1
2
PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP KEPATUHAN MEMBAYAR PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA GORONTALO TAUFIK HIDAYAT MOHAMAD1, HARTATI TULI2, NILAWATY YUSUF3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo Taufik Hidayat Mohamad. 921 410 096. 2015. Pengaruh Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Kepatuhan Membayar Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo. Skripsi Program Studi S1 Akuntansi, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo, dibawah bimbingan Ibu Hartati Tuli, SE.Ak, M.Si dan Ibu Nilawaty Yusuf, SE.Ak, M.Si. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap kepatuhan membayar pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo. Data penelitian ini diambil dari data primer melalui kuisioner. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 84.061 Wajib Pajak Orang Pribadi. Sampel dalam penelitian ini diambil secara convenience sampling. Jumlah sampel yang digunakan adalah 100 Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo. Penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel sehingga dapat disimpulkan pada tingkat kepercayaan 95% (alpha 5%) ditemukan bahwa Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi berpengaruh signifikan dan positif terhadap Kepatuhan Membayar Pajak Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo. Pengaruh positif menunjukan bahwa apabila terjadi peningkatan pada Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi, akan berdampak pada semakin patuhnya responden atau wajib pajak tersebut. Kata kunci: tingkat pendidikan, wajib pajak orang pribadi, kepatuhan membayar pajak
1
Taufik Hidayat Mohamad, Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo 2 Hartati Tuli., SE.Ak., M.Si, Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo 3 Nilawaty Yusuf., SE.Ak., M.Si, Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo
3
PENDAHULUAN Awal tahun 1984 sistem perpajakan Indonesia mengalami reformasi yang sering disebut dengan tax reform, yaitu perubahan dari official assessment system menjadi self assessment system. Perbedaan antara dua system ini, yakni dalam official assessment system tanggung jawab pemungutan terletak sepenuhnya pada pemerintah, sedangkan dalam
self assessment system wajib pajak diberi
kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, membayar/menyetor, dan melaporkan besarnya pajak yang terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan (Najib, 2012). Konsekuensi dari perubahan ini adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berkewajiban untuk melakukan pelayanan, pengawasan, pembinaan, dan penerapan sanksi pajak. Usaha dilakukan fiskus untuk efektivitas jalannya self assessment system dan meningkatkan penerimaan pajak, antara lain dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak (Mardiasmo, 2008). Kepatuhan wajib pajak orang pribadi, yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak dan telah melakukan kewajiban perpajakannya, yaitu dengan melunasi dan melaporkan SPT masa dan tahunannya tepat waktu (Oktivani, 2007). Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam membayar pajak adalah tingkat pendidikan wajib pajak. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Riharjo (2007) menyatakan bahwa secara umum semakin tinggi tingkat pendidikan wajib pajak, maka semakin mudah pula bagi mereka untuk memahami peraturan perpajakan.
Wajib pajak orang pribadi menjadi bagian yang terpenting di dalam tingkat kepatuhan penerapan self assessment. Kepatuhan perpajakan pada prinsipnya adalah tindakan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara (Siahaan, 2005). Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, karena tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan pada kas negara. Dengan demikian, pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh, karena meskipun wajib pajak memberikan kontribusi besar pada negara jika masih memiliki tunggakan maupun
4
keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat wajib pajak patuh. Pemungutan pajak memang bukan suatu pekerjaan yang mudah, disamping peran serta aktif dari aparat pajak, juga dituntut kemauan dari para wajib pajak itu sendiri. Dimana menurut undang-undang perpajakan, Indonesia menganut sistem self assessment yang memberi kepercayaan terhadap wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang. Menurut Supriyati dan Hidayati (2008), penerapan self assessment system tidak terlepas dari karakteristik wajib pajak, adapun karakteristik wajib pajak terkait dengan penerapan self assessment system dapat dilihat dari tingkat pendidikan, jenis penghasilan, tingkat penghasilan dan alam/masa kerja. Dilihat dari tingkat pendidikan rendah cenderung akan mempunyai sifat dalam bentuk perlawanan pasif karena wajib pajak tidak tahu tentang untuk apa, bagaimana, kapan dan kepada siapa pajak harus dibayarkan. Sebaliknya, wajib pajak yang mempunyai pendidikan cukup tinggi cenderung mempunyai sikap dalam bentuk perlawanan aktif. Dalam usaha peningkatan penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak di daerah-daerah melakukan program ekstensifikasi maupun intensifikasi. Kedua program tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo merupakan salah satu Kantor Pelayanan Pajak di Kota Gorontalo. Kepatuhan wajib pajak akan benar-benar tercipta jika sudah terbentuk kepercayaan masyarakat terhadap pajak seiring dengan perbaikan kinerja pelayanan perpajakan, penegakan hukum, intensivitas, dan ekstensivitas sosialisasi perpajakan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo mengalami peningkatan jumlah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada empat tahun terakhir dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Data mengenai jumlah wajib pajak orang pribadi terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo dapat dilihat dalam tabel 1 berikut.
