PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN ONLINE MENGGUNAKAN IPTV DENGAN METODE ADDIE (STUDI KASUS BINUS CENTER) Jeffri Irwansyah, Ardian Setiadi Gintoro, Sunardi
LAPORAN TEKNIS
Jakarta, 21 September 2012 Menyetujui, Pembimbing
Gintoro S. Kom., MM. Pembimbing 1
Sunardi S. Kom,. MMSI Pembimbing 2
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN ONLINE MENGGUNAKAN IPTV DENGAN METODE ADDIE (STUDI KASUS BINUS CENTER) JEFFRI IRWANSYAH Wisma GKBI 25, Jl. Jenderal Sudirman No. 28 Jakarta 10210DKI Jakarta, Indonesia
ARDIAN SETIADI Gedung Bursa Efek Indonesia, Tower 1, lt. 9 Jl. Jenderal Sudirman Kav 52-53, Jakarta 12190DKI Jakarta, Indonesia
SUNARDI Jl. KH. Syahdan No. 20, Kemanggisan - Palmerah Jakarta 11480 DKI Jakarta, Indonesia
GINTORO Jl. KH. Syahdan No. 20, Kemanggisan - Palmerah Jakarta 11480 DKI Jakarta, Indonesia
ABSTRAK Penelitian yang dilakukan di BINUS Center dari bulan Juli 2011 sampai bulan Februari 2012 ini bertujuan untuk mengembangkan suatu layanan yang memiliki nilai tambah sebagai fasilitas pembelajaran unggulan dari BINUS Center dengan cara mengembangkan model pembelajaran online yang terintegrasi dengan IPTV dan menghasilkan modul pembelajaran yang nantinya akan diaplikasikan di BINUS Square. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakanlah metode analisis untuk memetakan kekuatan daya saing dan menentukan strategi BINUS Center dalam industri Online Learning. Sedangkan untuk metode perancangan menggunakan ADDIE dan SDLC yang berjalan secara sequence dan paralel. Dengan penggunaan metode-metode tersebut, didapatkan hasil berupa suatu sistem permodelan perancangan Learning Management System yang telah berbasis teknologi IPTV untuk dapat diaplikasikan di BINUS Square. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem permodelan perancangan Learning Management System menggunakan metode ADDIE yang telah berbasis teknologi IPTV dapat dianggap sebagai inovasi yang bernilai proprietary bagi BINUS Center yang akan mempermudah kegiatan operasional BINUS Center dan menjadi alternatif solusi dari berbagai permasalahan operasional yang selama ini dihadapi oleh BINUS Center, antara lain kuota kelas dan perbedaan jadwal antara peserta pelatihan dengan tenaga pengajar. Kata kunci: ADDIE, IPTV, Learning Management System, pembelajaran online
ABSTRACT The aim of the research that being conductedinBINUSCenterfrom July2011 toFebruary 2012is todevelop avalue-addedserviceasthe flagship of thelearning facilitiesBINUSCenterby developingonlinelearning modelintegrated withIPTVand producelearning moduleswhich will beappliedinBINUSSquare. To achievethese objectives, analytical methodsare usedtomap thestrength ofcompetitiveness anddetermine the strategyBINUSOnline LearningCenterin the industry. In the other hand, for the design method, ADDIEandSDLCarerunning insequenceand in parallel. By these methods, the results that being obtainedis a systemdesignmodeling called LearningManagement Systemwhich has been basedIPTVtechnologytobe appliedinBINUSSquare. It can be concludedthat the systemmodelingdesign called LearningManagement SystemusingADDIEmethodwhich has been
basedIPTVtechnologycan be considered asa valuableproprietaryinnovationsforBINUSCenter that willfacilitateBINUSCenteroperation and can be one of the alternative solutions tooperationalproblemsthat have beenfaced byBINUSCenter,such asquotasandclassschedulesdifferencebetween traineeswithteachers. Keywords: ADDIE, IPTV, Learning Management System, online learning
PENDAHULUAN Tuntutan untuk penyediaan SDM yang berkualitas, yang tidak hanya dilihat dari kemampuan akademis melainkan juga dari sisi non akademis, telah mendorong Bina Nusantara (BINUS) untuk mendirikan suatu lembaga yaitu BINUS Center, sebagai sarana continuous learning. Sehingga diharapkan SDM yang dihasilkan kedepannya dapat menjawab tantangan yang telah terdapat di dunia bisnis. Dari kebutuhan tersebut, maka BINUS Center selaku lembaga yang menyediakan sarana continuous learning terus melakukan pengembangan dalam bidang pendidikan. Pengembangan dilakukan baik dari sisi tenaga pengajar atau instruktur, maupun teknologi untuk mendukung para peserta pelatihan agar dapat memperoleh ilmu yang sesuai dengan yang diharapkan atau ilmu praktis yang dapat menjawab tantangan globalisasi tersebut. Namun dalam perjalanannya, BINUS Center ingin melakukan pengembangan yang lebih baik lagi untuk menutupi kekurangan–kekurangan yang ada. Terutama dari sisi teknologi pendukung kegiatan belajar mengajar antara instruktur dan peserta pelatihan. Melihat hal tersebut, BINUS Center ingin mengembangkan suatu sistem aplikasi untuk menjawab kebutuhan peserta pelatihan dan sekaligus untuk memberikan pelayanan di bidang teknologi yang lebih baik lagi dalam hal continuous learning. Sistem aplikasi yang diinginkan oleh BINUS Center adalah yang dapat membantu peserta pelatihan yang menemui kesulitan dalam mendalami materi pelatihannya. Saat ini, jika peserta pelatihan menemui kesulitan dalam memahami materi pelatihannya, maka mereka akan melakukan pencarian di Internet dengan memanfaatkan mesin pencari. Hal tersebut baik untuk dilakukan sebagai salah satu kegiatan belajar dan pengembangan diri, tetapi permasalahan muncul apabila jawaban yang diinginkan peserta pelatihan tidak terdapat di Internet atau jawaban-jawaban yang beredar di Internet tidak valid sumbernya dan bisa mengarahkan peserta pelatihan jauh dari pertanyaan materi yang ingin didalami. Untuk menjawab permasalahan tersebut, sistem aplikasi yang ingin dibangun dapat berupa materi pembelajaran berbasiskan video atau berupa streaming video. Seperti diketahui bahwa televisi dan video sudah sejak lama digunakan sebagai media pembantu yang sangat berguna dalam proses pembelajaran dan juga untuk mempersiapkan materi pendidikan khususnya program pembelajaran online, terbuka, dan bersifat fleksibel (Caladine, 2008). Perkembangan teknologi televisi dan kompresi video dalam beberapa tahun belakangan ini cukup pesat. Di sisi yang lain cakupan area layanan Internet yang semakin luas ditambah kualitas jaringan yang semakin baik, sehingga bukan hanya data saja yang ditransmisikan melalui Internet, tapi juga dapat berupa audio dan video, sehingga hal-hal tersebut mengakibatkan munculnya istilah Television over Internet Protocol (IPTV) (Donoso, 2009). Thesis ini akan membahas mengenai analisis internal dari BINUS Center dalam usahanya untuk mengembangkan model pembelajaran online menggunakan teknologi televisi generasi terbaru, yaitu IPTV. Penggunaan metode ADDIE dalam proses penyusunan materi pembelajaran didukung oleh metode SDLC sebagai aplikasi penopang materi pembelajaran tersebut yang akan disampaikan melalui online learning ini. Rumusan permasalahan yang diidentifikasi pada BINUS Center adalah sebagai berikut: 1. Diperlukan suatu diferensiasi produk yang memiliki nilai tambah yang dapat menjadikan BINUS Center berbeda dari learning center lainnya yang telah ada. 2. BINUS Center belum memiliki fasilitas pembelajaran online untuk menjangkau peserta pelatihan yang terkendala jarak dan waktu.
