TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sistematika tebu (Saccharum officinarum L.) adalah sebagai berikut; Kingdom : Plantae; Divisio : Spermatophyta; Sub divisi : Angiospermae; Kelas : Monocotyledonae; Ordo : Poales; Familia : Poaceae; Genus : Saccharum; Spesies : Saccharum officinarum L. (Steenis, 2005). Akar yang pertama kali terbentuk dari bibit stek adalah akar adventif yang berwarna gelap dan kurus. Setelah tunas tumbuh, maka fungsi akar ini akan digantikan oleh akar sekunder yang tumbuh di pangkal tunas. Pada tanah yang cocok akar tebu dapat tumbuh panjang mencapai 0,5 – 1,0 meter. Tanaman tebu berakar serabut maka hanya pada ujung akar-akar muda terdapat akar rambut yang berperan mengabsorpsi unsur-unsur hara (Wijayanti, 2008). Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal dari mata tunas yang berada dibawah tanah yang tumbuh keluar dan berkembang membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5 cm dengan tinggi batang antara 2-5 meter dan tidak bercabang (Indrawanto, 2010). Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri, berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah berlekuk. Tepi daun kadang-kadang bergelombang serta berbulu keras (Indrawanto, 2010). Bunga tebu berupa malai dengan panjang antara 50-80 cm. Cabang bunga pada tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap selanjutnya berupa tandan dengan dua bulir panjang 3-4 mm. Terdapat pula benangsari, putik dengan
Universitas Sumatera Utara
dua kepala putik dan bakal biji. Buah tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan besar lembaga 1/3 panjang biji. Biji tebu dapat ditanam di kebun percobaan untuk mendapatkan jenis baru hasil persilangan yang lebih unggul (Indrawanto, 2010). Fase pertumbuhan tanaman dalam proses perkecambahan sangat tergantung kepada ketersedian air dan makanan yang terdapat dalam bibit. Bibit dengan kualitas yang jelek, misalnya diperoleh dari umur bibit yang sudah tua yang kondisi distribusi air dan hara dalam jaringan lembaga tunas sudah berkurang akan menyulitkan terjadinya inisiasi tumbuh tunas. Selain itu misalnya kondisi bibit yang terinfeksi hama penyakit akan menyebabkan hambatan dalam proses inisiasi pertunasan dan fase pertumbuhan tanaman lainnya. Kemudian jumlah bibit yang ditanam sangat mempengaruhi jumlah tunas dan populasi pertumbuhan tanaman. Meskipun pada awal perkecambahan, jumlah tunas berkorelasi dengan jumlah mata yang berinisiasi menjadi tunas, namun sesungguhnya pola pertumbuhan populasi tebu akan mengalami keseimbangan mencapai populasi optimal disebabkan antara masing-masing tunas akan terjadi persaingan terhadap faktor lingkungan tumbuh. Artinya pola pertumbuhan populasi tanaman pada periode pertunasan maksimal, akan diikuti penurunan populasi tanaman sampai mencapai pertumbuhan populasi batang optimal (Soedhono, 2009). Penggunaan varietas tebu bersifat dinamis. Setiap periode waktu, varietas yang telah lama digunakan secara terus menerus tidak selalu menguntungkan, sebagai akibat terjadinya penurunan kualitas genetik, kepekaan terhadap hama dan penyakit yang dapat meyebabkan merosotnya perolehan hasil gula. Oleh karena itu, untuk menghindari kondisi demikian diupayakan selalu terjadi regenerasi
Universitas Sumatera Utara
varietas di lapangan untuk mempersiapkan perolehan varietas pengganti dimana varietas tebu sebaiknya tidak ditanam lebih dari 8 tahun (Soedhono, 2009). Syarat Tumbuh Iklim Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang dengan daerah penyebaran antara 35ºLS dan 39ºLU.
Namun umumnya tanaman
tebu tumbuh baik di daerah beriklim tropis. Tebu memerlukan suhu tertentu, yaitu 22 – 27 ºC dengan kelembaban nisbi 65 – 85 % untuk menghasilkan sukrosa yang tinggi. Di daerah tropik yang bersuhu tinggi, altitude menjadi pembatas kemungkinan
pengembangan
pengusahaan
tebu.
