SEPA : Vol. 10 No.2 Februari 2014 : 169 – 176
ISSN : 1829-9946
ANALISIS USAHA PERBAIKAN PAKAN UNTUK PRODUKSI TELUR ITIK RATU (MOJOSARI ALABIO) BERBASIS BAHAN PAKAN LOKAL Eni Siti Rohaeni dan Ahmad Subhan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. P. Batur Barat No. 04 Banjarbaru 70711
Abstract: Duck is one of the important commodities in South Kalimantan, as shown by the high population reached 3.487 million head with an egg contribute approximately 52.09% of the total production of poultry eggs, and duck meat production contributes about 3.59%. Common problems faced by farmers ducks in South Kalimantan is the high price of feed or feed ingredients, the limited diversity of feed ingredients that can be used, duck egg production period is relatively short (4-6 months / period of production), as well as relatively low egg production and quality carcass of existing local ducks. To overcome these problems can be done one of them is the preparation of feed based on local feed ingredients are easily available and cheap availability, or search for a superior alternative which can produce a duck egg and meat production to meet consumer demand. The purpose of this study is to investigate and produce feed formulation for duck feed the queen through improved local-based feed ingredients. Activities conducted in farmers' fields (on fram research) by way introduction / repair existing technologies or developing farmers. This activity is carried out in the central areas of ducks and consumer centers or close to local consumers is conducted in Handil Gayam village, Tanah Laut district. No feed treatment formulations 5, the difference in treatment between one to another by: A: completeness of feed ingredients used; B: the use of snails; C: practicality; D: use of shrimp head; E: control. Observations were carried out for 8 months with parameters such as egg production, mean egg weight, feed consumption and conversion, and business analysis. Observed data were analyzed by looking at each treatment rataannya. Utilization of local feed ingredients are mixed with the feed so (commercial) and concentrate to increase the average egg production (60.40 to 66.5%) compared to controls (45.7%). Based on the analysis of the business, it is known that local improvements through utilization of feed for laying ducks (duck Queen) quite profitable and viable. Based on the assessment results shown that feed treatment D with feed formulation consists of (sago, rice bran, fish and shrimp head) is the best formulation for cheaper 60.36% of commercial feed, and quite profitable and viable when viewed from the R/C dan MBCR value of 1.56 and at 1.76. Based on this study it is suggested that farmers can adjust local feed ingredients used in consideration of the price, availability and season. Availability of feed ingredients depending on the season it can be done by means of processing or preservation or dried to make flour always available continuously. Keywords: Duck Ratu, a local feedstuff Abstrak : Itik merupakan salah satu komoditas yang penting di Kalimantan Selatan, seperti yang ditunjukkan oleh tingginya populasi mencapai 3,487 juta ekor dengan telur memberikan kontribusi sekitar 52,09% dari total produksi telur unggas, dan produksi daging itik menyumbang sekitar 3,59%. Permasalahan umum yang dihadapi oleh peternak itik di kalimantan selatan adalah tingginya harga pakan atau bahan pakan, keragaman terbatas bahan pakan yang dapat digunakan, masa produksi telur
169
