i
PENGELOLAAN PENYADAPAN TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell-Arg) DI PERKEBUNAN KARET GURACH BATU ESTATE PT BAKRIE SUMATERA PLANTATION Tbk, ASAHAN, SUMATERA UTARA
AWLIYA RAHMI ARJA A24120155
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Penyadapan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) di Perkebunan Karet Gurach Batu Estate PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2016 Awliya Rahmi Arja A24120155
iii
ABSTRAK AWLIYA RAHMI ARJA. Pengelolaan Penyadapan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) di Perkebunan Karet Gurach Batu Estate PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara. Dibimbing oleh SUPIJATNO. Kegiatan magang ini dilaksanakan di Divisi IV Gurach Batu Estate, PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Sumatera Utara sejak Februari 2016 sampai Juni 2016. Tujuan pelaksanaan magang adalah mempelajari dan melakukan kegiatan penyadapan karet untuk meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial secara langsung di lapangan. Penyadapan adalah kegiatan utama pada perkebunan karet, maka harus dilakukan dengan manajemen yang baik. Penyadapan di GBE belum sesuai dengan standar perusahaan namun masih dalam rentang yang dapat ditoleransi. Rata-rata ketebalan pemakaian kulit sadap ada frekuensi sadap d/4 dan d/3 adalah 1,3 mm dan 1,6 mm. Rata–rata kedalaman irisan sadap pada sadapan d/4 adalah 2,5 mm dan pada sadapan d/3 0,9 mm. Produksi latek oleh penyadap kelas A lebih banyak dibanding kelas B, dan pemakaian kulit oleh kelas A lebih sedikit dibanding kelas B. Kecepatan menyadap kelas A dan kelas B tidak berbeda nyata yaitu sekitar 16,17 detik pohon-1 dan 17,97 detik pohon-1. Aplikasi zat stimulan yang dilakukan di Divisi IV GBE telah sesuai dengan aturan dan standar perusahaan. Persentase serangan KAS pada klon RRIM 921, PB 260 dan IRR 118 adalah 6,6%, 7,5%, dan 5,75%. Sebaiknya dilakukan penanganan yang lebih serius terhadap serangan KAS di GBE karena tingkat serangan tergolong tinggi. Pengawasan sadapan pada panel B sebaiknya lebih diperhatikan. Kata kunci: karet, penyadapan, stimulan ABSTRACT AWLIYA RAHMI ARJA. Rubber tapping system (Hevea brasiliensis MuellArg.) at Gurach Batu Estate PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara. Supervised by SUPIJATNO. The internship program was conducted at Gurach Batu Estate PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, North Sumatera began from Februari 2016 until June 2016. This internship was aimed to analyze rubber tapping system directly at the field so could improve the technical and management skill. Tapping was a main aspect in rubber plantation so it must be well managed and controlled. Tapping in GBE was not complify to company standard but still in tolerate range. Bark consumption of d/3 and d/4 tapping frequency were 1,3 mm and 1,6 mm and its tapping depth were 2,5 mm and 0,9 mm, both are out of company standard range. Latex production by A class tapper was higher than B class tapper and monthly bark consumption by A class tapper was lower than B class tapper. Tapping speed between A class tapper and B class tapper was not significantly different, it’s around 16,17 second tree -1 and 17,97 second tree-1. Stimulant application in GBE is complify to company standard. Tapping Panel Dryness (TPD) disease in clone RRIM 921, PB 260 and IRR 118 are 6,6%, 7,5%, and 5,75%. There should be a serious effort to handle TPD because the precentage of disease was high. Tapping supervision in Panel B should be done better. Keywords: rubber,stimulant,tapping,
PENGELOLAAN PENYADAPAN TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell-Arg) DI PERKEBUNAN KARET GURACH BATU ESTATE PT BAKRIE SUMATERA PLANTATION Tbk, ASAHAN, SUMATERA UTARA
AWLIYA RAHMI ARJA A241120155
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul Pengelolaan Penyadapan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) di Perkebunan Karet Gurach Batu Estate PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara berdasarkan penelitian dan kegiatan magang yang telah dilakukan sejak Februari sampai Juni 2016. Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Supijatno, M.Si, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam menyelesaikan usulan penelitian ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ahmad Junaedi, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik, Bapak Dr.Ir. Sudradjat, MS. dan Ibu Dr. Ir. Faiza C. Suwarno MS. selaku dosen penguji. Terima kasih kepada seluruh Bapak Ibu dosen Agronomi dan Hortikultura yang telah mengajarkan dan membagi ilmunya kepada saya. Terima kasih kepada manajer Gurach Batu Estate bapak Ir. Adni Said, asisten Divisi IV GBE bapak Hari Pramono S.P., dan karyawan GBE yang telah membantu kelancaran kegiatan magang dan pegambilan data untuk skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ama, adik-adik, seluruh keluarga, serta sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih. Bogor, November 2016
Awliya Rahmi Arja
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Botani Karet Penyadapan Konsumsi Kulit Sadapan Tenaga Kerja Penyadapan Aplikasi Zat Stimulansia Kering Alur Sadap METODE MAGANG Tempat dan Waktu Penelitian Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data Analisis Data KEADAAN UMUM Letak Geografis dan Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah Luas Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan Keadaan Tanaman dan Produksi Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknis Aspek Manajerial Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
viii viii viii 1 1 2 2 2 3 3 4 4 5 5 5 5 6 7 7 7 8 8 9 11 12 12 22 24 26 26 27 27 31 40
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Luas areal konsesi dan tata guna lahan Gurach Batu Estate Luas areal TBM dan TM karet Divisi IV GBE berdasarkan tahun tanam Produksi dan produktivitas karet GBE tahun 2011-2015 Rincian jumlah tenaga kerja aktif di kebun Gurach Batu Estate Jumlah borongan penyadap pada setiap panel Pengelolaan dan perencanaan bidang sadapan PT BSP Kondisi kulit sadapan berdasarkan frekuensi penyadapan Kondisi kulit sadapan berdasarkan panel sadap Kecepatan sadap, pemakaian kulit, dan hasil sadapan penyadap berdasarkan kelas 10 Warna kapur inspeksi 11 Tanda inspeksi penyadapan yang digunakan di PT BSP
8 9 10 11 16 17 17 18 19 21 22
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Produksi karet kering bulanan Gurach Batu Estate tahun 2014-2016 Bibit APM yang sudah diberi kapur Penandaan tanaman yang terserang JAP dan gejalanya Garis penuntun bukaan sadap tanaman karet Penandaan batas hanca, tapping area, dan blok Respon produksi lateks setelah aplikasi stimulan Persentase tanaman terserang KAS pada beberapa klon tahun 2016 Tanaman yang terserang Kering Alur Sadap (KAS) dan bark nekrosis Alat dan pelaksanaan inspeksi sadapan
10 13 14 15 16 19 20 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Jurnal kegiatan sebagai karyawan harian lepas Jurnal kegiatan sebagai pendamping mandor dan krani Jurnal kegiatan sebagai pendamping asisten Peta kebun Gurach Batu Estate Tabel curah hujan di GBE tahun 2006-2015 Struktur organisasi kebun Gurach Batu Estate
31 33 35 37 38 39
PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam adalah salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia yang diproduksi tanaman karet (Hevea brasiliesis Muell-Arg). Ekspor karet merupakan salah satu sektor yang selama ini menopang perekonomian Indonesia pasca krisis 1998. Data BPS (2014) menyebutkan bahwa pada tahun 2013 volume ekspor karet alam Indonesia mencapai 2.590.200 ton dengan total nilai ekspor sebesar US$6,6 milyar. Ekspor karet Indonesia masih dalam bentuk karet remah. Sekitar 85,96% produksi karet alam Indonesia diekspor ke mancanegara dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi dalam negeri. Pemenuhan kebutuhan karet dunia sebagian telah tergantikan oleh karet sintetik. Adanya karet sintetik tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran karet alam. Beberapa kelebihan karet alam yang tidak dapat dipenuhi oleh karet sintetik adalah elastisitas yang tinggi dan daya lenting sempurna, daya aus yang tinggi, tidak mudah panas dan tahan terhadap keretakan. Tahun 2012 Indonesia memiliki perkebunan karet seluas 3.506.201 ha dengan produksi mencapai 3.012.254 ton dan produktivitas 1.073 kg karet kering ha-1 (Ditjenbun, 2014). Perkebunan karet ini sebagian besar adalah perkebunan rakyat yaitu 85,06%, perkebunan besar milik swasta 7,9% dan perkebunan milik negara sebesar 6,95%. Perkebunan karet Indonesia masih jauh lebih luas dibandingkan lahan karet Malaysia dan Thailand namun produksi karet Indonesia masih di bawah negara-negara tersebut. Luas perkebuan karet Malaysia adalah 1.048.000 ha dengan produktivitas 1.494 kg ha-1 dan luas perkebunan karet Thailand sebesar 2.760.000 ha dengan produktivitas 1.800 kg ha -1(ANRPC, 2011). Kuantitas dan kualitas sadapan di perkebunan karet Indonesia masih rendah, kebun tidak terawat, dan petani karet memiliki pendapatan yang kecil (Kemenperin, 2014). Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya produksi karet Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain: teknik budidaya yang kurang tepat, sistem eksploitasi atau manajemen teknis penyadapan yang belum efisien, penyakit akar dan kering alur sadap yang belum dapat teratasi, dan masih kurangnya pengembangan klon unggul yang tahan penyakit. Pelaksanaan teknis penyadapan karet akan berkaitan dengan produktivitas tanaman, umur ekonomis tanaman dan perencanaan produksi untuk periode mendatang. Manajemen penyadapan dapat dilakukan dengan memperhatikan konsumsi kulit sadap, keterampilan tenaga kerja penyadap, dan penggunaan aplikasi zat stimulansia. Konsumsi kulit akan dipengaruhi oleh frekuensi atau intensitas penyadapan, kedalaman irisan, ketebalan irisan dan waktu penyadapan. Bila faktor-faktor tersebut dikombinasikan dengan baik dan dirumuskan dalam bentuk notasi atau sistem eksploitasi yang benar maka akan dapat meningkatkan produktivitas tanaman karet. Tenaga kerja penyadapan pada kelas berbeda memiliki tingkat keterampilan yang berbeda, sehingga jumlah produksi lateks yang dihasilkan juga berbeda (Robianto, 2013). Perkebunan karet Dolok Ulu PT BSRE menempatkan kelas penyadap pada sistem sadap yang berbeda karena akan mempengaruhi produksi dan pemakaian kulit sadapan. Penyadap Kelas A ditempatkan pada sadap tarik ½ S d/3 dan penyadap junior pada sistem sadap
2
sorong ¼ S d/3. Hal ini ditetapkan berdasarkan produksi cuplump yang dihasilkan (Wiguna, 2014) Harga karet di pasaran dunia (SIR 20) selama 2015 hanya USD 1,2 kg -1 sedangkan harga di tingkat petani adalah Rp4.000,00-Rp5.500,00 kg-1 karet kering. Harga ini adalah harga paling rendah selama satu dekade terakhir (Gapkindo, 2015). Harga karet 2016 mulai sedikit meningkat yaitu sekitar Rp7.000,00 kg-1 karet kering di tingkat petani (Gapkindo, 2016). Melihat harga karet yang merosot belakangan ini memang tidak dapat dihindari namun harus dihadapi dengan pengaturan manajemen penyadapan yang lebih efisien agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih banyak. Apabila kondisi ini dihadapi dengan gegabah tanpa perencanaan yang jelas maka hanya akan menambah kerugian. Penyadapan yang dilakukan sistem eksploitasi tinggi dan aplikasi zat stimulansia akan menyebabkan tingginya penyakit kering alur sadap. Penyadapan yang dilakukan sembarangan akan menghambat peremajaan kulit sadap (Obuayeba et al., 2009). Menjalankan manajemen penyadapan yang baik akan menjaga kontinuitas produksi karet dan meningkatkan produksi karet pada periode puncaknya. Selain itu, tanaman karet adalah tanaman perkebunan yang umur ekonomisnya cukup panjang mencapai 20 tahun. Harga yang merosot selama dua tahun terakhir seharusnya tidak lantas menyurutkan semangat karena masih akan tertutupi dengan masa produksi yang panjang. Seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi masih ada kemungkinan dan peluang bahwa dalam setahun atau dua tahun ke depan harga karet akan kembali membaik. Tujuan Pelaksanaan magang secara umum bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan teknis dan manajerial tentang penyadapan karet secara langsung di lapangan. Tujuan magang secara khusus adalah mempelajari dan mengetahui sistem penyadapan tanaman karet di perkebunan karet Gurach Batu Esatate PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara. Setelah mengikuti pekerjaan sesuai dengan prosedur, dapat meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial secara langsung di lapangan.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Karet Karet adalah tanaman yang berasal dari wilayah Amerika yang beriklim tropis, karet bisa tumbuh di Indonesia yang juga beriklim tropis. Karet merupakan tanaman dataran rendah dengan ketinggian 0-400 m dpl. Karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Kulit batang karet mengandung getah yang disebut lateks. Getah inilah yang dipanen dari tanaman karet dangan cara penyadapan (Siregar dan Suhendry, 2013). Tanaman karet dapat disadap mulai umur 5-6 tahun. Produktivitas lateks umumnya akan semakin meningkat sesuai dengan pertambahan umur tanaman. Tahun-tahun awal sejak mulai disadap produksi karet biasanya hanya 100-1.000
3
