MANAJEMEN RUANG TERBUKA HIJAU DAN RUANG TERBUKA BIRU BAGI REVITALISASI POTENSI DAN PENGEMBANGAN URBAN AGRICULTURE DI BAGIAN HULU SUNGAI CILIWUNG
NOVY GITANI SISWANTO
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru bagi Revitalisasi Potensi Urban Agriculture di bagian Hulu Sungai Ciliwung adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014 Novy Gitani Siswanto NIM A44100010
ABSTRAK NOVY GITANI SISWANTO. Manajemen Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru bagi Revitalisasi Potensi Urban Agriculture di bagian Hulu Sungai Ciliwung. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN. Pertanian perkotaan adalah suatu bentuk usaha tani yang dikembangkan untuk mendukung kebutuhan pangan suatu urban atau sub-urban. Pengembangan pertanian dapat dilakukan, antara lain melalui produk pekarangan, kebun campuran, dan talun. Bagian hulu Sungai Ciliwung berpotensi untuk pengembangan pertanian perkotaan melalui Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru-nya. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara, Desa Cilember dan Desa Pandansari. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis potensi dan pengembangan pertanian perkotaan dengan metode survei lapang dan wawancara. Dari penelitian diketahui bahwa spesies yang paling banyak ditemukan adalah tanaman pisang (Musa Paradisiaca) dan singkong (Manihot esculenta) dan diketahui pula sebanyak 83.3% penjual menjual tanaman buah dan sebanyak 70% diantaranya menjual pisang-pisangan. Ini menunjukan bahwa tanaman pisang dapat dikembangkan untuk pengembangan pertanian perkotaan, dengan penggunaan lahan kolaborasi antara RTH dan RTB. Produk dari RTB dihasilkan dari perikanan, seperti lele (Clarias batrachus), nila (Oreochromis niliticus), mujair (Oreochromis mossambicus), dan ikan mas (Cyprinus carpio). Kata kunci: badan air, daerah aliran sungai, kebun campuran, pekarangan, talun,
ABSTRACT NOVY GITANI SISWANTO. Green and Blue Open Spaces Management for Potential Revitalization and Development Urban Agriculture in the Upper Stream of Ciliwung River. Supervised by HADI SUSILO ARIFIN. Urban agriculture is a kind of agriculture farming system that developed to support the needs of the city or town in the vicinity. Agricultural development can be utilized by the products of the home gardens, mix gardens and forest gardens. The upper stream of Ciliwung River has the potential to develop urban agriculture through the green open space. In the study sites of Tugu Utara village, Cilember village, and Pandansari Village are known that not only green open space but also collaborated with blue open space that could be utilized agricultural weeks to the city. The purpose of this study is to analyze the potential green open space and blue open space for the development of urban agriculture. The research method used is field check survei and interviews the stakeholders. The study found that for the most common plant species in the study sites is the banana plant (Musa paradisiaca) and cassava (Manihot esculenta). And it is known that as many as 83.3% sellers around the study site sold fruit plants and as many as 70% of the sellers sold bananas. This showed that the banana crop plants can be developed for the development of viable urban agriculture, with land use as well as collaboration with other products between green open space and blue open space in the location. Blue open space produced fisheries, like freshwater catfish (Clarias batrachus), tilapia (Oreochromis niliticus and Oreochromis mossambicus), and goldfish (Cyprinus carpio). Keywords: forest garden, home garden, mix garden, water bodies, water catchment
MANAJEMEN RUANG TERBUKA HIJAU DAN RUANG TERBUKA BIRU BAGI REVITALISASI POTENSI DAN PENGEMBANGAN URBAN AGRICULTURE DI BAGIAN HULU SUNGAI CILIWUNG
NOVY GITANI SISWANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi
: Manajemen Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru bagi Revitalisasi Potensi dan Pengembangan Urban Agriculture di Bagian Hulu Sungai Ciliwung
Nama Mahasiswa
: Novy Gitani Siswanto
NRP
: A44100010
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr. Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai Juni 2014 ialah Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru. Judul penelitian ini adalah Manajemen Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru bagi Revitalisasi Potensi dan Pengembangan Urban Agriculture di Bagian Hulu Sungai Ciliwung. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, saran, dan juga ktitik yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Arsitektur Lanskap angkatan 47, Komisi Kesenian Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB, rekan sekerja BPH UKM PMK IPB 2013, teman-teman Wisma Jenius, teman-teman satu tim penelitian, teman-teman PMK IPB angkatan 47, serta pihak lainnya atas segala doa dan dukungannya. Penulis juga mengucap syukur atas proses yang telah dilewati dalam penyusunan karya ilmiah ini bersama dengan orang-orang terkasih yang telah mendukung. Ucapan terima kasih yang begitu dalam penulis sampaikan pada mereka yang senantiasa memberikan dukungan dan doa, keluarga tercinta penulis, adik Owen, Kakak Mettha, dan terkhusus untuk Papa dan Mama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam menangani perubahan lanskap akibat urbanisasi. Masyarakat tetap dapat memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru dengan baik untuk mendukung pencapaian nilai ekologis dan produksi. Selain itu hasil dari penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi pemerintah dan akademisi untuk mensosialisasikan pemanfaatan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru di Indonesia. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014 Novy Gitani Siswanto
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
Kerangka Pikir
2
METODE PENELITIAN
4
Lokasi dan Waktu Penelitian
4
Alat dan Bahan
4
Metode Penelitian
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Situasional
7 7
Analisis Ruang Terbuka Hijau
12
Analisis Ruang Terbuka Biru
22
Analisis Potensi dan Pengembangan Urban Agriculture
29
Konsep RTH dan RTB
34
Manajemen Urban Agriculture
44
SIMPULAN DAN SARAN
46
Simpulan
46
Saran
46
DAFTAR PUSTAKA
47
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Alat penelitian Jenis data yang dikumpulkan Kondisi penutupan lahan DAS Ciliwung bagian hulu Kondisi kekritisan Lahan DAS Ciliwung Bagian Hulu Deskripsi nilai rata-rata unsur iklim dan kemiringan pada perbedaan lokasi Kepadatan penduduk lokasi sampel Kepemilikan RTH Klasifikasi jenis sampel pekarangan Tanaman yang ditemui di sampel pekarangan Keragaman fungsional tanaman pekarangan Tanaman yang ditemui di sampel kebun campuran Keragaman fungsional tanaman kebun campuran Tanaman yang ditemui di talun Keragaman fungsional tanaman talun Bentuk dan kegunaan RTB tiap lokasi desa Sampel kolam ikan di tiga lokasi dan peruntukannya Pemanfaatan lahan di ketiga desa Produksi buah-buahan Indonesia Nilai jual produk tanaman hasil wawancara Rekomendasi tanaman pertaniaan perkotaan Musim Panen Raya tanaman buah di Indonesia Kebutuhan benih dan bibit, populasi tanaman, kebutuhan pupuk tanaman sayur Rekomendasi komoditas ikan yang dapat dikembangkan
4 6 8 12 12 13 14 14 15 17 18 20 20 22 22 25 29 33 34 37 39 40 44
DAFTAR GAMBAR 1 Bagan alir kerangka pikir 2 Lokasi penelitian (BA) Desa Tugu Utara; (BT) Desa Cilember; (BB) Desa Pandansari 3 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung bagian hulu 4 Peta lahan kritis DAS Ciliwung bagian hulu 5 Peta overlay penutupan lahan dan lahan kritis DAS Ciliwung bagian hulu 6 Kolam ikan di pekarangan Desa Pandansari 7 Kolam ikan di pekarangan Desa Cilember 8 Kolam ikan di pekarangan Desa Tugu Utara 9 Kolam ikan di Desa Tugu Utara 10 Kolam ikan di Desa Cilember 11 Kolam ikan di pekarangan Desa Pandansari 12 Aliran sumber air kolam ikan di Desa Pandansari 13 Air sungai yang jernih dan berarus deras di bagian tengah
3 5 9 10 11 23 24 24 24 25 25 26 27
14 15 16 17 18
Kondisi sungai yang berbatu di bagian bawah Badan sungai berbatasan langsung dengan pemukiman di bagian bawah Sampah di kawasan sungai bagian bawah Grafik persentase penjualan produk Konsep RTB bagi revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture 19 Konsep RTB bagi revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture
27 28 28 32 36 43
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari kepulauan yang membentang dari Barat ke Timur. Lanskap, penggunaan lahan, dan tutupan lahan berubah dengan cepat di Indonesia akibat dari berbagai faktor ekonomi, demografi, dan faktor kebijakan, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi dan politik tahun 1997-1998 (Arifin dan Nakagoshi, 2011). Perubahan lanskap akibat terjadinya perubahan dalam kegiatan pertanian menuju industrialisasi, urbanisasi, dan lahan pertanian komersial telah menjadi masalah degradasi lingkungan yang serius (Arifin at al, 2007). Masalah degradasi lingkungan ini pada awalnya dimulai dari perubahan dan perkembangan kota-kota kecil menuju kota besar mengikuti perubahan secara global di seluruh negara yang ada di dunia. Begitu juga dengan kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, dengan semakin cepatnya pertumbuhan dan pembangunan di daerah Jabodatek ini menuju kawasan urban landscape memberikan pengaruh yang besar terhadap degradasi lahan yang ada di Jawa Barat khususnya area sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Degradasi lahan dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Biru (RTB), termasuk di dalamnya lahan pertanian, menjadi lahan terbangun ataupun fungsi ruang lainnya, menyebabkan menurunnya kualitas ekologis sekitar DAS Ciliwung. Selain penurunan kualitas ekologis kawasan degradasi lahan juga memberikan dampak pada penurunan jumlah lahan pertanian yang ada di kawasan tersebut. Penurunan lahan area pertanian akan mempengaruhi produktivitas hasil pertanian masyarakat yang dihasilkan. Produktivitas akan menurun dan pada akhirnya tidak dapat untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat secara nasional. Dalam rangka pembangunan kawasan DAS Ciliwung khususnya bagian hulu Sungai Ciliwung menuju urban landscape, maka diperlukan adanya pengembangan konsep penggunaan lahan untuk tetap menjaga fungsi ekologis DAS Ciliwung maupun pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Pengembangan konsep tersebut dapat dilakukan dengan mengelola RTH dan RTB yang ada di kawasan DAS Ciliwung dengan konsep pertanian perkotaan (urban agriculture) yang memanfaatkan RTH dan RTBnya. Dengan demikian selain dapat tetap menjaga keseimbangan kebutuhan pangan lokal diharapkan juga dapat menjaga keseimbangan fungsi ekologis di sekitar area DAS Ciliwung tersebut. Perumusan Masalah Berdasarkan potensi yang dimiliki, RTH dan RTB seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan urban agriculture. Hal ini dapat dilakukan dengan cara kreatif untuk mengefektifkan penggunaan RTH dan RTB dalam penataannya sehingga selain dapat meningkatkan nilai produksi, dapat juga menambah nilai estetika yang ada serta dapat menjaga dan mempertahankan nilai ekologis dari RTH dan RTB di bagian hulu Sungai Ciliwung. Oleh karena itu, perlu diteliti mengenai manajemen RTH dan RTB berdasarkan penggunaannya untuk pengembangan urban agriculture.
2
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. menganalisis RTH dan RTB di bagian hulu Sungai Ciliwung; 2. menganalisis potensi produksi pertanian untuk perkotaan melalui pengelolaan RTH khususnya pekarangan, kebun campuran, dan talun, serta RTB dalam bentuk kolam-kolam ikan dan badan air lainnya; 3. menyusun konsep pengelolaan kawasan RTH dan RTB bagi revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture di bagian hulu sungai Ciliwung.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini adalah rekomendasi pedoman pengelolaan RTH dan RTB untuk pengembangan urban agriculture khususnya di area hulu Sungai Ciliwung. Oleh karena itu, manfaat dari hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam pengembangan jenis pertanian dan produk pertanian yang berpotensi serta dapat menjadi alternatif bagi pemerintah dalam pengembangan dan pengembalian fungsi RTH dan RTB bagian hulu Sungai Ciliwung dalam revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada pembuatan rencana pengelolaan RTH dan RTB untuk pengembangan urban agriculture yang dapat mendukung pengoptimalan jenis produksi berpotensi yang dapat dihasilkan. Selain berfungsi untuk mengefektifkan nilai produksi, model pengelolaan yang dihasilkan juga akan memiliki nilai ekologis yang baik. Model dibuat menjadi satu bentuk model urban agriculture dengan kesatuannya antara Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru. Kerangka Pikir Perkembangan kawasan Jabodetabek menjadi kawasan urban landscape mempengaruhi perkembangan pola penggunaan lahan pertanian yang ada di sepanjang kawasan DAS Ciliwung menjadi kawasan urban-suburban landscape. Perubahan ini termasuk salah satunya kawasan bagian hulu DAS Ciliwung yang berada di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Kawasan ini berkembang mengikuti perkembangan Jabodetabek. Banyak lahan yang berganti menjadi lahan terbangun sehingga menggantikan fungsi awalnya untuk ekologis dan termasuk produksi pertanian, menjadi ruang pemukiman ataupun yang lainnya. Penelitian ini dimulai dengan analisis awal penggunaan lahan RTH dan RTB di tiga lokasi bagian hulu sungai Ciliwung di Kabupaten Bogor. Analisis awal ini difokuskan pada penggunaan fungsi ruang tersebut untuk fungsi produksi pertanian dan juga tetap pada fungsi ekologis yang seimbang. Analisis RTH hanya diarahkan pada bagian pekarangan, kebun campuran, dan talun, sedangkan analisis RTB akan diarahkan ke bagian ruang seperti sungai, kolam dan/atau badan air lainnya yang ada di tiga lokasi tersebut.
3
Setelah didapatkan tiga lokasi untuk setiap ruang yang diteliti, dianalisis keragaman komoditas pertaniannya. Komoditas pertanian ini dapat berupa vegetasi untuk setiap RTH yang diteliti dan hasil produksi dari pemanfaatan RTB yang ada. Dengan demikian didapatkan jenis pertanian perkotaan yang berpotensi untuk dikembangkan di setiap kawasan ini dalam mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakat serta mendukung keberlanjutan dan keseimbangan fungsi ekologis di kawasan DAS Ciliwung. Selain itu, dianalisis potensi produksi dan pasar dari setiap hasil yang dihasilkan oleh RTH dan RTB yang diteliti. Potensi pasar dari produksi ini mendukung pengolahan dan pengembangan dari jenis komoditas yang dipilih untuk revitalisasi potensi urban agriculture di bagian hulu Sungai Ciiwung. Hingga pada akhirnya dihasilkan suatu konsep dan model urban agriculture yang tepat untuk kawasan ini. Pada akhir penelitian dihasilkan suatu bentuk rekomendasi pengelolaan RTH dan RTB di bagian hulu Sungai Ciliwung untuk potensi dan pengembangan urban agriculture (Gambar 1).
