PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI, PABRIK GULA TJOEKIR PTPN X, JOMBANG, JAWA TIMUR; STUDI KASUS PENGARUH BONGKAR RATOON TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEBU
WAHYU ASIH WIJAYANTI
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
i ABSTRAK
WAHYU ASIH WIJAYANTI. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di, Pabrik Gula Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur; Studi Kasus Pengaruh Bongkar Ratoon terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu. Dibimbing oleh PURWONO. Penurunan produksi gula sejak deregulasi industri gula tahun 1992 (Undang-Undang Budidaya Tanaman) dan dipertajam sejak 1998 (demonopolisasi Bulog) perlu dicegah dengan meningkatkan daya saing industri gula. Pemerintah bersama industri gula mulai tahun 2002 melaksanakan program akselerasi peningkatan produktivitas gula nasional. Peningkatan produktivitas tebu dapat dilaksanakan dengan pelaksanaan bongkar ratoon, yaitu membongkar tunggul-tunggul bekas tanaman keprasan diganti dengan bibit baru, dan peningkatan kualitas bibit dengan penggunaan varietas unggul baru, sehingga dapat meningkatkan rendemen. Peningkatan produktivitas melalui peningkatan rendemen mempunyai keunggulan tertentu yaitu tidak diperlukannya peningkatan kapasitas giling dan tidak diperlukannya peningkatan biaya tebang angkut serta dapat mengurangi biaya prosesing gula tiap kilogram gula. Pada prinsipnya peningkatan rendemen dilaksanakan dengan cara meningkatkan gula yang dapat diperoleh pada tebu. Secara konvensional untuk meningkatkan gula yang dapat diperah dilaksanakan melalui penataan varietas, penyediaan bibit sehat dan murni, optimalisasi waktu tanam, pengaturan kebutuhan air, pemupukan berimbang, pengendalian organisme pengganggu, penentuan awal giling yang tepat, penentuan kebun tebu yang ditebang dengan menggunakan analisa kemasakan, penebangan tebu secara bersih dan pengangkutan tebu secara cepat. Untuk mengurangi kehilangan gula selama proses di pabrik maka diperlukan optimasi kapasitas giling dan menjaga kelancaran giling dan mengurangi kehilangan gula di stasiun gilingan dan pengolahan.
Kata Kunci : Bongkar ratoon, peningkatan produktivitas, rendemen, varietas unggul baru.
ii
PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI, PABRIK GULA TJOEKIR PTPN X, JOMBANG, JAWA TIMUR; STUDI KASUS PENGARUH BONGKAR RATOON TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEBU
WAHYU ASIH WIJAYANTI
Skripsi Sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura `
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
iii Judul Skripsi
: Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di Pabrik Gula Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur; Studi Kasus Pengaruh Bongkar Ratoon terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu
Nama Mahasiswa : Wahyu Asih Wijayanti NIM
: A34101064
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Purwono, MS NIP. 131 224 018
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie. Magr NIP. 131 124 019 `
Tanggal lulus :....................................
RIWAYAT HIDUP
Tempat dan tanggal lahir : Pekalongan, 2 Februari 1983 Nama orang tua Nama Ayah
: Subarkah
Nama Ibu
: Urisih
Pendidikan SMU Nama Sekolah : SMU 1 Pekalongan Tahun masuk : 1998 Tahun lulus
: 2001
Riwayat studi di IPB Tahun masuk : 2001 Program studi : Agronomi Pengalaman kerja
:-
iv
v PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan tulisan yang berjudul : Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di PTPN X PG Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur ; Studi Kasus Pengaruh Bongkar Ratoon terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu. Judul ini dipilih karena berhubungan dengan program peningkatan produktivitas tebu melalui kegiatan bongkar ratoon yang sudah dicanangkan sejak tahun 2002 oleh Menteri Pertanian Bungaran Saragih. Program ini mulai di realisasikan pada tahun 2003 telah menunjukkan perkembangan yang positif. Program ini hanya dilaksanakan di Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Barat. Salah satu perkebunan tebu yang menjalankan program tersebut adalah perkebunan di Pabrik Gula (PG) Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur. Melalui kegiatan magang yang telah dilakukan, didapatkan data perkembangan program bongkar ratoon yang dilaksanakan di PG Tjoekir, terutama dalam hal peningkatan produktivitas hasil dari bibit baru yang ditanam pasca pembongkaran ratoon. Metode yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data primer yang terdapat pada lembaga penelitian dan pengembangan di perusahaan bersangkutan kemudian dianalisis untuk setiap variabel peningkatannya. Data tanaman hasil bongkar ratoon dibandingkan dengan tanaman pertama (Plant Cane) murni dan keprasannya. Ucapan terimakasih kepada Bapak Ir, Purwono, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak masukan dan banyak memberikan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. Kemudian kepada Bapak Ade Wachjar dan Ibu Heni Purnamawati selaku dosen penguji skripsi, kami mengucapkan terimakasih atas koreksi yang membangun untuk perbaikan skripsi ini.
Bogor, Juli 2008
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Tabel ……………………………………………………………...
vii
Daftar Gambar ……………………………………………………………
viii
Daftar Lampiran ………………………………………………………….
ix
PENDAHULUAN ……………………………………………………….
1
Latar Belakang ...…………………………………………………………
1
Tujuan ……………………………………………………………………
2
TINJAUAN PUSTAKA ....………………………………………………
3
Botani dan Morfologi Tanaman Tebu …………….……………...............
3
Ekologi Tanaman Tebu …………………………………………..............
4
Tanaman Keprasan ……………………………………………………….
4
METODOLOGI …………………………………………………………
6
Waktu dan Tempat ……………………………………………………….
6
Metode Pelaksanaan ……………………………………………………...
6
KONDISI UMUM PERUSAHAAN …………………………………….
9
Sejarah Pabrik Gula Tjoekir Jombang …………………………................
9
Lokasi Pabrik …………………………………….....................................
10
Luas Areal, Tataguna Lahan dan Wilayah Kerja ….……………...............
11
Keadaan Tanah Dan Iklim ………………………………………..............
11
Keadaan Tanaman Dan Perkembangan Produksi ………………..............
12
Keragaan Pabrik ………………………………………………….............
13
Struktur Organisasi dan Kepegawaian …………………………...............
14
Susunan Personalia ………………………………………………………
16
TEKNIK BUDIDAYA …………………………………………………..
17
Budidaya Lahan Sawah ………………………………………………….
17
Persiapan Lahan …………………………………………………………. Pengolahan Lahan ……………………………………………………...... Pembibitan ………………………………………………………………. Penanaman ………………………………………………………………. Pemeliharaan ……………………………………………………………..
17 17 19 22 vii 22
Budidaya lahan Tegalan ………………………………………................
28
Persiapan Lahan …………………………………………………………. Persiapan Bibit …………………………………………………………... Penanaman ………………………………………………………………. Pemeliharaan …………………………………………………………….
29 30 30 31
Peliharaan Tanaman Keprasan …………………………………………..
36
Pemeliharaan Tanaman Keprasan di Lahan Sawah …………………….. Pemeliharaan Tanaman Keprasan di Lahan Tegalan ……………………
33 34
Taksasi Maret …………………………………………………...............
35
Analisis Pendahuluan …………………………………………................
36
Tebang Angkut …………………………………………………………..
38
PENGOLAHAN TEBU …………………………………………………
41
PELAKSANAAN PROGRAM BONGKAR RATOON DI PG TJOEKIR
45
Konsepsi Pelaksanaan Bongkar Ratoon ……………………….................
45
Tahapan Pelaksanaan …………………………………………..................
46
Pendekatan ……………………………………………………………….. Kriteria Sasaran …………………………………………………………... Penetapan Sasaran ..……………………………………………………….
46 47 48
Organisasi proyek ………………………………………………………...
48
Pengendalian dan Pengawasan ……………………………………………
50
Pengelolaan Dana ………………………………………………………… Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Dana …………………………….. Penyaluran dan Pencairan Dana Pembongkaran Eks Tanaman Tebu Ratoon
51 51 52
Pelaksanaan Pembongkaran Eks Tanaman Tebu Ratoon ..……….............
53
Konsepsi Penggantian Varietas .................................................................. Pembahasan Penggunaan Varietas Baru ..................................................... Teknik Pelaksanaan Bongkar Ratoon ......................................................... Produktivitas Tebu pada PC Murni, Bongkar Ratoon dan Keprasan di Kebun TRIS ................................................................................................ Produktivitas Tebu pada PC Murni, Bongkar Ratoon dan Keprasan di Kebun TRIT ............................................................................................... KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………..
53 54 56
62 66
Kesimpulan ................................................................................................
66
60
Saran ………………………………………………………………………
66
Daftar Pustaka…………………………………………………………….
67
Lampiran .....................................................................................................
68 viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Data Produktivitas Tebu Indonesia 2006 – 2007 ...........................
1
Tabel 2 Baku Sawah dan Potensi Wilayah PG Tjoekir ..............................
11
Tabel 3 Data Varietas Tebu Giling di PG Tjoekir .......................................
12
Tabel 4 Data Produktivitas Tebu Giling Masa Tanam 2004 – 2005 ...........
13
Tabel 5 Data Kinerja Pabrik ........................................................................
14
Tabel 6 Jumlah Karyawan PG Tjoekir ........................................................
15
Tabel 7 Jadwal pelaksanaan Pembangunan Kebun Bibit ............................
20
Tabel 8 Jumlah Pupuk ZA di Daerah yang Terjamin dan Kurang Terjamin Airnya .............................................................................................
24
Tabel 9 Gulma Dominan di Pertanaman Tebu Wilayah Kerja PG Tjoekir 2004 – 2005 ....................................................................................
25
Tabel 10 Dosis Pupuk Untuk TRIT Tanaman Pertama ...............................
31
Tabel 11 Jumlah Pupuk untuk Tanaman Keprasan Berdasarkan Jenis Tanah ............................................................................................
34
Tabel 12 Dosis Pupuk untuk Tanaman Keprasan di Lahan Tegalan ...........
35
Tabel 13 Jumlah Batang per Juring pada Empat Varietas Tebu ..................
54
Tabel 14 Tinggi Batang pada Empat Varietas Tebu ....................................
55
Tabel 15 Bobot Batang per Meter pada Empat Varietas .............................
55
Tabel 16 Rendemen Empat Varietas ............................................................
56
Tabel 17 Komposisi Menurut Waktu Penanaman Kembali yang Dianjurkan ....................................................................................
58
Tabel 18 Dosis Pemupukan pada Penanaman Tebu ....................................
59
Tabel 19 Jumlah Batang per Juring pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS ..................
61
Tabel 20 Tinggi Batang pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS ..........................................
61
Tabel 21 Bobot Batang per Meter pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS ..................
62 ix
Tabel 22 Randemen pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS ..................................................
62
Tabel 23 Jumlah Batang per Juring pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT ..................
63
Tabel 24 Tinggi Batang pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT ..........................................
63
Tabel 25 Bobot Batang per Meter pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT ..................
64
Tabel 26 Randemen pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT .................................................
64
Tabel 27 Rekapitulasi Hasil Pengamatan di Lapang ....................................
65
x DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Pembumbunan Lahan Tegalan ………………………………...
32
Gambar 2 Bagan Pengolahan Tebu ……………………………………….
41
Gambar 3 Strutur Organisasi Proyek Pengembangan Tebu Propinsi Jawa Timur …………………………………………………….
49
Gambar 4 Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Dana PMU Bongkar Ratoon ………………………………………………………….
52
xi DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Struktur Organisasi Pabrik Gula Tjoekir …………………….
69
Lampiran 2 Struktur Organisasi Bagian Tanaman PG Tjoekir …………...
70
Lampiran 3 Data Curah Hujan Tahun 1990 – 2001 ………………………
71
Lampiran 4 Gambar Kegiatan Pengelolaan Tebu di PG Tjoekir …………
72
Lampiran 5 Barchart Rencana Pelaksanaan Bongkar Ratoon …………….
73
Lampiran 6 Anggaran Biaya Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur 2004 …………………………………………………………..
74
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Gula merupakan komoditas yang penting, karena selain menjadi bahan pokok yang dikonsumsi langsung, bahan itu juga diperlukan oleh berbagai industri pangan dan minuman. Konsumsi gula di Indonesia terus meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk, peningkatan taraf hidup dan pertumbuhan jumlah indurtri yang memerlukan gula sebagai bahan bakunya. Namun peningkatan konsumsi gula belum dapat diimbangi oleh produksi gula dalam negeri. Produksi gula nasional tahun 2006 mencapai 2,47 juta ton naik 2 % dari tahun 2005 (2,4 juta ton) sedangkan kebutuhan gula secara nasional adalah sebesar 3,3 juta ton sehingga masih kekurangan sebesar 0,83 juta ton. Selain itu rendemen tebu turun dari 7,82% pada 2006 menjadi 7,42% pada 2007. Penurunan sebanyak 0,21 poin ini setara dengan kehilangan gula sedikitnya 70 ribu ton. Kenaikan produksi gula disebabkan oleh perluasan areal. Pada 2006 area tebu sekitar 390 ribu ha, tahun 2007 bertambah 7,1% menjadi 425 ribu ha. Pertambahan area ini dapat meningkatkan pasokan tebu dari 29,96 juta ton menjadi 32,79 juta ton atau bertambah 8,5%. Di sisi lain, kinerja produktivitas tak beranjak naik sehingga produktivitas gula 2007 lebih rendah 1,4%, atau berkurang dari 5,81 ton/ha (2006) menjadi 5,73 ton/ha (2007). Hal ini dapat dilihat pada table 1. Tabel 1 Data Produktivitas Tebu Indonesia 2006 - 2007 Jawa
Luar Jawa
Indonesia
Komponen
2006
2007
2006
2007
2006
2007
Luas (ribu ha)
248
269
142
156
390
425
Tebu giling (ribu ton)
19.907
21.975
10.055
10.815
29.962
32.789
Hablur (ribu ton)
1.455
1.519
836
913
2.291
2.432
Tebu (ton/ha)
80.31
81.71
70.70
69.42
75.51
77.20
Rendemen (%)
7.31
6.91
8.32
8.44
7.82
7.42
Hablur (ton/ha)
5.81
5.65
5.88
5.86
5.85
5.73
Diolah dari statistik Produksi gula (P3GI, 2007)
2
Terdapat dua jenis pengusahaan tanaman tebu di Indonesia, yaitu tebu sawah dan tebu lahan kering. Tebu lahan kering memungkinkan untuk dilakukannya pengeprasan sebab tidak dipengaruhi oleh adanya rotasi tanaman. Tanaman tebu keprasan adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman pertama yang setelah tebangan dilaksanakan.Tunggul-tunggulnya dipelihara kembali sampai menghasilkan tunas-tunas baru yang kemudian menjadi tanaman baru. Sedangkan tunggul-tunggul yang dipelihara tersebut disebut ratoon. Notojoewono (1984) dalam Moerwandono dan Imam (1991) menyatakan bahwa pengusahaan tebu dengan cara keprasan akan memberikan keuntungan diantaranya adalah : (1) menghemat biaya untuk pengolahan tanah dan penyediaan bibit, (2) lebih menghemat waktu dibandingkan tebu pertamanya dan (3) lebih tahan terhadap kekeringan. Pengusahaan tebu lahan kering dengan cara keprasan dihadapkan pada kendala terjadinya penurunan produktivitas tebu perhektar dibandingkan tanaman pertamanya (Ochse et. al, 1961). Oleh Karena itu, pembongkaran ratoon untuk menggantinya dengan bibit baru yang mempunyai produktivitas lebih tinggi perlu dilakukan.
Tujuan
Tujuan dari kegiatan magang ini adalah untuk : 1. Meningkatkan dan memperluas pengetahuan mahasiswa dalam menganalisis masalah-masalah yang ada di lapangan 2. Meningkatkan kemampuan profesional mahasiswa dalam memahami proses kerja secara nyata 3. Mempelajari pengaruh bongkar ratoon terhadap produtivitas.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Tanaman Tebu
Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam famili Graminae, subfamili Panicoideae, kelompok Andropogon dan genus Saccharum. Saccharum officinarum merupakan spesies paling penting dalam genus Saccharum sebab kandungan sukrosanya paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah. Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3 – 5 meter atau lebih. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih dan keabu-abuan. Lapisan ini banyak terdapat sewaktu batang masih muda. Ruas-ruas batang dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat duduk daun tebu. Di ketiak daun terdapat sebuah kuncup yang biasa disebut “mata”. Bentuk ruas batang dan warna batang tebu yang bervariasi merupakan salah satu ciri dalam pengenalan varietas tebu. Daun tebu di ujung batang dan terpisah ke arah samping seiring dengan pertumbuhan batang tebu. Daun tebu terdiri atas dua bagian, yaitu pelepah daun (leaf sheath) dan helai dan (leaf blade) (Williams, 1979). Pelepah daun membungkus/membalut ruas batang. Pelepah-pelepah ini selain melindungi bagian batang yang masih lunak, juga melindungi mata tunas. Duduk daun batang berseling pada buku ruas yang berurutan. Helai daun berbentuk pita yang panjangnya 1 – 2 meter dan lebarnya 2 – 7 cm. Tepi daun bergerigi kecil dan banyak mengandung silikat. Akar yang pertama kali terbentuk dari bibit stek adalah akar adventif yang berwarna gelap dan kurus. Setelah tunas tumbuh, maka fungsi akar ini akan digantikan oleh akar sekunder yng tumbuh di pangkal tunas (Ochse et al, 1961). Pada tanah yang cocok akar tebu dapat tumbuh panjang mencapai 0,5 – 1,0 meter. Tanaman tebu berakar serabut maka hanya pada ujung akar-akar muda terdapat akar rambut yang berperan mengabsorpsi unsur-unsur hara.
4
Ekologi Tanaman Tebu
Sesuai dengan daerah
asalnya sebagai tanaman tropis, tanaman tebu
tumbuh baik di daerah tropis, tetapi dapat pula ditumbuhkan di daerah sub tropis sampai garis isoterm 200C, yaitu pada kawasan yang berada di antara 390LU dan 350LS. Suhu rata-rata tahunan sebaiknya berada di atas 200C dan tidak kurang dari 170C. Pertumbuhan yang optimum dicapai pada suhu 240 – 300C. Tumbuhan ini dapat hidup pada berbagai ketinggian, mulai dari pantai sampai dataran tinggi (1400 m di atas permukaan laut/dpl). Namun, mulai ketinggian 1200 m dpl, pertumbuhan menjadi lambat Tanaman tebu menghendaki curah hujan tahunan 1000 – 1250 mm, menyebar merata (Ochse et al, 1961). Ochse et al (1961) menambahkan bahwa hujan harus turun teratur selama pertumbuhan vegetatif dan menjelang saat pematangan tanaman tebu membutuhkan beberapa bulan kering. Di daerah bercurah hujan tinggi, dimana tidak ada bulan kering yang nyata, tebu akan tumbuh terus hingga kandungan sukrosa pada batang rendah. Tanaman tebu dapat tumbuh pada berbagai macam tanah (Williams, 1979). Tanaman tebu akan tumbuh baik pada tanah bertekstur lempung-berliat, lempung-berpasir dan lempung-berdebu, dengan kedalaman solum yang cukup dalam (0,5 – 1,0 m) dan drainase baik. Drainase yang jelek dapat mengakibatkan pertumbuhan yang terhambat karena terjadinya kerusakan-kerusakan pada akar. Tingkat pH tanah yang optimum untuk tebu adalah 6,5 – 7,0.