5
Tabel 1. Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo Periode 2011-2014 Jumlah SPT Capaian Jumlah yang yang Rasio No. Tahun Terdaftar Disampaikan Kepatuhan 1.
2011
64.150
29.781
64.252%
2.
2012
69.790
33.631
69.903%
3.
2013
75.217
33.204
75.334%
4.
2014
84.061
40.172
84.183%
Jumlah
293.218
136.788
46,651%
Sumber Data: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo, 2015 Tabel di atas, menunjukkan persentase rasio kepatuhan wajib pajak orang pribadi terhadap pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pada tahun 2011 mencapai 64,252%, tahun 2012 mengalami peningkatan persentase rasio kepatuhan wajib pajak yaitu sebesar 5,651% menjadi 69,903%. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan persentase rasio kepatuhan wajib pajak yakni sebesar 75,334% atau terjadi peningkatan sebesar 5,431% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 terjadi peningkatan persentase rasio kepatuhan wajib pajak yakni 84,183% Sedangkan yang tidak patuh terhadap pelaporan SPT sebanyak 46,651%. Kurangnya persentase rasio kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo disebabkan oleh wajib pajak kurang patuh untuk menyetorkan kembali SPT-nya. Kepatuhan wajib pajak yang masih kurang ini turut diakibatkan oleh adanya tingkat pendidikan dari wajib pajak orang pribadi. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Menurut Fallan (1999:141) dalam Rahayu (2010), pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak sangat mempengaruhi sikap wajib Pajak terhadap system perpajakan yang adil. Dengan kualitas pengetahuan yang semakin baik akan memberikan sikap memenuhi kewajiban dengan benar melalui adanya system perpajakan suatu Negara yang dianggap adil. Sehingga dengan adanya pendidikan akan menambah pengetahuan dari wajib pajak yang implikasi akhirnya pada kepatuhan wajib pajak.
6
KAJIAN PUSTAKA Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha pengembangan sumber daya manusia, yang dilakukan secara sistematis, pragmatis dan berjenjang, agar menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas yang dapat memberikan manfaat dan sekaligus meningkatkan harkat dan martabatnya (Hasan, 2005: 136). Menurut Hasan (2005: 136-137) peningkatan kualitas diri manusia yang dicapai melalui pendidikan, diharapkan dapat mencakup beberapa aspek yaitu: 1.
Peningkatan kualitas fikir (kecerdasan, kemampuan analisis, kreativitas, dan visioner).
2.
Peningkatan kualitas moral (ketakwaan, kejujuran, ketabahan, keadilan dan tanggung jawab).
3.
Peningkatan kualitas kerja (keterampilan, profesional, dan efisien).
4.