Gambar 1 Bagan alir kerangka pikir
4
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Sungai Ciliwung bagian hulu yang melewati kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Lokasi daerah penelitian tersebut yaitu meliputi tiga sampel wilayah, yaitu Desa Tugu Utara untuk mewakili bagian atas (BA), Desa Cilember untuk mewakili bagian tengah (BT), dan Desa Pandansari untuk mewakili bagian bawah (BB) (Gambar 2). Jumlah Ruang Terbuka Hijau yang digunakan untuk setiap desa adalah sebanyak masing-masing tiga untuk setiap sampel pekarangan, kebun campuran, dan talun. Sampel Ruang Terbuka Biru diambil berdasarkan keadaan dan kenyataan yang ada di area sekitar sampel Ruang Terbuka Hijau. Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga bulan Juni 2014. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, meteran, Adobe Photoshop, Auto CAD, dan ArcGIS. Bahan dalam penelitian ini berupa lembar survei dan lembar kuesioner (Tabel 1). Tabel 1 Alat penelitian Alat Perangkat keras (hardware) Kamera 8 MP Lembar kuesioner dan survei Perangkat lunak (software) Adobe Photoshop Auto CAD ArcGIS 2010
Kegunaan Pengambilan data visual kondisi lapangan Penyimpanan data sementara dari hasil survei dan wawancara di lapangan Pembuatan ilustrasi dan penyelesaian gambar atau peta Pembuatan ataupun pengolahan gambar atau peta Pembuatan ataupun pengolahan peta Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan akhir dari penelitian ini, maka metode dan analisis yang dilakukan untuk penelitian ini yaitu: 1. Inventarisasi kondisi Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru dengan metode survei dan wawancara serta studi pustaka. Inventarisasi RTH dilakukan pada masing-masing tiga pekarangan, tiga kebun campuran, tiga talun di tiap desa dengan metode purposive sampling. Kegiatan inventarisasi tanaman diambil berdasarkan keragaman horizontal (fungsi) menurut Arifin (1998). Delapan fungsi tersebut adalah: tanaman hias, tanaman obat, tanaman sayur, tanaman buah, tanaman bumbu, tanaman penghasil pati, dan tanaman industri, serta tanaman lainnya. Klasifikasi jenis RTH, khususnya pekarangan didasarkan pada empat jenis pekarangan menurut ukurannya yaitu pekarangan sempit dengan luas <120 m², pekarangan sedang dengan luas 120 m²-400 m²,
5
6
pekarangan besar dengan luas 400 m²-1000 m², dan pekarangan sangat besar dengan luas >1000 m² (Arifin 1998). 2. Analisis potensi produksi dengan metode survei langsung dan wawancara kepada 30 penjual produk tanaman di sekitar lokasi penelitian sebagai pasar produksi urban agriculture dengan metode purposive random sampling, serta menilai nilai ekologis dan value added yang diterima oleh masyarakat ataupun stakeholders. 3. Penyusunan konsep pengelolaan kawasan RTH dan RTB bagi revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture dengan menggunakan hasil survei dan wawancara kepada stakesholders. Dalam mendukung metode-metode tersebut dalam kegiatan penelitian ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah data. Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini meliputi data umum berupa batas wilayah administrasi Jawa Barat, data legal, ekologis, ekonomi, dan sosial-budaya (Tabel 2). Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan Jenis Data Unit Data Umum: Peta Administrasi Jawa Barat Legal: Peraturan, Undangundang, Peraturan Daerah Ekologis a. View b. Landuse
c. Iklim (curah hujan, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, dll) d. Kemiringan tanah e. Vegetasi
f. Satwa Ekonomi a. Pekerjaan dan matapencaharian utama masyarakat sekitar
Cara Pengambilan Data Instansi terkait
lembar
eksemplar
Instansi terkait, Studi Pustaka
Sumber Data BP DAS CitarumCiliwung Studi Pustaka
foto m²
Survei Lapang Survei Lapang, Instansi Terkait, Studi Pustaka
ºC, mm
Instansi terkait, Studi Pustaka
%
Instansi terkait, Studi Pustaka Survei lapang, Studi pustaka
Studi Pustaka
Survei lapang
Lapang, Monografi desa
Keragaman horizontal (fungsi) (Arifin 1998) ekor orang
Lapang Lapang, BP DAS CitarumCiliwung, Studi Pustaka Studi Pustaka
Lapang
7
Lanjutan Tabel 2 Jenis Data b. Value added yang dimungkinkan dari produk hasil RTH dan RTB Sosial Budaya a. Pola permukiman penduduk b. Pola gaya hidup masyarakat g. Landcover
Unit Data rupiah
jiwa/km
orang m²
Cara Pengambilan Data Survei lapang
Sumber Data Lapang
Survei lapang, Studi pustaka
Monografi desa, Studi Pustaka
Survei lapang, Studi pustaka Instansi terkait, Studi pustaka
Lapang, Studi pustaka BP DAS CitarumCiliwung
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Situasional Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas 146 km² yang merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m hingga 3000 m dpl. Di bagian hulu paling sedikit terdapat 7 sub DAS, yaitu: Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. Bagian hulu sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Megamendung, Cisarua, dan Ciawi) dan sebagian kecil Kota Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kota Bogor Selatan). Bagian hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras, variasi kemiringan lereng yang tinggi, dengan kemiringan lereng 2-15% (70.5 km²), 15-45% (52.9 km²), dan sisanya lebih dari 45%. Di bagian hulu masih banyak dijumpai mata air yang bergantung pada komposisi litografi dan kelulusan batuan (BP DAS Citarum-Ciliwung 2011). Jenis tanah yang terdapat di DAS Ciliwung hulu adalah jenis tanah asosiasi latosol coklat dan regosol coklat, latosol coklat, kompleks latosol merah kekuningan, latosol coklat, podsolik merah kekuningan, dan litosol, serta didominasi oleh jenis asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat (BPDAS Citarum-Ciliwung, 2007) Penggunaan lahan di bagian hulu Sungai Ciliwung pun bervariasi dan telah mengalami perubahan. Kondisi penggunaan lahan di bagian hulu DAS Ciliwung, dalam hal ini dapat ditunjukan oleh penutupan lahannya (landcover). Penggunaan lahan didominasi oleh hutan tanaman (Tabel 3), hal ini disebabkan oleh sebagian besar kawasan hulu DAS Ciliwung yang merupakan daerah konservasi. Namun warga juga memanfaatkan lahan untuk pertanian lahan kering dan masih bercampur semak untuk penghidupan sehari-hari sebesar 4.396,19 ha dan sebesar 2.863,76 dimanfaatkan untuk permukiman warga di Kabupaten Bogor, sarana rekreasi dan villa sewaan. Keadaan yang lebih jelas mengenai penutupan lahan di bagian hulu
8
DAS Ciliwung dapat dilihat pada Peta Penutupan Lahan bagian hulu DAS Ciliwung (Gambar 3). Tabel 3 Kondisi penutupan lahan DAS Ciliwung bagian hulu No Penutupan Lahan 1 Hutan lahan kering 2 Hutan tanaman 3 Perkebunan 4 Permukiman 5 Pertanian Lahan Kering Campur 6 Semak/Belukar 7 Tanah terbuka
Luas (ha) 1711.84 6120.38 243.75 2863.76 4396.19 508.12 34.44
Sumber: Analisa GIS (BPDAS Citarum dan Ciliwung, 2011)
Seiring terjadinya perubahan lahan dan pertumbuhan di segala bidang di bagian hulu DAS Ciliwung, lahan merupakan mendapatkan perhatian serius terhadap keberlanjutannya pada masa mendatang. Dengan telah terkonversinya lahan-lahan tersebut, hal ini menyebabkan keadaan kekritisan lahan di wilayah hulu DAS Ciliwung memiliki luasan lahan sangat kritis sebesar 58.15 ha dan lahan kritis sebesar 1.668,05 ha (Tabel 4). Kondisi ini memprihatikan jika dibandingkan dengan status lahan yang tidak kritis lebih kecil daripada lahan kritis, yaitu hanya sebesar 1.596,86 ha. Lokasi kekritisan lahan di bagian hulu DAS Ciliwung dapat dilihat pada peta (Gambar 4) dengan hasil overlay antara kondisi penutupan lahan dan lahan kritis juga dapat diperhatikan (Gambar 5). Tabel 4 Kondisi kekritisan lahan DAS Ciliwung bagian hulu Kekritisan Lahan Luas (ha) Sangat Kritis 58.15 Kritis 1668.05 Agak Kritis 9456.82 Potensial Kritis 4766.63 Tidak Kritis 1596.86
Luas (%) 0.331 9.506 53.896 27.166 9.101
Sumber: Analisa GIS (BPDAS Citarum dan Ciliwung, 2011)
Penelitian yang dilakukan di hulu Sungai Ciliwung tersebut telah mengambil tiga sampel desa, yaitu Desa Tugu Utara, Desa Cilember, dan Desa Pandansari. Desa Tugu Utara dengan luasan wilayah 924 ha berbatasan dengan Kecamatan Sukamakmur pada bagian utara, Kecamatan Pacet Cianjur pada bagian timur, Desa Tugu Selatan pada bagian selatan, dan Desa Batulayang pada bagian barat. Desa Cilember dengan luasan wilayah 200 ha ini berbatasan dengan Kecamatan Megamendung pada bagian utara, Desa Jogjogan pada bagian timur, dan kali Ciliwung pada bagian selatan, serta Desa Cipayung Girang pada bagian baratnya. Sedangkan Desa Pandan Sari dengan luasan wilayah 188,57 ha ini berbatasan dengan Desa Cipayung Kecamatan Megamendung pada bagian utara, Desa Gadog Kecamatan Megamendung pada bagian timur, dan Desa Bendungan Kecamatan Ciawi pada bagian selatan, serta Desa Sindangsari pada bagian dan barat.
9
10
11
12
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa terdapat perbedaan dari ketiga lokasi tersebut, yaitu mulai dari ketinggian tempat, curah hujan, kecepatan angin, suhu udara, kelembaban relatif, dan juga kemiringan (Tabel 5). Perbedaan yang begitu jelas terlihat dari perbedaan ketinggian tempat, suhu udara, dan juga kemiringan, sedangkan untuk curah hujan, kecepatan angin, dan kecepatan relatif tidak terlihat perbedaan yang cukup jauh. Diketahui bahwa untuk setiap lokasi tersebut kepadatan penduduk setiap desa dengan luasan yang telah disebutkan yaitu 11.8 jiwa/ha; 48.2 jiwa/ha; dan 43.6 jiwa/ha untuk maasing-masing Desa Tugu Utara, Desa Cilember, dan Desa Pandansari (Tabel 6). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa Desa Cilember merupakan desa yang memiliki kepadatan tertinggi. Namun, berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa pada umumnya semakin ke bawah lokasi desa maka akan semakin tinggi kepadatan penduduknya. Hal ini disebabkan oleh urbanisasi yang dimulai dari wilayah terdekat dengan kota besar lainnya seperti Kota Bogor, Jakarta, dan lainnya. Dengan demikian wilayah paling bawah dari bagian hulu tentunya akan memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah paling atas yang letaknya cukup jauh dari kota besar lainnya. Tabel 5 Deskripsi nilai rata-rata unsur iklim dan kemiringan pada perbedaan lokasi No 1 2 3 4
5 6
Unsur iklim Ketinggian tempat (dpl) Curah hujan (mm)* Kecepatan angin (m/det)* 0 Suhu udara ( C)* Minimum Maksimum Kelembaban relatif (%)* Kemiringan (%)
Tugu Utara 650.0-1200.0¹ 264.8 3.8
Zona Agroklimat Cilember 710.0² 280.5 3.2
19.8 22.7 85.3 4.0-46.0**
22.2 27.5 84.6 7.0-42.0**
Pandansari 500.0³ 241.1 2.5 24.1 30.2 82.7 ≤ 25.0*
Sumber: ¹Profil Desa Tugu Utara Tahun 2013; ²Profil Desa Cilember Tahun 2013; ³Monografi Desa Pandansari Tahun 2014; * Bahrun (2012) diolah; ** Sismihardjo (2008) diolah;
Tabel 6 Kepadatan penduduk lokasi sampel Jumlah Penduduk Desa Luasan (ha) (jiwa) Tugu Utara¹ 924.00 10974 Cilember² 200.00 9649 Pandansari³ 188.57 8227
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) 11.8 48.2 43.6
Sumber: ¹Profil Desa Tugu Utara Tahun 2013; ²Profil Desa Cilember Tahun 2013; ³Monografi Desa Pandansari Tahun 2014
Analisis Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau menurut UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Pada penelitian, RTH yang diteliti difokuskan pada tiga jenis, yaitu pekarangan, kebun campuran, dan talun untuk mendukung dan melihat potensi dan pengembangan urban agriculture di bagian hulu DAS
13
Ciliwung. Ketiga jenis tersebut dikategorikan sebagai RTH yang dapat dilihat pada penjabaran DPU (2008) dalam lampiran Peraturan Menteri PU No. 5 Tahun 2008 berdasarkan jenis kepemilikannya (Tabel 7). Pekarangan adalah lahan di sekitar bangunan rumah yang dikelola intensif dengan aneka jenis tegakan maupun tanaman bahwa yang bernilai ekonomis, dan juga terkadang terdapat ternak dan kolam ikan di dalamnya (Arifin et al, 2009). Kebun campuran adalah sebidang tanah yang terletak di luar batas plot rumah di mana beberapa jenis tanaman tahunan dan tanaman tahunan, seperti sayuran, buah-buahan, dan hutan kayu yang ditanam dengan sistem tumpangsari (Harashina et al, 2001). Sedangkan talun (forest garden) adalah sistem bekas ladang yang ditanami pepohonan dan dibiarkan hingga pohon membesar (termasuk bamboo) dengan aneka tanaman bawah termasuk umbi-umbian dan pisang (Arifin et al, 2009). Tabel 7 Kepemilikan RTH No. Jenis 1. RTH Pekarangan a. pekarangan rumah tinggal b. halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha c. taman atap bangunan 2. RTH Taman dan Hutan Kota a. Taman RT b. Taman RW c. Taman kelurahan d. Taman kecamatan e. Taman kota f. Hutan kota g. Sabuk hijau (green belt) 3. RTH Jalur Hijau Jalan a. Pulau jalan dan median jalan b. Jalur pejalan kaki c. Ruang di bawah jalan layang 4. RTH Fungsi Tertentu a. RTH sempadan rel kereta api b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi c. RTH sempadan sungai d. RTH sempadan pantai e. RTH pengamanan sumber air baku/mata air f. Pemakaman
RTH Publik
RTH Privat √ √ √
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √
√ √
√ √ √ √ √ √
Sumber: Peraturan Menteri PU No. 5 Tahun 2008
Analisis Pekarangan Berdasarkan hasil pengamatan lapang diketahui bahwa enam dari sembilan sampel pekarangan masuk dalam kategori jenis pekarangan sempit, dua pekarangan sebagai pekarangan bertipe sedang, dan satu pekarangan bertipe besar (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar pekarangan ternyata
14
termasuk dalam kategori pekarangan sempit dengan ukuran luas kurang dari 120 m². Banyaknya pekarangan yang termasuk dalam kategori tersebut dikarenakan oleh cepatnya pembangunan yang terjadi akibat urbanisasi sehingga mengurangi luasan lahan pekarangan untuk membangun infra struktur lainnya. Berdasarkan data juga diperoleh bahwa tidak adanya ditemukan klasifikasi pekarangan jenis sangat besar. Hal ini juga diakibatkan pertumbuhan wilayah yang begitu cepat yang mengurangi luasan lahan terbuka menjadi lahan terbangun. Dengan data klasifikasi ukuran pekarangan tersebut, salah satu kekhasan urban agriculture (urban farming) menurut Widyawati (2013) adalah luas lahan yang relatif sempit, dapat mendukung kriteria pengembangan dari suatu pertanian perkotaan di lokasi penelitian tersebut. Bagian yang menarik berdasarkan data tersebut adalah adanya pekarangan yang masuk dalam kategori pekarangan yang besar. Pekarangan tersebut memiliki luasan yang sangat berbeda dengan luas pekarangan yang ditemukan. Hal ini dikarenakan pekarangan tersebut memang dikelola dengan baik, bukan cuma sekedar untuk hobi dari pemiliknya saja, namun juga diperuntukan untuk produksi ikan melalui kolam ikan yang dibuat di dalam pekarangan. Tabel 8 Klasifikasi jenis sampel pekarangan Jenis Pekarangan Desa Atas
Rata-rata Tengah
Rata-rata Bawah
Rata-rata
Sampel Pekarangan
Luas (m²)
A-1 A-2 A-3
27.5 39.0 225.0 97.0 42.0 18.0 240.0 100.0 986.0 26.5 13.5 50.7
T-1 T-2 T-3 B-1 B-2 B-3
Sempit (<120 m²)
Sedang (120 m²-400 m²)
Besar (400 m²-1000 m²)
√ √ √ √ √ √ √ √ √
Berdasarkan hasil survei lapang diketahui terdapat 85 jenis tanaman yang dijumpai di sampel pekarangan, dengan 33 jenis tanaman ditemukan di bagian atas, 39 jenis tanaman ditemukan di bagian tengah, dan 68 jenis tanaman ditemukan di bagian bawah (Tabel 9). Jumlah jenis tanaman yang paling banyak ditemukan yaitu di bagian bawah sampel lokasi dari Sungai Ciliwung bagian hulu. Hal ini tidak sesuai dengan konsep ekoton dimana dinyatakan bahwa bagian tengah sebagai ekoton (daerah peralihan) akan memiliki kenaekaragamaan lebih banyak dibandingkan bagian atas dan bagian bawah. Hal ini dikarenakan di bagian bawah ditemukan pekarangan dengan kategori pekarangan besar, sehingga mempengaruhi jumlah jenis tanaman yang ditemukan di bagian bawah.
