PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING DI PT GULA PUTIH MATARAM, LAMPUNG DENGAN ASPEK KHUSUS MANAJEMEN IRIGASI
NITA CHOIRUNNISA A24062088
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING DI PT GULA PUTIH MATARAM, LAMPUNG DENGAN ASPEK KHUSUS MANAJEMEN IRIGASI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
NITA CHOIRUNNISA A24062088
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: PENGELOLAAN TANAMAN TEBU
officinarum L.)
(Saccharum
LAHAN KERING DI PT. GULA
PUTIH MATARAM, LAMPUNG DENGAN KHUSUS MANAJEMEN IRIGASI Nama
: Nita Choirunnisa
NIM
: A24062088
Menyetujui, Dosen Pembimbing
(Ir. Purwono, MS.) NIP : 19580922 198203 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen
(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr.) NIP : 19611101 198703 1 003
Tanggal lulus :
ASPEK
RINGKASAN NITA
CHOIRUNNISA.
Pengelolaan
Tanaman
Tebu
(Saccharum
officinarum L.) Lahan Kering di PT. Gula Putih Mataram, Lampung dengan Aspek Khusus Manajemen Irigasi. Dibimbing oleh PURWONO.
Tebu merupakan sumber pemanis utama di dunia, hampir 70 % sumber bahan pemanis berasal dari tebu sedangkan sisanya berasal dari bit gula.produksi nasional gula yang belum mencukupi kebutuhan konsumsi gula nasional serta keterbatasan lahan pertanaman tebu di Pula Jawa menyebabkan perlunya pengembangan tebu di luar Pulau Jawa khususnya pengembangan tebu lahan kering. Keterbatasan sumber daya air pada lahan kering menyebabkan perlu manajemen pemberian irigasi terutama pada tebu yang ditanam dimusim kemarau. Untuk mempelajari pengelolaan tanaman tebu di lahan kering berserta manajemen pemberian irigasinya maka dilakukan kegiatan magang. Kegiatan magang dilaksanakan di PT Gula Putih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung. Kegiatan magang dilaksanakan mulai dari bulan Maret 2010 sampai Juli 2010. Metode pelakasanaan magang yang dilakukan adalah mempelajari dan melakukan kegiatan langsung di lapangan sebagai karyawan harian lepas , asisten pendamping mandor, dan menjadi asisten divisi. Selama menjadi karyawan harian lepas, mahasiswa mengikuti seluruh kegiatan kebun, mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan. Pada aspek manajemen irigasi , pengamatan yang dilakukan meliputi pengukuran volume semprot gun sprayer dan lebar semprotan gun sprayer. Pengukuran volume semprot dilakukan dengan cara menampung air yang keluar dari nozel pada jarak 5.8 m, 11.6 m, 17.4 m, 23.2 m , dan 29.0 m dari gun sprayer dengan kecepatan putaran mesin yang berbeda. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan lokasi yang berbeda . Sistem irigasi yang dilakukan di PT. Gula Putih Mataram adalah sistem irigasi curah (sprinkler). Tiap kali penyemprotan digunakan dua gun sprayer. Lamanya penyiraman setiap titik dilakukan selama 2 jam dengan asumsi selama dua jam kedalaman air irigasi mencapai 15 cm dari permukaan tanah atau setara
dengan curah hujan 5.76 mm/cm2. Kapasitas kerja mesin pompa yaitu 10 jam/ ha sehingga dalam 1 hari luasan areal yang diirigasi adalah 2.5 ha. Sumber air yang digunakan adalah lebung yang memiliki cadangan air yang cukup dan dekat dengan areal. Jumlah lebung yang terdapat di PT. Gula Putih Mataram rata-rata untuk satu blok (1 blok rata-rata seluas 10 ha) berjumlah 5 lebung. Pada tanaman RPC irigasi dilakukan pada saat pengeceran atau pencacahan bibit dan setelah penutupan bibit. Sedangkan pemberian air irigasi untuk selanjutnya disesuaikan dengan umur tanaman dan kondisi kelembaban tanah Kelembaban air di dalam tanah diukur sehari dua hari sekali dengan menggunakan Diviner 2000. Pada penyiraman denga sprinkler volume curahan terbesar tertampung pada jarak 11.6 m dari gun sprayer, sedangkan volume terkecil terjadi pada jarak 29 m baik pada mesin dengan putaran 1500 rpm maupun 1800 rpm. Volume curahan terbanyak terdapat pada mesin 1800 rpm yaitu mencapai 819.28 ml. volume curahan terbesar tertampung pada panjang curahan 11.6 m dan 17.4 m hal ini yang dijadikan pertimbangan oleh perusahaan dalam penempatan posisi gun sprayer. Setiap satu titik penyiraman, perusahaan menggunakan dua gun sprayer dengan jarak antara gun sprayer sejauh 46.4 m dengan overlap siraman 10%. lebaran semprotan pada mesin pompa dengaan putaran 1800 rpm lebih jauh dibandingkan dengan mesin pompa dengan putaran 1500 rpm. Konsumsi bahan bakar pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 12 l/jam, sedangkan pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 18 l/jam.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 November 1988 di Bekasi, Jawa Barat. Penulis merupakan anak keempat dari sepuluh bersaudara dari pasangan H. Ibnu Hajar dan Hj. Sri Supriapsari. Penulis lulus dari Taman Kanak-kanak Ritpitaka Patal Bekasi pada tahun 1996, kemudian masuk di SD Negeri Bekasi Tugu I dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri 3 Bekasi dan selanjutnya melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Tambun Utara dan lulus pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dengan jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007, penulis berhasil diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis tergabung dalam Organisasi Daerah Keluarga Mahasiswa Bekasi. Selain itu penulis juga aktif dalam mengikuti berbagai kepanitian kegiatan mahasiswa seperti acara Festival Tanaman XX pada tahun 2008, Gebyar Pertanian tahun 2008, Masa Orientasi Fakultas Pertanian pada tahun 2008. Pada tahun 2010, penulis melakukan
kegiatan
magang
di
PT
Gula
Putih
Mataram.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan magang dan menyusun skripsi yang berjudul “ Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering Di PT Gula Putih Mataram, Lampung Dengan Aspek Khusus Manajemen Irigasi “ . Penulis menyampaikan terimakasih kepada Ir. Purwono, M.S. yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan magang dan penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Eko Sulistyono dan Bapak Dwi Guntoro yang telah menjadi dosen penguji skripsi, terimakasih atas masukannya.
Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada seluruh staf dan karyawan Departeman Pertanian PT. Gula Putih Mataram khususnya Bapak Tarmidzi, Bapak Andi Heru, Bapak Wahyu, Bapak Ari, Pak Mukayadi, Pak Dalhar, Pak Parmin, Pak Khozim atas bimbingannya selama pelaksanaan magang. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ika dan Dhiya rekan seperjuang selama kegiatan magang dan penyusunan skripsi. Kepada yuni, hottea, nahrin, ony, arti dan piyut terima kasih atas dukungan dan persahabatan yang telah kita jalin. Kepada teman-teman AGH 43 atas persaudaraan yang telah kita jalin selama ini. Kepada alin, muti, yoss, yofa, mba didie, dan seluruh penghuni wisma ungu atas hari-hari yang telah kita lewati bersama dan dukungannya selama ini.
Semoga hasil dari kegiatan magang ini berguna bagi yang
memerlukan.
Bogor, Januari 2011 Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL....................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................
v
PENDAHULUAN ...................................................................................
1 1 2
Latar belakang ............................................................................................ Tujuan .........................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ Budidaya Tebu ........................................................................................... Budidaya Tebu lahan kering ................................................................... Pengelolaan Air....................................................................................... Irigasi ..........................................................................................................
3 3 4 4 6
METODE MAGANG ............................................................................
9 Tempat dan Waktu ..................................................................................... 9 Metode Pelaksanaan ................................................................................... 9 Aspek khusus ............................................................................................. 10 Analisis data ............................................................................................... 11
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN .............................................. 12 Sejarah PT. Gula Putih Mataram ................................................................ Lokasi dan Letak Geografis Perusahaan .................................................... Keadaan Iklim dan Jenis Tanah .................................................................. Keadaan Tanaman dan Perkembangan Produksi ....................................... Keragaan Pabrik .........................................................................................
12 13 14 15 16
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ................................... 18 Aspek Teknis .............................................................................................. Persiapan Lahan ...................................................................................... Pembibitan .............................................................................................. Penanaman .............................................................................................. Pemeliharaan secara mekanis ( Mechanical Maintanance) ................. Pemeliharaan secara manual (Manual Maintanance) .......................... Pemanenan .............................................................................................. Tahap persiapan tebang ........................................................................ Pelaksanaan penebangan ..................................................................... Bongkar muat ...................................................................................... Pengolahan Gula ..................................................................................... Aspek Manejerial ....................................................................................... Pelaksanaan Pengelolaan Tingkat Staf, Non Staf dan Tenaga Kerja Lapangan ................................................................................................. Pengumpulan Data, Pelaporan dan Sistem Pembayaran ........................
18 18 24 24 30 33 38 38 40 42 43 46 46 46
ii
PEMBAHASAN....................................................................................... 47 Sistem Irigasi .............................................................................................. Penetapan areal irigasi ................................................................................ Pengukuran Kelembaban Tanah ................................................................. Aplikasi Irigasi ........................................................................................... Waktu dan Frekuensi Irigasi ....................................................................... Sistem ketenagakerjaan ..............................................................................
48 48 49 50 52 53
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 54 Kesimpulan ................................................................................................. 54 Saran ........................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 55 LAMPIRAN .............................................................................................. 57
iii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Tata Guna Lahan PT. Gula Putih Mataram ......................................... 13 2.
Kategori tanaman PT.Gula Putih Mataram ........................................ 15
3.
Produksi PT. Gula Putih Mataram ..................................................... 16
4.
Dosis pupuk pada tanaman RPC dan RC : ......................................... 31
5 . Dosis herbisida post emergence ......................................................... 36 6.
Penggolongan ketersediaan air tanah ................................................. 49
7.
Volume semprotan gun sprayer .......................................................... 50
8.
Lebar semprotan dan waktu putaran gun sprayer .............................. 51
9.
Frekuensi irigasi di Divisi 3 PT. Gula Putih Mataram tahun 2009 .... 52
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Layout pengukuran volume semprot gun sprayer ................................. 10 2. Brushing ................................................................................................ 19 3. Aplikasi Stillage .................................................................................... 20 4. Penebaran blotong ................................................................................. 20 5. Penebaran kapur secara manual ............................................................ 21 6. Pembajakan ........................................................................................... 22 7. Penggaruan ............................................................................................ 22 8. Track making ......................................................................................... 23 9. Tebang bibit dengan tenaga manusia .................................................... 25 10. Kegiatan penanaman ........................................................................... 26 11. Pemadatan tanah dengan ban traktor .................................................. 27 12. Pemberian irigasi dengan sprinkler ..................................................... 28 13. Penyulaman ......................................................................................... 34 14. Penyiangan gulma secara manual ........................................................ 35 15. Penyemprotan gulma dengan hand knapsack sprayer ....................... 36 16. Klentek ................................................................................................ 37 17. Aplikasi ZPK ....................................................................................... 39 18. Pengangkutan tebu pada tebu ikat ....................................................... 41 19. Pengangkutan tebu urai dengan grab loader ....................................... 42 20. Jenis pembongkaran tebu di area pabrik ............................................. 43 21. Hubungan prosentase curahan irigasi
............................................ 51
v
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Halaman
Spesifikasi mesin pompa irigasi ............................................................. Daftar perlengkapan irigasi .................................................................... Curah hujan tahun 2000-2009 ................................................................ Data kelembaban udara PT Gula Putih Mataram tahun 1990-2008 ..... Data temperatur udara PT. Gula Putih Mataram tahun 1999-2008 ....... Peta PT. Gula Putih Mataram ................................................................ Proses pembuatan gula di PT. Gula Putih Mataram .............................. Peta lebung di PT. Gula Putih Mataram ................................................ Jurnal harian kegiatan magang di PT. Gula Putih Mataram, 2010 ........
58 59 60 61 62 63 64 65 66
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu merupakan sumber pemanis utama di dunia, hampir 70 % sumber bahan pemanis berasal dari tebu sedangkan sisanya berasal dari bit gula. Produksi gula tebu nasional pada tahun 2008 sebesar 2.8 juta ton. Luas areal pertanaman tebu sekitar 438 960 ha dengan produktivitas nasional 6.11 ton tebu/ha dan rendemen tebu sekitar 7.75 %. Produktivitas tebu nasional 64 % dihasilkan di pulau Jawa. Total produksi gula pada tahun 2009 sekitar 4,5 juta ton, kebutuhan impor rafinasi 379.000 ton dan konsumsi gula sekitar 4,3 juta ton (Dewan Gula Indonesia, 2009). Pengembangan tebu lahan kering di luar pulau Jawa menghadapi sejumlah kendala terutama sifat tanah yang kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman semusim. Keberhasilan usaha budidaya
tebu di lahan kering selalu dibatasi
dengan faktor alam yang sulit dikendalikan. Salah satu faktor ini adalah iklim (Premono, 1984). Kondisi iklim yang paling berperan dan sangat berkaitan dengan masalah ketersediaan air bagi tanaman tebu adalah curah hujan dan laju penguapan air. Curah hujan memiliki jumlah dan penyebaran yang tidak merata dalam setiap tahunnya. Jumlah dan penyebaran curah hujan tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu (Yusuf, 1988). Pengelolaan air pada budidaya tanaman tebu berkaitan dengan kebutuhan air yang disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman. Wardojo dan Priyono (1996) menyatakan bahwa pada masa pertumbuhan, tanaman tebu banyak memerlukan air sedangkan menjelang tua dan panen tidak memerlukan banyak air. Penanaman tebu pada lahan beririgasi dilakukan pada musim
kering,
sedangkan untuk lahan yang pengairannya memanfaatkan air hujan, penanaman dilakukan pada saat musim hujan. Dalam kondisi jumlah air yang terbatas maka perlu dilakukan pengaturan guna melakukan optimasi pemanfaatan air irigasi. Ada dua azas yang dapat digunakan dalam optimasi pemanfaatan air irigasi yaitu : azas prioritas dan azas proposionalitas (Irianti dan Agus, 2000). Azas prioritas artinya pemanfaatan air
2
irigasi didasarkan pada prioritas tanaman tanaman yang akan diairi, sedangkan azas proposionalitas mengetengahkan bahwa penggunaan air dibagi secara proposional antar tanaman untuk mencari kombinasi optimumnya. Pengaturan waktu tanam harus disesuaikan dengan kondisi iklim. Pengaturan tata waktu tanam yang kurang cermat seringkali menimbulkan masalah yang diakibatkan kelebihan atau kekurangan air sehingga perlu dilakukan pengelolaan air yang baik. Menurut Hoffman et. al.(1992) pemberian irigasi dilakukan dengan tujuan pemberian dan penyimpanan air dalam profil tanah untuk tanaman. Untuk mencapai keseragaman pertumbuhan tanaman, diperlukan pemberian air yang merata dalam suatu luasan lahan sehingga air yang diberikan menjadi efisien. Waktu pemberian irigasi dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya fase pertumbuhan tanaman, kebutuhan evaporasi, ketersediaan air, kapasitas sistem irigasi, budaya pemberian irigasi, nilai ekomomi tanaman, dan prakiraan cuaca (Hoffman et. al.,1992).
