MAKALAH DISAJIKAN DALAM SEMINAR NASIONAL ACETONE 2014 HIMPUNAN MAHASISWA KIMIA FMIPA UNIVERSITAS JEMBER
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN MANAGEMEN PENGELOLAAN LIMBAH UNTUK PENYEDIAAN ENERGI TERBARUKAN DI INDONESIA
Oleh : Dr. Ir. Bambang Sujanarko, M.M. – 0001126311
UNIVERSITAS JEMBER PEBRUARI, 2014
24
DAFTAR ISI
Abstrak ............................................................................................................................. 1 1.
Pendahuluan .............................................................................................................. 1
2.
Pengelolaan Limbah Di Negara Maju ........................................................................ 3
3.
Pengelolaan Limbah Di Indonesia ............................................................................. 7
4.
Pengelolaan Sampah Di Kota Jember ........................................................................ 8
5.
Teknologi Pengelolaan Limbah Menjadi Energi Listrik Dan Kimia ......................... 11
6.
Potensi Pengembangan Pengolahan Limbah Menjadi Energi Terbarukan Di Indonesia ................................................................................................................ 16
7.
Manajemen Pengembangan Pengolahan Limbah Menjadi Energi Terbarukan Di Indonesia ........................................................................................................... 18
8.
Penutup ................................................................................................................... 20
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 20
ii23
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN MANAGEMEN PENGELOLAAN LIMBAH UNTUK PENYEDIAAN ENERGI TERBARUKAN DI INDONESIA Oleh : Dr. Ir. Bambang Sujanarko, M.M. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Jember
Abstrak- Limbah cair dan limbah padat (sampah), telah menjadi masalah serius, karena jumlahnya terus bertambah dan berdampak pada kesehatan, lingkungan serta keindahan. Meskipun pengelolaan limbah di semua negara telah diatur dalam undang-undang, namun pelaksanaannya masih mengalami kendala. Masalah menjadi lebih rumit, ketika keberadaan energi yang diandalkan bagi aktifitas masyarakat dan industri, yaitu energi fosil, semakin mahal dan langka. Kondisi tersebut melahirkan gagasan untuk menggunakan limbah sebagai sumber energi terbarukan. Di beberapa negara, gagasan tersebut telah menghasilkan teknologi dan manajemen yang mampu mengubah sampah menjadi bahan bakar cair dan menjadi listrik. Di Indonesia sistem seperti itu masih terus diupayakan. Meskipun potensinya besar, namun pemilihan teknologi dan manajemen yang sesuai masih perlu ditelaah, agar pengelolaan sampah bernilai ekonomi.
1. Pendahuluan Kegiatan manusia menghasilkan limbah. Limbah ini sering dibuang begitu saja karena dianggap tidak berguna dan tidak diinginkan. Padahal jika dikelola dengan baik, limbah dapat digunakan menjadi sumber daya bagi masyarakat dan industri bahkan untuk mendapatkan energi [1]. Dengan kata lain, managemen pengelolaan limbah menjadi masalah yang signifikan bagi masyarakat, mengingat jumlah limbah per hari yang makin meningkat. Managemen pengelolaan limbah yang dimaksudkan adalah metode pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaurulangan atau pembuangan dari material limbah untuk mengurangi 1
dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan dan keindahan. Pengelolaan limbah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam dan memberikan nilai ekonomi. Pengelolaan limbah bisa berupa zat padat, cair, gas, atau radioaktif, dengan metode dan keahlian khusus untuk tiap jenis zat [2]. Managemen pengelolaan limbah antara satu negara dengan negara lain sangat berbeda, begitu juga antar daerah atau antar wilayah. Namun demikian sejumlah peraturan dan standar telah ditetapkan, baik pada tingkat internasional (melalui asosiasi), nasional maupun daerah. Di Indonesia, pengelolaan limbah diatur dengan Undang-Undang Republik Indonesia tentang pengelolaan limbah [3] dan sejumlah peraturan lain, seperti peraturan pemerintah tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga [4]. Meskipun sudah ada standar dan peraturan serta perundangan, namun limbah masih menjadi permasalahan yang tak habis untuk dibicarakan. Masalah menjadi lebih rumit, ketika keberadaan energi yang diandalkan bagi aktifitas masyarakat dan industri, yaitu energi fosil, semakin mahal dan langka, sampaisampai lebih dari 10% anggaran belanja negara Indonesia dihabiskan untuk memberikan subsidi energi. Dari kondisi sebagaimana diuraikan di atas lahirlah gagasan untuk menggunakan limbah sebagai sumber energi terbarukan atau sumber energi alternatif. Beberapa negara maju telah memiliki manajemen dan instalasi pengelolaan limbah menjadi energi terbarukan. Di Indonesia keberadaan instalasi pengelolaan limbah menjadi energi terbarukan baru akan dimulai dan beberapa pemerintah daerah juga sedang menawarkan kepada investor untuk membangun instalsi pengolaan limbah menjadi energi terbarukan. Makalah ini membahas prospek teknologi dan manajemen pengelolaan limbah menjadi energi terbarukan di Indonesia, khususnya pengelolaan limbah untuk menghasilkan energi kimia dan listrik.
