e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Pengaruh Teknik Pembelajaran Storytelling Berbantuan Satua Bali terhadap Keterampilan Berbicara pada Siswa Kelas V SD Alifia Nur Safira1, Putu Nanci Riastini2, I Ketut Dibia3 1,2,3
Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang mengikuti teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali dan kelompok siswa yang tidak mengikuti pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali pada siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Seririt tahun pelajaran 2016/2017. Populasi penelitian ini adalah kelas V SD di Gugus III Kecamatan Seririt tahun pelajaran 2016/2017. Sampel penelitian ini adalah kelompok siswa kelas V SD Negeri 3 Seririt dan kelompok siswa kelas SD Negeri 1 Pengastulan. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) terdapat perbedaan keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang mengikuti teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali dan kelompok siswa yang tidak mengikuti pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali, 2) satua Bali membuat siswa lebih bersemangat dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, kegiatan ini membuat siswa mengenal lebih banyak satua, dan 3) kemampuan guru berekspresi dalam bercerita berpengaruh terhadap ekspresi siswa saat bercerita. Hasil uji-t menunjukkan bahwa thitung = 4,58 > tabel = 2,00. Dengan demikian, teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali berpengaruh terhadap keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Seririt tahun pelajaran 2016/2017. Saran untuk peneliti lain, agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian yang akan dilaksanakan serta dapat meneliti lebih lanjut mengenai peran guru sebagai model saat bercerita dan pengaruhnya terhadap interaksi guru dan siswa.
Kata kunci: storytelling, satua Bali, keterampilan berbicara
Abstract This study aimed at investigating difference of speaking ability between a group of students who were taught by using storytelling learning technique aided by Satua Bali and a group of students who were not taught by using storytelling learning technique aided by Satua Bali. The study was conducted for fifth grade students of Third Cluster in Seririt Sub-district in academic year 2016/2017. The population of the study was fifth grade students of the Third Cluster in Seririt Sub-district in academic year 2016/2017. The sample of the study was fifth grade students of SD Negeri 3 Seririt and fifth grade students of SD Negeri 1 Pengastulan.The instrument of data collection in this study was observation sheet. The data analysis was t-test.The result shows that 1) there is significant differences of speaking ability between a group of student who were taught by using storytelling learning technique aided by Satua Bali and a group of students who were not taught by using storytelling learning technique aided by Satua Bali, 2) the aid of Satua Bali can make the students more excited and enthusiastic in learning process, and 3) the teacher’s expressions in telling the story gives an effect on the students ability in expressing themself in telling the story. The result of
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
t-test shows that tvalue = 4,58 > ttable =2,00. Thus, storytelling learning technique aided by Satua Bali give significant effect on speaking ability of fifth grade students of The Third Cluster in Seririt Sub-district in academic year 2016/2017. The suggestions for the further research are that the problems obtained during the study needs to be considered and the investigation on the role and the effect of teacher’s modeling of storytelling on teacher– students interaction needs to be investigated. Keywords: storytelling, satua Bali, speaking ability