Tujuan Tujuan dari pelaksanaan kegiatan magang diantaranya : 1. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuan profesionalis dalam memahami proses kerja nyata. 2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menganalisis masalah masalah yang terdapat di lapang. 3. Mempelajari pengelolaan irigasi curah pada budidaya tebu lahan kering dan menganalisis efisiensi irigasi terhadap produktivitas tanaman.
3
TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumputrumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan gula. Batang tebu banyak mengandung gula, kandungan gula pada batang tebu optimal terjadi setelah fase vegetatif . Kandungan gula pada batang dapat berubah-ubah tergantung dari ukuran batang, lambatnya pembentukan buku, dan pemberian air yang berlebihan menyebabkan rendahnya kandungan gula dalam batang (Fauconnier, 1993). Menurut Wardojo dan Priyono (1996) proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas diatasnya. Tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah seragam. Lama pertumbuhan tanaman yang optimal untuk daerah iklim tropis berkisar antara 11-12 bulan. Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuahn optimal tanaman tebu. Tebu tumbuh baik dengan kelembaban yang tidak terlalu tinggi (70 %
dan
Priyono
(1996)
menyatakan
bahwa
pada
masa
pertumbuhan, tanaman tebu banyak memerlukan air sedangkan menjelang tua dan panen tidak memerlukan banyak air. Kekurangan air pada saat pertumbuhan mengakibatkan batang tanaman tebu kecil-kecil dan tumbuh kerdil. Sebaliknya, kelebihan air pada saat tanaman menjelang panen mnyebabkan kadar gula dalam batang menurun. Menurut Islami dan Utomo (1996) cekaman air menyebabkan perubahan macam dan jumlah senyawa karbohidrat di dalam tanaman. Tanaman yang mengalami cekaman akan mengalami penurunan tepung dan peningkatan kadar gula.
4
Budidaya Tebu lahan kering Lahan
kering
merupakan
kawasan
yang
didayagunakan
tanpa
penggenangan air baik secara permanen maupun maksimum dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi (up land). Dengan demikian air yang tercurah ke kawasan tersebut diharapkan mengalir ke tempat lain dan untuk tujuan pertanian lahan kering, air tersebut tidak dikehendaki tergenang (Forum Komunikasi Olah Tanah Konservasi, 2000). Pengembangan tebu lahan kering merupakan pilihan yang sangat menjanjikan untuk mempercepat proses pencapaian kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas produksi gula. Pertimbangannya, karena luas lahan untuk budidaya tebu lahan kering masih tersedia menurut skala ekonomi, dan potensi sumberdaya yang memungkinkan, juga teknologi proses produksi sudah dapat dikuasai dengan baik. Apalagi jika masalah bibit dan penyediaan air menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal) dapat dilakukan dengan baik (Irianto, 2003). Keberhasilan usaha budidaya tebu di lahan kering selalu dibatasi dengan faktor alam yang sulit dikendalikan. Salah satu faktor ini adalah iklim (Premono, 1984). Kondisi iklim yang paling berperan dan sangat berkaitan dengan masalah ketersediaan air bagi tanaman tebu adalah curah hujan dan laju penguapan air. Curah hujan memiliki jumlah dan penyebaran yang tidak merata dalam setiap tahunnya. Jumlah dan penyebaran curah hujan tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu (Yusuf, 1988).
Pengelolaan Air Kendala yang dihadapi pada budidaya tebu di lahan kering diantaranya, keterbatasan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman, kesuburan tanah yang relatif lebih rendah dibandingkan tanah sawah irigasi, dan umumnya terletak pada daerah miring hingga terjal, sehingga memerlukan upaya konservasi tanah yang memadai (Wardojho dan Priyono, 1996). Sumber daya air di lahan kering berasal dari curah hujan dan sebagian merupakan air permukaan yang tertampung di dalam lebung, dengan melihat potensi curah hujan dan evapotranspirasi bulanan, maka akan dapat diketahui apakah ada kelebihan air pada musim penghujan. Kelebihan air tersebut dapat
5
dimanfaatkan pada musim kemarau dengan cara menampung air tersebut di dalam lebung (Simon,S., M. Edi, dan Sumoyo, 2000). Wardojo dan Priyono (1996) menyatakan bahwa pada masa pertumbuhan, tanaman tebu banyak memerlukan air sedangkan menjelang tua dan panen tidak memerlukan banyak air. Kekurangan air pada saat pertumbuhan mengakibatkan batang tanaman tebu kecil-kecil dan tumbuh kerdil. Sebaliknya, kelebihan air pada saat tanaman menjelang panen menyebabkan kadar gula dalam batang menurun. Menurut Islami dan Utomo (1996) cekaman air menyebabkan perubahan macam dan jumlah senyawa karbohidrat di dalam tanaman. Tanaman yang mengalami cekaman akan mengalami penurunan tepung dan peningkatan kadar gula. Pendayagunaan sumberdaya air untuk menekan resiko kekeringan, penurunan hasil tebu dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep “rainfall and runoff harvesting” melalui pembangunan “chanel reservior”. Berdasarkan karakteristik potensi sumberdaya air hujan lahan kering dan hasil simulasi kebutuhan air untuk seluruh fase pertumbuhan tanaman, ternyata secara kuantitas kebutuhan air tebu dapat dicukupi apabila potensi aliran permukaan dapat disimpan pada saat musim hujan dan didistribusikan pada saat musim kemarau. Teknologi ini terbukti sangat efektif untuk menekan laju aliran permukaan (runoff velocity), erosi (erosian) dan pencucian hara (nutrient leaching) serta dapat diminimalkan (Irianto, 2003). Kapasitas penyimpanan air merupakan jumlah air maksimum yang dapat disimpan dalam tanah. Jika proses kehilangan air dibiarkan berlangsung terus, pada saat akhirnya kandungan air dalam tanah sedemikian rendahnya sehingga energi potensialnya sangat tinggi dan mengakibatkan tanaman tidak mampu untuk menggunakan air. Hal ini ditandai dengan layunya tanaman secara terus-menerus atau disebut juga titik layu permanen ( Islami dan Utomo, 1995). Menurut Simon,S., M. Edi, dan Sumoyo (2000) dalam pengembangan potensi sumber daya air ada tiga hal penting yang harus diperhatikan yaitu : perkiraan hasil air (water yield), prakiraan debit sungai maksimum. Dan prakiraan lama periode kering berikut kemungkinan terjadi hujan selama periode kering tersebut.
6
Irigasi Irigasi merupakan sumber daya yang penting dalam perencanaan usaha tani. Seperti halnya dengan sumber daya lainnya, ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan irigasi yaitu kelayakan dan keuntungannya. Keuntungannya antara lain adalah dapat menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman selama periode tumbuh. Perencanaan irigasi disusun terutama berdasarkan kondisi-kondisi meteorologi di daerah bersangkutan. Irigasi dimaksudkan untuk memberikan suplai air kepada tanaman dalam waktu, ruang, jumlah, dan mutu yang tepat. Pencapaian tujuan tersebut dapat dicapai melalui berbagai teknik pemberian air irigasi. Rancangan pemakaian berbagai tersebut disesuaikan dengan karakterisasi tanaman dan kondisi setempat . Simon,S., M. Edi, dan Sumoyo (2000) menyatakan bahwa tujuan utama perancangan jaringan irigasi adalah agar air dapat terbagikan dengan sempurna pada seluruh lahan yang menjadi target irigasi. Secara konseptual, irigasi pada lahan kering dimaksudkan untuk memberikan tambahan air pada saat suplai air dari tanah dan atmosfer (hujan) tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tanaman, sehingga perhitungan kebutuhan air harus memperhitungkan jumlah dan distribusi hujan secara parsial dan temporal pada wilayah tersebut. Melalui identifikasi karakteristik tanaman, tanah, lereng, hujan, dan koefisen aliran permukaan, maka dapat dihitung kebutuhan air irigasi dan potensi pemenuhannya (Irianti dan Agus, 2000). Menurut Simon, Edi, dan Sumoyo (2000)
untuk merancang jaringan irigasi
diperlukan peta topografi rinci skala 1 : 5000 dengan beda tinggi 0.50 m, data iklim dan hidrologi, data sifat fisik tanah, kelakuan tanaman yang dibudidayakan. Menurut Santoso (1993) irigasi yang tepat dapat mempertahankan suplai kualitas air yang baik yang dibutuhkan tanaman untuk memenuhi kebutuhan transpirasi, menjaga keseimbangan garam dan suplai hara serta aerasi dan suhu yang cukup pada daerah perakaran. Kebutuhan air irigasi dalam suatu lahan pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, jenis dan sifat tanah, macam dan jenis tanaman, keadaan iklim, keadaan topografi, luas areal pertanian dan tingkat kebutuhan air tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
7
Penjadwalan irigasi bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi irigasi dengan menerapkan
jumlah air yang dibutuhkan untuk mempertahankan
kelembaban tanah ke tingkat yang dikehendaki. Waktu pemberian irigasi dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya fase pertumbuhan tanaman, kebutuhan evaporasi, ketersediaan air, kapasitas sistem irigasi, budaya pemberian irigasi, nilai ekonomi tanaman, dan prakiraan cuaca (Hoffman et. al.,1992). Menurut James (2004) aplikasi air irigasi pada budidaya tebu dapat dibedakan dalam beberapa sistem irigasi diantaranya irigasi permukaan, irigasi curah dan irigasi tetes . Air irigasi disalurkan ke tanah pertanian dengan empat metode umum, yaitu (1) permukaan tanah dengan penggenangan (flooding) atau alur (furrow), (2) bawah tanah dalam hal ini permukaan tanah dibasahi apabila ada, (3) cucuran (trickle) dari pipa dekat tanaman dan (4) penyiraman dimana permukaan tanah dibasahi seperti oleh curah hujan atau bisa disebut juga irigasi curah (Hansen, Orson dan Glen, 1992).
Menurut Simon, Edi, dan Sumoyo (2000) dengan
mempertimbangkan keadaan topografi pada sebagian areal pertanaman tebu, cara pengolahan tanah dan pengelolaan budidaya tebu, serta besar biaya untuk membangun sistem irigasi yang paling memungkinkan dikembangkan adalah iriasi curah dan irigasi alur.
Irigasi curah Irigasi curah (sprinkle irrigation) disebut juga overhead irrigation karena pemberian air dilakukan dari bagian atas tanaman terpancar menyerupai curah hujan
(Prastowo, 2002). Pada irigasi curah, air disemprotkan dengan cara
mengalirkan air bertekanan melalui orifice kecil atau nozel. Tekanan biasanya didapatkan dengan pemompaan. Untuk mendapatkan penyebaran air yang seragam diperlukan pemilihan ukuran nozel, tekanan operasional, spasing pencurah dan laju infiltrasi tanah yang sesuai. Prastowo (2002) menyatakan beberapa keuntungan irigasi curah yang diantaranya : 1. Efisiensi pemakaian cukup tinggi
8
2. Dapat digunakan pada lahan dengan topografi bergelombang dan kedalaman tanah (solum) yang dangkal, tanpa diperlukan perataan tananah (land grading). 3. Cocok untuk tanah berpasir yang laju infiltrasi cukup tinggi. 4. Aliran permukaan dapat dihindari sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya erosi 5. Pemupukan terlarut, herbisida dan pestisida dapat dilakukan bersama-sama dengan air irigasi. 6. Biaya tenaga kerja untuk operasi biasanya lebih kecil daripada irigasi permukaan 7. Dengan tidak ditemukannya saluran terbuka, maka tidak banyak lahan yang tidak dapat ditanami. Sedangkan kelemahan sistem irigasi curah diantaranya memerlukan investasi dan biaya operasional yang tinggi, antara lain untuk operasi pompa dan tenaga pelaksana yang terampil. Selain itu perancangan dan tata letaknya harus teliti agar diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi. Sebelum melakukan perancangan
sistem irigasi curah, dibutuhkan
informasi faktor-faktor rancangan. Faktor-faktor tersebut meliputi sifat fisik tanah, air tanah tersedia, laju infiltrasi, evapotranspirasi tanaman, curah hujan efektif, dan kebutuhan air irigasi. Dalam aplikasi irigasi curah harus menggunakan energi fosil dengan pemakaian pompa bertekanan tinggi, sehingga bila dikaitkan dengan kondisi lahan dan sumber air, maka tipe irigasi yang paling cocok untuk budidaya tebu lahan kering adalah set move irrigation system dengan tipe pencurah big gun . Simon, Edi, dan Sumoyo (2000) menyatakan bahwa agar kinerja sistem irigasi curah dapat memadai terdapat enam faktor yang dapat mempengaruhi rancang bangun sistem operasi yaitu : jarak lemparan, pola agihan air, debit pemberian, tekanan pompa pada saat operasi, laju pemberian, serta ukuran butiran air.
9
METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di PT Gula Putih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung. Kegiatan magang dilaksanakan mulai dari bulan Maret 2010 sampai Juli 2010.
Metode Pelaksanaan Kegiatan magang di PT Gula Putih Mataram meliputi kegiatan pengumpulan data primer dan data sekunder yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Data primer diambil dengan metode langsung, untuk aspek teknis mahasiswa turun langsung dalam mengikuti seluruh kegiatan budidaya di lapangan. Selama kegiatan magang berlangsung, mahasiswa mempelajari dan mengikuti seluruh kegiatan langsung di lapang sebagai karyawan harian lepas, asisten pendamping mandor, dan pendamping asisten divisi. Selama mahasiswa berstatus sebagai karyawanharian lepas, mahasiswa mengikuti seluruh
aspek
teknis budidaya tebu di lapang yang diikuti meliputi persiapan lahan, pembibitan, penanaman, irigasi, pemeliharaan tanaman, pemanenan, hingga pengolahan tebu menjadi gula. Pada aspek manejerial mahasiswa menjadi pendamping mandor dan pendamping asisten divisi yang bertugas untuk membantu membuat perencataan kegiatan di lapangan, mengawasi pekerjaan di lapangan dan memonitoring hasil kegiatan di lapangan. Pada waktu menjadi pendamping asisten divisi, kegiatan yang dilakukan adalah membantui mengawasi pekerjaan tenaga kerja, memonitoring hasil kegiatan kebun, mempelajari keadaan dan peta kebun, serta melakukan manajemen budidaya kebun yang baik untuk mendapatkan produksi kebun
yang optimal. Setiap kegiatan yang dilakukan selama magang dicatat
kedalam jurnal harian.
10
Aspek khusus Pada aspek khusus mahasiswa melakukan kegiatan manajemen irigasi. Data primer diperoleh dengan cara mengikuti kegiatan, melakukan pengamatan, dan pengambilan data dari bagian tanaman (Planstation). Pengamatan yang dilakukan meliputi pengukuran volume semprot gun sprayer dan lebar semprotan gun sprayer. Pengukuran volume semprot dilakukan dengan cara menampung air yang keluar dari nozel pada jarak 5.8 m, 11.6 m, 17.4 m, 23.2 m , dan 29.0 m dari gun sprayer dengan kecepatan putaran mesin 1500 rpm dan 1800 rpm. Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali ulangan dengan lokasi yang berbeda tergantung dengan areal yang diirigasi. Pengukuran lebar semprotan dilakukan dengan mengamati lebar semprotan gun sprayer pada kecepatan putaran mesin 1500 rpm dan 1800 rpm. Pengukuran lebar semprotan dilakukan untuk mengetahui jangkauan semprot optimum pada gun sprayer sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam pemasangan gun sprayer dan banyaknya pipa yang dibutuhkan
.