Tanaman Keprasan
Tanaman tebu keprasan adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman pertama yang setelah tebangan dilaksanakan, tunggul-tunggulnya dipelihara kembali sampai menghasilkan tunas-tunas baru yang kemudian menjadi tanaman baru. Kategori tanaman tebu ada tiga, yaitu plant cane murni (PCM) adalah tanaman tebu pertama yang ditanam pada areal yang baru dibuka, replanting cane (RPC) atau disebut juga PC bongkar ratoon adalah tanaman pertama yang ditanam pada areal yang sebelumnya juga ditanami tebu dan ratoon cane (RC)
5
atau tanaman keprasan adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman pertama yang telah ditebang, tunggul-tunggulnya dipelihara kembali menjadi tanaman baru. Tanaman tebu di lahan tegalan dapat dikepras sampai tiga kali, lebih dari itu maka akan terjadi penurunan produktivitas tebu.
6
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Februari 2005 sampai Juni 2005. Magang berlokasi di Pabrik Gula (PG) Tjoekir, Jombang, Jawa Timur.
Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan magang terdiri atas kerja lapang dan pengambilan data. Mahasiswa bekerja secara langsung sebagai karyawan dan melakukan kegiatan yang ada di kebun selama satu bulan. Selain itu mahasiswa juga
melaksanakan kegiatan manajerial meliputi beberapa tahapan jenjang
manajerial, mulai dari pendamping mandor selama satu bulan sampai dengan menjadi pendamping SKW selama dua bulan terakhir untuk setiap jenis pekerjaan. Pengambilan
data
sekunder
dilakukan
mengikuti
kegiatan
dan
pengambilan data dari stasiun pertumbuhan (growth station) pada Departemen Penelitian dan Pengembangan PTPN X PG Tjoekir, Jombang. Data yang diambil berupa informasi mengenai : a) Kondisi Umum Perusahaan Informasi yang diperoleh meliputi letak geografis, letak administratif kebun dan sejarah perusahaan. Letak geografis berupa data tentang batas-batas daerah serta letak kebun berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Letak administratif mencakup informasi tentang desa, kecamatan, kabupaten serta propinsi dari PG Tjoekir. Informasi mengenai sejarah berupa sejarah yang utuh dari PG Tjoekir. Informasi-informasi tersebut diperoleh dari arsip perusahaan. b) Kondisi Lahan Informasi mengenai kondisi lahan meliputi informasi tentang jenis tanah, tekstur dan struktur tanah serta pH tanah. Data tersebut diperoleh dari arsip perusahaan.
7
c) Kondisi Iklim Data mengenai iklim yang diperoleh adalah tipe iklim, curah hujan ratarata bulanan dan tahunan, bulan basah dan bulan kering serta jumlah hari hujan. Data tersebut diperoleh dari arsip perusahaan. d) Kondisi Umum Pertanaman Data meliputi luas pertanaman keseluruhan, luas lahan PC murni, PC bongkar ratoon dan keprasan. Data mengenai kondisi tanaman meliputi varietas yang dominan ditanam. Data diperoleh dari arsip perusahaan. e) Organisasi dan Manajemen Perusahaan Data meliputi struktur organisasi dan jumlah tenaga kerja keseluruhan, yang meliputi staf, non staf, karyawan tetap dan karyawan harian beserta tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing jenjang manajerial. Pengambilan data primer dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan sampel dengan metode random sampling dari kebun tebu rakyat yang tersebar di seluruh wilayah PG Tjoekir. Pengamatan dilakukan mulai dari kategori tanaman PC murni, PC bongkar ratoon sampai dengan tanaman keprasan I (keprasan pertama). Pengamatan dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan tanaman contoh. Banyaknya tanaman contoh per petak bergantung pada luas petak dan umur tanaman, yaitu setiap satu hektar luas petak diambil delapan tanaman contoh dengan pengambilan secara acak dalam satu periode selama beberapa periode analisis. Data yang didapat diuji dengan menggunakan uji T dengan taraf 10%. Tanaman contoh diambil dari kebun tebu petani yang disebut TRIS (tebu rakyat intensifikasi sawah) di wilayah Diwek dan TRIT (tebu rakyat intensifikasi tegalan) di wilayah Ngoro, Bareng dan Wonosalam dengan luas lahan yang bervariasi. Peubah yang diamati adalah tinggi batang, bobot batang permeter, jumlah batang perjuring dan rendemen. Pengamatan tinggi batang dilakukan dengan mengukur dari permukaan tanah hingga titik patah (daun ketiga di pucuk). Pengamatan bobot batang per meter dilakukan dengan memotong tanaman tebu dan memotongnya lagi sepanjang 1 meter dan ditimbang. Pengamatan jumlah batang perjuring dilakukan dengan menghitung jumlah batang tebu setiap juring pada waktu taksasi. Pengambilan data jumlah batang per juring (populasi
8
tanaman) dilakukan berdasarkan hasil Taksasi Desember dan Taksasi Maret. Pengambilan data rendemen berdasarkan pada hasil analisis pendahuluan selama tiga periode. Data masing-masing kategori tanaman diambil rata-ratanya.
9
KONDISI UMUM PERUSAHAAN
Sejarah Pabrik Gula Tjoekir Jombang Pabrik Gula Tjoekir didirikan oleh NV. Kody En Coster Van Vour Houtsf Tjoekir pada tahun 1884 dan terus berproduksi sampai dengan perang dunia II. Pada tahun 1902 Pabrik Gula Tjoekir pernah mengalami rehabilitasi pabrik dalam rangka peningkatan kapasitas produksi, dengan mengganti beberapa instalasi pabrik. Penyelenggaraan penanaman tebu di PG Tjoekir dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) sampai penanaman tebu tahun 1948. Setelah terjadinya aksi Irian Barat (TRIKORA), pada tahun 1958 tepatnya pada tanggal 8 Desember 1958 PG Tjoekir diambil alih oleh pemerintah Indonesia di bawah suatu badan berupa perusahaan
Perkebunan Negara Baru. Untuk
mengkoordinasi pabrik-pabrik atau perkebunan bekas milik Belanda di Jawa Timur pada tahun 1959 – 1960 dibagi dalam pra unit dimana PG Tjoekir termasuk pra unit 4. Dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) No. 166 tahun 1961, maka bentuk pra unit diubah menjadi dalam bentuk kesatuan-kesatuan dimana PG Tjoekir termasuk dalam kesatuan Jawa Timur II kemudian dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPUPPN) Gula, dan tiap-tiap pabrik gula dijaadikan badan hukum yang berdiri sendiri. Menurut PP No. 1 tahun 1963 dimana PG Tjoekir berada di bawah pengawasan BPUPPN gula inspeksi daerah VI yang berkedudukan di Jalan Jembatan Merah 3 – 5 Surabaya. Dengan dikeluarkannya PP No. 13 tahun 1968, maka BPUPPN Gula/Karung Goni, BPUPPN Aneka Karet, BPUPPN Aneka Tanaman dan Tumbuhan dalam rangka penertiban, penyempurnaan dan penyederhanaan aparatur pemerintah pada umumnya dan perusahaan gula pada khususnya. PP tersebut diikuti oleh keluarnya PP No. 14 tahun 1968 tentang pendirian Perusahaan Negara Perkebunan yang merupakan badan hukum. Dengan adanya PP no 13 dan 14 tahun 1968 berarti PP No. 1 tahun 1963 tidak berlaku lagi sehingga kedudukan sebagai badan hukum bagi PG Tjoekir beralih pada Perusahaan Negara Perkebunan. Dalam hal ini PG Tjoekir masuk dalam Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) No. XXII yang memiliki badan hukum dan
10 berkedudukan di Jalan Jembatan Merah No. 3 – 5 Surabaya. Berdasarkan PP No. 23 tahun 1973 terhitung mulai tanggal 1 Januari 1974 PNP XXII digabung dengan PNP XXI dalam bentuk perseroan terbatas yaitu PT. Perkebunan XXI – XXII (Persero) yang berkedudukan di Jalan Jembatan Merah No. 3 – 5 Surabaya. PG Tjoekir menjadi salah satu unit produksinya dan badan hukum berada pada direksi PTP XXI – XXII (Persero). Di tingkat pusat dengan SK Menteri
No. 12B/Kpts/Org/II/1973
perwakilan BKU PNP wilayah diubah menjadi Inspeksi PN/PT Perkebunan. BKU PNP wilayah I sampai dengan IV. PG Tjoekir dalam hal ini termasuk inspeksi wilayah IV yaitu PT. Pekebunan XXI – XXII (Persero). Pada tahun 1994 berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 168/KMK. 016/1994 tanggal 2 Mei 1994, maka PTP XXI – XXII (Persero) menjadi Group PTP Jawa Tengah bersama dengan PTP XV – XVI, PTP XVII, PTP XIX dan PTP XXVII. Kemudian PP RI No. 15 tahun 1996 tentang peleburan Perusahaan Perseroan (Persero). PTP XXI – XXII, PTP XXVII dan PTP XIX menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara X.
Lokasi Pabrik
Pabrik Gula Tjoekir terletak di sebelah selatan kota Jombang, kilo meter 8 di jalan raya Jombang Pare yang berkedudukan di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur, dengan ketinggian + 60 m di atas permukaan laut. Lokasi pabrik terletak di dua jalur lalu lintas jalan raya antara kota Jombang menuju ke kota Pare dan jalan dari Cukir ke Mojowarno. Letak Pabrik Gula Tjoekir ini memenuhi syarat-syarat suatu perusahaan. Pengangkutan dapat dilakukan dengan mudah dan murah baik untuk bahan baku maupun hasil produksi karena lokasi pabrik di tepi jalan raya. Areal PG Tjoekir merupakan daerah pertanian dan tanaman tebu yang cukup memenuhi dalam menunjang pengadaan bahan baku bagi kebutuhan produksi pabik gula yang dekat dengan aliran sungai dan dibantu dengan adanya sumur bor sehingga sumber air sangat mudah didapatkan. Daerah Cukir jarang terjadi gempa bumi dan angin ribut serta
11 mempunyai sistem drainase air hujan dengan kapasitas yang cukup untuk mencegah banjir.
Luas Areal , Tata Guna Lahan dan Wilayah Kerja
Wilayah kerja PG Tjoekir meliputi delapan kecamatan yaitu Gudo, Diwek, Jogoroto, Mojoagung, Mojowarno, Ngoro, Bareng dan Wonosalam, dengan luas areal yang cocok untuk ditanami tabu seluas + 16.194,0 ha, terdiri atas lahan sawah dan tegalan. Luas lahan yang ditanami tebu untuk musim tanam (MT) 2004 – 2005 seluas + 4.669,3 ha dengan luas lahan sawah + 3.893,6 ha (83,4%) dan tegalan 775,7 ha(16,6 %) dengan komposisi tebu sewa (TS) seluas + 143,4 ha (3,1%) dan tebu rakyat (TR) seluas + 4.525,9 ha (96,9%). Penentuan lahan penanaman tebu berdasarkan baku sawah yang ada di masing-masing wilayah. Baku sawah wilayah PG Tjoekir dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Baku Sawah Dan Potensi Wilayah PG Tjoekir Baku awah yang bisa ditanami tebu (ha)
Potensi tebu (ku/ha)
Wilayah Sawah Gudo
Tegal
2,295
-
Pekarangan
jumlah
-
2,295
Sawah Tegal Jumlah 1,375
-
1,375
Diwek
2,911
337
-
3,248
1,214
806
1,100
Jogoroto
1,732
111
-
1,843
1,018
700
975
-
-
375
828
-
828
Mojoagung
375
Ngoro
2,810
746
-
3,556
1,064
939
946
Bareng
336
323
-
659
766
727
750
41
365
63
469
-
570
570
14,312
1,882
63
16,257
1,000
750
910
Wonosalam Jumlah
Sumber : Litbang PG Tjoekir
Keadaan Tanah dan Iklim
Jenis tanah di areal pertanaman tebu wilayah PG Tjiekir pada umumnya terdiri atas kompleks Andosol Coklat sampai Adosol Coklat kekuningan dan Grumosol Kelabu, asosiasi Regosol dan Litosol, asosiasi Mediteran Coklat dan
12 Grumosol Kelabu, kompleks Mediteran Coklat dan Litosol, serta Litosol Coklat keabuan dan Latosol Coklat kemerahan. Dengan derajat kemasaman tanah (pH) sekitar 6 – 6.5. Perkebunan tebu wilayah PG Tjoekir temasuk dalam tipe iklim D (Schmidth dan Ferguson) dengan jumlah hari hujan rata-rata 83 hari, jumlah bulan basah rata-rata 5 – 6 bulan (November - April) dan curah hujan tahunan rata-rata 2333 mm.
Keadaan Tanaman dan Perkembangan Produksi
Tanaman tebu yang dibudidayakan di PG Tjoekir terbagi dalam tiga yaitu plant
cane
Murni
(PCM),
PC
Bongkar
Ratoon/replanting
cane
dan
keprasan/ratoon cane, dengan luas areal masing-masing untuk PC Murni seluas 737,2 ha, PC Bongkar Ratoon seluas 1107 ha, dan Keprasan seluas 2825,2 ha. Varietas yang ditanam pada musim tanam 2004 – 2005 terbagi menjadi tiga kategori yaitu varietas masak awal (umur tebang 12 bulan), masak tengah (umur tebang 12 – 14 bulan) dan masak akhir (umur tebang 14 – 16 bulan) dengan komposisi masing-masing sebagian merupakan varietas lama dan sebagian varietas baru. Data Varietas tebu giling di PG Tjoekir dapat dilihat pada table 3. Tabel 3 Data Varietas Tebu Giling di PG Tjoekir No.
Kategori Varietas
Varietas Lama
Varietas Baru
A.
Masak Awal
Ps. 80 – 442 TRITON Ps. 81 – 640 Ps. 80 – 1424
Ps 851 Ps 863 BL Ps 862 BM 98 – 01 Ps. 89 – 19529 Ps. 98 – 25513 Ps. BM 88 – 197 BM 8615
B.
Masak Tengah
Ps. 58 Ps. 82 – 3605
Ps. 921 Ps. 92 – 1871 M.351 – 57 CW. 2014 Ps. 951 Ps. 85 – 17922
C.
Masak Akhir
BZ 148 Ps 77 – 1553 DIV Sumber : Selayang Pandang PG Tjoekir/2004
Ps. 861
13
Perkembangan produksi tebu giling pada periode tahun 2004 – 2005 sebesar 8,03 untuk rendemen dan 7,68 untuk hablur. Hal ini dapat dilihat pada table 4. Tabel 4 Data Produktivitas Tebu Giling Masa Tanam 2004 – 2005 Luas (ha)
Kategori
Produksi (ton) Tebu
Lahan sawah TSS I – IPL TSS II – IPL Jumlah TRS I – K TRS II – K Jumlah TRS I – M TRS II – M Jumlah Jumlah sawah
178 95 273 975 1.123 2.098 89 538 627 2998
Lahan tegal TRT I – K TRT II – K Jumlah TRT I – M TRT II – M Jumlah Jumlah tegal
307 460 767 79 156 235 1.002
23.800 34.865 58.665 5.545 10.765 16,310 74.975
Total
4000
832.677
22.510 10.350 32.860 115.725 114.542 230.267 6.410 38.165 44.575 307.702
produktivitas (ton/ha)
Hablur
1.818,36 834,95 2.863,31 9.297,15 9.185,83 18.482,98 513,41 3.054,62 3.568,03 24.704,32
Tebu
Rend (%)
hablur
126,5 108,9 120,4 118,7 102,0 109,8 72,0 70,9 71,1 102,6
8,08 8,07 8,07 8,03 8,02 8,03 8,01 8,00 8,00 8,03
10,22 8,79 9,72 9,54 8,18 8,81 5,77 5,68 5,69 8,24
1.909,01 2.792,56 4.701,57 444,51 862,51 1.307,02 6.008,59
77,5 75,8 76,5 70,2 69,0 69,4 74,8
8,02 8,01 8,01 8,02 8,01 8,01 8,01
6,22 6,07 6,13 5,63 5,53 5,56 6,00
30.712,91
95,7
8,03
7,68
Sumber : lap.data-tan/rencana/prod..tg.03-07
Pabrik Gula Tjoekir menghasilkan produk utama berupa gula dan produk sampingan berupa tetes (molasses), blotong, abu ketel dan ampas tebu (bagase). Tetes digunakan sebagai bahan baku bagi industri monosodium glutamat (MSG) dan industri alkohol, blotong dan abu ketel digunakan sebagai pupuk organik, sedangkan ampas tebu dipakai sebagai bahan bakar pabrik gula.
