Putri Meisari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):353-358, April 2013
TOTAL NILAI PACKED CELL VOLUME (PCV) DAN ERITROSIT KELINCI YANG TERINFEKSI KOKSIDIOSIS DI KABUPATEN BANYUMAS. TOTAL VALUE PACKED CELL VOLUME (PCV) AND ERYTHROCYTES INFECTED RABBIT COCCIDIOSIS IN BANYUMAS Putri Meisari, Mohandas Indradji dan Diana Indrasanti Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh koksidiosis terhadap kadar Packed Cell Volume (PCV) dan jumlah eritrosit pada kelinci di Kabupaten Banyumas. Penelitian menggunakan metode survei dan metode laboratoris. Pengambilan sampel menggunakan metode convenient sampling/ accident sampling/ selected sampling (tidak terikat).Sasaran penelitian adalah peternakan kelinci di Kabupaten Banyumas. Model analisis yang digunakan adalah Pengujian Student (T test). Hasil penelitian diperoleh rataan (Ŷa) total Packed Cell Volume (PCV) kelinci yang terinfeksi koksidiosis 3,1757 x 106 dan rataan (Ŷb) Packed Cell Volume (PCV) total kelinci yang tidak terinfeksi koksidiosi 1,5900 x 106. Rataan (Ŷa) jumlah eritrosit kelinci yang terinfeksi koksidiosis 28,29% dan rataan (Ŷa) jumlah eritrosit kelinci yang tidak terinfeksi koksidiosis 29,75%. Hasil uji t menunjukan bahwa koksidiosis tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan total Packed Cell Volume (PCV) (P > 0,05) namun berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah eritrosit (P < 0.05). Kata Kunci : Packed Cell Volume (PCV), Eritrosit, Kelinci, Koksidiosis ABSTRACT The aim of this research was to determine the effect of rabbit coccidiosis on levels of Packed Cell Volume (PCV) and the number of erythrocytes in Banyumas. The research used survey methods and laboratory methods. The samplied was taken by convenient sampling method/ accident sampling /selected sampling (not attached). Target of the research was rabbit farms in Banyumas. The analysis model was used Student Testing (T test). The results were obtained by averaging (Ŷ a) Total Packed Cell Volume (PCV) of infected rabbit coccidiosis 3.1757 x 106 and the average (Ŷ b) Packed Cell Volume (PCV) of total non-infected rabbits coccidiosis 1.5900 x 106. The average (Ŷ a) number of erythrocytes infected rabbit coccidiosis 28.29% (Ŷ a) and the average number of erythrocytes uninfected rabbit coccidiosis 29.75%. The T test results showed that coccidiosis did not significantly affect the total decline Packed Cell Volume (PCV) (P> 0.05) but significantly affect on decreasing the number of erythrocytes (P <0.05). Key words : Packed Cell Volume (PCV), Erythrocytes, Rabbit, Coccidiosis PENDAHULUAN Peternakan Kelinci memiliki potensi yang sangat besar untuk mendukung perekonomian dan ketahanan pangan nasional. Kelinci merupakan salah satu komoditi peternakan yang potensial sebagai penyedia daging dalam hal diversifikasi sumber protein hewani. Kelinci juga mempunyai kualitas daging yang baik dengan kadar protein tinggi (20,8%), namun kadar lemak rendah (10,2%) dan kolesterol rendah dibandingkan daging ternak lain (Iskandar, 2001). Kelinci mempunyai daya adaptasi tubuh yang relatif tinggi sehingga mampu hidup di hampir seluruh dunia. Kendala yang sering terjadi dalam beternak kelinci adalah serangan penyakit. 353
Putri Meisari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):353-358, April 2013
Menurut Iskandar (2005), salah satu penyakit yang sering menjadi kendala beternak kelinci yaitu penyakit koksidiosis. Koksidiosis merupakan salah satu penyakit parasitik di sebabkan oleh Eimeria sp. Menurut Iskandar (2005), penyakit koksidiosis pada kelinci dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi, karena pada umumnya kelinci yang terinfeksi koksidiosis nafsu makannya akan menurun, kurus dan dapat menyebabkan kematian secara mendadak setelah mengalami diare. Selain dampak negatif secara ekonomi, penyakit koksidiosis juga dapat menyebabkan kelinci tidak tumbuh normal dan kerugian secara fisiologis. Pemeriksaan darah (hematologi klinis) merupakan salah satu metode untuk menetapkan suatu diagnosis penyakit yang dapat memberi gambaran tentang keadaan patologis dan fisiologis. Melalui pemeriksaan ini dapat diketahui adanya kelainan-kelainan dalam darah atau organ-organ pembentuk darah, serta kelainan darah akibat proses sistemik (Guyton dan Hall, 1982). Koksidiosis merupakan penyakit yang menyerang kelinci terutama umur muda (5-8 minggu) sedang kelinci dewasa cenderung karier. Penyakit koksidiosis yang terjadi pada