PENGARUH EFEKTIFITAS HERBISIDA DIURON 500 g/l SC DALAM PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L)
DICKY NURFAUZI MUSTOPA A24070059
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
DICKY NURFAUZI MUSTOPA. Pengaruh Efektifitas Herbisida Diuron 500 g/l SC dalam Pengendalian Gulma pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L). (Dibimbing oleh HARIYADI). Percobaan ini dilakukan untuk menguji efikasi herbisida diuron dengan bahan aktif diuron 500 g/l terhadap gulma pada budidaya tanaman tebu yang disimpulkan berdasarkan analisis statistik data biomassa spesies gulma sasaran dan data persentase penutupan gulma. Penelitian dilaksanakan di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, pada bulan Desember 2010 sampai Maret 2011. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor. Penelitian ini menggunakan Enam perlakuan dengan Empat ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah : (P1) diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha, (P2) diuron 500 g/l SC dengan dosis 1.0 l/ha, (P3) diuron 500 g/l SC dengan dosis 2.0 l/ha, (P4) diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha, (P5) Penyiangan Manual, (P6) Kontrol. Berdasarkan hasil analisis vegetasi sebelum aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC didapatkan empat spesies gulma dominan yaitu Cleome rutidosperma, Borreria alata, Digitaria adscendens, dan Brachiaria distachya. Spesies gulma lain sebelum aplikasi herbisida adalah
Cynodon dactylon,
Urena lobata,
Cyperus rotundus, dan Croton monanthogynus. Pada akhir pengamatan dilakukan analisis vegetasi akhir yang memberikan gambaran umum tentang dominansi gulma setelah aplikasi herbisida. Herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5-3.0 l/ha efektif dalam mengendalikan gulma pada pertanaman tebu hingga 10 MSA. Secara umum berdasarkan hasil analisis statistik, rata-rata diantara perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak berbeda tingkat pengendaliannya terhadap pertumbuhan gulma. Sehingga aplikasi herbisida dengan dosis 0.5 l/ha lebih efektif untuk diaplikasikan karena dengan dosis 0.5 l/ha sudah mampu mengendalikan pertumbuhan gulma dan berbeda nyata dengan
perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Selama percobaan tidak ditemukan gejala keracunan pada perlakuan dosis 0.5-2.0 l/ha, namun pada perlakuan dengan dosis 3.0 l/ha menunjukan skoring keracunan ringan atau tidak terlalu membahayakan.
Influence Effectiveness Diuron 500 g/l SC Herbicide Growth of Weed on Sugar Cane (Saccharum officinarum L) Dicky Nurfauzi Mustopa1, Hariyadi2 1 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB (A24070059) 2 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB Abstract The experiment was conducted to test the efficacy of Diuron 500 g/l SC herbicide of weeds in sugar cane cultivation is inferred based on statistical analysis of the target weed species biomass data. The experiment was conducted at PT. PG. PG Rajawali II Unit. Subang is located in block Cidangdeur, Pasirbungur village, District Purwadadi, Subang regency, West Java, in January 2011 to March 2011. Experimental design used in this study was a randomized complete randomized design (RKLT) with one factor. This study used six treatments with four replications. The treatment given is: (P1) Diuron 500 g/l SC with a dose of 0.5 l/ha, (P2) Diuron 500 g/l SC with a dose of 1.0 l/ha, (P3 Diuron 500 g/l SC with a dose of 2.0 l/ha, (P4) Diuron 500 g/l SC at a dose of 3.0 l/ha, (P5) Manual Weeding, (P6) Control. Diuron 500 g/l SC herbicide effectively suppress weed growth by 10 MSA. In statistical calculations, the average herbicide treatment with a dose of 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, and 3.0 l/ha showed no significant difference in controlling weed growth. So that the herbicide application with a dose of 0.5 l/ha is more effective to apply for a dose of 0.5 l/ha was able to control weed growth and significantly different from control treatment. During the trial found no symptoms of poisoning at treatment doses of 0.5-2.0 l/ha, but on treatment with a dose of 3.0 l / ha showed mild toxicity scoring or not too harmful. Keywords : Herbicide, Diuron, Weeds, Sugar cane.
PENGARUH EFEKTIFITAS HERBISIDA DIURON 500 g/l SC DALAM PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DICKY NURFAUZI MUSTOPA A24070059
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: PENGARUH EFEKTIFITAS HERBISIDA DIURON 500 g/l SC DALAM PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L)
Nama
: DICKY NURFAUZI MUSTOPA
NIM
: A24070059
Menyetujui, Dosen pembimbing
Dr. Ir. Hariyadi, MS NIP. 19611008 198601 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal lulus :
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Subang, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 1 Mei 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ruhiman, BSW dan Ibu Yayah Komariah. Tahun 2001 penulis lulus dari SDN Tanjungjaya, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SMP N 1 Tanjungsiang, Subang. Selanjutnya penulis lulus dari SMA N 1 Tanjungsiang pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI sebagai mahasiswa pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Tahun 2008 hingga 2011 penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2008 sebagai anggota kegiatan seni musik dan paduan suara Agriasuara dan MAX, tahun 2008/2009 menjadi wakil ketua umum forum kemahasiswaan Kabupaten Subang, dan sebagai koordinator wilayah Bogor pada organisasi mahasiswa Subang seluruh Indonesia. Selanjutnya penulis pada tahun 2008/2009, menjadi anggota Himagron (Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB, dan menjadi ketua kegiatan OSPEK mahasiswa baru angkatan 45 yang dikenal dengan nama MPD (Masa Perkenalan Departemen) Agronomi dan Hortikultura dengan nama kegiatannya adalah SEMAI 45.
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian pengujian efikasi herbisida diuron 500 g/l SC ini dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui pengaruh efektifitas herbisida terhadap pertumbuhan gulma pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) dan efek toksisitasnya bagi tanaman tebu. Penelitian dilaksanakan di lahan tanaman tebu PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang yang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Hariyadi, MS. yang telah memberi bimbingan dan pengarahan
selama kegiatan penelitian dan
penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teknisi kebun yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.
Bogor, Juli 2011 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
viii
PENDAHULUAN .................................................................................... Latar Belakang .............................................................................. Tujuan Percobaan .......................................................................... Hipotesis ........................................................................................
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... Ekologi gulma ............................................................................... Persaingan Gulma dan Tanaman Tebu .......................................... Penggunaan Herbisida ................................................................... Herbisisida Pra Tumbuh ................................................................ Diuron............................................................................................ Aplikasi Herbisida .........................................................................
4 4 5 6 7 8 10
BAHAN DAN METODE ......................................................................... Tempat dan Waktu ........................................................................ Bahan dan Alat .............................................................................. Metode Penelitian ......................................................................... Pelaksanaan Penelitian .................................................................. Pengamatan ...................................................................................
12 12 12 12 13 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. Kondisi Umum .............................................................................. Gulma Dominan ............................................................................ Persentase Penutupan Gulma ........................................................ Bobot Kering Gulma ..................................................................... Bobot Kering Gulma Total ................................................ Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total ............................ Bobot Kering Gulma Rumput ........................................... Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma...................... Bobot Kering Gulma Borreria alata ................................. Bobot Kering Gulma Digitaria adcendens........................ Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya ...................... Fitotoksisitas pada Tanaman Tebu ................................................ Perbandingan dengan Pengendalian Mekanis ............................... Pembahasan Umum .......................................................................
17 17 19 22 25 25 28 30 32 35 37 40 42 45 47
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
50
LAMPIRAN ..............................................................................................
52
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tiap Waktu Pengamatan ..................... 19 2. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Sebelum Aplikasi Herbisida . 20 3. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Setelah Aplikasi Herbisida ... 20 4. Data Curah Hujan Selama Percobaan ..................................................... 22 5.
Pengaruh Pengendalian Gulma terhadap Persentase Penutupan Gulma
24
6.
Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Total ........................................................................................... 26
7.
Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Daun Lebar ................................................................................. 29
8.
Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Rumput........................................................................................ 31
9.
Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma .................................................................. 33
10. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Borreria alata ............................................................................. 36 11. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens .................................................................. 38 12. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya................................................................... 41 13. Data Nilai Rata-rata Tingkat Skoring Toksisitas pada Tanaman Tebu .. 44 14. Perbandingan Biaya antara Penyiangan Manual dengan Perlakuan Herbisida dengan Beberapa Dosis……………………………………..
46
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Rumus Bangun Herbisida Diuron ...................................................
9
2. Kondisi Lahan Percobaan di PG. Rajawali 2 Unit Subang .............
18
3. Gambar Gulma Dominan ................................................................
21
4. Grafik Persentase Penutupan Gulma ...............................................
22
5. Grafik Bobot Kering Gulma Total ..................................................
27
6. Grafik Bobot Kering Gulma Daun Lebar ........................................
29
7. Grafik Bobot Kering Gulma Rumput ..............................................
32
8. Grafik Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma ........................
34
9. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma ..............................................
35
10. Grafik Bobot Kering Gulma Borreria alata ...................................
37
11. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Borreria alata .........................................................
37
12. Grafik Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens ........................
39
13. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens ..............................................
39
14. Grafik Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya .........................
42
15. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya ...............................................
42
16. Grafik Tingkat Skoring Toksistas pada Tanaman Tebu ..................
44
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
1.
Halaman
Sidik Ragam Persentase Penutupan Gulma Total .................................. 52
2. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Total ............................................... 53 3. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Daun Lebar ........................... 54 4. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Rumput ................................. 55 5.
Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Cleome rutidosperma ........... 56
6.
Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Borreria alata ....................... 57
7.
Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Digitaria adscendens ............ 58
8.
Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Brachiaria distachya ............ 59
9.
Perbandingan Pertumbuhan Gulma pada Setiap Petak Perlakuan pada 2 MSA..................................................................................................... 60
10. Perbandingan Pertumbuhan Gulma pada Setiap Petak Perlakuan pada 12 MSA................................................................................................... 61 11. Perbandingan Tingkat Toksisitas pada Tanaman Tebu dari Setiap Perlakuan Dosis Herbisida pada 6 MSA ................................................ 62 12. Denah Satuan Petak Perlakuan dan Pengambilan Contoh Gulma serta Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L) ........................................... 63 13. Denah Petak Lahan dengan Enam Perlakuan dan Empat Ulangan ........ 64 14. Data Curah Hujan PT. PG. Rajawali II Unit Subang ............................. 65
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah suatu komoditi perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Menurut Notojoewono dalam Rahmawati (1994) tebu semula dikatakan berasal dari India di sekitar Sungai Gangga, dan ada lagi yang mengatakan dari Kepulauan Pasifik Selatan atau Irian. Permintaan tebu sebagai bahan baku gula pasir semakin meningkat. Pada tahun 2007 total kebutuhan gula di Indonesia mencapai 2.6 juta
ton, sedangkan
produksi gula hanya 2.1 juta ton (Zainudin, 2007). Produksi hablur (gula) pada tahun 2002 – 2006 meningkat 7.97 % per tahun (produktivitas meningkat 4.01 % per tahun) sedangkan pada tahun 2007 – 2010 turun 2.16 % per tahun (produktivitas menurun 2.58 % per tahun). Luas areal perkebunan tebu dari tahun ke tahun semakin meningkat, estimasi luas areal perkebunan tebu pada tahun 2011 adalah sebesar 473 923 ha, dan estimasi produksi tebunya sebesar 3 159 836 ton (Deptan, 2010). Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk gula pasir, maka peningkatan produksi tebu perlu dilakukan dan semua permasalahan dalam usaha budidaya tebu dapat
diatasi, termasuk di dalamnya tindakan pengendalian
terhadap gulma sebagai jasad pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman tebu. Kemajuan pertanian dewasa ini secara langsung ataupun tidak langsung dapat memacu pertumbuhan gulma, seperti penanaman dalam baris, jarak tanam yang lebar, mekanisasi, pengairan, dan pemberian bahan-bahan kimia seperti pupuk. Keadaan suhu yang relatif tinggi, cahaya matahari melimpah, dan curah hujan yang cukup di daerah tropik, juga mendorong gulma untuk tumbuh subur. Akibatnya gulma menjadi masalah dalam budidaya tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan khusunya dalam hal ini perkebunan tebu. Permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya gulma diantaranya adalah dengan adanya penurunan produksi yang diakibatkan oleh adanya persaingan dalam pengambilan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang hidup antara gulma dan tanaman yang dibudidayakan. Mengingat masalah gulma ini merupakan suatu masalah yang sangat penting dalam usaha pertanian khususnya dalam budidaya
2 tanaman tebu, maka selalu dicari alternatif pemecahan masalah pengendalian gulma yang tidak dapat dilakukan hanya mengandalkan tenaga manusia dengan penyiangan secara manual. Pengendalian gulma menggunakan senyawa kimia akhir-akhir ini sangat diminati, terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Senyawa kimia yang digunakan untuk megendalikan gulma sering disebut dengan nama herbisida. Herbisida merupakan alat yang canggih dalam pengendalian gulma serta memberikan keuntungan lebih dalam pemakaiannya. Salah satu pertimbangan yang penting dalam pemakaian herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, yaitu mematikan gulma, tetapi tidak merusak tanaman budidaya. Oleh karena itu perlu dosis konsentrasi dan jenis herbisida yang tepat pada tanaman, supaya kelebihan dan kesalahan pemakaian herbisida dapat dihindari. Dalam hal ini perlu pemahaman tentang fisiologi dari tumbuhan dan herbisida itu sendiri. Fisiologi herbisida dengan sendirinya akan mengungkapkan hubungan herbisida mulai dari masuknya ke dalam tubuh tumbuhan sehubungan dengan proses-proses yang mendukung metabolisme itu dan dampak yang diakibatkan. Perkembangan teknologi yang semakin pesat mendorong manusia untuk berusaha mendapatkan herbisida-herbisida yang baru untuk meningkatkan pengendalian gulma dengan cara efisien dan efektif. Salah satu bahan aktif herbisida yang sering digunakan dalam pertanaman tebu adalah diuron. Diuron mempunyai kemampuan untuk menahan pencucian karena daya larutnya yang rendah dalam air, sehingga persistensi diuron dalam tanah cukup lama yaitu sekitar 2-3 bulan (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Herbisida yang diujikan dalam penelitian ini adalah herbisida yang memiliki kandungan bahan aktif diuron 500 g/l dengan beberapa dosis konsentrasi yang berbeda pada setiap perlakuan yang dibandingkan dengan perlakuan kontrol atau tanpa perlakuan herbisida dan penyiangan manual.
3 Tujuan Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk menguji efikasi herbisida diuron 500 g/l SC terhadap pengendalian gulma pada budidaya tanaman tebu yang disimpulkan berdasarkan analisis statistik data biomassa spesies gulma sasaran dan persen penutupan gulma.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Penggunaan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis tertentu dapat mengendalikan gulma pada tanaman tebu secara efisien. 2. Tidak ada pengaruh toksisitas herbisida diuron 500 g/l SC terhadap pertumbuhan tanaman tebu.
TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Gulma Masalah gulma timbul pada suatu jenis tumbuhan atau sekelompok tumbuhan mulai mengganggu aktifitas manusia baik kesehatannya maupun kesenangannya. Istilah gulma bukanlah istilah yang ilmiah, melainkan istilah yang sederhana yang sudah merupakan milik masyarakat (Sastroutomo, 1990). Secara umum, masyarakat mempunyai konsepsi yang sangat luas tentang apa yang dinamakan dengan gulma atau tanaman pengganggu. Gulma bukan hanya termasuk ke dalam golongan tumbuhan yang merugikan manusia dalam beberapa hal, tetapi juga merupakan jenis tumbuhan yang tidak bermanfaat atau belum diketahui manfaatnya. Pakar-pakar ekologi cenderung melihat gulma sebagai tumbuhan yang mempunyai kemampuan khusus untuk menguasai lahan-lahan yang telah mengalami gangguan manusia. Atau dalam bahasa ilmiahnya gulma adalah tumbuhan pioner dari suksesi sekunder terutama pada lahan-lahan pertanian (Sastroutomo, 1990). Gulma yang tumbuh pada areal tanaman budidaya akan sangat merugikan tanaman pokoknya. Kerugian ini dapat berupa penurunan hasil, mempersulit pekerjaan pemeliharaan, mempersulit panen, memperbesar biaya produksi dan dapat sebagai sarang hama dan penyakit (Yakup, 2002). Cara yang paling sederhana dan biasa digunakan untuk mengelompokan gulma adalah berdasarkan habitatnya. Ada beberapa kelompok gulma yang penting yaitu gulma agrestal atau segetal, ruderal, gulma padang rumput, gulma air, gulma hutan, dan gulma lingkungan (Sastroutomo, 1990). Penelitian ini lebih mengarah pada kelompok gulma agrestal atau segetal. Agrestal merupakan kelompok gulma yang berada pada lahan pertanian atau di tanah-tanah yang mengalami pengolahan, termasuk di dalamnya adalah gulma-gulma tanaman pangan, kebun sayur, buah-buahan, dan perkebunan. Guna kepentingan praktis agrestal biasanya secara sederhana dibagi menjadi gulma semusim dan gulma menahun. Gulma menahun biasanya memiliki daya reproduksi vegetatatif
yang tinggi, sedangkan gulma semusim daya
reproduksinya hanya bergantung pada biji (Sastroutomo, 1990). Pembagian lain
5
dari agrestal adalah menjadi gulma berdaun lebar (dikot) dan gulma berdaun sempit (monokot) yang dibagi lagi menjadi rerumputan (Gramineae) dan tekitekian (Cyperaceae). Dalam penelitian ini akan lebih difokuskan kapada efikasi herbisida diuron 500 g/l SC terhadap ketiga golongan gulma tersebut.
Persaingan Gulma dan Tanaman Tebu Masalah gulma yang timbul diakibatkan karena adanya persaingan antara gulma dan tanaman budidaya. Persaingan akan terjadi bila timbul interaksi antar lebih dari satu tumbuhan. Interaksi adalah peristiwa saling tindak antar tumbuhan tersebut. Kompetisi berasal dari kata competere yang berarti mencari atau mengejar sesuatu yang secara bersamaan dibutuhkan oleh lebih dari satu pencari. Persaingan timbul dari 3 reaksi tanaman pada faktor fisik dan pengaruh faktor yang dimodifikasikan pada pesaing-pesaingnya (Moenandir, 1993). Soedarsan dkk. dalam Agustanti (2006) mencatat adanya tujuh jenis gulma penting pada pertanaman tebu yang hampir semuanya terdiri dari jenis rerumputan (5), satu teki, dan satu jenis gulma berdaun lebar. Jenis-jenis gulma yang tumbuh di pertanaman tebu sangat ditentukan oleh cara pengolahan tanah dan macam tanaman budidayanya. Pada tanaman tebu, gulma akan bersaing dalam hal mendapatkan air, zat hara (pupuk), sinar matahari dan ruang gerak pertumbuhan tebu. Kadang-kadang ada jenis gulma yang mengeluarkan racun yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pertunasan tebu. Supaya tumbuh lebih baik, tebu memerlukan masa bebas gulma antara dua sampai dengan tiga bulan setelah tanam, karena pada masa tersebut dianggap kritikal dalam pembentukan tunas (Sembodo, 1992). Kerugian pada tebu akibat persaingan tersebut terutama pada bobot tebunya, besarnya kerugian akibat gulma ini sangat bervariasi tergantung dari macam spesies gulma dan kerapatannya (Murwandono, 1984). Gulma yang tumbuh pada tanaman tebu menjadi kendala untuk mencapai produksi yang tinggi. Keberadaan gulma pada tanaman tebu dapat menurunkan produksi sebesar 15.0-53.7% (Kuntohartono, 1998). Keragaman macam gulma dikelompokan berdasarkan umur dan cara berkembangbiaknya. Mengingat masalah gulma ini merupakan suatu masalah yang sangat penting dalam usaha pertanian khususnya dalam budidaya tanaman
6
tebu, maka selalu dicari alternatif pemecahan masalah pengendalian gulma yang tidak dapat dilakukan hanya mengandalkan tenaga manusia dengan penyiangan secara manual. Pengendalian gulma menggunakan senyawa kimia akhir-akhir ini sangat diminati, terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Senyawa kimia yang dipergunakan untuk pengendalian gulma sering disebut herbisida (Yakup, 2002).
Penggunaan Herbisida Pada dasarnya ada enam macam metode pengendalian gulma, yaitu mekanis, kultur teknis, fisik, biologis, kimia, dan terpadu. Pengendalian dengan herbisida yang termasuk pengendalian secara kimia adalah upaya dan cara yang sering digunakan petani dalam mengendalikan gulma. Pada saat sekarang penggunaan herbisida tidak hanya terdiri dari satu jenis saja melainkan dapat berupa gabungan dari dua atau tiga jenis herbisida. Herbisida merupakan alat yang canggih dalam proses pegendalian gulma di tanaman perkebunan. Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984), pengendalian dengan menggunakan herbisida memiliki beberapa keuntungan yaitu penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit dan lebih mudah serta cepat dalam pelaksanaan pengendalian. Herbisida dapat dikelompokan berdasarkan sifat kimia, sifat selektifitas, dan berdasarkan cara pengendaliannya (Yakup, 2002). Salah satu pertimbangan penting dalam pemakaian herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, yaitu mematikan gulma tetapi tidak mengakibatkan kerusakan terhadap tanaman budidaya. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang dosis dan konsentrasi yang optimum pada tanaman, supaya kelebihan pemakaian herbisida dapat dihindari (Yakup, 2002). Berdasarkan waktu aplikasi, biasanya herbisida diaplikasikan berdasarkan oleh stadia pertumbuhan dari tanaman maupun gulma. Manusia akan berusaha mengendalikan gulma dengan cara yang efektif dan efisien, maka dari itu manusia akan berusaha mengembangkan herbisidaherbisida baru. Perlakuan yang berulangkali dapat mengakibatkan resistensi tumbuhan terhadap herbisida. Bila herbisida tersisa dalam tubuh tumbuhan sampai saat panen maka ada residu dalam tubuh tumbuhan dan yang tersisa dalam tanah
7
menjadi residu dalam tanah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan berikutnya. Absorpi herbisida, yang berarti herbisida diserap oleh tumbuhan dan masuk dalam tubuhnya secara difusi, osmosis, imbibisi dan lain-lain. Absorpi herbisida akan serupa dengan absorpsi nutrisi, sehingga perlu diingat adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya (Moenandir, 1990). Fisiologi herbisida dengan sendirinya akan mengungkapkan hubungan herbisida mulai dari masuknya ke dalam tubuh tumbuhan sehubungan dengan proses-proses yang mendukung metabolisme itu dan dampak yang diakibatkan.
Herbisida Pra Tumbuh Peersaingan antara gulma dengan tanaman pokok dapat dicegah sedini mungkin dan untuk melindungi tanaman pokok dari gangguan gulma maka tindakan pengendalian gulma yang tepat adalah dengan menggunakan herbisida pra tumbuh (Sujarwadi, 1994). Lintasan utama masuknya herbisida ke dalam tubuh tumbuhan ialah akar atau batang yang sedang muncul, untuk aplikasi lewat tanah dan batang atau daun untuk aplikasi lewat atas tanah. Dengan demikian herbisida harus masuk terlebih dahulu ke dalam jaringan tumbuhan sebelum terjadi respon biologis. Laju masuknya herbisida ke dalam tubuh tumbuhan tergantung dari stadia perkembangan tumbuhan pada saat aplikasi. Herbisida dapat diaplikasikan ke dalam beberapa kategori. Klasifikasi ini dapat didasarkan pada tipe gulma yang akan
dikendalikan,
waktu
aplikasi,
dan
bagaimana
cara
aplikasinya
(Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Berdasarkan waktu aplikasinya, herbisida dibedakan menjadi herbisida pra kultivasi yang diaplikasikan sebelum tanah diolah dan sebelum ada tanaman, herbisida pra tanam yang diaplikasikan sebelum tanam, sesudah tanah diolah, herbisida pra tumbuh yang diaplikasikan sebelum tanaman tumbuh (muncul), dan herbisida pasca tumbuh yang diaplikasikan setelah tanaman tumbuh dan muncul, demikian pula gulmanya (Moenandir, 1990). Dalam percobaan yang dilakukan lebih difokuskan kepada jenis herbisida pra tumbuh yaitu herbisida diuron 500 g/l SC. Herbisida pra tumbuh bekerja dengan cara mematikan biji-biji gulma yang akan berkecambah di dalam maupun diatas permukaan tanah. Sebagian besar biji
8
gulma yang mampu tumbuh terletak di lapisan olah, yaitu lapisan antara 2.5 - 5 cm (Sujarwadi, 1994). Agar dapat merata ke seluruh gulma sasaran, herbisida pra tumbuh memerlukan teknik pengolahan tanah yang baik pada areal yang akan diaplikasikan dan tekstur tanah yang gembur serta tidak berbongkah-bongkah. Untuk mengaplikasikan jenis herbisida pra tumbuh perlu diperhatikan jenis pelarutnya. Aplikasi herbisida pra tumbuh memerlukan cukup banyak pelarut (Barus, 2003). Karena jika kadar air rendah dapat mengurangi efisiensi dan efektivitas pengendalian gulma. Herbisida pra tumbuh akan efektif kerjanya di dalam tanah apabila herbisida tersebut dapat mencapai kedalaman sampai beberapa cm di dalam tanah. Apabila hanya mencapai kurang lebih 1-2 cm, maka pada umumnya hanya akan membunuh biji-biji tumbuhan pengganggu yang setahun (annual) saja. Herbisida pra tumbuh mampu mengendalikan gulma sejak awal, karena kompetisi sejak awal inilah yang banyak menyebabkan kerugian pada tanaman yang akan dibudidayakan. Menurut Kearney dalam Sujarwadi (1994) persistensi herbisida pra tumbuh dalam tanah ditentukan oleh jenis herbisida, kadar air tanah, jumlah liat, suhu tanah, pencucian dan penguapan, kandungan bahan organik, serta kegiatan mikroorganisme.
Diuron Masing-masing jenis herbisida memiliki beberapa bahan aktif yang terkandung, diantaranya adalah diuron. Diuron merupakan bahan aktif herbisida yang merupakan jenis herbisida yang diaplikasikan melalui tanah. Herbisida golongan ini merupakan herbisida yang sistemik yang disemprotkan ke tanah, kemudian diserap oleh akar dan ditranslokasikan bersama aliran transpirasi sampai ke side of action pada jaringan daun yang menghambat proses pada photosystem II pada fotosintesis (Yakup, 2002). Diuron merupakan herbisida dari turunan urea. Herbisida ini merupakan herbisida yang selektif dan proses pengendaliannya melalui tanah, walaupun ada beberapa yang lewat daun. Herbisida ini merupakan jenis herbisida yang sistemik, yang menyerang bagian tubuh gulma dan nantinya akan ditranslokasikan ke seluruh tubuh gulma tersebut. Herbisida ini biasanya diabsorbsi melalui akar dan
9
ditranslokasikan ke daun melalui batang. Nama kimia dari herbisida diuron adalah 3-(3,4-dichlorophenyl)-1,1-dimethylurea (Gambar 1). O CH3 Cl
NH
C
N CH3
Cl 3-(3,4-dichlorophenyl)-1,1-dimethylurea Gambar 1. Rumus Bangun Herbisida Diuron Didalam tubuh tumbuhan diuron mengalami degradasi, terutama melalui pelepasan gugus metil. Herbisida diuron menghambat reaksi Hill pada fotosintesis, yaitu dalam fotosistem II. Dengan demikian pembentukan ATP dan NADPH terganggu (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Kebanyakan herbisida yang berasal dari golongan urea seperti halnya diuron ini lebih cepat diserap melalui akar tumbuhan dan dengan segera ditranslokasikan ke bagian atas tumbuhan (daun dan batang) melalui system apoplastik. Ada dua hal yang menyebabkan diuron tetap berada di permukaan tanah dalam waktu yang relatif agak lama yaitu: (1) tidak mudah larut dalam air sehingga diuron mempunyai kemampuan untuk bertahan dari pencucian dan (2) tingkat absorbsi yang tinggi oleh koloid tanah (Agustanti, 2006). Biasanya jenis herbisida yang memiliki bahan aktif diuron banyak digunakan untuk pengendalian gulma pada tanaman tebu, kapas, karet, teh, dan sebagainya. Tingkat toksisitas diuron sangat tinggi untuk kecambah tumbuhan pengganggu. Dalam keadaan murni diuron akan berupa kristal putih, tidak menguap, tidak mudah terbakar, dan tidak berbau, akan meleleh pada suhu 1580 1590 C, larut dalam air pada suhu 250 C sebanyak 42 ppm dan tahan terhadap dekomposisi (Agustanti, 2006). Gejala toksisitas yang ditimbulkan oleh herbisida diuron biasanya tergantung pada jenis tumbuhan itu sendiri. Gejala yang timbul biasanya terjadi kematian yang diawali dari ujung daun kemudian apabila ujung daun telah mati,
10
maka tidak akan terjadi turgor lagi. Setelah gejala tersebut timbul akan disusul dengan timbulnya khlorosis yang biasanya akan diikuti oleh pertumbuhan yang lambat dan kematian yang mendadak. Biasanya herbisida yang diaplikasikan melalui tanah disemprotkan mengelilingi tanaman pokok atau disemprotkan diantara barisan untuk meningkatkan selektivitas herbisida dan mengurangi biaya pengendalian gulma.
