Utami Diah Pramesti dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):359-364, April 2013
PENGARUH UMUR DAN SANITASI TERHADAP KOKSIDIOSIS PADA KELINCI DI SENTRA PETERNAKAN KELINCI DI KABUPATEN BANYUMAS (THE INFLUENCE OF AGE OF RABBIT AND SANITATION AT RABBIT FARMING CENTRE IN BANYUMAS ON COCCIDIOSIS) Utami Diah Pramesti, M Indradji, dan Diana Indrasanti Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan tanggal 7 Juni 2012 sampai tanggal 7 Agustus 2012. Tujuan penelitian adalah (1) Mengetahui tingkat prevalensi koksidiosis di sentra peternakan kelinci di Kabupaten Banyumas, (2) Mengetahui pengaruh kisaran umur dan sanitasi terhadap kejadian koksidiosis pada kelinci di sentra peternakan kelinci di Kabupaten Banyumas. Metode penelitian yang digunakan adalah survei, dengan sasaran penelitian adalah ternak kelinci yang berumur < 4 bulan dan yang berumur > 4 bulan, sanitasi kandang kelinci dengan kriteria: bersih dan kotor. Teknik analisis data adalah analisis deskriptif dalam menguraikan tingkat prevalensi koksidiosis di sentra peternakan kelinci di Kabupaten Banyumas dengan lokasi pengambilan sampel di Kecamatan Sumbang (Karanggintung), Kecamatan Sokaraja (Sokaraja Lor), Kecamatan Sumpiuh (Sumpiuh), Kecamatan Banyumas (Kemranjen) dan Kecamatan Baturaden (Banjarsari Wetan, Banjarsari Kulon dan Rempoah) dan analisis chi-square untuk mengetahui pengaruh variabel umur dan sanitasi terhadap koksidiosis pada kelinci. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat prevalensi pada sentra ternak kelinci di Kabupaten Banyumas sebesar 40,09%. Koksidiosis yang menyerang kelinci tidak dipengaruhi oleh umur (P>0,05), sehingga mempertegas pendapat bahwa penyakit koksidiosis dapat menyerang kelinci pada semua tingkat umur. Sanitasi juga tidak berpengaruh terhadap penyakit koksidiosis (P>0,05), dikarenakan kebersihan kandang kelinci pada sampel peternakan kondisinya relatif serupa. Kata kunci: kelinci, prevalensi, koksidiosis, umur, sanitasi ABSTRACK This study was conducted on 7th June 2012 to 7th August 2012. The objective of this research was (1) to determine the prevalence rate of the coccidiosis to age and sanitation at rabbit breeding centers in Banyumas , (2) to know the influence of rabbits’ age range and sanitation to coccidiosis at rabbit breeding centers in Banyumas. The research method used was survey method and the research target were rabbits aged <4 months and aged > 4 months and also the clean and dirty rabbit’s cage sanitation criteria. Analysis techniques used were descriptive analysis in analyzing the prevalence of coccidiosis at rabbit breeding centers in Banyumas with sampling sites in Sumbang sub district (Karanggintung), Sokaraja sub district (Sokaraja Lor), Sumpiuh sub district (Sumpiuh), Banyumas sub district (Kemranjen) and Baturaden sub district (Banjarsari Wetan, Banjarsari Kulon and Rempoah), while chi-square analyses were used to determine the influence of age and sanitation variables to coccidiosis on rabbits. The results showed that the prevalence rate in some rabbit farming centers in Banyumas district amounted to 40,09%. Coccidiosis that attacked the rabbits was not influenced by age because coccidiosis was able to infect the rabbits at all ages (P>0,05). Sanitation had no effect on the coccidiosis (P>0,05) since the condition of rabbits’ cage hygiene at the sampling sites relatively similar. Keywords: Rabbits, Prevalence, Coccidiosis, Ages, Sanitation
359
Utami Diah Pramesti dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):359-364, April 2013
