Pengaruh Temperature humidity Index ….......................................................... Hanifia Azizah
PENGARUH PERBEDAAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) TERHADAP KUALITAS EKSTERIOR DAN TEBAL KERABANG TELUR AYAM RAS (THE EFFECT OF TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) ON THE EXTERIOR QUALITY AND EGG SHELL OF LAYER HEN) H. Azizah*, E. Sujana, A. Mushawwir Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Temperatur dan kelembaban adalah salah satu faktor utama yang berperan dalam produksi telur. Penelitian tentang pengaruh indeks temperatur dengan kelembaban (THI) penting dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh perbedaan THI terhadap kualitas eksterior dan tebal kerabang telur ayam ras. Penelitian dilakukan terhadap 350 ekor ayam ras petelur dengan jumlah 60 butir telur dari masing-masing THI yang berbeda (THI = 89 dan THI= 72 ). Penelitian ini dilaksanakan pada November 2014 di CV. Acum Jaya Abadi, Kuningan untuk THI tinggi dan di Peternakan milik Bapak Iqbal di Dusun Cihampelas, Cililin untuk THI rendah. Penelitian ini menggunakan metode uji-t tidak berpasangan. THI tinggi menyebabkan bobot telur yang rendah, bentuk telur yang lebih bulat dan kerabang telur yang lebih tipis dibanding THI normal. Kata kunci : ayam petelur, kelembaban, , kualitas Telur, temperature
ABSTRACT The temperature and humidity have been the main aspect that play the main role in the eeg production. So that, investigation about the effect of THI (Temperature Humidity Index) need to study. The purposed this study to investigated the effect of THI on egg qualities and thick eggshell of laying hens. Three hundred and fifth of layer in the two THI levels (THI = 89 and THI = 72) used in this study, and 60 eggs were collected in this both group, expectively, to measure of exterior qualities and eggshell of layer. This experiment was conducted from October to December, 2014 at the CV. Acum Jaya Abadi as the place of the THI = 89 and for THI = 72 was done in the farm at Cihampelas, Cililin. Data was collected and analyzed by statistical of unpaired t-Test. Based on the result of this study showed that egg weight average, shape index, and thick eggshell were showed a reducing in the hight THI, except the specific gravity. Keywords : egg quality, humidity, layer, temperature
PENDAHULUAN Ayam ras petelur sebagai hewan berdarah panas (homeoiterm) merupakan ternak yang sangat sensitif terhadap perubahan cuaca termasuk suhu dan kelembaban.Suhu dan
Pengaruh Temperature humidity Index ….......................................................... Hanifia Azizah
kelembaban sangat berpengaruh terhadap fisiologi dan tingkah lakunya.Suhu yang dibutuhkan oleh ayam petelur adalah 21 – 250C dengan kelembaban 50 – 60% (Rukhyat dan Edjeng, 2006), apabila suhu dan kelembaban tidak sesuai maka ayam ras petelur memberi feedback negatif berupa penurunan produksi baik dari segi kualitas maupun kuantitas telur. Beberapa lokasi peternakan ayam ras petelur di Jawa Barat, seperti Kabupaten Kuningan menunjukkan temperatur lingkungan yang tinggi. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan kisaran temperatur di lokasi penelitian yaitu 27 – 330C dengan kelembaban udara berkisar 85 – 92%. Sementara di Cililin menunjukan temperatur lingkungan yang lebih rendah yaitu suhu 23 – 240C dengan kelembaban 50 – 60%. Peningkatan indeks temperatur-kelembaban (THI), berdampak terhadap sulitnya ayam petelur mengevaporasikan panas tubuhnya.Beban panas bagi ayam, bukan hanya berasal dari panas metabolisme, tapi yang lebih besar adalah konduksi dan radiasi panas dari lingkungan sekitar. Akumulasi terhadap beban panas ini menyebabkan gangguan terhadap fungsi fisiologis ayam petelur, yang pada akhirnya akan mengganggu metabolisme.Pentingnya studi terhadap pengaruh THI maka penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dampak THI terhadap kualitas eksterior dan tebal kerabang telur ayam ras. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Tiga ratus ekor ayam telah digunakan dalam penelitian ini, untuk pengukuran bobot telur, shape indeks, specific gravity, dan tebal kerabang, sebanyak 60 butir telur dari masingmasing flock lokasi pemeliharaan diambil secara acak. 2. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban kandang diukur dengan menggunakan thermometer bola kering (DB) dan bola basah (WB).Thermometer ditempatkan di tiga titik dalam kandang, data yang diperoleh dari tiga titik tersebut dirata-ratakan.Pengukuran dilakukan pada pagi dan sore hari, setiap minggu selama satu bulan. Data yang diperoleh diguanakan untuk menentukan THI masng-masing wilayah penelitian (Kuningan dan Cililin), dengan menggunakan formula THI berikut berdasarkan (Mader dkk, 2006 ) : THI
= (1,8 × Tdb+32) + ((0,55-0,0055RH)((1,8 × Tdb+ 32) – 58))
3. Pengujian Kualitas Telur Kualitas yang diuji meliputi bobot telur, shape indeks, specific gravity, dan tebal kerabang telur ayam ras.
