5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perencanaan Perencanaan merupakan suatu aktivitas universal manusia, suatu keahlian dasar dalam kehidupan yang berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil sebelum diadakan pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada (Feldt AG dalam Catanese AJ&Snyde JC 1998). Perencanaan ini dilakukan dengan beberapa langkah yang terstruktur agar memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh perencana menurut Simonds (1983), adalah mengidentifikasi tapak selama waktu yang telah ditentukan untuk dapat merasakan potensi dan kendala yang ada pada tapak. Tujuannya adalah untuk mengeksploitasi potensi dan kendala tersebut dengan sebaik-baiknya, dengan kata lain perencana harus menonjolkan karakter lanskap yang ada pada tapak tersebut. Pada intinya, perencanaan suatu tapak atau lanskap harus melalui analisis yang tepat untuk dapat membedakan dampak, esensi serta manfaat terbesar dari proyek yang dihadapi. Dengan demikian hasil perencanaan akan tersusun untuk mendapatkan korelasi yang baik antara unsur-unsur alam dengan fungsi yang akan diterapkan. 2.2. Ruang Terbuka Hijau Pengertian RTH, (1) adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) “Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentukdan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan” (Purnomohadi, 2002). Sedang Ruang Terbuka (RT), tak harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tetumbuhan, namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi
6
kota, seperti plaza dan alun-alun. Tanpa RT, apalagi RTH, maka lingkungan kota akan menjadi „Hutan Beton‟ yang gersang, kota menjadi sebuah pulau panas (heat island) yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi, sebab tak layak huni. Secara hukum (hak atas tanah), RTH bisa berstatus sebagai hak milik pribadi
(halaman
rumah),
atau
badan
usaha
(lingkungan
skala
permukiman/neighborhood), seperti: sekolah, rumah sakit, perkantoran, bangunan peribadatan, tempat rekreasi, lahan pertanian kota, dan sebagainya), maupun milik umum, seperti: Taman-taman Kota, Kebun Raja, Kebun Botani, Kebun Binatang, Taman Hutan Kota/Urban Forest Park, Lapang Olahraga (umum), Jalur-jalur Hijau (green belts dan/atau koridor hijau): lalu-lintas, kereta api, tepian laut/pesisir pantai/sungai, jaringan tenaga listrik: saluran utama tegangan ekstra tinggi/SUTET, Taman Pemakaman Umum (TPU), dan daerah cadangan perkembangan kota (bila ada). Lebih jelasnya, bila berdasar pada status penguasaan lahan, RTH kota dapat terletak di: 1. Lahan Kawasan Kehutanan. Berdasarkan fungsi hutannya, RTH Kawasan Hutan Kota dapat berupa Hutan Lindung, Hutan Wisata, Cagar Alam, dan Kebun Bibit Kehutanan. 2. Lahan Non-Kawasan Hutan. Menurut kewenangan pengelolaannya berada di bawah unit-unit tertentu, seperti: Dinas Pertamanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pemakaman, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dan lain-lain atau bentuk kewenangan lahan lain yang dimiliki atau dikelola penduduk. Menurut Gunadi (1995) dalam perencanaan ruang kota (townscapes) dikenal istilah Ruang Terbuka (open space), yakni daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan. RT berbeda dengan istilah ruang luar (exterior space), yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam (interior space) di dalam bangunan. Definisi ruang luar adalah ruang terbuka yang sengaja dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif, seperti halaman sekolah, Lapang olahraga, termasuk plaza (piazza) atau square. Adapun ”zona hijau” bisa berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau dan bantaran sungai, bantaran rel kereta api, saluran/jejaring
7
listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes), berupa ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman, taman pertanian kota, dan seterusnya, sebagai Ruang Terbuka (Hijau). Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau di antara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi istilah Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, karena umumnya berupa ruang terbuka yang sengaja ditanami pepohonan maupun tanaman, sebagai penutup permukaan tanah. Tanaman produktif berupa pohon buah-buahan dan tanaman sayuran pun kini hadir sebagai bagian dari RTH berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota yang amat penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota. Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002, Rio + 10), disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas kota. Hal ini juga tercantum pada UU No.26 tahun 2007 pasal 3. 2.3. Industri Industri merupakan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing), padahal pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial (Anonim 2010). Disebabkan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman
8
industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya. 2.4. Kawasan Industri Kata kawasan adalah kata yang diadopsi dari bahasa lain, menurut bahasa Inggris kata kawasan lebih tepat dipinjam dari kata “Area” yang berarti “Scope or range of activity” yang terjemahan bebasnya adalah “daerah yang dipakai untuk suatu kegiatan”. Sedangkan kawasan menurut kamus bahasa Indonesia adalah “Daerah” sedangkan daerah berarti wilayah. Dengan demikian kawasan menurut pemahaman umum adalah sebuah kawasan yang diperuntukkan bagi suatu kepentingan
tertentu.
