PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO STUDI KASUS KEBUN RAYA BOGOR
PRITA AYU PERMATASARI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi “Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor” adalah karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2012 Prita Ayu Permatasari NRP A44070038
RINGKASAN PRITA AYU PERMATASARI. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh ALINDA F. M. ZAIN. Populasi manusia yang semakin meningkat berdampak pada tingginya aktivitas manusia di perkotaan. Untuk mendukung kebutuhan dan aktivitas manusia, dibutuhkan banyak ruang terutama ruang terbangun. Meningkatnya kawasan terbangun di perkotaan pada akhirnya menyebabkan penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH). RTH merupakan elemen kota yang memiliki fungsi ekologis, salah satunya mengameliorasi iklim. RTH dapat mengameliorasi iklim dengan cara memberikan perlindungan dari sinar matahari secara langsung, hujan deras, dan angin. Salah satu bentuk RTH adalah kebun raya. Salah satu kebun raya yang ada di Indonesia adalah Kebun Raya Bogor (KRB). KRB memiliki struktur RTH yang beraneka ragam, seperti pohon, semak, dan rumput. Pengaruh struktur RTH yang berbeda di KRB terhadap iklim mikro dan kenyamanan sampai saat ini belum diketahui secara kuantitatif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran iklim mikro dan analisis kenyamanan untuk mengetahuinya. Penelitian ini dilakukan pada Kebun Raya Bogor dari bulan Maret hingga November 2011. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan analisis deskriptif. Pada metode survei, dilakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput dengan menggunakan alat pengukur iklim mikro digital HeavyWeather. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada siang hari pukul 12.30-13.30 WIB, yaitu ketika suhu udara memiliki nilai paling tinggi. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro serta menghitung kenyamanan iklim mikro menggunakan THI (Temperature Humidity Index) dan skala Beaufort. Untuk analisis kenyamanan pada elemen iklim mikro suhu dan kelembaban udara, digunakan rumus Temperature Humidity Index (THI). Suatu tempat termasuk kategori nyaman jika memiliki nilai THI antara 21-27. Untuk elemen iklim mikro kecepatan angin, digunakan skala Beaufort untuk mengetahui standar kecepatan angin. Tahapan penelitian terdiri dari persiapan penelitian dan survei, pengumpulan data, serta pengolahan data dan analisis. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rekomendasi RTH secara deskriptif. Berdasarkan analisis pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro, diketahui bahwa setiap struktur RTH memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap iklim mikro yang ada di sekitarnya. Hal tersebut sangat terkait dengan karakteristik struktural tanaman yang ada di dalamnya. Selain itu, kondisi lingkungan di sekitar RTH juga memiliki pengaruh besar dalam menentukan kondisi iklim mikro pada RTH. Berdasarkan hipotesis, pohon merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling rendah, kelembaban udara paling tinggi, dan kecepatan angin paling rendah. Sementara itu, rumput merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling tinggi, kelembaban udara paling rendah, dan kecepatan angin paling tinggi. Pengukuran suhu udara menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis. Pengukuran kelembaban udara pada area tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis, tetapi tidak pada kedua area lainnya. Sementara itu, pengukuran kecepatan angin pada area pusat menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis, tetapi tidak pada
kedua area lainnya. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro di berbagai struktur RTH, terdapat banyak hasil pengukuran yang tidak sesuai dengan hipotesis. Berdasarkan pengukuran iklim mikro, diketahui bahwa suhu udara pada seluruh struktur RTH di KRB berada di atas 30°C atau tidak dapat memberikan kenyamanan, kelembaban udara pada berbagai struktur di KRB berada 62,575,7% atau hampir seluruhnya berada pada standar nyaman, sedangkan kecepatan angin pada berbagai struktur RTH berada pada kisaran 0,02-0,18 m/s atau berada di bawah standar nyaman manusia. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis kenyamanan tersebut, diketahui bahwa pada pukul 12.30-13.30 WIB, kondisi RTH di KRB tidak dapat memberikan kenyamanan bagi para pengunjungnya. Setelah dilakukan analisis deskriptif, diketahui karakteristik struktur RTH yang mempengaruhi iklim mikro dan tingkat kenyamanan pada RTH di KRB. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah rekomendasi untuk meningkatkan kualitas iklim mikro pada KRB sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi para penggunanya. Rekomendasi disusun secara deskriptif. Rekomendasi yang diberikan berupa pemilihan dan penggunaan karakteristik struktur tanaman yang dapat memperbaiki kualitas iklim mikro pada KRB. Kata Kunci: Ruang Terbuka Hijau, Iklim Mikro, Kebun Raya, Struktur Ruang Terbuka Hijau
® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya diizinkan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO STUDI KASUS KEBUN RAYA BOGOR
PRITA AYU PERMATASARI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi : Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor Nama : Prita Ayu Permatasari NRP : A44070038 Departemen : Arsitektur Lanskap
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, M Si. 19660126 199103 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA 19480912 197412 2 001
Tanggal disetujui:
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kawasan Kebun Raya Bogor”. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan penulis sebagai syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. kedua orang tua, Sudewi Arni dan Bambang Sugiri, serta kakak Priyo Prabowo Herlambang atas dukungan moral dan doa yang telah diberikan kepada penulis; 2. Dr. Ir Alinda F. M. Zain, M Si. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi, pemikiran, dan perbaikan hingga selesainya skripsi ini; 3. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr dan Prof. Dr. Wahju Qamara Mugnisjah selaku dosen penguji atas saran dan kritiknya; 4. Dr. Ir. Siti Nurisjah sebagai dosen pembimbing akademik yang membantu penulis dalam kegiatan perkuliahan; 5. Ibu Rismita Sari, yang telah membantu penulis selama penelitian di Kebun Raya Bogor; 6. teman-teman Arsitektur Lanskap 44 yang telah menjadi teman penulis selama ini.
Bogor, Maret 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP Prita Ayu Permatasari dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 November 1989 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bambang Sugiri, BA dan Dra. Hj. Sudewi Arni. Pada tahun 1995, penulis mengawali pendidikan formal di SDN Taman Pagelaran, Bogor. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMP Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) . Selama perkuliahan, penulis pernah mengikuti beberapa kepanitiaan. Penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap). Pada tahun 2009, penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Dinas Pertamanan Kota Bogor. Selain itu, penulis pernah mengikuti Sayembara Taman Topi tahun 2010. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Lanskap Kota dan Wilayah (ARL313) dan Analisis Tapak (ARL 310) di Departemen Arsitektur Lanskap.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................2 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................2 1.4 Hipotesis .....................................................................................................2 1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................3 1.6 Kerangka Pikir Penelitian ...........................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4 2.1 Ruang Terbuka Hijau ..................................................................................4 2.1.1 Fungsi Ruang Terbuka Hijau ..............................................................4 2.1.2 Struktur dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau ........................................5 2.2 Iklim Mikro .................................................................................................5 2.3 Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro ..............................6 2.3.1 Pengaruh RTH terhadap Suhu Udara ..................................................6 2.3.2 Pengaruh RTH terhadap Kelembaban Udara ......................................6 2.3.3 Pengaruh RTH terhadap Kecepatan Angin .........................................7 2.4 Kebun Raya .................................................................................................8 BAB III METODOLOGI .........................................................................................9 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................9 3.2 Alat dan Bahan Penelitian .........................................................................10 3.3 Metode Penelitian .....................................................................................10 3.3.1 Persiapan Penelitian ..........................................................................11 3.3.2 Pengumpulan Data ............................................................................12 3.3.3 Pengolahan Data dan Analisis ...........................................................17 BAB IV KONDISI UMUM KEBUN RAYA BOGOR ........................................22 4.1 Sejarah Kebun Raya Bogor .......................................................................22 4.2 Letak, Luas, dan Batas Lokasi ..................................................................23 4.3 Keadaan Fisik Kebun Raya Bogor ............................................................23 4.3.1 Topografi ...........................................................................................23 4.3.2 Kondisi Iklim.....................................................................................23 4.3.3 Struktur dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau .......................................24 4.4 Koleksi Kebun Raya Bogor ......................................................................25 4.5 Lokasi Pengambilan Data Iklim Mikro .....................................................27 4.5.1 Area Pusat KRB ................................................................................28 4.5.2 Area Tengah KRB .............................................................................30 4.5.3 Area Tepi KRB..................................................................................33 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................36 5.1 Analisis Pengaruh RTH terhadap Iklim Mikro .........................................36 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon terhadap Iklim Mikro ........36
5.1.2 Analisis Pengaruh Struktur RTH Semak terhadap Iklim Mikro .......45 5.1.3 Analisis Pengaruh Struktur RTH Rumput terhadap Iklim Mikro .....53 5.1.4 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Suhu Udara ....61 5.1.5 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Kelembaban Udara .................................................................................................66 5.1.6 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Kecepatan Angin ................................................................................................69 5.2 Analisis Kenyamanan ...............................................................................74 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................77 6.1 Simpulan ...................................................................................................77 6.2 Saran .........................................................................................................78 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................79
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Alat dan bahan penelitian ..........................................................................10 Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan ....................................................................12 Tabel 3 Waktu pengambilan data iklim mikro.......................................................16 Tabel 4 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap suhu udara ..............18 Tabel 5 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kelembaban udara ..18 Tabel 6 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kecepatan angin .....19 Tabel 7 Skala Beaufort dan kecepatan angin .........................................................20 Tabel 8 Rata-rata suhu udara pada struktur RTH di KRB .....................................62 Tabel 9 Rata-rata kelembaban udara pada struktur RTH di KRB .........................66 Tabel 10 Rata-rata kecepatan angin pada struktur RTH di KRB ...........................70 Tabel 11 Nilai THI struktur RTH pohon, semak, dan rumput di setiap area .........74
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Kerangka pikir penelitian ........................................................................3 Gambar 2 Kemampuan pohon dalam memodifikasi angin .....................................7 Gambar 3 Peta Kebun Raya Bogor berdasarkan citra Google Earth 2011 .............9 Gambar 4 Seperangkat Mini Microclimate Station HeavyWeather .......................10 Gambar 5 Bagan proses penelitian .........................................................................11 Gambar 6 Bagan lokasi pengambilan data iklim ...................................................13 Gambar 7 Tahap penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro........................14 Gambar 8 Tampilan software HeavyWeather ........................................................17 Gambar 9 Tampilan data iklim yang terekam dalam software HeavyWeather .....17 Gambar 10 Data iklim Kota Bogor bulan Mei 2011 ..............................................24 Gambar 11 Berbagai jenis cluster tanaman di KRB ..............................................25 Gambar 12 Peta lokasi pengambilan data iklim mikro ..........................................27 Gambar 13 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 1 ..........................29 Gambar 14 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 2 ..........................29 Gambar 15 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 3 ..........................30 Gambar 16 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 4 ..........................31 Gambar 17 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 5 ..........................32 Gambar 18 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 6 ..........................32 Gambar 19 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 7 ..........................33 Gambar 20 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 8 ..........................34 Gambar 21 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 9 ..........................35 Gambar 22 Grafik suhu udara pada struktur RTH pohon ......................................38 Gambar 23 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH pohon ..........................39 Gambar 24 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH pohon..............................40 Gambar 25 Susunan struktur RTH pohon di area pusat KRB ...............................41 Gambar 26 Susunan struktur RTH pohon di area tengah KRB .............................42 Gambar 27 Susunan struktur RTH pohon di area tepi KRB ..................................43 Gambar 28 Grafik suhu udara pada struktur RTH semak ......................................46 Gambar 29 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH semak ..........................47
Gambar 30 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH semak .............................48 Gambar 31 Susunan struktur RTH semak di area pusat KRB ...............................49 Gambar 32 Susunan struktur RTH semak di area tengah KRB .............................50 Gambar 33 Susunan struktur RTH semak di area tepi KRB ..................................52 Gambar 34 Grafik suhu udara pada struktur RTH rumput ....................................54 Gambar 35 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH rumput .........................55 Gambar 36 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH rumput ............................56 Gambar 37 Susunan struktur RTH rumput di area pusat KRB ..............................57 Gambar 38 Susunan struktur RTH rumput di area tengah KRB ............................58 Gambar 39 Susunan struktur RTH rumput di area tepi KRB ................................59 Gambar 40 Grafik suhu udara pada area pusat KRB .............................................62 Gambar 41 Grafik suhu udara pada area tengah KRB ...........................................63 Gambar 42 Grafik suhu udara pada area tepi KRB................................................64 Gambar 43 Grafik kelembaban udara pada area pusat KRB .................................67 Gambar 44 Grafik kelembaban udara pada area tengah KRB ...............................68 Gambar 45 Grafik kelembaban udara pada area tepi KRB ....................................68 Gambar 46 Grafik kecepatan angin pada area pusat KRB .....................................71 Gambar 47 Grafik kecepatan angin pada area tengah KRB ..................................72 Gambar 48 Grafik kecepatan angin pada area tepi KRB .......................................73
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari data penelitian tahun 2008, diperoleh informasi bahwa 50 % penduduk Indonesia tinggal di kota dan tahun 2025 diperkirakan jumlahnya akan meningkat menjadi 65 % atau sekitar 180 juta penduduk (Deni, 2009). Populasi manusia yang semakin meningkat berdampak pada tingginya aktivitas manusia di perkotaan. Untuk mendukung kebutuhan dan aktivitas manusia, dibutuhkan banyak ruang terutama ruang terbangun. Hal inilah yang menyebabkan jumlah ruang terbangun di kawasan perkotaan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya populasi manusia (Aprianto, 2011). Meningkatnya kawasan terbangun di perkotaan akhirnya menyebabkan penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan. RTH merupakan elemen kota yang memiliki fungsi estetis dan ekologis (Dahlan, 2004). Fungsi estetis yang dimiliki RTH, antara lain, dapat menghasilkan keindahan dan melembutkan arsitektur bangunan. Fungsi ekologis yang dimiliki RTH bermacam-macam, salah satunya, mengameliorasi iklim. RTH
dapat
mengameliorasi iklim dengan cara memberikan perlindungan dari sinar matahari secara langsung, hujan deras, dan angin (Irwan, 2005). Semakin banyak jumlah dan jenis tanaman yang terdapat di suatu RTH, semakin tinggi kemampuan RTH dalam menanggulangi permasalahan lingkungan yang terkait dengan elemenelemen iklim mikro seperti suhu, kelembaban, curah hujan, radiasi matahari, dan angin. RTH perlu dipertahankan keberadaannya agar dapat memberikan kenyamanan bagi manusia. Salah satu bentuk RTH adalah kebun raya. Kebun raya merupakan tempat yang memiliki berbagai macam varietas tumbuhan yang ditanam untuk tujuan kegiatan penelitian, pendidikan, dan tujuan ornamental (Mamiri, 2008). Salah satu kebun raya yang ada di Indonesia adalah Kebun Raya Bogor (KRB). KRB memiliki struktur RTH yang beraneka ragam, seperti pohon, semak, dan rumput (Dahlan, 2004). Setiap struktur RTH memiliki kemampuan yang berbeda dalam mempengaruhi iklim mikro. Perbedaan setiap struktur RTH dalam mempengaruhi iklim mikro sangat terkait dengan
karakteristik strukturalnya maupun ukurannya. Pengaruh struktur RTH yang berbeda di KRB terhadap iklim mikro dan kenyamanan sampai saat ini belum diketahui secara kuantitatif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran iklim mikro dan analisis kenyamanan untuk mengetahuinya. Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh RTH terhadap iklim mikro pada beberapa RTH kota dengan ketinggian lokasi yang berbeda.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah terdapat perbedaan suhu udara pada struktur RTH yang berbeda? 2. Apakah terdapat perbedaan kelembaban udara pada struktur RTH yang berbeda? 3. Apakah terdapat perbedaan kecepatan angin pada struktur RTH yang berbeda? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan 1. melakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH yang berbeda di Kebun Raya Bogor dan 2. mengetahui hubungan struktur RTH yang berbeda terhadap iklim mikro.