Pengaruh Temperature humidity Index ….......................................................... Hanifia Azizah
a. Bobot Telur Masing-masing telur ditimbang sehingga diketahui beratnya. Telur yang ditimbang adalah telur utuh yang langsung diambil dari kandangnya.Semakin besar bobot telur maka kualitas telur semakin baik. Telur ditempatkan dalam timbangan kemudian diukur beratnya dalam satuan gram. Telur yang diukur merupakan telur utuh yang diambil langsung dari kandang. b. Shape Index Bentuk telur yang baik mempunyai indeks telur sebesar 74 (Indratiningsih dan Rihastuti, 1996). Pengukuran shape indeks dengan menggunakan jangka sorong ditentukan sebagai berikut, Shape Indeks =
்௨
்௨
ݔ100
c. Specific Gravity Nilai standar specific gravity untuk ayam tipe petelur adalah 1,075 (Butcher, 1991). Specific gravity telur dapat dihubungkan dengan ketebalan kerabang (Gaisford,1964). Telur dimasukkan ke dalam ember yang berisi larutan garam dengan beberapa tingkat keenceran dan diurutkan mulai dari larutan garam yang terencer (Specific gravity nya terendah), Specific gravity ditentukan berdasarkan perbandingan larutan garam yang menyebabkan telur mengambang.Perbandingan garam dan air untuk penentuan specific gravity dapat dilhat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan air dan garam yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai specific gravity tertentu
Air (L) 3 3 3 3 3 3 3 3 3 *Sumber: Butcher, 1991
Garam (gr)
Nilai specific gravity telur
276 298 320 342 365 390 414 438 462
1,060 1,065 1,070 1,075 1,080 1,085 1,090 1,095 1,100
Pengaruh Temperature humidity Index ….......................................................... Hanifia Azizah
d. Tebal Kerabang Kerabang telur diukur ketebalannya menggunakan mikrometer skrup.Ketebalan kerabang telur yang berwarna putih berbeda dengan kulit telur yang berwarna coklat. Ketebalan kulit telur ayam ras normal adalah sebesar 0,33 – 0,35 mm (Steward dan Abbott, 1972). Ambil sebagian kerabang dari ujung tumpul, ujung runcing dan bagian tengah telur kemudian ukur dengan menggunakan mikrometer skrup. 4. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik Penelitian menggunakan metode eksperimental menggunakan rata-rata hitungan, simpangan baku dan uji-T student.Analisis data menggunakan analisis T-student dengan populasi tidak berpasangan,: P1 = Ayam petelur dengan THI 72 (23-24̊ C ; 50-60%) P2= Ayam petelur dengan THI 89 (27-33̊ C ; 85-93%). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pengaruh THI terhadap beberapa parameter kualitas telur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.Rata-rata hasil pengamatan kualitas eksterior telur dan tebal kerabang Perlakuan No
Perlakuan
Tempat
Bobot telur (g)
Shape indeks
Spesifik Gravity
Tebal kerabang (mm)
1
THI 89
Kuningan
60,49a
77,74a
1,101a
0,36a
2
THI 72
Cililin
64,48b
75,98b
1,089a
0,46b
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunujukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05) Hasil analisis uji-t tidak berpasangan terhadap kualitas telur menunjukkan bahwa ratarata bobot telur, shape indeks dan tebal kerabang menujukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05) pada kedua tempat dengan THI yang berbeda, kecuali tehadap spesifik gravity. Pada Tabel 2 tampak bahwa rata-rata bobot telur pada THI tinggi lebih kecil yakni sebesar 60,49 dibandingkan bobot telur ayam ras yang dipelihara pada THI rendah dengan rata-rata bobot sebesar 64,48. Pemeliharaan ayam ras petelur dalam kondisi pakan, strain, dan umur yang sama jika dipelihara pada suhu dan kelembaban yang berbeda maka menunjukkan performans produksi yang berbeda pula. Menurut Andi Mushawwir dan D. Latipudin (2013) mengemukakan
Pengaruh Temperature humidity Index ….......................................................... Hanifia Azizah
bahwa nutrisi yang digunakan untuk produksi telur hanya merupakan kelebihan dari nutrisi yang digunakan untuk proses homeostasis dan hidup pokok. Oleh karena itu, ayam ras petelur yang dipelihara pada THI tinggi (Kuningan) ayam