2
2. Pengelolaan Limbah di Negara Maju Tragedi
Minamata
merupakan
contoh
terbesar
pengalaman
ketidakpedulian sebagian masyarakat Jepang terhadap penanganan limbah. Pada saat itu pabrik Chisso Minamata membuang limbah merkuri ke lautan dan mencemari ikan serta hasil laut lainnya. Para nelayan dan warga sekitar yang makan ikan dari laut sekitar Minamata menjadi korban. Di tahun 2001, tercatat lebih dari 1700 korban meninggal [5]. Tragedi tersebut terjadi ditengah gerakan masyarakat peduli lingkungan atau “chonaikai” di berbagai kota di Jepang yang dimulai sejak tahun 1970. Gerakan tersebut menggalang kesadaran warga tentang cara membuang limbah, dan memilah-milah limbah, sehingga memudahkan dalam pengolahannya. Gerakan mereka menganut tema 3R yaitu Reduce, Reuse, and Recycle atau 3M Mengurangi pembuangan limbah, Menggunakan Kembali, dan Mendaur Ulang. Tragedi juga menandai pelanggaran UU mengenai Masyarakat Jepang yang berorientasi Daur Ulang atau Basic Law for Promotion of the Formation of Recycling Oriented Society tahun 2000 dan Undang-undang Kemasan Daur Ulang atau Containers and Packaging Recycle Law tahun 1997. Tragedi tersebut juga menunjukkan bahwa pengelolaan limbah merupakan hal yang penting namun tidak mudah dilakukan. Diperlukan kesadaran dan peran dari masyarakat. Peran masyarakat Jepang yang terus meningkat, telah membawa Jepang berhasil mengelola limbah dengan baik dan menjadi contoh bagi negara lain. Di Jepang, limbah dikelola sejak dari sumbernya, artinya pembuangan limbah oleh masyarakat sudah dipilah ke dalam tiga jenis. Awalnya, resistensi sempat muncul dari beberapa kalangan mengenai perubahan cara membuang limbah ini. Banyak warga, khususnya orang-orang tua, yang memprotes cara baru penanganan limbah, karena dianggap merepotkan. Namun dengan penjelasan dan informasi yang terus menerus mengenai manfaat dari pembuangan limbah, resistensi itu berkurang dengan sendirinya. Meningkatnya kesadaran dan pengembangan pengelolaan limbah di Jepang juga telah menumbuhkan industri mesin pengolah limbah baik untuk
3
keperluan domestik dan ekspor, seperti mesin pirolisis yang mengubah limbah plastik jenis PP (polipropilene), PE (polietilene) dan PS (polistirene) menjadi bahan bakar cair yang dapat diaplikasikan sebagai bahan bakar boiler, insinerator, mesin diesel dan generator. Salah satu industri yang membuat mesin pirolisis tersebut adalah Blest.co.Ltd, yang pabriknya berlokasi di perfektur Kanagawa, Jepang. Mesin ini diciptakan oleh Akinori Ito, dan menggunakan thermochemical decomposition pyrolysis untuk menghasilkan satu liter minyak untuk setiap kilogram plastik. Mesin dengan seri NVG-200 tersebut mampu memproses 240 kilogram plastik tiap harinya [6]. Negara lain yang memiliki teknologi dan manajemen limbah yang baik adalah Amerika Serikat. Di negara ini terdapat pusat perusahan Waste Management, yang telah memiliki anak perusahaan di sejumlah negara termasuk Indonesia. Perusahaan yang bermarkas di Houston Texas ini telah membangun instalasi pengelolaan limbah yang cukup banyak jenisnya. Beberapa instalasi yang menggunakan teknologi pengurugan (landfill) telah menghasilkan tenaga listrik yang cukup untuk 500.000 rumah [7]. Di Amerika Serikat, keberhasilan upaya daur ulang sejumlah produk juga sangat menggembirakan. Jumlah baterai (aki) kendaraan yang berhasil didaur ulang mencapai 96%. Jumlah surat kabar dan kertas yang berhasil didaur ulang ada di tempat kedua sebesar 71% dan sekitar duapertiga (67%) kaleng baja berhasil didaur ulang. Tantangan terbesar ada pada upaya mendaur ulang produkproduk elektronik konsumen dan wadah gelas. Amerika Serikat baru berhasil mendaur ulang seperempat (25%) dan