Aplikasi Herbisida Cara aplikasi penting dalam penentuan derajat keberhasilan pengendalian gulma, seperti aplikasi yang mengurangi kontak dengan tanaman budidaya dan memperbanyak kontak dengan gulma, ialah dalam alur, setempat, langsung dan lain-lain. Cara terbaik adalah semprotan terarah dengan menggunakan gugusan non selektif dan kontak ke dalam herbisida yang selektif (Moenandir, 1990). Menurut Barus (2003), aplikasi herbisida dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terdapat pada gulma itu sendiri yaitu faktor pertumbuhan gulma. Faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keefektifan dan efisiensi aplikasi herbisida, misalnya curah hujan, angin, sinar matahari (cahaya), temperatur, dan kelemababan udara. Curah hujan dapat menyebabkan bahan aktif herbisida tercuci, angin yang kencang dapat menerbangkan butiran-butiran larutan herbisida dan sinar matahari yang terik dapat menyebabkan terjadinya penguapan larutan herbisida yang diaplikasikan. Waktu aplikasi mempunyai pengaruh juga dalam aktifitas herbisida. Berdasarkan faktor internalnya, waktu aplikasi herbisida yang paling tepat adalah pada saat gulma masih muda dan belum memasuki pertumbuhan generatif. Pada fase ini, penyerapan bahan aktif herbisida yang diaplikasikan dapat berlangsung lebih efektif. Herbisida pra tumbuh dirancang untuk gugusan yang dapat diabsorbsi dalam tanah, yang akan tetap tinggal pada lapisan tanah di permukaan. Peralatan yang benar, nozel yang tepat, kecepatan jalan semprot, penetapan lebar semprotan dan sebagainya, perlu mendapat pertimbangan yang matang sebelum mengadakan aplikasi. Alat yang digunakan untuk melaksanakan penyemprotan disebut dengan
11
sprayer yang berfungsi untuk memecah cairan atau larutan menjadi butiranbutiran dengan ukuran yang efektif dan mendistribusikannya secara merata pada permukaan yang dilindungi (Harefa, 1997). Ukuran butiran semprot yang merata pada target dan jumlah butiran tidak kurang dari 20 butir/cm2 adalah indikasi suatu semprotan yang berhasil (Harefa, 1997). Ukuran tetesan ditentukan oleh volume semprotan, dan ukuran serta bentuk nozel. Menurut Harefa (1997) pada keadaan berangin, tetesan semprotan dengan ukuran besar akan menjadi berguna, dengan ketentuan perlu volume yang lebih tinggi (herbisida kontak). Sedangkan jumlah volume yang lebih rendah dibutuhkan untuk herbisida translokasi atau sistemik. Diusahakan dapat meningkatkan efisiensi kerja dan mendapatkan efikasi pemberantasan setinggi mungkin. Menurut Sutiyoso (1988) aplikasi herbisida harus dengan pengalaman disertai dengan latihan, maka diharapkan bisa dikuasai teknik aplikasi yang jauh lebih baik.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilaksanakan di lahan tanaman tebu PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang yang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki pabrik dengan jarak sekitar 22 km kearah Utara kota Subang dan 12 km kearah Selatan dari Kecamatan Sukamandi, dengan ketinggian 31-33 m dpl, dan rata-rata curah hujan sebesar 1 858. 22 mm per tahun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Maret 2011.
Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah klon tebu yang sering digunakan di perkebunan PG. Rajawali II, dan herbisida diuron 500 g/l SC yang telah diperiksa kadar bahan aktifnya oleh laboratorium Batan dan disegel. Alat Alat yang digunakan adalah sprayer knapsack semi automatik dengan nozel T-jet sebagai alat penyemprot herbisida yang digunakan, ember, gelas ukur, pengaduk, timbangan, spidol, oven, dan kuadran dengan ukuran 0.5 m x 0.5 m.
Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor. Penelitian ini menggunakan enam perlakuan dengan empat ulangan. Perlakuan pertama adalah menggunakan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, perlakuan kedua dengan dosis 1.0 l/ha, perlakuan ketiga menggunakan dosis 2.0 l/ha, perlakuan keempat menggunakan dosis 3.0 l/ha. Perlakuan kelima tidak menggunakan herbisida tetapi dengan cara penyiangan manual dengan teknik babat dempes, yang dilakukan sekali pada pengamatan enam minggu setelah aplikasi (6 MSA). Perlakuan keenam merupakan kontrol yang digunakan sebagai pembanding tanpa penyiangan dan perlakuan apapun.
13
Model rancangan yang digunakan adalah : Yijk = µ + τi + βj + εij Keterangan : Yijk
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i
βj
= Pengaruh kelompok ke-j
εij
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Pengolahan data dilakukan dengan metode analisis ragam. Apabila
perlakuan menunjukan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut terhadap perbedaan nilai rata-rata pada kepercayaan 5 % dengan prosedur uji yang sesuai dengan rancangan percobaan. Satuan petak terdiri atas gulma yang terdapat pada lima guludan tebu atau dengan luas 7 m x 10 m. Jarak antar satuan petak perlakuan adalah satu barisan tebu di dalam barisan dan jarak antar setiap petak ulangan adalah satu guludan tebu. Penentuan tata letak satuan perlakuan di dalam suatu kelompok dilakukan sedemikian rupa sehingga sebaran gulma relatif merata.
Pelaksanaan Penelitian Analisis vegetasi dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan aplikasi untuk mengetahui jenis gulma yang dominan. Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan alat kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m, dengan mengambil contoh gulma secara sistematis pada areal disekitar areal bercobaan yang diasumsikan memiliki kondisi lahan yang sama dengan lahan percobaan. Sebelum melakukan aplikasi herbisida, terlebih dahulu dilakukan pembagian petak percobaan yang disesuaikan berdasarkan perlakuan yang akan diberikan yang semuanya berjumlah 24 petak percobaan. Setiap petak berukuran 7 m x 10 m dengan jarak antar ulangan adalah 1.3 m dan jarak antara petak dalam satu ulangan adalah 0.5 m. Kondisi pertanaman yang harus diperhatikan yaitu pertumbuhan tanamannya yang relatif seragam dimana umur tanaman tebu pada saat aplikasi adalah berumur lima hari. Kondisi gulma di lokasi percobaan pada saat aplikasi terlihat masih belum tumbuh atau hanya sekitar 5 % gulma yang sudah tumbuh di
14
petak percobaan tersebut.
Cara aplikasi herbisida dan alat yang digunakan
disesuaikan dengan sifat fisik, cara kerja dan bentuk formulasi herbisida yang diuji. Untuk formulasi yang larut dalam air, digunakan alat semprot punggung semi automatik (semi automatik knapsack sprayer) dan nozel T-jet dengan tekanan 1 kg/cm2 (15-20 psi). Aplikasi herbisida yang diuji dilakukan hanya satu kali, waktunya adalah setelah tanah diolah sempurna dan telah ditanami namun kondisi gulma di lahan percobaan belum tumbuh.
Pengamatan Pengamatan gulma 1. Jumlah contoh Jumlah contoh yang digunakan adalah data contoh biomassa gulma pada setiap satuan petak perlakuan, diamati sebanyak dua kuadran per petak perlakuan, menggunakan metode kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m. Letak petak kuadrat ditetapkan secara sistematis. 2. Waktu pengambilan contoh Pengambilan contoh pada saat sebelum aplikasi dilakukan dengan cara pengambilan gulma untuk data biomassa kerapatan dan frekuensi dilakukan sebelum aplikasi, dimaksudkan untuk menganalisis vegetasi menggunakan teknik sum dominance ratio (SDR) yaitu proses perhitungan jumlah dominansi gulma yang ada di sekitar areal percobaan tersebut. Pengambilan contoh setelah aplikasi dilakukan dengan cara pengambilan contoh gulma untuk data biomasa dan untuk data persentase penutupan gulma yang dilakukan 2 minggu sekali setelah aplikasi, dilakukan selama 3 bulan, berarti terdapat 6 kali pengamatan yaitu pada 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MSA. Kemudian pada akhir pengamatan dilakukan juga pengambilan contoh gulma untuk analisis vegetasi akhir pada 12 MSA. 3. Cara pengambilan contoh Contoh gulma yang diambil adalah gulma sasaran yang menjadi target herbisida yang diuji yang diperoleh menggunakan teknik pelemparan alat kuadran berukuran 0.5 m x 0.5 m sebanyak dua kuadran per petak perlakakuan. Gulma yang masih segar dipotong tepat setinggi permukaan tanah, kemudian dipisahkan setiap spesies. Selanjutnya gulma tersebut dikeringkan dalam oven pada
15
temperatur 800 C selama 48 jam atau sampai mencapai bobot kering konstan, kemudian ditimbang untuk menghitung biomassa gulma. Proses pengovenan dan penimbangan contoh gulma dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Kemudian untuk pengamatan persentase penutupan gulma dilakukan secara visual terhadap setiap petak perlakuan yang nantinya akan dinilai dalam satuan persen (%) pada 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MSA.
Pengamatan tebu 1. Jumlah contoh Jumlah contoh tanaman tebu untuk pengamatan fitotoksisitas adalah sebanyak 10 tanaman dalam satuan petak perlakuan dan ditentukan sacara acak. 2. Fitotoksisitas Tingkat keracunan dinilai secara visual terhadap populasi kultivar dalam satuan petak perlakuan, diamati pada 4, 6, dan 8 minggu setelah aplikasi (MSA). Skoring keracunan yang diberikan sebagai berikut : 0
= Tidak ada keracunan, 0 – 5% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.
1
= Keracunan ringan, >5 – 20% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.
2
= Keracunan sedang, > 20 – 50% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.
3
= Keracunan berat, > 50 – 75% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.
4
= Keracunan sangat berat, > 75% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.
Kriteria efikasi 1. Efektifitas
herbisida
yang
diuji
penyiangan manual dan kontrol.
dibandingkan
dengan
perlakuan
16
2. Efikasi herbisida yang diuji disimpulkan berdasarkan analisis statistik data biomassa spesies gulma sasaran dan persen penutupan gulma. 3. Sebagai data penunjang adalah keracunan dan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tebu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perusahaan PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki pabrik dengan jarak sekitar 22 km kearah Utara kota Subang dan 12 km kearah Selatan dari Kecamatan Sukamandi. Lokasi ini dipilih sebagai tempat pabrik karena 75 % areal kebun tebu terletak didaerah ini sehingga akan lebih melancarkan proses transportasi tebu ke pabrik. Secara geografis, kedudukan PG. Rajawali II Unit Subang dan areal perkebunannya terletak diantara 107° 41°16° BT sampai 107° 41°18° BT dan 6° 24° 46° LS sampai 6° 24° 48° LS, dengan ketinggian 31-33 m di atas permukaan laut. Daerah PG. Subang merupakan daerah datar sampai bergelombang dengan kemiringan 3-10%. Jenis tanah pada areal perkebunan ini umumnya merupakan tanah latosol merah. Berdasarkan SK menteri No. 68/Menteri-X/1978 tanggal 14 Oktober 1978 pengelolaan PG. Subang yang terdiri dari kebun Pasir Bungur, Pasir Muncang, dan Manyingsal sepenuhnya diserahkan kepada PT. Perkebunan XIV. Pada tahun 1981, dimulailah pembangunan fisiknya yang ditegaskan dalam surat menteri pertanian No. 667/KPTS/8/1981 tertanggal 11 Agustus 1981. Giling pertama PG. Subang adalah pada tanggal 3 Juli 1984 dan berakhir tanggal 18 Oktober 1984, dengan total tebu sejumlah 1 122 716 kuintal dari
keseluruhan jumlah tebu
2 135 628 kuintal. Pada saat pabrik berdiri atau produksi belum lancar, tebu PG. Subang digiling di PG lain di PTP XIV. Penelitian Kondisi pertanaman tebu pada awal dimulainya penelitian di areal percobaan terlihat cukup baik (Gambar 2). Aplikasi herbisida dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2010, pada pagi hari yang diperkirakan tidak turun hujan atau maksimal turun hujan 6 jam setelah aplikasi. Aplikasi dilakukan pada pagi hari untuk menghindari penguapan herbisida oleh sinar matahari yang dapat mengurangi efektifitas herbisida yang diaplikasikan.
18 Selama penelitian berlangsung, tingkat curah hujan di sekitar areal perkebunan tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan tingkat curah hujan bulan-bulan sebelumnya. Namun tingkat curah hujan yang terjadi di sekitar areal perkebunan akan mempengaruhi populasi gulma yang ada. Pengaruh tersebut dapat berupa peningkatan pertumbuhan kembali gulma (re-growth) dan mempercepat pertumbuhan biji gulma. Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984), bahwa pemakaian herbisida pra tumbuh kurang efektif saat kurang hujan karena herbisida
tersebut
memerlukan
kelembaban
tanah
untuk
mengaktifkan
senyawanya.
Gambar 2. Kondisi Lahan Percobaan di PG Rajawali II Unit Subang
19 Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tiap Waktu Pengamatan Waktu (MSA) 2 4 6 8 10 12
PPG ** ** ** ** ** tn
BKT ** ** ** ** ** tn
Peubah Pengamatan BKRT BKDT BKD tn ** tn tn ** tn tn ** tn tn ** tn tn ** * tn tn tn
BKB * ** * tn tn tn
BKCL ** ** ** ** ** tn
BKBR tn tn tn tn tn *
Keterangan: *
= Berpengaruh nyata pada taraf 5 %
BKBR = Bobot Kering Brachiaria distachya
**
= Berpengaruh nyata pada taraf 1 %
PPG
+
= Berpengaruh nyata pada taraf 10 %
BKT = Bobot Kering Gulma Total
tn
= Tidak berpengaruh nyata
BKRT = Bobot Kering Rumput Total
BKD
= Bobot Kering Digitaria adscendes
BKDT = Bobot Kering Daun Lebar Total
BKB
= Bobot Kering Borreria alata
BKCL= Bobot Kering Cleome rutidosperma
= Persentase Penutupan Gulma
Gulma Dominan Vegetasi gulma menggambarkan perpaduan berbagai jenis gulma disuatu wilayah atau daerah. Suatu tipe vegetasi menggambarkan suatu daerah dari segi penyebaran gulma yang ada baik secara ruang maupun waktu. Vegetasi gulma dapat diketahui dengan melakukan suatu teknik yang dinamakan anilisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan sebelum dan sesudah aplikasi herbisida untuk mengetahui jenis gulma dominan di lahan percobaan. Spesies gulma dominan ditunjukan oleh besarnya Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) dalam % pada areal percobaan. Nisbah Jumlah Dominansi merupakan rata-rata jumlah kerapatan nisbi, nilai frekuensi nisbi, dan nilai berat kering nisbi gulma yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi pada areal percobaan. Data-data yang diperoleh dari analisis vegetasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis vegetasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Hasil analisis vegetasi gulma sebelum aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis vegetasi sebelum apikasi herbisida diuron 500 g/l SC didapatkan empat spesies gulma dominan yaitu Cleome rutidosperma, Borreria alata, Digitaria adscendens, dan Brachiaria distachya (Gambar 3). Spesies gulma lain
20 sebelum aplikasi herbisida adalah Cynodon dactylon, Urena lobata, Cyperus rotundus, dan Croton monanthogynus. Tabel 2. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Sebelum Aplikasi Herbisida. No 1 2 3 4 5
Jenis Gulma Cleome rutidosperma Borreria alata Digitaria adscendens Brachiaria distachya Gulma lain
NJD (%) 35.60 24.98 14.41 8.53 16.48
Analisis vegetasi juga dilakukan pada akhir percobaan untuk mengetahui apakah ada perubahan dari jumlah gulma yang dominan ketika sebelum aplikasi dengan setelah aplikasi herbisida. Hasil analisis vegetasi akhir pada 12 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Setelah Aplikasi Herbisida. No 1 2 3 4 5
Jenis Gulma Borreria alata Cleome rutidosperma Digitaria adscendens Brachiaria distachya Gulma lain
NJD (%) 23.67 22.57 22.38 18.81 12.57
Hasil analisis vegetasi akhir yang dilakukan pada lahan percobaan memberikan gambaran umum tentang
dominansi gulma setelah aplikasi
herbisida. Data yang didapatkan pada Tabel 3 menunjukan bahwa terjadi perubahan dominansi gulma yang terjadi pada akhir percobaan setelah aplikasi herbisida. Hal ini terlihat dari perubahan dominansi gulma Cleome rutidosperma yang digantikan oleh gulma Borreria alata pada akhir percobaan. Pada Tabel 3 dapat dilihat juga bahwa terjadi penurunan nilai NJD pada gulma Cleome rutidosperma, dan gulma Borreria alata yang merupakan gulma daun lebar. Sedangkan nilai NJD pada gulma Digitaria adscendens, dan
Brachiaria
distachya yang tergolong gulma rumput mengalami peningkatan. Hal ini menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC yang memiliki bahan aktif diuron 500 g/l lebih efektif untuk mengendalikan gulma golongan
21 daun lebar. Adanya peningkatan nilai NJD dari beberapa spesies gulma dari golongan rumput menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC kurang efektif dalam mengendalikan gulma rumput seperti Digitaria adscendens dan Brachiaria distachya. Moenandir (1990) menyatakan bahwa ada empat peranan penting yang mempengaruhi keselektifan ialah peran-peran tumbuhan, herbisida, lingkungan, dan cara aplikasi.
