0245: Joko Prioyono dkk.
PG-253
PENGEMBANGAN USAHATANI TERPADU JAGUNG – SAPI BALI PADA LAHAN SUB OPTIMAL DI NTB DENGAN MENGOPTIMALKAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA LOKAL Joko Priyono1), I Wayan Sudika1), Chairussyuhur Arman1), Mastur Hanan1), dan Achmad Muzani2) 1)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Lahan Kering Tropika (P3LKT) Universitas Mataram, Jalan Pendidikan 37 Mataram, 83125 NTB, Telepon 0370 628143, e-Mail:
[email protected] 2)
Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB, Jalan Peninjauan Narmada, Lombok Barat, NTB Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Untuk mempercepat pencapai hasil yang optimal dan berkelanjutan dari pelaksanaan program unggulan NTB pada sektor pangan, yaitu jagung dan ternak sapi, perlu penerapan iptek yang tepat. Tujuan dan sasaran utama dari kegiatan riset ini adalah untuk mendapatkan paket teknologi usahatani kedua komoditi itu yang adaptif dan adoptatable untuk kondisi agroekologi di NTB yang didominasi oleh sumberdaya lahan kering (sub optimal), untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara signifikan. Kaji tindak dilakukan di lahan kering beriklim kering (type E) di Desa Akar-Akar, Kab. Lombok Utara - NTB, yang tanahnya porus dan miskin hara. Kegiatan kaji tindak terdiri atas (1) penanaman 4 varietas jagung secara bergilir, biomassnya digunakan sebagai pakan ternak, (2) penggemukan sapi yang didukung dengan penerapan teknologi pakan awetan, dan (3) inseminasi buatan (IB). Hasil kaji tindak ini menunjukan bahwa selain diperoleh hasil berupa biji (5 – 8 t/ha jagung pipilan kering), juga biomasa jerami jagung (22 – 37 t/ha) yang digunakan sebagai sumber pakan ternak sapi. Jumlah pakan (biomass) dari 1 ha lahan yang ditanami jagung (3 x tanam/tahun) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan optimal pakan 4 - 5 ekor sapi Bali per 4 bulan, atau 16 - 20 ekor per tahun. Kapasitas penyediaan pakan itu dapat ditingkatkan jika dibarengi dengan penanaman beragam jenis tanaman pakan di bagian pinggir (pagar) dan pematang lahan tersebut. Disimpulkan bahwa model usahatani terpadu tanaman pangan – sapi Bali sangat sesuai diterapkan di NTB, dan akan lebih berdaya guna jika dikombinasikan dengan pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk dan sumber energi alternative (biogas). Kata Kunci: Jagung, sapi Bali, usahatani terpadu, sumberdaya lokal.
I. PENDAHULUAN Jagung dan ternak sapi adalah 2 dari 3 komoditi unggulan NTB yang tertuang dalam RPJMD NTB 2009 – 2014 [1]. Prov. NTB juga menjadi salah satu daerah target dalam upaya pening-katan produksi jagung dan daging untuk memenuhi kebutuhan nasional. Penetapan komoditi unggulan itu dida-sarkan pada kondisi agroekologi NTB yang sebagian besar (> 84 %) adalah lahan kering (sub optimal) [1] yang sesuai untuk pengembangan komoditi tersebut. Selain itu, masyarakat NTB yang sebagian besar petani, telah terbiasa beternak sapi (khususnya sapi Bali), maupun bercocok tanam jagung. Khusus untuk pengembangan sapi, se-lain ditempuh melalui peningkatan pro-duktivitas (program penggemukan), ju-ga melalui peningkatan populasi de-ngan menerapkan teknologi inseminasi buatan (IB) dan kawinan
alam (KA) yang disinkronkan birahinya dengan progrestogen implant. Dalam pelaksanaan program pengem-bangan komoditi unggulan tersebut, masih banyak masalah yang harus diatasi agar tercapai hasil yang optimal dan berlanjutan. Masalah itu antara lain adalah belum sinergisnya pelaksanaan program kedua komoditi itu di tingkat hamparan. Kedua komoditi unggulan itu (jagung dan sapi) seharusnya di-kembangkan melalui penerapan model usahatani terpadu jagung – ternak sapi di tingkat hamparan (on farm), dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal. Dari aspek pengembangan iptek untuk komoditi jagung, beberapa paket tekno-logi berbasis sumberdaya lokal telah dikembangkan. Misalnya, untuk varie-tas jagung unggul lokal (komposit), Balitbangtan telah melepas beberapa varietas unggul, antara lain Sukmara-ga, Lamuru, dan Bisma. Peneliti dari Universitas Mataram [5], telah merakit
0245: Joko Prioyono dkk.