PENDAHULUAN Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk sosial yang berinteraksi dengan manusia lain. Untuk berinteraksi dengan manusia lainnya, manusia harus mampu untuk berkomunikasi. Berkomunikasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan kompleks bagi kehidupan manusia. Komunikasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal adalah suatu bentuk komunikasi berupa kegiatan percakapan atau penyampaian pesan maupun informasi yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik itu disampaikannya secara lisan maupun secara tulisan. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang dianggap paling sempurna dan efektif (Wendra, 2005). Dalam penerapannya, berkomunikasi verbal menggunakan bahasa lisan sebagai sarananya. Bahasa merupakan alat untuk terciptanya sebuah komunikasi. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Dibia, dkk (2007:3) bahwa “fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi”. Bahasa merupakan alat komunikasi yang bersifat universal. Dengan bahasa, seseorang dapat mengungkapkan ide, perasaan, dan pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain. Mengingat bahasa sangat dibutuhkan, maka pendidikan formal di Indonesia menempatkan bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran di SD agar siswa memiliki keterampilan berbahasa yang baik dan benar (UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS). Keterampilan berbahasa memiliki beberapa komponen. Harris (dalam Tarigan, 2015:1), menyatakan bahwa “keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills) dan
keterampilan menulis (writing skills)”. Dari keempat komponen tersebut, salah satu keterampilan yang sangat penting peranannya adalah keterampilan berbicara. Haryadi dan Zamzani (1996:56), “berbicara merupakan tuntutan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial (homo hominecosius) agar mereka dapat berkomunikasi dengan sesamanya”. Selanjutnya menurut Tarigan (2015:16), “berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Lebih lanjut, Arini, dkk (2006:49) menyatakan bahwa “keterampilan berbicara atau berbahasa lisan merupakan keterampilan yang dimiliki individu untuk berpartisipasi dengan lingkungannya”. Melalui keterampilan tersebut, seseorang dapat mengekspresikan dirinya sendiri, menyampaikan pengetahuan, pikiran, atau perasaannya kepada orang lain. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, keterampilan berbicara adalah kebutuhan yang dimiliki individu dalam menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan yang disampaikan secara lisan kepada orang lain. Dengan demikian, keterampilan berbicara sangat penting sekali dikuasai siswa sehingga siswa dapat menyampaikan pikirannya kepada orang lain. Namun kenyataannya, keterampilan berbicara siswa masih kurang. Banyak siswa yang belum mampu menunjukkan keterampilan berbicaranya dengan baik. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 9 sampai 11 Januari 2017 di SD Gugus III Kecamatan Seririt khususnya di kelas V diketahui bahwa cara mengajar guru kurang inovatif. Dalam pembelajaran, guru lebih sering menggunakan metode pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) dan kurang 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
menggunakan media pembelajaran. Dikatakan berpusat pada guru karena dalam pembelajaran guru menyampaikan materi melalui ceramah, tanya jawab, dan latihan soal secara terus menerus. Metode yang diterapkan tersebut menyebabkan pembentukan prilaku pasif pada siswa karena siswa hanya menerima informasi yang disampaikan oleh guru tanpa melalui proses pembentukan komponen berbahasa. Selain observasi, wawancara pun dilakukan dengan guru kelas V SD di Gugus III Kecamatan Seririt. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa selama ini siswa masih kesulitan untuk berbicara
lancar di depan kelas karena rasa kurang percaya diri siswa untuk berekspresi. Kesalahan berbahasa seperti penggunaan tata bahasa, pemilihan kosa kata, pelafalan, dan intonasi merupakan faktor yang menghalangi kemampuan siswa untuk berbicara dengan baik. