RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KABUPATEN BANDUNG
SEPTA FEBRINA HEKSAPUTRI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KABUPATEN BANDUNG
SEPTA FEBRINA HEKSAPUTRI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN SEPTA FEBRINA HEKSAPUTRI. E34060649. Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI. Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang berada di Provinsi Jawa Barat dengan ibukota Soreang. Meningkatnya jumlah penduduk di Kabupaten Bandung menyebabkan kebutuhan lahan terbangun semakin meningkat. Kondisi ini mengakibatkan konversi lahan menjadi pemukiman dan fasilitas publik yang lain, sehingga ruang terbuka hijau berkurang. Dampak dari menurunnya luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah meningkatnya suhu dan menurunnya kelembaban udara pada suatu wilayah. Kondisi lingkungan seperti ini mengakibatkan ketidaknyamanan dan daerah ini perlu diidentifikasi sebagai prioritas pengembangan RTH. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi distribusi spasial suhu permukaan di beberapa tipe penutupan lahan, Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan kaitannya terhadap ruang terbuka hijau, (2) Pemetaan Temperature Humidity Index (THI) atau indeks kenyamanan di Kabupaten Bandung dan (3) pengembangan RTH berdasarkan distribusi suhu permukaan dan THI. Penelitian dilakukan di 13 kecamatan di Kabupaten Bandung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Landsat 7 ETM (Path/Row 122/065) tanggal 12 Mei 2001 dan 6 Agustus 2009 serta peta batas administratif Kabupaten Bandung. Pengolahan data citra Landsat 7 ETM dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software ArcGIS 9.3 dan ERDAS Imagine 9.1, yang meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi citra, dan uji akurasi. Pendugaan suhu permukaan dilakukan dengan menggunakan band 6. Hasil estimasi suhu digunakan untuk menduga kelembaban udara dan indeks kenyamanan (THI) di Kabupaten Bandung. Penentuan tutupan lahan bervegetasi juga dilakukan dengan menggunakan NDVI. Nilai NDVI digunakan untuk mengetahui hubungan antara suhu permukaan dan tutupan lahan. Suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung berkisar antara <21 °C sampai 27 °C. Suhu permukaan pada RTH berkisar antara <21 °C sampai <23 °C, sedangkan suhu permukaan pada area terbangun 22 °C sampai <23 °C. Terjadi peningkatan suhu permukaan dari tahun 2001 sampai tahun 2009. Perubahan tersebut berhubungan dengan penurunan luasan RTH. RTH dapat diduga dengan nilai NDVI. Nilai NDVI > 0 merupakan vegetasi dan semakin mendekati 1, maka tajuk vegetasi semakin rapat. Semakin besar nilai NDVI maka semakin rendah suhu permukaan dan sebaliknya. Kabupaten Bandung hampir seluruhnya termasuk kedalam kelas nyaman pada tahun 2001 dan 2009, karena memiliki distribusi nilai THI <19 sampai 26. Kecamatan Pangalengan, Dayeuhkolot, dan Margahayu merupakan kecamatan yang menjadi prioritas pengembangan RTH.
Kata kunci : RTH, Suhu Permukaan, THI, NDVI.
SUMMARY SEPTA FEBRINA HEKSAPUTRI. E34060649. Development Green Space Plan Based on Surface Temperature and Temperature Humidity Index Distribution of Bandung Regency. Under Supervision of LILIK BUDI PRASETYO and SITI BADRIYAH RUSHAYATI. Bandung Regency is situated in West Java province with the capital in Soreang. The district has been experiencing the increase of population that lead to green space conversion for settlement and other public facilities. As a result there has been countinuing decrease of green space. Impact of green space are increase of air temperature and decrease of humidity. These environment conditions resulted in level of living comfort in some areas. Identification of such areas is needed certain as high priority area for green space development . The study aimed at : (1) identify the spatial distribution of surface temperature in some types of land cover, Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and its relation to the green open spaces, (2) mapping of Temperature Humidity Index (THI) or comfort index in the region of Bandung Regency and (3) Development of green space based on the distribution of surface temperature and THI. The study was conducted in 13 sub districts in Bandung Regency. Materials used in this research are a Landsat 7 ETM (Path/Row 122/065) dated May 12, 2001 and August 6, 2009 and the administrative boundary map of Bandung Regency. Processing of Landsat 7 ETM image data using a set of computers equipped with software ArcGIS 9.3 and Erdas Imagine 9.1, which includes the layer stack, geometric correction, cropping the image, image classification, and test accuracy. Estimation of surface temperature was conducted by using band 6. Estimation results are used to estimate temperature and air humidity comfort index (THI) in the Bandung Regency. In addition, the determination of vegetation land cover was also done using NDVI. NDVI values were used to determine the relationship between surface temperature and land cover. Bandung Regency surface temperature ranges from <21 °C to 27 °C. Surface temperature on the green space ranges from <21 °C to <23° C, while the surface temperature in the build-up area 22 °C to <23 °C. There was an increase in surface temperature from 2001 until 2009. The changes were associated with reduction of green space area. RTH can be predicted with NDVI values. NDVI values greater than 0 and less than 1 was vegetation. The greater surface temperature the lower the NDVI value and viceversa . Bandung Regency was mostly classified into the comfortable class in 2001 and 2009, since the city located on THI values < 19 to 26. Pangalengan, Dayeuhkolot and Margahayu were priority area for development green space.
Keywords: Green Space, Surface Temperature, THI, NDVI.
PERNYATAAN Dengan
ini
saya
menyatakan
bahwa
skripsi
berjudul
Rencana
Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Indeks (THI) di Kabupaten Bandung adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2011
Septa Febrina Heksaputri E34060649
Judul Skripsi
:
Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung
Nama
:
Septa Febrina Heksaputri
NRP
:
E34060649
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc
Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si
NIP. 19620316 198803 1 002
NIP. 196507042 00003 1 004
Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Februari 1988 sebagai anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Tatiasnaputra (alm) dan Siti Chodidjah. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SDN Pengadilan 2 Bogor (2000), SLTPN 5 Bogor (2003), dan SMAN 2 Bogor (2006). Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI). Pada tahun 2007, penulis memilih dan masuk jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB. Selama menjadi mahasiswi di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), yaitu sebagai anggota kelompok pemerhati mamalia (KPM) dan kelompok pemerhati fotografi konservasi (FOKA). Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan, yakni panitia Open House 2007, panitia GEBYAR HIMAKOVA tahun 2008 dan panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) pada tahun 2009. Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapang, yaitu Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA)-HIMAKOVA di Cagar Alam Gunung Simpang Jawa Barat, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Sancang dan Cagar Alam Kamojang pada tahun 2008, Praktek Pengelolalan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2009, serta melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKL-P) di Taman Nasional Meru Betiri, Jember-Banyuwangi, Jawa Timur pada tahun 2010. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt atas segala curahan rahmat dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada : 1. Ayahanda Tatiasnaputra (alm) dan Ibunda Siti Chodidjah tersayang, Abang Dyat, Ayu Dyta, Ayu Devi, Ayu Deva, Ayu Fanny, A’ Yuyus, Acu Ade serta keponakanku Cipa dan Ahdan atas segala bantuan doa, materiil, kasih sayang, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc., selaku dosen pembimbing pertama atas arahan, nasehat dan bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ir. Siti Badriyah Rushayati M.Si., selaku dosen pembimbing kedua atas ketersediaannya memberi bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ir. Nana Mulyana Arif Jaya, M.Sc., Ir. Jajang Suryana, M.Sc., dan Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop., selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan saran dalam penulisan skripsi ini. 5. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu penulis selama kuliah 6. Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, Badan Perencaan dan Pemeliharaan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas I Dramaga, Bogor. 7. Teman-teman Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan : Muis Fajar, Noor Aenni, Arga Pandiwijaya, Amrizal Yusri, Pande Made Wisnu Temaja, Febriyanto Kolanus, Nur Izzatil, Harry TA, Amri Muhammad, Gamma NMS, Ka Ayam, Ka Budi, Ka Nina, Ka Bebi, Ka Muti, Ka Arul, Yasmin, atas bantuan, semangat dan dukungannya.
8. Teman-temanku : Reni Lestari, Catur Wulandari, Ari Listyowati, Andina Nugrahani, Indri Nilasari, Fiona Hanberia, Syafitri Hidayati, Afroh Mansyur, M. Yunus Ardian Saputra, Des Novar, dan keluarga besar Cendrawasih 43 KSHE atas bantuan dan kebersamaannya. 9. Tris Ramadhan yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan semangat selama ini. 10. Sahabatku : Gita, Dwie, dan Ekta atas semangat dan dukungannya. 11. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
Bogor, April 2011
Penulis
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan ridhoNya karya ilmiah yang berjudul “Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung” ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari pada penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, April 2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................. 2 1.3 Manfaat Penelitian ............................................................................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penutupan Lahan .............................................................................. 3 2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah .......................................................... 6 2.3 Suhu dan Kelembaban ...................................................................... 7 2.4 Temperature Humidity Index (THI) ................................................. 9 2.5 NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) ............................ 9 2.6 Pendugaan Suhu dengan Citra Satelit Landsat ................................. 9 2.7 Hubungan Ruang Terbuka Hijau dengan Suhu Udara ..................... 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 12 3.2 Alat dan Bahan .................................................................................. 12 3.3 Metode Penelitian .............................................................................. 13 3.4 Korelasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dengan Suhu ................................................................................................... 15 3.5 Estimasi Kelembaban Udara Relatif (RH) ........................................ 16 3.6 Penentuan Temperature Humidity Index (THI) ................................. 16 3.7 Rekomendasi Pengembangan RTH berdasarkan Pengelompokkan Suhu ................................................................................................... 17 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis ................................................................................ 18
iii
4.2 Kondisi Fisik Lingkungan ................................................................ 18 4.3 Keadaan Penduduk ........................................................................... 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kabupaten Bandung ............................................ 20 5.2 Ruang Terbuka Hijau ....................................................................... 39 5.3 Distribusi Suhu Permukaan .............................................................. 42 5.4 Hubungan NDVI dengan Suhu Permukaan ..................................... 57 5.5 Distribusi Kelembaban Udara Kabupaten Bandung ......................... 61 5.6 Distribusi Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung ................................................................................................. 70 5.7 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kabupaten Bandung ................................................................................................. 77 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 83 6.2 Saran ................................................................................................ 84 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 85 LAMPIRAN ................................................................................................... 88
iv
DAFTAR TABEL No
Halaman
1. Luas penutupan lahan Kabupaten Bandung tahun 2001 ......................... 25 2. Luas penutupan lahan Kabupaten Bandung tahun 2009 ......................... 30 3. Perubahan luas tutupan lahan Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 ......................................................................................................... 34 4. Luas konversi areal terbangun di Kabupaten Bandung periode tahun 2001-2009 ............................................................................................... 35 5. Perubahan luasan ruang terbuka hijau Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 ......................................................................................... 39 6. Alih fungsi ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung ......................... 40 7. Luasan suhu permukaan di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 .. 42 8. Rata-rata suhu dominan pada penutupan lahan di lokasi penelitian wilayah Kabupaten Bandung ................................................................... 48 9. Hasil regresi NDVI dengan suhu permukaan
....................................... 58
10. Luas kelembaban udara Kabupaten Bandung ......................................... 61 11. Hasil regresi suhu udara dan kelembaban ............................................... 61 12. Luas THI Kabupaten Bandung tahun 2001-2009 ................................... 71 13. Persentase luas kecamatan sebagai prioritas pengembangan RTH berdasarkan suhu dan THI ..................................................................... 79
v
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1. Peta lokasi penelitian ............................................................................... 12 2. Vegetasi rapat berupa hutan di Kecamatan Ciwidey ................................ 21 3. Vegetasi jarang berupa perkebunan teh di Situ Patenggang ................... 22 4. Lahan terbangun di Kopo ......................................................................... 22 5. Lahan terbuka di Kecamatan Pasirjambu ................................................ 23 6. Sawah di Kecamatan Soreang ................................................................. 23 7. Semak belukar di Kecamatan Baleendah ................................................ 24 8. Sungai di Kecamatan Pasirjambu ............................................................ 24 9. Peta tutupan lahan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 ............................................................................................. 29 10. Peta tutupan lahan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009 ............................................................................................. 33 11. Diagram penurunan vegetasi rapat tahun 2001-2009 .............................. 36 12. Diagram peningkatan vegetasi jarang tahun 2001-2009 ......................... 37 13. Peta tutupan lahan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 ............................................................................... 38 14. Diagram perubahan RTH Kabupaten Bandung tahun 2001-2009 .......... 40 15. Peta sebaran suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001
............................................................................. 44
16. Peta sebaran suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009 ................................................................................ 45 17. Diagram hubungan antara tutupan lahan 2001 dengan suhu permukaan tahun 2001 ............................................................................................... 46 18. Diagram hubungan antara tutupan lahan 2009 dengan suhu permukaan tahun 2009 ............................................................................................... 47 19. Perubahan luasan suhu permukaan Kabupaten Bandung tahun 2001-2009 ................................................................................................ 49 20. Peta sebaran suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001-2009 ...................................................................... 51
vi
21. Diagram korelasi NDVI dengan suhu permukaan Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 ............................................................................... 58 22. Peta sebaran nilai NDVI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 ............................................................................................... 59 23. Peta sebaran nilai NDVI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009 ............................................................................................... 60 24. Diagram suhu dan kelembaban udara tahun 2001 dan 2009 ................... 62 25. Peta sebaran kelembaban udara pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 ................................................................................ 63 26. Peta sebaran kelembaban udara pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009 ................................................................................ 64 27. Diagram hubungan antara kelembaban udara tahun 2001 dengan tutupan lahan tahun 2001 ......................................................................... 65 28. Diagram hubungan antara kelembaban udara tahun 2009 dengan tutupan lahan tahun 2009 ......................................................................... 66 29. Diagram perubahan luasan distribusi kelembaban udara di Kabupaten Bandung tahun 2001-2009 ...................................................................... 67 30. Diagram perubahan luasan distribusi THI di Kabupaten Bandung ......... 72 31. Peta sebaran nilai THI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 ............................................................................................... 73 32. Peta sebaran nilai THI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009 ................................................................................ 74 33. Peta sebaran tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 ................................................................................ 75 34. Peta sebaran tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009 ................................................................................ 76
vii
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Tutupan lahan Kabupaten Bandung per wilayah kecamatan .................. 89 2. Konversi tutupan lahan periode tahun 2001-2009 ................................... 93 3. Luas distribusi suhu permukaan tahun 2001 terhadap tutupan lahan tahun 2001 ............................................................................................... 94 4. Luas distribusi suhu permukaan tahun 2009 terhadap tutupan lahan tahun 2009 ............................................................................................... 95 5. Luas distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan ......................... 96 6. Luas distribusi kelembaban per wilayah kecamatan ............................... 103 7. Luas distribusi THI per wilayah kecamatan ............................................ 107
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah yang berada di wilayah Jawa Barat. Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah yang berada di wilayah Jawa Barat dengan ibukota Soreang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang dan Kabupaten Sumedang di utara, Kabupaten Garut di timur dan selatan, serta Kabupaten Cianjur di barat dan selatan. Perluasan wilayah panas (UHI) setiap tahun diperkirakan mencapai 12.606 ha atau sekitar 4,47 %. Hal itu, dipicu oleh pertumbuhan kawasan terbangun yang mencapai 1.029 ha atau 0,36 %/tahun di kota-kota besar seperti Surabaya, Semarang, dan Bandung. Tursilowati (2007) mengklasifikasikan dari data satelit landsat bahwa dengan pasti terjadinya pengurangan kawasan vegetasi atau hutan di Bandung yang luas lahan hijaunnya berkurang 3.932 ha atau 1,4 %/tahun. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya, maka kebutuhan akan lahan terbangun pun semakin meningkat. Pada akhir tahun 2008 penduduk Kabupaten Bandung tercatat sebanyak 2.921.696 jiwa dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,03% per tahun (BPS 2009). Kebutuhan akan lahan terbangun untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia mengakibatkan konversi tipe penutupan lahan, sehingga ruang terbuka hijau yang terdapat pada suatu wilayah di Kabupaten Bandung mengalami penurunan. Dampak dari menurunnya luasan ruang terbuka hijau yaitu meningkatnya suhu udara dan menurunnya kelembaban pada suatu wilayah. Menurut Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota. Berkurangnya luasan hutan atau RTH akibat perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman, industri, sarana transportasi akan mengakibatkan berkurangnya keindahan dan kenyamanan kota, sehingga suhu kota menjadi naik dan lingkungan menjadi tidak nyaman. Kondisi lingkungan seperti ini mengakibatkan ketidaknyamanan dalam suatu wilayah, sehingga perlu
2
dilakukannya identifikasi wilayah kecamatan tertentu di Kabupaten Bandung sebagai prioritas pengembangan RTH. Ruang Terbuka Hijau (RTH), termasuk jalur hijau, taman kota, dan hutan kota memegang peran penting dalam pembangunan perkotaan, terutama terkait dalam merancang masa depan perkotaan. Pengembangan RTH merupakan salah satu cara yang digunakan dalam rangka menjaga keseimbangan iklim mikro dan mengatasi menurunnya kualitas lingkungan. Keberadaan RTH ini memberikan dampak terhadap penurunan suhu udara, peningkatan kelembaban dan suasana kota menjadi lebih nyaman. Penggunaan data penginderaan jauh memungkinkan untuk mendapatkan data spasial yang akurat dan cepat dalam waktu yang relatif singkat. Pemetaan suhu, kelembaban dan THI dilakukan untuk pengembangan ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung, sehingga didapatkan data-data dan informasi yang bermanfaat untuk merumuskan program dan kebijakan lingkungan bagi pemerintahan daerah dalam suatu kawasan.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi distribusi spasial suhu permukaan pada beberapa tipe penutupan lahan, NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan kaitannya dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH). 2. Pemetaan distribusi THI (Temperature Humidity Index) atau indeks kenyamanan di Kabupaten Bandung. 3. Pengembangan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kabupaten Bandung berdasarkan distribusi suhu permukaan dan THI.
1.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk pengelolaan dan pengaturan tata ruang Kabupaten Bandung, serta sebagai bahan masukan untuk dasar kebijakan dalam pengambilan keputusan pemerintah mengenai pembangunan wilayah Kabupaten Bandung.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penutupan Lahan Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut, sedangkan penggunaan lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer 1990). Menurut Burley (1961) dalam Lo (1995) menggambarkan penutupan lahan sebagai konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Perubahan penutupan lahan merupakan suatu keadaan yang karena manusia mengalami perubahan pada waktu yang berbeda (Lillesand dan Kiefer 1979). Deteksi perubahan lahan mencakup penggunaan fotografi udara berurutan di wilayah tertentu dan dari data tersebut penggunaan lahan untuk setiap waktu dapat dipetakan dan dibandingkan.
2.1.1 Ruang terbuka hijau Ruang
Terbuka
Hijau
(RTH)
memegang
peran
penting
dalam
pembangunan perkotaan, terutama terkait dengan merancang masa depan perkotaan. RTH memiliki fungsi beragam, baik dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial, seperti menjaga iklim atau temperatur, wahana rekreasi, dan menghasilkan tanaman produktif. Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengartikan ruang terbuka hijau merupakan area memanjang atau jalur dan atau mengelompok yang penggunaanya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh alami ataupun secara sengaja. Komponen-komponen RTH berdasarkan kriteria, sasaran dan fungsi penting, vegetasi serta intensitas manajemennya dalam Rencana Umum Tata Ruang Jakarta Tahun 1985 – 2005 dalam Nurcahyono (2003), yaitu:
5
1. Taman Memiliki fungsi utama menghasilkan oksigen, sehingga tanaman yang dipilih untuk dibudidayakan adalah tanaman yang dapat menghasilkan oksigen tinggi. 2. Jalur Hijau Pada jalur ini termasuk pepohonan peneduh pinggir jalan, lajur hijau di sekitar sungai dan hijauan di tempat parkir. 3. Kebun dan Pekarangan Pada kebun dan pekarangan ini hendaknya ditanam dengan jenis tanaman yang dapat mendukung lingkungan kota yang nyaman. 4. Hutan 5. Tempat-tempat rekreasi Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Menurut Simonds (1983) dalam Wijayanti (2003), RTH di perkotaan memiliki fungsi yaitu: penjaga kualitas lingkungan, penyumbang ruang bernafas yang segar dan keindahan visual, sebagai paru-paru kota, penyangga sumber air dalam kota, mencegah erosi dan sarana pendidikan. Dalam INMENDAGRI No.14 Tahun 1988 adapun manfaat RTH, yaitu: 1. Sebagai
areal
perlindungan
berlangsungnya fungsi ekosistem dan
penyangga kehidupan. 2. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan. 3. Sebagai sarana rekreasi. 4. Sebagai pengaman lingkungan perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran. 5. Sebagai sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan. 6. Sebagai tempat perlindungan plasma nutfah. 7. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro. 8. Sebagai pengatur tata air.
6
2.1.2 Hutan kota Menurut Dahlan (2004), hutan kota merupakan suatu lahan yang bertumbuhan pepohonan di dalam wilayah perkotaan pada tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota. Fakuara (1987) dalam Dahlan (1992), mendefinisikan hutan kota adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di perkotaan yang bermanfaat sebesar-besarnya bagi lingkungan dalam kegunaan proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan khusus lainnya. Hutan kota merupakan bagian dari program RTH, yaitu ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun memanjang atau jalur dan dalam penggunaannya bersifat terbuka tanpa bangunan (Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1988). Hutan kota memiliki peranan, yaitu sebagai identitas kota, pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara, penyerap dan penjerap partikel timbal, penyerap dan penjerap debus semen, peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbon monoksida, penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi penggenangan, mengatasi intrusi air laut, produksi terbatas, ameriolasi iklim, pengelolaan sampah, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau, meningkatkan keindahan, sebagai habitat burung, mengurangi stres, mengamankan pantai terhadap abrasi, meningkatkan industri pariwisata, sebagai hobi dan pengisi waktu luang (Dahlan 1992).
2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya, serta fungsi pertahanan keamanan. Perencanaan tersebut meliputi aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumber daya, fungsi dan estetika lingkungan, serta kualitas ruang. Perencanaan tata ruang mencakup
7
perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya. Menurut PP No. 3 Tahun 2009 tentang Petunjuk Operasional Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menerangkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten merupakan rencana tata ruang administratif Kota/Kabupaten yang merupakan penjabaran dari RTRW Propinsi yang meliputi tujuan pemanfaatan ruang, rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang, rencana umum tata ruang Kota/Kabupaten dan pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota/Kabupaten. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWKN) adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara (UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 26 Tahun 2008).
2.3 Suhu dan Kelembaban Suhu merupakan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekul-molekul (Handoko 1993). Heat island merupakan suatu fenomena dimana suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu terbuka di sekitarnya baik di desa maupun pinggir kota (Adiningsih et al 2001 dalam Wardhana 2003). Pada umumnya suhu udara tertinggi berada di pusat kota akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai ke desa. Menurut Lowry dalam Griffith (1976) ; Wardhana (2003), perbedaan suhu udara antara perkotaan dengan pedesaan disebabkan oleh lima sifat fisik permukaan bumi, yaitu: 1. Bahan Penutup Permukaan Perkotaan memiliki permukaan yang terdiri dari beton dan semen yang konduktivitas kalornya sekitar tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanah berpasir yang basah. Hal ini menyebabkan permukaan kota menerima dan menyimpan energi lebih banyak daripada pedesaan. 2. Bentuk dan Orientasi Permukaan Bentuk dan orientasi permukaan kota lebih bervariasi dari pada daerah pinggir kota atau pedesaan, sehingga energi matahari yang datang dipantulkan berulang kali dan akan mengalami beberapa kali penyerapan dan disimpan dalam bentuk panas (heat), serta padatnya kota dapat
8
mengubah pola aliran udara yang bertindak sebagai perombak dan meningkatkan turbulensi. 3. Sumber Kelembaban Di perkotaan air hujan cenderung menjadi aliran permukaan, akibat adanya permukaan semen,parit, selokan, dan pipa-pipa saluran drainase. Di daerah pedesaan sebagian besar air hujan meresap ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk penguapan dapat menyejukkan udara. Air menyerap panas lebih banyak sebelum suhu menjadi naik 10C dan memerlukan waktu yang lama untuk melepaskannya. 4. Sumber Kalor Bertambahnya sumber kalor akibat dari aktivitas dan panas metabolisme penduduk diakibatkan oleh kepadatan penduduk kota yang semakin tinggi. 5. Kualitas Udara Udara di perkotaan mengandung banyak bahan-bahan pencemar yang berasal dari kegiatan industri dan kendaraan bermotor sehingga mengakibatkan kualitas udaranya menjadi lebih buruk bila dibandingkan kualitas udara di pedesaan. Banyaknya bangunan-bangunan bertingkat dan tingkat pencemaran yang tinggi di perkotaan dapat menyebabkan timbul kubah debu (dust home), yaitu selubung polutan yang menyelimuti kota. Hal ini disebabkan pola sirkulasi atmosfir di atas kota yang unik dan mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu yang tajam antara perkotaan dengan daerah di sekitanya. Kelembaban udara mengambarkan kandungan uap air yang berada di udara (Handoko 1993). Kartasapoetra (2008) menjelaskan bahwa kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Keadaan kelembaban di atas permukaan bumi berbeda-beda. Kelembaban udara yang lebih tinggi pada udara dekat permukaan pada siang hari disebabkan karena penambahan uap air hasil evapotranspirasi dari permukaan. Proses ini berlangsung karena permukaan tanah menyerap radiasi selama siang hari tersebut. Pada malam hari akan berlangsung proses kondensasi atau pengembunan yang memanfaatkan uap air yang berasal dari udara. Oleh karena itu kandungan uap air di udara dekat permukaan tersebut akan berkurang (Soedomo 2001).