3. BINUS Center telah memiliki perencanaan strategi bisnis untuk meningkatkan keuntungan kompetitif dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi saat ini, tapi belum memiliki rencana eksekusi rencana strategis tersebut. 4. BINUS Center belum mampu memberikan keinginan shareholder secara maksimal untuk mengeksekusi strategi bisnis yang telah mereka tetapkan untuk meninggikan value BINUS Center dalam industri Learning Center. Adapun tujuan penyusunan thesis ini adalah: 1. Mengembangkan suatu produk yang berbeda dan memiliki nilai tambah yang dapat menjadi fasilitas pembelajaran unggulan dari BINUS Center. 2. Mempelajari dan mengadaptasi teknologi IPTV untuk mengembangkan model pembelajaran online (Learning Management System) sebagai salah satu fasilitas unggulan BINUS Center. 3. Mengembangkan model pembelajaran online terintegrasi dengan IPTV dengan metode ADDIE. Pada penelitian sebelumnya, (Lujara, 2010), Lujara telah mengaplikasikan metode instructionaldesign yaitu metode ADDIE yang dipadukan dengan metodologi softwareengineering untuk membentuk suatu modul pembelajaran yang komprehensif dan terstruktur melalui media webbasedsebagai media yang paling umum dan yang paling mudah diakses oleh pelajar dari berbagai daerah penelitian di Tanzania. Namun pada penelitian tersebut, peneliti tidak menitikberatkanpada prinsip komunikasi dua arah yang akan sangat membantu pihak yang menerima pembelajaran untuk dapat lebih mengerti tentang pembelajaran yang disampaikan. Masalah yang dihadapi peneliti adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk mengukur tingkat keberhasilan metode pembelajaran menggunakan media web based dibandingkan dengan metode konvensional. Selain itu, diperlukan pendekatan secara intensif untuk memperkenalkan model pembelajaran menggunakan media web based sebagai alternatif pembelajaran konvensional yang dapat diakses di mana saja. Namun pada akhirnya peneliti mendapatkan hasil berupa peningkatan nilai kompetensi pelajar dari setiap instansi pembelajaran yang ditelitinya. Pada penelitian ini juga menggunakan metode ADDIE untuk mengembangkan content pembelajaran dan juga metode SDLC untuk membantu dalam segi pengembangan software agar contentpembelajaran yang dihasilkan dapat disalurkan dengan baik melalui media IPTV. Hal ini didukung oleh teori yang disampaikan oleh Ma, Ma, & Wang (2008) yang menyatakan bahwateknologi IPTV memungkinkan terjadinya interaksi dua arah antara pelanggan dan penyedia layanan, serta fleksibilitas dalam proses penyediaan dan akses untuk mendapatkan layanan. Oleh karena itu, akan banyak aplikasi yang mungkin terjadi di dalam integrasi medium yang disediakan oleh IPTV. Untuk mengembangkan kebutuhan pembelajaran, integrasi dari data, audio, dan vidio memungkinkan terjadinya proses distance learningdengan menggunakan medium IPTV.
I.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan layanan pembelajaran online yang berbasis IPTV adalah ADDIE dan SDLC sebagai kolaborasi untuk membentuk pembelajaran online berbasis IPTV. ADDIE yang merupakan bagian dari Instructional Design akan digunakan untuk menentukan format serta penyampaian pembelajaran kepada peserta pembelajaran. Metode ADDIE terdiri dari Analyze, Design, Development, Implementation, Evaluation yang masing-masing tahapan tersebut memiliki langkah tersendiri. Sedangkan metode SDLC digunakan untuk pengembangan sistem instruksional yang dihasilkan ADDIE agar memberikan suatunilai tambah. SDLC berperan pada modelingfunction dan desain untuk user interface. SDLC mencakup semua proses dan fase sepertirequirements and specification analysis, design, implementation, testinganddelivery. Kolaborasi tersebut dapat dipetakan sebagai berikut:
Gambar 1 Kerangka Pikir Metode Penelitian
Hasil yang ingin dicapai dengan bantuan kolaborasi SDLC dan ADDIE berupa permodelan perancangan Learning Management System(LMS) yang telah berbasis teknologi IPTV untuk diaplikasikan pada BINUS Center. Perancangan LMS ini terdiri dari beberapa komponen penyusun, yaitu: 1. Penyusunan Learning Object(LO). Penyusunan LO ini bertujuan untuk mengkonversi materi pembelajaran konvensional untuk disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran online dengan menggunakan metode ADDIE. 2. Pengembangan antarmuka sistem pembelajaran online. Antarmuka sistem pembelajaran online ini dikembangkan secara konsep menggunakan metode SDLC, dijadikan acuan pembentukan antarmuka LMS yang mencakup materi LO sehingga terbentuk materi pembelajaran yang interaktif. 3. Rekomendasi arsitektur dan infrastruktur pendukung layanan IPTV. Hasil rekomendasi ini berisi integrasi arsitektur jaringan IPTV dengan interkoneksi yang sudah berjalan saat ini. Rekomendasi infrastruktur perangkat pendukung yang perlu dipersiapkan untuk berjalannya layanan IPTV. Sebagai evaluasi terhadap penelitian, digunakan Cost and Benefit Analysisdengan menghitung Payback Period, Return On Investment, Net Present Valueyang bertujuan untuk mengidentifikasi semua kemungkinan biaya yang akan timbul di dalam proyek ini dan dikompensasikan dengan proyeksi keuntungan yang akan dicapai dalam waktu 5 (lima) tahun ke depan.
HASIL DAN BAHASAN A.
Analsis Permasalahan Untuk meningkatkan daya saing dan menjawab kebutuhan dalam industri online learning BINUS Center perlu menentukan straegi bisnisnya dengan menganalisa faktor internal dan eksternal bisnis dan ITyang dimilikinya. Menurut Thompson, Strickland, dan Gamble (2005), metode SWOT dapat memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai posisi bisnis suatu organisasi. Ditambahkan metode pembobotan yang diperkenalkan oleh Pearce dan Robinson (1998) pada setiap faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi bisnis BINUS Center. Besarnya pembobotan skor (Tabel 1) ini ditentukan dari hasil wawancara terhadap Direktur dan 12 pihak management BINUS Center yang memiliki peranan penting dalam pemilihan keputusan yang tepat dan telah memiliki pengalaman yang banyak di BINUS Center.
Tabel 1 Pembobotan Faktor Internal dan Eksternal
No
Faktor Strategi Internal (IFAS)
Bobot Persen
Jumlah
Skor
S-1
BINUS Center bagian dari BINUS Group
30%
0.15
4
0.6
S-2
Infrastruktur pendukung pembelajaran
25%
0.125
3
0.375
S-3
Lokasi yang mudah dijangkau
15%
0.075
4
0.3
S-4
Sumber daya manusia yang berkualitas
15%
0.075
3
0.225
S-5
Kurikulum berbasis kebutuhan industri
15%
0.075
4
0.3
Total Strength (kekuatan)
100%
0.5
W-1
Kurikulum yang monoton dan kurang update
25%
0.125
2
0.25
W-2
Jumlah peserta harus memenuhi kuota kelas
30%
0.15
1
0.15
W-3
Kurang memiliki inovasi pada proses belajar mengajar
20%
0.1
2
0.2
W-4
Waktu training yang tidak fleksibel
25%
0.125
1
0.125
100%
0.5
0.73
1
2.53
Total Weaknesses (kelemahan) Jumlah Total No
Faktor Strategi Eksternal (EFAS)
O-1
Bobot
1.80
Rating
Skor
0.125
4
0.5
25%
0.125
4
0.5
Pertumbuhan populasi pelajar
25%
0.125
4
0.5
Online market
25%
0.125
3
0.375
Total Opportunities (peluang)
100%
0.5
T-1
Persaingan industri learning center
50%
0.25
1
0.25
T-2
Produk pengganti pembelajaran
50%
0.25
2
0.5
100%
0.5
0.75
1
2.63
Persen
Jumlah
Perkembangan teknologi
25%
O-2
Kebutuhan tenaga profesional bidang IT/IS
O-3 O-4
Total Threat (ancaman) Jumlah Total
Rating
1.88
Hasil penilaian dari setiap faktor pada tabel IFAS dan EFAS akan dilakukan perhitungan dari total setiap faktor lalu memetakannya ke dalam diagram SWOT sehingga akan diperoleh posisi BINUS Center dalam kuadran tertentu. Berdasarkan tabel IFAS dan EFAS, hasil perhitungannya adalah sebagai berikut : Titik X = Total Strength – Total Weakness = 1,80 - 0,73 = 1,075 Titik Y = Total Opportunities – Total Threat = 1,88 – 0,75 = 1,13
Gambar 2 Diagram SWOT BINUS Center
Posisi BINUS Center terletak pada kuadran pertama yaitu strategi agresif yang menunjukkan bahwa posisi BINUS Center secara strategis cukup baik sehingga mampu meningkatkan bisnis secara maksimal dengan menggunakan kekuatan yang tersedia untuk memanfaatkan peluang yang ada. Maka strategi yang digunakan adalah memanfaatkan faktor Strength dan Opportunity: 1. Dengan memaksimalkan potensinya, BINUS Center dapat memperluas pangsa pasarnya dan tidak hanya terfokus di sekolah dan universitas (S-3, S-4, S-5, O-3). 2. Mengintegrasikan layanan BINUS Center dengan BINUS Career memfasilitasi karir lulusannya (S-1, S-5, O-2). 3. Memanfaatkan infrastruktur yang ada untuk menerapkan teknologi terbaru guna menciptakan layanan / produk yang menggapai pasaronline(S-1, S-2, S-4, O-1, O-4). Analisis Porter’sFive Force digunakan menganalisa lima kekuatan yang mempengaruhi BINUS Center yang bertujuan untuk melihat peta kekuatan bisnis yang dimiliki oleh BINUS Center di lingkungan eksternal untuk memperoleh sebuah peluang yang dapat dijadikan sebagai competitiveadvantage dari BINUS Center.