Sebagai
perbandingan, umur tanaman tebu memerlukan 12 bulan pada ketinggian bekisar 200 m dpl, sedangkan pada ketinggian 2.500 m dpl memerlukan waktu 24 bulan (Sudiatso, 1999). Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan curah hujan berkisar antara 1.000 – 1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah: pada periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per bulan) selama 5-6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan 125 mm dan 4 – 5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan generative dan pemasakan tebu (Indrawanto, 2010). Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam setiap harinya. Proses asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman memperoleh radiasi penyinaran matahari secara penuh sehingga cuaca yang berawan pada siang hari
Universitas Sumatera Utara
akan mempengaruhi intensitas penyinaran dan berakibat menurunnya proses fotosintesa sehingga pertumbuhan terhambat. Kecepatan angin sangat berperan dalam mengatur keseimbangan kelembaban udara dan kadar CO2 disekitar tajuk yang mempengaruhi proses fotosintesa. Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam disiang hari berdampak positif bagi pertumbuhan tebu, sedangkan angin dengan kecepatan melebihi 10 km/jam akan mengganggu pertumbuhan tanaman tebu bahkan tanaman tebu dapat patah dan roboh (Indrawanto, 2010). Tanah Dilihat dari jenis tanah, tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti tanah alluvial, grumosol, latosol dan regusol dengan ketinggian antara 0 – 1400 m diatas permukaan laut. Akan tetapi lahan yang paling sesuai adalah kurang dari 500 m diatas permukaan laut. Sedangkan pada ketinggian > 1200 m diatas permukaan laut pertumbuhan tanaman relative lambat. Kemiringan lahan sebaiknya kurang dari 8%, meskipun pada kemiringan sampai 10% dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisir. Kondisi lahan terbaik untuk tebu adalah berlereng panjang, rata dan melandai sampai 2% apabila tanahnya ringan dan sampai 5 % apabila tanahnya lebih berat (Indrawanto, 2010). Tanaman tebu dapat tumbuh pada berbagai macam tanah. Tanaman tebu akan tumbuh baik pada tanah bertekstur lempung-berliat, lempung-berpasir dan lempung-berdebu, dengan kedalaman solum yang cukup dalam (0,5 – 1,0 m) dan drainase baik. Drainase yang jelek dapat mengakibatkan pertumbuhan yang terhambat karena terjadinya kerusakan-kerusakan pada akar (Wijayanti, 2008). Persyaratan lahan yang dibutuhkan tanaman tebu adalah pada daerah dengan ketinggian 0-1400 m di atas permukaan laut, tetapi mulai ketinggian 1200
Universitas Sumatera Utara
m di atas permukaaan laut pertumbuhan tebu relatif lambat.
Bentuk lahan
bergelombang antara 0-15 % dengan kemiringan kurang dari 8 %, kemiringan 10 % dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisasi. Sifat fisik tanah yang ideal adalah tanah gembur sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang sempurna. Struktur tanah yang baik untuk pertanaman tebu adalah tanah yang gembur sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang sempurna, oleh karena itu upaya pemecahan bongkahan tanah atau agregat tanah menjadi partikel-partikel kecil akan memudahkan akar menerobos. Sedangkan tekstur tanah, yaitu perbandingan partikel - partikel tanah berupa lempung, debu dan liat, yang ideal bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan kemampuan menahan air cukup dan porositas 30 %. Tanaman tebu menghendaki solum tanah minimal 50 cm dengan tidak ada lapisan kedap air dan permukaan air 40 cm. Sehingga pada lahan kering, apabila lapisan tanah atasnya tipis maka pengolahan tanah harus dalam. Demikian pula apabila ditemukan lapisan kedap air, lapisan ini harus dipecah agar sistem aerasi, air tanah dan perakaran tanaman berkembang dengan baik (Indrawanto, 2010). Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 6 ‐ 7,5, akan tetapi masih toleran pada pH tidak lebih tinggi dari 8,5 atau tidak lebih rendah dari 4,5. Pada pH yang tinggi ketersediaan unsur hara menjadi terbatas. Sedangkan pada pH kurang dari 5 akan menyebabkan keracunan Fe dan Al pada tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan pemberian kapur (CaCo3) agar unsur Fe dan Al dapat dikurangi. Bahan racun utama lainnya dalam tanah adalah
Universitas Sumatera Utara
klor (Cl), kadar Cl dalam tanah sekitar 0,06 – 0,1 % telah bersifat racun bagi akar tanaman (Indrawanto, 2010). Jarak Tanam Tebu Pengaturan jarak tanam merupakan suatu usaha untuk mengendalikan lingkungan mikro di sekitar pertanaman. Pengaturan dan penentuan jarak tanam yang tepat tergantung pada daya kecambah benih, daya tumbuh kecambah, tingkat kesuburan
tanah,
musim,
dan
kultivar
yang
digunakan.
