Pengaruh Perubahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Lingkar Luar Kebun Raya Bogor Terhadap Iklim Mikro
Retno Mustikaweni
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Pengaruh Perubahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Lingkar Luar Kebun Raya Bogor Terhadap Iklim Mikro
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Retno Mustikaweni
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Pengaruh Perubahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Lingkar Luar Kebun Raya Bogor terhadap Iklim Mikro
Nama Mahasiswa
: Retno Mustikaweni
Nomor Pokok
: A34203051
Departemen
: Arsitektur Lanskap
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Setia Hadi, MS. NIP. 131 578 821
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus : ................................
RINGKASAN RETNO MUSTIKAWENI. Pengaruh Perubahan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Lingkar Luar Kebun Raya Bogor Terhadap Iklim Mikro. Dibimbing oleh SETIA HADI. Kota merupakan rangkaian ekosistem yang kompleks. Kota yang tumbuh pesat mengalami pembangunan dan pertambahan penduduk. Pertambahan penduduk ini juga bisa disebabkan oleh urbanisasi. Pertambahan penduduk kota menyebabkan berbagai masalah kota, antara lain perubahan penutupan dan penggunaan lahan kota. Kota Bogor menjadi salah satu kota dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, terutama setelah luas wilayah administrasi Kota Bogor bertambah. Konsentrasi penduduk yang besar disertai dengan peningkatan kebutuhan lahan pemukiman menyebabkan terjadi konversi ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun. Konsekuensi dari konversi ini adalah berubahnya iklim mikro kota yang berdampak pada kenyamanan Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan penggunaan ruang di sekitar Kebun Raya Bogor (radius 500m dari lingkar luar Kebun Raya Bogor) dari tahun 1992-2005 dan dampaknya terhadap iklim mikro kota. Perubahan pemanfaatan ruang ini kemudian dibandingkan dengan nilai THI (Temperature Humidity Index) untuk melihat kenyamanan kota. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan menggunakan teknik analisis spasial dan teknik survei lapang. Proses penelitian meliputi pengumpulan data, analisis awal, survei lapang, analisis lanjutan dan penyajian hasil. Pengambilan data iklim mikro (suhu udara dan kelembaban) dilakukan pada 9 titik contoh yang telah ditentukan terlebih dahulu sebagai titik contoh untuk tipe pemanfaatan ruang yang terdiri dari badan air, lahan terbangun dan ruang terbuka hijau. Setiap tipe pemanfaatan ruang diwakili oleh 3 daerah. Pengukuran suhu udara dan kelembaban dilakukan 3 kali untuk setiap titik yaitu pada pukul 7 pagi, pukul 2 siang dan pukul 6 sore, dengan syarat pengambilan data yaitu cuaca harus cerah. Dari data iklim mikro ini kemudia diolah lagi untuk dicari nilai THInya, yaitu dengan menggunakan rumus THI = 0,8T + (RH × T ) , suatu area dikatakan nyaman 500
apabila nilai THI berkisar antara 21-27. nilai THI ini kemudian dibagi menjadi 3 kriteria yaitu nyaman (THI 21-24), sedang (THI 24-27) dan tidak nyaman (THI>27). Dari hasil analisis diketahui bahwa pada tahun 1992, kawasan ini sudah didominasi oleh lahan terbangun dengan presentase sebesar 94,80% (3110,17 Ha). Hal itu tidak dapat dihindari sebab kawasan ini merupakan pusat Kota Bogor sehingga pertumbuhannya pesat. Masih tersisa ruang terbuka hijau di kawasan ini dengan presentasi sebesar 4,22% (138,44 Ha), sedangkan sawah (tergenang) sebesar 0,84% (27,70 Ha) dan badan air sebesar 0,14% (4,60 Ha). Untuk pemanfaatan ruang di Kebun Raya Bogor pada tahun 1992 masih didominasi oleh hutan, kebun campuran dan lahan terbangun. Sedangkan pada tahun 2005 terjadi peningkatan pemanfaatan ruang berupa lahan terbangun yaitu menjadi sebesar 98,32% (6301,13 Ha). Ruang terbuka hijau pada tahun 2005 presentasenya menurun menjadi 1,61% (103,1 Ha), sawah (tergenang) menjadi 0,05% (3,03 Ha) dan badan air menjadi 0,02% (1,26 Ha). Peningkatan lahan terbangun terjadi karena pertambahan penduduk yang menyebabkan terjadinya peningkatan
kebutuhan akan perumahan, serta bertambahnya pusat perbelanjaan di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor ini. Di dalam Kebun Raya Bogor, pertambahan luas lahan terbangun juga terjadi yaitu meningkat dari 11,17% menjadi 24,57%. Luasan kebun campuran juga meningkat menyusul berkurangnya luasan hutan. Peningkatan luas lahan terbangun ini disebabkan bertambahnya bangunan berupa kantor pengelola, laboratorium peneliti, herbarium dan rumah kaca untuk tanaman anggrek. Sedangkan peningkatan kebun campuran di dalam Kebun Raya Bogor terjadi karena beberapa tempat menjadi taman. Lebih banyak lahan terbuka di Kebun Raya Bogor karena beberapa pohon yang tumbang penggantinya belum ditanam kembali sebab ada keterbatasan bibit untuk tanaman yang langka. Peningkatan lahan terbangun ini menyebabkan bertambahnya penutupan lahan berupa aspal, conblock dan semen. Bahan-bahan ini memiliki albedo sekitar 10-15% atau sekitar 85% panas akan diserap oleh kota. Hal inilah yang selanjutnya akan mempengaruhi panas dalam kota. Data iklim mikro kota yang terdiri dari curah hujan, suhu udara, kelembaban dan intensitas penyinaran memperlihatkan suhu udara yang semakin panas (walau berkisar pada angka 25 °C), begitu juga kelembaban yang mengalami penurunan dan intensitas penyinaran yang semakin naik. Intensitas penyinaran yang naik ini karena berkurangnya penutupan pepohonan sehingga radiasi matahari lebih banyak menembus permukaan bumi. Suhu udara yang cenderung tidak berubah terlalu besar kemungkinan diakibatkan masih terdapatnya Kebun Raya Bogor sebagai ”kantung” oksigen kota. Untuk perhitungan THI Kota Bogor, terlihat Kota Bogor masih berada pada angka 25. THI sebesar 25 berarti Kota Bogor masih berada dalam kondisi nyaman, namun setengah penduduknya merasa kota cenderung tidak nyaman. Pada pengukuran suhu udara dan kelembaban di 9 titik contoh menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk daerah dengan tipe pemanfaatan ruang sebagai lahan terbangun, nilai THInya sebesar 25 yaitu kondisi kenyamanan yang sedang dimana setengahnya penduduk pada lahan terbangun ini merasakan stres karena panas. Pada daerah badan air bahkan THInya mencapai 26, yaitu hampir semua penduduk di daerah tersebut merasa tidak nyaman, hal ini disebabkan daerah bantaran sungai merupakan daerah padat pemukiman dan sedikit vegetasi dengan rumah-rumah yang jaraknya berdekatan satu sama lain. Sedangkan untuk daerah ruang terbuka hijau, nilai THInya sebesar 24, yaitu kebanyakan orang merasa nyaman berada di daerah tersebut. Perubahan pemanfaatan ruang di sekitar Kebun Raya Bogor secara tidak langsung akan mempengaruhi keberadaan Kebun Raya Bogor sendiri. Jika Kota Bogor hanya bergantung kepada Kebun Raya Bogor saja tanpa berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau kota lainnya dan mengontrol pembangunan kota yang berlebihan maka kenyamanan hanya akan terasa di sekitar dan di dalam Kebun Raya Bogor saja. Kawasan radius 500m ini memiliki keterbatasan luas sehingga penambahan ruang terbuka hijau hampir tidak mungkin dilakukan, kecuali dengan cara yang sangat ekstrim yaitu menggusur daerah bantaran kali. Perencanaan kota yang menyertakan masyarakat juga perlu dicoba lagi, dengan menghimbau untuk menyediakan ruang di halaman sebagai ruang terbuka hijau dan memperkenalkan bentuk ruang terbuka hijau lain yaitu lanskap vertikal (roof garden, balcony garden dan lain sebagainya). Kata kunci: perubahan pemanfaatan ruang, iklim mikro, THI, kenyamanan manusia
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Oktober 1985 dari ayah Riharto, S dan ibu Erni Rusma’afiani. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama masuk ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Arsitektur Lanskap pada Fakultas Pertanian. Semasa mengikuti perkuliahan, penulis sempat mengikuti organisasi di dalam dan di luar kampus. Penulis pernah menjadi staf divisi Kesekretariatan pada HIMASKAP (Himpunan Mahasiswa Lanskap) tahun 2005-2006, panitia Seminar Entrepreneur BEM-A tahun 2004 serta menjadi panitia pada acara penerimaan mahasiswa baru Departemen Arsitektur Lanskap. Di luar kampus, penulis aktif di Forum Komunikasi Alumni SMA Negeri 1 Bogor. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk mata kuliah Tanaman dalam Lanskap pada tahun ajaran 2007/2008.
.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan kemudahan dariNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam penulis panjatkan pada Nabi Besar Muhammad SAW yang senantiasa mengajarkan umatnya untuk mencintai ilmu. Penelitian yang dimulai sejak Oktober 2007 ini mengambil tempat di Kota Bogor ini berjudul Perubahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Lingkar Luar kebun Raya Bogor Terhadap Iklim Mikro. Dalam penulisan tugas akhir ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah membantu penulis : 1.
Dr. Ir. Setia Hadi, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi ini;
2.
Dr. Ir. Nurhayati HS. Arifin, MSc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis menjalani perkuliahan;
3.
Dr. Ir Alinda FM Zain, Msc. dan Dr. Ir Afra ND Makalev, MSc sebagai dosen penguji yang telah memberikan perbaikan dan saran untuk penyempurnaan karya tulis ini;
4.
Dr. Ir Nizar Nasrullah MAgr., yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menjadi asisten mata kuliah Tanaman dalam Lanskap;
5.
Bapak Winarno dari Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Ciputat Tangerang, staf bagian sarana dan prasarana Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor ,dan Titan atas bantuan datanya;
6.
Staf Kebun Raya Bogor yang telah memberikan pengalaman selama magang, Bu Yayuk atas ilmu dan waktunya yang berharga di Kebun Raya Bogor;
7.
Staf Departemen Arsitektur Lanskap atas bantuan dan kebijakannya;
8.
Mahasiswa Arsitektur Lanskap ‘40 (Rahmi, Uti, Uci, Efita, Fisqa, Indah dan Ayu yang selalu men-encourage untuk cepat lulus dan tetap bersemangat; Febby, Anggi, Iwan dan Endri untuk kebersamaan di saat-saat akhir jadi mahasiswa; Rangga, Hendry, Dwi, Puji, Tari, Sinta, Icut, Euis, Keni atas
supportnya yang selalu bisa membuat tersenyum; Ariev (terima kasih atas laptop dan program-programnya), Topani, Miftahul, Tigor, Wita, Marna, Alin, Indra, Sarmada, Rezky, Meidi, Dani, Ario, Greg, Septa, Ali, Wira, Icha, Arin, Yudi, Ubud, Taufan (semoga Amerika membuatmu lebih bijak), Novi, Deni, Ribka dan Putri: 4 tahun yang menyenangkan dan membuatku menjadi diri sendiri, mahasiswa Arsitektur Lanskap ‘41 (Kristha dan Diena yang membantu pengambilan data ke BAPEDA dan teman-teman pekan seminar: terima kasih semua). Baidhuri PE dan Irni Mahagiani yang membantu saat pengambilan data suhu. Deaete yokatta であえてよかった, terima kasih; 9.
Keluarga (mama, papa, ade, mas dan bibi) yang tidak berhenti memberi dukungan dan doa, selama menjalani perkuliahan hingga saat-saat berat di tingkat akhir ini (without complaining since I’m so late to graduate), terima kasih;
10.
Keluarga Forum Komunikasi SMA Negeri 1 Bogor yang telah memberikan dukungan, mengingatkan kepada kebaikan dan memberi semangat untuk tidak menyerah dan berusaha sebaik-baiknya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tugas akhir ini. Namun penulis berharap dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada, tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 2 Batasan Penelitian .................................................................................. 2 TINJAUAN PUSTAKA Kota dan Tata Ruangnya ....................................................................... Ruang Terbuka Hijau ............................................................................. Iklim Mikro dan Kenyamanan Manusia ................................................ Kebun Raya Bogor ................................................................................
3 4 6 9
METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 11 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ Alat dan Bahan ...................................................................................... Metode Penelitian .................................................................................. Kerangka Pikir Penelitian ......................................................................
11 12 13 16
KEADAAN UMUM WILAYAH ................................................................... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 33 Struktur Ruang Kecamatan Bogor Tengah ............................................ Struktur Ruang Lokasi Penelitian (Radius 500m Kebun Raya Bogor) . Analisis Perubahan Spasial .................................................................... Iklim Mikro Kota dan Kenyamanan ...................................................... Analisis-Sintesis Perubahan Penggunaan Lahan dan Iklim Mikro .......
33 35 36 49 56
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................ 67 Saran ...................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69 LAMPIRAN .................................................................................................... 72
DAFTAR TABEL Halaman 1
Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan .............................................. 12
2
Luas Lahan Berdasarkan Kemiringan Lahan ......................................... 20
3
Persentase Luasan Penggunaan Lahan di Kota Bogor .......................... 21
4
Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Tiap Kecamatan ......... 23
5
Perkembangan Penduduk Kecamatan Bogor Tengah Tahun 2001-2005 27
6
Tata Guna Lahan Kecamatan Bogor Tengah ........................................ 30
7
Jenis-jenis Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Bogor Tengah ............. 34
8
Luasan Masing-Masing Penggunaan Lahan (Tahun 1992) .................... 39
9
Luasan Masing-Masing Penggunaan Lahan (Tahun 2005) .................... 41
10
Luasan Masing-Masing Penutupan Lahan Tahun 1992 dan 2005 di Wilayah Sekitar Kebun Raya Bogor ....................................................... 42
11
Perubahan Luas per Kelas Penutupan Lahan (Hektar) di Sekitar Kebun Raya Bogor ............................................................................................. 44
12
Luas Perubahan Masing-Masing Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor ...................................................................................................... 48
13
Perubahan Pemanfaatan Lahan di Kebun Raya Bogor .......................... 49
14
Curah hujan, suhu udara, intensitas penyinaran dan kelembaban Kota Bogor ...................................................................................................... 50
15
Perhitungan Temperature Humidity Index (THI) .................................. 53
16
Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Titik Sampel .................................. 54
17
Nilai THI di 9 Titik Sampel
18
Nilai THI Rata-Rata per Pemanfaatan Lahan ........................................ 55
19
Nilai THI di 9 Titik Sampel pada jam 07.00, 14.00 dan 18.00 .............. 55
20
Penggunaan Ruang, THI dan Jumlah Penduduk di Tiap Kecamatan
............................................................... 54
Daerah Pengambilan Data Iklim Mikro ................................................. 64
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Lokasi Penelitian ................................................................................... 11
2
Area Penelitian di Radius 500 m Lingkar Luar Kebun Raya Bogor ..... 16
3
Kerangka Pikir Penelitian ...................................................................... 18
4
Peta Wilayah Kota Bogor ...................................................................... 25
5
Peta Kecamatan Bogor Tengah ............................................................. 35
6
Pasar Bogor ............................................................................................ 36
7
Kawasan Lebak Kantin .......................................................................... 36
8
Lapangan Sempur .................................................................................. 36
9
Jalan Ir. H.Djuanda ............................................................................... 36
10
Peta Penggunaan Lahan Tahun 1992 ..................................................... 37
11
Peta Penggunaan Lahan Tahun 2005 ..................................................... 38
12
Presentase Penggunaan Lahan Tahun 1992............................................ 39
13
Presentase Penggunaan Lahan Tahun 2005 ........................................... 40
14
Grafik Perubahan Luas Pengunaan Lahan Tahun 1992 dan 2005 ......... 42
15
Peta Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Tahun 1992 ................. 45
16
Presentase Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Tahun 1992 ....... 46
17
Presentase Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Tahun 2005 ....... 46
18
Peta Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Tahun 2005 ................. 50
19
Grafik Perubahan Luas Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Tahun 1992 dan 2005 ............................................................................ 48
20
Grafik Suhu Udara Kota Bogor ............................................................. 51
21
Grafik Curah Hujan Kota Bogor ........................................................... 51
22
Grafik Intensitas Penyinaran dan Kelembaban Kota Bogor .................. 52
23
Area Kenyamanan Manusia ................................................................... 64
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Peta Penggunaan Lahan di Kota Bogor ................................................. 73
2
Data Pengambilan Suhu di 9 Titik Contoh ............................................. 74
3
Wujud Ruang Aktivitas Pada Tiap Tingkat Kenyamanan ..................... 77
4
Kegiatan Utama, Kegiatan Pelengkap dan Intensitas Bangunan Perumahan/Pemukiman Berdasarkan Penggunaan Lahan di Setiap Kecamatan di Kota Bogor ...................................................................... 78
5
Jumlah Rumah dan Kepadatan Bangunan di Kecamatan Bogor Tengah 81
6
Perubahan Iklim yang Dihasilkan Kota ................................................. 82
7
Tabel Albedo, Emisivitas dan Panas yang Mancapai Bumi di Daerah Perkotaan ............................................................................................... 83
8
Daftar Istilah Penggunaan Lahan .......................................................... 84
9
Kinerja Ruas Jalan Kebun Raya Bogor dan Sekitarnya ......................... 86
10
Nilai Kelembaban Udara Relatif ............................................................ 87
11
Tipologi
RTH
Berdasar
pada
Fungsi,
Jenis
dan
Tujuan
Pembangunannya .................................................................................... 88 12
Beberapa Jenis RTH Rancangan Pola Dasar Pertamanan Kota ............ 90
PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu rangkaian ekosistem yang kompleks, terdiri atas komponen fisik, biologi, sosial, budaya dan ekonomi. Karena kota dapat diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu penduduk atau lebih. Pertumbuhan kota yang pesat dan pembangunan kota telah menjadikan kota sebagai tempat yang memiliki fasilitas, utilitas, sarana dan prasarana pendukung yang lengkap. Proses perkembangan kota menjadi suatu fenomena yang disebut urbanisasi atau pengkotaan. Urbanisasi telah mengubah kota menjadi sebuah tempat yang paling diidamkan untuk ditinggali. Urbanisasi pada masa lampau merupakan gejala perkembangan yang wajar hingga berlangsungnya ledakan penduduk perkotaan yang pada mulanya disebabkan oleh pindahnya penduduk dari pedesaan ke kotakota untuk mendapatkan pekerjaan. Urbanisasi juga menyebabkan perubahan signifikan terhadap kondisi iklim mikro kota (Marsh, 1983). Di sisi yang lain, seiring dengan terjadinya urbanisasi, kota pun mengalami pertumbuhan. Semakin meluasnya kota dan semakin tingginya angka kepadatan penduduk menciptakan berbagai permasalahan kota. Konsentrasi penduduk dan bangunan yang besar lebih rentan terhadap bencana alam dan gangguan kemasyarakatan. Perkembangan dan perluasan kota yang belum terencana dengan baik ini ternyata sering menimbulkan dampak perubahan lahan alami perkotaan serta terjadinya peralihan ruang terbuka menjadi ruang terbangun. Kemajuan alat dan pertambahan jalur transportasi, sistem utilitas serta meningkatnya jumlah pemukiman kota juga ikut menambah bahan pencemar dan menimbulkan ketidaknyaman di lingkungan perkotaan. Urbanisasi tidak hanya memberikan dampak positif, namun juga memberikan dampak negatif yang kompleks. Ruang terbuka hijau merupakan ruang alami yang menjadi bagian yang penting bagi suatu kota berkaitan dengan penanggulangan berbagai masalah lingkungan perkotaan. Implikasi dari berkurangnya ruang terbuka hijau di perkotaan adalah peningkatan temperatur di daerah perkotaan yang berpotensi menimbulkan fenomena urban heat island. Ruang terbuka hijau tidak hanya dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan kelangsungan kehidupan perkotaan tetapi
2
juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Berkurangnya ruang terbuka hijau juga membuat suhu udara kota semakin meningkat, bahkan dapat mempengaruhi kenyamanan kota. Bogor memiliki beberapa RTH, salah satunya adalah Kebun Raya Bogor. Dengan luas mencapai 87 Ha (0,61% dari luas Kota Bogor), Kebun Raya Bogor menjadi RTH kota Bogor yang terluas sekaligus menjadi identitas kota Bogor. Seiring dengan pertumbuhan kota Bogor dan tata ruang kota yang tidak terencana, keberadaan Kebun Raya pun menjadi suatu komponen penting dalam mempertahankan kenyamanan kota bagi penduduknya. Begitu juga dengan perubahan tata ruang kota Bogor terutama di sekitar Kebun Raya Bogor akan memiliki pengaruh terhadap keberadaan Kebun Raya Bogor sebagai RTH kota, terutama pengaruhnya terhadap iklim mikro kota.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan penggunaan ruang sekitar Kebun Raya Bogor (radius 500 m dari Kebun Raya Bogor) dan dampaknya terhadap iklim mikro kota Bogor. Dengan melihat fungsi Kebun Raya Bogor terhadap iklim mikro, diharapkan dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan terhadap tata ruang di sekitar Kebun Raya Bogor. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam melihat perubahan tata ruang di sekitar Kebun Raya Bogor yang nantinya diharapkan menjadi salah satu bahan masukan dalam penataan ruang kota dan pengembangan wilayah kota.
