merupakan komoditas unggulan di propinsi Kalimantan Selatan yang populasinya tersebar di propinsi ini. Populasi itik di Kalimantan Selatan pada tahun 2002 sekitar 2,6 juta ekor. Itik Alabio merupakan komoditi yang diusahakan oleh peternak dan
582
menjadi andalan terutama di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Populasi ternak itik di HSU pada tahun 2002 sekitar 42,98% dari populasi itik di Kalimantan Selatan dengan kontribusi produksi telur itik sebesar 46,3% (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2003).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Pakan merupakan salah satu faktor yang turut menentukan terhadap keberhasilan usahatani itik yang dilakukan secara komersial. Kesalahan dalam penyajian dan pemberiannya akan berakibat buruk terhadap produksi dan reproduksi serta mortalitas itik. Biaya yang dikeluarkan untuk pakan ternak unggas merupakan porsi terbesar yang harus dikeluarkan, oleh karena itu diperlukan upaya untuk menekan biaya pakan misalnya dengan menyusun pakan dengan menggunakan bahan pakan lokal sebagai alternatif. Pakan lokal untuk itik Alabio yang umum digunakan di daerah di Kalimantan Selatan adalah dedak, sagu, ikan, padi, siput air, hijauan dan singkong (ROHAENI, 1996). Hasil pengkajian yang dilaporkan oleh ROHAENI (1997) selama ± 6 bulan pengamatan menyebutkan bahwa penggunaan bahan pakan lokal untuk itik memberikan tingkat produksi telur 72,35% dan keuntungan rata-rata Rp. 25,55/hari/ekor lebih tinggi dari itik yang 100 persen diberi ransum komersial. Bahan pakan sumber energi untuk itik Alabio yang saat ini banyak dipergunakan yaitu dedak dan sagu. Dedak merupakan limbah dari proses pengolahan gabah dan tidak dikonsumsi manusia sehingga tidak bersaing dalam penggunaannya (RASYAF, 1994). Sagu merupakan komoditi tanaman pangan yang dapat dipergunakan sebagai sumber karbohidrat yang cukup potensial di Indonesia termasuk di Kalimantan Selatan. Sampai saat ini pemanfaatan sagu pada umumnya masih dalam bentuk pangan tradisional misalnya dikonsumsi sebagai bahan makanan pokok atau makanan kecil lainnya (IPPTP KALASEY, 1997). Fermentasi pada hakekatnya merupakan proses aktifitas mikroba untuk metabolisme dan pertumbuhannya di dalam suatu substrat atau medium. Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yang digunakan sangat menetukan keberhasilan suatu proses fermentasi (SINURAT dan PURWADARIA, 1999). Menurut PURWADARIA dan HAMID (1997), proses fermentasi substrat padat yang dikembangkan oleh Balitnak mrupakan proses pengubahan sumber nitrogen inorganic (urea dan ammonium sulphat atau ZA) menjadi protein sel. PURWADARIA et al. (1995) menyebutkan bahwa proses fermentasi menggunakan jamur
Aspergillus niger dan Eupenicillium javanicum dapat meningkatkan kadar protein terkoreksi (KPT), daya cerna bahan kering (DC BK) dan daya cerna protein terkoreksi (DC PT) in vitro dan menurunkan pada kadar serat deterjen netral (SDN) bungkil kelapa. Fermentasi pakan adalah salah satu cara yang dapat meningkatkan kandungan protein bahan pakan berkisar antara 2%−40% (BAKRI et al., 1996). Untuk menekan biaya produksi selain menyusun ransum sendiri dengan memanfaatkan bahan pakan lokal adalah dengan melakukan fermentasi pakan (dedak/sagu) agar kandungan proteinnya meningkat. Hal ini didukung oleh pendapat SUPRIYATI et al. (1998) bahwa salah satu alternatif peningkatan mutu bahan pakan adalah teknik fermentasi. Fermentasi memungkinkan terjadinya perombakan komponen bahan yang sulit dicerna menjadi lebih tersedia sehingga diharapkan nilai nutrisinya meningkat. Untuk lebih mengoptimalkan bahan makanan yang rendah kandungan proteinnya diperlukan teknologi fermentasi baik terhadap dedak, sagu atau bahan makanan lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan dedak dan sagu fermentasi dalam pakan terhadap produksi telur itik Alabio. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di desa Rukam Hulu, Kecamatan Amuntai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Ternak yang digunakan yaitu ternak itik Alabio, umur sekitar 6 bulan sebanyak 100 ekor dengan jenis seks betina. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap, perlakuan yang diberikan 4 macam dengan 5 ulangan, setiap ulangan digunakan 5 ekor ternak itik. Untuk melihat perbedaan antara perlakuan bila berbeda nyata digunakan Uji Wilayah Duncan Berganda (STEEL dan TORRIE, 1989). Perlakuan yang digunakan yaitu 10% dedak fermentasi (A), 10% sagu fermentasi (B), 5% dedak fermentasi + 5% sagu fermentasi (C), kontrol/tanpa pakan fermentasi (D). Susunan Pakan penelitian ditampilkan pada Tabel 1 dan komposisi mineral yang diperlukan untuk fermentasi ditampilkan pada Tabel 2. Metode fermentasi yang digunakan mengacu pada