PG-254 dan terus mengembangkan varietas jagung yang tahan terhadap cekaman kekeringan dan berumur genjah (70 hari) sehingga dapat ditanam 4 kali/ tahun; potensi produksinya cukup tinggi (sekitar 5 t/ha) dan pada saat panen, biomasanya masih hijau (stay green) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (sapi) yang baik. Produk-tivitas jagung tersebut dapat ditingkat-kan jika dibarengi dengan pengelolaan unsur hara (pemupukan) yang tepat. Berkaitan dengan hal itu, telah dikem-bangkan pula pupuk lengkap dan ra-mah lingkungan berbasis bahan baku lokal, yaitu pupuk cair batuan silikat/ volkanik yang dapat dikombinasikan dengan pestisida nabati [5]. Dari aspek pengembangan ternak sapi, khususnya di lahan kering beriklim kering seperti di NTB, kendala utamanya adalah terbatasnya sumber pakan. Terkait dengan hal itu, beberapa paket teknologi tepat guna yang berkaitan dengan pakan ternak juga telah terse-dia dan siap diterapkan on farm. Misalnya, peningkatan kualitas dan pengawetan pakan dengan menggu-nakan teknik amoniasi dari berbagai biomasa tanaman (termasuk jerami ja-gung dan padi) [3], atau disubstitusi de-ngan daun tanaman kelor, murbai, atau kacang-kacangan (berkadar protein tinggi) [4]. Teknologi pakan lainnya adalah pembuatan Urea Molases Block (UMB) sebagai pakan tambahan untuk meningkatkan kecernaan dan napsu ternak sapi untuk mengkonsumsi berbagai macam bahan pakan segar mau-pun kering dari limbah pertanian [8]. Beberapa temuan teknologi seperti di-jelaskan di atas belum diterapkan on farm secara luas. Alternatif yang dinilai paling tepat untuk penerapan iptek tersebut di tingkat hamparan adalah melalui pengembangan usahatani terpadu jagung – ternak sapi. Secara teoritis, integrasi usahatani ja-gung – sapi Bali akan memberikan keuntungan ganda bagi petani, ramah lingkungan, dan keberlanjutan (sustain-able). Selain memperoleh keuntungan dalam bentuk hasil biji jagung dan daging sapi, petani juga diuntungkan dari (1) tersedianya bahan pakan ter-nak yang cukup banyak dari limbah (biomas) tanaman jagung, sehingga mereka dapat meningkatkan kapasitas peliharaan atau jumlah ternak yang mampu dikelola secara optimal, dan (2) limbah (kotoran) ternak sapi dapat di-manfaatkan sebagai pupuk dan amelioran organik [6] serta sebagai sumber energi alternatif (biogas) [7] yang dapat dikembangkan secara komersial. Model usahatani terpadu tanaman pangan – ternak sapi yang sangat po-tensial berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat petani itu perlu diuji pada beragam kondisi agroekologi di lapang [7]. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mendapatkan paket teknologi (suatu model) usahatani terpadu jagung – sapi Bali yang tepat untuk diterapkan pada kon-disi lahan kering beriklim sangat kering (tipe E) di NTB.