Batasan Penelitian Penelitian dibatasi hanya melihat perubahan pemanfaatan ruang Kota Bogor dengan luas daerah penelitian 500 m dari batas terluar Kebun Raya Bogor sejak
tahun
1992
hingga
2005.
Penelitian
ini
mengidentifikasi
dan
membandingkan pemanfaatan ruang pada masa lalu dan masa sekarang serta mengetahui perubahan pemanfaatan ruang sekitar Kebun Raya Bogor dengan perubahan kondisi iklim mikro kota.
TINJAUAN PUSTAKA Kota dan Tata Ruangnya Menurut Jayadinata (1999), pengertian kota dapat bermacam-macam. Secara geografis, kota itu adalah suatu tempat yang penduduknya rapat, rumahrumahnya berkelompok kompak, dan mata pencaharian penduduknya bukan pertanian. Dalam pengertian teknis, kota itu mempunyai jumlah penduduk tertentu, misalnya, di Indonesia (untuk keperluan statistik) yang disebut kota adalah
tempat dengan 20.00 penduduk atau lebih; di Jepang dengan 30.000
penduduk; di Malaysia dengan 5.000 penduduk; di Amerika Serikat dengan 2.500 penduduk. Dalam pengertian hukum di Indonesia terdapat 4 macam kota yaitu (1) kota sebagai ibukota nasional; (2) Ibukota propinsi; (3) Ibukota Kabupaten dan Kotamadya; (4) Kota administratif. Dalam pengertian yang lebih umum, kota itu adalah tempat yang mempunyai prasarana kota, yaitu bangunan-bangunan besar, banyak bangunan perkantoran, jalan yang lebar-lebar, pasar yang luas-luas, beserta pertokoannya, jaringan kawat listrik, jaringan air minum dan sebagainya. Sedangkan menurut Simonds (1983) kota merupakan suatu tempat yang mempunyai populasi besar dan cukup rapat, merupakan pusat aktivitas ekonomi, sosial dan politik, memiliki posisi geografis yang tetap serta pemerintahan yang spesifik tertulis dan diakui oleh Negara. Seorang arsitektur lanskap lebih memusatkan perhatian pada unsur vegetatif pada suatu kota, misalnya taman-taman kota, tempat bermain anak-anak dan tempat terbuka lainnya, pohon-pohon yang ditanam sepanjang tepi jalan atau pertamanan di sepanjang jalan dan jalan bebas hambatan. Beberapa tahun yang lalu, peranan arsitek lansekap meluas hingga termasuk pemilihan jenis tanaman yang berfungsi untuk mengurangi tingkat erosi, menahan api dan memberantas serangga (Branch, 1985). Tata ruang adalah wujud struktural pemanfaatan ruang dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Ada dua penjelasan tentang tata ruang ini, yaitu tampakan bentang lahan (landscape features; wujud struktural pemanfaatan ruang), dan alokasi kegiatan pemanfaatan ruang (pola pemanfaatan ruang). Tata ruang yang direncanakan ialah tata ruang buatan, sedangkan yang
4
tidak direncanakan ialah yang berbentuk secara alamiah dengan unsur-unsur alam. Penataan ruang dapat pula diistilahkan menjadi tata guna lahan, yang ditata adalah penggunaan lahan. Penggunaan lahan memang berkonteks ruang, akan tetapi juga berkonteks waktu. Tata guna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum dan program tata ruang untuk memperoleh manfaat total sebaikbaiknya secara berkelanjutan dari kemampuan total lahan yang tersediakan1. Menurut Permendagri no.1 tahun 2007, struktur ruang kota adalah susunan pusat-pusat permukiman sistem jaringan prasarana dan sarana di kota yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Pada dasarnya perencanaan tata ruang perkotaan seyogyanya dimulai dengan
mengidentifikasikan kawasan-kawasan yang secara alami harus
diselamatkan (kawasan lindung) untuk menjamin kelestarian fungsi lingkungan, dan kawasan-kawasan yang secara alami rentan terhadap bencana (prone to natural hazard) seperti gempa, longsor, banjir maupun bencana alam lainnya. kawasan-kawasan inilah yang harus dikembangkan sebagai ruang terbuka, baik hijau maupun non hijau. (Dardak dalam Purnomohadi, 2006)
Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman atau vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu kenyamanan, keamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Tata ruang kota dapat dipisahkan menjadi ruang terbuka dan ruang terbangun. Dalam Permendagri No.1 Tahun 2007, dijelaskan bahwa ruang terbuka adalah ruangruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih 1
www.soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1991/1993%20tata.pdf
5
bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Sedangkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi dan pendukung arsitektur kota. Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun dan bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati (Anonim, 2005) Tujuan penataan RTHKP menurut Permendagri No.1 Tahun 2007 adalah : a. Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan; b. Mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan; dan c. Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Penyelenggaraan RTH kota bertujuan untuk menjaga kelestarian, keserasian, dan keseimbangan ekosistem perkotaan, yang meliputi unsur-unsur lingkungan, sosial dan budaya, sehingga diharapkan bahwa RTH kota dapat berfungsi untuk mencapai : a.
Identitas Kota
b.
Upaya Pelestarian Plasma Nutfah
c.
Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
d.
Mengatasi Genangan Air
e.
Produksi Terbatas
6
f.
Ameliorasi Iklim
g.
Pengelolaan Sampah
h.
Pelestarian Air Tanah
i.
Penapis Cahaya Silau
j.
Meningkatkan Keindahan
k.
Sebagai Habitat Burung
l.
Mengurangi Stress (Tekanan Mental)
m.
Mengamankan Pantai terhadap Abrasi
n.
Meningkatkan Industri Pariwisata Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasikan
menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non-alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman). Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya, RTH dapat diklasifikasikan menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear). Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya, bentuk RTH dapat diklasifikasikan menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah (Anonim , 2005).
Iklim Mikro dan Kenyamanan Manusia Iklim adalah kondisi cuaca rata-rata pada suatu tempat. Pada dasarnya cuaca merupakan kondisi atmosfer pada suatu waktu dan tempat tertentu, dan dijelaskan dengan ukuran seperti temperatur, kelembapan, kecepatan angin, tekanan dan radiasi. Menurut Laurie (1984) iklim merupakan sejumlah hasil dari faktor-faktor tak tetap (variable) yang berhubungan timbal balik, meliputi suhu, uap air, angin, radiasi matahari dan curah hujan. Ilmu yang mempelajari kondisi dari atmosfer disebut meteorologi. Sedangkan klimatologi merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik kondisi meteorologi yang berlaku selama periode waktu tertentu pada area tertentu. Istilah klimatologi dan meteorologi ini dibagi menjadi makro, meso dan mikro. Maka mikroklimatologi dapat didefinisikan sebagai iklim (kondisi yang berlaku) pada
7
suatu tapak yang berukuran kecil, yang dapat dibedakan dari iklim tapak secara keseluruhan. Iklim ideal bagi kenyamanan manusia telah dirumuskan sebagai berikut: udara yang bersih, suhu antara 50-80 derajat Fahrenheit (10-26,7 derajat celcius), kelembapan antara 45-75%, udara yang tidak terperangkap dan tidak berupa angin yang kencang dan keterlindungan terhadap hujan. Dalam tahuntahun belakangan ini, teknologi telah memungkinkan untuk mengubah iklim yang kurang
menguntungkan,
dengan
menggunakan
perangkat
kerekayasaan.
Merancang dengan menyesuaikan diri terhadap iklim ketimbang menentangnya, membangun dan menanami dengan cara mengambil aspek-aspek iklim yang menguntungkan dan mengendalikan aspek-aspek yang merugikan lebih masuk akal (Laurie, 1984). Iklim mikro adalah kondisi dari panas dan radiasi teresterial, angin, temperatur udara, kelembapan dan presipitasi pada ruang luar yang kecil. Iklim mikro adalah spesifik pada suatu tapak dan dapat berubah-ubah di tapak tersebut (Brown dan Gilesspie, 1995). Sedangkan menurut Permendagri No.1 Tahun 2007, Iklim mikro adalah keberadaan ekosistem setempat yang mempengaruhi kelembaban dan tingkat curah hujan setempat sehingga temperatur menjadi terkendali, termasuk radiasi matahari dan kecepatan angin. Istilah iklim mikro mengacu pada ruang lingkup daerah yang diselidiki dan tidak usah sampai ke ukuran perbedaan iklim, yang mungkin akan besar sekali dalam suatu perhubungan yang erat (Laurie, 1984). Energi adalah kunci komoditi dalam analisis iklim mikro. Kondisi iklim mikro lokal terutama bergantung kepada cara penggunaan energi matahari dengan (1) konveksi ke udara, (2) evaporasi, atau (3) memanaskan objek tersebut pada sebuah tapak kecil. Radiasi, angin dan aliran energi pada suatu tapak dapat diubah, namun temperatur dan kelembapan sedikit dapat diubah karena angin sangat efisien dalam mencampurkan panas udara dan kelembapan (Brown dan Gilesspie, 1995). Pada umumnya iklim mikro di perkotaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: reflektivitas dan konduktivitas yang rendah dari bahan-bahan buatan. Suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi kenyamanan manusia akan tetapi tidak dapat dimodifikasi melalui perancangan lanskap tidak seperti halnya bentuk energi seperti radiasi (Brown dan Gilesspie, 1995). Vegetasi tanaman pada ruang
8
terbuka hijau dapat berfungsi sebagai pengendali iklim (climate control), menurut Carpenter, et.al (1975) fungsinya antara lain : 1.
Kontrol radiasi sinar matahari dan suhu Tanaman dapat menyerap panas dan memantulkan pancaran sinar matahari sehingga dapat mengendalikan iklim mikro.
2.
Pengendali angin Tanaman berguna sebagai penahan, penyerap dan pengalir tiupan angin sehingga menimbulkan iklim mikro yang nyaman.
3.
Kontrol presipitasi dan kelembapan udara Tanaman mampu meningkatkan kelembapan udara dan presipitasi air hujan melalui evapotranspirasi.
4.
Pengendali suara Tanaman mampu menyerap suara kebisingan bagi daerah yang memerlukan ketenangan.
5.
Penyaring udara Tanaman sebagai filter atau penyaring debu, bau dan memberikan udara segar. Hasil-hasil penyelidikan memperlihatkan bahwa pepohonan dan semak-
semak memiliki daya penyerapan bunyi yang tinggi. Pengurangan-pengurangan tingkat kebisingan pada tingkat lima sampai delapan decibel bukanlah hal yang luar biasa, sedangkan pengurangan sebesar 10 decibel (kira-kira separuh dari kekerasan suara) adalah luar biasa bagi jalur-jalur lebar yang tersusun dari pepohonan tinggi dan rimbun (Laurie, 1984). Menurut Brooks (1988), suhu udara, kelembaban dan penyinaran adalah elemen iklim yang mempengaruhi kenyamanan manusia. Sementara matahari bersinar, daun pohon menahan radiasi matahari dan menurunkan suhu. Tanaman juga memperbaiki udara panas dengan evapotranspirasi. Iklim mikro berpengaruh kuat terhadap kenyamanan termal manusia di dalam lanskap dan dapat mempengaruhi besarnya energi untuk mendinginkan atau memanaskan suatu bangunan dalam lanskap.
9
Kebun Raya Bogor Ide pendirian Kebun Raya Bogor bermula dari seorang ahli biologi yaitu Prof. Caspar Georg Karl Reinwardt yang menulis surat kepada Komisaris Jenderal G.S.G.P van der Capellen. Dalam surat itu terungkap keinginannya untuk meminta sebidang tanah yang akan dijadikan kebun tumbuhan yang berguna, tempat pendidikan guru, dan koleksi tumbuhan bagi pengembangan kebun-kebun yang lain. Prof. Reinwardt adalah seorang berkebangsaan Jerman yang berpindah dari Belanda dan menjadi ilmuwan botani dan kimia. Ia lalu diangkat menjadi menteri bidang pertanian, seni, dan ilmu pengetahuan di Jawa dan sekitarnya. Ia tertarik menyelidiki berbagai tanaman yang digunakan semua tanaman ini di sebuah kebun botani di Bogor, yang saat itu disebut Buitenzorg (dari bahasa Belanda yang berarti “tidak perlu khawatir”). Reinwardt juga menjadi perintis di bidang pembangunan herbarium. Ia kemudian dikenal sebagai seorang pendiri Herbarium Bogoriense. Pada tanggal 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal van der Capellen secara resmi mendirikan Kebun Raya Bogor dengan nama s’Landsplantentuin te Buitenzorg dengan luas awal 47 Ha. Tujuan didirikannya kebun botani ini dirumuskan dalam dua kalimat yaitu (1) melakukan eksplorasi kekayaan alam hayati Indonesia (2) melaksanakan percobaan-percobaan penanaman tanaman ekonomi yang diimpor dari luar ke Indonesia. Pimpinan pertama Kebun Raya Bogor adalah seorang ahli botani bernama Prof. Dr. C. G. C Reinwardt. Pada tahun 1822, Reinwardt kembali ke Belanda dan digantikan oleh Dr.Carl Ludwig Blume yang melakukan inventarisasi tanaman koleksi yang tumbuh di kebun. Pendirian Kebun Raya Bogor bisa dikatakan mengawali perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Pada masa pimpinan J. E. Teysmann (1831), Kebun Raya Bogor mulai dikembangkan menjadi pusat penelitian botani yang penting di Asia Tenggara bahkan di daerah tropika. Tujuh tahun kemudian, seorang asisten kurator dari Teysmann yang bernama Justus Karl Hasskari mengusulkan untuk menata ulang pola tanam di Kebun Raya Bogor berdasarkan famili taksonomisnya. Pada awal tahun 1892 Kebun Raya Bogor diperluas hingga 60 Ha dengan tambahan pulau di
10
antara dua bagian sungai Ciliwung. Hingga tahun 1927, sedemikian banyaknya tanaman yang telah diintroduksi sehingga terjadi kekurangan lahan. Oleh karena itu wilayah sebelah timur sungai Ciliwung ditambahkan hingga luas keseluruhannya mencapai 87 Ha. Luas tersebut tetap bertahan sampai saat ini. Seiring dengan perubahan kondisi politik dan kebijakan di Indonesia, maka status dan fungsi Kebun Raya Bogor turut berubah mengikuti ketentuan yang berlaku. Pada tahun 1986 status Kebun Raya Bogor ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) berdasarkan Keppres RI No.1 Tahun 1986 yang berada di bawah kedeputian Ilmu Pengetahuan Alam, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kedudukan Kebun Raya Bogor sekarang merupakan Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) yang berada di bawah Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati-LIPI. Kebun Raya Bogor juga merupakan paru-paru kota Bogor sehingga keberadaannya perlu mendapat perhatian, bukan hanya sebagai tempat rekreasi semata.
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni hingga Desember 2007. Lokasi penelitian bertempat di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor tepatnya di Kebun Raya Bogor dan sekitarnya. Dengan batas wilayah penelitian 500 m di sekitar Kebun Raya Bogor (dari batas terluar Kebun Raya Bogor). Wilayah yang diamati mencakup Kecamatan Bogor Tengah dan beberapa daerah di Kecamatan Bogor Timur.
Kebun Raya Bogor dan Sekitarnya 697000
698000
698500
699000
699500
700000
700500
697500
698000
698500
699000
699500
700000
700500
9271500
9271500
697500
9271000
9271000
9270500
9270500
9270000
9270000
9269500
9269500
9269000
9269000
697000
500
0
500
1000
1500
2000 Meters
Daerah radius 500 m lingkar luar Kebun Raya Bogor
Sumber : Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor Gambar 1 Lokasi Penelitian.
N
12
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat dan bahan untuk pengambilan data di lapang, alat dan bahan untuk pengolahan data dan analisis data spasial dan untuk penyajian hasil penelitian. •
Alat dan bahan pengambilan data di lapang : hasil interpretasi citra Lansat Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah (Tahun 1992 dan 2005), peta digital Administrasi Kota Bogor, Peta Rencana Tata Guna Lahan Kota Bogor 2009, kamera digital dan kompas. Untuk pengambilan data kondisi iklim mikro menggunakan termometer digital
(psikrometer bola basah-bola kering
dalam sangkar Stevenson dengan disain yang telah dimodifikasi) yang dilengkapi dengan monitor pembacaan untuk pengukuran suhu. •
Alat dan bahan pengolahan data : untuk data spasial menggunakan hasil interpretasi citra lansat Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah (tahun 1992 dan 2005), peta digital Administrasi Kota Bogor, peta udara dari BAPEDA Kota Bogor, komponen SIG berupa hardware serta software pengolah dan analisis data spasial.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dibagi menjadi : •
Data primer yaitu data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapang
•
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait serta dari bahan pustaka.
Tabel 1 Jenis dan sumber data yang dibutuhkan Data Hasil interpretasi citra Landsat TM Kota Bogor tahun 1992 dan 2005 Peta digital administrasi Kota Bogor Peta digital tata guna lahan Kota Bogor Data iklim Kota Bogor
Jenis
Sumber Data
Data sekunder
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB
Data sekunder
BAPEDA Kota Bogor
Data sekunder
BAPEDA Kota Bogor
Data primer dan BMG Ciputat Tangerang, survey sekunder lapang Data fisik dan tata ruang Data sekunder Literatur, PEMDA Kota Bogor Kota Bogor Literatur, PEMDA Kota Bogor Data kebijakan Data sekunder pengelolaan RTH Kota Bogor
13
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder di lapang. Proses penelitian dilakukan berdasarkan proses dalam Sistem Informasi Geografis yang meliputi pengumpulan data, analisis awal, survey lapang, analisis lanjutan dan penyajian hasil.
Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan berupa pengumpulan data primer dan sekunder yang diperlukan dari berbagai pihak terkait. Data yang berkaitan dengan kondisi umum Kota Bogor didapatkan dari dinas terkait di wilayah pemerintahan Kota Bogor. Data berupa citra Landsat TM tahun 1992 dan 2005 didapat dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, peta administrasi Kota Bogor didapat dari BAPEDA Kota Bogor. Data iklim Kota Bogor didapatkan dari Balai Besar BMG wilayah 2 Ciputat, stasiun BMG Dramaga dan stasiun klimatologi Baranangsiang. Data iklim mikro setempat didapatkan dengan pengukuran langsung setelah penentuan titik sampel.
Analisis Awal Tahapan ini dilakukan untuk pengelolaan dan pengoreksian data sekunder yang telah diperoleh dari instansi-instansi terkait serta mendapatkan informasi awal mengenai kondisi wilayah penelitian. Dalam pengolahan dan analisis awal dilakukan beberapa proses pengolahan dan interprestasi awal, yaitu pembatasan wilayah penelitian, serta interprestasi visual. Wilayah penelitian dibatasi dalam radius 500 m lingkar luar Kebun Raya Bogor karena daerah ini merupakan daerah pusat kota yang selalu mengalami perubahan pemanfaatan ruang.
Analisis Lanjutan Analisis lanjutan dilakukan untuk melihat hubungan klasifikasi ruang pada peta penutupan lahan tahun 1992 dan 2005. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan melakukan overlay (tumpang susun) data spasial berupa peta penutupan lahan daerah sekitar
14
Kebun Raya Bogor tahun 1992 dan 2005, peta tata guna lahan dan peta administrasi Kota Bogor. Untuk menganalisa perubahan penutupan lahan yang terjadi dalam kurun waktu lebih kurang 13 tahun digunakan metode analisis temporal. Analisis temporal dilakukan dengan membandingkan peta penutupan lahan tahun 1992 dan 2005. Dari hasil analisis tersebut dapat dilihat dinamika perubahan spasial yang terjadi terutama di sekitar kawasan Kebun Raya Bogor, serta dapat diidentifikasi perubahan-perubahan spasial yang terjadi pada penggunaan ruang dan penutupan lahan selama kurun waktu 13 tahun.
Penyajian Hasil Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan informasi spasial penutupan lahan yang berhubungan dengan dinamika spasial yang terjadi dalam bentuk peta penggunaan lahan. Bentuk penyajian hasil akhir dari proses penelitian ini tidak hanya berupa data spasial saja namun juga berupa deskripsi mengenai perubahan kawasan, tabulasi dan grafik.
Karena yang diolah adalah hasil interpretasi citra yang sudah ada, maka tahapan yang dilaksanakan adalah pengolahan lanjut data penelitian dengan menggunakan software SIG yaitu ArcView untuk mendapatkan daerah penelitian serta data penggunaan lahan di daerah tersebut, yaitu daerah Kebun Raya Bogor dan 500 m disekitarnya. Daerah yang dijadikan tempat pengukuran suhu dan kelembaban dapat dilihat pada Gambar 2. Penentuan daerah pengambilan suhu dan kelembaban dibagi berdasarkan tipe penggunaan lahannya, jaraknya dari lingkar luar Kebun Raya Bogor kemudian dibandingkan dengan melihat citra Ikonos Kota Bogor. Untuk pengumpulan dan pengolahan data iklim, tahapan penelitian dibagi menjadi 3 tahapan yaitu : a.