1.4 Hipotesis Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Terdapat pengaruh nyata setiap struktur RTH (pohon, semak, dan rumput) terhadap suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. 2. Pohon merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling rendah, kelembaban udara paling tinggi, dan kecepatan angin paling rendah. Sementara itu, rumput merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling tinggi, kelembaban udara paling rendah, dan kecepatan angin paling tinggi.
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi bagi Kebun Raya Bogor maupun rekomendasi pada pembangunan ruang terbuka hijau di Kota Bogor sehingga dapat memberikan kenyamanan iklim mikro bagi para pengunjungnya.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian Ruang
terbuka
hijau
kota
merupakan
elemen
kota
yang
dapat
mengameliorasi iklim dan memberikan kenyamanan. Secara kuantitatif, hubungan antara struktur RTH yang berbeda terhadap iklim mikro belum banyak diketahui sehingga diperlukan pengukuran iklim mikro pada berbagai struktur RTH. Data hasil pengukuran iklim mikro selanjutnya dianalisis sehingga diketahui pengaruhnya terhadap berbagai struktur RTH. Berdasarkan hasil analisis, disusunlah suatu rekomendasi untuk memperbaiki RTH (Gambar 1).
Ruang Terbuka Hijau
Kebun Raya Bogor
Memperbaiki Iklim Mikro
Memiliki Berbagai Struktur RTH
Pengukuran Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Kecepatan Angin (Menggunakan Mini Microclimate Station HeavyWeather) pada Struktur RTH Pohon, Semak, dan Rumput
Data Iklim Mikro
Analisis
Diketahui Pengaruh Struktur RTH yang Berbeda terhadap Iklim Mikro
Rekomendasi
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang Terbuka Hijau Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. RTH sangat penting nilainya, tidak hanya dari segi fisik dan sosial, tetapi juga dari penilaian ekonomi dan ekologis serta penting bagi kesejahteraan, kesehatan, dan keamanan masyarakat sekitarnya. Menurut Simonds dan Starke (2006), ruang terbuka memiliki kekuatan untuk membentuk karakter kota dan menjaga kelangsungan hidupnya.
2.1.1 Fungsi Ruang Terbuka Hijau Menurut Grey dan Deneke (1978), fungsi RTH terhadap lingkungan perkotaan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori. 1. Memperbaiki iklim RTH dapat menciptakan iklim mikro yang nyaman bagi manusia dengan mempengaruhi radiasi matahari, suhu udara, pergerakan angin, dan kelembaban udara. 2. Fungsi teknis RTH dapat digunakan untuk mengkonservasi lingkungan sehingga tidak hanya berfungsi untuk keindahan, tetapi juga untuk mengontrol lingkungan. 3. Fungsi arsitektural RTH berfungsi untuk membentuk ruang, membatasi atau menghalangi pandangan yang tidak diinginkan, menciptakan ruang pribadi, dan meningkatkan daya tarik suatu area. 4. Fungsi estetis RTH berfungsi untuk membingkai pemandangan, melembutkan kesan kaku dari bangunan dan struktur, memberikan kesatuan elemen yang berbeda, dan memberikan latar belakang pemandangan alami.
2.1.2 Struktur dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau Struktur RTH adalah komunitas tumbuh-tumbuhan yang menyusun RTH, sedangkan bentuk RTH adalah pola bentukan lahan yang digunakan untuk RTH (Irwan, 2005). Kombinasi antara struktur dan bentuk RTH dinamakan jenis RTH. Struktur RTH kota dapat dibedakan menjadi dua, yaitu strata dua dan strata banyak. RTH kota yang berstrata dua memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari pepohonan dan rumput. RTH kota berstrata banyak memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari pepohonan, rumput, liana, semak, terna, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam tidak beraturan, serta meniru komunitas tumbuhan alam. Menurut Irwan (2005), bentuk RTH terbagi menjadi tiga jenis: a.
bergerombol atau menumpuk, yaitu RTH yang komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat dan tidak beraturan;
b. menyebar, yaitu RTH yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau menggerombol kecil-kecil; c. berbentuk jalur, yaitu RTH yang komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk lurus atau melengkung mengikuti bentukan sungai, pantai, jalan, saluran, dan sebagainya.
2.2 Iklim Mikro Menurut Brown dan Gillespie (1995), iklim mikro merupakan kondisi dari radiasi matahari, radiasi bumi, angin, suhu udara, kelembaban, dan presipitasi pada ruang luar berskala kecil. Iklim mikro sangat mempengaruhi kenyamanan manusia. Vegetasi merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi iklim mikro. Vegetasi dapat mempengaruhi iklim mikro dengan cara mempengaruhi aliran angin, menghasilkan kelembaban, dan mempengaruhi suhu udara di sekitarnya. Iklim mikro sangat mempengaruhi kenyamanan manusia dan dapat dimodifikasi untuk memberikan kenyamanan bagi manusia (Brown dan Gillespie 1995). Modifikasi iklim mikro dapat dilakukan dengan memodifikasi elemen iklim mikro menggunakan elemen lanskap.
2.3 Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro RTH memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap iklim mikro yang ada di sekitarnya. Menurut Carpenter, Walker, dan Lanphear (1975), tanaman, sebagai elemen utama pada RTH, memiliki fungsi mengendalikan iklim, yaitu sebagai kontrol radiasi matahari dan suhu, kontrol dan pengendali angin, kontrol presipitasi dan kelembaban, pengendali suara, dan penyaring udara. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui fungsi tanaman dalam memodifikasi setiap elemen iklim mikro.
2.3.1 Pengaruh RTH terhadap Suhu Udara Pada RTH, setiap tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam memodifikasi suhu udara. Menurut Scudo (2002), secara struktural, vegetasi dapat mempengaruhi iklim mikro dengan karakteristik tertentu. Vegetasi mampu mempengaruhi suhu udara dengan cara mereduksi atau meningkatkan suhu udara. Karakteristik struktural vegetasi yang dapat mempengaruhi suhu udara adalah bentuk tajuk, penanaman, ukuran vegetasi, dan kepadatan tajuk. Selain dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanaman, suhu udara juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada RTH. Menurut Robinette (1977), struktur naungan yang ada pada RTH mampu mempengaruhi suhu udara pada RTH. Struktur naungan dapat berupa struktur bangunan atau struktur vegetasi yang memiliki kemampuan menaungi cukup baik. Struktur naungan ini sangat membantu dalam mengurangi suhu di sekitar RTH, khususnya pada RTH yang tidak memiliki struktur RTH pohon di dalamnya.
2.3.2 Pengaruh RTH terhadap Kelembaban Udara Menurut Handoko (1995), kelembaban relatif dipengaruhi oleh suhu udara dan tidak berlaku sebaliknya. Semakin tinggi suhu udara, kelembaban udara semakin rendah. Semakin rendah suhu udara, kelembaban udara semakin tinggi. Oleh karena itu, faktor yang dapat mempengaruhi suhu udara juga dapat mempengaruhi kelembaban udara. Suhu udara pada RTH sangat dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanaman (Scudo, 2002). Oleh karena itu, kelembaban udara pada RTH juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanaman dan
memiliki keterkaitan dengan suhu udara. Selain karakteristik struktural tanaman, kelembaban udara dapat saja dipengaruhi oleh faktor lain seperti kedekatan RTH dengan badan air (Saputro, Fatimah, dan Sulistyantara, 2010). Standar kenyamanan iklim mikro dapat diketahui dengan menggunakan rumus Temperature Humidity Index (THI) yang menggunakan faktor suhu dan kelembaban udara.
T = Suhu udara (°C) RH = Kelembaban udara (%) Suatu RTH dapat memberikan kenyamanan jika memiliki nilai THI antara 21 dan 27 (Laurie, 1986). 2.3.3 Pengaruh RTH terhadap Kecepatan Angin Setiap tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mempengaruhi arah dan kecepatan angin. Menurut Scudo (2002), vegetasi memiliki karakteristik struktural
yang
dapat
menghalangi,
menyimpangkan,
menyaring,
dan
mengarahkan (Gambar 2).
Gambar 2 Kemampuan pohon dalam memodifikasi angin (Sumber: Boutet dalam Wardoyo (2011))
Karakteristik struktural vegetasi yang dapat mempengaruhi kecepatan angin adalah bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk. Kecepatan angin pada struktur RTH tidak hanya dipengaruhi oleh karakteristik struktural RTH, tetapi juga oleh lingkungan pada RTH. Menurut Robinette (1977), struktur penghalang angin pada RTH dapat memperkecil kecepatan angin. Struktur penghalang tersebut dapat berupa bangunan atau tanaman yang diletakkan pada RTH dengan orientasi yang dapat menghalangi aliran angin. Selain dipengaruhi
oleh struktur penghalang, kecepatan angin juga dapat dipengaruhi oleh struktur pengarah yang diletakkan pada RTH. Angin dapat mempengaruhi kenyamanan manusia berdasarkan kecepatannya. Standar kecepatan angin dapat diukur menggunakan skala Beaufort. Skala ini menggambarkan pengaruh kecepatan angin pada kondisi di alam sekitar (Anonim, 2011a).
2.4 Kebun Raya Menurut Anonim (2011b), kebun raya adalah suatu lahan yang ditanami berbagai jenis tumbuhan yang ditujukan untuk keperluan koleksi, penelitian, dan konservasi ex-situ (di luar habitat). Selain untuk penelitian, kebun raya dapat berfungsi sebagai sarana wisata dan pendidikan bagi pengunjung. Tanaman yang dikoleksi pada kebun raya dipelihara dan diberi keterangan nama serta informasi lainnya yang berguna bagi pengunjung. Di dalam kebun raya, biasanya terdapat perpustakaan dan herbarium yang berfungsi untuk kegiatan penelitian dan dokumentasi. Di Indonesia, terdapat empat buah kebun raya yang dikelola oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yaitu Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, dan Kebun Raya Eka Karya Bali.
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun raya. Kebun raya dipilih sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu jenis RTH yang terdapat di area perkotaan. Kebun raya yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah Kebun Raya Bogor, Kota Bogor (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai November 2011. Waktu pengumpulan data di lapang selama tiga bulan, yaitu pada bulan Maret sampai Juni 2011 dan pengolahan data dan penyusunan dilakukan selama lima bulan berikutnya.
Gambar 3 Peta Kebun Raya Bogor berdasarkan citra Google Earth 2011
3.2 Alat dan Bahan Penelitian Selama penelitian digunakan beberapa alat dan bahan seperti yang ada pada Tabel 1. Salah satu alat penting yang digunakan selama penelitian adalah Mini Microclimate Station HeavyWeather, yang merupakan alat pengukur iklim mikro digital. Tabel 1 Alat dan bahan penelitian Alat/Bahan Tiga perangkat Mini Microclimate Station HeavyWeather Tipe WS2355 Tripod kamera Kamera Digital Peta Kawasan KRB AutoCad 2007 Software HeavyWeather
Kegunaan Mengukur iklim mikro Meletakkan alat pengukur iklim mikro Merekam kondisi lokasi pengambilan data Data map awal dalam menuntun turun lapang Menentukan titik pengambilan data Menampilkan data iklim mikro dari alat
Alat pengukur iklim mikro digital yang digunakan terdiri dari beberapa bagian seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Layar untuk menampilkan iklim mikro
Alat pengukur suhu dan kelembaban
Alat pengukur curah hujan
Alat pengukur arah dan kecepatan angin
Gambar 4 Seperangkat Mini Microclimate Station HeavyWeather
3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan analisis deskriptif. Kegiatan survei bertujuan mengamati kondisi lokasi penelitian seperti kondisi fisik dan karakteristik RTH. Survei juga bertujuan menentukan titik pengambilan data, mengidentifikasi struktur RTH, dan mengambil data primer iklim mikro. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro serta mengetahui kenyamanan iklim mikro pada RTH
menggunakan THI (Temperature Humidity Index) dan skala Beaufort. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu persiapan penelitian, pengumpulan data, serta pengolahan data dan analisis (Gambar 5).
Persiapan Administrasi dan Survei Persiapan Penelitian
Pengumpulan Data
Studi Literatur dan Pengumpulan Data Sekunder
Analisis Deskriptif
Penentuan Titik Pengambilan Data
Pengukuran Iklim Mikro
Analisis Kenyamanan
Pengolahan Data dan Analisis
Rekomendasi RTH Perumusan Rekomendasi
Gambar 5 Bagan proses penelitian
3.3.1 Persiapan Penelitian Pada tahap ini, dilakukan persiapan sebelum turun lapang dan pengambilan data seperti persiapan administrasi dan persiapan survei. Pada persiapan administrasi dilakukan pembuatan surat izin yang ditujukan untuk Kantor Pusat Konservasi Tumbuhan-LIPI Kebun Raya Bogor, yang merupakan pihak pengelola Kebun Raya Bogor, untuk mendapatkan izin penelitian dan data sekunder. Persiapan survei meliputi kegiatan persiapan alat dan penyusunan jadwal pengambilan data.
3.3.2 Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data baik data primer maupun data sekunder. Berbagai jenis data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan No 1
Jenis Data Letak
2 3
Fisik Iklim
4 5
RTH Tanaman
Sebelum
Parameter Batas wilayah Luas wilayah Topografi Suhu udara Kelembaban udara Kecepatan angin Sebaran Struktur Nama spesies Bentuk tajuk Penanaman Ukuran Kepadatan tajuk
dilakukan
pengambilan
Sumber Data Pengelola Pengelola Pengelola Survei, BMKG Survei, BMKG Survei, BMKG Survei Survei Survei Survei Survei Survei data
primer,
pembagian
tempat
pengambilan data iklim mikro ditentukan. Tempat pengambilan data iklim mikro dapat dilihat pada Gambar 6. Dari Gambar 6, terlihat bahwa pengambilan data iklim mikro akan dilakukan pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput yang tersebar pada sembilan titik yang terdapat dalam tiga area.
Gambar 6 Bagan lokasi pengambilan data iklim mikro
Untuk menentukan lokasi tersebut pada KRB, dilakukan beberapa tahap penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro (Gambar 7). Dari Gambar 7, terlihat bahwa lokasi penelitian terbagi menjadi tiga area. Pembagian area tersebut dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh letak area terhadap iklim mikro. Pada setiap area, dilakukan pengukuran di tiga titik. Ketiga titik berfungsi sebagai ulangan pada pengukuran di setiap area. Pada masing-masing titik dilakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH rumput, semak, dan pohon. Struktur RTH tersebut dipilih karena sangat sering digunakan pada RTH dan memiliki ukuran yang berbeda-beda sehingga perlu diketahui pengaruhnya terhadap iklim mikro.
Gambar 7 Tahap penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro
Penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro pada Gambar 7 dilakukan dengan beberapa tahap berikut. 1. Membagi lokasi penelitian menjadi tiga area yaitu pusat, tengah, dan tepi pada peta Pembagian area dilakukan dengan cara membagi area KRB menjadi tiga lingkaran dari pusat hingga ke tepi. 2. Menentukan lokasi pengukuran iklim mikro dengan metode sampling vegetasi garis Metode ini dilakukan dengan cara membuat garis-garis imajiner pada peta. Setelah itu, dilakukan survei untuk mengetahui sebaran struktur RTH. 3. Memilih tiga buah garis yang melewati RTH yang memiliki keragaman struktur Garis yang dipilih adalah garis yang melewati RTH dengan keanekaragaman struktur seperti pohon, semak, dan rumput. 4. Memilih tiga buah titik pada setiap garis yang mewakili setiap area Titik yang dipilih harus memiliki struktur RTH pohon, semak, dan rumput di dalamnya. Titik pengambilan data yang terletak di area pusat adalah Titik 1, 2, dan 3. Titik pengambilan data yang terletak di area tengah adalah Titik 4, 5, dan 6. Titik pengambilan data yang terletak di area tepi adalah Titik 7, 8, dan 9. Setelah titik ditentukan, pada setiap titik, ditentukan struktur RTH pohon, semak, dan rumput yang digunakan untuk pengukuran. Struktur RTH pohon, semak, dan rumput yang dipilih pada setiap titik untuk pengambilan data adalah struktur RTH yang dilewati oleh garis imajiner. Jarak antar struktur RTH yang berbeda pada satu titik adalah sekitar 5 meter. Setelah struktur RTH yang digunakan pengambilan data ditentukan, dilakukan identifikasi struktur RTH dan pengukuran iklim mikro. Identifikasi struktur dilakukan dengan cara mencatat identitas dan mengamati karakteristik strukturalnya beserta kondisi lingkungan di sekitar struktur RTH. Karakteristik struktural yang diamati meliputi bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk. Pengukuran iklim mikro dilaksanakan dengan jadwal sesuai pada Tabel 3.
