PENGARUH TERAPI PUZZLE TERHADAP TINGKAT DEMENSIA LANSIA DI WILAYAH KRAPAKAN CATURHARJO PANDAK BANTUL Dyah Nastiti Nawangsasi Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Email:
[email protected]
INTISARI Latar Belakang: Demensia merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi kognitif pada seseorang yang bersifat progresif dan biasanya dapat memngganggu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Demensia ini bila tidak ditangani bisa menimbulkan dampak bagi penderita diantaranya terjadi perubahan perilaku pada lansia tersebut seperti melupakan dirinya sendiri, memusuhi orang-orang disekitarnya, dan sering berkeluyuran pada malam hari sehingga mudah hilang. Salah satu terapi non farmakologi yang dapat dilakukan untuk memperlambat onset terjadinya demensia adalah dengan terapi puzzle. Tujuan : penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi puzzle terhadap tingkat demensia di wilayah Krapakan Caturharjo Pandak Bantul Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasy eksperimental dengan rancangan pre-post with control group. Sampel penelitian sebanyak 34 orang lansia dengan menggunakan teknik total sampling. Instrument penelitian menggunakan MMSE. Analisa data menggunakan Mann Whitney. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kenaikan skor MMSE lansia pada kelompok intervensi. skor MMSE lansia yang mendapatkan terapi puzzle mengalami kenaikan secara bermakna daripada lansia yang tidak mendapatkan terapi puzzle. Nilai signifikan p sebesar 0.003 (p <0.05). Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi puzzle terhadap tingkat demensia lansia di wilayah Krapakan Caturharjo Pandak Bantul Kata Kunci: Tingkat Demensia, Terapi Puzzle
beberapa faktor dan angka harapan hidup
PENDAHULUAN Demensia merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
yang meningkat pula. Di seluruh dunia, 35,6 juta orang
kerusakan fungsi kognitif pada seseorang
memiliki demensia, dengan lebih dari
yang bersifat progresif dan biasanya dapat
setengah (58 %) yang tinggal di negara-
memngganggu aktivitas dalam kehidupan
negara berpenghasilan rendah dan
sehari-hari (Stanley and Beare, 2007).
menengah. Setiap tahun, ada 7,7 juta kasus
Beberapa tanda dan gejala demensia hampir
baru. Jumlah ini akan berlipat ganda pada
tidak kelihatan dan tidak jelas, namun tanda
2030 dan lebih dari tiga kali lipat pada tahun
gejala secara umum yaitu bingung, mulai
2050 (WHO, 2012). Berdasarkan data
lupa, kehilangan kemampuan melakukan
Deklarasi Kyoto, tingkat prevalensi dan
kegiatan sehari-hari dan sering menyendiri
insidensi demensia di Indonesia menempati
(Anonim, 2010).
urutan keempat setelah China, India, dan
Demensia ini bila tidak ditangani bisa menimbulkan dampak bagi penderita diantaranya terjadi perubahan perilaku pada lansia tersebut seperti melupakan dirinya sendiri, memusuhi orang-orang disekitarnya,
Jepang. Menurut data-data diatas prevalensi dan insidensi demensia dapat diatasi dengan berbagai penatalaksanaan yaitu dengan farmakologi dan non farmakologi Penatalaksanaan demensia dengan
dan sering berkeluyuran pada malam hari
obat-obatan yang digunakan untuk
sehingga mudah hilang (Brooker, 2009;
menangani demensia antara lain rivastigmin
Carpenito,
digunakan untuk terapi demensia ringan
demensia
2009). meningkat
Jumlah seiring
penderita dengan
hingga menengah, donezepin dan galantamin (BPOM, 2015). Sedangkan
untuk terapi yang bisa digunakan untuk
Amerika Serikat melaporkan bahwa 14-16%
demensia adalah terapi music, terapi brain
lansia yang melakukan crossword puzzle
gym, dan terapi puzzle.
atau pun jenis lainnya dapat digunakan
Puzzle adalah suatu gambar yang dibagi menjadi potongan-potongan gambar yang bertujuan untuk mengasah daya piker, melatih kesabaran dan membiasakan kemampuan berbagi. Selain itu puzzle juga dapat digunakan untuk permainan edukasi karena dapat mengasah otak dan melatih kecepatan pikiran dan tangan (Misbach,
untuk
memperlambat
onset
demensia
setidaknya seminggu 2x atau lebih Berdasarkan survey pendahuluan yang telah peneliti lakukan di wilayah desa Krapakan ditemukan terdapat 44 lansia yang mengalami demensia. 19 lansia mengalami demensia ringan, 17 mengalami demensia sedang dan 8 orang mengalami demensia berat.
