a
PENGEMBANGAN HUTAN KOTA BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN KOTA DENPASAR
PANDE MADE WISNU TEMAJA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
b
PENGEMBANGAN HUTAN KOTA BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN KOTA DENPASAR
PANDE MADE WISNU TEMAJA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
c
RINGKASAN PANDE MADE WISNU TEMAJA (E34061388). Pengembangan Hutan Kota Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar. Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LILIK BUDI PRASETYO. Kota Denpasar merupakan ibu kota Propinsi Bali. Kota Denpasar mengalami pertumbuhan dilihat dari pertambahan jumlah penduduk serta pembangunan di segala bidang. Keadaan ini akan menimbulkan permasalahan lingkungan yang paling terasa adalah peningkatan suhu permukaan, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman. Salah satu komponen penting yang dapat menciptakan kenyamanan lingkungan kota menjadi lebih baik adalah hutan kota. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa pengembangan hutan kota yang sesuai sangat diperlukan untuk menekan terjadinya peningkatan suhu permukaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) distribusi suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan di Kota Denpasar, (2) suhu permukaan yang diprediksikan dari konversi band 6 Landsat 7 ETM, dan (3) menentukan alternatif sebaran hutan kota berdasarkan distribusi suhu permukaan sesuai dengan tata ruang Kota Denpasar. Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra Landsat 7 ETM (Path 116 Row 066) tanggal 15 Oktober 2009, dan peta batas administratif kecamatan Kota Denpasar. Pengolahan data citra Landsat 7 ETM dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software ArcGIS 9.3 dan ERDAS Imagine 9.1, yang meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi citra, dan uji akurasi. Penentuan distribusi suhu permukaan dilakukan dari konversi band 6. Kota Denpasar dengan luas 12.891,6 ha pada tahun 2009 didominasi oleh penutupan lahan berupa lahan terbangun yaitu 49,45 % dari total luas wilayah Kota Denpasar. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa, nilai suhu permukaan tertinggi yaitu 30 °C pada lahan terbuka, sedangkan nilai suhu permukaan terendah yaitu 27,89 °C pada lahan vegetasi rapat. Berdasarkan estimasi band 6 pada citra landsat diperoleh nilai suhu permukaan tertinggi yaitu 33-34 °C pada lahan terbuka wilayah Kecamatan Denpasar Selatan (Kelurahan Sesetan), sedangkan nilai suhu permukaan terendah yaitu 17,9 °C pada wilayah Kecamatan Denpasar Selatan yaitu tipe penutupan lahan mangrove. RTH di Kota Denpasar tahun 2009 seluas 43,11 % dari luas wilayah kota. Berdasarkan distribusi suhu permukaan diperoleh alternatif sebaran hutan kota yaitu, pada daerah pengembangan I, yaitu tipe pengamanan, industri, dan rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa jalur hijau, taman di halaman bangunan, dan taman atap. Daerah pengembangan II, yaitu tipe perlindungan, dengan bentuk hutan kota berupa taman. Daerah pengembangan III, yaitu tipe pemukiman, dan pengamanan, dengan bentuk hutan kota berupa taman di pekarangan dan jalur hijau. Daerah pengembangan IV, tipe rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa taman kota. Daerah pengembangan V, tipe pengamanan dan rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa jalur hijau di sepanjang tepi jalan-jalan arteri (jalur padat kendaraan). Kata kunci : Kota Denpasar, penutupan lahan, suhu permukaan, pengembangan hutan kota.
d
SUMMARY PANDE MADE WISNU TEMAJA (E34061388). Developing Urban Forest Based on Surface Temperature Distribution of Denpansar City. Under supervison of RACHMAD HERMAWAN and LILIK BUDI PRASETYO. Denpasar is capital city of Bali Province. Denpasar city has been developing due to its population growth and development in many sectors. This condition resulted in environmental problem especially surface temperature increase which creates uncomfortable condition. One of important component to create comfortable environment in the city is urban forest. Appropriate planning of Open Green Space is needed to lowering surface temperature. The aims of this study are as follows : (1) identify surface temperature distribution of various land covers in Denpasar, (2) identify surface temperature which is predicted by converting band 6 Landsat 7 ETM, (3) determine the alternative of urban forest type based on surface temperature distribution which appropriate to Denpasar spatial planning. This study was conducted in Denpasar. Materials that were used in this study consisted of image Landsat 7 ETM (Path 116 Row 066) taken on 15th October 2009, and administrative map of Denpasar. Data were processed using ArcGIS 9.3 and ERDAS Imagine 9.1 such as layer stack, geometric correction, subset image, image classification and accuracy test. Band 6 was used to determine surface temperature distribution. Denpasar was dominated by built up areas (49,45 %) out of 12.891,6 ha of its total area. Based on band 6 estimation, the highest surface temperature was 3334 °C in barren land of South Denpasar Subdistrict (Sesetan), meanwhile the lowest surface temperature was 17,9 °C in mangrove area in South Denpasar District. The result showed that the highest surface temperature was 30 °C in the form of barren land, meanwhile the lowest was 27,89 °C in the form of dense vegetation space. Green Space in Denpasar in 2009 was 43,11% out of total area. Based on surface temperature distribution, there are some appropriate alternatives to develop urban forest. Urban forest type green belt, yard-park, green roof are appropriate in Developing area I that consists of security, industrial and recreational characteristics. Urban forest of park type is appropriate in Development area II, which has function as protection. Yard-park and green belt are appropriate in Developing area III that consists of settlements and and security. Garden city urban forest is appropriate in Developing area IV that consists of recreational characteristics. Urban forest type green belt along the arterial roads (solid line of vehicles) are appropriate in Developing area V that consists of security and recreational characteristics. Keywords: Denpasar city, land cover, surface temperature, urban forest developing
e
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Hutan Kota berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010
Pande Made Wisnu Temaja NRP E34061388
f
Judul Skripsi
: Pengembangan Hutan Kota berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar
Nama
: Pande Made Wisnu Temaja
NIM
: E34061388
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc. NIP : 19670504 199203 1 004
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. NIP : 19620316 198803 1 002
Mengetahui, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Ketua
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP : 19580915 198403 1 003
Tanggal Pengesahan :
i
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Hyang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Hutan Kota
berdasarkan Distribusi Suhu
Permukaan Kota Denpasar”. Skripsi ini diharapkan memberi manfaat bagi banyak pihak dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada program studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari ketidaksempurnaan penulisan karya ilmiah ini, sehingga diharapankan adanya saran dan kritik dari pembaca untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik.
Bogor, Desember 2010
Pande Made Wisnu Temaja NRP: E34061388
b
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Gianyar, Bali, tanggal 5 September 1987 dari pasangan I Ketut Pande Suastawa dan I Gusti Ayu Suasthi. Penulis memiliki tiga saudara, yaitu Pande Putu Surya Dinata, Pande Ayu Wulan Paramita, dan Pande Ketut Bagus Panca Dana. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN 3 Sukawati (tahun 1994-1998), selanjutnya tahun 1998-2000 pindah ke SD unggulan (SDN 5 Sukawati) kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP N 1 Sukawati (tahun 2000-2003). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMAN 1 Sukawati dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, seperti UKM Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (2006-sekarang), Brahmacarya Bogor sebagai wakil ketua tahun 2009-2010, dan aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) tahun 2007-2009. Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi bidang kehutanan antara lain : Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang-Kamojang pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2009, dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Alas Purwo pada tahun 2010. Penulis menyelesaikan penelitian dan menulis skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dengan judul “Pengembangan Hutan Kota berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar”, dibawah bimbingan Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc, dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
c
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugrah-Nya kepada penulis. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak, Mamak, dan keluarga yang telah memberikan doa, harapan, motivasi serta dukungan sehingga skripsi ini bisa selesai dengan baik. 2. Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc, dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama penyelesaian tugas akhir ini. 3. Dr. Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS, Phd selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, Dra. Sri Rahaju, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan, dan Ir. Andi Sukendro, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur. 4. Bappeda Kota Denpasar, dan Biotrop atas bantuan data-datanya. 5. Made Suhandana, Arie Susanti, mbak Nina, mbak Ika, mas Arif, Aje, Age, Muis, Chaca, Des Novar, Liana, dan Arga atas bantuan dan masukannya. 6. Teman-teman Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Angkatan 42 dan 43 atas motivasi dan kepeduliannya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini. 7. Keluarga besar Mahayana, yang telah membantu penulis sehingga mampu menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor. 8. Pihak lain yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Tujuan ................................................................................................ 2 1.3 Manfaat .............................................................................................. 2 1.4 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4 2.1 Suhu Permukaan ................................................................................ 4 2.2 Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu Udara .......... 4 2.3 Hutan Kota ........................................................................................ 5 2.4 Penginderaan Jauh ............................................................................. 7 BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 11 3.1 Lokasi dan Waktu ............................................................................ 11 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................ 11 3.3 Teknik Pengukuran Suhu Permukaan ............................................. 11 3.4 Pengolahan Citra Satelit Landsat .................................................... 12 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN .......................................... 18 4.1 Sejarah Kota Denpasar .................................................................... 18 4.2 Letak Astronomi .............................................................................. 18 4.3 Luas Wilayah ................................................................................... 19 4.4 Curah Hujan .................................................................................... 19 4.5 Temperatur ...................................................................................... 19 4.6 Ketinggian ....................................................................................... 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 20 5.1 Penutupan Lahan Kota Denpasar .................................................... 20
iii
5.2 Penutupan Lahan Kota Denpasar Tahun 2009 ................................ 25 5.3 Distribusi Suhu Permukaan ............................................................. 29 5.4 Ruang Terbuka Hijau (RTH) ........................................................... 34 5.5 Pengembangan Hutan Kota ............................................................. 37 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 43 6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 43 6.2 Saran ................................................................................................ 44 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 45 LAMPIRAN .......................................................................................................... 47
iv
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Luas penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009 ........................................... 25 2. Suhu permukaan Kota Denpasar pada berbagai tipe penutupan lahan ............ 29 3. Luasan suhu permukaan di Kota Denpasar tahun 2009 ................................... 31 4. Luasan penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009 ....................................... 34 5. Luas penutupan lahan pada masing-masing kecamatan Kota Denpasar .......... 34 6. Alternatif bentuk dan tipe hutan kota di Kota Denpasar .................................. 38
v
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian. ........................................................................ 3 2. Bagan pengolahan citra satelit Landsat. ......................................................... 16 3. Lokasi penelitian di Kota Denpasar. ............................................................... 17 4. Tipe penutupan lahan terbangun berupa pemukiman. .................................... 21 5. Tipe penutupan lahan berupa sawah. .............................................................. 21 6. Tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang. ................................................ 22 7. Tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat. .................................................. 23 8. Tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka. .................................................. 23 9. Tipe penutupan lahan berupa mangrove. ........................................................ 24 10. Tipe penutupan lahan badan air berupa sungai. .............................................. 24 11. Peta penutupan lahan Kota Denpasar 2009. ................................................... 28 12. Kelas suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan. ................................ 32 13. Peta distribusi suhu permukaan di Kota Denpasar tahun 2009. ..................... 33 14. Peta ruang terbuka hijau Kota Denpasar tahun 2009. ..................................... 36 15. Ilustrasi optimalisasi lahan perkantoran. ........................................................ 39 16. Pengoptimalan lahan pekarangan. .................................................................. 40 17. Monumen Bajra Sandhi. ................................................................................. 41 18. Ilustrasi pengembangan hutan kota berbentuk jalur hijau. ............................. 42
vi
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Peta daerah pengembangan hutan kota berdasarkan distribusi suhu permukaan. ..................................................................................................... 48
2.
Tabel pengukuran suhu permukaan Kota Denpasar bulan Juli 2010. ............ 49
3.
Peta lokasi pengukuran suhu permukaan Kota Denpasar tahun 2010. .......... 50
4.
Tabel distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kota Denpasar......................................................................................................... 51
5.
Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Utara ............................................................................ 52
6.
Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Timur........................................................................... 53
7.
Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Selatan ......................................................................... 54
8.
Tabel dan grafik Distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Barat ............................................................................ 55
9.