Tahap persiapan alat dan perijinan Pada tahap ini dilakukan persiapan alat berupa termometer digital. Lokasi pengambilan data iklim ditentukan pada tahapan analisis awal. Lokasi ditentukan berdasarkan kelas penutupan lahan yang telah ditentukan.
15
b.
Tahap pengumpulan data dan pengecekan lapang Selanjutnya tahap kedua adalah tahap pengumpulan data dan pengecekan di lapang. Pada tahap ini dilakukan pengambilan data iklim mikro yang terdiri dari suhu dan kelembaban. Data diambil dengan menggunakan termometer digital. Pengukuran iklim mikro ini diambil pada tiga waktu yaitu pagi hari, siang hari dan sore hari (pukul 07.00, pukul 14.00, dan pukul 18.00) dengan meletakkan termometer digital setinggi 120-150 cm di atas permukaan tanah pada saat cuaca cerah, pengambilan data dilakukan antara 3 sampai 5 menit setiap kali pengulangan. Pengecekan kondisi di lapang dilakukan pada tahapan analisis awal dengan menggunakan data peta citra yang didapat dari Bapeda Kota Bogor yang kemudian dicocokkan dengan kondisi di lapang.
c.
Tahap analisis Pada tahap ini data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis. Data yang dihasilkan berupa data kondisi iklim mikro dari tiga waktu pengukuran dengan masing-masing pengukuran dilakukan tiga kali pengulangan pada masing-masing tempat yang telah ditentukan. Kemudian dari data tersebut dicari rata-rata iklim mikronya (suhu dan kelembaban).
Dari data pengukuran suhu dan kelembaban ini kemudian akan dicari THI (Temperature Humidity Index) dengan menggunakan rumus dari Niewolt (1998) yaitu: THI = 0,8T +
(RH × T ) 500
Dimana : THI = Temperature Humidity Index T
= Suhu Udara (°C)
RH = Relative Humidity (%) THI adalah indeks yang menunjukkan tingkat kenyamanan suatu area secara kuantitatif berdasarkan nilai suhu dan kelembaban udara relatif. Biasanya orang tropis tidak nyaman pada THI > 27 dan suatu area dikatakan nyaman apabila nilai THI berada pada selang 21-27. Tingkat kenyamanan ini kemudian di bagi menjadi 3 kondisi yaitu nyaman (THI 21-24), sedang (THI 25-27) dan tidak nyaman (THI
16
>27). Data iklim mikro ini kemudian dianalisis dengan membandingkan penutupan perubahan lahan dari peta spasial yang telah diolah dan dianalisis. 5 7 4
3 2
1 8
9 6
N
500
0
500
1000
1500
2000 Meters
Sumber : BAPEDA Kota Bogor Gambar 2 Area Pengambilan Suhu Udara dan Kelembaban di Kawasan Penelitian
THI berada pada selang 21-27. Tingkat kenyamanan ini kemudian di bagi menjadi 3 kondisi yaitu nyaman (THI 21-24), sedang (THI 25-27) dan tidak nyaman (THI >27). Data iklim mikro ini kemudian dianalisis dengan membandingkan penutupan perubahan lahan dari peta spasial yang telah diolah dan dianalisis.
Kerangka Pikir Penelitian Kota Bogor merupakan kota yang dikenal karena memiliki iklim yang nyaman sebagai tempat peristirahatan. Ditambah dengan adanya Kebun Raya
17
Bogor di tengah-tengah kota menambah kesejukan Kota Bogor. Sebagai suatu wilayah perkotaan, struktur ruang Kota Bogor terbagi atas lahan terbangun dan lahan terbuka. Lahan terbuka ini terdiri atas lahan terbuka non-hijau dan lahan terbuka hijau. Pada dasarnya ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan, sedangkan ruang terbuka hijau kota adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika (PERMENDAGRI no.1/2007). Pada perkembangannya perubahan penggunaan ruang baik pada lahan terbuka maupun pada lahan terbangun berpengaruh pada dinamika spasial Kota Bogor. Dinamika spasial yang merupakan perubahan-perubahan penataan, penggunaaan, serta perencanaan ruang yang belum baik dapat menimbulkan permasalahan antara lain berkurangnya kenyamanan kota itu sendiri. Perubahan iklim mikro kota yang juga diakibatkan oleh perubahan pemanfaatan ruang ikut mempengaruhi kenyamanan kota. Kota Bogor memiliki Kebun Raya Bogor sebagai salah satu ruang terbuka hijau kota yang besar. Keberadaan Kebun Raya Bogor ini sedikit banyak mempengaruhi kondisi iklim mikro Kota Bogor. Analisis Citra digunakan untuk melihat perubahan pemanfaatan ruang kota di sekitar Kebun Raya Bogor (radius 500 m lingkar luar Kebun Raya Bogor). Hasil analisis Citra ini dikaitkan dengan kondisi iklim mikro kota dan kenyamanan kota (dengan menghitung THI). Besarnya perubahan pemanfaatan ruang di sekitar Kebun Raya Bogor merupakan bagian dari perubahan pemanfaatan ruang di Kota Bogor yang harus menjadi perhatian bagi perencana kota. Bagan alur kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 3.
18
Wilayah Kota Bogor
Lahan Terbangun
Lahan Terbuka
Ruang Terbuka Non-Hijau
Ruang Terbuka Hijau
Dinamika Spasial Kota Bogor Perubahan Iklim
Kenyamanan Kota Bogor
Dinamika Spasial dan Iklim Mikro Kota
Perubahan Spasial pada Radius 500 m di Sekitar Kebun Raya Bogor (RTH Kota Bogor)
Bahan masukan untuk penataan ruang di Kota Bogor Gambar 3 Kerangka Pikir Penelitian.
KEADAAN UMUM WILAYAH
Kota Bogor Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada di bawah wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dan hanya berjarak kurang lebih 50 km dari pusat pemerintahan Negara Indonesia, Jakarta. Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106° 48’ sampai 106° 51’ BT dan 6°30’ 30” LS dan 6° 41’ 00” LS. Kota Bogor memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha. Terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Secara adminitratif Kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu Desa Pamoyanan, Genteng, Balumbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor. Kota Bogor memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : •
Sebelah utara berbatasan dengan Kec.Kemang, Bojong Gede dan Kec. Sukaraja Kabupaten Bogor.
•
Sebelah timur berbatasan dengan Kec.Sukaraja dan Kec.Ciawi, Kabupaten Bogor.
•
Sebelah barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor.
•
Sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec.Caringin, Kabupaten Bogor.
Klimatologi Menurut klasifikasi Koppen, Kota Bogor termasuk tipe iklim Af (tropika basah). Kota Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 26° C dengan suhu terendah 21,8 ° C dan suhu tertinggi 30,4° C dengan kelembapan udara 70%, curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 – 4.000 mm, curah hujan bulanan berkisar antara 250-330 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Curah hujan di daerah Bogor dan sekitarnya termasuk tipe G, yaitu curah hujan relatif tinggi dengan variasi bulanan yang kecil. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin muson (BAPEDA Kota Bogor, 2007)
20
Geologi Jenis tanah hampir di seluruh wilayah Bogor adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Secara umum Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sendimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango dan Gunung Salak (BAPEDA Kota Bogor, 2007)
Topografi Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut. Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara 190 s/d 350 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0-2 % (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2-15 % (landai) seluas 8.091,27 Ha, 15-25% (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25-40% (curam) seluas 764,96 Ha, dan >40% (sangat curam) seluas 119,94 Ha (tabel.2). Tabel 2 Luas Lahan Berdasarkan Kemiringan Lahan
Kecamatan
0-2% Datar
Kemiringan Lereng (Ha) 1525-40% 2-15% 25% Agak Landai Curam Curam 1.565,6 68,0
>40%
Jumlah (Ha)
Sangat Curam 0,5
1.722
Bogor Utara
137,8
Bogor Timur
182,3
722,7
56,0
44,0
10,0
1.015
169,1
1.418,4
1.053,8
350,3
89,2
3.081
135,4
560,47
-
117,5
9,5
813
Bogor Barat
618,4
2.502,1
-
153,8
10,6
3.285
Tanah Sareal
530,8
1.321,9
-
31,2
-
1.884
Kota Bogor
1.763,9
8.091,3
1.109,8
764,9
119,9
11.850
Bogor Selatan Bogor Tengah
Sumber : Data pokok Pembangunan Kota Bogor Tahun 2002
21
Penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan identik dengan struktur penggunaan lahan dimana wilayah Kota Bogor memiliki lahan seluas 11.850 Ha. Dari luas wilayah tersebut terdistribusi ke dalam lahan pemukiman seluas 8.296,63 Ha atau 70,01% dan pada umumnya wilayah pemukiman ini berkembang secara linier mengikuti jaringan jalan yang ada berpotensi dalam menambah laju tingkat perkembangan wilayah Kota Bogor. Penggunaan lahan untuk pertanian, baik sawah maupun ladang seluas 1.288,66 Ha atau 10,87% dan penggunaan kebun campuran mencapai 154,55 Ha atau 1,30% sedangkan penggunaan lahan untuk hutan kota seluas 141,50 Ha atau 1,19 %, dan sisanya untuk kegiatan lain seperti fasilitas sosial, perdagangan dan jasa, perkantoran, kuburan, taman dan lapangan olah raga menyebar di wilayah Kota Bogor (Tabel 3). Tabel 3 Persentase Luasan Penggunaan Lahan di Kota Bogor Eksisting Tahun 1999 Jenis Penggunaan Permukiman Terminal Agrobisnis Kolam Oksidasi IPAL Pertanian Kebun Campuran Industri Perdagangan dan Jasa Perkantoran/Pemerintahan Hutan Kota Taman/Lapangan Olah Raga Kuburan Sungai/Situ/Danau Jalan Terminal Stasiun Kereta Api Jumlah
Luas (Ha) 8.296,63 9,21 1,50 1.288,66 154,55 115,03 362,60 85,28 141,50 250,48 299,28 342,07 529,62 1,51 5,60
Persentase 70,01 0,08 0,01 10,87 1,30 0,97 3,06 0,72 1,19 2,11 2.53 2,89 4,47 0,01 0,05
11.850
100
Sumber : RTRW Kota Bogor 1999-2009
Berdasarkan Peraturan Daerah No.1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Tahun 1999-2009), fungsi Kota Bogor adalah sebagai kota perdagangan, sebagai kota industri, sebagai kota pemukiman, wisata ilmiah dan sebagai kota pendidikan.
22
Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kota Bogor tahun 1999-2009 mencakup rencana struktur tata ruang dan pengembangan sistem perwilayahan dan dijabarkan dalam bentuk pengembangan kegiatan kota yang meliputi pengaturan manfaat ruang kota berupa rencana penggunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kota. Menurut RUTR Kota Bogor, sistem perwilayahan Kota Bogor dapat dijabarkan sebagai berikut : •
Kecamatan Bogor Tengah sebagai pusat kota satelit, memiliki fungsi utama sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa ditunjang oleh kegiatan perkantoran/pemerintahan, pemukiman dan objek wisata.
•
Kecamatan Bogor Selatan sebagai kota satelit 1, memiliki fungsi utama sebagai daerah kegiatan pemukiman yang ditunjang oleh kegiatan perdagangan dan jasa serta merupakan daerah konservasi
•
Kecamatan Bogor Barat sebagai kota satelit 2, memiliki fungsi utama sebagai daerah pemukiman yang ditunjang oleh kegiatan perdagangan dan jasa serta merupakan daerah objek wisata konservasi.
•
Kecamatan Tanah Sareal sebagai kota satelit 3, memiliki fungsi utama sebagai daerah kegiatan perkantoran /pemerintahan yang ditunjang oleh kegiatan pemukiman serta perdagangan dan jasa.
•
Kecamatan Bogor Utara sebagai kota satelit 4, memiliki fungsi utama untuk kegiatan industri non polutan yang ditunjang oleh kegiatan pemukiman serta perdagangan dan jasa.
•
Kecamatan Bogor Timur sebagai kota satelit 5, memiliki fungsi utama untuk kegiatan pemukiman yang ditunjang oleh kegiatan industri non-polutan serta untuk kegiatan perdagangan dan jasa.
Luas taman di Kota Bogor seluas 117,967 m2 terdiri dari taman kota 19.352 m2 (35 lokasi), taman jalur 17. 183 m2 (24 lokasi) dan jalur hijau seluas 81.432 m2 (34 lokasi).
Lingkungan Hidup Berdasarkan Neraca Kualitas Lingkungan Hidup (NKLD) Kota Bogor, keadaan kualitas udara kota secara umum masih relatif baik. Di beberapa lokasi, seperti Warung Jambu, Tugu Kujang, Pancasan, Jembatan Merah, Pasar Mawar,
23
Ciawi, Dramaga, Terminal Bubulak, Jl. Baru Kemang, Ciluar, Pertigaan Regina Pacis, Pasar Bogor dan Depan Balaikota, menunjukkan bahwa semua parameter di lokasi tersebut terutama CO2, SO2, H2S, Hidro Karbon, Timbal dan NH3 pada umumnya masih di bawah ambang batas Baku Mutu Lingkungan (BML), kecuali beberapa parameter sudah berada di atas ambang batas BML, seperti NO2 di sekitar Jambu Dua dan Jembatan Merah dan kadar debu di sekitar Pancasan, Pasar Mawar dan Jembatan Merah. Sedangkan untuk tingkat kebisingan telah melampaui baku mutu yaitu di sekitar Pancasan, Jembatan Merah, Pasar Mawar, Jambu Dua dan Tugu Kujang (Data Renstra Kota Bogor Tahun 2005-2009).
Penduduk Penduduk Kota Bogor tahun 2005 sejumlah 844.778 jiwa, terdiri dari lakilaki 429.627 jiwa dan perempuan 415.151 jiwa. Kepadatan penduduknya mencapai 72 jiwa/Ha. Kecamatan yang paling padat adalah Kecamatan Bogor Tengah dengan jumlah penduduk 103.176 jiwa dan kepadatannya mencapai 124 jiwa/Ha. Kemudian Kecamatan Bogor Timur dengan jumlah penduduk 86.978 jiwa dengan kepadatan penduduk 86 jiwa/Ha. Tabel 4 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Tiap Kecamatan Kecamatan
Luas (ha)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)
Bogor Utara Bogor Timur Bogor Selatan
1772 1015 3081
149.578 86.978 166.745
84 86 54
Bogor Tengah Bogor Barat
813 3285
103.176 193.421
127 59
Tanah Sareal 1884 155.187 Jumlah 11850 855.085 Sumber : Masterplan RTH Kota Bogor, Data Dasar, 2007
82 72
Kecenderungan dan Arah Perkembangan Kota Bogor Kota Bogor merupakan kota yang dikategorikan kota besar dengan jumlah penduduk tahun 2004 mencapai 793.746 jiwa dengan kepadatan rata-rata adalah 67 jiwa/ha dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 2,2% pertahun. Kondisi ini
24
berimplikasi terhadap penyediaan sarana dan prasarana kota yang harus mampu melayani segala kebutuhan masyarakat Kota Bogor. Perkembangan Kota Bogor cenderung menuju ke segala arah, terutama pada wilayah perluasan dengan mengalihfungsikan lahan pertanian yang kurang produktif dan kebun campuran. Adapun gambaran perkembangan fisik Kota Bogor adalah sebagai berikut : 1.
Bagian Selatan, yaitu Kecamatan Bogor Selatan cenderung berpotensi sebagai daerah pemukiman dengan KDB rendah dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
2.
Bagian Utara, yaitu Kecamatan Bogor Utara cenderung berpotensi sebagai daerah industri non-polutan dan sebagai penunjangnya adalah pemukiman serta perdagangan dan jasa. Kecamatan Tanah Sareal censerung berpotensi sebagai pemukiman, perdagangan dan jasa, serta fasilitas pelayanan kota.
3.
Bagian Barat, yaitu Kecamatan Bogor Barat cenderung berpotensi sebagai daerah pemukiman yang ditunjang objek wisata.
4.
Bagian Timur, yaitu Kecamatan Bogor Timur cenderung berpotensi sebagai daerah pemukiman.
5.
Bagian Tengah, yaitu Kecamatan Bogor Tengah cenderung berpotensi sebagai pusat perdagangan dan jasa yang ditunjang dengan perkantoran dan wisata ilmiah.
Pengembangan Kota Bogor lebih diarahkan pada pemukiman serta perdagangan dan jasa. Hal ini sesuai dengan misi Kota Bogor, yaitu “Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah”.
25
Sumber : Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor Gambar 4 Peta wilayah Kota Bogor.
26
Kecamatan Bogor Tengah Administratif Kecamatan Bogor Tengah memiliki batas administratif seluas 813 Ha yang terdiri atas 11 kelurahan. Adapun batas wilayah administrasi Kecamatan Bogor Tengah yaitu : •
Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tanah Sareal Kecamatan Tanah Sareal, Kelurahan Bantar Jati Kecamatan Bogor Utara.
•
Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Menteng, Kelurahan Gunung Batu dan Kelurahan Pasir Jaya Kecamatan Bogor Barat.
•
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Tanah Baru Kecamatan Bogor Timur.
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukasari, Kelurahan Bondongan dan Kelurahan Empang Kecamatan Bogor Selatan.
Terdapat 11 kelurahan yang termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Bogor Tengah, yaitu : 1.
Kelurahan Babakan,
2.
Kelurahan Tegallega,
3.
Kelurahan Babakan Pasar,
4.
Kelurahan Gudang,
5.
Kelurahan Paledang,
6.
Kelurahan Kebon Kelapa,
7.
Kelurahan Panaragan,
8.
Kelurahan Cibogor,
9.
Kelurahan Ciwaringin,
10.
Kelurahan Pabaton,
11.
Kelurahan Sempur.
Topografi dan Tanah Sebagian besar wilayah Bogor Tengah memiliki kemiringan 2-15 % (landai) dan 0-2% (datar). Dengan demikian, sebagian besar wilayah perencanaan dapat dimanfaatkan untuk pembangunan bangunan permanen, jalan dan sebagainya, karena mempunyai kendala kemiringan yang kecil.
27
Jenis tanah sebagian besar wilayah Kecamatan Bogor Tengah yaitu latosol coklat kemerahan, hanya sebagian kecil yang jenis tanahnya alluvial kelabu. Berdasarkan kondisi hidrologi, terdapat empat sungai yang daerah alirannya termasuk wilayah ini yaitu Sungai Ciliwung, Sungai Cibanon/Kalibaru, Sungai Cidepit dan Sungai Cisadane. Tekstur tanahnya agak kasar dengan kedalaman efektif tanah 20-75 cm. Kecamatan Bogor Tengah termasuk wilayah yang agak peka terhadap erosi. Penduduk Berdasarkan hasil pemetaan kependudukan, jumlah penduduk Kecamatan Bogor Tengah tahun 2005 adalah sebanyak 103.176 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Bogor Tengah adalah sebanyak 127,20 jiwa/Ha. Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Bogor Tengah relatif stabil dari tahun 1996. Tabel 5 Perkembangan Penduduk Kecamatan Bogor Tengah tahun 2001-2005 No
Kelurahan
Jumlah Penduduk (Jiwa) 2001
2002
2003
2004
2005
1
Babakan
6.189
7.082
7.876
8.338
8.992
2
Sempur
7.944
8.175
8.336
8.352
8.772
3
Tegallega
14.616
15.634
16.930
17.674
17.388
4
Babakan Pasar
10.519
10.388
10.343
10.667
10.251
5
Gudang
7.634
7.624
7.782
7.888
7.655
6
Paledang
10.468
11.188
11.560
11.552
12.444
7
Panaragan
6.296
6.550
6.921
7.064
6.993
8
Pabaton
3.773
3.572
3.608
3.608
3.362
9
Kebon Kalapa
10.402
10.560
10.743
10.971
10.904
10
Cibogor
7.539
7.557
7.689
7.524
7.588
11
Ciwaringin
7.056
7.360
8002
7.524
8.877
93.436
96.690
99.790
101.162
103.176
Jumlah Sumber : BPS Kota Bogor
Masterplan RTH Kota Bogor, Data Dasar, 2007
28
Adapun rencana distribusi kepadatan penduduk di Kecamatan Bogor Tengah secara umum diarahkan dengan pembagian : 1.
Kapasitas rendah (<100 jiwa/Ha)
2.
Kapasitas sedang (100-200 jiwa/Ha)
3.
Kapasitas tinggi (200-250 jiwa/Ha) Berdasarkan pertimbangan kondisi eksisting dan perhitungan daya tampung,
serta rencana distribusi kepadatan penduduk dalam RTRW Kota Bogor, maka rencana pengaturan distribusi penduduk Kecamatan Bogor Tengah tahun 2012 diarahkan pada: a.
Kawasan dengan kepadatan sedang diarahkan di hampir seluruh kelurahan yang ada di Kecamatan Bogor Tengah.
b.
Kawasan dengan kepadatan tinggi diarahkan di Kelurahan Panaragan dan Kelurahan Babakan Pasar, Kelurahan Kebon Kalapa dan Kelurahan Gudang.