kelinci umur 2,5 bulan dapat menyebabkan anemia yang ditandai menurunnya kadar haemoglobin, nilai Packed Cell Volume (PCV) dan total eritrosit (Tyasseta, 2009). Dengan demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai total Packed Cell volume (PCV) dan eritrosit pada kelinci yang terinfeksi koksidiosis di Kabupaten Banyumas. MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Banyumas yaitu Kedung Banteng, Karang Gintung, Sumampir, Rempoah dan Sokaraja. Materi penelitian yaitu 14 ekor kelinci terinfeksi koksidiosis dan 4 ekor kelinci tidak terinfeksi koksidiosis. Penelitian menggunakan metode survei dan metode laboratoris yaitu pemeriksaan feses dengan metode natif dan metode sentrifuse serta pemeriksaan darah serta pemeriksaan darah untuk menghitung total Packed Cell volume (PCV) dan jumlah eritrosit. Pengambilan sampel menggunakan metode convenient sampling/ accident sampling/ selected sampling (tidak terikat) (Sugiyono, 2011). Metode Analisis Model analisis yang digunakan adalah Pengujian Student (T test) (Sugiyono, 2011). Perhitungan Statistik Untuk Total Packed Cell Volume (PCV)
Keterangan : Y1 : Total PCV Kelinci Normal Y2 : Total PCV Kelinci Terinfeksi Koksidiosis N : Jumlah Sampel DB : Derajat Bebas (N1+N2-2) Perhitungan Statistik Untuk Jumlah Eritrosit
354
Putri Meisari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):353-358, April 2013
Keterangan : Ya : Jumlah Eritrosit Kelinci Normal Yb : Jumlah Eritrosit Kelinci Terinfeksi Koksidiosis N : Jumlah Sampel DB : Derajat Bebas (Na+Nb-2) HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Banyumas mempunyai iklim tropis basah dengan rata-rata suhu udara rata-rata o 26,3 C. Suhu minimum sekitar 24,4o C dan suhu maksimum sekitar 30,9o C. Ketinggian wilayah di kabupaten banyumas sebagian besar berada pada kisaran 25 – 100 m dpl yaitu seluas 40.385,3 ha. Namun untuk wilayah baturraden terletak pada ketinggian sekitar 640 mdpl dengan suhu 18°C25°C. (Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas, 2012). Sedangkan menurut Direktorat Perbibitan Ternak (2011) kondisi lingkungan yang ideal bagi kelinci untuk tumbuh dan berkembang biak yaitu pada suhu 18 – 22oC. Dengan demikian sebagian besar kondisi lingkungan Kabupaten Banyumas kurang ideal untuk perkembangan kelinci. Dapat disimpulkan bahwa secara geografis wilayah Baturraden memiliki potensi besar sebagai tempat mengembangkan peternakan kelinci. Sarwono (2002) menambahkan bahwa kelinci dapat dipelihara dan berkembangbiak dengan baik di daerah berketinggian di atas 500 mdpl dengan suhu udara sejuk, yaitu berkisar antara 15-20oC dan kelembaban antara 60–90%. Dengan kondisi geografis Kabupaten Banyumas yang besar berada didataran rendah dan bersuhu tinggi maka potensi penyakit yang menyerang ternak kelinci menjadi besar termasuk penyakit parasitik seperti koksidiosis. Koksidiosis di sentra peternakan kelinci di Kabupaten Banyumas pada umumnya menginfeksi kelinci muda. Kenampakan ookista dapat dilihat pada Gambar 1 yaitu hasil isolasi dari kelinci di Kabupaten Banyumas. Sesuai dengan pendapat Iskandar (2005) bahwa kelinci muda lebih sering terinfeksi koksidiosis namun pada umumnya disebabkan oleh Eimeria stiedae yaitu koksidiosis bentuk hati dengan gejala-gejala berupa diare, nafsu makan hilang, dan bulu kasar. Kelinci tidak tumbuh normal, badan kurus dan tidak tampak sehat. Pada Gambar 1a merupakan hasil ookista yang belum bersporulasi dan Gambar 1b menunjukan ookista yang sudah bersporulasi hasil isolasi dari feses kelinci. Ookista yang terlihat telah bersporulasi merupakan hasil isolasi yang didiamkan selama 14 hari pada suhu 4° C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan jumlah eritrosit sampel kelinci yang terinfeksi koksidiosis di Kabupaten Banyumas mengalami penurunan dibandingkan dengan kelinci normal sebesar 4-7 x 106 (Budiyono, 2008). Kelompok kelinci yang terinfeksi kosidiosis memiliki rataan (Ȳ1) total eritrosit yaitu 3,1757 x 106 (Tabel 1). Meskipun jika dibandingkan dengan rataan (Ȳ2) total eritrosit sampel kelinci tidak terinfeksi koksidiosis yaitu 1,5900 x 10 6 lebih besar daripada rataan (Ȳ1) total eritrosit kelinci yang terinfeksi. Menurut Hana dkk. (2011) penurunan jumlah eritrosit dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu lamanya koksidiosis menginfeksi kelinci tersebut. Sedangkan Iskandar (1991) menyatakan bahwa penurunan jumlah eritrosit dipengaruhi oleh banyaknya ookista yang menginfeksi kelinci.