Gambar 3. Cleome rutidosperma (kiri atas), Borreria alata (kanan atas), Digitaria adscendens (kiri bawah), Brachiaria distachya (kanan bawah) Perbedaan jenis gulma yang terdapat pada areal pertanaman, menunjukan beda kepekaan terhadap herbisida yang sangat ditentukan oleh faktor dalam dan faktor luar. Perbedaan yang terjadi dari pengaruh faktor dalam adalah karena setiap jenis gulma akan memiliki respon morfologi dan fisiologi yang berbeda
22 terhadap efek herbisida yang diberikan. Selain jenis gulma dan sifat herbisida, faktor lingkungan yang merupakan faktor luar juga sangat berpengaruh terhadap efektifitas suatu herbisida. Barus (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi efektifitas herbisida yang diaplikasikan adalah cahaya, suhu, curah hujan, kandungan bahan faktor, kelembaban, dan pH. Curah hujan yang terjadi di sekitar areal penelitian disaat penelitian berlangsung cukup tinggi. Curah hujan yang cukup tinggi tersebut dapat menyebabkan berkurangnya konsentrasi herbisida tersebut yang terkandung di dalam tanah yang terbawa oleh erosi tanah dan pencucian. Moenandir (1990) menyatakan bahwa herbisida yang diformulasikan dalam bentuk minyak atau emulsi sedikit dipengaruhi hujan dibandingkan dengan yang diformulasikan dalam bentuk larutan air. Hal ini dapat mempengaruhi efektivitas herbisida yang diaplikasikan. Data curah hujan selama percobaan terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Data Curah Hujan Selama Percobaan Curah Hujan (mm/bulan)
Bulan Desember Januari Februari Maret
247.7 125.0 163.6 142.6
Sumber : PT. PG. Rajawali II Unit Subang
Curah hujan merupakan suatu faktor lingkungan yang juga erat kaitannya dengan tingkat kelembaban tanah. Semakin tinggi curah hujan maka akan semakin tinggi tingkat kelembaban tanah. Kelembaban tanah nantinya akan mempengaruhi tingkat proses pengecambahan gulma yang ada dalam tanah. Semakin tinggi tingkat kelembaban tanah maka akan semakin membantu proses pengecambahan gulma yang ada dalam tanah.
Persentase Penutupan Gulma Persentase penutupan gulma (PPG) merupakan suatu nilai yang menunjukan seberapa besar vegetasi gulma tersebut menutupi areal pertanaman. Nilai persentase penutupan gulma yang di peroleh dari pengamatan pada
23 penelitian ini adalah secara visual terhadap penutupan gulma hasil pertumbuhan potensi gulma yang ada dalam tanah. Aplikasi herbisida dengan beberapa perlakuan
yang
diberikan
menunjukan
bahwa
perlakuan
pengendalian
memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase penutupan gulma pasa 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Sedangkan pengamatan pada 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan herbisida yang diberikan. Hal ini diakibatkan karena faktor lingkungan dan juga konsentrasi herbisida yang hanya memiliki efektifitas pengendalian sampai 10 MSA. Hasil dari perhitungan sidik ragam persentase penutupan gulma disajikan pada Lampiran 1. Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa perlakuan dosis ternyata memberikan respon yang nyata hingga 10 MSA, akan tetapi pengaruh ulangan yang diberikan tidak menunjukan berbeda nyata. Pada pengamatan 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata dari setiap perlakuan herbisida dengan kontrol dan penyiangan manual, hal ini dikarenakan konsentrasi herbisida sudah menurun pada lapisan tanah. Penyebab penurunan konsentrasi herbisida dalam tanah adalah karena pencucian, diserap oleh tumbuhan, mengalami penguraian dan mengalami perpindahan fisik (Zaenudin, 1986). Kemudian faktor lain adalah karena pada pengamatan 12 MSA ada beberapa petak percobaan yang rusak akibat ada proses turun tanah yang dilakukan oleh Karyawan Harian Lepas (KHL) yang tidak mengetahui bahwa petak tersebut merupakan petak percobaan. Adapun beberapa petak percobaan yang rusak pada pengamatan 12 MSA adalah petak 0.5 l/ha (ulangan 1), 1.0 l/ha (ulangan 2), penyiangan manual (ulangan 3), 3.0 l/ha (ulangan 4). Hasil dari uji perbedaan pengaruh antar perlakuan yang diberikan terhadap persentase penutupan gulma dapat dilihat pada Tabel 5 dengan bentuk grafiknya pada Gambar 4. Hasil yang didapat dari pengamatan persen penutupan gulma setiap waktu pengamatan menunjukan tingkat persentase penutupan gulma terkecil terjadi pada petak percobaan dengan dosis perlakuan herbisida 3.0 l/ha sebesar 6.25 pada saat 2 MSA, kemudian dengan dosis 2.0 l/ha sebesar 9.25 pada 2 MSA. Diantara perlakuan dosis 2.0 l/ha dan dosis 3.0 l/ha tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam persen penutupan gulma secara perhitungan statistik, kecuali pada
24 pengamatan 4 MSA yang menunjukan perbedaan. Pada perlakuan diantara dosis 0.5 l/ha, dan 1.0 l/ha terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5 % hingga pengamatan pada 8 MSA, sedangkan pada 10 MSA, dan 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Tabel 5. Pengaruh Pengendalian Gulma terhadap Persentase Penutupan Gulma Perlakuan
Dosis
Minggu Setelah Aplikasi (MSA) 2
4
6
8
10
12
---------------------------------------(%)-------------------------------Kontrol
-
Manual
-
Diuron 500 g/l SC
0.5 l/ha
Diuron 500 g/l SC
1.0 l/ha
Diuron 500 g/l SC
2.0 l/ha
Diuron 500 g/l SC
3.0 l/ha
Keterangan :
51.75 a
68.75 a
84.25 a
87.00 a
90.00 a
93.25 a
48.75 a
67.00 a
81.25 a
68.50 b
80.50 a
64.25 ab
32.50 b
43.75 b
51.25 b
43.25 c
62.75 b
60.00 ab
23.75 c
30.00 c
34.75 c
30.00 d
54.50 b
60.00 ab
9.25 d
19.75 d
24.75 cd
22.00 d
35.50 c
49.00 ab
6.25 d
10 75 e
13.75 d
18.75 d
28.50 c
35.00 b
Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan.
Gambar 4. Grafik Persentase Penutupan Gulma Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha sudah cukup untuk menurunkan persentase penutupan gulma dibandingkan dengan perlakuan Kontrol dan Penyiangan manual, sedangkan penambahan herbisida ke tingkat dosis yang lebih tinggi mampu menekan persentase penutupan gulma lebih tinggi dari mulai 2 MSA hingga 10 MSA. Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan
25 dosis 2.0 l/ha dan 3.0 l/ha secara umum memberikan hasil yang lebih baik dalam menekan pertumbuhan gulma. Namun bila dilihat dari segi efisiensi biaya dan toksisitas terhadap tanaman budidaya, penggunaan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha lebih efisien diaplikasikan karena sudah mampu menekan pertumbuhan gulma dibandingkan perlakuan kontrol. Grafik persentase penutupan gulma diatas, menunjukan bahwa formulasi herbisida yang diberikan tampak menunjukan hasil yang cenderung lebih baik pada tingkat dosis yang lebih tinggi. Semakin tinggi dosis yang digunakan akan senderung semakin baik menekan pertumbuhan gulma. Namun nantinya akan berpengaruh pada tingkat toksisitas dan dampak lingkungan serta efisiensi biaya apabila dosis yang digunakan terlalu banyak. Jumlah dari konsentrasi herbisida dapat menentukan terjadinya hambatan atau pemacauan pada suatu pertumbuhan, pada umumnya dengan semakin meningkatnya konsentrasi maka akan semakin meningkat pula penekanannya (Moenandir, 1990). Gambar 3 menunjukan bahwa terjadi penurunan tingkat persentase penutupan gulma pada pengamatan 8 MSA untuk beberapa perlakuan khususnya perlakuan penyiangan manual. Perlakuan penyiangan manual dilakukan setelah pengamatan 6 MSA, sehingga pada saat 8 MSA terjadi penurunan. Namun terjadi peningkatan kembali pada 10 MSA dan kembali mengalami penurunan ketika 12 MSA yang diakibatkan terjadi kerusakan petak percobaan penyiangan manual pada blok ulangan tiga. Dari Gambar 3 terlihat bahwa semua perlakuan memiliki persentase penutupan gulma (PPG) terendah pada 2 MSA. Untuk perlakuan kontrol dan perlakuan herbisida dosis 3.0 l/ha mengalami peningkatan terus hingga 12 MSA, sedangkan untuk pelakuan penyiangan manual, 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, dan 2.0 l/ha mengalami penurunan pada 8 MSA.
Bobot Kering Gulma Bobot Kering Gulma Total Bobot kering gulma total merupakan jumlah bobot kering gulma secara keseluruhan pada setiap petak perlakuan dan setiap ulangan. Penentuan berat kering gulma total dilakukan dengan cara menimbang tiap spesies gulma yang telah dioven yang merupakan hasil pengambilan sampel gulma setiap perlakuan
26 dan setiap ulangan. Hasil sidik ragam bobot kering gulma total diperlihatkan pada Lampiran 2.
Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa dosis
berpengaruh sangat nyata pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Pengaruh dari perlakuan terhadap bobot kering gulma total ditunjukan pada Tabel 6 dan gambar grafiknya pada Gambar 5. Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Total Perlakuan
Dosis
Minggu Setelah Aplikasi (MSA) 2
4
6
8
10
12
2
---------------------------------(g/0.25m )-----------------------------------Kontrol
-
(8.40) 2.95 a
(136.5) 11.69 a
(61.75) 7.88 a
(56.22) 7.53 a
(91.04) 9.59 a
(139.07) 11.78 a
Manual
-
(6.46) 2.62 a
(50.57) 7.00 b
(48.30) 6.98 b
(44.32) 6.66 ab
(46.23) 6.83 bc
(74.57) 7.76 a
0.5 l/ha
(2.37) 1.80 b
(27.96) 4.99 c
(19.78) 4.14 cd
(39.20) 6.25 abc
(55.05) 7.40 bc
(69.95) 7.52 a
1.0 l/ha
(1.09) 1.43 b
(6.54) 2.66 d
(16.89) 4.41 c
(22.60) 4.79 bcd
(64.47) 7.91 b
(55.88) 6.76 a
2.0 l/ha
(0.26) 1.11 b
(7. 57) 2.73 d
(11.60) 3.29 de
(18.35) 4.36 cd
(36.73) 6.03 cd
(56.00) 7.53 a
3.0 l/ha
(0.59) 1.21 b
(4.55) 2.15 d
(5.29) 2.43 e
(15.1) 3.68 d
(23.69) 4.89 d
(45.13) 6.09 a
Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Keterangan : -
Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan. Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)
Dilihat dari hasil perhitungan statistik bahwa perlakuan herbisida pada dosis 0.5 l/ha efektif menekan gulma hingga 6 MSA, kemudian pada 8, 10, dan 12 MSA nilai bobot kering gulma total dari perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Secara perhitungan statistik dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dalam menekan pertumbuhan gulma total diantara perlakuan dosis 2.0 l/ha dan 3.0 l/ha, namun dari setiap perlakuan dapat dilihat bahwa perlakuan herbisisda diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha lebih besar menekan pertumbuhan gulma secara total. Bobot kering gulma total terendah terdapat pada perlakuan herbisida dengan dosis
27 2.0 l/ha pada 2 MSA sebesar 0.26 gram, dan bobot kering gulma total tertinggi terdapat pada perlakuan Kontrol pada pengamatan 12 MSA sebesar 139.07 gram. Secara umum dari setiap perlakuan terjadi peningkatan bobot kering gulma total yang sangat drastis pada 4 MSA, kemudian setelah itu tingkat bobot kering gulma total mengalami pertumbuhan yang konstan dan stabil hingga 8 MSA. Tidak terjadi perubahan bobot kering gulma total yang signifikan pada setiap perlakuan pada pengamtan 4 MSA hingga 8 MSA kecuali perlakuan Kontrol. Setelah pengamatan pada 8 MSA terjadi penigkatan bobot kering gulma total pada setiap perlakuan hingga pengamatan 12 MSA. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa secara umum hampir semua biji gulma yang ada dalam tanah berkecambah dalam waktu yang relatif singkat (2 minggu). Rata-rata perkecambahan gulma dimulai setelah 2 minggu dan meningkat jumlahnya setelah 2 bulan (8 MSA).
Gambar 5. Grafik Bobot Kering Gulma Total Berdasarkan perhitungan statistik, secara umum perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha lebih efektif dan efisien diaplikasikan dari segi biaya dan toksisitas bila dibandingkan dengan perlakuan dosis yang lebih tinggi. Karena diantara perlakuan herbisida dengan dosis 5.0 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak menunjukan perbedaan yang nyata dari hasil bobot kering gulma total. Sehingga diambil dosis yang paling rendah untuk efisiensi biaya dan dengan dengan dosis 0.5 l/ha sudah mampu menekan pertumbuhan gulma yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol.