Sambungan antar pipa Pipa paralon
Volume pipa paralon 2.3 l
Jarak antar pipa 5.8 m
Gambar 1. Layout pengukuran volume semprot gun sprayer
11
Data sekunder yang diperlukan adalah sejarah lahan dan perkembangan perusahaan, letak geografis dan topografi, keadaan iklim, kondisi lahan, kondisi tanaman, organisasi dan manajemen perusahaan. Selain itu, pengumpulan data penunjang juga dibutuhkan melalui studi pustaka yang terdapat di perusahaan.
Analisis Data Data yang diperoleh diuji dengan uji t-student dan dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis deskriftif.
12
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah PT. Gula Putih Mataram PT. Gula Putih Mataram didirikan pada tahun 1984 yang merupakan perusahaan perkebunan tebu dan pabrik gula secara terintegrasi. PT. Gula Putih Mataram berbentuk Perseroan Terbatas Swasta penuh dengan status Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yang bergerak dalam industri gula dengan mengelola perkebunan tebu dan pabrik gula sebagai unit usaha di sektor agroindustri. PT. GPM didirikan dengan akta notaris Imas Fatimah SH, No. 33 pada tanggal 21 April 1988 dengan surat izin No 064/SITU/BKPMP/1998. PT Gula Putih Mataram sebagai unit usaha disektor agroindustri tergolong perusahaan yang padat modal (capital) dan padat karya, hal ini terlihat dari jumlah tenaga kerja yang diserap. Pihak perusahaan dalam menjalankan usahanya membawa misi pembangunan secara utuh, baik yang menyangkut misi usaha (Business mission) maupun misi sosial (Social mission), serta berupaya menciptakan lapangan kerja khususnya untuk tenaga kerja yang tersebar di berbagai di daerah sekitar lingkungan perusahaan. Secara umum tujuan didirikan PT. Gula Putih Mataram antara lain untuk mencapai sasaran-sasaran sebagai berikut : 1. Menunjang program pemerintah yang salah satunya adalah pengadaan gula nasional serta penyediaan lapangan pekerjaan. 2. Berusaha untuk mendayagunakan lahan yang kurang produktif menjadi lahan yang produktif dan menggali potensi, pengalaman seta pengetahuan mengenai budidaya tebu di lahan kering. 3. Mampu menunjang upaya peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lingkungan perusahaan. Melalui pelaksanaan program secara terpadu dan kerjasama yang baik dengan instansi-instansi yang terkait maupun masyarakat setempat, PT Gula Putih Mataram diharapkan mampu mencapai apa yang mencapai apa yang menjadi sasaran sebagaimana tersebut diatas.
13
Lokasi dan Letak Geografis Perusahaan PT. Gula Putih Mataram terletak di Desa Mataram Udik Kecamatan Bandar Mataram Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung. Jarak dari ibukota provinsi (Bandar Lampung) ke lokasi ± 144 km. PT Gula Putih Mataram memiliki kantor direksi di Jakarta dan kantor pembantu yaitu kantor Purchesing (Purchase Office) di Bandar Lampung. Letak geografis PT Gula Putih Mataram terletak pada 1050 26’ 18’’ – 1050 30’ 22’’ bujur timur dan 40 42’ 50’’ lintang selatan, dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Selatan dan Timur
: Perkebunan PT. Gunung Madu Plantations
Sebelah Barat bagian Selatan
: Perkebunan PT. Great Giant Pineapple
Sebelah Barat bagian Utara
: PT. Sweet Indo Lampung
PT. Gula Putih Mataram memiliki luas areal keseluruhan sebesar 34 912.75 ha, adapun penggunaan lahan di PT. Gula Putih Mataram dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Tata Guna Lahan PT. Gula Putih Mataram Penggunaan lahan Areal tanam Emplasemen
Luas (ha) 23,601.10
Pabrik Kantor Perumahan Bedeng Tempat parkir Sarana olah raga Area Bagase Kuburan Tanah laterit Lapangan terbang Kolam stillage Jalan,rawa,tanah tidak produktif Total
22.07 43.85 251.46 40.68 16.21 6.95 27.15 0.43 18.96 16.5 18.39 10,849.00 34,912.75
Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010
14
Keadaan Iklim dan Jenis Tanah Areal PT Gula Putih Mataram memiliki jenis tanah ultisol dan aluvial dengan derajat kemasaman 4.5-6.5 dengan tingkat kesuburan rendah sampai sedang. Perkebunan PT Gula Putih Mataram termasuk daerah yang memiliki iklim tropis dengan dua musim hujan dan kemarau. Tipe iklim B menurut klasifikasi Schmid dan Ferguson dengan rata-rata curah hujan bulanan 203.4 mm dan ratarata curah hujan tahunan 2 440.4 mm dengan bulan basah berturut-turut 5-6 bulan pada bulan November-April.
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan Pembentukan struktur organisasi sangat penting untuk menjalin kerja sama dan kelancaran jalannya perusahaan serta memudahkan koordinasi dan pengwasan kegiatan perusahaan. PT Gula Putih Mataram memiliki organisasi yang terdiri dari “Board of Commisoiner” merupakan pemegang saham perusahaan yang dipimpin oleh Direktur dan berkedudukan di Jakarta. Direktur bertugas mempertimbangkan dan mengadakan pertemuan untuk menerapkan kebijakan perusahaan, meliputi pengadaan modal dalam usaha yang akan dijalankan. Selain itu, sebagai pemimpin perusahaan juga bertugas mengatur kegiatan perusahaan yang akan dilaksanakan, kegiatan perkebunan tebu, pabrik gula, serta kegiatan penunjang (bisnis, finansial dan administrasi). Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, direktur dibantu oleh seorang manajer umum (General Manager) yang berperan sebagai pemimpin perusahaan yang mengatur secara langsung pelakasanaan kegiatan di site PT Gula Putih Mataram. General Manajer mempertanggungjawabkan semua kegiatan perusahaan kepada direktur dan dalam melaksanakan tugasnya, General Manajer dibantu oleh beberapa manajer yang memimpin pelaksanaan kegiatan masingmasing departemen.
Setiap departemen dibagi menjadi beberapa divisi yang
dipimpin oleh seorang kepala divisi. Berdasarkan sifat hubungan kerjanya, karyawan PT. Gula Putih Mataram dibedakan atas karyawan staf dan karyawan non staf. Karyawan staf terdiri atas manajer dan pendamping asisten (officer), sedangkan karyawan non staf terdiri atas pengawas (supervisor), teknisi lapangan (field assistant), mandor, mekanik,
15
dan operator. Selain itu terdapat pula tenaga harian musiman dan kontraktual. Jumlah karyawan dan tenaga harian dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Jumlah Karyawan PT. Gula Putih Mataram Departemen Pertanian Tenaga kerja (orang) Tahun 2007 2008 2009
Bulanan 839 826 815
Harian 712 810 818
FM 1688 2058 2369
Musiman 556 587 755
Total 3795 4281 4757
Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010
Manajer adalah staf operasional yang bertugas membantu dan mewakili manajemen dalam melaksanakan pengelolaan departemen atau divisi masingmasing. Officer bertugas untuk memberikan pengarahan tentang rencana kerja mingguan dan harian. Seorang officer dibantu oleh beberapa pengawas. Pengawas bertugas memberikan pengarahan tentang program kerja harian kepada teknisi lapangan dan mandor. Teknisi lapangan dan mandor bertugas mengawasi dan memperbaiki pekerjaan serta melaporkan hasil pekerjaan tenaga kerja lapang kepada pengawas.
Keadaan Tanaman dan Perkembangan Produksi PT. Gula Putih Mataram memiliki dua kategori tanaman yang dibudidayakan yaitu tanaman ulang (replanting cane) yag ditanam pada areal yang pernah ditanami tebu dan tanaman keprasan (ratoon cane) yang tanaman yang berasal dari tanaman pertama yang telah ditebang dan dipelihara keprasannya. Sistem tanam yang diterapkan di PT. Gula Putih Mataram adalah sistem tanam baris ganda (double row) . Distribusi penanaman tebu di PT. Gula Putih Mataram dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Kategori tanaman PT.Gula Putih Mataram Kategori tanaman Tanaman ulang (RPC) Tanaman keprasan 1 (R1) Tanaman keprasan 2 (R2) Tanaman keprasan 3 (R3) Total
Luas (Ha) 9,241.29 9,701.63 4,684.34 718.89 24,346.15
Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010
% 37.96 39.85 19.24 2.95 100
16
Sejak mulai beroperasi hingga saat ini, PT. Gula Putih Mataram mengalami perkembangan produksi dan juga areal perkebunan tebunya. Meningkatnya jumlah produksi gula dari tahun pertahun disebabkan semakin baiknya teknik budidaya yang digunakan serta perkembangan perkebunan yang semakin luas. Meningkatnya permintaan masyarakat akan gula mendorong PT. Gula Putih Mataram untuk meningkatkan produksi. Tabel 4. Produksi PT. Gula Putih Mataram GPM & Plasma Luas area produksi (ha)
2005
2006
2007
2008
2009
21 471.64
21 589.61
21 630.20
22 529.28
22 338.54
1 749 311.97
1 506 954.06
1 636 211.05
1 752 219.61
1 738 592.08
81.47
69.80
75.64
77.78
77.83
Rendemen
8.61
9.09
9.47
9.6
8.8
Hablur (ton/ha) Total produksi gula (ton)
7.11
6.33
7.16
7.47
6.85
152 608.62
136 736.26
154 904.36
168 264.64
153 045.08
Total tebu giling (ton) Produktivitas tebu (ton/ha)
Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010
Produksi utama perkebunan dan pabrik PT. Gula Putih Mataram adalah gula dan produk sampingan berupa tetes (molasses), ampas tebu (bagase) dan blotong. Tetes digunakan untuk pembuatan bioetanol, bagase digunakan untuk bahan bakar pabrik sedangkan blotong digunakan untuk meningkatkan kesuburan lahan.
Keragaan Pabrik Pabrik PT. Gula Putih Mataram dibangun pada tahun 1986 dan mulai beroperasi penuh pada tahun 1987. Kapasitas giling awal 8 000-10 000 ton tebu/hari, pada tahun 1994 kapasitas giling menjadi 10 000-12 000 ton/hari. Pengolahan tebu di PT. Gula Putih Mataram menggunakan sistem sulfitasi ganda yaitu pengolahan dengan pemberian kapur dan belerang oksida pada saat pemurnian. Mutu gula yang dihasilkan adalah SHS 1A yaitu mutu yang sesuai dengan standar yang diberikan oleh Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).
17
Kebutuhan listrik dipenuhi dengan memiliki sumber listrik sendiri yaitu menggunakan dua boiler dengan membutuhkan 120 to bagas/jam/unit, tiga unit Turbo Generator dengan kapasitas 6 000 KVA/unit dan tiga unit Diesel Generator dengan kapasitas 50 KVA/unit.
18
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Persiapan Lahan Persiapan lahan dilakukan guna mempersiapkan lahan yang akan digunakan untuk menanam tebu, persiapan lahan dilakukan apabila lahan tersebut akan ditanam tebu replanting (RPC). Kegiatan persiapan lahan melingkupi kegiatan pengolahan lahan hingga lahan siap untuk ditanami tebu. Persiapan lahan yang dilaksanakan di PT. Gula Putih Mataram mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Perbaikan lahan Perbaikan lahan dilakukan sebelum pengelolaan lahan pada tanaman RPC. Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki petak kebun, memperbaiki sistem drainase, menghilangkan water lock pada petak, dan mengembalikan tanah yang tererosi ke tengah petak. Peralatan yang digunakan untuk perbaikan lahan adalah bulldozer, excavator, dan dum truck.
2. Brushing Brushing bertujuan untuk memotong sisa-sisa tunggul dari tanaman tebu sebelumnya dan meratakan guludan sehingga memudahkan dalam kegiatan pembajakan. Implemen yang digunakan dalam kegiatan brushing adalah garu piring (disc harrow) dengan jumlah piringan sebanyak 28 buah dengan arah kerja searah dengan barisan tebu. Kapasitas kerja traktor untuk brushing adalah 1.2 ha/jam dengan kedalaman olah 20 cm.
19
Gambar 2. Brushing 3. Aplikasi stillage Pemberian stillage diberikan sebagai pengganti pupuk KCl, karena salah satu unsur hara yang terkandung dalam stillage unsur K. Stillage merupakan hasil samping dari proses pengolahan tetes menjadi etanol dan digunakan sebagai pengganti pupuk KCl karena mengandung N, P2O5, dan K2O sebagai unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman. Kandungan K2O dalam stillage berkisar antara 1.8-2.4 %, sedangkan kandungan N adalah 0.34 % dan kandungan P2O5 adalah 0.65 %. Pemberian stillage biasanya dilakukan untuk semua kategori tanaman baik RPC maupun RC. Untuk tanaman RPC, stillage diaplikasikan setelah penebangan dan sebelum kegiatan bajak . Stillage diaplikasikan diantara barisan tanaman tebu. Sedangkan untuk tanaman ratoon, stillage diberikan setelah kegiatan penggemburan oleh Terra Tyne pada barisan rumpun tebu. Pelaksanaan pemberian stillage di lapangan dilakukan oleh traktor kecil 80 HP . Dosis adalah 20 000 l/ha.
pemberian
stillage
20
Gambar 3. Aplikasi Stillage 4. Penebaran blotong Blotong merupakan produk samping pengelolaan tebu menjadi gula. Pemberian blotong ke areal bertujuan untuk menangani permasalahan limbah industri sekaligus meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Penyebaran blotong ke lahan dilakukan dengan menggunakan dum truck dengan muatan 8 ton dan dosis pemberian blotong adalah 40 ton/ha. Untuk memudahkan penebaran blotong sebelumnya lahan yang akan diaplikasikan dipasang pancang atau tanda. Penebaran blotong dilakukan secara merata dengan menggunakan tenaga manusia dengan jarak berkisar 2-3 m antar tumpukan kecil. Penebaran blotong dilakukan dengan sistem borongan dengan kapasitas kerja 3-4 tumpukan/orang.
Gambar 4. Penebaran blotong
21
5. Pengapuran Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan pH tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, menambahkan unsur Ca kedalam tanah. Hal ini mengingat kondisi tanah di PT Gula Putih Mataram didominasi oleh podsolik merah kuning atau ultisol
yang pada
umumnya memiliki pH tanah, kadungan bahan organik serta KTK tanah yang rendah. Pengapuran dilakukan dengan cara penaburan Gypsum (CaSO4.2H2O) dan Lime (Ca). Penaburan kapur dilakukan pada lahan secara merata dengan dosis Gypsum 1 ton/ha dan Lime 2 ton/ha. Penaburan kapur dilakukan dengan sistem borongan dengan kapasitas kerja sebesar 1.67 ha/orang.
Gambar 5. Penebaran kapur secara manual 6. Pembajakan Aktivitas ini bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa-sisa vegetasi awal dan memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Implemen yang digunakan dalam kegiatan ini adalah bajak singkal (moldboard plough) dengan tiga titik. Implemen moldboard plough ditarik dengan menggunakan traktor medium berdaya 150 HP dengan sistem penggandengan fully mounted implement dengan tiga titik gandeng. Pada kondisi normal dimana tanah dalam kondisi lapang, kedalaman olah mencapai 35-40 cm dengan kapasitas kerja pembajakan adalah 0.30-0.33 ha/jam.