Tabel profil pohon. ......................................................................................... 56
10. Gambar profil pohon vegetasi rapat dan vegetasi jarang. .............................. 57
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Denpasar merupakan ibu kota Propinsi Bali. Kota Denpasar mengalami pertumbuhan dilihat dari pertambahan jumlah penduduk serta pembangunan di segala bidang. Penduduk Kota Denpasar tahun 2000 adalah 522.381 jiwa, sedangkan tahun 2008 jumlah penduduk meningkat menjadi 642.358 jiwa (BPS Denpasar 2008). Jumlah kendaraan di Kota Denpasar pada tahun 2000 adalah sebanyak 449.904 unit, sedangkan jumlah penduduk Kota Denpasar pada tahun yang sama adalah 522.381 jiwa. Hal ini berarti hampir setiap penduduk memiliki satu unit kendaraan bermotor. Keadaan ini akan menimbulkan permasalahan lingkungan seperti: meningkatnya pencemaran udara, padatnya lalu lintas, minimnya vegetasi karena kurangnya ruang terbuka hijau khususnya hutan kota akibat terjadinya alih fungsi lahan, dan permasalahan yang paling terasa adalah peningkatan suhu permukaan yang dirasakan penduduk Kota Denpasar sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman. Permasalahan seperti kurang diperhatikannya pencemaran udara dan peningkatan suhu udara permukaan oleh penduduk setempat, akan memberikan dampak terhadap lingkungan perkotaan. Aktivitas kota yang menstimulasi timbulnya fenomena suhu diperkotaan, menjadi lebih tinggi dibandingkan daerah (rural) pinggiran kota. Gejala suhu permukaan yang makin tinggi di perkotaan khususnya pada lahan tidak bervegetasi memerlukan upaya pengendalian. Penetapkan resolusi yang tepat sebagai respon terhadap fenomena tersebut, perlu dilakukan pengembangan hutan kota yang penempatannya tepat. Memanfaatkan pepohonan sebagai pengendali suhu udara adalah suatu alternatif yang tepat. Salah satu komponen penting yang dapat menciptakan kenyamanan lingkungan kota menjadi lebih baik adalah hutan kota. Selain itu, hutan kota dapat menambah nilai estetika kota dan nilai perlindungan lingkungan terhadap kota. Menurut Irwan (2008), hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam,
2
membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis. Hutan kota juga berfungsi untuk menyegarkan udara atau sebagai "paruparu kota", menurunkan suhu kota dan meningkatkan kelembaban, sehingga daerah disekitarnya menjadi nyaman, indah, dan udaranya sejuk (Irwan 2008). Oleh karena itu, diperlukan perencanaan ruang terbuka hijau berupa pengembangan hutan kota yang sesuai untuk menekan terjadinya peningkatan suhu permukaan. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui distribusi suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan di Kota Denpasar. 2. Mengetahui suhu permukaan yang diprediksikan dari konversi band 6 Lansar 7 ETM. 3. Menentukan alternatif sebaran hutan kota berdasarkan distribusi suhu permukaan sesuai dengan tata ruang Kota Denpasar. 1.3 Manfaat 1. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan dan instansi terkait tentang pentingnya mempertahankan luasan Ruang Terbuka Hijau khususnya hutan kota dalam menyusun rencana pengembangan Kota Denpasar. 2. Sebagai dasar pertimbangan pengembangan hutan kota di daerah perkotaan. 1.4 Kerangka Pemikiran Pola penyebaran hutan kota yang belum merata tidak hanya akan mengurangi nilai estetika kota, tetapi juga mempengaruhi nilai perlindungan lingkungan terhadap kota. Pesatnya pertumbuhan penduduk di Kota Denpasar akan mengakibatkan kepadatan penduduk yang tidak sebanding dengan luas wilayah. Kenyataan ini akan menimbulkan ketidakserasian lingkungan karena kawasan hijau atau ruang terbuka semakin sempit akibat beralih fungsi menjadi lahan terbangun. Permasalahan lingkungan seperti kurang diperhatikannya pencemaran udara dan peningkatan suhu udara permukaan oleh penduduk
3
setempat, akan memberikan dampak terhadap lingkungan perkotaan. Kerangka pemikiran penelitian tersaji pada Gambar 1. Pembangunan kota yang terus meningkat Peralihan lahan pada ruang terbuka Kawasan terbuka
Kawasan bervegetasi
Berpengaruh terhadap suhu permukaan Dampak (peningkatan suhu permukaan) Mengurangi kenyaman lingkungan Metode pengumpulan data: a. Pengukuran suhu permukaan b. Pendugaan Citra Landsat Pengukuran suhu permukaan: pengukuran di berbagai tipe penutupan lahan
Citra Landsat: pemilihan band dan konversi band 6 Landsat 7 ETM
Untuk memperoleh data suhu permukaan pada masingmasing lokasi pengamatan
Untuk memperoleh peta penutupan lahan dan distribusi suhu permukaan
Menghubungkan data distribusi suhu permukaan terhadap pengembangan hutan kota Penentuan alternalif pengembangan hutan kota yang sesuai dengan kondisi ekosistem dan pembangunan fisik di Kota Denpasar
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Menurut Kartasapoetra (2008) suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan thermometer. Satuan suhu yang biasa digunakan adalah Celsius (°C), sedangkan di Inggris dan beberapa negara lainnya dinyatakan dalam Fahrenheit (°F). Menurut Santosa (1986) suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari ini akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tercapai. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi suatu tanaman dapat tumbuh, sedangkan suhu minimum adalah suhu terendah tanaman dapat hidup. Suhu optimum adalah suhu terbaik yang dibutuhkan tanaman agar proses pertumbuhannya dapat berjalan lancar (Kartasapoetra 2008). Pengukuran suhu permukaan dilakukan pada ketinggian ± 1,5 m dari permukaan tanah untuk setiap tipe penutupan lahan. Menurut Tjasyono (1992) diacu dalam Tauhid (2008), dipilihnya tinggi ± 1,5 m karena pada ketinggian ini memungkinkan data pengukuran dapat berlaku untuk daerah yang lebih luas. Pada ketinggian yang lebih rendah (dekat permukaan tanah), terdapat gangguangangguan keadaan (sifat-sifat) alam. 2.2 Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu Udara Menurut hasil penelitian Effendy (2007) setiap laju pengurangan atau penambahan RTH menyebabkan peningkatan atau berkurangnya suhu udara dengan laju yang tidak sama. Setiap pengurangan RTH menyebabkan peningkatan suhu udara lebih besar dibandingkan dengan penambahan RTH. Setiap pengurangan 50 % RTH menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0,4-1,8 °C, sedangkan penambahan RTH 50 % hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2-0,5 °C. Hasil ini membuktikan pentingnya mempertahankan keberadaan RTH. Ditemukan pula bahwa setiap penambahan atau pengurangan RTH berakibat pada
5
turun atau naiknya suhu udara dengan nilai relatif besar di wilayah perkotaan dibandingkan wilayah kabupaten. Hasil penelitian Wardhana (2003) menyebutkan bahwa suhu permukaan di masing-masing penutupan lahan Kota Bogor umumnya meningkat karena adanya penambahan luas pada penutupan lahan industri, lahan terbuka, dan pemukiman yang banyak menghasilkan panas. Sementara itu, penutupan lahan yang meredam kenaikan suhu seperti vegetasi tinggi atau hutan, tanaman semusim, dan tubuh air. Namun ada beberapa lokasi yang menunjukkan ketidaksesuaian antara perubahan suhu dengan jenis penutupan lahannya. Tingginya suhu udara di daerah tersebut kemungkinan disebabkan adanya sumber panas lain. 2.3 Hutan Kota Menurut Irwan (2008), hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis. 2.3.1 Fungsi hutan kota Fungsi dan manfaat hutan kota menurut Irwan (2008) adalah: 1. Fungsi lansekap, yakni meliputi fungsi fisik dan fungsi sosial. Fungsi fisik, yaitu berfungsi antara lain untuk perlindungan terhadap angin, sinar matahari, pemandangan yang kurang bagus, dan terhadap bau. Jenis-jenis tanaman yang mempunyai kemampuan yang sedang hingga tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara adalah damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), pala (Myristica fragrans), dan johar (Cassia sp). Jenis tanaman yang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu semen, serta memiliki kemampuan yang tinggi dalam menjerap dan menyerap debu semen adalah mahoni (Swietenia macrophylla), bisbul (Diospyros blancoi), kenari (Canarium commune), meranti merah (Shorea parvifolia Dyer.), krey payung (Filicium decipiens), dan kayu hitam (Guatteria rumphii Bl.). Fungsi sosial yakni dengan adanya hutan kota yang tertata dengan baik akan memberikan tempat interaksi sosial yang menyenangkan.
6
2. Fungsi pelestarian lingkungan (ekologi) Hutan kota berfungsi untuk menyegarkan udara atau sebagai "paru-paru kota", menurunkan suhu kota dan meningkatkan kelembaban, sebagai ruang hidup satwa, mengurangi polusi udara serta menjerap dan menyerap debu, peredaman kebisingan, tempat pelestarian plasma nutfah, bio-indikator dari timbulnya masalah lingkungan, dan dapat menyuburkan tanah. 3. Fungsi estetika. Tumbuh-tumbuhan dapat memberikan keindahan dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma. 2.3.2 Tipe hutan kota Tipe hutan kota yang akan dibangun di suatu kawasan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat serta tujuan dari dibangunnya hutan kota. Dahlan (1992) menyebutkan bahwa tipe hutan kota dapat dibedakan menjadi: a). Tipe Pemukiman, hutan kota di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. b). Tipe Kawasan Industri, hutan kota yang dikembangkan di kawasan industri hendaknya memilih jenis-jenis tanaman yang tahan serta mampu menyerap dan menjerap polutan. c). Tipe Rekreasi dan Keindahan, rekreasi pada kawasan hutan kota bertujuan menyegarkan kembali kondisi yang jenuh dengan kegiatan rutin melalui sajian alam yang indah, segar, dan penuh ketenangan. d). Tipe Pelestarian Plasma Nutfah, hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam. e). Tipe Perlindungan, areal kota dengan mintakat kelima yaitu daerah dengan kemiringan yang cukup tinggi dan ditandai oleh adanya tebing-tebing curam ataupun daerah tepian sungai, yang perlu dijaga dengan membangun hutan kota agar terhindar dari bahaya erosi dan tanah longsor. f). Tipe Pengaman Hutan Kota, tipe pengaman berbentuk jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Tanaman perdu yang liat dan dilengkapi dengan jalur tanaman pisang serta tanaman merambat dari legum secara berlapis-lapis, akan dapat menahan kendaraan yang keluar dari jalur jalan karena pecah ban, patah stir, atau pengemudi mengantuk.