Keragaan Pabrik
Pabrik di PG Tjoekir mulai beroperasi penuh sejak awal pembangunannya pada tahun 1884. Alat-alat pabrik di bagian instalasi meliputi stasiun boiler,
14 stasiun gilingan, stasiun puteran, stasiun tengah, stasiun listrik, stasiun instrumen dan lain-lain. Data kinerja pabrik dapat dilihat pada table 5. Tabel 5 Data Kinerja Pabrik Uraian
Total
Kapasitas giling inklusif (ku)
26.500
Kapasitas giling eksklusif (ku
29.000
Hari giling (hari)
150
Jam berhenti (%)
9,37
HPB total
88,92
PSHK
96,97
Efisiensi gilingan (%)
86,23
Winter rendemen
97,50
Faktor rendemen
0,66
Efisiensi pabrik (%)
84,075
Sumber : Laporan kilat 15 harian periode X PG Tjoekir
Struktur Organisasi dan Tugas Kepegawaian
Pabrik Gula Tjoekir merupakan unit produksi dari PT Perkebunan Nusantara X (Persero) yang dipimpin oleh seorang administratur yang berkedudukan di lokasi pabrik gula. Administratur bertanggung jawab penuh kepada direktur utama dalam pelasanaan tugas dan kewajiban yang telah diberikan oleh kantor direksi. Seorang administratur dibantu oleh beberapa kepala bagian, yaitu kepala bagian tanaman, kepala bagian instalasi, kepala bagian pengolahan dan kepala bagian administrasi keuangan dan umum (AKU). Struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada lampiran 1. Kepala bagian tanaman bertugas untuk bertanggung jawab kepada administratur dalam bidang tanaman, mewakili administratur pada waktu berhalangan, mengkoordinasi rencana areal tanaman untuk tiga tahun yang akan datang. Seorang kepala bagian tanaman dibantu oleh tiga orang sinder kebun kepala (SKK) yang masing-masing menangani bidang tanaman, litbang dan tebang angkut. Untuk SKK tanaman dan litbang dibantu oleh sinder kebun wilayah (SKW) yang dibantu oleh pembina tebu rakyat intensifikasi (PTRI) untuk wilayah tanaman dan koordinator-koordinator yang menangani analisa nira
15 perahan pertama (NPP), lab hama, kebun percobaan, pembibitan dan pengambilan contoh serta pelayanan kantor tanaman dan TU sentral tanaman untuk wilayah litbang. Sedangkan SKK tebang angkut dibantu oleh koordinator tebang angkut yang membawahi pengawas tebang angkut yang terdi dari para koordinaor PTRI masing-masing wilayah tanaman. Kepala
bagian
instalasi
bertugas
melaksanakan
kebijaksanaan-
kebijaksanaan dalam bidang teknik, menjadi resposibility center (RC) di bidang instalasi, bertanggung jawab atas pengoperasian pabrik pada waktu giling, memeriksa dan melaksanakan perbaikan pabrik pada waktu giling dan di luar waktu giling, mempunyai wewenang untuk mengadakan koreksi-koreksi dan mengawasi rencana kerja dan anggaran belanja guna diajukan ke administratur. Kepala bagian instalasi dibantu oleh kepala-kepala stasiun yang membawahi stasiun umum, stasiun ketel, stasiun tengah, stasiun gilingan, stasiun listrik dan stasiun putaran serta koordinator bagian kendaraan/remise. Kepala bagian pengolahan bertugas melaksanakan prosessing pengolahan nira tebu menjadi gula. Kepala bagian pengolahan dibantu oleh ajunc. FC yang membawahi chemiker yang bertanggung jawab atas pekerjaan opziter pabrikasi dan kepala gudang gula. Kepala bagian administrasi keuangan dan umum bertugas membantu administratur mengolah keuangan dan menyediakan keuangan untuk bagianbagian, bertanggung jawab meenyajikan data administrasi akuntansi PG, mengkoordinir pelaksanaan tata usaha dan keuangan yang meliputi : perencanaan dan pengawasan keuangan, tata usaha keuangan/pembukuan dan pembinaan tenaga kerja sekretariat dan umum. Kepala bagian AKU dibanu oleh beberapa RC, yaitu RC pengawasan dan perencanaan oleh seorang pembantu pemegang buku, dibantu oleh beberapa karyawan, RC tata usaha dan keuangan dipegang oleh seorang pembantu pemegang buku, dibantu beberapa karyawan, RC sekretariat umum dibantu oleh beberapa karyawan dan RC hubungan antar karyawan (HAK)/umum dibantu oleh staf PTK, mantri poloklinik,dan kadiskam serta dibantu beberapa karyawan.
16 Susunan Personalia
Berdasarkan status kepegawaiannya, karyawan PG Tjoekir dibedakan atas karyawan pimpinan/staf dan karyawan pelaksana/nonstaf. karyawan pimpinan/staf terdiri atas administratur beserta kepala bagian dan pembantu-pembantunya. Karyawan pelaksana/nonstaf dibagi menjadi dua yaitu karyawan tetap dan karyawan musiman yang meliputi mandor/PTRI, mekanik dan operator. Karyawan tetap bekerja baik dalam waktu giling maupun di luar waktu giling. Karyawan musiman bekerja sesuai dengan kontrak dan honorer. Karyawan harian yang meliputi karyawan kampanye yang bekerja hanya pada waktu musim giling, karyawan kontrak waktu tertentu (KKWT)/karyawan lain-lain bekerja sewaktuwaktu ketika PG membutuhkan tenaga tambahan dan karyawan borongan yang bekerja berdasarkan sistem borongan untuk pekerjaan yang sifatnya selesai dalam satu waktu seperti buruh hariah lepas (BHL). Jumlah karyawan PG Tjoekir dapat dilihat pada table 6. Tabel 6 Jumlah Karyawan PG Tjoekir, 2005 Karyawan
Jumlah
Karyawan tetap Karyawan Pimpinan Karyawan Tetap Jumlah
32 orang 311 orang 343 orang
Karyawan tidak tetap Karyawan Kampanye Karyawan Musiman Karyawan Borongan dll Jumlah Jumlah Sumber : HAK/umum PG Tjoekir
485 orang 23 orang 242 orang 750 orang 1.093 orang
17 TEKNIK BUDIDAYA
Budidaya di Lahan Sawah
Budidaya tebu di lahan sawah memerlukan beberapa tindakan kultur teknis pada lahan sawah. Pembuangan air pada saat-saat pertama pengolahan lahan sangat diperlukan agar tanah tidak terlalu basah (drainase terjaga).
Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan di wilayah kerja PG Tjoekir dibedakan menjadi dua yaitu lahan TRIS (tebu rakyat intensifikasi kategori sawah) atau TRIT (tebu rakyat intensifikasi kategori tegalan) yang merupakan tanah milik petani dan dikelola oleh petani, dan lahan TS (tebu sewa) yang merupakan tanah petani yang disewa PG untuk dikelola oleh PG, untuk TS di PG Tjoekir semua kategori lahannya adalah lahan sawah. Dalam penyewaan lahan, perlu dilakukan survei lahan yang memenuhi persyaratan untuk budidaya tebu. Syarat tersebut antara lain pemasukan dan pembuangan air lancar, terdapat jalan tebang dan luasnya minimal satu hektar. Petugas PG molobi petani pemilik lahan dan negosiasi harga sewa, setelah disetujui dan ada kesepakatan dari kedua pihak, selanjutnya melihat peta baku sawah di desa dan melakukan pengukuran langsung ke lahan untuk kemudian digambar oleh juru gambar wilayah PG.
Pengolahan Lahan Pengolahan lahan sawah menggunakan sistem reynoso yaitu membuat gotgot untuk pembuangan dan penampungan air. Hal yang dilakukan sebelum mulai membuka lahan adalah pemasangan ajir lahan agar yang diolah benar-benar lurus. Menyiku dengan alat siku untuk menentukan arah got dan juringan sehingga dapat meminimalkan tara kebun. Pada lahan yang miring pemasangan siku dimulai di daerah yang paling dekat dengan pembuangan air/patusan yang tanahnya basah/becer.
18 Pertama-tama yang dilakukan dalam sistem pengolahan tanah Reynoso adalah pembuatan got keliling, yaitu got yang mengelilingi lahan. Got ini mempunyai lebar 60 cm dengan kedalaman 90 cm. Setelah got keliling selesai, dibuat got mujur yang posisinya sejajar dengan juringan (deret tanaman tebu nantinya). Ukuran got mujur adalah lebar 60 cm dan dalamnya 80 cm. Jarak antara got mujur satu dengan lainnya adalah 62,5 meter. Got terakhir adalah got malang yang posisinya tegak lurus dengan bakal juringan. Lebar got malang 50 cm dan kedalaman 70 cm, sedangkan jarak antar got malang adalah 8 meter. Pada prinnsipnya, kedalaman ketiga got tersebut berbeda 10 cm agar pembuangan air lancar. Setelah pembuatan got selesai, terbagilah lahan tersebut menjadi kotakkotak dengan luas 500 m2. Sehingga dalam satu hektar lahan terdapat 20 kotak, dalam setiap kotak dibuat juringan. Juringan (lubang tanam) dibuat dengan posisi sejajar dengan got mujur dan dan tegak lurus dengan got malang. Jarak PKP (pusat ke pusat) untuk tanaman tebu giling adalah 104 cm, 45 cm untuk juring dan 59 cm untuk blabagan (tanah untuk meletakkan buangan hasil galian juringan yang ditumpuk membentuk guludan) dengan kedalaman juringan 30 cm. Dalam satu kotak terdapat 56 juringan, sehingga dalam satu hektar ada 1120 juringan. Juringan dibuat dimulai dari arah patusan atau dengan kata lain dari daerah yang lebih rendah ke daerah yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan agar air yang terdapat pada petak lahan dapat segera dikeluarkan untuk menjaga drainase tanah. Pada lahan yang datar penentuan arah got mujur, got malang dan juringan disesuaikan dengan arah sinar matahari, yaitu arah utara selatan untuk arah juringan. Hal ini dimaksudkan agar persebaran sinar matahari yang didapatkan tanaman bisa merata. Pada sisi juringan yang behadapan dengan got malang diberi panjang muka untuk meletakkan buangan taen (tanah dari got) saat pembersihan dan pendalamam got (korah got) dan pada setiap lima got malang di tepi juringan dibuat jalan kontrol selebar 1,2 meter. Pada sisi juring yang bersebelahan dengan got mujur juga diberi jarak untuk buangan taen. Bila terdapat tanah atau lapisan yang kedap air harus dipecah terlebuh dahulu. Tanah yang telah selesai diolah dibiarkan 2 – 3 minggu untuk mendapat panas dan sinar matahari (didayung).
19 Pembibitan Bibit yang akan ditanam untuk tebu giling di PG Tjoekir berasal dari KBD (kebun bibit datar) yang dikelola oleh PG yang biasa disebut KBD-PG atau yang dikelola oleh petani dengan tetap di bawah pengawasan PG yang biasa disebut KBD Jasa/KBD Kerja Sama. Hal ini disebabkan bibit dipilih yang bermutu baik, agar dapat menghasilkan rendemen yang tinggi. Bibit yang bermutu baik adalah mempunyai daya tumbuh > 90 %, tingkat kemurnian > 95 %, habitus batang normal sesuai varietasnya dan berasal dari KBD yang sehat.
Penangkaran bibit. Bibit yang dikelola oleh PG Tjoekir berasal dari P3GI (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia) di Pasuruan dan sebagian lagi berasal dari Puslitbang (Pusat Penelitian dan Pengembangan) PTPN X (Persero) yang berlokasi di Jengkol, Kediri. Proses pembibitan tersebut melalui empat langkah, yang pertama, bibit ditanam di KBP (kebun bibit pokok) pada sekitar bulan Maret dengan luas 0,1 % dari luas lahan perkebunan tebu nantinya. Hasil penanaman ini diambil dan ditanam di KBN (kebun bibit nenek) pada sekitar bulan Oktober dengan luas 0,5 % dari luas lahan tebu nantinya. Bibit dari KBN ditanam di KBI (kebun bibit induk) pada sekitar bulan April tahun berikutnya dengan luas lahan 2,5% dari luas lahan tebu nantinya.Dari KBI dihasilkan bibit untuk ditanam di KBD (kebun bibit datar) pada sekitar bulan November dengan luas lahan 12,5 % dari luas lahan tebu nantinya. Persen luas lahan di atas dapat diterangkan sebagai berikut. Bibit dari 1 ha KBP dapat ditanam di KBN seluas 5 ha. Bibit dari 1 ha KBN dapat ditanam di KBI seluas 5 ha. Satu hektar KBI menghasilkan bibit yang dapat ditanam di KBD seluas 5 ha. Bibit dari 1 ha KBD untuk 8 ha kebun tebu giling. Jadwal pelaksanaan pembangunan kebun bibit dapat dilihat pada table 7.
20 Tabel 7 Jadwal Pelaksanaan Pembangunan Kebun Bibit No
Uraian Kegiatan
I.
Pembangunan Kebun Bibit Pokok (KBP) - Persiapan Lahan - Pengolahan lahan - Penanaman Bibit - Pemeliharaan - Seleksi Bibit - Tebang/Angkut Pembangunan Kebun Bibit Nenek (KBN) - Persiapan Lahan - Pengolahan lahan - Penanaman Bibit - Pemeliharaan - Seleksi Bibit - Tebang/Angkut Pembangunan Kebun Bibit Induk (KBI) - Persiapan Lahan - Pengolahan lahan - Penanaman Bibit - Pemeliharaan - Seleksi Bibit - Tebang/Angkut Pembangunan Kebun Bibit Datar (KBD) - Persiapan Lahan - Pengolahan lahan - Penanaman Bibit - Pemeliharaan - Seleksi Bibit - Tebang/Angkut
II.
III
IV
J F M A M J J A S O N D a e a p e n l g p k o e
Macam bibit. Bibit tebu yang digunakan di PG Tjoekir adalah bibit bagal yang merupakan pertumbuhan dari mata tunas yang terdapat di setiap buku batang. Setiap bibit terdiri atas dua mata tunas dengan potongan serong ditengah ruas. Varietas bibit. Varietas atau jenis tebu yang digunakan di PG Tjoekir berasal dari varietas bibit yang dikeluarkan oleh P3GI atau Puslitbang PTPN X (Persero). Puslitbang PTPN X (Persero) mengembangkan dan memperbanyak dua macam varietas, yaitu varietas komersial dan varietas koleksi. Kedua varietas tersebut merupakan varietas baru yang berasal dari persilangan antara janis-jenis
21 yang sebelumnya telah ada untuk menghasilkan klon baru dengan sifat keunggulan yang diharapkan. Jenis tebu baru yang belum pernah dikembangkan secara komersial diuji dalam percobaan orvar (orientasi varietas) di tingkat PG untuk mengetahui varietas yang sesuai untuk wilayah PG tersebut. Adapun uruturutan untuk menguji jenis tersebut adalah setelah percobaan orvar dilanjutkan pada petak percobaan yang lebih besar yaitu percobaan warteb (warung tebu) dilanjutkan dengan percobaan demplot (demo plot) dengan luasan yang lebih besar lagi. Dari percobaan tersebut akan terlihat varietas-varietas yang cocok untuk dikembangkan secara komesial. Varietas-varietas yang dinilai sesuai untuk dikembangkan di wilayah PG tersebut dilakukan rating varietas, yang dilakukan oleh petani, PG, dinas perkebunan tingkat kecamatan atau kabupaten dan P3GI. Varietas-varietas tebu tersebut kemudian diidentifikasi sifat botanis dan agronomisnya untuk kemudian dikembangkan di masing-masing PG. Seleksi
bibit.
Kegiatan
seleksi
bibit
berupa
membongkar
dan
mengeluarkan rumpun-rumpun varietas lain dari kebun bibit agar kemurnian varietas dalam satu kebun terjaga serta menyeleksi serangan hama dan penyakit. Seleksi bibit dilakukan tiga kali,yaitu pada waktu tanaman berumur dua bulan, empat bulan dan menjelang penebangan bibit bagal pada umur tanaman sekitar 5,5 bulan. Teknik budidaya tebu bibit. Kebun untuk bibit diolah dengan cara sama seperti pada pengolahan lahan di kebun tebu giling (KTG). Hanya saja PKP (jarak pokok ke pokok juringan) untuk lubang tanam bibit sebesar 95 cm. Bibit dari tebangan kebun bibit jenjang sebelumnya yang sudah diklentek dipotong-potong dan disortasi, diecer pada tiap gulud untuk mengatur jumlah bibit yang ditanam. Kegiatan pemeliharaan tanaman bibit antara lain pendalaman dan pembersihan got yang dilakukan pada saat sebelum tanam dan setiap bumbun. Bumbun dilakukan satu bulan sekali sejak satu bulan setelah tanam sebanyak tiga kali, yaitu bumbun I, bumbun II, bumbun III atau bacar/gulud kecil. Pemupukan dilakukan dua kali menggunakan pupuk Urea dengan dosis 300 kg perhektar, 200kg per hektar diberikan tujuh hari setelah tanam dan 100 kg per hektar diberikan satu bulan setelah pemupukan pertama. Penyulaman bibit
22 dilakukan pada tanaman bibit yang mati atau rusak dengan bahan yang seumur dan varietas yang sama. Penyulaman bibit rayungan dilakukan paling lambat seminggu sesudah tanam, sedangkan pada bibit bagal dua minggu setelah tanam. Bibit ditebang pada usia 7 – 9 bulan, hal ini disebabkan oleh mata pada bagal yang muda akan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan yang tua. Penebangan dilakukan tanpa pengklentekan agar kelembaban dan kadar air dalam bagal tetap terjaga. Dalam penebangannya, tanaman disisakan 3 – 4 ruas untuk dirayung. Pengangkutan bibit dilakukan dalam keadaan masih terselimuti oleh daduk/daun
kering.
Kegiatan
selanjutnya
adalah
pembongkaran
bibit,
pengklentekan, pemotongan dan sortasi, yaitu dipisahkan antara bibit pucuk, bibit tengah dan bibit pangkal dan membuang mata yang tidak tumbuh.
Penanaman
Sebelum bibit ditanam, untuk mempermudah penanaman juringan diairi terlebih dahulu dengan timba secukupnya. Setelah itu bibit diecer agar pembagian bibit merata dan jumlah bibit tiap juringan juga merata. Sebelum bibit ditanam, lubang tanam diberi pupuk SP-36 terlebih dahulu. Bibit bagal diletakkan mendatar dengan mata tunas terletak di samping. Bibit diletakkan dan ditutup dengan tanah agar tidak bergeser. Bibit ditanam lurus dan pada ujung juringan diberi sumpingan untuk sulaman. Kebutuhan bibit dalam satu juring untuk bibit bagal adalah 28 batang per juring, sedangkan untuk rayungan sebanyak 28 batang per juring.
Pemeliharaan Pemeliharaan untuk tanaman pertama meliputi kegiatan penyulaman, pemberian air, pemeliharaan got, pemupukan, pembumbunan, pembersihan gulma, pengendalian hama dan penyakit dan pembersihan daun kering atau tua (klentek).
Penyulaman. Bibit yang mati atau tidak tumbuh, segera diganti dengan bibit yang baru . Bila sepanjang 50 cm juringan, tidak ada bibit yang tumbuh, maka hal itu pertanda bahwa bibit mati. Penyulaman petama dilakukan pada umur
23 seminggu bila memakai bibit rayungan atau pada umur empat minggu bila menggunakan bibit bagal. Bibit sulaman didapat dari sumpingan atau bibit dederan. Penyulaman kedua dilakukan empat miggu setelah penyulaman pertama atau bila dalam satu juringan belum tumbuh 90% tunas. Bibit untuk sulaman kedua diperoleh dari sisa sumpingan, seblangan (memecah rumpun) atau puteran (memindahkan rumpun).
Pemberian Air. Air banyak digunakan pada pertumbuhan awal sampai berumur 4 sampai 5 bulan. Semakin tua tanaman tebu semakin sedikit air yang dibutuhkan. Pemberian air pertama diberikan menjelang dan sesudah tanam. Setelah itu penyiraman dilakukan 3 hari sekali sampai umur tanaman 2 minggu. Saat umur tanaman 2 sampai 4 minggu, penyiraman dilakukan 2 kali seminggu. Waktu tanaman berumur 4 sampai 6 minggu, penyiraman dilakukan seminggu sekali. Saat tanaman berumur 6 sampai 16 minggu penyiraman sebulan sekali. Penyiraman yang terakhir dilakukan sebelum gulud terakhir. Bila saat penyiraman bersamaan dengan pemupukan, maka yang dilakukan terlebih dahulu adalah pemupukan dilanjutkan dengan penyiraman.
Pemeliharaan Got. Tujuan utama pemeliharaan got adalah untuk menjaga agar drainase tetap baik. Kegiatannya meliputi pembersihan got, perbaikan dinding got yang rusak dan pendalaman got. Pendalaman got yang sudah dangkal dimaksudkan agar got tetap dalam. Pendangkalan got disebabkan oleh jatuhnya tanah ke dalam got akibat terinjak atau terkikis hujan.