kg karet kering ha-1 tahun-1. Produksi tersebut akan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada tahun ke-8 sebesar 2.000 kg karet kering ha-1 tahun-1. Setelah itu, produksi akan terus menurun sampai diremajakan (Setiawan dan Andoko, 2005). Penyadapan Produksi lateks dari tanaman karet selain ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen penyadapan. Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai minimum 45 cm dan 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut maka areal pertanaman sudah siap dipanen. Menurut Balitsembawa (2006), beberapa hal yang perlu diperhatikan saat awal membuka bidang sadap adalah: Peralihan tanaman dari TMB ke TM, apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang sehat dan baik maka tanaman karet akan memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5–6 tahun. Tinggi bukaan sadap,tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke bawah (Downward tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping system,UTS) adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah. Waktu bukaan sadap, Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu pada permulaan musim hujan (Juni) dan permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan Oktober). Oleh karena itu, tidak semua tanaman yang sudah matang sadap lalu langsung disadap. Kemiringan irisan sadap, permulaan sadapan dimulai dengan sudut kemiringan sebesar 40° dari garis horizontal. Besar sudut irisan akan semakin mengecil hingga 30° bila mendekati pertautan bekas okulasi. Jika menggunakan sistem sadapan ke atas maka sudut irisan akan semakin membesar. Prinsip penyadapan adalah mengeluarkan getah karet (lateks) dengan melukai kulit batang tanaman karet secara terukur dan terbatas. Penyadapan pada batang utama bertujuan untuk pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks di kulit pohon. Pembuluh lateks yang dilukai akan pulih kembali dalam rentang waktu tertentu sehingga dapat dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya Keluarnya lateks karena adanya tekanan pada pembuluh lateks dari tekanan turgor sel. Semakin banyak isi sel semakin besar tekanan tugor pada dinding sel. Tekanan turgor paling besar pada tanaman karet terjadi sekitar pukul 04.00-08.00 pagi (Rodrigo, 2010). Penyadapan dianjurkan untuk dilaksanakan pada rentang waktu tersebut. Penyadapan memberikan pengaruh besar terhadap konsentrasi karbohidrat pada batang tanaman. Konsentrasinya lebih tinggi dibanding pada pohon karet yang tidak disadap. Regenerasi dan biosintesis lateks memerlukan karbohidrat sebagai substrat dan sumber energi metabolik mengingat bahwa penyadapan adalah sebagai sink tambahan yang mengalihkan atau membelokkan karbohidrat dari fungsi normalnya (Silpi et al., 2007). Konsumsi Kulit Sadapan Konsumsi kulit sadapan akan menentukan umur produksi tanaman. Selain frekuensi sadap yang digunakan, standar pemakaian kulit juga mempengaruhi
4
konsumsi kulit sadap. Kedalaman sadap yang tidak sesuai (lebih dalam) dari yang dianjurkan menyebabkan semakin tipisnya kulit yang tersisa dan semakin besar resiko luka kayu yang akan mengakibatkan semakin tipisnya kulit pulihan yang terbentuk sehingga menyulitkan dalam kegiatan penyadapan selanjutnya (Kiswara, 2007). Sekitar awal tahun 2000-an ditemukan stimulan untuk meningkatkan produksi lateks. Aplikasi stimulan ini dapat meningkatkan produktivitas lateks dan mengurangi tenaga kerja penyadapan namun tidak semua klon karet dapat diaplikasikan stimulan (Soumahin et al., 2009). Konsumsi kulit per bulan atau per tahun ditentukan oleh rumus sadap atau notasi sadap yang digunakan. Contoh rumus sadap untuk sistem eksploitasi konvensional yaitu ½ S, d/2, 100%. Maksudnya adalah penyadapan pada setengah lingkaran batang dua hari sekali dengan intensitas 100%. Rumus tersebut berarti setiap bulan kulit yang tersadap adalah 2,5 cm, 10 cm/4 bulan, atau 30 cm/tahun (Siregar dan Suhendry, 2013). Contoh rumus sadap sistem sadap menggunakan stimulan yaitu ½ S d/3+ET 2,5%. Ga 0,5 (-) 9/y (3w). Artinya sadap setengah spiral sekali dalam tiga hari menggunakan stimulan etefon 2,5%, dengan sistem groove application yang dilakukan sembilan kali dalam setahun dan interval pemberian setiap tiga minggu sekali (Priwanto, 2009) Double Cut Alternative (DCA) adalah sistem penyadapan yang dilakukan dengan membuka sadapan di kedua sisi bersamaan, sadap atas dan sadap bawah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa DCA tidak memberikan dampak yang nyata terhadap pertumbuhan dan lingkar batang namun memingkatkan konsumsi kulit sadapan sebesar 13-19%. DCA juga meningkatkan produktivitas tenaga penyadap dan efisien tanpa zat stimulansia (Sdoodee et al., 2012). Tenaga Kerja Penyadapan Selain tanaman sebagai modal dalam produksi, tenaga kerja juga merupakan faktor yang tidak bisa lepas dari kegiatan produksi. Kelas sadap seorang penyadap dipengaruhi oleh pengalaman menyadap. Penentuan kelas biasanya dilakukan oleh mandor sadap berdasarkan kualitas sadapan sesuai dengan petunjuk dari perusahaan. Hal-hal yang dinilai dalam penentuan kelas sadap antara lain kedalaman sadap, tebal kulit sadapan, sudut sadapan, kelengkapan alat sadap, serta ada dan tidaknya tanaman yang tidak disadap atau lateks yang tidak dikutip. Secara umum, semakin lama pengalaman menyadap maka kemampuan manyadap (kelas sadap) semakin baik (Robianto, 2013). Menurut Asim (2012) faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap produksi lateks yang dihasilkan dari penyadapan. Penyadapan dengan intensitas rendah dengan aplikasi zat stimulansia dapat menurunkan kebutuhan jumlah tenaga kerja sadap sampai 33% (Soumahin, 2009). Hal ini diukur dengan margin keuntungan yang masih positif setelah diperhitungkan dengan jumlah produksi, harga karet, upah tenaga kerja dan dosis zat stimulansianya. Aplikasi Zat Stimulansia Stimulansia adalah zat yang digunakan untuk memacu gas etilen pada tanaman karet sehingga lateks mengalir lebih banyak. Bahan aktif yang digunakan biasanya adalah etefon yang dioleskan pada bidang sadap. Stimulasi penyadapan
5
menggunakan etilen meningkatkan produksi lateks beberapa gram per penyadapan pada tanaman karet tidak ada perbedaan produksi lateks kumulatif dibandingkan dengan penyadapan konvensional. Kadar karet kering (KKK) lateks pada pohon yang beri zat stimulansia secara terus menerus akan lebih rendah 4-5% dibandingkan dengan yang tidak diberi zat stimulansia (Sainoi dan Sdoodee, 2012). Kering Alur Sadap Kering alur sadap (KAS) atau dikenal dengan istilah kulit dalam cokelat (bruine binnenbast atau brown bark atau bark dryness atau brown bast) yang sering disingkat menjadi BB merupakan penyakit yang sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab utamanya. Penyakit ini telah diketahui sejak awal budidaya karet dilakukan dan akhir-akhir ini mulai menimbulkan masalah serius di beberapa negara penghasil karet alam (Fairuzah, 2011). KAS mulai dilaporkan pertama kali di Brazil tahun 1990, terdapat 35 artikel mengenai KAS sampai tahun 1930 dan 327 artikel sejak tahun 1940-2004 (Jacob dan Krishakumar, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa serangan KAS sudah terjadi sejak lama dan tersebar luas pada budidaya karet dunia. Menurut Sumarmadji (2005), KAS disebabkan karena tanaman disadap dengan intensitas tinggi (over eksploitasi) ataupun pemberian stimulansia yang berlebihan tanpa disertai pemupukan. Tanaman yang berumur lebih tua sering dilaporkan mengalami KAS lebih tinggi dikarenakan adanya interaksi dengan tingkat eksploitasi yang lebih tinggi.
METODE MAGANG Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan magang ini dilaksanakan di perkebunan karet Gurach Batu Estate PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara. Magang dilakukan selama empat bulan dimulai dari Februari 2016 sampai dengan Juni 2016. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang dilaksanakan dengan mengikuti serangkaian kegiatan teknis dan manajerial secara umum di perkebunan karet Gurach Batu Estate PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara. Kegiatan yang dilaksanakan adalah kegiatan teknis sebagai karyawan harian lepas selama 1,5 bulan dan kegiatan manajerial sebagai pendamping mandor selama 1,5 bulan serta sebagai pendamping asisten sub-divisi selama satu bulan. Kegiatan teknis yang dilaksanakan sebagai Karyawan Harian Lepas (KHL) adalah kegiatan persiapan penyadapan, pemeliharaan TBM dan TM, pengendalian gulma dan penyakit, aplikasi zat stimulansia, penyadapan, pengumpulan lateks dan penimbangan hasil. Kegiatan persiapan penyadapan meliputi sensus pokok, penggambaran bidang sadap, pemasangan alat sadapan, pembagian hanca, dan pembukaan sadapan awal. Rincian kegiatan sebagai KHL dapat dilihat pada Lampiran 1. Kegiatan manajerial yang dilaksanakan sebagai pendamping mandor sadap dan perawatan adalah mengawasi kegiatan kerja, mengecek kehadiran
6
karyawan, dan membuat laporan realisasi pekerjaan harian. Kegiatan sebagai pendamping mandor dapat dilihat pada Lampiran 2. Kegiatan sebagai pendamping asisten meliputi kegiatan rutin briefing pag membahas permasalahan teknis dikebun, rapat bersama staf, kontrol dan pengawasan penyadapan. Rincian kegiatan sebagai pendamping asisten dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengamatan dan Pengumpulan Data Data Primer 1. Kondisi Kulit Sadapan Data diperoleh dengan mengamati tiga orang tenaga kerja penyadap pada 20 tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada frekuensi penyadapan tiga hari sekali (d/3) dan empat hari sekali (d/4), sadapan Panel A dan Panel B. Pengamatan diulang tiga kali (tiga hari berturut-turut). Parameter kondisi sadapan yang diamati adalah : a. Tinggi alur sadap. Diperoleh dengan mengukur tinggi bukaan alur sadap dari permukaan menggunakan meteran diukur dari tautan okulasi. b. Lingkar batang. Diperoleh dengan mengukur lilit batang yang diukur 100 cm dari tautan okulasi. c. Konsumsi kulit sadapan. Diperoleh dengan mengukur tebal kulit yang disadap pada hari itu (tatal) menggunakan penggaris. d. Kedalaman irisan sadapan dari lapisan kambium. Diperoleh dengan mengukur dalamnya sadapan dengan menusuk kulit sisa sadapan menggunakan alat tusuk berupa jarum inspeksi dengan skala. Pengamatan tebal irisan sadap dan kedalaman sadap diukur pada tiga titik yaitu : bagian atas, tengah, dan bawah pada bidang sadapan. 2. Tenaga Kerja Sadap Pengamatan dilakukan pada masing-masing kelas penyadap(Kelas A dan Kelas B) yang telah ditentukan oleh perusahaan. Ada lima orang penyadap yang diamati pada masing masing kelas. Hal yang diamati mengenai tenaga kerja penyadapan adalah: a. Jumlah pohon yang dapat disadap: menghitung jumlah pohon yang dapat disadap per hanca sadap oleh penyadap dalam satu hari. b. Pemakaian kulit sadapan: pengamatan dilakukan pada 10 pohon yang disadap oleh masing-masing penyadap pada gilir sadap tertentu. Data hasil pemakaian kulit sadap diukur menggunakan penggaris setelah pohon tersebut disadap 10 kali. c. Kecepatan menyadap: data kecepatan menyadap diukur dari waktu yang diperlukan oleh masing-masing penyadap menyelesaikan penyadapan 30 pohon. d. Hasil sadapan: menghitung jumlah lateks yang dapat dihasilkan oleh masing-masing penyadap dalam satu hari. 3. Aplikasi zat stimulansia Beberapa hal yang diamati mengenai aplikasi zat stimulansia adalah waktu aplikasi, dosis, konsentrasi (pengenceran), cara aplikasi, frekuensi aplikasi, zat stimulansia yang dipakai (bahan aktif dan merek dagang). Data akan dibandingkan apakah data yang diperoleh di lapangan sesuai dengan aturan dan
7
standar yang telah ditetapkan perusahaan. Pengamatan juga dilakukan terhadap respon hasil produksi lateks setelah aplikasi stimulan pada klon yang ada di Divisi IV GBE. 4. Persentase tanaman yang terserang Kering Alur Sadap (KAS) Tanaman yang terserang Kering Alur Sadap (KAS) di kebun diamati secara visual. Pengamatan dilakukan pada tanaman yang bidang sadapannya Panel A, Panel B dan Panel H. Tanaman sampel yang akan diamati adalah 200 tanaman dari tiap blok yang ditentukan secara acak. Pengamatan dilakukan pada tanaman dengan klon PB 260, RRIM 921, dan IRR 118. Jumlah tanaman yang terserang KAS dipresentasekan lalu dikalikan dengan jumlah tanaman pada blok tersebut. Data Sekunder a. Produktivitas tanaman Data diperoleh dari laporan tahunan perusahaan tentang produksi dan produktivitas tanaman selama tahun 2015. b. Keadaan tanaman dan produksi Menganalisis arsip blok tanaman, tahun penanaman, dan klon yang ditanam di perkebunan karet Gurach Batu Estate PT BSP . c. Kelas penyadap di kebun Data ini diperoleh dari arsip perusahaan mengenai syarat penentuan kelas penyadap berdasarkan mutu sadapan sesuai prosedur operasional standar penyadapan perusahaan. d. Letak geografis dan administratif, keadaan iklim dan tanah Mengenali batas-batas kebun secara administratif, menentukan letak geografis kebun Gurach Batu Estate PT BSP dengan cara mempelajari peta kebun. Mencari data laporan catatan curah hujan kebun dilanjutkan dengan studi pustaka mengenai tipe iklim di PT BSP berdasarkan klasifikasi SchmidthFerguson. e. Struktur organisasi dan ketenagakerjaan Data ini diperoleh dari arsip perusahaan mengenai struktur organisasi kebun di Gurach Batu Estate PT BSP dan laporan jumlah tenaga kerja efektif tahun 2015. Analisis Data Data yang diperoleh dinalisis secara kuantitatif dan kualitatif, mencari ratarata, mempersentasekan, dan menggunakan uji t-student taraf 5%. Data yang diolah diuraikan secara deskriptif dengan membandingkan nilai rataan yang didapat dengan standar perusahaan.