Eni Siti R. dan Ahmad Subhan: Analisis Usaha Perbaikan Pakan… itik ini relatif singkat (4-6 bulan / periode produksi), serta seperti produksi telur yang relatif rendah dan kualitas karkas dari itik lokal yang ada. Untuk mengatasi permasalahan ini dapat dilakukan salah satunya adalah persiapan pakan berdasarkan bahan pakan lokal yang mudah tersedia dan ketersediaan murah, atau mencari alternatif yang lebih unggul yang dapat menghasilkan telur itik dan produksi daging untuk memenuhi permintaan konsumen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menghasilkan formulasi pakan untuk pakan itik ratu melalui perbaikan berdasarkan bahan pakan lokal. Kegiatan yang dilakukan di lahan petani (penelitian on farm) dengan cara pengenalan/teknologi perbaikan yang ada atau petani berkembang. Kegiatan ini dilakukan di daerah sentra itik dan pusat konsumen atau dekat dengan konsumen lokal, yaitu dilakukan di desa Handil Gayam, Kabupaten Tanah Laut. Ada 5 perlakuan formulasi pakan, perbedaan perlakuan antara satu dengan yang lainnya berdasarkan: A kelengkapan bahan pakan yang digunakan, B: penggunaan siput, C: kepraktisan, D: penggunaan kepala udang, E: kontrol. Pengamatan dilakukan selama 8 bulan dengan beberapa parameter, yaitu produksi telur, rataan berat telur, konsumsi pakan, konversi pakan, dan analisis usaha. Data yang diperoleh dianalisis dengan melihat rataan dari setiap perlakuan. Pemanfaatan bahan pakan lokal dicampur dengan pakan jadi (komersial) dan konsentrat untuk meningkatkan rata-rata produksi telur (60,40 menjadi 66,5%) dibandingkan dengan kontrol (45,7%). Berdasarkan analisis usaha, diketahui bahwa perbaikan lokal melalui pemanfaatan pakan untuk itik petelur (Itik Ratu) cukup menguntungkan dan layak. Berdasarkan hasil penilaian menunjukkan bahwa pakan perlakuan D dengan formulasi pakan terdiri dari (sagu, dedak padi, ikan dan kepala udang) adalah formulasi terbaik karena harganya lebih murah 60,36% dari pakan komersial, dan cukup menguntungkan serta layak diusahakan bila dilihat dari nilai R/C sebesar 1,56 dan nilai MBCR sebesar 1,76. Berdasarkan penelitian ini disarankan agar petani dapat menyesuaikan bahan pakan lokal yang digunakan dengan pertimbangan harga, ketersediaan, dan musim. Bahan pakan yang ketersediaannya tergantung musim maka dapat dilakukan pengolahan atau pengawetan dengan cara membuat tepung atau dikeringkan agar selalu tersedia secara kontinu. Kata Kunci: Itik Ratu, Bahan Pakan Lokal PENDAHULUAN Itik merupakan salah satu komoditas yang penting di Kalimantan Selatan, hal ini ditunjukkan dengan tingginya populasi yang mencapai 3,487 juta ekor dengan kontribusi telur sekitar 52,09% dari total produksi telur unggas, dan kontribusi produksi daging itik sekitar 3,59% (Dinas Peternakan Kalimantan Selatan, 2007). Kontribusi pemeliharaan itik terhadap pendapatan petani cukup dapat diandalkan. Kelebihan yang dirasakan petani dalam beternak itik yaitu modal yang diperlukan untuk beternak relatif kecil dibanding ternak besar dan pemasukan yang diterima dalam waktu yang lebih cepat. Usaha itik petelur per hari akan mendapat pemasukan hasil penjualan telur. Prasetyo dan Ketaren (2006), melaporkan usaha ternak itik yang dilakukan secara intensif populer dan digemari
oleh peternak karena usahanya yang cukup menguntungkan, tidak tergantung pada bahan impor serta mempunyai peluang pasar yang baik. Ternak itik merupakan salah satu komoditi unggas yang mempunyai peran cukup penting sebagai penghasil telur dan daging untuk mendukung ketersediaan protein hewani yang murah dan mudah didapat. Jika dibandingkan dengan ternak unggas yang lain, ternak itik mempunyai kelebihan diantaranya adalah memiliki daya tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu usaha ternak itik memiliki resiko yang relatif kecil, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan. Perkembangan usaha peternakan unggas di Indonesia relatif lebih maju dibandingkan usaha ternak yang lain. Hal ini tercermin dari kontribusinya yang cukup luas dalam memperluas lapangan kerja, peningkatan
170