2010).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Pada lansia dengan demensia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak yaitu terdapat kematian sel-sel di dalam otak dan kekurangan suplai darah di otak. Kerusakn didalm otak tersebut yang dapt mengkibtkn gangguan
pada
lansia.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Pillai et.all (2011) mengatakan bahwa puzzle dengan jenis crossword puzzle dapat digunakan untuk
memperlambat
onset
penurunan
fungsi kognitif pada lansia. Data sensus
mengetahui pengaruh terapi puzzle terhadap tingkat demensia lansia di wilayah Krapakan Caturharjo Pandak Bantul. METODOLOGI Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan
design
penelitian
quasy
eksperimenal design dengan pre and post test with control. Teknik pengambilan sample pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling untuk penelitian
eksperimen yaitu 34 lansia yang sesuai
Analisa data yang digunakan yaitu dengan
dengan kriteria inklusi dan esklusi.
analisa univariat dan bivariate. Analisa
Variabel independen pada penelitian ini
univariat
digunakan
untuk
mengetahui
adalah terapi puzzle sedangkan variabel
distribusi frekuensi karakteristik responden
dependen pada penelitian ini adalah tingkat
dengan tingkat demensia. Sedangkan analisa
demensia lansia.
bivariate menggunakan Mann Whitney untuk
Instrumen
yang
pada
mengetahui pengaruh terapi puzzle terhadap
penelitian ini adalah kuesioner dengan daftar
tingkat demensia lansia. Pengolahan data
pertanyaan
menggunakan system SPSS.
yang
digunakan
menggunakan
format
pemeriksaan MMSE (Mini Mental State Examination). Kuesioner ini terdiri dari 11 item pertanyaan dengan skor total 30. Pertanyaan ini dibagi menjadi 5 bagian yaitu orientasi, registrasi memori, atensi dan kalkulasi, pengenalan kembali dan bahasa. Pelaknsanaan penelitian ini
dimulai
dengan melakukan pretes menggunakan MMSE kepada lansia. Setelah dilakukan pretes selang beberapa hari dilakukanlah terapi puzzle di salah satu rumah warga. Terapi ini dilakukan selam 3 minggu dengan 9x pertemuan. Selang 1 minggu penelitian baru dilakukan postes dengan MMSE.
kelompok
HASIL Table 4.1 Karakteristik Responden
control
maupun
kelompok
intervensi
Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan,
Table 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat
Usia dan Pekerjaan pada Kelompok Kontrol
Demensia pada Kelompok Intervensi dan
dan Intervensi
Kelompok Kontrol
No.
Karekteristik
Kontrol (N=34) n %
1 Jenis kelamin Laki-laki 7 41,2 Perempuan 10 58,8 2 Pendidikan SD 15 88,2 SMP 1 5,9 SMA 1 5,9 3 Usia 45-59 tahun 2 11,8 60-74 tahun 8 47,1 75-90 tahun 7 41,2 4 Pekerjaan Wiraswasta 4 23,5 Petani 5 29,4 Ibu rumah 8 47,1 tangga
Intervensi (N=34) n %
4 13
23,5 76.5
15 1 1
88,2 5,9 5,9
Tingkat demensia
Normal Ringan Sedang Total
Kontrol
Intervensi
Pretes N %
Postes n %
Pretes N %
Postes n %
0 9 8 17
0 8 9 17
0 9 8 17
2 11 4 17
0 53 47 100
0 47 53 100
0 53 47 100
Berdasarkan table diatas dapat dilihat bahwa 4 9 4
23,5 53 23,5
mayoritas
lansia
mengalami
demensia
ringan saat pretes dan demensia sedang saat 7 5 5
41,2 29,4 29,4
postes pada kelompok control. Sedangkan pada kelompok intervensi, mayoritas lansia mengalami demensia ringan saat pretes
Berdasarkan table diatas dapat dilihat bahwa mayoritas
lansia
berjenis
kelamin
perempuan, pendidikan terakhir SD, usia ada pada rentang 60-74 tahun dan bekerja sebagai ibu rumah tangga baik pada
maupun
postes.
