BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Tanaman tebu (Saccharum officinarum. L) dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam industri gula. Bagian lainnya dapat pula dimanfaatkan dalam industri jamur dan sebagai hijauan pakan ternak (Farid, 2003). Tanaman tebu biasanya tumbuh baik pada daerah yang beriklim panas dengan kelembaban untuk pertumbuhan adalah > 70%. Suhu udara berkisar antara 28-34oC. Tanah yang terbaik adalah tanah subur dan cukup air tetapi tidak tergenang (Farid, 2003). Tanaman tebu toleran pada kisaran kemasaman tanah (pH) 5-8. Jika pH tanah kurang dari 4,5 maka kemasaman tanah menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman, yang dalam beberapa kasus disebabkan oleh pengaruh toksik unsur alumunium (Al) bebas. Hasil tebu yang optimum dapat dicapai apabila ketersediaan hara makro primer (N, P, K), hara makro sekunder (Ca, Mg, S) dan hara mikro (Si, Cu, Zn) dalam tanah lebih tinggi dari batas kritisnya (Farid, 2003). Ketidakseimbangan penggunaan pupuk kimia dari tahun ke tahun menyebabkan tanah pada suatu waktu meskipun dilakukan penambahan unsur hara makro, mikro dan zat pengatur tumbuh, produksi yang dihasilkan tetap tidak seimbang, dengan pemakaian pupuk kimia. Penggunaan FMA pada tanaman tebu diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan secara langsung
4
Universitas Sumatera Utara
mengurangi biaya produksi. Kendala yang dihadapi adalah pengadaan inokulan FMA yang efektif untuk tanaman tebu (Sofyan et al., 2005).
2.2. Fungi mikoriza arbuskula Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jenis jamur tertentu dengan perakaran tanaman (Brundrett, 1996). Dikenal tujuh tipe mikoriza, beberapa sudah sangat dikenal (Brundrett, 2002). Berdasarkan struktur tubuh dan cara kolonisasi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza (Rao, 1994). Namun pada umumnya mikoriza lebih banyak dikelompokkan menjadi 3 kelompok dengan menambah jenis ketiga yaitu peralihan dari 2 bentuk tersebut yang disebut ektendomikoriza (Harley dan Smith, 1983). Pola asosiasi antara fungi dengan akar tanaman inang yang menyebabkan terjadinya perbedaan morfologi akar antara ektomikoriza dengan endomikoriza. Ektomikoriza sudah dikenali sampai 6000 species, terutama dari kelompok Basidiomycetes dan beberapa Ascomycetes serta Zygomycetes (Brundrett, 2002). Pada ektomikoriza, jaringan hifa fungi memasuki akar dan sebagian lamella tengah di antara sel korteks. Susunan hifa di sekeliling sel korteks ini disebut jaring Hartig. Ektomikoriza biasanya juga menyusun jaringan hifa dengan sangat rapat pada permukaan akar, yang disebut selubung. Selubung ini sering disebut dengan selubung pseudoparenkim. Endomikoriza, jaringan hifa fungi menembus ke dalam sel korteks 5
Universitas Sumatera Utara
akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesikula dan system percabangan hifa yang disebut arbuskula (Paola, 1984). Ciri khas FMA terletak pada banyaknya arbuskula bercabang-cabang yang berkembang dalam sel-sel korteks tanaman. Spora FMA bersifat khusus dan diameternya berkisar antara 10 sampai > 1000 µm. Warna sporanya beraneka macam mulai dari hialin sampai hitam dan permukaannya mulai dari halus sampai kasar. Kurang lebih ada 150 spesies FMA yang berhasil dikenali, namun demikian taksonomi pada spesiesnya masih terus berkembang dan banyak mengalami revisi (INVAM, 2009). Vesikula merupakan suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat, mengandung cairan lemak dan berdinding tipis, yang berfungsi sebagai organ penyimpanan makanan atau berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi sebagai organ reproduksi. Vesikula selain dibentuk secara interseluler ada juga yang secara intraseluler. Pembentukan vesikel diawali dengan adanya perkembang sitoplasma hifa yang menjadi lebih padat, multinukleat dan mengdanung partikel lipid dan glikogen. Sitoplasma menjadi semakin padat melalui proses kondensasi, dan organel semakin sulit untuk dibedakan sejalan dengan akumulasi lipid selama maturasi (proses pendewasaan). Vesikel biasanya dibentuk lebih banyak di luar jaringan korteks pada daerah kolonisasi yang sudah tua, dan terbentuk setelah pembentukan arbuskul. Arbuskul adalah struktur hifa yang bercabang-cabang seperti pohon-pohon kecil yang mirip haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai tempat pertukaran
6
Universitas Sumatera Utara
nutrisi antara tanaman inang dengan jamur. Struktur ini mulai terbentuk 2-3 hari setelah kolonisasi, diawali dengan penetrasi cabang hifa lateral yang dibentuk oleh hifa ekstraseluler dan intraseluler ke dalam dinding sel inang. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza. Fungi mikoriza arbuskula ditempatkan ke dalam kelas Zygomycetes dengan ordo Glomales yang mempunyai 2 sub ordo, yaitu Gigasporinease dan Glomineae. Gigasporinease dengan family Gigasporacaeae mempunyai 2 genus, yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomaceae mempunyai 4 famili, yaitu family Glomaceae dengan genus Glomus, family Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus Paraglomus, dan Archaeosporaceae dengan genus Archaespora. (INVAM, 2009).