583
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Tabel 1. Susunan pakan perlakuan fermentasi untuk itik Alabio periode bertelur Perlakuan
Bahan pakan (%) Dedak Dedak terfermentasi Sagu terfermentasi Ikan asin BP-24 Konsentrat Azolla Mineral Grit Padi Protein (%) Energi metabolisme (kcal/kg) Harga Rp/kg
A
B
C
D
45 10 20 15 1 5 2 1 1 18 2.600 1.243,5
45 10 20 15 1 5 2 1 1 18 2.600 1.206
45 5 5 20 15 1 5 2 1 1 18 2.600 1.224,75
45 25 20 1 5 2 1 1 18 2.600 1.256
PURWADARIA dan HAMID (1997). Parameter yang diamati yaitu rataan produksi telur, berat telur, konversi pakan, jumlah telur dan Income Over Feed Cost (IOFC). Pengamatan dilakukan selama 1 periode bertelur yaitu 7 bulan (239 hari). Tabel 2. Komposisi mineral yang digunakan untuk fermentasi Komponen mineral per kg bahan kering Urea
Jumlah (g)
Persentase (%)
40
4
ZA
72
7,2
SP-36
30
0,5
KCl
1,5
0,15
MgSO4
5
0,5
FeSO4
0,75
0,075
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis proksimat yang dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi diketahui bahan pakan yang akan digunakan dalam perlakuan dalam Tabel 3. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan protein baik pada dedak maupun sagu.
584
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap rataan produksi telur, konversi pakan dan jumlah telur yang dihasilkan, namun perlakuan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat telur. Pakan kontrol memberikan berat telur yang lebih besar dibanding perlakuan fermentasi. Tabel 3. Kandungan zat gizi bahan pakan hasil analisa proksimat Dedak fermentasi
Sagu fermentasi
Protein (%)
31,43
29,93
Serat kasar (%)
11,70
6,34
Lemak (%)
12,70
0,65
Kalsium (%)
0,25
0,64
Posphor (%)
1,72
0,42
Air (%)
11,91
17,90
Abu (%)
10,86
7,65
Zat gizi
Hasil analisis proksimat di BPT Bogor
Pada Tabel 4 terlihat bahwa rataan produksi telur yang dihasilkan tidak nyata dipengaruhi oleh penggunaan bahan pakan fermentasi, walaupun ada kecenderungan bahwa penggunaan bahan fermentasi meningkatkan rataan produksi telur dibandingkan pakan kontrol. Hasil ini didukung oleh penelitian
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
yang dilaporkan oleh SINURAT et al. (1995) dan SINURAT et al. (1998) bahwa penggunaan cassapro (singkong fermentasi) dan bungkil kelapa terfermentasi tidak nyata mempengaruhi produksi telur itik yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa pakan fermentasi tidak dapat digunakan untuk itik petelur. Rataan berat telur yang dihasilkan pada penelitian ini dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh penggunaan bahan pakan fermentasi yaitu pakan kontrol menghasilkan berat telur nyata lebih tinggi dari pakan yang menggunakan dedak fermentasi 10% (pakan A) dan campuran antara dedak fermentasi (5%) dan sagu fermentasi (5%) (pakan C), namun penggunaan sagu fermentasi 10% (pakan B) berat telur yang dihasilkan tidak berbeda dengan telur yang dihasilkan dari itik yang diberi pakan kontrol. Penelitian ini didukung oleh laporan SINURAT et al. (1998) bahwa pemberian pakan fermentasi menghasilkan rataan berat telur yang nyata lebih ringan dibanding pakan kontrol. Namun pemberian cassapro sebanyak 5% dalam pakan itik nyata meningkatkan berat telur yang dihasilkan (SINURAT et al., 1995). Konversi pakan pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan, hasil penelitian lain yang dilaporkan SINURAT et al. (1998) bahwa penggunaan cassapro tidak mempengaruhi konversi pakan yang dihasilkan. Namun konversi pakan yang dihasilkan pada penelitian ini jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan SINURAT et al. (1995) yaitu antara 3,79-4,68. Jumlah pakan yang diberikan yaitu sebanyak 190 gram/ekor/hari,