Eni Siti R. dan Ahmad Subhan: Analisis Usaha Perbaikan Pakan… pendapatan masyarakat dan terutama sekali dalam pemenuhan kebutuhan makanan bernilai gizi tinggi. Menurut Hardjosworo et al. (2001), peningkatan populasi belum menjamin bahwa itik mampu berperan sebagai sumber pangan andalan, sumber pendapatan utama, atau menumbuhkan industri-industri yang mampu menyerap tenaga kerja dan mendatang devisa dalam jumlah yang signifikan. Kelemahan ini terjadi karena produktivitas itik lokal yang masih rendah dengan keragaman yang sangat tinggi (Susanti et al., 2006). Upaya perbaikan produktivitas itik lokal Indonesia, sampai saat ini masih dilakukan oleh Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Bogor yang kemudian hasilnya dapat diuji dan dikaji oleh BPTP. Secara umum permasalahan yang dihadapi petani itik di Kalimantan Selatan adalah mahalnya harga pakan atau bahan pakan ternak, terbatasnya keragaman bahan pakan yang dapat digunakan, periode produksi telur itik yang relatif pendek (4-6 bulan/periode produksi), serta relatif rendahnya produksi telur dan kualitas karkas dari itik lokal yang ada. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan penyusunan pakan berbasis bahan pakan lokal yang mudah diperoleh dan murah ketersediaannya atau mencari alternatif itik unggul yang dapat menghasilkan produksi telur dan daging untuk memenuhi permintaan konsumen. Penggunaan bahan pakan lokal perlu dipertimbangkan untuk menghasilkan pakan dengan harga relatif murah namun berkualitas dengan tujuan untuk mengoptimalkan daya guna bahan pakan lokal yang terdapat di daerah tertentu, sehingga biaya pakan dapat ditekan tanpa mengganggu produktivitas ternak (Satata, 1992). Itik MA (Mojosari Alabio) merupakan salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitnak. Itik ini mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai itik niaga sehingga itik ini mempunyai peluang ini untuk dikembangkan dan disebarkan baik sebagai itik petelur atau itik pedaging sehingga keperluan konsumen terhadap produk ternak dapat terpenuhi dan mendukung program kecukupan daging (Balai Penelitian Ternak , 2004). Itik MA mulai banyak diusahakan oleh petani di beberapa daerah, walaupun secara resmi ini tergolong baru yaitu sekitar tahun 2003. Beberapa laporan yang terkait
perkembangan itik MA di lapangan, Juarini et al. (2006), melaporkan bahwa itik MA menunjukkan produksi telur itik di Kabupaten Blitar rata-rata 56% dan usaha ini cukup layak untuk diusahakan dengan nilai B/C antara 1,551,73. Hasil lain yang dilaporkan oleh Saderi et al. (2007) bahwa itik MA yang diintroduksikan di Kabupaten Tanah Laut menghasilkan produksi telur rata-rata 56,16%, dan nilai R/C 1,5 dengan skala pemeliharaan 100 ekor. Hasil penelitian lain yang dilaporkan oleh Rohaeni dan Zuraida (2005) bahwa peternak mempunyai minat yang tinggi untuk memelihara dan mengusahakan ternak itik MA baik sebagai itik potong maupun itik petelur di Kabupaten Tanah Laut, berdasarkan pengalaman peternak, itik MA mempunyai daya tahan yang lebih baik dari pada itik Alabio karena mortalitas rendah. Hasil analisis finansial usaha diketahui bahwa pemeliharaan itik MA sebagai itik potong yang dijual pada umur antara 2,5-3 bulan layak dan menguntungkan untuk diusahakan serta mempunyai prospek untuk dikembangkan pada pengusahaan 100 ekor itik MA tingkat penerimaan yang diperoleh mencapai Rp 1.552.000,- dengan nilai R/C mencapai 1,3. Hal ini menunjukkan bahwa itik MA mempunyai potensi besar yang dapat dilakukan sebagai salah satu alternatif usaha yang dilakukan petani. Itik MA telah diakui akan keunggulannya yaitu sebagai penghasil produksi telur yang lebih baik dari tetuanya dan sebagai penghasil daging yang potensial. Hasil penelitian dilaporkan itik MA mampu menghasilkan telur dengan rataan 71,5% dengan bobot telur 69,7 gram (Balitnak) dan itik MA jantan (Raja) berpotensi sebagai itik (BPTU Pelaihari) potong dengan berat pada umur 8 minggu seberat 1,446 kg. Keragaan produksi ini merupakan salah satu peluang yang dapat diusahakan oleh petani ternak, terutama di wilayah sentra produksi itik MA yaitu BPTU Pelaihari. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk melihat analisis usaha dan menghasilkan formulasi pakan untuk itik Ratu yang lebih murah melalui perbaikan pakan berbasis bahan pakan lokal.