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil pencatatan dokumen yang diperoleh dari SD di Gugus III Kecamatan Seririt. Hasil pencatatan dokumen berupa nilai keterampilan berbicara yang diperoleh siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Nilai keterampilan berbicara siswa, dapat disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-Rata Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SD di Gugus III Kecamatan Seririt Persentase No. Nama Sekolah KKM Rata-Rata Tuntas 1 SD Negeri 1 Seririt 68 67,66 56,1% 2 SD Negeri 2 Seririt 65 65,71 75% 3 SD Negeri 3 Seririt 70 67,37 47,37% 4 MI Al-Khairiyah Seririt 75 67,86 42,86% 5 MI Maya Seririt 60 65,15 96,97% 6 SD Negeri 1 Pengastulan 65 64,84 59,34% 7 SD Negeri 3 Pengastulan 70 67,48 39,19% 8 MI Al-Huda Pengastulan 75 70,29 47,06% (Sumber: SD di Gugus III Kecamatan Seririt) Berdasarkan Tabel 1, terdapat 6 sekolah dari 8 SD di Gugus III Kecamatan Seririt yang memiliki persentase ketuntasan di bawah 60%. Selanjutnya, nilai rata-rata keterampilan berbicara yang diperoleh siswa kelas V berkisar antara 64,84 sampai 70,29 yang tergolong dalam kategori cukup. Untuk mengatasi masalah kurangnya keterampilan berbicara pada siswa, maka perlu dicarikan solusi yang tepat. Tujuannya adalah pembelajaran yang dilaksanakan dapat memberikan hasil yang optimal dan mampu meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa secara signifikan. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah menggunakan teknik pembelajaran storytelling dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Teknik pembelajaran storytelling merupakan salah satu ragam pembelajaran cooperative learning. Storytelling berasal dari bahasa Inggris, yang artinya adalah
bercerita. Lie (2010:71) menyatakan bahwa “teknik pembelajaran storytelling atau bercerita dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar dan materi pelajaran”. Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Selain itu, menurut Dujmovic & Pula (dalam Riastini dan Margunayasa, 2015), teknik ini menimbulkan minat belajar siswa karena menumbuhkan keceriaan belajar, melatih konsentrasi, mengembangkan sikap, dan melatih imajinasi siswa. Dalam penerapannya, teknik ini mengutamakan peran individu atau siswa dalam belajar. Siswa dituntut untuk menggunakan semua inderanya dan dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan imajinasinya. Selain itu, siswa juga mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi, menangkap isi cerita secara utuh untuk 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
dikomunikasikan dengan kata dan kalimat sendiri, sehingga keterampilan berbicara siswa pun meningkat. Untuk mengefektifkan penggunaanya, teknik pembelajaran storytelling dipadukan dengan satua Bali. Anandakusuma (dalam Riastini dan Margunayasa, 2013:108), menyatakan “satua berarti cerita, atau dapat diartikan cerita yang berasal dari daerah Bali yang hadir dari generasi ke generasi”. Satua atau dongeng dinyatakan sebagai “cerita khayal (fantasi) yang mengisahkan cerita aturan tentang keanehan atau keajaiban sesuatu” (Antara, 2010:71). Dalam hal ini, satua Bali berfungsi sebagai bahan yang diceritakan oleh siswa. Satua yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu I Buta teken I Lumpuh, I Tuwung Kuning, I Siap Selem, Pan Balang Tamak, I Sugih teken I Tiwas, I Belog, I Bawang teken I Kesuna, dan I Cupak teken I Grantang. Melalui cerita yang disajikan dalam satua Bali, siswa dapat menginterpretasikan isi cerita sesuai dengan imajinasinya. Selain itu, siswa dapat mengungkapkan kembali isi cerita, mengungkapkan hasil pengamatan dengan bahasa yang runtut dan bermakna, sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan berbicaranya. Di samping itu, siswa juga dapat melestarikan satua Bali agar kesusastraan Bali tetap dikenal oleh masyarakat Bali khususnya pada anak-anak karena pesan yang diantarkan dalam satua Bali dapat menjadi pelajaran sikap-sikap moral yang sepatutnya untuk dicontoh, diadopsi, dan diamalkan oleh anak. Dengan demikian,
siswa tidak hanya dapat mengembangkan keterampilan berbicaranya saja, tetapi juga dapat meningkatkan nilai karakternya. Berdasarkan uraian di atas, dapat diungkapkan bahwa teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali diduga akan memberikan pengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa. Namun, seberapa jauh pengaruh teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali terhadap keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Seririt tahun pelajaran 2016/2017 belum dapat diketahui. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Teknik Pembelajaran Storytelling Berbantuan Satua Bali terhadap Keterampilan Berbicara pada Siswa Kelas V SD di Gugus III Kecamatan Seririt Tahun Pelajaran 2016/2017”. METODE Penelitian ini dilaksanakan pada semester II (genap) tahun pelajaran 2016/2017 di kelas V SD di Gugus III Kecamatan Seririt. Jenis penelitian ini merupakan eksperimen semu (quasi eksperimental) karena subjek penelitian adalah manusia yang tidak mungkin dikontrol secara ketat. Rancangan penelitian berupa post-test only control group design. Rancangan ini menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan baru, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapat perlakuan. Post-test diberikan kepada semua kelompok penelitian. Adapun desain penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Desain Penelitian Kelompok E K
Perlakuan X -
Post-Test O1 O2 (Sumber: Sugiyono, 2012:112)
Keterangan: E : kelompok eksperimen K : kelompok kontrol X : perlakuan dengan teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali : tidak diberi perlakuan teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali O1 : post-test terhadap kelompok eksperimen O2 : post-test terhadap kelompok kontrol
4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas V semester genap di Gugus III Kecamatan Seririt tahun pelajaran 2016/2017. Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel dalam penelitian ini adalah teknik random sampling. Sampel yang dirandom dalam penelitian ini adalah kelas, karena dalam eksperimen ini tidak memungkinkan untuk mengubah kelas yang ada. Sebelum menentukan sampel, terlebih dahulu dilakukan pengujian kesetaraan dari populasi menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A). Data yang digunakan, yaitu nilai keterampilan berbicara siswa. Berdasarkan hasil analisis dengan ANAVA A pada taraf signifikansi 5%, diperoleh nilai Fhitung sebesar 1,94 dan nilai Ftabel pada dbantar = 7 dan dbdalam 218 adalah sebesar 2,05. Dengan demikian, maka terlihat Ftabel > Fhitung, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Dari pernyataan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai keterampilan berbicara siswa kelas V SD Gugus III Kecamatan Seririt diterima. Setelah memperoleh hasil perhitungan uji kesetaraan, selanjutnya kedelapan kelas itu dirandom untuk menentukan 2 kelas sampel. Kelas sampel tersebut kemudian diundi kembali untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil pengundian, yaitu kelas V SD Negeri 3 Seririt sebagai kelas eksperimen dan kelas V SD Negeri 1 Pengastulan sebagai kelas kontrol. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri 3 Seririt dan SD Negeri 1 Pengastulan. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan metode observasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam mencapai aspek-aspek keterampilan berbicara. Aspek keterampilan berbicara siswa yang dinilai selama pembelajaran, yaitu intonasi, pilihan kata (diksi), ekspresi, dan kelancaran. Aspek intonasi yang dinilai adalah penempatan tekanan yang jelas
sehingga pendengar tertarik terhadap apa yang disampaikan. Aspek pilihan kata (diksi) yang dinilai adalah siswa menggunakan kata-kata yang mudah dipahami. Aspek ekspresi yang dinilai adalah ketepatan siswa dalam mengekspresikan diri saat berbicara. Aspek kelancaran yang dinilai adalah kelancaran siswa dalam berbicara tanpa diimbuhi dengan bunyi “ee…” dan sejenisnya. Data keterampilan berbicara siswa dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif dilakukan dengan menghitung mean, median, dan modus. Analisis statistik inferensial untuk menguji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi). Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi terhadap data keterampilan berbicara siswa yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Setelah diketahui data berdistribusi normal dan varians homogen, maka dilakukan uji hipotesis menggunakan uji-t (polled varians) dengan rumus sebagai berikut. t
X1 X 2 (n1 1) s (n2 1) s22 1 1 n1 n2 2 n1 n2 2 1
(dalam Koyan, 2012:33) HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil penelitian yang telah diperoleh, dilakukan perhitungan sentral untuk mencari mean, median, dan modus dari tiap-tiap kelompok data. Hasil perhitungan ukuran sentral (mean, median, dan modus) disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.