Tabel 3 Waktu pengambilan data iklim mikro Hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tanggal 1 Mei 2011 4 Mei 2011 6 Mei 2011 10 Mei 2011 11 Mei 2011 12 Mei 2011 13 Mei 2011 14 Mei 2011 15 Mei 2011
Area Pusat Pusat Pusat Tengah Tengah Tengah Tepi Tepi Tepi
Titik 1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3 4, 5, 6 4, 5, 6 4, 5, 6 7, 8, 9 7, 8, 9 7, 8, 9
Struktur RTH Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput
Titik pengambilan data yang terletak di dalam satu area berfungsi sebagai ulangan. Oleh karena itu, struktur RTH yang sama dan terletak pada area yang sama diukur secara bersamaan menggunakan tiga buah alat yang berbeda. Pada saat pengambilan data, alat pengukur suhu dan kelembaban udara diletakkan pada ketinggian 20 cm di atas permukaan tanah sehingga suhu yang diukur merupakan suhu tanah (ground temperature). Sementara itu, alat pengukur kecepatan angin dipasang pada tripod dan diletakkan pada ketinggian 1 meter di atas permukaan tanah. Alat pengukur iklim mikro diletakkan di bawah naungan semak dan pohon tempat pengambilan data (sebelah selatan tanaman) serta di atas hamparan rumput. Data yang diambil adalah elemen-elemen iklim mikro meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Pengambilan data dilakukan pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput pada titik pengambilan data yang telah ditentukan. Pengambilan data dilakukan saat hari kerja, tepatnya, di siang hari saat cuaca cerah pada pukul 12.30-13.30 WIB. Waktu tersebut dipilih karena merupakan waktu ketika radiasi sinar matahari paling terik dan suhu udara paling tinggi. Data iklim mikro pada setiap struktur RTH diambil setiap menit sehingga dihasilkan 60 buah data pada setiap pengukuran. Setelah data terkumpul, alat pengukur iklim mikro digital dihubungkan pada komputer. Semua data iklim akan ditampilkan pada software
HeavyWeather. Tampilan software HeavyWeather
dapat dilihat pada Gambar 8. Data iklim mikro yang telah diambil selama
pengukuran juga dapat ditampilkan pada software HeavyWeather (Gambar 9) kemudian diolah pada Microsoft Excel.
Gambar 8 Tampilan software HeavyWeather
Gambar 9 Tampilan data iklim yang terekam pada software HeavyWeather
3.3.3 Pengolahan Data dan Analisis Pengolahan dan analisis data dikerjakan pada Microsoft Excel 2007. Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, didapatkan data karakteristik struktur RTH dan iklim mikro pada berbagai struktur RTH yang tersebar di berbagai titik. Data iklim mikro pada struktur RTH yang sama dikelompokkan sesuai areanya. Untuk mencari hubungan antara struktur RTH dan iklim mikro yang dihasilkan, dilakukan analisis deskriptif dengan cara membandingkan hasil pengukuran iklim
mikro dengan karakteristik struktur RTH yang menjadi lokasi pengambilan data iklim. Untuk mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap elemen iklim mikro dilakukan analisis dengan parameter penilaian. Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin secara berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 4, 5, dan 6. Tabel 4 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap suhu udara Mereduksi Suhu Udara
Karakteristik Struktural
Bentuk Tajuk
Penanaman
Ukuran
Kepadatan Tajuk
Kolumnar Piramidal Horisontal Bulat Berjejer Tunggal Berkelompok Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Tinggi Sedang Rendah
Meningkatkan Suhu Udara ●
● ● ● ● ● ● ● ●
● ●
● ●
Sumber: Scudo (2002) Tabel 5 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kelembaban udara Meningkatkan Kelembaban Udara
Karakteristik Struktural
Bentuk Tajuk
Penanaman
Ukuran
Kepadatan Tajuk
Sumber: Scudo (2002)
Kolumnar Piramidal Horisontal Bulat Berjejer Tunggal Berkelompok Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Tinggi Sedang Rendah
Menurunkan Kelembaban Udara ●
● ● ● ● ● ● ●
● ●
● ● ●
Tabel 6 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kecepatan angin
Karakteristik Struktural
Bentuk Tajuk
Penanaman
Ukuran
Kepadatan Tajuk
Kolumnar Piramidal Horisontal Bulat Berjejer Tunggal Berkelompok Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Tinggi Sedang Rendah
1 ● ●
2 ● ●
● ●
● ●
● ● ● ●
● ● ● ●
●
● ●
3 ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
4 ● ● ● ● ● ● ● ●
● ●
Keterangan: (1) Menghalangi angin, (2) Menyimpangkan angin, (3) Menyaring angin, dan (4) Mengarahkan angin. Sumber: Scudo (2002)
Oleh karena struktur RTH rumput berasal dari spesies yang sama, analisis pengaruh struktur RTH rumput terhadap iklim mikro tidak dilihat dari karakteristik strukturalnya, tetapi dari kondisi lingkungannya. Parameter analisis kondisi lingkungan terhadap suhu dan kelembaban udara yang diamati adalah ada atau tidaknya struktur naungan di sekitar struktur RTH rumput. Sementara itu, parameter analisis kondisi lingkungan terhadap kecepatan angin yang diamati adalah ada atau tidaknya struktur pengarah atau penghalang angin di sekitar struktur RTH rumput. Selain dilakukan analisis pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro, pada setiap struktur RTH, dilakukan analisis kenyamanan dari data iklim mikro yang diperoleh. Analisis kenyamanan dilakukan dengan menghitung THI (Temperature Humidity Index):
T = Suhu udara (°C) RH = Kelembaban udara (%) Suatu area dikatakan nyaman jika memiliki nilai THI 21-27 (Laurie, 1986). Untuk mengukur standar kenyamanan kecepatan angin, digunakan skala Beaufort (Tabel
7). Skala Beaufort merupakan suatu ukuran yang dapat menghubungkan kecepatan angin dengan kondisi yang terjadi di darat atau laut. Menurut skala Beaufort, kecepatan angin di darat berada pada kondisi nyaman ketika terpaan angin terasa di kulit atau pada kecepatan 2-3 m/s.
Tabel 7 Skala Beaufort dan kecepatan angin Skala Beaufort
Tingkatan
Kecepatan (m/s)
0
Tenang
<0,3
Tenang, asap mengepul vertikal
1 2
Teduh Sepoi lemah
0,3-2 2-3
Asap mengepul miring Terpaan angin terasa di kulit
3
Sepoi lembut
3-5
Daun-daun kecil di pohon bergerak, bendera dapat berkibar
4
Sepoi sedang
6-8
Debu dan kertas dapat terbang, ranting pohon bergerak
Tanda-tanda di darat
Pohon-pohon kecil terlihat condong, genangan air di tanah terlihat berombak kecil Batang pohon terlihat bergerak, suara berdesing lewat kawat telepon dapat terdengar
5
Sepoi segar
8,1-10,6
6
Sepoi kuat
10,8-13,6
7
Angin ribut lemah
13,9-16,9
Pohon-pohon bergerak, berjalan terasa berat
8
Angin ribut
17,2-20,6
Batang pohon dapat patah, sampai pohon tumbang
9
Angin ribut kuat
20,8-24,4
Dapat menyebabkan kerusakan cerobong, pot-pot beterbangan
10
Badai
24,7-28,3
Kerusakan lebih besar, tetapi di darat jarang terjadi
11
Badai Amuk
28,6-32,5
Kerusakan berat, tetapi di darat jarang terjadi
12
Topan
>32,8
Sumber: Anonim (2011a)
Hampir tidak pernah terjadi
Setelah dilakukan analisis deskriptif dan kenyamanan, akan diketahui karakteristik struktur RTH yang mempengaruhi iklim mikro dan tingkat kenyamanan pada RTH di KRB. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah rekomendasi untuk meningkatkan kualitas iklim mikro pada KRB sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi para penggunanya. Rekomendasi disusun secara deskriptif.
BAB IV KONDISI UMUM KEBUN RAYA BOGOR 4.1 Sejarah Kebun Raya Bogor Pada mulanya, Kebun Raya Bogor merupakan bagian dari samida (hutan buatan atau taman buatan) yang telah ada pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi (1474-1513) dari Kerajaan Sunda. Hutan buatan itu ditujukan untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat memelihara benih-benih kayu yang langka. Hutan ini kemudian dibiarkan setelah Kerajaan Sunda takluk oleh Kesultanan Banten, hingga Gubernur Jenderal van der Capellen membangun rumah peristirahatan di salah satu sudutnya pada pertengahan abad ke-18 (PKT Kebun Raya Bogor-LIPI, 2010). Pada awal tahun 1800-an, Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, yang mendiami Istana Bogor dan memiliki minat besar dalam botani, tertarik mengembangkan halaman Istana Bogor menjadi sebuah kebun yang cantik. Dengan bantuan para ahli botani, Raffles menyulap halaman istana menjadi taman bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula Kebun Raya Bogor dengan bentuknya sekarang. Pada 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen secara resmi mendirikan Kebun Raya Bogor dengan nama s'Lands Plantentuinte Buitenzorg. Sekitar 47 hektar tanah di sekitar Istana Bogor dan bekas samida dijadikan lahan pertama untuk kebun botani. Pada mulanya kebun ini hanya akan digunakan sebagai kebun percobaan bagi tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan ke Indonesia. Akan tetapi, pada perkembangannya, kebun juga digunakan sebagai wadah penelitian ilmuwan pada zaman itu. Saat ini, Kebun Raya Bogor dikelola oleh Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI yang berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kebun Raya Bogor merupakan salah satu kebun raya yang dikelola oleh LIPI selain Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, dan Kebun Raya Eka Karya Bali. Kebun Raya Bogor juga berisi kelompok tumbuhan yang membentuk komunitas dan mempunyai daya tarik tersendiri dan merupakan
sumber yang sangat berharga untuk kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, dan rekreasi (Ruhiyat, 2008). 4.2 Letak, Luas, dan Batas Lokasi KRB terletak di pusat Kota Bogor. Secara administrasi, Kebun Raya Bogor termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Tengah. Secara geografis, KRB terletak di antara 106° 47‟ 40”--106° 48‟ 10” bujur timur dan 6° 25‟ 40”--6° 36‟ 20” lintang selatan. KRB terletak di ketinggian 215--250 meter di atas permukaan laut. KRB memiliki luas 87 hektar dan terdiri dari area koleksi tanaman, jalur sirkulasi, lapangan parkir, museum, kebun pembibitan, rumah kaca, perkantoran, dan rumah pegawai. Areal koleksi tanaman yang dapat dikunjungi oleh pengunjung memiliki luas sekitar 53 hektar. KRB dibatasi oleh beberapa jalan berikut: a. Jalan Jalak Harupat di sebelah Utara, b. Jalan Otto Iskandar Dinata di sebelah Selatan, c. Jalan Pajajaran di sebelah Timur, dan d. Jalan Ir. H. Djuanda di sebelah Barat
4.3 Keadaan Fisik Kebun Raya Bogor 4.3.1 Topografi Kemiringan lahan KRB mengarah ke Sungai Ciliwung yang membelah kebun raya. Topografi KRB termasuk datar dengan kemiringan 3-15 % dan 1631% dekat pinggiran sungai. KRB dilalui oleh Sungai Ciliwung. Sungai ini berfungsi sebagai drainase alami pada kawasan KRB.
4.3.2 Kondisi Iklim Menurut klasifikasi iklim Koppen, KRB termasuk ke dalam kelompok iklim A yang memiliki karakter temperatur tinggi. Secara lebih khusus, iklim KRB masuk ke dalam kelompok Iklim tropika basah (Af). KRB memiliki suhu rata-rata tiap bulan 26°C, suhu terendah 21,8°C, suhu tertinggi 30,4°C, kelembaban udara lebih dari 70%, dan curah hujan bulanan berkisar antara 250-330 mm. KRB memiliki curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan Januari. Data iklim Kota Bogor bulan Mei tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Data iklim Kota Bogor bulan Mei 2011 (Sumber: BMKG Dramaga, Bogor)
4.3.3 Struktur dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau KRB merupakan ruang terbuka hijau besar yang ada di tengah Kota Bogor dan memiliki luas 87 hektar. Area Kebun Raya Bogor terdiri dari area koleksi tanaman, jalur sirkulasi, lapangan parkir, museum, kebun pembibitan, rumah kaca, perkantoran, dan rumah pegawai. Area koleksi tanaman yang dapat dikunjungi oleh pengunjung memiliki luas sekitar 53 hektar (60,92%). Sama halnya dengan RTH kota atau hutan kota pada umumnya, KRB memiliki struktur dan bentuk RTH tertentu. Dilihat dari strukturnya, KRB merupakan hutan kota yang berstrata banyak karena komunitas tumbuh-tumbuhan di dalam KRB terdiri dari pohon, rumput, semak, terna, liana, dan epifit serta memiliki jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan.
Dilihat dari bentuknya, KRB didominasi oleh bentuk yang menyebar, yaitu pola komunitas vegetasinya tumbuh secara terpencar dalam bentuk rumpun dan gerombol-gerombol kecil. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya cluster tanaman pada KRB (Gambar 11). Selain memiliki bentuk menyebar, RTH di KRB juga ada yang berbentuk jalur seperti RTH yang terletak di sepanjang jalan kenari (Kenari Avenue) dan tepi Sungai Ciliwung. Namun, RTH dengan bentuk menyebar merupakan bentuk yang paling dominan di KRB. Beberapa cluster tanaman di KRB, antara lain adalah cluster tanaman palem, tanaman air, tanaman bambu, tanaman kering, tanaman jamu, tanaman buah, dan tanaman polongpolongan.
Gambar 11 Berbagai jenis cluster tanaman di KRB
4.4 Koleksi Tanaman di Kebun Raya Bogor Koleksi tanaman Kebun Raya Bogor sebagian besar berasal dari kepulauan Indonesia dan sebagian lagi Indonesia juga hasil tukar-menukar benih tanaman dengan kebun raya lain di dunia. Koleksi tanaman KRB terdiri dari beberapa jenis berikut. a. Tanaman Type Sebagai museum plasma nutfah, KRB memiliki lebih dari 16 jenis tanaman type, yakni jenis tanaman-tanaman yang untuk pertama kalinya diberi nama ilmiah dengan menggunakan bahasa latin, seperti Aglaonema oblanceolatum (sri rejeki) dan Artocarpus altissimus (sukun).
b. Tanaman Air KRB memiliki banyak koleksi tanaman air baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri. Salah satu tanaman air yang terkenal di KRB adalah Victoria amazonica atau teratai raksasa. Selain itu, terdapat juga teratai mini yang berasal dari Irian dan Jawa Barat. c. Tanaman Obat KRB memiliki lebih dari seratus koleksi tanaman obat. Contoh tanaman tersebut adalah Orthosiphon aristatus (kumis kucing), yang bermanfaat sebagai diuretik atau pengobatan penyakit ginjal; rumput kacang ungu (Cyperus rotundus), yang umbinya bermanfaat untuk mengobati bisul, sakit kepala, dan disentri. d. Tanaman Buah KRB memiliki koleksi tanaman buah tidak kurang dari 102 jenis, baik yang sudah menjadi tanaman budi daya maupun yang masih liar. Koleksi buah yang sudah dikenal, antara lain, mangga (Mangifera indica), nangka (Artocarpus
heterophyllus),
jeruk
(Citrus
reticulata),
rambutan
(Nephelium lappaceum), dan durian (Durio zibethinus). e. Tanaman Hias Terdapat koleksi tanaman berbagai jenis koleksi tanaman hias pada KRB seperti daun bahagia (Dieffenbachia sp.), daun pilo (Philodendron sp.), kuku macan (Mucuna benneti), anturium (Anthurium sp.), dan palempaleman. Beberapa jenis tanaman hias dapat didapatkan di bagian penjualan KRB. f. Tanaman Langka dan Populer KRB mengkoleksi beberapa jenis tanaman langka seperti bintaro (Cerbera mangas), buah namnam (Cynometra cauliflora), rukam (Flacourtia jangomas), pohon bogor atau kolang-kaling (Arenga pinnata), kemang (Mangifera caesia), kayu manis (Cinnamomum burmanni), dan tanaman bahan baku minuman coca cola (Cola acuminata). g. Anggrek Pada KRB, terdapat koleksi ±7.178 spesimen anggrek liar, sebagian besar asli Indonesia, mencakup sekitar 441 jenis dari 93 famili. Di antara
berbagai jenis anggrek itu terdapat anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis), Dendrobium sp., Vanda sp., Cymbidium sp., dan anggrek hitam (Coelogyne pandurata). Koleksi anggrek diletakkan pada Rumah Anggrek yang merupakan salah satu fasilitas di KRB.