171
Eni Siti R. dan Ahmad Subhan: Analisis Usaha Perbaikan Pakan… METODE PENELITIAN Lokasi Kegiatan Pengkajian dilakukan di lahan petani (on farm research) dengan cara introduksi/memperbaiki teknologi yang telah ada atau berkembang di petani. Kegiatan ini dilakukan di daerah sentra itik dan sentra konsumen atau mendekati daerah konsumen yaitu dilakukan di Desa Handil Gayam, Kecamatan Bumi Makmur, Kabupaten Tanah Laut. Pengkajian ini melibatkan sebanyak 7 peternak dengan jumlah itik 618 ekor dan 40 ekor (kontrol). Bahan dan Alat yang Digunakan Bahan atau materi yang digunakan yaitu berupa ternak itik yang diamati sebanyak 658 ekor itik Ratu. Peralatan yang digunakan berupa bahan pakan, timbangan, alat pencampur dan penggiling pakan, peralatan
kandang (tempat pakan dan minum). Formulasi pakan yang disusun mempunyai kandungan gizi yang mengacu pada rekomendasi (Tabel 1). Penyusunan pakan perlakuan dilakukan secara partisipatif dengan petani kooperator, kemudian diperoleh formulasi pakan yang dicoba sebagai perlakuan yang disajikan pada Tabel 2. Pada pengkajian ini disusun 5 perlakuan pakan dimana perbedaan perlakuan antara satu dengan yang lain (Tabel 2) berdasarkan : A : kelengkapan bahan pakan yang digunakan (semua bahan pakan yang ada di desa digunakan (9 macam bahan pakan yaitu sagu, dedak, ikan, pakan komersial, konsentrat, gabah, kepala udang dan mineral)
Tabel 1. Rekomendasi Kebutuhan Gizi Pakan Itik Berdasarkan Umur No 1 2 3 4 Sumber :
Nutrisi Energi (kcal/kg) Protein (%) Kalsium (%) Fospor (%) Sinurat, 1999
Anak 3100 17-20 0,6-1,1 0,6
Dara 2300 14-16 0,6-1,1 0,6
Dewasa 2600-2800 16-19 2,9-3,25 0,6
Tabel 2. Formulasi Pakan Perlakuan Pada Kajian Untuk Itik Petelur (Itik Ratu) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bahan pakan Sagu Keong mas Dedak Ikan Pakan jadi Konsentrat Gabah Kepala udang Mineral EM (kcal/kg) PK (%) SK (%) LK (%) Ca (%) P (%) Harga (Rp/kg)
A
B
C
D
Kontrol
11,33 35,07 9,07 28,27 0,53 0,53 14,68 0,53 2800 18,43 6,38 6,89 2,75 0,81 2.995
13,46 2,88 33,65 9,62 40,38 2850 17,79 8 7,45 2,8 0,88 3.267
31,78 25,09 19,33 21,56 2,23 2800 16,58 5,88 6,33 2,7 1 2.857
40,82 20,41 16,33 6,12 2,04 12,24 2,04 2800 16,5 5,07 4,88 2,99 0.67 2.180
27,52 3,67 27,52 35,7 4,59 3000 20 7,96 7,16 2,18 1,16 2.000
Sumber : Analisis data primer
172
Eni Siti R. dan Ahmad Subhan: Analisis Usaha Perbaikan Pakan… B :
C :
D :
E :
pemanfaatan keong mas (5 macam bahan pakan yaitu sagu, keong mas, dedak, ikan, dan pakan komersial) kepraktisan (5 macam bahan pakan yaitu sagu, dedak, ikan, pakan komersial dan mineral) pemanfaatan kepala udang (7 macam bahan pakan yaitu sagu, dedak, ikan, pakan komersial, konsentrat, kepala udang dan minera kontrol (5 macam bahan pakan : sagu, keong mas, dedak, ikan dan gabah)
Paramater yang diukur adalah produksi telur, rataan berat telur, konsumsi pakan, konversi pakan, dan dihitung analisis usaha ternak (keuntungan, R/C, MBCR). Data yang diperoleh dianalisis dengan melihat rataan dari setiap perlakuan. Cara pengukuran parameter pada itik masa bertelur yaitu untuk produksi telur dicatat setiap hari, rataan berat telur ditimbang setiap dua minggu, kualitas telur diamati setiap 1 bulan. Lama pengamatan dilakukan 8 bulan. Data yang terkumpul dilihat rataannya. Persiapan Pengkajian Berdasarkan koordinasi dan konsultasi serta perbandingan potensi desa, ditetapkan kajian dilakukan di Desa Handil Gayam. Hal ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan yaitu : Merupakan lokasi yang cukup padat populasi ternak itiknya Mendukung kegiatan Prima Tani yang berakhir pada tahun 2009 Didukung dengan potensi desa seperti ketersediaan bahan pakan, pengalaman petani untuk beternak Dekat dengan pasar/konsumen (Banjarmasin, Banjar dan Banjarbaru) Analisis Usahatani