cenderung menghabiskan
energinya untuk melakukan proses homeostasis agar suhu tubuhnya tetap dipertahankan dalam keadaan normal. Selain itu pada THI yang tinggi akan menyebabkan terjadi penyesuaian pusat regulasi panas tubuh yang berdampak pada menurunnya konsumsi pakan sehingga mengakibatkan produksi telur termasuk bobot telur menurun. Terkait homeostasis, dapat dikemukakan bahwa mekanisme ini merupakan usaha ternak secara fisiologik untuk mempertahankan kondisi normal agar seluruh fungsi sel hingga jaringan dapat berlangsung sesuai dengan fungsi biokimianya Aengwanich (2007) melaporkan bahwa cekaman panas mengaktifkan mekanisme homeostasis yang ditempuh dengan interaksi berbagai jaringan dan organ, antara lain jaringan darah, organ jantung, jaringan syaraf, otot, sistem respirasi, ginjal, organ pencernaan, adrenal dan hipotalamus. Dengan demikian tampak bahwa homeostasis yang ditempuh melibatkan banyak organ guna mempertahankan temperature tubuh ternak melalui thermoregulasi (pertukaran panas) sebagai dampak konduksi dan radiasi panas yang terlalu berlebihan dari lingkungan sekitarnya.Pertukaran panas dari tubuh ternak ayam ke lingkungan merupakan homeostasis utama yang ditempuh sebagai kenaikan THI. Peran hypothalamus dan interkasi organ lain ditunjukkan melalui stimulasi syaraf sebagai tahap awal ransangan terhadap affektor yang diterima oleh reseptor syaraf pada permukaan tubuh, selanjutnya mengaktifkan hormone epinefrin. Franco (2004)
melaporkan bahwa stimulasi system syaraf merangsang
corticotropic relasing factor (CRF), CRF mensitimulasi adrenocortico tropic hormon (ACTH) di sel-sel pituitary, selanjutnya ACTH akan menstimulasi hormone epinefrin. Selanjutnya Gasser dkk.(2006) dan Guay dkk. (2007) mengemukakan bahwa hormone epinefrin akan berikatan dengan reseptor β-adrenergik yang terdapat dan tersebar diseluruh vaskuler yang halus atau pembuluh darah kecil baik venolus maupun atreol, sehingga pembuluh-pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi atau pelebaran/perbesaran vaskuler. Berdasarakan fakta ini maka dapat dijelaskan bahwa mekanisme fisiologi tersebutlah yang menjadi faktor penyebab meningkatnya tingkah laku panting atau bernafas cepat dan dangkal, sebagai mekanisme pengeluaran panas.Kegiatan ini didukung oleh meningkatnya evaporasi panas ke dalam system pencernaan dan meningkatnya denyut jantung serta meningkatnya konservasi air tubuh di dalam ginjal.Mutaf dan Seber (2005) serta Mutaf dkk. (2008) telah melaporkan melalui hasil penelitiannya terdahulu bahwa epinefrin bukan hanya
Pengaruh Temperature humidity Index ….......................................................... Hanifia Azizah
menyebabkan vasodilatasi tetapi pada saat yang bersamaan akan meningkatkan laju denyut jantung agar curah dan volume darah yang dialirkan semakin banyak. Mekanisme ini dapat berlangsung sebagai interaksi kerja otot dada, sistem respirasi dan sistem pencernaan. Rata-rata indeks telur (shape indeks) pada THI tinggi lebih besar yakni sebesar 77,74 dibandingkan shape indeks ayam ras yang dipelihara pada THI rendah dengan rata-rata shape indeks sebesar 75,98. Nilai indeks telur yang besar berarti telur memiliki ukuran panjang lebih kecil dibandingkan dengan nilai indeks telur yang rendah sehingga bentuk telur nya menjadi bulat. Nilai indeks telur yang tinggi bukan berarti telur berkualitas baik, karena Bentuk telur yang baik mempunyai indeks telur sebesar 74 (Indratiningsih dan Rihastuti, 1996), berbentuk bulat apabila indeksnya ≥76 dan oval apabila indeksnya = 72-76 (Sumarni dan Djuarnani, 1995). Berdasarkan kriteria bentuk telur yang telah dipublikasin oleh peneliti sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa bentuk telur ayam ras yang dipelihara pada THI yang tinggi berdasarkan penelitian menyebabkan telur bebentuk bulat yaitu 77,74 dibandingkan telur ayam ras pada THI yang rendah berdasarkan hasil yang berbentuk oval
yaitu 75,98.