4.5 Lokasi Pengambilan Data Iklim Mikro Berdasarkan hasil penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro, dihasilkan Peta Lokasi Pengambilan Data Iklim Mikro (Gambar 12). Pada peta ini, dapat diketahui tempat pengambilan data iklim mikro yang tersebar di 3 area dan 9 titik pengambilan data.
Pengambilan data dilakukan pada 3 area yang berbeda, yaitu bagian pusat, tengah, dan tepi KRB. Pada setiap area, dilakukan pengambilan data pada 3 titik yang berbeda sebagai ulangan sehingga terdapat 9 titik tempat pengambilan data. Pada masing-masing titik dilakukan pengambilan data pada struktur RTH yang berbeda seperti rumput, semak, dan pohon.
4.5.1 Area Pusat KRB Pada bagian pusat KRB, RTH didominasi oleh struktur pepohonan yang memiliki bentuk menyebar. Oleh karena KRB dibelah oleh aliran Sungai Ciliwung, pada area ini, terdapat pula bentuk RTH yang memanjang pada tepi Sungai Ciliwung. Pada bagian pusat KRB, cluster-cluster pepohonan didominasi oleh pohon-pohon tinggi seperti kenari, meranti, dan tanjung. Pohon-pohon yang terdapat pada cluster tersebut cenderung memiliki jarak yang rapat antara satu sama lain sehingga area tersebut cukup teduh dan sejuk. Selain cluster pohon tinggi, pada bagian pusat KRB juga terdapat cluster palem yang memiliki pepohonan dengan jarak yang kurang rapat. Berbeda dengan pohon, semak relatif sulit ditemukan pada area ini. Semak pada area ini ditanam di pinggiran Sungai Ciliwung dengan jumlah yang terbatas. Hamparan rumput cukup mudah ditemukan. Beberapa di antaranya terletak di antara tegakan pohon dengan luasan yang cukup sempit.
Titik 1 Titik 1 tempat pengambilan data iklim (Gambar 13) terletak tidak jauh dari Sungai Ciliwung. Pohon yang digunakan untuk pengukuran iklim mikro adalah meranti tembaga (Shorea leprosula) yang memiliki tajuk kolumnar serta memiliki tinggi 20 meter. Pohon tersebut terdapat pada kelompok pohon tinggi yang ditanam secara berkelompok. Semak yang digunakan adalah teh-tehan (Acalypha macrophylla) yang terletak di tepi Sungai Ciliwung dan memiliki tinggi sekitar 1 meter. Hamparan rumput tempat pengambilan data memiliki ukuran yang cukup luas dan merupakan jenis rumput gajah (Axonopus compressus).
Gambar 13 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 1 Titik 2 Di Titik 2 tempat pengambilan data iklim (Gambar 14), dilakukan pengukuran elemen iklim mikro pada pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis). Pohon ini memiliki tinggi 10 meter dengan tajuk horisontal dan ditanam secara berkelompok dengan tajuk bersinggungan antara satu pohon dengan pohon lainnya. Semak yang digunakan adalah semak hanjuang merah (Cordyline terminalis) yang terletak di sepanjang tepi sungai dan digunakan sebagai tanaman buffer pada tepi sungai. Semak tersebut ditanam cukup rapat dan menyatu dengan semak-semak liar di sekitarnya. Hamparan rumput pada titik ini relatif sedikit dan sering ditemukan dengan luasan yang sempit. Kebanyakan hamparan rumput dikelilingi oleh tegakan pohon. Rumput yang digunakan untuk pengambilan data iklim merupakan jenis rumput gajah (Axonopus compressus).
Gambar 14 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 2
Titik 3 Sama halnya dengan Titik 1, pepohonan pada Titik 3 (Gambar 15) didominasi oleh pepohonan tinggi yang ditanam dengan jarak rapat. Pengukuran elemen iklim mikro dilakukan pada pohon yang tinggi, yaitu pohon tanjung (Mimusoph elengi). Pohon ini memiliki tinggi sekitar 15 meter. Pada area ini, sulit ditemukan semak sehingga pengukuran iklim mikro yang seharusnya dilakukan pada semak dilakukan pada pohon Eugenia boerlagei yang masih pendek, yaitu berukuran sekitar 50 cm. Hamparan rumput yang terbuka dan luas juga cukup sulit ditemukan. Rumput yang digunakan untuk pengambilan data iklim merupakan jenis rumput gajah (Axonopus compressus) yang terletak di antara tegakan pepohonan.
Gambar 15 Tanaman tempat pengambilan data iklim di titik 3 4.5.2 Area Tengah KRB Pada area tengah KRB, banyak ditemui berbagai macam struktur RTH. Pepohonan pada area ini lebih bersifat masif dan berukuran tinggi serta berjarak tanam rapat sehingga identik dengan hutan hujan tropis. Struktur RTH semak dan rumput mudah ditemukan pada area tengah KRB. Hal tersebut akibat banyaknya RTH yang cukup „terbuka‟ seperti di dekat Istana Bogor dan dekat Taman Astrid. Pada area dekat istana dan Kenari Avenue terdapat RTH berbentuk jalur.
Titik 4 Titik 4 (Gambar 16) terletak dekat jembatan gantung. Seluruh pepohonan yang terletak di sekitar Titik 4 memiliki ukuran yang tinggi dengan jarak tanam yang sangat rapat sehingga hanya sedikit cahaya matahari yang masuk ke bawah
kanopi pohon. Pada titik ini, ruang terbuka hijau didominasi oleh pepohonan dari genus Artocarpus. Pohon yang digunakan untuk pengambilan data adalah pohon peusar (Artocarpus rotundus) yang memiliki tinggi sekitar 25 meter dengan tajuk berbentuk kolumnar. Di sekitar titik ini, jarang ditemukan semak. Semak yang digunakan adalah hanjuang merah (Cordyline terminalis) dengan tinggi sekitar 50 cm yang dikombinasikan dengan tanaman penutup tanah lily paris dan terletak pada tepi Sungai Ciliwung. Pada area ini, hamparan rumput cukup mudah ditemukan, tetapi dalam luasan yang relatif sempit. Jenis rumput yang digunakan adalah rumput gajah (Axonopus compressus).
Gambar 16 Tanaman tempat pengambilan data iklim di titik 4 Titik 5 Titik 5 tempat pengambilan data iklim (Gambar 17) terletak pada Kenari Avenue. Pada area ini, RTH memiliki bentuk memanjang karena didominasi oleh pohon kenari yang ditanam sepanjang jalan. Pohon yang digunakan adalah pohon kenari (Canarium sp.) dengan tinggi sekitar 10 meter dan memiliki tajuk kolumnar. Pohon tersebut ditanam cukup rapat dengan tajuk yang saling bersinggungan antara satu pohon dengan pohon lainnya. Semak relatif mudah ditemukan pada titik ini dan banyak ditanam secara berjejer. Semak yang digunakan adalah tanaman puring (Codiaeum sp.). Tanaman ini memiliki tinggi 150 cm dan ditanam dengan jarak yang tidak rapat. Hamparan rumput di sekitar titik ini relatif sempit dan dikelilingi oleh naungan pohon. Jenis rumput yang digunakan adalah rumput gajah (Axonopus compressus).
Gambar 17 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 5 Titik 6 Titik 6 tempat pengambilan data iklim (Gambar 18) terletak dekat Istana Bogor. Pohon yang digunakan adalah Dysoxylum densiflorum atau Majegau. Pohon berkayu ini memiliki tinggi 15 m dengan diameter 120 cm. Pohon ini ditanam secara berjejer dengan tajuk pohon yang saling bersinggungan. Pada titik ini, semak mudah ditemukan karena titik ini terletak tidak jauh dari taman di sekitar istana. Semak yang digunakan adalah melati mayang (Ligustrum sinense) yang memiliki tinggi 1 meter. Semak tersebut memiliki tajuk yang cukup padat dan ditanam secara berjejer dengan jarak yang rapat. Pada titik ini terdapat hamparan rumput yang cukup luas mengelilingi area Danau Gunting. Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).
Gambar 18 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 6
4.5.3 Area Tepi KRB Pada tepi KRB, struktur RTH cenderung beragam. Area tepi KRB memiliki beberapa area yang cukup „terbuka‟ karena terdapat taman-taman yang memiliki hamparan rumput yang cukup luas seperti pada Taman Lebak Sudjana Kassan, Taman Bhineka, Taman Tejsman, dan Taman Astrid. Area tepi KRB yang berbatasan dengan Jalan Pajajaran dan Jalan Otto Iskandar Dinata masih didominasi oleh pepohonan tinggi yang ditanam secara berkelompok dengan jarak tanam yang cukup rapat. Pada area tepi KRB terdapat banyak bangunan yang berhubungan dengan fungsi kebun raya seperti gedung konservasi, Museum Zoologi, toko tanaman, Laboraturium Treub, Wisma Tamu Nusa Indah, Wisma Tamu Pinus, kantor utama, serta rumah pegawai KRB.
Titik 7 Titik 7 tempat pengambilan data iklim (Gambar 19) terletak di Taman Lebak Sudjana Kassan. Taman ini didominasi oleh hamparan rumput dan kolam. Kebanyakan pohon pada titik ini ditanam secara tunggal di tepi hamparan rumput. Pada titik ini dilakukan pengukuran iklim mikro pada pohon kasah (Pterygota alata) yang memiliki tinggi 15 meter dengan tajuk kolumnar. Kebanyakan semak di titik ini ditanam secara berjejer. Akan tetapi, ada pula semak yang ditanam secara tunggal dengan tajuk yang bulat dan cukup padat seperti semak soka (Ixora sp.) yang memiliki tinggi 1 meter dan digunakan untuk pengambilan data iklim. Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).
Gambar 19 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 7
Titik 8 Titik 8 (Gambar 20) terletak di dekat rumah pegawai KRB, tidak jauh pintu 4 KRB. Pada titik ini terdapat pepohonan yang ditanam secara berkelompok dengan jarak yang cukup rapat. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada pohon kenari (Canarium sp.) yang memiliki tinggi 20 meter dengan tajuk kolumnar yang ditanam secara berkelompok dengan jarak yang rapat. Semak dapat ditemukan pada halaman rumah pegawai dan ditanam secara berjejer. Semak yang digunakan untuk pengukuran adalah teh-tehan (Acalypha macrophylla) yang memiliki tinggi 60 cm, ditanam berjejer, serta memiliki tajuk yang padat. Sama halnya dengan semak, hamparan rumput yang cukup luas dapat ditemukan pada halaman rumah pegawai. Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).
Gambar 20 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 8
Titik 9 Titik 9 (Gambar 21) terletak pada cluster palem di belakang Kantor Pos Kota Bogor. Pepohonan yang ditanam di titik ini seluruhnya berasal dari famili palem-paleman dan memiliki jarak tanam yang tidak terlalu rapat. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada pohon palem uban (Washingtonia robusta) yang memiliki tinggi sekitar 10 meter dengan bentuk tajuk menjurai dan ditanam secara berkelompok dengan palem jenis lainnya. Pada titik ini tidak ditemukan semak. Oleh karena itu, pengukuran dilakukan pada pohon palem phoenix (Phoenix canariensis) yang masih berukuran 1 meter. Hamparan rumput yang ditemukan pada area ini berukuran relatif sempit dan terletak di belakang gedung kantor pos.
Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).
Gambar 21 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 9
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap iklim mikro. Pada siang hari, pohon mampu menyerap radiasi matahari, memberikan naungan, dan melakukan transpirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara (Grey dan Deneke, 1978). Selain dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban udara, pohon juga dapat mempengaruhi kecepatan angin. Menurut Brown dan Gillespie (1995), pohon memiliki kemampuan cukup baik dalam mempengaruhi kecepatan dan mengubah arah aliran angin. Ukuran pohon yang cukup besar jika dibandingkan dengan struktur RTH lain menyebabkan pohon memiliki pengaruh paling besar terhadap aliran angin daripada struktur RTH lainnya. Kemampuan setiap pohon dalam mempengaruhi
iklim
mikro
berbeda-beda
sesuai
dengan
karakteristik
strukturalnya. Menurut Scudo (2002), terdapat beberapa karakteristik struktural pohon yang dapat mempengaruhi iklim mikro, yaitu bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk tanaman. Berikut ini adalah karakteristik struktural pohon yang dapat mereduksi suhu udara. 1.
Memiliki tajuk piramidal atau bulat. Tajuk pohon dengan bentuk bulat dan piramidal memiliki daerah bebas cabang yang lebih rendah sehingga kemampuan tajuknya dalam menyerap radiasi matahari lebih tinggi.
2. Ditanam berjejer atau berkelompok. Pohon yang ditanam secara berjejer atau berkelompok memiliki kemampuan menyerap radiasi matahari sangat tinggi. 3. Memiliki tinggi yang sedang (6-15 meter). Pohon dengan tinggi sedang
memiliki kemampuan menaungi serta mengurangi suhu permukaan paling baik. 4. Memiliki kepadatan tajuk tinggi. Semakin padat tajuk pohon, maka
kemampuannya dalam menyerap radiasi matahari akan semakin tinggi.
Berbeda dengan pohon yang memiliki karakteristik sebagai pereduksi suhu udara, pohon yang dapat menaikkan suhu udara memiliki karakteristik, antara lain, memiliki tajuk horisontal atau kolumnar; ditanam secara tunggal; memiliki ukuran sangat rendah, rendah, atau tinggi (<6 meter dan 15< meter); serta memiliki kepadatan tajuk rendah sampai sedang. Dalam
hal
mempengaruhi
angin,
pohon
memiliki
fungsi
untuk
mengarahkan, menyimpangkan, menghalangi, serta menyaring. Berikut ini adalah karakteristik struktural pohon yang dapat mengarahkan atau menyimpangkan angin. 1. Memiliki tajuk kolumnar, piramidal, atau bulat. Pohon dengan tajuk tersebut memiliki ukuran yang tidak terlalu lebar sehingga angin tidak menyebar dan dapat diarahkan. 2. Ditanam berjejer atau berkelompok. Pohon yang ditanam secara berjejer atau berkelompok memiliki kemampuan yang baik dalam mengarahkan angin. 3. Memiliki ukuran antara rendah sampai tinggi (<6-15< meter). Pohon dengan ukuran tersebut memiliki kemampuan cukup baik dalam menjangkau angin sehingga angin mudah diarahkan. 4. Memiliki kepadatan sedang atau rendah. Pohon dengan kepadatan tajuk tinggi akan cenderung menyaring angin dibanding mengarahkannya. Sementara itu, kemampuan dalam menyaring atau mengurangi kecepatan angin dapat dimiliki pohon dengan berbagai karakteristik bentuk tajuk, penanaman, dan ukuran, namun dengan kepadatan tajuk tinggi atau sedang. Untuk melihat pengaruh antara struktur RTH pohon terhadap iklim mikro, dilakukan pengambilan data iklim mikro yang meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin di bawah kanopi pohon. Pengukuran dilakukan pada siang hari yaitu pukul 12.30-13.30 WIB. Hasil pengukuran dikelompokkan sesuai areanya yaitu area pusat (rataan data Titik 1, 2, dan 3), tengah (rataan data Titik 4, 5, dan 6) , dan tepi (rataan data Titik 7, 8, dan 9) KRB. Grafik hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada struktur RTH pohon dapat dilihat pada Gambar 22, 23, dan 24.