sepertiganya [8]. Namun terdapat catatan penting berdasarkan data EPA, upaya daur ulang dan pembuatan kompos di Amerika Serikat berhasil mencegah pembuangan 85,1 juta ton sampah pada 2010, naik dari hanya 15 juta ton pada 1980. Prestasi ini setara dengan mencegah pelepasan sekitar 186 juta metrik ton emisi setara karbon dioksida (CO2) ke udara pada 2010 atau setara dengan memensiunkan 36 juta mobil dari jalan raya dalam satu tahun. Pengelolaan sampah di Eropa hampir sama dengan pengelolaan sampah di Amerika serikat. Menurut data statistik Eurostat, masyarakat Uni Eropa
4
membuang 3 miliar ton sampah setiap tahun, 90 juta ton di antaranya adalah sampah beracun. Dari angka tersebut berarti, setiap pria, wanita dan anak-anak di Eropa membuang 6 ton sampah padat setiap tahun. Kebanyakan dari sampa tersebut dibakar di tempat pembakaran sampah (incinerators) atau dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir (67%). Ini menyebabkan kebutuhan lahan untuk lokasi pembuangan sampah terus meningkat [8]. Sama dengan di Jepang dan Amerika Serikat, Uni Eropa juga memegang tiga prinsip berikut untuk menangani sampah [8-9], yaitu : -
Mencegah produksi sampah Strategi ini adalah yang terpenting dalam pola pengelolaan sampah yang
sangat terkait dengan upaya perusahaan untuk memimimalisir kemasan dan upaya memengaruhi konsumen untuk membeli produk-produk yang ramah lingkungan. Strategi ini akan mengurangi sampah secara signifikan dan mendorong penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan dalam setiap produk yang dikonsumsi oleh masyarakat. -
Mendaur ulang dan menggunakan kembali suatu produk Jika kita masih sulit untuk mencegah terciptanya sampah, langkah daur
ulang adalah langkah alternatif yang bisa dilakukan untuk menguranginya. Baik Amerika Serikat maupun negara Uni Eropa, mereka sudah menentukan jenis sampah apa saja yang menjadi prioritas untuk diolah dan didaur ulang, meliputi sampah kemasan, limbah kendaraan, beterai, peralatan listrik dan sampah elektronik. Uni Eropa juga meminta negara-negara anggotanya untuk membuat peraturan tentang pengumpulan sampah, daur ulang, penggunaan kembali dan pembuangan sampah-sampah di atas. Hasilnya tingkat daur ulang sampah kemasan di beberapa negara anggota Uni Eropa mencapai lebih dari 50%. -
Memerbaiki cara pengawasan dan pembuangan sampah akhir Jika sampah tidak berhasil didaur ulang atau digunakan kembali sampah
harus dibakar dengan aman. Lokasi pembuangan sampah adalah solusi terakhir. Kedua metode ini memerlukan pengawasan yang ketat karena berpotensi merusak
5
lingkungan. Uni Eropa baru-baru ini menyetujui peraturan pengelolaan TPA yang sangat ketat dengan melarang pembuangan ban bekas dan metetapkan target pengurangan sampah yang bisa terurai secara biologis. Batas polusi di tempat pembakaran sampah juga telah ditetapkan. Mereka juga berupaya mengurangi polusi dioksin dan gas asam seperti nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), dan hidrogen chlorida (HCL), yang sangat berbahaya bagi kesehatan [1]. Tabel 1 memperlihatkan batas tersebut.
Tabel 1 Batas polusi pembakaran sampah di Uni Eropa
Swedia merupakan negara terbaik di dunia dalam pengelolaan limbah. Negara ini berhasil menekan angka rata-rata jumlah sampah yang menjadi limbah menjadi hanya satu persen, jau lebig baik dari rata-rata negara Eropa lain sebesar 38 persen. Bahkan Swedia kini mengimpor 800 ribu ton sampah per tahun dari negara-negara tetangganya di Eropa. Mayoritas sampah ini berasal dari Norwegia. Sampah-sampah ini sekaligus untuk memenuhi program Sampah-Menjadi-Energi (Waste-to-Energy) di Swedia. Dengan tujuan utama mengubah sampah menjadi energi panas dan listrik [10].