KEADAAN UMUM Letak Geografis dan Wilayah Administratif PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk merupakan perusahaan swasta dibawah naungan Bakrie group. Wilayah Sumut I PT BSP terdiri dari 7 estate, 1 pabrik karet dan 1 pabrik kelapa sawit. Lokasi magang berada di Divisi IV Gurach Batu Estate yang secara administratif adalah bagian dari Kecamatan Pulo Bandring, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Letak kebun GBE geografis ada di 2˚57’-
8
3˚2’ LU dan 99˚30’-99˚35’ BT. Batas-batas wilayah kebun Gurach Batu Estate adalah sebelah barat dengan Kec. Sungai Puleh, sebelah selatan dengan Kec.Silau Maraja dan Kec.Sukadamai, sebelah timur dengan Kec. Sidodadi, dan sebelah utara dengan Kec. Pulo Bandring serta perkebunan PTPN V. Lokasi perkebunan hanya berjarak ±10 km dari pusat kota Asahan dan 162 km dari kota Medan. Batas wilayah dan letak geografis Gurach Batu Estate dapat dilihat pada Lampiran 4. Keadaan Iklim dan Tanah Berdasarkan klasifikasi Schmidth-Ferguson iklim di GBE termasuk tipe B yang bersifat basah. Curah hujan rata-rata selama 10 tahun terakhir adalah 1.620,75 mm tahun-1, hari hujan 98,5 hh tahun-1, 2,4 bulan kering, dan 7,8 bulan basah. Data curah hujan GBE selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan data yang diperoleh dari arsip perusahaan wilayah kebun Gurach Batu Estate berada diketinggian 24-38 m dpl dan kemiringan 0-8%. Jenis tanah di wilayah kebun GBE adalah tanah podsolik merah kuning, tekstur tanah liat berpasir dengan pH 4-6. Luas Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan Berdasarkan HGU No.66/HGU/DA/85/B/51PT BSP diizinkan mengelola 18.512 ha untuk budidaya karet dan kelapa sawit di 7 Estate. Gurach Batu Estate berada pada areal seluas 3.562 ha yang dibagi menjadi 4 divisi. Luas areal untuk budidaya sawit adalah 987 ha dan untuk karet seluas 2.474 ha. Areal yang digunakan selain untuk tanaman produksi adalah seluas 101 ha meliputi kantor, gudang, pondok pekerja, jalan, sungai dan rel. Tata guna lahan dan luas areal GBE dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas areal konsesi dan tata guna lahan Gurach Batu Estate Luas per divisi (ha) Penggunaan lahan GB1 GB2 GB3 GB4 Kelapa Sawit TM 466 183 237 0 TBM 101 101 Karet TM 233 618 717 876 TBM 3 10 1 Nursery Penggunaan lain building sites jalan, sungai, rel Tanah yang dipinjamkan untuk jalan umum Total
-
6
-
Total (ha) 987 886 101 2474 2.454 14
-
6
5 6
5 15
15 21
18 8
101 43 50
4
2
2
-
8
818
839
1.002
903
3.562
Sumber: Laporan luas ha GBE per maret 2016
Kegiatan magang dan pengambilan data dilakukan di Divisi IV GBE seluas 903 ha. Komoditas yang ada di Divisi 4 seluruhnya adalah tanaman karet saja.
9
Keadaan Tanaman dan Produksi Sebelum ditanami karet, GBE adalah areal perkebunan tembakau di bawah perusahaan Belanda. Areal tanaman karet yang ada di GBE sekarang adalah tanaman karet yang sudah diremajakan berkali-kali sejak tahun 1957. Sejak tahun 1993 mulai dilakukan konversi sebagian lahan ke kelapa sawit. Sekarang ini areal yang masih digunakan untuk tanaman karet adalah 71,5% dari total areal budidaya GBE. Blok tanaman di Divisi IV GBE dibagi berdasarkan tahun tanam dan klon. Lokasi dan posisi blok dalam kebun tidak tersusun atau berurut. Luas tiap blok juga tidak semuanya sama. Tahun 2016 ini ada 24 blok yang terdiri dari berbagai jenis klon yaitu 5 klon prang besar (PB 330, PB340, PB 260, PB 366, PB 314), 1 klon prang merah (PM 10), 2 klon IRR (IRR 118 dan IRR series), GT1, dan T3601B. Jarak tanam yang digunakan sampai tahun 2005 adalah 5,5 m×3,8 m dengan populasi 478 tanaman ha-1. Sejak 2006 sampai sekarang jarak tanam yang digunakan adalah 6,5 m×3 m dengan populasi 512 tanaman ha-1. Luas areal tanaman belum menghasilkan(TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) yang ada di Divisi IV GBE dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas areal TBM dan TM karet Divisi IV GBE berdasarkan tahun tanam Divisi Total Tahun tanam (ha) GB1 GB2 GB3 GB4 Tanaman Menghasilkan 1997 262 262 1998 306 118 25 449 1999 39 39 2001 145 282 2002 44 28 210 260 2003 2 75 180 260 2004 40 87 127 2005 80 156 66 302 2006 17 17 2007 140 79 107 326 2008 44 114 158 2010 87 87 Total TM 233 618 727 876 2.454 Tanaman belum menghasilkan 2013 Total TBM
3 3
10 10
1 1
14 14
Sumber: Laporan Luas Areal produksi GBE per maret 2016
Sebagian besar tanaman karet yang ada di Divisi IV GBE adalah tanaman menghasilkan yaitu seluas 876 ha. Sedangkan tanaman belum menghasilkan hanya seluas 1 ha. Sejak 2010 belum ada program peremajaan tanaman karet di divisi IV GBE. Tanaman belum menghasilkan yang ada saat ini merupakan lahan bekas pondok yang diolah dan tanami kembali. Produksi tanaman karet di Gurach Batu Estate dari tahun 2010-2016 mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya luas areal TM
10
selama tahun 2015 sebanyak 87 ha dan tidak ada TM yang diremajakan (replanting). Namun produktivitasnya tidak selalu mengalami peningkatan. Produktivitas tanaman karet per tahun pada tahun 2014 adalah 1.653,3 kg ha-1 dan pada tahun 2015 turun menjadi 1.602,34 kg ha-1. Angka produksi dan produktivitas tanaman karet Gurach Batu Estate selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi dan produktivitas karet GBE tahun 2011-2015 Luas lahan TM Produksi Produktivitas per tahun Tahun (ha) (kg) (kg ha-1) 2011 1.909 3.269.542 1.712,70 2012 2.124 3.345.805 1.575,24 2013 2.311 3.625.119 1.568,64 2014 2.367 3.913.497 1.653,36 2015 2.454 3.932.166 1.602,34 Sumber: Laporan statistik karet GBE 2011-2015 dan review produksi GBE 2016.
Produktivitas karet di GBE lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas perkebunan karet nasional. Produktivitas karet nasional tahun 2014 adalah 1036 kg ha-1 dan produktivitas perkebunan swasta adalah 2014 adalah 1514 kg ha-1(Ditjenbun, 2014). Bila dibandingkann dengan perusahaan swata lain seperti PT BSRE dan tulung gelam estate PT PP London Sumatera Indonesia, produktivitas karet di GBE relatif setara. Produktivitas PT BSRE tahun 2012 adalah 1.599 kg ha-1(Wiguna, 2014). Produktvitas tanaman karet di TGE PT PP London Sumatera adalah sebesar 1.097 kg ha-1 (Robianto, 2013). Produksi rata-rata per bulan selama tahun 2014 adalah 333.335 kg, sedangkan pada 2015 adalah 316.412 kg . Grafik produksi bulanan tanaman karet di GBE dapat dilihat pada Gambar 1.
produksi (kg karet kering)
450000 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des 2014 2015 2016
Gambar 1. Produksi karet kering bulanan Gurach Batu Estate tahun 2014-2016 Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa produksi karet selalu menurun pada bulan Februari-Maret-April dan akan mulai naik lagi pada bulan Mei. Hal ini disebabkan oleh gugurnya daun selama bulan-bulan tersebut. Absisi/ pengguguran daun tanaman karet dilakukan untuk penyesuaian fisiologis tanaman karet dengan lingkungan terutama air dan nutrisi. Bila dilihat curah hujan selama bulan Februari sampai April 2015 di bawah 60 mm/bulan dan termasuk bulan kering.