Gambar 22 Grafik suhu udara pada struktur RTH pohon Gambar di atas merupakan grafik hasil pengukuran suhu udara pada struktur RTH pohon pada pukul 12.30-13.30 WIB. Secara umum, kondisi seluruh grafik, dari titik awal hingga titik akhir, cenderung mengalami penurunan. Pada gambar, terlihat bahwa grafik suhu udara pada pohon di area tepi KRB memiliki posisi paling tinggi dibandingkan grafik suhu udara pohon di area lain. Grafik suhu udara pada pohon di area pusat berada pada posisi tertinggi kedua dan mengalami penurunan dari 31,6°C menjadi 30,3°C. Sementara itu, grafik suhu udara pada pohon di area tengah berada pada posisi paling rendah dan cenderung mengalami penurunan dari 31,4°C menjadi 30,5°C. Ketiga grafik di atas menunjukkan bahwa lokasi area pengambilan data tidak memberi pengaruh nyata terhadap suhu udara. Menurut Laurie (1986), iklim ideal bagi manusia ialah udara bersih pada suhu 27-28°C. Pada grafik terlihat bahwa suhu udara pada struktur RTH pohon di KRB berada di atas 30°C atau berada di luar kriteria suhu udara ideal. Hal tersebut menunjukkan bahwa struktur RTH pohon di KRB
perlu memiliki
karakteristik struktural tanaman yang dapat mereduksi suhu udara. Perbedaan suhu udara pada struktur RTH pohon di ketiga area terjadi akibat kemampuan struktur RTH pohon yang berbeda dalam mereduksi suhu udara. Kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik struktural setiap pohon.
Gambar 23 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH pohon Gambar 23 merupakan grafik kelembaban udara pada pohon di area pusat, tengah, dan tepi KRB. Pada grafik, terlihat bahwa posisi ketiga grafik mengalami naik turun di sepanjang waktu pengukuran dan mengalami perubahan yang berbeda-beda. Grafik kelembaban udara pada pohon di area pusat KRB hampir selalu berada di posisi paling atas dan mengalami kenaikan selama pengukuran dari 73,0% menjadi 73,3%. Grafik kelembaban udara pada pohon di tengah KRB, pada mulanya, menempati posisi paling rendah yaitu pada titik 68,0%. Akan tetapi, grafik tersebut menunjukkan kenaikan yang berangsur-angsur sehingga posisinya berada di titik 71,3% dan mendahului grafik kelembaban udara pohon di tepi KRB. Berbeda dengan grafik kelembaban udara pohon di tengah KRB, grafik kelembaban udara pohon di tepi KRB tidak mengalami kenaikan yang signifikan dan hampir selalu berada di posisi paling rendah. Urutan grafik kelembaban udara pada struktur RTH pohon tidak berlawanan dengan urutan grafik suhu udaranya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelembaban udara pada struktur RTH pohon tidak hanya dipengaruhi oleh suhu udara tetapi juga faktor lain seperti faktor lingkungan. Berdasarkan hasil pengukuran, kelembaban udara pada struktur RTH pohon berada pada kisaran 68-73,7% atau berada pada kriteria kelembaban udara yang nyaman. Perbedaan kelembaban udara pada struktur RTH pohon di setiap area disebabkan oleh perbedaan karakteristik struktural tanaman serta faktor lingkungan.
Gambar 24 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH pohon Gambar di atas menunjukkan kecepatan angin pada struktur RTH pohon di area pusat, tengah, dan tepi KRB. Ketiga grafik di atas menunjukkan frekuensi datangnya angin dan kecepatan angin yang berbeda-beda. Selama pengukuran, angin tidak selalu ada sehingga kecepatan angin terkadang berada di titik nol. Dari gambar di atas, terlihat bahwa grafik kecepatan angin pada pohon di pusat KRB memiliki frekuensi dan kecepatan angin paling tinggi dibandingkan area lain. Kecepatan angin di area ini mencapai 0,5 m/s dan memiliki nilai rataan 0,14 m/s. Sama halnya dengan area pusat, kecepatan angin pada pohon di area tepi memiliki nilai tertinggi 0,5 m/s, namun nilai rataannya hanya 0,04 m/s. Grafik kecepatan angin pada pohon di tengah KRB memiliki rata-rata kecepatan terendah yaitu 0,03 m/s dan kecepatan angin tertinggi di area ini hanya mencapai 0,3 m/s. Dari grafik di atas terlihat bahwa intensitas datangnya angin pada struktur RTH pohon cenderung kecil. Selain itu, kecepatan angin yang mengalir cukup rendah dan memiliki nilai tertinggi 0,5 m/s dan seluruh nilai rataan berada di bawah 0,2 m/s. Oleh karena itu, diperlukan suatu struktur RTH pohon yang memiliki karakteristik struktural dalam mengarahkan angin sehingga kecepatan angin dapat dioptimalkan. Intensitas dan kecepatan angin pada struktur RTH pohon di setiap area menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kemampuan setiap struktur RTH pohon dalam mengarahkan angin. Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik struktural
pohon di setiap area. Perbedaan karakteristik struktural pohon di setiap area dapat dilihat pada Gambar 25, 26, dan 27.
Gambar 25 Susunan struktur RTH pohon di area pusat KRB Dari gambar di atas, dapat terlihat susunan struktur RTH pohon di area pusat KRB yang diwakili oleh Titik 1, 2, dan 3 tempat pengambilan data. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada area ini pepohonan ditanam secara berkelompok. Pada Titik 1, pohon yang digunakan untuk pengambilan data adalah Shorea leprosula (meranti tembaga) yang memiliki tajuk kolumnar, ditanam berkelompok, memiliki ukuran 20 meter atau termasuk ke dalam pohon tinggi, serta memiliki kepadatan tajuk sedang. Pada Titik 2, pohon yang digunakan untuk pengambilan data adalah Elaeis guineensis (kelapa sawit) yang memiliki tajuk horisontal, ditanam berkelompok, memiliki ukuran 10 meter atau termasuk ke dalam pohon sedang, dan memiliki kepadatan tajuk sedang. Sementara itu, pada Titik 3, digunakan pohon tanjung (Mimusoph elengi) untuk pengambilan data, yang memiliki tajuk bulat, ditanam secara berkelompok, memiliki tinggi 15 meter atau termasuk dalam pohon sedang, dan memiliki tajuk dengan kepadatan sedang. Jika dilihat dari karakteristik strukturalnya, terdapat beberapa karakteristik struktur RTH pohon yang cukup baik dalam mereduksi suhu udara atau meningkatkan kelembaban udara. Hal tersebut terlihat dari beberapa tanaman dengan bentuk tajuk yang bulat, penanaman pohon secara berkelompok, serta banyaknya pohon dengan ukuran sedang. Jika dilihat dari grafik, suhu udara pada struktur pohon di area ini berada di posisi tertinggi kedua. Hal tersebut menunjukkan bahwa struktur RTH pohon di area ini masih memiliki beberapa kekurangan dalam mereduksi suhu udara dibandingkan area lain. Hal ini terlihat dari beberapa tanaman yang memiliki bentuk tajuk kolumnar dan horisontal, ukuran yang tinggi, dan kepadatan tajuk yang sedang. Di sisi lain, kelembaban
udara pada struktur RTH pohon di area pusat memiliki nilai paling tinggi dibanding area lain. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang dapat meningkatkan kelembaban udara. Kedekatan struktur RTH pohon dengan badan air diduga menjadi faktor yang menyebabkan kelembaban menjadi cukup tinggi. Lokasi Titik 2 yang terletak tidak jauh dari Sungai Ciliwung kemungkinan dapat menyebabkan kandungan uap air pada struktur RTH pohon cukup tinggi sehingga menghasilkan kelembaban udara cukup tinggi. Sementara itu, struktur pepohonan di area pusat memiliki banyak karakteristik yang cukup baik dalam mengarahkan kecepatan angin. Hal ini terlihat dari banyaknya tanaman dengan bentuk tajuk yang bulat dan kolumnar, penanaman pohon secara berkelompok, banyaknya pohon berukuran tinggi sampai sedang, serta kerapatan tajuk yang sedang. Oleh karena itu, kecepatan angin pada struktur RTH pohon di area ini memiliki nilai cukup tinggi dibanding area lain.
Gambar 26 Susunan struktur RTH pohon di area tengah KRB Gambar di atas merupakan susunan struktur RTH pohon di area tengah KRB. Pada area ini, pepohonan ditanam secara berkelompok maupun berjejer. Pada Titik 4, pohon yang digunakan sebagai tempat pengambilan data adalah Artocarpus rotundus (peusar) yang memiliki tajuk kolumnar, ditanam secara berkelompok, memiliki tinggi 25 meter atau termasuk pohon tinggi, dan memiliki kepadatan tajuk tinggi. Pada Titik 5, digunakan pohon kenari (Canarium sp.) yang memiliki tajuk kolumnar, ditanam secara berkelompok, memiliki tinggi 10 meter atau termasuk ke dalam pohon sedang, dan memiliki kepadatan tajuk sedang. Sementara itu, pada Titik 6, digunakan pohon Dysoxylum densiflorum (majegau) untuk pengambilan data, yang memiliki tajuk bulat, ditanam secara berjejer,
memiliki tinggi 15 meter atau termasuk ke dalam pohon sedang, dan memiliki kepadatan tajuk sedang. Dilihat dari karakteristiknya, area tengah KRB memiliki karakteristik struktur RTH pohon yang baik dalam mereduksi suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara seperti penanaman pohon secara berjejer dan berkelompok, bentuk tajuk pohon yang bulat, ukuran tanaman yang sedang, serta kepadatan tajuk yang yang mampu menyerap radiasi matahari secara optimal. Jika dilihat dari grafik, suhu udara pada struktur RTH pohon di area ini berada pada posisi paling rendah. Hal ini terjadi karena struktur RTH pohon di area tengah memiliki karakteristik struktural tanaman yang dapat mereduksi suhu udara lebih banyak dibanding area lain. Sementara itu, pada grafik kelembaban udara, terlihat bahwa kelembaban udara di area ini tidak berada pada posisi tertinggi. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurang optimalnya kondisi lingkungan dalam meningkatkan kelembaban udara jika dibanding area lain. Sama halnya dengan struktur RTH pohon di area pusat, struktur RTH pohon di area tengah KRB banyak memiliki karakteristik struktural
yang dapat
mengarahkan angin. Karakteristik struktural tersebut antara lain, tajuk tanaman yang bulat dan kolumnar, pohon yang ditanam berjejer dan berkelompok, banyaknya tanaman berukuran tinggi sampai sedang, serta banyaknya kepadatan tajuk yang sedang. Akan tetapi, jika dilihat dari Gambar 24, struktur RTH pohon di tengah KRB memiliki kecepatan angin paling rendah. Kondisi pepohonan di area ini yang cenderung masif dengan jarak tanam antar pepohonan yang cukup rapat diduga menjadi penyebab rendahnya kecepatan angin yang mengalir di area ini.
Gambar 27 Susunan struktur RTH pohon di area tepi KRB
Gambar 27 menunjukkan susunan struktur RTH pohon di area tepi KRB yang diwakili oleh Titik 7, 8, dan 9 tempat pengambilan data. Pada area ini, terdapat pepohonan yang ditanam secara tunggal, berjejer, maupun berkelompok. Pada Titik 7 tempat pengambilan data, digunakan pohon Pterygota alata (kasah) untuk pengambilan data yang memiliki tajuk kolumnar, ditanam secara tunggal, memiliki tinggi 15 meter atau termasuk pohon tinggi, dan memiliki kepadatan tajuk sedang. Pada Titik 8, digunakan pohon kenari (Canarium sp.) yang memiliki tajuk kolumnar, ditanam berjejer, memiliki tinggi 20 meter atau termasuk dalam pohon tinggi, dan memiliki kepadatan tajuk tinggi. Pada Titik 9, digunakan pohon palem uban (Washingtonia robusta) yang memiliki tajuk horisontal, ditanam secara berkelompok, memiliki tinggi 10 meter atau termasuk ke dalam pohon sedang, serta memiliki kepadatan tajuk sedang. Struktur RTH pohon di area ini memiliki beberapa karakteristik yang dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara di antaranya adalah terdapat pepohonan yang ditanam secara berkelompok atau berjejer, dan ukuran pepohonan yang sedang, serta beberapa pohon dengan kepadatan tajuk tinggi. Akan tetapi, karakteristik tersebut memiliki jumlah paling sedikit jika dibandingkan dengan area lain. Hal tersebut juga dapat terlihat dari grafik suhu dan kelembaban udara. Suhu udara pada pada struktur RTH pohon di area ini berada di posisi paling tinggi, sedangkan kelembaban udara berada di posisi paling rendah. Dilihat dari pengaruhnya terhadap kecepatan angin, struktur RTH pohon di area tepi KRB, memiliki beberapa karakteristik yang dapat memaksimalkan kecepatan angin seperti tajuk tanaman kolumnar, pepohonan yang ditanam berkelompok, ukuran tanaman tinggi sampai sedang, dan beberapa tanaman dengan kerapatan tajuk sedang. Akan tetapi, karakteristik tersebut berjumlah paling sedikit jika dibandingkan area lain. Pada grafik, kecepatan angin pada struktur RTH pohon di area tepi memiliki nilai tertinggi yang sama dengan struktur RTH pohon di area pusat walaupun intensitas datangnya angin pada area ini tidak setinggi intensitas datangnya angin pada area pusat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi RTH pohon di area tepi yang cenderung terbuka sehingga banyak mendapat aliran angin.
5.1.2 Analisis Pengaruh Struktur RTH Semak terhadap Iklim Mikro Sama halnya dengan pohon, semak merupakan struktur RTH yang memiliki kemampuan menyerap radiasi matahari, memberikan naungan, dan melakukan transpirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara. Akan tetapi, oleh karena ukurannya yang lebih kecil dibandingkan pohon, kemampuannya dalam menurunkan suhu dan meningkatkan kelembaban tidak seoptimal pohon (Brown dan Gillespie, 1995). Semak juga memiliki pengaruh terhadap angin, namun dalam skala yang lebih kecil dari pohon. Biasanya, semak digunakan untuk mereduksi kecepatan angin di dekat rumah dan area duduk. Sama halnya dengan pohon, terdapat beberapa karakteristik struktural semak yang dapat mempengaruhi iklim mikro antara lain: bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk semak (Scudo, 2002). Semak yang dapat menurunkan suhu udara memiliki karakteristik antara lain: memiliki tajuk piramidal atau bulat, ditanam berjejer atau berkelompok, memiliki tinggi yang sedang (1-2 meter), serta memiliki kepadatan tajuk tinggi. Sementara itu, semak yang dapat menaikkan suhu udara memiliki karakteristik tajuk horisontal atau kolumnar; ditanam secara tunggal; memiliki ukuran sangat rendah, rendah, atau tinggi (0,5-1 meter dan 2-3 meter); serta memiliki kepadatan tajuk rendah sampai sedang. Semak juga memiliki fungsi untuk mengarahkan, menyimpangkan, menghalangi, serta menyaring angin. Semak yang dapat mengarahkan atau menyimpangkan angin memiliki beberapa karakteristik, antara lain: memiliki tajuk kolumnar, piramidal, atau bulat, ditanam berjejer atau berkelompok, memiliki ukuran antara rendah sampai tinggi (0,5-3 meter), dan memiliki kepadatan sedang atau rendah. Kemampuan dalam menyaring atau mengurangi kecepatan angin dapat dimiliki semak dengan berbagai karakteristik bentuk tajuk, penanaman, dan ukuran, namun dengan kepadatan tajuk tinggi atau sedang. Untuk melihat pengaruh antara struktur RTH semak terhadap iklim mikro, dilakukan pengambilan data iklim mikro yang meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada area yang ternaungi semak. Pengukuran dilakukan pada siang hari yaitu pukul 12.30-13.30 WIB. Hasil pengukuran dikelompokkan sesuai areanya yaitu area pusat (rataan data Titik 1, 2, dan 3),
tengah (rataan data Titik 4, 5, dan 6) , dan tepi (rataan data Titik 7, 8, dan 9) KRB. Grafik hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada struktur RTH semak dapat dilihat pada Gambar 28, 29, dan 30.