22
Gambar 6. Pembajakan 7. Penggaruan Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan-bongkahan tanah dan meratakan
permukaan tanah hasil pembajakan serta
membenamkan gulma yang tumbuh sehingga diperoleh kondisi tanah yang remah, permukaan relatif rata. Aktivitas ini biasanya dilaksanakan sebanyak 2 kali setelah pembajakan. Implemen yang digunakan sama dengan implemen brushing yaitu garu piring (disc harrow) dengan 28 disk dengan jumlah disk sebanyak 28 buah dan arah kerja searah memotong arah bajak. Kapasitas kerja traktor untuk penggaruan adalah 1.2 ha/jam dengan kedalaman olah 20 cm.
Gambar 7. Penggaruan
23
8. Track Marking Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan tempat bibit tebu yang akan ditanam
(alur tanaman) dan alur untuk pemupukan dasar.
Pembuatan kairan dilakukan sedalam 40-50 cm dengan jarak antara pusat guludan 185 cm. Implement yang digunakan adalah track marker yang ditarik dengan menggunakan traktor medium 150 HP. Kapasitas kerja track marking adalah sekitar 0.5-0.6 ha/jam.
Gambar 8. Track making 9. Ripping Kegiatan ripping bertujuan untuk memecah lapisan dalam tanah atau lapisan kedap air sehingga memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Implemen yang digunakan adalah ripper yang dilengkapi dengan hollow buster yang berfungsi membentuk rongga tanah hasil ripper. Implement ini ditarik dengan traktor medium 150 HP. Kedalam olah ripping berkisar 60-65 cm dengan kapasitas kerja traktor sebesar 0.7 ha/jam.
10. Furrowing dan basalt dressing Kegiatan
ini bertujuan untuk membuat alur tanam sekaligus
memberikan pupuk basalt atau pupuk dasar dan insektisida ke dalam tanah. Jarak tanam dalam row sekitar 60-70 cm sedangkan jarak antar row sekitar 120 cm dengan kedalaman 30 cm . Pupuk yang diberikan adalah pupuk ZA dan TSP dengan dosis masing-masing sebanyak 100
24
kg/ha sedangkan insektisida yang digunakan adalah karbofuran yang berbentuk granular dengan dosis 30 kg/ha. Implemen yang digunakan adalah furrower dengan kapasitas kerja 0.5-0.6 ha/jam.
Pembibitan Pengadaan bibit tanaman disesuaikan dengan kebutuhan bibit untuk kebun tebu komersial pada tahun tanam berikutnya. Untuk varietas komersial, bibit yang ditanam dalam bentuk lonjoran yang dicacah menjadi bagal atau calon bibit dengan 3 mata tunas. Masing-masing divisi memiliki areal kebun bibit sendiri untuk memenuhi kebutuhan bibit tiap divisi namun pemenuhan kebutuhan bibit juga diperoleh dari divisi lain. Rasio kebutuhan bibit adalah 1:5 untuk bibit berumur >7 bulan, artinya setiap 1 ha kebun bibit mampu memenuhi 5 ha areal tanam.. Agar bibit yang ditanam terbebas dari hama dan penyakit, dilakukan perlakuan terhadap bibit khusus untuk percobaan. Sebelum ditanam bibit dipotong-potong menjadi 1-2 mata tunas dan selanjutnya diberi perlakuan air panas
(Hot Water Treatment/HWT) dengan suhu 500C selama 2 jam.
Pemotongan bibit dengan menggunakan golok yang telah dicelupkan kedalam larutan Lysol 20 % (Cresylic acid) yang telah dilarutkan dengan air untuk mencegah timbulnya penyakit pembuluh (Ratoon Stunty Deseases).
Penanaman Penentuan varietas dan waktu tanam didasarkan atas kemasakan tebu dan bulan tanam. Untuk bulan tanam bulan April-Juni, dipilih varietas yang masak awal, untuk bulan tanam bulan Juli-Agustus, dipilih varietas yang masak tengah. Sedangkan untuk bulan tanam bulan September-November dipilih varietas yang masak akhir. Kegiatan penanaman meliputi penebangan bibit, pengeceran bibit, pencacahan bibit, dan penutupan bibit.
1. Penebangan bibit Tebang bibit adalah kegiatan menebang bibit dari varietas tebu yang sudah dipilih/ditentukan untuk kegiatan tanam. Penebangan bibit
25
dilakukan dengan menggunakan golok tebang yang tajam dan bersih. Penebangan tebu dilaksanakan rata tanah dengan tinggi tunggul kurang dari 5 cm dan pucuk tebu dipotong pada titik tumbuhnya kemudian diikat dalam ikatan kecil sekitar 20-25 batang. Agar kesegaran bibit terjaga, diusahakan secepat mungkin bibit diangkut ke areal tanam.
2. Pengangkutan dan pembongkaran bibit Kegiatan ini bertujuan untuk mengangkut bibit dari petak tebang bibit ke areal tanam dan membongkar bibit yang telah diangkut ke areal tanam untuk selanjutnya diecer di petak tanam. Bibit yang telah ditebang dan diikat kemudian diangkut ke areal tanam dengan menggunakan truk/trailer. Agar kesegaran bibit terjaga, pengangkutan bibit harus sesegera mungkin dilaksanakan atau paling lama 2 hari setelah tebang. Kapasitas angkut truk adalah dua rit per hari dengan kapasitas rit adalah 0.4 ha bibit. Pembongkaran bibit merupakan kegiatan penurunan bibit dari dalam truk pengangkut bibit ke areal tanam yang dilakukan secara manual. Pembongkaran
bibit
harus
dilakukan
dengan
hati-hati
menghindari kerusakan pada mata bibit.
Gambar 9. Tebang bibit dengan tenaga manusia
untuk
26
3. Pengeceran, pencacahan dan penutupan bibit. Pengeceran bibit adalah kegiatan menyusun bibit tebu pada kairan sebelum pencacahan bibit agar populasi tebu yang ditanam seragam. Dalam pengeceran bibit diatur agar pucuk tebu bertemu dengan pangkal, bibit tebu diecer secara rangkap dua dengan overlapping antara ujung satu dengan lainnya sekitar 25 %. Setelah bibit diecer kemudian dilakukan pencacahan, yaitu aktivitas pemotongan bibit tebu pada dasar kairan pada setiap 2 atau 3 mata tunas, dengan tujuan untuk memberikan efek keseragaman dalam perkecambahan. Penutupan tebu dan irigasi dilakukan sesegera mungkin setelah bibit tebu dicacah. Penutupan tebu dilakukan secara merata dengan tanah yang remah atau gembur setebal 5-10 cm. penutupan bibit biasanya dilaksanakan setelah pelaksanaan irigasi pertama.
Pengeceran bibit
Pencacahan bibit
Penutupan bibit Gambar 10. Kegiatan penanaman
27
4. Pemadatan tanah( Compacting). Kegiatan ini untuk mengurangi rongga udara antara tanah penutup dengan bibit tebu,
tujuan pemadatan adalah
untuk merangsang
keseragaman dan perkecambahan, serta mengurangi penguapan tanah. Alat yang digunakan adalah traktor kecil. Pemadatan dilakukan dengan cara melintaskan ban traktor di atas row tebu dan dilakukan paling lama 2 hari setelah penutupan bibit. Traktor yang digunakan merupakan small traktor berdaya 90 HP dengan ban traktor yang telah disesuaikan dengan lebar row tebu agar tidak merusak row tebu.
Gambar 11. Pemadatan tanah dengan ban traktor Irigasi Pemberian air irigasi bertujuan untuk menambah persediaan air tanah yang dapat diserap akar, meningkatkan kelembaban tanah, serta untuk mempercepat/merangsang perkecambahan bibit. Hal yang perlu diperhatikan adalah irigasi dilakukan apabila kondisi tanah pada saat tanam dalam kondisi kering. Pada tanaman RPC Irigasi biasanya dilakukan setelah bibit tebu diecer pada kairan dilakukan sebelum penutupan bibit. Irigasi I dikenal dengan irigasi terbuka, dilakukan setelah bibit diecer atau sebelum bibit ditutup dengan tanah. Irigasi II atau irigasi tertutup dilakukan setelah kegiatan penutupan (covering) bibit.
28
Irigasi terbuka
Irigasi tertutup
Gambar 12. Pemberian irigasi dengan sprinkler Sistem irigasi yang digunakan di PT GPM adalah dengan irigasi curah (sprinkler irrigation). Air irigasi berasal dari lebung yang dekat petak tanam, dan penerapannya dikonsentrasikan pada tanaman baru atau RPC. Sprinkler yang digunakan mempunyai nozzle big gun dengan diameter curahan antara 30-50 meter. Nozzle big gun dipasang dengan jarak 8 pipa (satu titik penyiraman) dan panjang pipa adalah 6 meter. Lama penyiraman sekitar 2 jam per titik hingga mencapai kapasitas lapang dan biasanya untuk luasan 1 ha terdapat 4 titik penyiraman. Lamanya jam operasi sekitar 10 jam per hari, tergantung tingkat kekeringan tanah, sehingga dalam 1 hari didapat hasil seluas 2.5 ha. Aktivitas irigasi dilakukan dengan sistem borongan oleh tenaga harian. Kapasitas kerja untuk kegiatan ini adalah 2 HOK/h 1. Prosedur irigasi Prosedur yang diterapkan dalam pemberian irigasi curah di PT. Gula Putih Mataram adalah sebagai berikut : 1.
Menentukan sumber air yang cukup dan berdekatan dengan areal yang akan diirigasi.
2.
Mempersiapkan peralatan dan tenaga kerja yang dibutuhkan
3.
Membawa mesin dan perlengkapan ke lokasi
4.
Menempatkan mesin pada posisi datar
5.
Mengecer pipa pada areal yang akan diirigasi dan menurunkan perangkatnya.
29
6.
Setting pipa 6” dari mesin minimal 3 pipa berikut recuder 6”→4” kemudian dilanjutkan dengan pipa 4” yang digunakan sebagai pipa primair.
7.
Setting pipa 4” berikut pemasangan big gun.
8.
Menyambungkan
suction hose pada mesin kemudian turunkan
kedalam air dengan posisi menghadap kebawah berikut saringan. 9.
Mengisi air kedalam suction hose melalui corong hingga penuh kemudian menutup kran pemancing air.
10.
Mengidupkan mesin untuk memompa air, kemudian secara bertahap ditingkatkan rpm nya maksimal 1800 rpm, untuk mencapai curahan yang dikehendaki
11.
Untuk mencapai overlap curahan yang merata jarak antar big gun ditentukan
12.
Lamanya waktu pentiraman 2 jam, dengan asumsi selama 2 jam penyiraman kedalaman siram mencapai 15 cm.
13.
Operasional irigasi dilakukan setelah cacah bibit dan cover bibit
14.
Gate valve digunakan untuk memutuskan aliran air dari pipa primair ke pipa sekunder, sedangkan T Joint digunakan untuk membagi air dari pipa primer ke pipa sekunder
15.
Sebelum pindah ke lokasi lain harus dilakukan pemeriksaan peralatan di areal, jangan sampai ada peralatan yang tertinggal.
2. Waktu irigasi Pelaksanaan irigasi pada tanaman RPC dilakukan setelah bibit diecer dan setelah penutupan bibit sedangkan pada tanaman ratoon, irigasi dilakukan setelah sebelum penyemprotan pestisida pra tumbuh. Lama penyiraman sekitar 2 jam per titik hingga mencapai kapasitas lapang dan biasanya untuk luasan 1 ha terdapat 4 titik penyiraman. Lamanya jam operasi sekitar 10 jam per hari, tergantung tingkat kekeringan tanah, sehingga dalam 1 hari didapat hasil seluas 2.5 ha. Aktivitas irigasi dilakukan dengan sistem borongan oleh tenaga harian. Kapasitas kerja untuk kegiatan ini adalah 2 HOK/h
30
Pemeliharaan secara mekanis ( Mechanical maintanance) Pemeliharaan tanaman secara mekanis merupakan pemeliharaan tanaman yang dalam aplikasinya mengunakan peralatan-peralatan mekanik. Adapun kegiatan pemeliharaan secara mekanik adalah sebagai berikut : 1. Pengeprasan tunggul Pengeprasan tunggul dilakukan setelah tanaman tebu ditebang dengan tujuan agar tunas yang tumbuh berasal dari perakaran tebu sehingga perakaran tebu lebih kuat selain itu agar tunas yang tumbuh lebih banyak dan seragam sehingga pertumbuhan tebu menjadi seragam. Implemen yang digunakan adalah stable saver yang terdiri dari sebuah plat lingkaran dengan enam mata pisau pemotong dan rantai disekeliling implemen. Implemen ditarik menggunakan traktor kecil 80 HP dengan kapasitas kerja 0.5 ha/jam.
2. Pemupukan Pemupukan bertujuan untuk memberikan tambahan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi tanaman tebu dalam jumlah yang cukup dan berimbang, selain itu juga untuk merangsang pertumbuhan dan menstimulasi perkembangan akar. Berdasarkan waktu aplikasi, pemupukan dibedakan dua kali, yaitu pemupukan sekali dan pemupukan bertahap. Dosis pupuk yang diberikan harus sesuai dengan jumlah yang mencukupi untuk tanaman. Untuk mengetahui kebutuhan hara tanaman dan menentukan dosis pupuk dilakukan analisis tanah dan analisis daun. Selain itu penentuan dosis pupuk juga berdasarkan hasil percobaan pemupukan yang dilakukan. Pertimbangan yang diambil adalah jumlah pupuk yang diberikan paling sedikit tetapi dapat memberikan produksi yang tinggi. Jenis pupuk yang digunakan PT GPM antara lain Urea (40% N), KCl (60% K2O), TSP (40 % P2O5), dan ZA (24 % N). Sebelum aplikasi, pupuk yang akan digunakan dicampur terlebih dahulu agar pupuk menjadi homogen
sehingga memudahkan aplikasi. Pencampuran
31
pupuk dilakukan pada hari yang sama dengan waktu aplikasi setelah dosis pupuk ditentukan. Pupuk dicampur di tempat pencampuran pupuk setelah dicampur, pupuk lalu didistribusikan ke areal yang akan dipupuk. Kemudian pupuk tersebut dituangkan ke dalam corong penampung Fertilizer Aplicator (FA). Pemupukan sekali (Single dressing) diberikan pada semua tanaman ratoon.
Pemupukan
dengan
cara
ini
diaplikasikan
sebelum
penggemburan dengan Terra Tyne, pupuk disebarkan dalam
row
diantara barisan tebu. Pemupukan bertahap dibedakan menjadi pupuk pertama (basalt) dan pupuk kedua (top dressing).
Untuk top dressing terdapat dua tipe
fertilizer applicator yang digunakan yaitu
fertizer applicator tipe
pedang dan fertilizer applicator tipe combin. Fertilizer applicator tipe pedang ditarik menggunakan small traktor berdaya 76-90 Hp dengan kapasitas kerja 0.5-0.6 ha/jam sedangkan fertizer applicator tipe combin ditarik dengan menggunakan medium traaktor berdaya 140 HP dengan kapasitas kerja 0.4-0.5 ha/jam.