7
2.3.3 Bentuk-bentuk hutan kota Bentuk hutan kota tergantung kepada bentuk lahan yang tersedia untuk hutan kota. Menurut Irwan (2008) menyebutkan bahwa bentuk hutan kota dapat dibagi menjadi: 1. Berbentuk bergerombol atau menumpuk adalah hutan kota dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah tumbuhtumbuhannya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan. 2. Berbentuk menyebar yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasi yang tumbuh menyebar dan terpencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil. 3. Berbentuk jalur yaitu komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lainnya. 2.4 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1990). Penginderaan jauh didasarkan pada satuan pengamatan terkecil berupa piksel. Apabila dalam satu piksel dijumpai berbagai tipe tutupan lahan, maka dianggap mewakili tutupan lahan tertentu, yang secara rata-rata lebih menonjol jumlahnya daripada tipe lainnya. Misalkan piksel tersebut dianggap sebagai lahan terbangun yang didalamnya terdapat RTH, dan badan air, namun secara rata-rata lebih dominan lahan terbangun (Effendy 2007). 2.4.1 Aplikasi penginderaan jauh satelit Landsat TM (Thematic Mapper) Kenampakan citra dalam penyajian detil atau data dipengaruhi oleh tingkat resolusi. Resolusi adalah daya pisah citra, yakni ukuran terkecil objek yang masih dapat dikenali citra. Makin kecil objek yang dapat dikenali atau makin tinggi resolusinya, kualitas citra semakin baik. Pada citra satelit Landsat thematic mapper (TM) mempunyai resolusi (30 x 30) m2, artinya objek yang ukurannya lebih kecil dari 30 meter tidak dapat dikenali (tidak tampak) dalam citra, sehingga
8
lahan sawah yang ukurannya kurang dari (30 x 30) m2 tidak akan tampak atau dikenali pada citra satelit. Thematic mapper (TM) merupakan suatu sensor optik pencitraan yang beroperasi pada saluran tampak dan inframerah bahkan saluran spektral. Sensor ini bekerja dengan prinsip dasar yang sama dengan Multispectral Scanner (MSS), namun menghasilkan resolusi radiometrik dan spasial yang lebih baik. 2.4.2 Aplikasi Landsat untuk studi suhu permukaan Pengukuran suhu biasanya meliputi penempatan instrumen pengukur yang bersentuhan dengan atau terbenamkan dalam badan yang diukur suhunya (suhu kinetik). Suhu kinetik merupakan ungkapan “internal” terjemahan tenaga rata-rata molekul yang menyusun tubuh. Selain ungkapan internal, objek juga memancarkan tenaga, sebagai fungsi suhunya. Tenaga yang dipancarkan merupakan ungkapan “eksternal” keadaan tenaga objek yang dapat diindera dari jarak jauh dan digunakan untuk menentukan suhu pancaran (radiant temperature) objek (Lillesand dan Kiefer 1990). Penelitian Effendy (2007) tentang pengukuran suhu permukaan di Jabotabek, berdasarkan dugaan suhu udara yang diektrak dari citra Landsat tahun 1991, 1997, dan 2004. Hasil penelitian menunjukkan nilai suhu permukaan hasil ektrak Landsat lebih rendah daripada data sesungguhnya (hasil pengukuran di stasiun yang tersebar di Jabotabek pada waktu yang sama). Kalibrasi harus dilakukan supaya data hasil ektrak Landsat sesuai dengan data observasi. Kalibrasi dilakukan dengan cara analisis regresi antara peubah prediktor yaitu suhu dengan hasil ektrak Landsat, sedangkan peubah respon yaitu suhu udara hasil observasi dari 12 stasiun di Jabotabek. Wardhana (2003) melakukan pengukuran suhu udara berdasarkan estimasi dari band 7, yang telah dikorelasikan dengan data suhu stasiun permukaan. Kemudian menghasilkan model regresi umum untuk kasus Kota Bogor tahun 2001 adalah y = 0,045x + 24,964 dengan y adalah suhu permukaan dan x adalah nilai digital number dari data band 7. Diperoleh kelas suhu pada tahun 2001 yang tertinggi adalah kelas penutupan lahan industri dan pemukiman yaitu 27 sampai 29 °C.
9
Penelitian Okarda (2005) tentang distribusi suhu permukaan di Kabupaten Cianjur, berdasarkan estimasi band 7 pada citra Landsat 5 TM pada periode tahun 1997 dan 2001. Berdasarkan citra Landsat band 7 dicari nilai radiometer count pada lokasi yang sesuai di koordinat lokasi stasiun permukaan. Kemudian nilai radiometer count citra dikoreksi dengan nilai suhu dari stasiun permukaan. Selanjutnya diperoleh suatu persamaan linier: y = ax + b. y adalah suhu udara stasiun permukaan, x adalah nilai piksel citra pada band 7, dan a, b merupakan konstanta. Hasil penelitian menunjukkan distribusi suhu permukaan di Kabupaten Cianjur pada tahun 1997 dan 2001 berkisar antara 19 sampai 30 °C. Penelitian Wahyudi (2006) tentang pendugaan suhu udara, menggunakan citra satelit TERRA atau ASTER band 10 sampai band 14. Persamaan untuk menduga suhu tanah pada kedalaman tertentu, digunakan sebagai penduga suhu udara dari suhu permukaan. Persamaan tersebut sebenarnya digunakan untuk menduga suhu tanah, namun dengan mengetahui nilai diffusivitas thermal udara, maka suhu udara dapat diduga dengan persamaan tersebut. Nilai rata-rata suhu permukaan untuk band 10-12 yang diperoleh kurang sesuai (sangat tinggi) yaitu 40 °C. Band 13 nilai rata-rata suhu permukaan cukup menggambarkan kondisi suhu permukaan di lapangan karena kisarannya tidak terlalu jauh dari hasil pengukuran di lapangan yaitu 27 sampai 35 °C. Hasil dari band 14 nilai rata-rata suhu permukaan terlalu rendah yaitu 24 °C. Penelitian Maulida (2008) tentang suhu permukaan di Kota Bandung berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan, serta estimasi band 6 pada citra Landsat 7 ETM pada periode tahun 1997, 2002, dan 2006. Hasil penelitian diperoleh sebaran suhu permukaan di Kota Bandung berbentuk mengelompok, yaitu di daerah rural meliputi selang suhu ≥ 14 sampai < 22 °C, daerah sub urban meliputi selang suhu ≥ 22 sampai < 25 °C, sedangkan daerah urban meliputi selang suhu ≥ 26 sampai ≥ 31 °C. Penelitian Waluyo (2009) tentang distribusi suhu permukaan di Kota Semarang berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan, serta estimasi band 6 pada citra Landsat 7 ETM pada periode tahun 2001-2006. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai suhu antara ≥ 20,0 sampai ≥ 34,0 °C. Nilai suhu dengan luasan distribusi terbesar adalah suhu ≥ 34,0 °C, yang
10
terdistribusi di seluruh wilayah Kota Semarang. Dengan nilai suhu ≥ 34,0 °C, merupakan nilai yang sangat tinggi sehingga fenomena UHI (Urban Heat Island) terjadi di Kota Semarang selama periode tahun 2001-2006.
11
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain: seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak) termasuk software ArcGIS 9.3 dan software ERDAS Imagine 9.1, termometer dry-wet untuk mengukur suhu udara, alat pengukur waktu (jam tangan), GPS (Global Position System) untuk menentukan posisi arah lokasi pengamatan, serta kamera digital. 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 7 ETM path/row 116/066 Kota Denpasar, pencitraan satelit tanggal 15 Oktober 2009, dan peta digital batas administrasi Kota Denpasar sebagai bahan data primer. 3.3 Teknik Pengukuran Suhu Permukaan Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dengan cara observasi (pengamatan langsung). Kemudian mencatat dan mengolah data hasil pengukuran. Pengukuran suhu dilakukan di berbagai tipe penutupan lahan Kota Denpasar, pada pukul 10.00-10.30 WITA untuk menyesuaikan dengan waktu pencitraan satelit. Pengukuran suhu dilakukan pada ketinggian ± 1,5 m dari permukaan tanah untuk setiap tipe penutupan lahan. Menurut Tjasyono (1992) diacu dalam Tauhid (2008), dipilihnya tinggi ± 1,5 m karena pada ketinggian ini memungkinkan data pengukuran dapat berlaku untuk daerah yang lebih luas. Pada
12
ketinggian yang lebih rendah (dekat permukaan tanah), maka akan terdapat gangguan-gangguan keadaan (sifat-sifat) alam. Pada setiap tipe penutupan lahan dilakukan pengambilan data suhu selama tiga hari dengan kondisi cuaca yang sama (cerah, tidak berawan). Pengukuran dilakukan dalam waktu bersamaan pada titik-titik pengamatan, dimulai pukul 10.00 WITA dan mempunyai interval waktu pengukuran tiap 15 menit sebanyak tiga ulangan. 3.4 Pengolahan Citra Satelit Landsat 3.4.1 Layer stack Layer stack merupakan suatu proses penggabungan band. Band yang berbentuk .tiff dikonversi menjadi bentuk .img dan penggabungan band dilakukan sesuai kebutuhan. Pada penelitian ini band yang digunakan adalah band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7, sedangkan untuk band 6 hanya dikonversi dari bentuk .tiff menjadi .img. 3.4.2 Perbaikan citra (Image Restoration) Perbaikan citra perlu dilakukan terhadap data citra satelit, yang bertujuan untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan radiometrik dan geometrik yang terdapat pada data citra satelit tersebut. Data citra yang telah dilayer stack kemudian dikoreksi berdasarkan koordinat geografisnya yang disebut dengan koreksi geometrik. Koreksi geometrik bertujuan untuk menyamakan posisi pada citra dengan posisi pada bumi menggunakan acuan peta rupa bumi (memperbaiki distorsi geometrik). Pada penelitian ini koordinat yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sebagai acuan adalah peta rupa bumi yang telah terkoreksi. Penggunaan koordinat UTM dimaksudkan untuk mempermudah proses analisis. Langkah-langkah pengkoreksian citra adalah sebagai berikut: a. Koreksi geometrik citra menggunakan titik ikat medan Ground Control Point (GCP) pada citra Landsat yang akan dikoreksi dengan peta atau citra acuan. Pada penelitian ini yang digunakan adalah peta rupa bumi yang telah terkoreksi. Dari citra yang akan dikoreksi diambil koodinat filenya, dan citra acuan diambil koordinat lintang dan bujur pada lokasi yang sama. b. Melakukan proses resampling dengan metode nearest neighbourhood interpolation. Nilai digital piksel hasil dari citra acuan ke citra yang akan
13
dikoreksi adalah nilai-nilai digital tiap piksel yang memiliki nilai atau lokasi terdekat tanpa memperhatikan adanya pergeseran kecil. Keunggulan dari metode ini adalah perhitungan sederhana dan menghindari perubahan nilai piksel. Akan tetapi kenampakan pada matriks keluaran dapat digeser secara spasial hingga setengah piksel, dan dapat menyebabkan adanya kenampakan yang tidak bersambungan pada hasil citra. 3.4.3 Pemotongan citra (Subset Image) Proses pertama dalam pemotongan citra yaitu penentuan lokasi penelitian (clipping) berdasarkan batas administrasi wilayah Kota Denpasar. Selanjutnya, setelah diperoleh batasan areal lokasi penelitian kemudian proses pemotongan citra dapat dilakukan. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian, dimana peta rupa bumi hasil digitasi (peta digital) dapat dijadikan acuan pemotongan citra. Batas wilayah yang akan dipotong dibuat dengan area of interest (aoi), yaitu pada wilayah yang termasuk ke dalam Kota Denpasar. 3.4.4 Klasifikasi citra (Image Classification) Interpretasi citra Landsat 7 ETM dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Lillesand dan Kiefer 1990). Klasifikasi merupakan proses kegiatan pengelompokan dari nilai-nilai spektral pada citra. Terdapat dua metode pengelompokan kelas yaitu klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing yang merupakan training sample. Data citra yang digunakan adalah Landsat 7 ETM Path/Row: 116/066. Adapun langkah yang dilakukan adalah: a. Pengambilan sample Daerah latihan (training sample areas) diambil sebelum dilakukan proses klasifikasi peta, dengan menggunakan citra Landsat yang telah dikoreksi sebagai acuan. Pengambilan sampel berdasarkan pada kenampakan warna yang terdapat pada citra atau pengamatan visual. Sampel dibagi dalam tipe penutupan lahan bervegetasi berdasarkan pengamatan di lapangan yaitu (1) vegetasi rapat jarak antar pohon ≥ 2-5 m dengan kerapatan tajuk cukup rapat (gambar profil pohon dapat dilihat pada lampiran 10) dan pohon yang memiliki
14
diameter ≥ 20 cm, (2) vegetasi jarang jarak antar pohon ≥ 5-7 m dengan kerapatan tajuk jarang dan pohon berdiameter ≥ 20 cm), (3) mangrove, (4) sawah, (5) lahan terbuka, (6) lahan terbangun, (7) badan air, dan (8) penutupan lahan tidak ada data berupa awan dan bayangan awan. b. Proses klasifikasi Klasifikasi dilakukan terhadap hasil sampling dengan menggunakan metode pengkelas kemiripan maksimum (maximum likelihood classification). Metode klasifikasi pengkelas kemiripan maksimum yaitu metode mempertimbangkan kemiripan spektral dengan spektral maksimum suatu objek. Nilai spektral yang dominan akan dimasukkan menjadi satu kelas dan jika nilai spektralnya jauh dari maksimum akan dimasukkan ke dalam kelas lain. Pada proses klasifikasi ini akan diperoleh citra kelas penutupan lahan dan persentase penutupan lahan dari masing-masing kelas. 3.4.5 Uji akurasi Uji akurasi dilakukan berdasarkan overall clasification accuracy dan overall kappa statistics untuk klasifikasi suatu penutupan lahan. Uji akurasi digunakan untuk melihat seberapa besar kesesuaian antara hasil klasifikasi dengan kondisi tutupan lahan di lapangan. Menurut USGS (2002) menyebutkan bahwa, tingkat akurasi ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh tidak kurang dari 85%. 3.4.6 Konversi band 6 menjadi suhu udara permukaan Data citra yang dikonversi adalah nilai-nilai piksel pada band 6 citra Landsat yang disebut digital number (DN). Pengkorvesian band 6 ini dilakukan dengan membuat model pada model maker yang ada pada aplikasi ERDAS Imagine. Model maker dibuat untuk mengkorvesi nilai-nilai pada citra Landsat band 6. Konversi data citra menjadi temperatur menggunakan dua tahapan konversi yaitu: a. Konversi digital number (DN) menjadi spektral radian (Lλ) Radiance (Lλ) = (gain x DN) + offset Keterangan: Lλ = spektral radian dalam watt Gain merupakan konstanta (0,05518) DN (digital number) berasal dari nilai piksel pada citra
15
Offset merupakan konstanta (1,2378) b. Konversi spektral radian menjadi temperatur. Persamaan konversi spektral radian menjadi temperatur adalah sebagai berikut: K2
T= ln
K1 +1 Lλ
Keterangan: T = temperatur (°K) K1= konstanta dalam watt dengan nilai 607,76 untuk Landsat 5/TM dan 666,09 untuk Landsat 7/ETM K2= konstanta Kelvin dengan nilai 1260,56 untuk Landsat 5/TM dan 1282,71 untuk Landsat 7/ETM Lλ = spektral radiansi (W/(m2*ster*µm)) Output yang dihasilkan berupa peta distribusi suhu. Kemudian dilakukan deliniasi pada peta untuk menentukan alternatif daerah pengembangan hutan kota berdasarkan distribusi suhu permukaan. Deliniasi dilakukan berdasarkan poligon terluar dari kelas suhu permukaan tertentu.