Pemanfaatan Ruang Dalam konteks struktur internal Kecamatan Bogor Tengah, struktur ruang dibentuk berdasarkan kegiatan-kegiatan yang ada, seperti : •
Kegiatan perbelanjaan dan niaga
•
Kawasan perkantoran/pemerintahan
•
Kawasan wisata ilmiah Untuk mewujudkan fungsi Kecamatan Bogor Tengah sesuai dengan fungsi
yang diembannya, maka Kecamatan Bogor Tengah dibagi menjadi 7 sub Bagian Wilayah Kota (BWK). Dasar penentuan sub BWK ini adalah : a.
Karakteristik penggunaan lahan
b.
Kondisi fisik dasar
c.
Kependudukan
d.
Kegiatan perbelanjaan dan niaga
e.
Ketersediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum
f.
Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi
Berdasarkan hasil analisis di atas maka ditetapkan 7 sub BWK, yaitu : •
Sub BWK A; meliputi Kelurahan Paledang mempunyai luas 178 Ha dengan kegiatan utama sebagai kawasan wisata ilmiah (Kebun Raya Bogor,
29
Musium Zoologi dan Istana Bogor), serta pemerintahan skala regional, kemudian kegiatan pelengkap lainnya adalah permukiman, pendidikan dan kegiatan jasa perbankan. •
Sub BWK B; meliputi Kelurahan Sempur dan Kelurahan Babakan dengan luas 185 Ha, memiliki kegiatan utama sebagai kawasan/komplek perumahandan pendidikan skala kota, serta penggunaan lahan pelengkapnya adalah sebagai kegiatan perkantoran/jasa serta lapangan olahraga.
•
Sub BWK C; meliputi kelurahan Tegallega dengan luas 123 Ha, dengan kegiatan utama sebagai kawasan pendidikan tinggi (IPB) dengan skala pelayanan wilayah Jawa Barat dan Nasional serta adanya rumah sakit dengan skala pelayanan regional kota dan dilengkapi oleh kawasan pemukiman, perbelanjaan dan niaga.
•
Sub BWK D; meliputi Kelurahan Babakan Pasar dan Kelurahan Gudang dengan luas 73 Ha, dengan kegiatan utama sebagai kawasan perdagangan (CBD) dan penggunaan lahan penunjangnya adalah kegiatan jasa dan pemukiman.
•
Sub BWK E; meliputi Kelurahan Panaragan dan Kebon Kalapa dengan luas 72,7 Ha memiliki fungsi kegiatan utama perdagangan skala kota serta penggunaan lahan penunjang berupa pemukiman dan pendidikan.
•
Sub BWK F; meliputi Kelurahan Ciwaringin dengan fungsi utama yang diarahkan sebagai kawasan pemerintahan, pemukiman dan industri kecil serta penggunaan lahan untuk kegiatan penunjang berupa kawasan pendidikan dan jasa.
•
Sub BWK G; meliputi Kelurahan Cibogor dan Pabaton dengan luas 107 Ha, memiliki fungsi kegiatan utama sebagai kawasan pemerintahan, kompleks militer, perdagangan skala kota serta penggunaan lahan penunjang sebagai kawasan pemukiman, pendidikan dan taman.
Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat kota Wilayah Kota Bogor dengan penggunaan lahan terdiri dari lahan perumahan, pertanian (sawah dan tegalan), industri, perkantoran dan pergudangan, perdagangan dan pertokoan, taman, kuburan dan lainnya.
30
Guna lahan perumahan umumnya menyebar hampir seluruh wilayah kecamatan dan sebagian memanjang mengikuti jalur jaringan dengan luas lahan mencapai 580,32 Ha (71,38%) dari luas wilayah kecamatan. Perdagangan dan pertokoan merupakan guna lahan terbesar ketiga setelah tegalan, dan menempati lahan seluas 58,91 Ha. Lokasi pusat perdagangan (CBD) berada di Jalan Surya Kencana dan Jalan Roda. Perdagangan Grosir yaitu Pasar Kembang di Jalan Nyi Raja Permas dan Jalan M.A Salmun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5. Penggunaan lahan yang dominan di Kecamatan Bogor Tengah adalah perumahan. Meskipun kecamatan ini sudah bersifat kota namun masih terdapat penggunaan lahan yang bersifat tegalan dan persawahan. Penggunaan lahan ini dari tahun ke tahun mengalami penurunan luasnya dan beralih menjadi penggunaan lahan lainnya. Seiring dengan perkembangan kota yang cukup pesat, penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa serta perkantoran akan mengalami kenaikan yang cukup pesat, begitu pula dengan penggunaan lahan untuk perumahan. Tabel 6 Tata Guna Lahan Kecamatan Bogor Tengah Jenis Penggunaan Perumahan
Luasan Ha
Persentase (%)
Peringkat
580,32
71,38
1
Perdagangan (CBD)
59,81
7,36
2
Perkantoran dan Gudang
36,24
4,46
4
Industri
10,22
1,26
8
Taman
10,86
1,34
7
Kuburan
18,18
2,24
6
Sawah
1,10
0,14
9
Tegalan
63,53
7,81
3
Penggunaan Lainnya
32,74
4,02
5
813,00
100
Jumlah
Sumber : Dinas Pemukiman Tahun 2003 dalam Renstra Kota Bogor 2005-2009
-
31
Kecamatan Bogor Timur Administratif Kecamatan Bogor Tengah memiliki luas wilayah administrasi mencapai 1.150 Ha yang terdiri atas 6 kelurahan. Batas administratif Kecamatan Bogor Timur yaitu : •
Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Tegallega Kecamatan Bogor Tengah, Kelurahan Tanah Baru dan Cimahpar Kecamatan Bogor Utara.
•
Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukaraja dan Desa Cibanon Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor.
•
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.
•
Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Babakan Pasar Kecamatan Bogor Tengah, Kelurahan Bondongan, Batu Tulis dan Lawanggintung Kecamatan Bogor Selatan.
Kelurahan yang terdapat di Kecamatan Bogor Timur antara lain : 1.
Kelurahan Baranangsiang
2.
Kelurahan Sukasari
3.
Kelurahan Tajur
4.
Kelurahan Katulampa
5.
Kelurahan Sindangsari
6.
Kelurahan Sindangrasa
Topografi dan Tanah Sebagian besar wilayah Kecamatan Bogor Timur merupakan daerah yang landai dan datar dengan kemiringan lereng <15% (89,20%). Sebanyak 21,24 % memiliki kemiringan lereng 2-15%, sedangkan 17,90% wilayah memiliki kemiringan lereng 0-2%. Wilayah dengan kemiringan lereng >40% hanya meliputi areal seluas 9,80 Ha.Berdasarkan struktur geologi endapan di Kecamatan Bogor Timur diketahui bahwa jenis tanahnya adalah jenis alluvial kelabu, tanah latosol coklat kemerahan.
32
Penduduk Berdasarkan data dari BPS kota Bogor, jumlah penduduk Kecamatan Bogor Tengah sampai tahun 2005 berjumlah 86.978 jiwa dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 2,76 jiwa/tahun. Kelurahan Sukasari merupakan kelurahan terpadat dengan kepadatan 249 jiwa/Ha.
Penggunaan Lahan Dengan luas lahan 1.014 Ha, lahan terbangun di Kecamatan Bogor Timur meliputi areal seluas 773,04 Ha. Penggunaan lahan di Kecamatan Bogor Timur didominasi oleh penggunaan lahan untuk kawasan permukiman, yaitu seluas 643,2 Hektar. Kawasan pemukiman ini tersebar di semua kelurahan. Kelurahan dengan luas kawasan permukiman terbesar adalah Kelurahan Baranangsiang seluas 220 Ha dan Kelurahan Katulampa seluas 210 Ha. Di sepanjang Jalan Siliwangi, Jalan Pajajaran dan Jalan Raya Tajur, penggunaan lahan didominasi oleh perdagangan dan jasa. Kawasan pertanian terutama dijumpai di Kelurahan Katulampa dan Kelurahan Sidangrasa. Jumlah taman di Kecamatan Bogor Timur tercatat 12 buah dengan luas total 27.222 m2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Ruang Kecamatan Bogor Tengah Kecamatan Bogor Tengah mengalami perkembangan dan perubahan yang relatif konstan. Dengan segala potensi yang dimiliki, Kecamatan Bogor Tengah menjadi pusat perdagangan dan jasa, serta dengan adanya Kebun Raya Bogor Kecamatan Bogor Tengah pun menjadi daerah wisata ilmiah. Perkembangan yang pesat di Kecamatan Bogor Tengah merupakan konsekuensi dari lokasi wilayah kecamatan yang terletak di pusat kota. Pembangunan dan perkembangan kota saat ini telah menimbulkan beberapa dampak negatif terutama masalah meningkatnya suhu udara dan masalah kemacetan lalu lintas. Secara umum, tata ruang di Kecamatan Bogor Tengah (terutama di sekitar Kebun Raya Bogor) masih didominasi oleh lahan untuk perdagangan dan jasa, pemukiman serta pendidikan. Berdasarkan data tahun 2007 dalam RP4D Kota Bogor, luas lahan terbangun di Kecamatan Bogor Tengah meliputi 86,74% luas wilayah atau sekitar 704,8 Hektar. Luas lahan tidak terbangun berjumlah 13,26% atau sekitar 107,8 Hektar. Lahan yang dikategorikan belum terbangun tersebut meliputi penggunaan kebun, sungai dan tanah kosong. Penggunaan lahan di Kecamatan Bogor Tengah didominasi oleh penggunaan lahan untuk pemukiman seluas 373,34 Hektar. Kawasan pemukiman di Kecamatan Bogor Tengah tersebar di seluruh kelurahan, dengan areal terluas terdapat di Kelurahan Tegallega dan Kelurahan Babakan. Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan pusat kota menyebabkan kepadatan bangunan rumah di kecamatan ini relatif padat. Kawasan pemukiman kumuh di Kecamatan Bogor Tengah seluas 11,23 Hektar. Kawasan pemukiman terencana di Kecamatan Bogor Tengah tersebar di Kelurahan Tegallega, Babakan, Sempur dan Ciwaringin. Kawasan pemukiman lainnya yang tersebar di seluruh Kecamatan Bogor Tengah umumnya merupakan kawasan perumahan yang tidak terencana. Kawasan perdagangan dan jasa umumnya tersebar di sepanjang jalan besar, seperti di Jalan Empang, Jalan Kolonel Masturi, Jalan Pajajaran, Jalan Roda, Jalan Surya Kencana, Jalan Otto Iskandar Dinata, dan sebagainya. Penggunaan lahan
37
untuk kawasan perdagangan dan jasa meliputi areal seluas 52,23 Hektar berupa pertokoan, rumah toko (ruko), pasar, pusat perbelanjaan (mall/plaza), jasa perhotelan, dan lain sebagainya. Kawasan perkantoran menempati areal seluas 43,57 Hektar. kawasan perkantoran dijumpai di Jalan Juanda, Jalan Pajajaran, Jalan R.E Martadinata, dan sebagian di Jalan Merdeka. Kawasan pendidikan di Kecamatan Bogor Tengah meliputi areal seluas 48,21 Hektar. Kawasan pendidikan ini terutama di dominasi oleh keberadaan Institut Pertanian Bogor, Universitas Pakuan, serta sejumlah sekolah negeri dan swasta. Ruang terbuka hijau kota di Kecamatan Bogor Tengah seluas 17,51 Hektar. Luasan Ruang terbuka hijau tersebut belum termasuk Kebun Raya Bogor seluas 99,54 Hektar yang termasuk juga ruang terbuka hijau. Tabel 7 Jenis-jenis Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Bogor Tengah Jenis Taman
Luas (m2) 8.222,82
Jalur Hijau
83.171,35
Bantaran Sungai
10.372,87
Lereng
16.704,8
Median Jalan
2.415,02
Pulo Jalan
1.940,35
Taman Sudut Kota
6.685,42
Lapangan
40.751,54
Blumbak
77,28
Kebun Pembibitan Jumlah
4.818,04 175.159,49
Sumber : Laporan Fakta dan Analisa, Evaluasi RDTR Kecamatan Bogor Tengah, Bogor Barat, Bogor Timur, 2007
Jalan raya disekitar Kebun Raya Bogor merupakan jalan utama di pusat kota, sebagian besar trayek angkutan kota melewati jalan di sekeliling Kebun Raya Bogor. Aktivitas yang padat di sekitar Kebun Raya Bogor ini mempengaruhi
38
kenyamanan dalam kota. Kemacetan sering terjadi terutama pada saat-saat padat, di Jalan M.A. Salmun, Jalan Merdeka dan Jalan Surya Kencana.
Sumber : BAPEDA Kota Bogor Gambar 5 Peta Kecamatan Bogor Tengah
Struktur Ruang Lokasi (Radius 500 m Kebun Raya Bogor) Daerah di sekitar Kebun Raya Bogor merupakan daerah pusat kota yang padat penduduk dan aktivitas. Penggunaan lahan di kawasan radius 500 m Kebun Raya Bogor masih didominasi oleh perdagangan dan jasa, perkantoran dan pendidikan, sisanya berupa hutan kota, kebun campuran dan taman kota. Luas wilayahnya mencapai 6408,52 Ha (64.085.400 m2).
39
Kawasan perdagangan dan jasa berlokasi di sepanjang Jalan Pajajaran, Jalan Surya Kencana dan Jalan Empang. Kawasan perkantoran tersebar di Jalan Djuanda, Jalan Pajajaran dan Jalan Sudirman. Kawasan pendidikan tersebar di Jalan Djuanda, Jalan Merdeka serta Jalan Pajajaran.Kawasan pemukiman tersebar di Kelurahan Gudang, Kelurahan Babakan Pasar, Kelurahan Sempur dan Kelurahan Tegallega. Kawasan permukiman lainnya yang terdapat di kawasan ini umumnya merupakan kawasan permukiman tak terencana. Ruang Terbuka Hijau yang terdapat di daerah radius 500 m Kebun Raya Bogor terdiri dari kawasan kebun raya, taman ketetanggaan, taman komunitas, jalur hijau jalan, vest pocket park, lapangan olahraga, taman perkantoran dan taman sekolah. Kebun Raya Bogor sendiri termasuk ke dalam kawasan lindung.
Gambar 6 Pasar Bogor
Gambar 8 Lapangan Sempur
Gambar 7 Kawasan Lebak Kantin
Gambar 9 Jalan Ir.H Djuanda
Analisis Perubahan Spasial Aspek spasial yang diamati merupakan aspek fisik yang kemudian dibedakan menjadi ruang terbuka hijau dan ruang terbangun serta badan air. Ruang terbuka hijau terdiri dari hutan kota, kebun campuran, ladang, semak dan rumput. Sedangkan ruang terbangun terdiri dari pemukiman beserta fasilitas sosial
40
dan fasilitas umum, perkantoran, lapangan parkir serta kawasan komersil dan lain sebagainya. Badan air terdiri dari sungai dan lahan tergenang. Analisis perubahan penutupan lahan di sekitar Kebun Raya Bogor (radius 500 m) dilakukan dengan menggunakan hasil interpretasi citra landsat tahun 1992 dan 2005, dalam jangka waktu 13 tahun tersebut perubahan yang terjadi terutama bertambahnya luasan lahan terbangun dan berkurangnya ruang terbuka hijau serta badan air. Perkembangan penutupan lahan ini kemudian dikaitkan dengan perubahan iklim mikro.
Penggunaan Lahan Tahun 1992 698500
699000
699500
699000
699500
700000
9270500
9270500
9271000
9271000
698000
9270000
9270000
9269500
9269500
698000
500
698500
0
500
Badan air Lahan terbangun Hutan Kebun campuran
1000 Meters
Ladang/upland/bareland W Rumput Lahan tergenang Semak
Sumber : Diolah dari Agrissantika, 2007 Gambar 10 Peta Penggunaan Lahan Tahun 1992
700000
N E S
41
Penggunaan Lahan Tahun 2005 698500
699000
699500
699000
699500
700000
9269500
9269500
9270000
9270000
9270500
9270500
9271000
9271000
698000
698000
500
698500
0
500
Badan air Lahan terbangun Hutan Kebun campuran
700000
N
1000 Meters
Ladang/upland/bareland Rumput Lahan tergenang Semak
W
E S
Sumber : Diolah dari Agrissantika, 2007 Gambar 11 Peta Penggunaan Lahan Tahun 2005
Dari hasil analisis hasil interpretasi citra yang ada, terlihat adanya pola penggunaan lahan yang didominasi oleh lahan terbangun (built up), sedangkan sisanya adalah ruang terbuka hijau dan badan air. Kebun Raya Bogor menjadi ruang terbuka hijau yang terluas di Kecamatan Bogor Tengah. Daerah radius 500 m disekitar Kebun Raya Bogor ini didominasi oleh lahan terbangun, terdiri dari pemukiman, perkantoran, sekolah, rumah sakit, pasar dan pusat perbelanjaan. Dengan topografi yang relatif datar, daerah ini menjadi pusat kota Bogor. Pada perkembangan kota selanjutnya tidak banyak yang berubah di daerah ini, karena
42
lahan di radius 500 m sekitar Kebun Raya Bogor ini cukup terbatas. Persentase kelas penutupan lahan tahun 1992 dapat dilihat pada Gambar 10. Penggunaan Lahan Tahun 1992 Lahan terbangun 94,80%
Hutan 1,44%
Badan air 0,14%
Kebun campuran 2,01%
Semak 0,02% Lahan tergenang 0,84%
Rumput 0,52%
Ladang/upland/bareland 0,23%
Gambar 12 Persentase Penggunaan Lahan Tahun 1992
Tabel 8 Luasan Masing-Masing Penggunaan Lahan (Tahun 1992) Penggunaan Lahan Badan air Lahan terbangun Hutan Kebun campuran Ladang/upland/bareland Rumput Lahan tergenang Semak
Luas (Ha) 4,60 3110,17 47,17 66,06 7,39 17,16 27,70 0,66
Persentase (%) 0,14 94,80 1,44 2,01 0,23 0,52 0,84 0,02
Dari Gambar 10 terlihat bahwa penggunaan lahan di daerah sekitar Kebun Raya Bogor lahan masih didominasi oleh lahan terbangun (built up) sebesar 94,80%, sedangkan sisanya adalah ruang terbuka hijau baik yang merupakan lahan budidaya maupun yang bukan
lahan budidaya. Masih terdapat hutan kota
sebesar 1,44% yang merupakan Kebun Raya Bogor. Presentase badan air pada tahun 1992 sebesar 0,14%.
43
Penggunaan Lahan Tahun 2005 Lahan terbangun 98,32%
Hutan 0,37%
Badan air 0,02% Semak 0,04% Lahan Tergenang 0,05%
Kebun campuran 0,96% Rumput 0,20%
Ladang/upland/bareland 0,04%
Gambar 13 Persentase Penggunaan Lahan Tahun 2005
Pada tahun 2005, persentase luasan penutupan lahan terbangun mengalami peningkatan dari 94,80% menjadi 98,32%. Lahan terbangun terlihat makin mendominasi pemanfaatan ruang di sekitar Kebun Raya Bogor. Peta kelas penutupan lahan hasil analisis interpretasi citra dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan hasil analisis citra digital, penutupan lahan tahun 2005 semakin didominasi oleh lahan terbangun (built up). Hutan kota masih bertahan sebagai ruang terbuka hijau, namun sawah dan ladang makin menyusut jumlahnya. Kecamatan Bogor Tengah menjadi pusat segala kegiatan perdagangan dan jasa terutama di daerah jalan Pajajaran dan jalan Sudirman. Persentase kelas penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 13. Pada tahun 2005, terjadi peningkatan persentase lahan terbangun sekitar 4%, sedangkan yang lainnya mengalami penurunan. Hutan menurun menjadi 0,37% yang berarti mengalami penurunan sekitar 1,07%; ladang/upland menjadi 0.04% atau mengalami penurunan sekitar 0.19%; badan air menjadi 0.02% atau mengalami penurunan sekitar 0.12%; lahan tergenang menjadi 0,05% mengalami penurunan sekitar 0,79%; luasan lahan rumput menjadi 0,20% mengalami penurunan sekitar 0,32%; luasan semak menjadi 0,04% mengalami kenaikan
44
sekitar 0.02% dan kebun campuran menjadi 0,96% mengalami penurunan 1,05%. Luasan dari masing-masing penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 9 Luasan Masing-Masing Penggunaan Lahan (Tahun 2005) Penggunaan Lahan Badan air Lahan terbangun Hutan Kebun campuran Ladang/upland/bareland Rumput Lahan tergenang Semak
Luas (Ha) 1,26 6301,13 23,78 61,36 2,78 12,54 3,03 2,64
Presentase (%) 0,02 98,32 0,37 0,96 0,04 0,20 0,05 0,04
Pada tahun 2005, luasan lahan terbangun mencapai 6301,13 Ha, sedangkan luasan lahan terbuka pada tahun 2005 ini menjadi sekitar 103,1 Ha atau sekitar 103.100 m2. Luasan badan air juga mengalami penyusutan dengan bertambahnya lahan terbangun terutama di pinggir sungai. Pemanfaatan lahan berupa semak mengalami peningkatan. Pola pembangunan Kota Bogor yang menyebar dari pusat kota menuju daerah pinggiran kota menyebabkan daerah pusat terus mengalami pembangunan. Karena Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat kegiatan dan dianggap daerah yang cukup strategis maka makin banyak pembangunan terutama pusat perbelanjaan. Grafik perubahan luas kelas penggunaan lahan tahun 1992 sampai 2005 dapat dilihat pada Gambar 14. Luasan kelas penutupan lahan dari masingmasing kecamatan pada tahun 1992 dan 2005 dapat dilihat pada Tabel 9.