Pemupukan pertama
dilaksanakan setelah pembuatan alur tanaman dan sebelum penanaman bibit. Pupuk diberikan pada kedalaman 5-10 cm dibawah dasar alur tanaman dengan cara disebar di sepanjang alur tanaman. Pemupukan kedua dilaksanakan setelah penggemburan oleh Tyne Cultivator yaitu 6-8 minggu setelah tanam. Pemupukan kedua diberikan diantara barisan tanaman. Untuk lahan yang diaplikasikan stillage tidak diberikan pupuk KCL. Tabel 5. Dosis pupuk pada tanaman RPC dan RC :
RPC
RC
Kategori
Urea (kg/ha)
TSP (kg/ha)
KCl (kg/ha)
ZA (kg/ha)
Basalt
-
280
-
100
Top dressing
283
-
240
-
Single dressing
283
280
240
-
Sumber : Divisi 3 PT. GPM, 2010
32
3. Kultivasi Pengoperasian alat-alat mekanik pada areal mengakibatkan adanya pemadatan tanah sehingga kondisi fisik tanah tidak sesuai untuk pertumbuhan
tanaman.
menggemburkan
dan
Kegiatan meratakan
kultivasi permukaan
bertujuan tanah,
untuk
membantu
meningkatkan aerasi perakaran tebu, memutuskan perakaran tebu sekaligus mengendalikan/mematikan gulma. Peralatan yang digunakan untuk kegiatan kultivasi dibedakan menurut kategori tanaman tebu. Untuk tanaman RPC peralatan yang digunakan adalah Tyne Cultivator dengan traktor 150 HP. Untuk tanaman ratoon, kultivasi dilakukan dua kali. Aplikasi pertama menggunakan Terra Tyne, sedangkan aplikasi kedua dilakukan dengan menggunakan Ripper. Leaf Tyne cultivation dilaksanakan pada saat tebu berumur 2 bulan . Kedalaman aplikasi Tyne Cultivator adalah 15-20 cm dan overlap atau diulang sebanyak dua kali. sebaiknya kegiatan ini dilakukan sebelum perlakuan pupuk kedua. Kapasitas kerja tyne cultivation adalah 0.4 ha/jam. Terra Tyne dilakukan pada RC setelah kegiatan pemupukan dengan kedalaman olah
>20 cm. Tujuan kegiatan ini adalah
memotong akar lama sehingga terbentuk akar baru, penyiangan gulma, dan penggemburan lapisan tanah. Implement ini ditarik dengan medium traktor 150 HP dengan kapasitas kerja 0.75ha/jam. Ripping dilakukan dengan
dengan menggunakan medium traktor berdaya 150 HP kedalaman aplikasi > 40 cm dan kapasitas kerja 0.5-0.7
ha/jam. Tujuannya untuk menggemburkan tanah bagian bawah dan membongkar lapisan kedap air.
4. Penyemprotan herbisida pra tumbuh (Pre emergence) Penyemprotan herbisida atau Pre emergence dilakukan sebelum tanaman utama dan gulma tumbuh dan diharapkan gulma tidak tumbuh dan menghambat pertumbuhan tebu. Pada tanaman RPC pre emergence dilakukan setelah irigasi II sedangkan untuk RC dilakukan
33
setelah Terra Tyne. Herbisida yang digunakan dalam pre emergence adalah herbisida dengan bahan aktif diuron dengan dosis 2.5 kg/ha dan 2.4 D. Khusus tanaman RPC apabila boom Spraying terlambat diaplikasikan sehingga lahan sudah ditimbuhi rumput maka untuk aplikasinya ditambahnkan ametrin dengan dosis 0.75-1 l/ha. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan boom sprayer yang memiliki 24 nozel dengan jarak antar nozel 50 cm sehingga lebar kerja boom sprayer adalah 12 m. tipe nozel yang digunakan adalah tipe polijet dengan hasil semprotan berbentuk segitiga. Tekanan pompa yang digunakan sebasar 3 bar dan jarak nozel dengan tanah sekitar 5070 cm. Kapasitas tanki boom sprayer 600 l dengan volume semprot 400 l/ha. Boom spayer dijalankan dengan menggunakan small traktor dengan kapasitas kerja 1.2-1.5 ha/jam dengan overlap 1 baris artinya dalam setiap boom sprayer melintasi row tebu dilakukan pengulangan sebanyak satu baris.
Pemeliharaan secara manual (Manual maintanance) Pemeliharaan tanaman tebu secara manual merupakan pemeliharaan yang sebagian besar dilakukan menggunakan tenaga manusia. Adapun kegiatan pemeliharaan yang termasuk pemeliharaan secara manual adalah sebagai berikut : 1. Penyulaman Penyulaman bertujuan untuk menggantikan bibit tebu yang tidak tumbuh, sehingga diperoleh populasi tebu yang optimal, baik pada tanaman tebu baru maupun keprasan. Penyulaman dilakukan 30-40 hari setelah tanam (HST) untuk tanaman baru tanaman replanting, sedangkan untuk tanaman keprasan penyulaman dilakukan paling lama 5 hari setelah tebang. Untuk tanaman keprasan sebelum penyulaman dilakukan pembakaran sampah atau serasah sisa tebang dan pengeprasan tunggul. Kegiatan pembakaran sampah dilakukan paling lambat 3 hari setelah tebang dan diikuti dengan pengeprasan tunggul. Bibit sulaman yang digunakan harus diklentek dan dipotong menjadi 2-3 mata tunas. Penyulaman dilakukan pada baris tanaman yang
34
gapnya lebih dari 40 cm. Bila penyulaman pertama gagal, maka sesegera mungkin dilakukan penyulaman ulang sekitar 30 hari setelah sulam pertama, sedangkan untuk tanaman ratoon penyulaman ulang dapat dilakukan setelah penyemprotan
pre emergence sekitar 1.5
bulan setelah tebang.
Gambar 13. Penyulaman Pelaksanaan penyulaman untuk tanaman baru atau RPC dilakukan oleh kontraktor tanam, sedangkan untuk tanaman keprasan dilakukan oleh tenaga harian. Kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan sulaman tergantung dari presentase gap (barisan tanaman kosong). Kegiatan penyulaman membutuhkan tenaga kerja 6 HOK/ha.
2. Pengendalian gulma Gangguan gulma merupakan salah satu kendala yang cukup serius dalam pembudidayaan tanaman tebu. Gulma selalu menjadi masalah dalam persaingan pengambilan hara, air dan cahaya dengan tanaman tebu, sehingga dapat mengakibatkan pengaruh buruk pada tanaman tebu yaitu terhambatnya pertumbuhan tanaman dan penurunan produksi. Selain itu pertumbuhan gulma yang tak terkendali menyebabkan lingkungan pertumbuhan tebu menjadi kotor sehingga dapat meningkatkan serangan hama dan penyakit. Pengendalian gulma di PT. Gula Putih Mataram dilakukan secara manual dan kimiawi.
35
Pengendalian gulma secara manual terutama dilakukan pada gulma merambat, gulma berkayu, atau gulma berumbi
seperti rayutan
(Micania micrantha), kedelaian, parean (Momordica charantia), puyangan (Curcuma sp.) dan sebagainya. Untuk serangan gulma merambat, penyiangan gulma secara manual menjadi sangat penting karena sifat gulma yang merambat dan melilit tanaman tebu menyebabkab tanaman tebu mudah roboh serta menyulitkan kegiatan pemeliharaan seperti klentek , penyemprotan post emergence bahkan menyulitkan penebangan tebu.
Gambar 14. Penyiangan gulma secara manual Peralatan yang digunakan dalam penyiangan gulma diantaranya golok, sabit, cangkul, kored, dan sebagainya. Kapasitas kerja untuk penyiangan gulma terutama gulma merambat yaitu untuk serangan ringan (3 orang/ha), serangan sedang (5 orang/ha), dan serangan berat 15 orang/ha). Penyemprotan post emergence bertujuan untuk mengendalikan gulma pasca tumbuh dengan herbisida. Penyemprotan post emergence dilakukan dalam dua tahap yaitu penyemprotan post emergence I dan penyemprotan post emergence II. Penyemprotan ost emergence I dilakukan pada saat tanaman tebu berumur 1-2 bulan dengan menggunakan
herbisida
yang
bersifat
sistemik,
sedangkan
penyemprotan post emergence II dilakukan pada tanaman berumur 5-6
36
bulan dengan menggunakan herbisida yang bersifat kontak, hal ini karenakan tebu muda sangat rentan terhadap herbisida kontak, apabila digunakan herbisida kontak dapat menyebabkan kerusakan kematian pada tebu. Jenis dan dosis pemberian herbisida disesuaikan dengan jenis gulma dan tingkat serangan gulma, penyemprotan dilakukan sebelum gulma berbunga. Penyemprotan post emergence sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, hal ini dilakukan untuk menghindari penguapan dan penguraian herbisida yang akan mengurangi efektifitas kerja herbisida. Tabel 6 . Dosis herbisida post emergence Kegiatan Peneyemprotan post emergence I
Peneyemprotan post emergence II
Jenis herbisida 2,4 D
Dosis (liter/ha) 2.5
Ametrin Perekat Paraquat
4 0.5 1.5
Perekat
0.5
Alat yang digunakan dalan kegiatan post emergence adalah hand knapsack sprayer dengan kapasitas 16 liter dengan nozzle tipe flat jet. Sebelum penyemprotan, dilakukan pencampuran dan pengenceran herbisida menggunakan air bersih pada drum dengan kapasitas 200 l. kegiatan post emergence dilakukan dengan sistem borongan dan harian.
Gambar 15. Penyemprotan gulma dengan hand knapsack sprayer
37
3. Pengendalian Hama Hama dominan yang menyerang tanaman tebu diantara penggerek pucuk, penggerek pucuk, kutu perisai, kutu buku babi, kutu bulu putih. Pengamatan serangan hama dilakukan seminggu sekali untuk mengetahui populasi dan tingkat serangan hama untuk selanjutnya dapat ditentukan upaya penanggulangan dari serangan hama yang terjadi di lapang. Pengendalian hama yang dilakukan di PT Gula Putih Mataram dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara kimiawi, mekanis, dan biologis. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida sistemik yang berbahan aktif carbofuran. Pemberian carbofuran dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemupukan, dengan dosis pemberian pertama 30 kg/ha dan pemberian kedua 45 kg/ha. Pemberian karbofuran dimaksudkan untuk mencegah serangan penggerek batang, penggerek pucuk, dan uret. Pengendalian secara mekanik diakukan manual dengan tenaga manusia, kegiatan ini dikenal dengan klentek atau kegiatan membuang pelepah daun tebu yang telah kering. Klentek dilakukan untuk mengatasi serangan hama kutu perisai, kutu bulu babi dan kutu bulu putih. Alat yang digunakan adalah ganco dan kapasitas kerjanya sekitar 25 orang/ha.
Gambar 16. Klentek
38
Pengendalian
hama
secara
biologis
dilakukan
dengan
cara
menggunakan musuh alami dari hama tersebut. Pengendalian secara biologis dilakukan dengan cara pemasangan pias di areal. Pias merupakan kumpulan telur dari musuh alami hama, pias dipasang pada daun tebu dengan jumlah sekitar 12 lembar/ha. Pemasangan pias ini dilakukan untuk menanggulangi serangan hama penggerek pucuk dan penggerek batang.
Pemanenan Pemanenan merupakan kegiatan akhir dari budidaya tebu, kegiatan ini bertujuan untuk mengambil tebu dalam jumlah yang optimal dari setiap petak tebu, mengangkut dan memuat tebu yang ada dilahan ke pabrik, dan mempertahankan hasil gula (pol) potensial yang terdapat dalam tanaman tebu. Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan penebangan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan tebang, dan tahap bongkar muat 1. Tahap persiapan tebang Estimasi produksi tebu. Estimasi produksi tebu dilakukan untuk mengetahui potensi tebu yang tersedia (TCH). Data estimasi produksi digunakan untuk menghitung jumlah tebu yang akan ditebang per hari atau per bulan, waktu tebang angkut, jumlah tenaga kerja, dan jumlah peralatan yang perlu disediakan. Perencanaan program tebang. Perencanaan program tebang merupakan pedoman dalam menentukan pengaturan pelaksanaan kegiatan tebang. Dalam membuat perencanaan program tebang terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya, luas aral tebu yang akan ditebang, waktu giling tebu, kapasitas pabrik, umur tanaman tebu, estimasi produksi, distribusi varietas, distribusi RPC dan RC yang seimbang, dan perencanaan sumber daya manusia dan angkutan yang digunakan untuk mempertahankan kualitas bahan baku. Diperlukan koordinasi yang baik dengan divisi dalam pengaturan dan pelaksanaan program tebang.
39
Aplikasi zat pemacu kemasakan (Rippenner). Rippenner merupakan kegiatan pemberian zat pemacu kemasakan atau hormon untuk mempercepat pemanenan. ZPK (zat pemacu kemasakan merupakan zat yang termasuk zat penghambat tumbuh sistesis yang berfungsi sebagai pengatur tumbuh tanaman.aplikasi rippenner biasanya dilakukan pada saat 28-35 hari sebelum tebang. Aplikasi ZPK dilakukan dengan cara disemprot menggunakan pesawat terbang ringan jenis Air tractor AT-502 B dengan bahan bakar aftur.
Gambar 17. Aplikasi ZPK Bahan kimia yang digunakan merupakan herbisida dengan bahan aktif sulfosat dengan dosis . Volume semprot untuk 1 ha adalah 30 liter larutan dengan kebutuhan herbisida 0.46 l. Pesawat rippenner dilengkapi dengan nozzle yang berjumlah 34 buah yang tersebar di kanan kiri sayap pesawat dengan panjang 19 m. Kapasitas angkut cane rippenner adalah 500 galon (18900 l). Penyemprotan dilakukan pada pagi hari untuk mengindari turbulensi udara dan arah penyemprotan berlawanan dengan arah angin
Penentuan kemasakan tebu. Penentuan kemasakan tebu dilakukan untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu setelah aplikasi ZPK dan memperkirakan waktu dimulainya tebangan. Untuk menentukan kemasakan tebu dilakukan analisas kemasakan tebu (maturity test)
40
sehingga dapat diperoleh data kandungan pol, brix, serta purity (perbandingan pol dan brix) dari setiap petak tebu.
Recruitment tenaga kerja. Pelaksanaan pemanenan tebu dilakukan dengan sistem kontrak, dimana masing-masing kontraktor rata-rata memiliki 150 tenaga kerja.
Persiapan peralatan tebang muat muat angkut. Persiapan peralatan tebang muat angkut meliputi persiapan alat tebang dan transportasi tebu. Persiapan tahap akhir tebangan meliputi penentuan dan perbaikan jalur angkutan transportasi tebu.
2. Pelaksanaan penebangan Sebelum dilakukan penebangan terlebih dahulu dilakukan pembakaran tebu untuk mempermudah kegiatan penebangan. Pembakaran tebu biasanya dilakukan dalam dua tahap, hal ini dilakukan untuk menjaga kesegaran tebu dan disesuaikan dengan kapasitas tenaga kerja. Pembakaran tebu dilakukan dengan menggunakan cane lighter yang berbahan bakar campuran avtur dan bensin, serta diperlukan unit pemadaman kebakaran (PMK) untuk mencegah menjalarnya api ke petak yang tseharusnya tidak dibakar. Pembakaran tebu dilakukan berlawanan dengan arah angin. Pelaksanaan penebangan di PT Gula Putih Mataram dilakukan dengan sistem bundled cane (tebu ikat) dan loose cane (tebu urai). Bundle cane. Sistem bundle cane merupakan sistem tebangan tebu yang dalam pelaksanaan tebang, ikat, dan angkut tebu dilakukan secara manual dan pengangkutan tebu ke pabrik dilakukan dengan menggunakan truk terbuka. Tenaga tebang yang merupakan tenaga rombongan yang terdiri dari 7-15 orang. Tiap rombongan mampu menyelesaikan 4-5 baris tanaman. Ikatan tebu ditumpuk pada baris ke 3 dan 4.