28 Hasil pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar 5 menunjukan bahwa jumlah bobot kering gulma total mengalami peningkatan yang signifikan pada setiap perlakuan setelah pengamatan pada 8 MSA, namun ada juga yang setelah 10 MSA. Hal ini menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC memiliki efektifitas pengendalian hingga 8 - 10 MSA. Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total Gulma daun lebar merupakan jenis gulma dengan ciri utama adalah ukuran daunnya yang memiliki lebar yang tidak berbeda jauh dengan panjang daunnya. Daun-daun gulma berdaun lebar dibentuk pada meristem apikal dan sangat sensitif terhadap khemikelia. Pada permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata yang memungkinkan cairan masuk. Meristem apikal dari gulma berdaun lebar adalah bagian batang yang terbentuk sebagai bagian terbuka yang sensitif terhadap perlakuan kimia (Yakup, 2002). Gulma berdaun lebar cenderung untuk dapat menurunkan hasil panenan yang lebih besar jika dibandingkan dengan gulma rerumputan atau sejenisnya (Sastroutomo, 1990). Lampiran 3 menunjukan hasil sidik ragam bobot kering gulma daun lebar total. Dari tabel dapat dilihat bahwa aplikasi herbisisda diuron 500 g/l SC memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Pada pengamatan 12 MSA menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan herbisida dengan perlakuan Kontrol dan penyiangan manual, hal ini disebabkan efektifitas herbisida diuron 500 g/l SC sudah semakin menurun yang diakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi herbisida dalam tanah karena pencucian, diserap oleh tumbuhan, mengalami penguraian dan mengalami perpindahan fisik. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma daun lebar total disajikan pada Tabel 7. Herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma daun lebar total hingga 10 MSA. Secara umum perlakuan herbisida dengan dosis 3.0 l/ha dapat lebih besar menekan pertumbuhan gulma daun lebar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun secara perhitungan statistik perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak berbeda efektifitasnya dalam mengendalikan gulma daun lebar total, dapat dilihat dari perhitungan statistik pada Tabel 7. Bobot kering gulma daun lebar total terendah terdapat pada
29 petak percobaan dengan aplikasi herbisida dengan dosis 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha pada pengamatan 2 MSA, dan bobot kering gulma daun lebar total tertinggi terdapat pada pengamatan 4 MSA dengan perlakuan Kontrol. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Daun Lebar Perlakuan
Dosis
Minggu Setelah Aplikasi (MSA) 2
4
6
8
10
12
2
---------------------------------(g/0.25m )-----------------------------------Kontrol
-
(4.33) 2.30 a
(132.6) 11.52 a
(58.94) 6.22 a
(42.97) 6.62 a
(77.17) 8.83 a
(81.95) 9.05 a
Manual
-
(4.22) 2.13 a
(49.19) 6.89 b
(45.20) 6.73 a
(40.59) 6.40 a
(42.50) 6.54 b
(43.98) 6.01 a
0.5 l/ha
(0.81) 1.31 b
(15.91) 3.63 c
(13.88) 3.77 b
(34.33) 5.77 ab
(46.06) 6.71 b
(54.03) 6.65 a
1.0 l/ha
(0.46) 1.18 b
(3.64) 2.01 cd
(14.44) 3.56 b
(20.81) 4.62 cb
(42.87) 6.49 b
(34.11) 5.35 a
2.0 l/ha
(0.00) 1.00 b
(5.35) 2.27 cd
(9.41) 2.84 b
(15.94) 4.08 cb
(32.15) 5.69 b
(38.56) 6.26 a
3.0 l/ha
(0.00) 1.00 b
(0.44) 1.17 d
(4.05) 2.13 b
(12.03) 3.17 c
(14.06) 3.78 c
(30.30) 30.29 a
Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Keterangan : -
Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan. Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)
Gambar 6. Grafik Bobot Kering Gulma Daun Lebar
30 Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma terendah terjadi pada 2 MSA dan terjadi peningkatan yang sangat besar pada 4 MSA terutama pada perlakuan Kontrol, hal ini diakibatkan karena proses pengovenan sampel gulma yang kurang baik pada saat penghitungan bobot kering gulma total. Dari pengamatan 4 MSA hingga 8 MSA tidak menunjukan perubahan peningkatan bobot kering gulma daun lebar yang begitu signifikan. Setelah pengamatan 8 MSA baru terlihat peningkatan bobot kering gulma daun lebar yang signifikan. Bobot Kering Gulma Rumput Rumput merupakan suatu golongan gulma yang memiliki ciri-ciri dengan memiliki batang bulat atau pipih dan berongga. Golongan gulma jenis rumput memiliki kesamaan dengan golongan teki, yaitu sama-sama memiliki daun yang sempit, tetapi dari sudut pengendalian terutama responnya terhadap herbisisda berbeda. Berdasarkan dari bentuk masa pertumbuhannya, gulma rumput dibedakan menjadi rumput semusim (annual) dan tahunan (perennial). Dilihat dari segi vegetasi, rumput semusim biasanya tumbuh melimpah tetapi kurang menimbulkan masalah dibandingkan dengan rumput tahunan. Dari hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada petak percobaan didapat beberapa jenis gulma rumput, diantaranya adalah Digitaria adscendens,
Brachiaria distachya, dan
Cynodon dactylon. Hampir semua jenis rerumputan adalah jenis C4, maka pengaruh kompetisinya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan gulma berdaun lebar, dapat dijelaskan sebagai akibat dari pertumbuhannya yang menyebar luas dengan daun
yang
tumbuh horizontal
yang membuatnya semakin kompetitif akan
cahaya. Dari 10 jenis gulma penting di dunia, 8 di antaranya adalah jenis rerumputan atau teki-tekian (Sastroutomo, 1990). Hasil dari sidik ragam bobot kering gulma rumput total dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari Lampiran tersebut dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC tidak memberikan pengaruh yang nyata dari mulai pengamatan pertama yaitu 2 MSA hingga akhir pengamatan (12 MSA). Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma rumput total dapat dilihat pada Tabel 8 dan grafiknya pada Gambar 7. Pada pengamatan mulai dari 2 MSA hingga 10 MSA tidak menunjukan jumlah bobot
31 kering gulma rumput yang begitu besar. Hal ini disebabkan karena dari mulai awal analisis vegetasi memang sudah menunjukan bahwa petak percobaan didominasi oleh gulma daun lebar. Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa dosis tidak menunjukan perbedaan yang nyata untuk menekan pertumbuhan gulma dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Bobot kering gulma rumput total terendah terdapat pada perlakuan herbisida dengan dosis 2.0 l/ha pada pengamatan 2 MSA sebesar 0.26 gram, dan bobot kering gulma rumput total tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol pada pengamatan 12 MSA sebesar 57.13 gram. Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Rumput Perlakuan
Dosis
Minggu Setelah Aplikasi (MSA) 2
4
6
8
10
12
2
---------------------------------(g/0.25m )-----------------------------------Kontrol
-
(3.58) 2.06 a
(3.95) 2.27 ab
(2.81) 1.81 a
(13.25) 3.41 a
(13.86) 3.69 ab
(57.13) 7.46 a
Manual
-
(2.16) 1.90 a
(1.52) 1.73 b
(3.09) 1.97 a
(3.73) 2.23 a
(3.72) 2.21 b
(30.59) 5.17 ab
0.5 l/ha
(1.56) 1.68 a
(12.04) 3.42 a
(3.01) 2.07 a
(4.87) 2.38 a
(8.99) 3.18 ab
(15.92) 3.83 b
1.0 l/ha
(0.64) 1.46 a
(2.90) 2.02 ab
(5.34) 2.44 a
(1.39) 1.62 a
(20.90) 4.55 a
(21.76) 4.44 ab
2.0 l/ha
(0.26) 1.31 a
(2.08) 1.82 b
(2.19) 1.80 a
(2.41) 1.92 a
(4.58) 2.11 b
(17.44) 4.32 ab
3.0 l/ha
(0.59) 1.40 a
(3.21) 1.88 ab
(1.15) 1.59 a
(3.01) 1.95 a
(9.52) 3.31 ab
(14.84) 3.74 b
Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Keterangan : -
Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan. Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1.5)
Dari Gambar 7 dilihat bahwa pertumbuhan bobot kering gulma rumput dari mulai 2 MSA hingga 10 MSA tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Namun pada pengamatan 12 MSA terjadi peningkatan bobot kering gulma rumput total yang sangat tinggi terutama pada perlakuan kontrol yang mencapai empat kali lipat dari bobot kering pada pengamatan sebelumnya (10 MSA). Hal ini
32 disebabkan selain karena konsentrasi herbisida yang telah berkurang akibat pencucian dalam tanah, juga karena rata-rata perkecambahan gulma khususnya gulma rumput dimulai setelah 2 minggu dan meningkat jumlahnya setelah 2 bulan (8 MSA).
Gambar 7. Grafik Bobot Kering Gulma Rumput Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma Hasil sidik ragam bobot kering gulma Cleome rutidosperma dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari Lampiran 5 dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC dapat memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA, namun tidak berpengaruh nyata pada pengamatan 12 MSA. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Cleome rutidosperma dapat dilihat pada Tabel 9 dan grafiknya pada Gambar 8. Secara umum perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha menunjukan hasil terbaik dalam menekan pertumbuhan bobot kering gulma Cleome rutidosperma dari mulai pengamatan pada 2 MSA hingga pengamatan pada 12 MSA. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma Cleome rutidosperma terkecil terjadi pada perlakuan herbisida dengan dosis 2.0 l/ha dan dosis 3.0 l/ha pada pengamatan 2 MSA yang menunjukan belum terdapat gulma Cleome rutidosperma di sekitar petak percobaan pada perlakuan dosis tersebut. Kemudian bobot kering gulma
Cleome rutidosperma tertinggi terdapat pada
perlakuan kontrol pada 4 MSA yaitu sebesar 97.22 gram.
33 Berdasarkan perhitungan statistik pada Tabel 9, menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5 % antara perlakuan kontrol dan penyiangan manual, kemudian antara perlakuan penyiangan manual dan perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha menunjukan perbedaan yang nyata dari mulai pengamatan 2 MSA hingga 8 MSA, pada pengamatan 10 MSA dan 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Perbandingan diantara perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak menunjukan perbedaan yang nyata secara perhitungan statistik, namun sangat berbeda nyata bila perlakuan herbisida dengan dosis tersebut dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma Perlakuan
Dosis
Minggu Setelah Aplikasi (MSA) 2
4
6
8
10
12
2
---------------------------------(g/0.25m )-----------------------------------Kontrol
-
(3.71) 2.16 a
(97.22) 9.70 a
(48.30) 6.92 a
(22.56) 4.82 a
(44.58) 6.74 a
(15.56) 3.67 a
Manual
-
(3.81) 2.01 a
(44.56) 6.58 b
(39.95) 6.32 a
(28.53) 5.33 a
(25.01) 4.98 ab
(20.77) 4.22 a
0.5 l/ha
(0.81) 1.31 b
(15.24) 3.47 c
(13.13) 3.63 b
(11.07) 3.42 b
(29.46) 5.45 ab
(22.94) 4.46 a
1.0 l/ha
(0.17) 1.08 b
(3.46) 1.97 cd
(12.51) 3.10 bc
(10.68) 3.34 b
(32.88) 5.43 ab
(19.54) 4.14 a
2.0 l/ha
(0.00) 1.00 b
(2.87) 1.76 cd
(7.82) 2.42 bc
(5.28) 2.26 bc
(15.66) 3.99 b
(24.51) 4.88 a
3.0 l/ha
(0.00) 1.00 b
(0.00) 1.00 d
(3.72) 2.04 c
(2.96) 1.68 c
(0.733) 1.27 c
(8.52) 2.81 a
Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Keterangan : -
Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan. Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)
Pada petak percobaan perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha dan dosis 2.0 l/ha belum menunjukan adanya pertumbuhan gulma Cleome rutidosperma pada saat pengambilan sampel gulma dengan metode kuadran pada 2 MSA. Pada saat pengamatan 4 MSA
baru didapat adanya gulma Cleome
34 rutidosperma untuk petak percobaan dengan perlakuan dosis 2.0 l/ha pada saat pengambilan sampel untuk perhitungan bobot kering. Namun untuk perlakuan herbisida dengan dosis 3.0 l/ha masih belum terdapat pertumbuhan gulma Cleome rutidosperma pada pengamatan 4 MSA dalam proses pengambilan sampel untuk menghitung bobot kering. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha lebih memberikan pengaruh dalam menekan pertumbuhan dan perkecambahan gulma Cleome rutidosperma dibandingkan perlakuan dengan dosis 2.0 l/ha. Namun bila dilihat dari segi efektifitas dan efisiensi biaya, perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha lebih efisien diaplikasikan karena sudah mampu menekan pertumbuhan gulma bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa dosis yang diberikan memiliki tingkat bobot kering gulma Cleome rutidosperma yang jauh lebih kecil dan satabil bila dibandingkan dengan pelakuan kontrol dan penyiangan manual. Secara umum terjadi peningkatan bobot kering gulma Cleome rutidosperma total setelah 8 MSA pada setiap perlakuan. Pada akhir pengamatan yaitu 12 MSA terjadi penurunan tingkat bobot kering gulma Cleome rutidosperma total pada hampir semua perlakuan kecuali perlakuan dosis 2.0 l/ha dan 3.0 l/ha. Hal ini disebabkan karena tingkat dominansi gulma pada setiap petak percobaan telah didominasi oleh gulma jenis rumput pada akhir pengamatan (12 MSA).