P1 : P2 : B1 : B2 :
penerimaan kotor cara lama penerimaan kotor cara baru biaya cara lama biaya cara baru
Potensi bahan pakan yang tersedia terdapat dedak, ikan (segar maupun kering), kepala udang dan sagu (bahasa lokal paya) yang didatangkan dari luar kabupaten. Harga dedak cukup beragam, jika musim sekitar Rp 1.750 sampai Rp 2.000 per kilogram dan maksimal Rp 2.250, harga ikan segar antara Rp 1.000 - 1.500/kg, ikan kering Rp 2.0003.500/kg dan untuk sagu bila dikonversikan berat per kilogram antara Rp 750-1.250/kg, harga kepala udang Rp 1.250-1.500/kg. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pakan perlakuan memberikan pengaruh yang cukup baik dibanding pakan kontrol bila dilihat dari segi rataan produksi telur dan konversi pakan (Tabel 3). Pakan perlakuan (A sampai D) menghasilkan rataan produksi berkisar antara 60,40-66,5% sedang pakan kontrol 45,7%. Namun untuk berat telur, antara pakan perlakuan dan pakan kontrol relatif tidak berbeda. Dan pada parameter konversi pakan terlihat bahwa pakan perlakuan cukup efisien dengan hasil antara 3,83-4,21 dibanding kontrol 5,82. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Ketaren (1999) pada itik MA (Ratu) pada umur 20-43 minggu rataan produksi telur yang dihasilkan 66,3% dan konversi pakan 4,78. Dan pada umur awal bertelur sampai dengan 12 bulan dihasilkan produksi telur 69,4% dengan konversi 4,1. Pada hasil kajian ini dinilai angka konversi pakan cukup efisien, hal ini karena pakan yang diberikan tidak ad libitum tetapi dibatasi dengan jumlah 160 gram/ekor/hari.
Analisis yang digunakan dengan menggunakan R/C dan MBCR dengan rumus sebagai berikut : R/C = Total Penerimaan Total biaya MBCR = P2-P1 B2-B1
173
Eni Siti R. dan Ahmad Subhan: Analisis Usaha Perbaikan Pakan… Tabel 3. Keragaan Itik Ratu Pada Kegiatan Pengkajian di Desa Handil Gayam Selama Tujuh Bulan
No
Perla kuan
Jumlah itik (ekor)
1 2 3 4 5
A 225 B 194 C 78 D 121 Kontrol 40 Jumlah 658 Sumber : Analisis data primer
Produksi telur (%)
Jumlah telur (butir)
Berat telur (gram)
Harga telur (Rp)
64,6 66,50 60,40 62,50 45,7
26.145 23.221 8.482 15.884 3.293
65,51 71,15 65,98 70,03 67,75
1.300 1.300 1.300 1.300 1.300
Rataan Konsum si pakan (gram/ ekor/hari) 160 160 160 160 180
Konversi pakan
4,21 3,78 4,02 3,83 5,82
Tabel 4. Analisis usaha ternak itik petelur (Itik Ratu) antara 6-7 bulan produksi di Desa Handil Gayam Uraian Jumlah itik (ekor) Biaya produksi (Rp) : Pakan Bibit P. kandang Lain-lain Jumlah
19.407.600 11.250.000 500.000 300.000 31.457.600
18.253.382 9.700.000 500.000 300.000 28.753.382
7.220.210 3.900.000 250.000 150.000 11.520.210
8.863.008 6.050.000 250.000 150.000 15.313.008
2.592.000 2.000.000 125.000 75.000 4.792.000
Penerimaan (Rp) : Telur Itik afkir Jumlah
33.988.500 6.000.000 39.988.500
30.187.300 5.100.000 35.287.300
11.026.600 2.100.000 13.126.600
20.649.200 3.150.000 23.799.200
4.280.900 1.050.000 5.330.900
8.530.900
6.534.535
1.606.390
8.486.192
538.9000
1,27
1,23
1,14
1,56
1,11
1,30
1,25
2,64
1,76
-
Keuntungan R/C MBCR Sumber : Analisis data primer
A 225
B 194