II. METODOLOGI Lokasi Riset. Penelitian dilakukan di Desa Akar-Akar, Kec. Bayan, Kab. Lombok Utara, NTB, pada lahan seluas 1,2 ha. Lahan tersebut adalah lahan yang telah ditam-bang bahan induknya (batu apung) pada tahun 1990-an. Sebagian dari lahan itu (0,5 ha) telah diremediasi, yaitu diratakan, dibuat petak/guludan, dan diberi bubuk batuan silikat + kom-pos kotoran ternak [6]. Tanah di lokasi riset ini bertekstur pasiran (kasar) dan porus, tingkat kesu-burannya (kadar unsur hara esensial) relatif rendah. Selain curah hujan yang sangat terbatas (< 1000 mm/th, 2 - 3 bulan basah), satu-satunya sumber air yang dapat digunakan untuk usahatani di lahan itu adalah air tanah dalam yang harus dipompa dari sumur bor dengan kedalaman 100 m. Sarana dan Bahan Riset Lahan untuk riset ini dilengkapi (1) sarana irigasi lahan kering (sistim gravitasi) dengan jaringan pipa PVC dan bak penampung air, (2) 1 unit kandang sapi (6 m x 15 m), (3) sarana pembuatan pakan awetan, (4) digester biogas dan (5) unit processing limbah ternak sapi menjadi pupuk. Jagung yang ditanam terdiri atas 4 varietas, yaitu (1) komposit (KP) yang dikembangkan di Unram [8], (2) Sukmaraga (SR), (3) Lamuru (LM), dan (4) Bisma (BM) yang dikembangkan oleh Balitbangtan di Maros. Uji Tanaman Jagung Empat varietas jagung ditanam secara berseri/bergilir, masing-masing pada sub petak yang berbeda (12 – 16 are, total 0,48 ha) dengan interval waktu tanam 3 – 4 minggu. Penerapan cara tanam itu dimaksudkan untuk menghi-dari terjadinya penyerbukan silang an-tar varietas, dan terjaminnya ketersedi-aan biomasa segar sebagai pakan ternak secara kontinyu. Urutan penanam-annya adalah KP, SR, LM, dan BM, kemudian kembali lagi ditanam KP dan seterusnya. Uji aplikasi pupuk cair batuan silikat dilakukan khusus pada varietas KP, SR, dan LM. Untuk varietas Bisma, diberi pupuk lengkap (NP + kompos + pupuk cair batuan silikat). Penggemukan Sapi Untuk pelaksanaan uji penggemukan sapi, disiapkan 10 ekor sapi Bali ba-kalan (berumur 2,5 - 3 tahun) yang dibeli dari peternak di sekitar lokasi riset. Sapi bakalan tersebut teridiri atas 6 sapi betina dan 4 sapi jantan. Dalam kegiatan penggemukan, 5 sapi (2 jantan dan 3 betina) diberi pakan tambahan UMB, sedangkan 5 sapi lainnya tidak diberi UMB. Pakan ternak yang diberikan setiap harinya berasal dari areal tanaman jagung, berupa bio-masa jagung dan rumput liar yang tum-buh di bawah tegakan tanaman jagung tersebut.
0245: Joko Prioyono dkk.
PG-255
Kegiatan penggemukan sapi dimulai pada saat tanaman pertama (KP) mulai masuk fase generatif (umur 2 bulan), yaitu pada saat daun bagian bawah sudah layak dipangkas untuk pakan ternak. Selanjutnya, tanaman bagian atas dipotong pada fase masak fisiolo-gis. Jumlah biomasa (dan rumput liar di bawah tegakan tanaman jagung) yang diambil untuk pakan ternak disesuaikan dengan ketersediaan pakan (biomasa jagung) setiap hari, dan diusahaknan tidak mengganggu per-tumbuhan dan hasil tanaman jagung. Bagian tanaman yang kering (batang, kulit buah/klobot, dan tongkol jagung) diperoleh setelah panen. Kemudian, bahan pakan kering itu dicacah dengan mesin pencacah; sebagian diproses melalui ammonisi dan sebagian (klobot jagung) diberikan langsung kepada ternak pada saat persediaan bahan pakan segar sudah habis (belum tersedia lagi).