Peningkatan kualitas hidup (kesejahteraan materi dan rohani, ketentraman dan terlindungnya martabat dan harga diri). Peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan demikian merupakan
suatu prasyarat keharusan (necessary condition) yang perlu diwujudkan. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui pendidikan, bukan hanya pendidikan dalam arti sempit sekolah, tetapi juga dalam arti luas mencakup pendidikan dalam keluarga dan masyarakat. Karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pembudayaan sikap, watak, dan perilaku yang berlangsung sejak dini bahkan sejak manusia berupa janin dalam rahim seorang ibu. Melalui pendidikan sebagai proses budaya akan tumbuh dan berkembang nilai-nilai dasar yang harus dimiliki oleh setiap manusia seperti kelakuan, keimanan, disiplin, akhlak, dan etos kerja serta nilai-nilai instrument seperti penguasaan IPTEK dan kemampuan berkomunikasi yang merupakan unsur pembentuk dan kemandirian bangsa. Oleh karena itu masyarakat dapat mengambil langkah-langkah yang lebih bijaksana dalam bertindak dan mengambil keputusan serta menjadikan pendidikan sebagai investasi yang penting dan produktif bagi kemajuan dalam segala kehidupan. Diharapkan melalui proses pendidikan setiap peserta didik (siswa)
7
sebagai anggota suatu masyarakat dan Negara, dapat menyadari hak dan kewajiban sebagai masyarakat maupun sebagai warga Negara. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk membimbing peserta didik oleh si pendidik terhadap jasmani maupun rohani menuju terbentuknya kepribadian utama, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Menurut Nurmantu (2003:148), kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai “suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak dan perpajakannya. Terdapat dua macam kepatuhan, yakni kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya, ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah melaporkan SPT PPh sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak telah memenuhi kepatuhan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara subtantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar SPT sesuai dengan ketentuan dan menyampaikannya ke kantor pelayanan pajak sebelum batas waktu berakhir”. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Karena sebagian besar pekerjaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh wajib pajak (dilakukan sendiri atau dibantu oleh ahli misalnya praktisi perpajakan nasional/taxagent) bukan fiskus selaku pemungut pajak, sehinggga kepatuhan diperlukan dalam self assessment system dengan tujuan penerimaan pajak yang optimal. Pada Tahun 2008 telah dikeluarkan SE-02/PJ/2008 tentang Tata Cara
8
Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu sebagai ”turunan” dari Peraturan Menteri
Keuangan No. 192/PMK.03/2007. Syarat-syarat Wajib Pajak Patuh
menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007 adalah sebagai berikut: 1.
Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam tahun terakhir.
2.
Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak Januari sampai dengan November tidak lebih dari 3 masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.
3.
SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya.
4.
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, meliputi keadaan pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan.
5.
Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian (WTP) selama tiga tahun berturut-turut dengan ketentuan disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi wajib pajak yang wajib menyampaikan SPT Tahunan dan juga pendapat akuntan atas laporan keuangan yang diaudit ditandatangani oleh akuntan publik yang tidak sedang dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas akuntan publik.
6.
Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir. Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa kepatuhan dalam memenuhi
kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri
9
kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. Kepatuhan sebagai fondasi self assessment dapat dicapai apabila elemenelemen kunci telah diterapkan secara efektif. Elemen-elemen kunci (Ismawan, 2001:83) tersebut adalah sebagai berikut: a.
Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak
b.
Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak
c.
Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif
d.
Pemantapan law enforcement secara tegas dan adil Jadi kesimpulan pengertian wajib pajak patuh bisa disimpulkan menjadi 2,
yaitu: a.
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan formal mencakup butir b dan c dari pengertian tersebut diatas.
b.
Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Kepatuhan material mencakup butir a dan d pengertian tersebut diatas. Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Rahayu dan Devano
(2006:110) adalah: 1.
Kepatuhan formal Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan.
2.
Kepatuhan material Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. Misalnya ketentuan batas waktu
10
penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 14-31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara subtantive memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir. Menurut Haulan Rosdiana dan Rasin Tarigan dalam Tuli, (2010: 53) menguraikan bahwa motif orang membayar pajak adalah:
a.
Kepatuhan wajib pajak karena rasa ketakutan atau terpaksa. Kepatuhan ini didorong oleh suatu ketakutan akan mendapat hukuman apabila tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya.
b.
Kepatuhan secara sukarela, akan terbangun jika fungsi-fungsi pemerintah benar-benar dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, sesuai dengan fungsi good governance. Haulan dan Rasin Tarigan dalam Tuli, (2010: 54) bahwa sanksi
mempunyai dua tujuan, yaitu pertama menghalangi orang untuk melakukan tindakan yang tidak diinginkan, kedua adalah untuk menegakkan keadilan. Jika orang yang patuh dan tidak patuh mendapatkan perlakuan yang sama, orang yang patuh bisa saja berubah pendirian dan mencoba melakukan hal yang sama.
