BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman
ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan suhu siang dan malam tidak lebih dari 10 ºC. Tanah yang ideal bagi tanaman tebu adalah tanah berhumus dengan pH antara 5,7-7. Batang tebu mengandung serat dan kulit batang (12,5%) dan nira yang terdiri dari air, gula, mineral dan bahan non gula lainnya (87,5%) (Notojoewono, 1981). Gula terbentuk pada fase pemasakan hingga titik optimal. Proses pemasakan tebu berjalan dari ruas ke ruas tetapi derajat kemasakannya setiap ruas memiliki sifat tersendiri sesuai dengan umurnya, ini berarti pada tanaman tebu yang masih muda, ruas-ruas bagian bawah mengandung kadar gula yang relatif tinggi daripada bagian atasnya. Pada umumnya tebu masak pada umur 12-16 bulan. Tebu dipotong dibagian atas permukaan tanah, daun hijau dibagian atas dihilangkan dan batang-batang tersebut diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkutpengangkut kecil dan kemudian dapat diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih besar menuju ke penggilingan. Tebu setelah dipotong akan memperlihatkan serat-serat dan terdapat cairan yang manis (Notojoewono, 1981).
4
2.2
Proses Terbentuknya Rendemen Gula Proses terbentuknya rendemen gula didalam batang tebu berjalan dari ruas ke
ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas. Ruas dibawah (lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas diatasnya (lebih muda), demikian seterusnya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula disepanjang batang telah seragam, kecuali beberapa ruas dibagian pucuk (Supriyadi, 1987).
2.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengolahan pada Mutu Gula Faktor-faktor utama yang mempengaruhi mutu sukrosa adalah pemanasan.
Penggunaan teknik konsentrasi hampa udara dalam proses penggilingan dan pemurnian menguragi inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dan juga mengurangi pembetukan warna gelap oleh proses karamelisasi. Inversi sukrosa menyebabkan berkurangnya hasil dan kadar air yang tinggi pada produk akhir. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi mutu gula termasuk efisiensi proses-proses penjernihan sari tebu (dengan kapur dan arang) dan kerja mikroorganisme pada tanaman sumber antara panen dan penggilingan (Honig, 1963 ).
2.4
Kristalisasi Kristalisasi merupakan metode pemisahan untuk memperoleh zat padat yang
terlarut dalam suatu larutan. Dasar metode ini adalah kelarutan bahan dalam suatu pelarut dan perbedaan titik beku. Kristalisasi ada dua cara yaitu kristalisasi penguapan dan kristalisasi pendinginan. Pembuatan gula putih dari tebu, batang tebu 5
dihancurkan dan diperas untuk diambil sarinya, kemudian diuapkan dengan penguap hampa udara sehingga air tebu tersebut menjadi kental, lewat jenuh, dan terjadi pengkristalan gula. Kristal ini kemudian dikeringkan sehingga diperoleh gula putih atau gula pasir.
2.5
Dasar Proses Kristalisasi Dalam proses pembuatan gula, yang dimulai dari pemerahan tebu
menghasilkan nira mentah, kemudian dengan pemurnian untuk menghilangkan kotoran dan penguapan untuk menguapkan air maka akan diperoleh nira kental. Nira kental ini adalah bahan baku utama dalam proses kristalisasi. Dari rangkaian proses sebelumnya nira masih mengandung kotoran dan kadar air. Proses kristalisasi ini kadar kotoran dan air yang ada dalam nira akan dihilangkan. Nira kental masih terkandung kotoran sebesar 15-20 % zat terlarut, sedangkan kadar airnya 35-40 % (memiliki brix 60-65). Nira kental sebagian besar mempunyai brix sebesar 60-65 % dengan tujuan supaya larutan tersebut mendekati konsentrasi jenuhnya.