Pemupukan. Pemupukan tanaman tebu harus memperhatikan jenis, dosis, waktu, cara dan mutunya. Kelima hal tersebut perlu diperhatikan agar tanaman mendapat unsur hara yang sesuai, dapat menyerap dengan tepat waktu dan lebh efisien. a.
Jenis dan Dosis Pupuk Pupuk yang digunakan merupakan pupuk yang mengandung N. P dan K. Unsur N dapat diperoleh dari ZA. Selain itu juga ditambah dengan urea. Pupuk SP – 36 untuk memenuhi unsur P. Sedangkan untuk unsur K diperoleh dari
24 pupuk KCl atau ZK. Jumlah pupuk yang dipakai disesuaikan dengan janis tanahnya. Hal ini bisa dilihat pada tabel 8. Untuk kebun tebu sewa (TS) PG Tjoekir sebelum penanaman dilakukan analisa contoh tanah di setiap kebun untuk diketahui jumlah unsur hara yang dibutuhkan untuk tanaman tebu. b.
Waktu dan Cara Pemupukan Pupuk SP – 36 diberikan sebelum penanaman. Caranya pupuk disebar merata pada dasar juringan. Pupuk ZA diberikan dua kali, dosisnya bergantung pada ketersediaan air pada daerah itu. Tabel 8 Jumlah Pupuk ZA di Daerah yang Terjamin dan Kurang Terjamin Airnya Daerah air Terjamin
kurang Terjamin
ZA I
1/3 – 1/2 dosis
1/2 – 2/3 dosis
ZA II
1/2 – 2/3 dosis
1/3 – 1/2 dosis
Sumber : Direktorat Bina Produksi,1989
Pemberian ZA I bersamaan dengan pemberian KCl. Waktunya seminggu setelah tanam untuk bibit rayungan atau dua minggu setelah tanam untuk bibit bagal. Pemupukan dilakukan dengan menugal juringan sedalam 10 cm dan berjarak 10 cm dari bibit. Letak lubang pupuk ZA I dengan KCl saling berseberangan. Pemupukan ZA II dilakukan empat minggu setelah pemupukan ZA I dengan cara yang sama. Namun tempatnya berseberangan dengan lubang ZA I. Adapun dosis ZA, SP – 36 dan KCl adalah 7:3:2,5 (kuintal perhektar).
Pembumbunan. Pembumbunan adalah penimbunan tanah, sering disebut juga turun tanah. Pembumbunan dilakukan empat kali, yaitu (1) pada waktu tanaman berumur satu bulan atau telah tumbun 40 – 50 tunas per juring, (2) 2 – 2,5 bulan atau tunas tumbuh sebanyak 115–135 per juring, (3) 3 – 3,5 bulan atau telah ada 140 tunas per juring, dan (4) 4 – 5 bulan atau setelah ada 4 – 5 ruas batang di atas tanah atau telah ada dua daun kering yang siap diklentek.
Pembersihan gulma. Pembersihan gulma dilakukan dengan tenaga manusia atau bahan kimia. Bahan kimia digunakan bila kekurangan tenaga kerja.
25 Dengan tenaga manusia, pembersihan dilakukan empat kali dengan selang waktu tiga minggu setelah tanam. Sampai umur empat bulan, lahan harus bebas gulma agar tidak terjadi persaingan penyerapan unsur hara tanah. Herbisida yang digunakan adalah herbisida pra tumbuh (pre-emergence) dengan komposisi 2,5 – 3 liter per hektar herbisida berbahan aktif ametrin ditambah 1,5 liter per hektar herbisida berbahan aktif 2,4 D (2,4 dimethylamina). Campuran itu dilarutkan dalam 400 liter air. Dosis ini untuk satu hektar tanaman. Perhitungan dosis tersebut adalah sebagai berikut : 2,5 l Dosis ametrin =
X 100 % = 0,6 % 400 l 1,5 l
Dosis 2,4 D
=
X 100 % = 0,4 % 400 l
Waktu penyemprotan 0 – 7 hari setelah penanaman. Jenis gulma yang menyerang terdiri atas gulma berdaun lebar, berdaun sempit/rumput dan teki. Jenis gulma tersebut bisa dilihat pada tabel 9. Tabel 9 Gulma Dominan di Pertanaman Tebu Wilayah Kerja PG Tjoekir 2004 – 2005 Jenis gulma
Spesies
Teki
Cyperus compresus, Cyperus rotundus L.
Gulma daun sempit
Cynodon dactylon, Digitaraia ascendenss
atau rumput
Digitaria sanguinalis, Eleusine indica L., Dactyloctenium aegyptum, Brachiaria miliformis.
Gulma daun lebar
Borreria alata (Aubl.) D. C, Mikania micrantha H, B. K, Momordica charantia L., Cleome ginandra L., Amaranthus spinosus.
Sumber : Litbang. PG Tjoekir
Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit bertujuan untuk meminimalkan kerugian produksi tebu atau gula. Pengendalian hama dan penyakit tanaman tebu di PG Tjoekir dilakukan dengan empat cara yaitu secara manual/mekanis, kimiawi, biologis dan kultur teknis/budidaya. Pada umumnya pengendalian penyakit dilakukan dengan cara memotong tanaman yang terserang dan memusnahkannya agar tidak menular pada tanaman yang sehat. Pengendalian dengan cara ini dilakukan sampai tebu
26 berumur 5 bulan. Setelah melewati umur tersebut tidak lagi dilakukan pengendalian, tetapi tetap dilakukan pengawasan. Hal ini bertujuan untuk menghindari fluktuasi serangan penyakit yang terlalu tinggi. Serangan penyakit dapat dicegah dengan perlakuan air panas (hot water treatment) atau mencelupkan pisau pemotong bibit dalam larutan lysol 20% atau alkohol 70% dan pemberian nematisida waktu pengolahan tanah Selain itu penanaman varietas tebu tahan penyakit, pemilihan bibit yang sehat dan penjagaan kebersihan kebun juga dapat mencegah serangan penyakit. Selain itu Litbang bagian tanaman PG Tjoekir membiakkan parasit Trichograma sp. dalam bentuk pias, yang berisi 2.500 telur per pias. Pemasangan pias dilakukan tiap minggu sekali selama empat belas minggu mulai tanaman berumur 1,5 hingga 2 bulan sebanyak dua pias per hektar. Jenis hama dan penyakit yang banyak menyerang tanaman tebu di wilayah kerja PG Tjoekir beserta gejalanya adalah sebagai berikut : a. Penggerek Pucuk (Tryporyza nivella. Scirpophaga nivella intacta) Daun muda yang masih menggulung berwarna kuning atau kering. Titik tumbuhnya mati. Pada ruas muda terdapat ngengat. Sedangkan pada ibu tulang daun terdapat lorong gerak. b. Penggerek Batang (Chilo auricillus, Chilo sacchariphagus) Tampak bercak-bercak putih bekas gerekan pada daun, tetapi kulit luar daun tidak ditembus. Pada bagian dalam pelepah dan ruar batangnya terdapat lorong gerekan. Kadang-kadang diikuti dengan matinya titik tumbuh dan daun muda layu. c. Penggerek Raksasa (Pragmataecia castaneae) Terdapat lorong gerek pada pelepah daun dan ruas muda maupun tua. Pada lubang tempat masuk hama tersebut keluar ngengat yang besar. Kulit pupa tersebut kadang tertinggal di luar lubang, Setelah itu, batang bagian tengah hancur dan tanaman mati. d. Uret (Lepidiota stigma, Apogonia destructor, Holotrichia hellery, Euchlora viridis, Anomala obsoleta dan Psycopolis sp.)
27 Daun tampak menguning dan kelamaan menjadi kering. Tanaman mulai layudan akhirnya mati. Pangkal batang terdapat bekas gerekan dan bila tanah disingkap terdapat uret. e. Kutu Bulu Putih/Cabuk Putih (Ceratovacuna lanigara) Di kanan kiri ibu tulang daun bagian bawah terdapat koloni kutu berwarna putih. Permukaan atas daun tertutup jamur/cendawan jelaga, sehingga berwarna hitam. Daun menjadi kuning dan kering pada serangan yang berat. f. Ulat Grayak (Anticyra combusta, Spodoptera mauritia, Leucania sp.) Tepi daun muda dan tua habis dimakan ulat. Makin lama helaian daun, kecuali ibu tulang daun juga dihabiskan. g. Belalang (Valanga nigricornis, Locusta migratoria) Daun muda dan tua terdapat luka bekas gigitan. Gigitan dimulai dari tepi daun ke tengah, tetapi ibu tulang daun tidak ikut dimakan. h. Tikus (Rattus sp.) Terdapat bekas gerekan pada pucuk tanaman atau ruas batang. Gerekan tersebut dapat menyebabkan daun menjadi patah. i. Penyakit Mosaik (Virus pada Kutu Rhopalosiphus maidis) Pada daun muda terdapat noda atau garis yang sejajar dengan tulang daun, berwarna hijau muda sampai kuning. Sedangkan pada daun tua, warnanya berubah menjadi merah. j. Penyakit Blendok (Bakteri Xanthomonas albilineans) Daun mengalami klorosis yang dimulai dari ibu tulang daun ke arah tepi. Makin lama daun makin kering, tanaman juga kering dan akhirnya mati. k. Penyakit Daun Hangus (Cendawan Stagonospora sacchari) Pada daun tampak adanya bentuk elips memanjang dengan tepi berwarna kuning dan bagian dalam kering. Bila cuaca kering, daun tampak seperti tebakar. l. Penyakit Noda Kuning (Cendawan Mycovellosiela koepkei) Adanya noda kuning pucat yang kemudian berubah menjadi kuning segar pada helaian daun. Di dalam noda kadang terdapat juga titik atau garis merah,
28 yang makin lama makin memenuhi noda. Bila daun tersebut kering, bagian noda tidak ikut kering. m. Penyakit Pokahbung (Cendawan Gibberella moniliformis) Gejala penyakit ini terdiri atas tiga stadium. Pada stadium pertama, daun mengalami klorosis yang kadang diikuti dengan mengisutnya daun. Daun berlubang dan adanya noda merah. Pada stadium kedua pertumbuhan terhambat, berkas pengangkut tidak tumbuh sempurna, ruas batang pendek dan terkadang bengkok. Stadium tiga ditandai dengan daun muda kering dan akhirnya tanaman mati. n. Penyakit Karat (Cendawan Puccinia kulhbii dan Puccinia melanochepala) Adanya garis-garis pendek, membujur berwarna jingga kemudian berubah menjadi cokelat pada kedua permukaan daun. Bagian permukaan bawah daun terdapat tonjolan-tonjolan seperti benda berkarat. o. Penyakit Luka Api (Cendawan Ustilago scitaminea) Pertumbuhan tanaman terhambat, daun kecil dan sempit. Batang menjadi kecil memanjang dan perawakan tanaman seperti rumput. Daun muda bentuknya berubah menjadi bulat memanjang seperti cambuk, berwarna hitam. Pada daun menempel spora cendawan yang banyak sekali jumlahnya. p. Penyakit Pembuluh (Bakteri Clavibacter xyli subsp xyli) Pertumbuhan tanaman lebih kerdil. Bila batang dibelah membujur terlihat warna kemerahan atau putih pada berkas pembuluhnya. q. Penyakit Disebabkan Nematoda (Helycotylenchus sp., Pratylenchus sp., Meloidogyne sp., Criconemoides sp.) Pertumbuhan tanaman terhambat. Batang dan daun menjadi kuning pucat, dengan tepi daun mengering. Akar membengkak dan terdapat noda nekrotis berwarna merah-ungu kehitaman.
Budidaya Lahan Tegalan Pada budidaya lahan tegalan PG Tjoekir, wilayah yang menggunakan sistem ini sebagian besar adalah daerah berkontur pegunungan seperti wilayah Bareng dan Wonosalam. Lahan yang digunakan adalah lahan bekas palawija sehingga tidak perlu adanya proses pembukaan lahan dengan alat berat. Sebagian
29 besar proses budidaya di lahan ini menggunakan cara semimekanis sampai mekanis.
Persiapan Lahan Persiapan lahan untuk memulai budidaya di lahan tegalan sangat berbeda dengan lahan sawah. Langkah persiapan meliputi pembukaan lahan, pengolahan tanah dan pembuatan juringan.
Pembukaan lahan. Budidaya yang dilakukan di lahan baru harus dimulai dengan pembukaan lahan baru. Pada lahan tegalan bekas palawija atau sawah, pekerjaan paling berat adalah meratakan tanah. Langkah-langkah pembukaan lahan harus disesuaikan dengan daerahnya. Semak, perdu dan rumput harus dibabat dan disingkirkan. Lahan dibersihkan dan sisa-sisa pembabatan diratakan dengan tanah.
Pengolahan Tanah. Tekstur tanah di lahan kering ada yang berat, sedang atau ringan. Pengolahan tanah bertekstur berat dapat memakai bajak atau garu yang ditarik dengan traktor. Urutan kegiatannya adalah pembajakan dengan implement bajak piring tiga sampai empat piringan diameter 32 inci atau bajak singkal empat titik dengan jenis traktor MF 4270 dengan kekuatan 110 HP. Jika diperlukan, maka pembajakan dilakukan dua kali diikuti kair, kemudian penggaruan dan terakhir bajak furrower/kayar untuk membuat juringan. Tanah bertekstur sedang dapat diolah dengan menggunakan bajak yang ditarik oleh ternak atau yang biasa disebut dengan sontop mardiyo/singkal sapi. Untuk bukaan menggunakan luku desa yang terbuat dari kayu dan memiliki garpu tiga kemudian menggunakan bajak double wing untuk membuat juringan setelah itu digarpu tiga lagi dan dibajak double wing lagi untuk memperdalam dan melebarkan juringan, baru kemudian disontop. Sontop adalah garpu tiga yang giginya lebih rapat untuk membuata kasuran/alas tanam. Untuk lahan yang ringan bisa dikerjakan dengan manusia atau dengan traktor bisa langsung dikayar/bajak furrower untuk langsung dibuat juringan. Pada budidaya lahan tegalan juringan
30 dibuat terlebih dahulu baru kemudian got, sedangkan pada lahan sawah yang pertama dibuat adalah got baru juringan untuk menurunkan permukaan air.
Pembuatan Juringan. Di akhir pengolahan tanah, dilakukan pembuatan juringan sedalam 30 cm dengan jarak pusat ke pusat 95 sampai 125 cm. Pada tanah yang miring, subur dan basah, jaraknya semakin sempit. Untuk lahan dengan kemiringan lebih dari 3%, juringan dibuat sejajar garis tinggi (kontur). Panjang juringan sekitar 58 meter.
Persiapan Bibit Tidak berbeda dengan pengadaan bibit di lahan sawah, bibit yang dipilih harus bibit yang bermutu baik. Jenis bibit yang digunakan adalah bibit bagal dengan tiga sampai empat mata tunas atau bibit pucuk dengan panjang 30 sampai 40 cm. Setelah pisau pemotong digunakan tiga sampai empat kali, harus dicelupkan ke dalan larutan lysol 20% untuk mencegah penularan bibit penyakit.
Penanaman Waktu penanaman dapat dilakukan dua periode. Periode I atau masa tanam pola A, yaitu bulan Mei sampai Juni pada saat menghadapi musim kemarau. Periode II atau masa tanam pola B, yaitu pada bulan September sampai November pada saat awal musim hujan. Bibit untuk tebu giling (KBD) pola A ditanam tujuh bulan mundur dari masa penanaman. Untuk pola B, bibit ditanam mundur tujuh bulan dari pola A. Dasar juringan diberi pupuk dasar (pemupukan I). Setelah pupuk rata, bibit diletakkan dengan mata tunas berada di samping. Posisi bibt tersebut lebih efisien bila selang-seling (overlap), sehingga setiap satu meter juringan terdapat 9 sampai 11 mata tunas. Selesai diletakkan, bibit ditutup tanah setebal 3 cm untuk penanaman pola A dan 5 cm untuk pola B. Bibit sumpingan ditanam di ujung juringan.
31 Pemeliharaan
Hal-hal yang dilakukan pada tahap pemeliharaan adalah penyulaman, pemupukan,
pembumbunan,
pengaturan
air,
pengendalian
gulma
dan
pengendalian hama dan penyakit.
Penyulaman. Penyulaman dilakukan bila dalam jarak 50 cm tidak ada tunas yang tumbuh. Penyulaman pertama pada saat tanaman berumur dua minggu dengan memakai bibit sumpingan. Penyulaman kedua pada saat tanaman berumur empat minggu. Bibit yang digunakan adalah sisa bibit sumpingan, bibit seblangan atau bibit puteran.
Pemupukan. Jenis pupuk yang harus ada adalah ZA (unsur N), SP – 36 (unsur P) dan KCl (unsur K). Sebagian pupuk ZA dapat diganti Urea. Dosis pupuk untuk lahan tegalan juga disesuaikan dengan jenis tanah, seperti pada tabel 10. Tabel 10 Dosis Pupuk untuk TRIT Tanaman Pertama
Jenis Pupuk (ku/ha) Jenis Tanah ZA Alluvial
5–7
SP – 36 0–2
KCl 0–1
Regosol/Litosol/Kalisol
6–8
1–2
1–2
Latosol
6–8
1–3
1–3
Grumusol
7–9
2–3
1–3
Mediteran
7–9
1–3
1–2
Podsolik merah kuning
5–7
4–6
2–4
Sumber : Direktorat Bina Produksi, 1989. Waktu pemupukan dibedakan berdasarkan saat penanaman dan masingmasing diberikan dua kali. Untuk pola A terdiri atas pemupukan I dan pemupukan II. Pemupukan I terdiri atas pupuk P satu dosis, N sepertiga dosis dan K sepertiga dosis. Pemberian dilakukan sebelum penanaman. Pemupukan terdiri atas N dua pertiga dosis dan K dua pertiga dosis, diberikan saat musim hujan tiba. Bila
32 kandungan air banyak, pemupukan II dilakukan 1 sampai 1,2 bulan setelah pemupukan I. Untuk pola B, pemupukan I terdiri atas N sepertiga dosis dan P satu dosis diberikan saat tanam. Pemupukan II terdiri dari N dua pertiga dosis dan K satu dosis diberikan 1 sampai 1,5 bulan setelah pemupukan I.
Pembumbunan. Pembumbunan hanya dilakukan dua kali. Pembumbunan I dilakukan setelah pemupukan II. Pembumbunban II dilakukan setelah tanaman berumur 3 sampai 3,5 bulan atau semua tunas telah tumbuh. Setelah pembumbunan II, tanah guludan tidak terlalu tinggi, hampir rata dengan bagian lain. Pola pembumbunan lahan tegalan dapat dilihat pada gambar 1.