9
2.4 Temperature Humidity Index (THI) Temperature Humidity Index atau dikenal juga dengan indeks kelembaban panas merupakan metode yang digunakan untuk mengkaji tingkat kenyamanan di suatu daerah. Metode ini menghasilkan suatu indeks untuk menetapkan efek dari kondisi panas pada kenyamanan manusia yang mengkombinasikan suhu dan kelembaban (Encyclopedia 2003). Beberapa ahli telah berusaha untuk menyatakan pengaruh parameter-parameter iklim terhadap kenyamanan manusia dengan bantuan persamaan yang mengandung dua atau lebih parameter iklim. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Mulyana, et al (2003), didapatkan bahwa indeks kenyamanan pada suatu kondisi yang nyaman berkisar dengan nilai THI 20-26.
2.5 Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Hung (2000) menjelaskan bahwa nilai NDVI menggambarkan tingkat kehijauan biomassa dan merupakan indikator yang baik untuk menentukan status (kesehatan, kerapatan) vegetasi pada suatu wilayah namun tidak berhubungan langsung dengan ketersediaan air tanah pada wilayah tersebut. Estimasi NDVI dengan basis data satelit merupakan perhitungan kanal cahaya tampak dan inframerah dekat. Pigmen pada daun, klorofil, menyerap gelombang cahaya tampak (0,4 μm sampai 0,7 μm), dan struktur sel daun memantulkan gelombang inframerah dekat (0,7 μm sampai 1,1 μm).
2.6 Pendugaan Suhu dengan Citra Satelit Landsat Lillesand dan Kiefer (1990) menyatakan bahwa pengukuran suhu biasanya meliputi penempatan instrumen pengukur yang bersentuhan dengan atau terbenamkan dalam badan yang diukur suhunya (suhu kinetik). Suhu kinetik merupakan ungkapan “internal” terjemahan tenaga rata-rata molekul yang menyusun tubuh. Disamping ungkapan internal, objek memancarkan tenaga sebagai fungsi suhunya. Tenaga yang dipancarkan merupakan ungkapan “eksternal” keadaan tenaga objek yang dapat diindera dari jarak jauh dan digunakan untuk menentukan suhu pancaran (radiant temperature) objek.
10
Kenampakan permukaan bumi memancarkan radiasi terutama pada gelombang inframerah termal. Lillesand (1997) mengemukakan bahwa penginderaan jauh thermal menjelaskan secara ringkas kemungkinan untuk memperoleh, menggambarkan dan menginterpretasikan keadaan panas dipermukaan bumi. Pendefinisian energi thermal sering mengacu kepada energi yang dipancarkan dari permukaan bumi. Berdasarkan sumber energi radiasi dari matahari, panjang gelombang dipancarkan dari energi matahari lebih pendek daripada gelombang panjang dari permukaan bumi. Lillesand (1997) juga menjelaskan bahwa radiasi matahari memberikan energi maksimumnya pada kisaran spektral tampak (0,3-0,7 μm). Sedangkan untuk permukaan bumi dengan suhu permukaan sebesar 300 K memberikan nilai pancaran puncak maksimum pada panjang gelombang 9,7 μm yang merupakan kisaran radiasi infrared. Maka, penginderaan jauh thermal banyak dilakukan pada daerah spektrum antara 8-14 μm. Setiap pengurangan 50% RTH akan menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0,4 °C hingga 1,8 0C sedangan penambahan RTH 50% hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2 0C hingga 0,5 0C. Hal ini membuktikan arti pentingnya mempertahankan RTH. Pengurangan atau penambahan RTH menyebabkan peningkatan ataupun penurunan suhu udara dengan besaran berbeda dengan akan mengakibatkan (Effendy 2001). Berdasarkan penelitian Maulida (2008) mengenai perubahan lahan dan suhu permukaan di kota Bandung didapatkan sebaran suhu permukaan di kota Bandung berbentuk mengelompok yaitu di daerah rural meliputi selang suhu ≥14 0
C sampai dengan selang <22 0C, daerah sub urban meliputi selang suhu ≥22 0C
hingga <25 0C, sedangkan daerah urban meliputi selang suhu ≥26 0C hingga ≥31 0
C, berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan serta estimasi band
6 pada citra landsat 7 ETM pada periode tahun 1997, 2002 dan 2006. Penelitian Waluyo (2009) mengenai distribusi suhu permukaan di kota Semarang berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan serta estimasi band 6 pada citra landsat 7 ETM pada periode tahun 2001-2006 mempunyai nilai suhu antara ≥20 0C hingga ≥34 0C. Berdasarkan penelitian Tursilowati (2007) mengenai perubahan iklim dan lingkungan kota Semarang,
11
menggunakan data landsat 1994 dan 2002 didapatkan bahwa di Semarang terdapat daerah dengan suhu 17 0C-28 0C mengalami penurunan luas, dan daerah dengan suhu 29 0C-37 0C mengalami penambahan luas, sehingga disimpulkan Kota Semarang telah terjadi peningkatan suhu udara akibat adanya perubahan lahan dari lahan bervegetasi menjadi non vegetasi. Penelitian Wardhana (2003) mengenai pengukuran suhu udara di Kota Bogor, berdasarkan estimasi dari band 7 yang telah dikorelasikan dengan data suhu stasiun permukaan menghasilkan model regresi umum untuk kasus kota Bogor tahun 2001 didapatkan suhu tertinggi adalah kelas penutupan lahan industri dan pemukiman yaitu 27 0C-29 0C. Sedangkan hasil penelitian Khusaini (2008) didaptkan bahwa secara umum di Kota Bogor tipe penutupan lahan yang mengalami perluasan yang paling banyak adalah tipe pemukiman, sejalan dengan meningkatnya penduduk dari tahun ke tahun, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar luas pemukiman, maka suhu semakin meningkat.
2.7 Hubungan Ruang Terbuka Hijau dengan Suhu Udara Berdasarkan undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur. dengan perbandingan unsur tanaman yang lebih luas dan memiliki fungsi utama sebagai perlindungan kawasan sekitarnya. Zulkarnain (2006) menyatakan bahwa RTH memiliki manfaat yaitu memberikan hasil terhadap kebutuhan kenyamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan, dan pelestarian alam.
12
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – November 2010 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, meliputi 13 kecamatan di wilayah tersebut. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Peta administrasi Kabupaten Bandung.
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak) dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 9.3, DNR Garmin 5.4.1, SPSS 15, dan Microsoft Office 2007. Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS), kamera digital dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra Landsat ETM (+) path/row : 122/065, dengan tanggal akuisisi 12 Mei 2001 dan 6 Agustus 2009,
13
peta administrasi Kabupaten Bandung dan data statistik Kabupaten Bandung yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Bandung, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dari Badan Planologi Kehutanan dan Data Klimatologi berupa suhu minimum, suhu maksimum, suhu rata-rata dan kelembaban relatif rata-rata Kabupaten Bandung yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas I Bogor.
3.3 Metode Penelitian Data citra diproses dan dianalisis agar didapatkan informasi yang dibutuhkan, sehingga dilakukan tahapan pemrosesan citra landsat, yaitu: 1.
Pemulihan citra (Image Restoring) Terdapat perubahan yang dialami oleh citra pada saat pengambilan citra oleh satelit, sehingga dilakukan perbaikan radiometrik dan geometrik. Perbaikan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun kesalahan sensor. Perbaikan geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat di lapangan atau menggunakan citra yang telah terkoreksi.
2.
Penajman citra (Image Enhancment) Penajaman citra dilakukan agar suau objek pada citra terlihat lebih tajam dan kontras, sehingga dapat memudahkan interpretasi secara visual.
3.
Pemotongan (subset) wilayah kajian Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang telah ditentukan berdasarkan pada batas administrasi wilayah Kabupaten Bandung. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian. Citra yang terkoreksi dipotong menggunakan Area of Interest (AOI). Citra satelit landsat yang digunakan path/row : 122/065 tahun 2001 dan 2009.
4.
Survey lapangan Survey lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan perubahan penutupan lahan. Pengambilan titik kontrol dilakukan tidak secara menyeluruh, melainkan hanya beberapa tempat saja yang dianggap dapat mewakili masing-masing kelas klasifikasi penutupan lahan. Setiap lokasi
14
survey yang mewakili masing-masing kelas penutupan lahan, diambil titik koodinatnya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) untuk diverifikasikan dengan data citra. 5.
Klasifikasi tutupan lahan Interpretasi citra Landsat ETM+ dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penggunaan/penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Avery, 1992; Lillesand dan Kiefer, 1997). Klasifikasi citra diperlukan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe penutupan lahan di wilayah studi. Klasifikasi citra yang digunakan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) yaitu melalui proses pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan, yang selanjutnya memilih training area yang mewakili tiap kelas atau kategori untuk penentuan posisi contoh di lapangan dengan bantuan citra warna komposit dan peta penutupan lahan untuk setiap kelas penutupan lahan yang dibantu dengan data pengecekan lapang. Tahapan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing menggunakan
software Erdas Imagine 9.1 antarlain: a. Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman pada titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian menggunkan GPS. b. Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra. c. Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah. Klasifikasi citra pada wilayah penelitian meliputi: vegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah, semak, lahan terbangun, lahan terbuka, awan dan bayangan awan. d. Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode). e. Citra hasil klasifikasi dikoreksi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi.
15
6.
Estimasi suhu Pengestimasian nilai suhu permukaan menggunakan software Erdas Imagine 9.1, kemudian dibangun sebuah model pada model maker yang sudah tersedia untuk mengkonversi nilai – nilai pixel pada landsat 5 TM dan band 6. Hal yang perlu diperhatikan adalah nilai DN (Digital Number) untuk dilakukan konversi menjadi nilai radiasi. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengkonversi nilai digital menjadi nilai radiasi (USGS 2002). Radiasi = gain x DN (digital number) + offset Nilai gain sebesar 0,05518, digital number adalah dengan band 6 dan nilai
offset sebesar 1,2378. Konversi band 6 pada Landsat 5 TM dan 7 ETM kemudan dilakukan untuk mengetahui suhu permukaan (USGS 2002):
T=
Keterangan : T : Suhu Efektif (K) K2 : Konstanta Kalibrasi 2 (Tabel 2) K3 : Konstanta Kalibrasi 1 (Tabel 1) : Spektral Radiasi (W/(m2*ster*µm)
3.4 Korelasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dengan Suhu NDVI merupakan salah satu cara yang efektif dan sederhana untuk mengidentifikasikan kondisi vegetasi di suatu wilayah, dan metode ini cukup berguna dan sudah sering digunakan dalam menghitung indeks kanopi tanaman hijau pada data multispectral penginderaan jauh. Secara defenisi matematis, dengan menggunakan NDVI, maka suatu wilayah dengan kondisi vegetasi yang rapat akan memiliki nilai NDVI yang positif. Nilai NDVI perairan bebas akan cenderung bernilai negatif. NDVI pada dasarnya adalah menghitung seberapa besar penyerapan radiasi matahari oleh tanaman terutama bagian daun. Tumbuhan hijau menyerap radiasi matahari pada bagian photosynthetically active radiation (PAR). Nilai NDVI merupakan perbedaan reflektansi dari kanal inframerah dekat dan kanal cahaya tampak (merah). Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai +1, yang artinya bahwa jika wilayah tersebut semakin hijau rapat suatu vegetasi, maka nilai NDVI semakin besar. Nilai NDVI semakin kecil jika berada pada suatu wilayah yang jarang atau tidak ada vegetasi. Persamaan untuk menghitung NDVI adalah NDVI
16
= (NIR – VIS)/(NIR+VIS), dengan NIR merupakan Reflektansi kanal inframerah dekat/near infrared (kanal 2) dan VIS merupakan Reflektansi kanal cahaya tampak/infrared (kanal 2). Analisis korelasi dan regresi dilakukan untuk memperoleh tingkat hubungan antara NDVI dengan suhu ditentukan dengan bentuk persamaan yang akan dicoba adalah regresi linier sederhana antara NDVI sebagai variabel bebas X dan suhu permukaan sebagai variabel tak bebas y dengan persamaan umum adalah y = b0 + b1*x. Besarnya nilai b1 yang negatif akan menentukan berapa besarnya pengurangan nilai x yang dapat meningkatkan nilai y.
3.5 Estimasi Kelembaban Udara Relatif (RH) Data kelembaban didapatkan dari stasiun BMKG Kelas I Dramaga Bogor dan pengukuran langsung yang dilakukan Rushayati (2010) pada beberapa tipe penutupan lahan. Estimasi nilai kelembaban berdasarkan hasil regresi antara suhu rata-rata dan kelembaban rata-rata di Kabupaten Bandung. Regresi sederhana yang didapatkan, yaitu : y = a + bx Berdasarkan rumus regresi sederhana, y merupakan kelembaban variabel terikat, sedangkan x merupakan variabel bebas. Nilai DN dari suhu permukaan digunakan sebagai nilai x untuk penentuan wilayah sebaran kelembaban. Hasil regresi yang didapatkan dimasukkan ke dalam software Erdas Imangine, sehingga didapatkan peta sebaran kelembaban.
3.6
Penentuan Temperature Humidity Index (THI) Penentuan indeks kenyamanan atau THI dapat ditentukan dari nilai suhu
udara (0C) dan kelembaban (RH) dengan menggunakan persamaan Nieuwolt, 1975 dalam D. Murdiyarso dan H. Suharsono, 1992, yaitu: Keterangan : T a : Suhu Udara (oC) RH : Kelembaban relatif (%)
17
3.7 Rekomendasi Pengembangan RTH Berdasarkan Pengelompokkan Klasifikasi Suhu Berdasarkan hasil perhitungan indeks kenyamanan atau THI didapatkan proposi RTH suatu wilayah. Peta penutupan lahan dan peta administrasi wilayah di overlay dengan peta sebaran suhu, yang kemudian dikelompokkan berdasarkan kelas suhu dan THI. Dari data tersebut dapat diketahui sebaran suhu pada suatu daerah, dan dapat diidentifikasi daerah mana saja yang memiliki suhu permukaan yang tinggi, rendah, ataupun sedang, sehingga dapat direkomendasikan ruang terbuka hijau yang sesuai dengan kondisi lingkungan.
18
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak Geografis Kabupaten Bandung merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Daerah ini memiliki ibukota yaitu Soreang. Secara geografis letak Kabupaten Bandung berada pada posisi 107° 22’ – 108° 5’ Bujur Timur dan 6° 41’ – 7° 19’ Lintang Selatan. Luas Kabupaten Bandung adalah 176.238,67 ha. Kabupaten Bandung memiliki batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi.
Sebelah Timur
: Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut.
Sebelah Selatan
: Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur dan di bagian tengah terletak kota Bandung dan kota Cimahi.
Sebelah Barat
: Kabupaten Bandung Barat.
Kabupaten Bandung terdiri atas 31 kecamatan, 267 desa dan sembilan kelurahan. Pada akhir tahun 2008 jumlah penduduk Kabupaten Bandung mencapai 2.921.696 jiwa.
4.2 Kondisi Fisik Lingkungan 4.2.1 Topografi Kabupaten Bandung sebagian besar merupakan pegunungan atau daerah perbukitan dengan ketinggian diatas permukaan laut bervariasi dari 500 – 1.800 m dpl. Kabupaten Bandung terdiri dari wilayah datar/landai, kaki bukit, dan pegunungan dengan kemiringan lereng beragam antara 0 – 8%, 8% - 15% hingga >45%. Sebagian besar wilayah Bandung adalah pegunungan. Di antara puncakpuncaknya adalah: Sebelah utara terdapat Gunung Bukittunggul (2.200 m), Gunung Tangkubanperahu (2.076 m) (Wilayah KBB) di perbatasan dengan Kabupaten Purwakarta. Di daerah selatan terdapat Gunung Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m), serta Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), keduanya di perbatasan dengan Kabupaten Garut.
19
4.2.2 Klimatologi Kabupaten Bandung berada di dataran tinggi atau pegunungan sehingga menjadikan suhu udara di kabupaten ini menjadi sejuk, yaitu berkisar antara 12 0C – 24 0C. Kabupaten Bandung beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata antara 1.500 mm sampai dengan 4.000 mm per tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, Kabupaten Bandung termasuk pada tipe iklim tropika basah. Menurut klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson, Kabupaten Bandung termasuk kedalam tipe iklim C. Kabupaten Bandung memiliki suhu rataan tahunan sebesar 23,4 0C, dengan suhu rataan bulanan terendah 22,9 0C pada bulan Februari dan tertinggi sebesar 24,4 0C pada bulan November. 4.2.3 Geologi Keadaan geologis dan tanah terbentuk pada zaman kwartier dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material tanah bagian utara berjenis andosol, sedangkan bagian selatan dan timur terdiri dari sebaran jenis alluvial kelabu dan bahan endapan tanah liat, serat bagian tengah dan barat berjenis andosol.
4.3 Keadaan Penduduk Pada akhir tahun 2007, berdasarkan hasil rekapitulasi data jumlah penduduk Kabupaten Bandung tercatat sebanyak 2.902.129 jiwa. Akhir tahun 2008, jumlah penduduk Kabupaten Bandung menjadi 2.921.696 jiwa dengan laju pertumbuhan 0,03% dan kepadatan penduduk 1.647 jiwa/km2 (BPS 2009).
20
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Penutupan Lahan Kabupaten Bandung Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Pengertian selanjutnya untuk penggunaan lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan tertentu (Lillesand & Kiefer 1990). Burley (1961) dalam Lo (1995) yang menggambarkan penutupan lahan sebagai konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Secara umum terdapat tiga kelas data yang mencakup dalam penutupan lahan, yaitu: 1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia. 2. Fenomena biotik vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang. 3. Tipe-tipe pembangunan. Menurut Lo (1995) satu faktor penting yang menentukan kesuksesan dalam pemetaan penggunaan dan penutupan lahan, terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat untuk suatu tujuan tertentu. Adapun sistem klasifikasi penggunaan dan penutupan lahan menurut United State Geological Survey (USGS) memiliki kriteria sebagai berikut: (1) tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh tidak kurang dari 85%, (2) ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori harus kurang lebih sama, (3) hasil yang dapat diulang harus dapat diperoleh dari penafsir yang satu ke yang lain dan dari satu saat penginderaan ke saat yang lain, (4) sistem klasifikasi harus dapat diterapkan untuk daerah yang luas, (5) kategori harus memungkinkan penggunaan lahan ditafsir dari tipe penutup lahnnya, (6) sistem klasifikasi harus dapat digunakan dengan data penginderaan jauh yang diperoleh pada waktu yang berbeda, (7) kategori harus dapat dirinci ke dalam sub kategori yang lebih rinci yang dapat diperoleh dari citra skala besar atau survey lapangan, (8) pengelompokkan kategori harus dapat dilakukan, (9) harus dapat dimungkinkan untuk dapat membandingkan dengan data penggunaan lahan dan penutupan lahan
21
pada masa yang akan datang, dan (10) lahan multiguna harus dapat dikenali bila mungkin. Interpretasi dan analisis citra dilakukan menggunakan Landsat 7 ETM path/row 122/065 pada 12 Mei 2001 dan 6 Agustus 2009 yang disubset dengan wilayah administrasi Kabupaten Bandung, sehingga didapatkan hasil interpetasi citra landsat wilayah penelitian di Kabupaten Bandung melalui klasifikasi terbimbing dengan luas total penutupan lahan sebesar 68.064,21 ha, yaitu dengan klasifikasi penutupan lahan sebagai berikut: 1. Vegetasi rapat Tipe penutupan lahan untuk vegetasi rapat di lokasi penelitian berupa hutan alam dan hutan tanaman. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009, kelas ini berwarna hijau tua/gelap. dan untuk proses klasifikasinya dicirikan dengan warna hijau tua. Gambar 2 merupakan tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat di Kecamatan Ciwidey.
Septa Febrina-Hutan di Kecamatan Ciwidey
Gambar 2 Hutan di Kecamatan Ciwidey.
2. Vegetasi jarang Tipe penutupan lahan untuk vegetasi jarang pada lokasi peneltian berupa kebun campur, kebun/perkebunan, taman, dan jalur hijau. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009, kelas ini berwarna hijau muda. Pengklasifikasian penutupan lahan ini digunakan warna yang sama yaitu hijau muda. Tipe penutupan vegetasi jarang berupa perkebunan teh di Situ Patenggang dapat dilihat pada Gambar 3.
22
Septa Febrina-Vegetasi jarang di Situ Patenggang
Gambar 3 Perkebunan teh di Situ Patenggang.
3. Lahan terbangun Tipe penutupan lahan terbangun ini berupa pasar atau pertokoan, jalan raya, permukiman, industri dan perkantoran. Pada hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009, tipe penutupan lahan ini berwarna merah sampai ungu gelap dan pada proses klasifikasi dicirikan dengan warna merah. Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun dapat dilihat pada Gambar 4.
Septa Febrina-Areal terbangun di Kec.Margahayu
Gambar 4 Pertokoaan/pasar di Kopo Sayati.
4. Lahan terbuka Lahan terbuka dalam tipe penutupan lahan ini merupakan areal proyek pembangunan yang awalnya merupakan areal yang bervegetasi dan berupa lahan kosong yang tidak bervegetasi yang tidak dimanfaatkan. Gambar 5 merupakan gambar tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka di Kecamatan Pasirjambu. Pada citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009, penutupan lahan terbuka ini berwarna merah muda. Proses klasifikasi lahan terbuka ini dicirikan dengan warna ungu.
23
Septa Febrina-Areal terbuka di Kec.Pasirjambu
Gambar 5 Lahan terbuka di Kecamatan Pasirjambu.
5. Sawah Sawah dapat berupa sawah yang beririgasi dan sawah tadah hujan. Tipe penutupan sawah pada citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009 untuk wilayah penelitian di Kabupaten Bandung dicirikan dengan warna biru keunguan, sedangkan pada proses pengklasifikasiannya diberi warna biru tua. Pada Gambar 6 merupakan tipe penutupan lahan berupa sawah di Kecamatan Soreang.
Septa Febrina-Sawah di Kec.Soreang
Gambar 6 Sawah di Kecamatan Soreang.
6. Semak Tipe penutupan lahan ini berupa semak belukar dan padang rumput. Tipe penutupan lahan berupa semak di Kecamatan Baleendah dapat dilihat pada Gambar 7. Pada citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009 dicirikan dengan warna kuning, sedangkan pada pengklasifikasian pun dicirikan dengan warna kuning.
24
Septa Febrina-Semak belukar di Kec. Baleendah
Gambar 7 Semak belukar di Kecamatan Baleendah.
7. Badan air Badan air pada Kabupaten Bandung berupa sungai dan danau. Sungai biasanya berbentuk panjang dan berkelok-kelok, sedangkan danau biasanya relatif besar dan lebih terlihat jelas pada citra. Pada citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009 dicirikan dengan warna biru tua dan pada proses pengklasifikaannya juga diberi warna biru tua. Gambar 8 merupakan gambar badan air berupa sungai di Kecamatan Pasirjambu.
Septa Febrina-Badan air di Kec.Pasirjambu
Gambar 8 Sungai di Kecamatan Pasirjambu. 8. Tidak ada data Tipe tidak ada data ini berupa awan dan bayangan awan. Pada tipe kelas ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca pada saat pengambilan citra. Awan dipengaruhi oleh iklim lokal, tetapi kondisi tersebut tidak menjadi patokan karena kawasan di Indonesia memiliki penutupan awan yang cukup tinggi (Nurcahyono 2003). Tipe penampakan bayangan awan terbentuk karena adanya awan (Waluyo 2009). Pada tipe tidak ada data ini juga berupa stripping (bergaris). Hal ini terjadi karena setelah tahun 2003 satelit perekaman citra mengalami kerusakan, sehingga
25
citra landsat yang didapatkan pada tahun 2009 mengalami stripping. Hasil dan luasan agar diperoleh nilai yang sama, maka citra landsat tahun 2001 diberi perlakuan dengan menyamakan data stripping dengan tahun 2009. Luas wilayah tidak ada data ini sebesar 149.339,52 ha. Pada citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009, awan, bayangan awan dan stripping berturut-turut berwarna putih, hitam dan hitam. Hasil pengklasifikasiaan untuk kelas tidak ada data dicirikan dengan warna putih.