15
Tabel 9 Tanaman yang ditemui di sampel pekarangan Tanaman
Lokasi PA PT PB 1 0 0
No
Tanaman
44
Kuping gajah (Anthurium crystallinum) Lantana (Lantana camara)
1
Adam hawa (Rhoeo discolor)
2
Agave (Agave angustifolia)
0
0
1
45
3
Aglonema (Aglaonema sp.)
0
0
2
46
4
Alang-alang (Imperata cylindrical) Antanan (Viola odorata) Asem kawa
1
0
1
47
0
0
1
48
0 0
1 1
0 1
5 6 7
Bambu (Arundinaria pumila)
Lokasi PA PT PB 1 0 2
0
0
1
lidah buaya (Aloevera sp.)
0
1
0
Lidah mertua (Sansevieria cylindrica) Lili paris
0
0
2
1
0
0
49 50
Lolipop Mawar (Rosa sp.)
3 1
1 0
0 0
Monstera (Monstera deliciosa) Nolina (Nolina tuberculata/Beauca rnea recurvate)
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1 0
0 0
0 3
8
Bayam merah
1
0
0
51
9
Begonia (Begonia sp.)
0
0
1
52
10 Belimbing
0
1
0
53
11 Bunga kana 12 Bunga kertas
0 0
1 1
0 0
54 55
Pacing (Coctus sp.) Pakis-pakisan Paku jejer (Nephrolepis exaltata)
13 Bunga merak (Caesalpinia pulcherrima)
0
0
1
56
Pala
0
1
0
14 Bunga ratu (Amherstia nobilis) 15 Cabai merah (Capsicum annum) 16 Cabai rawit (Capsicum frutescens)
0
0
1
57
Palem
0
1
0
0
1
1
58
Palem merah
0
1
0
0
1
2
59
Palem putri
1
0
0
17 Cemara hias
0
1
0
60
Palem wregu (Raphis excelsa)
0
0
1
18 Cemara norflok
0
1
0
61
0
0
1
19 Daun mangkokan (Nothopanax scutellarium)
0
0
1
62
Pandan hias (Pandanus veitchii) Pandan wangi (Pandanus amaryllifolia)
0
0
1
16
Lanjutan Tabel 9 Lokasi PA PT PB 0 0 1
63
0
0
1
64
1
1
1
65
Drasena Pita Setrip Putih (Dracaena sanderiana 'White Stripe') Euphorbia (Euphorbia milii)
0
1
0
66
1
0
1
Filo daun belah (Philodendron seloum)
0
0
26 Filo gigi buaya (Philodendron bipinnatum) 27 Filo linet (Philodendron lynnette) 28 Filo perisai (Philodendron mamei) 29 Hanjuang (Cordyline sp.)
0
30
No
Tanaman
20 Daun mutiara (Pilea sp.) 21 Daun polkadot (Hypoestes sanguinolenta) 22 Drasena (Dracaena sp.)
No
Tanaman Pandanpandanan Pare (Momordica Charantia) Pepaya (Carica papaya)
Lokasi PA PT PB 0 1 0 0
1
0
0
0
1
Petunia (Petunia sp.)
0
0
1
67
Pinang (Areca catechu)
0
0
1
1
68
Pinus
0
1
0
0
1
69
1
1
1
0
0
1
70
Pisang (Musa paradisiaca) Pisang hias
0
1
0
0
0
1
71
Pohon asem
1
0
0
2
2
1
72
Pohon nangka
0
1
0
Hanjuang merah (Cordyline terminalis 'Rededge') Hanjuang putri jawa (Cordyline terminalis 'Java Beauty')
1
1
1
73
Pucuk merah
1
0
0
0
0
1
74
Puring (Codiaeum variegatum)
0
0
3
32 Hortensia (Hydrangeaceae macrophylla) 33 Jambu air (Syzygium aqueum)
1
0
1
75
Rimbang
1
0
0
2
2
0
76
1
0
1
34 Jambu biji (Psidium guava)
3
1
1
77
Rumput paetan (Axenopus compressus (pearl grass)) Simbang darah (Iresine herbstii)
0
0
1
35
Kaktus (Eriosyce imitans)
0
0
1
78
0
1
1
36
Kayu Besi (D. fragrans massangeana)
0
1
0
79
Singkong (Manihot esculenta) Sirsak (Annona macrocarpa)
0
0
1
23
24
25
31
17
Lanjutan Tabel 9 No
Tanaman
37
Keladi hias (Caladium hortulanum) Keladi ungu (Colocasia esculenta) Kembang gondola (Bassela rubra) Krisotermis (Chrysothemis pulchella) Kucai (Carex morrowii variegate) Kucai (Carex morrowii)
38
39 40
41
42
43
Kunyit (Curcumae domesticae)
Lokasi PA PT PB 2 3 2
80
Soka (Ixora coccine)
0
0
2
81
0
1
0
82
0
0
1
83
0
0
1
84
1
0
2
85
Suplir (Adiatum terenum) Sutra Bombay (Portulaca sp.) Teh-tehan (Acalypha macrophylla) Terong (Solanum melongena) Tomat (Solanum lycopersicum)
1
0
1
No
Tanaman
TOTAL
Lokasi PA PT PB 0 1 1
0
1
1
0
0
1
2
2
2
0
0
1
0
1
1
33
39
68
Keterangan: (PA) Pekarangan atas; (PT) Pekarangan tengah; (PB) Pekarangan bawah; (3) tanaman ditemukan di tiga sampel; (2) tanaman ditemukan di dua sampel; (1) tanaman ditemukan di satu sampel; (0) tanaman tidak ditemukan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa terdapat berbagai jenis tanaman di pekarangan rumah masyarakat di setiap desanya. Tanamantanaman hampir didominasi oleh tanaman hias (Tabel 10). Hal ini dikarenakan sedikitnya lahan yang tersisa di sekitar area rumah masyarakat yang pada umumnya telah berubah menuju area terbangun akibat perubahan pembangunan dan kemajuan wilayah, sehingga kebanyakan tanaman hias yang ditanam ditanami menggunakan media tanah yang diwadahi oleh pot atau sejenisnya. Setelah tanaman hias, masyarakat lebih memilih untuk menanam tanaman buah diikuti tanaman sayur serta tanaman bumbu untuk mengisi bagian kosong area pekarangan mereka. Hal ini dikarenakan masyarakat masih mau mengolah lahan mereka untuk kebutuhan pribadi mereka, seperti kebutuhan rumah tangga. Tabel 10 Keragaman fungsional tanaman pekarangan Fungsi Tanaman Sampel Hias Obat Sayur Buah Bumbu Pati PA 18 0 1 3 1 0 PT 26 1 4 6 1 0 PB 44 1 5 7 5 1 Keterangan: (PA) Pekarangan atas; (PT) Pekarangan tengah; (PB) Pekarangan bawah;
Industri Lainnya 0 2 2 1 1 3
18
Analisis Kebun Campuran Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat 48 jenis tanaman yang ditemukan di kebun campuran (Tabel 11). Tanaman-tanaman tersebut tersebar sebanyak 34 jenis tanaman di kebun campuran bagian atas, 27 tanaman di bagian bawah, dan 17 tanaman di bagian bawah. Berdasarkan data juga dapat dilihat bahwa tanaman pisang (Musa sp.) dan tanaman singkong (Manihot esculenta) dapat ditemui hampir di semua lokasi sampel kebun campuran tiap desanya. Tabel 11 Tanaman yang ditemui di pekarangan No 1
2
3 4 5
6
7
8
9
10
11
12
13 14
Tanaman Alang-alang (Imperata cylindrical) Bambu (Arundinaria pumila) Bawang daun (Allium sp.) Begonia (Begonia sp.) Bogenvill (Bougainvillea spectabilis) Bunga kertas (Zinia elegans)
KA 1
Lokasi KT KB 2 1
No
Tanaman
25
Kerai payung (Felicium decipiens Thw) Kunyit (Curcumae domesticate) Lidah mertua (Sansevieria sp.) Mahoni (Swietenia mahogani Jacq) Marantha (Marantha sp.)
0
1
0
26
1
0
0
27
1
0
0
28
1
0
0
29
1
0
0
30
Bunga merak (Caesalpinia pulcherima) Cabai Rawit (Capsicum frutescens) Cemara norflok (Araucaria heterophylla) Filo imperial (Philodendron speciosum) Flamboyan (Delonix regia)
1
0
0
31
1
0
0
32
1
0
0
33
0
3
0
0
1
Hanjuang Merah (Cordyline terminalis 'Rededge') Hanjuang hijau (Cordyline sp.) Jagung (Zea mays)
1
KA 0
Lokasi KT KB 0 1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
0
Melati kali (Hyppobroma longifera) Nangka (Artocarpus heterophyllus) Pacar air (Impatiens wallerana) Pacing (Costus sp.)
1
1
0
0
2
0
1
0
0
1
0
0
34
Paku jejer (Nephrolepis sp.)
0
0
2
0
35
0
1
0
0
0
36
Palem hijau (Ptychosperma macarthurii) Palem wregu (Rhapis excelsa)
1
0
0
0
2
1
37
0
0
2
0
1
0
38
Pandan (Pandanus amaryllifolia) Pisang (Musa paradisiaca)
3
2
3
19
Lanjutan Tabel 11 No 15 16 17
18
19
20
21
22
23
24
Tanaman Jambu biji (Psidium guava) Jelly palm (Butia capitata) Jeruk (Citrus sp.)
KA 0
Lokasi KT KB 2 0
No 39
1
0
0
40
1
0
0
41
Kaki labalaba/aralia (Cosmoxylum linear) Kalanko (Kalanchoe grandiflora) Kana (Canna sp.)
1
0
0
42
1
0
0
43
0
1
0
44
Kayu manis (Cinnamomun burmanii) Kelapa (Cocos nucifera)
0
1
1
45
2
1
1
46
Kembang pukul delapan (Turnera subulata) Kembang Sepatu (Hibiscus rosasinensis)
2
0
0
47
1
0
0
48
TOTAL
Tanaman Pisang hias (Heliconia sp.) Sawi hijau (Brassica rapa) Sengon (Paraserianthes falcariata) Singkong (Manihot esculenta)
KA 1
Lokasi KT KB 0 0
1
0
0
0
1
0
2
2
2
Soka (Ixora sp.)
1
0
0
Sukun (Artocarpus communis) Suplir (Adiatum terenum) Talas (Xanthosoma roseum) Talas cina (Alocasia cuculata) Torenia (Torenia fournieri)
1
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
34
27
17
Keterangan: (KA) Kebun campuran atas; (KT) Kebun campuran tengah; (KB) Kebun campuran bawah; (3) tanaman ditemukan di tiga sampel; (2) tanaman ditemukan di dua sampel; (1) tanaman ditemukan di satu sampel; (0) tanaman tidak ditemukan
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat berbagai jenis tanaman di kebun campuran di sekitar rumah masyarakat di setiap desanya. Berdasarkan jumlahnya tanaman didominasi oleh tanaman hias. Hal ini dikarenakan terdapat satu sampel di kebun campuran desa tertentu yang tanamannya didominasi oleh tanaman hias dengan total spesies yang terdata untuk tanaman hias cukup banyak jika dibandingkan tanaman lainnya (Tabel 12). Berdasarkan data setelah tanaman hias, tanaman buah merupakan tanaman yang mendominasi kebun campuran, lalu diikuti oleh tanaman bumbu dan juga tanaman sayur (Tabel 12). Di lapangan, masyarakat (pemilik/pengelola) lebih mengutamakan pemanfaatan lahan untuk berkebun sederhana dan bisa dikonsumsi secara pribadi ataupun dijual ke pasar ataupun tengkulak serta pembeli secara langsung. Sedangkan tanaman hias yang ditemukan adalah tanaman-tanaman yang tidak dikelola dengan intensif oleh pihak pemilik atau pengelola kebun campuran tersebut.