Beberapa faktor mikro yang mempengaruhi bentuk telur antara lain telah dilaporkan oleh Swenson (1997) bahwa bentuk telur sangat ditentukan oleh ransangan gerakan peristaltic yang distimulasi oleh system syaraf (Tan dkk., 2003; Tůmová dan Gous, 2012) dan oleh mekanisme hormonal terutama oleh hormon adrenal (epinefrin), angiotensin II, estrogen dan prostaglandin (Novero dkk., 1991 dan Parkes dkk., 2006.). Mekanisme kontrol syaraf terhadap pembentukan telur telah banyak dilaporkan. Stimulasi telencephalon (system syaraf) terhadap penundaan dan percepatan kalsifikasi (pembentukan kerabang) dan oviposisi telah diteliti Elnager (2000) sedangkan Onagbesan dkk. (2006) melaporkan mengenai stimulasi preoptic hypothalamus sebagai penyebab oviposisi premature dan rangsangan diteruskan melalui sistem syaraf oviduct yang menyebabkan bentuk telur tidak akan oval. Penelitian lain menunjukkan bahwa obat sympathomimetic dan para sympathomimetic yang diberikan kepada unggas fase bertelur menyebabkan pengaruh terhadap irama peristaltik ada otot kelenjar kerabang. Penelitianpenelitian ini menujukkan bahwa sistem syaraf memegang peranan yang sangat vital terhadap kalsifikasi dan oviposisi.Selanjutnya Shaw dkk.(1979) dan Shinder dkk. (2007) melaporkan bahwa mekanisme control syaraf menjadi tidak terartur dengan meningkatnya tempertaur lingkungan atau imbangan temperature dengan kelembaban (THI).
Pengaruh Temperature humidity Index ….......................................................... Hanifia Azizah
Terkait dengan hubungan peningkatan cekaman panas yang ditandai dengan meningkatnya THI serta hubungannnya dengan control syaraf telah dilaporkan melalui publikasi sebelumnya antara lain dilaporkan Shinder dkk. (2007) bahwa pada ayam domestik seperti ayam ras petelur, aktivitas myoelectrical pada kelenjar kerabang dan di vagina dalam keadaan stres panas tercatat selama periode dari 10 menit sebelum sampai 10 menit setelah oviposisi.Rekaman menunjukkan perubahan signifikan dalam frekuensi dan durasi Potensi Lonjakan Impuls Syaraf (PLIS) antara 3 menit sebelum dan 2 menit setelah oviposisi telur.Perubahan ini terjadi berturut-turut, pertama di dalam kelenjar kerabang, sampai ke dalam vagina. Gangguan irama myoelectrical menyebakan pembentukan kerabang mengalami gangguan baik kualitas maupun bentuk (Mantena dkk., 2008), bentuk bulat merupakan dampak gangguan irama myoelectrical control syaraf (Gaisford, 1964); (Mutaf dan Seber, 2005); (Tan dkk., 2010). Gasser dkk.