Gambar 3 Porter’s Five Forces BINUS Center
Analisis aplikasi Portfolio Mcfarlan dilakukan dengan cara menilai aplikasi yang dimiliki oleh BINUS Center pada saat ini yang akan diukur dengan memberikan beberapa pertanyaan, dimana setiap jawaban dari pertanyaan tersebut akan mempengaruhi posisi aplikasi BINUS Center berdasarkan Aplikasi Portfolio McFarlan. Apakah termasuk kategori high potential, strategic, key operational, atau support, sesuai dengan kontribusi yang diberikan masing-masing aplikasi pada bisnis perusahaan.
Strategic
Gambar 4 Portfolio Aplikasi BINUS Center Saat Ini High Potential
Key Operational
Support Website BINUS Center
Aplikasi sistem Pendukung latihan Aplikasi sistem Back Office Aplikasi sistem keuangan
Berdasarkan analisa dengan menggunakan Portofolio McFarlan diatas, dapat digambarkan bahwa BINUS Center belum memiliki aplikasi yang bersifat strategis dalam mendukung perencanaan IS/IT perusahaan dan belum memiliki aplikasi yang bersifat high potential yang dapat meningkatkan keunggulan bersaing di masa mendatang dan ini merupakan suatu kekurangan BINUS Center. BINUS Center hanya memiliki aplikasi yang bersifat key operational yang menunjang kelangsungan bisnis perusahaan dan aplikasi yang bersifat support yang bertindak sebagai pendukung bagi kegiatan bisnis perusahaan. Analisis lingkungan eksternal IT BINUS Center dilakukan untuk mengetahui perkembangan teknologi dalam organisasi dan mempelajari teknologi tersebut untuk dimanfaatkan dalam mendukung kebutuhan strategi bisnisnya untuk digunakan dalam jangka panjang. Perkembangan teknologi yang pesat saat ini mendorong industri learning center untuk menggunakan teknologi informasi terkini dalam mendukung proses bisnisnya agar lebih cepat dan efesien. Saat ini yang sudah
banyak dipergunakan adalah website pendaftaran online, e-learning, databaserepository modul pembelajaran, video learning, dan lainnya. Media-media tersebut dapat mendukung proses bisnis suatu learning center berjalan lebih cepat dan efisien. Sebagai pembanding eksternal dalam industri learning center, pesaing BINUS Center memanfaatkan website dalam kapasitas yang lebih luas. Website tersebut digunakan selain untuk memberikan informasi, juga sebagai media learning yang berbasis web dan interactivevideo. Tentu saja hal tersebut sudah mendukung online learning, jadi siswa tidak perlu lagi terikat pada suatu jadwal dan tempat untuk dapat memperoleh pembelajaran. Dengan melakukan identifikasi dan analisa yang baik maka BINUS Center dapat membuat teknologi tersebut menjadi sesuai dengan kebutuhan BINUS Center dan dapat menjadikannya salah satu proprietaryyang pada akhirnya dapat menjadi competitive advantage untuk dapat terus bersaing dan menjawab tantangan yang muncul di industri learning center. Untuk itu BINUS Center diharapkan dapat membuat suatu layanan baru yang belum pernah dilakukan oleh pesaingnya (sesuai dengan analisis Porter), dengan memanfaatkan sumber daya yang ada pada BINUS Group, dalam hal ini adalah IT Directorate. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya yang muncul, dibandingkan jika BINUS Center membangun online learning project-nya dari awal. Terlebih lagi, online learning yang ingin dibangun BINUS Center bukanlah langkah akhir dari strategi bisnisnya. Melainkan dapat dimodifikasidan dikembangkan mengikuti permintaan pasar sekaligus menentukan tren pasar. Dengan memanfaatkan arsitektur dan infrastruktur yang ada pada BINUS Group, akan dienhance dengan menambahkan framework IPTV yang langsung mendukung triple play (data, voice, dan video). Hal tersebut dapat membuat siswa BINUS Center bukan hanya menonton modul video training secara pasif, tapi memungkinkan siswa BINUS Center berinteraksi dengan instruktur maupun komunitasnya secara virtual dan mendiskusikan bagian-bagian yang kurang dipahami. Selain itu, IPTV dapat dikembangkan berdasarkan jenis kontennya. Hal tersebut membuat BINUS Center dapat menjalankan strategi bisnis yang lebih bervariasi dan tentu saja sejalan dengan keinginkan BINUS Center, yaitu layanan yang tidak hanya berhenti pada online learning. B.
Metode Pengembangan Modul Pembelajaran ADDIE dan SDLC akan berjalan secara sekuensial dimulai dari penyusunan materi learning object dengan metode ADDIE dan diperkuat oleh metode SDLC yang akan membentuk permodelan antarmuka sistem sebagai wadah dari materi pembelajaran yang telah tersusun sebelumnya. Pembahasan metode ADDIE akan membahas tahapan Analyze dan Design, sedangkan metode SDLC dibatasi pada Planning, Analysis, Design. 1.
ADDIE Analyze Tahapan Analyze bertujuan untuk menentukan kebutuhan pembelajaran dari pasar. Untuk pengumpulan data, dilakukan dengan metode survei. Kuesioner disebarkan pada 100 (seratus) orang responden yang merupakan penghuni BINUS Square yang dipilih secara acak. Survei ini bertujuan untuk menggali informasi dari responden tentang onlinelearning, TV berbayar (Pay TV), dan IPTV. Dari survei yang dilakukan dapat diperoleh hasil seperti Tabel 2 yang menunjukkan ekspektasi dari modul pembelajaran yang diminati oleh responden.
Gambaar 5Ekspektassi Modul Pem mbelajaran Onnline Berdasarrkan Minat daan Kebutuhann Responden
EEkspektassi Modul Pembelaajaran On nline Berd dasarkan Minat daan Kebutu uhan Responden
Jumlah Responden
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Baahasa
Sangat Pe enting
83
In nformasi Kuliner 0
Informasi Kesehatan 4
Seminar
Penting
4
14
14
55
Kurang P Penting
0
38
45
4
Tidak Pen nting
0
35
24
28
0
D diagram di atas, dapaat diketahui bbahwa dari 87 orang responden, 95.4% Dari % menganggaap modul Baahasa ini san ngat penting dan 4.6% laiinnya mengaanggap pentinng. Untuk mo odul Informaasi Kuliner, 16.09% menganggap pen nting, 43.68% % menganggaap kurang peenting, dan 40.23% lainnyya mengangggap tidak pen nting. Untuk modul Inforrmasi Kesehaatan, 4.6% menganggap m s sangat pentinng, 16.09% menganggap m p penting, 51.722% mengangggap kurang peenting, dan 27.59% lainnyya menganggaap tidak pen nting. Untuk modul Sem minar, 63.22% % menganggaap penting, 4.6% mengaanggap kuranng penting, dan d 32.18% laainnya mengaanggap tidak ppenting. D Design D Dalam proses penyusunan modul pembbelajaran online diperlukann pendekatann yang berbedda dari prosees konvensionnal. Dari diskkusi sebelum mnya, didapatti bahwa moddul pembelajaaran online ini sangat dip pengaruhi oleeh aspek meetode pembelajaran dan aspek a teknoloogi yang salinng terkait satu dengan lainnya l sehin ngga berpenngaruh terhaddap produk akhir (Lujaara, 2010), berupa b mateeri pembelajaaran online. Proses pennyusunan m materi pembeelajaran onlinne ini dilakkukan dengaan mendefiniisikan tujuaan pembelajaran dengann cara mem mbagi dan mengelomppokkan mateeri pembelajaaran menjadi bagian keciil sehingga ddapat dengan mudah dalam m pengaturannnya di dalaam lingkungaan pembelajarran online. Prroses selanjuttnya yang peerlu diperhatikkan dengan seksama s adalaah faktor tekknologi yang berperan dallam proses penyampaian materi kepadda customers dan perangkkat pendukunng yang dibutu uhkan dalam membangun sistem. Teknnologi yang digunakan sanngat berdampaak kepada metode m pembellajaran yang akan a digunakkan. Berdasarkan hasil h dari taahap Analyssis, telah diiputuskan unntuk menggu unakan moddul pembelajaaran English for Businesss. Struktur pembelajarann yang dipeeroleh dari materi m tersebut digambark kan pada Gam mbar 6.