20
Tabel 12 Keragaman Fungsional tanaman kebun campuran Fungsi Tanaman Sampel Hias Obat Sayur Buah Bumbu Pati KA 22 0 2 5 5 1 KT 8 0 5 6 2 1 KB 5 1 2 1 4 2
Industri Lainnya 0 2 4 3 1 2
Keterangan: (KA) Kebun campuran atas; (KT) Kebun campuran tengah; (KB) Kebun campuran bawah;
Analisis Talun Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat 46 jenis tanaman yang ditemukan di talun (Tabel 13). Tanaman-tanaman tersebut tersebar sebanyak 31 jenis tanaman di talun bagian atas, 44 jenis tanaman di bagian bawah, dan 17 tanaman di bagian bawah. Berdasarkan data dapat diketahui bahwa tanaman bambu (Arundinaria pumila) dapat dijumpai di semua talun. Hal ini mendukung penelitian Harashina et al. (2001) yang menyatakan bahwa talun (forest garden) merupakan sisa dari hutan sekunder yang didominasi oleh bambu pohon, biasanya terletak di lereng curam, di mana manajemen cukup luas. Data yang didapat juga menunjukkan bahwa tanaman pisang (Musa sp.) dan tanaman singkong (Manihot esculenta) juga masih dapat ditemui hampir di semua lokasi sampel talun seperti kebun campuran. Tabel 13 Tanaman yang ditemui di talun No 1
2
3
4
5
6
7
8 9
Tanaman Alang-alang (Imperata cylindrical) Bambu (Arundinaria pumila) Bambu kuning (Phyllostachys sulphrurea) Bandotan (Ageratum conyzoides) Bayambayaman merah (Irsine herbstii) Bintang terang (Hedera helix)
TA 3
Lokasi TT TB 2 3
No
Tanaman
24
Mahoni (Swietenia mahogani Jacq) Matoa (Pometia pinnata)
3
3
3
25
0
1
0
26
0
2
0
27
0
1
0
28
0
2
0
29
Bunga intip (Sambucus javanica) Cemara
0
1
0
30
0
1
0
31
Cermai (Phyllanthus acidus)
1
0
0
32
TA 0
Lokasi TT TB 1 0
2
0
0
Melati kali (Hyppobroma longifera) Nangka (Artocarpus heterophyllus) Pakis monyet (Dicksonia antartica) Paku jejer (Nephrolepis exaltata) Palem
0
0
1
1
0
0
0
3
0
0
2
0
0
1
0
Palem wregu (Rhapis excels) Pepaya (Carica papaya)
2
0
0
2
0
1
21
Lanjutan Tabel 13 No 10 11
Tanaman Damar (Agathis dammara) Drasena (Dracaena sp.) Fatsia (Fatsia japonica)
TA 0
Lokasi TT TB 3 0
No
Tanaman
33
Pisang (Musa paradisiaca) Pepaya (Carica papaya) Rumput (Axenopus compressus (pearl grass)) Sengon (Paraserianthes falcataria) Siklok (Agave attenuate) Singkong (Manihot esculenta) Sirsak (Annona macrocarpa) Sukun (Artocarpus communis) Suplir rumpun (Adiantum tenerum) Talas (Xanthosoma roseum) Talas cina/Alokasi (Alocasia cuculata) Tanjung (Mimushop elengi L.) Umbrella grass (Cyperus sp) Zinia rambat (Sanvitalia procumbens)
0
0
1
34
2
0
0
35
Filo imperial (Philodendron speciosum) Hanjuang (Cordyline sp.) Huricane palm (Dictyosperm album) Jambu biji (Psidium guajava) Kancing Lurah (Centratherum punctatum) Keladi hias (Caladium sp.)
0
3
0
36
1
2
0
37
1
0
0
38
1
1
0
39
0
1
0
40
1
0
0
41
19
Keladi/ubi jalar (Ipomoea batatas)
1
0
0
42
20
Kelapa (Cocos nucifera)
0
2
2
43
21
Kerai payung (Felicium decipiens Thw) Ki hujan (Samanea saman) Lidah mertua (Sanseveira sp)
0
1
0
44
0
0
0
45
0
1
0
46
12
13
14 15
16 17
18
22 23
TOTAL
TA 3
Lokasi TT TB 1 1
2
0
1
0
1
0
0
2
0
0
1
0
2
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
0
2
1
0
0
0
1
0
0
0
1
31
44
17
Keterangan: (TA) Talun atas; (TT) Talun tengah; (TB) Talun bawah; (3) tanaman ditemukan di tiga sampel; (2) tanaman ditemukan di dua sampel; (1) tanaman ditemukan di satu sampel; (0) tanaman tidak ditemukan
Berdasarkan hasil keragaman fungsional tanaman talun dapat diketahui bahwa tidak satu pun ditemukan jenis tanaman obat di lokasi sampel (Tabel 14). Hal ini dikarenakan pengelolaan talun yang ektensif, tidak terpelihara dengan baik jika dibandingkan dengan jenis kebun campuran ataupun pekarangan yang ada. Perubahan yang menarik adalah semakin banyaknya fungsi keragaman tanaman
22
sebagai tanaman industri dan tanaman lainnya di talun setiap desanya jika dibandingkan dengan tanaman yang dijumpai di pekarangan ataupun kebun campuran. Hal ini dikarenakan adanya tanaman yang memiliki fungsi ganda untuk spesies yang digunakan seperti tanaman bambu (Arundinaria pumila) yang digunakan sebagai tanaman sayuran dan juga tanaman industri. Tabel 14 Keragaman fungsional tanaman talun Fungsi Tanaman Sampel Hias Obat Sayur Buah Bumbu Pati TA 9 0 0 6 0 3 TT 23 0 1 4 1 1 TB 4 0 2 3 1 2
Industri Lainnya 5 7 9 6 1 3
Keterangan: (TA) Talun atas; (TT) Talun tengah; (TB) Talun bawah;
Analisis Ruang Terbuka Biru Ruang Terbuka Biru yang terdapat di lokasi penelitian selain didominasi oleh badan sungai itu sendiri, bentuk badan air lainnya yaitu dimanfaatkan untuk perikanan berupa kolam-kolam ikan ataupun kolam pemancingan. Kolam-kolam ikan tersebut dikelola secara pribadi oleh sang pemilik/pengelola dari kolam tersebut. Berdasarkan data desa diketahui bahwa selain sungai yang terdapat di setiap desanya, juga terdapat berbagai bentuk badan air lainnya. Kegunaan dan luasnya pun berbeda (Tabel 15). Hal ini sesuai dengan karakteristik desa tersebut. Tabel 15 Bentuk dan kegunaan RTB tiap lokasi desa Desa Bentuk RTB Luas/Jumlah Tugu Utara¹ - Empang/kolam - 3.22 ha - Keramba - 2.62 ha - Danau/waduk/situ - 10 ha
Cilember² Pandansari³*
- Keramba - Empang/kolam - Kolam
- 80 unit - 0.9 ha
Kegunaan - Perikanan - Perikanan - Perikanan, air minum/air baku, cuci dan mandi, pembangkit listrik - Perikanan - Perikanan - Perikanan
Keterangan: *) khusus Desa Pandansari setiap kolam pada umumnya dimiliki oleh pekarangan rumah, luasan kolam keseluruhan desa tidak terdata pihak desa, luasan lebih kecil dari luas pekarangan Sumber: ¹Profil Desa Tugu Utara Tahun 2014; ²Profil Desa Cilember Tahun 2013; ³Monografi Desa Pandansari Tahun 2014
Berdasarkan hasil survei lapangan dan data desa diketahui bahwa bentuk badan air setiap desa pada umumnya didominasi oleh kolam. Kolam-kolam tersebut berdasarkan tabel 15 pada umumnya digunakan untuk perikanan. Dari tabel tersebut terlihat bahwa luas badan air terbesar khususnya kolam/empang berada di lokasi Tugu Utara dan diikuti oleh Desa Cilember. Namun pada kenyataan di lapang, diketahui bahwa Desa Pandansari juga memiliki luasan kolam yang hampir sama dengan kedua desa lainnya. Hal ini walaupun tidak dapat ditunjukan oleh data desa, namun di lokasi diketahui bahwa banyaknya rumah yang memiliki kolam ikan yang cukup luas di pekarangannya (Gambar 6).
23
Jika di Desa Pandansari memiliki ciri khas kolam yang berada di lahan pekarangan, Desa Cilember dan Tugu Utara berbeda. Desa Pandansari dengan luasan terkecil dari ketiga desa, memang memiliki luas lahan terbuka yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan Desa Cilember dan Desa Tugu Utara. Hal ini dapat dilihat dari kepadatan penduduk yang sudah dijelaskan sebelumnya. Di Desa Cilember dengan luasan kedua terkecil setelah Desa Pandansari bentuk kolam/keramba yang ada juga sangat sedikit dan kecil. Hal inipun didukung dari data kepadatan penduduk yang dapat menunjukan luas ruang terbuka yang hanya tinggal sedikit di wilayah ini. Beda halnya dengan Desa Tugu Utara yang memiliki luas desa terbesar dibandingkan kedua desa lainnya. Desa ini memiliki wilayah terluas namun badan air yang ada tidak begitu besar dikarenakan pembangunan lahan yang cukup cepat untuk pembangunan rumah ataupun villa. Ruang Terbuka Biru yang terdapat di lokasi penelitian selain didominasi oleh badan sungai, bentuk badan air lainnya dimanfaatkan untuk perikanan berupa kolam-kolam ikan ataupun kolam pemancingan. Kolam-kolam ikan tersebut dikelola secara pribadi oleh sang pemilik/pengelola dari kolam tersebut. Kolamkolam ikan ini ada yang terdapat di pekarangan warga (Gambar 6 dan 7) dan bahkan juga ada yang terdapat pada kebun campuran (Gambar 8). Namun, pada umumnya tidak semua pekarangan ataupun kebun campuran memiliki kolam ikan. Hal ini dikarenakan untuk pekarangan tidak semua warga memiliki lahan pekarangan yang luas. Sedangkan untuk kebun campuran memang biasanya dimanfaatkan untuk tanaman-tanaman tertentu sesuai keinginan pemilik sehingga jarang sekali digunakan untuk kolam jika memang tidak direncanakan untuk pembuatan kolam oleh pemiliknya. Hal yang berpengaruh lainnya adalah tidak semua desa memiliki karakteristik yang tepat untuk membuat kolam ikan.
Gambar 6 Kolam ikan di pekarangan Desa Pandansari Berdasarkan sampel kolam ikan yang diambil di tiga lokasi, diketahui bahwa terdapat beragam kegunaan atau peruntukan dari kolam ikan tersebut. Kegunaannya diawali dari sekedar hobi pemilik hingga untuk produksi yang akan dijual hasil produk ikannya. Berdasarkan pengamatan dapat dilihat juga ukuran kola ikan beragam dimulai dari ukuran kecil dengan peruntukan hobi di Desa Tugu Utara (Gambar 9), hobi dan produksi di Desa Cilember (Gambar 10), dan peruntukan produksi besar di Desa Pandansari (Gambar 11). Dari pengamatan di tiga sampel kolam ikan juga diketahui bahwa sumber air utama yang digunakan
24
untuk pengelolaan kolam ikan tersebut adalah dari air sungai (Tabel 16). Hal ini menunjukkan bahwa sungai merupakan potensi utama untuk mengembangkan budidaya ikan dan pengelolaannya sebagai bagian dari RTB.
Gambar 7 Kolam ikan di pekarangan Desa Cilember
Gambar 8 Kolam ikan di kebun campuran Desa Tugu Utara
Gambar 9 Kolam ikan di Desa Tugu Utara
25
Gambar 10 Kolam ikan di Desa Cilember
Gambar 11 Kolam ikan di Desa Pandansari Tabel 16 Sampel kolam ikan di tiga lokasi dan peruntukannya Desa Atas
Luas (m²)
Sumber air
2.5 Air hujan
Kegunaan Hobi
Tengah
6.25 Anak sungai
Hobi, konsumsi pribadi dan produksi
Bawah
37.5 Anak sungai
Produksi
Kolam-kolam ikan tersebut dikelola secara pribadi oleh pemiliknya. Kolam-kolam yang berada di sekitar lokasi pada umumnya kebutuhan airnya diambil dari sungai ataupun anak sungai yang mengalir di sekitar kawasan kolam tersebut. Misalnya pada Desa Pandansari kolam yang berada di pekarangan tersebut dialirkan melalui pipa dari aliran yang lebih tinggi disekitarnya (Gambar 12). Kolam ikan yang dikelola oleh masyarakat tersebut pada dasarnya dikarenakan untuk mengisi ruang atau lahan yang kosong. Selain itu, juga diawali oleh hobi masyarakat yang suka memancing ataupun memelihara ikan hias. Namun, beberapa alasan itu sedikit menambah keuntungan bagi pengelolanya yaitu penghasilan tambahan jika ikan yang dihasilkan diperuntukan sebagai produksi dan dijual ke konsumen ataupun ke pasar. Beberapa jenis ikan yang
26
dipelihara ataupun diproduksi oleh masyarakat sekitar adalah yaitu ikan lele (Clarias batrachus), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan mas (Cyprinus carpio), dan ikan mujair (Oreochromis mossambicus), serta ikan gabus (Channa striata).
Gambar 12 Aliran sumber air kolam ikan di Desa Pandansari Walaupun tidak banyak masyarakat yang berternak atau membudidayakan serta memelihara ikan dalam wadah kolam ataupun badan air lainnya, pengembangan perikanan air tawar di lokasi penelitian sangatlah mendukung. Hal ini dikarenakan lokasinya yang berada di kawasan DAS Ciliwung bagian hulu sehingga menjadikan sumber air sebagai bahan utama perikanan selain ikan menjadi tidak terlalu terkendala. Hanya perlu untuk mengatur pengairan dan pengolahan kolam ikan atau badan air lainnya untuk perikanan air tawar tersebut. Sumber air utama dari perikanan tersebut berasal dari sungai. Sungai juga merupakan bentuk dari RTB yang ada. Keadaan Sungai Ciliwung bagian hulu memiliki karakteristik air yang masih jernih dan arus air yang cukup deras (Gambar 13). Selain itu karakteristik sungai di bagian hulu ini pada umumnya berbatu. Banyak sekali batu-batu besar yang terlihat di sungai-sungai yang ada (Gambar 14). Hal ini tentunya didasarkan pada karakteristik kemiringan lereng dan bentuk wilayah yang berbukit dibanding di kawasan DAS Ciliwung bagian hilir. Sehingga sangat memungkinkan sekali batu-batu besar tersebut berada di sungai-sungai di kawasan DAS bagian hulu. Kondisi berbatu ini merupakan hal yang harus diperhatikan jika badan sungai direncanakan untuk diubah ataupun dimodifikasi guna pengelolaan RTB yang lebih baik. Hal ini dikarenakan bebatuan tersebut merupakan karakteristik sungai bagian hulu di DAS Ciliwung yang mempengaruhi bagian hilir dari DAS Ciliwung tersebut. Misalnya akan semakin cepatnya air sampai ke hilir jika tanpa hambatan di bagian hulu. Untuk itu bagian hulu sungai sebagai DAS Ciliwung sangat perlu diperhatikan. Kondisi lainnya dari sungai yang harus diperhatikan adalah riparian dan kebersihannya. Pada kenyataannya di lokasi penelitian, riparian sungai sangatlah dekat dengan pemukiman. Bahkan hanya dibatasi oleh beton sebagai batas sungai dan rumah (Gambar 15). Hal ini tentunya tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No.38 Tahun 2011 tentang Sungai. Selain riparian, kebersihan dari
27
sungai tersebut tentunya harus menjadi perhatian. Sebab penggunaan air sungai di bagian hulu sangatlah penting dan mendukung kebutuhan masyarakat. Selain itu tentunya air tersebut akan dialiri menuju hilir dan bahkan sampah bisa terbawa sampai ke wilayah hilir. Kondisi di hulu ternyata cukup memprihatinkan karena ternyata juga banyak sekali sampah yang ditemukan di lokasi penelitian (Gambar 16). Untuk pengelolaan RTB yang baik seharusnya sampah ini tidak dibuang begitu saja ke sungai tersebut.