16
Citra Landsat 7 ETM Pemilihan Band Band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7
Band 6
Layer Stack
Layer stack
Koreksi Geometrik
Tidak
Peta rupa bumi
Koreksi Geometrik
Citra Terkoreksi
Citra Terkoreksi
Pemotongan Citra
Pemotongan Citra
Klasifikasi
Informasi Penutupan Lahan
Uji Akurasi
Ground check
Konversi
Klasifikasi
Pewarnaan ulang (recode)
Diterima
Pewarnaan ulang (recode)
Peta Kelas Distribusi Suhu Perrmukaan
Peta Tutupan Lahan Analisis Luasan Penutupan Lahan dan Luasan Distribusi Suhu Permukaan Gambar 2 Bagan pengolahan citra satelit Landsat.
17
Sumber: Pemkot Denpasar (2008)
Gambar 3 Lokasi penelitian di Kota Denpasar.
18
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kota Denpasar Kota Denpasar merupakan ibu kota propinsi yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan penduduk, serta pembangunan di segala bidang terus meningkat. Denpasar pada mulanya merupakan pusat kerajaan Badung, kemudian menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. Pada tahun 1958 Denpasar dijadikan pusat pemerintahan Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Kota Denpasar menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pendidikan, pusat industri, dan pusat pariwisata yang terdiri dari empat kecamatan, yaitu Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar Timur, Denpasar Selatan, dan Denpasar Barat. Melihat perkembangan administratif Kota Denpasar dari berbagai sektor sangat pesat, maka tidak mungkin hanya ditangani oleh pemerintah yang berstatus Kota Administratif. Oleh karena itu, dibentuk pemerintahan kota yang mempunyai wewenang otonomi untuk mengatur dan mengurus daerah perkotaan. Pada tanggal 15 Januari 1992 dibentuk UndangUndang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kota Denpasar, dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 27 Februari 1992. 4.2 Letak Astronomi Kota Denpasar terletak di tengah-tengah dari pulau Bali, selain merupakan ibu kota Daerah Tingkat II, juga merupakan ibu kota Propinsi Bali sekaligus sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian. Letak yang sangat strategis ini sangat menguntungkan, baik dari segi ekonomis maupun dari kepariwisataan karena merupakan titik pusat berbagai kegiatan, sekaligus sebagai penghubung dengan kabupaten lainnya. Kota Denpasar terletak diantara 08° 35" 31'-08° 44" 49' lintang selatan dan 115° 10" 23'-115° 16" 27' bujur timur, yang berbatasan dengan: di sebelah utara Kabupaten Badung, di sebelah timur Kabupaten Gianyar, di sebelah selatan Selat Badung dan di sebelah barat Kabupaten Badung. Ditinjau dari topografi keadaan medan Kota Denpasar secara umum miring ke arah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75 m di atas
19
permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar berkisar antara 0-5 % namun di bagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15 %. 4.3 Luas Wilayah Luas seluruh Kota Denpasar 127,78 km2 atau 12.778 ha, yang merupakan tambahan dari reklamasi Pantai Serangan seluas 380 ha. Berdasarkan luasan tersebut tata guna lahannya meliputi tanah sawah 2.717 ha dan tanah kering 10.051 ha. 4.4 Curah Hujan Kota Denpasar termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi angin musim sehingga memiliki musim kemarau dengan angin timur (Juni-Desember) dan musim hujan dengan angin barat (September-Maret) dan diselingi oleh musim pancaroba. Jumlah curah hujan tahun 2006 di Kota Denpasar 1.433 mm, dengan curah hujan berkisar antara 10-466,0 mm dan rata-rata 119,4 mm. Bulan basah (curah hujan > 100 mm/bl) selama empat bulan yang jatuh pada bulan JanuariApril. Bulan kering (curah hujan < 100 mm/bl) selama delapan bulan dari bulan Mei-Desember. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari (466 mm) dan terendah terjadi pada bulan September (10 mm). Jumlah hujan tahun 2005 adalah 1.819 mm, sedangkan tahun 2006 sebanyak 1.433 mm, menurun 36,8%. 4.5 Temperatur Temperatur rata-rata pada tahun 2005 berkisar antara 24,7 sampai 28,7 °C, dengan rata-rata 26,6 °C. Temperatur terendah terjadi pada bulan November (24,7 °C) dan tertinggi pada bulan Februari (28,7 °C) yaitu terjadi penurunan temperatur sebesar 3,7 °C dari 32,4 °C pada tahun 2004 menjadi 28,7 °C pada tahun 2005. 4.6 Ketinggian Wilayah Kota Denpasar sebagian besar berada pada ketinggian tempat antara 0-75 m dari permukaan air laut. Denpasar Selatan seluruhnya terletak pada ketinggian 0-12 m di atas permukaan air laut. Sedangkan Denpasar Timur, Denpasar Barat, dan Denpasar Utara terletak pada ketinggian 0-75 m di atas permukaan laut.
20
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Denpasar Hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM bulan Oktober tahun 2009, Kota Denpasar mempunyai luas wilayah 12.891,6 ha. Berdasarkan kombinasi band 5, band 4, dan band 3 melalui klasifikasi terbimbing (supervised classification), penutupan lahan di Kota Denpasar diklasifikasikan menjadi: 1. Lahan
Terbangun (pemukiman, area perdagangan, kawasan
industri,
perkantoran, dan jalan raya) 2. Sawah 3. Vegetasi jarang (kebun campuran, jalur hijau, dan taman) 4. Vegetasi rapat (hutan adat) 5. Lahan terbuka (tanah terbuka yang ditumbuhi rumput atau alang-alang, atau lahan yang akan dijadikan area proyek pembangunan) 6. Mangrove 7. Badan air (sungai, dan pantai) 8. Tidak ada data (awan dan bayangan awan) Proses klasifikasi yang dilakukan pada citra Landsat 7 ETM tahun 2009 menghasilkan tingkat akurasi berdasarkan overall clasification accuracy dan overall kappa statistics sebesar 89,04 % dan 0,8496. Menurut USGS (2002), tingkat
akurasi
ketelitian
interpretasi
minimum
dengan
menggunakan
penginderaan jauh tidak kurang dari 85 %. Tipe penutupan lahan di Kota Denpasar adalah sebagai berikut: 5.1.1 Lahan terbangun Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun meliputi pemukiman, area perdagangan, kawasan industri, perkantoran, dan jalan raya. Tipe penutupan lahan terbangun ini mendominasi kawasan di Kota Denpasar dengan luasan 6.375,110 ha. Hasil sensus yang dilakukan BPS Denpasar (2008), jumlah penduduk di Kota Denpasar meningkat dari tahun 2000-2008 yaitu sebesar 119.977 jiwa. Seiring pertumbuhan penduduk di Kota Denpasar diperkirakan luas lahan terbangun ini
21
akan semakin bertambah. Hasil klasifikasi citra Landsat untuk tipe penutupan lahan terbangun dicirikan dengan warna merah.
Gambar 4 Tipe penutupan lahan terbangun berupa pemukiman. 5.1.2 Sawah Sawah di Kota Denpasar berupa sawah irigasi (subak). Sawah juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu sawah belum ditanami dan sawah siap panen. Sawah belum ditanami pada umumnya tegenang air, hal ini menyebabkan pada citra Landsat ETM terdeteksi sebagai badan air. Sawah dengan warna biru keunguan untuk sawah basah, dan warna hijau muda untuk sawah dengan tanaman padi, sedangkan dalam pengklasifikasiannya dicirikan dengan warna kuning. Lahan persawahan tersebar pada empat kecamatan di Kota Denpasar.
(a) (b) Gambar 5 Tipe penutupan lahan berupa sawah. (a) Sawah belum ditanami; (b) Sawah siap panen. 5.1.3 Vegetasi jarang Tipe penutupan lahan untuk vegetasi jarang di Kota Denpasar berupa kebun campuran, jalur hijau, dan taman (jarak antar pohon ≥ 5-7 m dan pohon berdiameter ≥ 20 cm). Berdasarkan interpretasi citra Landsat, vegetasi jarang
22
dicirikan dengan warna hijau muda. Dalam pengklasifikasian vegetasi jarang juga dicirikan dengan warna hijau muda. Pada vegetasi jarang jenis tumbuhan yang tumbuh atau ditanam seperti bambu (Bambusa sp.), pisang (Heliconia sp.), kelapa (Cocos nucifera), angsana (Pterocarpus indicus), mahoni (Swietenia mahagoni), palem raja (Roystonea regia), krey payung (Filicium decipiens), mangga (Mangifera indica), kelor (Moringa oliefera Lamk.), asam (Tamarindus indica L.), turi (Sesbania grandiflora), dan kelor (Moringa oliefera Lamk.)
(a) (b) Gambar 6 Tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang. (a) Kebun campuran di Kec. Denpasar Timur (b) Jalur hijau di Puputan. 5.1.4 Vegetasi rapat Tipe penutupan lahan untuk vegetasi rapat meliputi hutan adat (tempat pemakaman). Vegetasi rapat merupakan pohon-pohon yang tumbuh dengan jarak antar pohon ≥ 2-5 m dan pohon berdiameter ≥ 20 cm. Penutupan lahan berupa vegetasi rapat berdasarkan interpretasi hasil citra Landsat dicirikan dengan warna hijau tua. Pada vegetasi rapat, jenis tumbuhan yang tumbuh seperti mangga (Mangifera indica), meranti (Shorea macrophylla), ketapang (Terminalia cattapa L.), nangka (Artocarpus heterophyllus), beringin (Ficus benjamina), pule (Alstonia scholaris R.Br.), asam (Tamarindus indica L.), dan mahoni (Swietenia mahagoni).
23
(a) (b) Gambar 7 Tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat. (a) Hutan adat Kec. Denpasar Barat (b) Hutan adat Kec. Denpasar Timur. 5.1.5 Lahan terbuka Tipe penutupan lahan ini merupakan lahan dalam kondisi tidak bervegetasi seperti lapangan, tanah gundul, dan tempat-tempat yang direncanakan menjadi lahan pemukiman atau area proyek pembangunan. Untuk penutupan lahan berupa lahan terbuka, pada citra Landsat dicirikan dengan warna merah muda kekuningan, sedangkan dalam pengklasifikasiannya dicirikan dengan warna cokelat keputihan.
(a) (b) Gambar 8 Tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka. (a) Daerah Serangan (Kec. Denpasar Selatan). (b) Lapangan Margarana (daerah Renon). 5.1.6 Mangrove Tipe penutupan lahan ini merupakan tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Jenis mangrove yang ada di Mangrove Information Centre yaitu
24
Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Bruguiera gymnorrhyza, Avecinia marina, dan Ceriops tagal. Penutupan lahan berupa mangrove ini pada citra Landsat dicirikan dengan warna hijau kekuningan.