11
Kekurangan air dan pengguguran daun ini menyebabkan produksi lateks tidak maksimal. Selama gugur daun ini aplikasi stimulan dihentikan dan frekuensi sadapan beberapa klon dijadikan d/4. Semua hasil produksi lateks, cuplump, dan treelace di GBE diolah di Bunut Rubber Factory (BFR) milik PT BSP. Pengolahan utama di Pabrik Bunut adalah lateks konsentrat atau Cenex, SIR 3, dan SIR 10. Pengangkutan lateks dari gudang pengumpulan ke pabrik menggunakan truk bertangki dan lori berkapasitas 2 ton tangki-1 . Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Wilayah sumut I PT BSP dipimpin oleh manajer area, sedangkan estate di pimpin oleh seorang manajer. Empat divisi yang ada di GBE dipimpin oleh asisten yang mengelola sekitar 700-900 ha. Urusan administrasi dan distribusi dilakukan oleh krani yang dipimpin oleh kepala krani (Chief clerk) dan dibantu oleh 3-5 krani di tiap divisi. Tugas krani dibagi beberapa bagian yaitu krani produksi, krani timbang, krani panen dan krani distribusi. Jumlah total tenaga kerja di GBE adalah 790 orang, dengan demikian indeks tenaga kerjanya (ITK) adalah sebesar 0,22 orang ha-1. Angka ITK ini lebih kecil dibandingkan dengan perkebunan karet yang lain karena di GBE tidak seluruhnya tanaman karet jadi kebutuhan tenaga kerjanya juga lebih sedikit. ITK di GBE lebih rendah dibandingkan perkebunan karet TGE PT PP London Sumatera sebesar 0,38 orang ha -1(Robianto, 2013). Sedangkan bila dibandingkan dengan ITK di PT BSRE relatif sama yaitu sebesar 0,28 orang ha-1 (Wiguna, 2014). Rincian jumlah tenaga kerja GBE dapat pada Tabel 4. Tabel 4. Rincian jumlah tenaga kerja aktif di kebun Gurach Batu Estate Jabatan Jumlah Staf 5 Karyawan tetap (SKUdan HIP) 686 Karyawan tidak tetap (PKWT dan Casual Labour) 36 Tenaga Musiman Fungsional 63 Total 790 Sumber:Buku laporan tenaga kerja Aktif 2015. Status ketenagakerjaan di GBE dibagi menjadi Staf, karyawan tetap (SKU dan HIP), karyawan tidak tetap (pekerja kontrak waktu tertentu, casual labour), dan tenaga musiman fungsional (TMF). Karyawan tetap diberi gaji bulanan dengan premi, layanan kesehatan, jatah beras bulanan atau catu, dan rumah pondok. Karyawan tidak tetap juga dibayar dengan gaji bulanan dengan premi namun tidak mendapatkan fasilitas lainnya. Sedangkan TMF dibayar berdasarkan hasil sadapannya yang dikonversi ke harga karet kering saat itu tanpa premi. Jam kerja harian di GBE adalah 7 jam dengan standar kerja yang berbeda beda sesuai yang telah ditetapkan di buku budget perusahaan. Sistem kerja harian penyadap adalah menyelesaikan hanca sadapnya berdasarkan pembagian hanca yang dilakukan oleh mandor. Sistem kerja untuk tenaga kerja perawatan seperti pengendalian gulma, pemasangan alat sadap, perbaikan jalan, dan pembongkaran tanaman dilakukan selam 7 jam untuk 1 HK dan harus menyelesaikan pekerjaan sesuai standar kerja perusahaan.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknis Pembibitan dan Okulasi Pembibitan di Gurach Batu Estate untuk sementara tidak dilakukan karena belum ada program replanting dalam waktu dekat. Oleh karena itu, dilakukan kunjungan ke pembibitan yang ada di Aek Selabat Estate. Pembibitan di Aek Selabat Estate ada seluas 2 ha. Klon yang tanam dipembibitan saat ini adalah PM10 dan PB 330, untuk batang atas GT1, AVROS dan PB260 untuk batang bawah. Asal benih yang ada dari seed garden (legitim) dan ada yang berasal dari benih sapuan (illegitim). Ada dua jenis pembibitan yang ada di ASE yaitu pembibitan langsung ditanah dan pembibitan polybag. Okulasi yang dilakukan di GBE ada 2 yaitu okulasi hijau (green budding) dan okulasi coklat (brown budding). Okulasi hijau dilakukan saat bibit karet berumur 4-6 bulan dengan diamater batang 0,8-1,2 cm. Sedangkan okulasi coklat dilakukkan saat bibit karet berumur lebih dari 6 bulan dengan diameter batang 1,3-2,0 cm. Mata tunas yang akan ditempel diambil dari kebun entres. Kebun entres GBE ada di Divisi II seluas 6 ha. Klon yang ditanam adalah PB 260, PB 330, PB 340, PB 217, RRIC 100, RRIM 921, T3601B, T3401B, dan PM 10. Standar kerja untuk okulasi adalah 175 okulasi hk -1 dan okulasi yang dapat dilakukan saat kegiatan magang adalah 50 okulasi hk-1. Penyisipan TBM Penyisipan tanaman dilakukan saat bibit berumut 1-2 tahun. Bibit untuk penyisipan juga ditanam bersamaan dengan penanaman awal. Bahan tanam untuk penyisipan yang dilakukan ketika magang menggunakan APM (advance planting material) yang ditanam di kebun APM. Bibit APM dipersiapkan 3 minggu sebelum dilakukan penyisipan. Sebelum dipindahkan dilakukan topping dan chopping. Chopping adalah pemotongan akar tunggang pada tanaman yang akan dipindahkan. Tanah disekeliling tanaman digali ±20 cm dari pangkal batang lalu dipotong pada kedalaman 60 cm. Sekitar 2 minggu setelah itu dilakukan topping atau pemotongan daun dan cabang tanaman. Pemotongan dilakukan pada ketinggian 2,75 m atau tepat dibawah mata cincin dengan kemiringan potongan 45˚. Setelah dipotong ujung batang diolesi coaltar untuk menutup luka pemotongan. Seminggu setelah pemotongan barulah tanaman dipindahkan ke lokasi yang akan disisip. Setelah tanaman disisip, 3 minggu kemudian dilakukan pengapuran pada batang tanaman. Kapur pertanian (kaptan) yang dicampur dengan air hingga menjadi pasta dioleskan pada batang tanaman hingga ketinggian 2,5 m. Contoh tanaman sisipan yang telah diolesi kapur dapat dilihat pada Gambar 2. Tujuan pengapuran batang ini adalah untuk mencegah tumbuhnya tunas-tunas baru disisi batang sehingga batang tetap lurus tegak, dan bidang sadap akan lebih datar tanpa benjolan bekas tunas.
13
Gambar 2. Bibit APM yang sudah diberi kapur. Standar kerja untuk chopping dan topping APM adalah 60 bibit hk-1. Prestasi kerja yang dapat dilakukan saat magang adalah 54 bibit hk-1 dan yang dapat dilakukan oleh karyawan harian adalah 60 bibit hk-1. Standar kerja pemberian Kapur pada APM adalah 100 bibit hk-1 sedangkan yang dapat dilakukan adalah 36 bibit hk -1. Pengendalian Gulma Pengendalian gulma yang dilakukan terhadap TBM adalah secara strip spraying dan babat manual. Strip spraying dilakukan pada barisan tanaman dengan lebar 0,75 m ke kiri dan kanan tanaman. Tujuan dilakukan strip spraying adalah untuk mengendalikan gulma di sekitar jalur penyadapan dan memudahkan jalan penyadap. Sedangkan babat manual dilakukan untuk gulma yang sudah tinggi di gawangan atau di pinggiran blok. Umumnya gulma yang dikendalikan pada pembabatan manual adalah gulma berkayu dan gulma paku yang tumbuh tinggi. Herbisida yang digunakan adalah BioUp yang bahan aktif IPA glifosat dengan dosis 0,35 L ha-1. Selain itu digunakan juga herbisida Cyro yang berbahan aktif metil metsulfuron dengan dosis 0,001 L ha-1. Herbisida yang dipakai tersebut adalah herbisida sistemik untuk mengendalikan gulma jenis daun lebar. Gulma yang ada di divisi IV GBE umumnya adalah jenis paku pakuan dan daun lebar seperti Nephrolevis bisserata, Mikania micrantha,dan Melastoma affine. Alat yang digunakan untuk penyemprotan adalah micron herby kapasitas 10 L dan knapsack sprayer dengan kapasitas 15 L. Menurut standar kerja perusahaan yang tercantum dalam BME-WI-15 flowrate nozel yang normal adalah 170 ml menit -1, rentang flowrate yang masih layak dipakai adalah 150-190 ml menit -1. Hasil kalibrasi ulang flowrate nozel yang dilakukan dilapangan saat pelaksanaan kegiatan adalah 183,3 ml menit -1 sehingga masih layak digunakan. Lebar semprot nozel yang dipakai adalah 1,2 m. Standar kerja untuk tenaga harian strip spraying adalah 4 ha hk-1, sedangkan prestasi kerja yang dapat dilakukan penulis adalah 1,5 ha hk-1. Standar kerja untuk pengendalian gulma manual adalah 1,4 ha hk-1 dan yang dapat dilakukan oleh karyawan adalah 1 ha hk-1sedangkan yang dapat dilakukan penulis adalah 0,2 ha hk-1.
14
Identifikasi dan Pengobatan Jamur Akar Putih (JAP) Jamur akar putih adalah salah satu penyakit berbahaya yang banyak menyerang tanaman karet. Kehilangan hasil karena jamur akar putih mencapai 35% pada perkebunan besar dan 5-25% pada perkebunan rakyat (Litbangtan, 2014). Penyakit ini disebabkan oleh Rigidoporus micropus yang menyerang pangkal batang dan akar. Pengendalian serangan JAP dapat dilakukan dengan pengandalian kimia, pengendalian hayati, dan pengendalian secara teknis. Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan menggunakan agen hayati trichoderma sedangkan secara teknis dapat dilakukan dengan membongkar tanaman yang terserang dan membuat lubang/parit di sekeliling tunggul agar jamur tidak menyebar. Pengendalian yang dilakukan di GBE adalah secara kimia menggunakan fungisida. Pemeriksaan JAP dilakukan 4 kali setahun dengan pengobatan 2 kali setahun. Pengobatan menggunakan fungisida Bayleton 250 EC yang berbahan aktif triadimefon dan bersifat sistemik. Dosis unntuk pengobatan TBM adalah 10 cc per tanaman dan untuk TM sebanyak 20 cc per tanaman. Larutan fungisida 20 cc tersebut dicampurkan ke 10 L air dan disiramkan ke pangkal batang tanaman. Standar kerja perusahaan untuk identifikasi dan pengobatan JAP ini adalah 5 ha hk-1. Identifikasi dan pengobatan yang dapat dilakukan saat magang adalah 3 ha hk-1. Cara melakukan identifikasi tanaman dapat dilakukan dengan melihat fisik tanaman dan mengorek pangkal akarnya. Ciri fisik tanaman yang terserang adalah daun tampak kusam dan beberapa bagian mengerut, berbuah sebelum waktunya, dan bila dikorek bagian akarnya tampak ada miselium putih. Setelah identifikasi dilakukan tanaman yang terserang diberi tanda seperti yang ada pada Gambar 3.
(b)
(a)
(c)
(a) Penanda tanaman terserang JAP memuat bulan dan tahun identifikasi. (bulan 5 tahun 2015) (b) Miselium Jamur akar putih di pangkal batang tanaman (c) Daun tanaman yang terserang kusam dan mengkerut
Gambar 3. Penandaan tanaman terserang JAP dan gejalanya.
15
Penyadapan Penyadapan tanaman karet dilakukan bila pohon telah mencapai kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap yang dipakai oleh BSP adalah berdasarkan lilit batang yaitu bila sudah >48 cm. Umumnya ukuran itu dapat dicapai saat tanaman sudah berumur 5 tahun. Apabila lilit batang tanaman yang sudah mencapai 48 cm berjumlah 60% dari total populasi maka pembukaan sadapan bisa mulai dilakukan. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan pembukaan sadapan bila tanaman yaitu sensus pokok, penggambaran bidang sadap, pemasangan alat sadapan, pembagian hanca dan pembukaan sadapan awal (pembedelan). Sensus pokok. Saat tanaman telah berumur 5 tahun maka mulai diadakan sensus pokok dengan pengukuran lilit batang dan dotting. Dotting pemberian tanda titik dilakukan untuk menandai tanaman yang sudah siap sadap. Tanda titik satu (•) untuk tanaman yang lilit batang nya 45-48 cm dan tanda titik dua (:) bila lilit batang sudah >48 cm dan siap untuk dibuka sadapan. Penggambaran bidang sadap. Batang tanaman yang sudah diberi doting 2 di gambar garis penuntun sadapan untuk setahun (Panel A1). Garis penuntun dibuat 130 cm dari permukaan tanah yang menghadap ke timur. Setelah garis pertama dibuat garis sejajar 2,5 cm di bagian bawahnya untuk pembukaan sadap sehingga penyadapan panel A1 dimulai dari 127,5 cm dari permukaan tanah. Sketsa penggambaran garis penuntun bidang sadap dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Garis penuntun bukaan sadap tanaman karet. Pemasangan alat sadapan. Alat sadap yang dipasang sebelum pembukaan sadapan adalah talang, mangkuk dan kawat. Talang adalah kepingan logam yang berfungsi mengalirkan lateks dari alur sadap ke mangkuk. Berdasarkan BME-WIBSP No.14 tentang persiapan penyadapan, talang dipasang 7-9 cm di bawah alur sadap. Mangkuk ditahan dengan kawat yang dililitkan ke batang 10-15 cm di bawah talang. Pembagian hanca. Hanca sadap pada tanaman karet adalah hanca tetap. Pembagian hanca dilakukan berdasarkan hasil sensus pokok. Jumlah pohon yang dapat disadap dibagi menjadi 4 bagian (half A,B,C,D) karena pada panel A frekuensi penyadapan adalah sekali 4 hari. Setiap half dibagi berdasarkan jumlah borongan penyadap, untuk panel A1 jumlah pohon yang harus disadap oleh
16
penyadap adalah 600-650 pohon. Jumlah pohon yang harus disadap pada setiap panel dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah borongan penyadap pada setiap panel. Jumlah pohon yang harus disadap (Tanaman penyadap -1) Panel Sistem sadap Areal datar Areal berbukit A1-2 ½ S ↓ d/4 600-650 450-500 A3-6 ½ S ↓ d/3 600-650 450-500 B ½ S ↓ d/3 550-600 350-450 C ½ S ↓ d/3 500-550 300-350 D ½ S ↓ d/3 450-500 275-325 ¼ S ↑ d/3 dan H0 425-475 400-450 ¼S↑+ ½S↓D/3 Sumber: BME-WI-14
Jumlah borongan penyadap pada tiap panel berbeda karena saat perpindahan panel umur tanaman bertambah, lilit batang bertambah, maka alur sadapnya pun semakin panjang. Jumlah borongan untuk areal datar dan areal yang berbukit juga berbeda karena pada areal yang berbukit jalur deresan akan lebih sulit. Selain itu pada areal berbukit penyadap melewati tangga deresan untuk pindah dari teras ke teras berikutnya. Batas hanca yang sudah dibagi ditandai dengan polet pada batang tanaman dan diberi pelat berukuran 15 cm x 20 cm yang memuat nomor hanca, nomor penyadap dan tanda buang amek. Tanda buang amek adalah tanda jumlah pohon yang menjadi bagian penyadap 1 dan penyadap berikutnya pada barisan batas hanca. Gambar batas hanca dan pelat hanca sadap dapat dilihat pada Gambar 5.