Gambar 8. Grafik Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma
BK Cleome rutidosperma
35 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
y = -0,832x + 4,527 R² = 1
Diuron 500 g/l Linear (Diuron 500 g/l)
0
1
2
3
4
Dosis
Gambar 9. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma Dari hasil regresi menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma Cleome rutidosperma. Hasil regresi menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih rendah (Gambar 9). Bobot Kering Gulma Borreria alata Hasil sidik ragam bobot kering gulma Borreria alata dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari Lampiran 6 dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC memberikan pengaruh yang nyata pada 2 MSA, dan 6 MSA, sedangkan pada 4 MSA perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang sangat nyata. Pada 8, 10, dan 12 MSA perlakuan herbisida tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata pada bobot kering gulma Borreria alata total. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Borreria alata dapat dilihat pada Tabel 10 dan grafiknya pada Gambar 10. Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma Borreria alata hingga 6 MSA. Secara umum perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 1.0 l/ha memberikan hasil yang lebih besar dalam menekan bobot kering gulma Borreria alata. Namun secara perhitungan statistik yang ditunjukan pada Tabel 10 diantara perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak mempunyai perbedaan yang nyata terhadap nilai bobot kering total gulma Borreria alata. Artinya adalah keempat dosis tersebut hampir memiliki efektifitas yang sama dalam menekan bobot kering total gulma
36 Borreria alata hingga 6 MSA. Setelah 6 MSA baru terlihat peningkatan bobot kering total gulma Borreria alata yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Borreria alata Perlakuan
Dosis
Minggu Setelah Aplikasi (MSA) 2
4
6
8
10
12
2
---------------------------------(g/0.25m )-------------------------------------Kontrol
-
(0.62) 1.26 a
(32.98) 5.20 a
(10.64) 3.16 a
(17.07) 4.20 a
(25.18) 5.09 a
(41.81) 6.40 a
Manual
-
(0.41) 1.17 ab
(4.49) 2.16 b
(5.25) 2.30 ab
(11.23) 3.25 a
(16.42) 4.12 ab
(15.92) 3.62 a
0.5 l/ha
(0.06) 1.00 b
(0.68) 1.27 b
(0.74) 1.27 b
(23.37) 4.51 a
(15.35) 3.10 b
(30.98) 5.10 a
1.0 l/ha
(0.00) 1.00 b
(0.18) 1.08 b
(1.53) 1.44 b
(5.64) 2.53 a
(7.97) 2.89 b
(12.05) 3.27 a
2.0 l/ha
(0.00) 1.00 b
(2.47) 1.77 b
(1.58) 1.51 b
(8.16) 2.73 a
(8.86) 3.10 b
(13.04) 3.67 a
3.0 l/ha
(0.00) 1.00 b
(0.41) 1.15 b
(0.42) 1.18 b
(9.07) 2.88 a
(13.34) 3.68 ab
(16.02) 3.68 a
Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Keterangan : -
Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan. Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)
Dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak menunjukan terdapat gulma Borreria alata pada saat pengambilan sampel gulma dalam kuadran pada pengamatan 2 MSA. Tingkat bobot kering gulma total Borreria alata tertinggi terdapat pada perlakuan Kontrol pada pengamatan 12 MSA sebesar 41.81 gram. Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma Borreria alata terendah ditunjukan pada 2 MSA dan meningkat hingga akhir pengamatan. Perlakuan herbisida dengan dosis 1.0 l/ha mempunyai nilai bobot kering gulma Borreria alata terendah dibandingkan dengan perlakuan herbisida dosis lainnya dan perlakuan kontrol. Pada perlakuan kontrol terjadi penurunan nilai bobot kering gulma Borreria alata pada 6 MSA, kemudian setelah itu terus naik hingga
37 akhir pengamatan. Secara umum, mulai terjadi peningkatan jumlah bobot kering gulma Borreria alata yang signifikan setelah 6 MSA, yang dapat dilihat dari bentuk grafik pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Bobot Kering Gulma Borreria alata
BK Borreria alata
3,5
3 2,5 y = -0,369x + 3,126 R² = 1
2 1,5
diuron 500 g/l
1
Linear (diuron 500 g/l)
0,5 0
0
1
2
3
4
Dosis
Gambar 11.
Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Borreria alata
Dari hasil regresi menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma Borreria alata. Hasil regresi menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih rendah (Gambar 11). Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens Sidik ragam bobot kering gulma Digitaria adscendens dapat dilihat pada Lampiran 7. Dari Lampiran 7 dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC tidak memberikan pengaruh yang nyata kecuali pada pengamatan 10 MSA yang menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf 5 %. Pada Tabel 11 disajikan
38 pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Digitaria adscendens. Secara umum herbisida diuron 500 g/l SC merupakan herbisida yang biasanya digunakan untuk mengendalikan gulma-gulma daun lebar. Sehingga aplikasi herbisida tersebut pada percobaan ini dengan beberapa ukuran dosis tidak menunjukan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan gulma Digitaria adscendens yang merupakan jenis gulma dari golongan rumput yang ada di sekitar areal percobaan. Tabel 11. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens Perlakuan
Dosis
Minggu Setelah Aplikasi (MSA) 2
4
6
8
10
12
2
---------------------------------(g/0.25m )-----------------------------------Kontrol
-
(2.81) 1.79 a
(2.21) 1.66 a
(1.70) 1.45 a
(7.93) 2.18 a
(1.22) 1.40 b
(33.06) 5.74 a
Manual
-
(1.36) 1.52 a
(1.22) 1.48 a
(2.57) 1.65 a
(0.45) 1.19 a
(0.21) 1.09 b
(25.99) 4.73 ab
0.5 l/ha
(1.03) 1.31 a
(8.92) 2.65 a
(1.07) 1.40 a
(2.02) 1.62 a
(2.49) 1.70 b
(8.40) 2.73 b
1.0 l/ha
(0.28) 1.13 a
(1.83) 1.51 a
(2.01) 1.52 a
(0.30) 1.12 a
(1.04) 1.32 b
(5.88) 2.47 b
2.0 l/ha
(0.26) 1.11 a
(1.02) 1.34 a
(1.90) 1.55 a
(0.41) 1.17 a
(0.91) 1.29 b
(16.67) 4.16 ab
3.0 l/ha
(0.59) 1.21 a
(3.21) 1.70 a
(0.00) 1.00 a
(2.01) 1.59 a
(6.69) 2.74 a
(13.63) 3.52 ab
Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Keterangan : -
Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan. Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan herbisida yang memberikan pengaruh dalam menekan bobot kering gulma Digitaria adscendens paling rendah adalah pada perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 2.0 l/ha. Tabel 11 menunjukan bahwa nilai bobot kering terkecil terjadi pada perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 2.0 l/ha pada 2 MSA dan nilai bobot kering total terbesar terjadi pada perlakuan kontrol pada 12 MSA.
39 Grafik rata-rata bobot kering total gulma Digitaria adscendens pada Gambar 12 menunjukan nilai peningkatan dan penurunan yang stabil kecuali untuk perlakuan Kontrol dan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, dan tidak begitu besar nilai bobot kering dari setiap perlakuan bila dibandingkan dengan nilai bobot kering gulma yang lainnya pada 2 MSA hingga 10 MSA. Namun pada pengamatan 12 MSA mulai terlihat peningkatan nilai bobot kering yang begitu signifikan dari setiap perlakuan terutama untuk perlakuan kontrol dan perlakuan penyiangan manual.
Gambar 12. Grafik Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens
BK Digitaria adscendens
2,25 y = 0,116x + 1,862 R² = 1
2,2 2,15 2,1 2,05
diuron 500 g/l
2
Linear (diuron 500 g/l)
1,95 1,9 0
1
2
3
4
Dosis
Gambar 13. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens
40 Dari hasil regresi pada Gambar 13 menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC kurang efektif menekan bobot kering gulma Digitaria adscendens. Hasil regresi menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih tinggi. Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya Hasil sidik ragam bobot kering gulma Brachiaria distachya dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari Lampiran 8 dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC tidak memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2 MSA hingga 10 MSA, namun pada 12 MSA terlihat ada pengaruh yang nyata pada taraf 5 %. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Brachiaria distachya dapat dilihat pada Tabel 12 dan bentuk grafiknya dapat dilihat pada Gambar 14. Secara perhitungan statistik perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak berbeda tingkat efektifitasnya dalam menekan pertumbuhan gulma Brachiaria distachya. Tabel 12 menunjukan bahwa secara perhitungan statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan dari mulai pengamatan 2 MSA hingga 10 MSA, dan peningkatan serta penurunan nilai bobot kering gulma Brachiaria distachya terlihat stabil. Namun ketika memasuki 12 MSA terlihat adanya perbedaan yang nyata pada taraf 5 %, yang diakibatkan karena nilai bobot kering gulma Brachiaria distachya pada perlakuan kontrol meningkat drastis. Hal ini diakibatkan karena semakin menurunnya dominansi gulma-gulma daun lebar seperti Cleome rutidosperma seiring berjalannya pengamatan, sehingga memberikan ruang bagi gulma-gulma
rumput
seperti
Brachiaria distachya
untuk
meningkatkan
populasinya, seperti yang ditunjukan pada hasil analisis vegetasi akhir yang menunjukan adanya peningkatan dominansi gulma rumput seperti Brachiaria distachya pada pengamatan 12 MSA.
41 Tabel 12. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya Perlakuan
Dosis
Minggu Setelah Aplikasi (MSA) 2
4
6
8
10
12
2
---------------------------------(g/0.25m )-----------------------------------Kontrol
-
(0.77) 1.25 a
(1.73) 1.48 a
(0.34) 1.13 a
(4.03) 2.01 a
(11.38) 3.19 ab
(24.06) 4.50 a
Manual
-
(0.33) 1.13 a
(0.30) 1.13 a
(0.52) 1.20 a
(3.28) 1.96 a
(3.51) 2.03 ab
(4.50) 2.09 abc
0.5 l/ha
(0.00) 1.00 a
(3.11) 1.67 a
(1.95) 1.56 a
(2.84) 1.63 a
(6.50) 2.56 ab
(6.43) 2.34 abc
1.0 l/ha
(0.13) 1.06 a
(1.07) 1.36 a
(2.85) 1.73 a
(1.09) 1.33 a
(19.86) 4.16 a
(15.88) 3.78 ab
2.0 l/ha
(0.00) 1.00 a
(0.98) 1.32 a
(0.00) 1.00 a
(0.84) 1.27 a
(3.30) 1.69 b
(0.76) 1.25 c
3.0 l/ha
(0.00) 1.00 a
(0.00) 1.00 a
(0.23) 1.10 a
(1.00) 1.33 a
(2.83) 1.89 ab
(1.19) 1.35 bc
Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Diuron 500 g/l SC Keterangan : -
Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan. Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)
Grafik rata-rata bobot kering gulma Brachiaria distachya pada Gambar 14 menunjukan bahwa terjadi perubahan tingkat bobot kering dari setiap perlakuan yang stabil pada pengamatan 2 MSA hingga 8 MSA, namun ketika memasuki 10 MSA mulai terlihat peningkatan bobot kering gulma Brachiaria distachya yang signifikan terutama pada perlakuan kontrol dan perlakuan herbisida dengan dosis 1.0 l/ha yang memiliki tingkat bobot kering gulma Brachiaria distachya teringgi ketika pengamatan 10 MSA mengalahkan perlakuan kontrol. Namun memasuki pengamatan 12 MSA, banyak perlakuan herbisida dari bebrapa dosis mengalami sedikit penurunan tingkat bobot kering gulma Brachiaria distachya, sedangkan untuk perlakuan kontrol dan penyiangan manual tetap mengalami peningkatan. Hasil regresi menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih rendah (Gambar 15).
42
Gambar 14. Grafik Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya
BK Brachiaria distachya
3 2,5 2 1,5
y = -0,459x + 2,641 R² = 1
1
diuron 500 g/l Linear (diuron 500 g/l)
0,5 0 0
1
2
3
4
Dosis
Gambar 15. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya Fitotoksisitas pada Tanaman Tebu Salah satu pertimbangan yang penting dalam pemakaian herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, yaitu mematikan gulma, tetapi tidak merusak tanaman budidaya. Respon beberapa jenis tumbuhan yang berbeda pada satu jenis herbisida dengan dosis yang sama akan berbeda pula. Hal ini diakibatkan karena letak kegiatan herbisida itu pada masing-masing tumbuhan juga berbeda ataupun lama beradanya herbisida itu dalam tumbuhan yang berbeda (persistensi). Kemantapan beradanya herbisida dan letak kegiatannya dalam tubuh tumbuhan mempunyai hubungan yang erat dengan keselektifannya, penetrasi, dan translokasinya untuk mencapai sasaran. Laju masuknya herbisida ke dalam tubuh
43 tumbuhan tergantung dari stadia perkembangan tumbuhan pada saat aplikasi. Bagian tubuh tumbuhan di bawah dan diatas permukaan tanah diliputi suatu membran yang disebut dengan kutikula yang terdiri dari membran benda mati, non-seluler, dan lipoida yang merupakan penghalang utama masuknya herbisida (Moenandir, 1990). Pengamatan toksisitas herbisida diuron 500 g/l SC pada tanaman tebu yang dilakukan secara visual dengan memberikan skoring pada setiap tingkat keracunan tidak menunjukan adanya keracunan pada tanaman tebu dari setiap perlakuan dosis herbisida kecuali untuk perlakuan dengan dosis 3.0 l/ha. Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha menunjukan adanya keracunan ringan pada tanaman tebu. Pengamatan dalakukan sebanyak 3 kali pengamatan yaitu pada 4, 6, dan 8 MSA. Tidak adanya tingkat keracunan yang berarti pada tanaman tebu menunjukan bahwa tanaman tebu mampu memetabolisme komponenkomponen yang terdapat pada herbisida diuron 500 g/l SC pada dosis perlakuan yang diberikan pada percobaan ini. Data rata-rata tingkat toksisitas pada tanaman tebu dapat dilihat pada Tabel 13 dan grafiknya pada Gambar 16. Tingkat rata-rata skoring toksisitas yang tertinggi terjadi pada perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha yang termasuk kedalam tingkat keracunan yang ringan dengan nilai rata-rata skoring sebesar 1.12, sedangkan terendah adalah pada perlakuan dosis 0.5 l/ha dengan nilai 0.46 yang menunjukan tidak adanya keracunan. Perbandingan tingkat keracunan berdasarkan penampakan nekrosis dapat dilihat pada Lampiran 11. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor termasuk pengaruh tingkat dosis yang diberikan yang dapat menyebabkan herbisida diuron 500 g/l SC dapat bersifat selektif. Menurut Yakup (2002), menyatakan bahwa penghambatan atau pemacuan pertumbuhan suatu tumbuhan ditentukan oleh dosis/konsentrasi herbisida tersebut. Suatu herbisida pada dosis atau konsentrasi tertentu dapat bersifat selektif, tetapi bila dosis/konsentrasi dinaikan atau diturunkan berubah menjadi tidak selektif. Menurut Moenandir (1990) menyatakan bahwa gejala fitotoksik utama dari herbisida golongan urea termasuk jenis diuron adalah dalam daun. Gejala akut bila konsentrasi tinggi dalam daun muncul dalam beberapa hari, dengan
44 mula-mula berwarna hijau muda dan akhirnya nekrosis. Bila perlakuan herbisida melebihi dosis yang direkomendasikan juga bisa menyebabkan terjadinya klorosis pada daerah disekitar tulang dan urat daun yang akan menimbulkan warna kekuningan pada daun kemudian akan diikuti oleh pertumbuhan anakan yang melambat (Agustanti, 2006). Tabel 13. Data Nilai Rata-rata Tingkat Skoring Toksisitas pada Tanaman Tebu No
Perlakuan
1 2 3 4
0.5 l/ha 1.0 l/ha 2.0 l/ha 3.0 l/ha
Rata-rata tingkat Skoring Keracunan 4 MSA 6 MSA 8 MSA 0,47 0,45 0,47 0,72 0,80 0,77 0,45 0,60 0,57 1,12 1,10 1,15
Rata-rata 0,463 0,763 0,540 1,123
Untuk menghindari keracunan tebu akibat adanya aplikasi herbisida, harus diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi selektifitas herbisida tersebut. Adapun faktor-faktor yang ikut berperan dalam menentukan selektifitas herbisida adalah peranan tumbuhan, peranan herbisida (termasuk dosis), peranan lingkungan, dan peranan cara aplikasi (Yakup, 2002). Dilihat dari tingkat skoring keracunan dan dari efektifitas pengendalian gulma, perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha merupakan perlakuan yang lebih efisien dan efektif dalam menekan pertumbuhan gulma dan selektifitas terhadap keracunan pada tanaman tebu.