12 65 23 100
Tabel 4.3 tabulasi silang karakteristik responden pada kelompok kontrol
No .
Karakteristi k
Kelompok Kontrol
Normal n % 1.
2.
3.
4.
Usia 55-59 (tahun) 60-74 (tahun) 75-90 (tahun) Total Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Pendidikan SD SMP SMA Total Pekerjaan Wiraswasta Petani Ibu rumahtang ga Total
Pretes Ringan n %
Sedang N %
2
11.76
0
2 11.76
0
5
29.42
3 17.65
5 29.42
3 17.65
2
11.76
5 29.41
2 11.76
5 29.41
8
9
8
9
Posttes Normal Ringan n % n %
Sedang n %
4 5 9
23.53 29.42
3 17.65 5 29.42 8
4 23.53 5 29.42 9
3 17.65 5 29.42 8
7 1 1 9
41.18 5.88 5.88
8 47.06 0 0 8
7 41.18 1 5.88 1 5.88 9
8 47.06 0 0 8
3 3 3
17.65 17.65 17.65
1 5.88 2 11.76 5 29.42
3 17.65 3 17.65 3 17.65
1 5.88 2 11.76 5 29.42
8
9
8
9
Berdasarkan table 4.3 diatas pada usia 60-74 tahun mayoritas lansia mengalami demensia ringan masing-masing sebanyak 5 lansia (29.42%) baik pada pretes maupun postes. Sedangkan pada kelompok usia 75-90 tahun mayoritas lansia mengalami demensia sedang masing-masing sebanyak 5 lansia (29.42%) pada saat pretes maupun postes. Jenis kelamin lansia mayoritas adalah perempuan yaitu 5 lansia (29.42%) pada pretes dan 5 lansia (29.42%) pada postes demensia ringan. Terdapat jumlah lansia yang sama pada saat pretes maupun postes demensia sedang. Tingkat pendidikan lansia dengan demensia sedang paling banyak adalah SD yaitu masing-masing 8 lansia (47.06%) pada pretes maupun postes. Selanjutnya pekerjaan sebagai ibu rumahtangga dengan demensia sedang menjadi mayoritas yaitu masing-masing 5 lansia (29.42%) pada pretes maupun postes.
Tabel 4.4 tabulasi silang karakteristik responden pada kelompok intervensi setelah dilakukan terapi puzzle
No. Karakteristik
Kelompok Intervensi Pretes Normal Ringan n % n %
1.
2.
3.
4.
Usia 55-59 (tahun) 60-74 (tahun) 75-90 (tahun) Total Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Pendidikan SD SMP SMA Total Pekerjaan wiraswasta petani ibu rumahtangga Total
Sedang N %
Normal N %
Posttest Ringan n %
Sedang n %
3 17.65 1
5.88
2
11.76 2
6 35.29 3
17.65 0
7
41.2
0
4
23.53 0
2
11.76 0
9
8
2
2 11.76 2 7 41.2 6 9 8
11.76 2 35.29 0 2
11.76 1 5.88 1 5.88 10 58.82 3 17.65 11 4
7 41.2 1 5.88 1 5.88 9
8 0 0 8
47.06 1 0 1 2
5.88
5 29.42 2 3 17.65 4 1 5.88 4
11.76 1 23.53 1 23.53 0
5.88 5.88
9
10
2
11
5.88
11.76 2 11.76 2 11.76
4
10 58.82 4 23.53 1 5.88 0 0 0 11 4 5 3 3
29.42 1 5.88 17.65 1 5.88 17.65 2 11.76
11
4
Berdasarkn table diatas mayoritas
kelompok intervensi maupun kelompok
lansia pada usia 60-74 tahun saat pretes
kontrol menggunakan uji Mann Whitney.
sebanyak 6 lansia (35.29%) dan saat postes
Tabel 4.5 Hasil Uji Statistik Wicoxon Saat
sebanyak 7 lansia (41.2%) daam rentang
Pretest dan Posttest pada Kelompok
demensia ringan. Jenis kelamin mayoritas
Kontrol dan Intervensi.