5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Keterampilan Berbicara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Hasil Keterampilan Berbicara Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol 14,63 12,66 15 12,5 16 11 3,59 3,01 18 16 11 10 8 7
Data Statistik Mean Median Modus Varians Skor maksimum Skor minimum Rentangan
keterampilan berbicara kelompok eksperimen cenderung tinggi. Untuk mengetahui kualitas dari variabel keterampilan berbicara pada kelompok eksperimen, skor rata-rata keterampilan berbicara siswa dikonversikan terhadap kriteria rata-rata ideal dan standar deviasi ideal. Berdasarkan hasil konversi, diketahui bahwa skor rata-rata keterampilan berbicara siswa kelompok eksperimen adalah 14,63 berada pada rentang skor 13, 33 M < 16 dengan kategori tinggi. Kemudian, kurva poligon skor posttest keterampilan berbicara kelompok kontrol disajikan pada Gambar 2.
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Frekuensi
Frekuensi
Berdasarkan Tabel 3, secara deskriptif mean kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Selanjutnya, apabila mean dikonversikan terhadap skala lima , dapat diketahui bahwa mean kelompok eksperimen berada pada kategori tinggi dan mean kelompok kontrol berada pada kategori sedang. Selanjutnya, untuk melihat kecenderungan skor yang diperoleh siswa, maka data skor post-test keterampilan berbicara siswa disajikan ke dalam bentuk kurva poligon. Kurva poligon skor post-test keterampilan berbicara kelompok eksperimen disajikan pada Gambar 1.
11
12
13
14
15
16
17
8 7 6 5 4 3 2 1 0 10
18
11
12
13
14
15
16
Skor
Skor
Gambar 2. Kurva Poligon Skor Post-Test Keterampilan Berbicara Kelompok Kontrol
Gambar 1. Kurva Poligon Skor Post-Test Keterampilan Berbicara Kelompok Eksperimen
Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa mean lebih besar daripada median dan modus (M>Md>Mo). Dengan kata lain, kurva poligon di atas adalah kurva juling positif. Ini berarti, sebagian besar skor
Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa modus lebih besar daripada median dan mean (Mo>Md>M). Dengan kata lain, kurva poligon di atas adalah kurva juling negatif. Ini berarti, sebagian besar skor 6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
keterampilan berbicara kelompok eksperimen cenderung rendah. Untuk mengetahui kualitas dari variabel keterampilan berbicara pada kelompok kontrol, skor rata-rata keterampilan berbicara siswa dikonversikan terhadap kriteria rata-rata ideal dan standar deviasi ideal. Berdasarkan hasil konversi, diketahui bahwa skor rata-rata keterampilan berbicara siswa kelompok kontrol adalah 12,66 berada pada rentang skor 10,67 M < 13,33 dengan kategori sedang. Selanjutnya, berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh thitung 4,58 > ttabel 2,00 pada taraf signifikansi 5%. Sesuai dengan kriteria pengujian, apabila thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang mengikuti teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali dan kelompok siswa yang tidak mengikuti pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali pada siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Seririt tahun pelajaran 2016/2017. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang mengikuti teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali dan kelompok siswa yang tidak mengikuti pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya penggunaan teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali. Teknik pembelajaran storytelling ini telah melatih siswa untuk mengembangkan keterampilan berbahasanya, khususnya keterampilan berbicara. Dikatakan melatih keterampilan berbahasa siswa, karena dalam prosedur pembelajarannya teknik ini membuat siswa menggunakan empat keterampilan berbahasanya, yaitu membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Hal serupa juga diungkapkan oleh Lie (2010:71) yang menyatakan bahwa “teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara”. Kegiatan siswa dalam menggunakan empat keterampilan berbahasanya tersebut dilakukan secara berulang-ulang selama