jumlah ini diberikan dalam 3 kali/hari, pakan yang diberikan selalu habis. Total konsumsi pakan selama 1 periode untuk setiap perlakuan sebanyak 1135,25 kg/perlakuan. Rataan produksi telur yang dihasilkan (Gambar 1) terlihat bahwa puncak produksi terjadi pada bulan ketiga. Penelitian yang dilaporkan oleh ROHAENI dan SETIOKO (2002) yaitu puncak produksi telur itik Alabio terjadi pada bulan kelima, sedang hasil penelitian yang dilaporkan SETIOKO dan ROHAENI (2002) bahwa puncak produksi telur itik Alabio terjadi pada bulan keempat sampai kedelapan. Hal ini menunjukkan bahwa puncak produksi berkisar antara bulan ketiga sampai kedelapan, puncak produksi yang dihasilkan dipengaruhi oleh bibit itik dan pakan yang diberikan. Hasil analisis biaya dan pendapatan (Tabel 5) menunjukkan bahwa perlakuan A yaitu penggunaan dedak fermentasi sebanyak 10% dalam pakan menghasilkan pendapatan (Rp 316.316,625) dan nilai R/C (1,13) yang lebih tinggi dari perlakuan lain. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan dedak fermentasi 10% dapat dilakukan untuk pakan itik Alabio. Beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah harga yang berlaku saat penelitian berlangsung yaitu harga telur sebesar Rp 600/butir, harga itik betina siap bertelur Rp 35.000/ekor, dan harga itik afkir Rp 15.000/ ekor. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh DARMAWAN et al. (2001) yaitu penggunaan dedak fermentasi sebanyak 10% dalam pakan itik menghasilkan nilai R/C 1,4.
Tabel 4. Keragaan itik Alabio yang diberi pakan perlakuan Variabel
A
B
C
D
Produksi telur (%)
64,94
56,72
59,83
57,32
Berat telur (gram)
60,75a
62,10ab
60,97a
63,59b
4,88
5,5
5,15
5,04
Konversi pakan Jumlah telur (butir)
3.880
3.389
3.575
3.425
Jumlah pakan (kg)
1.135,25
1.135,25
1.135,25
1.135,25
Penjualan telur (Rp) Biaya pakan (Rp) IOFC (Rp) Keuntungan kotor/ekor (Rp)
2.328.000
2.033.400
2.145.000
2.055.000
1.411.683,375
1.369.111,5
1.390.397,438
1.424.738,75
916.316,625
664.288,5
754.602,562
630.261,25
36.652,67
26.571,54
30.184,1
25.210,45
585
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
100
% produksi telur
80 60 40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
Bulan produksi A
B
C
D
Gambar 1. Rataan produksi telur per bulan produksi Tabel 5. Analisis biaya dan pendapatan dari perlakuan pakan Perlakuan
Uraian Input: Bibit Pakan Lain-lain Jumlah Output: Telur Itik afkir Jumlah Pendapatan R/C
A
B
C
D
875.000,000 1.411.683,375 100.000,000 2.386.683,375
875.000,000 1.369.111,5 100.000,000 2.344.111,500
875.000,000 1.390.397,438 100.000,000 2.365.397,438
875.000,000 1.424.738,750 100.000,000 2.399.738,750
2.328.000,000 375.000,000 2.703.000,000 316.316,625 1,13
2.033.400,000 375.000,000 2.408.400,000 64.288,500 1,03
2.145.000,000 375.000,000 2.520.000,000 154.602,562 1,07
2.055.000,000 375.000,000 2.430.000,000 30.261,250 1,01
KESIMPULAN Berdasarkan hasil disimpulkan bahwa:
penelitian
dapat
1. Dedak dan sagu yang difermentasi dapat diberikan dalam pakan untuk ternak itik Alabio karena dari segi produksi telur, konversi pakan, dan jumlah telur yang dihasilkan tidak berbeda dengan pakan kontrol (tanpa fermentasi).
586
2. Penggunaan dedak fermentasi sebanyak 10% dalam pakan itik menghasilkan IOFC, keuntungan kotor dan nilai R/C yang terbaik. DAFTAR PUSTAKA BAKRIE, B., J. DARMA, TYASNO dan MULYANI. 1996. Pemanfaatan tepung daun singkong di fermentasi sebagai bahan pakan sumber protein dalam ransum sapi potong. Pros. Temu Ilmiah Hasil-Hasil Penelitian Peternakan. Ciawi, Bogor, 9-11 Januari 1996. hlm. 111-122.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
DARMAWAN, A., E.S. ROHAENI, M. DARWIS, SURYANA, A. HAMDAN, A. SUBHAN, S. HAFIZI dan PAGIYANTO. 2001. Pengkajian adaptif peningkatan mutu pakal lokal dan peran kelembagaan terhadap produksi telur itik Alabio. Laporan Penelitian Akhir. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru. DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN. 2003. Buku Saku Peternakan Tahun 2002. Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru.