Gambar 13 Air sungai yang jernih dan berarus deras di bagian tengah
Gambar 14 Kondisi Sungai yang berbatu di bagian bawah Masih sedikitnya informasi dan publikasi di Indonesia tentang Ruang Terbuka Biru membuat perlunya menjadi perhatian khusus pemerintah untuk terus mempublikasikan ke masyarakat. Istilah tentang RTB masih jarang dipublikasikan ke mastarakat umum. Begitu juga dengan peraturan pemerintah ataupun undangundang. Badan air sebagaimana yang disebutkan sebagai Kawasan Terbuka Biru dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Pasal 29 Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta, merupakan kawasan terbuka yang berupa badan air dan tidak termasuk kategori Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dapat dimanfaatkan untuk peresapan air, sumber air baku untuk penyediaan air bersih, tempat kehidupan flora dan fauna akuatik dan rekreasi dan edukasi lingkungan. Hal ini juga sesuai dengan Permen PU No
28
12/PRT/M 2009 bahwa Ruang Terbuka Biru (badan air) termasuk dalam bagian Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH), yang secara definitif disebutkan bahwa Ruang Terbuka Non Hijau selanjutnya dibagi menjadi Ruang Terbuka Perkerasan (paved), Ruang Terbuka Biru (badan air) serta ruang Terbuka Kondisi Tertentu Lainnya.
Gambar 15 Badan sungai berbatasan dengan pemukiman di bagian bawah
Gambar 16 Sampah di kawasan sungai di bagian bawah Selain dari perundang-undangan dan publikasi yang harus dilakukan, perlu diperhatikan bahwa fungsi dari RTB harus diketahui oleh masyarakat seperti halnya RTH. Menurut Arifin (2014), selain peran ruang terbuka hijau (RTH) yang sudah kita ketahui sebagai “water catchment”. Pepohonan dengan struktur perakaran yang dalam dan ekstensif tentu dapat menyerap dan menyimpan air dalam tanah, serta dapat menahan strukur tanah dari bahaya erosi. Lebih jauh sebenarnya ada cekungan-cekungan, lembah-lembah yang sangat potensial sebagai wadah menampung air. RTB bisa berbentuk kolam/balong, setu/situ, embung, waduk, dam, atau danau serta aliran-aliran air yang bergerak mulai dari selokan, saluran irigasi, kanal hingga sungai besar yang dapat menampung air dengan cepat. Manajemen lanskap memberi tekanan bahwa sebaiknya air dikelola sebagai sumber kehidupan dan dapat berada di sekitar kita selama mungkin. Air sebagai kawan, bukan air sebagai musuh. Jika keberadaan kolam/balong, setu/situ, embung, waduk, dam, danau selokan, saluran irigasi, kanal hingga sungai besar terkelola dengan baik, niscaya air ini akan memberi kehidupan bagi
29
manusia. Musim kemarau kita tidak mengalami kekeringan karena badan-badan air tersebut akan memberi pasokan air melalui pori-pori dalam tanah. Sebaliknya, musim penghujan kita tidak kebanjiran, karena ruang terbuka biru (RTB) tersebut adalah wadah-wadah besar yang siap menampung air hujan yang turun. Analisis Potensi dan Pengembangan Urban Agriculture Berdasarkan potensi desa dilihat dari luasan yang ada, diketahui bahwa setiap desa tersebut memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan urban agriculture. Hal ini dapat dilihat dari luasan persawahan yang cukup luas di ketiga desa tersebut, yaitu 16 ha untuk Desa Tugu Utara, 36 ha untuk Desa Cilember, dan 112.15 ha untuk Desa Pandansari (Tabel 17). Dapat dilihat bahwa walaupun Desa Pandansari memiliki luasan terkecil namun tetap mendukung kegiatan pertanian terutama pertanian di persawahan. Hal ini dapat dilihat dari lokasi desa berada di ketinggian terendah dari desa lainnya, sehingga potensi sumber air irigasi juga sangat mendukung dari aliran air sungai yang mengalir dari hulu melewati Desa Pandansari ini. Selain itu jika dianalisis pekarangan saja, terlihat jelas bahwa desa-desa tersebut masih memiliki pekarangan yang cukup besar. Pada data dijelaskan bahwa Desa Tugu Utara masih memiliki pekarangan terbesar, yaitu sebesar 105 ha. Hal ini menunjukkan sebenarnya desa ini sangat berpotensi untuk pengembangan pekarangan yang lebih produktif dengan konsep yang tepat jika dibandingkan dengan pemanfaatan pertanian di bidang persawahan dibandingkankan Desa Pandansari. Pekarangan Desa Pandansari sendiri tidak teridentifikasi luasannya oleh pemerintah desa. Hal ini dikarenakan untuk wilayah pemukiman desa ini begitu padatnya dan lahan pekarangan cukup kecil di setiap rumahnya. Jikapun memiliki pekarangan luas, hanya rumah-rumah tertentu dan villa yang memilikinya. Rumah tersebut pada umumnya langsung dilengkapi dengan kolam ikan, karena pekarangannya yang luas. Namun dengan data tersebut dapat dianalisis bahwa luasan pekarangan desa ini, yaitu kurang dari 34.69 ha luas pemukimannya, karena diasumsikan pemerintah menghitung luas pemukiman langsung dengan pekarangannya. Tabel 17 Pemanfaatan lahan di ketiga desa Peruntukan Pemukiman Persawahan Perkebunan Kuburan Pekarangan Taman Perkantoran Prasarana umum lainnya Total
Desa Tugu Utara¹ 145 16 560 7 105 0 5 86
Luas (ha) Desa Cilember² 125.0 36.0 12.0 4.0 8.0 5.0 0.8 9.2
Desa Pandansari³ 34.690 112.150 14.710 0.022 3.000 23.998
924
200
188.57
Sumber: ¹Profil Desa Tugu Utara Tahun 2014; ²Profil Desa Cilember Tahun 2013; ³Monografi Desa Pandansari Tahun 2014
30
Berbeda dengan Desa Tugu Utara dan Desa Pandansari, Desa Cilember memiliki luasan persawahan dan pekarangan yang tidak terlalu luas jika dibandingkan dengan kedua desa tersebut. Desa ini memiliki kemungkinan yang sama untuk pengembangan urban agriculture jika dilihat dari luasan pekarangan dan persawahan yang masih ada di desa ini dengan konsep yang tepat. Hal penting lainnya untuk menganalisis urban agriculture yaitu mengenai karakteristik dari kota atau wilayah tersebut. Menurut Widyawati (2013) terdapat beberapa kekhasan dari urban farming (urban agriculture) yaitu: 1) luas lahan relatif sempit dan terpencar-pencar hingga skala usahanya tidak jelas; 2) kompetisi yang tinggi dalam pemanfaatan sumber daya lingkungan selain lahan; 3) sebagian dilaksanakan di lokasi yang bersifat illegal; 4) sporadis atau temporer, tidak terkoordinasi dengan perencanaan tata ruang kota; 5) kedekatannya dengan pasar/konsumen; 6) rendahnya tingkat organisasi pelaku urban farming; 7) memanfaatkan limbah perkotaan seperti air buangan, sampah organik; 8) kapasitas produksi sulit diperkirakan; 9) latar belakang pelaku pertanian sangat beragam; 10) sistem tanam sangat beragam, dari yang tradisional subsisten, hingga menerapkan teknologi modern dari yang menggunkan media tanah hingga soilless culture; 11) potensial terkena/terkontaminasi polusi lingkungan perkotaan; 12) lebih banyak menggunakan wadah/pot; 13) menerapkan sistem efisiensi melalui recycle, reuse, reduce; 14) didominasi oleh jenis tanaman sayuran dan buah-buahan, sementara pemeliharaan ternak dan budi daya ikan lebih sedikit; 15) banyak yang menerapkan model vertikultur dan bertanam di atap untuk efisiensi penggunaan lahan; 16) banyak yang bersifat hobi, tidak dikelola secara komersial; 17) mudah tergusur oleh kepentingan pengembangan kota. Berdasarkan kriteria tersebut maka akan dilihat potensi dari tiap desa yang diteliti. Dari data diketahui bahwa setiap desa sebenarnya memiliki potensi urban agriculture tersebut. Diketahui bahwa dari tujuh belas kriteria yang dianalisis ternyata setiap desa memiliki sepuluh kriteria yang sama persis untuk analisis urban agriculture ini. Hal ini dimungkinkan karena pengembangan masingmasing desa yang searah akibat proses urbanisasi kota besar di sekitarnya. Karakteristik tersebut yang sama di setiap desa yaitu: luas lahan relatif sempit dan terpencar-pencar; kompetisi yang tinggi dalam pemanfaatan sumber daya lingkungan selain lahan; sporadis atau temporer, tidak terkoordinasi dengan perencanaan tata ruang kota; kedekatannya dengan pasar/konsumen; rendahnya tingkat organisasi pelaku urban farming; kapasitas produksi sulit diperkirakan; latar belakang pelaku pertanian sangat beragam; didominasi oleh jenis tanaman, sementara pemeliharaan ternak dan budi daya ikan lebih sedikit; banyak yang bersifat hobi, tidak dikelola secara komersial dan mudah tergusur oleh kepentingan pengembangan kota.
31
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa tidak satupun desa memiliki karakter sebagian kegiatan dilaksanakan di lokasi yang bersifat illegal. Hal ini sebenarnya jika dilihat dari kegiatannya memang tidak ada aktivitas urban agriculture yang dilakukan di area ilegal, selain kegiatan pembangunan masih ada yang dilakukan di area illegal. Hal ini memungkinkan nantinya menjadi karakteristik yang terpenuhi. Namun, diharapkan praktek pertanian perkotaan ini tetap dilakukan pada area yang legal. Selanjutnya masih terdapat karakteristik lainnya yang belum menjadi ciri khas wilayah ini, seperti pemanfaatan limbah perkotaan, penggunaan sistem tanam yang beragam, potensial terkena/terkontaminasi polusi lingkungan perkotaan, menggunakan wadah/ pot, menerapkan model vertikultur dan bertanam di atap untuk efisiensi penggunaan lahan. Hal-hal ini dikarenakan arah perubahan wilayah yang masih baru dengan pertumbuhannya cepat sehingga tidak sepenuhnya wilayah penelitian ini sama dengan kota besar, namun dikategorikan sebagai peri urban. Beberapa kriteria sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk konsep pertaniaan perkotaan selanjutnya, seperti penggunaan wadah ataupun vertikultur jika melihat lahan terbuka yang mulai relatif menurun akibat pembangunan ruang terbangun yang begitu cepat di ketiga wilayah ini. Berdasarkan data-data tersebut, sebenarnya ketiga desa ini sangat mendukung untuk pengembangan konsep urban agriculture yang diusung. Karena selain tingginya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di area sekitarnya, ternyata peruntukan lahan pun sebenarnya masih cukup mendukung. Secara umum pertanian kota (urban agriculture) dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk usaha, komersial ataupun bukan, yang berkaitan dengan produksi, distribusi, serta konsumsi dari bahan pangan atau hasil pertanian lain yang dilakukan di lingkungan perkotaan. Pertanian kota meliputi penanaman, panen, dan pemasaran berbagai bahan pangan serta berbagai bentuk peternakan yang memanfaatkan lahan-lahan yang tersedia di lingkungan perkotaan. Pertanian kota biasanya memanfaatkan limbah sampah yang diubah menjadi kompos, air yang didaur ulang. Bentuk pertanian kota yang lain adalah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi seperti hidroponik dan berbagai bentuk pertanian vertikal. Bahan-bahan yang dihasilkan pertanian kota beragam, mulai dari bahan pangan, sayur-mayur, ikan, berbagai jenis unggas, bunga-bunga, tanaman obat-obatan, buah-buahan, dan berbagai bentuk umbi-umbian dan kacang-kacangan (Setiawan dan Rahmi 2013). Menurut Mougeot (2010), pertanian kota (urban agriculture) adalah sebuah industri yang berlokasikan dalam (intra-urban) atau di batas (peri-urban) suatu kota kecil, kota besar atau metropolitan, yang bertumbuh dan meningkatkan, proses dan distribusi dari keberagaman produksi pangan dan non pangan, penggunaan sebagian besar sumber daya manusia dan material, barang dan layanan jasa di dan sekitar area kota, dan menyuplai sumber daya manusia dan material, sebagian besar barang dan jasa ke area kota. Berdasarkan pernyataan tersebut, pertanian kota yang dimaksudkan berpotensi untuk dapat dikembangkan di lokasi penelitian yang dipilih, yaitu bagian hulu Sungai Ciliwung. Potensi-potensi tersebut di lokasi penelitian dapat dilihat berdasarkan masih adanya lahan RTH seperti pekarangan, kebun campuran, dan talun yang ditanami berbagai jenis tanaman untuk mendukung kehidupan masyarakat baik secara pribadi untuk pemilik maupun dijual ke pasar
32
yang lebih besar. Potensi pertanian kota itu juga dapat dilihat berdasarkan penggunaan RTB yang ada seperti kolam-kolam ikan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kolam-kolam ikan tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi konsumsi pribadi pemilik dan juga dijual kepada masyarakat sekitar ataupun dipasok ke pasar sekitar lokasi penelitian sehingga juga menambah penghasilan bagi si pengelola atau pemiliknya. Dengan demikian, bagian hulu Sungai Ciliwung berpotensi untuk dikembangkan menjadi urban agriculture. Analisis Produksi dan Pasar Hasil produksi yang dihasilkan dari RTH baik pekarangan, kebun campuran, dan talun serta hasil dari RTB untuk konsep pertanian kota tentunya harus dipasarkan untuk pengolahan dan penggunaan selanjutnya. Aliran produksi ini tentunya harus mendukung dari setiap potensi pasar yang memungkinkan untuk hasil yang dihasilkan. Pasar produksi harus jelas mulai dari panen hingga tujuan lokasi penjualan. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap pedagang yang tersebar acak di sepanjang jalur jalan raya utama di lokasi penelitian, didapatkan bahwa selain produk-produk makanan yang dijual, hanya produk tanaman buah, tanaman penghasil pati, dan tanaman sayuran yang dijual. Berdasarkan data diketahui bahwa 93.3% penjual menjual produk tanaman penghasil pati, sebanyak 83.3% penjual menjual produk tanaman buah, dan hanya 10% penjual menjual produk tanaman sayuran. Berdasarkan data juga diketahui bahwa ternyata untuk produk yang dijual dari hasil tanaman buah diketahui hampir sebagian besar buah yang dijual adalah buah dengan kategori pisang-pisangan dengan persentase sebanyak 70% dari total sampel dengan berbagai varietas (Gambar 17). Buah lainnya yang ditemui seperti alpukat juga cukup tinggi ditemui, yaitu sebanyak 60% lalu diikuti oleh buah manggis sebanyak 6.67% dan buah nangka dan mangga masing-masing sebanyak 3.34 %. Untuk tanaman penghasil pati, produk yang dijual didominasi oleh talas bogor (Colocasia gigantea) sebesar 70% dan ubi cilembu (Ipomoea batatas Cultv.) sebesar 66.7% dari 30 sampel penjual yang didata. Untuk tanaman sayuran hanya dijual berdasarkan keadaan produk yang ada. Sayuran yang dijual beragam, antara lain wortel, sawi, lobak, dan jagung dengan persentase masing-masing sebanyak 10%, 3.34%, 6.67%, dan 3.34%.