45
Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1992-2005
7000,00 6000,00 L u a s
5000,00 4000,00
1992 2005
(
h a
3000,00
)
2000,00
Semak
Lahan tergenang
Rumput
Ladang/upland/bareland
Kebun campuran
Hutan
Lahan terbangun
0,00
Badan air
1000,00
Gambar 14 Grafik Perubahan Luas Pengunaan Lahan Tahun 1992 dan 2005
Tabel 10 Luasan Masing-Masing Penutupan Lahan Tahun 1992 dan 2005 di Wilayah Sekitar Kebun Raya Bogor Kecamatan Bogor Tengah
Penggunaan Lahan Badan air
1992
2005 4,02
1,20
2058,59
2058,52
Hutan
47,16
23,78
Kebun campuran
65,43
59,95
7,05
2,78
Rumput
13,94
12,54
Lahan tergenang
16,48
2,49
Semak
0,66
2,64
Badan air
0,48
0,06
615,85
1251,58
Lahan terbangun
Ladang/upland/bareland
Bogor Timur
Luas (Ha)
Lahan terbangun
46
Tabel 10 Luasan Masing-Masing Penutupan Lahan Tahun 1992 dan 2005 di Wilayah Sekitar Kebun Raya Bogor (lanjutan) Tahun Kecamatan Penggunaan Lahan 1992 2005 Bogor Timur
Hutan
-
-
0,34
1,40
-
-
Rumput
3,21
-
Lahan tergenang
0,36
0,12
-
-
0,1
-
225,22
2286,31
-
-
Kebun campuran
0,04
0,01
Ladang/upland/bareland
0,09
-
-
-
7,75
0,18
Semak
-
-
Badan air
-
-
210,50
704,72
-
-
Kebun campuran
0,25
-
Ladang/upland/bareland
0,24
-
-
-
2,94
0,23
-
-
Kebun campuran Ladang/upland/bareland
Semak Bogor Barat
Badan air Lahan terbangun Hutan
Rumput Lahan tergenang
Bogor Selatan
Lahan terbangun Hutan
Rumput Lahan tergenang Semak
Perubahan yang terlihat dari analisis hasil interpretasi citra landsat yaitu berkurangnya badan air di wilayah sebelah barat Kebun Raya Bogor, meningkatnya lahan terbangun yang mengurangi lahan vegetasi di sebelah timur Kebun Raya Bogor dan dominasi lahan terbangun di sebelah utara, timur, barat maupun selatan. Peningkatan luas lahan terbangun pada daerah ini memberikan
47
dampak tidak langsung berupa perubahan suhu permukaan yang berdampak juga terhadap kenyamanan penduduk kota. Tabel 11 Perubahan Luas per Kelas Penutupan Lahan (Hektar) di Sekitar Kebun Raya Bogor Perubahan Pemanfaatan Lahan tahun 1992-2005 (Ha)
2005 Badan Air
Lahan Terbangun
RTH non Pertanian
Kebun Campuran
Ladang
Lahan Tergenang
0,63
3,41
0
0,26
0,13
0,06
0,10
90,31
0,11
0,54
0,03
0,16
0
7,81
32,62
33,31
1,53
0,24
0,03
34,21
2,78
20,67
0,52
0,19
0
5,47
0,15
0,85
0,51
0,16
0,06
10,65
0,11
3,12
0,00
2,12
Badan Air Lahan Terbangun RTH non Pertanian 1992
Kebun Campuran Ladang Lahan Tergenang
Dari Tabel 9 dapat dilihat konversi RTH menjadi lahan terbangun terbesar terjadi pada kurun waktu 1992-2005 adalah pada kelas kebun campuran. Dari luas wilayah radius 500 m lingkar Kebun Raya Bogor yang mencapai 280,682 Ha, konversi kebun campuran menjadi lahan terbangun mencapai 13,53%. Daerah radius 500 m lingkar luar Kebun Raya Bogor ini merupakan pusat kota yang memang terdiri dari lahan terbangun sehingga pada kurun waktu 10 tahun ini perubahan luas lahan terbangunnya tidak terlalu banyak tapi tetap terjadi. Konversi RTH non pertanian menjadi kebun campuran juga cukup besar yaitu 13%. Perubahan RTH non pertanian (semak, rumput, dan hutan) menjadi kebun campuran terjadi akibat lahan yang tadinya berupa lahan rumput atau semak belukar kemudian dimanfaatkan menjadi kebun campuran oleh pemilik lahan,
48
biasanya orang yang ditugasi untuk menjaga lahan kosong tersebut memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Diikuti oleh konversi sawah tergenang menjadi lahan terbangun sebesar 4,21%. Konversi badan air menjadi lahan terbangun umumnya berupa pengurangan luas bantaran sungai yang menjadi pemukiman. Perubahan penggunaan lahan juga terjadi di dalam Kebun Raya Bogor. Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Tahun 1992 698500
699000
699500
698000
698500
699000
699500
9271000
9271000
698000
9270500
9270500
0
Badan air Lahan terbangun Hutan Kebun campuran
500
9269500
9269500
9270000
9270000
500
N
1000 Meters
Ladang/upland/bareland Rumput Semak
W
E S
Sumber : Diolah dari Agrissantika, 2007 Gambar 15 Peta Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Tahun 1992
Sebagian besar penggunaan lahan di Kebun Raya Bogor pada tahun 1992 adalah hutan, kebun campuran dan rumput. Persentase penggunaan lahan di Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada gambar 16.
49
Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor 1992 Hutan 38,91% Lahan terbangun 11,17% Kebun campuran 27,04%
Badan air 0,53%
Semak 0,34%
Rumput 20,79%
Sawah (tergenang) 0,00%
Ladang/upland/barel and 1,22%
Gambar 16 Presentase Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Tahun 1992
Pada tahun 1992, presentase ruang terbuka hijau di Kebun Raya Bogor yaitu hutan sebesar 38,91% (44,46 Ha), semak sebesar 0,34% (0,39 Ha), rumput sebesar 20,76% (23,75 Ha), ladang/upland/bareland sebesar 1,22% (1,4 Ha) dan kebun campuran sebesar 27,04% (30,89 Ha). Lahan terbangun berupa kantor pengelola, laboratorium peneliti dan rumah kaca sebesar 11,17% (12,76 Ha).
Penggunaan Lahan Kebun Raya Bogor Tahun 2005 Hutan 19,79% Lahan terbangun 24,57%
Badan air 0,57%
Kebun campuran 41,07%
Semak 1,93% Sawah (tergenang) 0,00%
Rumput 10,45%
Ladang/upland/bareland - 1,61%
Gambar 17 Presentase Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Tahun 2005
Pada tahun 2005, penggunaan lahan berupa hutan menurun menjadi 19,79% (22,63 Ha) sedangkan kebun campuran meningkat menjadi 41,07% (47 Ha).
50
Lahan rumput menurun dari 20,79% menjadi 10,45% (dari 23,75 Ha menjadi 11,95 Ha). Selain itu, keberadaan lahan terbangun juga meningkat menjadi 24,57% (28,08 Ha). Badan air juga mengalami peningkatan sekitar 0,04% dari 0,53% menjadi 0,57% (dari 0,60 Ha menjadi 0,66 Ha). Peta penggunaan lahan di Kebun Raya Bogor tahun 2005 dapat dilihat pada gambar 18.
Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Tahun 2005 698000
698500
699000
699500
9271000
9271000
9270500
9270500
698000
698500
0
Badan air Lahan terbangun Hutan Kebun campuran
699000
500
9269500
9269500
9270000
9270000
500
699500
1000 Meters
Ladang/upland/bareland Rumput Semak
N
W
E S
Sumber : Diolah dari Agrissantika, 2007 Gambar 18 Peta Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Tahun 2005
51
Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor 1992-2005 50,00 45,00 40,00
Luas (Ha)
35,00 30,00 25,00 1992
20,00
2005
15,00 10,00
Semak
Sawah (tergenang)
Rumput
Ladang/upland/bareland
Kebun campuran
Hutan
Lahan terbangun
0,00
Badan air
5,00
Gambar 19 Grafik Perubahan Luas Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor
Tabel 12 Luas Perubahan Masing-Masing Penggunaan Lahan di Kebun Raya Bogor Penggunaan Lahan Badan air
Luas (Ha) 1992
2005 0,60
0,66
Lahan terbangun
12,76
28,09
Hutan
44,46
22,63
Kebun campuran
30,89
46,95
1,40
1,84
23,75
11,95
Lahan tergenang
0,00
0,00
Semak
0,39
2,20
Ladang/upland/bareland Rumput
52
Tabel 13 Perubahan Pemanfaatan Lahan di Kebun Raya Bogor Perubahan Pemanfaatan Lahan tahun 1992-2005 (Ha)
2005 Badan Air
Lahan Terbangun
RTH non Pertanian
Kebun Campuran
Ladang
Lahan Tergenang
0,20
0,34
0,00
0,06
0
0
0,002
12,55
0,02
0,17
0
0
0,45
4,23
11,63
29,22
1,26
0
0
10,38
2,35
17,03
0,35
0
0
0,56
0,15
0,46
0,24
0
0
0
0
0
0
0
Badan Air Lahan Terbangun RTH non Pertanian 1992
Kebun Campuran Ladang Lahan Tergenang
Tabel 12 menunjukkan konversi lahan terbesar di Kebun Raya Bogor terjadi pada penggunaan lahan ruang terbuka hijau non pertanian (rumput, semak dan hutan) menjadi kebun campuran. Kebun campuran adalah penggunaan lahan yang terdiri dari berbagai campuran tanaman. Di Kebun Raya Bogor terdapat penggunaan lahan berupa taman-taman yang termasuk ke dalam kebun campuran. Konversi ruang terbuka hijau non pertanian menjadi kebun campuran mencapai 31,89% (29,33 Ha). Iklim Mikro Kota dan Kenyamanan Perubahan lahan di Kota Bogor mengubah fungsi kota itu sendiri. Kota Bogor yang pada awalnya merupakan kota tempat peristirahatan berubah menjadi kota perdagangan dan jasa. Perubahan tata guna lahan pun mempengaruhi kenyamanan Kota Bogor. Salah satu indikator kenyamanan kota adalah kondisi iklim mikro kota itu sendiri. Elemen pembentuk iklim mikro yang mempengaruhi kenyamanan kota adalah radiasi matahari, temperatur udara, kelembaban relatif,
53
dan pergerakan udara (angin). Iklim mikro berpengaruh kuat terhadap kenyamanan termal manusia. Karena itu, desain lanskap dapat berpengaruh signifikan terhadap kenyamanan termal manusia di dalam lanskap (Brown dan Gillespie, 1995). Dalam sistem perencanaan pembangunan perkotaan di Indonesia, unsur iklim masih dianggap sebagai elemen statis, dimana diasumsikan tidak ada interaksi timbal balik antara iklim dengan perubahan lahan. Data-data iklim lebih sering digunakan sebagai data yang mendukung pernyataan kesesuaian lahan dan lokasi pengembangan fungsi sebuah kawasan, terutama untuk kawasan pertanian. Namun, seharusnya dipertimbangkan bahwa perubahan guna lahan yang direncanakan akan memberikan implikasi yang sangat besar terhadap sistem iklim (Harjana dan Susanti, 2006). Tabel 14 Curah hujan, suhu udara, intensitas penyinaran dan kelembaban Kota Bogor Tahun
Curah Hujan (mm)
Suhu Udara (°C)
Intensitas Penyinaran (%)
Kelembaban Udara (%)
1992
398
25,2
61,7
87,0
1993
357
25,5
64,4
86,2
1994
346
25,4
60,9
83,3
1995
376
25,6
52,4
85,5
1996
393
25,5
56,0
86,3
1997
237
25,6
68,0
81,7
1998
369
26,1
49,2
86,1
1999
271
25,4
54,8
84,4
2000
278
25,6
55,0
86,6
2001
307
25,4
58,0
85,0
2002
362
25,8
57,7
83,9
2003
324
25,9
65,3
83,3
2004
352
25,8
66,2
84,6
2005
403
25,9
64,7
85,4
Sumber : BMG Ciputat Tangerang dari BMG Stasiun Bogor
54
Suhu Udara (°C) 27,00 26,50 26,00 25,50 25,00 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Suhu udara (°C)
Gambar 20 Grafik Suhu Udara Kota Bogor
Curah Hujan (mm) 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Tahun Curah hujan (mm)
Gambar 21 Grafik Curah Hujan Kota Bogor
2003
2004
2005
55
Intensitas Penyinaran dan Kelembaban 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun Intensitas penyinaran (%)
Kelembapan (%)
Gambar 22 Grafik Intensitas Penyinaran dan Kelembaban Kota Bogor
Tabel 13 menunjukkan bahwa suhu udara tiap tahun cenderung konstan berkisar antara 25°C-26°C, begitu juga dengan kelembaban yang berkisar pada 83-87%. Suhu udara yang cenderung tidak mengalami perubahan signifikan dalam kurun tahun 1992-2005 ini mungkin salah satu penyebabnya adalah karena masih terdapatnya Kebun Raya Bogor sebagai salah satu ruang terbuka hijau Kota Bogor. Grafik suhu udara, intensitas penyinaran, kelembaban dan curah hujan dapat dilihat pada Gambar 20-22. Dari data time series suhu udara dan kelembaban maka dapat dilakukan penghitungan THI (Temperaturel Humidity Index) untuk melihat tingkat kenyamanan kota. Perhitungan THI untuk tahun 1992-2005 dengan menggunakan rumus : THI 0,8T
RH T 500
Keterangaan : THI = Temperature Humidity Index T = Temperature (suhu udara, °C) RH = Relative Humidity (kelembaban relatif, %)
Hasil perhitungan THI untuk tahun 1992 sampai tahun 2005 di Kota Bogor ini dapat dilihat pada Tabel 11.
56
Tabel 15 Perhitungan Temperature Humidity Index (THI) Tahun
Suhu Udara (C)
RH (%)
THI
1992
25,2
87,0
24,59
1993
25,5
86,2
24,76
1994
25,4
83,3
24,51
1995
25,6
85,5
24,83
1996
25,5
86,3
24,76
1997
25,6
81,7
24,63
1998
26,1
86,1
25,39
1999
25,4
84,4
24,65
2000
25,6
86,6
24,96
2001
25,4
85,0
24,66
2002
25,8
83,9
25,00
2003
25,9
83,3
25,04
2004
25,8
84,6
25,02
2005
25,9
85,4
25,12
Sumber : BMG Ciputat Tangerang dan pengolahan sendiri
Dari hasil perhitungan THI, nilainya berkisar antara 24-25 yang berarti kondisi iklim mikronya masih nyaman untuk orang tropis. Perhitungan THI ini masih harus dibandingkan dengan kondisi iklim mikro sebenarnya di tapak. Menurut Carpenter, et.al. ada empat faktor iklim yang mempengaruhi kenyamanan manusia yaitu radiasi matahari, temperatur udara, pergerakan udara atau angin, dan kelembaban. Kenyamanan manusia dapat dijabarkan dengan membuat plot hubungan antara keempat faktor ini dan menganalisa cakupan area yang tidak termasuk ke dalam zona nyaman manusia (comfort zone). Zona kenyamanan ini akan berbeda pada setiap orang dengan wilayah geografis yang berbeda. Berdasarkan pengambilan data suhu dan kelembaban di beberapa titik daerah radius 500 m lingkar luar Kebun Raya Bogor, suhu rata-rata berkisar antara 24 C hingga 26 C (Tabel 12).
57
Tabel 16 Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Titik Sampel Suhu Udara ( C)
Kelembaban (%)
BNI Djuanda Bogor
26,1
78
Pemukiman di Selot
26,2
87
Malabar
26,7
73
Ruang Terbuka Hijau (Vegetasi)
Taman Sempur
23,8
84
Taman Kencana
24,8
80
Lapangan Empang
24,8
80
Badan air (Sempadan Sungai)
Bantaran S. Ciliwung (Lebak Kantin) Bantaran S. Ciliwung (Babakan Pasar) Bantaran S.Cisadane-Empang
26,2
84
25,7
91
27,8
72
Penutupan Lahan Built up (lahan terbangun)
Lokasi Pengambilan Data
Sumber : pengamatan lapang
Suhu dalam data diatas merupakan suhu rata-rata dalam sehari. Selanjutnya THI per-tempat dan per-jam pengambilan data dihitung untuk melihat daerah mana yang termasuk ke dalam zona nyaman manusia. Dari data hasil pengukuran langsung terhadap 3 titik yang masing-masing mewakili tipe penutupan lahan yaitu badan air, lahan terbangun dan vegetasi (RTH)
memiliki tingkat
kenyamanan yang hampir sama (Tabel 16).
Tabel 17 Nilai THI di 9 Titik Sampel No
Lokasi Pengambilan Data
Suhu Udara (C)
Kelembaban Udara (%)
THI
Zona Kenyamanan
1
BNI Djuanda Bogor
26,1
78
25
Sedang
2
Pemukiman di Selot
26,2
87
26
Sedang
3
Malabar
26,7
73
25
Sedang
4
Taman Sempur
23,8
84
23
Nyaman
5
Taman Kencana
24,8
80
24
Nyaman
6
Lapangan Empang
24,8
80
24
Nyaman
58
Tabel 17 Nilai THI di 9 Titik Sampel (lanjutan) No
7
8
9
Lokasi Pengambilan Data
Bantaran S.Ciliwung (Lebak Kantin) Bantaran S.Ciliwung (Babakan Pasar) Bantaran S.Cisadane Empang
Suhu Udara (C)
Kelembaban Udara (%)
THI
Zona Kenyamanan
26,2
84
25
Sedang
25,7
91
25
Sedang
27,8
72
26
Sedang
Sumber : pengamatan lapang
Tabel 18 Nilai THI Rata-Rata per Pemanfaatan Lahan Suhu Kelembaban Rata-Rata Rata-Rata (%) (°C) 26 79 %
Tipe Pemanfaatan Lahan Lahan terbangun (built up)
THI 25
Badan Air
26
82 %
26
Ruang Terbuka Hijau
24
81 %
24
Pengukuran suhu pada jam 07.00, 14.00 dan 18.00 menunjukkan nilai THI yang bervariasi dan tidak berbeda jauh pada tipe pemanfaatan lahan yang sama. Tabel 19 Nilai THI di 9 Titik Sampel pada jam 07.00, 14.00 dan 18.00 No
1
2
3
Lokasi
BNI Djuanda
Pemukiman di Selot
Pukul
Suhu Udara (C)
Kelembaban Udara (%)
THI
Zona Kenyamanan
07.00
22,2
90
22 Nyaman
14.00
32,2
67
30 Tidak Nyaman
18.00 07.00 14.00
27,6 22,5 32,6
78 90 93
26 Sedang 22 Nyaman 32 Tidak Nyaman
18.00
27,3
77
26 Sedang
07.00
25
84
24 Sedang
14.00
30,3
59
28 Tidak Nyaman
18.00
26,3
77
25 Sedang
Malabar
59
No
Lokasi
4
Taman Sempur
5
Taman Kencana
6
Lapangan Empang
7 8
9
Bantaran S.Ciliwung (Lebak Kantin) Bantaran S.Ciliwung (Babakan Pasar) Bantaran S.Cisadane Empang
Pukul
Suhu Udara (C)
Kelembaban Udara (%)
THI
Zona Kenyamanan
07.00
20,8
90
20 Tidak Nyaman
14.00 18.00 07.00
27,2 26,4 20,8
77 84 90
26 Sedang 26 Sedang 22 Nyaman
14.00 18.00 07.00 14.00
27,2 26,4 22,3 30,4
59 91 90 59
28 24 22 28
18.00 07.00 14.00
24,2 24,3 29,4
91 90 78
24 Nyaman 24 Nyaman 28 Tidak Nyaman
18.00
26,6
84
26 Sedang
07.00
22
90
22 Nyaman
14.00
31,5
92
31 Tidak Nyaman
18.00
27,1
92
27 Sedang
07.00
26
70
24 Nyaman
14.00 18.00
31,9 27,2
61 84
29 Tidak Nyaman 26 Sedang
Tidak Nyaman Sedang Nyaman Tidak Nyaman
Sumber : pengamatan lapang
Analisis-Sintesis Perubahan Penggunaan Lahan dan Iklim Mikro Secara sistematis, tujuan analisis spasial adalah : 1.
Mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruang geografis, termasuk deskripsi pola secara cermat dan akurat,
2.
Menjelaskan secara sistematis pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau objek di dalam ruang sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang menentukan distribusi kejadian yang terobservasi,
3.
Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi dan pengendalian di dalam ruang geografis. (Agrissantika, 2007) Pada tahun 1992, Kota Bogor masih merupakan Kotamadya Daerah Tingkat
2 dan luas wilayahnya 2.156 Ha dibatasi dengan sungai. Tahun 1995 Kotamadya Bogor mengalami perluasan wilayah dan dibagi menjadi 6 kecamatan. Luas
60
wilayah Kotamadya Bogor menjadi 11.850 Ha, 6 kecamatan yang baru yaitu Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sareal. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kota Bogor Tahun 1995, Kota Bogor yang terkenal dengan sebutan ”Kota dalam Taman” memiliki 4 fungsi kota yaitu sebangai kota pemukiman, perdagangan regional, pariwisata dan ilmu. Kebijaksanaan pengembangan ruang terbuka hijau kota ditujukan untuk membentuk ”Kota dalam Taman” dengan pengembangan seluruh aspek tata hijau kota mulai dari lingkungan perumahan hingga lingkungan alam berupa :
Pengembangan ruang terbuka hijau yang mempunyai dampak terhadap ekosistem lingkungan sebagai hijau makro kota berupa ruang terbuka, daerah sepanjang aliran sungai, daerah konservasi dan preservasi (catchment area).
Pengembangan fungsi ruang terbuka hijau makro untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan alam umumnya dan lingkungan Kotamadya Dati II Bogor.
Pengembangan ruang terbuka hijau yang mempunyai dampak terhadap lingkungan perkotaan sebagai hijau mikro yang sekaligus diarahkan untuk menunjang kegiatan perkotaan.
Pengembangan hijau mikro sesuai dengan fungsi dan hirarkinya untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas olah raga dan ruang terbuka.
Mendorong partisipasi penduduk dan lembaga-lembaga yang ada dalam mengembangkan ruang terbuka hijau.
Mengembangkan jenis vegetasi yang sesuai dengan spesifikasi/karakteristik tanah dan diutamakan yang bersifat produktif walaupun dengan kondisi luas lahan yang terbatas.
Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kotamadaya Dati II Bogor tahun 1995 terdapat beberapa kebijaksanaan pokok, antara lain : 1.
Untuk daerah yang ”telah terbangun” seperti : a.
Permukiman
b.
Industri
c.
Jasa dan Perdagangan
61
d.
Taman, Olah Raga dan Rekreasi
e.
Kuburan
f.
Perkantoran dan Pemerintahan
Tetap dipertahankan dan diarahkan kualitas dan kuantitas bangunannya melalui pembangunan secara vertikal dan pada area-area yang bersifat unclove (area-area yang bersifat terisolasi) diperlukan penanganan secara khusus dan terpadu. 2.
Untuk daerah yang tidak bisa dialihfungsikan pengunaannya seperti : a.
Kebun Raya
b.
Badan air/sungai dan sempadannya
c.
Situ Gede dan Danau Bogor Raya
Ketiga lahan tersebut di atas, tidak dapat dibangun permukiman atau pembangunan lainnya. Pada saat ini yang ada bangunannnya serta yang melanggar sempadan, direncanakan agar dibongkar dan dipindahkan (relokasi). 3.
Untuk daerah yang “belum terbangun”, namun telah dialihfungsikan penggunaannya seperti : a.
Pertanian teknis
b.
Pertanian non teknis
c.
Pertanian kering
d.
Kebun campuran
Bisa dikonversikan untuk pembangunan sepanjang memenuhi kriteria teknis yang ditentukan. Kebijaksanaan pokok ini tidak mengalami perubahan dan terdapat pula pada Rencana Umum Tata Ruang Kota Bogor, yaitu : 1.
Untuk daerah yang terbangun, seperti pemukiman, industri, jasa, perdagangan, taman, rekreasi, kuburan, perkantoran, pemerintahan dan bangunan bersejarah, keberadaannya tetap dipertahankan.
2.
Daerah yang tidak dapat dialihfungsikan penggunaannya adalah Kebun Raya Bogor, Hutan Taman Kota CIFOR, situ alami, situ buatan, badan sungai air, sungai dan sempadan. Khusus untuk bangunan yang ada di daerah tersebut direncanakan di relokasi.
62
3.
Daerah yang dapat dialihfungsikan untuk pembangunan adalah pertanian teknis, non teknis, lahan kering dan kebun campuran dengan kriteria teknis yang telah ditentukan.
Dengan kebijakan tersebut, konversi dari lahan hijau ke lahan terbangun masih mungkin terjadi. Hal ini terlihat perluasan dari penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa di Kecamatan Bogor Tengah, dan perluasan untuk pemukiman di Kecamatan Bogor Timur. Perluasan pengunaan lahan ini tentunya mengorbankan penggunaan lahan lain seperti lahan pertanian, hutan kota, jalur hijau jalan dan danau/bantaran sungai (Dede, 2002). Kebijakan kota yang berubah di tahun 2005 juga mengubah perkembangan kota, yang tadinya difokuskan dengan memperbanyak dan memperbaiki kualitas kantong-kantong ruang terbuka hijau di kota Bogor menjadi lebih fokus kepada perbaikan sarana dan prasarana kota untuk mendukung terwujudnya kota perdagangan. Barlowe dalam Dede (2002) mengemukakan bahwa lahan terbuka hijau akan semakin terdesak oleh kawasan terbangun yang secara ekonomi menghasilkan nilai yang lebih tinggi. Karakteristik daerah pusat kota yang ditunjukkan dengan kepadatan bangunan yang relatif tinggi merupakan konsekuensi dari lokasinya yang mudah dijangkau dari semua bagian kota, adanya tuntutan kegiatan bisnis dan pemerintahan untuk saling berdekatan satu sama lain, dan sering pula pemerintah kota setempat yang menetapkan kebijakan tentang konsentrasi kepadatan di pusat kota untuk menjaga investasi yang telah ditanamkan selama ini. Kepadatan perkotaan menunjukkan sebaran konsentrasi bangunan dan kegiatan yang produktif hingga melebihi kemampuan jaringan transportasi yang ada dan menimbulkan kemacetan lalu lintas (Branch, 1995). Dari hasil analisis perubahan penggunaan lahan, dalam kurun waktu 13 tahun, lahan terbangun meningkat sebesar 2% namun ruang terbuka hijau menurun sekitar 4%. Proporsi lahan terbangun pun menjadi 98% dari total luas wilayah penelitian. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya konversi lahan terbuka hijau dan lahan pertanian menjadi pemukiman dan industri. Berkurangnya vegetasi di daerah perkotaan secara tidak langsung ikut
63
mempengaruhi perubahan iklim mikro kota. Efek perkotaan ini berkaitan dengan dengan kondisi panas, kelembaban, karakter pergerakan udara di lahan terbangun. Perubahan yang lain yaitu berkurangnya badan air. Badan air merupakan salah satu elemen lanskap yang berpengaruh dalam modifikasi angin dan suhu udaya untuk kenyamanan lanskap di sekitarnya. Badan air pada tahun 1992 hanya sekitar 0,14% dan mengalami penurunan presentase pada tahun 2005. Pengolahan hasil analisis citra Landsat yang didapat dari Agrissantika (2007) ini memiliki keterbatasan. Citra landsat mempunyai resolusi 15-60 m sehingga untuk analisis kawasan perkotaan yang detil data yang dihasilkan kurang akurat. Hal ini menyebabkan beberapa titik penggunaan lahan menjadi tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, misalnya untuk badan air yaitu sungai Cisadane yang tidak terdeteksi pada citra landsat ini. Data citra yang tertutup awan juga menjadi salah satu keterbatasan dalam data citra Landsat ini. Tabel 20 Penggunaan Ruang, THI dan Jumlah Penduduk di Tiap Kecamatan Daerah Pengambilan Data Iklim Mikro Kecamatan
Bogor Tengah
Bogor Timur
Bogor Utara
Penggunaan Ruang (2005)
Suhu Udara/ RH Pagi (07.00)
THI
Siang (14.00)
Sore (18.00)
Pagi (07.00)
Siang (14.00)
Sore (18.00)
Lahan Terbangun
25,03°C/ 88 %
31,5°C/ 73 %
27,1°C/ 77,3 %
23
30
26
Badan Air
24,3°C/ 90 %
29,4°C/ 78 %
26,6°C/ 84 %
24
28
26
Ruang Terbuka Hijau
21,8°C/ 90 %
29,33°C/ 65 %
24,93°C/ 88,67 %
21
27
25
Badan Air
22°C/ 90 %
31,5°C/ 92 %
27,1 °C/ 92 %
22
31
27
Badan Air
26°C/ 70 %
31,9°C/ 61 %
27,2°C/ 84%
24
29
26
22,3°C/ 90 %
30,4°C/ 59 %
24,2°C/ 91 %
22
28
24
Ruang Terbuka Hijau
Jumlah Penduduk
103.176
86.978
149.578
Banyaknya bangunan dan jalan berarti banyaknya penutup lahan yang terbuat dari bahan perkerasan seperti aspal, conblock dan semen. Bahan-bahan ini memiliki albedo yang berbeda. Albedo adalah jumlah panas yang dipantulkan oleh suatu permukaan benda. Kota memiliki albedo sebesar 10-15% yang berarti sekitar 85% panas diserap oleh kota (Brown dan Gillespie, 1995). Bahkan sebuah bangunan tunggal akan memperlihatkan perbedaan iklim mikro bila dibandingkan dengan sebuah lahan alami yang memiliki luasan sama. Permukaan paving dan
64
dinding akan menyimpan sebagian panas yang diterima pada siang hari dan melepaskannya ke lingkungan setelah matahari terbenam. Evapotranspirasi juga berkurang dengan tajam di kota karena berkurangnya penutupan (lahan) oleh tanaman (Landsberg, 1981). Data pengukuran suhu dari Tabel 18 memperlihatkan bahwa saat tidak nyaman adalah pada pukul 14.00 (kecuali di daerah Taman Sempur yang memiliki kenyamanan sedang). Hal tersebut disebabkan karena suhu maksimum tercapai pada pukul 14.00 dan Bogor memiliki kelembaban yang tinggi sehingga menimbulkan ketidaknyaman. Menurut Brooks (1988) temperatur terendah terjadi segera sebelum matahari terbenam. Setelah matahari terbit, permukaan bumi dipanaskan oleh radiasi matahari dan lapisan permukaan udara dihangatkan oleh proses konveksi. Temperatur udara meningkat dengan cepat dan mecapai puncaknya saat tengah hari menjelang sore. Dari saat ini, temperatur turun secara bertahap. Saat permukaan bumi menyebarkan kembali energi panas bumi ke udara, lapisan permukaan bumi perlahan menjadi dingin dan turun hingga saat matahari terbenam. Pada daerah terbangun, saat pagi hari masih nyaman karena panas matahari belum sepenuhnya mencapai bumi walaupun terkadang tidak nyaman karena dingin. Pukul 14.00 merupakan saat yang tidak nyaman di daerah lahan terbangun karena minimnya vegetasi seperti di daerah pemukiman Selot. Pada pukul 18.00 saat suhu mulai turun mulai terasa nyaman di daerah terbangun ini. Faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan di daerah terbangun adalah angin. Angin yang berhembus dengan kecepatan sedang ikut mendinginkan permukaan tanah sehingga dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan akibat suhu yang panas. Daerah Malabar memiliki suhu yang relatif lebih rendah pada pukul 14.00 dibandingkan dengan suhu di kedua tempat lainnya karena daerah Malabar masih cukup banyak pepohonan terutama di daerah IPB Baranangsiang sampai Plaza Pangrango. Kecepatan angin cenderung berkurang di kota-kota yang dipenuhi bangunan, maka suhu udara cenderung untuk naik. Ini timbul akibat banyaknya penggunaan permukaan-permukaan yang menyerap panas dan tidak memadainya ventilasi (Laurie, 1984). Daerah malabar juga merupakan daerah pemukiman lama. Menurut Marsh (1983) beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa area
65
pemukiman lama dengan pohon dewasa cenderung lebih dingin dibandingkan area pemukiman baru dan permukaan kota lainnya. Di daerah RTH yang menjadi sampel, yaitu Taman Sempur, saat tidak nyaman adalah pagi hari karena di daerah tersebut pada pagi hari cukup lembab dan dingin. Vegetasi di Taman Sempur ini cukup rimbun sehingga pada siang hari dan sore hari cukup nyaman (THI 25). Sedangkan di Taman Kencana dan lapangan Empang saat siang hari merupakan saat tidak nyaman. Taman Kencana bersebelahan dengan jalan dan kawasan pemukiman, vegetasinya tidak serimbun di Taman Sempur sehingga menjadi salah satu faktor ketidaknyamanan. Namun selama pengamatan langsung, daerah Taman Kencana masih cukup nyaman pada siang hari karena kawasan ini masih dipenuhi pohon peneduh. Lapangan Empang juga tidak nyaman pada siang hari, karena letaknya berada di pinggir jalan raya dan pemukiman serta lebih sedikit terdapat pohon peneduh. Daerah bantaran sungai juga merupakan daerah yang tidak nyaman pada saat siang hari. Di ketiga daerah bantaran sungai ini pemukiman warga cukup dekat dengan badan sungai dan sedikit sekali terdapat vegetasi peneduh. Daerah Lebak Kantin berbatasan langsung dengan badan air, berkebalikan dengan daerah pemukiman sempur yang tidak berbatasan langsung dan masih terdapat jalur hijau bantaran sungai. Daerah bantaran sungai di Babakan pasar juga berbatasan langsung dengan pemukiman warga, rumah-rumah cenderung rapat dan vegetasi pepohonan yang jarang. Daerah pemukiman di dekat bendungan CisadaneEmpang juga cukup padat namun terdapat jalan kecil di pinggir sungai yang lebarnya sekitar 2 m, vegetasi pepohonan juga jarang karena tidak ada lahan. Letak pemukimannya dekat dengan jalan raya. Hal yang mempengaruhi kenyamanan di ketiga daerah ini adalah terdapat badan air dan angin yang mendinginkan suhu ketika siang hari. Air merupakan penyimpan panas yang lebih baik dibandingkan daratan/tanah, sehingga jika siang hari ketika terjadi penambahan panas dari radiasi matahari, suhu air akan meningkat tapi tidak secepat meningkatnya suhu daratan/tanah. Ketika terjadi pegurangan panas (menjelang malam hari), suhu udara akan lebih tinggi dibandingkan daratan/tanah karena tanah lebih cepat menurun suhunya (Adhyani, 2005). Saat pengamatan langsung, daerah yang tidak nyaman pada siang hari adalah daerah pemukiman
66
bantaran Sungai Cisadane-Empang karena dekat dengan jalan raya yang tidak memiliki jalur hijau dan minimnya pohon peneduh. Berdasarkan data penutupan lahan dan perubahan iklim mikro, kawasan sekitar Kebun Raya Bogor masih merupakan daerah yang nyaman bagi penghuni kota. Nilai THI menunjukkan angka 25 yang berarti bagi sebagian penduduk kondisi kota masih terasa nyaman sedang sebagian lagi merasakan tekanan akibat panas (thermal stress) (McGregor dan Nieuwolt, 1998). Di daerah lahan terbangun dan badan air, nilai THInya sebesar 25 dan 26. Untuk lahan terbangun, beberapa tempat di kawasan ini seperti daerah perkantoran jalan pajajaran memiliki ruang terbuka hijau berupa taman kantor. Sedangkan daerah badan air di kawasan ini merupakan daerah pemukiman yang padat, letak rumahnya berdekatan dan sangat dekat dengan sempadan sungai. Untuk daerah ruang terbuka hijau, nilai THInya sebesar 24 yang berarti kebanyakan orang merasa nyaman di daerah tersebut (McGregor dan Nieuwolt, 1998). Air merupakan penyimpan panas yang lebih baik dibandingkan daratan/tanah, sehingga jika siang hari ketika terjadi penambahan panas dari radiasi matahari, suhu air akan meningkat tapi tidak secepat meningkatnya suhu daratan/tanah. Ketika terjadi pegurangan panas (menjelang malam hari), suhu udara akan lebih tinggi dibandingkan daratan/tanah karena tanah lebih cepat menurun suhunya (Adhyani, 2005). Hal ini tidak terlepas dari peran vegetasi yaitu pepohonan sebagai penghasil oksigen. Pada kawasan ini, radiasi matahari yang diserap akan langsung memanaskan suhu objek, beberapa akan membantu evaporasi badan air, beberapa akan menjadi konveksi dan beberapa akan diradiasikan kembali. Elemen lanskap yang paling mempengaruhi radiasi matahari adalah tanaman kayu dan struktur solid. Ada dua faktor yang mempengaruhi penerimaan radiasi matahari yaitu karakteristik elemen lanskap dan orientasi lokasi tapak (Brown dan Gillespie, 1995). Selanjutnya, Brown dan Gillespie menjelaskan masing-masing pengaruh elemen iklim mikro terhadap kenyamanan yaitu angin, suhu dan kelembaban udara. Kecepatan dan arah angin dalam lansekap suatu daerah sangat bervariasi. Angin dapat berpengaruh kuat terhadap kenyamanan manusia. Angin memberikan efek dingin dengan mentransfer panas dari tubuh ke udara. Angin ini dipengaruhi
67
oleh lokasi dan orientasi objek pada lansekap. Pepohonan adalah elemen lansekap yang paling efektif dalam memodifikasi kecepatan dan arah angin. Suhu udara dan kelembaban juga berpengaruh kuat terhadap kenyamanan manusia, namun kedua hal tersebut tidak mudah untuk dimodifikasi melalui desain lansekap. Pada umumnya, modifikasi kelembaban apapun dalam lansekap akan mudah diantisipasi oleh angin. Namun dalam iklim yang kering, peningkatan kelembaban membutuhkan sumber air, seperti kolam, atau melalui transpirasi pada tanaman. Panas dari udara digunakan air untuk berevaporasi dan hal itulah yang mendinginkan udara. Sedangkan suhu udara sangat dipengaruhi oleh radiasi matahari.
Sumber : Brooks, 1981 Gambar 23 Area Kenyamanan Manusia
Menurut Leimona (2000) ruang terbuka hijau dapat dikatakan sebagai penyumbang tingkat kenyamanan tinggi. Tata guna lahan terbangun di sekitar ruang terbuka hijau (sekitar Kebun Raya Bogor dan berbagai kawasan hutan kota) memperlihatkan tingkat kenyamanan yang tinggi. Tata guna lahan pada lahan terbangun yang berhubungan dengan kepentingan umum, seperti kawasan
68
perkantoran dan pendidikan serta perdagangan, industri dan fasilitas umum, memiliki tingkat kenyamanan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan kawasan pemukiman baru. Hal itu disebabkan kawasan pemukiman baru tersebut memiliki penutupan kawasan yang rendah. Perubahan penggunaan lahan di Kota Bogor ini tentunya tidak terlepas dari kebijakan yang mengaturnya. Kebijakan-kebijakan tentang penataan ruang Kota Bogor terdiri dari kebijakan penataan ruang untuk daerah sempadan sungai, kebijakan pengembangan ruang terbuka hijau kota, kebijakan pengaturan daerah pemukiman hingga kebijakan transportasi. Kebijakan pemerintah Kota Bogor untuk daerah sempadan sungai adalah perbaikan, peremajaan dan pengaturan keserasian dengan tata ruang bagi pemukiman yang telah ada serta relokasi di daerah bantaran sungai (BAPEDA, 2007). Cara yang paling ekstrim untuk menambah jumlah ruang terbuka hijau adalah dengan penggusuran pemukiman sepanjang bantaran kali, namun upaya ini belum menunjukkan hasil karena terlihat pemukiman di sepanjang bantaran sungai makin melebar ke pinggir sungai. Harga tanah yang mahal merupakan salah satu kendala untuk merelokasi kawasan bantaran sungai ini. Kebijakan pemerintah Kota Bogor untuk daerah sempadan sungai adalah perbaikan, peremajaan dan pengaturan keserasian dengan tata ruang bagi pemukiman yang telah ada serta relokasi di daerah bantaran sungai (BAPEDA, 2007). Cara yang paling ekstrim untuk menambah jumlah ruang terbuka hijau adalah dengan penggusuran pemukiman sepanjang bantaran kali, namun upaya ini belum menunjukkan hasil karena terlihat pemukiman di sepanjang bantaran sungai makin melebar ke pinggir sungai. Harga tanah yang mahal merupakan salah satu kendala untuk merelokasi kawasan bantaran sungai ini. Begitu juga untuk kebijaksanaan pengembangan ruang terbuka hijau yaitu salah satunya ditujukan untuk mendapatkan proporsi yang baik antara dimensi ruang terbuka kota dengan bangunan baik secara vertikal dan horizontal. Namun yang terlihat adalah pemerintah masih berkutat dengan pengembangan ruang terbuka hijau secara horizontal, sedangkan untuk pengembangan ruang terbuka hijau secara vertikal belum terlihat. Contohnya di Plaza Bogor di Pasar Bogor
69
yang tidak memiliki ruang terbuka hijau, serta di daerah jalan roda yang tidak terdapat jalur hijau jalan. Sedangkan untuk sistem transportasi dan jalur kendaraan terlihat pada lampiran 7 bahwa volume kendaraan yang melewati jalan di sekitar Kebun Raya Bogor mencapai lebih dari 1000 kendaraan per jam. Hal ini juga mempengaruhi kenyamanan kota dan kondisi iklim mikro di daerah tersebut. Jalan di sekitar Kebun Raya Bogor merupakan jalan utama Kota Bogor. Pengembangan sistem jalur jalan yang berupa pola jaringan radial konsentris membawa konsekuensi pada tumpang tindihnya trayek yang melewati kawasan pusat kota yang terletak di Kecamatan Bogor Tengah. Menurut Marsh (1983), pada dasarnya ada empat tipe pengontrol iklim perkotaan atau kemungkinan untuk mengubah kondisi iklim mikro melalui perencanaan dan desain kota, yang memberikan hasil yaitu peningkatan kehidupan perkotaan dalam menghadapi panas dan polusi udara kota, yaitu : 1.