41
Penebangan dengan sistem bundle cane diterapkan pada areal yang hendak diratoon karena kerusakan lahan lebih kecil dan dapat dilaksanakan pada kondisi basah. Kekurangan sistem bundle cane adalah tenaga tebang sulit diperoleh dan kualitas hasil tebangan berfluktuasi tergantung pengawasan di lapangan. Pembayaran tenaga tebang menggunakan sistem tonnage yang artinya dibayar berdasarkan berat hasil tebu yang ditebang.
Gambar 18. Pengangkutan tebu pada tebu ikat Loose cane. Sistem ini merupakan sistem penebangan dengan kegiatan tebang dilakukan secara manual namun dalam pengangkutan ke atas truk dilakukan secara mekanik yaitu pada saat pengangkutan di areal menggunakan grab loader. Sedangkan pengangkutan ke pabrik menggunakan trailer atau truck tebu. Dalam perhitungan upah kapasitas kerja penebang dihitung dalam hektar dengan satuan K (1 K = areal tebangan yang ditebang sebanyak 8 baris double row sepanjang 15 m) perharinya seorang penebang mampu mencapai 2 K. tenaga tebang dibayar berdasarkan luasan areal tebu yang ditebang dengan sistem penumpukan 8:1 artinya 8 baris tanaman yang ditebang ditumpuk pada satu tumpukan yaitu pada baris ke 4 dan 5. Keuntungan dari sistem loose cane adalah luas areal yang ditebang lebih luas dan pengiriman tebu ke pabrik relatif lebih besar lebih kontinyu. Kekurangan sistem loose cane adalah kehilangan tebu lebih besar dibandingan sistem bundle cane dan kerusakan lahan lebih besar karena penggunaan alat berat di areal.
42
Pelaksanaan sistem loose cane cendrung dilaksanakan pada areal yang akan di RPC
Gambar 19. Pengangkutan tebu urai dengan grab loader Gleaning. Gleaning merupakan kegiatan membersihkan tebu yang tertinggal di lahan yang dipanen dengan sistem tebu urai atau tebu yang jatuh di jalan saat pengangkutan tebu ke pabrik. Kapasitas kerja gleaning adalah 3 orang/ha.
3. Bongkar muat Kegiatan ini merupakan proses yang dilakukan di pabrik untuk menumpuk dan menurunkan tebu yang diangkut dari areal sebelum dimasukkan ke tempat pencacahan dan penggilingan. Kegiatan ini dilakukan pada areal yang disebut cane yard. Pembongkaran tebu dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
Menggunakan lifter. Penggunaan mesin ini dkhususkan untuk trailer dan tronton pada tebangan sisten loose cane dengan cara mengaitkan pangkat di besi yang telah dihubungkan dengan rantai yang berada di bawah tebu kemudian diangkat dan tebu dimasukkan ke table carry cane.
Menggunakan feeding table. Biasanya digunakan pada loose box truck dengan cara mengaitkan muka truck dengan rantai kemudian permukaan tempat berpijak truk diangkat hingga muatan yang ada di dalam box
43
keluar semua diperkirakan sudut yang dibentuk lebih dari 450 dan tebu langsung jatuh ke table carry can.
Menggunakan cane stacker. Biasanya digunakan pada truk untuk muatan bundle cane yaitu dengan mendorong tebu dengan cane stacker dan tebu jatuh ke areal cane yard dikumpulkan dan ditumpuk dahulu baru kemudian dimasukkan ke table carry cane menggunakan cane stacker.
Feeding Table
Lifter
Cane Stacker Gambar 20. Jenis pembongkaran tebu di area pabrik Pengolahan Gula Proses pengolahan tebu terdiri atas beberapa tahap yaitu persiapan (cane preparation), pemerahan/penggilingan (cane milling), pemurnian dan penguapan (clarification
and
evaporation),
pengkristalan
dan
pemisahan
(cyristalization/boiling and centrifugal), pengeringan dan pendinginan (dryer and cooler), serta penimbangan dan pengemasan (weighing and bagging).
44
1. Persiapan (cane preparation) Tebu yang telah dipanen dan diangkut, sebelum masuk kedalam pabrik terlebih dahulu dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat/jumlah tebu yang akan digiling, setelah itu tebu ditampung di emplasment (cane yard). Kapasitas cane yard sekitar 20-30% dari kapasitas giling. Tebu yang berada di cane yard dimasukkan kedalam meja tebu (feeding table) dengan menggunakan alat stacker, kemudian tebu melewati krepyak (intermediate cane carrier) menuju pisau pencacah (cane cutter I dan carrier) sehingga tebu akan menjadi cacahan yang lebih kecil. Tebu yang telah dicacah kemudian masuk ke mesin penghancur (cane hammer shedder) sehingga menjadi serpihan–serpihan halus yang siap diperah. Pada tahap ini belum ada nira tebu (juice) yang terperah. 2. Pemerahan/penggilingan (cane milling) Tebu yang menjadi serpihan halus dengan melewati krepyak menuju pemerahan/penggilingan yang berulang-ulang sehingga akan diperoleh nira tebu (mixed juice). Jumlah tandem gilingan di PT. Gula Putih Mataram berjumlah 5 tandem/5 mill
dengan masing-masing mill
mempunyai 4 roll. Dari hasil pemerah dihasilkan nira dan ampas (bagasse), bagasse yang sudah tidak mengandung nira digunakan untuk bahan bakar boiler sebagai penghasil uap (steam) yang berfungsi untuk penggerak turbin , memasak nira tebu dan pembangkit tenaga listrik. 3. Pemurnian dan penguapan (clarification and evaporation). Nira tebu (mixed juice) hasil pemerahan setelah penambahan asam phosphate akan melewati flow rate untuk mengetahui jumlah juice yang diperoleh, menuju alat pemanas (juice heater) yang akan dipanasi pada suhu ± 750 untukmematikan mikroorganisme. Kemudian juice dipompa menuju tanki sulphitasi (juice sulphitator) untuk ditambah gas SO2 sehingga pH menjadi 6.8-7.2 (sulphured juice). Kemudian juice dipanaskan kembali ke juice pada suhu 1050C, menuju alt pengembang (flash tanck) untuk dibuang gas-gas yang ada didalam juice, selanjutnya ditambah bahan pembant penggumpal yaitu flocculant dan diendapkan
45
atau dilakukan pemurnian (clarification). Dari hasil pemurnian dihasilkan nira jernih (clear juice) dan lumpur juice (mud). Lumpur juice/mud dipompa menuju alat penapis (vacuum filter) sehingga diperoleh blotong (filter cake) dan nira tapis (filtrate juice). Nira tapis akan dikembalikan ke tanki pengapuran untuk diolah kembali, sedang clear juice dipompa untuk diupkan ke badan penguapan (evaporator) sehingga akan diperoleh nira kental (raw syrup). 4. Pengkristalan
dan
pemisahan
(crystallization
(boiling)
and
centrifugal) Pemasakan gula di PT. Gula Putih Mataram dilakukan dengan 3 tingkatan yaitu A B C. Tingkatan pemasakan ini bertujuan untuk menekan kehilangan hasil yang terikut dalam tetes tebu (final molasses). Jumlah tingkatan pemasakannnya didasarkan atas kualitas bahan baku tebu, jika kualitas bahan baku rendah cukup memakai sistem 3 tingkat dan jika kualitas bahan baku tinggi memakai 4 tingkat. 5. Pengeringan dan pendinginan (dryer and cooler) Gula yang telah terpisah kemudian masuk ke stasiun ini untuk dikeringkan dan didinginkan. dengan menggunakan alat berupa drayer dan cooler selanjutnya akan dipisahkan gula dengan ukuran normal dari gula yang ukurannya tidak normal. Gula yang tidak normal akan dilebur kembali dan diproses ulang. 6. Penimbangan dan pengemasan (weighing and bagging). Gula
yang berukuran
normal
selanjutnya
dikirim
ke tempat
penimbangan dan pengemasan. Penimbangan gula dibagi menjadi beberapa ukuran diantaranya 50 kg, 1 kg, 0.5 kg dan selanjutnya dikemas dalam karung plastik maupun kantong plastik sesuai ukuran, dan kemudian akan disimpan ke dalam gudang penyimpanan.
46
Aspek Manejerial
Pelaksanaan Pengelolaan Tingkat Staf, Non Staf dan Tenaga Kerja Lapangan Pelaksanaan pengelolaan tingkat staf dipimpin oleh seorang manajer yang bertugas menyusun rencana kerja bulanan dan tahunan serta mengawasi pelaksanaan kerja tersebut dan mengevaluasinya. Officer melakukan pelaksanaan kegiatan di lapang setiap hari dan memberikan intruksi kepada pengawas serta mandor untuk dikerjakan oleh tenaga kerja harian. Evaluasi kegiatan di lapangan dilakukan oleh pengawas dan hasil kerjanya dilaporkan kepada officer. Laporan tersebut meliputi jumlah tenaga kerja yang digunakan dan hasil kerja yang berupa luasan areal yang telah dikerjakan. Tenaga kerja lapangan terdiri atas tenaga kerja harian musiman dan tenaga kerja harian kontraktual. Tenaga kerja harian musiman dibutuhkan untuk kegiatan tanam dan tebang, sedangkan tenaga kerja kontraktual melaksanakan kegiatan budidaya lainnya. Tenaga kerja kontraktual bekerja tujuh jam sehari atau sekitar 40 jam/minggu.
Pengumpulan Data, Pelaporan dan Sistem Pembayaran Data yang dikumpulkan untuk setiap kegiatan lapangan meliputi kegiatan, lokasi, hasil pekerjaan, jumlah tenaga kerja, nama pekerja, jam kerja, dan penggunaan material. Data ini disiapkan oleh mandor dan diperiksa oleh teknisi lapang, pengawas serta officer. Kemudian data tersebut diserahkan ke bagian administrasi masing-masing divisi untuk dibukukan dan dibuatkan check roll setiap harinya. Selanjutnya check roll tersebut diperiksa oleh officer dan kepala divisi lalu diserahkan kepada bagian keuangan. Pembayaran untuk tenaga kerja harian dilakukan seminggu sekali berdasarkan upah menurut jumlah hari kerja dan jam lembur. Pembayaran tenaga kerja borongan diberikan atas dasar laporan komulatif hasil kerja yaitu berdasarkan tarif per hektar dengan periode pembayaran dilakukan secara mingguan.
47
PEMBAHASAN
Aspek Teknis PT. Gula Putih Mataram menggunakan sistem mekanisasi dalam kegiatan pengolahan lahan, hal ini menyebabkan dalam pelaksanaan pengolahan tanah sangat tergantung pada kondisi tanah. Kondisi tanah yang ideal dalam kegiatan pengolahan tanah yaitu pada kondisi lapang atau tanah dalam keadaan lembab. Pengolahan tanah pada saat kondisi basah menyebabkan kerusakan pada traktor beserta implemennya selain itu juga mempengaruhi kualitas hasil pengolahan tanahnya. Penyemprotan pre emergence dilakukan untuk mengendalikan gulma setelah tanaman utama tumbuh namun gulma belum tumbuh, hal ini dilakukan untuk mencegah perkecambahan gulma. Penyemprotan pre emergence di PT. Gula Putih Mataram menggunakan pertisida sistemik dengan bahan aktif diuron, ametrin dan 2,4 D. Penggunaan 2,4 D dinilai tidak efektif karena mengingat penyemprotan pre emergence dilakukan sebelum tebu dan gulma tumbuh, sedangkan 2,4 D merupakan herbisida yang yang digunakan untuk mengendalikan gulma pasca tumbuh dan berdaun lebah. Rippenner merupakan kegiatan pemberian zat pemacu kemasakan atau hormon untuk mempercepat pemanenan. ZPK (zat pemacu kemasakan merupakan zat yang termasuk zat penghambat tumbuh sistesis yang berfungsi sebagai pengatur tumbuh tanaman. ZPK yang digunakan pada saat rippenner berbahan aktif sulfosat yang merupakan salah satu jenis herbisida yang bersifat sistemik. Penggunaan
sulfosat
sebagai
ZPK
memberikan
dampak
terhambatnya
pertumbuhan tanaman keprasan, hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman ratoon di PT. Gula Putih Mataram tidak seragam dan presentase tanaman tebu ulang sama dengan tanaman tebu keprasan.
48
Aspek Khusus Sistem Irigasi Sistem irigasi yang dilakukan di PT. Gula Putih Mataram adalah sistem irigasi curah (sprinkler). Irigasi curah (sprinkle irrigation) disebut juga overhead irrigation karena pemberian air dilakukan dari bagian atas tanaman terpancar menyerupai curah hujan (Prastowo, 2002). Komponen irigasi curah terdiri dari: (a) pompa dengan tenaga penggerak sebagai sumber tekanan, (b) pipa utama, (c) pipa lateral, (d) pipa peninggi (riser), dan (e) kepala sprinkler (sprinkler head). Kapasitas kerja mesin kecil adalah 2.5 ha/hari dan untuk mesin besar adalah 4 ha/hari dengan jam kerja mesin maksimum 18 jam. Dalam perancangan sistem irigasi digunakan debit hisap sekitar 40 l/s dengan overlap semprotan lebih dari 10 %. Instalasi pipa untuk membentuk teknik irigasi disesuaikan dengan lokasi yang akan diirigasi. Tiap kali penyemprotan digunakan dua gun sprayer. Jangkauan semproran dari gun sprayer sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin, bila angin berhembus kencang pada siang hari maka jarak antar pipa dengan gun dikurang agar overlap dapat terjadi dan jangkauan gun semakin jauh sehingga areal dapat tersiram secara merata. Lamanya penyiraman setiap titik dilakukan selama 2 jam dengan asumsi selama dua jam kedalaman air irigasi mencapai 15 cm dari permukaan tanah atau setara dengan curah hujan 5.76 mm/cm2. Jika 2 titik selama 2 jam mampu mengirigasi seluas 0.5 ha dalam waktu 10 jam 2.5 ha lahan tebu dapat diirigasi.
Penetapan areal irigasi Penetapan areal irigasi dilakukan sebelum areal diirigasi. Sumber air yang digunakan adalah lebung yang memiliki cadangan air yang cukup dan dekat dengan areal. Jumlah lebung yang terdapat di PT. Gula Putih Mataram rata-rata untuk satu blok (1 blok rata-rata seluas 10 ha) berjumlah 5 lebung. Penetapan areal irigasi diprioritaskan pada areal yang akan di tanam ulang atau areal yang keprasannya dipelihara. Penetapan areal yang akan diirigasi juga didasarkan dari data hasil pengukuran kelembaban tanah.