5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 Berdasarkan klasifikasi citra landsat 7 ETM pada tahun 2001, didapatkan klasifikasi penutupan lahan lokasi penelitian di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1 Luas penutupan lahan Kabupaten Bandung tahun 2001 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Vegetasi rapat Lahan terbangun Lahan terbuka Vegetasi jarang Sawah Semak Badan air Tidak ada data Total
Luas Hektar (ha) 28.245,69 18.183,42 8.219,61 6.397,83 3.494,79 1.849,41 1.673,46 149.339,52 217.403,73
Persen (%) 12,99 8,36 3,78 2,94 1,61 0,85 0,77 68,69 100,00
Analisis hasil uji akurasi yang telah dilakukan untuk citra landsat 7 ETM dengan tanggal akuisisi 12 Mei 2001, didapatkan nilai akurasi Overall Classification Accuracy sebesar 81,03% dan Overall Kappa Statistics 72,10%. Badan Survey Seologi Amerika Serikat (USGS) menetapkan tingkat ketelitian interpretasi minimum tidak kurang dari 85% dan ketelitian untuk beberapa kategori kurang lebih sama. Hasil uji akurasi kappa yang didapatkan adalah kurang dari 85%. Hal ini dapat disebabkan karena titik GPS yang diperoleh kurang banyak dan tidak semua tersebar secara merata pada daerah penelitian, serta perbedaan waktu antara waktu pengambilan citra dengan pengambilan titik di lapangan. Hal ini juga berarti bahwa terjadi perubahan penutupan lahan yang cukup banyak yang terjadi pada kurun waktu tahun 2001 sampai dengan tahun 2009 serta waktu pada saat pengambilan titik di lapangan yaitu tahun 2010.
26
Berdasarkan Tabel 1, tipe penutupan Kabupaten Bandung diklasifikasikan menjadi delapan tipe penutupan lahan. Tipe penutupan lahan terluas pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung adalah kelas tidak ada data sebesar 149.339,52 ha atau sebesar 68,69% dari luas wilayah keseluruhan. Hal ini disebabkan karena adanya awan dan bayangan awan yang menutupi tutupan lahan yang ada dibawahnya, serta karena citra landsat yang digunakan berbentuk stripping. Vegetasi rapat merupakan tipe penutupan lahan terluas pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung. Luasan vegetasi rapat pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung sebesar 28.245,69 ha (12,99%). Tipe penutupan lahan ini berupa hutan yang masih banyak dan cukup luas, terutama pada pinggiran Kecamatan Ciwidey, Pasirjambu dan sebelah selatan dan timur Pangalengan. Kecamatan Pasirjambu memiliki vegetasi rapat yang terluas di lokasi penelitian yaitu sebesar 118.89,72 ha atau 41,96%. Kecamatan lainnya yang memiliki vegetasi rapat yang cukup luas adalah Kecamatan Ciwidey dan Pangalengan berturut-turut adalah 7.416,27 ha atau sebesar 26,17% dan 6.343,56 ha atau sebesar 22,35%, sedangkan Kecamatan Margahayu tidak memiliki vegetasi rapat di wilayahnya. Kecamatan lainnya memiliki luas vegetasi rapat kurang dari sekitar 1 ha sampai dengan kurang dari 1.000 ha per kecamatan. Lahan terbangun merupakan tipe penutupan lahan yang memiliki luas wilayah yang luas setelah vegetasi rapat yaitu sebesar 18.183,42 ha atau 8,36% dari luas lokasi penelitian di Kabupaten Bandung. Tipe penutupan lahan ini menyebar pada seluruh wilayah lokasi dan menyebar paling banyak di bagian utara Kabupaten Bandung, karena pada wilayah ini berbatasan langsung dengan pusat Kota Bandung. Kecamatan Pangalengan merupakan wilayah yang memiliki lahan terbangun paling luas diantara wilayah lainnya yaitu sebesar 3.452,67 ha atau sebesar 18,85% dari luasan lahan terbangun di lokasi penelitian Kabupaten Bandung. Kecamatan lainnya yang memiliki lahan terbangun yang cukup luas adalah Kecamatan Ciwidey sebesar 2.270,61 ha dengan persentase 12,40% dan Kecamatan Pasirjambu memiliki lahan terbangun sebesar 1839,15 ha atau 10,04%. Kecamatan lainnya memiliki luas lahan terbangun kurang dari 10%. Lahan terbuka yang teridentifikasi pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung memiliki luas sebesar 8.219,61 ha dengan persentase 3,78%. Tipe
27
penutupan lahan ini merupakan lahan kosong yang tidak bervegetasi dan areal proyek pembangunan. Berdasarkan klasifikasi interpretasi citra, kecamatan yang memiliki lahan terbuka terluas adalah Kecamatan Ciwidey sebesar 2.253,87 ha dengan persentase 27,29%. Kecamatan Pangalengan memiliki luas tutupan lahan berupa lahan terbuka yang cukup luas sebesar 2.055,87 ha atau sebesar 24,90% dari luas lahan terbuka pada wilayah penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan lainnya yang memiliki luas lahan terbuka yang luas yaitu Pasirjambu yaitu 1.711,89 ha atau sebesar 20,73%, sedangkan untuk kecamatan lainnya memiliki luas tipe penutupan lahan terbuka kurang dari 1.000 ha/kecamatan. Tipe penutupan lahan vegetasi jarang memiliki luas 6.397,83 ha atau sebesar 2,94% dari luas Kabupaten Bandung yang digunakan untuk penelitian. Vegetasi jarang yang ada pada lokasi penelitian ini berupa kebun campur, kebun, hutan tanaman, taman, dan jalur hijau. Kecamatan Pangalengan memiliki luas vegetasi jarang paling luas, yaitu sebesar 1.881,99 ha atau sebesar 29,34% dari luasan vegetasi jarang yang terdapat pada lokasi penelitian. Kecamatan Ciwidey dan Pasirjambu juga memiliki luas vegetasi jarang sebesar 1.777,50 ha (27,71%) dan 1.748,88 ha (27,26%). Sedangkan wilayah kecamatan lainnya memiliki luas vegetasi jarang sekitar 0,5-500 ha/kecamatan. Sawah memiliki luas sebesar 3.494,79 ha atau sebesar 1,61% dari luasan wilayah penelitian. Kecamatan yang memiliki luas sawah paling besar adalah Kecamatan Bojongsoang sebesar 1.086,66 ha dengan persentase 30,84%, sedangkan wilayah kecamatan yang memiliki luas sawah paling kecil adalah Kecamatan Margahayu sebesar 19,26 ha atau 0,55% dari luasan sawah pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung. Sawah yang terdapat pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung memiliki luas yang berkisar antara 19 ha sampai tidak lebih dari 1.100 ha/kecamatan. Tipe penutupan lahan semak dan rumput memiliki luas 1.849,41 ha atau sebesar 0,85%. Kecamatan yang memiliki wilayah semak paling besar adalah Kecamatan Ciwidey sebesar 505,71 ha atau sebesar 27,20% dari total luasan semak. Kecamatan lainnya yang memiliki luas semak cukup besar adalah Kecamatan Pasirjambu yaitu sebesar 410,04 ha atau sebesar 22,06% dari luas semak di lokasi penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan Pangalengan,
28
Soreang, Baleendah dan Cimaung juga memiliki luas wilayah semak yang cukup besar yaitu lebih dari 100 ha/kecamatan. Kecamatan Pangalengan memiliki luas semak sebesar 353,88 ha (19,03%). Kecamatan Soreang memiliki luas semak sebesar 226,35 ha atau sebesar 12,18%. Kecamatan Baleendah dan Cimaung memiliki wilayah semak berturut-turut yaitu 105,39 ha (5,67%) dan 102,24 ha (5,50%). Kecamatan lainnya memiliki luas kurang dari 100 ha/kecamatan. Pada citra landsat 7 ETM, tipe penutupan lahan ini dicirikan dengan warna kuning. Badan air merupakan kelas klasifikasi yang memiliki luas terkecil diantara kelas penutupan lahan yang lain yaitu sebesar 1.673,46 ha atau 0,77% dari luas wilayah penelitian. Berdasarkan klasifikasi interpretasi citra, kecamatan yang memiliki luas badan air yang paling besar adalah Kecamatan Bojongsoang sebesar 277,11 ha (16,42%). Kecamatan lainnya yang memiliki badan air yang cukup luas adalah Kecamatan Pangalengan dan Balendah sebesar 222,48 ha atau 13,18% dan 216 ha atau 12,80% dari luas lokasi penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan Banjaran juga memiliki luas wilayah badan air sebesar 181,08 ha atau sebesar 10,73%. Kecamatan lainnya memiliki luas wilayah badan air sebesar 48-150 ha/kecamatan. Badan air yang teridentifikasi untuk wilayah penelitian di Kabupaten Bandung ini berupa sungai dan danau. Sungai pada citra landsat tidak terlalu nampak karena berukuran kecil tetapi menyebar pada wilayah penelitian di Kabupaten Bandung.
29
Gambar 9 Peta tutupan lahan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001.
29
30
Berdasarkan klasifikasi citra landsat 7 ETM dengan akuisisi citra tanggal 6 Agustus 2009 wilayah lokasi penelitian di Kabupaten Bandung, didapatkan tipe penutupan lahan pada Tabel 2 di bawah ini yaitu: Tabel 2 Luas penutupan lahan Kabupaten bandung tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Lahan terbangun Vegetasi rapat Vegetasi jarang Lahan terbuka Semak Sawah Badan air Tidak ada data Total
Luas Hektar (ha) 24.884,82 19.587,87 14.550,48 4.824,63 2.659,95 1.134,36 422,01 149.339,61 217403,73
Persen (%) 11,45 9,01 6,69 2,22 1,22 0,52 0,19 68,69 100,00
Berdasarkan uji akurasi yang dilakukan, citra landsat tahun 2009 memiliki akurasi Overall Classification Accuracy sebesar 85,34% dan Overall Kappa Statistics sebesar 79,03%. Berdasarkan Tabel 2 didapatkan kelas tidak ada data memiliki luas yang besar yaitu 149.339,61 ha atau 68,69% dari luasan total wilayah penelitian. Hal ini dikarenakan adanya awan, bayangan awan dan stripping pada citra. Lahan terbangun merupakan tutupan lahan terbesar setelah tipe tidak ada data dengan luas 24.884,82 ha atau sebesar 11,45%. Pada tipe penutupan lahan ini terjadi peningkatan lahan terbangun pada periode tahun 2001-2009. Berdasarkan klasifikasi citra landsat tahun 2009, kecamatan yang memiliki luas lahan terbangun terbesar adalah Kecamatan Pangalengan sebesar 4.919,13 ha atau 20,53% dari luas lahan terbangun yang teridentifikasi pada wilayah ini. Kecamatan Ciwidey memiliki lahan terbangun yang luas juga yaitu 3.470,85 ha atau 14,48%. Kecamatan lainnya yang memiliki luas lahan terbangun yang cukup luas yaitu Kecamatan Soreang, Cimaung, Baleendah, dan Banjaran dengan luas berturut-turut 2.279,34 ha (9,51%); 2.087,64 ha (8,71%); 2.070,36 ha (8,64%); dan 2.051,73 ha (8,56%). Kecamatan lainnya memiliki lahan terbangun dengan luas kurang dari 2.000 ha/kecamatan. Berdasarkan Tabel 2, tipe penutupan yang cukup luas setelah lahan terbangun adalah vegetasi rapat. Tipe tutupan lahan ini memiliki luas 19.587,87
31
ha atau sebesar 9,01%. Pada tipe penutupan lahan ini, wilayah yang memiliki vegetasi rapat terluas adalah Kecamatan Pasirjambu sebesar 9.082,71 ha atau sebesar 22,76%. Kecamatan Ciwidey memiliki luas vegetasi rapat seluas 5.386,5 ha atau sebesar 27,40% dari luas vegetasi rapat di Kabupaten Bandung. Kecamatan Pangalengan memiliki wilayah vegetasi rapat yang cukup luas juga yakni 4.473,54 ha atau sebesar 22,76%. Kecamatan lainnya memiliki luas sekitar 17-500 ha/kecamatan. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat tahun 2009, tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang memiliki luas 14.550,48 ha atau sebesar 6,69% dari luas wilayah penelitian di Kabupaten Bandung. Vegetasi jarang ini menyebar pada seluruh wilayah kecamatan berupa kebun/perkebunan, kebun campur, taman, dan jalur hijau. Kecamatan yang memiliki vegetasi jarang paling banyak adalah Kecamatan Pasirjambu sebesar 4.170,69 ha atau sebesar 28,58%. Kecamatan Ciwidey memiliki vegetasi rapat yang luas setelah Kecamatan Pasirjambu sebesar 4.044,15 ha atau sebesar 27,71% dari luasan vegetasi jarang yang ada. Kecamatan Pangalengan juga memiliki vegetasi rapat yang cukup luas yaitu 3.427,38 ha (23,48%). Kecamatan lainnya memiliki vegetasi rapat dengan luas kurang dari 1.000 ha/kecamatan. Tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka memiliki luasan sebesar 4.824,63 ha atau sebesar 2,22% dari total luasan lokasi penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan yang memiliki luas paling besar adalah Kecamatan Ciwidey sebesar 1.237,59 ha dengan persentase 25,51%. Kecamatan yang memiliki lahan terbuka yang cukup luas juga yaitu Kecamatan Pangalengan dan Pasirjambu dengan luasan berturut-turut 1.199,88 (24,73%) dan 1.051,65 ha (21,67%). Kecamatan lainnya memiliki lahan terbuka dengan luas kurang dari 1.000 ha/kecamatan. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan luas tipe penutupan lahan. semak memiliki luas 2.659,95 ha atau sebesar 1,22% dari luas total lokasi penelitian. Kecamatan Soreang memiliki luas yang paling besar untuk tipe penutupan lahan berupa semak, yaitu sebesar 790,2 ha atau sebesar 29,51%. Kecamatan lainnya yang memiliki luas semak yang cukup banyak adalah pada kecamatan Pasirjambu sebesar 502,65 ha atau 18,77% dari luas total semak.
32
Kecamatan Ciwidey memiliki luas semak sebesar 409,50 ha atau 15,29%. Kecamatan Cimaung dan Pangalengan memiliki luas semak yang cukup luas juga sebesar 306,90 ha (11,46%) dan 274,05 ha (10,24%). Kecamatan lainnya memiliki luas semak dengan luasan kurang dari 200 ha/kecamatan. Tipe penutupan lahan berupa sawah yang terdapat di lokasi penelitian di Kabupaten Bandung memiliki luas 1.134,36 ha dengan persentase 0,52%. Kecamatan yang memiliki luas sawah terbesar adalah pada Kecamatan Bojongsoang sebesar 204,3 ha atau 17,83%. Kecamatan Soreang memiliki luas sawah terbesar setelah Kecamatan Bojongsoang yaitu sebesar 178,02 ha atau sebesar 15,53%. Kecamatan lainnya yang memiliki sawah yang cukup besar adalah Kecamatan Banjaran, Pameungpeuk, dan Baleendah yaitu berturut-turut sebesar 146,25 ha (12,76%); 138,69 ha (12,10%); dan 103,41 ha (9,02%). Kecamatan lainnya memiliki luasan sawah kurang dari 100 ha/kecamatan. Berdasarkan hasil analisis citra landsat tahun 2009, klasifikasi tipe badan air memiliki luasan terkecil yaitu sebesar 422,01 atau sebesar 0,19%. Pada tipe badan air ini berupa sungai dan danau. Sungai yang terdapat pada wilayah ini tersebar dan telah mengalami penurunan luas pada tahun 2009. Kecamatan Pangalengan memiliki luas terbesar untuk badan air, yaitu sebesar 163,26 ha atau sebesar 38,33 % dari luas badan air yang ada pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan lainnya luasan badan air hampir merata yaitu kurang dari 100 ha/kecamatan.
33
Gambar 10 Peta tutupan lahan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009.
33
34
5.1.2 Perubahan penutupan lahan Kabupaten Bandung Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009. Kabupaten Bandung telah mengalami perubahan penutupan lahan. Kurun waktu tahun 2001 dan 2009 terjadi perubahan luasan tipe penutupan lahan yang disajikan pada Tabel 3 dan diperlihatkan pada Gambar 13 yang berupa peta penutupan lahan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009. Tabel 3 Perubahan luas tutupan lahan Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 2001 2009 Luas (ha) % Luas (ha) % 1 Badan air 1.673,46 0,77 422,01 0,19 2 Vegetasi rapat 28.245,69 12,99 19.587,87 9,01 3 Sawah 3.494,79 1,61 1.134,36 0,52 4 Vegetasi jarang 6.397,83 2,94 14.550,48 6,69 5 Lahan terbangun 18.183,42 8,36 24.884,82 11,44 6 Lahan terbuka 8.219,61 3,78 4.824,63 2,21 7 Semak 1.849,41 0,85 2.659,95 1,22 8 Tidak ada data 149.339,52 68,69 149.339,61 68,69 Total 217.403,73 100,00 217.403,73 100,00 Keterangan : (+) luas wilayah meningkat. (-) luas wilayah menurun. No
Tutupan Lahan
Perubahan Luas (ha) % -1251,45 -74,78 -8657,82 -30,65 -2360,43 -67,54 8152,65 127,42 6701,40 36,85 -3394,98 -41,30 810,54 43,83 0,00 0,00
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi citra landsat 7 ETM didapatkan perubahan luasan tutupan lahan lokasi penelitian yang digunakan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung pada tahun 2001-2009. Pada tipe kelas tidak ada data, tidak ada perubahan luas yang terjadi, karena kedua citra tahun 2001 dan 2009 yang diolah diberi perlakuan yang sama yaitu upaya penyamaan awan dan bayangannya, serta penyamaan citra yang bergaris (stripping). Perubahan peningkatan luas tipe penutupan lahan yang terbesar adalah pada tipe penutupan vegetasi jarang. Vegetasi jarang ini mengalami peningkatan luasan dari 6.397,83 ha atau 2,94% pada tahun 2001 menjadi 14.550,48 ha atau 6,69% pada tahun 2009. Perubahan paling besar kemungkinan terjadi karena berkurangnya tutupan lahan yang bervegetasi rapat menjadi areal pertanian. Tipe tutupan lahan lainnya yang mengalami peningkatan yang besar adalah pada areal lahan terbangun. Areal ini mengalami perubahan peningkatan areal lahan terbangun yaitu dari wilayah seluas 18.183,42 ha pada tahun 2001 menjadi 24.884,82 ha pada tahun 2009 atau terjadi peningkatan seluas 67.01,4 ha atau
35
36,85%. Peningkatan luas lahan terbangun ini kemungkinan terjadi karena adanya konversi lahan pertanian seperti sawah, vegetasi rapat, vegetasi jarang, badan air dan lahan terbuka yang menjadi lahan permukiman, industri, perkantoran dan jalan raya. Tipe penutupan lahan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung telah mengalami perubahan luasan dalam periode kurun waktu 2001- 2009. Konversi tipe penutupan lahan yang ada menjadi lahan terbangun dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Luas konversi areal terbangun di Kabupaten Bandung periode tahun 2001-2009 No 1 2 3 4 5 6
Tipe Tutupan Lahan
Luas Konversi Area Terbangun (ha)
Vegetasi rapat Lahan terbuka Sawah Vegetasi jarang Badan air Semak Total
4.235,67 3.342,24 1.810,89 1.495,26 890,64 347,22 12.121,92
Tipe penutupan lahan yang mengalami konversi lahan menjadi lahan terbangun paling luas adalah vegetasi rapat yaitu sebesar 4.235,67 ha. Konversi lahan vegetasi rapat menjadi lahan terbangun mengakibatkan luasan vegetasi rapat menjadi berkurang. Penutupan lahan yang mengalami konversi menjadi lahan terbangun yang cukup luas lainnya adalah lahan terbuka sebesar 3.342,24 ha. Tutupan lahan yang mengalami konversi menjadi lahan terbangun yang terkecil yaitu pada tutupan lahan semak sebesar 347,22 ha. Kecamatan yang mengalami konversi vegetasi rapat menjadi lahan terbangun yang paling besar adalah Kecamatan Pangalengan sebesar 1.217,16 ha. Kecamatan Pasirjambu dan Ciwidey juga mengalami konversi tutupan lahan bervegetasi rapat menjadi lahan terbangun yang cukup besar, yaitu sebesar 1.167,93 ha dan 903,33 ha. Perubahan penutupan lahan terbesar periode tahun 2001-2009 pada lokasi penelitian ini adalah pada tipe penutupan berupa vegetasi rapat yaitu seluas 2.8245,69 ha menjadi 19.587,87 ha. Pada tipe ini terjadi penurunan luasan sebesar 8.657,82 ha dengan persentase 30,65%. Hal ini dapat disebabkan karena konversi
36
vegetasi rapat menjadi lahan terbangun, vegetasi jarang, pembukaan areal hutan, sehingga tutupan lahan yang awalnya lebat dan rapat menjadi vegetasi jarang. Berikut merupakan data mengenai penurunan vegetasi rapat per wilayah kecamatan yang disajikan pada Gambar 11.
0
Luas (ha)
Soreang
Pasirjambu
Pangalengan
Pameungpeuk
Margahayu
Margaasih
Ketapang
Dayeuhkolot
Ciwidey
Cimaung
Bojongsoang
Banjaran
-1000
Baleendah
-500
-1500 -2000 -2500 -3000
Kecamatan
Gambar 11 Diagram penurunan vegetasi rapat tahun 2001-2009.
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan penurunan luasan vegetasi rapat yang terjadi pada wilayah penelitian periode tahun 2001-2009, didapatkan bahwa pada semua wilayah penelitian mengalami penurunan luasan vegetasi rapat, kecuali pada Kecamatan Margahayu tidak terjadi perubahan. Kecamatan yang memiliki luasan penurunan vegetasi rapat yang paling besar adalah kecamatan Pasirjambu sebesar 2.807,01 ha. Perubahan penurunan luasan vegetasi rapat terjadi karena konversi menjadi areal terbangun, seperti permukiman, industri, pertokoan dan lain sebagainya. Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung telah melakukan upaya dalam penghijauan, seperti pembuatan jalur hijau dan taman kota sehingga dapat meningkatnya vegetasi jarang yang disajikan pada Gambar 12.
37
3000
Luas (ha)
2500 2000 1500 1000 500 0
Kecamatan
Gambar 12 Diagram peningkatan vegetasi jarang tahun 2001-2009. Berdasarkan diagram peningkatan vegetasi jarang tahun 2001-2009 pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung didapatkan peningkatan luas di semua wilayah penelitian. Kecamatan yang memiliki luasan peningkatan vegetasi jarang terbesar adalah kecamatan Pasirjambu sebesar 2.421,81 ha. Kecamatan Ciwidey dan Pangalengan juga mengalami peningkatan vegetasi jarang yang cukup besar berturut-turut yaitu 2.266,55 ha dan 1.545,39 ha. Kecamatan yang memiliki peningkatan vegetasi jarang terkecil adalah pada Kecamatan Margahayu sebesar 6,84 ha. Peningkatan vegetasi jarang ini berasal dari konversi lahan terbuka, lahan terbuka, sawah dan semak menjadi taman kota dan jalur hijau serta konversi areal bervegetasi rapat menjadi lahan-lahan pertanian.
38
Gambar 13 Peta tutupan lahan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009.
38
39
5.2 Ruang Terbuka Hijau 5.2.1 Ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung Ruang
Terbuka
Hijau
(RTH)
memegang
peran
penting
dalam
pembangunan perkotaan, terutama terkait dengan merancang masa depan perkotaan. Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengartikan ruang terbuka hijau merupakan area memanjang/jalur dan/mengelompok yang penggunaanya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh alami ataupun secara sengaja. Tipe penutupan lahan Kabupaten Bandung yang termasuk ke dalam ruang terbuka hijau adalah hutan, hutan tanaman, kebun, kebun campur, sawah, semak dan belukar, taman kota dan jalur hijau. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan luasan penggunaan lahan untuk RTH di Kabupaten Bandung pada tahun 2001 hingga tahun 2009 dapat diketahui kecukupan dan perubahan luasan RTH yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perubahan luasan ruang terbuka hijau Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 No
Tutupan Lahan
2001
2009
Perubahan
1
RTH
Luas (ha) 39.987,72
% 18,39
Luas (ha) 37.932,66
% 17,45
Luas (ha) -2055,06
% -5,14
2
Lahan terbangun
18.183,42
8,36
24.884,82
11,44
6701,40
36,85
3
Lahan terbuka
8.219,61
3,78
4.824,63
2,21
-3394,98
-41,30
4
Badan air
1.673,46
0,77
422,01
0,19
-1251,45
-74,78
5
Tidak ada data
149.339,52
68,69
149.339,61
68,69
0,00
0,00
Total 217.403,73 100,00 Keterangan : (+) luas meningkat (-) luas menurun.