PENDAHULUAN Kelinci merupakan salah satu komoditi peternakan yang potensial sebagai penyedia daging dan salah satu aneka ternak yang mendapat perhatian pemerintah untuk dikembangbiakkan. Kelinci mempunyai potensi yang sangat besar dan mudah diusahakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Manfaat kelinci selain diambil dagingnya, dapat juga dijadikan sebagai hewan percobaan dan hewan pemeliharaan (hewan hias). Hal tersebut yang menyebabkan banyaknya peminat masyarakat terhadap kelinci, sehingga populasi kelinci perlu diperhatikan dan ditingkatkan (Hustamin dan Dani, 2007). Usaha peternakan rakyat kelinci tidak terlepas dari berbagai hambatan internal kelinci. Salah satu kendala tersebut adalah penyakit koksidiosis. Koksidiosis merupakan salah satu penyakit parasit protozoa yang paling sering dan umum terjadi yang menyebabkan gangguan pertumbuhan dan penggunaan nutrisi. Penyakit tersebut ditandai dengan penurunan berat badan, diare yang sering hingga diare hebat dengan feses mengandung mukus dan atau darah yang mengakibatkan dehidrasi dan penurunan perkembangbiakkan serta mortalitas yang tinggi pada kelinci. Sebelum wabah koksidiosis terjadi di peternakan, usaha terbaik adalah dengan mencegah timbulnya penyakit tersebut dengan menerapkan manajemen pemeliharaan yang ketat. Seperti melakukan sanitasi yang baik terhadap kandang dan lingkungannya, maupun dengan obat tertentu yang dicampurkan dalam pakan yang lazim disebut koksidiostat (Setyawati dan Yuwono, 2006). Sehingga kejadian penelitian ini akan bermaksud untuk mengetahui bagaimana pengaruh umur dan sanitasi terhadap koksidiosis dan berapa angka kejadian penyakit koksidiosis di sentra peternakan kelinci di Kabupaten Banyumas. METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : kelinci umur kurang dari 4 bulan, dan kelinci umur lebih dari 4 bulan dimana yang terinfeksi koksidiosis 17 ekor dan yang tidak terinfeksi 37 ekor, sehingga total jumlahnya sebanyak 54 ekor. Alat yang digunakan selama penelitian untuk menghitung ookista yaitu spuit injeksi, mortir, mikroskop listrik, termos, tabung reaksi, object glass, cover glass, tabung mikrohematokrit, sentrifuse, pipet, kertas, dan label. Bahan yang digunakan selama penelitian yaitu feses, garam jenuh 23%, aquadest, alkohol 70%. Penelitian menggunakan metode survei dengan menggunakan rancangan convenient sampling/selected sampling (Atmosukarto, 1994) dan pemeriksaan feses dengan metode natif dan sentrifus (Subekti dkk., 2007). Peubah yang diukur adalah umur (umur dibagi menjadi 2 yaitu umur < 4 bulan, umur > 4 bulan) dan sanitasi (sanitasi dibagi menjadi 2 yaitu sanitasi kotor dan sanitasi bersih. Didefinisikan sanitasi bersih yaitu sebagai kondisi yang tidak lembab, tidak berbau menyengat diluar itu dikondensikan sebagai kondisi kotor. Data yang diperoleh setelah penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis Chi-Square. HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi Koksidiosis di Sentra Peternakan Kelinci Kabupaten Banyumas Prevalensi adalah suatu bagian dari studi epidemiologi yaitu jumlah ternak dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu rentan waktu yang 360
Utami Diah Pramesti dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):359-364, April 2013
dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal (Timmreck, 2004). Analisis mengenai prevalensi kelinci berdasarkan lokasi sentra peternak kelinci di Kabupaten Banyumas dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Perhitungan Prevalensi Berdasarkan Lokasi No Lokasi Jumlah Kelinci Jumlah Kelinci yang Terinfeksi (ekor) 1 Karanggintung 45 9 2 Banyumas 9 1 3 Banjarsari Wetan 73 3 4 Rempoah 82 4 5 Kedungbanteng 60 0 6 Sumampir 125 0 7 Banjarsari Kulon 29 0 8 Sumpiuh 25 0 Total 448 17