lansia adalah perempuan yaitu saat pretes sebanyak 7 lansia (41.25%) dan saat postes 10 lansia (58.82%) pada demensia ringan. Selanjutnya tingkat pendidikan mayoritas
Kelompok
Mean
Kontrol
Pre test 19.4
Post test 19
Intervensi
20.8
22.2
∆ Mean -0.4
1.4
lansia dengan demensia sedang adalah SD
SD Pre test ±3.3 57
Post test ±3.325
±1.9 54
±1.944
yaitu 8 lansia (47.06%) saat pretes dan 10 Berdasarkan tabel diatas, pada hasil
lansia (58.82%) saat postes. Pekerjaan mayoritas lansia adalah wiraswasta yaitu
pretest
dan
posttes
masing-masing 5 lansia (29.425) pada pretes
terdapat selisih mean sebanyak -0.4 poin,
maupun postes yang mengalami demensia
sedangkan
ringan.
terdapat selisih mean pada pretest dan
pada
kelompok
kelompok
kontrol
intervensi
posttest sebanyak 1.4 poin. Selain itu, Setelah dilakukan uji normalitas, didapatkan hasil bahwa p value dari data menunjukkan bahwa data berdistribusi kelompok kontrol sebesar 0.070 (α>0.05) tidak normal sehingga untuk mengetahui dan p value kelompok kelompok intervensi perbandingan pretest dan posttest pada sebesar 0.003 (α<0.05). masing-masing kelompok menggunakan uji Wilcoxon. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh intervensi yang dilakukan pada
P Value 0.070
0.003
PEMBAHASAN
Table 4.6 Distribusi Hasil Analisa Postes pada Kelompok Kontrol dan Intervensi
Kontrol
Mean Pre tes
Mean Pos tes
∆ Mean
SD
19.41
18.94
-0.47
3.325
Pada Z
p Value
20.76
22.18
mengalami demensia ringan pada
1.41
1.944
-2.951
Berdasarkan table diatas dapat dilihat bahwa pretes dan postes pada kelompok kontrol terjadi selisih nilai mean yaitu -0.47. Hal
ini
menunjukkan
bahwa
terdapat
penurunan skor MMSE. Sedangkan pada kelompok intervensi terdapat selisih nilai mean yaitu 1.41. hasil selisih pada kelompok intervensi tersebut menunjukkan bahwa terdapat kenaikan skor MMSE. Nilai Z pada kedua kelompok yaitu -2.951 yang berarti bahwa terapi puzzle berpengaruh terhadap kenaikan skor MMSE lansia dengan p value 0.003.
kontrol
mayoritas lansia didusun Krapakan
saat Intervensi
kelompok
0.003
pretes
menderita
kebanyakan
lansia
demensia
Selanjutnya
sedang.
pada
perlakuan
kelompok
mayoritas
lansia
mengalami demensia ringan saat pretes. Berdasarkan table 4.2 dapat dilihat
bahwa
mayoritas
lansia
mengalami demensia ringan saat pretes
pada
kelompok
control
maupun pada kelompok intervensi. Hal ini disebabkan oleh dukungan keluarga demensia
pada
lansia
ringan
dengan
lebih
bagus
daripada lansia yang lain. Hal ini juga
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor, salah satu faktor tersebut adalah usia. Berdasarkan
table
4.3
dapat
dilihat bahwa pada usia 60-74 tahun
mayoritas
lansia
demensia
ringan,
kelompok
mengalami baik
kontrol
pada maupun
Selain usia, jenis kelamin juga merupakan
faktor
yang
mempengaruhi
dapat
demensia.
intervensi. Hal ini dapat disebabkan
Berdasarkan table 4.3 dan tabel 4.4
karena lansia kurang
dapat dilihat bahwa mayoritas lansia
melakukan
aktivitas fisik.
berjenis
Menurut
perempuan
dan
mengalami demensia ringan pada
Rodrigues (2009) seseorang yang
kelompok control maupun intervensi.
banyak beraktivitas fisik termasuk
Hal ini dapat disebabkan karena
berolahraga
memiliki
wanita memiliki hormon esterogen
memori yang lebih tinggi daripada
dan progesterone serta perempuan
yang jarang beraktivitas. Hal ini
mengalami masa menopause.