Jarak
tanam
mempengaruhi populasi tanaman dan efisiensi dalam pengunaan cahaya, kompotisi antar tanaman dalam penggunaan air dan zat hara baik antar tanaman pokok maupun antar tanaman pokok dengan gulma yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil (Danuwinata, 1998) Kerapatan tanaman, yang ditentukan oleh jarak tanam dalam barisan dan antar barisan tanaman, akan mempengaruhi penampilan dan produksi tanaman terutama karena keefisienan penggunaan cahaya. Pada umumnya, produksi yang tinggi per satuan luas akan dicapai dengan populasi yang tinggi, karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum pada awal pertumbuhan. Akan tetapi pada akhirnya, penampilan masing-masing tanaman secara individu menurun karena persaingan terhadap cahaya dan faktor-faktor tumbuh lainnya (Harjadi, 1991). Jarak tanam berhubungan erat dengan populasi tanaman. Jika jarak tanam antar barisan tetap dan jarak tanam dalam barisan sempit, populasi tanaman tinggi. Sebaliknya, populasi tanaman rendah bila jarak tanam dalam barisan lebar. Menurut Beets (1982), hasil komunitas tanaman adalah fungsi dari hasil per tanaman dan jumlah tanaman per satuan luas. Jumlah tanaman genotipe tertentu
Universitas Sumatera Utara
dapat menguntungkan, bergantung pada sumberdaya lingkungan. Pada saat sumberdaya yang tersedia terbatas, populasi tanaman rendah (jarak tanam dalam baris lebar), jika sumberdaya berlebih, populasi dapat ditingkatkan (jarak tanam dalam baris sempit). Kepadatan
populasi
tanaman
yang tinggi
akan
mempengaruhi
petumbuhan tanaman dan pada akhirnya penampilan tanaman secara individu akan menurun karena persaingan dalam intersepsi radiasi sinar matahari, absorbs air dan unsur hara serta pengambilan CO2 dan O2. Pengaturan jarak tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Hal ini akan berpengaruh pada luas daun, berat kering tanaman, sistem perakaran, banyaknya sinar matahari yang diterima, dan banyaknya unsur hara yang diserap dari dalam tanah. Penggunaan jarak tanam yang tepat akan menaikkan hasil, tetapi penggunaan
jarak
tanam
yang
kurang
tepat
akan
menurunkan
hasil
(Indrayanti, 2010) Jarak tanam berhubungan dengan luas atau ruang tumbuh yang ditempatinya dalam penyediaan unsur hara, air dan cahaya. Jarak tanam yang terlalu lebar kurang efisien dalam pemanfaatan lahan, bila terlalu sempit akan terjadi persaingan yang tinggi yang mengakibatkan produktivitas rendah. Kepadatan populasi tanaman dapat ditingkatkan sampai mencapai daya dukung lingkungan, karena keterbatasan lingkungan pada akhirnya akan menjadi pembatas pertumbuhan tanaman. Menurut prinsip faktor pembatas leibig, materi esensial yang tersedia minimum cenderung menjadi faktor pembatas pertumbuhan Odum (1959) dan Boughey (1968) dalam Herlina (2011). Pengaturan kepadatan populasi tanaman dan pengaturan jarak tanam pada tanaman budidaya
Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan untuk menekan kompetisi antara tanaman. Setiap jenis tanaman mempunyai kepadatan populasi tanaman yang optimum untuk mendapatkan produksi yang maksimum. Apabila tingkat kesuburan tanah dan air tersedia cukup, maka kepadatan populasi tanaman yang optimum ditentukan oleh kompetisi di atas tanah daripada di dalam tanah atau sebaliknya (Herlina, 2011). Jarak tanam
