Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PENGENDALIAN INFESTASI CACING Haemonchus contortus MENGGUNAKAN DAUN NENAS PADA KAMBING PE (Control of Haemonchus contortus Infestation Using Pineapple Leaf in Goats) LUH GDE SRI ASTITI dan T. PANJAITAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, Jl. Raya Paninjauan Narmada, Mataram 83101
ABSTRACT The assessment on the efficacy of pineapple leaf (Ananas comosus) in controlling Haemonchus contortus was conducted at the Assessment Institute for Agricultural Technology, Nusa Tenggara Barat (AIAT NTB). Twenty four goats were allocated randomly into 3 groups and treated as control (T0), fresh pineapple leaf (T1), and dried pineapple leaf (T2). The leaf was dosed orally at 600 mg/kg BW and 300 mg/kg BW for fresh and dried leaves respectively. The results indicated that pineapple leaf reduced the total number of eggs of H. contortus (P > 0.05). However, the reduction numbers of eggs was not different (P < 0.05) among fresh and dried leaves. It can be concluded that pineapple leaf can be used effectively to control H. contortus but the effectively was decreasing in 3 days after dosing. Key Words: Pineapple Leaf, Haemonchus contortus, PE Goat ABSTRAK Pengkajian penggunaan daun nenas (Ananas comosus) untuk menangani dan mengendalikan penyakit helminthiasis (Haemonchus contortus) telah dilakukan pada kambing PE di kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat (BPTP-NTB) di Narmada. Pengkajian menggunakan 24 ekor kambing PE yang dibagi secara acak dalam 3 kelompok kandang dan setiap kelompok diberi perlakuan yang ditetapkan secara acak masing-masing; Kontrol (T0), perlakuan dengan daun nenas segar (T1) dan perlakuan dengan serbuk daun nenas kering (T2). Daun nenas segar diberikan sebanyak 600 mg/kg berat badan (BB) sedangkan serbuk daun nenas kering diberikan sebanyak 300 mg/kg BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian daun nenas menurunkan jumlah telur cacing Haemonchus contortus pada ternak kambing PE (P > 0,05). Tidak terdapat perbedaan jumlah telur cacing Haemonchus contortus pada ternak kambing PE yang diberikan daun nenas segar maupun serbuk daun nenas kering (P < 0,05). Pada hari ketiga setelah pemberian daun nenas jumlah telur cacing turun sebesar 40% dan 30% masing-masing untuk kambing yang diberikan daun nenas segar dan sebuk daun nenas kering. Pada hari kesepuluh total penurunan jumlah telur cacing sebesar 45 dan 38%. Pemberian daun nenas menurunkan jumlah telur cacing Haemonchus contortus pada feses kambing PE tetapi efektifitas anthihelmintiknya menurun di hari kesepuluh. Kata Kunci: Daun Nenas, Haemonchus contortus, Kambing PE
PENDAHULUAN Peningkatan produksi ternak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan meningkatkan taraf hidup petani ternak. Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu Propinsi sentra produksi ternak di Indonesia. Selain ternak sapi dan kerbau, kambing merupakan ternak yang terintegrasi dengan sistem usahatani terutama pada petani dengan pemilikan lahan terbatas. Populasi ternak kambing dicatat oleh Biro Pusat
494
Statistik (BPS) propinsi NTB pada tahun 2007 sebanyak 376.100 ekor dan meningkat menjadi 389.043 ekor pada tahun 2008 (BPS, 2008). Pada umumnya di NTB kambing masih dipelihara dengan cara dilepas dan dikandangkan pada malam hari dan sebagian dikandangkan penuh dengan pakan sepenuhnya disediakan oleh petani. Pada umumnya manajemen pemeliharaan masih sangat sederhana dan rentan terhadap serangan penyakit. Salah satu masalah yang sering dijumpai peternak kambing di NTB adalah
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
terhambatnya pertumbuhan ternak yang disebabkan oleh penyakit saluran pencernaan. Penyakit saluran pencernaan pada umumnya disebabkan oleh cacing dari golongan Nematoda, Trematoda dan Cestoda (AKOSO, 1996; GOODWIN, 2007). Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis langsung maupun tidak langsung (MAICHIMO et al., 2004), seperti terjadinya penurunan berat badan (SIEGMUND et al., 1983; HUNGERFORD, 2005) dan pada infestasi berat dapat menyebabkan kematian (SLOSS, 1976; SIEGMUND et al., 1983). Ternak kambing sering terserang penyakit cacing dari spesies Haemonchus contortus dengan angka infestasi dapat mencapai 80% (ANONIMUS, 2008). Penanganan dan pengendalian dampak helminthiasis dapat dilakukan dengan pencegahan yang dilakukan dengan perbaikan manajeman pemeliharaan (GOODWIN, 2007) dan melalui pengobatan dengan pemberian preparat anthelmintik seperti Albendazole, Fenbendazole dan Mebendazole. Pemberian preparat anthelmintik kimiawi secara terus menerus menyebabkan resistensi pada cacing dan residu obat dalam jaringan tubuh hewan (SUBRONTO, 2001; BERIAJAYA, 2005; GARG et al., 2007; RAM et al., 2007). Alternatif pengobatan helminthiasis dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan alami menggunakan tanaman atau ekstrak tanaman. Nenas (Ananas comosus) mengandung enzim bromelin, peptin dan garam oksalat yang mempunyai khasiat antelmintik (BERIAJAYA, 2005). Enzim bromelin berfungsi melarutkan lendir yang sangat kental, memecah lemak di usus sehingga membantu membersihkan usus, mencuci timbunan protein dan parasit cacing pada saluran pencernaan sehingga cacing dapat dengan mudah dikeluarkan melalui feces (ANONIMUS, 2008). Oleh karena itu, telah dilakukan pengkajian di kebun percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat (BPTP-NTB) di Narmada untuk mengetahui efektifitas pemberian ekstrak daun nenas terhadap penurunan jumlah telur cacing H. contortus pada kambing Peranakan Etawah.