METODE PENELITIAN Objek dari penelitian ini terdiri dari satu variabel independen (bebas) dan satu variabel dependen (terkait). Adapun yang menjadi sasaran populasi dalam
11
penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo yang terdaftar pada KPP Pratama Gorontalo tahun 2014. Berdasarkan data dari KPP Pratama Gorontalo hingga akhir tahun 2014 tercatat sebanyak 84.061 wajib pajak orang oribadi yang terdaftar di KPP Pratama Gorontalo. Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin. Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah kuesioner. Tehnik ini digunakan untuk mengumpul data dengan menyebarkan sejumlah pertanyaan secara tertulis kepada responden yang telah ditetapkan dalam sampel. Persamaan umum regresi linier sederhana adalah sebagai berikut: Y‟= a + bX Dimana: Y = Kepatuhan Membayar Pajak a = Konstanta b = Koefisien Regresi X = Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji heterokedastisitas. Untuk menguji hipotesis, digunakan pengujian yakni Analisis Regresi Sederhana dan Koefisien Determinasi. HASIL PENELITIAN Jumlah responden yang menjadi subjek penelitian sebanyak 100 orang responden yang memenuhi standar sampel penelitian. Rincian pengiriman dan pengembalian kuisioner (response rate) disajikan pada tabel 2:
Tabel 2: Rincian Pengiriman dan Pengembalian Kuisioner Keterangan Kuisioner yang disebar Kuisioner yang kembali
Jumlah 100 96
12
Kuisioner yang dapat digunakan Kuisioner yang tidak kembali Tingkat pengembalian yang digunakan (96/100 x 100%)
96 0 96,0%
Sumber: Olahan, 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengembalian kuisioner (response rate) dan dapat digunakan (respon use) sebesar 96%, dihitung dari presentase jumlah kuisioner yang kembali yang dapat digunakan (96 kuisioner) dibagi total yang dikirim (100 kuisioner). Setelah data penelitian berhasil dikumpulkan maka selanjutnya akan dilakukan proses analisis data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Salah satu analisis yang dilakukan adalah analisis desktriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran awal mengenai obyek/variabel yang diteliti. Masing-masing pernyataan kuisioner variabel X dan Y akan dikategorikan berdasarkan kriteria rentang klasifikasi. Menurut Sugiyono (2012) kriteria interpretasi skor berdasarkan jawaban responden dapat ditentukan dengan skor maksimum setiap kuisioner adalah 5 dan skor minimum adalah 1 maka dapat diketahui rentang skala adalah dengan mengalikan skor tertinggi dengan jumlah responden dan mengalikan skor terendah dengan jumlah responden jumlah responden. Diketahui repsonden dalam penelitian ini sebanyak 100 orang dengan nilai skor tertinggi 5 dan skor terendah 1 sehingga perhitungan rentang skala. Skor tertinggi = 5 X 96 = 480 dan skor terendah =1 X 96 = 96 sehingga rentang skala dapat dihitung 480-96/5 = 76,8. Sehingga berdasarkan rentang skala tersebut dibuat penilaian (mengacu pada Narimawati, 2007: 85). Jumlah pernyataan yang digunakan untuk mengukur pengaruh tingkat pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam penelitian ini sebanyak 5 pernyataan. Dalam pengujian validitas, pernyataan dikatakan valid jika rhitung lebih besar dari rtabel. Nilai rtabel didapatkan dari tabel rtabel dimana n=96 dan tingkat signifikan 5% maka nilai rtabel sebesar 0,2006. Dengan demikian dari 5 pernyataan yang digunakan untuk mengukur pengaruh dari tingkat pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi, semua pernyataan telah memiliki nilai rhitung lebih besar dari rtabel
13
0,2006 sehingga dikatakan memenuhi uji validitas dan dapat digunakan untuk pengumpulan data penelitian. Jumlah pernyataan yang digunakan untuk mengukur variabel kepatuhan wajib pajak dalam penelitian ini sebanyak 8 pernyataan. Dalam pengujian validitas, pernyataan dikatakan valid jika rhitung lebih besar dari rtabel. Nilai rtabel didapatkan dari tabel dimana n=96 dan tingkat signifikan 5% maka nilai rtabel sebesar 0,2006. Dengan demikian dari 8 pernyataan yang digunakan untuk mengukur pengaruh dari variabel Kepatuhan Wajib Pajak, semua pernyataan telah memiliki nilai rhitung lebih besar dari rtabel 0,2006 sehingga dikatakan memenuhi uji validitas dan dapat digunakan untuk pengumpulan data penelitian.