beriklim sangat kering dan yang tidak terdapat sumber air dari curah hujan. Tabel 1. Hasil dan biomasa tanaman jagung
Inseminasi Buatan (IB) Program IB dilakukan pada 10 ekor ter-nak sapi Bali milik masyarakat di seki-tar lokasi penelitian, yaitu pada induk sapi yang pernah beranak minimal dua kali. Setelah induk sapi dipersiapkan (diberi pakan yang cukup dan diperiksa kesehatannya), dilakukan pemeriksaan estreus. Dari 10 induk sapi yang diper-siapkan, ternyata 5 ekor teridentifikasi telah bunting, dan hanya 5 yang disinkronisasikan birahinya dengan proges-togen implant, disuntik vitamin dan hor-mon (propaglandin). Setelah 1 – 2 hari observasi, ternak memperlihatkan tanda-tanda birahi, kemudian dilakukan IB menggunakan semen beku dari sapi Bali unggul. Hingga saat ini, hasil IB tersebut belum dapat dilaporkan.
Dihitung berdasarkan data pada Tabel 1, total biomasa dari areal tanam se-luas 0,48 ha adalah 13,58 ton. Dari jumlah biomasa tersebut, yang terman-faatkan sebagai pakan ternak selama pemeliharaan 10 minggu adalah 4,074 ton (segar), sehingga rerata pemberian pakan dalam bentuk biomasa segar sekitar 5,8 kg/ekor sapi/hari. Total biomasa kering (batang bawah, klobot, dan tongkol) sekitar 5,7 ton kering (setara 9,5 ton biomasa segar). Bio-masa kering tersebut baru termanfaat-kan sekitar 10 %, sisanya disimpan untuk cadangan pakan 1 bulan ke depan, sebelum biomasa segar dapat diperoleh lagi dari seri penanaman jagung berikutnya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Biji dan Biomasa Jagung Data hasil biji jagung dan total biomasa (daun, batang, kulit/klobot, dan tongkol jagung) dihitung berdasarkan hasil bobot 10 rumpun jagung yang diambil secara acak pada setiap sub petak (2 – 4 are) untuk masing-masing varietas dan perlakuan pupuk cair, kemudian dikonversi ke satuan t/ha (Tabel 1). Pada Tabel 1 terlihat bahwa pembe-rian pupuk cair batuan silikat mening-katkan hasil biji jagung (pipilan kering) 5 – 16 % dan total biomasa sebesar 4 – 11 %. Produksi tertinggi dalam bentuk biji maupun biomasa adalah jagung varietas Sukmaraga (SM); sedangkan yang terendah adalah jagung komposit (KP). Tetapi, varietas SM berumur pan-jang (sekitar 105 hari), sedangkan ja-gung KP berumur pendek (70 – 75 hari) dan lebih tahan terhadap cekam-an kekeringan. Dengan mempertimbang-kan seringnya terjadi masalah keke-ringan akibat perubahan iklim saat ini, maka jagung komposit (KP) lebih dire-komendasikan daripada varietas Suk-maraga, terutama untuk dibudidayakan di lahan kering
Hasil Biomasa Var. dan L. Tanam (t/ha) (t/ha) Perlakuan (m2) 1. KP0 0,08 4,42 21,50 KP1 0,08 5.14 22,25 2. SR0 0,07 7,77 34,86 SR1 0,07 8,15 37,14 0,06 6,62 28,50 3. LM0 LM1 0,06 6,84 31,67 4. BS 0,06 6,20 23,83 * Indeks pada KP, SR, dan LM, 0 = ti-dak diberi pupuk cair, 1 = diberi pu-puk cair batuan silikat **Biomasa segar No.