2.2.1. Pembentukan FMA di Tanah Read (1991), menekankan konsep simbiosis mikoriza sebagai suatu komunitas organisme yang terlibat antara akar tanaman dan mikoriza. Meskipun ada 150 spesies FMA, sedikit sekali populasi yang diketahui ini timbul dan membentuk mikoriza dalam sistem perakaran. Meskipun mikoriza yang terdapat di dalam akar pada waktu yang tepat selama musim tersebut merupakan hal yang esensial untuk mendapatkan fungsi simbiosis yang efektif. Kuantitas akar mikoriza yang dikolonisasi oleh masing-masing fungi yang berada di dalam tanah akan berubah sesuai musim. Pembentukan mikoriza yang
7
Universitas Sumatera Utara
dinamis oleh mikoriza individual akan berbeda karena disebabkan oleh perbendaan (i) pertumbuhan hifa dan progagula, (ii) tingkatan instrinsik propagula, dan (iii) kapasitas mikoriza yang menggunakan karbon substrat dari akar perantara (Delvian, 2006). Tabel 1. Karakteristik FMA yang dapat mempengaruhi proses pembentukan mikoriza Proses Karakteristik Germinasi Propagula Panjang waktu yang diperlukan spora untuk berubah menjadi dewasa dan untuk mengatasi tingkat dormansi germinal spora Koloniasi Akar Akar rentan yang memiliki umur dan spesies perantara yang berbeda pada tingkatan yang mempengaruhi pertumbuhan serta karakteristik hifa yang tersebar dalam perluasan akar dari pertumbuhan akar Hifa yang tersebar dalam tanah Panjang dan distribus hifa dalam tanah Pembentukan propagula Jumlah dan waktu produksi propagula yang menerankan kolonisasi
Berbagai karakteristik di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor edapik seperti: status fosfor tanah, pH, kadar garam, suhu dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut akan merubah fungi, tanaman atau kedua tanaman yang bersimbiosis.
8
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Morfologi Mikoriza Dalam Akar Fungi mikoriza arbuskula berasosiasi dengan akar yang muda melalui pembentukan senyawa metabolit sekunder seperti flavanoid. Penetrasi dari akar berkembang di suatu daerah di mana perkembangan dari eksodermis (Brundrett, 2002). Fungi mikoriza arbuskula umumnya dijumpai dalam pertumbuhan tanaman dalam tanah yang bermineral. Populasi FMA terbesar di dalam komunitas tanaman dengan keanekaragaman yang tinggi seperti hutan-hujan tropis dan padang rumput di mana FMA mempunyai banyak inang yang berpotensi mengambil nutrient dari tanaman inangnya (Moreira et al., 2007). Sebelum menggunakan kriteria morfologis untuk mengenali mikoriza perlu dilakukan pengukuran dan observasi secara hati-hati terhadap mikoriza tunggal yang dipisahkan untuk membedakan tumbuhan perantara dengan kondisi tanah. Morfologi mikoriza dalam akar dengan perantara dapat berubah. Meskipun akar yang berbeda umur pada tumbuhan yang sama dapat menyebabkan perubahan morfologi mikoriza. Mikoriza tersebut memiliki morfologi yang hampir sama, oleh karena itu pembedaan antar mikoriza pada tingkatan spesies secara umum tidak dapat menggunakan kriteria morfologis. Namun demikian, beberapa spesies dalam genera berbeda dengan morfologi vesikel dan diameter hifa serta pola pertumbuhan akar. Oleh karena itu, jika tanah mengandung mikoriza secara nyata akan menunjukkan morfologi akar dari perantara tertentu dan jika morfologi tersebut didefenisikan, maka kuantifikasi pembentukan mikoriza oleh spesies yang berbeda dapat terjadi.