Gaambar 6 Struk ktur Materi Pembelajaran English E for B Business
Struktur modul pembelajaran yang ada pada saat ini terdiri dari beberapa Unit yang mewakili subyek yang akan dipelajari dalam tiap sesi pembelajaran. Unit yang disusun tersebut memiliki model struktur yang sama dengan materi yang berbeda. Setiap unit tersusun secara sistematis dengan untuk mempermudah penyerapan materi oleh peserta. Pada umumnya, proses pembelajaran instruksional terjadi di dalam ruang kelas dengan seorang instruktur menjelaskan materi yang akan disampaikan kepada peserta. Materi English for Business yang disampaikan setiap sesi akan melatih setiap peserta untuk mengembangkan kemampuan membaca artikel dalam bahasa Inggris dan menambah perbendaharaan kata-kata penting yang digunakan, kemampuan berbicara, mendengarkan, dan membuat catatan dalam bahasa Inggris melalui materi tambahan yang berasal dari media audio. Instruktur juga akan menjelaskan kesalahan penggunaan bahasa Inggris yang sering timbul sehingga setelah mengikuti sesi tersebut setiap peserta mampu lebih akurat dalam penggunaan bahasa Inggris. Pada sesi ini juga setiap peserta didorong untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang mereka peroleh pada sesi tersebut dalam berbagai aktifitas bisnis, seperti presentasi, negosiasi, komunikasi melalui telepon, dan komunikasi di dalam lingkungan sosial. Terdapat studi kasus bisnis yang berkaitan dengan materi yang di sampaikan pada akhir sesi untuk dibahas oleh setiap peserta dimana setiap peserta diberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan menulis, berbahasa dan berkomunikasi untuk menjelaskan situasi bisnis dari studi kasus yang diberikan. Permodelan Struktur Learning Object Penyusunan model struktur pembelajaran untuk materi English for Business berdasarkan hasil analisis struktur pembelajaran yang sudah ada digabungkan dengan metode pembelajaran dan konsep Learning Object. Unit pembelajaran dibuat sedemikian rupa untuk dapat menampung dua komponen, yaitu Subject dan Activities. Perincian materi aktivitas pembelajaran untuk kelas English for Business disusun menjadi satuan materi dasar objek pembelajaran. Materi dasar objek pembelajaran dibentuk dari objek-objek pembelajaran seperti aset materi pembelajaran, overview, information, dan assessment/assignment. Terdapat dua objek Summary, Activities Summary merangkum aktivitas yang telah dikerjakan, dan Subject Summary merangkum seluruh sesi materi pembelajaran.
Gambar 7 Struktur Subjek Menurut Konsep Learning Object
Penyusunan struktur model objek pembelajaran untuk modul English for Business ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Permodelan Struktur Objek Pembelajaran Objek Subject
-
-
Activities
-
-
Atribut Subject Name: Nama dari materi yang akan dipelajari. Subject form level: Identifikasi unik yang menyatakan tingkatan dari Subject Subject syllabus: Menjelaskan kompetensi umum dan tujuan materi pembelajaran kepada peserta atas apa yang akan mereka peroleh pada akhir sesi pembelajaran Indicative content: Memaparkan daftar materi dan poin penting dari sesi pembelajaran Summary Object: Memberikan referensi tambahan terkait dengan materi yang disampaikan pada sesi pembelajaran Activities number: Identifikasi unik dari setiap aktivitas. Setiap aktivitas diidentifikasikan oleh nomor aktivitas. Activities Title: Memberikan nama dari aktivitas yang bersangkutan. Indicative Content: Materi yang terdapat di dalam komponen Activities, termasuk di dalamnya adalah materi dasar objek pembelajaran, Assessment Object, dan Summary Object. Assessment Object: memberikan evaluasi secara keseluruhan, penilaian tugas pribadi dalam bentuk Case Study pada akhir
Objek -
Topic (materi dasar objek pembelajaran
-
Information Object Assets
Assessment/ Assignment Object
Summary Object
Atribut aktivitas pembelajaran. Summary Object: memberikan rangkuman pembahasan dari aktivitas yang bersangkutan. Topic Number: Identitas unik dari topik yang dibahas. Setiap topik pembahasan diidentifikasikan oleh nomor topik. Topic Title: Memberikan informasi judul topik. Topic Objective(s): Menjelaskan tujuan dari topik aktivitas pembelajaran. Indicative Content: Merupakan representasi dari seperangkat informasi dengan media Adalah kumpulan dari Assets untuk membentuk komponen Concept and Facts, Examples Adalah elemen dasar pembelajaran untuk digabungkan menjadi bagian dari materi pembelajaran seperti Information Object, materi dasar objek pembelajaran, objek-objek pembelajaran lainnya jika dibutuhkan. Assets dapat berupa gambar, text, animasi, audio-video klip Dikategorikan menjadi formative/summative self-assessment dan formative/summative assignments. Formative assessment/assignment muncul pada akhir pembahasan Topic, sedangkan Summative assessment/assignment muncul pada akhir pembahasan Activities. Activities Summary: berisi Review dari Activities Subject Summary: berisi Reference
Sehingga diperoleh sebuah bentuk model struktur objek pembelajaran untuk modul English for Business yang ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Permodelan Struktur Objek Pembelajaran English for Business
Dalam penyusunan struktur objek pembelajaran objek informasi (IO) dan objek pembelajaran (LO) bisa tersusun lebih dari 1 (satu) disesuaikan dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan materi pembelajaran yang diberikan. Hal tersebut dapat memberikan nilai tambah ke dalam materi yang akan diberikan karena terdapat beberapa objek informasi yang disusun sedemikian rupa untuk memenuhi pengetahuan dari peserta (Lujara, 2010). Objek informasi dari materi ini terbentuk dari materi yang bersifat informatif untuk menerangkan materi yang diberikan, termasuk di dalamnya adalah definisi, penggunaan komponen bahasa dan kosakata yang tepat, beserta contoh penggunaannya. Objek pembelajaran (LO) terbentuk dari pecahan materi topik, sehingga setiap LO memiliki tujuan pembelajaran yang spesifik. Tabel 4.13 menggambarkan susunan IO dan LO yang digunakan dalam pembahasan materi English for Business Unit 1.
IO.3 LO.2 IO.4 LO.3
Tabel 3 Materi IO dan LO English for Business Unit 1 Nama Objek Materi Starting Up Business Brief Overview Video Brief - Bond, James Bond Overview Exercise Watch how people introduce themselves, complete the sentences Vocabulary Nationalities Vocabulary Exercise Match the nationalities Reading Meet Phil Knight Reading Exercise Describe Phil Knight, Correct the sentences
IO.5 LO.4
Language Focus 1 Language Focus 1 Exercise
To Be Fill the blanks, Video/Audio (listening), Complete the chart, Complete with negative form, Match the pairs
IO.6 LO.5
Language Focus 2 Language Focus 2 Exercise
IO.7 LO.6
Skills Skills Exercise
LO.7
Case Study
a/an with jobs, wh- question Match the pairs, self describe (jobs, family, friends, …) Useful language in conversation True or False, complete the sentences, introducing self and others Aloha in Hawaii
Objek IO.1 IO.2 LO.1
Susunan IO dan LO di atas adalah satuan dasar materi pembelajaran yang digunakan untuk membahas materi Unit 1 tentang Introduction. Berkaitan dengan penggunaan media TV pada sisi pengguna akhir, maka sebagian besar aset yang digunakan berupa media video, lembar kerja elektronik yang interaktif, dan teks di IO.1 – IO.7. Objek assessment/assignment dibentuk oleh LO.1 – LO.6 yang berupa formative assessment,sedangkan LO.7 berupa summative assessment. 2.