yang
terlalu
penguapan air dari dalam tanah,
jarang
mengakibatkan besarnya proses
sehingga
proses
perkembangan terganggu. Sebaliknya jarak tanam
pertumbuhan yang
terlalu
dan rapat
menyebabkan terjadinya persaingan tanaman dalam memperoleh air, unsur hara dan intensitas matahari. Tingkat kerapatan
tanaman
berhubungan dengan
populasi tanaman dan sangat menentukan hasil tanaman (Marliah, et al., 2012) Jarak tanam di dalamn dan antara barisan (leng, juringan, jolangan) berpengaruh baik terhadap pertunasan maupun jumlah batang yang diperoleh pada saat panenan atau tebang. Umumnya makin rapat jarak tanam, makin tinggi jumlah batang tebu giling yang diperoleh pada saat panen atau tebang. Sejumlah percobaan lapangan di Jawa menunjukan adanya hubungan erat antara varietas tebu dan jarak barisan (leng, juringan, jolangan) tanaman optimum yang akan memberikan hasil dan gula maksimal (Pawirosemadi, 2011) Sistem single bud planting (SBP) di Colombia menggunakan jarak tanam 60 cm dengan jarak pusat ke pusat/antar baris (pkp) sebesar 165 cm. Pada tahap awal Sukramen, et al tidak berani menggunakan jarak tanam/pkp selebar itu, sehingga sebagian besar kebun – kebun SPB masih menggunakan jarak tanam/pkp konvensional (jarak tanam 30 – 40 cm; pkp 100 – 110 cm). Namun Sukarmen tetap melakukan percobaan jarak tanam (30, 40, 50 dan 60 cm) dan pkp (100, 110,
Universitas Sumatera Utara
160 cm). Terkait dengan jarak tanam/pkp ini, dapat disimpulkan bahwa dengan bibit SBP yang anakkannya lebih banyak, maka dengan jarak tanam yang lebih besar hasil tebu (yield, ton tebu/ha) lebih tinggi (Sukarmen, et al., 2011). Dalam sistem tanam juring tunggal, penggunaan pkp lebar (130 cm) mampu meningkatkan distribusi cahaya dalam tajuk tanaman sebesar 7,9% dari pkp rapat (110 cm). Peningkatan distribusi cahaya tersebut menyebabkan peningkatan diameter batang sebesar 5,5%, bobot batang per tanaman sebesar 8,4% dan bobot per meter batang sebesar 9,5%. Adapun jumlah batang per meter juring yang diperoleh kedua pkp tersebut yang tidak ada perbedaan. Meskipun penggunaan pkp lebar mampu meningkatkan bobot batang per tanaman, namun peningkatan tersebut lebih rendah dibanding dengan peningkatan faktor juring (18,4%) yang diperoleh pkp rapat. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan pkp rapat dalam sistem tanam juring tunggal menghasilkan produktivitas 11,3% lebih tinggi dibanding pkp lebar (Djumali, 2014) Dalam penelitian Rohedin (2012) menyatakan bahwa jarak tanam antar barisan dengan dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi batang umur 6 bulan setelah tanam (BST), jumlah ruas batang per tanaman, jumlah batang per petak, kandungan klorofil daun dan bobot basah batang bibit tebu per petak. Sejalan dengan penelitian Basaroji (2013) yang menyatakan bahwa perlakuan jarak tanam berpengaruh sangat nyata terjadi pada variabel pengamatan jumlah daun pada umur 1, 2, 3, dan 4 bulan setelah tanam, jumlah anakkan perrumpun dan jumlah anakkan per petak pada umur 4 bulan setelah tanam.