MATERI DAN METODE Pengkajian telah dilaksanakan di kebun percobaan BPTP-NTB di Narmada dari bulan Maret sampai bulan April tahun 2009. Pengkajian menggunakan 24 ekor kambing PE yang didiagnosis menderita helminthiasis. Kambing kemudian dibagi secara acak dalam 3 kelompok perlakuan dengan masing-masing perlakuan sebanyak 8 ekor dan kemudian ditempatkan secara acak dalam 3 buah kandang yang terisolasi. Kelompok pertama atau kandang I tidak diberi obat cacing atau kontrol (T0). Kelompok kedua atau kandang II diberikan daun nenas segar dengan dosis 600 mg/kg berat badan (T1). Kelompok ketiga atau kandang III diberi serbuk daun nenas kering dengan dosis 300 mg/kg berat badan, dengan asumsi bahan kering daun nenas berkisar 50%. Pembuatan daun nenas segar dilakukan segera setelah daun nenas dipetik, dicuci dengan air dan diangin-anginkan kemudian digiling sampai halus sebelum diberikan pada ternak. Pembuatan serbuk daun nenas kering dilakukan dengan memetik daun nenas kemudian dipotong kecil-kecil dan dikeringkan pada suhu 70°C selama 3 hari, kemudian digiling sampai halus sebelum diberikan pada ternak. Bahan yang sudah jadi kemudian ditimbang sesuai dengan berat badan kambing yang akan diperlakukan, ditambahkan 10 ml air dan dilakukan pengadukan sampai didapatkan larutan yang homogen dan kemudian diberikan secara oral (dicekok). Pengambilan sampel tinja dilakukan dengan mengambil feses langsung melalui rektum sebanyak ± 1,5 g yang dilakukan sebanyak 3 kali yaitu sebelum perlakuan, 3 dan 10 hari setelah perlakuan. Sampel tinja kemudian ditetesi formalin sebelum dibawa ke Laboratorium Balai Rumah Sakit Hewan dan Veteriner NTB di Banyumulek untuk pemeriksaan jumlah telur cacing dengan menggunakan metode apung Wisconsin. Metode ini sangat sensitif digunakan untuk jumlah telur cacing yang sedikit (KVASNICKA, 1996). Penurunan jumlah telur cacing H. contortus diperoleh dengan menghitung jumlah telur cacing sebelum dan setelah pemberian perlakuan.
495
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Data jumlah telur cacing dalam setiap gram tinja (EPG) yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisa dengan menggunakan analisis varian menggunakan uji F (HANAFIAH, 2003). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pemberian daun nenas menurunkan jumlah telur cacing H. contortus (P < 0,05) dengan tingkat efektifitas yang tidak berbeda baik menggunakan daun nenas segar maupun serbuk daun nenas kering (P > 0,05) Tabel 1. Pada ternak kontrol (T0) jumlah telur cacing menunjukkan kecenderungan meningkat dimana pada awal pemeriksaan rata-rata
berjumlah ± 272,13 dan pada pemeriksaan kedua atau 10 hari kemudian menjadi ± 313,50 atau meningkat sebesar (15%). Pada ternak yang diperlakukan dengan daun nenas segar, terjadi penurunan telur cacing pada pemeriksaan awal ± 201 dan pada hari ke 3 dan 10 berturut-turut turun menjadi ± 120,00 dan 111,25 atau julah telur cacing turun sebanyak 45% setelah 10 hari pemberian. Pola yang sama juga terjadi pada ternak yang diberikan serbuk daun nenas kering dimana pada pemeriksaan awal telur cacing rata-rata berjumlah 169,63 turun menjadi 118,00 pada hari ke 3 setelah perlakukan dan turun menjadi 105,63 pada sepuluh hari setelah perlakuan atau turun sebesar 38% (Gambar 1). Pemberian daun nenas baik segar maupun serbuk kering
Table 1. Jumlah telur cacing pada feses kambing PE sebelum dan sesudah 3 dan 10 hari diberikan daun nenas segar (T1) dan serbuk daun nenas kering (T2) dan kontrol (T0) Ternak
T0
T1
T2
0 hari
3 hari
10 hari
0 hari
3 hari
10 hari
0 hari
3 hari
10 hari
1
57
21
85
53
14
78
561
526
500
2
305
347
362
900
440
400
80
70
40
3
300
320
340
200
160
100
80
0
0
4
250
240
259
170
160
142
400
280
210
5
420
445
580
35
6
5
63
43
16
6
500