SDLC Planning Untuk memperluas pangsa pasarnya, BINUS Center berusaha mengembangkan dan memperluas layanannya. Konten-konten yang disediakan BINUS Center nantinya tidak hanya seputar IT dan programming tetapi diperluas menjadi lifestyle, culinary, dan juga health. BINUS Center juga akan memberikan konten bahasa. Dengan melakukan peningkatan demikian, BINUS Center diharapkan dapat lebih berkembang dan lebih dapat menjawab permintaan pangsa pasar yang selalu menuntut akan inovasi dan perubahan. Untuk itu, dengan memberikan layanan pembelajaran online yang berjalan pada framework IPTV, maka diperlukan sistem pendukung layanan yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Sistem pembelajaran online menggunakan IPTV ini menyediakan layanan kepada customer secara
terpusat yang diakses pada IPTV ServiceProvider. Modul dan materi pembelajaran disusun pada sistem Pengembangan Modul Pembelajaran oleh Bagian akademis BINUS Center dan didistribusikan pada Sistem Pembelajaran Online IPTV pada sisi IPTV Service Provider. Customer akan berinteraksi dengan jaringan IPTV melalui modul set-top box dengan mengakses Katalog EPG. EPG berfungsi sebagai gateway untuk mengakses konten yang ada di dalam sistem IPTV, menjalankan konten termasuk modul pembelajaran. Analysis Pada tahapan Analysis akan dilakukan analisa terhadap sistem pendukung Teknologi Informasi yang terdapat di BINUS Square. Di antaranya adalah koneksi internet dan siaran TV yang terdapat di dalam BINUS Square. Selanjutnya dilakukan analisa kebutuhan sistem pendukung layanan IPTV yang mencakup kebutuhan arsitektur sistem IPTV dan analisa fungsi sistem IPTV berdasarkan rekomendasi model pembelajaran online menggunakan media IPTV. Untuk dapat memungkinkan dijalankannya layanan IPTV di BINUS Square, maka framework IPTV yang perlu dibangun adalah komponen Head End dari sisi penyedia layanan. Untuk layanan IPTV bisa diterima oleh customers, maka perangkat Set Top Box (STB) juga harus tersedia agar dapat mengakses konten premium dari IPTV. Oleh karena itu dengan mengelompokkan fungsi dan kinerja sistem dari komponen IPTV, dan faktor efisiensi penggunaan sumber daya yang ada, maka infrastruktur sistem IPTV yang diajukan adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8 KebutuhanArsitektur IPTV
Kebutuhan sistem IPTV untuk dapat berjalan dalam infrastruktur BINUS Square adalah sebagai berikut: Satu unit server Middleware berfungsi sebagai pintu gerbang komunikasi antara customers dengan konten premium IPTV.
-
-
-
-
Satu unit server dengan kinerja tinggi dan memiliki kapasitas penyimpanan digital yang besar untuk menjalankan fungsi DRM, VOD, Video Repository, Video Streaming Server, IP Encapsulator. Satu unit server untuk menjalankan fungsi CMS untuk manajemen konten dan administrasi sistem IPTV, serta fungsi Video Encoder untuk menormalisasi format video yang akan disimpan akan berjalan di dalam sebuah server. Satu unit server yang berfungsi untuk menjalankan Customer and Business Application yang akan menjalankan fungsi administratif yang diperlukan oleh BINUS Center untuk menjaga kerahasiaan data customers, penyediaan barang dan jasa pada saat diperlukan, proses Billing, dan proses bisnis lainnya yang mendukung layanan IPTV. Satu unit manageable gigabit switch untuk mengendalikan lalu lintas data di dalam framework IPTV. Satu unit KVM controller untuk mengontrol kinerja sistem IPTV. Unit Set Top Box (STB) disediakan sesuai dengan jumlah customers yang akan dilayani.
Rancangan Model Sistem Pelatihan Online Menggunakan IPTV dikembangkan dengan menggunakan Use Case Model untuk mendeskripsikan aktivitas dari setiap fungsi yang sudah disebutkan sebelumnya. Pada Gambar 9 digambarkan rancangan model Sistem Pengembangan Modul Pembelajaran dalam bentuk system level use case. Gambar 10 digambarkan rancangan model Sistem Pembelajaran Online IPTV dalam bentuk system level use case.
Gambar 9 System Level Use Case Pengembangan Modul Pembelajaran
Gambar 10 System Level Use Case Sistem Pembelajaran Online IPTV
Sistem Pembelajaran Online IPTV Update Modul Pembelajaran Manajemen Katalog EPG
BINUS Center Academic
Login Manajemen Data Customer Manajemen History Pembelajaran
Customer
Manajemen Billing Customer Administrator IPTV Service Provider
Pelaksanaan Pembelajaran Online
Design Setelah mengetahui gambaran kebutuhan infrastruktur IPTV pada BINUS Square maka selanjutnya adalah menentukan alur proses bisnis yang terjadi di dalamnya. Untuk itu disusun Activity Diagram berdasarkan proses bisnis yang terjadi di dalam Sistem Pengembangan Modul Pembelajaran Online dan Sistem Pembelajaran Online IPTV. Pada gambar berikut ditunjukkan urutan proses bisnis yang terjadi di dalam Sistem Pengembangan Modul Pembelajaran Online. Activity dimulai dengan otorisasi yang harus dilakukan untuk masing-masing user. Otorisasi tersebut dilakukan pada proses login yang akan membagi user kepada role-nya masing-masing. Terdapat role BC Academic, Administrator, Customer. Pada role BC Academic, dapat melakukan input materi baru modul pembelajaran untuk seterusnya di-updatecontent repository-nya. Lalu role Administrator yang akan melakukan manage content repository. Administrator juga dapat melakukan Update Catalogue Electronic Program Guide (EPG) untuk kemudian di-publish. Barulah setelah itu Customer dapat melihat katalog EPG yang telah di-publish. Customer akan melihat dan memilih modul pembelajaran yang ingin dijalankan, maka sistem IPTV akan men-generate halaman billing untuk Customer melakukan pembayaran. Setelah dilakukan konfirmasi terhadap pembayaran, maka modul pembelajaran yang tadinya dipilih akan di-deliver kepada Customer untuk selanjutnya pembelajaran online dapat dilaksanakan.
Gambar 11 Activity Diagram Sistem Pembelajaran Online IPTV
Usulan perancangan layar yang akan digunakan sebagai interface aplikasi IPTV akan diajukan untuk Halaman Login, Home,VOD, Learning Module – Preview, Learning Activity, Billing, User Management, Administrator. Sebagai contoh, Gambar 11 menunjukkan Layar Antarmuka Halaman Learning Activity.
Gambar 12Perancangan Layar Antarmuka Halaman Learning Activity
Halaman learning activity berisikan video yang telah di-subscribe. Disini customer dapat melihat video berdasarkan panel yang terdapat disebelah kiri. Terdapat juga spesial notes yang berisikan poin-poin penting terkait materi. Call instructor akan memberikan pelayanan secara audio kepada customer yang membutuhkan bantuan terkait dengan materi yang sedang diambil. C.
Peracangan Model LMS Berbasis IPTV Tahapan selanjutnya adalah menyempurnakan hasil perancangan layar antarmuka yang sudah dibuat pada tahap SDLC dengan melengkapi konten dengan objek pembelajaran yang dihasilkan dari proses ADDIE. Proses pertukaran informasi antara sistem IPTV dengan customers diakomodasi oleh antarmuka berbasis Web Halaman menu dari modul pembelajaran English for Business Elementary Level ditunjukkan oleh Gambar 12.Di dalamnya terdapat komponen Overview, Information Object, Learning Object, Formative dan Summative Assessment, dan Summary. Komponen-komponen tersebut adalah bagian dari struktur objek pembelajaran yang telah disusun sebelumnya pada metode ADDIE. Area informasi dari perancangan antarmuka LMS ini akan berisi berbagai aset (media pendukung objek pembelajaran) berupa media video, rekaman suara, beberapa form assessment elektronik yang interaktif. Gambar 13 Model Perancangan LMS Halaman English for Business
Penyusunan materi pembelajaran dengan dilengkapi dengan aset-aset pendukung disusun sedemikian rupa untuk mengajak customers yang menggunakan fasilitas ini akan ikut berinteraksi dengan sistem. Sehingga diharapkan tujuan pembelajaran yang telah disusun dapat tercapai. D.