Gambar 17 Grafik persentase penjualan produk
33
Dari survei juga diketahui bahwa sebagian besar produk tanaman seperti tanaman buah terutama pisang disuplai dari kota lain seperti Sukabumi. Namun produk buah pisang tersebut juga ada yang berasal dari sekitar Bogor baik dari pasar, kebun petani, maupun tengkulak. Lokasi lain yang menjadi sumber produk jualan responden adalah Garut, Cianjur, Sumedang, Leuwiliang, dan pasar sekitar Bogor. Untuk produk dari tanaman sayur berasal dari kebun petani langsung di sekitar Cipanas ataupun lokasi penjualan. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa sebenarnya penjualan tanaman seperti tanaman buah ataupun tanaman sayuran dapat disuplai oleh daerah sekitar terutama hasil pekarangan, kebun campuran, dan talun yang telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan data yang diperoleh, setiap tahunnya untuk produksi beberapa produk tanaman, seperti produk buah-buahan di Indonesia yang disebutkan memiliki kenaikan dari tahun 2010 hingga 2012 (Tabel 18). Ini dapat menjadi peluang besar bagi wilayah penelitian untuk terus memproduksi dalam konsep pengembangan urban agriculture ini. Selain itu dari pengamatan juga dapat diperkirakan hasil nilai tambah yang didapatkan jika hasil produk tanaman di suplai ke lokasi ini. Diketahui bahwa nilai jual pisang memiliki nilai tertinggi jika dibandingkan dengan nilai jual produk tanaman lainnya, yaitu berkisar antara Rp15.000,00 samapai Rp90.000,00 setiap sisir atau tandannya (Tabel 19). Tingginya range harga penjualan pisang ini disebabkan oleh beragamnya jenis buah pisang yang dijual, seperti pisang ambon, pisang susu, hingga pisang tanduk. Selain itu, juga dipengaruhi oleh ukuran dari buah pisang yang dijual tersebut. Begitu juga dengan nilai jual produk yang tersedia di responden. Semuanya dapat menjadi pertimbangan untuk masyarakat sekitar menyuplai produk-produk tersebut. Tabel 18 Produksi buah-buahan Indonesia Produksi (ton/tahun) Komoditas 2010 2011 Mangga 1.287.287 2.131.139 Jeruk 2.028.904 1.818.949 Pepaya 675.801 958.251 Pisang 5.775.073 6.132.695 Nanas 1.406.445 1.540.626 Durian 492.139 883.969 Manggis 84.538 117.595 Alpukat 224.278 275.953 Duku 228.816 171.113 Jambu biji 204.551 211.836 Jambu air 85.973 103.156 Nangka 578.327 654.808 Salak 749.876 1.082.125 Rambutan 522.852 811.909 Sawo 122.813 118.138 Sirsak 60.754 59.844 Markisa 132.011 140.895 Sumber: BPS (2012)
2012 2.362.046 1.609.482 899.365 6.071.043 1.749.817 834.011 181.929 290.810 248.146 206.509 102.542 661.942 1.031.369 741.949 134.119 51.691 134.582
34
Tabel 19 Nilai jual produk tanaman hasil wawancara Produk Nama Lokal Nama Ilmiah Alpukat Persea americana Bengkoang Pachyrhizus erosus Jagung Zea mays Lobak Raphanus sativus Mangga Mangifera indica Manggis Garcinia mangostana Nangka Artocarpus heterophyllus Pepaya Carica papaya Pisang-pisangan Musa sp. Sawi Brassica rapa Talas Bogor Colocasia gigantean Ubi Cilembu Ipomoea batatas Cultv Wortel Daucus carota
kg Ikat Ikat Ikat kg Ikat buah
Kisaran Harga Jual (Rp) 10 000 – 15 000 15 000 – 20 000 7 500 – 10 000 3 000 – 5 000 15 000 – 30 000 15 000 – 20 000 15 000 – 25 000
buah Sisir kg Ikat kg
10 000 – 25 000 15 000 – 90 000 7 500 – 10 000 15 000 – 35 000 10 000 – 15 000
Ikat
5 000 – 7 500
Unit
Semua pertimbangan produk dan harga yang dihasilkan dari penjualan harus mempertimbangkan lokasi pasarnya. Pasar di lokasi penelitian harus mendukung. Sebagaimana pengertian tentang pasar menurut Perda Kota Bogor Nomor 12 Tahun 1999 merupakan tempat yang ditetapkan Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli barang dan jasa terbentuk, berupa kios, los, dan pelataran. Seiring berkembangnya suatu daerah dan zaman, pasar pun juga berkembang. Termasuk di wilayah penelitian ini. Pasar pun juga berkembang menjadi pasar modern. Menurut Tresnawati (2007) pasar modern adalah pasar yang dilengkapi dengan bentuk bangunan fisiknya yang megah, fasilitas berbelanja yang lengkap, serta suasana aman dan nyaman. Berdasarkankan area sekitar lokasi penelitian, di Desa Pandan Sari, Desa Cilember, dan Desa Tugu Utara terdapat mini market sederhana yang dapat dikategorikan sebagai pasar modern saat ini. Selain pasar modern, juga terdapat pasar tradisional yang masih ada hingga saat ini. Bahkan juga terdapat penjual-penjual keliling dan juga kioskios di sepanjang jalur jalan raya yang menjual begitu banyak produk harian dan juga hasil pertanian untuk kehidupan sehari-hari ataupun buah tangan dari pengunjung area wisata yang melewati jalan raya tersebut. Hal ini dapat menjadi pertimbangan untuk penyuplaian produk yang dihasilkan dari urban agriculture tersebut. Konsep RTH dan RTB Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru yang dapat mendukung revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture di lokasi yaitu dapat diwujudkan dengan menyusun pola model rancangan urban agiculture dengan menilai potensi fungsi tanaman yang telah dijelaskan sebelumnya dan juga potensi agroekologi serta keadaan lapang. RTH yang meliputi pekarangan, kebun campuran, dan talun akan dipadukan dengan konsep RTB, karena keduanya
35
sangat berkaitan erat baik secara spasial di lapangan ataupun secara ekologis. Pengelolaan RTB yang baik akan membantu dalam pengembangan RTH yang ada, dengan memanfaatkan air yang berasal dari RTB tersebut untuk pengembangan konsep urban agriculture tersebut baik untuk hortikultura ataupun perikanan. Model rancangan yang dimaksud akan menjadi alternatif pengembangan urban agriculture di lokasi penelitian tersebut. Model rancangan dibuat berdasarkan keadaan lapang, potensi lahan, dan juga pengembangan untuk hasil yang baik. Pada akhirnya model rancangan tersebut dapat membantu dalam revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture di bagian hulu Sungai Ciliwung. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau yang dapat mendukung revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture dapat diwujudkan dengan memanfaatkan pekarangan, kebun campuran, dan talun secara terintegrasi. Ketiga bentuk RTH tersebut dimanfaatkan dan dikelola secara bersamaan dengan komoditas jenis tanaman yang saling melengkapi untuk dikembangkan berdasarkan karakter ketiganya. Pemanfaatan secara terintegrasi tersebut harus disusun berdasarkan konsep dasar dari setiap RTH tersebut. Berdasarkan gambar 18 dapat dilihat model terintegrasi dari pemanfaatan pekarangan, kebun campuran, dan talun yang disarankan. Konsep tersebut didasarkan pada keadaan di lapang dengan rekomendasi tambahan penataannya. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa pekarangan rumah akan menjadi bagian yang paling dekat dengan rumah warga. Dengan demikian maka pekarangan akan menjadi tanggung jawab pemilik rumah dalam pengelolaannya. Pengelolaan harusnya dilakukan secara intensif untuk menghasil produk tanaman yang mendukung pertaniaan perkotaan. Konsep pemanfaatan pekarangan harus difokuskan secara bersama untuk setiap wilayahnya sehingga produk yang dihasilkan tetap dapat disuplai ke pasar terdekat ataupun memenuhi kebutuhan pribadi pemilik ataupun lingkungan sekitar. Setelah konsep pekarangan, konsep kebun campuran yang letak keberadaan lokasi jauh dari rumah harus diperhatikan. Penanaman tanaman yang tidak bisa ditanam di lahan pekarangan yang sempit sebaiknya ditanam di kebun campuran. Kebun campuran yang dimanfaatkan tersebut harus dikelola dengan baik oleh pemiliknya sehingga menghasilkan produk yang baik untuk dikonsumsi atau dipasarkan. Namun apabila kebun campuran tersebut dikategorikan sebagai lahan tidur tak dikelola ataupun dimiliki oleh pemerintah desa maka harus direncanakan untuk dimanfaatkan bersama di lokasi tersebut. Setiap lahan yang dapat dijadikan kebun campuran dapat menghasilkan suatu nilai. Pemanfaatan selanjutnya adalah memanfaatkan talun dengan sebaiknya. Talun yang dikategorikan sebagai sempadan sungai harus diperhatikan keseimbangan ekologisnya. Talun dapat dimanfaatkan untuk penanaman tanam yang mendukung karakteristik tanah yang miring, jenis tanah, ataupun memperhatikan sungai yang berada di sekitarnya. Talun yang lokasinya berada jauh dari pemukiman warga seharusnya dikelola dan direncanakan bersama untuk
36
37
produksi yang dihasilkan, sehingga memberikan tambahan nilai produksi dan ekologis. Pemanfaatan ketiganya baik pekarangan, kebun campuran, dan talun yang diintegrasikan bersamaan dengan rencana yang baik akan menghasilkan produk yang baik pula. Selain itu perlu adanya perencanaan RTH wilayah sehingga terjadi kesatuan konsep untuk mengembangkan produk yang diinginkan. Selain produk dengan perencanaan tersebut nantinya akan tetap menjaga nilai ekologis dari lokasi tersebut. Rekomendasi Tanaman Tanaman merupakan elemen lanskap yang penting dalam suatu ruang terbuka, termasuk di pekarangan, kebun campuran, dan talun. Selain itu, tanaman merupakam nilai kunci utama dari pertanian perkotaan yang direncanakan. Tanaman untuk mendukung revitalisasi potensi dan pengembangan pertanian perkotaan di lokasi ini disusun berdasarkan kombinasi keragaman horizontal (fungsi) menurut Arifin (1998). Selain itu, tanaman juga disusun berdasarkan potensi akroekologi dari lokasi penelitian dan juga berdasarkan keragaman tanaman yang digunakan pada pola tanam menggunakan tanaman yang dijumpai, yang direkomendasikan untuk setiap RTH yang diteliti. Tabel 20 menggambarkan beberapa tanaman hortikultura yang dapat digunakan untuk mendukung konsep rancangan urban agriculture selain jenis tanaman yang telah ditemukan di lokasi penelitian. Tabel 20 Rekomendasi tanaman pertaniaan perkotaan Nama Tanaman Alpokat (Persea americana Mill.) Asparagus (Asparagus officinalis) Bawang daun (Allium sp.) Bawang merah (Allium sp.) Bawang putih (Allium sativum) Bayam (Amaranthus sp.) Bit (Beta vulgaris) Bligu (Benincasa hispida) Cabai (Capsicum annuum) Durian (Durio zibethinus Murr.) Jambu air (syzygium aqueum) Jambu biji (Psidium guajava) Jambu bol (Syzygium malaccense) Jeruk (Citrus sp.) Kacang buncis (Phaseolus vulgaris)
Jarak Tanam (m) 12 x 12
Lubang Tanam (cm3) 60 x 60 x 40
Lokasi Penanaman P K T √ √ √
1.5 x 3 1 x 0.5 0.2 x 0.25 0.2 – 0.3 x 0.2 - 0.4 0.2 x 0.2
√
√
√ √
√ √
√
√
0.3 x 0.5 0.15 – 0.2 x 0.2 2–3x3-4 0.5 – 0.6 x 0.6 – 0.7 8 x8 10 x 10 12 x 12 4 x5
√ √
√ √ √ √
√
√
√
√
60 x 60 x 50
Fungsi Tanaman a b c d e f √ √
√
√
√ √
√ √
√
√
√ √ √ √
√ √
40 x 40 x 30
√
√
√
5 x6
40 x 40 x 30
√
√
√
4 x5
40 x 40 x 30
√
√
√
(4-5) x (4-6) 0.2 x 0.4 – 0.5
60 x 60 x 50
√ √
√ √
√ √
g h
38
Lanjutan Tabel 20 Nama Tanaman Kacang iris (Cajanus cajan) Kacang panjang (Vigna sinensis) Kangkung (Ipomea sp.) Kapri (Pisum sp.) Kara (Delichos lablab) Kara pedang (Canavalia sp.) Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) Keluwih/timbul (A. altilis/A. communis) Kentang (Solanum tuberosum) Kesemek (Diospyros kaki) Kubis (Brassica oleaceae) Labu siam (Sechium edule) Leci (Dimocarpus litchi Lour) Lengkeng (Euphoria longan (Lour) Steud) Lobak (Raphanus sativus) Manggis (Garnicia mangostana L.) Markisa (Passiflora sp.) Melinjo (Gnetum gnemon) Melon (Cucumis melo L.) Mentimun (Cucumis sativum) Nanas (Ananas comosus)
Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) Okra (Hibiscus esculentus) Oyong (Luffa acutangula) Pepaya (Carica papaya L.) Petai (Parkia speciosa) Petsai (Brassica chinensis) Pisang (Musa sapientum L. Kuntz)
Jarak Tanam (m)
Lubang Tanam (cm3)
1.2 x 0.3 1 x 0.5 0.3 x 0.6 – 0.75 0.2 x 0.2 0.1 – 0.5 x 0.5 0.2 – 0.3 x 0.8 – 1 0.4 x 0.5 – 0.75 0.2 – 0.3 x 0.75
Lokasi Penanaman P K T √ √
0.2–0.3 x 0.3 8 x8 10 x 10 2 x5 4–6x4–6 2 x 1.5 0.5 x 1 0.6 x 0.6 (tiap baris) 1.5 antar baris 3 x3 3.5 x 2 0.3 – 0.5 x 0.8 - 1 3x5 3 x3 3.5 x 2 4x5 5x5 0.4 – 0.5 x 0.4 – 0.6 2 x 1.5
60 x 60 x 50
a b c d e f √
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√
10 – 12 x 10 – 12 0.3 x 0.7 6 x6 0.5 x 0.6 08 3x5 8 x8 10 x 10 8 x8 10 x 10
Fungsi Tanaman
√
√ √
√ √ √
60 x 60 x 50
√ √
√ √
√ √
60 x 60 x 50
√
√
√
√
√ √
√ √ √ √ √
60 x 60 x 50
√
√
40 x 40 x 30
√ √ √
√ √ √ √
50 x 50 x 30
√
√
√
40 x 40 x 30
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√
√
√
√
50 x 50 x 30
60 x 60 x 40
√ 60 x 60 x 50
√
√
g h
√ √
√
√ √ √
√ √ √ √
√
39
Lanjutan Tabel 20 Nama Tanaman Ranti (Solanum nigrum) Sawi (Brassica juncea) Sawo (Manilkara zapota) Selada (Lactuva sativa)
Jarak Tanam (m) 0.4 – 05 x 0.4 – 0.5 0.3 x 0.4 3 x3 3.5 x 2 0.2-0.25 x 0.25 0.25 x 0.3 2 x 1.5
Lubang Tanam (cm3)
60 x 60 x 40
Lokasi Penanaman P K T √ √ √ √ √
√ √
√
√
Fungsi Tanaman a b c d e f √
g h
√ √ √
√
Seledri (Apium graveolens) √ √ √ √ Semangka 40 x 40 x 30 √ √ √ (Citrullus vulgaris Schard) Sukun 3 x3 40 x 40 x 30 √ √ √ (Artocarpus altilis) 3.5 x 2 Terung 0.6 x 0.7 – √ √ √ (Solanum melongena) 0.8 Tomat 0.5 - 0.6 x √ √ √ √ (Lycopercicum esculentum) 0.7 – 0.8 Wortel (Daucus carota) 0.2 x 0.2 √ √ √ Keterangan: a. Lokasi: (P) Pekarangan; (K) Kebun campuran; (T) talun b. Fungsi : (a) Tanaman hias; (b) tanaman obat; (c) tanaman sayur; (d) tanaman buah; (e) tanaman bumbu; (f) tanaman penghasil pati; (g) tanaman industry; dan (h) tanaman lainnya.