217.403,7
100,00
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui luasan RTH pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung pada tahun 2001 sebesar 39.987,72 ha atau 18,39 % dan pada tahun 2009 sebesar 37.932,66 ha atau 17,45 %. RTH tersebut mengalami penurunan luasan sebesar 5,14 % atau sebesar 2.055,06 ha. Perubahan luasan RTH di Kabupaten Bandung tahun 2001-2009 dapat dilihat pada Gambar 15.
40
8000
Luas (ha)
6000 4000 2000 0 Badan air
Lahan terbuka
Lahan terbangun
Ruang terbuka hijau
-4000
Tidak ada data
-2000
Tutupan lahan
Gambar 14 Diagram perubahan RTH Kabupaten Bandung tahun 2001–2009. Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa RTH, lahan terbuka, dan badan air di Kabupaten Bandung mengalami penurunan luasan, sedangkan lahan terbangun mengalami peningkatan luas sebesar 6.701,4 ha atau sebesar 36,85%. Kabupaten Bandung memiliki luas RTH yang cukup besar. Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau,,pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Kabupaten Bandung telah mencanangkan rencana tata ruang wilayah periode tahun 2007-2027. 5.2.2 Ruang terbuka hijau per wilayah kecamatan Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra landsat periode tahun 2001-2009, didapatkan perubahan luasan ruang terbuka hijau (RTH) yang terjadi pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung. Adapun perubahan RTH menjadi lahan terbangun dan lahan terbuka yang berkaitan dengan perubahan luas pada RTH di berbagai kecamatan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Alih fungsi RTH di Kabupaten Bandung No
Alih fungsi ruang terbuka hijau Kabupaten Bandung
Luas (ha)
1
Lahan terbangun
7889,04
2
Lahan terbuka
2010,15
41
Berdasarkan Undang-undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. proporsi minimal ruang terbuka hijau sebesar 30 % dari luasan wilayah kota. Dari tiga belas kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung, semua kecamatan ini memiliki ruang terbuka hijau, tetapi tidak semua kecamatan yang memiliki proporsi luasan RTH yang memenuhi kriteria Undang-undang No. 26 tahun 2007. Tahun 2001 kecamatan yang memenuhi kriteria luasan minimal RTH yaitu Kecamatan Baleendah, Banjaran, Bojongsoang, Cimaung, Ciwidey, Pangalengan, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan yang memiliki RTH tetapi tidak memenuhi kriteria sesuai dengan UU No. 26 tahun 2007 adalah Kecamatan Dayeuhkolot, Ketapang, Margaasih, Margahayu, dan Pameungpeuk. Kecamatan yang memiliki luasan RTH paling besar adalah Kecamatan Pasirjambu dengan luasan RTH sebesar 14.159,97 ha atau sebesar 79,73% dari luasan Kecamatan Pasirjambu. Kecamatan yang memiliki luas RTH paling kecil pada tahun 2001 adalah Kecamatan Margahayu sebesar 79,65 ha atau 16,15% dari luas keseluruhan Kecamatan Margahayu. Pada tahun 2009, kecamatan yang memiliki RTH dengan kriteria minimal 30% menurun menjadi enam kecamatan dari delapan kecamatan pada tahun 2001. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bojongsoang, Cimaung, Ciwidey, Pangalengan, Pasirjambu dan Soreang. Sedangkan kecamatan yang tidak memenuhi kriteria minimal 30% dari luasan wilayah yaitu Kecamatan Baleendah, Banjaran, Dayeuhkolot, Ketapang, Margaasih, Margahayu dan Pameungpeuk. Kecamatan yang memiliki luas RTH paling besar yaitu Kecamatan Pasirjambu sebesar 13765,59 ha atau sebesar 77,50% dari luas Kecamatan Pasirjambu. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas RTH terkecil adalah Kecamatan Margahayu dengan luasaan RTH 17,19 ha atau 3,49% dari luas Kecamatan Margahayu. Pada periode tahun 2001-2009, sembilan dari tiga belas kecamatan di Kabupaten Bandung mengalami penurunan luasan RTH. Perubahan penurunan luas RTH terbesar terjadi pada Kecamatan Pangalengan sebesar 551,25 ha, sedangkan yang mengalami penurunan luas RTH terkecil adalah Kecamatan Margahayu sebesar 62,46 ha. Kecamatan Pasirjambu merupakan kecamatan yang memiliki luas RTH yang paling besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya,
42
tetapi kecamatan ini pun pada periode tahun 2001-2009 mengalami perubahan penurunan luas RTH sebesar 394,38 ha. Kecamatan yang mengalami peningkatan luasan RTH periode tahun 20012009,
diantaranya
Kecamatan
Dayeuhkolot,
Ketapang,
Margaasih
dan
Pameungpeuk, Kecamatan yang memiliki peningkatan luas RTH terbesar adalah Kecamatan Pameungpeuk sebesar 214,47 ha, sedangkan yang memiliki peningkatan luas RTH paling kecil adalah Kecamatan Dayeuhkolot sebesar 12,06 ha.
5.3 Distribusi Suhu Permukaan 5.3.1 Distribusi suhu permukaan Kabupaten Bandung 2001 dan 2009 Berdasarkan hasil dari interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM untuk klasifikasi suhu dan perhitungan luas wilayah pada tahun 2001 dan 2009 di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini : Tabel 7 Luasan suhu permukaan di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 No
Suhu ( 0C )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
< 21 21 - < 22 22 - < 23 23 - < 24 24 - < 25 25 - < 26 26 - < 27 27 - < 28 28 - < 29 29 - < 30 30 - < 31 31 - < 32 32 - < 33 >= 33 Tidak ada data
2001
Luas (ha) Luas (%) Luas (ha) 33.798,78 15,55 33.327,54 8.796,06 4,05 7.381,17 11.378,25 5,23 10.467,63 5.549,85 2,55 5.364,99 4.249,53 1,95 3.968,64 3.565,44 1,64 4.468,23 1.104,75 0,51 2.332,89 989,64 0,46 2.021,40 357,12 0,16 385,11 241,65 0,11 176,13 29,43 0,013 61,65 5,76 0,00 60,03 1,08 0,00 25,74 0,63 0,00 26,82 147.335,76 67,77 147.335,76 217.403,73 100,00 217.403,73 Total Keterangan : Tahun 2001 bulan Mei dan tahun 2009 bulan Agustus.
2009 Luas (%) 15,33 3,39 4,81 2,47 1,82 2,05 1,07 0,93 0,17 0,08 0,03 0,03 0,01 0,01 67,77 100,00
Berdasarkan Tabel 7 di atas, Kabupaten Bandung dapat diklasifikasikan dengan nilai suhu antara <21 0C sampai ≥33 0C. Nilai tersebut didapatkan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas I Darmaga Bogor yang disesuaikan dengan waktu pengambilan citra satelit Landsat 7 ETM.
43
Penggunaan data penginderaan jauh untuk menutupi kekurangan kerapatan stasiun cuaca, dinilai mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan di masa-masa yang akan datang. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa dari dua periode tahun yang berbeda, luasan wilayah terbesar pada tidak ada data sebesar 147.335,76 ha (67,77%). Hal ini karena pada citra satelit yang digunakan striping, sehingga luasannya paling besar diantara lainnya. Pada tahun 2001 untuk luasan wilayah terbesar setelah tidak ada data, memiliki distribusi spasial suhu permukaan pada suhu <21 0C sebesar 33.798,78 ha (15,55%), dan luasan wilayah terkecil memiliki distribusi spasial suhu permukaan pada suhu ≥33 0C sebesar 0,63 ha (0,0003%). Sedangkan pada tahun 2009 untuk luasan wilayah terbesar setelah tidak ada data, memiliki distribusi spasial suhu permukaan pada suhu <21 0C sebesar 33.327,54 ha (15,33%), serta luasan terkecil memiliki distribusi spasial suhu permukaan pada selang suhu 32 0C hingga ≤33 0C sebesar 25,74 ha (0,011%). Pada distribusi suhu permukaan antara dua periode tahun tersebut, suhu terendah tidak dapat ditentukan karena pada suhu tersebut ada awan yang mempengaruhi atau menutupi sehingga suhunya menjadi rendah, yaitu <21 0C. Suhu tertinggi pada tahun 2001 ada pada suhu ≥33 0C dan tahun 2009 pada selang suhu 32 0C hingga ≤33 0C. Distribusi suhu pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung sebagian besar berkisar antara suhu <21
0
C hingga 27
0
C. Sebaran suhu terlihat
mengelompok pada suatu bagian wilayah kecamatan. Pada bagian utara Kabupaten Bandung suhu cenderung lebih tinggi, karena pada bagian tersebut merupakan wilayah yang bersebelahan langsung dengan bagian Kota Bandung yang memiliki suhu yang tinggi dan merupakan pusat areal terbangun. Pada bagian barat dan selatan Kabupaten Bandung cenderung memiliki suhu yang rendah, karena pada bagian wilayah tersebut masih terdapat vegetasi rapat berupa hutan alam yang masih banyak. Distribusi suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 disajikan pada Gambar 15 dan 16.
44
Gambar 15 Peta sebaran suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001.
44
45
Gambar 16 Peta sebaran suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009.
45
46
5.3.2 Hubungan suhu permukaan dengan tutupan lahan Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001, didapatkan hubungan antara suhu permukaan dengan tutupan lahannya yang dapat dilihat pada Gambar 17. 30000
25000
Tidak ada data Badan air
20000
Luas (ha)
Vegetasi rapat Sawah
15000
Vegetasi jarang 10000
Lahan terbangun Lahan terbuka
5000 Semak 0
Suhu ( C )
Gambar 17
Diagram hubungan antara tutupan lahan 2001 dengan suhu permukaan tahun 2001.
Berdasarkan Gambar 17 suhu tutupan lahan di Kabupaten Bandung yaitu 0
21 C sampai dengan 330C. Tipe tutupan lahan vegetasi rapat berada pada selang suhu 210C - 260C dan luasan distribusi suhu yang paling besar adalah pada selang 210C sebesar 24.402,78 ha. Pada tipe penutupan lahan terbangun berada pada distribusi suhu 210C - 330C dengan luasan distribusi suhu paling besar adalah pada selang 220C - 230C sebesar 4.240,26 ha. Hubungan antara suhu permukaan dengan tutupan lahan pada tahun 2001 seperti Gambar 17, vegetasi jarang termasuk ke dalam selang suhu 210C - 260C dengan luasan distribusi suhu paling besar pada 210C sebesar 3.782,43 ha. Lahan terbuka termasuk ke dalam selang suhu 210C - 330C dan luasan distribusi suhu paling besar yaitu pada suhu 220C - 230C sebesar 2.591,73 ha. Untuk tipe penutupan lahan berupa sawah, berada pada distribusi suhu 210C - 300C yang
47
memiliki distribusi suhu terbesar pada 220C - 230C sebesar 1.042,47 ha. Pada tipe penutupan lahan berupa semak termasuk ke dalam distribusi suhu pada 210C 280C dengan luasan distribusi terbesar pada suhu 220C - 230C sebesar 630,63 ha. Suhu permukaan Kabupaten Bandung tahun 2009 juga memiliki hubungan dengan tipe penutupan lahan tahun 2009. Berdasarkan Gambar 18, didapatkan hasil bahwa tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat terdapat pada selang suhu 210C - 280C dengan luasan terbesar pada suhu 210C sebesar 18.956,70 ha. Tipe penutupan lahan terbangun berada pada suhu 210C - 330C dan luasan suhu paling besar ada pada suhu 220C - 230C yaitu sebesar 4.272,57 ha. Tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang memiliki hubungan dengan suhu permukaan pada selang 210C - 330C dan luasan suhu terbesar adalah pada suhu 210C sebesar 7.617,6 ha. Lahan terbuka berada pada suhu 210C - 330C dengan luasan distribusi suhu terbesar adalah pada suhu 220C - 230C sebesar 1.329,3 ha. Penutupan lahan berupa sawah berada pada selang 210C - 280C dan luasan suhu terbesar adalah pada 220C - 230C sebesar 417,51 ha. Tipe penutupan lahan berupa semak berada pada selang 210C - 300C dengan luasan distribusi suhu terbesar pada suhu 220C - 230C sebesar 910,8 ha. 20000 18000 Tidak ada data 16000
Badan air
Luas (ha)
14000
Vegetasi rapat
12000
Sawah
10000
Vegetasi jarang
8000
Lahan terbangun
6000
Lahan terbuka Semak
4000 2000 0
Suhu ( C )
Gambar 18
Diagram hubungan antara tutupan lahan 2009 dengan suhu permukaan tahun 2009.
48
Perubahan penutupan lahan pada suatu wilayah dapat merubah suhu permukaan pada wilayah tersebut (Tursilowati 2006). Pada Kabupaten Bandung periode tahun 2001-2009 terjadi peningkatan lahan terbangun dan penurunan luasan vegetasi rapat. Perubahan penutupan lahan memberikan pengaruh berarti (significance) terhadap iklim mikro (Martono 1996). 5.3.3 Hubungan suhu udara dengan ruang terbuka hijau, area terbangun dan lahan terbuka Penutupan lahan memiliki korelasi dengan suhu udara. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Hubungan antara suhu udara dengan tipe penutupan lahan yang ada di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata suhu udara dominan pada penutupan lahan di lokasi penelitian wilayah Kabupaten Bandung No 1
2 3
Tutupan lahan RTH a. Vegetasi rapat b. Vegetasi jarang c. Sawah d. Semak Lahan terbangun Lahan terbuka
Rata-rata suhu permukaan dominan ( 0C ) 2001 2009 <21 <21 22-<23 22-<23 22-<23 22-<23
<21 21-<22 22-<23 22-<23 22-<23 22-<23
Berdasarkan Tabel 8 didapatkan sebaran suhu dominan pada setiap tutupan lahan yang berbeda pada tahun 2001 dan 2009. Perubahan suhu yang terjadi pada selang waktu tersebut tidak mengalami perubahan yang terlalu besar. Pada tahun 2001 vegetasi rapat memiliki suhu sebesar <210C dan tidak terjadi peningkatan suhu pada tahun 2009. Vegetasi jarang pada tahun 2001 memiliki suhu sebesar 210C, sedangkan pada tahun 2009 suhunya meningkat menjadi 210C - <220C. Tutupan lahan lainnya yang berupa sawah. semak. lahan terbuka. dan lahan terbangun memiliki rata-rata suhu yang sama sebesar 220C - <230C, dan tidak mengalami peningkatan pada periode tahun 2001-2009. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu RTH sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Tipe penutupan lahan yang memiliki vegetasi yang rapat dengan jumlah pepohonan yang banyak, dapat memberikan kesejukan
49
pada daerah kota yang panas akibat pantulan panas matahari dari gedung bertingkat dan juga aspal. Keadaan adanya pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung, akan menghasilkan suhu udara yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Oleh karena itu ruang terbuka hijau berperan penting dalam perkotaan karena setiap pengurangan luasan ruang terbuka hijau akan berakibat naiknya suhu udara dengan nilai relatif lebih besar pada wilayah perkotaan dibandingkan dengan kabupaten (Effendi 2007). 5.3.4 Perubahan luasan distribusi suhu permukaan di Kabupaten Bandung Selama periode tahun 2001-2009, berdasarkan perhitungan luasannya Kabupaten Bandung telah mengalami perubahan pada distribusi suhu permukaan pada distribusi tutupan lahannya. Perubahan luasan suhu permukaan Kabupaten Bandung periode tahun 2001-2009 disajikan dalam Gambar 19. 1500 1000
>= 33
32 - < 33
31 - < 32
30 - < 31
29 - < 30
28 - < 29
27 - < 28
26 - < 27
25 - < 26
24 - < 25
23 - < 24
22 - < 23
21 - < 22
-500
< 21
0 No data
Luas (ha)
500
-1000 -1500 -2000
Suhu ( C )
Gambar 19 Perubahan luasan suhu permukaan Kabupaten Bandung tahun 2001 – 2009. Berdasarkan Gambar 19, terlihat bahwa nilai suhu mengalami peningkatan dan penurunan luasan distribusi. Pada suhu <210C, 210C - <220C, 220C - <230C, 230C - <240C, 240C - <250C, dan 290C - <300C terjadi penurunan luasan di Kabupaten Bandung. Nilai suhu permukaan yang mengalami penurunan luasan paling besar adalah pada selang suhu
210C - <220C sebesar 1.414,89 ha.
Sedangkan untuk luasan suhu yang mengalami peningkatan yaitu pada suhu 250C
50
- <260C, 260C - <270C, 270C - <80C, 280C - <290C, 300C - <310C, 310C - <320C, 320C - <330C, dan ≥330C. Nilai suhu permukaan yang mengalami peningkatan terbesar adalah pada distribusi suhu 260C - 270C sebesar 1.228,14 ha. Terjadinya penurunan vegetasi rapat yang terjadi pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung, disebabkan karena terjadinya peningkatan lahan terbangun yang berakibat suhu menjadi meningkat. Perubahan distribusi suhu Kabupaten Bandung periode tahun 2001–2009 dapat dilihat pada Gambar 20.
51
Gambar 20 Peta sebaran suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009.
51
52
5.3.5 Distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan di Kabupaten Bandung Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009, didapatkan nilai distribusi suhu Kabupaten Bandung pada selang <210C sampai dengan ≥330C. Data mengenai perhitungan besarnya luasan distribusi spasial suhu permukaan perkecamatan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung periode tahun 2001 dan 2009 terdapat pada Lampiran 5. Pada tahun 2001, nilai suhu <210C terdistribusi pada 12 wilayah kecamatan dari 13 kecamatan, yaitu Kecamatan Margahayu. Luasan distribusi spasial suhu permukaan <210C yang terbesar adalah pada Kecamatan Pasirjambu yaitu sebesar 13.889,61 ha atau sebesar 27,70% dari luasan Kecamatan Pasirjambu. Luasan distribusi spasial suhu terkecil adalah pada Kecamatan Bojongsoang sebesar 4,32 ha atau 0,091% dari luas kecamatan ini. Distribusi spasial suhu permukaan pada selang 210C - <220C terdistribusi pada semua kecamatan, yaitu Kecamatan Baleendah, Banjaran, Bojongsoang, Cimaung,
Ciwidey,
Dayeuhkolot,
Ketapang,
Margaasih,
Margahayu,
Pameungpeuk, Pangalengan, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan yang memiliki luasan distribusi spasial suhu permukaan terbesar pada selang 210C - <220C adalah Kecamatan Ciwidey sebesar 2.552,04 ha atau sebesar 5,47% dari luas Kecamatan Ciwidey. Luasan terkecil dari 13 kecamatan yang ada adalah Kecamatan Margahayu dengan luas 0,18 ha atau 0,0017% dari luas Kecamatan Margahayu. Nilai suhu permukaan pada selang 220C - <230C terdapat di semua kecamatan. Kecamatan Pangalengan merupakan kecamatan yang memiliki luas distribusi spasial suhu padas selang 220C - <230C yaitu sebesar 2.249,91 ha atau 5,77% dari luas kecamatan Pangalengan. Luasan distribusi terkecil terdapat pada Kecamatan Margahayu seluas 7,38 ha atau 0,70% dari luas wilayah Kecamatan Margahayu. Suhu pada selang 230C - <240C tersebar di 13 kecamatan yang ada. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu paling besar adalah Kecamatan Pangalengan seluas 906,03 ha atau 2,32% dari luasan Kecamatan Pangalengan, sedangkan untuk luasan distribusi suhu terkecil terdapat pada Kecamatan Margahayu seluas 38,34 ha atau 3,66% dari luas Kecamatan Margahayu.