Namun pada kajian ini, rataan produksi telur yang dihasilkan lebih rendah dari yang dilaporkan Ketaren et al. (2000) sebesar 66,369,4% dan Susanti et al. (2006) sebesar 74,8%. Selanjutnya dilaporkan oleh Ketaren et al. (2000) dan Prasetyo et al. (2004) bahwa itik MA mencapai konsistensi produksi di atas 80% selama 6 bulan. Perbedaan yang dihasilkan antara kajian ini dengan penelitian lain disebabkan oleh manajemen pemeliharaan terutama pemberian pakan yang kurang terkontrol dalam jumlah maupun kualitasnya (Susanti et al., 2006). Selanjutnya dari segi warna kuning telur, pakan perlakuan menghasilkan warna kuning yang tinggi dengan skor 13-14 (maksimal 14). Pada Tabel 3 diperlihatkan perbandingan parameter produksi telur, berat telur dan konversi pakan dari
C 78
D 121
Kontrol 40
masing-masing perlakuan pakan dan kontrol. Berdasarkan data di atas terlihat bahwa pakan B menghasilkan produksi dan berat telur tertinggi dibanding pakan perlakuan lain dan konversi pakan yang dihasilkan paling efisien. Analisis Usaha Pada Tabel 4 diketahui bahwa untuk usaha pemeliharaan itik petelur (itik Ratu) dengan skala pemeliharaan antara 78 sampai 225 ekor masih memberikan keuntungan dan layak untuk diusahakan. Berdasarkan analisis diketahui bahwa nilai R/C pada pakan perlakuan antara 1,14 – 1,56 sedang itik kontrol nilai R/C nya 1,11. Nilai MBCR perlakuan terhadap pakan kontrol untuk pakan perlakuan nilainya lebih dari 1, masing-masing untuk perlakuan pakan
174
Eni Siti R. dan Ahmad Subhan: Analisis Usaha Perbaikan Pakan… A, B, C dan D adalah 1,30, 1,25, 2,64 dan 1,76. Berdasarkan data analisis diketahui bahwa pakan perlakuan D dapat dipergunakan formulasi pakannya karena menguntungkan dan layak diusahakan dan pilihan kedua adalah pakan perlakuan C. Formulasi pakan A dan B bisa juga digunakan sebagai alternatif lain. Hasil penelitian yang dilaporkan Juarini et al. (2006) bahwa rataan telur itik MA di Blitar mengalami penurunan dibandingkan itik MA yang dihasilkan Balitnak (71,4%) sedang di lapangan 62,2%, selanjutnya dilaporkan bahwa nilai B/C untuk usaha pemeliharaan itik keturunan MA cukup menguntungkan dengan nilai antara 1,55-1,73. Menurut Malian (2004), MBCR teknologi baru harus mempunyai nilai lebih besar dari 1 agar menarik petani untuk mengadopsi teknologi itu. Bila MBCR sama dengan 1 maka teknologi baru itu tidak berpotensi secara ekonomi. MBCR = 1 mengandung arti bahwa perubahan teknologi atau mengadopsi teknologi baru, tidak memberikan kenaikan MBCR. Laporan Ismadi et al. (2008) di lokasi Prima Tani Desa Handil Gayam menyebutkan bahwa usaha ternak itik yang dilakukan secara semi intensif memberikan nilai R/C 2,09 pada skala 41-50 ekor dan skala 90-125 ekor nilai R/C 2,14 dengan cara pemeliharaan dilepas dan jenis bahan pakan yang diberikan dedak, sagu, keong mas dan ikan. Berdasarkan hasil ini diketahui bahwa pemeliharaan ternak itik secara intensif memerlukan biaya yang mahal sehingga jika itik akan diusahakan secara intensif minimal skala usahanya 150-200 ekor. Berdasarkan analisis usaha diketahui bahwa pakan perlakuan A dan D memberikan nilai R/C yang lebih tinggi dibandingkan pakan lainnya, sedang pakan C dan D menghasilkan nilai MBCR yang lebih tinggi dari pakan lainnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa pakan dengan formulasi D adalah yang terbaik bila ditinjau dari nilai R/C dan MBCR walaupun rataan produksi telur 62,5% yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pakan A dan B, hal ini karena harga pakan D lebih murah yaitu Rp 2.180/kg. Harga pakan D lebih murah sekitar 60,36% bila dibandingkan dengan pakan komersial yang harganya mencapai Rp 5.500/kg. Dengan berbagai pertimbangan, petani dapat memilih yang