Selain rekomendasi tanaman tersebut yang perlu diperhatikan untuk beberapa tanaman produksi seperti tananaman buah dan tanaman sayuran adalah musin panen dan kebutuhan pupuk serta bibit untuk pengelolaannya. Berdasarkan tabel 21 dapat diperhatikan beberapa musim panen dari tanaman buah, sehingga dapat memperkirakan musim tanam buah terbaik untuk menghasilkan buah dengan produk yang baik. Sedangkan pada tabel 22 dapat dilihat beberapa kebutuhan benih dan pupuk jika pemilik/pengelola mengusahakan tanaman sayuran dalam memanfaatkan RTH-nya untuk pengembangan potensi urban agriculture di lokasi tersebut. Tabel 21 Musim Panen Raya tanaman buah di Indonesia Nama Tanaman Alpokat (Persea americana Mill.) Durian (Durio zibethinus Murr.) Jambu air (syzygium aqueum) Jambu biji (Psidium guajava) Jambu bol (Syzygium malaccense) Jeruk (Citrus sp.) Kesemek (Diospyros kaki) Leci ( Dimocarpus litchi Lour) Lengkeng (Euphoria longan (Lour) Steud) Manggis (Garnicia mangostana L.) Markisa (Passiflora sp.) Melon (Cucumis melo L.)
Mulai Berbunga (bulan)
Mulai Panen (Bulan)
Juli - September Juni - September Juni – Juli dan Agustus – September 2 – 3 tahun setelah tanam Mei - Juni Sepanjang tahun Agustus – September Agustus – September
Februari - Juli Oktober - Februari Oktober dan Desember Setelah tua – berwarna kekuningan Agustus - September Januari – Agustus Setelah tua (matang pohon) Januari - Februari Januari - Februari
Desember - Januari Sepanjang tahun Tergantung waktu tanam
November - Februari Juni – November Juni – Agustus
40
Lanjutan Tabel 21 Nama Tanaman Nanas (Ananas comosus) Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) Pepaya (Carica papaya L.) Pisang (Musa sapientum L. Kuntz) Sawo (Manilkara zapota) Semangka (Citrullus vulgaris Schard) Sukun (Artocarpus altilis) Sumber: Sunarjono (2013)
Mulai Berbunga (bulan)
Mulai Panen (Bulan)
Sepanjang tahun Sepanjang tahun
Agustus - November
Sepanjang tahun Sepanjang tahun Sepanjang tahun Tergantung waktu tanam Sepanjang tahun
April - November Desember – Februari Juni – Agustus -
Tabel 22 Kebutuhan benih dan bibit, populasi tanaman, kebutuhan pupuk tanaman sayur Nama Tanaman
Jumlah biji/gram
Kebutuhan benih/bibit per ha (g) 20.000 – 22.222 200.000 setek 700 – 1200
Kebutuhan pupuk kandang/ha 40
10 – 20
15 – 20
Asparagus (Asparagus officinalis) Bawang daun (Allium sp.) Bawang merah (Allium sp.) Bawang putih (Allium sativum) Bayam (Amaranthus sp.) Bit (Beta vulgaris)
50 – 60
Bligu (Benincasa hispida) Cabai (Capsicum annuum) Kacang buncis (Phaseolus vulgaris) Kacang iris (Cajanus cajan) Kacang panjang (Vigna sinensis) Kangkung (Ipomea sp.) Kapri (Pisum sp.)
12 – 15
700 – 1500 umbi 4000 10000 6000 – 8000 200 – 400
130 – 170
250 – 500
3–5
Kara (Delichos lablab)
2–3
Kara pedang (Canavalia sp.) Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) Keluwih/timbul (A altilis/A.communis) Kentang (Solanum tuberosum) Kubis (Brassica oleaceae)
2–3
60.000 120.000 20.000 27.777 15.000 20.000 2000 4000 20.000 30.000 15000 25000 60.000 80.000 20.000 30. 000
300 – 350 300 – 350 900 - 1500 58 – 60
3–5 40 – 80 7–9
2–3 250 – 350 200 – 250
10 – 20 10 – 20
10 – 15
Kebutuhan pupuk buatan per ha urea SP-36 KCl 200 – 200 – 200 – 300 600 400 300 – 400 400 – 100 – 100 – 500 200 200 400 – 300 200 500 100 20 20
10 – 15 10 – 15
100 – 150 -
50 -
50 -
200 – 300 150 – 200 400
200 – 300 300 – 400 400
100 – 150 100
200 – 300 20
100 – 200 20
400
200
–
5 – 10
–
10 – 20
–
5 – 10
–
5 – 10
50 – 100 100
–
5 – 10
200
–
5 - 10
-
-
-
–
5 – 10
-
-
-
–
5 – 10
-
-
-
10 – 20
-
-
-
1000 – 1500 200 – 400
20 – 30 15 – 30
400 – 500 300 – 400
300 – 400 200 – 300
200
100 – 200 100
41
Lanjutan Tabel 22 Nama Tanaman Labu siam (Sechium edule) Lobak (Raphanus sativus) Melinjo (Gnetum gnemon) Mentimun (Cucumis sativum) Okra (Hibiscus esculentus) Oyong (Luffa acutangula) Petai (Parkia speciosa) Petsai (Brassica chinensis) Ranti (Solanum nigrum) Sawi (Brassica juncea)
Jumlah biji/gram 75 – 90
Kebutuhan benih/bibit per ha (g) 500 – 700 –
4000 8000 -
30 – 40
–
2500 3500
Kebutuhan pupuk kandang/ha 10 – 15
Kebutuhan pupuk buatan per ha urea SP-36 KCl -
10 – 15
100
-
10 – 20
-
10 - 15 12
100 – 150 50 – 60
-
-
-
-
-
-
-
500 – 700
10 – 15
-
200 – 230
350 – 700
10 – 20 10 – 15
-
250 – 320
250 – 600
5 – 10
200 – 240
350 – 700
10 – 15
600 – 800
Selada 600 – 800 (Lactuva sativa) Seledri 2521 (Apium graveolens) Terung 200 – 210 (Solanum melongena) Tomat (Lycopercicum 250 – 350 esculentum) Wortel 700 – (Daucus carota) 1300 Sumber: Sunarjono (2014)
200 -
200
-
100
200 – 300 80 – 100 200 – 300 100
100
5 – 10
300 – 400 50 – 100 300 – 400 200
200 – 600
5 – 10
150
50
100
200 – 500
10 – 20
200 – 400
20 – 25
150 – 300 200 – 400 200
300 – 400 300 – 400 100
150 – 200 100 – 200 100
3000 8000
–
10 – 15
100 -
Ruang Terbuka Biru Ruang Terbuka Biru yang dapat mendukung revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture dapat diwujudkan dengan memanfaatkan kolam ikan dan sungai yang ada di lokasi. Dua bentuk badan air tersebut harus dimanfaatkan secara terintegrasi seperti halnya RTH yang sudah dijelaskan. Pemanfaatan terintegrasi tersebut difokuskan pada kolam ikan untuk menghasilkan produk ikan yang dapat mendukung potensi urban agriculture. Namun sungai merupakan faktor pendukung utama dalam konsep ini. Kolam ikan yang berada di lahan masyarakat sebaiknya dikelola secara pribadi dengan sangat intensif untuk menghasilkan produk yang baik. Jika pemilik hanya memiliki kolam yang berukuran kecil, maka perlu direncanakan suatu usaha bersama di wilayah tersebut untuk mengambil hasil panen produk ikannya. Sehingga pemilik secara kontinyu akan tetap mengelola kolam ikan yang ada walaupun berukuran kecil. Begitu juga dengan pemilik kolam ikan yang berukura luas, sebaiknya direncanakan secara bersama untuk menghasilkan produk yang baik di wilayah tersebut. Perencanaan kolam secara bersama ini dikarenakan faktor pendukung utama untuk mendukung produksi yang baik dalam pengelolaannya adalah air
42
yang harus selalu tersedia. Air tersebut dapat diambil atau dimanfaatkan dari sungai ataupun anak sungai sebagai kawasan DAS Ciliwung sebagai sumber pendukung utamanya. Air sebagai sumber daya utama untuk pengembangan produksi ikan bagi kolam ikan yang berasal dari sungai haruslah dalam keadaan yang tepat untuk digunakan. Air yang digunakan harus bersih dan tidak penuh dengan limbah/sampah. Sehingga penting untuk menjaga dan merawat kondisi sungai dan anak sungai Ciliwung yang berada di sekitar lokasi. Berdasarkan karakteristik, DAS Ciliwung bagian hulu yang memiliki ketinggian dan kemiringan yang cukup tinggi dibandingkan dengan bagian tengah dan hilir. Untuk itu perlu adanya suatu konsep dalam mengatur pemanfaatan air sungai untuk dialirkan ke kolam ikan sebagai pendukung urban agriculture. Sehingga pemanfaatan air dan sungai tetap terjaga untuk mendukung pertaniaan tersebut. Konsep tersebut dibuat berdasarkan karakteristik riparian dari Sungai Ciliwung tersebut, baik dari bagian atas, bagian tengah, maupun bagian bawah. Kolam-kolam ikan yang berada berdekatan dengan sungai atau anak sungai akan diairi langsung oleh sungai tersebut. Jika sungai atau anak sungai berada lebih tinggi dari kolam tersebut maka air hanya tinggal diatur untuk mengaliri kolam tersebut. Namun jika kolam berada sejajar atau lebih tinggi dari sungai atau anak sungai, air akan dialiri dari sungai tersebut namun diperlukan tenaga bantuan untuk menyedot air dari sungai hingga sampai ke kolam tersebut, seperti misalnya menggunakan pipa dalam tanah (Gambar 19). Konsep RTB tersebut khususnya kolam ikan sebaiknya diintegrasikan dengan RTH yang ada disekitarnya. Dalam hal ini RTH yang dimaksudkan adalah pekarangan, kebun campuran, ataupun talun. Jika pekarangan pemilik luas, maka kolam ikan dapat dibuat di pekarangannya. Namun jika tidak tetap dapat dibuat di sekitar kebun campuran dan talun yang ada ataupun di lahan khusus kolam ikan yang direncanakan dengan tepat. Rekomendasi Produk Ikan Ikan merupakan salah satu produk penting dari badan air khususnya kolam ikan. Selain itu ikan merupakam nilai kunci utama dari pertanian perkotaan yang direncanakan selain dari tanaman dalam mendukung pertanian perkotaan. Rekomendasi produk ikan untuk mendukung revitalisasi potensi dan pengembangan pertanian perkotaan di lokasi ini disusun berdasarkan berdasarkan potensi dari lokasi penelitian dan juga berdasarkan produk budidaya ikan air tawar yang berpotensi saat ini. Tabel 23 menggambarkan beberapa produk ikan yang dapat digunakan untuk mendukung konsep rancangan urban agriculture dengan komoditas utama yang diutamakan di lokasi yaitu ikan lele (Clarias batrachus), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan mas (Cyprinus carpio), dan ikan mujair (Oreochromis mossambicus), serta ikan gabus (Channa striata).