Keterangan :
: bibit stek : pembumbunan I : keadaan tanah pada Awal penanaman
: pembumbunan II
Gambar 1 Pembumbunan Lahan Tegalan
Pengaturan Air. Air diperlukan terutama pada saat perkecambahan dan pertunasan. Pengadaan air dapat diperoleh dari sungai, sumur, atau waduk yang dialirkan dengan memakai pompa. Bila sumber air tersebut sulit diperoleh maka satu-satunya cara adalah memanfaatkan air hujan. Oleh karena itu, penanaman dilakukan pada saat menjelang musim hujan. Pengendalian Gulma, Pengedalian Hama dan Penyakit serta Pengklentekan. Pengendalian gulma serta pengendalian hama dan penyakit dilakukan seperti pada budidaya tebu yang dilakukan di lahan sawah. Pengklentekan hanya dilakukan satu kali yaitu satu sampai dua bulan menjelang tebang agar memudahkan penebangan dan memperolah hasil yang bersih.
33 Pemeliharaan Tanaman Keprasan Pemeliharaan Tanaman Keprasan di Lahan Sawah
Tanaman keprasan merupakan tanaman yang tumbuh setelah tanaman pertama ditebang. Dari sisa tanaman yang ditebang. Kalau tanaman pertama untuk kebun TRI disebut TRIS I, maka tanaman keprasan disebut TRIS II. Pemeliharaan tanaman keprasan dimulai dengan pembersihan lahan sampai penebangan.
Pembersihan Lahan. Setelah tebang, banyak daun-daun atau batang yang tidak terpakai. Sisa tanaman dapat menjadi sumber hama dan penyakit. Untuk menghindarinya, sisa tanaman tersebut dikumpulkan dan kemudian dibakar di luar kebun.
Pengeprasan. Pengeprasan paling lambat dilakukan tujuh hari setelah tebang. Cara mengepras dengan membongkar guludan sehingga tanah agak rata. Tanaman dikepras pada pangkal batangnya. Dengan cara ini, tanaman dapat tumbuh dengan seragam.
Penyulaman. Penyulaman dilakukan bila ada larikan yang kosong minimal 550 cm. Bibit yang digunakan adalah bibit bagal yang mempunyai dua mata tunas.
Penyiraman. Penyiraman dilakukan setelah tanaman berumur 2 sampai 3 minggu. Cara dan interval penyiraman sama dengan tanaman pertama, yaitu air banyak digunakan pada pertumbuhan awal sampai berumur 4 sampai 5 bulan. Semakin tua tanaman tebu semakin sedikit air yang dibutuhkan. Waktu tanaman berumur 4 sampai 6 minggu, penyiraman dilakukan seminggu sekali. Saat tanaman berumur 6 sampai 16 minggu penyiraman sebulan sekali. Penyiraman yang terakhir dilakukan sebelum gulud terakhir. Bila saat penyiraman bersamaan dengan pemupukan, maka yang dilakukan terlebih dahulu adalah pemupukan dilanjutkan dengan penyiraman.
34 Pembumbunan. Pembumbunan dilakukan tiga kali, yaitu (1) saat tanaman berumur 1 sampai 1,5 bulan, (2) kemudian umur 2 sampai 3 bulan, (3) umur 4 sampai 5 bulan atau dua daun dapat diklentek.
Pemupukan. Jenis pupuk yang dipakai sama dengan tanaman pertama, tetapi jumlah dan cara pemupukannya sedikit berbeda. Jumlah dan pupuk tanaman keprasan dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Jumlah Pupuk untuk tanaman keprasan berdasarkan jenis tanah Jenis Pupuk (ku/ha) Jenis tanah ZA
SP – 36
KCl
Alluvial
5–7
0–1
0–1
Grumusol
7–9
1–2
1–3
Mediteran
7–9
1–2
1–3
Latosol
6–8
1–2
1–3
Regosol
6–8
0–1
1–2
Sumber : Direktorat Bina Produksi, 1989
Pupuk SP – 36 dan ZA I diberikan dua minggu setelah pengeprasan. Caranya, juringan ditugal sedalam 10 cm dan berjarak 10 cm dari tanaman. Letak kedua pupuk saling berseberangan. Pupuk KCl dan ZA II diberikan empat minggu setelah pemupukan pertama.
Pengendalian Gulma, Hama dan Penyakit serta Pemeliharaan Got. Pengendalian gulma, hama dan penyakit serta pemeliharaan got dilakukan sama seperti pada tanaman pertama.
Pemeliharaan Tanaman Keprasan di Lahan Tegalan Tanaman tebu di lahan tegalan dapat dikepras sampai tiga kali. Hal ini berbeda dengan budidaya di lahan sawah, karena biaya untuk menanam kembali lebih mahal dibanding dengan tanaman keprasan. Lahan tegalan yang umumnya kekurangan air memerlukan perlakuan khusus, yaitu pemberian mulsa atau penutup tanah. Pemberian mulsa bertujuan untuk mempertahankan kelembaban
35 tanah, mengatur suhu tanah, mencegah erosi permukaan dan mencegah tumbuhnya gulma. Bahan yang digunakan untuk mulsa adalah daun-daun tebu yang tidak dipakai setelah ditebang dan diletakkan di kanan kiri tanaman tebu. Seperti budidaya di lahan sawah, pengeprasan dilakukan tepat di atas tanah bumbunan dengan posisi miring agar tanaman dapat tumbuh seragam. Pemeliharaan tanaman keprasan tidak berbeda dengan tanaman pertama. Hanya saja, jumlah pupuk yang digunakan sedikit berbeda, Dosis pupuk untuk tanaman keprasan di lahan tegalan dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12 Dosis Pupuk untuk Tanaman Keprasan di Lahan Tegalan Jenis pupuk (ku/ha) Jenis tanah ZA
SP – 36
KCl
Alluvial
6–7
0–1
0–1
Regosol/Litosol/Kambisol
7–8
0–1
1–2
Latosol
7–8
0–2
1–3
Grumusol
7–8
1–2
1–3
Mediteran
8–9
0–2
1–2
Podsolik Merah Kuning
6–7
2–3
2–4
Sumber : Direktorat Bina Produksi, 1989
Pemupukan dilakukan dua kali, yaitu pemupuka I dan II. Pemupukan I terdiri atas N sepertiga dosis, P satu dosis dan K sepertiga dosis, diberikan dengan cara ditabur dalam alur yang dibuat di dekat tanaman, kemudian ditutup tanah. Pemupukan I dilakukan dua minggu setelah kepras. Pemupukan II dilakukan enam minggu setelah kepras dengan komposisi N dua pertiga dosis dan K dua pertiga dosis. Caranya juga ditabur dalam alur yang dibuat di dekat tanaman, kemudian dilakukan pembumbunan.
Taksasi Maret Kegiatan penaksiran hasil kuintal tebu dalam satu kebun dilakukan untuk mengetahui perkiraan tebu yang dihasilkan saat tebang. Taksasi di PG Tjoekir dilakukan dua kali yaitu pada bulan Desember dan bulan Maret. Pada Taksasi
36 Desember taksasi dilakukan tanpa menggunakan perhitungan matematis, sedangkan pada Taksasi Maret dilakukan dengan perhitungan. Taksasi maret dilakukan pertama kali dengan mengukur tinggi batang dari pangkal batas tebang hingga daun ketiga di pucuk dan menimbang berat batang per meter atau bisa diketahui dengan mengukur diameter batang. Kemudian diperkirakan peningkatan tinggi batang saat tebang, sedangkan untuk berat batang adalah tetap. Taksasi Maret dapat dihitung dengan rumus :
TM = Tt x Bbm x Pj x Jj x L
Keterangan : TM Tt
= Taksasi Maret = Perkiraan tinggi tebu saat tebang
Bbm = Bobot batang per meter Pj
= Panjang juringan (m)
Jj
= Jumlah juring/ha
L
= Luas lahan (ha)
Analisis Pendahuluan
Sebagai dasar untuk melakukan penebangan, dilakukan analisis pendahuluan untuk mengetahui rendemen tebu, tingkat kemasakan, kosien peningkatan, kosien daya tahan dan tingkat serangan hama dan penyakit. Dengan analisis ini maka dapat ditentukan kapan waktu tebang yang paling menguntungkan. Langkah-langkah yang dilakukan sebelum analisis adalah memasang nomor contoh pada masing-masing kebun TS dan TRIS di semua wilayah kerja. Dalam satu kebun diambil delapan contoh tanaman yang diulang selama delapan periode yang dalam satu periode berjalan selama lima belas hari. Analisis pendahuluan ini dimulai pada pertengahan Maret dan berjalan terus menerus hingga musim giling berakhir. Pelaksanaan analisis pendahuluan ini diawali dengan penebangan tebu contoh, kemudian batang- batang tebu tersebut diukur tinggi batangnya dan dipotong menjadi tiga untuk di bedakan antara batang atas, batang tengah dan batang bawahnya. Batang kemudian dibelah untuk mengetahui adanya serangan hama dan penyakit, selanjutnya tebu ditimbang dan digiling. Nira hasil perahan
37 kemudian dianalisis untuk diketahui nilai brix (bahan kering yang terlarut dalam nira yang terdiri atas gula dan bukan gula) nira tersebut dengan menggunakan alat brix weger. Nira kemudian diambil 100 mililiter ditambahkan dengan 5 mililiter load asetat untuk mengendapkan kotoran dan ditambah lagi dengan air suling 5 mililiter. Nira disaring dengan menggunakan kertas saring, hasil saringan dimasukkan ke alat saccharimeter untuk mengetahui besarnya mulai putaran untuk menentukan nilai pol gula (gula yang terlarut dalam nira) nira tersebut. Rumus yang biasa digunakan untuk menghitung nilai pol gula adalah :
% pol =
Putaran x 26 110 x 100 x BJ 100
Perbandingan nilai pol gula dengan nilai brix disebut hasil bagi kemurnian. Untuk menentukan rendemen contoh digunakan rumus: Rc = SW x FR
Dengan SW adalah nilai nira yang dapat diperoleh dengan rumus : SW = Pol – 0,4 (Brix – Pol)
Untuk nilai faktor rendemen sudah ditentukan dengan berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 12/Kpts/Um/3/1980 sebesar 0,68. Pada periode ketiga diadakan penghitungan faktor kemasakan untuk mengetahui tingkat kemasakan tebu yang dijadikan dasar untuk menentukan jadwal tebang tebu. Faktor kemasakan (FK) dapat dihitung dengan rumus : R btg bawah – R btg atas FK =
x 100 R btg bawah
Keterangan : R = rendemen
Semakin kecil nilai FK maka semakin tinggi tingkat kemasakan tebu, artinya kemasakan tebu semakin merata di seluruh batang. Untuk mengetahui tingkat kemasakan tebu bisa juga menggunakan alat refractometer untuk mengetahui nilai brix secara langsung dari batang tebu yang masih hidup tanpa harus digiling terlebih dahulu. Di PG Tjoekir, tebu sudah dianggap masak pada FK < 25. Kuosien peningkatan dapat menggambarkan apakah tingkat rendemen masih bisa diharapkan bertambah atau tidak, jika tebu ditahan untuk sementara waktu. Kuosien peningkatan (KP) dapat dihitung dengan rumus :
38
Raa KP =
x 100 Raa-2
Keterangan : Raa
= Rendemen rata-rata (seluruh batang) pada analisis periode saat ini Raa-2 = Rendemen rata-rata pada analisis dua periode sebelumnya
Dengan ketentuan, jika kuosien peningkatan lebih dari 100 berarti rendemen masih bisa meningkat sehigga penebangan masih harus ditunda. Jika kuosien peningkatan sama dengan 100 maka rendemen konstan atau tetap, berarti kebun sudah siap untuk ditebang karena sudah tidak terjadi peningkatan rendemen lagi. Jika kuosien peningkatan kurang dari 100 maka rendemen sudah menurun, berarti tebu harus segera ditebang, jika kebun tidak ditebang maka kerugian akibat penurunan rendemen bisa semakin besar. Kuosien daya tahan menggambarkan apakah tebu itu masih bisa ditahan lebih lama atau tidak. Kuosien daya tahan dapat dihitung dengan rumus : KBaa KDT =
x 100 Kbaa-2
Keterangan : KBaa = Hasil bagi kemurnian batang tebu bagian bawah pada analisis periode sekarang Kbaa-2 = Hasil bagi kemurnian batang tebu bagian bawah pada analisis dua periode sebelumnya
Dengan ketentuan, jika kuosien daya tahan lebih dari 100 berarti tebu masih kuat ditahan agar lebih masak lagi. Jika kuosien daya tahan kurang dari 100 berarti gula dalam tebu bagian bawah sudah mulai terurai menjadi zat bukan gula.
Tebang Angkut
Pabrik gula sangat berperan dalam menentukan saat penebangan. Penentuan waktu itu berdasarkan analisis kemasakan tebu di awal penggilingan. Selain menggunakan data analisis pendahuluan, kemasakan optimal dapat diperkirakan dengan melihat beberapa tanaman yang mulai berbunga. Saat bunga akan muncul, tanaman menghasilkan produk tertinggi. Kemasakan tebu
39 ditentukan pada musim kemarau, karena air hujan akan menurunkan rendemen. Jadi penebangan biasanya dilakukan pada bulan Mei sampai September. Proses tebang angkut di PG Tjoekir ditangani oleh SKK Tebang Angkut dibantu oleh Sinder tebang angkut (CT) dan Para Pengawas Tebang angkut di masing-masing wilayah kerja. Sebagai persiapan, sebulan sebelum tebang angkut dilakukan, dialakan latihan dan kunjungan oleh PG Tjoekir kepada para petani tebu untuk memberikan penjelasan tentang tebu layak tebang untuk menjurus ke tebu layak giling agar tebu yang masuk pabrik betul-betul tebu yang memenuhi persyaratan, yaitu manis, bersih dan segar (MBS). Selain itu setiap periode lima belas hari sekali dilaksanakan forum temu kemitraan (FTK) untuk membahas dan mensosialisasikan jadwal tebang tebu kepada para petani tebu di setiap wilayah kerja. Tugas dari bagian tebang angkut adalah merangkum jadwal tebang dari masing-masing wilayah kerja untuk menetukan kebun-kebun yang ditebang saat pelaksanaan tebang dan menentukan jumlah jatah tebang masing-masing wilayah yang disesuaikan dengan kapasitas giling harian pabrik dengan menerbitkan surat perintah tebang angkut (SPTA). Jumlah SPTA yang dibagi disesuaikan dengan taksasi dari masing-masing wilayah. Untuk pembagian SPTA dilakukan di kantor tebang angkut setiap hari dalam rapat tebang angkut yang dihadiri oleh wakilwakil petani, K3TA (Ketua Kelompok Kerja Tebang dan Angkut), SKW dan Pengawas Tebang angkut yang dipimpin oleh SKK TA dan CT. Pelaksana lapangan tebang angkut di PG Tjoekir ditangani oleh K3TA yang merupakan kelompok tebang angkut yang dikoordinasi oleh seorang ketua kelompok dan mendapatkan pinjaman pembiayaan melalui rencana anggaran biaya tebang angkut (REPTA) yang berkoordinasi dengan bagian tebang angkut PG Tjoekir. Selain K3TA adapula petani yang melakukan tebang angkut dengan tebang sendiri angkut sendiri (TSAS) dengan biaya mandiri. Untuk tebu yang akan dikepras, batang yang ditebang sebatas tanah aslinya atau meninggalkan batang sepanjang 15 – 20 cm. Sedangkan untuk tebu yang tidak dikepras lagi seluruh batangnya dicabut. Batas potongan yang baik adalah
dibawah
guludan.
Rendemen
terbanyak
terdapat
di
bagian
40 pangkalbatang/batang bawah. Batang yang telah ditebang dikumpulkan, Tiap 20 sampai 39 batang diikat menjadi satu untuk memudahkan pengangkutan. Batang tebu hasil tebangan diangkut ke pabrik dengan menggunakan truk. Pengangkutan tebu pun harus dilakukan secara hati-hati, agar tebu layak giling diterima di pabrik gula. Yang dimaksud tebu layak giling adalah tebu yang ditebang pada tingkat kemasakan optimal, kadar kotoran (tebu mati, pucuk daun, pelepah, tanah, akar, sogolan yang panjangnya kurang dari dua meter dan lainlain) maksimal 2% dan jangka waktu sejak tebang sampai giling tidak lebih dari 36 jam, karena akan terbentuk senyawa dextran dari sukrosa oleh adanya aktivitas bakteri Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc dextranicum sehingga gula yang didapat dapat berkurang. Penundaan penggilingan juga menyebabkan viskositas nira meningkat sehingga mempersulit pengolahan. Sebelum sampai di tempat penampungan atau emplasement pabrik gula, truk yang mengangkut hasil tebangan harus melalui dua pos pengawasan. Pos I berfungsi untuk mengawasi kebenaran SPTA dan kupon sesuai dengan tanggal surat. Pos II mengawasi SPTA dan kupon yang disesuaikan dengan jatah kebun, serta mengadakan pemeriksaan mutu tebangan. Apabila ternyata hasil tebangan dalam kondisi yang kotor maka tebangan tersebut dikembalikan. Setelah semua perlengkapan dipenuhi, truk diperbolehkan masuk untuk dibongkar dan ditimbang. Pembongkaran dan Penimbangan di PG Tjoekir menggunakan alat yang disebut digital crane scale, kemudian dipindahkan ke lori dan dibawa ke meja tebu. Parameter keberhasilan pelaksanaan tebang angkut adalah apabila hanya terdapat sisa tebu pagi sebesar kurang dari 20% dari kapasitas giling, dapat menyediakan tebu layak giling yaitu yang memenuhi persyaratan MBS, dapat melayani kapasitas giling secara kontinyu sehingga jam berhenti baik jam berhenti A (di dalam pabrik) maupun jam berhenti B (di kebun/di luar pabrik) tidak ada atau nol dan jumlah tebu yang diterima oleh pabrik bisa meraih jumlah tebu sesuai dengan rencana kerja operasional (RKO).
41 PENGOLAHAN TEBU Pengolahan tebu menjadi gula putih di PG Tjoekir menggunakan peralatan yang sebagian besar bekerja secara otomatis. Tahapan pengolahan tebu terdiri atas tahap persiapan, tahap pemerahan atau ekstraksi nira, tahap pemurnian atau penjernihan, tahap penguapan, tahap pengkristalan, tahap pemisahan kristal atau sentrifugasi, tahap pengeringan, tahap pengemasan dan tahap penyimpanan. Proses pengolahan di PG Tjoekir menggunakan proses sulfitasi. Bagan pengolahan tebu dapat dilihat pada gambar 2.