53
Distribusi suhu permukaan pada selang 240C - <250C terdistribusi pada seluruh kecamatan penelitian. Pada selang suhu ini, luasan suhu terbesar yaitu pada Kecamatan Baleendah seluas 518,67 ha atau 6,33%, dan untuk luasan distribusi suhu terkecil adalah pada Kecamatan Margahayu 60,21 ha atau sebesar 5,74% dari luas Kabupaten Margahayu. Suhu dengan selang 250C - <260C terdistribusi juga pada semua kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan yang memiliki luasan distribusi terbesar pada distribusi suhu ini adalah Kecamatan Pangalengan dengan luasan 485,46 ha atau sebesar 1,24% dari luasan Kecamatan Pangalengan. Luasan terkecil pada selang suhu ini adalah Kecamatan Dayeuhkolot seluas 122,31 ha atau 6,43% dari luasan kecamatan ini. Suhu pada selang 260C - <270C terdistribusi pada semua kecamatan penelitian. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu paling besar adalah Kecamatan Baleendah seluas 149,67 ha atau sebesar 1,83% dari Kecamatan Baleendah, dan kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu terkecil terdapat pada Kecamatan Ciwidey sebesar 45,81 ha atau 0,09% dari luas Kecamatan Ciwidey. Suhu pada selang 270C - <280C terdistribusi pada semua kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Luas distribusi suhu pada selang ini yang paling besar terdapat di Kecamatan Margaasih sebesar 169,92 ha atau sebesar 4,14% dari seluruh luas Kecamatan Margasih. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu paling kecil adalah pada Kecamatan Pasirjambu seluas 16,2 ha atau sebesar 0,003% dari luas Kecamatan pasirjambu. Distribusi suhu pada selang 280C - <290C tersebar pada semua kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu terbesar pada suhu 280C - <290C yaitu Kecamatan Margaasih seluas 96,75 ha atau 2,36% dari luas Kecamatan Margaasih, dan untuk kecamatan yang memiliki luas terkecil adalah Kecamatan Cimaung dengan luas 2,25 ha atau 0,019% dari luas Kecamatan Cimaung. Suhu dengan selang 290C - <300C terdistribusi pada semua kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu terbesar pada selang suhu ini adalah Kecamatan Margaasih seluas 110,61 ha atau
54
2,69% dari luas Kecamatan Margaasih, sedangkan kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil yaitu Kecamatan Cimaung dengan luas 0,36 ha atau sebesar 0,003% dari luasan kecamatan ini. Nilai suhu permukaan pada selang 300C - <310C terdistribusi di sebelas kecamatan dari 13 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Bandung. Kecamatan tersebut diantaranya adalah Kecamatan Baleendah, Banjaran, Ciwidey,
Dayeuhkolot,
Ketapang,
Margaasih,
Margahayu,
Pameungpek,
Pangalengan, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu terbesar adalah Kecamatan Margaasih sebesar 14,04 ha atau sebesar 0,34% dari luas Kecamatan Margaasih. Kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil pada selang ini yaitu Kecamatan Banjaran dan Ketapang dengan luas 0,36 ha. Suhu dengan nilai 310C - <320C terdistribusi di delapan kecamatan dari 13 kecamatan. Kecamatan yang termasuk dalam selang suhu yaitu Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, Margaasih, Margahayu, Pameungpeuk, Pangalengan, Pasirjambu dan Soreang. Kecamatan yang memiliki distribusi suhu terluas pada 310C - <320C ini adalah Kecamatan Bojongsoang sebesar 2,79 ha atau 0,006% dari luas Kecamatan Bojongsoang. Luas distribusi suhu terkecil terdapat pada Kecamatan Pasirjambu yaitu seluas 0,18 ha atau sebesar 0,0003% dari luas Kecamatan Pasirjambu. Suhu dengan nilai 320C - <330C terdistribusi di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, Pameungpeuk dan Pangalengan. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu terbesar adalah Kecamatan Pameungpeuk dan Pangalengan sebesar 0,36 ha, dan kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil adalah Kecamatan Baleendah sebesar 0,09 ha atau 0,001% dari luas Kecamata Baleendah. Suhu dengan nilai ≥330C terdistribusi hanya di dua kecamatan saja dari 13 kecamatan yaitu Kecamatan Baleendah dan Dayeuhkolot. Kecamatan Baleendah merupakan kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu paling besar yaitu 0,45 ha atau sebesar 0,0055% dari luas Kecamatan Baleendah, sedangkan Kecamatan Dayeuhkolot memiliki luas sebesar 0,18 ha atau 0,0095% dari luas kecamatan ini. Tahun 2009, nilai suhu <210C terdistribusi pada 12 wilayah kecamatan dari 13 kecamatan penelitian, yaitu Kecamatan Margahayu. Untuk luasan
55
distribusi spasial suhu permukaan <210C yang terbesar adalah pada Kecamatan Pasirjambu yaitu sebesar 14.298,66 ha atau sebesar 28,52% dari luasan Kecamatan Pasirjambu. Luasan distribusi spasial suhu terkecil adalah pada Kecamatan Margaasih 11,43 ha atau 0,27% dari luas kecamatan ini. Distribusi spasial suhu permukaan pada selang 210C - <220C terdistribusi pada semua kecamatan penelitian, yaitu Kecamatan Baleendah, Banjaran, Bojongsoang,
Cimaung,
Ciwidey,
Dayeuhkolot,
Ketapang,
Margaasih,
Margahayu, Pameungpeuk, Pangalengan, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan yang memiliki luasan distribusi spasial suhu permukaan terbesar pada selang 210C - <220C adalah Kecamatan Ciwidey sebesar 2.040,3 ha atau sebesar 4,37% dari luas Kecamatan Ciwidey. Luasan terkecil dari 13 kecamatan yang ada adalah Kecamatan Margahayu dengan luas 0,54 ha atau 0,051% dari luas Kecamatan Margahayu. Nilai suhu permukaan pada selang 220C - <230C terdapat di semua kecamatan penelitian. Kecamatan Pangalengan merupakan kecamatan yang memiliki luas distribusi spasial suhu padas selang 220C - <230C yaitu sebesar 2.269,44 ha atau 5,81% dari luas Kecamatan Pangalengan. Sedangkan untuk luasan distribusi terkecil terdapat pada Kecamatan Margahayu seluas 7,29 ha atau sebesar 0,70% dari luas wilayah Kecamatan Margahayu. Suhu pada selang 230C - <240C tersebar di seluruh kecamatan penelitian. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu paling besar adalah Kecamatan Pangalengan seluas 1.018,62 ha atau 2,61% dari luasan Kecamatan Pangalengan, sedangkan untuk luasan distribusi suhu terkecil terdapat pada Kecamatan Margahayu seluas 25,11 ha atau 2,40% dari luas Kecamatan Margahayu. Distribusi suhu permukaan pada selang 240C - <250C terdistribusi pada seluruh kecamatan yang menjadi lokasi penelitian. Pada selang suhu ini, luasan suhu terbesar yaitu pada Kecamatan Pangalengan seluas 720,27 ha atau 1,85%, dan untuk luasan distribusi suhu terkecil adalah pada Kecamatan Margahayu 51,21 ha atau sebesar 4,88% dari luas Kabupaten Margahayu. Suhu dengan selang 250C - <260C terdistribusi juga pada semua kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan yang memiliki luasan distribusi terbesar pada distribusi suhu ini adalah Kecamatan Pangalengan dengan
56
luasan 754,56 ha atau sebesar 1,93% dari luasan Kecamatan Pangalengan. Sedangkan untuk luasan terkecil pada selang suhu ini adalah Kecamatan Margahayu seluas 114,93 ha atau 10,97% dari luasan kecamatan ini. Suhu pada selang 260C - <270C terdistribusi pada semua kecamatan penelitian. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu paling besar adalah Kecamatan Pangalengan seluas 348,75 ha atau sebesar 0,89% dari Kecamatan Pangalengan, dan kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu terkecil terdapat pada Kecamatan Pasirjambu sebesar 65,07 ha atau 0,13% dari luas Kecamatan Pasirjambu. Suhu pada selang 270C - <280C terdistribusi pada semua kecamatan penelitian di wilayah Kabupaten Bandung. Luas distribusi suhu pada selang ini yang paling besar terdapat di Kecamatan Baleendah sebesar 337,14 ha atau sebesar 4,11% dari seluruh luas Kecamatan Baleendah. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu paling kecil adalah pada Kecamatan Pasirjambu seluas 39,15 ha atau sebesar 0,07% dari luas Kecamatan Pasirjambu. Distribusi suhu pada selang 280C - <290C tersebar pada seluruh kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu terbesar pada suhu 280C - <290C yaitu Kecamatan Pangalengan seluas 129,51 ha atau 0,33% dari luas Kecamatan Pangalengan, dan untuk kecamatan yang memiliki luas terkecil adalah Kecamatan Pameungpeuk dengan luas 5,76 ha atau 0,11% dari luas Kecamatan Pameungpeuk. Suhu dengan selang 290C - <300C terdistribusi pada semua kecamatan yang menjadi lokasi penelitian yang ada di Kabupaten Bandung. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu terbesar pada selang suhu ini adalah Kecamatan Pangalengan seluas 117,99 ha atau 0,30% dari luas Kecamatan Pangalengan, sedangkan kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil yaitu Kecamatan Ketapang dengan luas 1,71 ha atau sebesar 0,04% dari luasan kecamatan ini. Nilai suhu permukaan pada selang 300C - <310C terdistribusi di sembilan kecamatan dari 13 kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung, Kecamatan tersebut diantaranya adalah Kecamatan Baleendah, Banjaran, Bojongsoang, Ciwidey, Dayeuhkolot, Pameungpek, Pangalengan, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu terbesar adalah Kecamatan
57
Pangalengan sebesar 50,58 ha atau sebesar 0,13% dari luas Kecamatan Pangalengan. Kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil pada selang ini yaitu Kecamatan Baleendah dan Banjaran dengan luas 0,45 ha. Suhu dengan nilai 310C - <320C terdistribusi di delapan kecamatan dari tiga 13 kecamatan. Kecamatan yang termasuk dalam selang suhu yaitu Kecamatan Baleendah, Bojongsoang, Ciwidey, Dayeuhkolot, Pameungpeuk, Pangalengan, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan yang memiliki distribusi suhu terluas pada 310C - <320C ini adalah Kecamatan Pangalengan sebesar 53,64 ha ha atau 0,14% dari luas Kecamatan Pangalengan. Luas distribusi suhu terkecil terdapat pada Kecamatan Soreang yaitu seluas 0,36 ha atau sebesar 0,003% dari luas Kecamatan Pasirjambu. Suhu dengan nilai 320C - <330C terdistribusi di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, Pasirjambu dan Pangalengan. Kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu terbesar adalah Kecamatan Pangalengan sebesar 24,93 ha atau 0,063%, dan kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil adalah Kecamatan Pasirjambu sebesar 0,18 ha atau 0,001% dari luas Kecamatan Baleendah. Suhu dengan nilai ≥330C terdistribusi hanya di tiga kecamatan saja dari 13 kecamatan yaitu Kecamatan Ciwidey, Pangalengan dan Pasirjambu. Kecamatan Pangalengan merupakan kecamatan yang memiliki luas distribusi suhu paling besar yaitu 25,92 ha atau sebesar 0,06% dari luas Kecamatan Pangalengan, sedangkan Kecamatan Pasirjambu memiliki luas sebesar 0,27 ha atau 0,0005% dari luas kecamatan ini.
5.4 Hubungan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dengan Suhu Permukaan Menurut Burgan (1993), NDVI merupakan perbedaan nilai-nilai near infrared (NIR) dan red (R) yang dapat dilihat dan dinormalisasikan berdasarkan pantulan gelombang elektromagnetik. Hasil regresi NDVI dengan suhu permukaan dapat dilihat pada Tabel 9.
58
Tabel 9 Hasil regresi NDVI dengan suhu permukaan No 1 2
Tahun 2001 2009
(a) Gambar 21
R2 0,826 0,559
Hasil Regresi Y = 26,190 – 14,481X Y = 26,958 – 12,505X
(b)
Diagram korelasi NDVI dengan suhu permukaan Kabupaten Bandung tahun 2001 (a) dan 2009 (b).
Menurut Effendi (2007), NDVI memiliki hubungan yang nyata dengan suhu permukaan. Tanaman bertajuk rapat dapat menyerap panas yang lebih banyak dan suhu permukaannya pun lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang memiliki tajuk yang lebih rendah (Dirgahayu 2007). Untuk mengetahui sebaran nilai NDVI Kabupaten Bandung, dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23.
59
Gambar 22 Peta sebaran nilai NDVI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001.
59
60
Gambar 23 Peta sebaran nilai NDVI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009.
60
61
5.5 Distribusi Kelembaban Udara Kabupaten Bandung Berdasarkan hasil dari interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM untuk klasifikasi kelembaban dan perhitungan luas wilayah pada tahun 2001 dan 2009 di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Luasan kelembaban udara di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 No 1 2 3 4 5 6 7
Kelembaban (%) < 50 50 - < 60 60 - < 70 70 - < 80 80 - < 90 90 - < 100 No data Total
2001
2009
Luas (ha) 0,09 36,81 2.084,31 13.973,67 31.778,10 21.279,87 148.250,88
Luas (%) 0,00 0,02 0,96 6,43 14,62 9,79 68,19
Luas (ha) 0,36 141,03 9.416,61 41.818,41 18.686,79 4,77 147.335,76
217.403,73
100,00
217.403,73
Luas (%) 0,00 0,06 4,33 19,23 8,59 0,00 67,77 100,00
Tabel 10 memaparkan mengenai kelembaban udara pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 yang berkisar antara 50% hingga <100%. Pada tahun 2001, luasan distribusi kelembaban paling besar adalah pada selang 80% - <90% seluas 21.778,10 ha atau sebesar 14,62% dari luas Kabupaten Bandung, sedangkan distribusi kelembaban terkecil terdapat pada selang <50% seluas 0,09 ha atau 0,00004% dari luas Kabupaten bandung. Pada tahun 2009, luas distribusi kelembaban terbesar adalah pada kelembaban 70% - <80% dengan luas sebesar 41.818,41 ha atau sebesar 19,23% dari luas wilayah Kabupaten Bandung. Sedangkan luas distribusi terkecil terdapat pada distribusi <50% sebesar 0,36 ha atau 0,00017% dari wilayah penelitian. Data kelembaban yang diperoleh dari hasil pengukuran dan data dari BMKG Kelas I Dramaga Bogor yang kemudian digabungkan dan dibuat regresi linier untuk mengetahui pendekatan yang sesuai antara suhu dan kelembaban. Hasil dari regresi tersebut dikomputasi dengan peta sebaran suhu Kabupaten Bandung untuk mengetahui peta sebaran kelembaban wilayah tersebut. Hasil regresi antara suhu dan kelembaban tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil regresi suhu udara dan kelembaban No 1 2
Tahun 2001 2009
Hasil Regresi Y = 141,010 – 2,692X Y = 112,501 – 1,711X
R2 0,873 0,594
62
Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa hasil regresi pada tahun 2001 memiliki nilai R2 yang lebih besar dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu 0,873. Nilai tersebut memiliki persamaan yang paling baik dan mendekati untuk pendugaan kelas kelembaban. Karena nilai R2 berada di atas 0,5 maka hasil regresi dari kedua tahun ini dapat digunakan. Gambar 24 merupakan diagram regresi antara suhu dan kelembaban pada tahun 2001 dan 2009.
Gambar 24 Diagram suhu dan kelembaban udara tahun 2001 dan 2009.
63
Gambar 25 Peta sebaran kelembaban udara pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001.
63
64
Gambar 26 Peta sebaran kelembaban udara pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009.
64
65
5.5.1 Hubungan kelembaban udara dengan tutupan lahan Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009, kelembaban dan tutupan lahan memiliki korelasi. Setiap tipe penutupan lahan memiliki distribusi kelembaban udara yang berbeda pula. Pada Gambar 27, dapat diketahui distribusi kelembaban udara pada tipe penutupan lahan di Kabupaten Bandung tahun 2001. 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
Tidak ada data Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak
Gambar 27 Diagram hubungan antara kelembaban udara tahun 2001 dengan tutupan lahan tahun 2001. Berdasarkan Gambar 27, diketahui bahwa sebaran kelembaban udara dari sekitar 50% sampai lebih dari 90%. Tutupan lahan berupa vegetasi rapat berada pada distribusi kelembaban 70% hingga ≥90%. Luas distribusi kelembaban terbesar terdapat pada selang 90% - <100% yaitu sebesar 8.400,69 ha. Vegetasi jarang memiliki luas distribusi kelembaban yaitu menyebar dari 50% - 100%. Luas distribusi kelembaban untuk tipe tutupan lahan vegetasi jarang sebesar 5.150,88 ha pada selang 80% - <90%. Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun menyebar pada semua kelas kelembaban dari 50% - <100%. Pada tipe tutupan lahan ini, luas distribusi kelembaban yang paling besar adalah pada selang 80% - <90% sebesar 5.088,15 ha. Lahan terbuka memiliki sebaran luas kelembaban paling besar adalah pada selang 80% - 90% sebesar, 7.907,22 ha. Sawah memiliki sebaran kelembaban
66
berkisar dari 60% - ≥90% dengan luasan distribusi kelembaban paling besar adalah pada selang 70% - <80% dan memiliki luas 2.217,51 ha. Sedangkan semak memiliki distribusi kelembaban dari 60% - <90% dengan luasan terbesar pada selang 80 - <90%, dengan luas 1.468,80 ha. Pada tahun 2009, distribusi kelembaban udara berkisar dari 50% - ≥90%. Tutupan lahan berupa vegetasi rapat berada pada distribusi kelembaban 60% ≥90%. Luas distribusi kelembaban terbesar terdapat pada selang 80% - ≥90% yaitu sebesar 14.716,80 ha. Vegetasi jarang memiliki luas distribusi kelembaban yaitu menyebar dari 50% - <90%. Luas distribusi kelembaban untuk tipe tutupan lahan vegetasi jarang sebesar 12.333,42 ha pada selang 70% - <80%. Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun menyebar pada semua kelas kelembaban dari 50% - <100%. Pada tipe tutupan lahan ini, luas distribusi kelembaban yang paling besar adalah pada selang 70% - 80 % sebesar 14.600,61 ha. Lahan terbuka memiliki sebaran kelembaban 50% - <90%. Luas kelembaban paling besar adalah pada selang 70% - 80% sebesar 3.896,55 ha. Sawah memiliki sebaran kelembaban berkisar dari 60% - >90% dengan luasan distribusi kelembaban paling besar adalah pada selang 70% - <80% dan memiliki luas 1.066,59 ha. Sedangkan semak memiliki distribusi kelembaban dari 70% - <90% dengan luasan terbesar pada selang 70% - <80%, dengan luas 2.505,24 ha. Distribusi kelembaban udara dengan tutupan lahannya dapat dilihat pada Gambar 28. 16000 14000 12000
Tidak ada data
10000
Badan air
8000
Vegetasi rapat
6000
Sawah
4000
Vegetasi jarang
2000
Lahan terbangun
0
Lahan terbuka Semak
Kelembaban
Gambar 28 Diagram hubungan antara kelembaban udara tahun 2009 dengan tutupan lahan tahun 2009.
67
5.5.2 Perubahan luasan distribusi kelembaban udara di Kabupaten Bandung Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi citra landsat pada tahun 2001 dan 2009. Kabupaten Bandung mengalami perubahan luasan distribusi kelembaban. Perubahan luasan distribusi kelembaban di Kabupaten Bandung periode tahun 2001 – 2009, dapat dilihat pada Gambar 29. 80000 60000
Luas (ha)
40000 20000 0 90 - < 100
80 - < 90
70 - < 80
60 - < 70
50 - < 60
< 50
-40000
No data
-20000
Kelembaban (%)
Gambar 29 Diagram perubahan luasan distribusi kelembaban udara di Kabupaten Bandung tahun 2001-2009. Berdasarkan Gambar 29, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan dan peningkatan luas distribusi kelembaban di Kabupaten Bandung. Luas distribusi kelembaban yang mengalami penurunan paling besar adalah pada kelembaban 90% - <100% sebesar 21.275,10 ha. Selang kelembaban 80% - <90% juga mengalami penurunan luas sebesar 13.091,31 ha. Luas distribusi kelembaban yang mengalami peningkatan luas paling besar yaitu pada selang kelembaban 70% - <80% sebesar 27.844,74 ha. Untuk nilai distribusi kelembaban 60% <70% mengalami peningkatan luas sebesar 73.323,30 ha. Nilai kelembaban 50% <60% mengalami peningkatan luas distribusi kelembaban 104,22 ha, sedangkan pada distribusi kelembaban <50% mengalami peningkatan luas yang kecil yaitu sebesar 0,27 ha. Terjadinya perubahan penurunan luas kelembaban diakibatkan karena adanya perubahan tutupan lahan yang terjadi, penurunan jumlah dan luas vegetasi rapat pada kurun waktu 2001 sampai 2009 pada selang kelembaban 80% hingga <100%.
68
5.5.3 Distribusi kelembaban udara per wilayah kecamatan di Kabupaten Bandung Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi citra landsat tahun 2001 dan 2009, didapatkan klasifikasi luas distribusi kelembaban udara per wilayah kecamatan dengan selang <50% hingga <100%. Data mengenai distribusi kelembaban per wilayah kecamatan terdapat pada Lampiran 6. Pada tahun 2001, distribusi kelembaban udara pada selang <50% terdapat hanya pada satu kecamatan saja, yaitu Kecamatan Baleendah dengan luas 0,09 ha atau sekitar 0,0011% dari luas Kecamatan Baleendah. Kelembaban udara pada selang 50% - <60% terdistribusi di sebelas kecamatan dari 13 kecamatan di Kabupaten
Bandung,
yaitu
Kecamatan
Baleendah,
Banjaran,
Ciwidey,
Dayeuhkolot, Ketapang, Margaasih, Margahayu, Pangalengan, Pameungpeuk, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban udara paling besar adalah Kecamatan Margaasih sebesar 14,13 ha atau 0,34% dari luas Kecamatan Margaasih. Untuk kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban udara paling kecil yaitu di Kecamatan Banjaran dan Ketapang sebesar 0,36 ha. Kelembaban udara dengan selang 60% - <70% terdistribusi pada seluruh kecamatan yang ada, Kecamatan tersebut adalah Baleendah, Banjaran, Bojongsoang,
Cimaung,
Ciwidey,
Dayeuhkolot,
Ketapang,
Margaasih,
Margahayu, Pangalengan, Pameungpeuk, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan Margaasih merupakan kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban sebesar 438,84 ha atau sebesar 10,69% dari luas wilayah Kecamatm Margaasih, dan kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil terdapat pada Kecamatan Pasirjambu sebesar 32,31 ha atau 0,06% dari luas Kecamatan Pasirjambu. Distribusi kelembaban udara pada selang 70% - < 80% tersebar di seluruh kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Luas distribusi kelembaban paling besar terdapat di Kecamatan Pangalengan yaitu sebesar 1.804,14 ha atau 4,62% dari luas Kecamatan Pangalengan. Sedangkan Kecamatan Margahayu merupakan kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban paling kecil sebesar 290,70 ha atau 27,74%. Kelembaban udara pada selang 80% - <90% terdistribusi di semua kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Luas distribusi kelembaban terbesar
69
pada selang ini terdapat di Kecamatan Ciwidey sebesar 8.323,38 ha atau 17,85% dari luas Kecamatan Ciwidey, dan untuk luasan distribusi terkecil terdapat pada Kecamatan Margahayu dengan luas 7,56 ha atau sebesar 0,72% dari luas Kecamatan Margahayu. Kelembaban udara untuk selang 90% - <100% terdistribusi di 12 kecamatan dari 13 kecamatan di Kabupaten Bandung. Kecamatan tersebut yaitu Baleendah, Banjaran, Bojongsoang, Cimaung, Ciwidey, Dayeuhkolot, Ketapang, Margaasih, Pangalengan, Pameungpeuk, Pasirjambu, dan Soreang. Wilayah kecamatn yang memiliki luas distribusi terbesar adalah Kecamatan Pasirjambu yaitu sebesar 1.0042,9 ha atau 20,03% dari luas Kecamatan Pasirjambu. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban terkecil adalah Kecamatan Bojongsoang sebesar 2,07 ha atau 0,33% dari luas Kecamatan Bojongsoang. Tahun 2009 distribusi kelembaban udara pada selang <50% terdapat hanya pada satu kecamatan penelitian saja, yaitu Kecamatan Ciwidey dengan luas 0,36 ha atau sekitar 0,0008% dari luas Kecamatan Ciwidey. Kelembaban udara 50% - <60% terdistribusi di sembilan kecamatan dari tiga belas kecamatan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan tersebut yaitu Baleendah, Banjaran, Bojongsoang, Ciwidey, Dayeuhkolot, Pangalengan, Pameungpeuk, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban udara paling besar adalah Kecamatan Pangalengan sebesar 128,16 ha atau 0,33% dari luas Kecamatan Pangalengan. Kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban udara paling kecil yaitu di Kecamatan Banjaran sebesar 0,18 ha atau 0,00012% dari luas Kecamatan Banjaran. Kelembaban udara dengan selang 60% - <70% terdistribusi pada seluruh kecamatan penelitian. Kecamatan tersebut adalah Baleendah, Banjaran, Bojongsoang,
Cimaung
Ciwidey,
Dayeuhkolot,
Ketapang,
Margaasih,
Margahayu, Pangalengan, Pameungpeuk, Pasirjambu, dan Soreang. Kecamatan Pangalengan merupakan kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban sebesar 1.709,46 ha atau sebesar 4,38% dari luas wilayah Kecamatan Pangalengan, dan kecamatan yang memiliki luas distribusi terkecil terdapat pada
70
Kecamatan Pasirjambu sebesar 337,23 ha atau 0,67% dari luas Kecamatan Pasirjambu. Distribusi kelembaban udara pada selang 70% - <80% tersebar di seluruh kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Luas distribusi kelembaban paling besar terdapat di Kecamatan Ciwidey yaitu sebesar 10.139,3 ha atau sebesar 21,74% dari luas Kecamatan Ciwidey. Kecamatan Margahayu merupakan kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban paling kecil sebesar 84,15 ha atau 8,03%. Kelembaban udara pada selang 80% - <90% terdistribusi di 12 kecamatan dari 13 kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan tersebut yaitu Baleendah, Banjaran, Bojongsoang, Cimaung, Ciwidey, Dayeuhkolot, Ketapang, Margaasih, Pangalengan, Pameungpeuk, Pasirjambu, dan Soreang. Luas distribusi kelembaban terbesar pada selang ini terdapat di Kecamatan Ciwidey sebesar 4.440,0 ha ha atau 9,52% dari luas Kecamatan Ciwidey, dan untuk luasan distribusi terkecil terdapat pada Kecamatan Pameungpeuk dengan luas 1,53 ha atau sebesar 0,02% dari luas Kecamatan Pameungpeuk. Kelembaban udara untuk selang 90% - <100% terdistribusi di enam kecamatan dari 13 kecamatan penelitian di Kabupaten Bandung. Kecamatan tersebut yaitu Banjaran, Cimaung Ciwidey, Dayeuhkolot, Pangalengan, dan Soreang. Wilayah kecamatan yang memiliki luas distribusi terbesar adalah Kecamatan Dayeuhkolot yaitu sebesar 1,89 ha atau 0,10% dari luas Kecamatan Dayeuhkolot. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas distribusi kelembaban terkecil adalah Kecamatan Cimaung sebesar 0,27 ha atau 0,002% dari luas Kecamatan Cimaung.
5.6 Distribusi THI (Temperature Humidity Index) di Kabupaten Bandung Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009 di Kabupaten Bandung, didapatkan klasifikasi nilai dan luasan THI yang diperoleh dari estimasi suhu dan kelembaban udara, yang dapat dilihat pada Tabel 12.
71
Tabel 12 Luasan THI Kabupaten Bandung tahun 2001-2009 2001 2009 Luas (ha) Luas (%) Luas (ha) Luas (%) 1 < 19 19.077,12 8,77 24.866,19 11,44 2 19 - < 20 10.361,52 4,76 8.461,35 3,89 3 20 - < 21 8.853,93 4,07 11.152,26 5,13 4 21 - < 22 12.146,94 5,58 6.696,54 3,08 5 22 - < 23 9.083,43 4,17 7.502,94 3,45 6 23 - < 24 5.923,89 2,72 4.935,24 2,27 7 24 - < 25 2.499,93 1,15 3.696,57 1,70 8 25 - < 26 1.234,08 0,57 2021,4 0,93 9 26 - < 27 726,21 0,33 463,32 0,21 10 27 - < 28 144,36 0,06 130,77 0,06 11 28 - < 29 13,86 0,00 71,91 0,03 12 29 - < 30 2,34 0,00 42,66 0,02 13 >= 30 0,36 0,00 26,82 0,01 14 No data 147.335,76 67,77 147.335,76 67,77 Total 217.403,73 100,00 217.403,73 100,00 Keterangan : Tahun 2001 bulai Mei dan tahun 2009 bulan Agustus No
THI
Keterangan Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman -
Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa sebaran THI untuk Kabupaten Bandung tersebar pada selang nilai <19 - ≥30. Pada tahun 2001 luas distribusi THI terbesar adalah pada tidak ada data yaitu sebesar 147.335,76 ha atau sebesar 67,77% dari luasan Kabupaten Bandung. Hal ini dikarenakan citra yang digunakan stripping, sehingga luasannya paling besar dibandingkan dengan luas distribusi THI dengan nilai selang tertentu. Nilai THI <19 memiliki luasan terbesar yaitu sebesar 19.077,12 ha dengan persentase 8,77% dari luas Kabupaten Bandung. Sedangkan luas distribusi THI terkecil terdapat pada selang ≥30 yaitu sebesar 0,36 ha atau sebesar 0,00017% dari luasan wilayah Kabupaten Bandung. Pada tahun 2009, selang yang memiliki luas distribusi THI paling besar adalah pada selang nilai <19 sebesar 24.866,19 ha atau sebesar 11,44, sedangkan untuk luasan distribusi THI terkecil pada selang ≥30 sebesar 26,82 ha atau sebesar 0,01% dari seluruh luas Kabupaten Bandung. Terjadi perubahan luasan distribusi THI periode tahun 2001-2009 yang dapat dilihat pada Gambar 30. Peningkatan luasan distribusi THI terbesar terjadi pada selang <19 sebesar 5.789,07 ha. Sedangkan penurunan luasan distribusi THI terbesar terjadi pada selang 21 - <22 sebesar 1.900,17 ha. Hasil penelitian Niewolt (1975) menyatakan bahwa THI atau indeks kenyamanan di Indonesia antara 2026. Indeks kenyamanan ini juga digunakan oleh Mulyana et al. (2003). Kabupaten Bandung berada pada kisaran indeks kenyamanan yang relatif nyaman karena
72
berada pada kisaran THI <19 - 26. Peta distribusi THI di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan 2009 dapat dilihat pada Gambar 31, 32, 33, dan 34. Data mengenai luas distribusi THI per kecamatan terdapat pada Lampiran 7. 8000 6000
2000 0 >= 30
29 - < 30
28 - < 29
27 - < 28
26 - < 27
25 - < 26
24 - < 25
23 - < 24
22 - < 23
21 - < 22
20 - < 21
19 - < 20
-4000
< 19
-2000
No data
Luas (ha)
4000
-6000 -8000
THI
Gambar 30 Diagram perubahan luasan distribusi THI di Kabupaten Bandung.