580
592
185
180
102
55
25
13
7
95
31
36
30
0
2
101
0
26
8
250
220
254
35
0
61
17
0
40
Jumlah
2177
2204
2508
1608
960
890
1357
944
845
Rataan
272,13
275,50
313,50
201,00
120,00
111,25
169,63
118,00
105,63
Gambar 1. Grafik rata-rata jumlah telur cacing pada masing-masing perlakuan
496
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
pada hari ke 3 setelah pemberian menurunkan jumlah telur cacing > 30% dari jumlah awal tetapi pada hari ke-10 peningkatan penurunan jumlah telur cacing hanya berkisar 15%. Tingkat efektifitas yang sama juga dilaporkan oleh BERIAJAYA (2005) bahwa efek pemberian serbuk daun nenas terlihat pada hari ke-3 setelah pemberian. Dengan demikian pemberian daun nenas sebagai obat cacing dapat menurunkan jumlah telur cacing sampai 45% pada sepuluh hari setelah pemberian. Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas daya antihelmintik dari preparat daun nenas relatif pendek. KESIMPULAN Pemberian daun nenas segar maupun serbuk daun nenas kering menurunkan jumlah telur cacing Haemonchus contortus pada feses kambing PE sampai 45% namun efektifitas anthihelmintiknya menurun dengan cepat. Efektifitas pemberian daun nenas mungkin dapat ditingkatkan melalui peningkatan dosis pemberian atau frekuensi pemberian maupun kombinasi keduanya. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian lanjutan untuk mengetahui dosis dan frekuensi yang tepat untuk menentukan manajemen pengendalian infestasi cacing H. contortus pada ternak kambing PE. DAFTAR PUSTAKA AKOSO, T. B. 1996. Kesehatan Sapi. Penerbit Kanisius,Yogyakarta. hlm. 164 – 169. ANONIMUS. 2008. Daun Pare untuk Obat Cacing Lambung pada Domba. Artikel Tabloid Sinar Tani. 21 April 2008. BADAN PUSAT STATISTIK. PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT. 2007/2008. Nusa Tenggara Barat dalam Angka. hlm. 255 – 256.
BERIAJAYA dan E. HANDIWIRAWAN. 2005. Efikasi serbuk daun nenas terhadap infeksi cacing saluran pencernaan pada domba di Stasiun Pembibitan Domba Naggung Bogor. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 973 – 978. GARG, R., R.R. KUMAR, C.L. YADAV and P.S. BANERJEE. 2007. Vet. Res. Communications 31: 749 – 755. GOODWIN, D.H. 2007. Beef Management and Production. Hutchinson. Australia Pty Ltd. New South Wales. hlm. 183 – 185. HANAFIAH, K.A. 2003. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta HUNGERFORD, T.G. 2005. Disease of Livestock. McGraw-Hill Book Company, Sidney. KVASNICKA, B. 1996. Parasite Control Strategies for Dairy Cattle in the 1990s. Hoechst-Roussel Agri-Vet Company. MAICHIMO, M.W, J.M. KAGIRA, and T. WALKER. 2004. The Point Prevalence of Gastrointestinal Parasites in Calve, Sheep and Goats in Magadi division, South-western Kenya. The Onderstepoort J. Vet. Res. 71, lss; 257 – 261. RAM, H., T.J. RASOOL, A.K. SHARMA, H.R. MEENA and S.K. SINGH. 2007. Vet. Res. Communications 31: 719 – 723. SIEGMUND, O.H., J. ARCHIBALD, C.B. DOUGLAS, A.H. JAMES, M.N. PAUL, H.S. GLENN and L.W. WILLAM. 1983. Merck Veterinary Manual. Fifth Edition. Merck and Co., Inc. Rahway, N.J., USA. SLOSS, M.W. 1976. Veterinary Clinical Parasitology. Fifth Edition. The IOWA State University Press, Ames. SUBRONTO, 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Edisi II. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta. hlm. 69 – 96.
497
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
DISKUSI Pertanyaan: Hasil penelitian daun nenas dapat menurunkan jumlah telur cacing HC pada feses kambing PE sampai 45%. Apa yang terkandung dalam daun nenas, bagaimana aplikasinya di masyarakat? Jawaban: Kandungan daun nenas enzim bromelin, peptin dan asam oksalat. Aplikasinya = daun nenas dapat diberikan dalam bentuk segar, sebelumnya durinya dihilangkan dengan dosisi 600 mg/kg BB.
498