Kalimantan Selatan. Pros. Lokakarya Unggas Air: Pengembangan Agribisnis Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru. Bogor, 6−7 Agustus 2001. hlm. 139−145. SETIOKO, A.R. dan E.S. ROHAENI. 2002. Pemberian bahan pakan local terhadap produktivitas itik Alabio. Pros. Lokakarya Unggas Air: Pengembangan Agribisnis Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru. Bogor, 6−7 Agustus 2001. hlm. 129−138.
INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALASEY. 1997. Budidaya tanaman sagu. BPTP Biromaru, Sulawesi Utara.
SINURAT, A.P. dan T. PURWADARIA. 1999. Teknologi fermentasi untuk pakan ternak. Disajikan pada “Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian” di IPPTP Banjarbaru. 11−13 Oktober 1999.
PURWADARIA, T. dan H. HAMID. 1997. Membuat berbagai produk fermentasi untuk campuran pakan ternak ayam Buras. Makalah Pelatihan Perunggasan/Perbibitan Ayam Buras bagi PPL dan KCD. Bogor, 6 Nopember−5 Desember 1997.
SINURAT, A.P., P. SETIADI, A. LASMINI, A.R. SETIOKO, T. PURWADARIA, I.P. KOMPIANG dan J. DARMA. 1995. Penggunaan cassapro (singkong terfermentasi) untuk itik petelur. Ilmu dan Peternakan. 8(2): 28−31.
PURWADARIA, T., T. HARYATI, P. SETIADI., A.P. SINURAT dan T. PASARIBU. 1995. Optimalisasi fermentasi (teknologi bioproses) bungkil kelapa. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian. APBN 1994/1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. hlm. 398−405. ROHAENI, E.S. 1996. Identifikasi dan aplikasi bahan pakan lokal untuk itik Alabio di Kalimantan Selatan. Laporan Penelitian IPPTP, Banjarbaru. ROHAENI, E.S. 1997. Pengaruh tingkat penggunaan bahan pakan lokal terhadap produksi telur itik Alabio. Laporan Hasil Penelitian IPPTP, Banjarbaru. ROHAENI, E.S. dan A.R. SETIOKO. 2002. Keragaan produksi telur pada sentra pengembangan agribisnis komoditas unggulan (SPAKU) itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara,
SINURAT, A.P., T. PURWADARIA, A. HABIBIE, T. PASARIBU, H. HAMID, J. ROSIDA, T. HARYATI dan I. SUTIKNO. 1998. Nilai gizi bungkil kelapa terfermnetasi dalam ransum itik petelur dengan kadar fosfor yang berbeda. JITV 3(1): 15−21. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistik. Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia. Jakarta. SUPRIYATI, K., A.P. SINURAT, T. PURWADARIA, T. HARYATI, H. HAMID, J. ROSIDA, I. SUTIKNO dan I-P. KOMPIANG. 1998. Pengkayaan gizi bahan pakan inkonvensional melalui fermentasi untuk ternak unggas: fermentasi bungkil inti sawit secara substrat padat dengan menggunakan Aspergillus niger. Edisi Khusus Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Peternakan APBN TA. 1996/1997. Buku III: Penelitian Ternak Unggas. Balai Penelitian Ternak Bogor. hlm. 212−219.
DISKUSI Pertanyaan: 1.
Bagaimana pola pikirnya dan mengapa dedak harus difermentasi?
2.
Apakah perlakuan fermentasi akan menambah biaya?
3.
Mengapa tidak income per cost, jadi jangan income per feed cost?
4.
Apakah perlakuan ini bisa diterapkan pada peternak lain?
5.
Bapaimana kondisi fermentasi aerob, anaerob atau semi aerob?
587
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
6.
Adakah pengaruh fermentasi terhadap pertumbuhan daging?
Jawaban: 1.
Difermentasikan untuk mempunyai protein 4 generasi.
2.
Biaya dedak yang difermentasikan lebih murah dari pada ikan.
3.
Digunakan IOFC tidak income per total BI income per total lebih baik, maka dicantumkan.
4.
Fermentasi dapat dilakukan di tingkat peternak.
5.
Fermentasi aerob ditambah sumber nitrogen (urea).
6.
Belum diamati pengaruh dedak fermentasi ke pertumbuhan.
588