kegiatan pembelajaran di setiap pertemuan, sehingga berangsur-angsur kemampuan berbicara siswa meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (2015) yang menyatakan bahwa diperlukan latihanlatihan dan praktik untuk menguasai suatu keterampilan berbahasa. Selain itu, teknik pembelajaran storytelling ini lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengolah informasi dan menangkap isi cerita secara utuh, sehingga siswa dapat mengungkapkan kembali isi cerita sesuai kemampuan berbahasa yang dimiliki, yaitu dengan menggunakan kata dan kalimat sendiri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Huda (2011:152) yang mengatakan bahwa, “kegiatan storytelling memberi banyak kesempatan pada siswa untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi”. Temuan penelitian tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2016) yang menunjukkan bahwa penerapan model paired storytelling dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri 4 Tejakula. Hermawan (2016) menjelaskan bahwa peningkatan tersebut terjadi karena model pembelajaran paired storytelling merangsang siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi, sehingga siswa dapat menceritakan apa yang dibaca dan didengar sesuai dengan imajinasi mereka dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Selanjutnya, adanya penggunaan satua Bali sebagai bahan yang dibaca dan diceritakan oleh siswa. Satua Bali merupakan cerita yang sering didengarkan oleh siswa dan berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di sekitar siswa atau pengalaman yang pernah dialami siswa. Cerita yang ringan dan sering terjadi di sekitar siswa membuat siswa lebih mudah menginterpretasikan isi cerita sesuai dengan imajinasinya, sehingga mereka mampu untuk menceritakan kembali isi cerita. Di samping itu, penggunaan satua Bali sebagai bahan cerita memberikan kesan yang menyenangkan pada diri siswa. Hal tersebut terbukti saat pembelajaran berlangsung, siswa lebih bersemangat dan 7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang mengikuti teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali dan kelompok siswa yang tidak mengikuti pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali pada siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Seririt tahun pelajaran 2016/2017. Tinjauan ini didasarkan pada skor rata-rata keterampilan berbicara yang diperoleh, yaitu kelompok siswa yang mengikuti teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali adalah 14,63 dan kelompok siswa yang tidak mengikuti pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali adalah 12,66. Selanjutnya, berdasarkan pengujian hipotesis juga membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang mengikuti teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali dan kelompok siswa yang tidak mengikuti pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali yang ditunjukkan oleh thitung = 4,58 > ttabel = 2,00. Saran-saran yang dapat diberikan kepada pihak-pihak terkait, yaitu: 1. Kepada Siswa Siswa SD di Gugus III Kecamatan Seririt, hendaknya lebih sering membaca. Kegiatan membaca akan menambah kosakata yang dimiliki, sehingga keterampilan berbicara akan meningkat. 2. Kepada Guru Guru hendaknya melanjutkan pelaksanaan pembelajaran melalui teknik pembelajaran storytelling berbantuan satua Bali dengan beberapa modifikasi agar sesuai dengan kondisi, materi, dan peserta didik. 3. Kepada Kepala Sekolah Kepala Sekolah hendaknya menjadikan hasil penelitian ini sebagai dasar kebijakan untuk membina guru dalam pengembangan teknik pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif.