13,7 bahan sabut 14,6 gula 19,2 air 13,9 gula 5 air 13,8 gula 2,3 bukan gula imbibisi 2,1 bukan gula dalam 1,8 bukan gula 69,4 air 79,8 air susu kapur 77,8 air 100,0 tebu 95,8 nira mentah 93,4 nira encer Bahan baku Tebu mentah
stasiun pemerahan
Nira mentah
Hasil sisa : 13,7 bahan sabut 0,7 gula 0,2 bukan gula 12,0 air 26,6 ampas
stasiun putaran
Kehilangan dalam pengolahan 0,3 gula
nira encer
stasiun penguapan
0,1 gula 0,3 bukan gula 1,8 air 0,3 endapan karena kapur 5,5 blotong 13,8 gula 1,8 bukan gula 16,0 air 8,4 air 24,0 nira kental
12,7 gula
Produk akhir Gula kristal
Stasiun pemurnian nira
71,4 air
masakan
0,8 gula 1,8 bukan gula 0,4 air 3,0 tetes
stasiun kristalisasi
Nira kental
8 : air pengencer air pencuci air pembilas
Sumber : Bagian Pengolahan PG Tjoekir Gambar 2 Bagan Pengolahan Tebu
Tahap persiapan didahului dengan tebu dibongkar di meja tebu, dicacah menggunakan pisau pencacah (cane cutter), kemudian dihaluskan menjadi serpihan dalam unigator, berupa alat yang menyerupai palu.
Tebu halus
selanjutnya digiling untuk memisahkan nira dari ampas tebu (bagas). Untuk memerah nira di PG Tjoekir digunakan empat unut gilingan. Setiap unit tersusun
42 dari tiga buah silinder penggilingan. Pada gilingan ke empat diberikan air imbibisi atau pembilasan. Proses imbibisi tersebut berjalan sebagai berikut, ampas tebu dari gilingan pertama pada saat berada di carrier disiram dengan air perasan dari gilingan ke tiga dan ampas yang keluar dari gilingan kedua disiram dengan air perasan dari gilingan ke empat. Ampas dari gilingan ke tiga diencerkan dengan air biasa dan diperah dalam gi;lingan ke empat, sehingga sisa gula dalam yang ikut dalam ampas dapat ditekan serendah mungkin. Nira hasil perahan pertama (NPP) dianalisis untuk mengetahui nilai rendemen
sementara
seperti
perhitungan
rendeman
contoh
di
analisis
pendahuluan. Kemudian nira hasil gilingan ditambahkan susu kapur (CaSO3) secukupnya dan Fosfat (P2O5) dengan dosis 8 kg/jam untuk membantu pengendapan. Nira hasil pemerahan yang masih berupa nira mentah dilewatkan ke alat penyaring kotoran ampas halus, ampas sisa saringan kemudian dikembalikan ke gilingan kedua, sedangkan nira hasil saringan diteruskan ke timbangan nira mentah/timbangan boulgne (flow meter) untuk mengetahui berat nira yang berasal dari stasiun gilingan. Kemudian nira dikirim ke juice heater kemudian ke pan pemanas pendahuluan pertama (PP I) dengan suhu 750 kemudian ke defekator kesatu dengan pH 7,2 dan diteruskan ke defekator kedua dengan pH 8,5 agar terjadi reaksi pengikatan kotoran sebanyak mungkin oleh Ca dari susu kapur kemudian ke defekator ketiga yang hanya berfungsi untuk menampung saja. Selanjutnya nira dialirkan ke tabung sulfitasi untuk diberi sufit (SO2) untuk bleaching/pemucatan warna dengan pH 7,2 kemudian dipanaskan lagi di PP II dengan suhu 1050C kemudian dipompakan ke flash tank untuk mengeluarkan udara dalam nira kemudian ke snow balling tank untuk mengendapkan kotoran kemudian dialirkan ke door clarifier yang sebelumnya diberikan flokulan sebagai bahan pembantu pemurnian. Dari door clarifier dihasilkan nira kotor dan nira jernih, nira jernih disaring dan langsung dialirkan ke badan penguapan (evaporator) dan nira kotor di pompakan ke rotary vacum filter (RVF) untuk memisahkan nira tapis dengan kotorannya yang disebut blotong. Sebelum ke RVF nira kotor ditambahkan susu kapur untuk mengikat kotoran. Nira tapis dari RVF dikembalikan ke stasiun pemurnian.
43 Nira jernih dari door clarifier yang masih banyak mengandung air diuapkan di badan penguap (BP). Uap yang digunakan pada BP kesatu adalah uap pekat, kemudian di BP kedua nira diuapkan dengan uap dari BP kesatu dan seterusanya hingga BP terakhir dan uap terakhir dibuang ke kondensor sentral dengan perantaraan pompa vakum. Pada stasiun penguapan ini nira jernih diuapkan hingga mencapai kekentalan 60 hingga 63 brix hingga diperoleh nira kental. Nira kental kemudian dimasukkan ke tabung sulfitasi nira kental dengan pH 5,2 sampai 5,5. Pemberian SO2 di tabung ini bertujuan memucatkan warna. Nira kental dari tabung sufitasi dipompakan ke pan vakum dan diuapkan sampai mencapai kondisi lewat jenuh. Pada kondisi seperti ini, akan terbentuk kristal. Untuk mempercepat proses pengkristalan, ditambahkan pondan atau bibit gula. Kristalisasi terdiri dari tiga tahap yang disebut ACD. Tujuannya agar proses pengaliran tidak sulit dan untuk mencegah terjadinya karamelisasi dan terbentuknya kerak akibat pemanasan yang terus-menerus. Setiap pan menghasilkan masakan yang disebut masekuit, yaitu larutan yang sangat pekat dan banyak mengandung kristal-kristal gula. Masekuit ini didinginkan dalam palung pendingin yang terdapat di bawah setiap pan agar proses kristalisasi terus berlanjut. Dalam suhu rendah kelarutan gula menurun, sehingga kristalisasi dapat terjadi. Agar molekul-molekul sukrosa yang larut dapat menempel pada bidang permukaan kristal yang telah ada, maka selama pendinginan harus dilakukan pengadukan. Dalam palung pendingin, masekuit masih berupa larutan dengan banyak kristal sukrosa di dalamnya. Pemisahan kristal dilakukan dengan menggunakan saringan yang bekerja dengan gaya sentrifugal. Hasil dari proses pemisahan ini adalah kristal gula dan molase (tetes). Kristal gula yang dihasilkan kemudian di keringkan. Diawali dengan penggunaan talang goyang (grass hoper). Setelah melewati bucket elevator I (BE I), gula dialirkan ke sugar drier and cooler dengan menggunakan udara panas + 800C dengan prinsip aliran berlawanan. Artinya, aliran bahan yang dikeringkan berlawanan dengan aliran udara panas pegering dan didinginkan. Kemudian gula melalui BE II ke vibrating screen untuk memisahkan antara gula produk dengan gula yang berukuran tidak normal. Selanjutnya ke BE III gula dimasukkan ke sugar been dan siap untuk dikemas
44 dalam karung plastik berukuran 50 kg sekaligus ditimbang dan dijahit yang dilakukan secara otomatis. Untuk menjaga gula tetap berada pada kadar air antara 10 – 15 %, maka penumpukan karung serapat mungkin agar hanya sedikit udara di antara karung.
45 PELAKSANAAN PROGRAM BONGKAR RATOON DI PG TJOEKIR
Konsepsi Pelaksanaan Bongkar Ratoon
Program bongkar ratoon yang diluncurkan oleh pemerintah sejak tahun 2003 bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tebu guna meningkatkan produksi gula nasional. Program ini dilatar belakangi oleh menurunnya produksi gula nasional yang disebabkan oleh bahan baku tebu yang bermutu rendah, tebu yang sekarang +
90 % dikelola oleh petani banyak yang telah mengalami
pengeprasan berulang-ulang hingga lebih dari tiga kali. Hal ini menyebabkan penurunan rendemen dan hasil gula tebu tersebut, karena tebu yang dikepras berulang-ulang kadar serabutnya akan tinggi, batang kecil dan kerdil, terdapat akumulasi penyakit-penyakit sistemik, menjadi inang hama penyakit, memberikan pelang tercampurnya varietas yang lebih besar dan lingkungan tumbuh di bawah permukaan tanah menjadi kurang menguntungkan seperti tanah mrnjadi padat dan porositas tanah menurun yang berdampak pada kurang lancarnya aerasi dan drainase tanah, selain itu juga mudah berbunga pada waktu musim berbunga (season bloowi) dan varietasnya termasuk varietas lama yang sudah tidak layak untuk dikembangkan karena telah mengalami kemunduran genetik varietas. Tanaman yang menpunyai produktivitas tinggi adalah tanaman pertama (PC/plant cane) yang ditanam pada lahan bekas selain tebu. Sehingga sebelum dikeluarkannya undang-undang yang membebaskan petani untuk menanam tanaman apapun di tanahnya sendiri, dikenal adanya sistem glebagan yaitu pembagian kebun menjadi tiga bagian sesuai dengan baku sawah yang terdapat di desa/kelurahan kemudian dilakukan rotasi tanaman untuk pergiliran tanaman antara padi, tebu dan palawija. Sehingga yang ditanam untuk tanaman tebu selalu tanaman pertama. Seiring dengan munculnya kebebasan petani untuk menjadi tuan di atas tanahnya sendiri, maka sistem glebagan menjadi sulit dilaksanakan. Dan kecenderungan petani adalah menanam dengan sistem monokultur. Demikian juga dengan tebu. Tebu tanaman pertama milik petani dikepras terus-menerus tanpa upaya untuk diganti dengan padi atau palawija untuk kemudian ditanami tebu
46 kembali dikarenakan untuk tebu keprasan biaya produksi yang dikeluarkan lebih sedikit sebab tanpa harus membuka lahan, mengolah tanah, menyediakan bibit dan mengeluarkan biaya tanam.. Sebagai alternatif untuk mengganti tanaman ratoon/keprasan dengan tanaman pertama, maka dilakukan kegiatan bongkar ratoon untuk membongkar tunggul tebu tua/ratoon varietas lama yang sudah dikepras berulang-ulang dengan bibit varietas baru yang unggul yang untuk pembiayaannya di bantu oleh pemerintah berupa pinjaman kredit tanpa bunga. Tujuan dari kegiatan bongkar ratoon ini adalah untuk meningkatkan produktivitas tebu, mengganti varieas lama dengan varieas yang baru, sebagai sarana untuk meningkatkan kemurnian varietas, memutuskan inang dan siklus hama penyakit melalui perbaikan tingka oksidatif tanah dan penggunaan varietas unggul yang baik dan sehat serta meningkatkan produktivitas lahan. Dalam pelaksanaannya pembongkaran eks tanaman tebu ratoon di PG Tjoekir adalah perwujudan dari kebijaksanaan bantuan usaha ekonomi produktif dengan bentuk kegiatan berupa bantuan langsung masyarakat (BLM) oleh pemerintah melalui Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur untuk membongkar eks tanaman tebu ratoon yang telah mengalami pengeprasan berkali-kali. Adapun komponen kegiatan yang dibantu pembiayaannya adalah : (1) pembongkaran eks tanaman tebu giling (ratoon). (2) perbaikan pengairan/saluran irigasi dan (3) bantuan sarana produksi, dengan sasaran kegiatan pada kebun tebu giling yang telah dipungut hasil atau ditebang dan direncanakan untuk dijadikan tebu giling tanaman pertama dengan varietas unggul.
Tahapan Pelaksanaan
Pendekatan
Persiapan kelompok sasaran yaitu Koperasi dan anggota/petani serta lokasi sasaran proyek, yang dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan langsung melalui kontak langsung dengan petani melalui koperasi maupun aparat desa dan pemuka masyarakat setempat. Mengadakan
47 penyuluhan dalam rangka sosialisasi tentang
pemanfaatan kegiatan bongkar
ratoon dan kegiatan penunjang lainnya. Penjelasan dan pembahasan pelaksanaan penyediaan lahan dan calon petani/koperasi. Merumuskan kesepakatan calon petani/koperasi dan calon lokasi untuk ditetapkan menjadi sasaran proyek di wilayah kabupaten setempat. Menyusun rancangan penyediaan lahan di atas peta operasional. Mengusahakan kesepakatan dengan petani/koperasi dalam hal kesediaan melaksanakan kegiatan. Melaksanakan konfirmasi rancangan lokasi/lahan dan koperasi Kabupaten/Kota dengan Pabrik Gula, Direksi PTPN/PT. Gula dan Dinas Perkebunan. Peninjauan/pengecekan lapangan untuk mengetahui keadaan sebenarnya.
Kriteria Sasaran
Sasaran penerima kredit bongkar ratoon adalah Koperasi, petani dan lokasi/lahan. Kriteria masing masing sasaran adalah sebagai berikut : 1) Kelompok Sasaran Koperasi. Koperasi berada pada masing-masing wilayah unit produksi Pabrik Gula dengan binaan SKW setempat dan mempunyai aktivitas kegiatan yang berbasis tebu. Koperasi tidak sedang bermasalah dengan Kredit Ketahanan Pangan dan lembaga keuangan lainnya serta tidak sedang mendapat fasilitas dari proyek lain pada saat bersamaan. 2) Petani atau Anggota Koperasi Kriteria untuk petani atau anggota koperasi adalah para petani tebu yang telah sepakat mengorganisasi dan membentuk wadah koperasi dengan tujuan mengusahakan serta mengembangkan usaha tani tebu secara profesional. 3) Lokasi atau Lahan Lahan yang subur dengan solum (kedalaman efektif) tanah sekitar 50 cm, tidak terdapat lapisan padat, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan kedap air cukup dalam. Berpengairan yang cukup, bebas banjir dan pada waktu hujan permukaan air tanah tetap dalam. Dekat dengan areal pertanaman tebu giling lainnya untuk memudahkan jangkauan pembinaan dan pengangkutan sarana
48 produksi. Calon lokasi mempunyai akses prasarana angkutan/jalan untuk memudahkan distribusi bibit, sarana produksi, pembinaan dan tebang angkut.
Penetapan Sasaran
Pelaksanaan penetapan Kelompok Sasaran (petani atau Koperasi) kegiatan Pembongkaran Ratoon sebagai berikut : kelompok sasaran yaitu Koperasi atas nama anggota menyampaikan permohonan melaksanakan bongkar ratoon kepada Administratur
Pabrik
Gula,
yang
dilampiri
pernyataan
kesanggupan
petani/Koperasi untuk melaksanakan kegiatan bongkar ratoon, membuat Berita Acara Usulan Calon Petani/Kelompok Sasaran koperasi dan calon lokasi/lahan kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota serta “Surat Kuasa petani atau anggota kepada Pengurus Kelompok Sasaran untuk melaksanakan kerja sama bongkar ratoon dengan Pabrik Gula” yang dilampiri daftar nama petani anggota Kelompok Sasaran Koperasi dan luas lahan calon lokasi sasaran. Pernyataan kesanggupan oleh petani/kelompoik sasaran koperasi untuk melaksanakan kegiatan proyek. Calon lokasi dan pelaksana harus menggunakan varietas tebu unggul dan bermutu yang dianjurkan. Tim Teknis Kabupaten/Kota menyusun Daftar Calon Koperasi dan
anggota
berikut
calon
lokasi/lahan.
Tim
Teknis
Kabupaten/Kota
menyampaikan daftar tersebut kepada Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota dalam rangka penetapan sasaran. Selanjutnya Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota menetapkan Koperasi beserta anggotanya berikut lokasi kegiatan bongkar
ratoon
dengan
Surat
Keputusan
Kepala
Dinas
Perkebunan
Kabupaten/Kota dan ditindaklanjuti dengan kesepakatan Perjanjian Kerjasama antara Pemimpin Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur dengan Koperasi tentang Pemanfaatan Dana Penguatan Modal Usaha kelompok.
Organisasi Proyek Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur adalah proyek daerah dengan tanggung jawab teknis berada pada daerah dan tanggung jawab koordinasi berada pada Dinas Perkebunan atas nama Gubernur. Kegiatan teknis dikoordinasikan oleh proyek di Propinsi.
49 Untuk kelancaran dan ketepatan pelaksanaan proyek di Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Tim Teknis Kabupaten/Kota dengan Surat Keputusan Pemimpin Proyek setelah dikoordinasikan dengan dinas bidang perkebunan di Kabupaten/Kota, dengan struktur meliputi Ketua Tim Teknis dipegang oleh Kepala Subdinas yang membidang Perkebunan di Kabupaten/Kota dan anggota Tim Teknis terdiri dari Pabrik Gula, Dinas yang membidangi Perkebunan di Kabupaten/Kota. Dan pelaksana Proyek di Kabupaten/Kota. Tim Teknis Kabupaten bertugas untuk memfasilitasi kelancaran pelaksanaan kegiaan, melaksanakan pembinaan dibidang teknik produksi, melaksanakan manajemen
pembinaan usaha
tani
operasional tebu,
proyek.
melaksanakan
melaksanakan pembinaan
pembinaan
pengembangan
kelembagaan usaha Koperasi dan selaku Ketua Tim Teknis Kabupaten/Kota, Kepala Subdinas Perkebunan Kabupaten/Kota menetapkan koperasi sasaran penerima PMU dengan Surat Penetapan Kelompok Sasaran.
GUBERNUR JAWA TIMUR
KADISBUN PROPINSI (Atasan Langsung) TIM TEKNIS KAB/KOTA
TIM TEKNIS PROPINSI
PEMIMPIN PROYEK PENGEMBANGAN TEBU JAWA TIMUR BENDAHARA
PEMB. PIMPRO BID. TEKNIS
PEMB. PIMPRO BID. ADMINISTRASI
PEMB. PIMPRO BID. EVAL & PELAPORAN
PELPRO PROP.
PELPRO PROP.
PELPRO PROP.
PELPRO KAB/KOTA
PELPRO KAB/KOTA
PELPRO KAB/KOTA
PETANI/KPTR SATUAN WIL. PG
PETANI/KPTR SATUAN WIL. PG
PETANI/KPTR SATUAN WIL. PG
Gambar 3 Struktur Organisasi Proyek Pengembangan Tebu Propinsi Jawa Timur
50 Tugas dan tanggung jawab untuk Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur selaku Pembina di Propinsi melakukan pembinaan dan pengawasan umum terhadap pelaksanaan proyek. Dan Pemimpim Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur, mempunyai tugas menetapkan pelaksana/penyelenggara kebun bibit tebu secara berjenjang, menyusun dan menetapkan Rencana Operasional Proyek (ROP), yang disahkan oleh Kepala Dinas Perkebunan Propinsi, melaksanakan koordinasi, mengarahkan seluruh kegiatan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, menyediakan fasilitas proyek sesuai dengan anggaran yang tersedia dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya, menunjuk dan menetapkan pelaksana proyek di Kabupaten/Kota setelah dikoordinasikan dengan Kepala Dinas yang membidangi
Perkebunan
di
Kabupaten/Kota,
menetapkan
Tim
Teknis
Kabupaten/Kota yang telah dikoordinasikan dengan Kepala Dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota. Pelaksana Proyek Propinsi sebagai unsur pelaksana di Propinsi adalah pembantu Pemimpin Proyek yang melaksanakan tugas sesuaidengan bidangnya yaitu administrasi keuangan, operasional monitoring dan evaluasi pelaksanaan proyek. Pelaksana
Proyek
Kabupaten,mempunyai
tugas
melaksanakan
pembinaan, monitoring pelaksanaan lapangan, melaporkan kemajuan kegiatan di lapangan kepada Pemimpin Proyek, membantu petani/Koperasi menyusun Rencana Usaha Kegiatan (RUK), mengawal dan mengamankan pelaksanaan kegiatan proyek di lapangan, elaksanakan bimbingan dan memberi motivasi serta pembinaan langsung kepada petani/Koperasi dan membantu penyiapan calon petani dan calon lahan (CP/CL), calon Koperasi, pembinaan/penataan Koperasi.