Gambar 28 Grafik suhu udara pada struktur RTH semak Dari gambar di atas dapat dilihat grafik suhu udara pada semak di seluruh area KRB. Pada gambar terlihat bahwa titik awal ketiga grafik berada pada posisi yang cukup jauh berbeda, namun pada titik akhir ketiga grafik terletak pada posisi yang berdekatan yaitu di sekitar suhu 31,0°C-31,3°C. Pada gambar di atas, terlihat bahwa secara umum suhu udara pada semak pusat berada pada posisi paling tinggi dibandingkan suhu udara pada semak di area lain dan mengalami penurunan selama pengukuran dari 32,5°C menjadi 31,3°C. Grafik suhu udara pada semak di tepi KRB menempati posisi kedua tertinggi setelah grafik suhu udara pada semak di pusat KRB dan menunjukkan penurunan yaitu dari yang sebelumnya 32,1°C menjadi 31,0°C. Grafik suhu udara pada semak di tengah KRB menempati posisi paling rendah dan menunjukkan adanya kenaikkan suhu yang semula 30,7°C naik perlahan menjadi 31,3°C. Pada grafik terlihat bahwa suhu udara di area tepi tidak berada di posisi paling tinggi dan suhu udara di area pusat tidak berada di posisi paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi area tidak berpengaruh nyata terhadap suhu udara. Seluruh suhu udara pada struktur RTH semak di KRB berada di atas 30°C. Hal tersebut menunjukkan bahwa struktur RTH semak di KRB perlu memiliki karakteristik struktural tanaman yang dapat mereduksi suhu udara. Perbedaan
suhu udara pada semak di ketiga area sangat terkait dengan kemampuan struktur RTH semak dalam mereduksi suhu udara. Kemampuan struktur RTH dalam mereduksi suhu udara sangat dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanamannya. Selain itu, ketiga buah grafik di atas memperlihatkan laju naik turunnya suhu yang berbeda. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan penutupan awan di setiap area. Semakin rendah tingkat penutupan awan, maka radiasi matahari akan semakin tinggi sehingga suhu udara meningkat. Semakin tinggi tingkat penutupan awan, maka radiasi matahari akan semakin rendah dan suhu udara menurun.
Gambar 29 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH semak Pada Gambar 29 terlihat bahwa ketiga grafik di atas berada pada posisi yang relatif stabil. Grafik kelembaban udara semak di tengah KRB menempati posisi paling atas. Pada awal pengukuran, kelembaban berada di titik 77,0% dan di akhir pengukuran kelembaban udara mencapai 74,7%. Grafik kelembaban udara semak di tepi KRB menempati posisi tertinggi kedua setelah grafik kelembaban udara semak di tengah KRB. Pada awal pengukuran, kelembaban udara berada pada titik 70,3% dan di akhir pengukuran kelembaban udara mencapai 70,7%. Grafik kelembaban udara semak di pusat KRB menempati posisi paling bawah. Pada awal pengukuran, kelembaban udara berada di titik 67,0%. Pada akhir pengukuran, kelembaban berada pada titik 65,0%. Sama halnya dengan kelembaban udara semak di tepi KRB, kelembaban udara semak di pusat KRB
menunjukkan angka yang fluktuatif dari awal hingga akhir pengukuran. Urutan posisi grafik kelembaban udara pada struktur RTH semak memiliki urutan yang berlawanan dengan grafik suhu udaranya. Hal ini menunjukkan bahwa kelembaban udara pada struktur RTH semak sangat dipengaruhi oleh suhu udaranya. Secara umum kelembaban semak berada pada kategori nyaman yaitu antara 40-75%. Akan tetapi, pada struktur RTH semak di area tengah, kelembaban udara melebihi nilai 75% sehingga diperlukan modifikasi iklim mikro agar kelembaban udara dapat diturunkan. Tingkat kelembaban udara yang berbeda pada struktur RTH semak di setiap area dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanaman dan memiliki keterkaitan dengan suhu udara pada struktur RTH semak di setiap area.
Gambar 30 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH semak Gambar di atas merupakan grafik kecepatan angin pada struktur RTH semak di area pusat, tengah, dan tepi KRB. Ketiga grafik di atas menunjukkan intensitas dan kecepatan angin yang berbeda-beda pada setiap area. Grafik kecepatan angin pada semak di pusat KRB mencapai nilai paling tinggi dibanding grafik lainnya yaitu 0,8 m/s dan memiliki nilai rataan 0,09 m/s. Kecepatan angin pada semak di tepi KRB memiliki kecepatan angin tertinggi kedua yaitu dengan rataan 0,08 m/s dan nilai tertinggi 0,5 m/s. Grafik kecepatan angin pada semak di tengah KRB menunjukkan kecepatan angin paling rendah dibanding kedua grafik lainnya.
Kecepatan angin tertinggi pada semak di area ini hanya mencapai 0,2 m/s dengan nilai rataan 0,02 m/s. Dari grafik di atas terlihat bahwa kecepatan angin yang mengalir cukup rendah dan memiliki nilai tertinggi 0,8 m/s. Oleh karena itu, diperlukan suatu struktur RTH semak yang memiliki karakteristik struktural dalam mengarahkan angin sehingga angin mampu menjangkau semak di KRB. Intensitas dan kecepatan angin pada struktur RTH semak di setiap area menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Hal tersebut menunjukkan kemampuan setiap struktur RTH semak dalam mengarahkan angin juga berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik struktural tanaman yang dimiliki oleh setiap struktur RTH semak di setiap area. Perbedaan karakteristik struktural semak di setiap area dapat dilihat pada Gambar 31, 32, dan 33.
Gambar 31 Susunan struktur RTH semak di area pusat KRB Gambar 31 menunjukkan susunan struktur RTH semak di area pusat KRB. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada area ini, terdapat semak-semak yang ditanam secara tunggal maupun berjejer. Pada Titik 1, untuk pengambilan data, digunakan semak teh-tehan (Acalypha macrophylla) yang dibentuk kolumnar, ditanam tunggal, memiliki tinggi 1 meter atau termasuk dalam semak rendah, dan memiliki kepadatan tajuk yang tinggi. Pada Titik 2, untuk pengambilan data, digunakan semak hanjuang merah (Cordyline terminalis) yang memiliki tajuk horisontal, ditanam secara berjejer, memiliki tinggi 1 meter atau termasuk dalam semak rendah, dan memiliki kepadatan tajuk rendah. Pada Titik 3, untuk pengambilan data, digunakan semak Eugenia boerlagei yang memiliki tajuk horisontal, ditanam secara tunggal, memiliki tinggi 0,5 meter atau termasuk dalam semak rendah, dan memiliki kepadatan tajuk yang tinggi.
Dilihat dari karakteristik strukturalnya, struktur RTH semak di area ini memiliki beberapa faktor yang dapat mereduksi suhu udara atau meningkatkan kelembaban udara seperti terdapatnya tanaman yang ditanam secara berjejer dengan kepadatan tajuk yang tinggi. Akan tetapi, karakteristik tersebut memiliki jumlah paling sedikit jika dibandingkan dengan area lain. Hal inilah yang menyebabkan suhu udara pada struktur RTH semak di area pusat memiliki nilai paling tinggi dan kelembaban udaranya memiliki nilai paling rendah dibanding struktur RTH semak di area lain. Berdasarkan karakteristik strukturalnya, struktur RTH semak di area pusat juga memiliki beberapa karakteristik yang dapat mengarahkan angin seperti ukuran tanaman yang rendah, beberapa tanaman dengan tajuk kolumnar, penanaman berjejer, dan kepadatan tajuk rendah. Akan tetapi, jumlah karakteristik struktural tersebut tidak sebanyak karakteristik struktural yang dimiliki area lain dalam mengarahkan angin. Jika dilihat dari grafik, kecepatan angin pada semak di area ini memiliki nilai paling tinggi. Hal tersebut menunjukkan adanya faktor lain selain karakteristik struktural yang mempengaruhi kecepatan angin. Dekatnya struktur RTH semak dengan sungai diduga menjadi penyebab tingginya kecepatan angin. Orientasi sungai yang sesuai dengan aliran angin mampu mengarahkan aliran angin dengan baik dan menyebabkan kecepatan angin meningkat.
Gambar 32 Susunan struktur RTH semak di area tengah KRB Dari gambar di atas dapat terlihat susunan struktur RTH semak di area tengah KRB yang diwakili oleh Titik 4, 5, dan 6 tempat pengambilan data. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada area ini, seluruh semak ditanam secara berjejer. Pada Titik 4 tempat pengambilan data, digunakan semak hanjuang merah (Cordyline terminalis) yang memiliki tajuk horisontal, ditanam berjejer, memiliki
tinggi 1 meter atau termasuk dalam semak rendah, dan memiliki kepadatan tajuk yang rendah. Pada Titik 5 tempat pengambilan data, digunakan semak puring (Codiaeum sp.) yang memiliki tajuk bulat, ditanam berjejer, memiliki tinggi 1,5 meter atau termasuk dalam semak sedang, dan memiliki kepadatan tajuk sedang. Struktur RTH semak di titik ini ditanam dengan jarak yang tidak rapat. Pada Titik 6 tempat pengambilan data, digunakan semak melati mayang (Ligustrum sinense) yang memiliki tajuk horisontal, ditanam berjejer, memiliki tinggi 1 meter atau termasuk dalam semak rendah, dan memiliki kepadatan tajuk tinggi. Karakteristik struktural semak di area tengah memiliki kemampuan yang baik dalam mereduksi suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara. Hal ini terlihat dari beberapa semak yang memiliki tajuk bulat, banyaknya semak yang ditanam secara berjejer, beberapa semak yang memiliki ukuran sedang dan kepadatan tinggi, dan terdapat semak yang ternaungi pohon. Banyaknya karakteristik struktural tersebut menyebabkan suhu udara pada RTH semak di area ini menempati posisi paling rendah dan kelembaban udaranya memiliki nilai paling tinggi dibanding area lain. Struktur RTH semak di area ini memiliki karakteristik struktural yang dapat mengarahkan angin paling banyak dibanding struktur RTH semak di area lain seperti beberapa tajuk semak yang bulat, penanaman semak berjejer, serta semak dengan ukuran dan kepadatan rendah sampai sedang. Akan tetapi, jika dilihat dari grafik, kecepatan angin pada struktur RTH semak di area ini memiliki nilai paling rendah dibanding struktur RTH semak di area lain. Hal ini kemungkinan terjadi akibat letak struktur RTH semak yang berada tidak jauh dari area pepohonan masif sehingga banyak aliran angin yang terhalangi dan menyebabkan kecepatan angin menjadi rendah.
Gambar 33 Susunan struktur RTH semak di area tepi KRB Gambar di atas merupakan susunan struktur semak di area tengah KRB. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada area ini, terdapat penanaman semak secara tunggal maupun berjejer. Pada Titik 7, untuk pengambilan data, digunakan semak soka (Ixora sp.) yang memiliki bentuk tajuk bulat, ditanam secara tunggal, memiliki tinggi 1 meter atau termasuk dalam semak rendah, dan memiliki kepadatan tajuk yang tinggi. Pada Titik 8, untuk pengambilan data, digunakan semak teh-tehan (Acalypha macrophylla) yang memiliki bentuk tajuk kolumnar, ditanam secara berjejer, memiliki tinggi 0,6 meter atau termasuk dalam semak rendah, dan memiliki kepadatan tajuk yang tinggi. Pada Titik 9, untuk pengambilan data, digunakan semak palem phoenix (Phoenix canariensis) yang memiliki tajuk horisontal, ditanam secara tunggal, memiliki tinggi 1,5 meter atau termasuk dalam semak sedang, dan memiliki kepadatan tajuk yang tinggi. Struktur RTH semak di area ini memiliki kemampuan cukup baik dalam mereduksi suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara. Hal ini terlihat dari terdapatnya tajuk tanaman berbentuk bulat, beberapa tanaman yang ditanam secara berjejer, dan terdapatnya semak dengan kepadatan tajuk yang tinggi. Jika dilihat dari grafik, suhu dan kelembaban udara pada struktur RTH semak di area ini berada pada posisi tertinggi kedua. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah karakteristik struktural tanaman dalam mereduksi suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara tidak sebanyak karakteristik yang dimiliki struktur RTH semak di area lain. Struktur RTH semak di area ini juga memiliki karakteristik struktural sebagai pengarah angin seperti ukuran semak yang rendah, penanaman berjejer, dan tajuk yang berbentuk kolumnar dan bulat. Jika dilihat dari grafik, RTH semak di area tepi KRB memiliki nilai kecepatan angin tertinggi kedua. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan struktur RTH semak dalam mengarahkan angin tidak seoptimal struktur RTH semak di area lain.
5.1.3 Analisis Pengaruh Struktur RTH Rumput terhadap Iklim Mikro Rumput memiliki kemampuan dalam memantulkan dan menyerap radiasi matahari datang serta menghasilkan evapotranspirasi sehingga suhu udara dapat direduksi. Dalam hal mengontrol angin, angin memiliki kemampuan mereduksi kecepatan angin karena rumput dapat menutupi permukaan tanah dan membuat permukaan tanah menjadi lebih kasar. Akan tetapi, ukuran rumput yang cukup rendah menyebabkan kemampuannya dalam mereduksi kecepatan angin tidak optimal dan tidak memiliki kemampuan mengarahkan aliran angin. Pengaruh struktur RTH rumput terhadap iklim mikro sulit untuk dianalisis berdasarkan karakteristik strukturalnya. Hal tersebut terjadi akibat rumput tidak memiliki tajuk seperti tajuk pada pohon dan semak. Selain itu, morfologi berbagai jenis rumput yang tidak jauh berbeda satu sama lain menyebabkan karakteristik struktural berbagai jenis rumput cenderung sama. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh struktur RTH rumput terhadap iklim mikro perlu diamati dari kondisi lingkungan di sekitar struktur RTH rumput. Menurut Robinette (1977), struktur naungan yang ada pada RTH mampu mempengaruhi suhu udara dan kelembaban udara pada RTH. Struktur naungan dapat berupa struktur bangunan atau struktur vegetasi yang memiliki kemampuan menaungi cukup baik. Sementara itu, adanya struktur pengarah ataupun struktur penghalang angin dapat mempengaruhi kecepatan angin pada RTH. Struktur tersebut dapat berupa bangunan ataupun tanaman. Berdasarkan hal tersebut, sangat penting untuk mengamati struktur lain di sekitar struktur RTH rumput yang dapat mempengaruhi iklim mikro di sekitar struktur RTH rumput. Untuk melihat pengaruh antara struktur RTH rumput terhadap iklim mikro, dilakukan pengambilan data iklim mikro yang meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin di atas hamparan rumput. Pengukuran dilakukan pada siang hari yaitu pukul 12.30-13.30 WIB. Hasil pengukuran dikelompokkan sesuai areanya yaitu area pusat (rataan data Titik 1, 2, dan 3), tengah (rataan data Titik 4, 5, dan 6) , dan tepi (rataan data Titik 7, 8, dan 9) KRB. Grafik hasil pengukuran
suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada struktur RTH rumput dapat dilihat pada Gambar 34, 35, dan 36.