9
Universitas Sumatera Utara
Meskipun tidak semua FMA dapat dibedakan berdasarkan morfologinya, pendekatan morfologis dengan berbagai cara telah menunjukkan hasil yang berarti. Pertama, pendekatan ini digunakan untuk menilai keberhasilan inokulasi di tanah (Delvian, 2006). Pada beberapa studi di rumah kaca, hasil persaingan antar mikoriza selama kolonisasi akar dinilai dengan menggunakan kriteria morfologis. Akhirnya sekelompok mikoriza yang tidak efektif dengan morfologi yang berbeda telah digunakan untuk mengukur aktivitas FMA di dalam tanah. Kajian ini menunjukkan potensi propagula dari mikoriza yang berbeda untuk mengkolonisasi akar dan memberikan informasi yang dapat digunakan untuk meramalkan tempat dimana kolonisasi oleh FMA dibatasi (Delvian, 2006). Pada beberapa ekosistem yang dipelajari, kolonisasi akar oleh mikoriza yang berbeda atau oleh sekelompok mikoriza yang memiliki morfologi yang sama telah diestimasi berdasarkan perbedaan diameter hifa dalam akar. Meskipun pada kasus ini mikoriza tidak dapat dimasukkan ke dalam spesies atau genera tertentu, namun pendekatan ini lebih memberikan informasi mengenai berbagai tipe mikoriza yang mengkolonisasi akar dari pada menilai kolonisasi sebagai satu kesatuan (Delvian, 2006).
10
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Manfaat FMA Bagi Tanaman Inang Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan penyerapan unsur hara Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada yang tidak bermikoriza, dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan beberapa unsur hara mikro. Selain itu akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk tanaman. Menurut Abbot dan Robson (1984), akar yang bermikoriza dapat meningkatkan kapasitas pengambilan hara karena waktu hidup akar yang dikolonisasi diperpanjang dan derajat percabangan serta diameter akar diperbesar, sehingga luas permukaan absorpsi akar diperluas. Unsur hara yang meningkat penyerapannya adalah N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn. b. Tahan terhadap toksik Mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya kolonisasi pada akar. Mekanisme perlindungan ini bisa diterangkan sebagai berikut: -
adanya lapisan hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai pelindung fisik untuk masuknya zat toksik
-
mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tidak cocok bagi patogen.
11
Universitas Sumatera Utara
-
fungi
mikoriza
dapat
melepaskan
antibiotik
yang
dapat
menghambat
perkembangan toksisitas. -
Sebagai konservasi tanah Mikoriza yang berasosiasi dengan akar berperan dalam konservasi tanah. Hifa
mikoriza ini sebagai kontributor untuk menstabilkan pembentukan struktur agregat tanah dengan cara mengikat agregat-agregat tanah dan bahan organik tanah. c. Mikoriza dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh Fungi mikoriza dapat memberikan hormon seperti auxin, sitokinin, giberellin, juga zat pengatur tumbuh seperti vitamin kepada inangnya. FMA juga dapat meningkatkan produksi hormon pertumbuhan seperti auksin, sitokinin dan giberelin bagi tanaman inangnya. Kolonisasi akar oleh FMA meningkatkan antibodi poliklonal ABA (abcisic acid) dan IAA (Indole acetic acid) bagi tanaman inangnya (Selvaraj dan Chelappan, 2006). d. Sebagai sumber pembuatan pupuk biologis. Fungi ini dapat diisolasi, dimurnikan dan diperbanyak dalam biakan monosenik, seperti yang dilaporkan oleh Bertham (2003). Isolat-isolat tersebut dapat dikemas dalam bentuk inokulum dan sebagai sumber material pembuat pupuk biologis yang dapat beradaptasi pada kondisi daerah setempat (Setiadi, 1991). e. Sinergis dengan mikroorganisme lain Keberadaan mikoriza juga bersifat sinergis dengan mikroba potensial lainnya seperti bakteri penambat N dan bakteri pelarut fosfat. Keberadaan FMA dan
Universitas Sumatera Utara
Rhizobium secara bersamaan dapat memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan tanaman, terlihat dari bobot kering akar tanaman inang, tinggi tanaman serta kandungan N dan P pada jaringan tanaman (Nusantara, 2002). Adakalanya inokulasi FMA dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikolonisasi. Menurut Pang dan Paul (1980), kompetisi terhadap fotosintat mungkin merupakan keterangan mengapa terjadi hambatan terhadap pertumbuhan FMA dan pertumbuhan tanaman. Biomass FMA besarnya lebih dari 17% dari berat kering akar, sehingga akar bermikoriza memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan akar yang tidak bermikoriza, akan tetapi peningkatan kebutuhan energi dari akar tanaman bermikoriza sebenarnya telah dicukupkan dari hasil fotosintesis yang meningkat dari tanaman bermikoriza (Selvaraj dan Chelappan, 2006). Tabel 2. Karakteristik morfologi akar yang dipengaruhi mikoriza (Brundrett, 2002) Bentuk Assosiasi FMA