(2006) menunjukkan bahwa di dalam kelenjar
kerabang, frekuensi PLIS per menit meningkat, namun durasi menurun secara signifikan selama periode waktu yang sama, kemudian aktivitas lonjakan impuls syaraf ini terus menurun hingga 10 menit pada periode post oviposition. Dalam vagina, perubahan PLIS hanya bersifat sementara.Perubahan PLIS menunjukkan bentuk telur manjadi bulat atau lebih panjang. Specific gravity pada THI yang berbeda menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.Artinya, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata dari specific gravity masing-masing THI. Pada THI tinggi rata-rata specific gravity sebesar 1,101 sedangkan rata-rata specific gravity ayam ras yang dipelihara pada THI rendah dengan ratarata specific gravity sebesar 1,089. Nilai standar specific gravity untuk ayam tipe petelur adalah 1,075 (Butcher, 1991). Jika dilihat dari nilai rata-rata dari specific gravity masingmasing lokasi, keduanya sudah memiliki nilai diatas standar dengan nilai specific gravity yang tidak berbeda (p > 0,05) ditunjukan pada telur ayam ras petelur yang dipelihara dikedua lokasi yaitu Kuningan dan Cililin. Menurut Gaisford (1964) bahwa Specific gravity telur dapat dihubungkan dengan ketebalan kerabang.Specific gravity juga berpengaruh pada tingkat kesegaran telur.Beberapa penelitian sebelumnya (Butcher dan Miles, 1991; Franco, 2004) menunjukkan penurunan specifik grafity (SG) dengan meningkatnya temperature yang ekstrim. Berdasarkan hasil penelitian ini yang menunjukkan nilai SG yang tidak berbeda maka dapat diasumsikan bahwa temperature dengan THI yang tinggi masih mampu ditolerir oleh
Pengaruh Temperature humidity Index ….......................................................... Hanifia Azizah
populasi ayam tersebut.Tidak terdapatnya perbedaan nilai SG tersebut merupakan manifestasi dari sintesis protein serat membran kerabang yang masih normal baik pada ayam yang dipelihara dalam kondisi THI rendah maupun THI tinggi. Taira dkk. (2003) melaporkan bahwa kesempurnaan sintesis membran kerabang menjadi penentu SG yang baik, selain dari tebal dan lebar pori kerabang. Berdasarkan data yang kami peroleh mengenai ketebalan kerabang telur dari kedua lokasi tampak keduanya memiliki nilai tebal kerabang yang sama-sama diatas nilai normalnya, sehingga nilai SG nya pun menjadi diatas yang seharusnya (1,075) baik telur dari Kuningan maupun dari Cililin. Tebal kerabang telur ayam ras pada THI yang berbeda menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata.Artinya, terdapat perbedaan yang sangat nyata pada nilai rata-rata dari tebal kerabang telur masing-masing THI. Pada THI tinggi rata-rata tebal kerabang telur lebih kecil yakni 0,36 mm dibandingkan nilai rata-rata tebal kerabang telur ayam ras yang dipelihara pada THI rendah dengan rata-rata tebal kerabang sebesar 0,46 mm. Tebal kerabang yang lebih baik dimiliki oleh ayam ras petelur yang dipelihara di daerah Cililin (THI rendah). Menurut Steward dan Abbott 1972, Ketebalan kulit telur ayam ras normal adalah sebesar 0,33 – 0,35 mm. Hal itu berarti walaupun nilai rata-rata tebal kerabang telur ayam ras yang dipelihara pada THI tinggi lebih kecil dibanding tebal kerabang telur ayam ras yang dipelihara dalam THI rendah, nilai rata-rata ini masih dalam kisaran normal. Hanya saja, pada ayam yang berada pada THI rendah dia lebih bisa memanfaatkan kalsium dan vitamin D untuk pembentukan kerabang seperti dijelaskan menurut Andi Mushawwir dan D. Latipuddin bahwa Meningkatnya suhu lingkungan ternyata meningkatkan frekuensi pernafasan yang berakibtat pula pada peningkatan panas yang dikeluarkan. Panas yang dibuang melalui pernafasan ini pada unggas jauh lebih besar manfaatnya dari pada melalui penguapan. Ini berarti semakin banyak CO2 yang dikeluarkan, sehingga prekursor pembentukan kerabang semakin berkurang sehingga menyebabkan pada menurunnya kualitas kerabang. SIMPULAN Perbedaan THI menyebabkan penurunan kualitas telur pada ayam dalam kondisi THI tinggi berupa bobot telur yang lebih rendah, bentuk telur yang lebih bulat dan tebal kerabang yang lebih tipis.