Prevalensi (%) 20 11,11 4,10 4,88 0 0 0 0 40,09
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 54 sampel kelinci di Kabupaten Banyumas pada berbagai umur, terdapat 17 ekor kelinci yang positif terinfeksi koksidiosis atau sebesar 44,58% dari total sampel. Terdapat delapan kelompok tingkat prevalensi yang dibedakan berdasarkan lokasi. Tingkat prevalensi tertinggi terdapat di Karanggintung yaitu sebesar 20% atau 9 ekor yang positif terinfeksi dari 45 ekor jumlah kelinci, sedangkan tingkat prevalensi terendah terdapat pada Banjarsari Wetan sebesar 4,10% atau 3 ekor yang positif terinfeksi dari 75 ekor jumlah kelinci dan Banyumas sebesar 11,11% atau 1 ekor dari 9 ekor jumlah kelinci yang dipelihara . Tingginya tingkat prevalensi pada suatu daerah kemungkinan disebabkan oleh pakan ternak yang berasal dari hijauan rumput yang diberikan. Hal tersebut disebabkan pengambilan rumput atau hijauan oleh peternak dilakukan pada pagi dan sore hari, dimana pada waktu tersebut hijauan cenderung tercemar Eimeria sp. sehingga memperbesar kemungkinan kelinci terserang penyakit. Sedangkan sanitasi daerah di Karanggintung tergolong bersih diantara delapan sentra ternak kelinci dalam penelitian ini. Diduga faktor umur kelinci yang sudah lepas sapih jadi masih rentan kekebalan tubuhnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Bariroh dkk. (2001) yang menyebutkan bahwa 90% koksidiosis menyerang kelinci lepas sapih hingga umur 6 bulan. Penyebab rendahnya prevalensi di suatu daerah kemungkinan dikarenakan pengambilan pakan pada waktu siang hari dimana Eimeria sp. akan mati saat terkena sinar matahari walaupun sanitasi pada daerah tersebut tergolong kotor. Pada masa peralihan tersebut tingkat kekebalan umur kelinci masih rendah sehingga rentan untuk terinfeksi bakteri yang bisa masuk ke tubuh ternak kapan saja. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Brahmantiyo dan Raharjo. (2001), menyatakan bahwa anak kelinci disapih oleh induknya rata-rata pada umur 6-8 minggu. Diduga kelinci yang terserang diare non infeksi dapat disembuhkan sedangkan kelinci yang terserang penyakit disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, protozoa, kapang atau agen infeksi yang lain tidak dapat disembuhkan. Data penelitian yang teramati dari pemeriksaan 54 ekor kelinci yang mengalami diare hanya 17 ekor yang terdiagnosa terinfeksi koksidiosis 31,48% yang berarti 68,52% kelinci yang mengalami diare tidak disebabkan oleh koksidiosis. Sehingga, koksidiosis di 361
Utami Diah Pramesti dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):359-364, April 2013
Kabupaten Banyumas memiliki prevalensi lebih dari separuh (40,09%) dari kelinci yang mengalami diare dan kembung (53,96%) (Setyawati dkk., 2012). Pengaruh Umur Terhadap Koksidiosis Berdasarkan perhitungan menggunakan analisis Chi-Square menunjukkan bahwa Fhit lebih kecil dari Ftabel ini menunjukan bahwa umur tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh umur kelinci tidak berpengaruh nyata terhadap koksidiosis, dikarenakan penyakit koksidiosis dapat menyerang kelinci dalam berbagai umur. Namun hal teresebut tidak sesuai dengan pendapat Al-Mathal (2008), yang menyatakan bahwa koksidiosis yang disebabkan oleh spesies Eimeria steidae lebih sering menginfeksi kelinci muda (umur 2 bulan), kemudian rata-rata kejadian koksidiosis akan menurun seiring dengan bertambahnya umur. Karena semakin bertambahnya umur kelinci kekebalan tubuhnya menjadi lebih kebal terhadap