49
Pengukuran Kelembaban Tanah Pengukuran kelembaban tanah dilakukan untuk mengetahui kadar air tanah yang tersedian di dalam tanah dan dapat diserap oleh perakaran tanaman. Kelembaban air di dalam tanah diukur sehari dua hari sekali dengan menggunakan Diviner 2000 yaitu suatu alat ukur kelembaban tanah yang terdiri dari probe, complete tube, dan display. Probe terdiri dari grey sensor head berfungsi sebagai sensor untuk mengukur kelembaban tanah, kabel dan stick diviner. Complete tube ditanamkan ke dalam tanah, dua buah complete tube mewakili 1 blok areal. Display berfungsi untuk menyimpan data hasil pengukuran. Setiap
melakukan pengukuran, stick diviner yang panjangnya 1 m
dimasukkan ke dalam complete tube, hasil pengukurannya disimpan secara otomatis di dalam display. Daerah di luar prioritas berarti jumlah air didalam tanah masih mencukupi. Bila kandungan air di dalam tanah mendekati red point lahan harus segera diirigasi, bila tidak tanaman tebu akan mati. Sedangkan bila kandungan air berada pada yellow point menunjukan bahwa tanaman dalam kondisi siaga tetapi masih aman dan tiadak perlu di berikan irigasi. Green point menunjukkan bahwa tanaman dalam kondisi aman, artinya kandungan air didalam tanah mencukupi untuk kebutuhan tanaman. Namun demikian hasil dari program diviner juga harus dibandingkan dengan hasil nyata di lapangan karena sering kali ditemukan kasus
dimana berdasarkan data
pembacaan
display
diviner
menunjukkan bahwa tanaman berada pada red point atau tanaman menunjukkan kondi kekurangan air namun penampakan di lapang menunjukkan tanaman dalam keadaan normal. Tabel 7. Penggolongan ketersediaan air tanah Kategori Cukup Sedang Kurang
Kadar air tanah (%) > 60 40 - 60 < 40
Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010
Penggolongan ketersediaan air tanah yang tercantum pada tabel 6 didasarkan pada kadar air tanah pada kedalaman jelajah perakaran tebu. Tebu memerlukan curah hujan yang merata sepanjang masa pertumbuhannya, idealnya antara 1.500 – 2.000 mm per tahun dengan hari hujan antara 150- 200 hari per
50
tahun dengan musim kemarau pada saat tebang. Pada kondisi lapang penyiraman selama 2 jam diperoleh kedalaman air irigasi mencapai 15 cm dari permukaan tanah atau setara dengan curah hujan 5.76 mm/cm2 Pemberian air irigasi meningkatkan kadar air tanah lebih dari 60% sehingga kadar air tanah cukup tersedia bagi perakaran tanaman.
Aplikasi Irigasi Aplikasi irigasi harus dilakukan pada waktu yang tetap mengingat biaya yang dikeluarkan cukup tinggi, penentuan waktu aplikasi yang tepat dimaksudkan untuk mencapai efisiensi irigasi. Pada tanaman RPC irigasi dilakukan pada saat pengeceran atau pencacahan bibit dan setelah penutupan bibit. Sedangkan pemberian air irigasi untuk selanjutnya disesuaikan dengan umur tanaman dan kondisi kelembaban tanah. Pada tanaman RC pemberian irigasi hanya dilakukan sekali saja yaitu sebelum kegiatan pre emergence. Pemberian irigasi diprioritaskan pada tanaman RPC dibandingkan tanaman RC dikarenakan nilai ekonomis tanaman RPC lebih tinggi dibandingkan tanaman RC, dan kondisi perakaran tanaman RPC lebih sensitive terhadap kekurangan air dibandingkan tanaman RC sebab tanaman RC memiliki perakaran yang lebih kuat dibandingkan tanaman RPC.
Tabel 8. Volume air tertampung pada alat ukur Panjang curahan (m)
1500 rpm
1800 rpm
Volume (ml) Volume (ml) ** 5.8 171.36 189.20** 11.6 242.40** 240.24** 17.4 174.24** 169.84** 23.2 124.80** 128.04** 29.0 86.40** 91.96** Total 799.20 ** 819.28** Keterangan : Tanda (**) menunjukkan hasil berbeda sangat nyata pada hasil perhitungan uji T pada taraf 5 %. Berdasarkan tabel 7 volume curahan terbesar tertampung pada jarak 11.6 m dari gun sprayer, sedangkan volume terkecil terjadi pada jarak 29 m baik pada mesin
51
dengan putaran 1500 rpm maupun 1800 rpm. Volume curahan terbanyak terdapat pada mesin 1800 rpm yaitu mencapai 819.28 ml.
Gambar 211. Hubungan prosentase curahan irigasi dengan panjang curahan sprinkler Berdasarkan gambar 22 volume curahan terbesar tertampung pada panjang curahan 11.6 m dan 17.4 m hal ini yang dijadikan pertimbangan oleh perusahaan dalam penempatan posisi gun sprayer. Setiap satu titik penyiraman, perusahaan menggunakan dua gun sprayer dengan jarak antara gun sprayer sejauh 46.4 m dengan overlap siraman 10%.
Tabel 9. Lebar semprotan dan waktu putaran gun sprayer RPM 1500 1800
Lebar semprotan (m) 34.8 40.6
Waktu putaran (s) 324 298
Berdasarkan tabel 9 lebaran semprotan pada mesin pompa dengaan putaran 1800 rpm lebih jauh dibandingkan dengan mesin pompa dengan putaran 1500 rpm, namun untuk waktu putaran sprayer, menunjukkan hal yang sebaliknya. Pada kondisi normal, dimana sumber air yang tersedia cukup, kecepatan angin normal serta suhu harian tidak terlalu tinggi, sebaiknya mesin pompa diset dengan putaran 1500 rpm,
hal ini dilakukan guna mengurangi
besarnya penggunaan bahan bakar. Semakin besar putaran pada pompa menyebabkan penggunaan bahan bakar semakin tinggi. Konsumsi bahan bakar
52
pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 12 l/jam, sedangkan pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 18 l/jam. Konsumsi bahan bakar pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 12 l/jam, sedangkan pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 18 l/jam.
Waktu dan Frekuensi Irigasi Pemberian irigasi pada tanaman ratoon selain bertujuan untuk menambah kelembaban tanah juga bertujuan untuk menghilangkan pengaruh dari ZPK yang diaplikasikan sebelum tanaman sebelumnya sehingga diharapkan pertumbuhan ratoonnya seragam. Karena perakaran tanaman ratoon sudah kuat dibandingkan tanaman RPC maka penyiraman pada tanaman ratoon biasanya hanya dilakukan satu kali yaitu pada sebelum dilakukan pre emergence hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah engine pump, terbatasnya tenaga kerja serta besarnya biaya yang dikeluarkan, sehingga penyiraman lebih diprioritaskan pada tanaman RPC.
Tabel 10. Frekuensi irigasi di Divisi 3 PT. Gula Putih Mataram tahun 2009 Kategori
Luas areal (ha)
RPC
2321.00
Luas areal yang di irigasi Irigasi I Irigasi II Irigasi III Irigasi IV 1780.86 1199.42 609.66 186.59
R1
2119.18
1435.66
734.42
183.84
33.33
R2
388.55
234.27
181.72
68.56
48.77
Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010 dengan pengolahan Berdasarkan tabel 10 pemberian irigasi bisa mencapai empat kali dalam satu musim tanam. Frekuensi pemberian irigasi terbesar terdapat pada tanaman RPC, hal ini dapat dilihat dari besarnya luasan areal yang diirigasi pada tanaman RPC dibandingkan tanaman RC. Banyaknya frekuensi pemberian irigasi diluar pemberian wajib didasarkan pada
kondisi
tanaman di lapangan dan hasil
pengukuran kelembaban tanah. Pemberian irigasi juga tergantung pada pertumbuhan tanaman, bila tinggi tanaman
terlalu tinggi , maka dapat
menyulitkan dalam pemasangan peralatan irigasi di lapangan selain itu tajuk tanaman yang mulai rapat menyebabkan sebagian besar air menguap karena sebagian besar air mengenai tajuk dan tidak sampai membasahi tanah.
53
Sistem ketenagakerjaan Sistem pelaksanaan irigasi di PT. Gula Putih Mataram dilakukan oleh tenaga kerja harian musiman dengan sistem borongan dimana setiap rombongan terdiri dari tiga orang yang masing-masing bertugas untuk menjaga engine serta pemasangan instalasi pipa dan gun di areal. Selama masa kontrak, tenaga kerja bertempat tinggal di areal pertanaman tebu. Lamanya aplikasi pemberian irigasi untuk setiap titik adalah 2 jam dengan luasan areal yang disirami 0.5 ha. Dalam satu hari setiap mesin maksimal dapat beroperasi selama 10 jam, sehingga didapat luasan areal yang diirigasi per rombongan adalah 2.5 ha.
54
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sistem irigasi yang dilakukan di PT. Gula Putih Mataram adalah irigasi curah (sprinkle irrigation) dengan sistem semprotan menggunakan gun sprayer. Pemberian irigasi diprioritaskan pada tanaman RPC dibandingkan tanaman ratoon. Lamanya penyiraman setiap titik dilakukan selama 2 jam dengan asumsi kedalaman air irigasi mencapai 15 cm dari permukaan tanah atau setara dengan curah hujan 5.76 mm/cm2.
Dalam penggunaan mesin irigasi, jangkauan gun
sprayer terjauh didapat bila mesin yang dipasang pada putaran 1800 rpm yaitu 40.6 m, dengan waktu putaran 298 s untuk satu kali putaran dan volume semprot pertitik sebanyak 799.20 ml. Pemakaian bahan bakar pada mesin dengan kecepatan 1800 rpm lebih besar dibandingkan mesin dengan kecepatan putaran 1500 rpm. Perusahaan lebih memilih menggunakan mesin pompa dengan kecepatan putaran 1800 rpm dibandingkan 1500 rpm dengan mempertimbangkan kualitas hasil siraman karena kualitas hasil siraman mesin pompa 1800 rpm lebih baik dibandingkan 1500 rpm.
Saran Pada saat kondisi cuaca normal dan areal yang dekat dengan sumber air sebaiknya mesin pompa yang dipakai dipasang pada putaran 1500 rpm. Pada saat lahan tersiram air hujan sebaiknya areal tidak perlu diirigasi, sedangkan untuk mengatasi kehilangan tenaga kerja pada saat curah hujan tinggi dapat diatasi dengan mengalihkan tenaga kerja ke kegiatan lain, seperti pemeliharaan tanaman, atau perusahaan membayarkan upah tenaga sebesar separuh dari penghasilan tenaga kerja bila tenaga kerja menjalankan mesin pompa. Perusahaan perlu membuat peta ketinggian muka air tanah untuk memudahkan penentuan areal yang akan diirigasi. Lamanya pemberian irigasi untuk setiap kali pompa beroperasi sebaiknya didasarkan pada keadaan kelembaban tanah dan tidak disamaratan, agar efisiensi irigasi dapat tercapai.
55
DAFTAR PUSTAKA Dewan Gula Indonesia. 2009. Evaluasi Giling Pabrik-Pabrik Gula di Indonesia. Fauonnier, R. 1993. The Tropical Agriculturalist : Sugar Cane. Macmillan. London. 140 p. FK-OTK. 2000. Konsep Pengembangan Lahan Kering di Luar Jawa untuk Mendukung Ketahanan pangan Nasional. Forum Komunikasi Olah Tanah Konservasi. Bogor. 6 hal. Hansen, V. E., Orson W.I., dan Glen E.S. 1979. Dasar-dasar dan Praktek Irigasi (diterjemahkan dari Irrigation Principles and Practices (Fourth Edition, penerjemah : Endang Pipin Tachyan). Erlangga.1992. Jakarta. 407 hal. Hoffman G. J., Terry A.H., dan Kenneth H. S. 1992. Management of Irrigation System. Ed. American Society of Agricultural Engineers. USA. 1040 p. Irianto, G. 2003. Tebu lahan kering dan kemandirian gula nasional. Tabloid Sinar Tani. Islami,T., dan W.H. Utomo.1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. 297 hal. James, G. 2004. Sugarcane. Blackwell. Lowa. 216 p. Kartasapoetra, A.G., dan M.M. Sutedjo. 1994. Teknologi Pengairan Pertanian (Irigasi). Bumi Aksara. 188 hal. Prasetyo, B.H., dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karekteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25(2) : 1-9. Prastowo. 2002. Pedoman teknis pengembangan irigasi sprinkler untuk menunjang komoditas hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Bogor. Bagian teknik tanah dan air, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi pertanian, Institut Pertanian Bogor. Premono, M.E. 1984. Evaluasi Iklim dan Kemungkinan Irigasi di Ketapang. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan II Lahan Kering di Luar Jawa Tahun 1984. Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula. Pasuruan. 1-9. Santoso, B. 1993. Tanah Salin Tanah Sodik dan Cara Mereklamasinya. Yayasan Pembina Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 63 hal.
56
Sudiatso, S. 1982. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hal. Utomo,W.H., dan H.T. Soelistyari. 1988. Pengaruh Sub-Soiling dan Pengelolaan Bahan Organik Terhadap Sifat Fisik Podzolik Merah Kuning dan Produksi Tebu PC dan Kepras I. PT. Jawa Pos. Surabaya. 141 hal. Wardojo, dan C.N.S. Priyono.1996. Konservasi Tanah pada Budidaya Tebu di Lahan Kering. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Teknologi Pengelolaan DAS. Departemen Kehutanan.23 hal. Yusuf, L. 1989. Upaya Peningkatan Produksi pada Budidaya Tebu di Lahan Kering dengan Suplesi Air Pengairan. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan, 23-25 November 1988. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan. 988hal.