6
3. Pengelolaan Limbah di Indonesia Pengelolaan sampah di Indonesia diatur dengan Undang-undang,peraturan pemerintah dan peraturan-peraturan lain dibawahnya. Secara substantif undangundang dan peraturan tersebut mensyaratkan adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang menggunakan pengurugan dengan sanitasi (sanitary landfill) dan menyertakan peran masyarakat serta pemerintah daerah [3]. Berkaitan dengan hal tersebut, maka di setiap propinsi, pemerintah kota dan kabupaten akan terdapat sejumlah TPA dan adanya gerakan masyarakat untuk mendukung pengelolaan sampah [11], yaitu dengan munculnya bank sampah di kelompok-kelompok masyarakat. Peran masyarakat dengan mendirikan bank sampah tersebut telah berperan untuk melaksanakan 3R atau 3M. Namun masih perlu terus digalakkan keberadaannya di kelompok-kelompok masyarakat yang lain. Meskipun sudah memiliki peraturan perundangan dan mengalami sejumlah kemajuan, pengelolaan sampah masih memerlukan perbaikan yang serius. Sejumlah instalasi pengolah sampah dan limbah yang sudah direncanakan banyak yang batal dilaksanakan karena beberapa sebab. Misalnya saja, belum terlaksananya pembangunan 3 unit Intermediate Treatment Facility (ITF) untuk mempercepat pengolahan sampah dan mengurangi volume sampah
di TPA
Bantargebang sampai dengan saat ini. Pada hal ITF Cakung Cilincing, ITF Marunda, dan ITF Sunter tersebut direncanakan sudah operasi pada tahun 2012 [11]. Pada rencana tersebut ITF Cakung Cilincing (Cacing) diperluas dari semula 4,5 hektar menjadi 7,5 hektar. ITF Cacing akan mampu mengolah sampah sebanyak 1.300 ton per hari. Sampah itu diolah menjadi kompos, bahan bakar pembangkit listrik dengan kapasitas 4,95 Mega Watt (MW) atau menghasilkan Bahan Bakar Gas (BBG) sebesar 445.699 Million Metric British Thermal Units (MMBTU). Pada tahun 2014 rencana tersebut akan dilanjutkan dengan total anggaran sebesar Rp 1,2 triliun [12]. Selain di Jakarta, masalah seperti di atas juga dihadapi oleh kota-kota lain. Persoalan TPA dan teknologi yang digunakan masih menjadi bahasan utama. Belum adanya nilai ekonomi bagi para inverstor menjadikan pengembangan
7
pengolahan sampah di kota-kota di Indonesia seolah jalan di tempat. Di Malang, berdasar penelitian tumpukan sampah di TPA Supit Urang menghasilkan tenaga listrik hingga 5,56 Megawatt atau sekitar 7,03 persen dari produksi listrik di Indonesia. Namun, kerjasama dengan Belanda menggunakan dana Bank Dunia ini terhenti [13]. Dibalik semua pembatalan tadi, masih terdapat fihak yang berani berinvestasi untuk pengolahan limbah yang spesifik, salah satumya adalah PT Prasadha Pamunah Limbah Industri yang dikenal sebagai perusahaan pengolah limbah B3. Home base atau fasilitas utama pengelolaan dan pengolahan limbahnya berada di samping pabrik Semen Holcim di Kecamatan Kelapa Nunggal, Kabupaten Bogor. Gerbang masuknya pun, yang berada di tikungan menurun, bersebelahan dengan gerbang Semen Holcim. Selain home base di Kelapa Nunggal itu, PPLI juga punya transfer station di Cibitung, Sidoarjo, Lamongan, dan Batam. Berdiri pada 1994, Prasada Pamunah Limbah Industri atau PPLI merupakan perusahaan pengolah limbah B3 pertama di Indonesia. Pada tahun 2000, kepemilikannya beralih ke tangan Modern Asia Environtmental Holdings (MAEH), dengan kepemilikan saham 95 persen. Sisanya yang 5 persen jadi milik salah satu BUMN. Pada 2009, MAEH diakusisi oleh Dowa Eco System Co Ltd (Jepang), dan PPLI pun --seperti yang sekarang terbaca di papan namanya-menjadi bagian dari Dowa Eco System [14].
4. Pengelolaan Sampah di Kota Jember Pengelolaan sampah di Kabupaten Jember dilakukan di tempat pembuangan akhir (TPA), tidak dikelola pada sumbernya. Institusi Pengelola Perlimbahan Kota (Teknis Operasional Lapangan) adalah Bidang Kebersihan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Jember, dengan jumlah pegawai sebanyak 291 orang yang terdiri dari: Petugas penyapu jalan 196 orang, Tenaga dorong gerobak 36 orang, Tenaga alat angkut (sopir + kernet) 34 orang, Petugas TPA 16 orang, Petugas Administrasi 9 orang.Sedangkan jumlah pegawai
8