Mengurangi radiasi matahari dengan memberi peneduh pada permukaan yang rawan terkena radiasi, seperti jalur pejalan kaki, area tempat menunggu kendaraan, dan jalanan yang sibuk.
2.
Mengurangi dominasi perkerasan semen dan aspal, dan meningkatkan jumlah vegetasi dan badan air. Hal ini akan menciptakan kapasitas panas volumetrik (volumetric heat capacity) yang lebih tinggi, rataan flux panas laten (latent heat flux) yang lebih besar dengan demikian temperatur udara menjadi rendah.
3.
Meningkatkan aliran udara di permukaan tanah untuk mengurangi panas dan polusi udara di perkotaan.
4.
Mengurangi polusi dengan mengurangi tingkat emisi, meningkatkan tingkat pembersihan kota dan menyediakan lahan relokasi untuk meminimalkan dampak peningkatan populasi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisis perubahan spasial kawasan radius 500 meter lingkar luar Kebun Raya Bogor Citra Landsat tahun 1992 dan 2005, menunjukkan bahwa dominasi pemanfaatan ruang adalah lahan terbangun. Dominasi lahan terbangun ini mengalami peningkatan dari tahun 1992 sampai 2005 sebesar 4% yaitu dari sekitar 94,80% menjadi 98,32% di tahun 2005. Perubahan pemanfaatan ruang untuk badan air mengalami penurunan yaitu dari 0,14% menjadi 0,02%. Sedangkan untuk perubahan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang terdiri dari hutan, kebun campuran, semak, ladang, lahan tergenang dan rumput mengalami penurunan. Presentase hutan menurun dari 1,44% menjadi 0,37%, presentase kebun campuran menurun dari 2,01% menjadi 0,96%, presentase ladang menurun dari 0,23% menjadi 0,04%, presentase semak meningkat dari 0,02% menjadi 0,04%, presentase lapangan rumput menurun dari 0,52% menjadi 0,20%, dan presentase lahan tergenang menurun dari 0,84% menjadi 0,05%. Pemanfaatan ruang di Kebun Raya Bogor juga mengalami perubahan, yaitu pada lahan terbangun dan kebun campuran. Lahan terbangun mengalami peningkatan luasan yaitu dari 12,76 Ha menjadi 28,06 Ha dan kebun campuran mengalami peningkatan luasan 30,89 Ha menjadi 47 Ha. Hutan, ladang, rumput, lahan tergenang dan badan air mengalami penurunan luasan. Luasan hutan menurun dari 44,46 Ha menjadi 22,63 Ha. Luasan ladang menurun dari 1,84 Ha menjadi 1,40 Ha. Luasan semak meningkat dari 0,39 Ha menjadi 2,20 Ha. Luasan (lapangan) rumput menurun dari 23,75 Ha menjadi 11,95 Ha dan luasan badan air mengalami peningkatan dari 0,60 Ha menjadi 0,66 Ha. Pola perubahan lahan terbangun serta penurunan jumlah ruang terbuka hijau dan badan air berdampak pada peningkatan suhu udara perkotaan. Suhu udara kota yang tinggi dapat menimbulkan ketidaknyamanan kota itu sendiri. Iklim mikro Kota Bogor juga mengalami perubahan seiring perubahan pemanfaatan ruangnya. Perubahan iklim terlihat dari peningkatan suhu udara sebesar 0,7°C dan kelembaban yang menurun sebesar 1,6% selama kurun waktu 13 tahun. THI Kota Bogor juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 0,53 (semakin tinggi THI
68
semakin tidak nyaman). Peningkatan lahan terbangun yang berarti peningkatan penutupan lahan perkerasan berupa aspal, conblok atau semen ikut menjadi salah satu faktor yang pendorong peningkatan iklim mikro ini. Masing-masing elemen lanskap (badan air, vegetasi dan penutupan permukaan) tidak bisa berdiri sendiri, namun yang paling berpengaruh adalah vegetasi. Penghitungan kenyamanan di daerah sekitar Kebun Raya Bogor menunjukkan ketidaknyamanan di siang hari (THI berkisar antara 28 sampai 32) dan peningkatan suhu yang tajam. Indeks THI ini dapat meningkat apabila pemanfaatan ruang di sekitar Kebun Raya Bogor tidak dikendalikan dengan baik.
Saran •
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan data yang lebih detail dan metode yang efisien dan efektif. Untuk melihat perubahan penggunaan lahan disarankan memakai citra satelit IKONOS atau QUICKBIRD yang merupakan citra beresolusi tinggi dengan (citra IKONOS resolusinya mencapai 4 meter sedangkan citra Quickbird mencapai 2,4 meter). Sedangkan untuk pengukuran temperatur memakai citra Landsat.
•
Diperlukan penelitian lanjutan untuk menghitung kenyamanan termal manusia dengan menyertakan faktor angin dan radiasi matahari, karena kedua aspek iklim mikro ini lebih sering berubah dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kenyamanan termal manusia. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat tentang kenyamanan kota perlu disebarkan kuisioner tentang suhu efektif karena iklim mikro bersifat subjektif.
•
Diperlukan sosialisasi tentang pentingnya keberadaan RTH terhadap masyarakat serta mendorong berkembangnya lansekap vertikal (roof garden, taman gantung, balcony garden) untuk menyiasati kurangnya lahan.
•
Perlu adanya pengawasan terhadap perubahan pemanfaatan lahan terutama di kawasan lindung dan kawasan yang rentan terhadap gangguan, seperti di daerah badan air.
•
Kebun Raya Bogor tidak dapat berdiri sendiri, perlu adanya ruang-ruang terbuka hijau yang terkoneksi dengan Kebun Raya Bogor sehingga kenyamanan dapat dirasakan tidak hanya di sekitar Kebun Raya Bogor saja.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2005. Ruang Terbuka Hijau Kota (RTH) Wilayah Perkotaan. Makalah Lokakarya
Pengembangan
Sistem
RTH
di
Perkotaan.
www.penataanruang.net/taru/Makalah/051130-rth.pdf [ Juli 2007] [BAPEDA] Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor. 1999. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 1999/2000. [BAPEDA] Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor. 1995. Rencana Umum Tata Ruang Kotamadya Dati II Bogor. [BAPEDA] Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor. 2004. Rencana Strategis Kota Bogor Tahun 2005-2009. [BAPEDA] Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor. 2007. Laporan Akhir Masterplan RTH Kota Bogor. [BAPEDA] Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor. 2007. Laporan Fakta dan Analisis Evaluasi RDTR Kecamatan Bogor Tengah, Bogor Barat dan Bogor Timur. [BAPEDA] Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor. 2007. Masterplan RTH Kota Bogor. [BAPEDA] Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor. 2007. Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah. [DEPDAGRI]. 2007. Permendagri no 1 tahun 2007. http:// www.depdagri.go.id [15 juli 2007] Adhyani, NL. 2005. Hubungan Penggunaan Lahan Terhadap Suhu Udara Sebagai Indikator Kenyamanan Kota Cibinong [skripsi]. Bogor: Program Studi Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Agrissantika, Titan. 2007. Model Dinamika Spasial Ruang Terbangun dan Ruang Terbuka Hijau, Studi Kasus Kawasan Jabodetabek [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
70
Branch, MC. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif, Pengantar dan Penjelasan. Ir. Bambang Hari wibisono, MUP., MSc., penerjemah. Dr. Ir. Ahmad Djuanedi, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr. Terjemahan dari : Brooks, RG. 1988. Site Planning, Environment, Process and Development. New Jersey: Prentice Hall. Brown RD, Gillespie TJ. 1995. Microclimatic Landscape Design. New York: John Wiley and Sons. Carpenter, PL, Walker TD dan Laphear FO. 1975. Plants in the Landscape. San Fransisco: WH Freeman Harjana, T , Susanti I. 2006. Aspek Iklim dalam Perencanaan Tata Ruang. Inovasi Online Volume 8-XVIII. http:// io.ppi-jepang.org/article.php?id=197. [15 Juli 2008]. Irianti, EF. 2008. Perubahan Penggunaan, Penutupan Lahan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun 1905-2005 [skripsi]. Bogor: Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jayadinata, JT.1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah. Bandung: Penerbit ITB. Landsberg, HE. 1981. Urban Climate. New York: Academic Pr. Laurie, Michael. 1990. Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan. Aris K Onggodiputro, penerjemah; Bandung: Intermatra. Terjemahan dari: An Introduction to Landscape Architecture. Leimona, B, Rachmafiti F, Fadilah Fadly. 2000. Aplikasi COMFA (Comfort Formula) dalam Penentuan Zona Kenyamanan Fisik di Wilayah Perkotaan (Kasus : Kotamadya Bogor). Buletin Taman dan Lanskap Indonesia, Perencanaan, Perancangan, dan Pengelolaan. Volume 3, Nomor 1, 2000:712. Marsh, WM. 1983. Landscape Planning, Environmental Application. New York: John Wiley and Sons. McGregor, GR, Nieuwolt, S. 1998. Tropical Climatology, An Introduction To the Climates Of the Low Latitude. New York: John Wiley and Sons Prahasta, Eddy. 2005. Sistem Informasi Geografis, Konsep-Konsep Dasar. Bandung: Informatika.
71
Prahasta, Eddy. 2007. Tutorial ArcView. Bandung: Informatika. Purnomohadi, Ning. 2006. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Direktorar Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta Simond, JO. 1983. Landscape Architecture. New York: McGraw Hill. Sudrajat, DJ. 2005. Identifikasi Penggunaan Perubahan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Limpasan Air Permukaan [tesis]. Bandung : Regional and City Planning SAPPK, Institut Teknologi Bandung.
LAMPIRAN
73
Lampiran 1 Peta Penggunaan Lahan di Kota Bogor
Sumber : BAPEDA Kota Bogor
74
Lampiran 2 Data Pengambilan Suhu di 9 Titik Contoh
Tr =
(Tpagi × 2 + Tsiang + Tsore )
4 T = Suhu Bola Kering RH = Tbb − Tbk Tbb = Suhu Bola Basah Tbk = Suhu Bola Kering Nama tempat : BNI Ulangan/ Pukul
Rata-rata nilai - Error Suhu Trata-rata RH
07.00 B K 24,2 23,3 24,3 23,6 24,3 23,7 24,3 23,5 23,0 22,2 22,2 26,1 90%
Nama tempat : Selot Ulangan/ Pukul
B
1 2 3
1 2 3 Rata-rata nilai - Error Suhu Trata-rata RH
24,4 24,3 25 24,6 23,3
23,5 23,6 24,2 23,8 22,5 22,5
K 33 33,7 33,7 33,5 32,2 32,2
18.00 B 25,9 26 25,8 25,9 24,6
67%
K 29 28,9 28,9 28,9 27,6 27,6
78%
14.00
18.00
B
K
B
K
33,5 35,3 35,4 34,7 33,4
33 34,3 34,5 33,9 32,6 32,6
25,7 25,4 25,2 25,4 24,1
29,1 28,5 28,3 28,6 27,3 27,3
26,2 90%
Nama tempat : Malabar Ulangan/ Pukul
93%
07.00 1 2 3
Rata-rata nilai - Error Suhu Trata-rata RH
07.00 K
14.00 B 27,8 28,4 28,1 28,1 26,8
14.00
B
K
24,1 24,3 24,4 24,3 23,0
26 26,3 26,6 26,3 25,0 25,0
26,7 84%
77%
B 25,5 25,7 25,7 25,6 24,3
59%
18.00 K
B
K
31,4 31,6 31,7 31,6 30,3 30,3
24,2 24,3 24,2 24,2 22,9
27,8 27,6 27,5 27,6 26,3 26,3
77%
75
Ruang Terbuka Hijau (Vegetasi) Nama tempat : Taman Sempur 07.00 Ulangan/ B K Pukul 1 2 3 Rata-rata nilai -Error Suhu Trata-rata RH
23 22,7 22,7 22,8 21,5
22,1 22 22,2 22,1 20,8 20,8
B
1 2 3
25 24,4 24,1 24,5 23,2
27,3 28,7 29,4 28,5 27,2 27,2
B
24 23,5 23,2 23,6 22,3 22,3
18.00 K
25,6 25,8 26,3 25,9 24,6
31 31,8 32,3 31,7 30,4 30,4
B
24 23,5 23,2 23,6 22,3 22,3
18.00 K
25,6 25,8 26,3 25,9 24,6
59%
26,2 25,4 24,9 25,5 24,2 24,2
91%
14.00 B
K
25,3 24,8 24,4 24,8 23,5
59%
K
28,4 27,7 27,1 27,7 26,4 26,4
84%
14.00 B
K
26,6 26,3 25,6 26,2 24,9
77%
24,8 90%
Nama tempat : Lapangan Empang Ulangan/ 07.00 B Pukul 1 25 2 24,4 3 24,1 Rata-rata 24,5 nilai - Error 23,2 Suhu Trata-rata 24,8 RH 90%
18.00 K
24,2 25,7 26,1 25,3 24,0
23,8 90%
Nama tempat : Taman Kencana Ulangan/ 07.00 B K Pukul
Rata-rata nilai - Error Suhu Trata-rata RH
14.00
31 31,8 32,3 31,7 30,4 30,4
B
K
25,3 24,8 24,4 24,8 23,5
91%
26,2 25,4 24,9 25,5 24,2 24,2
76
Badan Air (daerah sempadan sungai) Nama tempat : Bantaran S.Ciliwung (Lebak Kantin) Ulangan/ 07.00 14.00 B K B K Pukul 1 24,8 25,2 27,4 30,1 2 25,6 25,7 27,7 31 3 25,8 25,9 27,7 30,9 Rata-rata 25,4 25,6 27,6 30,7 nilai - Error 24,1 24,3 26,3 29,4 Suhu 24,3 29,4 Trata-rata 26,2 RH 90% 78% Nama tempat : Bantaran S. Ciliwung (Babakan Pasar) Ulangan/ 07.00 14.00 B K B K Pukul 1 24,6 23,6 33,6 33 2 24 23,1 33,7 32,9 3 24 23,2 33,6 32,6 Rata-rata 24,2 23,3 33,6 32,8 nilai - Error 22,9 22,0 32,3 31,5 Suhu 22 31,5 Trata-rata 25,7 RH 90% 92% Nama tempat : Bantaran S.Cisadane-Empang (pemukiman) Ulangan/ 07.00 14.00 B K B K Pukul 1 22,8 24,1 26,5 32 2 22,5 23,7 27,7 34,2 3 22,8 34 27,1 33,3 Rata-rata 22,7 27,3 27,1 33,2 nilai - Error 21,4 26,0 25,8 31,9 Suhu 26 31,9 Trata-rata 27,8 RH 70% 61%
18.00 B
K
25,4 25,9 25,9 25,7 24,4
28,9 27,4 27,3 27,9 26,6 26,6
84%
18.00 B
K
29,7 29,3 29 29,3 28,0
28,8 28,4 28,1 28,4 27,1 27,1
92%
18.00 B
K
25,8 25,8 25,7 25,8 24,5
84%
28,9 28,4 28,3 28,5 27,2 27,2
77
Lampiran 3 Wujud Ruang Aktivitas Pada Tiap Tingkat Kenyamanan Tingkat Kenyamanan
Tata Guna Lahan
Bentuk
Ruang Terbuka Hijau
Kebun Raya Bogor, hutan kota, dengan densitas vegetasi yang rapat dengan pepohonan yang berukuran tinggi dan dewasa Areal perkantoran dan pendidikan yang terletak di dekat atau berbatasan langsung dengan hutan kota, atau memiliki koridor-koridor hijau dengan pepohonan dewasa. Kebanyakan bangunan di areal ini adalah bangunan kuno bergaya Eropa (kawasan ”kota tua” Bogor) Kumpulan bangunan tinggi dengan orientasi timur-barat, sehingga efektif menghalangi radiasi matahari dan memberikan efek teduh. Permukiman padat dengan pepohonan dewasa yang ditanam di pekarangan, maupun di koridor jalan di sekitar permukiman tersebut atau kawasan permukiman padat di sepanjang bantaran sungai yang masih alami
Perkantoran dan Pendidikan
Tinggi
Perdagangan, Industri dan Fasilitas Umum
Pemukiman
Sedang
Rendah
Sumber : Leimona, 2000
Ruang Terbuka Hijau Perkantoran dan pendidikan Perdagangan, Industri dan Fasilitas Umum Pemukiman Ruang Terbuka Hijau
Perkantoran dan Pendidikan Perdagangan, Industri dan Fasilitas Umum Pemukiman
Persawahan dan ladang Dominasi bangunan dan lapangan terbuka, dengan vegetasi pohon berukuran sedang, semak hias pada tamantaman terbukanya. Lapangan olahraga tanpa vegetasi peneduh untuk melakukan aktivitas Pemukiman dengan densitas tinggi, taman ruang terbuka hijau dan kosidor pepohonan yang memadai, sebagian besar merupakan daerah kawasan baru dan terletak di kawasan industri.
78
Lampiran 4
Kegiatan Utama, Kegiatan Pelengkap dan Intensitas Bangunan Perumahan/Pemukiman Berdasarkan Penggunaan Lahan di Setiap Kecamatan di Kota Bogor
No
Kecamatan/Kelurahan
1.
Kecamatan Bogor Tengah Perumahan • Babakan Pendidikan (IPB) • Tegallega dan Rumah Sakit PMI Perdagangan (CBD) • Babakan Pasar
2.