antusias dalam mengikuti pembelajaran karena di dalam satua terdapat tokoh-tokoh yang diperankan oleh binatang, hal-hal lucu yang menghibur, dan sikap-sikap moral yang sepatutnya dicontoh, diadopsi, dan diamalkan oleh siswa dalam bertindak di kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat Suastika (2011) yang menyatakan bahwa, satua berfungsi sebagai nilai pendidikan yang mengarah pada karakter, etika, dan moral. Dengan demikian, siswa tidak hanya dapat mengembangkan keterampilan berbicaranya saja, tetapi juga dapat meningkatkan nilai karakternya. Temuan penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Riastini dan Margunayasa (2013) yang menunjukkan bahwa pembelajaran IPA menggunakan media satua Bali dapat meningkatkan nilainilai karakter siswa. Riastini dan Margunayasa (2013) menjelaskan bahwa peningkatan tersebut terjadi karena satua Bali sebagai media pembelajaran mampu menghadirkan gambaran-gambaran kehidupan masyarakat yang sarat nilai karakter. Gambaran-gambaran tersebut membentuk bayangan-bayangan mental yang tertanam dan melekat pada pikiran anak. Selain itu, tokoh-tokoh dalam satua juga memberi kekuatan, arahan, dan panduan perilaku yang berkarakter bagi anak sehingga meningkatkan nilai karakter pada siswa. Lebih lanjut, kemampuan guru berekspresi dalam menyampaikan cerita berpengaruh terhadap ekspresi siswa saat bercerita. Hal ini terjadi karena guru sebagai model yang diperhatikan, diamati, dan ditiru oleh siswa. Dalam pembelajaran storytelling, guru menyampaikan satua dengan ekspresi diikuti gerakan yang sesuai dengan kejadian pada satua sehingga siswa dapat meniru ekspresi tersebut ketika diminta untuk menceritakan kembali isi satua. Hal ini sejalan dengan pendapat Amalia dan Sa’diyah (2015) yang menyatakan bahwa, bahasa lisan guru serta penggunaan bahasa tubuh dapat memperjelas jalan cerita. Dengan demikian, penting sekali bagi guru untuk berekspresi yang sesuai saat bercerita agar siswa mudah untuk meniru dan mepraktikkannya saat bercerita. 8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Hermawan, Yoga. 2016. “Penerapan Model Pembelajaran Paired Storytelling untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia”. Jurnal Ilmiah PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD. Vol: 4 No. 1.
4. Kepada Peneliti lain Peneliti lain hendaknya menjadikan hasil penelitian ini sebagai referensi awal untuk meneliti lebih lanjut mengenai peran guru sebagai model saat bercerita dan pengaruhnya terhadap interaksi guru dan siswa. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapkan terimakasih ditujukan kepada Putu Nanci Riastini, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing I dan I Ketut Dibia, S.Pd.,M.Pd. selaku pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan kearifan telah banyak memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta petunjuk. Selanjutnya, kepada Kepala Sekolah, dewan guru, pegawai, dan siswa-siswi di SD Negeri 3 Seririt dan SD Negeri 1 Pengastulan yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian.
Huda,
DAFTAR PUSTAKA Amalia, Taranindya Zulhi dan Zaimatus Sa’diyah. 2015. “Bercerita sebagai Metode Mengajar bagi Guru Raudhatul Athfal dalam Mengembangkan Kemampuan Dasar Bahasa Anak Usia Dini di Desa Ngembarejobae, Kudus. Jurnal Ilmiah STAIN Kudus Jurusan Tarbiyah. Vol: 3. No. 2.
Riastini, Putu Nanci dan I Gede Margunayasa. 2013. “Pengaruh Satua Bali Terhadap Nilai Karakter Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran IPA”. Dalam Prosiding Seminar Nasional Riset Inovatif I ISSN. Singaraja: Undiksha.
Miftahul. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Koyan, I.W. 2012. Stastistik Pendidikan Teknik Analisis Data Kuantitatif. Singaraja: Universitas Pendidikan Press. Lie,
Anita. 2010. Mempraktikkan Cooperative Leraning di RuangRuang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Riastini, Putu Nanci dan I Gede Margunayasa. 2015. “Minat Belajar Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru SD, Universitas Pendidikan Ganesha”. Dalam Proceedings Seminar of International Conference of Lesson Study 2015. Singaraja: Asosiasi Lesson Study Indonesia (ALSI).
Antara, I Gusti Bagus. 2010. Prosa Fiksi Bali. Singaraja: Yayasan Gita Wandawa. Arini, Ni Wayan, dkk. 2006. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia Berbasis Kompetensi. Singaraja: Undiksha Press.
Suastika, I Made. 2011. Tradisi Sastra Lisan (Satua) di Bali. Denpasar: Pustaka Larasan.
Dibia, Ketut, dkk. 2007. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Haryadi, dan Zamzani. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Tarigan, Henry Guntur. 2015. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: CV Angkasa.
9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia. Wendra, I.W. 2005. Buku Ajar Keterampilan Berbicara. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
10