(terlibat sebagai Pihak swasta) yang termasuk pengelola perlimbahan sebanyak 62 orang [15]. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Jember Kabupaten Jember yang mempunyai luas wilayah 3.293.339 km2 dengan 31 kecamatan, 248 kelurahan, total jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 2.362.179 jiwa dengan pertumbuhan penduduk senesar 0,27 %/tahun,
tahun 2007 [16], timbunan sampah permukiman (rumah tangga)
mencapai 190.246 m3/tahun dan sampah yang bukan berasal dari permukiman mencapai 115.239 m3/tahun. Jadi total timbulan sampah kira-kira sebesar 305.485 m3/tahun. Persentase komposisi timbulan limbah adalah sebagai berikut : Limbah dapur sebesar 65%, Kayu sebesar 0,8%, Kertas-kertas sebesar 7%, Kain sebesar 0,5%, Karet/kulit sebesar 0,7%, Plastik sebesar 20%, Metal/logam sebesar 0,98%, Kaca sebesar 0,2%, Pasir sebesar 4,82% [15]. Penanganan limbah setelah limbah dikumpulkan oleh masyarakat (dari RT/RW) adalah diangkut ke TPS / fasilitas pengolahan limbah / TPA (55%), ditimbun (45%), dan dibakar (10%). Jumlah TPA yang masih digunakan sebanyak 5 buah, salah satunya adalah TPA Kertosari yang berada di Kelurahan Kertosari, Kecamatan Pakusari yang menggunakan Controlled Landfill sebagai sistem pengolahannya. Perkiraan volume limbah per tahun di TPA Kertosari adalah 760 m3/tahun, dengan 4 unit pengolahan fisik untuk lindi. Pemantauan terhadap lindi dilakukan di 2 titik sebanyak 2 kali setiap tahun. Sistem penanganan gas di 23 titik yang masih berfungsi sampai dengan sekarang. Pemantauan terhadap kualitas air tanah di 3 titik dengan frekuensi sebanyak 2 kali setiap tahunnya. Fasilitas yang dibangun adalah sistem drainase dan tanggul. Sistem drainase dirancang untuk mengumpulkan air hujan dan air limpasan agar tidak berinfiltrasi ke dalam timbunan limbah. Ketersediaan alat berat di TPA yaitu 1 unit Wheel Loader dan 2 unit Excavator. Salah satu program pemanfaatan limbah domestik melalui metode komposting masih berpeluang sangat besar. Pemanfaatan limbah dengan metode ini, selain mampu mengurangi volume buangan limbah ke TPA juga memberikan keuntungan nilai ekonomis. Setiap satu ton limbah yang dibuang ke TPA akan
9
melepaskan 200 – 270 m3 gas metana. program pembuatan kompos adalah mengurangi volume buangan limbah ke TPA, emisi gas metana dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan sekitar, seperti bau busuk, pencemaran air-tanah, penyebaran penyakit, maupun gejolak sosial. Bangunan pengomposan sebanyak 2 buah dengan luas 1780 m2. Limbah yang diterima 19.246 m3/tahun, limbah yang diproses 12,5 m3/tahun. Kapasitas pengolahan limbah 200 m3/hari dengan hasil produksi 72 m3/tahun, dijual dengan harga Rp 500,-/kg. Jumlah insinerator 1 buah dengan luas 24 m2 (limbah yang diterima 720 m3/tahun, limbah yang diproses 720 m3/tahun, residu 72 m3/tahun, kapasitas pengolahan 2 m3/hari). Fasilitas pengolahan limbah yang lain adalah unit pencacah plastik sebanyak 1 buah dengan luas 840 m2 (limbah yang diterima 7.200 m3/tahun, limbah yang diproses 7.200 m3/tahun, hasil produksi 10 m3/tahun, kapasitas produksi 20 m3/hari). Keterlibatan pihak swasta dalam kegiatan operasional perlimbahan adalah kerjasama antara Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Jember dengan PT. Kompos Bumi Subur Makmur Jember dalam pembuatan pupuk organik dengan bahan baku limbah. PT. Kompos Bumi Subur Makmur Jember menginvestasikan dana sebesar Rp.2.280.000.000,- (Dua milyar dua ratus delapan puluh juta rupiah) untuk pembuatan pupuk organik dengan bahan baku limbah yang berlokasi di TPA Kertosari. Limbah yang diolah adalah limbah yang sudah lama tertimbun maupun limbah yang baru masuk ke lokasi TPA. Kapasitas limbah yang masuk ke lokasi TPA sebesar 60 ton perhari. Dengan adanya campur tangan dari pihak swasta maka timbunan limbah bisa berkurang sampai dengan 40%. Efektifitas pengolahan limbah di TPA Kertosari mencapai 12-15 ton/hari. Dengan adanya DAK Lingkungan Hidup yang diaplikasikan pada pengadaan fasilitas pengolahan limbah berupa mesin pencacah plastik dan mesin pencacah limbah organik, maka efektifitas pengolahan limbah bertambah sebesar 2 ton per harinya. Mesin pencacah plastik dapat mengolah limbah plastik 1 ton per hari, sedangkan mesin pencacah limbah organik mengolah limbah organik sebesar 1 ton per harinya.