Bobot Ternak Sapi Perubahan rerata bobot ternak sapi selama program penggemukan yang telah berjalan 2,5 bulan (70 hari) disajikan dalam Gambar 1. Seperti tampak pada Gambar 1, rerata peningkatan bobot ternak sapi relatif rendah, dan untuk yang diberi tambahan pakan UMB lebih tinggi daripada yang tidak diberi UMB. Rerata peningkatan bobot sapi jantan yang tidak dan yang diberi diberi UMB adalah 0,14 dan 0,23 kg/hari, sedang-kan untuk sapi betina adalah 0,12 dan 0,39 kg/hari. Berdasarkan hasil kajian sebelumnya [2], pertambahan bobot sapi Bali umur 2 – 3 tahun, diberi pakan hijauan segar > 10 % bobot ternak (8 – 10 kg/ekor/hari), adalah 0,3 – 0,5 kg/ekor/hari. Rendahnya pertambahan bobot ternak selama program penggemukan itu, ter-utama disebabkan oleh kurangnya pasokan pakan (hijauan segar). Kebutuh-an pakan yang hanya dipasok dari la-han yang ditanami jagung (0,48 ha), dan sebenarnya pakan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan optimal 6 – 7 kg/ekor/hari. Ternak sapi yang diberi UMB memperli-hatkan nafsu makan yang lebih besar dibanding yang tidak diberi UBM, ter-utama terhadap pakan (biomasa ja-gung) kering, sehingga secara umum pertambahan bobot ternak yang
0245: Joko Prioyono dkk.
PG-256 diberi UMB relatif lebih tinggi daripada yang tidak diberi pakan tambahan UMB. Dengan kata lain, UMB efektif diguna-kan sebagai asupan pakan tambahan untuk penggemukan sapi. Hasil serupa juga ditunjukan oleh peneliti lain [3][4]. Jumlah Peliharaan Ternak Optimal Berdasarkan hasil kajian di atas, perta-nyaan yang muncul adalah berapa jum-lah optimal sapi yang dapat
dikelola di lingkungan agroekologi lahan kering di Lombok Utara – NTB oleh petani yang memiliki lahan usaha 1 ha? Berdasarkan pengamatan lapang (wa-wancara dengan beberapa peternak setempat), jika petani hanya mengandalkan pakan alami dari lahan miliknya, mereka hanya akan mampu memberi pakan 1 – 2 ekor sapi, dan itupun cukup sulit dipenuhi pada musim kering (6 - 8 bulan). Jumlah ternak dapat ditambah jika tersedia tambahan pakan yang diangkut dari daerah lain.
Gambar 1. Rerata Peningkatan Bobot Sapi per Minggu
Estimasi yang didasarkan pada hasil biomasa jagung pada Tabel 1, varietas KP yang dapat ditanam 4 kali per tahun, setiap kali tanam menghasilkan 22 ton biomasa/ha (88 ton/ha/th). Jika periode penggemukan adalah 4 bulan (3 kali setahun) dan kebutuhan pakan optimal 10 kg/hari/ekor, maka biomasa jagung itu hanya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan pakan ternak 4 - 5 ekor sapi per periode (4 bulan). Jika yang ditanam adalah vari-etas Sukmaraga (umur 105 hari, bio-masa 37 ton/ ha/musim tanam), dapat ditanam 3 kali setahun, maka jumlah ternak yang dapat dipelihara (untuk program penggemukan) optimal adalah 5 – 7 ekor per periode penggemukan sapi. Ditinjau dari aspek agronomis, pena-naman jagung (monokultur) secara terus-menerus pada satu hamparan tidak dianjurkan, karena dapat menim-bulkan masalah kualitas tanah dan munculnya hama dan penyakit tanam-an yang serius. Pada kondisi agro-ekologis lahan sub optimal di NTB seperti dijelaskan di atas, komoditi ta-naman pangan yang kemungkinan di-usahakan petani pada satu hamparan (1 ha) adalah jagung – kacang-kacang-an, ditanam secara bergilir ataupun tumpang-gilir (multiple cropping). Kare-na potensi biomasa tanaman kacang-kacangan jauh lebih rendah (meskipun nilai gizinya lebih tinggi) dibanding bio-
masa jagung, sumbangan pakan ternak dari usahatani jagung - kacang-kacang-an itu lebih rendah dari perhitungan seperti di atas (ditanami jagung secara terus-menerus); dan jumlah ternak yang dapat dipelihara secara optimal juga lebih rendah, yaitu 2 – 4 ekor per periode penggemukan, 4 bulan. Kapasitas penyediaan pakan dari lahan usahatani tersebut dapat ditingkatkan jika beberapa macam jenis tanaman pakan ternak lainnya juga diusahakan di lahan tersebut. Misalnya, beragam jenis rumput pakan ternak, lamtoro, gamal, dan turi, dapat ditanam sebagai sumber pakan ternak sekaligus pengu-at galengan dan pagar.