(b)
(a) Keterangan (a). Batas blok (b). Batas tapping area
(c)
(d)
(c) Batas hanca (d). Pelat tanda hanca dan buang amek
Gambar 5. Penandaan batas hanca, tapping area, dan blok Setelah pembagian hanca selesai maka dapat dilakukan pembukaan sadapan. Pembukaan sadapan awal dilakukan dengan pelukaan kulit karet selebar 2,5 cm sesuai garis penuntun yang telah digambar. Lateks yang keluar saat pembukaan
17
sadapan awal yang biasanya berwarna kekuningan tidak diambil atau dikumpulkan. Penulis melakukan semua kegiatan persiapan penyadapan. Standar kerja perusahaan untuk penggambaran dan pembukaan bidang sadap adalah adalah 300 tanaman hk-1. Penggambaran dan pembedelan bidang sadap biasanya dilakukan oleh mandor-mandor yang telah berpengalaman. Premi untuk penggambaran dan pembukaan sadapan adalah Rp2.250 per hanca. Gambaran garis sadapan dan pembukaan sadap yang dapat dilakukan oleh penulis adalah 50 tanaman hk-1. Pengelolaan Bidang Sadapan Penyadapan pada setiap pohon rata-rata dapat dilakukan selama 20 tahun. Selama itu pula kulit tanaman karet dijaga dan dikelola agar tetap mengeluarkan lateks. PT BSP hanya menggunakan kulit perawan dan tidak menggunakan kulit pulihan karena sebagian besar klon yang dipakai adalah klon quick starter sehingga produksi dari kulit pullihan dianggap tidak efisien. Pengelolaan bidang sadap yang dilakukan pada PT BSP dapat dilihat dalam Tabel 6. Tabel 6. Pengelolaaan dan perencanaan bidang sadapan PT BSP Panel Waktu Sistem sadap A1- A2 2 tahun ½ S ↓ d/4 A3 - A6 4 tahun ½ S ↓ d/3 B1 - B4 4 tahun ½ S ↓ d/3 H01 –H04 4 tahun ¼ S ↑ d/3 B5 1 tahun ½ S ↓ d/3 HO5 –H08 4 tahun ¼ S ↑ d/3 B6 1 tahun ½ S ↓ d/3 Sadap bebas 2 tahun Bebas Sumber: BE-SP-02 Selama 20 tahun tersebut kulit tanaman karet dijaga, dihemat dan disadap sesuai aturan yang telah ditetapkan perusahaan. Pemakaian kulit saat penyadapan tanaman setiap harinya adalah 1,3-1,5 mm kedalaman kulit sadapan diukur dari kulit kayu adalah 1-1,5 m. Kondisi kulit sadapan berdasarkan frekuensi penyadapan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kondisi kulit sadapan berdasarkan frekuensi penyadapan Ketebalan Kedalaman Frekuensi Tinggi alur Lilit batang Penyadap sadapan/tatal irisan sadap sadap (cm) (cm) (mm) (mm) d/4 1 116,0 51,9 1,3 2,7 2 116,6 52,3 1,2 2,3 3 116,4 52,0 1,5 2,6 116,4a 52,1b 1,3b 2,5a d/3 1 87,1 65,5 1,7 0,8 2 84,4 66,1 1,5 0,8 3 86,0 65,3 1,8 1,0 85,8b 65,6a 1,6a 0,9b *Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student taraf 5%
18
Ketebalan pemakaian kulit sadap di Divisi IV GBE pada sadapan d/3 dan d/4 adalah 1,3 mm dan 1,6 mm. Kedalaman irisan sadap pada sadapan d/3 dan d/4 adalah 2,5 mm dan 0,9 mm. Rata-rata tinggi lilit batang sadapan d/4 adalah 116,4 cm dan sadapan d/3 85,8 mm. Lilit batang d/4 adalah 52,1 cm dan d/3 65,6 cm. Tanaman karet yang disadap dengan frekuensi d/4 adalah tanaman muda yang baru disadap (TM1-TM2), sedangkan frekuensi sadap d/3 adalah TM 3 sampai selanjutnya. Selain kondisi kulit sadapan berdasarkan frekuensi penyadapan juga dilakukan pengamatan terhadap kondisi kulit sadapan berdasarkan panel sadap. Kedalaman irisan sadapan dan ketebalan pemakaian kulit sadapan pada panel A dan panel B tidak berbeda nyata. Tinggi alur sadapan dan lilit batang menunjukkan perbedaan yang nyata. Kondisi kulit sadapan berdasarkan panel sadap dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kondisi kulit sadapan berdasarkan panel sadap Frekuensi Tinggi alur Lilit Ketebalan Kedalaman sadap (tahun Penyadap sadap batang sadapan/tatal irisan tanam) (cm) (cm) (mm) (mm) Panel A 1 87,1 65,5 1,7 0,8 (2008) 2 84,4 66,1 1,5 0,8 3 86,0 65,3 1,8 1,0 Rata-rata 85,8a 65,6b 1,6a 0,9a Panel B 1 71,7 73,2 1,6 0,7 (2003) 2 69,5 71,6 1,5 0,8 3 68,5 68,8 1,6 0,9 Rata-rata 69,9b 71,2a 1,6a 0,8a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student taraf 5%
Tenaga Kerja Penyadapan Penyadap tanaman karet seluruhnya adalah jenis kelamin laki-laki. Penyadap diberi tanggung jawab di hanca yang harus diselesaikannya tiap hari. Keterampilan penyadap dan hasil sadapan penyadap dievaluasi setiap bulannya untuk menentukan kelas penyadap. Kelas penyadap ditentukan berdasarkan hasil poin tapping inspection dan hasil sadapan. Penetapan kelas dilakukan pada tanggal 20 setiap bulannya. Kelas penyadap sangat perlu dilakukan untuk menjaga mutu dan kualitas sadapan. Penyadapan yang baik akan menjaga kulit dan bidang sadap sehingga dapat dipakai selama 20 tahun sesuai yang direncanakan perusahaan. Rata-rata kecepatan menyadap kelas A adalah 16,17 detik per pohon dan kelas B 17,97 detik per pohon. Hasil uji t-student taraf 5% kecepatan menyadap penyadap kelas A dan kelas B tidak berbeda nyata. Pemakaian kulit dan hasil sadapan penyadap kelas A dan kelas B menunjukkan perbedaan yang nyata. Basis sadapan untuk hanca penyadap yang diamati adalah 40 kg lateks. Penyadap kelas A menghasilkan lateks melebihi basis sadapan sedangkan kelas B di bawah basis sadap. Kecepatan menyadap, pemakaian kulit per bulan dan hasil sadapan penyadap berdasarkan kelas dapat dilihat pada Tabel 9.
19
Tabel 9. Kecepatan sadap, pemakaian kulit, dan hasil sadapan penyadap berdasarkan kelas Kecepatan Pemakaian Kelas Hasil sadapan N menyadap kulit 1 bulan penyadap (kg) (detik pohon-1) (cm) A 15 16,17 ±1,35 1,6±0,2 45,00±5,33 B 15 17,97±1,69 1,8±0,2 37,80±4,65 tn ** p-Value 0,003 0,000 0,001* Keterangan : * berbeda nyata,** sangat nyata,
tn
tidak berbeda nyata
Aplikasi Stimulansia Stimulasi peningkatan produksi lateks selain dengan sistem eksploitasi yang tepat dapat dilakukan dengan pemberian zat stimulansia. Zat stimulan pada dasarnya mempengaruhi turgor sel dan membuat aliran lateks menjadi lebih lama sehingga volume lateks yang dihasilkan juga meningkat. Stimulan yang dipakai di GBE adalah merek dagang Newtex 10 PA yang berbentuk pasta dengan bahan aktif etefon 10%. Stimulan yang diaplikasikan ke tanaman adalah yang telah diberi pewarna merah dan diencerkan. Stimulan dicampur dengan pewarna agar memberikan bekas setelah aplikasi, selain sebagai penanda untuk pekerja juga untuk memudahkan pengawasan. Zat stimulan diencerkan sampai 2,5% untuk tanaman muda dan 5% untuk tanaman tua. Cara aplikasi stimulan ke tanaman adalah dengan cara mengoleskan pada aliran sadap (groove application). Alat yang digunakan untuk mengoleskan stimulan adalah kuas dan mangkok. Kuas yang digunakan dibuat dari ijuk yang diikat dan diberi tangkai. Ukuran kuas yang tidak seragam membuat jumlah stimulan yang teroleskan tidak dapat dianggap sama sehingga tidak dapat dipastikan sesuai dengan dosis yang ditetapkan oleh perusahaan. Respon yang diharapkan dari aplikasi stimulan ini adalah peningkatan produksi sebanyak 20% pada penyadapan pertama, 15% pada penyadapan kedua, dan 5% pada penyadapan ketiga dan keempat. Setelah itu, dapat dilakukan aplikasi kembali. Grafik respon peningkatan produksi setelah aplikasi stimulan dapat dilihat pada Gambar 6. Persentase kenaikan produksi (%)
70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 1 PB
2 Penyadapan keRRIM IRR GT 1
3 RRIC 100
Gambar 6. Respon produksi lateks setelah aplikasi stimulan Peningkatan produksi lateks klon PB, GT 1 dan IRR meningkat lebih tinggi pada penyadapan kedua (6 hari setelah aplikasi). Klon RRIC 100 menunjukkan
20
peningkatan hanya pada penyadapan pertama setelah aplikasi dan menurun pada penyadapan berikutnya. Produksi klon RRIM setelah aplikasi stimulan masih meningkat sampai penyadapan ketiga (9 hari setelah aplikasi). Tanaman yang Terserang Kering Alur Sadap. Kering alur sadapan atau yanag sering disebut brown bast atau tapping panel dryness bukanlah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. Kering alur sadapan merupakan gejala kerusakan fisiologis tanaman karet akibat sistem eksploitasi yang tinggi dan aplikasi stimulan yang terlalu sering. Gejala awal hanya sebagian alur sadap yang tidak mengalirkan latek dan mengeluarkan cairan berwarna coklat yang menggumpal. Beberapa minggu kemudian sepanjang aliran sadap akan mengering. Tanaman yang terserang KAS di GBE ditandai dengan kapur berwarna hitam pada pohon karet dengan simbol BB lalu dituliskan juga bulan dan tahun identifikasi. Gambar 7 berikut menunjukkan tingkat serangan KAS pada panel A dan Panel B.
Persentase KAS (%)
12%
10,5%
10%
9%
8% 6% 4%
7% 6,5%
6.5%
6,5% 5%
3%
panel A panel B panel H
2% 0%
RRIM 921
PB 260
IRR 118
Gambar 7. Persentase tanaman terserang KAS pada beberapa klon tahun 2016 Pengendalian KAS di GBE hanya dilakukan dengan pemberhentian penyadapan dan tidak ada pengendalian kimia. Pohon karet yang terserang KAS diistirahatkan selama 6 bulan. Setelah 6 bulan dilakukan pengecekan kembali pada tanaman tersebut dan mulai disadap kembali. Selain KAS juga ditemukan penyakit kulit lain pada tanaman karet di GBE yaitu bark necrosis. Gejalanya adalah kulit tanaman karet mengering kemudian retak dan mengelupas. Penyebab bark necrosis adalah jamur Fusarium solani dan Boitrydiplodia sp. yang menyebabkan bercak coklat dan kematian kulit. Serangan jamur ini biasanya diikuti oleh serangan kumbang penggerek Xyloborus sp. hingga menyebabkan pengelupasan kulit yang parah. Tanaman yang sudah terserang bark necrosis tidak dapat disadap lagi. Pengendalian penyakit bark necrosis dapat dilakukan dengan menggunakan fungisida bila masih pada gejala awal. Namun di GBE masih jarang ditemui serangan penyakit ini. Tanaman yang teridentifikasi biasanya yang sudah serangan lanjut dan tidak dapat lagi dilakukan pengendalian. Gejala KAS dan bark necrosis dapat dilihat pada Gambar 8.