10
Sumber pendanaan pengelolaan perlimbahan berasal dari: APBD = Rp.4.742.775.320,-, Retribusi Masyarakat = Rp. 143.924.210,-, DAK Lingkungan Hidup = Rp. 524.820.000,-, Total = Rp.5.411.519.530,-
5. Teknologi Pengelolaan Limbah Menjadi Energi Listrik dan Kimia Pada 1980-an, industri pengolahan sampah melakukan gebrakan baru dengan menunjukkan kemampuan pembangkitan listrik. Sistem ini dikenal dengan sistem limbah-ke-energi atau waste to Energy (WTE), menggantikan cara pembakaran yang selama bertahun-tahun telah membawa konotasi negatif dan kecemasan masyarakat. Penerimaan WTE sebagai proses pembakaran sampah kota dikarenakan proses ini memiliki niai tambah dari proases sebelumnya, yaitu adanya pembangkitan listrik. Standar WTE saat ini adalah insinerasi. Bahan setelah dihilangkan dari material yang mengganggu proses pembakaran, kemudian diangkut ke ruang bakar dan kemudian mengalami pembakaran dan menghasilkan gas yang panas. Panas ini kemudian ditangkap oleh pipa-pipa ketel (boiler) yang didalam pipa tersebut terdapat air. Air kemudian diubah menjadi uap bertekanan tinggi. Uap ini kemudian akan menggerakkan turbin yang porosnya terhubung dengan generator listrik. Istrik yang dihasilkan kemudian disalurkan ke sistem jala-jala listrik (PLN). Sedangkan gas asil pembakaran didinginkan dan dilewatkan ke ke perangkat kontrol polusiuntuk dinetralisir gas-gas pulutannya sebelum dilepas ke atmosfer [16].
11
Gambar 1 Diagram sistem WTE insinerator untuk pembangkit listrik
WTE insinerator untuk pembangkit listrik sangat sesuai untuk lingkungan yang lahannya terbatas, seperti dilakukan di beberapa negara Eropa. Sistem ini memiliki beberapa kekurangan, antara lain sistem kontrol polusi yang mahal, atau jika sistem kontrol polusinya tidak baik, maka akan terjadi pencemaran udara. Sistem kontrol polusi pada dasarnya akan menetralisir adanya logam berbahaya seperti logam berat dan dioksin-dioksin.
Gambar 2 Sistem Landfill WTE untuk pembangkit listrik
12
Teknologi pengolahan sampah untuk pembangkitan listrik yang dianggap lebih murah adalah WTE menggunakan pengurugan tanah (landfill) [17]. Teknologi ini menempatkan sampah pada lokasi pembuangan dengan sanitare yang baik dan kemudian dilakukan pembusukan, sehingga akan dihasilkan gas methan. Gas ini kemudian disalurkan melalui pipa-pipa utuk digunakan bahan bakar pada mesin bakar. Putaran pada mesin bakar tersebut kemudian digunakan untuk menggerakkan generator listrik. Gambar 2 memperlihatkan skema dari WTE landfill untuk pembagkit listrik. Beberapa negara menerapkan sistem biogas untuk pengolahan limbah khusus. Gas methan dihasilkan dari pembusukan bahan limbah yang berupa bahan organik pada digister-digester yang dirancang khusus. Biogas dari digester kemudian digunakan unuk bahan bakar mesin bakar seperti pada sistem landfill. Prinsip dasar dari sistem ini diperliatkan pada Gambar 3 [18]. Australia menggunakan sisa bahan makanan dari restorandan pasar swalayan serta industri makanan. Beberapa negara Eropa juga melakukan hal yang sama. Di Indonesia sistem biogas seperti ini pada sistem skala kecil dengan bahan berasal dari kotoran ternak. Bahan yang berasal dari buah-buahan juga sudah dilakukan. Sistem ini dibangun di Yogyakarta, hasil kerjasama dengan negara Swedia.
Gambar 3 Sistem Biogas pengolahan limbah
13
Selain menghasilkan energi listrik, kebanyakan teknologi pengolahan sampah akan menghasilkan energi yanbg disimpan dalam bentuk kimia, seperti pada sistem biogas di atas, yang gas methan-nya dapat disimpan di tabung. Teknologi untuk mengkonversi sampah menjadi energi kimia lain adalah teknologi pirolisis dan teknologi gasifikasi. Kata pirolisis berasal dari Yunani, pyro yang berarti api dan lisis yang berarti memisahkan. Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organic melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya. Pirolisis dilakukan di hampa udara pada temperatur hingga 800oC. Limbah plastik merupakan bahan yang sangat menguntungkan untuk diproses. Melalui proses pirolisis plastik mampu diubah menjadi feedstock petrokimia seperti nafta, liquid dan wax seperti hidrokarbon dan gas serta minyak dasar untuk pelumas. Teknik pirolisis telah digunakan sejak awal tahun 1930 di Jerman untuk peningkatan residu hidrogenasi yang diperoleh dari pencairan/pelelehan batubara. Keunggulan
nyata
dari
pirolisis
dibandingkan
dengan
pembakaran
(incineration), yaitu dapat mereduksi gas buang hingga 20 kali. Disisi lain, produk pirolisis dapat dimanfaatkan lebih fleksibel dan penanganannya lebih mudah. Proses pirolisis sampah plastik merupakan teknologi konversi termokimia yang masih perlu dikembangkan. Gambar 4 memperlihatkan skema sistem pirolisis sederana [19].