Gambar 16. Grafik Tingkat Skoring Toksistas pada Tanaman Tebu
45 Perbandingan dengan Pengendalian Mekanis Program pengendalian gulma yang tepat untuk memperoleh hasil yang memuaskan perlu dipikirkan terlebih dahulu. Pengetahuan biologis dari gulma (daur hidup) dan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan gulma sangat mendukung
dalam
program
ini.
Pengetahuan
mengenai
cara
gulma
berkembangbiak, menyebar, dan bereaksi dengan perubahan lingkungan dan cara gulma tumbuh pada keadaan yang berbeda-beda sangat penting untuk menentukan program pengendalian agar bisa efisien dan efektif baik dari segi biaya, waktu, dan tenaga kerja. Pengendalian mekanis merupakan suatu teknik pengendalian yang bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian-bagian sehingga gulma tersebut mati atau pertumbuhannya terhambat. Teknik pengendalian mekanis ini lebih banyak memanfaatkan kekuatan fisik atau mekanik. Praktek pengendalian secara mekanis ini biasanya dilakukan secara tradisional dengan tangan, alat sederhana, sampai penggunaan alat berat yang lebih madern. Cara ini umumnya cukup baik dilakukan pada berbagai jenis gulma setahun, tetapi pada kondisi tertentu juga efektif bagi gulma-gulma tahunan (Yakup, 2002). Pengendalian mekanis merupakan cara yang relatif tua dan masih banyak dilakukan meskipun secara ekonomis bisa lebih mahal dibandingkan caracara yang lain. Adapun beberapa teknik pengendalian mekanis yang biasa dilakukan adalah dengan pengolahan tanah, penyiangan, pencabutan, pembabatan, pembakaran, dan penggenangan. Pengendalian mekanis yang menjadi salah satu perlakuan pada percobaan ini adalah dengan penyiangan secara manual yang dilaksanakan pada pengamatan 6 MSA dengan menggunakan peralatan tradisional seperti kored dan sabit. Penyiangan manual biasanya membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan pengendalian secara kimia menggunakan herbisida. Penyiangan manual yang dilakukan dalam percobaan ini membutuhkan waktu rata-rata 25 menit/70 m2 menggunakan peralatan tradisional seperti kored dan sabit dengan teknik babat dempes, yang berarti bila dirata-ratakan untuk 1 ha membutuhkan waktu sekitar 59.52 jam atau sekitar 9 HOK (1 HOK = 7 jam). Sedangkan untuk perlakuan herbisida menggunakan alat sprayer knapsack semi
46 automatik dengan nozel T-jet, yang menggunakan volume somprot 400 l/ha, dan memiliki nozel output sebesar 0.8 l/menit, memerlukan waktu penyemprotan ratarata 3.5 menit/70 m2 atau sekitar 8.33 jam/ha (1.5 HOK). Pengendalian secara mekanis selain memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pengendalian secara kimia, juga memerlukan tenaga kerja yang banyak dan biaya yang lebih besar untuk membayar tenaga kerja tersebut. PT. PG. Rajawali II memiliki standar upah untuk karyawan harian lepas yaitu rata-rata Rp 25 000/HOK. Sedangkan untuk harga herbisida diuron 500 g/l SC yang diujikan dalam percobaan ini diperkirakan mempunyai harga jual sekitar Rp 100 000/liter. Perbandingan biaya yang dikeluarkan antara perlakuan penyiangan manual dengan perlakuan herbisida ditunjukan pada Tabel 14. Tabel 14.
Perbandingan Biaya antara Perlakuan Penyiangan Manual dengan Perlakuan Herbisida dengan Beberapa Dosis
Perlakuan Penyiangan Manual Diuron 500 g/l SC (dosis 0.5 l/ha) Diuron 500 g/l SC (dosis 1.0 l/ha) Diuron 500 g/l SC (dosis 2.0 l/ha) Diuron 500 g/l SC (dosis 3.0 l/ha)
Jumlah HOK
Upah KHL (Rp)
Biaya herbisida (Rp)
Biaya Total (Rp)
9 HOK
25 000/HOK
-
225 000
1.5 HOK
25 000/HOK
50 000
87 500
1.5 HOK
25 000/HOK
100 000
137 500
1.5 HOK
25 000/HOK
200 000
237 500
1.5 HOK
25 000/HOK
300 000
337 500
Keterangan : Biaya Total = (HOK x Upah KHL) + Biaya herbisida
Perbandingan tingkat kemampuan untuk menekan pertumbuhan gulma antara perlakuan penyiangan manual dengan perlakuan herbisida juga menunjukan bahwa perlakuan herbisida atau pengendalian secara kimia memiliki hasil yang lebih baik untuk menekan pertumbuhan gulma dibandingkan dengan perlakuan penyiangan manual atau secara mekanis. Terlihat pada pengamatan 8 MSA setelah dilakukannya penyiangan manual pada 6 MSA, menunjukan bahwa perlakuan penyiangan manual memiliki nilai bobot kering gulma yang lebih besar dibandingkan perlakuan herbisida pada semua dosis yang diujikan (Tabel 6).
47 Pembahasan Umum Perlakuan formulasi herbisida diuron 500 g/l SC pada semua tingkat dosis pada percobaan ini efektif mengendalikan gulma hingga 10 MSA. Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual dalam menekan bobot kering gulma total, gulma daun lebar, dan gulma dominan dari jenis daun lebar. Sedangkan untuk gulma dari golongan rumput dan gulma dominan dari jenis rumput tidak menunjukan perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan herbisida dengan perlakuan kontrol. Daya berantas herbisida diuron 500 g/l SC terlihat lebih baik pada gulma golongan daun lebar dibandingkan dengan gulma golongan rumput. Diuron merupakan jenis herbisida berspektrum luas, namun diuron lebih baik mengendalikan gulma dari golongan daun lebar (Thomson dalam Agustanti, 2006). Herbisida diuron 500 g/l SC yang digunakan dalam percobaan ini efektif dalam mengendalikan gulma sasaran. Hal ini diduga oleh kandungan bahan aktif yang cukup tinggi terkandung dalam herbisida yang diaplikasikan. Meonandir (1988) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi herbisida yang diterima oleh gulma akan meningkatkan penekanan herbisida terhadap gulma. Hasil perhitungan regresi linear dari setiap gulma dominan menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih rendah. Akobundu (1984) menyatakan bahwa herbisida yang diformulasikan dalam bentuk cair diharapkan untuk lebih efektif dari formulasi padat karena molekul-molekul herbisida dalam formulasi ini lebih halus dan lebih mudah untuk diserap oleh tumbuhan serta partikel tanah. Herbisida diuron 500 g/l SC merupakan jenis herbisida yang memiliki formulasi dalam bentuk cair yang juga diduga turut membantu partikel herbisida diserap kedalam tubuh tumbuhan. Perlakuan herbisidia diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha memberikan hasil yang terbaik dalam menekan pertumbuhan gulma, namun efeknya menimbulkan keracunan ringan pada tanaman tebu bila dibandingkan dengan perlakuan herbisida dengan dosis yang lebih rendah. Secara umum berdasarkan perhitungan statistik, perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC diantara dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak menunjukan perbedaan dalam menekan
48 pertumbuhan gulma.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan herbisida
diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha lebih efektif digunakan dalam menekan pertumbuhan gulma bila dibandingkan dengan perlakuan lain pada percobaan ini. Karena dengan dosis 0.5 l/ha sudah mampu menekan pertumbuhan gulma dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Dari semua dosis herbisida yang digunakan pada percobaan ini, hanya perlakuan herbisida dengan dosis paling tinggi yaitu 3.0 l/ha yang menunjukan adanya keracunan ringan pada tanaman tebu pada pengamatan 4, 6, dan 8 MSA. Menurut Rochecouste (1967) herbisida diuron secara umum tidak beracun saat diaplikasikan pada tanaman tebu dengan dosis yang direkomendasikan, meskipun herbisida ini mengenai permukaan daun tanaman tebu, tetapi tidak akan menimbulkan gejala keracunan. Perlakuan pengendalian secara kimia mengunakan herbisida pada percobaan ini menunjukan bahwa penggunaan herbisida lebih efisien dan efektif dari segi penekanan pertumbuhan gulma, waktu, biaya, dan tenaga kerja bila dibandingkan dengan perlakuan penyiangan manual.
Perlakuan penyiangan
manual menunjukan tingkat bobot kering gulma yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Namun pengendalian secara mekanis seperti pengolahan tanah penting dilakukan karena efektifitas herbisida akan lebih baik pada tanah yang telah diolah. Bila tanah telah diolah, biasanya biji gulma akan terangkat ke permukaan tanah dan dapat dikendalikan dengan lebih baik.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5-3.0 l/ha efektif dalam mengendalikan gulma pada pertanaman tebu hingga 10 MSA. Secara umum berdasarkan hasil analisis statistik, rata-rata diantara perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak berbeda tingkat pengendaliannya terhadap pertumbuhan gulma. Sehingga aplikasi herbisida dengan dosis 0.5 l/ha lebih efektif untuk diaplikasikan karena dengan dosis 0.5 l/ha sudah mampu mengendalikan pertumbuhan gulma dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Selama percobaan tidak ditemukan gejala keracunan pada perlakuan dosis 0.5-2.0 l/ha, namun pada perlakuan dengan dosis 3.0 l/ha menunjukan skoring keracunan ringan atau tidak terlalu membahayakan.
Saran Perlu dilakukan uji percobaan terlebih dahulu sebelum dilakukan aplikasi herbisida untuk mengetahui teknik yang tepat dalam pengambilan sampel gulma yang mewakili luasan gulma yang akan diambil, sehingga nilai koefisien keragamannya tidak akan terlalu tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Agustanti, V. M. F. 2006. Studi Keefektifan Herbisida Diuron dan Ametrin untuk Mengendalikan Gulma pada Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Skripsi. Departemen Agronomi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 hal. Akobundu, I. O. 1984. Weed Science in The Tropics : Principles and Practices. A Wiley Interscience Publications. John Wiley and Sons. London 265 p. Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 103 hal. Deptan. 2010. Luas areal dan produksi perkebunan seluruh Indonesia menurut pengusahaan. www. ditjenbun.deptan.go.id. html. 2 mei 2011. Harefa, T. 1997. Pengaruh Tekanan, Panjang Selang, dan Dosis Herbisida terhadap Jumlah dan Ukuran Diameter Butiran pada Alat Semprot (Sprayer) Bertenaga Traktor Tangan. Skripsi. Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. 86 hal. Kuntohartono, T. 1998. Pengendalian gulma terpadu sebagai upaya mengurangi ketergantungan akan herbisida impor. Gula Indonesia 23 (1) : 23-27. Moenandir, J. 1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Rajawali Press. Jakarta. 101 hal. Moenandir, J. 1990. Fisiologi Herbisida. Rajawali Press. Jakarta. 143 halaman. Moenandir, J. 1993. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Press. Jakarta. 100 halaman. Murwandono. 1984. Survey Gulma di Proyek Gula Camming. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan II Lahan Kering di Luar Jawa. Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula. Pasuruan. Halaman 124. Rahmawati, G. 1994. Analisis Tebu Tertinggal di Kebun pada Pabrik Gula Subang, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. 122 hal. Rouchecouste, E. 1967. Weed Control in Sugarcane : Research and Application Mauritius Sugar Industry Research. Reduit. Mauritius. 117 p. Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 254 hal. Sembodo, D.R.J. 1992. Dinamika Populasi Gulma dan Persistensi Herbisida Pra Tumbuh pada Tanah Podsolik Merah Kuning Pertanaman Tebu karena Pemberian Dolomit. Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor. 78 hal.