43
44
Tabel 23 Rekomendasi komoditas ikan yang dapat dikembangkan Nama Ikan Pemeliharaan hingga Ukuran konsumsi panen (g/ekor) Ikan mas 3 – 3.5 bulan 500 – 1000 Ikan nila 3 – 4 bulan 60 – 100 Ikan lele 40 – 60 hari 100-150 Ikan gurami 3.5 – 4 bulan 500 – 1000 Ikan mujair 3 – 4 bulan 60 – 100 Ikan bawal air tawar 5 – 6 bulan 300 – 400 Ikan baung 5 – 6 bulan 200 Ikan jelawat 5 bulan 1000 Ikan patin 7 – 8 bulan 800 – 1000 Ikan belida 4 – 5 bulan 150 – 200 Ikan tawes 3.5 bulan 150 – 250 Ikan sepat 4 – 5 bulan 80 – 100 Sumber: Kristanto (2013)
Manajemen Urban Agriculture Urban agriculture atau yang biasa lebih dikenal dengan sebutan urban farming mengandung arti suatu aktivitas pertanian yang berupa kegiatan bertani (hortikultura), beternak, perikanan, kehutanan, yang berlokasi di dalam kota atau di pinggiran kota dengan menerapkan metode produksi yang intensif, memanfaatkan sumber daya alam (tanah, air, dan iklim) serta limbah perkotaan untuk menghasilkan dan menjual serta mendistribusikan berbagai macam hasil produk tanaman dan ternak (Widyawati 2013). Dalam penelitian yang dilakukan, pertaniaan perkotaan yang dimaksudkan hanya baru diarahkan pada bagian kegiatan bertani (hortikultura) dan perikanan saja. Hal ini dikarenakan pemanfaatan RTH yang dipilih hanyalah pekarangan, kebun campuran, dan talun saja, ditambah dengan pemanfaatan RTB berupa badan air yang cocok untuk dikembangkan bagi perikanan. Pertanian perkotaan harus memiliki manajemen yang baik, terutama karena berhubungan dengan RTH dan RTB sehingga harus diperhatikan aspek ekologisnya, selain aspek ekonomi dan sosial yang ditimbulkan. Aspek ekologis yang harus diperhatikan tentunya kesesuaian dengan lingkungan sekitar dengan keberlanjutanya sehingga pada akhirnya akan didapatkan nilai ekologis yang baik. Beberapa nilai ekologis yang akan ditimbulkan dari aktivitas urban farming (urban agriculture) yaitu membersihkan udara, menghasilkan oksigen, mengurangi pemanasan udara, mengurangi timbunan sampah dan barang bekas. Nilai-nilai ekologis tersebut tentunya akan menghasilkan keberlanjutan lingkungan yang baik asalkan memiliki konsep dan prinsip yang jelas dalam manajemen RTH dan RTB yang mendukung untuk pertanian perkotaan ini. Beberapa prinsip yang dapat menunjang keberlanjutan kenyamanan lingkungan hidup sambil mengengkan pertanian perkotaan ini menurut Widyawati (2013) yaitu: 1) menekan penggunaan pestisida dengan beralih ke pengendalian musuh alami tanaman maupun hewan dengan cara yang aman (misalnya penerapan biopestisida, diversifikasi tanaman, sanitasi, pengendalian mekanis);
45
2) memaksimalkan penggunaan bahan organik dengan optimalisasi pengolahan limbah organik perkotaan; 3) meminimalkan terjadinya pencemaran akibat limbah aktivitas urban farming, dengan menerapkan recycle, reuse, reduce; 4) memasukan perencanaan pengembangan urban farming dalam tata kota; 5) membentuk organisasi pelaku urban farming dan pemberdayaan terhadap pelaku urban farming; 6) mendorong pertumbuhan bisnis sarana produksi tanaman, peternakan maupun perikanan di perkotaan; 7) adanya instansi pemerintah yang bertugas dalam mengatur, mengawasi, dan mengoptimalkan aktivitas urban farming. Selain prinsip-prinsip tersebut penting adanya perencanaan pengelolaan yang tepat untuk mengusung revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture tersebut. Rencana pengelolaan tersebut harus meliputi organisasi yang mengelola atau mengatur, tenaga kerja, alat dan bahan, serta jadwal pengelolaannya. Hal-hal tersebut akan membantu masyarakat dan pemerintah dalam pelaksanaannya. Dalam penelitian ini seharusnya terdapat organisasi yang mengatur untuk mengelola secara bersama dalam menghasilkan produk yang baik. Hal ini dikarenakan dapat membantu pemilik atau pengelola untuk menjual atau menyuplai hasil produksi mereka. Sehingga pemilik/pengelola RTH dan RTB tersebut akan secara berkelanjutan mengelola milik mereka. Tenaga kerja yang dimaksudkan untuk perencanaan pengelolaan yang dimaksudkan dapat dimulai dari pemilik RTH dan RTB (kolam ikan) tersebut. Hal ini dikarenakan setiap orang hanya memiliki luasan RTH dan RTB yang cukup kecil dan merupakan hak milik pribadi. Tenaga kerja tambahan diperlukan jika RTH atau RTB milik pribadi tersebut memiliki luasan yang cukup besar. Dan perlu adanya tenaga kerja untuk suatu organisasi yang nantinya akan mengatur hasil produksi dari RTH dan RTB tersebut. Sehingga pengembangan pertanian perkotaan dapat berjalan dengan baik. Selain itu hal penting lainnya adalah terkait alat dan bahan dalam pegelolaannya. Alat dan bahan yang digunakan untuk RTH yaitu jenis tanaman yang digunakan, pupuk untuk tanaman, air, cangkul, koret, gunting tanaman untuk pengelolaan dan pemeliharaannya. Sedangkan alat dan bahan yang digunakan untuk pengelolaan RTB yaitu jenis ikan tersebut, pakan ikan, alat pembersih kolam ikan, dan sebagainya. Hal yang tak kalah penting dari alat dan bahan adalah dengan mempertimbangkan harga atau biaya dalam menggunakan semua alat dan bahan tersebut serta biaya lainnya seperti tenaga kerja. Hal ini harus diperhatikan baik secara pribadi (mikro) ataupun secara bersama (makro) seperti organisasi pengatur pengembangan dan pelaksanaan urban agriculture tersebut. Serta hal penting lainnya yaitu mengatur jadwal untuk pemeliharaan seperti mempertimbangkan musim tanam dan panen untuk RTH dan mempertimbangkan musim hujan atau kemarau untuk RTB. Hal-hal tersebut untuk rencana pengelolaan masih perlu diatur untuk menghasilkan pelaksanaan pengelolaan urban agriculture di bagian hulu Sungai Ciliwung. Berdasarkan keadaan di lokasi dengan analisis produk pertanian yang ada serta potensinya dapat dinilai bahwa konsep urban agriculture di lokasi masih
46
belum berlangsung efektif. Namun, dapat dinilai bahwa lokasi berpotensi untuk menyuplai beberapa kebutuhan produk hasil pertanian di sekitar pasar yang berada di lokasi penelitian, sehingga perlu adanya pengorganisasian yang baik untuk pengelolaan RTH dan RTB tersebut dalam menyuplai produk. Dengan demikian nantinya dengan penggunaan prinsip dan pengorganisasian yang tepat dalam pengelolaannya baik penggunaaan sumber daya alam dan sumber daya manusianya dapat dihasilkan manajemen yang efektif dalam penyuplaian produk pertanian perkotaan tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1)
2)
3)
Jenis tanaman terbanyak yang ditemui di RTH pekarangan, kebun campuran, dan talun di setiap lokasi yaitu tanaman hias dan tanaman buah. Lalu diikuti oleh tanaman sayur dan bumbu untuk sampel pekarangan dan talun, serta tanaman bumbu dan sayur untuk sampel kebun campuran. Serta jenis produk ikan dari ruang terbuka biru yang ditemui yaitu ikan lele (Clarias batrachus), ikan nila (Oreochromis niliticus), ikan mas (Cyprinus carpio), dan ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Sebanyak 93.3% pedagang di sekitar lokasi penelitian menjual produk tanaman penghasil pati, 83.3% pedagang menjual produk tanaman buah, dan 10% pedagang menjual produk sayuran, dengan komoditas utama produk yang dijual yaitu Pisang (Musa sp.) dan talas bogor (Colocasia gigantea). Dan hampir di semua sampel ruang terbuka hijau ditemui tanaman buah pisang (Musa sp.) dan tanaman penghasil pati singkong (Manihot esculenta). Ini menunjukan bahwa tanaman tersebut cukup berpotensi untuk mendukung urban agriculture. Pengelolaan kawasan RTH dan RTB di bagian hulu Sungai Ciliwung untuk mendukung revitalisasi dan pengembangan urban agriculture adalah menggunakan konsep pemanfaatan yang terintegrasi baik antara pekarangan, kebun campuran, dan talun, ataupun antara badan air yang ada. Konsep terintegrasi antara RTH dan RTB juga akan mendukung pengembangan pertanian perkotaan.
Saran Manajemen RTH dan RTB dalam kawasan hulu Sungai Ciliwung dalam mengembangkan potensi urban agriculture dapat didukung dengan penanaman berbagai macam jenis fungsi tanaman dan pembudidayaan komoditas ikan di badan air khususnya kolam ikan. Dengan demikian setiap kebutuhan pangan tercukupi walaupun proses urbanisasi tetap berlangsung di lokasi penelitian. Dalam upaya mengefektifkan konsep urban agriculture dapat menggunakan konsep yang saling terintegrasi antara RTH dan RTB. Selain itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan rencana pengelolaan baik secara makro dan mikro bagi revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture di bagian hulu Sungai Ciliwung.
47
DAFTAR PUSTAKA Arifin HS, Sakamoto K, Chiba K. 1998. Effects of Urbanization on the Performance of the Home Gardens in West Java, Indonesia. Okayama (JP): Natural Science and Technology, Okayama University. Arifin HS, Suhardi, Wulandari C, Pramukanto Q. 2007. Studi lanskap agroforestri di Sungai Mendalam Basin, bagian hulu DAS Kapuas, Propinsi Kalimantan Barat (konsep paper Indonesian Network for Agroforestry Wducation). Di: SEANAFE Workshop, Chiang Mai, Maret 2007, p 7 Arifin HS, Wulandari C, Pramukanto Q, Kaswanto RL.2009. Analisis Lanskap Agroforestri. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arifin HS, Nakagoshi N. 2011. Landscape ecology and urban biodiversity in tropical Indonesia. Landscape Ecol Eng (2011) 7:33-4 Arifin HS. 2014. Manajemen lanskap ruang terbuka biru [Internet]. [diunduh 2014 Maret 19]. Tersedia pada: http://hsarifin.staff.ipb.ac.id/2014/01/18/ manajemen-lanskap-ruang-terbuka-biru/ Bahrun AH. 2012. Kajian ekofisiologi tanaman semusim penyusun agroforestri pada beberapa zona agroklimat di DAS Ciliwung Hulu [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik pertanian. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BP DAS] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung. 2007. Laporan monitoring dan evaluasi daerah aliran sungai ciliwung untuk pengendalian banjir tahun 2007. Bogor (ID): BP DAS Citarum Ciliwung. _________. 2011. Rancangan peningkatan fungsi dan daya dukung ekologi dalam pengelolaan DAS Ciliwung. Bogor (ID): PT Surveior Indonesia. [DPU] Departemen Pekerjaan Umum Kementerian Pekerjaan Umum. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Penataan Ruang. _________. 2009. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2009/ tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Harashina K, Tekeuchi K, Arifin HS. 2001. Estimation of material flow due to human activities in three rural hamlets in teh Cianjur-Cisokan watershed, West Java, Indonesia. Pada Seminar Toward harmonization between development and environtmental conservation in biological production;2001 Feb 21-23; Tokyo-Japan. JSPS. Hlm 109-118. Kristanto, AH. 2013. Panduan lengkap ikan konsumsi air tawar popular. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Lembaran Negara Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID): Disebarluaskan oleh Dep. Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Lembaran Negara Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Jakarta (ID): Diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
48
Mougeot, LJA. 2000. Urban agriculture: definition, presence, potential and risk. In Baker et al (2000), pp41-55 [Pemda Provinsi DKI Jakarta] Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2012. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 121 Tahun 2012 Tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara. Jakarta (ID): Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah Desa Cilember Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. 2013. Profil Cilember Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat tahun 2013. Bogor (ID): Pemerintah Desa Cilember. Pemerintah Desa Pandansari Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. 2014. Monografi Desa Pandansari Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat tahun 2013. Bogor (ID): Pemerintah Desa Pandansari. Pemerintah Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. 2013. Profil Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat tahun 2013. Bogor (ID): Pemerintah Desa Tugu Utara. Setiawan B, Rahmi DH. 2013. Ketahanan pangan, lapangan kerja, dan keberlanjutan kota: studi pertanian kota di enam kota Indonesia [Internet]. [diunduh 2013 Mei 19]. Tersedia pada: http://lemlit.ugm.ac.id/warta/ ketahan.html. Sismihardjo. 2008. Kajian agronomis tanaman buah dan sayuran pada struktur sgroforestri pekarangan di wilayah Bogor, Puncak dan Cianjur (studi kasus di DAS Ciliwung dan DAS Cianjur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suharso, Retnoningsih A. 2005. Kamus besar bahasa Indonesia. Semarang (ID): CV Widya Karya. Sunarjono H. 2013. Berkebun 26 jenis tanaman buah. Jakarta Timur (ID): Penebar Swadaya. ___________. 2014. Bertanaman 36 jenis sayur. Jakarta Timur (ID): Penebar Swadaya. Tresnawati D. 2007. Analisis penilaian mutu dan proses keputusan pembelian konsumen produk pertanian segar di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Widyawati N. 2013. Urban farming – gaya bertani spesifik kota. Yogyakarta (ID): Lily Publisher.
49
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sungai Penuh, Jambi, pada tanggal 1 November 1992, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Siswanto dan Ibu Yuliani Br Perangin-angin. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan formal di Taman Kanak-Kanak Kartika Yudha Sungai Penuh, pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SDN 166/III Koto Renah dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Sungai Penuh dan lulus pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Sungai Penuh pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Fakultas Pertanian, Departemen Arsitektur Lanskap. Penulis tergabung dalam Himpunan Profesi Mahasiswa Arsitektur Lanskap sebagai anggota dengan mengikuti kegiatan kepanitiaan seperti Indonesia Landscape Architect Student Workshop pada tahun 2012. Selain itu, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen (UKM PMK) IPB sejak tahun 2010 hingga 2014, menjadi anggota sejak tahun 2010, Sekretaris Komisi Kesenian UKM PMK IPB pada tahun 2012, Sekretaris Umum UKM PMK IPB pada tahun 2013, dan Badan Penelitian Pengembangan UKM PMK IPB pada tahun 2014. Penulis pernah menjadi asisten mahasiswa pada Mata Kuliah Agama Kristen Protestan pada tahun ajaran 2011/2012 bagi mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama dan pada tahun 2014 menjadi asisten mahasiswa pada Mata Kuliah Pengantar Ekologi Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap bagi mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap semester empat. Pada tahun 2013 penulis mengikuti program Kuliah Lapang Departemen Arsitektur Lanskap di Bandung dan Yogyakarta, serta pada tahun yang sama mengikuti Kuliah Keja Profesi Fakultas Pertanian IPB selama dua bulan di Desa Sukareja, Kecamatan Sukamaju, Kabupaten Subang. Pada tahun 2014 penulis juga menjadi delegasi Indonesia angkatan pertama di acara Indonesia Malaysia Youth Forum 2014 yang diadakan oleh ASEAN Youth Iniative Community di Bandung. Pada tahun yang sama penulis menjadi support staff dari kegiatan Internasional yang diadakan di Jakarta oleh CIFOR (Center for International Forestry Research) yaitu kegiatan Forest Asia Summit 2014 dengan tema Sustainable Landscapes for Green Growth in Southest Asia. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Penelitian IPB. Penulis melakukan penelitian berjudul “Manajeman Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru bagi Revitalisasi Potensi dan Pengembangan Urban Agriculture di bagian Hulu Sungai Ciliwung” di bawah bimbingan oleh Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S.