Universitas Sumatera Utara
Pupuk Nitrogen Nitrogen merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa bernitrogen, protein, dan nukleoprotein. Nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena itu, Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pada pembentukan tunas, atau perkembangan batang dan daun (Novizan, 2003). Nitrogen diserap oleh tanaman dengan kuantitas terbanyak dibandingkan dengan unsur lain yang didapatkan dari tanah. Sumber nitrogen di dalam tanah adalah dari fiksasi oleh mikroorganisme, air irigasi dan hujan, absorpsi amoniak, perombakan bahan organik, dan pemupukan. Nitrogen di dalam tanah mempunyai dua bentuk utama, yaitu nitrogen organik dan nitrogen anorganik berupa amonium (NH4), amoniak (NH3), nitrit (NO2), dan nitrat ( NO3) (Stevenson, 1982). Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk NO3 dan NH4. Nitrogen dalam bentuk anorganik dijumpai dalam bentuk ion-ion yang berada di dalam larutan tanah, yang berada di kompleks adsorpsi, atau dalam bentuk ion amonium yang terfiksasi pada kisi mineral liat ( Hanafiah et al., 2009). Pemberian nitrogen pada tanaman tebu akan meningkatkan populasi batang tebu, peningkatan pupuk nitrogen akan selalu meningkatkan jumlah tunas hingga tercapai suatu optimum, sehingga penambahan nitrogen berikutnya tidak akan memberikan pengaruh lagi (Pawirosemadi, 2012). Nitrogen (N) merupakan unsur hara yang paling penting. Kebutuhan tanaman akan N lebih tinggi dibandingkan dengan unsur hara lainnya, selain itu N merupakan faktor pembatas bagi produktivitas tanaman. Kekurangan N akan menyebabkan tumbuhan tidak tumbuh secara optimum, sedangkan kelebihan N
Universitas Sumatera Utara
selain menghambat pertumbuhan tanaman juga akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan (Duan, et al., 2007). Suplai N yang cukup ditunjukkan dengan adanya aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang vigor, dan warna daun yang hijau tua Tumbuhan yang terlalu banyak mendapatkan N biasanya mempunyai daun yang berwarna hijau tua dan lebat dengan sistem akar yang kerdil sehingga nisbah tajuk dan akar tinggi. Hal ini diduga karena terjadinya penurunan jumlah gula yang tersedia untuk ditranslokasikan ke akar (Salisbury dan Ross, 1995). Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro primer yang sangat diperlukan oleh tanaman tebu, sehingga seringkali diperlukan pemupukan N untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan hasil tebu. Dosis pupuk N tergantung pada tingkat kesuburan tanah, kandungan bahan organik tanah, tekstur tanah, KTK, dan jumlah biomas tanaman yang dihasilkan. Kelebihan dan kekurangan nitrogen menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tanaman, produksi dan kwalitasnya. Efisiensi penyerapan nitrogen ditentukan juga oleh jumlah, frekuensi, cara, dan waktu pemupukan N. Analisa daun, analisa tanah dan percobaan pemupukan di lapangan merupakan dasar pembuatan rekomendasi pemupukan N yang terintegrasi pada pengelolaan yang baik (Soemarno, 2011) Menurut Novizan (2003), defisiensi Nitrogen menyebabkan tanaman tumbuh lambat dan kerdil. Daunnya berwarna hijau muda. Sementara itu, daundaun yang lebih tua menguning dan akhirnya mengering. Di dalam tubuh tanaman, N bersifat mobil sehingga jika terjadi kekurangan N pada bagian pucuk, Nitrogen yang tersimpan pada daun tua akan dipindahkan ke organ yang lebih
Universitas Sumatera Utara
muda. Dengan demikian, pada daun-daun yang lebih tua gejala kekurangan Nitrogen akan terlihat lebih awal. Menurut Sundara (1998) Nitrogen merupakan unsur hara utama yang mempengaruhi hasil dan kualitas tebu. Hal ini dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif, yaitu pembentukan tunas, pembentukan daun, pertumbuhan batang (pembentukan ruas, pemanjangan ruas, peningkatan ketebalan batang dan bobot batang) dan pertumbuhan akar. Pertumbuhan vegetatif secara langsung berkaitan dengan hasil tebu, sehingga Nitrogen sangat penting untuk meningkatkan produksi. Kekurangan Nitrogen menyebabkan daun pucat, penuaan pada daun pertama, batang pendek dan kurus, akar menjadi panjang tetapi berukuran lebih kecil. Kelebihan