Anatomi akar Korteks Sel Korteks Epidermis dan hypodermis Endodermal Sistem Perakaran
Pengaruh mikoriza Distribusi hifa dan pertumbuhan Penyebaran arbuskula Letak appressoria dan penetrasi akar Batas pertumbuhan fungi Efisiensi pembentukan mikoriza
Ektomikoriza
Dinding sel di hypodermis atau korteks Tingkat pertumbuhan akar
Kedalaman dari hifa Bentuk mikoriza
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberadan FMA Keberadaan spora menurut Moreira et al. (2007) nampaknya sangat dipengaruhi oleh adaptasi fungi mikoriza arbuskula terhadap suhu, tanah, kandungan air dan pH. Peningkatan intensitas sinar dan panjang hari meningkatkan kolonisasi akar dan produksi spora. Penyinaran dengan periode 12 jam atau lebih mungkin lebih penting daripada intensitas sinar yang besar dengan periode penyinaran yang pendek di dalam meningkatkan kolonisasi akar, tetapi dengan panjang hari penyinaran yang sesuai dan peningkatan intensitas sinar dapat meningkatkan kolonisasi. Spora tidak hanya terbentuk karena ketidakseimbangan nutrisi dan tekanan lingkungan, namun karena adanya faktor-faktor penghambat lain dan sifat-sifat fungi mikoriza dalam memproduksi spora. Banyak faktor yang menentukan pertumbuhan mikoriza. Mikoriza sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti: a. Suhu Suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktifitas fungi. Untuk daerah tropika basah, hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukkan FMA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya (Mosse, 1981). Beberapa Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida, di wilayah subtropika mengalami perkecambahan paling baik pada suhu 34°C, sedangkan untuk spesies Glomus yang
Universitas Sumatera Utara
berasal dari wilayah beriklim dingin, suhu optimal untuk perkecambahan adalah 20°C. Penetrasi dan perkecambahan hifa diakar peka pula terhadap suhu tanah. Pada umumnya kolonisasi oleh FMA meningkat dengan naiknya suhu. Kolonisasi maksimum oleh spesies Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida terjadi pada suhu 30-33°C. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis FMA. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu diatas 40°C. Suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktifitas FMA. Suhu yang sangat tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang (Mosse, 1981). FMA mungkin lebih mampu bertahan terhadap suhu tinggi pada tanah bertekstur berat dari pada di tanah berpasir. Kolonisasi akar ditemukan lebih efektif pada musim penghujan pada bulan oktober sampai maret (Moreira et al., 2007). b. Kadar air tanah Untuk tanaman yang tumbuh di daerah kering, adanya FMA menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air.
Adanya FMA dapat memperbaiki dan meningkatkan
kapasitas serapan air tanaman inang. Menurut Rotwell (1984) ada beberapa dugaan mengapa tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan diantaranya adalah: -
adanya mikoriza resitensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga transfer air ke akar meningkat.
Universitas Sumatera Utara
-
Tanaman kahat P lebih peka terhadap kekeringan, adanya FMA menyebabkan status P tanaman meningkat sehingga menyebabkan daya tahan terhadap kekeringan meningkat pula.
-
Adanya hifa eksternal menyebabkan tanaman ber-FMA lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak ber-FMA tetapi jika mekanisme ini yang terjadi berarti kandungan logam-logam lebih cepat menurun. Penemuan akhirakhir ini yang menarik adanya hubungan antara potensial air tanah dan aktifitas mikoriza. Pada tanaman bermikoriza jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 gram bobot kering tanaman lebih sedikit daripada tanaman yang tidak bermikoriza.
-
Tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena mikoriza dapat memperpanjang hifa untuk mendapatkan air.