Gambar 34 Grafik suhu udara pada struktur RTH rumput Gambar di atas merupakan grafik hasil pengukuran suhu udara pada rumput di area pusat, tengah, dan tepi KRB. Grafik pada ketiga area yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda. Pada area pusat suhu udara menunjukkan kenaikan. Pada area tengah suhu udara cenderung stabil dari awal hingga akhir pengukuran. Sementara itu, pada area tepi, suhu udara menunjukkan penurunan. Suhu udara area rumput di pusat KRB menempati posisi paling atas dan mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari 32,0°C menjadi 35,9°C. Grafik suhu udara rumput di area tengah KRB menempati posisi tertinggi kedua dan memiliki nilai relatif stabil yaitu dari 33,7°C menjadi 33,8°C. Grafik suhu udara pada area rumput di tepi KRB menempati posisi paling rendah serta menunjukkan penurunan suhu udara yaitu dari 32,7°C menjadi 31,2°C. Pada grafik terlihat bahwa suhu udara di area tepi tidak berada di posisi paling tinggi dan suhu udara di area pusat tidak berada di posisi paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi area tidak berpengaruh nyata terhadap suhu udara. Perbedaan fluktuasi di antara ketiga grafik sangat dipengaruhi oleh tingkat penutupan awan pada setiap area.
Pada grafik terlihat bahwa suhu udara pada struktur RTH rumput di KRB berada di atas 30°C atau berada di luar kriteria suhu udara nyaman. Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim mikro berasal dari spesies yang sama (Axonopus compressus) dan memiliki karakteristik struktural yang sama. Kondisi tempat di sekitar struktur RTH rumput adalah faktor utama yang mempengaruhi suhu udara. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan kondisi lingkungan yang dapat menurunkan suhu udara pada rumput. Perbedaan suhu pada struktur RTH rumput di ketiga area menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pada struktur RTH rumput di setiap area.
Gambar 35 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH rumput Ketiga grafik pada Gambar 35 menunjukkan perubahan kelembaban udara yang berbeda-beda dari awal hingga akhir pengukuran. Grafik kelembaban udara pada rumput di pusat KRB hampir selalu berada di posisi paling atas dan menunjukkan penurunan dari 77,3 % menjadi 66,7% . Grafik kelembaban udara pada rumput di tepi KRB menempati urutan tertinggi kedua tertinggi dan menunjukkan kenaikan dari 66,3% menjadi 71,7%. Grafik kelembaban udara pada rumput di tengah KRB menempati posisi paling bawah dan menunjukkan penurunan dari 64,3% menjadi 62,7%. Berdasarkan Gambar 34 dan 35, terlihat bahwa grafik kelembaban udara tidak memiliki urutan yang berlawanan dengan grafik suhu udara. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelembaban udara pada
struktur RTH rumput tidak hanya dipengaruhi oleh suhu udaranya tetapi juga oleh faktor lain seperti faktor lingkungan. Kelembaban udara pada struktur RTH rumput di KRB berada pada kategori nyaman (40-75%). Akan tetapi, pada struktur RTH rumput di pusat KRB, terdapat kelembaban yang melebihi 75% pada beberapa menit di awal pengukuran. Tingkat kelembaban udara yang berbeda pada struktur RTH rumput di setiap area disebabkan oleh perbedaan kemampuan kondisi lingkungan di setiap area dalam mempengaruhi kelembaban udara.
Gambar 36 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH rumput Gambar di atas merupakan grafik kecepatan angin pada struktur RTH rumput di area pusat, tengah, dan tepi KRB. Ketiga grafik di atas menunjukkan intensitas dan kecepatan angin yang berbeda-beda pada struktur RTH rumput di setiap area. Grafik kecepatan angin pada rumput di pusat KRB memiliki nilai rataan 0,16 m/s dan kecepatan angin di area ini mencapai 1,1 m/s. Grafik kecepatan angin pada rumput di tengah KRB menunjukkan intensitas yang sangat tinggi dengan rataan 0,18 m/s. Akan tetapi, kecepatan angin maksimal di area ini hanya mencapai 0,6 m/s. Grafik kecepatan angin pada area rumput di tepi KRB menunjukkan kecepatan angin yang paling rendah dibandingkan kedua grafik lainnya. Rataan kecepatan angin di area ini hanya 0,08 m/s dan kecepatan tertingginya mencapai 0,4 m/s.
Kecepatan angin pada struktur RTH rumput menunjukkan nilai yang cukup rendah.
Kecepatan
angin
tertinggi
hanya
mencapai
1,1
m/s.
Untuk
mengoptimalkan kecepatan angin, diperlukan suatu kondisi lingkungan yang dapat mengarahkan angin pada struktur RTH rumput. Kecepatan angin pada struktur RTH rumput di setiap area yang berbeda-beda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda sehingga kemampuannya dalam mengarahkan angin juga berbeda. Perbedaan karakteristik struktural rumput di setiap area dapat dilihat pada Gambar 37, 38, dan 39.
Gambar 37 Susunan struktur RTH rumput di area pusat KRB Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa struktur RTH rumput pada area pusat memiliki karakteristik struktural yang sama, tetapi kondisi lingkungan di sekitar rumput memiliki keadaan yang berbeda-beda. Lokasi pengambilan data pada struktur RTH rumput di Titik 1 berada di area terbuka tanpa naungan. Sama halnya dengan Titik 1, pada Titik 2 lokasi pengambilan data struktur RTH rumput berada di area terbuka tanpa naungan. Lokasi pengambilan data pada rumput di Titik 3 terletak di antara tegakan pohon. Hal tersebut menyebabkan struktur RTH rumput menjadi ternaungi. Naungan pada struktur RTH rumput yang berasal dari struktur lain memiliki kemampuan mereduksi suhu udara. Hal tersebut terjadi karena radiasi matahari yang diterima permukaan rumput tidak sebesar permukaan rumput yang terbuka sehingga suhu udara dapat direduksi. Sebaliknya, struktur RTH rumput yang tanpa naungan menyebabkan suhu udara di sekitarnya menjadi tinggi. Secara umum, kondisi RTH rumput di area pusat KRB kurang optimal dalam mereduksi suhu udara atau meningkatkan kelembaban udara. Hal tersebut disebabkan oleh
masih banyaknya hamparan struktur RTH rumput yang tidak memiliki naungan. Hal ini juga menyebabkan suhu udara pada struktur RTH rumput di area ini memiliki nilai paling tinggi di antara struktur RTH rumput pada area lain. Walaupun memiliki suhu udara paling tinggi, pada Gambar 35, terlihat bahwa kelembaban udara pada RTH rumput di area pusat memiliki nilai yang cukup tinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor lain. Kedekatan lokasi pengambilan data dengan badan air diduga menyebabkan kelembaban menjadi tinggi. Lokasi hamparan rumput di Titik 1 dan 3 terletak tidak jauh dari sungai. Oleh karena hal itu, diduga udara di sekitar hamparan rumput mengandung banyak uap air sehingga kelembaban menjadi tinggi. Jika dilihat dari grafik, struktur RTH rumput di area pusat memiliki kecepatan angin paling tinggi dibanding struktur RTH rumput di area lain. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di sekitar struktur RTH semak mampu mengarahkan angin dengan baik sehingga kecepatan angin mejadi optimal. Titik 1 dan 2 tempat pengambilan data struktur RTH rumput terletak di area terbuka dan terletak dekat jalan. Orientasi jalan yang sesuai dengan orientasi aliran angin diduga memiliki kemampuan dalam mengarahkan angin sehingga kecepatan angin menjadi optimal.
Gambar 38 Susunan struktur RTH rumput di area tengah KRB Gambar di atas merupakan susunan struktur RTH rumput di area tengah KRB. Lokasi pengambilan data pada struktur RTH rumput di Titik 4 terletak pada area yang cukup terbuka. Hal tersebut menyebabkan struktur RTH rumput tidak mendapatkan naungan di siang hari dan mendapat radiasi matahari yang cukup tinggi pada permukaan rumput sehingga suhu udara di titik ini cukup tinggi. Berbeda dengan Lokasi 4, lokasi pengambilan data pada struktur RTH rumput di
titik 5 terletak di antara tegakan pohon-pohon kenari. Hal tersebut menyebabkan permukaan rumput mendapat naungan pada siang hari sehingga suhu udara di titik ini dapat direduksi. Lokasi pengambilan data pada struktur RTH rumput di titik 6 terletak tidak jauh dari barisan semak bertajuk padat. Ketika siang hari, permukaan rumput mendapat naungan dari barisan semak. Naungan tersebut menyebabkan radiasi matahari yang jatuh pada permukaan rumput tidak terlalu tinggi sehingga suhu udara pada struktur RTH rumput di titik ini tidak terlalu tinggi. Struktur RTH rumput pada area tengah KRB memiliki kondisi lingkungan yang dapat mereduksi suhu udara atau meningkatkan kelembaban udara. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa struktur RTH rumput yang terletak di bawah naungan suatu struktur sehingga radiasi matahari yang jatuh pada permukaan rumput tidak terlalu tinggi. Akan tetapi, oleh karena struktur RTH rumput dinaungi tanaman, maka sinar matahari masih dapat mengenai permukaan rumput melalui celah tanaman. Oleh karena itu, suhu udara pada struktur RTH rumput di area ini masih lebih tinggi dibanding area lain dan kelembaban udaranya berada di posisi paling bawah. Jika dilihat dari grafik, struktur RTH rumput di area tengah memiliki kecepatan angin tertinggi kedua. Titik 4 pengambilan data struktur RTH rumput terletak tidak jauh dari jalan yang memiliki orientasi sesuai orientasi aliran angin. Hal ini diduga dapat mengarahkan aliran angin di sekitar struktur RTH rumput sehingga kecepatannya cukup optimal. Berbeda dengan titik 4, titik 5 dan 6 tidak terletak dekat struktur pengarah angin. Hal tersebut menyebabkan kecepatan angin pada struktur RTH rumput di area ini tidak seoptimal struktur RTH rumput di area lain.
Gambar 39 Susunan struktur RTH rumput di area tepi KRB
Pada Gambar 39, terlihat bahwa struktur RTH rumput di area tepi KRB memiliki karakteristik struktur RTH rumput yang homogen. Walaupun demikian, kondisi lingkungan di sekitar struktur RTH rumput memiliki keadaan yang cukup beragam. Lokasi pengambilan data pada struktur RTH rumput di Titik 7 terletak pada area yang cukup terbuka. Hal tersebut menyebabkan sinar matahari yang jatuh pada permukaan rumput cukup tinggi sehingga suhu udara di sekitarnya menjadi tinggi. Lain halnya dengan Titik 7, struktur RTH rumput di Titik 8 terletak di halaman bangunan rumah. Pada siang hari, hamparan rumput mendapat naungan dari bangunan rumah sehingga permukaan rumput tidak terpapar langsung oleh sinar matahari. Hal tersebut menyebabkan suhu udara di sekitar hamparan rumput menjadi cukup rendah. Sama halnya dengan Titik 8, struktur RTH rumput di Titik 9 terletak di belakang gedung kantor pos. Pada siang hari, permukaan rumput mendapat naungan dari gedung kantor pos. Hal tersebut menyebabkan permukaan rumput tidak terkena radiasi matahari yang terik di siang hari sehingga suhu udara pada struktur RTH rumput tidak terlalu tinggi. Secara umum, struktur RTH rumput di area tepi KRB memiliki kondisi yang cukup baik dalam mereduksi suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara karena banyak hamparan rumput yang terletak di dekat struktur bangunan. Hal tersebut menyebabkan permukaan rumput mendapatkan cukup naungan dari bangunan di sekitarnya pada siang hari. Jika dilihat dari grafik, suhu udara pada struktur RTH rumput di area tepi berada pada posisi paling rendah dibandingkan area lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa struktur RTH rumput yang mendapat naungan dari bangunan memiliki suhu udara lebih rendah dibandingkan struktur RTH rumput yang mendapat naungan dari tanaman. Hal tersebut disebabkan oleh struktur bangunan yang lebih padat sehingga mampu melindungi struktur RTH rumput dari radiasi matahari dengan baik. Pada Gambar 35, kelembaban udara pada struktur RTH rumput di area tepi berada pada posisi tertinggi kedua. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi sekitar struktur RTH rumput dalam meningkatkan kelembaban udara tidak sebesar kemampuan kondisi sekitar struktur RTH rumput di area pusat. Jika dilihat dari grafik, struktur RTH rumput di area tepi memiliki kecepatan angin paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di
sekitar struktur RTH rumput kurang mampu mengarahkan angin sehingga kecepatan angin kurang optimal. Struktur RTH rumput di area tepi tidak terletak dekat struktur pengarah angin sehingga aliran angin tidak dapat diarahkan dengan baik dan kecepatan angin kurang optimal.
5.1.4 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Suhu Udara Selain dilakukan analisis suhu udara pada struktur RTH yang sama di area yang berbeda, dilakukan juga analisis antara struktur RTH yang berbeda pada area yang sama. Pada analisis dilakukan perbandingan suhu antara struktur RTH pohon, semak, dan rumput pada area yang sama. Rata-rata suhu udara pada seluruh struktur RTH di KRB berada di atas 30°C sehingga dibutuhkan karakteristik struktural dan kondisi lingkungan yang dapat menurunkan suhu udara. Berdasarkan hipotesis, kemampuan suatu struktur RTH dalam mereduksi suhu udara sangat dipengaruhi oleh karakteristik strukturalnya. Struktur RTH pohon memiliki kemampuan mereduksi suhu udara paling tinggi. Struktur RTH pohon memiliki ukuran lebih tinggi serta tajuk yang lebih padat dibanding struktur RTH lain. Hal tersebut menyebabkan struktur RTH pohon memiliki kemampuan yang baik dalam menaungi dan menyerap radiasi matahari sehingga dapat mereduksi suhu dengan baik. Berdasarkan karakteristik struktural, struktur RTH semak memiliki kemampuan mereduksi suhu udara tertinggi kedua setelah pohon. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik struktural struktur RTH semak juga memiliki kemampuan dalam menaungi dan menyerap radiasi matahari, namun dalam skala yang lebih kecil. Berbeda dengan struktur RTH pohon dan semak, struktur RTH rumput tidak memiliki kemampuan menaungi area di sekitarnya.
Hal tersebut diakibatkan
karakteristik struktural struktur RTH rumput yang tidak dapat menaungi area di sekitarnya dan hanya digunakan sebagai elemen penutup tanah. Selain dipengaruhi oleh karakteristik struktural, elemen iklim mikro seperti suhu udara dapat pula dipengaruhi oleh faktor lain sehingga menyebabkan hasil pengukuran tidak sesuai perkiraan. Oleh karena itu, dilakukan analisis suhu udara
pada struktur RTH untuk mengetahui pengaruh struktur RTH yang berbeda terhadap suhu udara. Rata-rata suhu udara pada struktur RTH di KRB dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata suhu udara pada struktur RTH di KRB Struktur RTH Area
Pohon
Semak
Rumput
--------------------------(°C)-----------------------Pusat
30,8
31,9
34,7
Tengah
30,5
31,1
34,3
Tepi
31,4
31,5
32
Tabel di atas merupakan hasil pengukuran suhu udara pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput di seluruh area KRB. Dari tabel tersebut, di masingmasing area, terlihat bahwa rata-rata suhu pada struktur RTH pohon paling rendah di antara struktur RTH lainnya, semak memiliki rataan suhu terendah kedua setelah pohon, sedangkan rumput merupakan struktur RTH yang memiliki rataan suhu paling tinggi. Tabel di atas menunjukkan bahwa suhu udara pada struktur RTH di seluruh area KRB sangat dipengaruhi oleh karakteristik strukturalnya. Hasil pengukuran suhu udara pada berbagai struktur RTH di setiap area dapat dilihat pada Gambar 40, 41, dan 42.