Pengaruh Temperature humidity Index ….......................................................... Hanifia Azizah
DAFTAR PUSTAKA Aengwanich, W. 2007.Effects of High Environmental Temperature on Blood Indices ofThai Indigenous Chickens, Thai Indigenous Chickens Crossbred and Broilers.International Journal of Poultry Science. 6: 427-430. Andi Mushawwir dan D. Latipudin. 2012. Respon Fisiologi Thermoregulasi Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer. Proceeding of National Seminar on Zootechniques of Indogenous Resourches Development, Semarang. Andi Mushawwir dan D. Latipudin. 2012. Respon Fisiologi Thermoregulasi Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer. Proceeding of National Seminar on Zootechniques for Indogenous Resources Development.Faculty of Animal Agriculture Diponegoro University and Indonesian Society of Animal Agriculture, Semarang. Andi Mushawwir dan D. Latipudin. 2013. Biologi Sintesis Telur, Perspektif Fisiologi, Biokimia dan Molekuler Produksi Telur . Graha Ilmu : Bandung. Butcher,G.D. and Miles D. R. 1991. Egg Specific gravity-Designing A Monitoring program. Institute of Food and Agricultural Science.Florida.www.pjbs.org. Diakses tanggal 24 September 2014. Elnager, S. A. 2000. Hypothyroid-mediated changes in reproductive function during heat stress in laying hens at different stages of production. Ph.D. Dissertation. Alexandria Univ., Egypt. Franco,D. J. 2004. Effect of heat stres of production, physiologicaland metabolic parameters in three varieties of laying hens.PhD Dissertation, Univ. of Nebraska, Lincoln. Gaisford, M .J. 1964.The Application of Shell Strength Measurement in Egg Shell Quality Determination.British Poultry Science Vol. 6 No.3. Gasser, A., E. Bruhn and A. H. Guse. 2006. Second messenger function of nicotinic acid adenine dinucleotide phosphate revealed by an improved enzymatic cycling assay. J. Biol. Chem. 281:16906-16913. Mutaf, S., and N. Seber. 2005. The Effect of Insulation Level of Theconstruction Elements and Evaporative Cooling Systems in Thepoultry Houses on Laying Hen Performance in Hot Climate. Pages347–353 in Proc. 31st Commission International de l’Organisation Scientifique du Travail en Agriculture-International Commission of Agricultural Engineering (CIOSTA-CIGR) V. F. und T. MullerbaderGmbH, Filderstadt, Germany. Rukhyat, K. Edjeng, S. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya , Bandung. Shaw, M. J., L. E. Georgopoulos, and A. H. Payne. 1979. Synergistic effect of folliclestimulating hormone and luteinizing hormone on testicular ∆5-3β-hydroxysteroid dehydrogenaseisomerase: Application of a new method for the separation of testicular compartments. Endocrinology 104:912–918.
Pengaruh Temperature humidity Index ….......................................................... Hanifia Azizah
Shinder, D., M. Rusal, J. Tanny, S. Druyan, and S. Yahav. 2007. Thermoregulatory Responses of Chicks (Gallus domesticus) to Low Ambient Temperatures at an Early Age. . Poultry Science. 86: 2200–2209. Steward, G.F. and J.C. Abbott. 1972. Marketing Eggs and Poultry. Food ang Agricultural Organization (FAO).The United Nations. Rome. Sumarni dan N. Djuarnani. 1995. Diktat Penanganan Pasca Panen Unggas. Deparetmen Pertanian. Balai Latihan Petanian, ternak, Ciawi Bogor. Swenson, G. M. 1997. Physiology or Domestic Animals.Publishing CoInc. USA. Taira, H., L. G. Robeson, and M. M. Beck. 2003. Testicular responses of male quail to heat stress: Effects on steroidogenesis. Poult. Sci. 82(Suppl.1):83. Tan, G.Y., L. Yang , Y.Q. Fu , J.H. Feng, and M.H. Zhang. 2010. Effects of different acute high ambient temperatures on functionof hepatic mitochondrial respiration, antioxidative enzymes,and oxidative injury in broiler chickens.Poultry Science. 89: 115-122.