Hasil analisis regresi sederhana. Hasil analisis dengan bantuan program SPSS disajikan pada tabel 3: Tabel 3: Hasil Analisis Regresi
Sumber: Olahan, 2015
Mengacu pada hasil analisis di atas, maka regresi linear sederhana yang bangun adalah: Ŷ = 19,324 + 0,475X Kepatuhan WP = 19,324 + 0,475 Tingkat Pendidikan WPOP Berdasarkan model persamaan regresi tersebut, dapat diinterpretasikan hal-hal sebagai berikut: a.
Nilai konstanta sebesar 19,324 menunjukan Jika tidak terdapat pengaruh dari variabel Kepatuhan Membayar Pajak pada Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Gorontalo adalah sebesar 19,324 satuan.
b.
Nilai Koefisien Regresi Variabel X (Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi), menunjukan setiap perubahan variabel Tingkat Pendidikan Wajib
14
Pajak Orang Pribadi sebesar 1 satuan akan mempengaruhi Kepatuhan Membayar Pajak sebesar 0,475 kali satuan. c.
Nilai Koefisien regresi dengan arah positif menunjukan terdapat pengaruh yang positif Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Kepatuhan Membayar Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo. Setelah diperoleh model persamaan regresi, maka langkah selanjutnya
melakukan pengujian hipotesis, yang hasilnya pengujian dapat dilihat pada tabel 4 berikut: Tabel 4 : Hasil Uji Hipotesis
Sumber: Olahan, 2015
Hasil analisis pada tabel 15 menunjukan bahwa nilai t-hitung untuk variabel Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi diperoleh sebesar 3,931, sedangkan nilai t-tabel pada tingkat signfikansi 5% dan derajat bebas n-k-1 =96-11= 94 sebesar 1,985 (Pengujian ini sifatnya dua arah, sebab proposisi hipotesis tidak mengisyaratkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat merupakan pengaruh yang positif atau negatif). Jika kedua nilai t ini dibandingkan maka nilai t-hitung masih lebih besar dibandingkan dengan nilai t-tabel (3,931>1,985) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya signifikan. Selain itu apabila kita membandingkan nilai signifikan (Pvalue), maka dapat dilihat bahwa nilai Pvalue (0,000) dari pengujian ini lebih kecil dari 0.05. Dengan kata lain pada tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Kepatuhan Membayar Pajak Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo.
15
PEMBAHASAN Kepatuhan pajak identik dengan kesediaan seorang wajib pajak dalam memenuhi peraturan perpajakannya. Kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Gunadi (2005: 5) menyatakan bahwa kepatuhan pajak (tax compliance) berarti bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama (obtrusive investigasi) peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment system, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut. Berbagai aspek yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak atau kepatuhan membayar pajak oleh wajib pajak. Salah satunya yakni tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan merupakan suatu gambaran atau tingkatan dari pendidikan dari seseorang. Pendidikan yang tinggi akan mendorong wajib pajak untuk tidak melanggar undang-undang yang dengan menentang sikap tidak patuh dalam perpajakan. Pendidikan mempunyai beberapa makna, diantaranya adanya suatu keinginan manusia yang paling dasar sampai dengan kebutuhan paling tinggi berupa pengembangan diri. Pendidikan merupakan karakteristik individu yang menjadi sumber status yang penting dalam organisasi kerja. Hal ini mengindikasikan
bahwa
pendidikan
merupakan
aspek
penting
dalam
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Sebagaimana hasil pengujian desktriptif ditemukan bahwa variabel tingkat pendidikan terletak pada kriteria yang baik dengan skor 73,5%. Hal ini menunjukan bahwa para wajib pajak yang menjadi responden memiliki tingkat pendidikan yang dapat menunjang hal-hal terkait dengan sikap patuh. Meskipun
demikian
masih
perlunya
pembenahan
dalam
tingkat
pendidikan, diantaranya mengenai kemampuan wajib pajak untuk memahami
16
ketentuan dan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan berlaku. Hal ini semestinya menjadi suatu perhatian penting bagi fiskus untuk terus mensosialisasikan aturan-aturan terbaru yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat terkait dengan perpajakan. Baiknya tingkat pendidikan akan mendorong wajib pajak menjadi patuh dalam melunasi atau membayar pajak yang menjadi kewajibannya. Hal ini terbukti dari jawaban responden yang menemukan bahwa variabel kepatuhan membayar pajak terletak pada kriteria yang baik dengan skor 73,8% yang berarti bahwa rata-rata wajib pajak yang menjadi responden telah memenuhi aspek-aspek kepatuhan terkait dengan pajak. Meskipun terletak pada kriteria patuh atau baik, namun