21
(a) Brown bast/ Kering alur sadap
(b) Bark nekrosis
Gambar 8. Tanaman yang terserang Kering alur sadap (KAS) dan Bark necrosis Evaluasi dan Pengawasan Penyadapan. Pengawasan penyadapan dilakukan untuk menjaga dan kualitas penyadapan dan menjaga ketahanan pohon dan kulit tanaman karet. Kulit pohon adalah aset utama dalam budidaya tanaman karet sehingga harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Evalusi penyadapan dilakukan dengan melakukan inspeksi sadapan dan pengkelasan penyadap sehingga mempengaruhi preminya. Inspeksi sadap dilakukan oleh mandor, asisten, manajer, inspektur dan general manager plantation. Setiap jabatan menggunakan warna kapur berbeda untuk penandaan. Warna kapur yang digunakan sesuai jabatan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Warna kapur inspeksi Warna Pemberi tanda Putih Mandor Kuning Mandor besar Merah Asisten Hijau Manajer Biru Inspektur penyadapan Hitam General manajer planting Sumber: Hasil wawancara dengan mandor Alat yang digunakan untuk melakukan tapping inspeksi adalah kapur dan jarum inspeksi. Jarum inspeksi berupa besi runcing yang diberi skala milimeter, bila ditancapkan ke alur sadap sampai ke kambium akan terlihat berapa sisa ketebalan kulitnya/kedalam irisan sadap. Setiap mandor, mandor besar dan asisten diberi alat untuk inspeksi sadap setiap setahun sekali. Alat inspeksi sadapan dapat lihat pada Gambar 9.
(a) Jarum ispeksi dan kapur (b)Pengukuran kedalaman irisan sadap Gambar 9. Alat dan pelaksanaan inspeksi sadapan
22
Hasil inspeksi sadapan yang dilakukan tiap bulan oleh mandor akan menentukan kelas penyadapan. Hal yang diperhatikan untuk penentuan kelas penyadap adalah jumlah poin hasil inspeksi sadap, produksi, kebersihan dan kelengkapan alat sadap. Penyadap termasuk kelas A bila poin berjumlah 90-100, termasuk kelas B bila poin berjumlah 70-89, dan termasuk kelas B bila jumlah poin 52-69. Tanda yang biasa digunakan pada inspeksi sadapan di PT BSP adalah seperti yang tercantum pada Tabel 11. Tabel 11.Tanda inspeksi penyadapan yang digunakan di PT BSP Tanda Arti tanda kapur Sadapan terlalu dalam/ hampir luka kayu / H Luka kayu O Sadapan kurang dalam × Pemakaian kulit terlalu boros = Pemakaian kulit terlalu hemat ↑ Alur Sadapan terlalu miring, tahan. ↓ Alur Sadapan terlalu landai Sumber: Hasil wawancara dengan mandor Fungsi tanda kapur bagi penyadap adalah untuk teguran atau arahan agar penyadap memperbaiki sadapannya. Bagi tim audit lapang tanda ini untuk melihat kinerja mandor ataupun asisten. Bila tanda kapur ini dapat dijumpai di seluruh blok menandakan mandor, asisten dan manajer rajin turun ke lapangan untuk melihat kondisi dan pengawasan kebun. Aspek Manajerial Pelaksanaan aspek manajerial selama kegiatan magang dilakukan pada bulan kedua, 5 minggu menjadi pendamping mandor dan mandor besar, dan 1 bulan menjadi pendamping asisten. Beberapa kali juga dilakukan kegiatan sebagai pendamping krani untuk mempelajari administrasi kebun. Mandor Tanggung jawab dan tugas mandor secara umum adalah mengawasi, mengarahkan, memotivasi dan mengevaluasi pekerjaan penyadap secara langsung setiap harinya. Selama kegiatan sebagai pendamping mandor penulis ikut malaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dilakukan oleh mandor. Setiap hari mandor sadapan dan mandor harian mengikuti briefing bersama asisten dan mandor besar pada pukul 5.30 pagi. Setelah briefing semua mandor akan menuju ke hanca penyadap yang untuk melakukan absensi dan pengawasan. Bila ada anggota yang tidak hadir maka mandor harus berkoordinasi dengan mandor besar untuk mencari pengganti yang akan menyadap hanca tersebut. Mandor harus mengecek kelengkapan dan kebersihan alat sadap, kebersihan patok tengah, dan kerapihan meja lump setiap penyadap. Mandor juga mengawasi pengumpulan hasil (lateks, cuplump, treelace) di TPH untuk mencegah terjadinya kecurangan. Semua tugas ini bertujuan untuk memaksimalkan produksi, mengurangi kecelakaan kerja, serta menjaga mutu dan hasil sadapan. Mandor diwajibkan memeriksa sadapan setiap penyadap dengan melakukan tapping inspection dan memberikan tanda dengan kapur putih. Tanda di pohon tersebut akan memberi peringatan kepada penyadap saat menyadap di hari
23
berikutnya. Setiap tanggal 20 mandor harus melaporkan hasil inspeksi sadapan dan kelas penyadap. Mandor biasanya ikut istirahat dan makan siang bersama para penyadap di kebun, pada waktu itulah mandor mendengar aspirasi pekerja dan memberikan motivasi kerja. Mandor harian melakukan pengawasan terhadap kegiatan perawatan dan pemeliharaan kebun secara umum. Kegiatan yang dilakukan sebagai mandor harian adalah: mengawasi pengendalian gulma di barisan sadap (strip spraying), mengawasi kegiatan identifikasi dan pengobatan tanaman karet yang terserang jamur akar putih, perbaikan jalan dan parit, pembabatan manual, dan dongkel anak kayu. Mandor Besar Tugas dan tanggung jawab mandor besar adalah menjadi perpanjangan tangan asisiten untuk hal-hal teknis yang terjadi dilapangan. Mandor besar mengkoordinasi pengganti penyadap yang berhalangan hadir, dan menindak serta menyelesaikan karyawan yang berkasus. Mandor besar mengatur dan mengawasi pembagian gaji penyadap. Bila cuaca kurang baik maka mandor besar juga harus jeli memperkirakan dan menentukan waktu pemungutan lateks dan segera menginstruksikan kepada semua mandoran agar produksi hari itu bisa diselamatkan. Krani Krani mengurus dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi dan pencatatan di divisi. Kraniyang ada di divisi meliputi krani timbang dan krani distribusi. Krani timbang bertugas melakukan penimbangan dan pencatatan hasil lateks, cup lump dan treelace penyadap tiap harinya. Krani bertanggung jawab melakukan pengawetan lateks sebelum dibawa ke pabrik sesuai produksi lateks hari itu. Krani juga harus melakukan rekapitulasi produksi bulanan untuk diserahkan ke krani estate. Krani distribusi melakukan pencatatan material yang keluar masuk gudang divisi. Melaporkan kebutuhan seperti pupuk, pestisida, alat sadap, dan stimulan yang telah dibuat asisten dan membagikan ke setiap mandoran. Krani distribusi juga mencatat dan mengawasi pembagian jatah beras bulanan (catu) ke setiap karyawan serta mengurus pembuatan surat izin dan rujukan ke dokter bagi karyawan yang sakit. Asisten Divisi Asisten divisi memimpin luasan areal 800-900 ha dan semua orang yang berada di dalamnya. Asisten bertanggung jawab untuk melakukan perencanaan, pengelolaan dan pengawasan terhadap kegiatan budidaya di divisi. Asisten dituntut untuk memperoleh target produksi yang telah ditetapkan direksi dan mengendalikan operational cost-nya. Selain itu, Asisten memonitor penjagaan mutu sadapan dan hasil sadapan. Setiap pagi asisten yang didampingi mandor besar memimpin briefing pagi untuk semua mandor. Briefing membahas permasalahan teknis yang terjadi dikebun dan mencari solusinya, asisten juga memberikan informasi tambahan yang perlu disampaikan dari hasil rapat staf bersama manajer.
24
Pembahasan Kondisi Kulit Sadapan Tinggi alur sadap, kedalaman irisan sadap, ketebalan sadapan, dan lilit batang adalah beberapa hal yang mempengaruhi produksi dan umur ekonomis tanaman karet. Irisan sadap yang terlalu dalam dan pemakaian kulit yang terlalu tebal merupakan suatu pemborosan dan dianggap sebagai losses, bila irisan sadap terlalu dangkal bisa menyebabkan luka kayu dan akan berdampak pada produksi berikutnya. Menurut standar perusahaan PT BSP, kedalaman irisan sadap untuk sadap bawah adalah 1-1,5 mm sedangkan ketebalan sadapan untuk sekali sadap adalah 1,3-1,5 mm. Kondisi kulit sadapan yang tercantum pada Tabel 7 menunjukkan bahwa sadapan dengan frekuensi sadap d/4 dan d/3 berbeda nyata berdasarkan uji tstudent 5%. Tinggi alur sadap dan lilit batang berbeda nyata, karena sistem sadap d/4 diterapkan pada tanaman TM 1- TM 2 dan sistem sadap d/3 adalah pada TM 3-TM 15. Tinggi alur sadap akan berkurang seiring bertambahnya umur tanaman sehingga tinggi alur sadap d/3 lebih rendah dibanding alur sadap d/4. Rata-rata ketebalan pemakaian kulit pada sadapan d/4 adalah 1,3 mm dan pada sadapan d/4 1,6 mm. Rata–rata kedalaman irisan sadap pada sadapan d/4 adalah 2,5 mm dan pada sadapan d/3 0,9 mm. Ketebalan pemakaian kulit sadapan d/4 masih sesuai dengan aturan sadapan perusahaan sedangkan pada sadapan d/3 sedikit melebihi standar. Irisan sadap pada sadapan d/4 terlalu dalam bila dibandingkan dengan aturan perusahaan dan menyisakan setengah bagian kulit yang tidak tersayat. Ketebalan kulit karet saat matang sadap biasanya adalah 6-7 mm (Pusari dan Haryanti, 2014). Penyadap yang ditaruh pada sadapan d/4 seluruhnya adalah penyadap kelas A dan cenderung agak berhati-hati saat penyadapan karena masih TM 1 dan TM 2, sehingga kedalaman irisannya terlalu tebal dan sangat jarang ditemui luka kayu. Kondisi kulit sadapan di Panel A dan Panel B menunjukkan bahwa lilit batang dan tinggi alur sadapnya berbeda nyata namun ketebalan sadapan dan kedalaman irisan tidak berbeda nyata. Rata-rata ketebalan sadapan pada Panel A adalah 1,6 mm dan pada Panel B 1,5 mm, angka ini sedikit melebihi standar perusahaan. Rata-rata kedalam irisan sadap pada panel A adalah 0,9 mm dan panel B 0,8 mm. Kedalaman irisan sadapan kurang dari standar perusahaan yaitu 1 mm-1,5 mm. Kondisi kulit sadapan dan kualitas penyadapan harus dijaga dengan baik agar kulit karet dapat tetap berproduksi dan memperpanjang umur ekonomisnya. Mathurin et al. (2016) menyatakan bahwa, konsumsi kulit yang terlalu tinggi, penyadapan yang terlalu dalam, banyak kelukaan pada kulit, dan frekuensi penyadapan yang tinggi menyebabkan stres pada tanaman karet secara fisiologis. Tenaga Kerja Penyadapan Kelas penyadap dibedakan berdasarkan keterampilan menyadap yang benar dan sesuai aturan perusahaan. Keterampilan ini mempengaruhi hasil sadapan. Salah satu hal yang mempengaruhi adalah kedalaman sadapan dan pemakaian kulit. Kedalaman sadapan yang terlalu tebal dari kambium membuat hasil sadapan tidak maksimal karena hanya sebagian pembuluh yang tersayat sehingga lateks
25