Kawasan
industri
adalah
sebuah
kawasan
yang
diperuntukkan bagi kemanfaatan manusia, tetapi di sisi lain, adalah adanya persoalan
mulai
adanya
kegiatan
yang
telah
membuat
keseimbangan
ekosistemnya menjadi terganggu yang disebabkan oleh penebangan pohon, dan pemotongan-pemotongan wilayah dataran tinggi (Hartono 2007). Sesuai dengan Keppres 53 tahun 1989 yang telah diperbaiki dengan Keppres 41 tahun 1996 pengertian Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Terminologi Kawasan Industri di Indonesia sering disebut dengan istilah Industrial Estate sementara di beberapa negara digunakan istilah Industrial Park. Berdasarkan pengertian di atas, suatu lokasi dapat menggunakan istilah Industrial Estate atau Industrial Park, harus memenuhi 2 ciri utama, yaitu : 1. Lahan yang disiapkan sudah dilengkapi prasarana dan sarana penunjang 2. Terhadap lahan yang dipersiapkan tersebut terdapat suatu badan/manajemen pengelola yang telah memiliki izin usaha sebagai Kawasan Industri 2.5. Pembangkit Listrik Tenaga Uap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energi panas dari steam untuk memutar turbin sehingga dapat digunakan untuk membangkitkan energi listrik melalui generator. Steam yang dibangkitkan ini berasal dari perubahan fase air yang berada pada boiler akibat mendapatkan energi panas dari hasil pembakaran bahan bakar. Secara garis besar
9
sistem pembangkit listrik tenaga uap terdiri dari beberapa peralatan utama diantaranya: boiler, turbin, generator, dan kondensor. Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air panas atau steam. Air panas atau steam pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Sistem boiler terdiri dari: sistem air umpan, sistem steam, dan sistem bahan bakar. Pembangkit Listrik Tenaga Uap menggunakan air sebagai penghasil uap yang mana uap tersebut disini hanya sebagai tenaga pemutar turbin, sementara untuk menghasilkan uap dalam jumlah tertentu diperlukan air. Menariknya didalam PLTU terdapat proses yang terus menerus berlangsung dan berulangulang. Prosesnya antara air menjadi uap kemudian uap kembali menjadi air dan seterusnya. Proses ini dimaksud dengan Siklus PLTU.
Gambar 2.1. Siklus PLTU Sumber: Anonim (2010) PLTU menggunakan batubara sebagai bahan bakar atau pemasok kebutuhan energi listrik bagi industri tersebut (Wardhana 1995). Pada pembakaran dan pemecahan batubara, selain dihasilkan gas buangan (CO, NOx, dan Sox), juga banyak dihasilkan partikel-partikel yang terdispersi ke udara sebagai bahan pencemar. Partikel-partikel tersebut antara lain:
10
a. Karbon dalam bentuk abu atau fly ash (C); b. Debu silika (SiO2); c. Debu alumina (Al2O3); d. Oksida-oksida besi (Fe2O3 atau Fe3O4). Selain itu, pembakaran batubara juga mngeluarkan unsur-unsur radioaktif yang menyebar ke lingkungan. Unsur-unsur radioaktif yang menyebar ke lingkungan sebanyak 36 unsur, dengan unsur yang paling dominan adalah sebagai berikut: a. Partikel Timbal 210 atau Pb210; b. Partikel Polonium 210 atau Po210; c. Partikel Proctactinium 231 atau Pa231; d. Partikel Radium 226 atau Ra226; e. Partikel Thorium 232 atau Th232; f. Partikel Uranium 238 atau U238. Keenam unsur radioaktif tersebut termasuk golongan logam berat yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mengikuti lever route yang berdampak pada tubuh manusia. Paparan radiasi lingkungan yang dihasilkan oleh PLTU-batubara relatif lebih besar dibandingkan dengan paparan radiasi lingkungan dari PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). 2.6. Pencemaran Udara Dalam UU No. 4 Tahun 1982, pencemaran lingkungan merupakan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya. Terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu: sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan. Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya:
11
a. pengelompokan menurut bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya; b. pengelompokan
menurut
medium
lingkungan
menghasilkan
bentuk
pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial; c. pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder. 2.7. Partikel Menurut Wardhana (1995), partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar udara yang berbentuk padatan. Dalam pengertian yang lebih luas, dalam kaitannya dengan pencemaran lingkungan, pencemar partikel dapat meliputi berbagai macam bentuk, mulai dari bentuk yang sederhana sampai bentuk yang rumit atau kompleks yang semuanya merupakan bentuk pencemaran udara. Aerosol merupakan salah satu bentuk partikel, yang terhambur dan melayang di udara. Pendapat lain menyatakan bahwa partikel maupun aerosol adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarah-zarah kecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, ataupun padatan dan cairan secara bersamasama, yang dapat mencemari lingkungan. Dengan demikian partikel maupun aerosol hampir sama. Perbedaannya hanya terletak pada ukurannya. Ukuran (diameter) partikel berkisar antara 0,0002 u – 500 u (micron). Aerosol mempunyai ukuran yang relatif lebih besar daripada ukuran partikel. Sumber pencemaran partikel dapat berasal dari peristiwa alami dapat juga berasal dari akibat ulah manusia dalam rangka mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Pencemaran partikel yang berasal dari alam contohnya adalah: a. debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang; b. abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan gunung berapi; c. semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah pegunungan. Sedangkan sumber pencemaran partikel akibat ulah manusia sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas
12
buangan alat transportasi. Di negara-negara industri, pemakaian batubara sebagai bahan bakar merupakan sumber utama pencemaran partikel (Tabel 2.1). Tabel 2.1. Sumber Pencemaran Partikel Sumber Pencemaran Transportasi - mobil bensin - mobil diesel - pesawat terbang (dapat diabaikan) - kereta api - kapal laut - sepeda motor dll Pembakaran stasioner - batubara - minyak - gas alam - kayu Proses industri: Pembuangan limbah padat Lain-lain: - Kebakaran hutan - Pembakaran batubara sisa - Pembakaran limbah pertanian - Lain-lain
% bagian
% total 4,3
1,8 1,0 0,0 0,7 0,4 0,4 31,4 29,0 1,0 0,7 0,7 26,5 3,9 33,9 23,7 1,4 8,4 0,4 100,0
100,0
Sumber: Sastrawijaya 1991. 2.8.Peranan Vegetasi dalam Mengurangi Partikel Debu atau partikulat terdiri dari beberapa komponen zat pencemar. Dalam sebutir debu terdapat unsur-unsur seperti garam sulfat, sulfuroksida, timah hitam, asbestos, oksida besi, silika, jelaga, dan unsur kimia lainnya. Pencemaran debu secara langsung dapat menyebabkan kerusakan pada organ pernapasan dan kulit. Dengan adanya vegetasi, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel tersebut sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang, dan ranting. Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun bunga matahari dan kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel daripada daun yang mempunyai permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith 1981).
13
Hasil
penelitian
Zoer‟aini
Djamal
Irwan
dalam
Dahlan
(2004)
menunjukkan bahwa hutan kota dapat menurunkan kadar debu sebesar 46,13% di siang hari pada permulaan musim hujan. Hutan kota yang berstrata banyak lebih efektif menurunkan kadar debu, yaitu sebesar 53,56%, dibandingkan dengan hutan kota yang berstrata dua menurunkan kadar debu sebesar 42,89%. Tumbuhan dapat mengurangi debu dengan tajuk yang rindang sesuai dengan ketentuan berikut : 2
1) Sebidang tanah seluas 300 x 400 m dapat menurunkan kadar debu dalam udara dari 7.000 partikel/liter menjadi 4.000 partikel/liter. 2) Antara ujung-ujung suatu jalur hijau sepanjang 5 km dengan lebar 2 km, konsentrasi debu menurun dengan perbandingan 50 : 3. Dalam buku “Hutan Kota” karya Dahlan (1992), ditemukan berbagai jenis penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa vegetasi dapat mengakumulasi berbagai jenis polutan, yaitu: a. Penelitian Wargasasmita et. al. (1991) menunjukkan bahwa tumbuhan dapat mengakumulasi Pb pada daun dan kulit batangnya. b. Jahja Fakuara et. al., menemukan dalam penelitiannya bahwa Cassia siamea (johar), Pithecellobium dulce (asam landi), dan Swietenia macrophylla (mahoni) mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap Pb. c. Badri (1986) mengemukakan bahwa merupakan tumbuhan dari pencemaran logam berat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Axonopus compressus, Acalypha wilkesana, dan Pterocarpus indicus dapat menyerap logam berat seperti Zn, Cu, dan Pb. d. Hasil penelitian Dahlan (1989) menunjukkan bahwa kandungan Pb jerapan dan Pb serapan sangat bervariasi menurut jenis daun. Daun tanaman Agathis Alba (damar), Bixa orellana (kesumba), Filicium decipiens (kiara payung), Swietenia macrophylla (mahoni), Podocarpus imricatus (jamuju), dan Myristica fragrans (pala) mempunyai potensi yang tinggi sebagai pereduksi Pb. Sedangkan daun pohon pala, jamuju, kupu-kupu, damar, kesumba, mahoni, dan kirai payung mempunyai kemampuan untuk mereduksi Pb dengan kadar tinggi dan sedang. Daun pohon kupu-kupu mempunyai kemampuan penyerapan relatif lebih rendah.