73
Gambar 31 Peta sebaran nilai THI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001.
73
74
Gambar 32 Peta sebaran nilai THI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2009.
74
75
Gambar 33 Peta sebaran tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung 2001.
75
76
Gambar 34 Peta sebaran tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung 2009.
76
77
5.7 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Bandung 5.7.1 Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bandung Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Bandung, wilayah ini memiliki luas sebesar 176.238,67 ha. Secara konseptual struktur tata ruang Kabupaten Bandung merupakan pola polisentrik, dengan dua pusat utama. Adanya isu regional di Kabupaten Bandung menyangkut sinergi/keterpaduan rencana tata ruang wilayah perbatasan kabupaten dan kota, yaitu sinergi rencana struktur ruang antara kabupaten dan kota berbatasan di Metropolitan Bandung, rencana pola pemanfaatan ruang menyangkut kawasan lindung dan budidaya, serta pengembangan kawasan skala besar. Kabupaten Bandung memiliki arahan kebijaksanaan tata ruang yang tertuang dalam RTRWN dan RTRWP Jawa Barat, yaitu : 1.
Pengembangan konsep dekonsentralisasi kegiatan perkotaan melalui peningkatan pertumbuhan di lima kota kecil (Padalarang, Soreang, Banjaran, Majalaya, Cicalengka)
2.
Pembatasan pertumbuhan terutama ke kawasan konservasi bagian utara antara jalan tol panci dan citarum (kawasan penyangga)
3.
Pembatasan pengembangan kawasan industri (pengembangan jalur terbuka hijau, perlindungan kawasan, dan pengembangan kegiatan perumahan). Dalam perkembangannya, Kabupaten Bandung memiliki permasalahan
dalam bidang lingkungan. Penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan, perubahan bentang alam, menurunnya kualitas udara, dan lain sebagainya yang dipicu oleh masih rendahnya pengelolaan kawasan lindung terutama Bandung Utara dan Selatan serta sempadan sungai, yang mengakibatkan penurunan luas kawasan resapan air dan sedimentasi tinggi, sehingga terjadi banjir dan menurunnya muka air tanah hampir di seluruh bagian wilayah Kabupaten Bandung. Alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Bandung menjadi sorotan dari berbagai pihak. Kabupaten Bandung memiliki arah kebijakan pengembangan sektoral, yaitu sektor industri, sektor pertanian dan kehutanan, sektor transportasi, sektor pariwisata, pos dan telekomunikasi, serta sektor perumahan dan permukiman.
78
Arah kebijakan pada sektor kehutanan dan RTH, diarahkan pada pemantapan kawasan hutan Kabupaten Bandung sesuai dengan peruntukannya dan fungsinya sebagai hutan lindung, penyediaan RTH di seluruh bagian wilayah Kabupaten Bandung, dan penataan jalur hijau di sepanjang jalan. Untuk sektor perumahan dan permukiman yang berhubungan dengan RTH yaitu dengan pengembangan perumahan vertikal pada kawasan penduduk padat, untuk tetap menjaga keseimbangan dengan RTH terutama pada daearah yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung.
5.7.2 Pendekatan penentuan ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung Kepemilikan lahan di Kabupaten Bandung memiliki karakteristik yang terdiri dari lahan milik perorangan (private sector) dan lahan milik umum (public sector) yang memiliki peran yang sama dalam menyediakan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau (RTH). Adapun besarnya kerapatan penghijauan agar terjadi keseimbangan ekologis dan lingkungan, ditentukan oleh nilai kerapatan ruang terbuka hijau/penghijauan baik dalam ruang public maupun ruang private, yaitu : 1.
Kerapatan RTH pada milik umum sebesar 10% dari luas ruang publik yang ada.
2.
Kerapatan RTH pada lahan milik perorangan sebesar 30% dari luas pekarangan ruang privat yang ada. Keberadaan
memelihara
RTH
kualitas
sangatlah
lingkungan.
penting Dalam
dalam
mengendalikan
dan
rencana
pembangunan
dan
pengembangan RTH yang fungsional dalam suatu wilayah, ada tiga hal utama yang harus diperhatikan, yaitu : 1.
Kapasitas atau daya dukung alami wilayah.
2.
Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pelayanan lainnya).
3.
Arah dan tujuan pembangunan kota. Suatu wilayah RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari luas
RTH minimal dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah rasio dalam meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural.
79
5.7.3 Pengembangan RTH pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung berdasarkan suhu dan THI Keberadaan RTH sangatlah penting dalam rangka pengembangan kota/perkotaan yang lebih baik. Perencanaan RTH diperlukan untuk mengatur dan mengelola ruang atau lahan agar dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan tujuan. RTH yang ada pada suatu wilayah diharapkan dapat sejalan dengan perkembangan kota yang terjadi sehingga dapat diarahkan untuk menciptakan, memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan (Haris 2006). Berdasarkan analisis citra landsat 7 ETM untuk suhu >300C dan THI >26 pada masing-masing kecamatan di lokasi penelitian, disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Persentase luasan kecamatan sebagai prioritas pengembangan RTH berdasarkan suhu dan THI No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kecamatan Baleendah Banjaran Bojongsoang Cimaung Ciwidey Dayeuhkolot Ketapang Margaasih Margahayu Pameungpeuk Pangalengan Pasirjambu Soreang
Suhu > 300C (%) 0,016 0,003 0,02 0,00 0,014 0,208 0,00 0,00 0,00 0,043 0,40 0,006 0,007
THI > 26 (%) 0,62 0,27 0,42 0,25 0,08 2,58 0,24 1,03 3,52 0,25 1,03 0,03 0,21
Berdasarkan Tabel 13, semua kecamatan perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan RTH. Sebenarnya hampir seluruh kecamatan yang menjadi lokasi penelitian di Kabupaten Bandung masih tergolong nyaman. Hal ini juga terlihat dari peta sebaran tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung pada tahun 2009 (Gambar 37). Kecamatan yang memiliki persentase paling besar untuk suhu >300C adalah Kecamatan Pangalengan sebesar 0,40% dengan persentase THI >26 sebesar 1,03% dari luas kecamatan tersebut. Pangalengan merupakan wilayah kecamatan yang memiliki luas yang cukup besar pada lokasi penelitian ini. Nilai distribusi THI >26 menggambarkan ketidaknyamanan suatu wilayah yang dirasakan langsung oleh manusia. Pada kecamatan ini, wilayah yang memiliki suhu >300C dan nilai THI >26, terdistribusi pada bagian tengah. Tipe hutan kota yang dapat dikembangkan pada wilayah ini
80
yaitu tipe pemukiman, industri dan rekreasi/keindahan dengan bentuk hutan kota secara berkelompok, jalur, dan menyebar. Penghijauan yang dapat dilakukan pada tipe pemukiman pada daerah ini yaitu dengan menanami pekarangan rumah dengan tanaman yang berbuah dan bebungaan. Hal ini diperuntukan agar lingkungan menjadi sejuk dan tampak indah yang dilakukan. Penghijauan yang dapat dilakukan pada tipe ini adalah dengan menanam jenis tanaman yang dapat menyerap dan menjerap polutan, baik pada areal di dalam industri maupun berupa jalur yang di tanam di areal sekitar industri. Kecamatan lainnya yang menjadi prioritas pengembangan RTH yaitu Kecamatan Dayeuhkolot. Kecamatan ini memiliki persentase luas suhu >300C sebesar 0,208% dengan nilai distribusi THI >26 sebesar 2,58% dan terdistribusi menyebar pada wilayah ini. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kota Bandung, sehingga berdampak terhadap lingkungan di sekitarnya. Pengembangan RTH yang dapat dilakukan dengan pembuatan hutan kota dengan tipe perlindungan, pemukiman, dan industri dengan bentuk hutan yang menyebar, jalur dan berkelompok. Pada kawasan ini perlu ditambahkan jalur hijau di sepanjang kawasan industri dan jalan raya. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan jalur hijau pada pinggiran jalan raya yang hanya memiliki sisa lahan sedikit dengan membuat tananam yang disimpan pada pot. Pengembangan hutan kota lainnya yang dapat dilakukan pada wilayah ini adalah dengan membuat taman di sekitar pekarangan rumah. Kecamatan Margahayu memiliki nilai distribusi THI >26 paling besar daripada kecamatan lainnya, yaitu sebesar 2,58% dari luasan wilayah tersebut. Pengembangan hutan kota dapat dilakukan dengan membuat jalur dan berkelompok dengan tipe pemukiman dan rekreasi. Perlu ditambahkan jalur hijau di sepanjang jalan raya yang ada di wilayah ini, peningkatan penghijuan di pekarangan rumah, dan peningkatan penghijauan dengan menanam pohon secara berkelompok seperti taman kota. Penanaman tanaman yang disimpan dalam pot juga dapat menjadi alternatif dalam pengembangan hutan kota berupa jalur hijau di sepanjang jalan raya. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2009. Kabupaten Bandung masih memiliki jumlah dan luasan RTH
81
yang cukup banyak, serta perubahan peningkatan suhu udara pada periode tahun tersebut tidak begitu signifikan, begitupun halnya dengan kelembaban udara. Sehingga indeks kenyaman pada Kabupaten Bandung masih relatif
nyaman.
Untuk dapat menjaga kualitas lingkungan Kabupaten Bandung agar peningkatan suhu tetap dapat dikendalikan perlu dilakukan pengembangan RTH dalam berbagai tipe dan bentuk pada setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung. Ruang terbuka merupakan ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka tanpa bangunan. Sedangkan RTH kawasan perkotaan merupakan bagian dari ruang terbuka yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman untuk mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika. Berdasarkan distribusi suhu dan kegiatan pada
setiap wilayah,
pengembangan RTH di lokasi penelitian Kabupaten Bandung dapat disesuaikan dengan pengembangan struktur tata ruang kota dan ekologi. Berdasarkan Undangundang No. 63 tahun 2002, hutan kota dibedakan atas beberapa tipe, salah satunya adalah tipe permukiman. Hutan kota pada tipe ini dibangun pada areal permukiman dengan jenis tanaman perdu dan rerumputan serta memiliki fungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap CO2, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat, suhu pada kegiatan ini berkisar antara 22 0C hingga 25 0C dengan kelembaban berkisar 60 % - 70 %, dan nilai THI berkisar antara 22 – 24. Bentuk RTH berupa pemanfaatan penanaman atau pembuatan kebun di pekarangan rumah dengan menanam pepohonan yang tidak terlalu besar. Hal lainnya yang bisa dilakukan untuk pengembangan RTH untuk tipe permukiman yaitu dengan menanam pepohonan sepanjang jalur-jalur perumahan. Jenis pohon yang bisa ditanami pada tipe permukiman ini, seperti pohon beringin (Ficus benyamina), jambu monyet (Anacardium occidentale), mangga (Mangifera indica), nangka (Artocarpus integra), rambutan (Nephelium lappaceum), belimbing (Avverhoa carambola), dan jenis pohon lainnya yang berfungsi untuk pengembangan RTH berfungsi juga sebagai pangan. Tipe hutan kota berupa permukiman dapat digunakan untuk semua kecamatan yang ada di Kabupaten
82
Bandung dengan bentuk hutan kota yang beragam, seperti berkelompok, menyebar, maupun jalur. Pada wilayah dengan kegiatan kantor, pasar, industri, dan pemerintahan memiliki suhu rata-rata 220C - 260C dengan kelembaban 60% - 70% dan nilai sebaran THI sebesar 23 - 24. Bentuk RTH yang sesuai untuk wilayah ini adalah tipe taman kota dengan yang memiliki tutupan tajuk yang cukup banyak. Jenis tanaman yang dapat digunakan pada wilayah ini untuk pengembangan RTH yaitu dengan menanam pohon peneduh jalan yang memiliki daya penyerap dan penjerap polutan, memiliki daya tahan terhadap hembusan angin yang kuat, dahan dan ranting tidak mudah patah, mudah tumbuh pada tanah yang padat, serta tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah dan pertumbuhannya pun cepat. Untuk pengembangan RTH di kawasan ini, jenis pohon yang dapt ditanam diantaranya akasia daun besar (Accacia mangium), tanjung (Mimusops elengi), trembesi
(Samanea
saman),
cemara
(Cupresus
papuana),
nyamplung
(Callophyllum inophyllum), kembang sepatu (Hibiscusrosa sinensis), angsana (Ptherocarpus indicus), mahoni (Swietenia macrophylla), dan pinus (Pinus merkusii). Dahlan (2004) mendefinisikan hutan kota sebagai suatu lahan yang bertumbuhan pepohonan di dalam wilayah perkotaan pada tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota. Dahlan (1992) menjelaskan bahwa pembangunan hutan kota diarahkan untuk mengatasi menurunnya kualitas lingkungan, yang dapat dilakukan dengan menanam berbagai jenis tumbuhan yang memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyerap pencemar. Pengamanan dan pemeliharaan terhadap ruang terbuka hijau yang ada perlu dilakukan, baik berupa jalur hijau maupun taman kota guna memperindah dan mempertahankan kenyamanan yang ada pada wilayah ini. Hutan kota memiliki peran untuk mengefektifkan suhu, kelembaban, kebisingan dan debu, serta memberikan dampak kenyamanan bagi kota dan wilayah sekitarnya.
83
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra landsat 7 ETM pada tahun 2001 dan 2009 untuk Kabupaten Bandung didapatkan bahwa terjadi perubahan penutupan lahan dari lahan yang bervegetasi menjadi lahan yang tidak bervegetasi. Perubahan ini cukup besar terjadi wilayah yang awalnya memiliki vegetasi yang cukup rapat berubah terutama menjadi lahan terbangun dan vegetasi jarang. Perubahan penutupan lahan tersebut berpengaruh terhadap peningkatan suhu permukaan dan penurunan kelembaban relatif. Distribusi suhu di Kabupaten Bandung berkisar antara suhu <190C - 270C. Distribusi suhu terbesar pada tahun 2001 dan 2009 adalah pada selang suhu 210C sekitar 15% dari luas Kabupaten Bandung. Proses pendugaan nilai NDVI dapat digunakan untuk mengetahui antara lahan yang bervegetasi dengan yang tidak bervegetasi. 2. Berdasarkan peta distribusi THI, Kabupaten Bandung pada tahun 2001 dan 2009 masih tergolong ke dalam kelas yang nyaman, karena disribusi nilai THI dominan pada nilai THI <19 - 26. 3. Pengembangan RTH di Kabupaten Bandung dilakukan dengan penanaman pohon di pekarangan rumah, penanaman pohon berupa jalur dan taman kota sesuai dengan jenis yang sesuai. Pemilihan jenis yang sesuai untuk ditanam diharapkan agar tanaman dapat tumbuh cepat dan baik, sehingga ruang terbuka hijau bermanfaat secara maksimal. Terdapat beberapa kecamatan yang menjadi prioritas pengembangan RTH, yaitu Kecamatan Pengalengan, Dayeuhkolot dan Margahyu.
84
6.2
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai distribusi suhu permukaan dengan suhu udara sehingga didapatkan data dan hasil yang lebih teliti. 2. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai besarnya pengaruh penurunan suhu terhadap peningkatan luas RTH di semua kecamatan, sehingga didapatkan perencanaan tata kota yang lebih baik. 3. Perlunya peran berbagai pihak, baik instansi dan masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan memecahkan permasalahan lingkungan, terutama pada perubahan lahan yang berakibat meningkatnya suhu udara. 4. Pemilihan jenis tanaman yang sesuai untuk desain RTH agar pengembangan RTH berjalan sebagaimana mestinya.
85
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih ES, Hartini S, Mujiasih S. 2001. Kajian Perubahan Distribusi Spasial Suhu Udara Akibat Perubahan Penutupan Lahan. Warta LAPAN Vol 3, No 1. 29-43. [Bappeda] Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung tahun 2007-2027. Kabupaten Bandung. Bappeda . [BPS & Bappeda] Kabupaten Bandung dalam angka 2009. Kabupaten Bandung. BPS. Bruse M. 1999. Modelling and Strategies for Improved Urban Climates. http://klima.geographie.ruhr-unibochum.de/bruse/paper63_00.pdf. [1 April 2011]. Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Bogor Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Dahlan EN. 1992. Pembangunan Hutan Kota di Indonesia (Development of Urban Forest in Indonesia). Media Konservasi IV (1) : 35-37. [Oktober, 1992] Effendy S. 2007. Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island Wilayah Jabotabek [disertasi]. Bogor: Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. [FAHUTAN IPB] Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 1987. Konsepsi Pembangunan Hutan Kota. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Fajar M. 2010. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) Kota Palembang. [skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Grey GW, Frederick JD. 1979. Urban Forest. New York: John Wiley and sons. Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Bogor: Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA Institut Pertanian Bogor. Hung. 2000. Modis Applications in Monitoring Surface Parameters. University of Tokyo. Institute of Industrial Science. Haris VI. 2006. Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan jauh (Studi
86
Kasus di Kota Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Kartasapoetra AG. 2008. Klimatologi: Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Khusaini NI. 2008. Perubahan Penutupan Lahan terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor dengan Menggunakan Citra Landsat dan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Lillesand TM. dan R. W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Lo CP. 1996. Pengindraan Jauh Terapan. Terjemahan. UI-Press. Jakarta. Maulida PT. 2008. Aplikasi Citra Landsat dan Sistem Informasi Geografis untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan serta Suhu Permukaan Kota (Studi Kasus : Kota Bandung tahun 1997, 2002, dan 2006). [skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. [MENDAGRI] Menteri Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988. [MENDAGRI] Menteri Dalam Negeri. 1988. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1988. [MENDAGRI] Menteri Dalam Negeri. 1998. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1998. [MENPU] Menteri Pekerjaan Umum. 2002. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. [MENPU] Menteri Pekerjaan Umum. 2007. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. [MENPU] Menteri Pekerjaan Umum. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008. Monteith JL. and MH Unsworth. 1990. Principles of Envirionmental Physics, 2nd Ed., Edward Arnold, New York (p 53-54). Mulyana M, Laras T, Budi SH. 2003. Impact of Urban Development on the Climate and Environment. Bandung : ITB Press. Nurcahyono G. 2003. Karakteristik Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta Timur (Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh). [skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
87