Analisis Biaya dan Keuntungan Dalam melakukan evaluasi terhadap usulan proyek IPTV ini, maka digunakan Cost Benefit Analysis (CBA) untuk melihat proyeksi finansial dari usulan proyek ini selama 5 (lima) tahun yang akan mewakili tahun-tahun finansial berikutnya. Sebagai bahan perbandingan, maka evaluasi secara finansial ini akan dilihat dari dua sisi, tangible dan intangible, yang akan berkaitan langsung dengan currentprocess BINUS Center. Selain itu, evaluasi juga dilakukan dua tahap, yaitu dengan BINUS Center sebagai singleinvestor dan atau hanya sebagai contentprovider. Tangible Jika BINUS Center berperan sebagai singleinvestor, maka akan muncul usulan infrastruktur IPTV yang akan dibangun yang tentu saja tidak lepas dari biaya-biaya. Biaya-biaya yang dibutuhkan disesuaikan dengan usulan arsitektur yang telah diajukan sebelumnya.Untuk biaya awal, dipergunakan untuk pembelian perangkat keras. Spesifikasi dari perangkat-perangkat yang akan digunakan untuk dapat menjalankan framework IPTV telah dikelompokkan berdasarkan fungsi dan kegunaannya, mulai dari server hingga perangkat pada enduser yaitu set-top-box beserta remote-nya. Setelah dilakukan perhitungan maka didapatlah biaya awal untuk pembelian perangkat keras sebesar Rp514.000.000,00. Total biaya manfaat didapat sesuai dengan jumlah set-top-box yang disediakan, yaitu untuk 200 customers dengan pembagian 100 orang untuk masing-masing layanannya dengan masa efektif melakukan subscribe selama 11 bulan. Hal tersebut dikarenakan asumsi bahwa terdapat satu bulan customer tidak melakukan subscribe terhadap layanan ini. Kenaikan tiap tahunnya dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan ekonomi Bank Indonesia, yaitu sebesar 6,5%. Perhitungan biaya berjalan dilakukan untuk melihat refleksi biaya yang akan dikeluarkan terhadap usulan ini pertahunnya selama 5 tahun. Biaya-biaya tersebut dibagi kedalam tiga, yaitu procurement cost yang hanya memiliki value pada tahun 0 dan dianggap sebagai start-up cost, lalu terdapat labour cost yang terdiri dari administrator dan helpdesk, terakhir adalah maintenance cost yang diperlukan untuk melakukan konversi modul-modul pembelajaran yang terdapat pada BINUS Center untuk menjadi modul online, dan juga maintenance hardware yang diperlukan untuk peremajaan perangkat-perangkat apabila mengalamimasalah dalam pengoperasiannya. Biaya-biaya tiap tahunnya memperhitungkan inflation rate Bank Indonesia, yaitu sebesar 3,65%. Dari data yang tersedia, dengan menginvestasikan dana sebesar Rp539.000.000,00 dan dengan tingkat inflow per tahunnya sekitar Rp220.000.000,00 (mengikuti tingkat pertumbuhan ekonomi) maka payback period akan didapat pada 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan. Hal ini dapat dilihat dari cash inflow pada tahun pertama ditambah dengan tahun kedua yang menghasilkan sekitar Rp454.300.000,00 dan hanya memiliki selisih Rp84.700.000,00 dari investasi awal. Jumlah selisih tersebut akan tertutupi pada bulan keempat. Jangka waktu 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan merupakan jangka waktu yang cukup baik jika melihat maximum payback period yang ditolerir oleh BINUS Center, yaitu 3 (tiga) tahun. Maka secara proyeksi finansial, usulan ini layak diterima. Dari total investasi yang dilakukan, yaitu sebesar Rp823.552.741,00 akan didapatkan pengembalian investasi sebesar 52% atau sekitar Rp1.252.601.015,00. Nilai tersebut didapat dari selisih biaya manfaat dan biaya yang dikeluarkan sampai tahun kelima lalu dibagi dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai ROI sebesar 52% yang membuat usulan ini layak untuk diterima. Net Present Value (NPV) memberikan informasi mengenai proyeksi finansial mengenai nilai mata uang di masa sekarang dari keuntungan yang didapatkan di masa yang akan datang. Investasi yang dilakukan sebesar Rp539.000.000,00 diharapkan akan mengembalikan nilai manfaat sebesar Rp1.252.601.015,00 dalam waktu 5 tahun. Dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia sebesar 5,75% (i).Nilai NPV yang dihasilkan adalah sebesar Rp516.048.594,00. Artinya, nilai Rp1.252.601.015,00 yang akan diperoleh pada tahun kelima sama dengan Rp516.048.594,00 nilai mata uang di masa yang sekarang. Nilai NPV yang bersifat positif ini membuat usulan ini layak untuk diterima. BINUS Center juga dapat memaksimalkan pangsa pasarnya dengan merambah ke area kostkostan yang ada disekitar BINUS. Pemaksimalan tersebut dapat dilakukan dengan mendistribusikan jaringan ke sekitar BINUS dengan menggunakan fiber optic (FO). BINUS sudah memiliki jaringan
FO yang terhubung ke beberapa switch FO dan telah ditempatkan di beberapa titik di sekitar BINUS. Jadi BINUS Center hanya perlu menyediakan jaringan FO dari Network Operation Center (NOC) sampai ke titik-titik switch yang telah ada. Pendistribusian jaringan tersebut tidak memakan biaya besar karena biaya yang dikenakan oleh kabel FO yaitu per meternya dapat ditekan, karena jarak antara NOC dan titik-titik switch berdekatan (lebih kurang 500 meter). Dari switch FO selanjutnya akan didistribusikan ke kamar-kamar kost dengan menggunakan kabel CAT UTP-6 secara LAN. Sehingga pendistribusian jaringan dapat terlaksana dengan baik. Dengan asumsi bahwa BINUS Center berfokus pada pasar kost-kostan di sekitar BINUS dan target sebanyak 200 customers, maka penerimaan biaya manfaat sama dengan kondisi sebelumnya. Dari kondisi seperti ini BINUS Center perlu menambah biaya investasi untuk pengadaan serat fiber optic (FO) dan Cat UTP-6 cable, sehingga investasi awal yang harus disediakan adalah sebesar Rp558.500.000,00. Dengan tingkat inflow per tahunnya sekitar Rp220.000.000,00 (mengikuti tingkat pertumbuhan ekonomi) maka payback period akan didapat pada 2 (dua) tahun 5 (lima) bulan. Hal ini dapat dilihat dari cash inflow pada tahun pertama ditambah dengan tahun kedua yang menghasilkan sekitar Rp454.300.000,00 dan hanya memiliki selisih Rp104.200.000,00 dari investasi awal. Jumlah selisih tersebut akan tertutupi pada bulan kelima. Jangka waktu 2 (dua) tahun 5 (lima) bulan merupakan jangka waktu yang cukup baik jika melihat maximum payback period yang ditolerir oleh BINUS Center, yaitu 3 (tiga) tahun. Maka secara proyeksi finansial, usulan ini layak diterima. Dari total investasi yang dilakukan, yaitu sebesar Rp843.052.741,00 akan didapatkan pengembalian investasi sebesar 49% atau sekitar Rp1.252.601.015,00. Nilai tersebut didapat dari selisih biaya manfaat dan biaya yang dikeluarkan sampai tahun kelima lalu dibagi dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai ROI sebesar 49% yang membuat usulan ini layak untuk diterima. Net Present Value (NPV) memberikan informasi mengenai proyeksi finansial mengenai nilai mata uang di masa sekarang dari keuntungan yang didapatkan di masa yang akan datang. Investasi yang dilakukan sebesar Rp558.500.000,00 diharapkan akan mengembalikan nilai manfaat sebesar Rp1.252.601.015,00 dalam waktu 5 tahun. Dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia sebesar 5,75% (i). Nilai NPV yang dihasilkan adalah sebesar Rp496.548.594,00. Artinya, nilai Rp1.252.601.015,00 yang akan diperoleh pada tahun kelima sama dengan Rp496.548.594,00nilai mata uang di masa yang sekarang. Nilai NPV yang bersifat positif ini membuat usulan ini layak untuk diterima Jika BINUS Center berperan hanya sebagai content provider, maka perhitungan CBA yang dilakukan terhadap biaya manfaat berubah. Dengan asumsi tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5% dan pembagian hasil sebesar 30% untuk BINUS Center serta modal yang digunakan untuk biaya konversi modul pembelajaran sebesar Rp20.000.000,00 per tahun, maka keuntungan yang didapat oleh BINUS Center pada tahun pertama hingga tahun kelima masing-masing adalah Tahun 1 Rp46.000.000,00; Tahun 2 Rp50.290.000,00; Tahun 3 Rp54.858.850,00; Tahun 4 Rp59.724.675,00; Tahun 5 Rp64.906.779,00. Intangible Selain biaya yang bersifat tangible (berwujud), terdapat juga biaya-biaya yang bersifat intangible (tidak berwujud). Hal tersebut dapat diperoleh dari loss opportunity yang dirasakan oleh BINUS Center akibat proses pembukaan kelas yang masih terlalu rumit dan sangat memperhitungkan kuota. Dalam setahun, BINUS Center memiliki target kelas yang ingin dicapai. Namun tentu saja hal tersebut tidak selalu berjalan sesuai dengan target dikarenakan faktor kuota yang telah ditentukan. Dari data tersebut dapat diperoleh informasi bahwa terdapat selisih kelas yang ingin dibuka oleh BINUS Center dengan kejadian yang sesungguhnya terjadi. Sampai dengan Oktober 2011, terjadi sekitar 22 pembatalan kelas. Tentu saja hal tersebut berdampak bagi segi keuangan BINUS Center. BINUS Center mengalami opportunity loss untuk mendapatkan income sebesar Rp628.000.000,00 atau mengalami loss sebesar 29% dari hasil pembatalan kelas tersebut. Apabila kelemahan ini dibiarkan terus menerus, maka akan sangat merugikan dari sisi konsumen BINUS Center juga. Bagi mereka yang telah melakukan booking terhadap suatu modul training, harus menunggu lama karena pihak BINUS Center masih harus menunggu kuota kelas terpenuhi. Jika pada akhirnya tidak terpenuhi, maka BINUS Center akan melakukan class cancellation yang tentu saja akan membuat konsumen BINUS Center kecewa, dan hal tersebut merupakan kerugian BINUS Center secara intangible.