yang dikeluarkan tidak maksimal. Tabel 9 menunjukkan bahwa penyadap kelas A dan kelas B memperoleh rata-rata hasil sadapan yang berbeda nyata. Rata-rata hasil lateks per hari penyadap kelas A adalah 45 kg dan penyadap kelas B adalah 38,8 kg. Hasil pengamatan dan pengujian t-student 5% pada kecepatan menyadap kelas A dan kelas B tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Rata-rata kecepatan menyadap pada kelas A adalah 16,17 detik per pohon dan kelas B adalah 17,97 detik per pohon. Pengamatan terhadap kecepatan menyadap dilakukan karena akan mempengaruhi waktu tunggu mengalirnya lateks sebelum dipungut. Jam kerja penyadapan di GBE hanya dilakukan jam 06.00-13.00 dengan hitungan 7 jam. Lain halnya di PT Bridgestone Sumatera Rubber Estate yang penyadapannya dilakukan sampai jam 5 sore dengan hitungan lembur sehingga memungkinkan lateks mengalir lebih lama sampai akhirnya berhenti karena penggumpalan (Wiguna, 2013). Bila penyadap lebih cepat menyelesaikan hancanya diharapkan waktu tunggu sebelum pengumpulan lateks lebih lama. Walaupun lateks setelah pemungutan masih akan diambil besok harinya dalam bentuk cuplump, namun produksi utama di GBE adalah lateks karena akan diolah menjadi lateks konsentrat dan SIR. Peningkatan produksi tanaman karet di perusahaan swasta selain di pengaruhi aspek teknis penyadapan juga dipengaruhi oleh aspek non teknis seperti manajemen penyadapan. Manajemen penyadapan dengan pengekelasan penyadap dan sistem premi adalah cara untuk memacu produksi penyadap. Premi yang berlaku di GBE adalah premi dasar, premi progresif, premi bonus dan premi sadap hari libur. Aplikasi Zat Stimulansia Aplikasi zat stimulansia yang dilakukan di GBE telah disesuaikan dengan aturan dan standar perusahaan. Respon dari aplikasi zat stimulan pada tiap klon menunjukkan hasil yang berbeda. Persentase peningkatan hasil pada klon PB, IRR dan GT-1 akan lebih melonjak pada penyadapan kedua setelah aplikasi yaitu sebesar 57,8% pada klon PB, 55,5% pada klon IRR, dan 65,5% pada klon GT-1. Sedangkan pada klon RRIC peningkatan hasil paling tinggi adalah saat penyadapan pertama setelah aplikasi sebesar 36% lalu menurun pada penyadapan kedua dan ketiga. Klon RRIM menunjukkan peningkatan hasil sebesar 47,2% dan cenderung stabil pada penyadapan berikutnya. Perbedaan respon peningkatan hasil ini dapat menjadi pertimbangan dalam jadwal aplikasi stimulan berikutnya sehingga dapat menekan biaya produksi dan menghindari over eksploitasi. Untuk klon RRIC setelah penyadapan ke-4 mungkin bisa segera dilakukan aplikasi ulang karena produksi sudah menurun sejak penyadapan ke-2, sedangkan untuk klon RRIM, PB, IRR dan GT-1 aplikasi berikutnya dilakukan setelah produksinya sudah mulai turun, pada sadapan ke-5 atau sadapan ke-6. Zat stimulan dapat meningkatkan produksi lateks melalui beberapa cara yaitu meningkatkan permeabilitas membran, mengakselerasi metabolisme sukrosa, memperpanjang waktu pengaliran lateks, memodulasi aktivitas enzim seperti glutamine synthase dan HGMS (Zhu dan Zhang, 2009). Aplikasi stimulan harus disesuaikan dengan karakter klon dan intensitas aplikasinya. Menurut Boerhendy (2013) aplikasi stimulan pada klon karet IRR 39 dapat meningkatkan
26
produksi hingga 123% bila diaplikasikan sejak awal penyadapan dengan notasi sadap ½ S d/3+ ET 2%. Tanaman yang Terserang Kering Alur Sadapan Keringnya alur sadapan adalah penyakit fisiologis yang terjadi karena eksploitasi yang tinggi dan tidak seimbang dengan metabolisme karet untuk menghasilkan lateks. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman yang terserang kering alur sadap lebih banyak pada penel sadap B. Tanaman dengan panel sadap B umurnya tentu lebih tua dibandingkan panel A dan telah berulangkali diberi stimulan. Persentase serangan KAS pada klon RRIM 921 adalah 3% pada panel A, 6,5% pada panel B dan 10,5% pada panel H. Persentase tanaman yang terserang KAS pada klon PB 260 adalah 6,5% pada panel A, 7% pada panel B dan 9% pada panel H. Jumlah tanaman klon IRR 118 yang terserang KAS adalah 5% pada panel A dan 6,5% pada panel B. Persentase KAS pada panel H Klon IRR 118 tidak dapat diamati karena di Divisi IV GBE tidak ada blok tanaman IRR dengan panel sadap H. Tingkat serangan KAS yang ada di Divisi IV GBE dapat digolongkan tinggi karena menurut Andriyanto dan Tistama (2014), tingkat serangan KAS tinggi pada klon quick starter adalah 9,2% dan 7,3% untuk klon slow starter. Hasil pengamatan serangan KAS ada yang mencapai 10,5%. Bila dibandingkan dengan serangan yang ada di perkebunan swasta lainnya tingkat serangan di BSP tergolong lebih tinggi karena tingkat serangan KAS di Tulung Gelam Estate pada tanaman tahun 2006 (Panel A4) adalah sebesar 5,62% (Robianto, 2013). Wiguna (2014) melaporkan bahwa di PT Bridgeston Sumatera Rubber Estate tingkat serangan pada klon quick starter hanya sebesar 4,09% dan pada klon slow starter 1,97%. Tanaman yang terserang KAS di GBE diistirahatkan penyadapannya selama 6 bulan. Tanaman yang terserang diberi tanda BB dengan kapur hitam. Untuk mencegah terjadinya KAS tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah menetapkan sistem sadap yang baik dan benar, pemakaian stimulansia yang sesuai aturan dan menghindari terjadinya luka kayu. Pemakaian stimulan seperti etefon dapat mendorong terjadinya KAS karena etefon mengeluarkan etilen untuk meninginduksi fungsi sel lateks termasuk produksi senyawa reactive oxygen species (ROS), akumulasi ROS akan menyebabkan penggumpalan pertikel karet dalam sel lateks (Putranto et al., 2015). Menurut Andriyanto dan Tistama (2014), luka kayu merupakan salah satu penyebab terjadinya KAS karena merusak dan memutus pembuluh lateks sehingga aliran lateks menjadi terganggu.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kegiatan teknis budidaya karet yang dilakukan di lapangan, kegiatan sebagai pendamping mandor dan pendamping asisten divisi dapat meningkatkan kemampuang teknis dan manajerial mengenai perkebunan karet. Penyadapan yang dilakukan di Divisi IV GBE kurang sesuai dengan standar perusahan namun masih dalam rentang yang bisa ditoleransi. Rata-rata ketebalan pemakaian kulit
27
pada sadapan d/4 dan d/3 adalah 1,3 mm dan 1,6 mm. Rata-rata kedalaman irisan sadap pada sadapan d/4 adalah 2,5 mm dan pada sadapan d/3 0,9 mm. Rata-rata ketebalan pemakaian kulit dan kedalaman irisan pada sadapan Panel A dan Panel B tidak berbeda nyata. Produksi latek yang didapatkan oleh penyadap kelas A lebih banyak dibanding kelas B, dan pemakaian kulit oleh kelas A lebih sedikit dibanding kelas B. Kecepatan menyadap kelas A dan kelas B tidak berbeda nyata yaitu sekitar 16,1 detik pohon-1 dan 17,9 detik pohon-1. Aplikasi zat stimulan yang dilakukan di divisi IV GBE telah sesuai dengan aturan dan standar perusahaan. Respon produksi zat stimulan pada klon IRR, RRIM, dan PB menunjukkan persentase peningkatan produksi yang lebih tinggi pada penyadapan kedua setelah aplikasi. Sedangkan pada klon RRIC peningkatan produksi hanya pada penyadapan pertama setelah aplikasi. Persentase serangan KAS pada klon RRIM 921, PB 260 dan IRR 118 adalah 6,6%, 7,5%, dan 5,75%. Saran Pengawasan sadapan pada panel B sebaiknya lebih diperhatikan. Perlu diadakan retraining secara berkala untuk penyadap yang belum memenuhi kriteria dan pelatihan kesadaran APD untuk penyadap. Sebaiknya dilakukan penanganan yang lebih serius terhadap serangan KAS di GBE karena tingkat serangan tergolong tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Andriyanto M. dan R. Tistama.2014.Perkembangan dan upaya pengendalian kering alur sadap (KAS) pada tanaman karet (Hevea brasiliensis). Warta Perkaretan 33(2):89-102. [ANRPC] Association of Natural Rubber Producing Countries .2011. Member country info http://anrpc.org. [20 Januari 2016]. Asim M. 2012. Penyadapan karet (Hevea brasiliensis Muell.-Arg.) di PT Air Muring, Bengkulu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Balitsembawa] Balai Penelitian Sembawa. 2006.Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat. Balitsembawa. Sembawa. Boerhendy I.2013. Penggunaan stimulan sejak awal penyadapan untuk meningkatkan produksi klon IRR 39. Jurnal Penelitian Karet 31(2):117-126. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Karet Indonesia 2011 http://www.bps.go.id. [08 Maret 2015]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Ekspor Karet dalam Bentuk Remah Menurut Negara Tujuan Utama 2008-2013.http://www.bps.go.id. [01 November 2016]. [Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Karet Indonesia 2013-2015. Kementrian Pertanian. Jakarta. Fairuzah Z. 2011. Manajemen Pengendalian KAS dan Penyakit Bidang Sadap. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet. Medan. [Gapkindo] Gabungan Petani Karet Indonesia.2015. Analisis pasar Desember 2015. Info Karet 12:1-7. [Gapkindo] Gabungan Petani Karet Indonesia. 2016. Analisis pasar Juni 2016. Info Karet 6: 1-8.
28
Jacob J. and Krishnakumar R. 2006. Tapping panel syndrome:what we know and what we do not know. Dalam Jacob J., R. Krishnakumar , N.M. Mathew (Ed). Tapping panel dryness of rubber. Rubber Research Institute of India. [Kemenperin] Kementrian Perindustrian. 2014. Produktivitas Karet Nasional Kalah dari Malaysia dan Thailand. www.kemenperin.go.id/artikel/7341 [07 Maret 2015]. Kiswara A.P. 2007. Sistem produksi tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) berdasarkan komposisi umur tanaman di PT Sentosa Mulia Bahagia, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Litbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2014. Pengendalian penyakit jamur akar putih (JAP) pada pembibitan karet dengan Trichoderma sp.Info Tek. Perkebunan 6(1):2. Mathurin O.K., Kuadiou D., Francis S.E, Angeline E.A, Sekou D., Obuayeba S., and Jules K.Z. 2016. Agricultural practices in Cote’ D’Ivoire andappariton and development of tapping panel dryness in (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). International Journal of Current Agricultural Sciences 6(7):74-80. Obuayeba S., Coulibay L.F., Gohet E., Yao T.N., and Ake S.2009. Effect of tapping system and height of tapping opening on clone PB 235 agronomic parameters and its susceptibility to tapping panel dryness in south east of Cote d’Ivoire`.J. Appl. Biosci. 24:1535-15542. Priwanto.2009. Penyadapan karet [Hevea brasilliensis Muell Arg.] di Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pusari D. dan Haryanti S. 2014. Pemanenan getah karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) dan penentuan kadar karet kering (KKK) dengan variasi temperatur pengovenan di PT. Djambi Waras Jujuhan Kabupaten Bungo, Jambi. Buletin anatomi dan fisiologi 22(2):64-74 Putranto R.A., Herlinawati E., Rio M., Leclercq J., Piyatrakul P., Gohet E., Sanier C., Oktavia F., Pirello J., Kuswanhadi, and Muntoro P. 2015. Involvement of ethylene in latex metabolism and tapping panel dryness on Hevea brasiliensis.Int. J. Mol. Sci. 16: 17885-17908. Robianto.2013. Sistem penyadapan karet [Hevea brasilliensis Muell Arg.] di Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rodrigo, V.H.L.2010.Rubber tree: Ecophysiology dan Land Productivity. Hal. 309-324. Dalam Fabio D.M. (Ed.). Ecophysiology of Tropical Tree Crops. Nova Science Publishers Inc. New York,USA. Sainoi T., and Sdoodee S. 2012. Impact of ethylene gas application on young tree rubber tree. Journal of Agricultural Technology 8(4):1497-1507. Sdoodee S., Laconte A. , Ragsawat S, Rukkun J., Huaynu T., and Chinatiam H.2012. First test of double cut alternative rubber tapping system in Southern Thailand.. J. Kasetsart (Nat Sci.) 46:33-38. Setiawan H.D. dan Andoko A. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet(edisi revisi). Agromedia Pustaka. Jakarta. Silpi U., Laconte A., Kasempsap P., Thanysanyawangkurat S., Chantuma P., Musigamart N., Clement A., and Ameglio T.2007. Carbohydrat reserves as
29
competing sink: evidence from tapping rubber trees. Three Physiology 27:881-889. Siregar T.H.S., dan Suhendry I. 2013. Budidaya dan Teknologi Karet. Penebar Swadaya.Jakarta. Soumahin, E.F.,Obuayeba S., and Pierre A.A.. 2009. Low tapping frequency with hormonal stimulaion on Hevea brasiliensis clune PB 217 reduce tapping manpower requirement. Journal of Animal & Plant Sciences: 2(3):109-117. Sumarmadji. 2005. Optimasi produktivitas klon karet melalui berbagai sistem eksplotasi. Hal. 123-140. Dalam. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet. Wiguna H.2014. Manajemen penyadapan karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) di Dolok Merangir Estate, PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Simalungun, Sumatera Utara. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Zhu, J., and Zhang Z. 2009. Ethylene stimulation of latex productiom in Hevea brasiliensis. Plant Signaling & behaviour 4(11):1072-1074.