Okarda B. 2005. Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan terhadap Perubahan Distribusi Suhu Permukaan di Kabupaten Cianjur dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat TM dan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Prahasta E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung : Informatika Bandung. Soedomo M. 2001. Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran Udara. Bandung: ITB press. Tursilowati L. 2007. Urban Heat Island dan Kontribusinya Pada Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Perubahan Lahan. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global. Bogor : Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN. hlm 89-96. Tursilowati L. 2006. Pengaruh Perkembangan Pembangunan Daerah Urban pada Perubahan Iklim dan Lingkungan di Semarang. Lingkungan Tropis. 233241. USGS. 2002. Landsat 7 Science Data User Handbook. Wahyudi T. 2007. Pendugaan Diffusivitas Thermal dan Damping Depth pada Beberapa Penutupan Lahan untuk Menduga Suhu Udara Menggunakan Citra Satelit Terra/Aster [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Waluyo P. 2009. Distribusi Spasial Suhu Permukaan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang. [skripsi] . Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Wardhana WLD. 2003. Pengaruh Tipe Penutupan Lahan terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor. [skripsi] . Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Wijayanti M. 2003. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Purwokerto. [skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Zulkarnain I. 2006. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak [tesis]. Bogor: Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
88
LAMPIRAN
89
Lampiran 1 Tutupan lahan Kabupaten Bandung per wilayah kecamatan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak Tidak ada data Total
2001 Luas % (ha) 216,00 2,6 305,55 3,78 404,1 4,948 143,28 1,758 1.295,10 15,868 309,33 3,79 105,39 1,29 5.386,14 65,98 8.164,89 100,00
Kecamatan Baleendah 2009 Luas % (ha) 18,36 0,22 0,00 0,00 103,41 1,27 225 2,76 2.070,36 25,36 165,87 2,03 195,75 2,40 5.386,14 65,97 8.164,89 100,00
2001 Luas % (ha) 277,11 5,85 0,63 0,01 1.086,66 22,95 0,54 0,01 520,11 10,99 33,84 0,71 0,54 0,01 2.814,39 59,45 4.733,82 100,00
Kecamatan Bojongsoang 2009 Perubahan Luas Luas % % (ha) (ha) 35,73 0,75 -241,38 -87,10 0,00 0,00 -0,63 -100,00 204,3 4,31 -882,36 -81,19 694,35 14,67 693,81 128483,33 968,4 20,46 448,29 86,19 12,78 0,27 -21,06 -62,23 3,87 0,08 3,33 616,67 2.814,39 59,45 0,00 0,00 4.733,82 100,00
Perubahan Luas % (ha) -197,64 -91,50 -305,55 -100,00 -300,69 -74,41 81,72 57,03 775,26 59,86 -143,46 -46,38 90,36 85,74 0,00 0,00
Kecamatan Banjaran 2009
2001 Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
181,08 565,65 341,1 117,45 1.612,71 421,65 84,33 12.317,94 15.641,91
1,16 3,62 2,18 0,75 10,31 2,69 0,54 78,75 100,00
24,84 194,49 146,25 446,67 2.051,73 268,56 191,43 12.317,94 15.641,91
0,16 1,24 0,93 2,86 13,12 1,72 1,22 78,75 100,00
Perubahan Luas (ha) -156,24 -371,16 -194,85 329,22 439,02 -153,09 107,10 0,00
% -86,28 -65,62 -57,12 280,30 27,22 -36,30 127,00 0,00
Lampiran 1 lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak Tidak ada data Total
Kecamatan Cimaung 2009
2001 Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
74,07 858,96 202,05 233,82 1.746,18 478,08 102,24 8.279,64 11.975,04
0,62 7,17 1,69 1,95 14,58 3,99 0,85 69,14 100,00
8,91 497,7 79,02 342,45 2.087,64 372,78 306,9 8.279,64 11.975,04
0,07 4,15 0,66 2,86 17,43 3,11 2,56 69,14 100,00
Perubahan Luas (ha) -65,16 -361,26 -123,03 108,63 341,46 -105,3 204,66 0,00
% -87,97 -42,06 -60,89 46,46 19,55 -22,02 200,18 0,00
89
90
Lampiran 1 lanjutan
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak Tidak ada data Total
Kecamatan Ciwidey 2009
2001 Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
142,29 7.416,27 223,02 1.777,50 2.270,61 2.253,87 505,71 32.042,88 46.632,15
0,30 15,90 0,48 3,81 4,87 4,83 1,08 68,71 100,00
28,89 5.386,50 11,79 4.044,15 3.470,85 1.237,59 409,5 32.042,88 46.632,15
0,06 11,55 0,02 8,67 7,44 2,65 0,88 68,71 100,00
Perubahan Luas % (ha) -113,4 -79,67 -2029,77 -27,37 -211,23 -94,71 2266,65 127,52 1200,24 52,86 -1016,28 -45,09 -96,21 -19,02 0,00 0,00
2001 Luas % (ha) 48,51 2,55 2,79 0,15 75,51 3,97 5,67 0,30 449,82 23,65 32,31 1,70 0,27 0,01 1.286,91 67,67 1.901,79 100,00
Kecamatan Dayeuhkolot 2009 Perubahan Luas Luas % % (ha) (ha) 12,15 0,64 -36,36 -74,95 0,00 0,00 -2,79 -100 39,78 2,09 -35,73 -47,32 56,25 2,96 50,58 892,06 503,46 26,47 53,64 11,92 2,97 0,15 -29,34 -90,81 0,27 0,01 0,00 0,00 1.286,91 67,67 0,00 0,00 1.901,79 100,00
Lampiran 1 lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak Tidak ada data Total
2001 Luas % (ha) 64,08 1,57 14,22 0,34 130,41 3,19 6,75 0,16 1.069,38 26,19 68,94 1,69 3,42 0,08 2.725,20 66,75 4.082,40 100,00
Kecamatan Margaasih 2009 Perubahan Luas Luas % % (ha) (ha) 25,56 0,86 -38,52 -60,11 0,00 0,00 -14,22 -100,00 111,42 3,73 -18,99 -14,56 61,47 2,059 54,72 810,67 61,47 2,059 -1007,91 -94,25 0,36 0,01 -68,58 -99,48 0,00 0,00 -3,42 -100 2.725,20 91,28 0,00 0,00 2.985,48 100,00
Kecamatan Margahayu 2009
2001 Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
28,98 0,00 19,26 0,72 315,45 68,94 59,67 554,58 1.047,60
2,77 0,00 1,83 0,069 30,11 6,58 5,70 52,94 100,00
11,61 0,00 8,55 7,56 454,68 9,54 1,08 554,58 1.047,60
1,10 0,00 0,81 0,72 43,40 0,911 0,10 52,93 100,00
Perubahan Luas (ha) -17,37 0,00 -10,71 6,84 139,23 -59,4 -58,59 0,00
% -59,94 0,00 -55,60 950 44,14 -86,16 -98,19 0,00
90
91
Lampiran 1 lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak Tidak ada data Total
2001 Luas % (ha) 146,16 3,43 15,12 0,36 183,78 4,32 6,75 0,16 979,2 23,00 97,92 2,30 2,61 0,06 2.824,20 66,36 4.255,74 100,00
Kecamatan Ketapang 2009 Luas % (ha) 29,16 0,69 0,00 0,00 90,54 2,13 222,03 5,21 1.075,95 25,28 13,05 0,30 0,81 0,02 2.824,20 66,36 4.255,74 100,00
Perubahan Luas % (ha) -117 -80,05 -15,12 -100 -93,24 -50,73 215,28 3189,33 96,75 9,88 -84,87 -86,67 -1,8 -68,97 0,00 0,00
Kecamatan Pameungpeuk 2009
2001 Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
124,92 27,9 200,25 11,16 1079,1 110,61 4,23 3.631,59 5.189,76
2,40 0,54 3,86 0,21 20,79 2,13 0,08 69,98 100,00
21,15 0,00 138,69 317,97 1.069,92 9,09 1,35 3.631,59 5.189,76
0,40 0,00 2,67 6,13 20,62 0,17 0,02 69,98 100,00
Perubahan
Luas (ha) -103,77 -27,9 -61,56 3.06,81 -9,18 -101,52 -2,88 0,00
% -83,07 -100,00 -30,74 2749,19 -0,85 -91,78 -68,08 0,00
Lampiran 1 lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak Tidak ada data Total
Kecamatan Pasirjambu 2009
2001
Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
49,86 11.889,72 111,33 1.748,88 1.839,15 1.711,89 410,04 32.306,67 50.067,54
0,10 23,74 0,22 3,49 3,67 3,41 0,82 64,52 100,00
0,63 9.082,71 9,54 4.170,69 2943 1.051,65 502,65 32.306,67 50.067,54
0,0013 18,14 0,01 8,33 5,88 2,10 1,00 64,53 100,00
-49,23 -2807,01 -101,79 2421,81 1103,85 -660,24 92,61 0,00
% -98,73 -23,60 -91,43 138,48 60,02 -38,57 22,58 0,00
Kecamatan Pangalengan 2009
2001 Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
222,48 6.343,56 171,45 1.881,99 3.452,67 2.055,87 353,88 24.529,05 39.010,95
0,57 16,26 0,43 4,82 8,85 5,27 0,90 62,88 100,00
163,26 4.473,54 24,66 3.427,38 4.919,13 1.199,88 274,05 24.529,05 39.010,95
0,42 11,47 0,06 8,78 12,61 3,07 0,70 62,88 100,00
Perubahan Luas % (ha) -59,22 -26,61 -1870,02 -29,48 -146,79 -85,62 1545,39 82,11 1466,46 42,47 -855,99 -41,63 -79,83 -22,56 0,00 0,00
91
92
Lampiran 1 lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak Tidak ada data Total
2001 Luas (ha) 112,41 898,47 373,59 480,6 1688,13 613,89 226,35 9528,93 13922,37
% 0,80 6,45 2,68 3,45 12,12 4,40 1,62 68,44 100,00
Kecamatan Soreang 2009 Luas (ha) % 45,63 0,32 17,55 0,12 178,02 1,28 575,82 4,14 2279,34 16,37 506,79 3,64 790,2 5,68 9529,02 68,44 13922,37 100,00
Perubahan Luas (ha) % -66,78 -59,40 -880,92 -98,05 -195,57 -52,34 95,22 19,81 591,21 35,02 -107,1 -17,44 563,85 249,10 0,00 0,00
92
93
Lampiran 2 Konversi tutupan lahan periode 2001-2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan lahan 2001 Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak Tidak ada data
Tidak ada data Luas (ha) % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 149340,00 100,00
Tutupan lahan 2009 Badan air Vegetasi rapat Luas (ha) % Luas (ha) % 270,27 16,15 4,32 0,02 12,42 0,74 16872,39 59,73 120,15 7,18 33,75 0,12 302,67 18,09 5375,97 19,03 890,64 53,22 4235,67 15,00 63,63 3,80 871,56 3,09 13,68 0,82 852,03 3,02 0,00 0,00 0,00 0,00
Sawah Luas (ha) 58,41 19,98 507,24 964,80 1810,89 116,64 16,74 0,00
% 1,67 0,57 14,51 27,61 51,82 3,34 0,48 0,00
Lampiran 2 lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan lahan 2001 Tidak ada data Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak
Vegetasi jarang Luas (ha) % 0,00 0,00 2,34 0,04 731,61 11,44 19,62 0,31 3020,31 47,21 1495,26 23,37 649,89 10,16 478,80 7,48
Tutupan lahan 2009 Lahan terbangun Lahan terbuka Luas (ha) % Luas (ha) % 0,00 0,00 0,00 0,00 78,03 0,43 8,10 0,10 1277,37 7,02 566,10 6,89 422,55 2,32 30,69 0,37 2222,55 12,22 2159,91 26,28 12762,90 70,19 3342,24 40,66 1153,71 6,34 1597,14 19,43 266,31 1,46 515,43 6,27
Semak Luas (ha) 0,00 0,54 108,00 0,36 504,27 347,22 372,06 516,96
% 0,00 0,03 5,84 0,02 27,27 18,77 20,12 27,95
93
94
Lampiran 3 Luas distribusi suhu permukaan tahun 2001 terhadap tutupan lahan tahun 2001 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Tidak ada data Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak
< 21 1300,86 217,8 24402,78 61,74 3782,43 2399,85 1244,16 389,16
21 - < 22 600,57 76,23 2277,27 82,44 1765,08 2002,32 1478,97 513,18
22 - < 23 926,73 301,95 957,42 1042,47 687,06 4240,26 2591,73 630,63
Suhu ( C ) 23 - < 24 295,29 339,84 63,81 816,39 39,78 2584,26 1258,29 152,19
24 - < 25 139,32 399,33 7,56 835,47 5,31 2076,21 732,69 53,64
25 - < 26 86,22 290,7 0,45 559,8 0,63 2059,47 521,73 46,44
26 - < 27 26,64 8,28 0,00 7,2 0,00 900,99 140,49 21,15
Lampiran 3 lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Tidak ada data Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak
27 - < 28 23,76 0,63 0,00 1,08 0,00 899,19 59,94 5,04
28 - < 29 8,46 0,00 0,00 0,27 0,00 340,11 8,28 0,00
29 - < 30 7,02 0,00 0,00 0,09 0,00 230,76 3,78 0,00
Suhu ( C ) 30 - < 31 0,54 0,00 0,00 0,00 0,00 27,9 0,99 0,00
31 - < 32 0,36 0,00 0,00 0,00 0,00 4,68 0,72 0,00
32 - < 33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,72 0,36 0,00
>= 33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,63 0,00 0,00
94
95
Lampiran 4 Luas distribusi suhu permukaan tahun 2009 terhadap tutupan lahan 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Tidak ada data Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak
< 21 1309,41 175,59 18956,7 31,59 7617,6 4101,84 616,68 518,13
21 - < 22 431,37 18,36 338,49 59,22 3227,31 2064,78 672,93 568,71
22 - < 23 681,48 67,59 132,75 417,51 2655,63 4272,57 1329,3 910,8
Suhu ( 0C ) 23 - < 24 340,29 54,90 15,66 414,27 605,52 2829,6 748,35 356,4
24 - < 25 238,77 45,9 4,05 152,73 226,62 2559,87 570,33 170,37
25 - < 26 218,07 40,32 1,89 26,55 78,93 3520,17 493,47 88,83
26 - < 27 89,28 5,49 0,27 1,89 11,43 2042,64 168,03 13,86
Lampiran 4 lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tutupan Lahan Tidak ada data Badan air Vegetasi rapat Sawah Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Semak
27 - < 28 73,98 1,35 0,09 0,27 7,74 1821,51 110,34 6,12
28 - < 29 17,73 0,09 0,00 0,00 0,54 341,64 25,02 0,09
29 - < 30 8,19 0,00 0,00 0,00 0,27 154,98 12,51 0,18
Suhu (0C ) 30 - < 31 2,79 0,00 0,00 0,00 0,00 54,27 4,59 0,00
31 - < 32 3,24 0,00 0,00 0,00 0,00 51,03 5,76 0,00
32 - < 33 0,36 0,00 0,00 0,00 0,09 24,12 1,17 0,00
>= 33 0,90 0,00 0,00 0,00 0,00 25,29 0,63 0,00
95
96
Lampiran 5 Luas distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan Kecamatan Baleendah No
Suhu (0C )
2001
2009
Luas (ha) 5.245,56
64,06
5.245,56
64,06
%
Luas (ha)
%
Kecamatan Banjaran Perubahan Luas % (ha) 0,00 0,00
2001
2009
Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
12.240,00
78,09
12.240,00
78,09
0,00
0,00
1
Tidak ada data
2
< 21
239,85
2,93
175,05
2,14
-64,80
-27,02
619,47
3,95
717,30
4,58
97,83
15,79
3
21 - < 22
304,83
3,72
198,99
2,43
-105,84
-34,72
259,56
1,66
329,94
2,10
70,38
27,12
4
22 - < 23
511,47
6,25
433,80
5,30
-77,67
-15,19
906,66
5,78
726,93
4,64
-179,73
-19,82
5
23 - < 24
353,43
4,32
339,03
4,14
-14,40
-4,07
660,24
4,21
495,09
3,16
-165,15
-25,01
6
24 - < 25
518,67
6,33
362,79
4,43
-155,88
-30,05
484,47
3,09
364,59
2,33
-119,88
-24,74
7
25 - < 26
640,53
7,82
647,91
7,91
7,38
1,15
258,03
1,65
379,80
2,42
121,77
47,19
8
26 - < 27
176,67
2,16
396,99
4,85
220,32
124,71
93,60
0,60
214,92
1,37
121,32
129,62
9
27 - < 28
149,67
1,83
337,14
4,12
187,47
125,26
97,38
0,62
184,23
1,18
86,85
89,19
10
28 - < 29
38,07
0,46
42,48
0,52
4,41
11,58
44,10
0,28
18,99
0,12
-25,11
-56,94
11
29 - < 30
6,30
0,08
6,93
0,08
0,63
10,00
11,25
0,07
2,88
0,02
-8,37
-74,40
12
30 - < 31
1,53
0,02
0,45
0,01
-1,08
-70,59
0,36
0,00
0,45
0,00
0,09
25,00
13
31 - < 32
0,90
0,01
0,54
0,01
-0,36
-40,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
14
32 - < 33
0,09
0,00
0,36
0,00
0,27
300,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
15
>= 33
0,45
0,01
0,00
0,00
-0,45
-100,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8.188,02
100,00
8.188,02
100,00
15.675,12
100,00
Total
15.675,12
96
97
Lampiran 5 lanjutan Kecamatan Bojongsoang No
0
Suhu ( C )
2001 Luas (ha)
1
Tidak ada data
2
2009 %
Luas (ha)
Kecamatan Cimaung Perubahan
%
Luas (ha)
2001 %
Luas (ha)
2009 %
Luas (ha)
Perubahan %
Luas (ha)
%
2.803,95
59,23
2.803,95
59,23
0,00
0,00
8.044,02
67,17
8.044,02
67,17
0,00
0,00
< 21
4,32
0,09
102,78
2,17
98,46
2279,17
1.182,69
9,88
1.228,05
10,26
45,36
3,84
3
21 - < 22
4,50
0,10
396,18
8,37
391,68
8704,00
433,35
3,62
396,63
3,31
-36,72
-8,47
4
22 - < 23
599,49
12,66
471,69
9,96
-127,80
-21,32
1.145,52
9,57
874,80
7,31
-270,72
-23,63
5
23 - < 24
498,33
10,53
202,86
4,29
-295,47
-59,29
567,54
4,74
514,44
4,30
-53,10
-9,36
6
24 - < 25
411,03
8,68
180,45
3,81
-230,58
-56,10
307,89
2,57
372,69
3,11
64,80
21,05
7
25 - < 26
296,19
6,26
288,90
6,10
-7,29
-2,46
198,72
1,66
334,71
2,80
135,99
68,43
8
26 - < 27
54,54
1,15
151,38
3,20
96,84
177,56
60,21
0,50
126,36
1,06
66,15
109,87
9
27 - < 28
39,69
0,84
115,65
2,44
75,96
191,38
32,49
0,27
71,37
0,60
38,88
119,67
10
28 - < 29
18,99
0,40
16,56
0,35
-2,43
-12,80
2,25
0,02
9,45
0,08
7,20
320,00
11
29 - < 30
2,79
0,06
2,43
0,05
-0,36
-12,90
0,36
0,00
2,52
0,02
2,16
600,00
12
30 - < 31
0,00
0,00
0,54
0,01
0,54
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
13
31 - < 32
0,00
0,00
0,45
0,01
0,45
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
14
32 - < 33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
15
>= 33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4.733,82
100,00
4.733,82
100,00
11.975,04
100,00
11.975,04
100,00
Total
97
98
Lampiran 5 lanjutan Kecamatan Ciwidey No
Suhu (0C )
2001 Luas (ha)
Kecamatan Dayeuhkolot
2009 %
Luas (ha)
%
Perubahan Luas % (ha) 0,00 0,00
2001
2009
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Perubahan Luas % (ha) 0,00 0,00
1
Tidak ada data
31.636,62
67,84
31.636,62
67,84
1.217,16
64,00
1.217,16
64,00
2 3
< 21 21 - < 22
9.129,96 2552,04
19,58 5,47
9.156,96 2040,30
19,64 4,38
27,00 -511,74
0,30 -20,05
70,65 22,32
3,71 1,17
42,30 38,79
2,22 2,04
-28,35 16,47
-40,13 73,79
4
22 - < 23
2116,17
4,54
2264,85
4,86
148,68
7,03
95,04
5,00
88,74
4,67
-6,30
-6,63
5
23 - < 24
650,97
1,40
724,50
1,55
73,53
11,30
89,91
4,73
57,51
3,02
-32,40
-36,04
6
24 - < 25
294,12
0,63
393,84
0,84
99,72
33,90
94,77
4,98
66,60
3,50
-28,17
-29,72
7
25 - < 26
160,65
0,34
251,28
0,54
90,63
56,41
122,31
6,43
136,44
7,17
14,13
11,55
8 9
26 - < 27 27 - < 28
45,81 29,25
0,10 0,06
73,17 53,82
0,16 0,12
27,36 24,57
59,72 84,00
60,39 72,36
3,18 3,80
100,62 104,49
5,29 5,49
40,23 32,13
66,62 44,40
10
28 - < 29
9,90
0,02
22,50
0,05
12,60
127,27
33,39
1,76
36,09
1,90
2,70
8,09
11
29 - < 30
6,12
0,01
7,92
0,02
1,80
29,41
20,34
1,07
9,09
0,48
-11,25
-55,31
12
30 - < 31
0,54
0,00
3,78
0,01
3,24
600,00
1,80
0,09
2,07
0,11
0,27
15,00
13
31 - < 32
0,00
0,00
1,98
0,00
1,98
0,00
0,90
0,05
1,62
0,09
0,72
80,00
14 14
32 - < 33 >= 33
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,63
0,00 0,00
0,00 0,63
0,00 0,00
0,27 0,18
0,01 0,01
0,27 0,00
0,01 0,00
0,00 -0,18
0,00 -100,00
4.6632,15
100,00
46.632,15
100,00
1.901,79
100,00
1.901,79
100,00
Total
98
99
Lampiran 5 lanjutan Kecamatan Margaasih No
Suhu (0C )
2001
2009
Kecamatan Margahayu Perubahan
2001
2.725,65
66,41
< 21
26,55
0,65
11,43
0,28
-15,12
-56,95
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3
21 - < 22
13,86
0,34
20,70
0,50
6,84
49,35
0,18
0,02
0,54
0,05
0,36
200,00
4
22 - < 23
74,25
1,81
114,93
2,80
40,68
54,79
7,38
0,70
7,29
0,70
-0,09
-1,22
5
23 - < 24
194,49
4,74
218,79
5,33
24,30
12,49
38,34
3,66
25,11
2,40
-13,23
-34,51
6
24 - < 25
293,94
7,16
195,03
4,75
-98,91
-33,65
60,21
5,75
51,21
4,89
-9,00
-14,95
7
25 - < 26
259,74
6,33
296,73
7,23
36,99
14,24
146,61
13,99
114,93
10,97
-31,68
-21,61
8
26 - < 27
124,11
3,02
205,92
5,02
81,81
65,92
88,83
8,48
123,30
11,77
34,47
38,80
9
27 - < 28
169,92
4,14
272,61
6,64
102,69
60,43
77,04
7,35
146,61
13,99
69,57
90,30
10
28 - < 29
96,75
2,36
34,74
0,85
-62,01
-64,09
33,21
3,17
32,49
3,10
-0,72
-2,17
11
29 - < 30
110,61
2,70
7,47
0,18
-103,14
-93,25
49,77
4,75
4,41
0,42
-45,36
-91,14
12
30 - < 31
14,04
0,34
0,00
0,00
-14,04
-100,00
4,23
0,40
0,00
0,00
-4,23
-100,00
13
31 - < 32
0,09
0,00
0,00
0,00
-0,09
-100,00
0,09
0,01
0,00
0,00
-0,09
-100,00
14
32 - < 33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
15
>= 33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4.104,00
100,00
4.104,00
100,00
1.047,60
100,00
1.047,60
1
Tidak ada data
2
Total
%
%
Luas (ha)
66,41
0,00
0,00
51,71
Perubahan Luas % (ha) 0,00 0,00
Luas (ha) 2.725,65
Luas (ha)
Luas (ha) 541,71
2009 Luas % (ha) 541,71 51,71
%
%
99
100
Lampiran 5 lanjutan Kecamatan Pameungpeuk No
0
Suhu ( C )
2001
2009 Luas (ha)
Kecamatan Pangalengan Perubahan
Luas (ha)
%
%
Luas (ha)
3.584,43
69,07
3.584,43
69,07
0,00
2001 %
2009
Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
-358443,00
2.4248,07
62,16
24.248,07
62,16
0,00
0,00
1
Tidak ada data
2
< 21
33,12
0,64
63,54
1,22
30,42
91,85
8218,62
21,07
7.192,89
18,44
-1025,73
-12,48
3
21 - < 22
92,07
1,77
243,36
4,69
151,29
164,32
2381,04
6,10
1.724,04
4,42
-657,00
-27,59
4
22 - < 23
449,01
8,65
388,80
7,49
-60,21
-13,41
2249,91
5,77
2.269,44
5,82
19,53
0,87
5
23 - < 24
369,45
7,12
302,76
5,83
-66,69
-18,05
906,03
2,32
1.018,62
2,61
112,59
12,43
6
24 - < 25
327,15
6,30
218,97
4,22
-108,18
-33,07
485,46
1,24
720,27
1,85
234,81
48,37
7
25 - < 26
199,17
3,84
219,60
4,23
20,43
10,26
350,64
0,90
754,56
1,93
403,92
115,20
8
26 - < 27
64,71
1,25
98,01
1,89
33,30
51,46
103,05
0,26
348,75
0,89
245,70
238,43
9
27 - < 28
51,30
0,99
57,15
1,10
5,85
11,40
47,07
0,12
331,74
0,85
284,67
604,78
10
28 - < 29