355
Putri Meisari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):353-358, April 2013
(a)
(b)
Gambar 1. Ookista Eimeria sp kelinci yang terinfeksi koksidiosis di kabupaten Banyumas (a) belum bersporulasi dan (b) bersporulasi. Tabel 1. Hasil Rataan dan Simpang Baku Eritrosit Variabel Rataan Simpang Baku (Sd) 6 Eritrosit (Y1) 3,1757 x 10 576,55 6 (Y2) 1,5900 x 10 74,84
t Hitung t Hit 1,96 **
t Tabel 0,05 0,01 1,746 2,583
(Y1 = eritrosit kelinci teinfeksi koksidiosis ; Y2 = eritrosit kelinci tidak terinfeksi koksidiosis) Kelompok kelinci yang tidak terinfeksi dalam penelitian ini memiliki rataan jumlah eritrosit rendah. Hal tersebut dikarenakan penurunan jumlah eritrosit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Wicaksono (2009) penurunan jumlah eritrosit tidak hanya terjadi karena infeksi parasitik, akan tetapi dapat disebabkan oleh defisiensi nutrien terutama mikronutrien yang dibutuhkan dalam pembentukan eritrosit tidak mencukupi. Menurut Abun (2005) beberapa mikronutrien yang dapat berpengaruh dalam pembentukan eritrosit adalah vitamin B12, mineral Zn, dan Cu. Mikronutrien berkaitan erat dengan jumlah kandungan nutrisi yang diberikan dan sistem pencernaan kelinci. Sehingga apabila pakan yang diberikan kepada kelinci tidak mencukupi kebutuhan mikronutrien pembentuk eritrosit maka kelinci dapat terkena anemia. Hasil uji t menunjukan bahwa koksidiosis pada kelinci berpengaruh nyata terhadap penurunan total eritrosit (t hitung > t 0,05). Hasil penelitian menunjukan bahwa total eritrosit kelinci yang terinfeksi Eimeria sp. menurun. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Iskandar (1991) bahwa infeksi Eimeria sp. dapat berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah erotrosit. Tyasseta (2009) juga menyatakan bahwa koksidiosis pada kelinci dapat menurunkan kadar haemoglobin (Hb), total eritrosit darah atau Packed Cell Volume (PCV). Tabel 2. Hasil Rataan dan Simpang Baku Packed Cell Volume (PCV) Variabel Rataan Simpang Baku t Hitung (Sd) PCV (Ya) 28,29 6,95 t Hit -0,34 ** (Yb) 29.75 9,54
t Tabel 0,05 0,01 1,746 2,583
(Ya = PCV kelinci teinfeksi koksidiosis ; Yb = PCV kelinci tidak terinfeksi koksidiosis) 356
Putri Meisari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):353-358, April 2013
Rataan total Packed Cell Volume (PCV) sampel kelinci yang terinfeksi koksidiosis mengalami penurunan dibandingkan dengan kelinci yang normal sebesar 33-48% (Budiyono, 2008). Kelompok kelinci yang terinfeksi kosidiosis memiliki rataan (Ȳa) total Packed Cell Volume (PCV) yaitu 28,29% (Tabel 2). Hasil tersebut lebih kecil dari rataan (Ȳb) total Packed Cell Volume (PCV) sampel kelinci yang tidak terinfeksi koksidiosis yaitu 29,75% (Tabel 2). Penurunan total Packed Cell Volume (PCV) disebabkan oleh infeksi koksidiosis. Penurunan Packed Cell Volume (PCV) akibat infeksi koksidiosis berbanding lurus dengan penurunan total jumlah eritrosit. Apabila jumlah eritrosit menurun maka total Packed Cell Volume (PCV) akan menurun juga (Guyton dan Hall 1982). Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 rataan jumlah eritrosit dan Packed Cell Volume (PCV) mengalami penurunan dibandingkan dengan kelinci normal yaitu dengan jumlah eritrosist 4-7 x 106/ µl dan total Packed Cell Volume (PCV) 33-48% (Budiyono, 2008). Berdasarkan hasil tersebut infeksi koksidiosis pada kelinci di Kabupaten Banyumas menyebabkan penurunan jumlah eritrosit dan total Packed Cell Volume (PCV). Menurunnya jumlah eritrosit dan total Packed Cell Volume (PCV) dapat diartikan bahwa kelinci yang terinfeksi koksidiosis mengalami anemia. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Praag (2003) bahwa infeksi koksidiosis dapat menyebabkan anemia yaitu penurunan total jumlah eritrosit dan total Packed Cell Volume (PCV) darah. Hana dkk. (2011) juga menyatakan bahwa infeksi koksidiosis dapat menyebabkan demam dan penurunan berat badan, disertai dengan anemia mikrositik normokromik, anemia makrositik normokromik, leukositosis, limfositosis, hiperfibrinogenemia. Anemia dapat diartikan penurunan jumlah eritrosit, hemoglobin, dan penurunan nilai Packed Cell Volume (PCV). Anemia mikrositik normokromik dan anemia makrositik normokromik adalah yang paling sering terjadi pada hewan akibat infeksi. Anemia tersebut dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, fungi, virus, protozoa dan parasit (Wicaksono, 2009). Hasil uji t menunjukkan bahwa infeksi koksidiosis pada kelinci tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan total Packed Cell Volume (PCV) (t hitung < t 0,05). Infeksi koksidiosis pada kelinci berpengaruh terhadap penurunan total Packed Cell Volume (PCV), akan tetapi tidak berpengaruh signifikan/ sangat nyata. Hal tersebut disebabkan persentase penurunan total Packed Cell Volume (PCV) kelinci yang terinfeksi koksidiosis tidak terlalu besar dibandingkan total Packed Cell Volume (PCV) kelinci yang tidak terinfeksi koksidiosis. SIMPULAN Jumlah eritrosit kelinci yang terinfeksi koksidiosis menurun. Koksidiosis pada Kelinci berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah eritrosit (P > 0,05). Total Packed Cell Volume (PCV) pada kelinci yang terinfeksi koksidiosis menurun, meskipun tidak signifikan (P < 0,05). DAFTAR PUSTAKA Abun. 2005. Efek Suplementasi Produk Fermentasi dalam Ransum terhadap Komponen Darah Kelinci. Makalah Ilmiah. Universitas Diponegoro. Jatinangor. Badan Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Banyumas dalam Angka Tahun 2012. BPS dan BAPEDA. Banyumas. Budiyono. 2008. Gambaran Darah Kelinci yang Divaksin Ekstrak Caplak Rhipicephalus sanguineus. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 357
Putri Meisari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):353-358, April 2013
Direktorat Perbibitan Ternak. 2011. Pedoman Pembibitan Kelinci yang Baik (Good Breeding Practice). Direktorat Perbibitan Ternak. Jakarta. Guyton dan Hall. 1982. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati Stiawan, penerjemah. 1997. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology Hana A., Soesanto M., Siti I.O.S., Dwi L.K. 2011. Respons Peristalsis dan Neuron Mienterik Nitrergik Usus Halus Kelinci yang Diinfeksi Eimeria magna. Jurnal Veteriner . Vol. 12 No. 2: 83-90. Iskandar, T. 1991. Kepekaan Kelinci (Oryctolagus cuniculus) Terhadap Infeksi Eimeria stiedae dan Gambaran Darahnya. Journal Article. Vol. 23 (42) P. 22-28. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. Iskandar, T. 2001. Studi Patogenitas dan Waktu Sporulasi Eimeria stiedae Galur Lapang pada Kelinci. Widyariset, LIPI. 3: 173-184. Iskandar, T. 2005. Masalah Koksidiosis pada Kelinci Serta Penanggulangannya .Lokakarya Nasional Potensi Dan Peluang Pengembangan Usaha Agribisnis Kelinci .Balai Penelitian Veteriner. Bogor. Praag, Esther van. 2003. Protozoa Enteritis : Coccidiosis. Artikel Imiah. http://www.medirabbit.com/EN/GI_diseases/Protozoal_diseases/Cocc_en.htm. Diakses 05 Januari 2013. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. Sarwono, B. 2002. Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka. Jakarta. Tyasseta, Frida. 2009. Diagnosa Koksidiosis dan Infeksi Staphylococcus Aureus pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus) E 114. Makalah Koasistensi. http://koas.vet-klinik.com, diakses 09 Mei 2012. Wicaksono, Ardilasunu. 2009. Anemia. Artikel Ilmiah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
358