didukung
Carvalheiro
kelamin
cenderung
oleh
penelitian
yang
Beberapa
melibatkan Archives of Medical
menyebutkan
Research, aktivitas fisik teratur telah
lebih
terbukti dapat mengurangi resiko
daripada laki-laki karena perempuan
demensia sebanyak 50% pada lansia
mempunyai
yang
endogen yang menurun. Penurunan
mengalami
Alzheimer.
banyak
penelitian bahwa terkena
hormone
demensia
esterogen
Aktifitas fisik tersebut mempunyai
hormone
beberapa manfaat untuk lansia yang
mengakibatkan gangguan fungsi sel-
mengalami
sel saraf. Jika hal ini terus berlanjut,
demensia
demensia Alzheimer.
maupun
estrogen
perempuan
dapat
dapat menyebabkan kerusakan pada otak dan mengakibatkan demensia
pada lansia. Reseptor estrogen telah
demensia ringan pada kelompok
ditemukan dalam area otak yang
control maupun intervensi tingkat
berperan dalam fungsi belajar dan
pendidikannya adalah SD. Hal ini
memori, seperti hipokampus. Selain
dapat
itu, level estradiol yang rendah
pendidikan lansia rendah.
dalam tubuh berhubungan dengan
Beberapa
dikatakan
bahwa
tingkat
penelitian
penurunan fungsi kognitif umum dan
mengatakan bahwa semakin rendah
memori verbal. Hormone estradiol
pendidikan seseorang semakin tinggi
diperkirakan bersifat neuroprotektif
pula menderita demensia. Pendidikan
dan dapat
mampu mengkompensasi semua tipe
membatasi
kerusakan
akibat stress oksidatif serta terlihat
neurodegenerative
sebagai protektor sel saraf dari
vaskular, dan juga mempengaruhi
toksisitas amiloid. (WHO, 2011;
berat
Baziad, 2003 dalam Sihombing,
berpendidikan lebih lanjut, memiliki
2011;
Henry,
berat otak yang lebih dan mampu
Katrin dan Louisa, 2012; Myers, J.S,
menghadapi perbaikan kognitif serta
2008 dalam Banurea, Wiyono &
neurodegenerative
Theresa, 2012).
orang yang berpendidikan rendah.
Thompson,
2011;
Selain itu, pendidikan merupakan
otak.
dan
gangguan
Orang
yang
dibandingkan
Semakin tinggi tingkat intelegensia
faktor yang dapat menyebabkan
dan
demensia. Berdasarkan table 4.3 dan
semakin baik kemampuannya dalam
tabel
bahwa
mengkompensasi deficit intelektual.
mayoritas lansia yang mengalami
Individu dengan pendidikan yang
4.4
dapat
dilihat
pendidikan
pada
seseorang,
lebih
tinggi
sebelumnya
dapat
sangat
direkomendasikan
untuk
mengurangi risiko untuk mengalami
mengikuti latihan kognitif tersebut
demensia
tuanya.
sesuai dengan program dari Lembaga
(Rahmawati & Warih (2009), Carol
Nasional untuk Klinik dan Kesehatan
(2010), Kapplan & Saddock (2010)
di
dan Keage (2010).
kognitif
pada
usia
Amerika.salah yang
satu
digunakan
latihan adalah
Hasil penelitian ini menunjukkan
dengan bermain puzzle. Lansia yang
bahwa terapi puzzle yang dilakukan
mengikuti program tersebut dibagi
dapat menaikkan skor MMSE lansia
dalam kelompok kecil kemudian
yang mengalami demensia. Hal ini
setiap
dapat dilihat pada table 4.5 bahwa p
kegiatan bermain puzzle secara rutin
value signifikan yaitu 0.003. Hal ini
yaitu 2 jam setiap hari atau 2x dalam
dapat disebabkan oleh antusias dan
seminggu.
tingkat kemauan lansia belajar hal
kelompok kecil pada proses latihan
yang baru untuk kesehatan otak yaitu
kognitif
dapat
dengan latihan kognitif (puzzle). Hal
keaktifan
dan
ini dapat dilihat dari kehadiran lansia
menemukan dukungan yang mereka
dalam
kegiatan
butuhkan. Latihan kognitif tersebut
melakukan terapi puzzle yaitu 100%.