(a) (b) Gambar 9 Tipe penutupan lahan berupa mangrove. (a) Sonneratia alba; (b) Rhizophora mucronata. 5.1.7 Badan air Tipe penutupan lahan yang termasuk badan air adalah sungai dan pantai. Badan air berupa pantai berada di sepanjang Kecamatan Denpasar TimurKecamatan Denpasar Selatan, sedangkan sungai berada di Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Barat. Contoh gambar badan air dapat dilihat pada Gambar 10. Untuk badan air pada citra Landsat wilayah Kota Denpasar dicirikan dengan warna biru muda dan biru tua.
(a) (b) Gambar 10 Tipe penutupan lahan badan air berupa sungai. (a). Kec. Denpasar Selatan; (b). Kec. Denpasar Barat.
25
5.1.8 Tidak ada data (awan dan bayangan awan) Tipe penutupan lahan tidak ada data berupa penutupan lahan yang tertutup oleh awan dan bayangan awan sehingga tidak dapat diketahui kondisi sesungguhnya. Tipe penutupan ini disebabkan oleh kondisi cuaca pada saat pengambilan citra, yaitu dipengaruhi oleh sudut kemiringan matahari terhadap bumi, jenis awan, dan ketinggian awan pada saat perekaman atau pengambilan citra dilakukan. 5.2 Luas Penutupan Lahan Kota Denpasar Tahun 2009 Hasil klasifikasi citra Landsat 7 ETM diperoleh data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009 yang tersaji pada Tabel 1. Luas total wilayah Kota Denpasar pada tahun 2009 berdasarkan pengolahan citra adalah 12.891,605 ha. Kota Denpasar terbagi menjadi empat kecamatan yaitu Kecamatan Denpasar Utara dengan luas 2.640,34 ha, Kecamatan Denpasar Timur dengan luas 2.786,27 ha, Kecamatan Denpasar Selatan dengan luas 5.012,73 ha, dan Kecamatan Denpasar Barat dengan luas 2.416,30 ha. Tabel 1 Luas penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Penutupan lahan Lahan terbangun Sawah Vegetasi jarang Lahan terbuka Mangrove Vegetasi rapat Badan air Tidak ada data Total
Luas ha
% 6.375,110 2.968,080 1.625,330 588,011 545,972 418,694 342,560 27,848 12.891,605
49,45 23,02 12,61 4,56 4,24 3,25 2,66 0,22 100
Luas penutupan lahan terbesar di Kota Denpasar tahun 2009 adalah pada tipe lahan terbangun yaitu seluas 6.375,110 ha dengan persentase 49,45 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Tipe penutupan lahan ini tesebar pada seluruh kecamatan di Kota Denpasar. Sebagian besar wilayah pada masing-masing kecamatan merupakan tipe penutupan lahan terbangun. Hal ini dikarenakan Kota Denpasar merupakan pusat perekonomian dan pusat pemerintahan Kota Denpasar. Kota Denpasar merupakan pusat kota dan pusat perekonomian. Hal ini menimbulkan kecenderungan masyarakat untuk tinggal di kota atau di sekitar kota, dengan tujuan mendapatkan akses yang mudah untuk melakukan kegiatan
26
ekonomi. Hasil sensus yang dilakukan BPS Denpasar (2008), menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2000 sampai tahun 2008 sebanyak 119.977 jiwa. Jumlah penduduk di Kota Denpasar pada tahun 2000 yaitu 522.381 jiwa, sedangkan pada tahun 2008 yaitu 642.358 jiwa. Penutupan lahan berupa sawah mempunyai luas sebesar 2.968,080 ha atau menempati 23,02 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Sawah yang tersebar di wilayah Kota Denpasar berupa sawah irigasi. Luasan penutupan lahan ini diperkirakan akan mengalami penurunan. Menurut BPS Denpasar (2008), sebagian besar tenaga kerja di Kota Denpasar bekerja pada sektor lapangan kerja usaha yaitu sektor perdagangan, hotel dan restauran sebesar 39.16 %, dan sektor jasa industri sebesar 12,46 %. Tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian sebesar 2,57 %. Rendahnya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian dan terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan terbangun, akan mempengaruhi luasan penutupan lahan sawah. Tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang di Kota Denpasar mempunyai luas sebesar 1.625,330 ha atau mencapai 12,61 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Penutupan lahan vegetasi jarang di Kota Denpasar merupakan wilayah penutupan lahan berupa kebun campuran (jarak antar pohon ≥ 5-7 m dan pohon berdiameter ≥ 20 cm), jalur hijau, dan taman. Penutupan lahan berupa vegetasi jarang tersebar merata pada wilayah Kota Denpasar. Hal ini terlihat jelas pada Gambar 11 yaitu peta penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009, ditandai dengan warna hijau muda. Penutupan lahan terbuka mempunyai luas wilayah sebesar 588,011 ha atau 4,56 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Berdasarkan klasifikasi citra Landsat, Kecamatan Denpasar Selatan yaitu Desa Serangan merupakan daerah penutupan lahan berupa lahan terbuka yang terluas. Lahan terbuka di Kecamatan Denpasar Selatan akan dijadikan areal penghijauan yang ditanami tumbuhan volunteer seperti kelapa (Cocos nucifera), ketapang (Terminalia catapa), dan waru (Hibiscus tiliaceus). Tipe penutupan lahan berupa mangrove di Kota Denpasar pada tahun 2009 memiliki luasan 545,972 ha atau mencapai 4,24 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Kecamatan Denpasar Selatan adalah kecamatan satu-satunya yang
27
memiliki tutupan lahan mangrove. Hal ini disebabkan sebagian luasan di Kecamatan Denpasar Selatan ditetapkan sebagai Tahura yang berbatasan langsung dengan Teluk Benoa. Tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat (jarak antar pohon ≥ 2-5 m, dan pohon berdiameter ≥ 20 cm) meliputi hutan adat (tempat pemakaman). Vegetasi rapat mempunyai luas sebesar 418,694 ha atau menempati 3,25 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Rendahnya luas lahan vegetasi rapat dikarenakan hampir seluruh wilayah pada masing-masing kecamatan tertutupi tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun, sehingga peruntukkan penutupan lahan vegetasi rapat meliputi hutan adat (tempat pemakaman) tidak terlalu luas. Luasan tipe penutupan lahan berupa badan air di Kota Denpasar yaitu 342,560 ha atau menempati 2,66 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Badan air di Kota Denpasar berupa pantai di wilayah pinggiran Kecamatan Denpasar Timur dan Kecamatan Denpasar Selatan. Tipe penutupan lahan badan air lainnya yaitu berupa sungai yang terletak di Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Barat. Tipe penutupan lahan berupa awan dan bayangan awan dikategorikan tidak ada data. Awan merupakan penutupan lahan yang disebabkan oleh kondisi cuaca pada saat pengambilan citra. Tipe penutupan lahan berupa awan ini mempunyai luas 17,673 ha atau 0,14 % dari luas keseluruhan Kota Denpasar, sedangkan untuk tipe penutupan bayangan awan dipengaruhi karena adanya awan, dengan luas bayangan awan sebesar 10,175 ha atau menempati 0,08 % dari luas keseluruhan Kota Denpasar.
28
Gambar 11 Peta penutupan lahan Kota Denpasar 2009.
29
5.3 Distribusi Suhu Permukaan 5.3.1 Distribusi suhu permukaan di lapangan pada berbagai tipe penutupan lahan Menurut Tursilowati (2006), peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya akan menyebabkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berubah menjadi kawasan terbangun, sehingga perubahan penggunaan lahan tersebut mengakibatkan peningkatan suhu permukaan kota. Berdasarkan hasil pengukuran suhu permukaan di lapangan pada berbagai tipe penutupan lahan Kota Denpasar, diperoleh nilai suhu permukaan yang tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Suhu permukaan Kota Denpasar pada berbagai tipe penutupan lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kelas Penutupan Lahan Lahan Terbuka Lahan Terbangun Vegetasi Jarang Mangrove Badan Air Sawah Vegetasi Rapat Tidak ada data (awan dan bayangan awan)
Suhu Permukaan (°C) 30,00 29,81 29,33 29,22 28,89 28,78 27,89 -
Tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka dilakukan pengukuran di dua lokasi yaitu di Kecamatan Denpasar Timur dan di Kecamatan Denpasar Selatan. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran (Kecamatan Denpasar Timur dan Kecamatan Denpasar Selatan) berturut-turut adalah 30,00 °C dan 30,00 °C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan lahan terbuka sebesar 30,00 °C. Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun dilakukan pengukuran di tiga lokasi yang berbeda untuk mewakili tipe penutupan lahan terbangun yaitu di Kecamatan Denpasar Selatan, di Stasiun Geofisika Sanglah (8°40’58” LS, 115°12’36” BT), dan di Kecamatan Denpasar Timur. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran (Kecamatan Denpasar Selatan, Stasiun Geofisika Sanglah, dan Kecamatan Denpasar Timur) berturut-turut adalah 29,78 °C, 30,31 °C, dan 29,56 °C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan lahan terbangun sebesar 29,81 °C. Penutupan lahan vegetasi jarang dilakukan pengukuran di dua lokasi yaitu di Kecamatan Denpasar Timur pada jalur hijau dan di Kecamatan Denpasar Selatan berupa kebun campuran. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran di Kecamatan Denpasar Timur (28,78 °C) dan Kecamatan Denpasar
30
Selatan (29,89 °C). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata suhu permukaan vegetasi jarang sebesar 29,33 °C. Pada tipe penutupan lahan mangrove, dilakukan pengukuran hanya di lokasi Mangrove Center Kecamatan Denpasar Selatan. Nilai rata-rata suhu permukaan mangrove selama tiga hari adalah 29,22 °C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan mangrove sebesar 29,22 °C. Tipe penutupan lahan berupa badan air dilakukan pengukuran hanya di Kecamatan Denpasar Barat berupa sungai. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari adalah 28,89 °C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan sungai sebesar 28,89 °C. Tipe penutupan lahan berupa sawah dilakukan pengukuran di empat lokasi yaitu di Kecamatan Denpasar Utara, Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Selatan, dan Kecamatan Denpasar Barat. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran di Kecamatan Denpasar Utara (28,67 °C), Kecamatan Denpasar Timur (28,78 °C), Kecamatan Denpasar Selatan (29,00 °C), dan Kecamatan Denpasar Barat (28,67 °C), sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan sawah sebesar 28,78 °C. Penutupan lahan vegetasi rapat dilakukan pengukuran di tiga lokasi yaitu dua lokasi di Kecamatan Denpasar Timur (daerah yang diperuntukkan sebagai hutan kota oleh Pemkot Denpasar) dan satu lokasi di Kecamatan Denpasar Selatan berupa hutan adat. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran pada dua lokasi di Kecamatan Denpasar Timur yaitu sebesar 28,00 °C dan 27,89 °C. Sedangkan di Kecamatan Denpasar Selatan yaitu sebesar 27,78 °C. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata suhu permukaan vegetasi rapat sebesar 27,89 °C. Sedangkan untuk tipe penutupan lahan tidak ada data (awan dan bayangan awan) tidak dilakukan pengukuran karena awan dan bayangan awan merupakan penutupan lahan yang disebabkan kondisi cuaca pada saat pengambilan citra. Tabel 2 menunjukkan nilai suhu permukaan pada penutupan lahan sawah, vegetasi jarang, vegetasi rapat, dan mangrove lebih rendah dibandingkan dengan nilai suhu permukaan pada lahan terbuka dan lahan terbangun. Hal ini menunjukkan bahwa, penutupan lahan bervegetasi khususnya hutan kota dapat
31
menekan terjadinya dampak dari fenomena alam seperti terjadinya peningkatan suhu permukaan. 5.3.2 Distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat 7 ETM Suhu permukaan yang diperoleh merupakan suhu permukaan hasil pendugaan menggunakan satelit pada satu waktu, dan bukan merupakan suhu rataan dari berbagai waktu dan kondisi. Nilai suhu permukaan yang diperoleh merupakan dugaan nilai suhu permukaan yang terekam pada pukul 10.00 waktu setempat, tepatnya saat pencitraan satelit 15 Oktober 2009. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra Landsat pada wilayah Kota Denpasar, diperoleh klasifikasi suhu dan luasannya yang tersaji pada Tabel 3. Tabel 3 Luasan suhu permukaan di Kota Denpasar tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kelas Suhu (°C) < 18,0 18,0 – 18,9 19,0 – 19,9 20,0 – 20,9 21,0 – 21,9 22.0 – 22,9 23,0 – 23,9 24,0 – 24,9 25,0 – 25,9 26,0 – 26,9 27,0 – 27,9 28,0 – 28,9 29,0 – 29,9 30,0 – 30,9 31,0 – 31,9 32,0 – 32,9 33,0 – 34,0 Total
Luas (ha)
(%) 73,71 31,50 80,64 112,23 250,02 663,30 545,67 665,73 1.251,99 1.045,71 1.613,97 965,97 1.103,40 324,72 82,71 3,15 3,69 8.818,11
0,84 0,36 0,91 1,27 2,84 7,52 6,19 7,55 14,20 11,86 18,30 10,95 12,51 3,68 0,94 0,04 0,04 100,00
Tabel 3 menunjukkan klasifikasi suhu permukaan dibedakan menjadi 17 kelas suhu permukaan yaitu dengan selang nilai suhu antara 17,9 °C sampai 34 °C. Nilai suhu permukaan yang tertinggi yaitu 33-34 °C dengan luasan wilayah 3,69 ha dari luas keseluruhan Kota Denpasar pada wilayah Kecamatan Denpasar Selatan (Kelurahan Sesetan), yang merupakan tipe penutupan lahan terbuka. Sedangkan nilai suhu permukaan yang terendah yaitu 17,9 °C dengan luasan wilayah 73,71 ha dari luas keseluruhan Kota Denpasar pada wilayah Kecamatan Denpasar Selatan yang berbatasan langsung dengan Teluk Benoa. Kelas suhu ini berada pada tipe penutupan lahan berupa mangrove. Radiasi sinar matahari akan menembus permukaan air yang bersifat lebih lama dalam menyerap kalor
32
kemudian dilepaskan dalam bentuk panas, sehingga pada daerah tersebut mempunyai suhu yang lebih rendah. Gambar 12 menunjukkan kelas suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan di Kota Denpasar tahun 2009. 1200.00
Luas (Ha)
1000.00 Lahan terbangun
800.00
Sawah 600.00
Vegetasi jarang Lahan terbuka
400.00
Vegetasi rapat 200.00
Mangrove Badan air
0.00
Tidak ada data
Kelas Suhu Permukaan (°C) Gambar 12 Kelas suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan. Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun mempunyai kisaran suhu tinggi pada selang antara 27,0 sampai 29,9 °C dengan luasan 2.645,42 ha dari luas total wilayah Kota Denpasar. Suhu ini tersebar merata di seluruh wilayah Kota Denpasar, khususnya di daerah pusat kota, pemukiman, area industri, perdagangan, perkantoran, dan jalan raya. Nilai suhu permukaan dengan selang 25,0 sampai 27,9 °C dengan luas sebesar 3.911,67 ha, didominasi tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat dan vegetasi jarang yang tersebar merata di wilayah Kota Denpasar terutama di tepi penutupan lahan sawah. Penutupan lahan berupa vegetasi rapat dan vegetasi jarang tidak menunjukkan perbedaan selang nilai suhu yang jauh, dikarenakan bahwa jenis lahan bervegetasi rapat dan jenis lahan bervegetasi jarang memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap perubahan suhu. Kelas suhu antara 22,0 sampai 25,9 °C dengan luasan 1.461,46 ha, menyebar merata di wilayah rural (pinggiran) Kota Denpasar yang merupakan tipe penutupan lahan berupa sawah. Kecamatan Denpasar Utara selain memiliki tutupan lahan berupa sawah juga merupakan areal RTH yang ditetapkan oleh Pemkot Denpasar. Tipe penutupan lahan berupa badan air mempunyai selang nilai suhu antara 22,0 sampai 22,9 °C dengan luas 61,50 ha.