N juga berbahaya bagi tanaman tebu karena dapat memperpanjang pertumbuhan vegetatif, penundaan kedewasaan dan pematangan, menurunkan kadar gula dalam nira dan dengan demikian menurunkan kemurnian nira. Selain itu, tanaman tebu menjadi sukulen dan rentan terhadap serangan hama dan penyakit Efisiensi penggunaan pupuk-N merupakan langkah untuk memberikan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman,sehingga tanaman padi dapat menyerap unsur hara secara optimal dan untuk mengurangi tingkat kehilangan N akibat akumulasi N pada lapisan tanah dalam bentuk NH4 dan NO3 ataupun menjadi gas seperti NOx. Efisiensi penggunaan pupuk N dipengaruhi oleh (1) rasio respon tanaman (crop response ratio) terhadap pemberian pupuk tunggal (pupuk-N) ataupun pupuk majemuk (NPK) yang berkaitan dengan produktivitas tanaman, (2) recovery efficiency, (3) physiological efficiencyyang merupakan tingkat kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara dan, (4) partial factor of
Universitas Sumatera Utara
productivity of fertilizermerupakan perbandingan unsur hara yang terkandung dalam pupuk (Triyono, et al,. 2013). Kecukupan pupuk nitrogen sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Indikatornya terlihat jelas pada ukuran daun, tinggi batang, luas permukaan daun dan jumlah anakan tanaman tebu. Kekurangan unsur ini membuat pertumbuhan tanaman merana, ukuran daun mengecil, kurus dan berwarna kekuningan. Penyebab rendahnya produktivitas pada tanaman tebu memang cukup banyak, salah satu yang cukup dominan adalah masalah pemupukan. Pemberian pupuk buatan yang terus menerus ternyata membuat tanah menjadi keras dan kecenderungan produktivitasnya semakin rendah. Penggunaan pupuk organik secara terus menerus tanpa dibantu oleh pemberian pupuk buatan mempunyai kecenderungan produktivitasnya rendah. Namun penggunaan keduanya akan menghasilkan sinergi positip yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Pemberian pupuk nitrogen dalam bentuk urea, ZA masih diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak; karena biomas yang dihasilkan tanaman tebu sangat banyak, setiap tahunnya tidak kurang dari 100 ton biomas per ha yang dihasilkan tanaman dan tidak kembali ke tanah lagi (Soemarno, 2011) Nitrogen
diperlukan
tanaman
sebagai
penyusun
semua
protein,
klorofil, dan asam-asam nukleat serta berperan penting dalam pembentukan koenzim (Hanafiah,
2005).
Penyediaan
nitrogen
berhubungan
dengan
penggunaan karbohidrat. Apabila persediaan nitrogen sedikit maka hanya sebagian kecil hasil fotosintesis yang diubah menjadi protein dan sisanya diendapkan. Pengendapan karbohidarat menyebabkan sel vegetatif menebal. Apabila
persediaan
nitrogen cukup
banyak
maka
sedikit
sekali
yang
Universitas Sumatera Utara
mengendap
karena
sebagian
besar dijadikan
protein
dan
membentuk
protoplasma. Protoplasma akan mengikat air sehingga tanaman menjadi meruah atau voluminous (Leiwakabessy et al., 2003). Tanaman tebu memerlukan unsure hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Dalam 1 ton hasil panen tebu terdapat sekitar 2.00 kg N; 0,40 - 0,80 kg P2O5 dan 1,20 - 6,0 kg K2O yang diserap dari dalam tanah. Oleh karena itu diperlukan pemupukan N, P dan K yang cukup tinggi agar hasil panen tebu tetap tinggi dan kesuburan tanah dapat dilestarikan. Penambahan pupuk N karena hara N yang tersedia dalam tanah berasal dari luar tanah, yaitu : (1) bahan organik sisa panen tanaman, (2) fiksasi N dari udara oleh mikroba tanah, (3) air irigasi, dan (4) pupuk N. Pupuk ammonium sulphat (ZA) juga mengandung sulphur. Pemakaian ZA terus menerus dapat mengasamkan tanah. Aplikasi pupuk ZA dengan dosis 4-6 ku/ha (beragam tergantung kondisi tanah) dapat menghasilkan hablur gula yang diharapkan (Soemarno, 2011). Hasil penelitian Ikhtiyanto (2010) menunjukan bahwa pupuk N dan P yang diberikan berpengaruh pada beberapa peubah pertumbuhan tebu. Semakin tinggi dosis pupuk Nitrogen meningkatkan BK daun, jumlah tanaman per juring, diameter batang bagian tengah dan bawah. Selain itu, semakin tinggi dosis pupuk Fosfor dapat meningkatkan jumlah tanaman per juring tanaman tebu.
Universitas Sumatera Utara