14
e. Penelitian Misawa et. al. (1993) mengenai studi sabuk hijau terhadap kualitas udara dengan enam jenis tumbuhan, yaitu Pasania edulis, Quercus myrsinaefolia, Mirica rubra, Ilex integra, Ilex rotunda, dan Cryptomeria japonica dengan bebagai bentuk struktur jalan. Oleh karena itu sebaiknya, agar penyerapan partikulat dapat terjadi sebanyak mungkin, perlu dikembangkan struktur jalan dan penutupan jalan dengan sabuk vegetasi. f. Grey dan Deneke (1976) mengemukakan bahwa ada beberapa tumbuhan tertentu yang dapat menyerap polutan tertentu seperti sebagian spesies kayu manis dan yellow birch dapat menyerap sulfur dioxide. g. Ahli dari Rusia, Robinette (1972), menunjukkan hasil penelitiannya bahwa lingkungan pabrik dengan luas 500 m lahan hijau dapat menurunkan sekitar 70% sulfur dioxide dan 67% nitrit oxide. 2.9. Dampak Teknologi dan Industri pada Lingkungan Masuknya teknologi ke Indonesia sudah dimulai sejak diundangkannya UUPMA (UU No. 1 tahun 1967, yang diperbarui dengan PP.No. 20 tahun 1994). Dengan dukungan UU tentang Hak Paten (Property Right) dan UU Perlindungan Hak Cipta (Intellectual Right), maka banyak perusahaan multinasional dan asing yang
menggunakan,
memakai
dan
mengembangkan
teknologi
dalam
menghasilkan berbagai produk industri. Dalam hal merebaknya teknologi industri masuk ke Indonesia, dapat melalui : (a) Science agreement, (b) technical assistance and cooperation, (c). turnkey project, (d) foreign direct investment, dan (e) purchase of capital goods. Atau dalam bentuk equity participation dalam rangka joint operation agreement, know-how agreement, kontrak-kontrak pembelian mesin-mesin, trade fair dan berbagai lokakarya. Pembangunan
yang mengandalkan teknologi dan industri dalam
mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia.
Pencemaran lingkungan akan
menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia.
15
2.10. Perencanaan dan Pengendalian RTH Kota Menurut Adisasmito (2008), inventarisasi potensi alam merupakan dasar kelayakan pembangunan RTH, khususnya sebagai dasar untuk menentukan letak dan jenis tanaman. Inventarisasi ini sangat diperlukan berdasar pada keterkaitan kondisi fisik, sosial dan ekonomi, meliputi pendataan keadaan iklim (curah hujan, arah angin, suhu dan kelembaban udara); data topografi dan konfigurasi kondisi alam adalah untuk menentukan tipe RTH; kemudian geologi, jenis tanah dan erodibilitas untuk penentuan jenis RTH; jaringan sungai, potensi dan pelestarian jenis, jumlah, dan kondisi fauna dan flora lokal. Umumnya keberadaan dan jenis fauna sangat berkaitan erat pula dengan jenis flora yang ada (existing, biota endemic). Penggunaan tanah (land use) dan keadaan yang mempengaruhinya perlu dikompilasi melalui pengumpulan data mengenai kedua hal tersebut, yaitu: meliputi penggunaan tanah serta penyebaran bangunan, daerah permukiman, perdagangan, industri, pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, dan jaringan transportasi. Keadaan yang mempengaruhi penggunaan tanah adalah demografi jumlah dan persebaran penduduk, presentase pertambahan jumlah, komposisi penduduk, dan keadaan sosial ekonomi. Kedua data ini dipergunakan untuk menentukan tipe, lokasi, dan jumlah RTH. Inventarisasi aktivitas dan permasalahannya meliputi data aktivitas yang dikumpulkan, terutama kegiatan-kegiatan yang bisa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Tingkat atau besaran aktivitas akan menentukan luas RTH yang dibutuhkan dalam upaya menetralisir pengaruh negatif yang ditimbulkannya tersebut. Pengumpulan data fisik (utama), meliputi: 1. jumlah dan laju pertambahan kebutuhan air dan oksigen; 2. jumlah dan tingkat pertambahan penggunaan bahan bakar; 3. jumlah dan laju pertambahan kendaraan bermotor; 4. jumlah dan laju pembuangan limbah industri/rumah tangga; dan 5. nilai kualitatif dan kuantitatif dari permasalahan lain yang sering timbul, seperti banjir, intrusi air laut, abrasi, erosi amblasan tanah, dan tingkat pencemaran lain.