57
\
LAMPIRAN
58
Lampiran 1. Spesifikasi mesin pompa irigasi PUMP Type Centripugal Pump “AMT” WPRS-3 (Low speed, High head) Dutty 40 LPS vs 132 m Power 140 HP Speed 2000 RPM ENGINE Make PT. Detracon Primaintra Indonesia Type Turbocharged Number of Cylinder 6 in-line, 4 stroke/cycle Displacement 6.0 liter Compression Ratio 17.25:1 Combustion System Direct injection Inlet 0.20 mm Exhaust 0.45 mm Intermittent power/speed 160 HP/2400 RPM ; 152 HP/2000 RPM Continous power/speed 144 HP/2400 RPM ; 136 HP/2000 RPM Fuel Consumption 15-20 liter/HM COMMON BASE-PLATE FOR PUMP SET Meterial Steel Mounting
Two wheels trailer (5 holes wheel with tyre size 7.50-15 Arrangement : Two Bar SUCTION
Rubber Suction Hose (5” & 6”) Material Rubber Size 14.5 cm (6”) & 12 cm (5”) Thickness 1 cm Length 6m Suction Hose Clamp Material Steel 5”&6” Size DISCHARGE Swan Neck Size Material Ends Accu Capacity Material of Construction
5“ Galvanized steel Bauer Coupling BATTERY 120 FUEL TANK 200 l Drum plastics
59
Lampiran 2. Daftar perlengkapan irigasi Komet Big Gun Twin 202 Specification Material Cutting Nozzle material Nozzle size Stand Big Gun Material Flange for Gun Tripod Size Material Pipe Size Length Material Ends Merk Elbow Size Specification Material Ends Merk In Line T-E-E Size Material Ends Merk Enlarger Size Material Ends Merk Reducer Size Material Ends Merk Gate Valve Size Material Ends Seal Pipes Size Material
450 Alumunium Fiber Plastics 30 mm, 28 mm, 27.5 mm. 25 mm Steel 5” Galvanized stell 4” & 5” 5.8 m Galvanized steel Bauer Coupling Bsuer & Giunti 4” & 5” 900 Galvanized steel Bauer Coupling Bauer & Giunti 5-4-4 & 5-5-5 Galvanized steel Bauer Coupling Bauer 4” to 5” (4”→5”) Galvanized steel Bauer Coupling Bauer 5” to 4” (5”→4”) Galvanized steel Bauer Coupling Bauer 4” & 5” Galvanized steel Bauer Coupling 4” & 5” Rubber
60
Lampiran 3. Curah hujan tahun 2000-2009 TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN 2000 227 212 279 247 139 201 2001 302 363 262 201 281 102 2002 252 305 354 180 238 88 2003 454 416 325 232 136 24 2004 288 445 309 146 156 37 2005 389 277 375 240 175 229 2006 436 308 390 309 167 115 2007 246 364 338 300 81 110 2008 297 107 524 215 79 83 2009 210 299 381 157 207 83 Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010 Keterangan : BB : Bulan Basah (CH > 100 mm) BK
: Bulan Kering ( CH < 60 mm)
BULAN BB BK Rata-rata JUL AGS SEP OKT NOP DES 120 52 32 215 406 371 10 2 208.4167 24 117 119 315 391 373 11 1 237.5 195 11 13 0 93 258 11 3 165.5833 47 54 52 126 204 235 7 4 192.0833 61 21 5 40 225 384 8 4 176.4167 96 105 54 126 201 286 7 1 212.75 29 0 10 0 69 354 10 3 182.25 149 37 21 59 182 344 8 1 185.9167 9 78 76 133 344 409 7 1 196.1667 86 75 1 143 327 268 8 1 186.4167
Q = rata-rata BK x 100 rata-rata BB = 2.4 x 100 % 8.3 = 28.91 %
61
Lampiran 4. Data kelembaban udara PT Gula Putih Mataram tahun 1990-2008 TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN 1999 88.4 86.5 86.1 79.1 85.7 83.8 2000 86.2 84.4 81.9 82.9 80.5 84.1 2001 85.4 85.7 83.6 79.4 83.2 79.8 2002 85.9 84.3 84.3 84.1 84.0 78.9 2003 82.4 86.9 85.4 83.9 84.2 78.7 2004 83.7 86.6 85.5 86.7 83.5 80.5 2005 84.0 85.3 79.9 79.0 78.8 78.5 2006 84.4 82.9 83.5 82.2 80.7 81.5 2007 80.0 80.5 80.4 82.8 81.7 82.7 2008 80.2 74.4 82.9 78.7 76.7 77.9 Keterangan : dalam % Sumber : Badan Metorologi dan Geofisika Bandar Lampung 2010
BULAN JUL AGS SEP OKT NOP DES 82.9 82.2 76.1 83.9 81.5 85.9 85.3 80.2 77.8 80.5 83.0 82.9 83.2 78.3 78.8 82.5 82.10 85.5 82.7 79.3 73.8 69.0 78.3 83.8 80.8 75.2 77.3 80.9 83.3 86.9 83.8 77.1 76.0 75.6 79.5 83.8 78.1 76.4 75.5 80.0 79.9 75.2 79.6 71.9 67.4 68.3 70.7 81.6 80.5 77.0 69.0 71.4 68.9 69.6 74.2 78.7 76.4 79.9 79.3 84.3
62
Lampiran 5. Data temperatur udara PT. Gula Putih Mataram tahun 1999-2008 TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN 1999 26.1 26.1 26.5 27.4 26.2 26.1 2000 26.0 26.2 26.5 26.8 27.3 26.1 2001 26.2 26.0 26.7 26.9 26.8 26.6 2002 26.7 26.4 26.9 26.0 27.0 25.9 2003 27.1 26.4 26.8 25.9 26.9 25.7 2004 26.9 26.1 26.5 25.7 27.1 25.4 2005 26.1 26.5 26.3 26.7 26.7 26.4 2006 26.1 26.6 26.6 26.6 26.9 25.9 2007 26.7 26.6 26.7 26.8 27.0 26.3 2008 26.8 26.2 26.2 25.5 26.7 25.3 Sumber : Badan Metorologi dan Geofisika Bandar Lampung 2010
BULAN JUL AGS SEP OKT NOP DES 25.6 25.8 26.7 26.2 26.8 26.0 26.1 25.7 27.0 26.9 26.8 26.7 26.0 26.5 26.3 26.8 26.7 26.2 26.4 26.6 27.1 28.3 27.5 27.0 25.9 26.6 25.6 26.8 26.6 26.1 25.9 26.2 27.0 27.5 27.1 26.5 26.1 26.3 27.2 26.8 26.8 26.9 26.2 25.9 26.6 27.7 28.2 27.0 26.1 25.9 25.9 27.5 27.6 26.7 26.0 26.1 26.9 26.6 25.6 26.1
63
Lampiran 6. Peta PT. Gula Putih Mataram
64
Lampiran 7. Proses pembuatan gula di PT. Gula Putih Mataram
65
Lampiran 8. Peta lebung di PT. Gula Putih Mataram
66
Lampiran 9. Jurnal harian kegiatan magang di PT. Gula Putih Mataram, 2010
Tanggal 15/03/2010
16/03/2010 17/03/2010 18/03/2010 19/03/2010 20/03/2010 21/03/2010 22/03/2010 23/03/2010 24/03/2010 25/03/2010 26/03/2010 27/03/2010 28/03/2010 29/03/2010 30/03/2010 31/03/2010
Jenis kegiatan 1. Pembuatan ID card 2. Perkenalan dengan staf departemen plantation 3. Orientasi pembimbing lapang 4. Penjelasan kondisi PT.GPM secara umum 5. Orientasi lapang Libur Orientasi lapang Orientasi lapang Manual maintanance Orientasi lapang Penjelasan umum mengenai irigasi Kunjungan ke departemen Riset and Development Libur Studi mengenai manual maintanance (hand spraying) Manual Maintanance (hand spraying) Pengamatan serangan hama Manual maintanance (klentek) Manual maintanance (klentek) Manual maintanance (weeding manual gulma merambat) Libur Manual maintanance (weeding manual dan had spraying) Selamatan buka tebang dan giling PT GPM Manual maintenance (weeding manual dan hand spraying)
Lokasi Kantor administrasi, departemen plantation Area divisi III
Kantor plantation, Area divisi III Areal divisi IV Divisi IV Kantor R & D Area Divisi III wilayah TU Area Divisi III wilayah BU 1/4 Area Divisi III wilayah TU Area Divisi III wilayah BU Area Divisi III wilayah BU Area Divisi III wilayah BU
Area Divisi III wilayah BU Gudang gula PT GPM Area divisi III wilayah BU 3/6
Keterangan
67
01/03/2010 02/04/2010 03/04/2010 04/04/2010 05/04/2010 06/04/2010
08/04/2010 09/04/2010 10/04/2010
Manual maintance (hand spraying) Libur Evaluasi kualitas hasil tebangan Libur Manual maintanance Pengamatan kegiatan tebang Land preparation (brushing) Gleaning Tebang tebu bakar Evaluasi kualitas hasil tebangan Land preparation (brushing, tabur gypsum dan lime) Pengamatan kegiatan tebangan
11/04/2010 12/04/2010 13/04/2010
Libur Kegiatan administrasi harvesting Pengamatan kegiatan pembakaran tebu
14/04/2010
Pengamatan kegiatan tebang, muat, dan angkut tebu
15/04/2010 16/04/2010 17/04/2010 18/04/2010 19/04/2010 20/04/2010 21/04/2010 22/04/2010
Monitoring dosen pembimbing Pengamatan kegiatan tebang, muat, dan angkut tebu Pengamatan kegiatan pembongkaran tebu dari angkutan Libur Pengamatan kegiatan tebang tebu Kegiatan administrasi harvesting Land preparation (perbaikan petakan, pembajakan) Pengamatan pengolahan persiapan lahan
07/04/2010
Area Divisi III wilayah TU 3/6 Area Divisi III wilayah BU 2/7 Area Divisi III wilayah TU 6/6 Area Divisi III wilayah BU 2/7 Area Divisi I wilayah TU 2/6 Area Divisi II wilayah BS 5/2 Area Divisi II wilayah BS 5/2 Area Divisi III wilayah 2/I petak 8 BU 4 Departement plantation Area Divisi IV wilayah BS 2/15 Area divisi III wilayah BU 1/1 Area Divisi IV wilayah BS 2/15 Area divisi III wilayah BU 2/6 Departement plantation Area divisi III wilayah BU 2/6 Cane yard PT GPM Area divisi III wilayah BU 1/1 Departement Plantation Area divisi III wilayah BU 1/1, BU 2/7 Area divisi III wilayah BU 2/7
68
23/04/2010 24/04/2010 25/04/2010 26/04/2010 27/04/2010 28/04/2010 29/04/2010 30/04/2010 01/05/2010 02/05/2010 03/05/2010 04/05/2010 05/05/2010 06/05/2010 07/05/2010 08/05/2010 09/05/2010 10/05/2010 11/05/2010 12/05/2010 13/05/2010 14/05/2010
Land preparation (pengapuran) Land preparation (tabur blotong) Libur Land preparation (pembajakan, penggaruan, track making, dan furrowing basalt) Land preparation (pembajakan, penggaruan, track making, dan ripping) Pengamatan tebang bibit Pengamatan pengeceran bibit ke areal Pengamatan pengeceran bibit ke areal dan pencacahan bibit Penanaman (penyediaan bibit, pengangkutan, pengeceran, dan penanaman) Libur Irigasi (penjelasan) Irigasi Irigasi Irigasi Penanaman dan irigasi Mechanical maintenance (pengeprasan tunggul) Libur Mechanical maintenance (pemupukan single dressing) Pengamatan pencampuran pupuk Mechanical maintenance (pemupukan tebu ratoon ex bibit) Libur Mechanical maintenance (pemupukan single dressing)
Area divisi III wilayah BU 2/6 Area divisi III wilayah BU 2/6 Area divisi III wilayah BU 2/6, BU 2/7, BU 1/1 Area divisi III wilayah BU 2/6, BU 2/7, BU 1/1 Area divisi III wilayah TU 4/5 Area divisi III wilayah BU 2/7 Area divisi III wilayah BU 2/7 Area divisi III wilayah TU 4/5, BU 2/6
Kantor irigasi divisi III Area divisi III wilayah BU 2/7 Area divisi III wilayah BU 2/7 Area divisi III wilayah BU 2/7 Area divisi III wilayah BU 2/7 Area divisi III wilayah BU 2/2 Area divisi III wilayah BU 2/2 warehouse Area divisi III wilayah TU 4/5
Area divisi III wilayah BU 2/2
69
15/05/2010 16/05/2010 17/05/2010 18/05/2010 19/05/2010 20/05/2010 21/05/2010 22/05/2010 23/05/2010 24/05/2010 25/05/2010 26/05/2010 27/05/2010 28/05/2010 29/05/2010 30/05/2010 31/05/2010 01/06/2010 02/06/2010 03/06/2010 04/06/2010 05/06/2010 06/06/2010
Mechanical maintenance (pemupukan tebu ratoon ex bibit) Libur Mechanical maintenance (pemupukan single dressing) Irigasi (penjelasan pemasangan tube diviner) Irigasi (pemasangan tube diviner) Pengumpulan data primer Pengumpulan data primer Administrasi divisi Libur Monitoring serangan hama Administrasi divisi Mechanical maintenance (pemupukan single dressing, terra tyne) Manual maintanace Libur Pembakaran sampah pada kebun bibit Libur Pengumpulan data primer Penanaman tanaman RPC Penanaman tanaman RPC Irigasi (tanaman RPC) Mechanical maintenance ( pengeprasan tunggul dan pemupukan single dressing ) Pengecekan kegiatan budidaya tebu libur
Area divisi III wilayah TU 4/5
Area divisi III wilayah BU 2/2 Area divisi III wilayah BU 2/7 Area divisi III wilayah BU 3/2, BU 3/6 Area divisi III wilayah TU 3/3 Departement Plantation Area divisi III wilayah BU 2/2, BU 3/2 Departement Plantation Area divisi III wilayah TU 4/5 Area divisi III wilayah TU 3/2 Area divisi III wilayah TU 4/5 Area divisi III wilayah TS 1/14 Area divisi III wilayah BU 1/2 Area divisi III wilayah BU 1/2 Area divisi III wilayah BU 1/2 Area divisi III wilayah TU 3/3 Areal divisi III
70
07/06/2010 08/06/2010 09/06/2010 10/06/2010 11/06/2010 12/06/2010 13/06/2010 14/06/2010 15/06/2010 16/06/2010 17/06/2010 18/06/2010 19/06/2010 20/06/2010 21/06/2010 22/06/2010 23/06/2010 24/06/2010 25/06/2010 26/06/2010 27/06/2010 28/06/2010 29/06/2010 30/06/2010 01/07/2010
pengamatan serangan hama dan penyulaman tanaman ratoon Pengecekan kegiatan budidaya tebu Mechanical maintenance (pemupukan single dressing ) Land preparation Land preparation Administrasi harvesting Libur Land preparation Pebgumpulan data sekunder Penegecekan kegiatan budidaya tebu Penanaman Pengamatan sistem pelaporan dan pembayaran Administrasi Divisi Libur Pengamatan kegiatan tebang dan pengangkutan bibit Administrasi Divisi Administrasi Divisi Pengumpulan data sekunder Administrasi Divisi Administrasi Divisi Libur Pengamatan angkutan tebang Pengamatan tebang tebu bundle Pengamatan tbu loose cane oleh tenaga harian dan kontraktor Administrasi Divisi
Area divisi III wilayah BU 2/2 Areal divisi III Area divisi III wilayah TU 3/3 Area divisi III wilayah TU 1/3 Area divisi III wilayah TU 1/3 Departemen Plantation Area divisi III wilayah TU 1/3 Departemen Plantation Areal divisi III Area divisi III wilayah TU 1/3 Departemen Plantation Departemen Plantation Area divisi III wilayah TU 3/3 Departemen Plantation Departemen Plantation Departemen Plantation Departemen Plantation Departemen Plantation Area divisi V wilayah TU 1/24 Area divisi V wilayah TS 2/29 Areal divisi II wilayah BS 1/3 Areal divisi III wilayah 1/8 Departemen Plantation
71
02/07/2010 03/07/2010 04/07/2010 05/07/2010 06/07/2010 07/07/2010 08/07/2010 09/07/2010 10/07/2010 11/07/2010 12/07/2010 13/07/2010 14/07/2010 15/07/2010
Pengumpulan data sekunder Pengamatan sistem pelaporan harvesting Libur Irigasi Pengamatan tebang loose cane oleh tenaga harian Administrasi Divisi Mechanical maintenance (pemupukan top dressing) Mechanical maintenance ( leaf tyne, pemupukan top dressing). Manual maintenance (hand spraying) Libur Libur Pengamatan pengolahan tebu menjadi gula Administrasi divisi Pengecekan kegiatan budidaya tebu Persiapan sebelum pulang
Departemen Plantation Departemen Plantation Area divisi III wilayah BU 2/5 Area divisi II wilayah TS 3/2 Departemen Plantation Area divisi III wilayah BU 2/7 Area divisi III wilayah BU 2/6, BU 1/2
Pabrik gula PT GPM Departemen Plantation Areal divisi II Departemen Plantation