Pengendalian dan Pengawasan Pengendalian dilaksanakan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota sampai dengan Tim Teknis Propinsi serta Proyek di Propinsi. Sedangkan pengawasan sebagai
bentuk
pertanggung
jawaban
pengelolaan,hendaknya
dilakukan
pengawasan secara terus menerus disamping pengawasan oleh aparat fungsional, juga wajib dilakukan pengawasan oleh Pemimpin Proyek, Atasan lLangsug Pemimpim Proyek, Tim Propinsi serta masyarakat.
51 Pelaksanaan pengawasan dilakukan terhadap pelaksanaan sosialisasi dan asistensi,
tahap
persiapan
operasional
dan
ketepatan
seleksi
calon
sasaran/petani/KPTR dan calon lahan (CP/CL), penyaluran dana penguatan modal, pencairan dana penguatan modal, kebenaran serta ketepatan pemanfaatan dana penguatan modal dan pemupukan modal dan pengembalian perguliran.
Pengelolaan Dana Dana PMUK dengan pola langsung (LS) bergulir yang disediakan untuk Bantuan Usaha Ekonomi Produktif melalui Bantuan Langsung Masyarakat untuk pembongkaran eks tanaman tebu ratoon (KTG) dan Pembangunan Kebun Bibit Tebu merupakan dana penguatan modal untuk petani/Koperasi yang disalurkan langsung ke rekening Koperasi. Dana PMU yang disediakan merupakan pinjaman yang wajib dikembalikan atau digulirkan dan tidak bersifat cuma-cuma, dengan pola pengembalian yang didasarkan kepada prinsip pemberdayaan petani tebu. Terhadap pengembalian/perguliran bantuan ini akan diatur dan ditetapkan berdasarkan kesepakatan koperasi yang selanjutnya harus dikembangkan terus sehingga menjadi penguat modal usaha petani dalam wadah Koperasi yang berkelanjutan. Untuk anggaran biaya proyek bongkar ratoon sebesar Rp. 1.950.000 per hektar. Anggaran proyek secara lengkap terdapat pada lampiran 6.
Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Dana
Penyaluran dana kepada koperasi dengan mekanisme LS pada kegiatan bantuan langsung masyarakat untuk pembongkaran eks tanaman tebu ratoon (KTG) yaitu pembayaran langsung dengan pemindahan buku (transfer) dana dari rekening kas negara kepada rekening koperasi. Perguliran dana bongkar ratoon dapat dilihat dalam bagan pada gambar 4.
52
PEMIMPIN PROYEK PROPINSI Rekomendasi
KPKN SPP - LS SPM - LS
Pelaporan Usulan RUK
Pengawasan Rekening/usulan BANK Pencairan
RUK TIM TEKNIS KABUPATEN
Pembinaan
KOPERASI WIL. PG
Gambar 4 Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Dana PMU Bongkar Ratoon
Penyaluran dan Pencairan Dana Pembongkaran Eks Tanaman Tebu Ratoon
Mekanisme penyaluran dan pencairan dana pembongkaran eks tanaman tebu ratoon diawali dengan koperasi menyusun Rencana Usaha Kegiatan (RUK) dan disahkan/ditandatangani ketua koperasi, dua pengurus koperasi lainnya, dua orang wakil petani, Kepala Bagian tanaman Pabrik Gula dan Pelaksana Proyek di Kabupaten. Kemudian Ketua Koperasi menyampaikan RUK dengan dilampiri nama-nama anggota kepada Ketua Tim Teknis Kabupaten. Selanjutnya Ketua Tim Teknis Kabupaten menyiapkan usulan sesuai rekapitulasi RUK. Pabrik Gula melaksanakan verifikasi terhadap rekapitulasi RUK yang disampaikan Ketua Tim Teknis Kabupaten. Ketua KPTR membuka rekening tabungan khusus untuk PMUK tebu pada Kantor Cabang BRI atau bank-bank lain terdekat, bersama dengan Pabrik Gula dan Pelaksana Proyek kabupaten/Kota, dan memberitahukan kepada Pemimpin Proyek. Ketua Tim Teknis Kabupaten megusulkan RUK kepada Pemimpin Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur setelah diverifikasi oleh Pabrik Gula. Pemimpin Proyek meneliti usulan kegiatan yang akan dibiayai, selanjutnya membuat dan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) kepada KPKN dengan melampirkan Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Perkebunan atau yang membidangi perkebunan tentang penetapan petani/KPTR sasaran, Surat Perjanjian kerja sama antara Pemimpin Proyek
53 Pengembangan Tebu Jawa Timur dengan Koperasi dan Rekapitulasi RUK dengan mencantumkan nama Koperasi, alamat Koperasi, nama Ketua Koperasi, nomor rekening (a.n. Ketua Koperasi), nama Kantor Cabang Bank/Unit BRI atau bank lain yang terdekat, nomor SK Perjanjian (MOU), SK Penetapan Koperasi serta jumlah Dana dan Kegiatan. Kuitansi harus ditandatangani oleh Ketua Koperasi dan diketahui Ketua Tim Teknis Kabupaten. Atas dasar SPP-LS dari proyek, KPKN menerbitkan SPM-LS untuk pemindahbukuan dana ke rekening masingmasing ketua Koperasi pada Kantor Cabang/BRI unit atau bank lainnya. Setelah tata cara pencairan tersebut di atas dipenuhi maka pencairan dana pada kantor cabang bank yang dikehendaki dilakukan dengan Ketua Koperasi mengajukan pemintaan penarikan dana kepada bank yang disetujui oleh ketua Tim Teknis Kabupaten dan Pabrik Gula. Kemudian jumlah dana yang diarik sesuai dengan kebutuhan dan jadwal penggunaannya. Selanjutnya Ketua Tim Teknis kabupaten dan Pabrik Gula betanggung jawab atas pencairan dana dari bank dan peruntukannya.
Pelaksanaan Pembongkaran Eks Tanaman Tebu Ratoon
Pada dasarnya pelaksanaan kegiatan adalah membongkar eks tanaman tebu giling (ratoon), yng diikuti dengan perbaikan irigasi (saluran air, got) untuk menjamin ketersediaan air dan pembuangan air, dan bantuan sarana produksi dalam rangka meningkatkan produktivitas tebu giling sekaligus meningkatkan produksi gula.
Konsepsi Penggantian Varietas Sebelum
pelaksanaan
pembongkaran
ratoon
berlangsung,
maka
pemilihan varietas unggil baru mutlak dilakukan. Mengacu pada tujuan dan sasarannya, pembongkaran ratoon menjadi kurang berarti apabila tidak dilandasi konsepsi pemilihan varietas dan penggunaan bahan tanaman yang benar. Pembongkaran ratoon yang disarankan diestimasi tiga sampai empat kepras per siklus tanaman. Konsekuensi kekeliruan dalam pemilihan varietas, maka
54 pengelolaan siklus tanaman yang diharapkan tersebut tidak akan tercapai, maka pembongkaran ulang dapat menyebabkan kerugian waktu dan biaya. Konsep dalam pemilihan varietas harus dilandaskan pada pertimbangan terhadap penggunaan varietas unggul baru yang telah beradaptasi dengan lingkungan secara baik dan pertimbangan katagori tanaman terhadap sifat kemasakan, masa tanam dan perencanaan tebang secara optimal.
Pembahasan Penggunaan Varietas Baru
Hasil pengamatan di lapangan terhadap penggunaan bibit varietas baru yaitu PS 851, PS 864 dan BL serta varietas lama yaitu PS 58 pada jumlah batang berdasarkan hasil taksasi maret di kebun TRIS di Wilayah Diwek, menunjukkan bahwa jumlah batang pada varietas baru lebih tinggi dibandingkan varietas lama. Meskipun hasil uji menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 10 %. Tabel 13 Jumlah batang per juring pada Empat Varietas Tebu. Varietas
Jumlah Batang
Var. baru : PS 851
66,14
PS 864
65,43
BL
64,00
Var. lama : PS 58
61,00
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Pengujian untuk peubah tinggi batang, bobot batang per meter dan rendemen dilakukan dalam tiga periode pengamatan mulai tanaman berumur + 10 BST pada lahan TRIS, satu periode selama 15 hari. Hasil pengujian terhadap tinggi batang untuk keempat varietas, menunjukkan bahwa varietas PS 851 dan PS 58 berbeda nyata pada periode pertama. Pada periode ketiga menunjukkan tinggi batang PS 851 lebih tinggi dari pada PS 58, meskipun hasil uji pada taraf 10% tidak berbeda nyata.
55
Tabel 14 Tinggi Batang pada Empat Varietas Tebu Periode Pengamatan Varietas I
II
III
Var. baru : PS 851
2.26 b
2.54 b
2.70 a
PS 864
2.40 b
2.65 a
2.68 a
BL
2.13 a
2.65 a
2.68 a
2.04 a
2.63 a
2.65 a
Var. lama : PS 58
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Pada hasil pengujian terhadap bobot tanaman, meskipun pada uji BNJ tidak berbeda nyata, PS 864 menunjukkan bobot yang lebih tinggi dibandingkan varietas yang lain. Hal ini disebabkan oleh ukuran dan kandungan serat varietas ini cukup tinggi. PS 58 menunjukkan bobot terendah dari varietas lain pada periode ketiga, hal ini disebabkan oleh ukuran batangnya yang relatif kecil karena termasuk varietas lama yang sudah banyak mengalami penurunan mutu bibit akibat penangkaran berulang-ulang.
Tabel 15 Bobot Batang Per Meter pada Empat Varietas Periode Pengamatan Varietas I
II
III
0.40
0.42
0.45
PS 864
0.41
0.42
0.46
BL
0.40
0.42
0.45
Var. lama : PS 58
0.40
0.42
0.44
Var. baru : PS 851
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Peubah rendemen menunjukkan bahwa ketiga varietas baru berbeda nyata dengan varietas lama PS 58 pada ketiga periode. Pada tabel 12 dapat dilihat bahwa varietas baru mempunyai rendemen gula lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lama dan randemen tertinggi dihasilkan oleh varietas PS 864. Hal ini bisa terjadi karena pada varietas lama tidak lagi dikembangkan sehingga penangkaran
56 yang terjadi biasanya dikelola petani dan kurang diperhatikan kultur teknisnya. Akibatnya terjadi ketidaknormalan dalam duplikasi sel. Tabel 16 Rendemen pada Empat Varietas Periode Pengamatan Varietas I
II
Var. baru : PS 851
4.58 b
5.62 b
5.88 b
PS 864
4.87 b
5.75 b
6.10 b
BL
4.76 b
5.72 b
5.99 b
4.37 a
5.08 a
5.66 a
Var. lama : PS 58
III
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Teknik Pelaksanaan Bongkar Ratoon
Pembongkaran ratoon dikatakan telah dilakukan dengan baik dan benar apabila tercipta lingkungan tumbuh di daerah perakaran yang lebih baik dengan kondisi tanahyang lebih gembur, porositas total tanah yang lebih tinggi sehingga melancarkan aerasi dan drainase tanah dan meningkatkan ketersediaan hara yang lebih menguntungkan pertumbuhan tanaman, dongkelan tunggul asal tanaman ratoon yang telah dibongkar dikeluarkan dari petak kebun sehingga kebun bersih dari pertunasan ratoon yang dapat menyebabkan percmpuran varietas, bahan tanam menggunakan varuetas unggul dari sumber bibit yang baik dan segar.
Pembongkaran ratoon. Teknis pelaksanaan pembongkaran ratoon dibedakan pada tipe pengolahan lahan, yaitu dilakukan secara manual/tenaga orang dan tenaga mekanis. Standar bongkaran ratoon kedua cara tersebut sebagai berikut : a. Manual atau Tenaga Orang Kegiatan dimulai dari trash dan kotoran bahan organik lainnya dikumpulkan pada satu tempat, kemudian dibakar. Untuk memudahkan pembongkaran unggul, petak kebun diairi sampai kondisi lengas tanah jenuh, kemudian guludan eks ratoon dicangkul, tunggul dibongkar dan didongkel, dikeluarkan dari petak kebun bersamaan dengan batang tebu sisa tebangan,
57 selanjutnya guludan diratakan dengan permukaan tanah waras. Got yang ada dipelihara sesuai kondisinya. Apabila got lama eks ratoon sudah dalam bentuk kerucut, maka got tersebut perlu ditutup dan dibuatkan got yang baru dari tanah waras di sebelah got yang bersangkutan. Kemudian dibuat juringan dengan ukuran standar baku budidaya PC. b. Mekanis di Lahan HGU/Lahan Milik PG Kegiatan dimulai dari trash dan bahan organik lainnya dibakar, krmudian dikeluarkan dari kebun dengan trash raking. Lahan dibajak piring L2 – L3 sebanyak dua kali untuk tanah berat dan satu kali untuk tanah ringan sehingga dongkelan terbalik. Selanjutnya dilakukan garu berat (heavy harrow) dengan arah melintang 30 derajat dari arah bajakan. Kemudian dibuat alur menggunakan furrower. Bila diperlukan, pada tanah berat dan solum dangkal dilakukan denagn subsoiler-furrower. c. Cara Mekanis di Lahan Tebu Rakyat Apabila tidak terdapat trash raking, trash dibersihkan secara manual. Dengan menggunakan bajak piring 32 inch, dilakukan bajak pertama dengan kecepatan L2, selanjutnya dengan alat yang sama diikuti bajak ke dua dengan kecepatan L3. Pembajakan dilakukan searah alur tanaman ratoon. Dongkelan yang terdapat di permukaan tanah dibersihkan dan dikeluarkan dari peak kebun. Dibuat alur menggunakan furrower. Bila diperlukan, pada tanah berat dan solum dangkal dilakukan dengan subsoiler-furrower.
Perbaikan Saluran Air/Got. Diawali dengan pembuatan got keliling di sekeliling bidang lahan dengan dalam 80 cm, lebar 100 cm. Diikuti dengan got mujur yang melintang tegak lurus dengan arah miring lahan, jarak antara got mujur 62,5 cm, dalam 70 cm dan lebar 80 cm. Setelah itu got malang yang searah/sejajar dengan arah kemiringan lahan dengan jarak antara got malang 8 m, dalam 60 cm dan lebar 50 cm. Perbaikan Juringan/Lubang Tanam/Leng. Juringan harus diperbaiki untuk mencapai lebar juringan 50 cm, lebar guludan 54 cm, dalam juringan 30 cm dan jarak pusat ke pusat (PKP) 104 cm.
58 Penanaman Kembali. Penanaman kembali eks tebu giling yang telah dibongkar dengan bibit dari pembibitan (KBD) dan varietas anjuran yang unggul dan bermutu. Tabel 17 Komposisi menurut waktu penanaman kembali yang dianjurkan. No.
Jenis lahan
1.
Lahan Sawah
2.
Waktu Tanam
Kemasakan Bibit
Mei
(30%)
Akhir
Juni
(40%)
Tengah
Juli
(30%)
Awal
Lahan Kering
Maret
(50%)
Akhir
(akhir musim hujan)
April
(50%)
Akhir
Lahan Kering
Oktober
(50%)
Awal
(awal musim hujan)
November
(50%)
Awal
Sumber : Juknis Pelak PPTJT/2004
Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan untuk tanaman eks ratoon meliputi pemupukan, pengaturan kebutuhan air, pengendalian gulma dan perlindungan tanaman.
a. Pemupukan Pemupukan diarahkan pada pemupukan lengkap dan berimbang. Jenis pupuk yang digunakan adalah ZA, SP – 36, KCl atau ZK pada daerah tembakau. Penggunaan jenis pupuk lain termasuk pupuk organik ataupun pupuk pelengkap cair harus berdasarkan saran dari P3GI dan rekomendasi dari Dinas Perkebunan. Dosis pemupukan yang digunakan menggunakan pedoman dosis pemupukan pada penyelenggaraan kebun tebu berdasarkan jenis tanah di lahan sawah dan lahan kering/tegal seperti terdapat pada tabel 18.
59 Tabel 18 Dosis Pemupukan pada Penanaman Tebu Dosis Pemupukan (Ku/Ha) No.
Jenis Tanah ZA
I.
II.
Lahan Sawah Aluvial 5–6 . Regosol 6–7 Mediteran 7–8 Latosol 6–7 Grumusol 7–8 Lahan Kering Aluvial 5–7 Regosol 6–8 Latosol 6–8 Grumusol 7–9 Mediteran 7–9 Podsolik Merah kuning 5 – 7
SP-36
KCl
0–2 1–2 1–3 1–3 2–3
0–1 1–2 1–3 1–3 1–3
0–2 1–2 1–3 2–3 1–3 4–6
0–1 1–2 1–3 1–3 1–2 2–4
Sumber : Juknis PPTJT/2004
Waktu pemupukan untuk masing-masing jenis pupuk sesuai dengan baku teknis pemupukan adalah untuk SP – 36 sebagai pupuk dasar diberikan satu hari sebelum tanam dengan dosis penuh. Pemupukan ZA dilakukan dua kali, untuk pemupukan ZA pertama diberikan saat tanaman berumur paling lambat 1 – 7 hari. Pemupukan ZA kedua diberikan saat tanaman berumur 30 – 40 hari atau sebulan setelah pemupukan ZA pertama. Sedangkan pupuk KCl atau ZK diberikan bersamaan dengan waktu pemupukan ZA pertama. Pupuk diberikan dengan cara menggunakan alat takar yang tepat sesuai dosis. Pupuk SP- 36 disebarkan merata di dasar juringan sedangkan pupuk lainnya ditugal. Pupuk KCl atau ZK diberikan bersama dengan pupuk ZA pertama dengan lubang pupuk yang letaknya berseberangan. Pada pemupukan kedua, ZA diberikan dalam satu lubang yang letaknya berseberangan dengan yang pertama. b. Pengaturan Kebutuhan Air Untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman tebu hendaknya dilakukan pengaturan kebutuhan air dan drainase untuk membuang air yang berlebihan. c. Pembersihan Tebu Jadah Pada umur dua bulan, apabila setelah tanam PC terdapat pertunasan tebu bekas dongkelan (tebu jadah), maka dilakukan pembersihan tanaman
60 tersebut dari petak kebun. Membiarkan, memasukkan dan memelihara tebu jadah berada dalam juringan akan mengurangi manfaat dan esensi pembongkaran ratoon. d. Pengendalian Gulma Sejak penanaman sampai tanaman berumur empat bulan hendaknya kebun bebas gulma. Pengendalian gulma secara manual dengan menyiang dilakukan tiga sampai empat kali dengan inteval waktu tiga mnggu. Pengendalian gulma secara kimiawi dengan mempergnakan herbisida harus mendapat rekomendasi dari P3GI.