masih perlunya pembenahan terkait dengan berbagai keterlambatan dalam penyampaian SPT. Hal ini harus diperhatikan oleh fiskus karena sikap ini dapat menimbulkan kerugian dalam hal mengurangi penerimaan negara melalui pajak. Hasil pengujian hipotesis ditemukan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel sehingga dapat disimpulkan pada tingkat kepercayaan 95% (alpha 5%) ditemukan bahwa Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi berpengaruh signifikan dan positif terhadap Kepatuhan Membayar Pajak Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo. Pengaruh positif menunjukan bahwa apabila terjadi peningkatan pada Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi, akan berdampak pada semakin patuhnya responden atau wajib pajak tersebut. Hasil pengujian dari regresi yang menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari pendidikan wajib pajak orang pribadi terhadap kepatuhan wajib pajak merupakan suatu gambaran bahwa pihak Fiskus (Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo) terus melakukan sosialisasi dan seminar untuk meiningkatkan kepatuhan dari wajib pajak. Proses sosialisasi harus berjalan dengan baik, agar masyarakat tidak beralasan dengan mengatakan bagaimana dapat menaati undang-undang kalau masyarakat tidak memahaminya. Demikian pula dengan ungkapan latin yang mengatakan „ignoranta legis excusat neminent‟ (tiada maaf bagi mereka yang tidak mengetahui UU), tidak perlu terjadi karena proses sosialisasi telah berjalan dengan baik.
17
Kegiatan penyuluhan pajak memiliki andil besar dalam mensukseskan sosialisasi pajak keseluruh Wajib Pajak. Berbagai media diharapkan mampu menggugah kesadaran masyarakat untuk patuh terhadap pajak dan membawa pesan moral terhadap pentingnya pajak bagi Negara. Keberhasilan program tersebut dapat dilihat dari semakin tingginya Tingkat kepatuhan dari masyarakat dalam membayar pajak, terpenuhinya target penerimaan pajak, serta peningkatan jumlah Wajib Pajak. Hal tersebut terlihat dari uji regresi yang menunjukan adanya pengaruh dari tingkat pendidikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hasil pengujian koefisien determinasi ditemukan bahwa besaran pengaruh dari Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Kepatuhan Membayar Pajak sebesar 14,1%. Nilai ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang cukup besar dari Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Kepatuhan Membayar Pajak Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo. Hal tersebut semestinya menjadi acuan bagi pihak fiskus dalam mengembangkan serta melakukan hal-hal terkait dengan ekstensifikasi perpajakan salah satunya Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi sehingga wajib wajib dalam membayar tunggakan pajaknya sesuai waktu yang telah ditentukan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang pernah dilakukan oleh Takdir (2010) yang menyatakan bahwa Tingkat pendidikan Wajib Pajak signifikan dalam meningkatkan kepatuhan membayar pajak tetapi bertolak belakang dengan penelitian dari Dianawati (2008) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan positif namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik simpulan bahwa Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi terletak pada
18
kategori yang baik, hal ini mengindikasikan bahwa Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi dirasakan oleh responden telah memiliki tingkat pendidikan yang baik. Pada variabel Kepatuhan Membayar Pajak terletak pada kategori yang baik. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis (H0) yang diuji ditolak, dan sebaliknya hipotesis penelitian (H1) yang diajukan diterima. Hal ini terlihat dari nilai t
hitung
yang lebih besar dari nilai ttabel baik pada
taraf signifikan α sebesar 5%. Ini mengindikasikan Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Membayar Pajak Kantor KPP Pratama Gorontalo. Nilai pengaruhnya sebesar 14,1%, hal tersebut terlihat dari koefisien determinasi. Hal ini menunjukan bahwa pentingnya Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam mencapai penerimaan pajak yang diharapkan oleh pemerintah semakin meningkat. SARAN Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti memberikan saran yakni perlunya bagi pihak fiskus untuk terus meningkatkan berbagai hal berupa intensifikasi dan ekstensifikasi. Langkah ini dapat dilakukan dengan cara memberikan sosialisasi sehingga akan menambah pengetahuan masyarakat terkait dengan pembayaran pajak. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengembangkan penelitian, terutama terkait dengan variabel lain secara teori dapat mempengaruhi Kepatuhan Membayar Pajak.