11,16
0,22
5,76
0,11
-5,40
-48,39
9,00
0,02
129,51
0,33
120,51
1339,00
11
29 - < 30
3,96
0,08
5,13
0,10
1,17
29,55
7,29
0,02
117,99
0,30
110,70
1518,52
12
30 - < 31
2,25
0,04
1,71
0,03
-0,54
-24,00
3,15
0,01
50,58
0,13
47,43
1505,71
13
31 - < 32
1,62
0,03
0,54
0,01
-1,08
-66,67
1,26
0,00
53,64
0,14
52,38
4157,14
14
32 - < 33
0,36
0,01
0,00
0,00
-0,36
-100,00
0,36
0,00
24,93
0,06
24,57
6825,00
15
>= 33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
25,92
0,07
25,92
0,00
5.189,76
100,00
5.189,76
100,00
3.9010,95
100,00
39.010,95
100,00
Total
100
101
Lampiran 5 lanjutan Kecamatan Pasirjambu No
0
Suhu ( C )
2001
2009
Kecamatan Soreang Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
2001 %
2009
Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
1
Tidak ada data
32.001,48
63,83
32.001,48
63,83
0,00
0,00
9.263,88
66,54
9.263,88
66,54
0,00
0,00
2
< 21
13.889,61
27,70
14.298,66
28,52
409,05
2,95
486,72
3,50
429,12
3,08
-57,60
-11,83
3
21 - < 22
1.886,13
3,76
1.203,30
2,40
-682,83
-36,20
863,64
6,20
695,70
5,00
-167,94
-19,45
4
22 - < 23
1.574,82
3,14
1.394,82
2,78
-180,00
-11,43
1.486,80
10,68
1.193,94
8,58
-292,86
-19,70
5
23 - < 24
432,00
0,86
565,74
1,13
133,74
30,96
592,47
4,26
758,52
5,45
166,05
28,03
6
24 - < 25
205,65
0,41
335,79
0,67
130,14
63,28
465,84
3,35
547,56
3,93
81,72
17,54
7
25 - < 26
103,41
0,21
220,59
0,44
117,18
113,32
491,40
3,53
570,51
4,10
79,11
16,10
8
26 - < 27
22,14
0,04
65,07
0,13
42,93
193,90
115,20
0,83
258,12
1,85
142,92
124,06
9
27 - < 28
16,20
0,03
39,15
0,08
22,95
141,67
113,94
0,82
175,41
1,26
61,47
53,95
10
28 - < 29
4,95
0,01
8,28
0,02
3,33
67,27
25,47
0,18
23,76
0,17
-1,71
-6,71
11
29 - < 30
2,07
0,00
3,60
0,01
1,53
73,91
15,66
0,11
4,86
0,03
-10,80
-68,97
12
30 - < 31
0,63
0,00
1,44
0,00
0,81
128,57
0,63
0,00
0,63
0,00
0,00
0,00
13
31 - < 32
0,18
0,00
0,90
0,00
0,72
400,00
0,72
0,01
0,36
0,00
-0,36
-50,00
14
32 - < 33
0,00
0,00
0,18
0,00
0,18
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
15
>= 33
0,00
0,00
0,27
0,00
0,27
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
50.139,27
100,00
50.139,27
100,00
13.922,37
100,00
13.922,37
100,00
Total
101
102
Lampiran 5 lanjutan Kecamatan Ketapang 0
No
Suhu ( C )
2001 Luas (ha)
1
Tidak ada data
2009 %
Luas (ha)
Perubahan %
Luas (ha)
%
2.808,18
65,99
2.808,18
65,99
0,00
0,00
9,18
0,22
17,28
0,41
8,10
88,24
2
< 21
3
21 - < 22
12,06
0,28
120,15
2,82
108,09
896,27
4
22 - < 23
206,37
4,85
289,44
6,80
83,07
40,25
5
23 - < 24
240,93
5,66
183,42
4,31
-57,51
-23,87
6
24 - < 25
342,54
8,05
190,35
4,47
-152,19
-44,43
7
25 - < 26
378,81
8,90
289,35
6,80
-89,46
-23,62
8
26 - < 27
108,27
2,54
193,95
4,56
85,68
79,14
9
27 - < 28
105,39
2,48
153,36
3,60
47,97
45,52
10
28 - < 29
35,28
0,83
8,55
0,20
-26,73
-75,77
11
29 - < 30
8,37
0,20
1,71
0,04
-6,66
-79,57
12
30 - < 31
0,36
0,01
0,00
0,00
-0,36
-100,00
13
31 - < 32
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
14
32 - < 33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
15
>= 33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4.255,74
100,00
4.255,74
100,00
Total
102
103
Lampiran 6 Luas distribusi kelembaban per wilayah kecamatan No 1 2 3 4 5 6 7
Kelembaban (%) Tidak ada data < 50 50 - < 60 60 - < 70 70 - < 80 80 - < 90 90 - < 100 Total
2001 Luas (ha) 5.247,27 0,09 2,88 274,05 1.609,29 1.026,81 27,63 8.188,02
% 64,08 0,00 0,04 3,35 19,65 12,54 0,34 100,00
Kecamatan Baleendah 2009 Perubahan Luas (ha) % Luas (ha) % 5.245,56 64,06 -1,71 -0,03 0,00 0,00 -0,09 -100,00 0,90 0,01 -1,98 -68,75 1.431,90 17,49 1157,85 422,50 1.502,28 18,35 -107,01 -6,65 7,38 0,09 -1019,43 -99,28 0,00 0,00 -27,63 -100,00 8.188,02 100,00
2001 Luas (ha) % 12.288,42 78,39 0,00 0,00 0,36 0,00 196,29 1,25 1.452,78 9,27 1.364,94 8,71 372,33 2,38 15.675,12 100,00
Kecamatan Banjaran 2009 Luas (ha) % 12.240,00 78,09 0,00 0,00 0,18 0,00 801,09 5,11 2.283,84 14,57 348,57 2,22 1,44 0,01 15.675,12 100,00
Perubahan Luas (ha) % -48,42 -0,39 0,00 0,00 -0,18 -50,00 604,80 308,12 831,06 57,20 -1016,37 -74,46 -370,89 -99,61
Lampiran 6 lanjutan No
Kelembaban (%)
Kecamatan Bojongsoang 2009
2001
Perubahan
Kecamatan Cimaung 2009
2001
Perubahan
Luas (ha) 2.804,22 0,00 0,00
% 59,24 0,00 0,00
Luas (ha) 2.803,95 0,00 0,63
% 59,23 0,00 0,01
Luas (ha) -0,27 0,00 0,63
% -0,01 0,00 0,00
Luas (ha) 8.234,91 0,00 0,00
% 68,77 0,00 0,00
Luas (ha) 8.044,02 0,00 0,00
% 67,17 0,00 0,00
Luas (ha) -190,89 0,00 0,00
% -2,32 0,00 0,00
491,76
588,79
59,31
0,50
544,41
4,55
485,10
817,91
1 2 3
Tidak ada data < 50 50 - < 60
4
60 - < 70
83,52
1,76
575,28
12,15
5
70 - < 80
1.238,04
26,15
1.352,25
28,57
114,21
9,23
1.110,15
9,27
2.716,74
22,69
1606,59
144,72
6
80 - < 90
605,97
12,80
1,71
0,04
-604,26
-99,72
1.979,91
16,53
669,60
5,59
-1310,31
-66,18
7
90 - < 100
2,07
0,04
0,00
0,00
-2,07
-100,00
590,76
4,93
0,27
0,00
-590,49
-99,95
Total
4.733,82
100,00
4.733,82
100,00
11.975,04
100,00
11.975,04
100,00
103
104
Lampiran 6 lanjutan
No 1 2 3 4 5 6 7
Kelembaban (%) Tidak ada data < 50 50 - < 60 60 - < 70 70 - < 80 80 - < 90 90 - < 100 Total
2001 Luas (ha)
%
Kecamatan Ciwidey 2009 Luas (ha) %
31.717,17 0,00 0,54 64,08 1.132,74 8.323,38 5.394,24
68,02 0,00 0,00 0,14 2,43 17,85 11,57
31.636,62 0,36 4,14 410,58 10.139,31 4.440,60 0,54
67,84 0,00 0,01 0,88 21,74 9,52 0,00
46.632,15
100,00
46.632,15
100,00
Perubahan Luas (ha) % -80,55 0,36 3,60 346,50 9006,57 -3882,78 -5393,70
-0,25 0,00 666,67 540,73 795,11 -46,65 -99,99
Kecamatan Ketapang 2009 Perubahan Luas (ha) % Luas (ha) %
2001 Luas (ha)
%
2.808,54 0,00 0,36 197,55 1.022,04 222,57 4,68
65,99 0,00 0,01 4,64 24,02 5,23 0,11
2.808,18 0,00 0,00 646,92 798,12 2,52 0,00
65,99 0,00 0,00 15,20 18,75 0,06 0,00
4.255,74
100,00
4.255,74
100,00
-0,36 0,00 -0,36 449,37 -223,92 -220,05 -4,68
-0,01 0,00 -100,00 227,47 -21,91 -98,87 -100,00
Lampiran 6 lanjutan Kecamatan Margaasih No 1 2 3 4 5 6 7
Kelembaban (%) Tidak ada data < 50 50 - < 60 60 - < 70 70 - < 80 80 - < 90 90 - < 100 Total
2001 Luas (ha) 2.728,26 0,00 14,13 438,84 810,72 104,31 7,74 4.104,00
2009 % 66,48 0,00 0,34 10,69 19,75 2,54 0,19 100,00
Luas (ha) 2.725,65 0,00 0,00 817,47 558,81 2,07 0,00 4.104,00
Kecamatan Margahayu Perubahan
% 66,41 0,00 0,00 19,92 13,62 0,05 0,00 100,00
Luas (ha) -2,61 0,00 -14,13 378,63 -251,91 -102,24 -7,74
% -0,10 0,00 -100,00 86,28 -31,07 -98,02 -100,00
2001 Luas (ha) 541,71 0,00 4,32 203,31 290,70 7,56 0,00 1.047,60
2009 % 51,71 0,00 0,41 19,41 27,75 0,72 0,00 100,00
Luas (ha) 541,71 0,00 0,00 421,74 84,15 0,00 0,00 1.047,60
Perubahan % 51,71 0,00 0,00 40,26 8,03 0,00 0,00 100,00
Luas (ha) 0,00 0,00 -4,32 218,43 -206,55 -7,56 0,00
% 0,00 0,00 -100,00 107,44 -71,05 -100,00 0,00
104
105
Lampiran 6 lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7
Kelembaban (%) Tidak ada data < 50 50 - < 60 60 - < 70 70 - < 80 80 - < 90 90 - < 100 Total
2001 Luas (ha) % 24538,86 62,90 0,00 0,00 4,77 0,01 104,40 0,27 1.804,14 4,62 7.741,35 19,84 4.817,43 12,35 39.010,95 100,00
Kecamatan Pangalengan 2009 Perubahan Luas (ha) % Luas (ha) % 24.248,07 62,16 -290,79 -1,19 0,00 0,00 0,00 0,00 128,16 0,33 123,39 2.586,79 1.709,46 4,38 1605,06 1.537,41 9.077,67 23,27 7273,53 403,16 3.846,96 9,86 -3894,39 -50,31 0,63 0,00 -4816,80 -99,99 39.010,95 100,00
2001 Luas (ha) 3.587,13 0,00 4,23 98,82 928,08 564,57 6,93 51.89,76
% 69,12 0,00 0,08 1,90 17,88 10,88 0,13 100,00
Kecamatan Pameungpeuk 2009 Perubahan Luas (ha) % Luas (ha) % 3.584,43 69,07 -2,70 -0,08 0,00 0,00 0,00 0,00 0,99 0,02 -3,24 -76,60 386,91 7,46 288,09 291,53 1.215,90 23,43 287,82 31,01 1,53 0,03 -563,04 -99,73 0,00 0,00 -6,93 -100,00 51.89,76 100,00
Lampiran 6 lanjutan Kecamatan Pasirjambu No
Kelembaban (%)
2001
2009
Kecamatan Soreang Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
3.2290,74
64,40
32.001,48
63,83
-289,26
1
Tidak ada data
2
< 50
0,00
0,00
0,00
0,00
3
50 - < 60
0,81
0,00
2,25
0,00
4
60 - < 70
32,31
0,06
337,23
5
70 - < 80
754,11
1,50
6 7
80 - < 90 90 - < 100
7018,38 1.0042,92
Total
5.0139,27
Luas (ha)
2001 %
Luas (ha)
2009 %
Luas (ha)
Perubahan %
Luas (ha) 0,00
%
-0,90
9.263,88
66,54
9.263,88
66,54
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,44
177,78
1,35
0,01
0,90
0,01
-0,45
-33,33
0,67
304,92
943,73
205,02
1,47
1.032,75
7,42
827,73
403,73
8.401,95
16,76
7647,84
1014,15
1.614,96
11,60
3.611,70
25,94
1996,74
123,64
14,00 20,03
9.396,36 0,00
18,74 0,00
2377,98 -10042,92
33,88 -100,00
2.795,31 41,85
20,08 0,30
12,96 0,18
0,09 0,00
-2782,35 -41,67
-99,54 -99,57
100,00
5.0139,27
100,00
13.922,37
100,00
1.3922,37
100,00
105
106
Lampiran 6 lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7
2001
Kelembaban (%) Tidak ada data < 50 50 - < 60 60 - < 70 70 - < 80 80 - < 90 90 - < 100 Total
Luas (ha) 1.236,42 0,00 3,15 154,35 339,12 136,44 32,31 1.901,79
% 65,01 0,00 0,17 8,12 17,83 7,17 1,70 100,00
Kecamatan Dayeuhkolot 2009 Luas (ha) % 1.217,16 64,00 0,00 0,00 2,88 0,15 387,81 20,39 272,97 14,35 19,08 1,00 1,89 0,10 1.901,79 100,00
Perubahan Luas (ha) -19,26 0,00 -0,27 233,46 -66,15 -117,36 -30,42
% -1,56 0,00 -8,57 151,25 -19,51 -86,02 -94,15
106
107
Lampiran 7 Luas distribusi THI per wilayah kecamatan Kecamatan Baleendah 2009 % Luas (ha) %
Nilai THI
2001 Luas (ha)
1 2
Tidak ada data < 19
5.245,56 10,71
64,06 0,13
5.245,56 29,25
64,06 0,36
0,00 18,54
0,00 173,11
12.240,00 363,15
78,09 2,32
12.240,00 484,20
78,09 3,09
0,00 121,05
0,00 33,33
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
19 - < 20 20 - < 21 21 - < 22 22 - < 23 23 - < 24 24 - < 25 25 - < 26 26 - < 27 27 - < 28 28 - < 29 29 - < 30 >= 30
126,54 248,13 506,79 517,41 818,55 437,31 194,76 77,31 2,79 1,35 0,54 0,27
1,55 3,03 6,19 6,32 10,00 5,34 2,38 0,94 0,03 0,02 0,01 0,00
145,80 331,65 301,14 517,41 608,31 621,00 337,14 45,99 3,87 0,27 0,63 0,00
1,78 4,05 3,68 6,32 7,43 7,58 4,12 0,56 0,05 0,00 0,01 0,00
19,26 83,52 -205,65 0,00 -210,24 183,69 142,38 -31,32 1,08 -1,08 0,09 -0,27
15,22 33,66 -40,58 0,00 -25,68 42,00 73,11 -40,51 38,71 -80,00 16,67 -100,00
178,47 180,09 695,34 1.028,88 610,56 181,98 108,99 84,33 3,33 0,00 0,00 0,00
1,14 1,15 4,44 6,56 3,90 1,16 0,70 0,54 0,02 0,00 0,00 0,00
233,10 556,38 500,49 689,49 433,89 331,02 184,23 20,70 1,44 0,18 0,00 0,00
1,49 3,55 3,19 4,40 2,77 2,11 1,18 0,13 0,01 0,00 0,00 0,00
54,63 376,29 -194,85 -339,39 -176,67 149,04 75,24 -63,63 -1,89 0,18 0,00 0,00
30,61 208,95 -28,02 -32,99 -28,94 81,90 69,03 -75,45 -56,76 0,00 0,00 0,00
8.188,02
100,00
8.188,02
100,00
15.675,12
100,00
15.675,12
100,00
Total
Perubahan Luas (ha) %
2001 Luas (ha)
Kecamatan Banjaran 2009 % Luas (ha) %
No
Perubahan Luas (ha) %
107
108
Lampiran 7 lanjutan Kecamatan Bojongsoang No
Nilai THI
2001
2009
Kecamatan Cimaung Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
2.803,95
59,23
2.803,95
59,23
0,00
2001 %
2009
Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
0,00
8.044,02
67,17
8.044,02
67,17
0,00
0,00
1
Tidak ada data
2
< 19
1,53
0,03
2,25
0,05
0,72
47,06
677,79
5,66
861,84
7,20
184,05
27,15
3
19 - < 20
2,43
0,05
100,53
2,12
98,10
4.037,04
358,29
2,99
366,21
3,06
7,92
2,21
4
20 - < 21
1,44
0,03
583,02
12,32
581,58
40.387,50
326,52
2,73
671,04
5,60
344,52
105,51
5
21 - < 22
286,29
6,05
284,85
6,02
-1,44
-0,50
991,98
8,28
600,39
5,01
-391,59
-39,48
6
22 - < 23
814,95
17,22
291,06
6,15
-523,89
-64,28
974,52
8,14
716,76
5,99
-257,76
-26,45
7
23 - < 24
548,46
11,59
284,04
6,00
-264,42
-48,21
396,27
3,31
418,05
3,49
21,78
5,50
8
24 - < 25
191,25
4,04
248,49
5,25
57,24
29,93
146,34
1,22
213,39
1,78
67,05
45,82
9
25 - < 26
52,02
1,10
115,65
2,44
63,63
122,32
53,73
0,45
71,37
0,60
17,64
32,83
10
26 - < 27
31,50
0,67
17,73
0,37
-13,77
-43,71
5,58
0,05
10,98
0,09
5,40
96,77
11
27 - < 28
0,00
0,00
1,62
0,03
1,62
0,00
0,00
0,00
0,99
0,01
0,99
0,00
12
28 - < 29
0,00
0,00
0,54
0,01
0,54
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
13
29 - < 30
0,00
0,00
0,09
0,00
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
14
>= 30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4.733,82
100,00
4.733,82
100,00
11.975,04
100,00
11.975,04
100,00
Total
108
109
Lampiran 7 lanjutan Kecamatan Ciwidey No
Nilai THI
2001
2009
Kecamatan Dayeuhkolot Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
31.636,62
67,84
31.636,62
67,84
0,00
2001 %
2009
Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
0,00
1.217,16
64,00
1.217,16
64,00
0,00
0,00
1
Tidak ada data
2
< 19
4.625,28
9,92
6.312,87
13,54
1.687,59
36,49
45,54
2,39
27,27
1,43
-18,27
-40,12
3
19 - < 20
3.084,39
6,61
2.844,09
6,10
-240,30
-7,79
18,18
0,96
15,03
0,79
-3,15
-17,33
4
20 - < 21
2.817,99
6,04
2.966,58
6,36
148,59
5,27
16,29
0,86
68,31
3,59
52,02
319,34
5
21 - < 22
2.743,56
5,88
1.338,57
2,87
-1404,99
-51,21
64,71
3,40
59,22
3,11
-5,49
-8,48
6
22 - < 23
1.177,92
2,53
955,98
2,05
-221,94
-18,84
133,20
7,00
90,63
4,77
-42,57
-31,96
7
23 - < 24
369,45
0,79
356,67
0,76
-12,78
-3,46
144,45
7,60
120,24
6,32
-24,21
-16,76
8
24 - < 25
112,32
0,24
130,14
0,28
17,82
15,87
104,76
5,51
150,30
7,90
45,54
43,47
9
25 - < 26
40,86
0,09
53,82
0,12
12,96
31,72
78,12
4,11
104,49
5,49
26,37
33,76
10
26 - < 27
21,15
0,05
26,37
0,06
5,22
24,68
65,79
3,46
41,49
2,18
-24,30
-36,94
11
27 - < 28
2,43
0,01
5,94
0,01
3,51
144,44
11,88
0,62
4,77
0,25
-7,11
-59,85
12
28 - < 29
0,18
0,00
3,69
0,01
3,51
1950,00
1,17
0,06
2,16
0,11
0,99
84,62
13
29 - < 30
0,00
0,00
0,18
0,00
0,18
0,00
0,45
0,02
0,72
0,04
0,27
60,00
14
>= 30
0,00
0,00
0,63
0,00
0,63
0,00
0,09
0,00
0,00
0,00
-0,09
-100,00
46.632,15
100,00
46.632,15
100,00
1.901,79
100,00
1.901,79
100,00
Total
109
110
Lampiran 7 lanjutan Kecamatan Ketapang No
Nilai THI
2001 Luas (ha)
1
Tidak ada data
2
2009 %
Luas (ha)
Kecamatan Margaasih Perubahan
%
Luas (ha)
2001 %
Luas (ha)
2009 %
Luas (ha)
Perubahan %
Luas (ha)
%
2808,18
65,99
2808,18
65,99
0,00
0,00
2725,65
66,41
2725,65
66,41
0,00
0,00
< 19
4,05
0,10
4,68
0,11
0,63
15,56
6,93
0,17
3,33
0,08
-3,60
-51,95
3
19 - < 20
3,69
0,09
12,60
0,30
8,91
241,46
12,87
0,31
8,10
0,20
-4,77
-37,06
4
20 - < 21
3,33
0,08
216,72
5,09
213,39
6408,11
13,77
0,34
39,96
0,97
26,19
190,20
5
21 - < 22
127,80
3,00
192,87
4,53
65,07
50,92
43,20
1,05
95,67
2,33
52,47
121,46
6
22 - < 23
329,67
7,75
281,61
6,62
-48,06
-14,58
232,38
5,66
319,41
7,78
87,03
37,45
7
23 - < 24
547,83
12,87
281,25
6,61
-266,58
-48,66
406,26
9,90
293,85
7,16
-112,41
-27,67
8
24 - < 25
233,28
5,48
294,21
6,91
60,93
26,12
209,97
5,12
303,21
7,39
93,24
44,41
9
25 - < 26
126,18
2,96
153,36
3,60
27,18
21,54
179,28
4,37
272,61
6,64
93,33
52,06
10
26 - < 27
67,95
1,60
9,63
0,23
-58,32
-85,83
198,99
4,85
39,51
0,96
-159,48
-80,14
11
27 - < 28
3,51
0,08
0,63
0,01
-2,88
-82,05
70,65
1,72
2,70
0,07
-67,95
-96,18
12
28 - < 29
0,27
0,01
0,00
0,00
-0,27
-100,00
4,05
0,10
0,00
0,00
-4,05
-100,00
13
29 - < 30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
14
>= 30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4255,74
100,00
4255,74
100,00
4104,00
100,00
4104,00
100,00
Total
110
111
Lampiran 7 lanjutan Kecamatan Margahayu No
Nilai THI
2001 Luas (ha)
1
Tidak ada data
2
2009 %
Luas (ha)
Kecamatan Pameungpeuk Perubahan
%
Luas (ha)
2001 %
2009
Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
541,71
51,71
541,71
51,71
0,00
0,00
3.584,43
69,07
3.584,43
69,07
0,00
0,00
< 19
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8,37
0,16
3,96
0,08
-4,41
-52,69
3
19 - < 20
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8,37
0,16
59,58
1,15
51,21
611,83
4
20 - < 21
0,18
0,02
1,08
0,10
0,90
500,00
47,88
0,92
359,64
6,93
311,76
651,13
5
21 - < 22
1,26
0,12
6,75
0,64
5,49
435,71
325,26
6,27
272,52
5,25
-52,74
-16,21
6
22 - < 23
44,46
4,24
49,59
4,73
5,13
11,54
553,77
10,67
423,72
8,16
-130,05
-23,48
7
23 - < 24
111,24
10,62
96,48
9,21
-14,76
-13,27
420,75
8,11
254,79
4,91
-165,96
-39,44
8
24 - < 25
141,12
13,47
168,48
16,08
27,36
19,39
137,88
2,66
160,83
3,10
22,95
16,64
9
25 - < 26
104,31
9,96
146,61
13,99
42,30
40,55
71,91
1,39
57,15
1,10
-14,76
-20,53
10
26 - < 27
69,21
6,61
35,91
3,43
-33,30
-48,11
24,93
0,48
7,74
0,15
-17,19
-68,95
11
27 - < 28
33,39
3,19
0,99
0,09
-32,40
-97,04
2,61
0,05
4,41
0,08
1,80
68,97
12
28 - < 29
0,72
0,07
0,00
0,00
-0,72
-100,00
2,79
0,05
0,90
0,02
-1,89
-67,74
13
29 - < 30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,81
0,02
0,09
0,00
-0,72
-88,89
14
>= 30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1.047,60
100,00
1047,60
100,00
5.189,76
100,00
5.189,76
100,00
Total
111
112
Lampiran 7 lanjutan Kecamatan Pangalengan No
Nilai THI
2001
2009
Kecamatan Pasirjambu Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
24.248,07
62,16
24.248,07
62,16
0,00
2001 %
2009
Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
0,00
32.001,48
63,83
32.001,48
63,83
0,00
0,00
1
Tidak ada data
2
< 19
4.394,97
11,27
5.172,57
13,26
777,60
17,69
8.989,20
17,93
11.978,10
23,89
2.988,90
33,25
3
19 - < 20
2.591,37
6,64
2.020,32
5,18
-571,05
-22,04
3.767,13
7,51
2.320,56
4,63
-1.446,57
-38,40
4
20 - < 21
2.496,51
6,40
2.573,46
6,60
76,95
3,08
2.148,39
4,28
1.746,36
3,48
-402,03
-18,71
5
21 - < 22
2.754,63
7,06
1.420,02
3,64
-1334,61
-48,45
2.064,42
4,12
851,76
1,70
-1.212,66
-58,74
6
22 - < 23
1.518,12
3,89
1.404,36
3,60
-113,76
-7,49
813,42
1,62
765,09
1,53
-48,33
-5,94
7
23 - < 24
639,45
1,64
871,74
2,23
232,29
36,33
256,95
0,51
304,83
0,61
47,88
18,63
8
24 - < 25
258,66
0,66
566,10
1,45
307,44
118,86
65,16
0,13
117,27
0,23
52,11
79,97
9
25 - < 26
81,99
0,21
331,74
0,85
249,75
304,61
20,97
0,04
39,15
0,08
18,18
86,70
10
26 - < 27
18,27
0,05
175,50
0,45
157,23
860,59
10,44
0,02
9,72
0,02
-0,72
-6,90
11
27 - < 28
6,21
0,02
98,91
0,25
92,70
1492,75
1,35
0,00
2,70
0,01
1,35
100,00
12
28 - < 29
2,25
0,01
61,56
0,16
59,31
2636,00
0,36
0,00
1,71
0,00
1,35
375,00
13
29 - < 30
0,45
0,00
40,68
0,10
40,23
8940,00
0,00
0,00
0,27
0,00
0,27
0,00
14
>= 30
0,00
0,00
25,92
0,07
25,92
0,00
0,00
0,00
0,27
0,00
0,27
0,00
39.010,95
100,00
39.010,95
100,00
50.139,27
100,00
50.139,27
100,00
Total
112
113
Lampiran 7 lanjutan Kecamatan Soreang No
Nilai THI
2001
2009
Perubahan
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
Luas (ha)
%
9.263,88
66,54
9.263,88
66,54
0,00
0,00
14,94
0,11
67,95
0,49
53,01
354,82
1
Tidak ada data
2
< 19
3
19 - < 20
241,74
1,74
361,17
2,59
119,43
49,40
4
20 - < 21
583,02
4,19
1.083,42
7,78
500,40
85,83
5
21 - < 22
1.583,46
11,37
806,22
5,79
-777,24
-49,08
6
22 - < 23
1.006,47
7,23
1.058,13
7,60
51,66
5,13
7
23 - < 24
716,31
5,15
647,37
4,65
-68,94
-9,62
8
24 - < 25
306,18
2,20
429,21
3,08
123,03
40,18
9
25 - < 26
135,99
0,98
175,41
1,26
39,42
28,99
10
26 - < 27
62,10
0,45
26,64
0,19
-35,46
-57,10
11
27 - < 28
7,47
0,05
2,07
0,01
-5,40
-72,29
12
28 - < 29
0,72
0,01
0,90
0,01
0,18
25,00
13
29 - < 30
0,09
0,00
0,00
0,00
-0,09
-100,00
14
>= 30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
13.922,37
100,00
13.922,37
100,00
Total
113