14
Gambar 4 Skema pirolisis sederhana
Teknologi terbaru untuk mengubah limbah yang baru saja dipublikasi adalah teknologi NewCO2Fuels (NCF). Teknologi ini didasarkan pada dua teknologi yang dikembangkan oleh Profesor Karni dan timnya. Teknologi pertama berkonsentrasi energi matahari untuk membuat dan perpindahan panas hingga 1200°C. Teknologi kedua melibatkan metode baru menggunakan suhu yang sangat tinggi untuk pemisahan karbon dioksida menjadi karbon monoksida dan oksigen. Bersamaan dengan itu, perangkat yang sama dapat memisahkan air (H2O) menjadi hidrogen (H2) dan oksigen (O2) [20].
Gambar 5 Sistem NCF
15
Campuran CO dan H2-ie, syngas-kemudian dapat digunakan sebagai bahan bakar gas (misalnya, di pembangkit listrik), atau dikonversi menjadi bahan bakar cair (misalnya, metanol atau bahan bakar sintetis lainnya). Oksigen yang dihasilkan dalam proses dapat digunakan dalam pembakaran bahan bakar bersih, misalnya, menggunakan metode canggih-pembakaran, seperti pembakaran oxyfuel di pembangkit listrik.
6. Potensi Pengembangan Pengolahan Limbah menjadi Energi Terbarukan di Indonesia Kementerian Lingkungan hidup mencatat bahwa pada saat ini rata-rata penduduk Indonesia menghasilkan sekitar 2,5 liter sampah per hari. Itu artinya Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 625 Juta Liter per hari [21]. Bila tidak dikelola dengan baik, beberapa tahun mendatang sekitar 250 Juta rakyat Indonesia akan hidup bersama tumpukan sampahKeberadaan 250 Bank sampah di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia masih belum bisa mengimbangi peningkatan jumlah sampah. Bank-bank sampah masih perlu terus dikembangkan di luar kotakota peraih Adipura.
16
Tabel 1 Komposisi sampah Indonesia
Dari jumlah tersebut, dalam tiap tahun akan terdapat sampah plastik sebanyak 5,4 juta ton [22]. Sedangkan komposisi secara keseluruhan dari sampah secara rata-rata di Indonesia diperliatkan pada tabel 1 [23]. Dengan komposisi tersebut, maka potensi perolehan energi terbarukan di Indonesia sangat besar, baik dioalah menjadi energi listrik maupun menjadi biogas. Pengembangan WTE baik dengan biogas dan insinerator terintegrasi landfill merupakan pilihan yang cukup menjajikan. Jumlah sampah organik yang merupakan komponen mencapai hampir 74% menjadikan sistem biogas menjadi pilihan utama. Sedangkan untuk komponen lain selain plastik, sistem yang lebih cocok adalah sistem insinerator terintegrasi landfill, dengan mengingat pencarian lahan TPA yang makin sulit. Sementara untuk limbah plastik, sistem yang bisa diterapkan adalah pirolisis.
17
Untuk kasus di Jember, potensi tersebut dapat diliat dari jumlaah sampah yang paada tahun 2025 diprediksikan mencapai 3.882.213 m3. Jika dilakukan secara konvensional, jumlah tersebut akan
memerlukan tungku pembakar
sebanyak 26 buah dengan lahan untuk lokasi tungku pembakar seluas 2 Ha. Biaya yang diperlukan untuk pengolahan sampah dengan cara Penimbunan (Controlled Landfill) TPA Rp 21.726.196.028,00 sedangkan dengan Tungku Pembakar (Incinerator) Rp 17.801.914.724,00 sehingga ada perbedaan sebesar Rp 3.924.281.304,00 lebih mahal dengan Penimbunan (Controlled Landfill) TPA [24]. Jika sistem insinerator tersebut diintegrasikan dengan pembangkitan listrik, maka akan diperoleh nilai ekonmi yang lain.
7. Manajemen Pengembangan Pengolahan Limbah menjadi Energi Terbarukan di Indonesia Selain Teknologi dan potensi, pengelolaan limbah menjadi energi terbarukan di Indonesia juga membutuhkan manajemen. Secara prinsip, hirarki aktifitas pengelolaan sampah dapat diilustrasikan dengan Gambar 6 [25].
Gambar 6 Hirarki aktifitas dalam pengelolaan sampah
18
Hirarki tersebut menempatkan peran masyarakat secara luas pada posisi yang utama. Pada aktifitas hirarki pertama, yaitu Reduce, masyarakat akan menentukan aktifitasnya dengan jumlah limbah yang sedikit. Selain itu masyarakat juga diharapkan mampu berpartisipasi aktif dalam proses pemilahan sampah sesuaai jenisnya. Pemilahan sampah yang baik akan memberikan akifitas berikutnya, yaitu Reuse dan
Recycle dapat dengan mudah dan layak secara
ekomi. Kelayakan pembangunan instalasi pengolaan sampah menjadi energi juga sangat ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam memisahkan sampah berdasarkan jenisnya. Data jumlah dan jenis yang akurat serta dapat dipastikan kontinyuitasnya akan menjadi faktor pertimbangan investor. Potensi pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan yang
besar sebagaimana dijelaskan
sebelumnya tidak akan dapat menarik investor jika sampah masih merupakan sampah campuran, seperti yang banyak ditemui saat ini. Karena pada kenyataannya keberhasilan membuat sistem pengolahan limbah menjadi energi di beberapa negara dan di beberapa tempat di Indonesia disebabkan karena limbah yang diproses sejenis, seperti sampah sisa makanan (Australia), limbah buahbuahan (Yogyakarta), limbah kotoran ternak (banyak lokasi). Dengan demikian pendidikan bagi masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran berpartisipasi dalam pengelolaan sampah merupakan lini pertama pencapaian sukses WTE. Sedangkan lini kedua, adalah keberadaan Bank Sampah yang sehat yang akan menjadi lembaga pelaksana aktifitas
di lini depan.