IV. KESIMPULAN Model usahatani terpadu tanaman ja-gung/dan tanaman pakan ternak de-ngan sapi Bali, dapat memberikan keuntungan ganda bagi petani, dan sa-ngat cocok diterapkan pada hampir semua kondisi agroekologi lahan kering di NTB. Penerapan model tersebut juga akan dapat meningkatkan kapasitas petani untuk memelihara ternak sapi dengan baik, yaitu dari 1 – 2 ekor menjadi 4 – 6 ekor per petani.
0245: Joko Prioyono dkk.
Untuk mempercepat pencapaian target program unggulan daerah NTB (PIJAR) sehingga dapat segera mengungkit perekonomian masyarakat, model usa-hatani tersebut hendaknya segera di-perluas penerapannya di tingkat ham-paran. Karena beragamnya kondisi agroekologi dan kemampuan daya du-kung sumberdaya lahan dan pakan ter-nak di NTB, maka perlu dilakukan pe-metaan potensi sumberdaya lahan sebagai dasar penyusunan model spe-sifik lokasi berbasis usahatani terpadu tanaman pangan – ternak sapi Bali. Penerapan model tersebut akan lebih berdaya guna jika dikombinasikan dengan pemanfaatan limbah ternak untuk pupuk dan biogas.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
Bappeda NTB. (2010). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009 – 2014. Dahlanuddin, Muzani, A., Sutar-yono, Y.A., Mc.Donald, C. (2009). Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Pada Sistem Kandang Kompleks (Pengalaman di Lom-bok Tengah, NTB). Prosiding Seminar Nasional Sapi Bali. Pengembangan Sapi Bali Berke-lanjutan dalam Sistim Peternakan Rakyat. Mataram, 28 Oktober 2009. Kunkle, W.E. (2001). Strategies For Cost Efective Suplementation Of Beef Cattle. http://edis.alam ifas.ufl.edu. Muzani,A., Sauki, A., Sasongko W.R. (2004). Demonstrasi Peman-faatan Limbah Pertanian sebagai Pakan Ternak Murah di Kabupat-en Lombok Timur. (Lap.). Priyono, J., Muthahanas, A. (2011). Pengembangan Biopesti-cal Fertilizer dari Batuan Silikat Basaltic dan Tanaman Nimba se-bagai Sarana Produksi Pertanian Ramah Lingkungan. Lap. Hibah Bersaing. Lemlit Unram. Priyono, J., Rahardjo, C.S., Rah-mianna, A.A. (2011). Remediating the degraded land due to mining of pumice stone in the northern part of Lombok Island by Using Silicate Rock-Organic Fertilizer. Proc. Int. Conf. SAFS. Bandung. Hardianto, R. (2009). Pengem-bangan Teknologi Sistem Intre-grasi Tanaman - Ternak Model Zero Waste. BPTP Jawa Timur. Sudika, I.W. (2011). Pembentukan Varietas Unggul Jagung Tahan Kering Dengan Hasil, Brangkasan Segar Tinggi Dan Umur Genjah (Hibridisasi Dan Seleksi Massa Secara Independent Culling Level) Crop Agro, Vol 4 No. 1. Unram.
PG-257