Tentu saja hal tersebut tidak perlu terjadi apabila BINUS Center dapat mengalihkan kelemahannya dalam bidang pengadaan kelas tersebut ke produknya yang lain, dalam hal ini adalah layanan onlinelearning berbasis IPTV yang ingin dikembangkan oleh BINUS Center. Sehingga apabila kelas tidak dapat dibuka karena faktor kuota, pihak BINUS Center dapat mengalihkan konsumennya dengan menawarkan program/produknya yang terbaru. Pada akhirnya, BINUS Center dapat menghindari opportunity loss yang selama ini dialaminya.
SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil studi yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa kesimpulan mengenai penerapan online learning dengan menggunakan framework IPTV di BINUS Center, yaitu: 1. Framework IPTV bukanlah sebagai pengganti dari sistem yang belajar mengajar yang sedang berjalan di BINUS Center. Online learning menggunakan IPTV ini merupakan sebagai diversifikasi produk sekaligus solusi dari gap yang dimiliki oleh BINUS Center. BINUS Center tidak harus bergantung dengan sistem kuota kelas dan melakukan negosiasi dengan instruktur sehingga menghindari kejadian penjadwalan ulang atau kemungkinan paling fatal adalah pembatalan kelas yang bisa berakibat buruk pada reputasi dan finansial BINUS Center. 2. Dari langkah-langkah yang telah dilakukan terhadap usulan pembelajaran online IPTV ini, maka proses tersebut dapat menjadi lebih sederhana karena redundant process seperti melakukan pengecekan berulang-ulang untuk melihat status kuota kelas dan konfirmasi untuk setiap instruktur yang akan mengajar, tidak diperlukan lagi dengan adanya pembelajaran online ini (seperti ditunjukkan pada Gambar 13). Gambar 14Rekomendasi Proses Pembelajaran Online Menggunakan Media IPTV BINUS Center
Berdasarkan proses tersebut, apabila kendala muncul, maka BINUS Center tidak perlu sampai harus membuang kesempatan bisnisnya dengan membatalkan kelas yang kuotanya tidak terpenuhi. BINUS Center dapat memperkenalkan produk online learning-nya yang menawarkan fleksibilitas baik dari segi tempat dan waktu. 1. Layanan online learning berbasis IPTV memungkinkan subscriber untuk dapat melakukan sneak peek, yaitu subscriber dapat melihat preview dari modul-modul
pembelajaran yang ditawarkan oleh BINUS Center dalam bentuk video preview yang disertai dengan penjelasan-penjelasan lengkap mengenai apa yang ingin dicapai oleh learning module tersebut. Sehingga diharapkan customer dapat lebih tertarik dan lebih mengerti mengenai learning module yang ditawarkan oleh BINUS Center. 2. Dengan mengedepankan fitur call instructor layanan pembelajaran online berbasis IPTV mampu menjembatani para peserta didik yang terkendala jarak dan waktu, sehingga layanan ini memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif dua arah antara peserta dengan instruktur. Dengan cara seperti ini materi pelatihan dapat tersampaikan dan benar-benar dipahami oleh peserta. Saran-saran yang diajukan untuk mengembangkan sistem pembelajaran online menggunakan IPTV, yaitu: 1. BINUS Center dapat mengembangkan bisnis Learning Center dalam industri Online Learning IPTV dengan bertindak sebagai content provider atau service provider. a. Jika BINUS Center memilih untuk menjadi content provider maka BINUS Center harus melakukan kerja sama pada pihak ketiga sebagai penyedia infrastruktur untuk mendukung layanan IPTV. BINUS Center dapat bekerja sama dengan IPTV serviceprovider yang telah memiliki pangsa pasarnya sendiri. Sebagai contoh, telah banyak serviceprovider yang memiliki topologi yang kuat pada tempat-tempat yang strategis, misalnya apartemen, kost-kostan, dan lainnya. Kerja sama tersebut dapat berupa pembagian persen keuntungan atau tipe kerja sama lainnya yang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika BINUS Center telah memiliki topologi yang kuat, maka yang perlu difokuskan hanya pada pengembangan layanan-layanan (content) yang dilakukan dengan metode ADDIE. Setelah content dikembangkan maka BINUS Center dapat memberikan content tersebut untuk dijual oleh service provider. Secara finansial, alokasi biaya untuk pengembangan modul pembelajaran online diasumsikan sebesar RP20.000.000,00 per tahun dan pembagian hasil sebesar 30% untuk BINUS Center.Dengan potensi rata-rata 200 customers yang menggunakan layanan ini, maka dapat diproyeksikan potensi revenue selama lima tahun adalah Rp. 46,000,000 pada tahun pertama, Rp. 50,290,000 pada tahun kedua, Rp. 54,858,850 pada tahun ketiga, Rp. 59,724,675 pada tahun keempat, dan Rp. 64,906,779 pada tahun kelima. b. Sebagai service provider atau single investor berarti BINUS Center harus menyediakan semua services mulai dari perangkat keras sebagai pendukung layanan dan juga content sebagai isi layanan yang akan digunakan. Seiring dengan penyediaan perangkat, BINUS Center dapat melakukan instalasi jaringan (topologi) pada titik-titik yang sudah ditentukan untuk mendukung layanan. Dari sisi service, BINUS Center juga dapat fokus pada content sebagai selling point(dikembangkan menggunakan ADDIE). BINUS Center juga harus menyediakan operator atau instruktur yang dapat dipanggil dengan menggunakan aplikasi IPTV pada jam-jam kerja. Sehingga dapat memungkinkannya tercipta komunikasi dua arah antara instruktur dansubscriber. Jika sisi infrastruktur, arsitektur dan layanan content telah terpenuhi maka BINUS Center hanya tinggal melakukan maintenance terhadap perangkat dan juga service yang diberikan. Secara finansial, investasi awal untuk opsi ini jauh lebih besar (539 juta rupiah untuk pangsa pasar BINUS Square, dan 558,5 juta rupiah untuk pangsa pasar tempat kos di sekitar BINUS), akan tetapi masih berada dalam rentang waktu yang dikehendaki untuk pengembalian modal, yaitu di bawah tiga tahun. 2. Layanan dan konten online learning IPTV dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan bisnis BINUS Center, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan live streaming untuk modul-modul yang memang diperlukan untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran, dilengkapi pula oleh penyempurnaan fitur reporting system pada Learning Management System (LMS) yang dibangun. 3. Modul pembelajaran yang dibentuk dengan metode ADDIE perlu disesuaikan dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan dengan memperhatikan struktur objek pembelajaran dan instruktur diharapkan dapat ikut terlibat di dalam proses penyusunannya sehingga tujuan dari pembelajaran tersebut bisa dicapai dengan sempurna.
4. Pengembangan modul pembelajaran dengan metode ADDIE melalui media IPTV dapat digunakan untuk penyusunan materi pembelajaran lainnya, tidak terbatas pada materi English for Business, tapi materi pembelajaran lainnya yang memiliki nilai jual yang strategis yang dimiliki BINUS Center sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya saing dalam industri online learning dan revenue BINUS Center.