Manajemen pada lembaga mikro dan tersebar ini akan merupakan pijakan bagi pengembangan manajemen tingkat berikutnya, yaitu pengelolaan limbah oleh pemerintah daerah, investor dan lembaga swadaya masyarakat.
19
8. Penutup Pengelolaan limbah menjadi energi terbarukan di Indonesia memiliki potensi yang besar, karena jumlah sampah yang cukup banyak dan komposisi yang memiliki kandungan energi yang tinggi. Secara teknis teknologi pengelolaanpun telah tersedia. Teknologi biogas dan teknologi insinerator terintegrasi landfill merupakan teknologi yang sesuai untuk Indonesia. Namun karena manajemen pengelolaan sampah yang belum dapat dilaksanakan dengan baik, maka potensi tersebut belum menarik minat para investor. Manajemen pengelolaan tersebut perlu dimulai dari hilir, yaitu dengan partisipasi masyarakat dalam mengurangi dan memilah sampah sesuai jenisnya. Jika partisipasi tersebut telah cukup baik, maka lini berikutnya adalah adanya bank sampah yang sehat. Jika pada kedua pelaku pengelolaan sampah sudah berjalan baik, maka investor dengan sendirinya akan tertarik dan instalasi WTE akana dapat diwujudkan.
Daftar Pustaka [1]
George Tchobanoglous And Frank Kreith, Handbook Of Solid Waste Management, Mcgraw-Hill, New York, 2002
[2]
Wikipedia
bahasa
Indonesia,
http://id.wikipedia.org/wiki/
Pengelolaan_sampah [3]
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
[4]
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
[5]
Rahasia Sukses Pengolahan Sampah di Jepang, http://olahsampah.com/ index.php/manajemen-sampah/39-rahasia-sukses-pengolahan
[6]
Julie
Bélanger,
Plastic to
Oil $$,
Alternative
Enviromental Voice, Marc 2013 [7]
Waste Management, https://www.wm.com/index.jsp
20
Journal-Canada's
[8]
http://remasalfalah.files.wordpress.com/2011/09/penanganan-limbah-dinegara-maju.doc
[9]
Elbert Dijkgraaf and Herman R.J. Vollebergh, Burn or Bury? A Social Cost Comparison of Final Waste Disposal Methods, http://www.feem.it/ web/activ/_wp.html
[10]
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/10/maju-dalam-pengelolaanlimbah-swedia-kini-kekurangan-sampah
[11]
Sustaining Partnership, Menuju Zero Waste And Waste To Energy, Edisi November 2011
[12]
Suara
Karya
Online
http://www.suarakarya-online.com/news.html?
id=331736 [13]
http://www.tempo.co/read/news/2013/06/08/061486606/BBM-LimbahPlastik-dari-Malang
[14]
http://www.indoplaces.com/mod.php?mod=indonesia&op=view_region&r egid=65
[15]
http://suaraindonesianews.blogspot.com/2008/05/bidang-pengendaliandampak-lingkungan.html
[16]
https://www.asme.org/engineering-topics/articles/renewable-energy
[17]
http://www.sec.gov/Archives/edgar/containers/fix012/351917/0001193125 06225775/dex991.htm
[18]
http://narendra-widianto.blogspot.com/2013/03/sistem-biogas-kp4-ugmsebagai-solusi.html
[19]
http://indonesiaproud.wordpress.com/2011/12/01/tri-handoko-mengubahlimbah-plastik-jadi-bahan-bakar-minyak/
[20]
http://www.greencarcongress.com/2014/01/20140126-ncf.html
[21]
http://www.tempo.co/read/news/2012/04/15/063397147/IndonesiaHasilkan-625-Juta-Liter-Sampah-Sehari
[22]
http://www.antaranews.com/berita/417287/produksi-sampah-plastikindonesia-54-juta-ton-per-tahun
[23]
http://www.ilmusipil.com/komposisi-dan-karakteristik-sampah
21
[24]
Reny Ika Hidayati, Analisa Biaya Pengolahan Sampah Di Kota Jember, http://studentresearch.umm.ac.id/index.php/dept_of_civil_engineering/index.
[25]
http://campustechnology.com/articles/2011/09/08/researchers-throw-outdigital-waste-scheme.aspx
22