penyakit daripada pada waktu masih umur muda. Menurut Levine (1990), anak kelinci harus disapih seawal mungkin dan dipisahkan dari induknya, sebab kelinci dewasa (carier) merupakan sumber infeksi bagi kelinci umur muda. Pada penelitian ini, total jumlah kelinci yang berada pada umur kurang dari 4 bulan sebanyak 36 ekor, pada umur tersebut terdapat 14 ekor yang positif yang terinfeksi koksidiosis dan yang tidak terinfeksi sebanyak 22 ekor. Sedangkan total kelinci yang berada pada umur lebih dari 4 bulan sebanyak 17 ekor dengan 3 ekor yang terinfeksi koksidiosis dan 14 ekor yang tidak terkena koksidiosis. Dikarenakan kekebalan tubuh pada ternak tersebut masih kurang begitu kuat karena masih dalam keadaan lepas sapih dari induknya. Walaupun tidak jarang juga penyakit koksisdiosis juga dapat menyerang kelinci umur produktif dikarenakan kebersihan pakan yang diberikan ataupun tingkat sanitasi kandang ternak yang masih kotor (Bariroh dkk, 2001). Pengaruh Sanitasi Terhadap Koksidiosis Berdasarkan perhitungan menggunakan analisis Chi-Square bahwa Fhit lebih kecil dari Ftabel menunjukan bahwa sanitasi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05), sehingga sanitasi tidak mempengaruhi penyakit koksidiosis pada ternak kelinci. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan antara induk kelinci yang karier koksidiosis berada dalam kandang yang sama dengan anak-anak kelinci yang belum lepas sapih. Sehingga induk kelinci menjadi sumber penularan koksidiosis pada anak-anak kelinci. Hasil pengamatan terhadap sanitasi pada tatalaksana perkandangan di tempat penelitian sebagian besar masih terdapat kandang yang kotor dan lembab menyebabkan lalat dan hewan kecil yang berterbangan di sekitar kandang yang dapat menularkan penyakit, selain itu sebagian kandang dibiarkan tidak terkena sinar matahari. Menurut pendapat Brahmantiyo dan Raharjo (2001) sinar matahari pada pagi hari sangat penting bagi kesehatan tubuh ternak. Sampel kelinci yang terserang penyakit koksidiosis yang dipengaruhi oleh sanitasi kotor berjumlah 3 ekor dan pada sanitasi bersih berjumlah 14 ekor. Hal tersebut dikarenakan faktor kebersihan kandang yang belum terjaga dengan baik maupun dari segi pakan yang diberikan kurang terjaga kebersihannya pada waktu pengambilannya, serta diduga tertularnya kelinci muda dengan kelinci dewasa yang pernah terserang penyakit koksidiosis. Usaha pencegahan dari penyakit koksidiosis dilakukan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan disekitar kandang termasuk tempat pakan dan tempat minum setiap hari dengan 362
Utami Diah Pramesti dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):359-364, April 2013
dicuci bersih, sanitasi yang baik akan menekan perkembangan penyakit yang menyerang terhadap ternak kelinci maupun peternak itu sendiri. Kandang pemeliharaan diusahakan selalu kering agar tidak menjadi sarang penyakit bagi kelinci, karena kandang yang lembab dan basah menyebabkan kelinci mudah terserang penyakit dan menyebabkan siklus hidup bakteri/kuman cepat berkembangbiak. Menurut pendapat Fitri (2010) bahwa beternak kelinci sebaiknya ditempat yang memiliki iklim sedang dengan suhu ideal 15-20°C, karena kelinci sangat peka terhadap suhu lingkungan dan kelembaban yang tinggi. Pada penelitian terdapat peternakan kelinci yang telah menerapkan sanitasi sesuai standar kebersihan, diantaranya pada daerah Karanggintung dan Rempoah. Peternak tersebut membersihan kandang kelincinya setiap dua kali sehari, tempat pakan dan minum kelinci yang diberikan juga selalu dibersihkan. Namun ada pula yang masih dan dikontrol belum sesuai standar kebersihan, diantaranya pada peternakan Rempoah dan Banjarsari Kulon, dimana kandang kelinci dibersihkan sekali dalam sehari, pembuangan kotoran dan sisa pakan yang masih tercecer disekitar kandang, tempat pakan dan minum juga jarang dibersihkan. Pakan yang diberikan pada kelinci tidak dikontrol dan diperhatikan apakah sudah berjamur ataupun belum. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan peternak yang belum mengetahui secara luas tentang cara pemeliharaan yang benar dan baik terhadap ternak kelinci yang dipeliharanya. Menurut pendapat Kartadisastra (1994) pakan yang tercecer dan tidak cepat dibersihkan dapat dijadikan sarang bakteri ataupun lalat sebagai tempat menetaskan telur lalat, hal tersebut dapat mengakibatkan ternak kelinci mudah terserang penyakit dengan cepat dan menularkan kepada ternak kelinci lainnya. SIMPULAN 1. Tingkat prevalensi pada sentra ternak kelinci di Kabupaten Banyumas sebesar terjadi di daerah Karanggintung yaitu dengan tingkat prevalensi sebesar 20% dan terendah 4,10%. 2. Penyakit koksidiosis yang menyerang kelinci tidak dipengaruhi oleh umur dan sanitasi. DAFTAR PUSTAKA Atmosukarto K. 1994. Cara Pengambilan dan Penentuan Besar Sampel Untuk Penelitian Sosial. Media Litbangkes Vol. IV Puslit Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes. Al-Mathal. 2008. Hepatic Coccidiosis of the Domestic Orycolagus cuniculus domesticus L. In Saudi Arabia. World Journal of Zoology. 3 (1): 30-35. Bariroh, N.R, Wafiatiningsih, I. Sulistyono dan R.A. Saptani. 2001. Prospek Pengembangan Kelinci Non-Lokal di Kalimantan Timur. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Agribisnis Kelinci. Samarinda dan Bogor. Brahmantiyo, B dan Y.C. Raharjo. 2001. Pengembangan Pembibitan Kelinci di Pedesaan dalam Menunjang Potensi dan Prospek Agribisnis Peternakan. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Agribisnis Kelinci. Bogor. Fitri, I. M. 2010. Sistem Pakar Untuk Memprediksi Jenis Penyakit Pada Kelinci dengan Metode Forward Chaining. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Jawa Timur. Hustamin R. dan Dani. 2007. Panduan Memelihara Kelinci Hias. Cetakan ketiga. Agro Media Pustaka. Jakarta. 363
Utami Diah Pramesti dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):359-364, April 2013
Kartadisatra, H. R. 1994. Beternak Kelinci Unggul. Angkasa. Bandung. Levine, N.D. 1990. Text Book Of Veterinary Parasitology. Penerjemah G. Ashadi. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. P : 147-150, 420-424, 521. Setyawati, S.J.A dan Endro Yuwono. 2006. Upaya Peningkatan Kekebalan Broiler Terhadap Penyakit Koksidiosis Melalui Infeksi Simultan Ookista. Animal Production. Vol. 8, No. 1. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Setyawati, S.J.A., Indrasanti, D., Hastuti, S., S., Yuwono, E., Indradji, M., Prabowo, D. 2012. Inventarisasi Penyakit Ternak Kelinci di Sentra Peternak Kelinci di Kabupaten Banyumas. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Agribisnis Peternakan dalam Mendukung Pemenuhan Protein Hewani Nasional. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Subekti, S., S. Koesdarto, S. Mumpuni, H. Puspitawati, dan Kusnoto. 2007. Penuntun Praktikum Teknik Laboratorium Seksion Ilmu Penyakit Helminth Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Sutisna, A. 2005. Usaha Budidya dan Pemasaran Produk Kelinci di Wilayah Jawa Barat. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Bandung. Timmreck. T.C. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar. Edisi 2. Penerbit. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
364