33
Gambar 13 Peta distribusi suhu permukaan di Kota Denpasar tahun 2009.
34
5.4 Ruang Terbuka Hijau (RTH) 5.4.1 Ruang terbuka hijau Kota Denpasar tahun 2009 Penutupan lahan RTH berupa penutupan lahan sawah, vegetasi rapat, vegetasi jarang, dan mangrove. Berdasarkan hasil klasifikasi citra Landsat diperoleh luas penutupan lahan RTH di Kota Denpasar, yang tersaji pada Tabel 4. Pengukuran luasan dilakukan untuk melihat kecukupan RTH di Kota Denpasar. Tabel 4 Luasan penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009 No 1 2 3 4 5
Luas ha 6.375,110 5.558,076 588,011 342,560 27,848 12.891,605
Penutupan Lahan Lahan terbangun Ruang Terbuka Hijau Lahan terbuka Badan air Tidak ada data (awan dan bayangan awan) Total
% 49,45 43,11 4,56 2,66 0,22 100
Tabel 4 menunjukkan proporsi RTH Kota Denpasar mempunyai luasan area 5.558,076 ha atau mencapai 43,11 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Luasan RTH sudah mencukupi berdasarkan luasan menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota. Pada Gambar 14 terlihat bahwa distribusi keberadaan luasan RTH untuk Kota Denpasar cukup merata. Tabel 5 Luas penutupan lahan pada masing-masing kecamatan Kota Denpasar No 1
Penutupan Lahan
Utara ha % 1.405,6 53,2
Luas Kecamatan Denpasar Timur Selatan ha % ha % 1.363,0 48,9 2.057,5 41,0
1.220,6
46,2
1.368,6
49,1
2.232,6
44,5
746,8
30,9
14,1
0,5
40,7
1,5
459,5
9,2
53,8
2,2
Barat ha % 1.605,7 66,5
3
Lahan terbangun Ruang terbuka hijau Lahan terbuka
4
Badan air
0,0
0,0
13,9
0,5
242,1
4,8
3,5
0,1
5
Tidak ada data
0,1
0,0
0,0
0,0
21,1
0,4
6,5
0,3
2.640,3
100,0
2.786,3
100,0
5.012,7
100,0
2.416.3
100,0
2
Total
Tabel 5 menunjukkan luasan RTH pada masing-masing kecamatan di Kota Denpasar sudah mencukupi berdasarkan luasan menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007. Jumlah penduduk Kota Denpasar dari tahun 2000-2008 terus mengalami peningkatan ditandai dengan adanya peningkatan sebesar 119.977 jiwa, sehingga semakin bertambah jumlah penduduk maka berbanding lurus
35
dengan peningkatan luasan lahan terbangun untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal. Hal ini akan berpengaruh pada luasan RTH khususnya hutan kota di Kota Denpasar. 5.4.2 Pengaruh keberadaan RTH dengan suhu permukaan Menurut hasil penelitian Effendy (2007), setiap laju pengurangan atau penambahan RTH menyebabkan peningkatan atau berkurangnya suhu udara dengan laju yang tidak sama. Setiap pengurangan RTH menyebabkan peningkatan suhu udara lebih besar dibandingkan dengan penambahan RTH. Setiap pengurangan 50 % RTH menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0,4 sampai 1,8 °C, sedangkan penambahan RTH 50 % hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2 sampai 0,5 °C. Hasil pengukuran suhu permukaan di lapangan pada berbagai penutupan lahan Kota Denpasar, menunjukkan nilai suhu permukaan pada lahan bervegetasi (sawah, vegetasi jarang, vegetasi rapat, dan mangrove) lebih rendah dibandingkan dengan tutupan lahan berupa lahan terbangun dan lahan terbuka, yang merupakan daerah dengan nilai suhu permukaan tinggi. Pada lahan terbangun diperoleh nilai suhu permukaan sebesar 29,81 °C, pada lahan terbuka sebesar 30 °C, sedangkan pada lahan bervegetasi sebesar 28,80 °C. Suhu permukaan yang diperoleh dari hasil pendugaan menggunakan citra Landsat juga menunjukkan, keberadaan lahan bervegetasi sangat mempengaruhi nilai distribusi suhu permukaan Kota Denpasar. Pada penutupan lahan berupa lahan terbangun dan lahan terbuka memiliki nilai suhu permukaan berkisar antara 27 sampai 33 °C, yang lebih besar dibandingkan dengan lahan bervegetasi yaitu antara 18 sampai 26 °C. Hasil ini membuktikan pentingnya mempertahankan keberadaan lahan bervegetasi khususnya hutan kota, sehingga pengembangan hutan kota lebih ke arah mempertahankan dan menambah yang sudah ada.
36
Gambar 14 Peta ruang terbuka hijau Kota Denpasar tahun 2009.
37
5.5 Pengembangan Hutan Kota Penutupan lahan Kota Denpasar didominasi oleh penutupan lahan terbangun, sehingga salah satu usaha untuk menekan laju perubahan RTH menjadi lahan terbangun adalah dengan membangun bangunan secara vertikal (bertingkat). Selain itu, untuk menekan peningkatan suhu permukaan sebaiknya dengan menanam berbagai tanaman di beberapa space di Kota Denpasar. Kegiatan perencanaan penataan ruang, pengembangan hutan kota termasuk ke dalam sektor RTH. Pengembangan hutan kota pada dasarnya merupakan pendayagunaan RTH, walaupun tidak semua yang tergolong dalam RTH itu termasuk hutan kota. Menurut Dahlan (1992), tipe hutan kota yang akan dibangun di suatu kawasan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat serta tujuan dari dibangunnya hutan kota. Pada kawasan pemukiman, hutan kota yang dibangun bertujuan untuk pengelolaan lingkungan pemukiman, sehingga harus dibangun hutan kota dengan tipe pemukiman, yang menunjukkan nilai estetika, penyejukan, tempat bersantai dan bermain, serta dapat menjadi habitat satwa seperti burung. Pada kawasan kota yang memiliki kuantitas air tanah sedikit dan terancam terjadi intrusi air laut, hutan kota yang sesuai yaitu berupa hutan lindung yang memiliki kemampuan sebagai penyerap atau penyimpan air di daerah tangkapan airnya. Hutan kota yang dibangun dan dikembangkan guna memperoleh manfaat kualitas lingkungan perkotaan yang baik adalah tipe pengaman. Jalur hijau di sepanjang tepi jalan raya berfungsi sebagai peneduh jalan raya, mampu menyerap dan menjerap polutan, menekan terjadinya peningkatan suhu permukaan, selain itu dapat juga berfungsi sebagai penahan silau cahaya matahari serta mempercantik kota. Pada kawasan industri yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi dan terjadi polusi udara, sehingga perlu dibangun hutan kota dengan tipe kawasan industri yang bertujuan untuk dapat menyerap dan menjerap pencemar, memiliki nilai estetika, dan sebagai tempat beristirahat bagi pekerja. Berdasarkan peta distribusi suhu permukaan, diperoleh daerah-daerah dengan kisaran suhu permukaan tertentu, sebagai acuan alternatif daerah pengembangan hutan kota, yang tersaji pada Tabel 6.
38
Tabel 6 Alternatif bentuk dan tipe hutan kota di Kota Denpasar Daerah Pengembangan I
II III
IV V
Kec. Denpasar Utara Kec. Denpasar Timur Kec. Denpasar Barat Kec. Denpasar Selatan Kec. Denpasar Barat Kec. Denpasar Selatan Desa Sumerta Kelod (daerah Renon) Jalan arteri kota: Jl. Gatot Subroto Jl. By Pass Ngurah Rai
Kawasan
Alternatif Tipe Hutan Kota
Alternatif Bentuk Hutan Kota
Perdagangan, industri, dan perkantoran Lahan terbuka Padat pemukiman dan perdagangan Taman kota
Pengamanan, industri, dan rekreasi Pelindungan Pemukiman, dan pengamanan
Jalur hijau, taman (halaman gedung), dan taman atap Taman Taman pekarangan, jalur hijau
Rekreasi
Taman kota
Jalur padat kendaraan
Pengamanan dan rekreasi
Jalur hijau (peneduh jalan raya)
Alternatif daerah pengembangan hutan kota di Kota Denpasar yaitu: 1. Daerah pengembangan I Peta distribusi suhu permukaan menunjukkan daerah dengan suhu permukaan berkisar antara 30 sampai 31,9 °C yaitu pada Kecamatan Denpasar Utara (Desa Pemecutan Kaja, Desa Dauh Puri Kaja, Desa Dangin Puri Kaja, dan Desa Dangin Puri Kauh), Kecamatan Denpasar Timur (Kelurahan Sumerta, Kelurahan Kesiman, dan Desa Sumerta Kauh), dan Kecamatan Denpasar Barat (Desa Dangin Puri Kediri, Desa Dauh Puri, Desa Pemecutan, Desa Tegal Kresna, dan
Desa
Tegal
Harum).