paling cocok dengan kondisi permodalan yang dimiliki. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengkajian terlihat bahwa pakan perlakuan D dengan formulasi pakan terdiri dari (sagu, dedak, ikan dan kepala udang) adalah formulasi terbaik karena harganya lebih murah 60,36% dari pakan komersial, dan cukup menguntungkan serta layak diusahakan bila dilihat dari nilai R/C sebesar 1,56 dan nilai MBCR sebesar 1,76. Berdasarkan penelitian ini disarankan agar petani dapat menyesuaikan bahan pakan local yang digunakan dengan pertimbangan harga, ketersediaan dan musim. Bahan pakan yang ketersediaannya tergantung musim maka dapat dilakukan pengolahan atau pengawetan dengan cara membuat tepung atau dikeringkan agar selalu tersedia secara kontinu. DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Ternak. 2004. Ratu : Bibit Niaga Itik Petelur Unggulan. www.balitnak.net Dinas Peternakan Kalimantan Selatan. 2007. Buku Saku Peternakan Tahun 2007. Banjarbaru. Hardjosworo, P. S., A. R. Setioko, P. P. Ketaren, L. H. Prasetyo, A. P. Sinurat, dan Rukmiasih. 2001. Perkembangan teknologi peternakan unggas air di Indonesia. Prosiding Unggas Air. Bogor, 6-7 Agustus 2001. Kerjasama Balitnak Bogor, Fakultas Peternakan IPB dan Yayasan Kehati. Hal 22-46. Ismadi, D.I., E. S. Rohaeni, Barnuwati dan T. Rahman. 2008. Prima Tani Lahan Pasang Surut Tidak Langsung Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Laporan Akhir. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Juarini, E., Sumanto, B. Wibowo dan H. Prasetyo. 2006. Evaluai pengembangan itik MA dan pemasaran telur di sentra produksi Kabupaten Blitar. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12-13 September 2005. P. 836-844.
175
Eni Siti R. dan Ahmad Subhan: Analisis Usaha Perbaikan Pakan… Ketaren, P.P, L.H. Prasetyo dan T. Murtisari. 2000. Karakter produksi telur itik silang Mojosari Alabio. Prosiding Semina Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18-19 Oktober 1999. P. 286-291.
Rohaeni, E. S., dan R. Zuraida. 2005. Prospek pengusahaan ternak itik MA di sentra produksi Kabupaten Tanah Laut. Prosiding Seminar Nasional. BPTP Jawa Timur.
Malian, A. H. 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial Teknologi pada Skala Pengkajian. Makalah pada Pelatihan Analisa Finansial dan Ekonomi di Bogor tanggal 29 Nopember – 9 Desember 2004.
Saderi, D. I., E. S. Rohaeni, Barnuwati, Z. Hikmah dan S. Lesmayati. 2007. Laporan Akhir Prima Tani Tidak Langsung Kabupaten Tanah Laut. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru.
Prasetyo, L.H., B. Brahmantiyo dan B. Wibowo. 2004. Produksi telur persilangan itik Mojosari dan Alabio sebagai bibit niaga unggulan itik petelur. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29-30 September 2003. P. 360-364. ______ dan P. P. Ketaren. 2006. Interaksi antara bangsa itik dan kualitas ransum pada produksi dan kualitas telur itik lokal. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12-13 September 2005. Buku 2 : 811-816.
Satata, B. 1992. Pengaruh Aras Protein dan Imbangan kombinasi lisin dan Metionin pada Ransum Petelur tanpa dan dengan Tepung Ikan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sinurat, A. P. 1999. Makalah disampaikan pada Temu Aplikasi Teknologi di Banjarbaru. Laporan Akhir. Susanti, T., A.R. Setioko, L.H. Prasetyo dan Supriyadi. 2006. Produksi telur itik MA di BPTU Pelaihari Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12-13 September 2005. P. 817-822.
176