-
Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin eksternal menyebabkan FMA efektif didalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat. Percobaan-percobaan telah dilakukan pada tanah-tanah dengan berbeda-beda
kadar airnya. Glomus epigaeum ternyata berkecambah lebih baik pada kandungan air di antara kapasitas lapang dan kandungan air jenuh (Menge, 1984). c. pH tanah Fungi pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian daya adaptasi masing-masing spesies cendawan FMA terhadap pH tanah
Universitas Sumatera Utara
berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman. Glomus fasciculatus berkembang baik pada pH masam. Pengapuran menyebabkan perkembangan G. fasciculatus menurun (Mosse, 1981). Demikian pula peran G. fasciculatus di dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tanah masam menurun akibat pengapuran (Santosa, 1989). Pada pH 5,1 dan 5,9 G. fasciculatus menampakkan pertumbuhan yang terbesar, G. fasciculatus memperlihatkan pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan tanaman justru kalau pH 5,1 G. mosseae memberikan pengaruh terbesar pada tanaman pada pH netral sampai alkalis (pH 6,0-8,1). pH optimum untuk perkecambahan spora pada masing-masing jenis FMA berbeda pada lingkungan yang tak sama. Misalnya untuk Glomus mosseae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik yaitu pada pH 6-9, sedangkan spora dari Gigaspora corallodea dan Gigaspora heterogama dari jenis yang lebih asam dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6 (Bertham, 2003). Perubahan pH tanah melalui pengapuran biasanya berdampak merugikan bagi perkembangan FMA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga pembentukan mikoriza menurun (Santosa, 1989). Untuk itu tindakan pengapuran diikuti tindakan inokulasi dengan cendawan FMA yang cocok agar pembentukan mikoriza terjamin. d. Bahan organik Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora FMA tampaknya berhubungan erat dengan
Universitas Sumatera Utara
kandungan bahan organik di dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5 persen kandungan spora sangat rendah. Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan FMA, karena serasah akar yang terkolonisasi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi FMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung hifa,vesikel dan spora yang dapat mengkolonisasi FMA. Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulasi untuk tanaman berikutnya. e. Cahaya dan ketersediaan hara Anas (1997) menyimpulkan bahwa dalam intensitas cahaya yang tinggi kekahatan sedang nitrogen atau fosfor akan meningkatkan jumlah karbohidrat di dalam akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap kolonisasi cendawan FMA. Derajat kolonisasi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan yang rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang terkolonisasi oleh FMA. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun kolonisasi FMA meningkat. Peran mikoriza yang erat dengan penyediaan P bagi tanaman menunjukkan keterikatan khusus antara mikoriza dan status P tanah. Pada wilayah beriklim sedang konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan menurunnya kolonisasi FMA yang mungkin disebabkan konsentrasi P internal yang tinggi dalam jaringan inang (Santosa, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Hayman (1982) mengadakan studi yang mendalam mengenai pemupukan N dan P terhadap FMA pada tanah di wilayah beriklim sedang. Pemupukkan N (188 kg N/ha) berpengaruh buruk terhadap populasi FMA. Petak yang tidak dipupuk mengandung jumlah spora 2 hingga 4 kali lebih banyak dan berderajat kolonisasi 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibandingkan petak yang menerima pemupukkan. Hayman mengamati bahwa pemupukkan N lebih berpengaruh daripada pemupukkan P, tetapi peneliti lain mendapatkan keduanya memiliki pengaruh yang sama. f. Logam berat dan unsur lain Pada percobaan dengan menggunakan tiga jenis tanah dari wilayah iklim sedang didapatkan bahwa pengaruh menguntungkan karena adanya FMA menurun dengan naiknya kandungan Al dalam tanah. Aluminium diketahui menghambat muncul jika ke dalam larutan tanah ditambahkan kalsium (Ca). Jumlah Ca di dalam larutan tanah rupa-rupanya mempengaruhi perkembangan FMA. Tanaman yang ditumbuhkan pada tanah yang memiliki derajat kolonisasi FMA yang rendah. Hal ini mungkin karena peran Ca2+ dalam memelihara integritas membran sel. Beberapa spesies FMA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies FMA peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain cendawan FMA tertentu toleran terhadap kdanungan Mn, Al dan Na yang tinggi (Janoukova et al., 2006).
Universitas Sumatera Utara
Penambahan nitrogen dan kalium dapat merangsang atau menghambat perkecambahan. Penambahan fosfor dapat merangsang perkecambahan tetapi penambahan nitrogen dan potassium kurang ada pengaruhnya. Di dalam kondisi tanah yang subur, perkecambahan dari spora agak terhambat tetapi apabila tingkat kadar glukosa menurun perkecambahan akan meningkat lagi (Menge, 1984). g. Fungisida Fungisida merupakan racun kimia yang diracik untuk membunuh fungi penyebab penyakit pada tanaman, akan tetapi selain membunuh cendawan penyebab penyakit fungisida juga dapat membunuh mikoriza. Pemakaian fungisida ini menurunkan pertumbuhan dan kolonisasi serta kemampuan mikoriza dalam menyerap P (Manjunath dan Bagyaraj. 1981).
Universitas Sumatera Utara