51
Sujarwadi. 1994. Studi Penetapan Persistensi Herbisida Ametryne, Diuron, dan Paraquat dengan Pemberian Blotong pada Tanah Latosol Darmaga dengan Metode Uji Hayati (Bioassay). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, IPB. Bogor . 65 hal. Sutiyoso, S. 1988. Penggunaan Herbisida di Lahan Kering. Dalam Prosiding Seminar HIGI-UNILA. Hal 53-63. Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Kerjasama Biotrop Bogor – Gramedia. Jakarta. 225 hal. Yakup, Y.S. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 159 halaman. Zainudin, L. 2007. Produksi Gula Tahun 2007. www.bisnis.com./servlet/page. [6 November 2011]
52
Lampiran 1. Sidik Ragam Persentase Penutupan Gulma Total Parameter (MSA)
2
4
6
8
10
12
Keterangan :
Sumber
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Ulangan
3
155.458333
51.819444
Perlakuan
5
7418.208333
1483.641667
Galat
15
339.291667
22.619444
Total
23
7912.958333
Ulangan
3
250.33333
83.44444
2.75 +
0.0791
Perlakuan
5
11741
2348.2
77.47 **
0.0001
Galat
15
454.66667
30.31111
Total
23
12446
Ulangan
3
425.66667
141.66667
2.01 tn
0.1558
Perlakuan
5
17274.83333
3454.96667
48.94 **
0.0001
Galat
15
1058.83333
70.58889
Total
23
18759.33333
Ulangan
3
391.5
130.5
2.29 tn
0.1202
Perlakuan
5
15049.3333
3009.86667
52.8 **
0.0001
Galat
15
855
57
Total
23
16295.83333
Ulangan
3
171.125
57.04167
0.49 tn
0.6969
Perlakuan
5
11756.875
2351.375
20.04 **
0.0001
Galat
15
1759.625
117.30833
Total
23
13687.625
Ulangan
3
308.166667
102.722222
0.09 tn
0.965
Perlakuan
5
7477
1495.4
1.3 tn
0.3172
Galat
15
17309.3333
1153.95556
Total 23 25094.5 - ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % - * = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % -
+
= Berpengaruh nyata pada taraf 10 %
- tn = Tidak berpengaruh nyata
Nilai F
Pr > F
KK (%)
2.29 tn
0.1199
16.566
65.59 **
0.0001
13.763
17.382
16.808
18.474
56.38161
53
Lampiran 2. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Total Parameter (MSA)
2
4
6
8
10
12
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Ulangan
3
1.97327917
0.65775972
2.25 tn
0.1249
Perlakuan
5
11.81537083
2.36307417
8.07 **
0.0007
Galat
15
4.39144583
0.29276306
Total
23
18.18009583
Ulangan
3
14.5046167
4.8348722
2.92 +
0.0683
Perlakuan
5
268.9697833
53.7939567
32.49 **
0.0001
Galat
15
24.8367833
1.6557856
Total
23
308.3111833
Ulangan
3
16.5775
5.52583333
15.92 **
0.0001
Perlakuan
5
90.7072
18.14144
52.28 **
0.0001
Galat
15
5.2053
0.34702
Total
23
112.49
Ulangan
3
4.7721125
1.59070417
1.07 tn
0.3929
Perlakuan
5
44.60372083
8.92074417
5.98 **
0.0031
Galat
15
22.3821625
1.49214417
Total
23
71.75799583
Ulangan
3
11.6271
3.8757
3.53 *
0.0411
Perlakuan
5
52.1055
10.4211
9.48 **
0.0003
Galat
15
16.4868
1.09912
Total
23
80.2194
Ulangan
3
1.2409125
0.4136375
0.03 tn
0.9925
Perlakuan
5
79.86547083
15.97309417
1.18 tn
0.366
Galat
15
203.6705125
13.5780342
Sumber
Total 23 284.7768958 Keterangan : - ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % - * = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % -
+
= Berpengaruh nyata pada taraf 10 %
- tn = Tidak berpengaruh nyata
Nilai F
Pr > F
KK (%) 29.201
24.717
12.133
22.028
14.745
46.58
54
Lampiran 3. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Daun Lebar Parameter (MSA)
2
4
6
8
10
12
Sumber
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Ulangan
3
0.62683333
0.20894444
Perlakuan
5
6.73258333
1.34651667
Galat
15
2.73651667
0.18243444
Total
23
10.09593333
Ulangan
3
11.7918458
Perlakuan
5
Galat Total
Pr > F
KK (%)
1.15 tn
0.3629
28.698
7.38 **
0.0011
3.9306153
2.41 tn
0.1075
312.0135708
62.4027142
38.27 **
0.0001
15
24.4604792
1.6306986
23
348.2658958
Ulangan
3
28.50923333
9.50307778
4.07 *
0.0266
Perlakuan
5
68.83285
13.76657
5.9 **
0.0033
Galat
15
34.9993167
2.3332878
Total
23
132.3414
Ulangan
3
7.21414583
2.40471528
1.94 tn
0.1665
Perlakuan
5
37.7928875
7.5585775
6.1 **
0.0028
Galat
15
18.59202917
1.23946861
Total
23
63.5990625
Ulangan
3
10.98476667
3.66158889
4.68 *
0.0169
Perlakuan
5
53.54268333
10.70853667
13.68 **
0.0001
Galat
15
11.74488333
0.78299222
Total
23
76.27233333
Ulangan
3
2.93935
0.97978333
0.11 tn
0.9521
Perlakuan
5
41.3584
8.27168
0.94 tn
0.483
Galat
15
131.8777
8.7918467
Total 23 176.17545 Keterangan : - ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % - * = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % -
+
= Berpengaruh nyata pada taraf 10 %
- tn = Tidak berpengaruh nyata
Nilai F
27.864
36.28291
21.7816
13.9495
46.4204
55
Lampiran 4. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Rumput Parameter (MSA)
2
4
6
8
10
12
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Nilai F
Pr > F
KK (%)
Ulangan
3
0.88074583
0.29358194
1.06 tn
0.3951
32.15496
Perlakuan
5
1.7575375
0.3515075
1.27 tn
0.3272
Galat
15
4.15227917
0.27681861
Total
23
6.7905625
Ulangan
3
1.89404583
0.63134861
0.68 tn
0.5781
Perlakuan
5
7.9620375
1.5924075
1.71 tn
0.1921
Galat
15
13.93737917
0.92915861
Total
23
23.7934625
Ulangan
3
2.04348333
0.68116111
0.89 tn
0.4696
Perlakuan
5
1.68055
0.33611
0.44 tn
0.8149
Galat
15
11.50161667
0.76677444
Total
23
15.22565
Ulangan
3
3.5298
1.1766
1.01 tn
0.4159
Perlakuan
5
7.81608333
1.56321667
1.34 tn
0.3004
Galat
15
17.48425
1.16561667
Total
23
28.83013333
Ulangan
3
1.0988125
0.36627083
0.24 tn
0.8648
Perlakuan
5
16.9259875
3.3851975
2.25 tn
0.1029
Galat
15
22.5845625
1.5056375
Total
23
40.6093625
Ulangan
3
0.99934583
0.33311528
0.07 tn
0.9731
Perlakuan
5
38.45622083
7.69124417
1.7 tn
0.1945
Galat
15
67.7235292
4.5149019
Sumber
Total 23 107.1790958 Keterangan : - ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % - * = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % -
+
= Berpengaruh nyata pada taraf 10 %
- tn = Tidak berpengaruh nyata
44.04015
44.96311
47.94836
38.66228
43.99613
56
Lampiran 5. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Cleome rutidosperma Parameter (MSA)
2
4
6
8
10
12
Keterangan :
Sumber
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Ulangan
3
0.62033333
0.20677778
Perlakuan
5
5.53658333
1.10731667
Galat
15
2.87861667
0.19190778
Total
23
9.03553333
Ulangan
3
17.9868278
5.9868278
3.13 +
0.0572
Perlakuan
5
230.47665
4.609.533
24.09 **
0.0001
Galat
15
28.7075167
1.9138344
Total
23
277.14465
Ulangan
3
29.1208125
9.7069375
10.28 **
0.0006
Perlakuan
5
84.59287083
16.91857417
17.91 **
0.0001
Galat
15
14.1697125
0.9446475
Total
23
127.8833958
Ulangan
3
5.52263333
1.84087778
2.13 tn
0.1391
Perlakuan
5
39.9066
7.98132
9.24 **
0.0004
Galat
15
12.96116667
0.86407778
Total
23
58.3904
Ulangan
3
10.8006
3.6002
2.92 +
0.0686
Perlakuan
5
70.29895
14.05979
11.39**
0.0001
Galat
15
18.51985
1.23465667
Total
23
99.6194
Ulangan
3
3.05378333
1.01792778
0.23 tn
0.877
Perlakuan
5
10.32255
2.06451
0.46 tn
0.8014
Galat
15
67.64091667
4.50939444
Total 23 81.01725 - ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % - * = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % -
+
= Berpengaruh nyata pada taraf 10 %
- tn = Tidak berpengaruh nyata
Pr > F
KK (%)
1.08 tn
0.3884
30.67
5.77 **
0.0036
Nilai F
33.88
23.87
26.75
23.92
81.02
57
Lampiran 6. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Borreria alata Parameter (MSA)
2
4
6
8
10
12
Keterangan :
Sumber
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Ulangan
3
0.0379125
0.0126375
Perlakuan
5
0.26072083
0.05214417
Galat
15
0.1873625
0.01249083
Total
23
0.48599583
Ulangan
3
1.86116667
Perlakuan
5
Galat
Pr > F
KK (%)
1.01 tn
0.4149
10.36837
4.17 *
0.0141
0.62038889
0.3 tn
0.8239
49.46543333
9.89308667
4.81 **
0.008
15
30.86873333
2.05791556
Total
23
82.19533333
Ulangan
3
2.6235125
0.87450417
1.16 tn
0.3573
Perlakuan
5
11.86532083
2.37306417
3.15 *
0.0385
Galat
15
11.2985625
0.7532375
Total
23
25.78739583
Ulangan
3
17.62414583
5.87471528
4.14 *
0.0252
Perlakuan
5
13.3612375
2.6722475
1.88 tn
0.157
Galat
15
21.27397917
1.41826528
Total
23
52.2593625
Ulangan
3
4.19996667
1.39998889
1.21 tn
0.3392
Perlakuan
5
12.44568333
2.48913667
2.16 tn
0.1143
Galat
15
17.31528333
1.15435222
Total
23
33.96093333
Ulangan
3
3.00077917
1.00025972
0.22 tn
0.8838
Perlakuan
5
29.3914875
5.8782975
1.27 tn
0.3275
Galat
15
69.4809958
4.6320664
Total 23 101.8732625 - ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % - * = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % -
+
= Berpengaruh nyata pada taraf 10 %
- tn = Tidak berpengaruh nyata
Nilai F
68.09543
47.89474
35.50979
28.60003
50.183
58
Lampiran 7. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Digitaria adscendens Parameter (MSA)
2
4
6
8
10
12
Keterangan :
Sumber
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Ulangan
3
0.34683333
0.11561111
Perlakuan
5
1.42928333
0.28585667
Galat
15
3.99181667
0.26612111
Total
23
5.76793333
Ulangan
3
2.84601667
Perlakuan
5
Galat
Pr > F
KK (%)
0.43 tn
0.7315
38.30712
1.07 tn
0.4132
0.94867222
0.75 tn
0.5402
4.43153333
0.88630667
0.7 tn
0.6327
15
19.02463333
1.26830889
Total
23
26.30218333
Ulangan
3
1.4538125
0.48460417
0.76 tn
0.5346
Perlakuan
5
1.02842083
0.20568417
0.32 tn
0.892
Galat
15
9.5839625
0.63893083
Total
23
12.06619583
Ulangan
3
5.98995
1.99665
2.06 tn
0.149
Perlakuan
5
3.32333333
0.6646667
0.68 tn
0.6421
Galat
15
14.5577
0.97051333
Total
23
23.87098333
Ulangan
3
0.4939
0.16463333
0.42 tn
0.7445
Perlakuan
5
7.1236
1.42472
3.59 *
0.0246
Galat
15
5.9461
0.39640667
Total
23
13.5636
Ulangan
3
3.15263333
1.05087778
0.38 tn
0.7686
Perlakuan
5
30.66053333
6.13210667
2.22 tn
0.1063
Galat
15
41.44116667
2.76274444
Total 23 75.25433333 - ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % - * = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % -
+
= Berpengaruh nyata pada taraf 10 %
- tn = Tidak berpengaruh nyata
Nilai F
65.31806
55.97886
66.52648
39.59801
42.71051
59
Lampiran 8. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Brachiaria distachya Parameter (MSA)
2
4
6
8
10
12
Keterangan :
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Nilai F
Pr > F
KK (%)
Ulangan
3
0.17521667
0.05840556
1.02 tn
0.4098
22.23186
Perlakuan
5
0.21153333
0.04230667
0.74 tn
0.6041
Galat
15
0.85543333
0.05702889
Total
23
1.24218333
Ulangan
3
0.15864583
0.05288194
0.09 tn
0.9665
Perlakuan
5
1.14257083
0.22851417
0.37 tn
0.8594
Galat
15
9.19227917
0.61281861
Total
23
10.49349583
Ulangan
3
0.78864583
0.26288194
0.76 tn
0.5358
Perlakuan
5
1.6714375
0.3342875
0.96 tn
0.4714
Galat
15
5.21337917
0.34755861
Total
23
7.6734625
Ulangan
3
1.85554583
0.61851528
0.8 tn
0.5117
Perlakuan
5
2.24587083
0.44917417
0.58 tn
0.7129
Galat
15
11.5607917
0.77071194
Total
23
15.66209583
Ulangan
3
2.50904583
0.83634861
0.39 tn
0.7635
Perlakuan
5
17.8033375
3.5606675
1.65 tn
0.2071
Galat
15
32.35607917
2.15707194
Total
23
52.6684625
Ulangan
3
10.14113333
3.38037778
1.47 tn
0.2626
Perlakuan
5
34.75033333
6.95006667
3.02 *
0.044
Galat
15
34.48506667
2.29900444
Sumber
Total 23 79.37653333 - ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % - * = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % -
+
= Berpengaruh nyata pada taraf 10 %
- tn = Tidak berpengaruh nyata
58.98856
45.74518
55.22844
56.73384
59.38304
60
Lampiran 9. Perbandingan Pertumbuhan Gulma pada Setiap Petak Perlakuan pada 2 MSA
Dosis 0.5 l/ha
Dosis 2.0 l/ha
Kontrol
Dosis 1.0 l/ha
Dosis 3.0 l/ha
Penyiangan Manual
61
Lampiran 10. Perbandingan Pertumbuhan Gulma pada Setiap Petak Perlakuan pada 12 MSA
Dosis 0.5 l/ha
Dosis 2.0 l/ha
Kontrol
Dosis 1.0 l/ha
Dosis 3.0 l/ha
Penyiangan Manual
62
Lampiran 11. Perbandingan Tingkat Toksisitas pada Tanaman Tebu dari Setiap Perlakuan Dosis Herbisida pada 6 MSA
Dosis 0.5 l/ha
Dosis 1.0 l/ha
Dosis 2.0 l/ha
Dosis 3.0 l/ha
63
Lampiran 12. Denah Satuan Petak Perlakuan dan Pengambilan Contoh Gulma serta Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L)
1a
3a
1b
3b
10 m
3a
2a
3b
2b
2a
1a
2b
1b
7m
Keterangan gambar : Tanaman tebu yang diamati tingkat fitotoksisitasnya Satuan petak perlakuan terdiri atas 5 guludan 1
Petak kuadrat pengambilan contoh gulma 1 bulan setelah aplikasi
1
1
2 1
Petak kuadrat pengambilan contoh gulma 2 bulan setelah aplikasi
1 1
3 1
1 1 1
Petak kuadrat pengambilan contoh gulma 3 bulan setelah aplikasi
64
Lampiran 13. Denah Petak Lahan dengan Enam Perlakuan dan Empat Ulangan
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Ulangan 4
F KONTROL
E PENYIANG AN MANUAL
B 1.0 l/ha (1/2 A)
C 2.0 l/ha (A)
E PENYIANGA N MANUAL
F KONTROL
C 2.0 l/ha (A)
E PENYIANGA N MANUAL
D 3.0 l/ha (11/2 A)
C 2.0 l/ha (A)
F KONTROL
A 0.5 l/ha
C 2.0 l/ha (A)
D 3.0 l/ha (11/2 A)
A 0.5 l/ha
F KONTROL
B 1.0 l/ha (1/2 A)
A 0.5 l/ha
D 3.0 l/ha (11/2 A)
B 1.0 l/ha (1/2 A)
A 0.5 l/ha
B 1.0 l/ha (1/2 A)
E PENYIANG AN MANUAL
D 3.0 l/ha (11/2 A)
Lampiran 14. Data Curah Hujan PT. PG. Rajawali II unit Subang Tahun Bulan
2006
2007
2008
2009
2010
2011
MM
HH
MM
HH
MM
HH
MM
HH
MM
HH
MM
HH
Januari
603.9
24
234.7
19
369.7
23
357.9
18
330.8
27
125.0
12
Februari
187.9
18
323.0
18
412.6
27
520.4
21
264.3
20
163.6
14
Maret
264.0
15
339.3
20
235.0
23
214.3
19
251.1
21
142.6
12
April
102.6
14
214.2
16
180.0
15
147.0
17
226.3
19
5.9
1
Mei
107.0
10
55.7
10
11.9
6
120.8
12
209.3
18
-
-
Juni
8.0
2
107.7
6
22.0
3
40.3
6
62.0
9
-
-
Juli
9.5
1
6.0
2
-
-
-
-
56.3
7
-
-
Agustus
-
-
2.2
1
6.7
1
-
-
50.0
10
-
-
September
0.5
1
4.5
1
-
-
14.8
3
201.7
14
-
-
Oktober
11.4
4
48.5
9
197.5
10
27.3
8
126.8
12
-
-
November
10.1
4
198.1
15
255.8
18
217.7
16
335.4
15
-
-
Desember Jumlah
210.4
15
206.8
16
196.9
24
124.7
17
247.7
18
-
-
1515.3
108
1740.5
133
1888.2
150
1785.2
137
2361.9
190
437.1
39