DAFTAR PUSTAKA Abut, H. 2005. Perpajakan. Jakarta: Diadit Media
19
Devano, Sony dan Rahayu, Siti Kurnia. 2006. Perpajakan, Konsep, Teori dan Isu. Jakarta: Kencana Dianawati, Susi, 2008. Analisis Pengaruh Motivasi dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Skripsi Ghozali, Imam. 2002. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam, 2005. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gunadi. 2005. Fungsi Pemeriksaan Terhadap Peningkatan Kepatuhan Pajak (Tax Complience). Jurnal Perpajakan Indonesia Vol 4 No.5: 4-9 Hardiningsih, Pancawati dan Yulianawati, Nila. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kemauan
Membayar
Pajak.
Jurnal
Dinamika
Keuangan dan Perbankan Vol. 3, No. 1. Nopember. Semarang : Fakultas Ekonomi Universitas Stikubank. Tuli, H. 2010. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan dan pelayanan Pajak KPP Pratama Gorontalo terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Berdaharawan Pemungut/Pemotong.Bandung. Tesis Hasan, M Tholhah. 2005. “Islam dan Masalah SDM”. Lantabora Press. Jakarta: Arga Riharjo, Ikhsan Budi. 2007. Kajian Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib. Pajak Jurnal Akuntansi Manajemen Bisnis dan Sektor Publik (JAMBSP) Ismawan, Indra. 2001. Memahami Reformasi Perpajakan 2000. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Kuncoro, Mudrajad. 2007. Metode Kuantitatif (Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Mardiasmo. 2008. Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi ---------------. 2011. Perpajakan, Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi
20
Najib, Debby Fahirun. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak Penghasilan. Skripsi Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan, Edisi 2. Jakarta: Granit Oktivani, Debby. 2007.
57
“Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Jumlah
Pemeriksaan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Madiun”. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, Surabaya Rahayu, Siti Kurnia dan Devano, Sony. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta : Prenada Media Group. Rahayu, Siti Kurnia. 2009.
Perpajakan Indonesia ”Konsep Aspek Formal.”
Yogyakarta: Graha Ilmu -----------------------------. 2010.
Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek
Formal. Yogyakarta: Graha Ilmu Resmi, Siti. 2004. Perpajakan, Teori dan Kasus, Jakarta: Salemba Empat. --------------. 2008. Perpajakan: Teori dan Kasus, Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat Sari, Maria M. Ratna.2009. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan PPh pasal 25/29 Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Denpasar Timur. Skripsi Sekaran, 2009.Research Methods For Business. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Siahaan, Marihot P., 2005, Pajak dan Retribusi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Supriyati, dan Hidayati, Nur. 2008. Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Persepsi Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Surabaya: STIE Perbanas. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2008
21
Suryadi. 2006. “Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajak”. Dalam Jurnal Keuangan Publik. Vol 4,1 : 105--121. Syah, Muhibbin. “Psikolog Pendekatan dengan Pendekatan Baru”. Rosda. Bandung: 1997. Takdir, Abdul Rahmat, 2010. Analisis Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Orang Pribadi Mempengaruhi Kepatuhan Membayar Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega.Skripsi Umar, Husein. 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Raja Grafindo Persada Undang-Undang Sistem Pendidikan No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Nasional. Bandung: Citra Umbara. Waluyo. 2007. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat ----------.2009. Akuntansi Pajak, Edisi 2, Cetakan Pertama. Jakarta: Salemba Empat. Zain, Mohammad. 2007. Perpajakan Lanjutan. Bandung: Alfabeta. www.pajak.go.id