2.6
Gula Gula adalah sukrosa yang merupakan disakarida dan tersusun atas dua
molekul monosakarida yaitu D- glukosa dan D- fruktosa. Sukrosa mempunyai sifat karamelisasi yang hasilnya disebut karamel. Dalam industri gula terjadinya karamel dapat merusak warna standart (Anonim, 2009). Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan bahan makanan dan banyak terdapat dalam tebu. Industri makanan 6
biasanya menggunakan sukrosa dalam bentuk halus dan kasar serta dalam jumlah yang besar atau digunakan dalam bentuk cairan (sirup). Sukrosa yang dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert (Winarno, 2002). Gula kristal hingga saat ini masih merupakan salah satu macam komoditas yang menarik dan menguntungkan tidak hanya bagi petani tebu tapi juga bagi industri makanan, bahan baku utama dari pembuatan gula kristal ini adalah tanaman tebu. Dalam pabrik gula, ada enam tahapan yang harus dilalui. Salah satu tahapan yang teramat penting adalah tahap pemurnian. Tujuannya adalah meningkatkan kemurnian nira tebu, mencegah terjadinya inverse dan memisahkan gula dari kotoran bukan gula yang terikut dalam nira sehingga menghasilkan nira yang jernih serta bersih. Pada kondisi awal, nira tebu mempunyai kisaran pH 5,2-5,5 atau dalam kondisi asam dan sudah diketahui juga dari penelitian terdahulu bahwa pada kondisi asam, nira tebu mudah sekali mengalami inverse sukrosa dengan cepat sehingga dapat menurunkan kadar sukrosa dalam nira tebu. Oleh karena itu, dengan menaikkan pH pada nira diharapkan dapat mengatasi masalah inverse, untuk itu perlu ditambahkan susu kapur / Ca(OH)2 atau dinamakan proses defikasi yang berfungsi mencegah keasaman dan sekaligus sebagai penjernih (Purnomo, 1994). Gula tebu kebanyakan dipasarkan dalam bentuk gula kristal curah. Pertama tama bahan mentah dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan
yang terbentuk
kemudian
ditambahkan
bahan
tambahan
(biasanya
menggunakan kalsium oksida) untuk menghilangkan ketidakkemurnian, campuran 7
tersebut kemudian diputihkan dengan belerang dioksida. Campuran yang terbentuk kemudian dididihkan, endapan dan sampah yang mengambang kemudian dapat dipisahkan. Setelah cukup murni, cairan didinginkan dan dikristalkan (biasanya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses kristalisasi. Proses pembuatan gula secara skematis dapat dilihat pada lampiran gambar 9.
2.7
Stuktur Kimiawi Gula (Sukrosa)
Sumber : Santoso dan Kurniawan, 1997 Kualitas gula pasir antara lain ditentukan oleh nilai polarisasi, kadar abu, kadar air, dan kadar gula reduksi, semakin tinggi nilai polarisasinya, makin tinggi kadar sukrosanya dan semakin baik kualitas gula, sebab akan tahan dalam penyimpanan yang juga ditentukan oleh kadar airnya. Makin tinggi kadar abu, maka makin rendah kualitas gulanya, sebab kadar abu menunjukkan bahan anorganik yang akan berpengaruh pada warna dan sifat higroskopisitas gula. Apabila kadar gula
8
reduksinya tinggi, maka nilai polarisasi tidak akan menunjukkan jumlah sukrosa yang terdapat di dalam gula dan menunjukkan kualitas gula rendah, sehingga lebih mudah rusak (Sudarmadji, 2003). 2.8
Standar Nasional Indonesia (SNI) Guna menjamin kualitas, keamanan dan kehalalan produk baik gula maupun
finalmolasses, telah diterapkan secara konsisten Quality & Management System yang mengacu pada standar HACCP (SNI 01-4582-1998) dan GMP STANDARD B2, telah mendapatkan sertifikasi dari PDV the Netherland (Certificate No. GMP'B2 0016),HACCP (Certificate No. PSC 00015) dan sertifikat HALAL dari MUI (Halal No.:02100005008608) (Anonim, 2005).
9