30
31
LAMPIRAN
32
Lampiran 1. Jurnal kegiatan sebagai karyawan harian lepas Prestasi kerja (HK-1) Uraian kegiatan
09-02-2016 10-02-2016 11-02-2016
Tiba di lokasi magang dan mengurus akomodasi Perkenalan dengan staf dan asisten pembimbing. Menguti brondolan dan mencabut tukulan dipiringan sawit Diskusi lapang bersama asisten dan keliling kebun Sanitasi pokok sawit Libur –Minggu Mengambil sampel dan perhitungan AKP &BB sawit Penyadapan tanaman karet panel A3 Perawatan dan pengisian rorak Pembuatan TPH panen sawit Penyadapan cekung panel H01 Seminar anti kanker dari YKSI Libur-Minggu Belajar menggambar bidang sadap panel A1 Menggambar bidang sadap Pemasangan talang (perlengkapan sadap) Pemberian kapur APM Pemasangan talang Pengendalian gulma Strip spraying Libur-Minggu Pemasangan kawat Belajar melakukan okulasi
12-02-2016 13-02-2016 14-02-2016 15-02-2016 16-02-2016 17-02-2016 18-02-2016 19-02-2016 20-02-2016 21-02-2016 22-02-2016 23-02-2016 24-02-2016 25-02-2016 26-02-2016 27-02-2016 28-02-2016 29-02-2016 01-03-2016
Penulis
Karyawan
Standard perusahaan
Lokasi Kantor manajer estate Kantor Divisi Field P09303 Divisi III
Divisi III 242 tanaman Field P08301 Divisi III Field P09301 Divisi III 650 pohon 10 ha 150 TPH 650 pohon
Field R08301 Divisi III Field P09302 Divisi III Field P09303 Divisi III Field R97301 Divisi III Kantor estate Field R10402 Divisi IV Field R10402 Divisi IV Field R10403 Divisi IV Field R13401 Divisi IV Field R10404 Divisi IV Field R02403 Divisi IV Field R10404 Divisi IV Kebun entres Divisi II
100 pcs 36 bibit 250 pcs 1,5 ha
600 pcs 60 bibit 600 pcs 4ha
3 hanca 3 hanca 600 pcs 100 bibit 600 pcs 4 ha
150 pcs 15 okulasi
600 pcs -
600 pcs 175 okulasi
31
Tanggal
2 32
Lampiran 1 (lanjutan) Prestasi kerja (HK-1) Tanggal 02-03-2016 03-03-2016 04-03-2016 05-03-2016 06-03-2016 07-03-2016 08-03-2016 09-03-2016 10-03-2016 11-03-2016 12-03-2016 13-03-2016 14-03-2016 15-03-2016 16-03-2016 17-03-2016 19-03-2016 20-03-2016 21-03-2016 22-03-2016 23-03-2016 24-03-2016 25-03-2016 26-03-2016
Uraian kegiatan Pemasangan talang Pemasangan talang Diskusi Keliling kebun Libur-Minggu Kunjungan ke pembibitan Identifikasi dan pengobatan JAP Libur-Nyepi Pengendalian gulma strip spraying Pembabatan gulma manual Buka sadapan panel B5 Libur-Minggu Buka sadapan panel B5 Buka sadapan panel B5 Topping APM Buka sadapan B5 Diskusi Libur-Minggu Menurunkan mukuna Pengendalian oryctes Penentuan AKP dan black bunch Penentuan ANP Libur-Paskah Libur minggu
250 pcs 250 pcs
600 pcs 600 pcs
Standar perusahaan 600 pcs 600 pcs
3 ha
3ha
5 ha
0,5 ha 0,2 ha 25
4ha 1 ha 500 pohon
4 ha 1.4 ha 500 pohon
100 pohon 200 pohon
500 pohon 500 pohon
500 pohon 500 pohon
100 pohon
500 pohon
500 pohon
76 pohon 2 liringan I blok
160 pohon 10 liringan I blok
160 pohon 10 liringan I blok
Penulis
Karyawan
Lokasi Field R10404 Divisi IV Field R10402 Divisi IV Kantor Divisi IV GBE Aek Selabat Estate Field R07403 Divisi IV Field R02403 Divisi IV Field R02402 Divisi IV Field R98401 Divisi IV Field R98401 Divisi IV Field R98401 Divisi IV Kebun APM Divisi I Field R98401 Divisi IV Kantor Divisi IV Field P14102 Divisi I Field P14103 Divisi I Field P12101 Divisi I Kantor Divisi I -
3
Lampiran 2. Jurnal kegiatan sebagaipendamping mandor dan krani Uraian kegiatan
28-03-2016 29-03-2016 30-03-2016 31-03-2016 01-04-2016 02-04-2016 03-04-2016 04-04-2016 05-04-2016 06-04-2016 07-04-2016 08-04-2016 09-04-2016 10-04-2016 11-04-2016 12-04-2016 13-04-2016 14-04-2016 15-04-2016
Pengawasan aplikasi stimulan Pelaksanaa identifikasi JAP Pelaksanaan identifikasi JAP Pengawasan penyadapan Pengawasan penyadapan Pengamatan KAS Minggu Pengawasan penyadapan Pengawasan penyadapan Pembukaan sadapan Pengendalian gulma bersama mandor harian Pengamatan Pengamatan Minggu Diskusi dan pembagian gaji Pengawasan penyadapan Pegawasan penyadapan Pengawasan penyadapan Pengawasan penyadapan dan pengecekan cuci mangkok Administrasi kantor dan penimbangan lateks Minggu Pengawasan pengendalian gulma Hari bebas
16-04-2016 17-04-2016 18-04-2016 19-04-2016
Prestasi kerja penulis Jumlah KHL Luas areal Lama yg diawasi yg diawasi kegiatan 15 orang 31 ha 7 jam 3 orang 3 ha 7 jam 3 orang 4 ha 7 jam 22 orang 32 ha 7 jam 22 orang 32 ha 7 jam 3 jam 14 orang 14 orang 2 orang 3 orang
23 ha 23 ha 2 ha ±7 ha
±15 orang ±15 orang 29 orang 29 orang
25 ha 25 ha 43 ha 43 ha
-
-
3 orang
15 ha
Keterangan R 05401 R07402 R08402 Mandoran VIII Mandoran VIII R08403, R05402
7 jam Mandoran X Mandoran X 7 jam R98401 4 jam R03401 4 jam 4 jam 3 jam 4 jam 7 jam 7 jam 7 jam
Kantor Divisi IV Mandoran V Mandoran V Mandoran IX Mandoran IX
7 jam Kantor Divisi IV 4 jam 33
Tanggal
4 34
Lampiran 2 (lanjutan) Tanggal 20-04-2016 21-04-2016 22-04-2016 23-04-2016 24-04-2016 25-04-2016 26-04-2016 27-04-2016
Uraian kegiatan Pengawasan penyadapan Pengawasan penyadapan Pengamatan Pengawasan penyadapan Minggu Pengamatan Pengumpulan data sekunder Diskusi di kantor
Prestasi kerja penulis Keterangan Jumlah KHL Luas areal Lama yg diawasi yg diawasi kegiatan 21orang 29 ha 7 jam Mandoran VI 21 orang 29 ha 7 jam Mandoran VI 4 jam 9 orang 13 ha 7 jam Mandoran IV
4 jam Kantor Estate 4 jam Kantor divisi IV
5
Lampiran 3. Jurnal kegiatan sebagai pendamping asisten Tanggal 18-03-2016 28-04-2016 29-04-2016 30-04-2016 01-05-2016 02-05-2016 03-05-2016 04-05-2016 05-05-2016 06-05-2016 07-05-2016 08-05-2016 09-05-2016 10-05-2016 11-05-2016 12-05-2016 13-05-2016 14-05-2016 15-05-2016 16-05-2016 17-05-2016
Prestasi kerja penulis Jumlah mandor Luas areal Lama yg diawasi yg diawasi kegiatan Melakukan ispeksi bersama tapping inspector, 3 manajer, asisten dan mandor besar Pengawasan penyadapan 1 44 ha 7 jam Persiapan bahan untuk review bersama manajer Rapat bersama asisten dan manajer Minggu Pengawasan penyadapan 1 56 ha Pengawasan pengendalian gulma 2 63 ha 7 jam Pengawasan pengendalian gulma 1 31 ha 7 jam Libur (kenaikan Isa almasih) Libur (Isra’ mi’raj) Libur bonus Minggu Kontrol lapangan 3 7 jam Pengawasan penyadapan dan pembagian gaji 7 jam Melakukan tapping inspeksi bersama mandor 5 ±101 ha 5 jam besar Melakukan tapping inspeksi bersama mandor 5 ±200 ha 5 jam besar Persiapan audit internal untuk ISO dan RSPO Izin Minggu Pengurusan kasus ke kantor polisi Pengamatan ulang 5 jam Uraian kegiatan
Keterangan R05401, R02404, R10404 Mandoran IX Kantor divisi IV Kantor divisi III Mandoran V Field R04403 Field R05402
Mandoran X,II, dan VII Mandoran V Divisi IV Divisi IV Kantor Divisi III
R10401, R07402 35
6 36
Lampiran 3 (lanjutan) Tanggal
Uraian kegiatan
18-05-2016 19-05-2016
Pengamatan ulang Pengamatan ulang
20-05-2016 21-05-2016 22-05-2016 23-05-2016 24-05-2016 25-05-2016
Pengamatan ulang Sakit Minggu Sakit Sakit Kunjungan ke pabrik karet bunut
26-05-2016 27-05-2016 28-05-2016 29-05-2016 30-05-2016 31-05-2016
Rapat Rapat dan konsultasi bersama asisten Review kegiatan magang bersama asisten Minggu Pengurusan berkas, pengembalian kondite penilaian dan administrasi lainnya Pamitan
01-06-2016 02-06-2016
Persiapan pulang Pulang
Prestasi kerja penulis Jumlah mandor Luas areal yg diawasi yg diawasi -
-
Lama kegiatan 5 jam 4 jam 5 jam
Keterangan R03404 R08401, R04402, R98401, R08403, R05402, R02404
Bunur Rubber Factory BSP Kantor Estate Kantor Divisi IV Kantor Divisi IV Kantor Estate Kantor Divisi IV dan kantor Estate
7
Lampiran 4. Peta kebun Gurach Batu Estate
37
8 38
Lampiran 5. Tabel curah hujan di GBE tahun 2006-2015 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Rata-rata BK BB
2006 2007 2008 hh ch hh ch hh ch 7 48 11 202 3 48 9 65 5 22 2 30 7 117 6 50.5 15 171 11 126 13 183 7 73 14 293 15 174 5 118 9 134 9 134 7 108 5 113 10 214 8 180 6 154 9 184 7 155 14 260 9 228 10 172 17 432 14 161 11 156 10 146 10 118 7 139 11 146 7 152 6 77 120 2034 118 1821,5 88 1427 10 170 9.83 152 7.33 119 1 2 2 10 10 8
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 hh ch hh ch hh ch hh ch hh ch hh ch hh ch 7 134 3 103 10 146 4 90 9 200 4 33 8 167 3 63 4 44 2 47 5 81 5 64 2 46 3 34 9 135 7 71 9 172 13 221 3 27 3 42 6 62 4 29 2 116 5 49 13 192 12 110 5 97 7 56 4 33 2 113 6 134 6 86 8 131 9 88 8 89 1 2 11 245 9 194 3 41 4 53 4 33 6 80 7 177 13 183 5 37 8 248 5 18 5 66 10 294 10 111 13 221 14 296 6 95 9 97 9 130 12 208 7 188 9 170 9 212 7 164 9 129 9 162 9 158 6 143 4 98 16 248 14 312 12 224 9 165 9 130 10 138 14 326 7 116 10 132 12 162 16 226 16 274 4 59 6 79 6 139 14 192 11 195 23 216 7 35 72 1212 88 1768,5 98 1790 103 1854 99 1409,5 98 1304 101 1587 6 101 7.33 147 8.17 149 8.58 155 8.25 117 8.17 109 8.42 132 4 1 3 1 3 4 3 7 8 9 7 7 5 7
rata-rata HH CH 6.6 117 4 49.6 7.8 107 7.9 103 7.7 126 6.3 102 7.6 153 9.5 165 9.2 184 11.2 207 11.2 178 9.5 129 98,5 1620,75 8.21 135 2,4 7,8
Sumber: Data Curah Hujan GB
*Keterangan hh: hari hujan ch: curah hujan (mm) BK: Bulan kering (<60 mm) BB: Bulan basah (>100 mm)
Tipe iklim Schmidt-Ferguson A: Sangat basah B: Basah C: Agak basah D: Sedang E: Agak kering F: Kering G:Sangat kering
(Q: 14.3 %) (Q: 14.3 %- 33.3%) (Q: 33.3 %- 60%) (Q: 60 % -100 %) (Q:100%-167 %) (Q: 167%-300 %) (Q: 300%-700%)
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ × 100% 2,4 𝑄= × 100% = 30,76 % 7,8 𝑄=
Jadi, iklim di GBE termasuk Tipe B
9
Lampiran 6. Struktur organisasi kebun Gurach Batu Estate
39
40
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batusangkar, Kab. Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 22 Oktober 1994. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara oleh ayah Aziardi dan ibu Jasni. Penulis menyelesaikan pendidikan SMA di SMA N 1 Batusangkar pada tahun 2012. Setelah itu penulis melanjutkan studi ke S-1 Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut pertanian Bogor melalu jalur tes SNMPTN. Selama 4 tahun menempuh pendidikan di IPB penulis mendapatkan beasiswa dari Bidikmisi. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di International Cooperation and Development Fund (ICDF) pada tahun 2014 yang berlokasi di Cikarawang, Bogor dan di Gurach Batu estate PT BSP Tbk, Asahan, Sumatera Utara.