Jadwal Kegiatan Bongkar Ratoon. Kelancaran dan ketertiban operasional kegiatan proyek akan sangat dipengaruhi oleh tertib jadwal pelaksanaan. Untuk itu dalam pelaksanaan kegiatan proyek perlu mendapat perhatian untuk menyesuaikan dengan pedoman/jadwal pelaksanaan kegiatan. Sebagai pedoman hendaknya memperhatikan jadwal pelaksanaan kegiaan bongkar ratoon (barchart).
Produktivitas Tebu pada PC Murni, Bongkar Ratoon dan Keprasan di Kebun TRIS
Jumlah Batang per Juring. Hasil pengujian terhadap peubah jumlah batang per juring menunjukkan berbeda nyata antara PC murni dengan tanaman keprasan. Pada tabel 13 dapat dilihat bahwa tanaman PC murni memiliki jumlah batang tertinggi. Meskipun PC bongkar ratoon juga lebih tinggi dari pada tanaman keprasan,tetapi hasil uji pada taraf 10% menunjukkan PC bongkar ratoon tidak berbeda nyata dengan tanaman keprasan. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan hara pada kebun PC murni yang masih tinggi dan faktor rotasi tanaman dengan tanaman palawija. Sedangkan pada bongkar ratoon, walaupun tanamannya merupakan tanaman pertama, tetapi ditanam pada lahan bekas tebu juga sehingga ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tebu lebih sedikit dibandingkan lahan bekas palawija atau yang lainnya.
61 Tabel 19 Jumlah Batang Per Juring pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS. Kategori Kebun
Jumlah Batang
PCM
62.00 b
BKR
61.57 a
KPRS
59.71 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Tinggi Batang. Secara garis besar, rata-rata tinggi batang tertinggi dihasilkan oleh tanaman PC murni, diikuti PC bongkar ratoon dan tinggi batang terendah pada tanaman keprasan. Hal ini juga bisa dilihat bahwa hasil uji menunjukkan berbeda nyata antara tinggi batang tanaman PC murni dan bongkar ratoon terhadap tanaman keprasan pada periode pertama dan ketiga. Tabel 20 Tinggi Batang pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS. Periode Pengamatan Kategori Kebun I
II
III
PCM
2.02 b
2.55 a
2.69 b
BKR
2.04 b
2.48 b
2.65 b
KPRS
1.89 a
2.56 a
2.55 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Bobot Batang per Meter. Hasil pengamatan terhadap bobot batang per meter tanaman, menunjukkan bahwa bobot tanaman keprasan tertinggi dibandingkan tanaman PC murni dan bongkar ratoon, meskipun hasil uji menunjukkan tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh kandungan serat yang lebih tinggi pada batang tanaman keprasan. Tingginya serat tersebut disebabkan pengaruh pertumbhan tunggul yang cenderung di atas permukaan tanah, sehingga sukulensinya kecil.
62 Tabel 21 Bobot Batang Per meter pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS. Periode Pengamatan Kategori Kebun I
II
III
PCM
0.39
0.42
0.44
BKR
0.39
0.42
0.44
KPRS
0.39
0.42
0.45
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Rendemen. Salah satu faktor yang mempebgaruhi produktivitas tanaman adalah rendemen yaitu nilai pol gula per kilogram tebu. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa tanaman PC murni berbeda nyata terhadap tanaman keprasan, meskipun hasil uji tidak menunjukkan beda nyata antara PC bongkar ratoon dan keprasan, tapi rendemen PC bongkar ratoon rata-rata lebih tinggi dari pada keprasan.Rendemen tertinggi dihasilkan oleh tanaman PC murni. Hal ini disebabkan oleh faktor nutrisi yang didapatkan tanaman PC murni lebih tinggi karena kesediaan unsur haranya juga lebih tinggi. Berbeda dengan PC bongkar ratoon yng menggunakan lahan bekas tanaman tebu, sehingga unsur hara esensial yang tersedia dalam tanah sudah terkuras oleh tanaman tebu sebelumnya. Tabel 22 Rendemen pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS. Periode Pengamatan Kategori Kebun I
II
III
PCM
4.38 b
5.38 b
5.68 b
BKR
4.21 a
4.98 a
5.48 a
KPRS
4.12 a
5.00 a
5.31 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Produktivitas Tebu pada PC Murni, Bongkar Ratoon dan Keprasan di Kebun TRIT
Jumlah Batang per Juring. Jumlah batang per juring pada kebun TRIT tidak sepadat TRIS. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lahan tegalan yang
63 digunakan adalah lahan yang berada pada ketinggian 1200 m dpl sehingga produktivitasnya menurun. Selain itu pada lahan sawah memungkinkan ketebalan solum yang lebih tinggi sehingga kedalaman akarpun lebih dalam. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah sistem pengolahan lahan. Pada lahan tegalan umumnya menggunakan traktor sehingga PKP-nya lebih kecil dan kedalaman antar juring juga kecil memungkinkan pertumbuhan akar yang terbatas. Hasil pengamatan jumlah batang perjuring menunjukkan bahwa tanaman PC bongkar ratoon berbeda nyata terhadap keprasan. Begitu juga dengan PC murni, berbeda nyata dengan keprasan. Sedangkan rata-rata jumlah batang PC bongkar ratoon lebih padat dibandingkan PC murni dan keprasan. Hal ini bisa terjadi karena faktor perawatan yang dilakukan petani. Tabel 23 Jumlah Batang Per Juring pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT. Kategori Kebun
Jumlah Batang
PCM
57.33 b
BKR
58.00 b
KPRS
54.67 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Tinggi Batang. Secara garis besar, rata-rata tinggi batang tertinggi dihasilkan oleh tanaman PC murni, diikuti tanaman keprasan dan tinggi batang terendah pada tanaman PC bongkar ratoon. Sedangkan berdasarkan hasil uji pada taraf 10% PC murni menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada periode pertama dan tidak berbeda nyata pada periode ketiga. Tabel 24 Tinggi Batang pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT. Periode Pengamatan Kategori Kebun I
II
III
PCM
2.37 b
2.50 a
2.75 a
BKR
2.15 a
2.61 b
2.65 a
KPRS
2.06 a
2.46 a
2.73 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
64 Bobot Batang per Meter. Hasil pengamatan terhadap bobot batang per meter tanaman, menunjukkan bahwa bobot tanaman pada masing-masing kategori kebun pada periode ketiga memiliki rataan yang sama. Akan tetapi terlihat bahwa perkembangan yang pesat dialami oleh tanaman PC bongkar ratoon, meskipun hasil uji menunjukkan tidak berbeda nyata. Jumlah dan perkembangan yang hampir sama tersebut disebabkan oleh kandungan serat yang tinggi pada batang tanaman keprasan walaupun pada umunya diameter batangnya paling kecil. Tingginya serat tersebut disebabkan pengaruh pertumbhan tunggul yang cenderung di atas permukaan tanah, sehingga sukulensinya kecil. Tabel 25 Bobot Batang Per meter pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT. Periode Pengamatan Kategori Kebun I
II
III
PCM
0.40
0.42
0.45
BKR
0.39
0.43
0.45
KPRS
0.40
0.42
0.45
Keterangan : Angka–angka pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Rendemen. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa rendemen tertinggi dihasilkan oleh tanaman PC murni, kemudian PC bongkar ratoon dan terendah pada tanaman keprasan. Hal ini disebabkan oleh faktor nutrisi yang didapatkan tanaman PC murni lebih tinggi karena kesediaan unsur haranya juga lebih tinggi. Berbeda dengan PC bongkar ratoon yng menggunakan lahan bekas tanaman tebu, sehingga unsur hara esensial yang tersedia dalam tanah sudah terkuras oleh tanaman tebu sebelumnya. Tabel 26 Rendemen pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT. Periode Pengamatan Kategori Kebun I
II
III
PCM
4.17 b
5.26 b
5.56 b
BKR
4.33 b
5.14 a
5.40 a
KPRS
3.96 a
4.98 a
5.36 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
65 Secara garis besar pengaruh penggantian varietas, produktivitas TRIS dan produktivitas TRIT dapat dilihat pada tabel rekapitulasi berikut. Tabel 27 Rekapitulasi Hasil Pengamatan di lapang. Kategori Jumlah Batang
Tinggi Batang Bobot Batang/Meter
Rendemen
TM
I
II
III
I
II
III
I
II
III
Varietas Ps 851 Ps 864 BL Ps 58
tn tn tn tn
* * tn tn
* tn tn tn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
* * * tn
* * * tn
* * * tn
TRIS
PCM BKR KPRS
* tn tn
* * tn
* tn *
* * tn
tn tn tn
tn tn tn
tn tn tn
* tn tn
* tn tn
* tn tn
TRIT
PCM BKR KPRS
* * tn
* tn tn
tn * tn
tn tn tn
tn tn tn
tn tn tn
tn tn tn
* * tn
* tn tn
* tn tn
Keterangan : TM : taksasi Maret, PCM : PC Murni, BKR : bongkar ratoon, KPRS : keprasan * : berbeda nyata pada uji t tn : tidak berbeda nyata
66 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kegiatan magang yang dilakukan di PTPN X PG Tjoekir Jombang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat melaksanakan kegiatan lapangan secara langsung sehingga memberikan kesempatan untuk dapat memahami proses kerja secara nyata. Mahasiswa juga memperoleh kesempatan untuk membandingkan antara ilmu yang didapat di bangku kuliah dengan proses kerja langsung di lapang. Peningkatan produksi tebu dipengaruhi oleh banyak faktor beberapa diantaranya adalah jenis dan mutu bibit. Bibit varietas baru seperti Ps 851, Ps 864 dan BL menunjukkan hasil produksi lebih tinggi daripada varietas lama, dalam hal ini Ps 58 yang pada masa kejayaannya dahulu pernah menghasilkan produksi yang tinggi pula. Varietas lama mengalami penurunan karena salah satunya terjadi perubahan genetik pada saat proses duplikasi sel akibat penyetekan batang secara terus-menerus. Pelaksanaan bongkar ratoon belum tampak pengaruhnya terhadap hasil, karena jika dibandingkan dengan produksi tanaman keprasan peningkatannya tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh lahan yang digunakan adalah eks tanaman tebu juga sehingga unsur hara yang dibutuhkan tebu sudah banyak terserap oleh tanaman tebu sebelumnya yang cenderung sudah dikepras berulang kali. Berbeda dengan tanaman
PC murni yang lahannya bekas sawah atau
palawija sehingga keadaan tanahnya masih baik.
Saran
Perlu diadakan rotasi tanaman pada lahan yang sudah berulang kali ditanami tebu. Perlu adanya koordinasi antara PG, petani dan aparat pemerintah setempat untuk mengaktifkan kembali sistem glebagan. Selain itu penggunaan pupuk berimbang juga perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan unsur hara.
67 DAFTAR PUSTAKA
Adesewojo, R. Sodo. 1989. Bercocok Tanam Tebu (Saccarum officinarum L.). PT. Bale Bandung. Bandung. 100 hal. Davies, N. 1990. Sugarcane, p. 65 – 71. In Speedly, Andrew (Eds). Developing World, Agriculture. Grosvenor Press International. London. Murwandono dan I. Subagyo. 1991. Usaha Menaikkan Produksi Tebu Keprasan di Lahan Kering Cawming dengan Cara Pengelolaan Khusus. Berita P3GI. 5 : 1 – 5. Ochse, J. J, M. J. Soule, M. J. Dijkman and C. Wehlburk.1961. Tropical and Subtropical Agriculture. Vol III. The MacMillian Company. New York. 1446 p. Sastrahidajat, I. R dan Soemarsono. 1991. Budidaya Berbagai Jenis Tanaman Tropika. Faperta Unibraw. Malang. 524 hal. Soebroto, RSH. 1983. Tebu Rakyat. Terate. Bandung. 39 hal. Sudarjanto, A dan Mulyatmo. 1997. Putus Akar dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Keprasan Tebu Varietas PS 80-1007 dan PS 82-3605. Majalah Penelitian Gula. XXXIII : 57 – 60. Williams, C. N. 1979. The Agronomy of the Major Tropical Crops. Oxford University Press. Kuala Lumpur. 228 p. Tim Penulis. 2003. Petunjuk Teknis Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur. Dinas Perkebunan Jawa Timur. Ui Chanco, L. B. 1962. Field Crops. College of Agriculture University of the Philippines. 921 p.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi Pabrik Gula Tjoekir ADMINISTRATUR
KABAG. TANAMAN
SKK RAYON I
SKW
SKK RAYON II/LITBANG SKK RAYON III/T&A
SKW
SKW LITBANG
SKW
TU WIL
TU .WIL
NPP
JR. GBR
JR GBR
LAB. HAMA
JR GBR
Co. PTRI
Co. PTRI
BIBITAN& CONTOH
Co. PTRI
PTRI
Kbn, Percb
PTRI
PTRI
Plyn. Kntor
TU Sentral
TU WIL
CT
Co.PTA
PJ.Bkr Teb. Serba Guna TU T&A
PTA
Petugas PUKK
KABAG. INSTALASI
KABAG. PENGOLAHAN
ST. UMUM
AJUNCT F. C.
RC.PPAB
ST. KETEL
CHEMIKER
PPAB
OPZ. PABRIKASI
GUD. MATERIAL
ST TENGAH
ST. GILINGAN
ST. LISTRIK
ST. PUTERAN
KENDR/REMISE
GUD. GULA
KABAG. A.K & U.
RC. PEMBUKUAN
PEMBUKUAN
K.V.A.
P.D.E.
TU HASIL
RC.SEKUM
RC.HAK/UMUM
PTK
POLIKLINIK
KADISKAM
Lampiran 2 Struktur Organisasi Bagian Tanaman PG Tjoekir KEPALA TANAMAN
SKK RAYON I
SKW
SKW
SKK RAYON II/LITBANG
SKW
SKW
GUDO
NGORO
JOGOROTO
MOJOAGUNG
TU WIL.
TU WIL.
TU WIL.
TU WIL.
JR. GBR
JR. GBR
JR. GBR
JR. GBR
LITBANG
NPP
SKW
SKK RAYON III/T&A
SKW
SKW
CT
DIWEK
MOJOWARNO
BARENG
WONOSALAM
TEBANG ANGKUT
TU WIL.
TU WIL.
TU WIL.
TU WIL.
KOORDINATOR PTA
JR.GBR
JR. GBR
JR. GBR
JR. GBR.
Pngg.Jwb.Bkr Teb. Serba Guna
Co. PTRI
Co. PTRI
Co. PTRI
Co. PTRI
LAB. HAMA
BIBITAN & CONTOH Co. PTRI
Co.PTRI
Co. PTRI
Co. PTRI
TU Tebang Angkut
KBN. PERCB PTRI
PTRI
PTRI
PTRI
PTRI
PTRI
PTRI
PTRI
Pengawas T & A
Pely. Kantor
TU SENTRAL
Petugas PUKK
Lampiran 3 Data Curah Hujan Tahun 1990 – 2001
BLN
1990 HH CH
1991 HH CH
1992 HH CH
1993 HH CH
1994 HH CH
1995 HH CH
1996 HH CH
HH
1997 CH
Jan
22
349
22
646
22
628
19
367
21
327
19
493
21
512
11
435
10
382
9
Feb
15
278
18
517
14
403
13
213
15
457
20
491
13
427
15
1084
17
742
Mar
10
119
9
199
14
346
8
199
20
485
18
428
10
310
4
70
10
Apr
7
95
14
302
13
276
11
174
4
55
9
137
5
405
5
125
Mei
9
149
2
20
5
121
6
109
0
0
4
47
2
20
4
Juni
4
51
1
15
3
40
4
36
1
70
7
174
2
59
Juli
2
50
2
2
2
39
1
21
0
0
2
8
1
Agt
1
7
1
6
1
41
1
20
0
0
0
0
Sept
0
0
0
0
4
44
0
0
0
0
0
Okt
1
15
0
0
4
100
1
14
0
0
Nov
4
45
8
175
10
170
7
115
5
Des
17
370
15
157
14
422
11
253
Jml
92
1528
92
2039
106
2630
82
1521
Sumber : litbang-data/data/data hh & ch 90-01
1998 HH CH
1999 HH CH
2000 HH CH
2001 HH CH
558
17
435
10
602
10
280
10
360
9
244
428
13
273
8
350
9
610
10
266
8
190
11
320
6
409
60
3
63
1
60
5
92
3
145
0
0
3
65
3
28
2
35
3
115
5
0
0
5
105
0
0
2
54
1
20
1
60
0
0
1
10
3
24
1
5
0
0
0
1
50
0
0
3
20
0
0
1
10
0
0
3
35
5
65
0
0
7
228
7
250
3
49
5
182
250
19
428
13
525
0
0
9
261
11
330
11
510
6
79
13
267
13
356
9
395
9
445
13
955
9
220
6
189
5
161
79
1911
114
2597
83
2833
48
2219
91
3525
74
2213
77
2409
57
2567
Lampiran 5 Barchart Rencana Pelaksanaan Bongkar Ratoon
Tahun 2004/bulan No
Kegiatan Juni Juli
1.
Sept Okt Nov Des
Pembongkaran eks tanaman tebu giling (ratoon)/KTG Bongkar lahan (secara mekanis)
x
x
x
x
Penanaman bibit
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Pemupukan atau pemeliharaan kebun
2.
Agt
Perbaikan saluran irigasi sederhana Perbaikan got
x
Sumber : Juknis Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur 2004
x
x
x
Lampiran 6 Anggaran Biaya Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur 2004
Kegiatan
Program Bongkar Ratoon Penyelenggaraan KBI Penyelenggaraan KBD Jasa (Kerjasama Petani dan PG) Penyelenggaraan KBD PG Total Sumber : Selayang Pandang PG Tjoekir 2005
Luas (ha)
Biaya (Rp/ha)
Jumlah (Rp)
500,0
1.950.000
975.000.000
9,7
5.900.000
57.471.900
100,0
5.900.000
590.000.000
18,0
5.900.000
106.000.000 1.728.471.900
Lampiran 4 Gambar Kegiatan Pengelolaan Tebu di PG Tjoekir
Gb. 1 Pemotongan dan Sortasi bibit
Gb. 2 Persiapan lahan sistem Reynoso
Gb. 3 Pengendalian Gulma dengan Herbisida
Gb. 4.Penyiangan gulma (manual)
Gb. 5 Pengendalian hama dengan pias Trichograma sp
.
Gb. 6 Pengolahan lahan Secara mekanis di lahan tegalan
Gb. 7 Pembongkaran ratoon
Gb. 11 Penjelasan tebu MBS
Gb. 12 Penimbangan tebu setelah tebang
Gb. 8 Tanaman keprasan
Gb. 13 Pembongkaran tebu sebelun giling
Gb. 9 Pengukuran tinggi batang untuk taksasi maret
Gb. 14 Kegiatan operasi pasar
Gb. 10 Analisis pendahuluan
Gb. 15 Blotong