Daerah-daerah
tersebut
merupakan
kawasan
perdagangan, industri garment (pakaian, tenun ikat, sarung, batik), dan perkantoran. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Hutan kota yang sesuai dikembangkan pada kawasan ini berupa taman di halaman bangunan dan taman atap. Perlu dilakukan peningkatan dari segi kualitas maupun kuantitas jenis tanaman yang ditanam. Tujuannya memberikan kenyamanan sebagai tempat istirahat para pekerja. Jenis tanaman yang sesuai yaitu tanaman hias dan pepohonan yang teduh dan indah, seperti palem raja (Oreodoxa regia), bunga kupu-kupu (Bauhinea purpurea), cempaka (Michelia champaka), flamboyan (Delonix regia), dan bunga merak (Caesalpinia pulcherrima). Pengembangan hutan kota pada daerah industri sebagai penepis bau dapat ditanam jenis tanaman seperti cempaka (Michelia champaka) tanjung (Mimosops elengi), dan pandan hias (Pandanus dubius) (Dephut 2004).
39
Pengembangan hutan kota yang lain berupa jalur hijau, sebagai peneduh jalan raya serta mampu menyerap dan menjerap polutan. Menurut Dephut (2004), jenis-jenis tanaman yang mempunyai kemampuan dalam menurunkan kandungan timbal dari udara adalah dammar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), pala (Myristica fragrans), dan johar (Cassia siamea).
Gambar 15 Ilustrasi optimalisasi lahan perkantoran. 2. Daerah pengembangan II Peta distribusi suhu permukaan menunjukkan daerah dengan suhu permukaan berkisar antara 32 sampai 34 °C yaitu pada Kecamatan Denpasar Selatan (Kelurahan Sesetan dan Desa Serangan) yang merupakan lahan terbuka. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Daerah di Kelurahan Sesetan merupakan lahan terbuka, sehingga pengembangan hutan kota yang sesuai berupa pelestarian air tanah. Menurut Dephut (2004) jenis vegetasi yang sesuai seperti cemara laut (Casuarina equisetifolia), beringin (Ficus benjamina), karet (Hevea brasiliensis), dan kelapa (Cocos nucifera). Desa Serangan merupakan daerah pesisir, sebaiknya ditanaman vegetasi yang bersifat sebagai pengaman pantai dari abrasi seperti, mangrove, avicennia, bruguiera, dan nipah. 3. Daerah pengembangan III Daerah dengan suhu permukaan berkisar antara 29 sampai 30,9 °C berdasarkan distribusi suhu permukaan, yaitu Kecamatan Denpasar Barat (Desa Dauh Puri, Desa Dauh Puri Kelod, dan Desa Dauh Puri Kauh) serta Kecamatan
40
Denpasar Selatan (Kelurahan Panjer, Desa Sidakarya, dan Kelurahan Sesetan), merupakan daerah padat pemukiman dan kawasan perdagangan. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengembangan hutan kota yang sesuai untuk daerah pemukiman dapat berbentuk pekarangan atau halaman rumah, dengan komposisi tanaman pepohonan yang dikombinasikan dengan tanaman hias, semak dan rerumputan, yang dapat memberikan keindahan. Jenis tanaman yang sesuai seperti palem raja (Oreodoxa regia), kamboja putih (Plumeria alba), cempaka (Michelia champaka), mangga (Mangifera indica), dan rambutan (Nephelium lappaceum) (Dephut 2004). Pada daerah perdagangan pengembangan hutan kota sebaiknya dengan penanaman vegetasi di sekitar bangunan berupa taman. Jenis tanaman yang sesuai yaitu tanaman hias dan pepohonan yang teduh dan indah, seperti palem raja (Oreodoxa regia), bunga kupu-kupu (Bauhinea purpurea), cempaka (Michelia champaka), flamboyan (Delonix regia), dan bunga merak (Caesalpinia pulcherrima).
Gambar 16 Pengoptimalan lahan pekarangan. 4. Daerah pengembangan IV Desa Sumerta Kelod daerah Renon merupakan daerah pengembangan kawasan hutan kota berupa taman kota yang mengarah pada tujuan rekreasi dan estetika. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1.
41
Daerah ini berupa ruang terbuka yang dibangun Monumen Bajra Sandhi sebagai monumen perjuangan rakyat Bali dan sekaligus menjadi taman kota. Hasil pengolahan pada citra Landsat terlihat bahwa daerah ini memiliki nilai suhu permukaan antara 22 sampai 25,9 °C yang menunjukkan daerah tersebut dapat menekan peningkatan suhu permukaan. Pada daerah ini perlu dilakukan penambahan jenis tanaman yang memiliki nilai estetika, seperti cempaka (Michelia champaka), trembesi (Samanea saman), beringin (Ficus benjamina), flamboyan (Delonix regia), dan bunga merak (Caesalpinia pulcherrima).
Sumber: Pemkot Denpasar (2008)
Gambar 17 Monumen Bajra Sandhi. 5. Daerah pengembangan V Pengembangan hutan kota berbentuk jalur hijau di sepanjang jalan-jalan arteri yang terdapat di Kota Denpasar, seperti Jalan By Pass Ngurah Rai dan Jalan Gatot Subroto. Jalan tersebut adalah jalur utama di Kota Denpasar dan merupakan jalur padat kendaraan. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengembangan hutan kota yang sesuai yaitu berupa jalur hijau, dengan penambahan jumlah dan jenis tanaman yang mampu menyerap dan menjerap polutan, mengurangi terjadinya peningkatan suhu permukaan, selain itu dapat juga berfungsi sebagai penahan silau cahaya matahari serta mempercantik kota. Jenisjenis tanaman yang dapat ditanam pada jalur hijau diantaranya tanjung (Mimusops elengi), mahoni (Swietenia macrophylla), palem raja (Oreodoxa regia), angsana (Pterocarpus indicus), dan krey payung (Filicium decipiens).
42
Gambar 18 Ilustrasi pengembangan hutan kota berbentuk jalur hijau. Penataan lahan terbangun ke arah vertikal dalam pembangunan pemukiman di wilayah Denpasar, seharusnya mulai dilaksanakan untuk menekan alih fungsi ruang terbuka menjadi lahan terbangun. Pembatasan lahan terbangun ke arah horizontal akan menyediakan ruang yang cukup bagi ketersediaan RTH, sehingga dapat menekan peningkatan suhu permukaan. Selain penataan lahan terbangun dan pengoptimalan lahan (penghijauan di pekarangan rumah, sekitar gedung, taman kota, sisi jalan, tempat pemakaman umum, sempadan sungai, dan pembuatan taman atap), hal lain yang dapat dilakukan guna menekan terjadinya peningkatan suhu permukaan adalah penyediaan transportasi publik yang nyaman di Kota Denpasar, untuk dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
43
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penutupan lahan di Kota Denpasar diklasifikasikan menjadi 8 tipe penutupan lahan. Hasil pengukuran di lapangan pada lahan terbuka nilai suhu permukaan sebesar 30,00 °C, lahan berupa lahan terbangun sebesar 29,81 °C, lahan berupa vegetasi jarang sebesar 29,33 °C, lahan berupa mangrove 29,22 °C, lahan berupa badan air (sungai) 28,89 °C, lahan berupa sawah 28,78 °C, lahan berupa vegetasi rapat 27,89 °C, dan tipe penutupan lahan tidak ada data (awan dan bayangan awan) tidak dilakukan pengukuran. 2. Suhu permukaan Kota Denpasar berdasarkan estimasi band 6 pada citra Landsat dibedakan menjadi 17 kelas suhu permukaan yaitu dengan selang nilai suhu antara 17,9 sampai 34 °C. Nilai suhu permukaan tertinggi yaitu 33-34 °C pada lahan terbuka wilayah Kecamatan Denpasar Selatan (Kelurahan Sesetan). Sedangkan nilai suhu permukaan terendah yaitu 17,9 °C pada wilayah Kecamatan Denpasar Selatan yaitu tipe penutupan lahan mangrove. 3. Alternatif sebaran hutan kota yang direkomendasikan berdasarkan distribusi suhu permukaan, yaitu Daerah pengembangan I, pengembangan hutan kota yang sesuai yaitu tipe pengamanan, industri, dan rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa jalur hijau, taman di halaman bangunan, dan taman atap. Daerah pengembangan II, pengembangan hutan kota yang sesuai yaitu tipe perlindungan, dengan bentuk hutan kota berupa taman. Daerah pengembangan III, pengembangan hutan kota yang sesuai yaitu tipe pemukiman dan tipe pengamanan, dengan bentuk hutan kota berupa taman di pekarangan dan jalur hijau. Daerah pengembangan IV, pengembangan hutan kota yang sesuai yaitu tipe rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa taman kota. Daerah pengembangan V, pengembangan hutan kota tipe pengamanan dan tipe rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa jalur hijau di sepanjang tepi jalanjalan arteri (jalur padat kendaraan).
44
6.2 Saran Saran yang bisa diberikan untuk Pemkot Denpasar adalah perlu dilakukan tindak lanjut bagi pelanggar kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Denpasar, yang mengarah pada pengendalian perubahan fungsi lahan. Perubahan penutupan lahan yang terjadi harus selalu di pantau dan diawasi secara kontinyu untuk menekan terjadinya alih fungsi lahan yang seharusnya untuk ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun. Program penghijauan sebaiknya dilakukan lebih cepat untuk memperoleh manfaat yang maksimal guna menekan peningkatan suhu permukaan. Program lain untuk mendukung pengembangan hutan kota dalam upaya menekan peningkatan suhu permukaan adalah penyediaan transportasi publik yang nyaman di Kota Denpasar untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi. Saran yang bisa diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan tingkat kenyamanan suatu daerah. Perlu dilakukan pengukuran seberapa jauh pengaruh distribusi suhu permukaan pada suatu penutupan lahan.
45
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Biro Pusat Statistik Denpasar. 2008. Denpasar Dalam Angka 2008. Denpasar [Dephut] Departemen Kehutanan. 2004. Pedoman pembuatan tanaman penghijauan kota gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan. http://www.dephut.go.id/files/l1_6_p03_04.pdf [2 November 2010]. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dahlan EN. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Koalitas Lingkungan Hidup. Jakarta: Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Effendy S. 2007. Keterkaitan ruang terbuka hijau dengan urban heat island wilayah Jabotabek [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Irwan ZD. 2008. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Kartasapoetra AG. 2008. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Lillesand TM dan Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri, Suharsono, Hartono, Surhayadi, penerjemah; Sustanto, editor. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Maulida PT. 2008. Aplikasi citra landsat dan sistem informasi geografis untuk mengetahui perubahan penutupan lahan serta suhu permukaan kota: kasus di Kota Bandung tahun 1997, 2002, dan 2006 [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Okarda B. 2005. Pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap perubahan distribusi suhu permukaan di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan citra satelit landsat TM dan sistem informasi geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Kota Denpasar. 2008. Kondisi http://www.denpasarkota.go.id/ [20 Mei 2010].
Geografi.
Santosa I. 1986. Stasiun Meteorologi Pertanian dan Beberapa Cara Pengelolaan Data Iklim. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
46
Tauhid. 2008. Kajian jarak jangkau efek vegetasi pohon terhadap suhu udara pada siang hari di perkotaan: kasus kawasan simpang lima Kota Semarang [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro Semarang. Tjasyono HKB. 1992. Klimatologi Terapan. Cet.I. Pionir Jaya. Bandung. Tursilowati L. 2006. Urban Heat Island dan Kontribusinya Pada Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Perubahan Lahan. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim. LAPAN. [USGS] United Stated Geological Survey. 2002. Landsat 7 Science Data Users Handbook. http://landsathandbook.gsfc.nasa.gov/handbook/handbook_htmls/chapter 11/chapter11.html [13 Agustus 2010]. Wahyudi T. 2006. Pendugaan diffusivitas thermal dan damping depth pada beberapa penutupan lahan untuk menduga suhu udara menggunakan citra satelit terra/aster [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Waluyo P. 2009. Distribusi spasial suhu permukaan dan kecukupan ruang terbuka hijau di Kota Semarang [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Wardhana WLD. 2003. Pengaruh tipe penutupan lahan terhadap distribusi suhu permukaan di Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
47
LAMPIRAN LAMPIRAN
48
Lampiran 1 Peta daerah pengembangan hutan kota berdasarkan distribusi suhu permukaan.