DAFTAR PUSTAKA Advanced Distributed Learning/ADL. (2003). Retrieved on April 10, 2011, from http://www.adlnet.org. Boyle, T. (2003). Design Principles for Authoring Dynamic, Reusable Learning Objects. Australian Journal of Education Technology (AJET), 19(1), pp. 46-58 Bruegge, B. & Dutoit, A. H. (2003). Object - Oriented Software Donoso, Y. (2009). Network Design for IP Convergence. Boca Raton, Florida: Auerbach Publications. Engineering : Using UML Pattern and Java. 2nd Edition. Prentice Hall. ISBN-13: 978-0130471109. Caladine, R. (2008). Enhancing E-Learning with Media-Rich Content and Interactions. Hershey, New York: IGI Global. Cisco Systems. (1999). Reusable Information Object Strategy: Definition, Creation Process and Guidelines for Building. Retrieved October 21, 2011, from Cisco: http://www.cisco.com/warp/public/779/ibs/solutions/learning/whitepapers/el_cisco_rio.pdf Cotton, D., Falvey, D., & Kent, S. (2006). Market Leader: Elementary Business English Course Book. Edinburgh: Pearson Education Limited. Djenga, J. K. (2005). Instructional Design Process in a Web-Based Learning Management System: Design, Implement and Evaluation Issues. Ghani, N., Toor, H., & Hussain, Z. (2012). Improvements in the Current Setup of Distance Learning in Pakistan through IPTV. International Journal of Computer Applications (0975 – 8887), 1219. Grafinger, D. J. (1988). Basic of Instructional System Development. Alexandria, VA: American Society for Training and Development. Harriman, G. (2004). ADDIE Instructional Design at Gray Harriman.com. Retrieved May 1, 2011, from ELearning Resources at Gray Harriman.com: http://www.grayharriman.com/ADDIE.htm Hawker, J. (2005). The Use of IPTV Solutions to Provide Education On Demand. Proceedings of The Second International Conference on e-Learning for Knowledge-Based Society. August 4-7, 2005. Bangkok, Thailand. Held, G. (2007). Understanding IPTV. Boca Raton, New York: Auerbach Publications. Holsapple, C. (2003). Knowledge and its attributes. In C. Holsapple, Handbook on Knowledge Management. Berlin: Springer. Holsapple, C. W. (2005). The inseparability of modern knowledge management and computer-based technology. The Journal Of Knowledge Management, 42-52. Holsapple, C., & Winston, A. (1996). Decision Support Systems – A Knowledge-based Approach. IEEE LTSC. (2000). LOM Working Draft v4.1. Retrieved October 20, 2011, from IEEE: http://ltsc.ieee.org/doc/wg12/LOMv4.1.htm Lujara, S. K. (2010). Development of e-Learning Content and Delivery for Self Learning Environment Case of Selected Rural Secondary Schools in Tanzania. Karlskrona, Sweden: Blekinge Institute of Technology.Indonesia, M. P. (2009). Kearns, K. P. (1992). From Comparative Advantage to Damage Control : Clarifying Strategic Issues Using SWOT Analysis. Nonprofit Management & Leadership. 3(1). pp 3-21. Kirkpatrick, D. L. (1967). Evaluation of Training. In R. L. Craig & L.R. Bittel (eds) : Training and Development Handbook. McGraw-Hill. New York. Liang, Z. X., L. Quan, Y. Jie, & S. X. Juan. (2008). Education IPTV for e-Learning in Rural Area. International Symposium of Information Science and Engineering. Wuhan, China. Learning Objects From Theory To Practice. The Internet and Higher Education, Volume: 5, Pages: 21-34.
Ma, M., Ma, Y., & Wang, J. (2008). The Implementation and Application of IPTV Supported on Pull Mode of P2P. IEEE Computer Society. Matiassen, L., Munk-Madsen, A., Nielsen, P. A., & Stage, J. (2000). Object Oriented Analysis & Design. Aalborg: Marko Publishing. McGreal, R., & Roberts, T. (2001). A primer on metadata for learning objects: Fostering an interoperable environment. E-Learning, 2(10), 26 - 29. Retrieved October 20, 2011, from http://auspace.athabascau.ca/bitstream/2149/231/1/Primer metadata.doc Nahapiet, J., & Ghoshal, S. (1998). Social capital, intellectual capital, and the organizational advantage. In J. Nahapiet, & S. Ghoshal, Academy of Management Review (pp. 23(2), 242266). Omnitele (2006). Internet Protocol Television (IPTV) : Current Status and Development in The Near Future. Technical Report of Omnitele Ltd. Parker, M. M., Benson, R. J., & Trainor, H. E. (1988). Information Economics: Linking Business Performance To Information Technology. Englewood Cliffs (NJ): Prentice Hall. Paulsen, M. F. (2003). Experiences with Learning Management Systems in 113 European Institutions. Educational Technology & Society, 6 (4), 134-148. Pearce II, J. A. & R. B. Robinson Jr. (1998). Strategic Management. Third Edition. Richard D. Irwin. Illionis. Polsani, P. R. (2003). Use and Abuse of Reusable Learning Objects. Journal of Digital Information, Vol 3, No 4 . Porter, M. E. (2008, January). HBR - The Five Competitive Forces That Shapes Strategy. Retrieved 20 October 2011, from Harvard Business Review: http://www.ascendcfo.com/pdfFiles/HBRThe Five Competitive Forces That Shape Strategy.pdf Ramirez, D. (2008). IPTV Security Protecting High-Value Digital Contents. Southern Gate, Chichester: John Wiley & Sons Ltd. Ras, E., Memmel, M., & Weibelzahl, S. (2005). Integration of e-Learning and Knowledge Management – Barriers, Solutions and Future Issues. Professional Knowledge Management, Lecture Notes in Artificial Intelligence (Vol. 3782) (pp. 155-164). Berlin: Springer . Reigeluth, C. M. (1999). What is Instructional Design Theory and How is it Changing? In Instructional-Design Theories and Models: A New Paradigm of Instructional Theory. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates . Santos, T. D., D. T. D. Vale, & L. G. P. Meloni. (2006). Digital TV and Distance Learning : Potentials and Limitations. 36th ASEE/IEEE Frontiers in Education Conference. October 2831, 2006. San Diego, CA. Schiffman, L. G. & L. L. Kanuk. (2007). Consumer Behavior. 9th Edition. Prentice Hall. New Jersey Sortrakul, T. & N. Denphaisarn. (2009). The Evolution of Instructional System Design Model. The Sixth International Conference on eLearning for Knowledge-Based Society. 17-18 December 2009. Thailand. Smith, R. S. (2004). Guidelines for Authors of Learning Objects, The New Media Consortium NMC. Retrieved October 20, 2011, from http://www.colombiaaprende.edu.co/html/mediateca/1607/articles-172780_archivo.pdf Tavangarian, D., M. Leypold, Nolting, K., R¨oser, M., Voigt, D., (2004). Is e-Learning the Solution for Individual Learning. Electronic Journal of e-Learning 2 (2), 273–280. Thompson, A. A., A. J. Strickland III, J. E. Gamble. (2005). Crafting & Executing Strategy : The Quest for Competitive Advantage, 16th ed. McGraw-Hill. New York. Ward, J. & J. Peppard. (2002). Strategic Planning for Information System. 3rd ed. John Wiley and Sons Ltd. Southern Gate, Chichester. West, R., G. Waddoups, & C. Graham. (2006). Understanding The Experience of Instructors as They Adopt a Course Management System. Educational Technology Research and Development. 55(1), pp 1-26. Wieseler, W. (1999). RIO: A Standards-based Approach for Reusable Information Objects. San Jose: CIsco System. Wiley, D. A. (2000). Connecting Learning Objects to Instructional Design Theory: A Definition, a Metaphor, and a Taxonomy. The Instructional Use of Learning Objects. Retrieved October 20, 2011, from http://reusability.org/read/chapters/wiley.doc
Yuzer, T. V., & Kurubacak, G. (2011). Integrating Internet Protocol Television (IPTV) in Distance Education: A Constructivist Framework for Social Network
RIWAYAT PENULIS Jeffri Irwansyah lahir di Langsa pada 20 September 1985. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Teknologi Informasi pada tahun 2008. Saat ini penulis bekerja sebagai Procurement Service Analyst di Mobil Cepu Ltd. Ardian Setiadi lahir di kota pada9 Juni 1981. Penulis menamatkanpendidikan S1 di Universitas Tarumanagara dalam bidang Teknik Elektro pada 2004. Saat ini bekerjasebagai IT Officer di Bank Dunia Jakarta.