terbukti dapat meningkatkan hasil tes
Hal ini didukung oleh Hee-
secara signifikan. Latihan kognitif
mengikuti
kelompok
mendapatkan
Pembagian
menumbuhkan lansia
tersebut
Thomason
dengan cara menyediakan stimulasi
bahwa
lansia
demensia dengan rentang ringan
yang
merangsang
akan
Young (2010), Tuppen (2012) dan (2012)
akan
dalam
memadai
otak
untuk
mempertahankan dan meningkatkan
pada kelompok kontrol, sedangkan pada
fungsi kognitif otak yang tersisa.
kelompok intervensi terdapat selisih
Otak akan bekerja saat mengambil,
mean pada pretest dan posttest sebanyak
mengolah, dan menginterpretasikan
1.41 poin, yang menunjukan adanya
gambar atau informasi yang telah
kenaikan skor MMSE pada kelompok
diserap, serta otak bekerja dalam
intervensi.
mempertahankan
pesan
atau
informasi yang didapat.
yang
Berdasarkan hasil dan kesimpulan tentang pengaruh terapi puzzle terhadap demensia
lansia
telah
diuraikan,
peneliti
memberikan saran:
KESIMPULAN DAN SARAN
tingkat
Berdasarkan hasil dan pembahasan
dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh terapi puzzle terhadap penurunan skor depresi pada lansia dengan nilai p value 0.003 (α ≤ 0.05). Hal ini menunjukan bahwa Ho ditolak dan ada pengaruh terapi puzzle terhadap tingkat demensia lansia. Selain itu, terdapat selisih nilai mean pada hasil pretest dan posttes kelompok kontrol sebanyak -0.47 poin, hal ini menunjukan bahwa terdapat kenaikan dan penurunan skor MMSE
1. Bagi keilmuan bidang keperawatan Dalam
bidang
keperawatan
gerontik, jiwa dan komunitas perlu dikembangkan
lagi
terapi-terapi
komplementer khusunya bagi lansia yang mengalami demensia atau pun bagi lansia yang mulai beresiko mengalami demensia agar demensia dapat diantisipasi dan dapat di perlambat perjalanan penyakitnya walaupun
sebenarnya
selalu terjadi pada lansia.
demensia
2. Bagi lansia Lansia
berupaya
untuk
meminimalkan terjadinya demensia dengan terapi-terapi komplementer khususnya terapi puzzle ini dan juga dapat
mencegah
penyakit
perkembangan
demensia
agar
tidak
semakin buruk keadaannya. 3. Bagi peneliti selanjutnya Dapat digunakan sebagai salah satu
referensi
alternative untuk
yang
membantu
demensia.
tentang bisa
terapi
digunakan
lansia
dengan
DAFTAR PUSTAKA Anonym. 2009. Active for Nursing and Residential Hospital, (online), (http://www.active-minds.co.uk, diakses 12 November 2014) BPOM RI. 2015. Demensia. (http://pionas.pom.go.id) diakses tanggal 19 Februari 2015 Brooker, C. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta:EGC Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC Kang, Hee-Young,R.N., PhD., Bae, YeongSuk,R.N., PhD., Kim, Eun-Hee,R.N., PhD., Lee, Kap-Soon,R.N., PhD., Chae, M., R.N., & Ju, R., R.N. (2010). An integrated dementia intervention for korean older adults. Journal of Psychosocial Nursing & Mental Health Services, Keage H. 2010. Education, The Brain and Dementia: Neuroprotection or Compensation?. BRAIN. Misbach, Muzamil. 2010. Media Puzzle, (online), diakses 3 Desember 2014 Pillai
et. al,. 2014. Association of Crosswordpuzzle Partisipation with Memory Decline in Person Who Develop Dementia, (online), (http://www.ncbi.nlm.nih.gov diakses 20 Desember 2014)
Sihombing, H, C. 2011. Menopause pada Lansia. Jakarta : FK UI Stanley, M & Beare, P.G. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
Thomason, C. (2012, Nov 01). Benefits of cognitive stimulation for people with dementia. NursingTimes.Net, Tuppen, J. (2012). The benefits of groups that provide cognitive stimulation for people with dementia. Nursing Older People WHO. (2012). Dementia : Public Health Priority (http://www.who.int). Diakses tanggal 18 Februari 2015