PETA Daerah Pengembangan Hutan Kota berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar
49
Lampiran 2 Tabel pengukuran suhu permukaan Kota Denpasar bulan Juli 2010. Pengamat I Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Lokasi
S1
VR1
AT1
M1
AT2
VR2
VJ1
10:00 28 28 29 27 27 28 29 29 29 28 28 29 29 29 30 29 27 28 28 29 28 29
LT2
BA1
29 29 29 28 28
Keterangan: AT : Area terbangun LT : Lahan terbuka M : Mangrove VR : Vegetasi rapat VJ : Vegetasi jarang BA : Badan air S : Sawah
Pukul 10:15 10:30 Suhu (°C) 29 29 29 29 29 29 28 28 28 28 28 28 30 30 30 31 30 30 29 30 29 30 30 30 30 31 Hujan 30 31 30 31 28 28 28 28 28 28 29 29 29 29 29 29 30 31 Mendung Hujan 30 31 30 31 29 30 29 29 29 29
Pengamat II Ratarata 28,67 28,67 29,00 27,67 27,67 28,00 29,67 30,00 29,67 29,00 29,00 29,67 30,00 30,00 30,33 28,33 27,67 28,00 28,67 29,00 28,67 30,00
30,00 30,00 29,33 28,67 28,67
Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Tutupan Lahan S2
S3
S4
10:00 28 28 28 29 28 29 28 28 28
29 AT3
VR3
LT1
29 29 28 28 27 29 29 29 30
VJ2 29 29
Pukul 10:15 10:30 Suhu (°C) 29 29 29 29 29 29 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 29 29
29
30 Hujan 30 31 29 30 28 28 28 28 28 28 30 31 30 31 30 31 30 30 Mendung Hujan 30 30 30 31
Ratarata 28,67 28,67 28,67 29,00 29,00 29,00 28,67 28,67 28,67
29,33 30,00 29,33 28,00 28,00 27,67 30,00 30,00 30,00 30,00
29,67 30,00
50
Lampiran 3 Peta lokasi pengukuran suhu permukaan Kota Denpasar tahun 2010.
51
Lampiran 4 Tabel distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kota Denpasar. No.
Penutupan lahan
1
Lahan terbangun (hektar) Sawah (hektar) Vegetasi jarang (hektar) Lahan terbuka (hektar) Vegetasi rapat (hektar) Mangrove (hektar) Badan air (hektar) Tidak ada data (hektar)
2 3 4 5 6 7 8
Kelas Suhu Permukaan (°C) 24 25 26 27 <25 <26 <27 <28 168,25 418,96 493,76 1021,97
0,27
18 <19 0,09
19 <20 1,79
20 <21 12,23
21 <22 22,67
22 <23 63,37
23 <24 103,27
1,16
1,07
4,46
17,23
101,39
359,07
291,86
327,39
483,14
248,31
1,52
0,71
2,50
4,64
11,42
37,13
48,82
75,69
187,26
0,00
0,00
0,27
6,07
9,28
17,14
19,73
25,62
0,09
0,00
0,62
3,57
4,55
21,60
29,72
59,89
26,15
60,69
43,82
56,59
95,68
9,10
3,30
8,57
22,31
37,04
0,00
0,00
0,00
0,00
0,27
< 18
28 <29 718,68
29 <30 904,78
30 <31 286,15
31 <32 68,64
33 <33 0,80
3334 0,00
179,49
47,13
16,51
2,05
1,07
0,00
0,18
190,02
284,46
127,81
106,39
18,65
2,59
0,36
0,00
53,73
51,05
73,64
56,14
69,62
15,44
10,09
1,96
3,48
39,54
72,12
43,65
36,51
10,26
3,93
0,18
0,09
0,00
0,00
27,58
10,71
9,91
4,46
2,41
0,36
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
61,50
18,48
12,76
12,32
6,52
7,14
3,48
2,50
0,62
0,00
0,00
0,00
0,54
1,61
2,77
4,73
5,62
2,68
0,27
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
51
52
Lampiran 5 Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Utara No.
Penutupan Lahan
1
Lahan terbangun (hektar) Sawah (hektar) Vegetasi jarang (hektar) Vegetasi rapat (hektar) Lahan terbuka (hektar) Mangrove (hektar) Badan air (hektar) Tidak ada data (hektar)
2 3 4 5 6 7 8
Kelas Suhu Permukaan (°C) 23 24 25 26 <24 <25 <26 <27 16,51 38,74 77,56 95,23
0,00
18 <19 0,00
19 <20 0,00
20 <21 0,00
21 <22 0,27
22 <23 4,91
0,00
0,00
0,00
0,18
20,97
127,55
96,93
102,29
122,99
0,00
0,00
0,00
0,00
0,18
3,75
10,26
16,69
0,00
0,00
0,00
0,00
0,09
2,77
4,91
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,18
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
< 18
27 <28 209,66
28 <29 171,64
29 <30 244,29
30 <31 78,01
31 <32 26,24
49,18
43,73
10,35
5,89
0,62
0,09
41,24
35,70
51,59
29,10
25,53
3,12
0,36
9,91
14,73
9,37
7,59
2,59
1,25
0,00
0,00
0,18
0,54
1,79
1,25
1,34
2,05
2,14
0,18
0,27
0,09
0,09
0,00
0,18
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
300.00
Lahan terbangun
Hektar
250.00
Sawah
200.00
Vegetasi jarang
150.00 100.00
Vegetasi rapat
50.00
Lahan terbuka Mangrove
0.00
Badan air
52
Tidak ada data Kelas Suhu Permukaan (°C)
53
Lampiran 6 Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Timur No.
Penutupan Lahan
1 2 3 4 5 6 7 8
Lahan terbangun (hektar) Sawah (hektar)
0,00 0,00
0,00
0,00
0,00
17,14
139,86
110,77
106,21
122,73
47,66
28,83
4,91
1,87
0,09
0,00
0,00
Vegetasi jarang (hektar) Vegetasi rapat (hektar) Lahan terbuka (hektar) Mangrove (hektar) Badan air (hektar)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,45
11,42
16,96
25,97
54,71
50,88
74,80
32,76
26,33
5,09
0,71
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,27
7,50
11,42
12,58
25,08
12,14
11,69
3,39
1,61
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,62
1,52
4,19
5,89
5,00
6,16
2,05
1,70
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,09
0,80
0,62
1,43
1,79
1,07
2,59
0,62
0,45
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
Tidak ada data (hektar)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
< 18
19 <20 0,00
20 <21 0,00
21 <22 0,71
22 <23 14,01
Kelas Suhu Permukaan (°C) 23 24 25 26 <24 <25 <26 <27 24,81 43,02 113,98 117,99
18 <19 0,00
250.00
28 <29 127,72
29 <30 161,55
30 <31 94,97
31 <32 18,39
32 <33 0,62
Lahan terbangun
200.00 Hektar
27 <28 214,57
Sawah
150.00
Vegetasi jarang
100.00
Vegetasi rapat
50.00
Lahan terbuka Mangrove
0.00
Badan air Tidak ada data
53
Kelas Suhu Permukaan (°C)
54
Lampiran 7 Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Selatan No.
Penutupan Lahan
1
Lahan terbangun (hektar) Sawah (hektar) Vegetasi jarang (hektar) Vegetasi rapat (hektar) Lahan terbuka (hektar) Mangrove (hektar) Badan air (hektar) Tidak ada data (hektar)
2 3 4 5 6 7
Hektar
8
0,18
18 <19 0,09
19 <20 1,25
20 <21 9,19
21 <22 18,74
22 <23 35,43
Kelas Suhu Permukaan (°C) 23 24 25 26 <24 <25 <26 <27 44,81 59,35 138,97 172,53
1,25
0,89
3,12
13,30
46,41
65,51
62,48
82,47
171,10
1,34
0,71
2,32
4,46
9,28
18,12
14,28
25,97
0,00
0,09
0,36
1,52
2,41
6,96
6,96
0,00
0,00
0,00
4,11
6,34
12,85
57,21
25,53
60,34
42,40
56,59
5,27
2,77
5,09
15,26
0,00
0,00
0,00
0,00
< 18
27 <28 352,38
28 <29 235,72
29 <30 265,18
30 <31 34,36
31 <32 0,80
33 <33 0,00
3334 0,00
114,51
77,92
22,14
5,98
0,71
0,27
0,00
0,18
67,92
82,03
119,51
44,72
32,49
3,48
0,27
0,36
0,00
8,93
20,97
15,26
9,46
2,23
0,98
0,00
0,00
0,00
0,00
15,62
16,78
35,70
33,29
56,41
44,98
60,07
14,55
9,82
1,96
3,48
95,68
27,94
11,34
9,55
4,37
2,41
0,27
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
32,31
51,59
12,85
9,82
9,37
4,55
3,75
2,32
1,87
0,54
0,00
0,00
0,00
0,00
0,62
1,52
3,30
4,73
4,91
1,43
0,27
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
400.00 350.00 300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00
Lahan terbangun Sawah Vegetasi jarang Vegetasi rapat Lahan terbuka Mangrove Badan air Tidak ada data
54
Kelas Suhu Permukaan (°C)
55
Lampiran 8 Tabel dan grafik Distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Barat No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Penutupan Lahan
19 <20 0,36
20 <21 2,68
21 <22 2,41
22 <23 8,93
23 <24 17,49
Kelas Suhu Permukaan (°C) 24 25 26 - <27 27 - <28 <25 <26 28,20 88,01 102,46 249,65
Lahan terbangun (hektar) Sawah (hektar)
0,00
18 <19 0,00
0,00
0,00
0,71
3,57
15,89
26,78
23,83
36,06
71,49
37,84
30,08
8,12
2,59
0,62
0,71
0,00
Vegetasi jarang (hektar) Vegetasi rapat (hektar) Lahan terbuka (hektar) Mangrove (hektar) Badan air (hektar)
0,00
0,00
0,27
0,09
0,18
1,43
5,00
7,77
23,03
24,63
43,20
24,10
21,15
6,43
1,16
0,00
0,00
0,00
0,27
1,79
1,52
4,55
5,18
6,34
12,50
8,93
8,75
1,61
0,54
0,00
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,09
0,71
0,80
6,87
10,53
8,30
6,60
5,00
0,36
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,89
0,71
0,89
0,09
0,18
0,09
0,00
0,00
Tidak ada data (hektar)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,09
0,00
0,18
0,98
1,25
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
< 18
300.00
31 <32 25,53
32 <33 0,45
29 - <30
189,85
Lahan terbangun
250.00 Hektar
247,86
30 <31 85,51
28 - <29
Sawah
200.00
Vegetasi jarang
150.00
Vegetasi rapat
100.00
Lahan terbuka
50.00
Mangrove
0.00
Badan air Kelas Suhu Permukaan (°C)
55
Tidak ada data
56
Lampiran 9 Tabel profil pohon. Profil Pohon Vegetasi Rapat No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Pohon
Mangga (Mangifera indica) Mangga (Mangifera indica) Pule (Alstonia scholaris R.Br.) Meranti (Shorea macrophylla) Beringin (Ficus benyamina) Ketapang (Terminalia cattapa L.) Asam (Tamarindus indica L.) Nangka (Artocarpus heterophyllus) Beringin (Ficus benyamina) Pule (Alstonia scholaris R.Br.)
Posisi Pohon (m) X Y 2 2 7 7 8 3 13 2 12 9 14 6 16 2 18 3 19 6 19 8
Keliling (cm)
Diameter (cm)
351 286 135 389 402 116 100 201 267 380
112 91 43 124 128 37 32 64 85 121
Keliling (cm)
Diameter (cm)
270 75 107
86 24 34
α
Tinggi (m) Total 12 10 14 8 13 10 12 10 9 15
BC 3 3 8 3 6 4 4 3 2 10
45° 325° 90° 330° 300° 130° 215° 215° 330° 135°
Tajuk (m) Panjang 4.5 3.5 4 3 4 3.5 2.5 2.5 3 3
Pendek 3 2.5 3.5 2.5 2.5 2 2 1.5 2 2.5
Profil Pohon Vegetasi Jarang No 1 2 3
Jenis Pohon Mangga (Mangifera indica) Kelor (Moringa oliefera Lamk.) Asam (Tamarindus indica L.)
Posisi Pohon (m) X Y 3 8 5 1 10 1
Tinggi (m) Total 10 10 11
α
BC 2 3 3
355° 145° 75°
Tajuk (m) Panjang 4.5 3 3.5
Pendek 3 2 2.5
56
57
Lampiran 10 Gambar profil pohon vegetasi rapat dan vegetasi jarang.
57