Tinggi
Permukiman
Tinggi
Perkantoran, jasa, lapangan olahraga
Tinggi
Pendidikan, perkantoran
Tinggi
dan
Pendidikan, perkantoran
Tinggi
dan
Perdagangan skala lokal, pendidikan Pendidikan, perkantoran Pendidikan, perkantoran Pendidikan, perkantoran
Sedang
•
Paledang
•
Kebon Kalapa
Kawasan Wisata Ilmiah (Kebun Raya Bogor, Istana Bogor, Musium Zoologi) Perdagangan
•
Panaragan
Perdagangan
•
Cibogor
•
Ciwaringin
•
Pabaton
•
Sempur
Pemerintahan, Perdagangan Skala Kota Pemerintahan, Permukiman, Industri Kecil Kawasan Pemerintahan, Komplek Militer Perumahan
Sukasari
•
Katulampa
•
Sindangsari
•
Sindangrasa
•
Tajur
Tinggi Perkantoran, jasa Tinggi Permukiman, Tinggi perdagangan
Permukiman dan pendidikan Permukiman dan pendidikan Permukiman, pendidikan, taman Pensisikan dan jasa
Perdagangan (CBD)
Permukiman, perdagangan jasa Permukiman, perdagangan jasa Permukiman, pertanian
Permukiman, pertanian, industri Permukiman, pertanian, industri Permukiman, perdagangan dan jasa
Kecamatan Bogor Utara •
Tegalgundil
Intensitas Pemukiman (KDB)
Tinggi
Gudang
Kecamatan Bogor Timur Tinggi • Baranangsiang
Kegiatan Pelengkap
Permukiman dan jasa Permukiman dan jasa Permukiman, pendidikan dan jasa perbankan
•
•
3
Kegiatan Utama
Tinggi Tinggi
Tinggi Tinggi
Tinggi
Tinggi Tinggi Tinggi
Tinggi Permukiman
Pertanian
Tinggi
79
No
4
5
Kecamatan/Kelurahan
Kegiatan Utama
•
Bantarjati
•
Kedung halang
•
Ciparigi
•
Cibuluh
•
Ciluar
Permukiman, industri Permukiman
•
Tanah baru
Permukiman
• Cimahpar Kecamatan Bogor Barat • Menteng •
Pasir Kuda
•
Pasir Jaya
•
Gunung Batu
•
Sindang Barang
•
Bubulak
•
Situgede
•
Margajaya
• •
Balumbang Jaya Semplak
• •
Cilendek Timur Cilendek Barat
Permukiman, perkantoran Permukiman, perkantoran, perdagangan Pemukiman, industri
Permukiman Perdagangan, permukiman Permukiman, industri Permukiman Perkantoran, komplek militer, perdagangan Permukiman, pertanian, perdagangan Permukiman, terminal Permukiman, hutan kota, pertanian Permukiman, industri Permukiman Permukiman, komplek militer Permukiman, taman Permukiman, pertanian Permukiman, taman Permukiman, taman Pertanian
• Curug Mekar • Curug • Loji Kecamatan Bogor Selatan Empang Permukiman Lawanggintung Batutulis
Permukiman Permukiman
Bondongan Pamoyanan
Permukiman Permukiman, pertanian Permukiman, pertanian
Ranggamekar
Kegiatan Pelengkap
Intensitas Pemukiman (KDB)
Perdagangan
Tinggi
Industri
Tinggi
Pertanian
Tinggi
Pertanian
Tinggi
Pertanian, industri Industri, pendidikan Pertanian
Tinggi
Perdagangan
Sedang
Perkantoran dan perdagangan Wisata
Sedang
Pertanian
Rendah
Pertanian Perdagangan dan jasa Pertanian Perdagangan
Sedang Sedang
Tinggi
Sedang Sedang Perkantoran dan Padat pergudangan Perdagangan dan Sedang jasa Pertanian, Sedang perkantoran Permukiman Padat
Perdagangan Pertanian Permukiman
Sedang
Sedang Sedang
Sedang Sedang Sedang Sedang Perdagangan dan Tinggi jasa Perdagangan Tinggi Perdagangan, Tinggi industri Industri Sedang Industri, kuburan Sedang cina Industri, Sedang perkantoran
80
No
Kecamatan/Kelurahan Mulya Harja Cikaret Bojong Kerta Rancamaya Kertamaya Harjasari Muarasari Genteng Pakuan Cipaku
6
Kecamatan Tanah Sareal Tanah Sareal Kebon Pedes Kedung Badak
Sukaresmi Kedung Waringin
Kedung Jaya Sukadamai Mekar Wangi Kencana Kayu Manis Cibadak
Sumber
Kegiatan Pelengkap
Kegiatan Utama
Intensitas Pemukiman (KDB)
Permukiman, pertanian Permukiman, pertanian Permukiman, pertanian Permukiman, pertanian Permukiman, pertanian Permukiman, pertanian Permukiman, pertanian Permukiman, pertanian Permukiman, pertanian Permukiman, pertanian
Perdagangan
Sedang
Perkantoran dan pergudangan Industri
Sedang
-
Sedang
Kuburan cina
Sedang
Industri, perdagangan Industri, perkantoran Perkantoran
Sedang
Perdagangan, taman, permukiman Perdagangan, industri Perkantoran, perdagangan, industri Perdagangan, permukiman Pergudangan, permukiman, perdagangan Permukiman Permukinan Permukiman Permukiman Permukiman, pertanian Industri, perkantoran, perdagangan
Perkantoran dan pergudangan Permukiman
Tinggi
Permukiman
Sedang
Perdagangan skala lokal Pertanian
Sedang Sedang
Perdagangan Pertanian Pertanian Pertanian Perdagangan
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Permukiman, pertanian
Sedang
Industri, perkantoran Perkantoran, kuburan
Sedang
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi
: Dede Jajat Sudrajat, diolah dari RDTR 2002-2012 pada 6 Kecamatan di Kota Bogor dan pengamatan lapang Keterangan : Intensitas pemanfataan lahan (kepadatan bangunan/KDB) pemukiman rendah (<40%), sedang (40-60%) dan tinggi (>60%)
81
Lampiran 5
Jumlah Rumah dan Kepadatan Bangunan di Kecamatan Bogor Tengah
Luas Wilayah (Ha)
Luas Kawasan Pemukiman (Ha)
Jumlah Rumah (unit)
Kepadatan Bangunan (rumah/Ha)
178 32 42 123 122 63 63 44 27
30,06 19,18 34,09 76,08 66,18 29,04 16,31 25,84 19,27
2.360 2.482 1.870 2.638 1.426 954 838 1.270 1.638
79 129 55 35 22 33 51 49 85
45
26,58
2.269
85
74 30,17 1.423 812,5 372,80 19.168 Sumber : Laporan Fakta dan Analisis Evaluasi RDTR Kota Bogor
47 51
Kelurahan Paledang Gudang Babakan Pasar
Tegallega Babakan Sempur Pabaton Cibogor Panaragan Kebon Kelapa Ciwaringin Jumlah
82
Lampiran 6 Perubahan Iklim yang Dihasilkan Kota
Elemen Kontaminan : Partikel kondensasi Partikulat Campuran gas Radiasi : Total pada permukaan horizontal Ultraviolet, musim panas (summer) Ultraviolet, musim dingin (winter) Durasi penyinaran (sunshine duration) Kondisi Awan (Cloudiness) : Awan Kabut, musim panas Kabut, musim dingin Hujan : Jumlah Hari saat (jumlahnya) < 5 mm Turun salju, didalam kota Turun salju, tempat teduh di kota Badai petir Temperatur Rata-rata tahunan Musim dingin minimal (rata-rata) Musim panas maksimal Derajat pemanasan harian (heating degree days) Kelembapan relatif Rata-rata tahunan Musim dingin Musim panas Kecepatan angin Rata-rata tahunan Angin kencang ekstrim Sepoi-sepoi Sumber : Landsberg, 1981
Dibandingkan dengan kondisi pedesaan 10 kali lebih banyak 10 kali lebih banyak 5-25 kali lebih banyak 0-20 % lebih sedikit 30 % lebih sedikit 5 % lebih sedikit 5-15 % lebih sedikit 5-10 % lebih banyak 100 % lebih banyak 30 % lebih banyak 5-15 % lebih banyak 10 % lebih banyak 5-10 % lebih sedikit 10 % lebih banyak 10-15 % lebih banyak 0,5-3°C lebih besar 1-2° C lebih besar 1-3° C lebih besar 10% lebih sedikit 6 % lebih sedikit 2 % lebih sedikit 8% lebih sedikit 20-30 % lebih sedikit 10-20 % lebih sedikit 5-20 % lebih banyak
83
Lampiran 7 Tabel Albedo, Emisivitas dan Panas yang Mencapai Bumi di Daerah Perkotaan
Sumber : Brown dan Gillespie, 1995
84
Lampiran 8 Daftar Istilah Penggunaan Lahan 1.
Bare land : Non vegetated or sparsely vegetated land which has for more than 50% rock or bare soil at the surface, as measured by aerial cover. Subdivisions are made on the basis of whether the cause for bareness is natural or man-made. (Main class 9). Tanah Terbuka : Tanah yang tidak ditanami atau dengan penanaman jarang dimana permukaan tanahnya mempunyai lebih dari 50% batu atau tanah terbuka, yang ditentukan dari penutupan foto udara. Subdivisi dibuat atas dasar apakah tanah terbuka muncul secara alami atau dibuat oleh manusia. (Kelas utama 9)
2.
Built-up land : General term, denoting land which is covered with man-made structures, buildings and artifacts, used for settlements, industry, mining, transportation, recreation and tourism. (Main class 1). Pemukiman/ lahan terbangun : Suatu istilah umum yang menunjukkan tanah yang tertutup oleh struktur buatan manusia, bangunan dan hasil aktivitas manusia lainnya dan digunakan untuk pemukiman, industri, pertambangan, rekreasi dan pariwisata. (Kelas utama 1).
3.
Forest :
Area grown with woody vegetation, where high trees (i.e. woody species with a height of more than 5 m) form the dominant component as measured by aerial cover (in the case of dryland forest dominated by trees) or where shrubs (i.e. woody species with a height between 1.5 and 5 m) form the dominant component. Forest can be identified in the aerial photographs by its dark color, coarse texture and clear height impression when examined under the stereoscope. Forests can either be natural or planted. (Main class 8). Hutan :
Area yang ditanami dengan vegetasi berkayu, dimana pohon-pohon tinggi (yi. spesies berkayu dengan ketinggian >5 m) membentuk komponen dominan seperti diukur dari tutupan foto udara (dalam hal ini hutan tanah kering yang didominasi pepohonan) atau dimana belukar (yi. spesies berkayu dengan ketinggian 1,5 - 5 m) membentuk komponen dominan. Hutan dapat diidentifikasikan dari foto udara oleh adanya warna gelap, tekstur kasar dan kenampakan tinggi yang jelas bila diamati di bawah stereoskop. Hutan juga dapat berupa hutan alami atau hutan yang sengaja ditanam. (Kelas utama 8). 4.
Grassland : Open area dominantly vegetated with grasses and herbs. (Main class 7). Padang rumput : Daerah terbuka dengan vegetasi dominan rerumputan dan paku-pakuan (Kelas utama 7)
85
5.
Mixted homestead garden : Class of Homestead garden (Class 5.2.). Land that classifies as homestead garden, and where the aerial cover is formed by a mixture of crops. Subdivisions are made on the basis of the aerial cover of the dominant tree/shrub layer. Kebun campuran : Kelas Kebun (Kelas 5.2.). Tanah yang masuk dalam klasifikasi kebun dimana tutupan yang tampak di foto udara terbentuk dari berbagai campuran tanaman. Subdivisi dibuat berdasarkan tutupan lapisan pohon/belukar dominan pada foto udara.
6.
Shrubland : Class of Grassland (Class 7.2.). Well drained land that has a shrub cover between 10 and 50%, and a tree cover of less than 10%. The majority of the remaining area is covered with grasses and/or herbs. Semak : Kelas Padang (Kelas 7.2.) Tanah berdrainase baik yang tertutup semak antara 10 dan 50%, dan tutupan pohon kurang dari 10%. Sebagian besar sisanya ditutupi pleh rumput-rmputan dan/atau herba.
7.
Wetland agriculture : Irrigated cropping system in which dominantly crops are grown with a short growing season. Woody perennials area only found on the bunds or field boundaries. Main crop grown in wetland agriculture is irrigated rice. Associated use may also occur. (Main class 4). Pertanian tanah sawah : Sistem pertanian beririgasi yang didominasi oleh tanaman semusim berumur pendek. Tanaman tahunan berkayu hanya ditemukan pada galengan atau batas lapang/tanah. Tanaman utama yang ditanam pada pertanian tanah sawah adalah padi sawah beririgasi Bisa juga terjadi penggunaan gabungan. (Kelas utama 4).
Sumber : BPN/PGT http://www.geocities.com/Tokyo/2439/
Lampiran 9 Kinerja Ruas Jalan Kebun Raya Bogor dan Sekitarnya No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Jalan
Jl. Pajajaran 1 Jl. Pajajaran 2 Jl. Pajajaran 3 Jl. Pajajaran 4 Jl. Pajajaran 5 Jl. Pajajaran 6 Jl. Ir.H. Djuanda 1 Jl. Ir.H. Djuanda 2 Jl. Ir.H Djuanda 3 Jl. Kapt. Muslihat Jl. Jalak Harupat 1 Jl. Jalak Harupat 2
Node Awal-Node Akhir
Ekalokasari - Pajajaran Indah Pajajaran Indah - Ekalokasari Pajajaran Indah – Pakuan Pakuan – Pajajaran Indah Pakuan – Akses Tol Jagorawi Akses Tol Jagorawi - Pakuan Akses Tol Jagorawi-Tugu Kujang Tugu Kujang-Akses Tol Jagorawi Tugu Kujang - Bogor Baru Bogor Baru - Tugu Kujang Bogor Baru – Warung Jambu Warung Jambu – Bogor Baru Denpom – Kapten Muslihat Kapten Muslihat - Denpom Kapten Muslihat – Paledang Paledang – Kapten Muslihat Paledang – BTM BTM - Paledang Juanda – Jemb. Merah Jemb. Merah – Juanda Pangrango Plaza – Salak Salak – Pangrango Plaza Salak – Denpom Denpom - Salak
Volume Kend/ Jam
Volume (smp/jam)
Kecepatan km/jam
VC Ratio
Kapasitas
Tipe Jalan
Panjang Ruas Jalan
1431 1037 2268 1782 3641 2139 1519 1459 1859 1785 1106 1528 2924 987,4 863 1065,5 1530 2497 1452 1925 1963 842 1814 2595
1071 788 1690 1345 2882 1732 1227 1180 1456 1201 840 1145 2334 777 683 835 1109 1909 1071 1421 1322 567 1399 2883
39,06 53,27 39,06 53,27 36,48 58,36 38,85 54,54 37,99 51,77 39,66 50,76
0,32 0,24 0,35 0,3 0,58 0,35 0,37 0,36 0,46 0,44 0,28 0,38
3282 3282 4824 4462 4945 4945 3283 3283 3169 3169 3040 3040
4/2 D
1
6/2 D
0,75
6/2 D
0,45
4/2 D
0,3
4/2 D
1
4/2 D
1
35,89
0,62
4984
4/2 UD
0,5
39,65
0,21
5444
4/2 D
0,4
36,69
0,59
4948
4/2 UD
0,3
37,46
0,51
4924
4/2 D
0,6
31,37
0,69
2724
33,55
0,76
4849
2/2 UD 4/2 UD
0,4 0,55
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Bogor
86
Lampiran 10 Nilai Kelembaban Udara Relatif
T (ºC) 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15
0.0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
1.0 94 94 94 94 93 93 93 93 93 92 92 92 92 92 92 92 91 90 90 90 90 90 90 90 90 89
2.0 88 88 88 88 87 87 87 86 86 86 85 85 85 84 84 84 83 83 82 82 82 81 81 80 80 80
3.0 82 81 81 81 80 80 80 80 79 79 79 78 78 77 77 76 76 75 74 73 73 72 71 71 70 70
Selisih Suhu Bola Kering dan Bola Basah 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 76 71 66 61 56 76 71 65 60 55 76 70 65 60 54 75 70 64 59 54 75 69 64 59 53 74 69 63 58 52 74 68 62 57 51 73 67 62 56 50 73 67 61 55 50 73 66 60 54 49 72 65 59 53 48 71 65 59 52 47 71 64 58 51 45 70 63 57 50 44 70 63 56 49 43 69 62 55 48 42 68 61 54 47 40 67 60 53 45 38 67 59 52 44 37 66 58 50 43 36 65 57 49 41 34 64 55 47 39 32 63 54 45 37 30 62 53 44 36 28 60 51 42 34 25 59 49 40 31 23
9.0 52 51 50 49 48 47 46 45 44 43 42 41 40 38 37 36 34 32 31 29 27 24 21 19 17 14
10.0 47 46 45 44 43 42 41 40 39 38 37 36 34 32 31 30 28 26 24 22 20 17 14 12 9 6
11.0 43 42 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 29 27 26 24 22 20 18 16 13 10 7
12.0 39 38 37 36 35 33 32 31 30 29 27 25 23 22 20 18 16 14 12 9 6
86
Lampiran 11 Tipologi RTH berdasar pada Fungsi, Jenis dan Tujuan Pembangunannya Fungsi-Fungsi Umum RTH
Klasifikasi RTH dan Manfaatnya
I. Ekologis (Konservasi) • Semua bentuk RTH dalam batas administratif pada skala: lokal, regional maupun nasional, pada satuan administratif • Kabupaten & Kota/Perkotaan, khususnya fungsi konservasi ( perlindungan&pelestarian).
II. Sosial-Ekonomi-Budaya (Produktif-budidaya)
•
• •
Sebutan Jenis-Jenis RTH
• RTH Wilayah (Antar Provinsi, Antar Kota/Kabupaten) • RTH berupa Koridor Sepanjang (bantaran) Sungai, Danau/Waduk & Jalur Pesisir Pantai •
Taman Hutan Kota Kawasan Hijau Pertanian (Budidaya Pertanian dalam artian luas, termasuk kegiatan Perikanan&Peternakan) Taman Sejarah (Historic Parks: Etnis-Arkeologis) Rekreatif Pada RTH yang umumnya dapat dimanfaatkan sebagai ’arena rekreatif’, baik secara aktif maupun pasif
• • •
•
•
RTH (Taman) Kota, taman-taman rekreasi Roof Top Garden/ Taman Atap Atau Tanaman pada teras-teras bangunan bertingkat dan disamping bangunan Tanaman-tanaman (hias) dalam pot (efisiensi ruang), berupa: tanaman pot buah, bunga, sayur, dan obat yang diatur dalam susunan/bentuk vertikal Taman Hutan Rakyat (TAHURA) Hutan Wisata Hutan Wisata (pada situs sejarah, seperti: Borobudur, Prambanan, dan Taman Peninggalan Kerajaan; seperti halaman keraton, istana (banyak terdapat di Indonesia) Aktif: - Hijau Olah Raga - Taman Bermain Anak (TBA) - Taman Khusus LANSIA (lanjut usia) Pasif: - Tempat Pembuangan Sampah Sementara 86
•
III. Pengaman Sarana dan Prasarana
Edukatif di mana fungsi utamanya adalah untuk pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada.
• Jalur Hijau (green belt) Transportasi • Jalur Hijau di Jalur Listrik Tegangan Tinggi • Hijau Pengaman Fasilitas Hijau lain (buffer zone) atau koridor kota, dan pengaman dari erosi air atau tanah
• • • • • •
(TPST) - Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) - Hijau Pekarangan atau Halaman, bagian dari kawasan untuk peruntukkan tertentu, seperti : - Permukiman, tunggal maupun real estate - Sekolah/Perguruan Tinggi - Perkantoran - Perindustrian (pabrik), termasuk perhotelan (resort wisata, dll.) - Kebun Raya, Kebun Raja, Arboretum - Kebun Binatan, dll. - Kebun Bibit, untuk berbagai fungsi (dekoratif, bunga, buah, sayuran, obatherb medicine, dsb.) Jalur Hijau Lalu Lintas (dalam kota, antar kota, jalan bebas hambatan, dst.) Jalur Hijau Rel KA Jalur SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) Taman Pemakaman Umum (TPU) Jalur ’Pengaman’ di kawasan curam (lereng, bukit) Tempat Pembuangan Sampah Sementara/Akhir (TPS/TPA)
Sumber : Purnomohadi, 2007
86
Lampiran 12 Beberapa Jenis RTH Rancangan Pola Dasar Pertamanan Kota JENIS RTH
FUNGSI LAHAN
TUJUAN
KETERANGAN
TAMAN KOTA Termasuk : Taman Bermain (Anak/Balita), Taman Bunga (Lansia)
Ekologis, Rekreatif, Estetis, Olahraga (terbatas)
Keindahan (tajuk, tegakan pengarah, pengaman, pengisi dan pengalas), kurangi cemaran, meredam bising, perbaiki iklim mikro, daerah resapan, penyangga sistem kehidupan, kenyamanan
Mutlak dibutuhkan bagi kota, keserasian, rekreasi aktif dan pasif, nuansa rekreatif, terjadinya keseimbangan mental (psikologis) dan fisik manusia, habitata, keseimbangan ekosistem
JALUR (tepian) SEMPADAN SUNGAI dan PANTAI
Konservasi, Pencegah Erosi, Penelitian
Perlindungan, mencegah okupansi penduduk-mudah menyebabkan erosi, iklim mikro, penahan ’badai’
TAMAN – OLAHRAGA, BERMAIN, RELAKSASI
Kesehatan, Rekreasi
Kenikmatan, pendidikan, kesenangan, kesehatan, interaksi, kenyamanan
TAMAN PEMAKAMAN (UMUM)
Pelayanan Publik (umum), Keindahan
Perlindungan total tepi kirikanan bantaran sungai (± 2550 meter), rawan erosi. Taman Laut. Rekreasi aktif, sosialisasi, mencapai prestasi, menumbuhkan kepercayaan diri. Dibutuhkan seluruh anggota masyarakat, menghilangkan rasa ’angker’ Peningkatan produksivitas budidaya tanaman pertanian
PERTANIAN KOTA
Pelindung, pendukung ekosistem makro, ’ventilasi’ dan ’pemersatu’ ruang kota Produksi, Estetika, Kenyamanan spasial, visual, audial dan Pelayanan publik (umum) termal, ekonomi
86
JENIS RTH
FUNGSI LAHAN
TUJUAN
TAMAN (HUTAN) KOTA / PERHUTANAN
Konservasi, Pendidikan, Produksi
TAMAN SITU, DANAU, WADUK, EMPANG KEBUN RAYA, KEBUN BINATANG, NURSERY
Konservasi, Keamanan Konservasi, Pendidikan, Penelitian
Pelayanan masyarakat dan penyangga lingkungan kota, wisata alam, rekreasi, produksi hasil ‘hutan’: iklim mikro, oksigen, ekonomi Keseimbangan ekosistem, rekreasi (pemancingan) Keseimbangan ekosistem, rekreasi (ekonomi)
TAMAN PURBAKALA
Konservasi, Preservasi, Rekreasi Keamanan
Reservasi, perlindungan situs, sejarahnational character building Penunjang iklim miro, thermal, estetika
Keindahan, Produksi
Penunjang iklim mikro, ’pertanian subsisten’ : TOGA (tanaman obat keluarga) / Apotik Hidup, Karangkitri (sayur dan buah-buahan)
JALUR HIJAU PENGAMAN
TAMAN RUMAH sekitar bangunan gedung – tingkat PEKARANGAN
KETERANGAN Pelestarian, perlindungan dan pemanfaatan plasma nuftah, keanekaragaman hayati, pendidikan penelitian Pelestarian SD-air, flora&fauna (budidaya ikan air tawar) Pelestarian plasma nuftah, elemen khusus kota besar, Kota Madya ‘Bangunan’ sebagai elemen taman Pengaman: Jalur lalu lintas, rel KA, Jalur listrik tegangan tinggi, kawasan industri dan ‘lokasi berbahaya’ lainnya Pemenuhan kebutuhan pribadi (privacy). Penyaluran ’hobby’ pada lahan terbatas. Mampu memenuhi kebutuhan keluarga secara berkala dan ’subsinstent’
Sumber : Purnomohadi, 2007
86