Gambar 40 Grafik suhu udara pada area pusat KRB
Pada Gambar 40, terlihat bahwa pada awal pengukuran suhu udara pada ketiga struktur RTH yang berbeda memiliki nilai yang hampir sama yaitu pada kisaran 32-35°C. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang cukup kondusif pada pukul 12.30 WIB sehingga suhu udara di berbagai struktur RTH cenderung sama. Kondisi lingkungan tersebut dapat ditandai dengan rendahnya aktivitas manusia di lokasi pengambilan data. Seiring berjalannya waktu, suhu udara menunjukkan perubahan. Pada area pusat, suhu udara pada struktur RTH pohon paling rendah dibanding struktur RTH lainnya dan memiliki rataan suhu udara paling rendah yaitu 30,8°C. Suhu udara pada struktur RTH rumput berada di posisi paling tinggi dan memiliki rataan suhu udara paling tinggi yaitu 34,7°C. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran suhu udara di berbagai struktur RTH sesuai dengan hipotesis. Selama pengukuran, suhu udara pada pohon dan semak mengalami penurunan. Berbeda dengan pohon dan semak, suhu udara pada rumput cenderung mengalami kenaikan. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh banyaknya hamparan rumput di area pusat yang tidak ternaungi sama sekali sehingga cahaya matahari diterima oleh hamparan rumput secara optimal dan mengalami kenaikan suhu udara.
Gambar 41 Grafik suhu udara pada area tengah KRB Gambar di atas merupakan grafik hasil pengukuran suhu udara pada area tengah. Pada awal pengukuran, terlihat bahwa suhu udara pada struktur RTH semak berada di posisi paling rendah. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu,
suhu udara pada struktur RTH pohon mengalami penurunan dan berada di posisi paling rendah. Rataan suhu udara pada struktur RTH pohon memiliki nilai paling rendah yaitu 30,5°C. Berbeda dengan struktur RTH pohon, suhu udara pada struktur RTH rumput berada di posisi paling tinggi sejak awal hingga akhir pengukuran dan memiliki rataan suhu udara paling tinggi yaitu 34,3°C. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis yang menyebutkan bahwa pohon merupakan struktur RTH yang memiliki kemampuan menurunkan suhu udara paling optimal, sedangkan rumput tidak memiliki kemampuan optimal dalam menurunkan suhu udara.
Gambar 42 Grafik suhu udara pada area tepi KRB Gambar 42 menunjukkan grafik suhu udara pada berbagai struktur RTH di area tepi yang sangat fluktuatif. Pada awal pengukuran, posisi grafik suhu udara pada berbagai struktur RTH berbeda satu sama lain. Namun, di akhir pengukuran, posisi grafik terletak cukup rendah dan pada nilai yang cenderung sama. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang cukup kondusif menjelang pukul 13.30 WIB. Kondisi ini dapat ditandai oleh rendahnya aktivitas manusia, laju transportasi, dan aktivitas perkantoran yang ada di tepi KRB. Dari gambar, terlihat bahwa posisi terendah didominasi oleh suhu udara pada struktur RTH pohon. Hal ini juga terlihat dari rataan suhu udara pada struktur RTH pohon yang memiliki nilai paling rendah yaitu 31,4°C. Suhu udara pada struktur RTH
rumput hampir selalu berada di posisi paling tinggi dan memiliki rataan suhu udara paling tinggi yaitu 32°C. Grafik suhu udara tersebut menunjukkan bahwa hasil pengukuran sesuai dengan hipotesis. Namun demikian, apabila dilihat dari rataan suhu udara, terlihat bahwa hasil pengukuran suhu udara di berbagai struktur RTH memiliki selisih yang kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan struktur RTH pohon dalam menurunkan suhu udara tidak terlalu signifikan dan kondisi struktur RTH rumput dalam menurunkan suhu udara cukup baik sehingga didapat hasil pengukuran suhu udara yang tidak jauh berbeda. Untuk mengetahui perbedaan signifikansi penggunaan struktur RTH di setiap area dalam menurunkan suhu udara, dilakukan penghitungan selisih suhu udara (ΔT ). Pada tabel, dapat dilihat selisih suhu udara (ΔT ) antara struktur RTH pohon dan semak serta semak dan rumput. Semakin tinggi selisih suhu udara antara struktur RTH pohon dan semak, semakin signifikan penggunaan struktur RTH pohon dibanding struktur RTH semak. Semakin tinggi selisih suhu udara antara struktur RTH semak dan rumput, semakin signifikan penggunaan struktur RTH semak dibanding struktur RTH rumput. Selisih rataan suhu udara antara struktur RTH pohon dan semak yang paling besar terletak di area pusat yaitu dengan selisih 1,1°C. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan struktur RTH pohon dan semak di area ini memiliki perbedaan paling signifikan. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kemampuan struktur RTH pohon yang cukup baik dalam mereduksi suhu udara, sedangkan struktur RTH semak kurang mampu mereduksi suhu udara. Berbeda dengan di area pusat, selisih rataan suhu udara antara struktur RTH pohon dan semak di area tepi hanya 0,1°C. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan struktur RTH pohon pada area ini tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan suhu udara. Banyaknya karakteristik struktur RTH pohon buruk dalam menurunkan suhu udara menyebabkan penggunaan struktur RTH pohon tidak berdampak terhadap penurunan suhu udara. Selisih rataan suhu udara antara struktur RTH semak dan rumput yang paling besar terletak di area tengah yaitu dengan selisih 3,2°C. Selisih yang besar ini menunjukkan bahwa penggunaan struktur RTH semak di area tengah memberikan pengaruh penurunan suhu udara cukup besar dibanding penggunaan struktur RTH rumput yang cukup terbuka. Hal ini disebabkan oleh karakteristik
struktur RTH semak yang cukup baik dalam menurunkan suhu udara. Selisih rataan suhu udara antara struktur RTH semak dan rumput yang paling kecil terletak di area tepi yaitu dengan selisih 0,5°C. Banyaknya struktur RTH rumput yang mendapat naungan dari struktur bangunan menyebabkan suhu udara cukup rendah sehingga penggunaan semak di area ini tidak berdampak signifikan.
5.1.5 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Kelembaban Udara Pada analisis ini dilakukan perbandingan kelembaban udara antara struktur RTH pohon, semak, dan rumput pada area yang sama. Pada analisis suhu udara diketahui bahwa suhu udara struktur RTH pohon memiliki nilai paling rendah, suhu udara pada struktur RTH semak memiliki nilai tertinggi kedua, dan suhu udara pada struktur RTH rumput memiliki nilai paling tinggi. Berdasarkan faktor suhu udara, dapat diduga bahwa struktur RTH yang memiliki kelembaban paling tinggi berturut-turut adalah struktur RTH pohon, semak, dan rumput. Akan tetapi, selain dipengaruhi oleh karakteristik struktural, kelembaban udara dapat pula dipengaruhi oleh faktor lain sehingga menyebabkan hasil pengukuran tidak sesuai perkiraan. Oleh karena itu, dilakukan analisis kelembaban udara pada struktur RTH untuk mengetahui pengaruh struktur RTH yang berbeda terhadap kelembaban udara. Rata-rata kelembaban udara pada struktur RTH di KRB dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Rata-rata kelembaban udara pada struktur RTH di KRB Struktur RTH Area
Pohon
Semak
Rumput
--------------------------(%)-----------------------Pusat
72,2
64,6
71,0
Tengah
70,8
75,7
62,5
Tepi
70,1
69,6
67,8
Tabel di atas merupakan hasil pengukuran kelembaban udara pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput di seluruh area KRB. Dari tabel di atas, terlihat bahwa setiap struktur RTH memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
mempengaruhi kelembaban udara. Berbeda halnya dengan pengukuran suhu udara di setap area yang memiliki hasil sesuai dengan hipotesis, pengukuran kelembaban udara di setiap area mendapatkan hasil yang berbeda-beda dan di beberapa area hasilnya tidak sesuai dengan hipotesis. Hasil pengukuran kelembaban udara pada berbagai struktur RTH di setiap area dapat dilihat pada Gambar 43, 44, dan 45.
Gambar 43 Grafik kelembaban udara pada area pusat KRB Pada Gambar 43, terlihat bahwa pada awal pengukuran, kelembaban udara pada struktur RTH rumput berada pada posisi paling tinggi. Akan tetapi, setelah waktu pengukuran berjalan beberapa menit, kelembaban udara pada struktur RTH pohon terus meningkat dan melampaui kelembaban udara pada semak. Kelembaban udara pada struktur RTH pohon juga memiliki nilai paling tinggi yaitu 72,2%. Berbeda dengan hipotesis, grafik kelembaban udara pada struktur RTH rumput berada di posisi tertinggi kedua dan melampaui kelembaban udara pada struktur RTH semak. Hal ini terjadi akibat adanya faktor lain yang mempengaruhi kelembaban udara pada struktur RTH rumput. Banyaknya struktur RTH rumput yang terletak dekat badan air diduga menjadi penyebab tingginya kelembaban udara.
Gambar 44 Grafik kelembaban udara pada area tengah KRB Gambar di atas merupakan hasil pengukuran kelembaban udara pada area tengah. Pada gambar tersebut, terlihat bahwa kelembaban udara pada struktur RTH semak berada di posisi paling tinggi dan memiliki rataan kelembaban udara paling tinggi yaitu 75,7%. Hasil pengukuran tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang menduga kelembaban udara pohon berada di posisi paling tinggi. Tingginya kelembaban udara pada struktur RTH semak kemungkinan disebabkan oleh faktor lain. Letak struktur RTH semak yang terletak tidak jauh dari Sungai Ciliwung diduga menjadi faktor tingginya kelembaban udara.
Gambar 45 Grafik kelembaban udara pada area tepi KRB
Pada Gambar 45, terlihat bahwa kelembaban udara pada struktur RTH pohon berada di posisi paling tinggi dan memiliki rataan paling tinggi yaitu 70,1%. Kelembaban udara pada struktur RTH rumput menempati posisi paling rendah dan memiliki rataan paling rendah yaitu 67,8%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengukuran kelembaban udara di area tepi mendapatkan hasil yang sesuai denga hipotesis. Hal ini menunjukkan bahwa kelembaban udara pada pada berbagai struktur RTH di area tepi KRB sangat dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanaman dan memiliki keterkaitan dengan suhu udara. Dari hasil analisis di ketiga area, terlihat bahwa kelembaban udara pada struktur RTH tidak hanya dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanaman yang juga memiliki keterkaitan dengan suhu udara. Berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro, terdapat faktor lain yang diduga mempengaruhi kelembaban udara yaitu faktor lingkungan.
5.1.6 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Kecepatan Angin Selain dilakukan analisis kecepatan angin pada struktur RTH yang sama di area yang berbeda, dilakukan juga analisis antara struktur RTH yang berbeda pada area yang sama. Pada analisis dilakukan perbandingan kecepatan angin rata-rata antara struktur RTH pohon, semak, dan rumput pada area yang sama. Rata-rata kecepatan angin pada seluruh struktur RTH di KRB berada di bawah 0,5 m/s sehingga dibutuhkan karakteristik struktural tanaman dan kondisi lingkungan yang dapat mengarahkan angin dengan baik. Ketika aliran angin melewati struktur RTH pohon, maka kecepatannya akan berkurang. Hal ini disebabkan oleh kemampuan pohon yang cukup tinggi dalam mereduksi kecepatan angin. Di sisi lain, struktur RTH pohon memiliki karakteristik struktural yang dapat mengarahkan angin. Semakin banyak karakteristik struktural RTH pohon dalam mengarahkan angin, maka semakin baik kemampuannya dalam meningkatkan kecepatan angin. Sama halnya dengan pohon, struktur RTH semak memiliki kemampuan dalam mereduksi kecepatan angin. Akan tetapi, kemampuannya dalam mereduksi kecepatan angin tidak terlalu besar karena ukurannya yang tidak terlalu tinggi. Di
sisi lain, struktur RTH semak juga memiliki tajuk yang dapat berfungsi sebagai pengarah angin. Struktur RTH rumput tidak memiliki tajuk sehingga kecepatan angin pada struktur RTH tersebut cukup tinggi. Akan tetapi, tidak adanya struktur pengarah angin menyebabkan aliran angin tidak terarah dan sulit diarahkan pada area yang diinginkan. Jika struktur RTH rumput diletakkan pada stuktur lain yang dapat mengarahkan angin, maka angin dapat mengalir dengan kecepatan cukup tinggi dan dapat diarahkan pada area-area yang diinginkan. Jika dilihat dari karakteristik strukturalnya, dapat diduga bahwa struktur RTH pohon memiliki kecepatan angin paling rendah dan struktur RTH rumput memiliki kecepatan angin paling tinggi. Akan tetapi, karakteristik struktural dan kondisi lingkungan yang baik dapat memaksimalkan kecepatan angin dan menyebabkan hasil pengukuran tidak sesuai perkiraan. Oleh karena itu, dilakukan analisis kecepatan angin pada ketiga struktur RTH yang berbeda. Rata-rata kecepatan angin pada struktur RTH di KRB dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Rata-rata kecepatan angin pada struktur RTH di KRB Struktur RTH Area
Pohon
Semak
Rumput
-------------------------(m/s)-----------------------Pusat
0,14
0,09
0,16
Tengah
0,03
0,02
0,18
Tepi
0,04
0,08
0,08
Tabel di atas merupakan hasil pengukuran kecepatan angin pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput di seluruh area KRB. Pada tabel, terlihat bahwa rataan kecepatan angin pada struktur RTH pohon di setiap area memiliki hasil yang berbeda-beda. Pada area pusat dan tengah, terlihat bahwa kecepatan angin paling tinggi terdapat di struktur RTH rumput, sedangkan kecepatan angin paling rendah terletak di struktur RTH semak. Pada area tepi, kecepatan angin paling tinggi terletak pada struktur RTH semak dan rumput. Nilai rataan kecepatan angin sangat dipengaruhi oleh intensitas datangnya angin dan kemampuan setiap
struktur RTH dalam mengarahkan aliran angin. Hasil pengukuran kecepatan angin pada berbagai struktur RTH di setiap area dapat dilihat pada Gambar 46, 47, dan 48.
Gambar 46 Grafik kecepatan angin pada area pusat KRB Pada Gambar 46, terlihat bahwa kecepatan angin pada struktur RTH rumput mencapai nilai paling tinggi yaitu 1,1 m/s dan memiliki rataan paling tinggi yaitu 0,16 m/s. Kecepatan angin pada semak memiliki nilai rataan paling rendah yaitu 0,09 m/s. Hal tersebut disebabkan oleh intensitas angin yang datang pada struktur RTH ini cukup rendah. Akan tetapi, pada grafik, terlihat bahwa kecepatan angin pada semak mencapai nilai tertinggi kedua yaitu 0,8 m/s. Hal ini menunjukkan bahwa semak di area ini memiliki kemampuan cukup baik dalam mengoptimalkan kecepatan angin. Berbeda halnya dengan semak, intensitas datangnya angin pada pohon cukup tinggi dan memiliki nilai rataan kecepatan angin sebesar 0,14 m/s. Akan tetapi, kecepatan angin tertinggi yang dapat dicapai struktur RTH pohon hanya 0,5 m/s. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pohon dalam mengoptimalkan kecepatan angin tidak sebaik struktur RTH lain.
Gambar 47 Grafik kecepatan angin pada area tengah KRB Gambar 47 menunjukkan grafik kecepatan angin pada berbagai struktur RTH di area tengah. Dari gambar, terlihat bahwa terdapat perbedaan intensitas datangnya angin yang cukup signifikan antara struktur RTH rumput dengan struktur RTH lain. Tingginya intensitas angin pada rumput kemungkinan disebabkan oleh banyaknya struktur RTH rumput di area ini yang terletak di area terbuka tanpa penghalang sehingga angin yang masuk tidak terhalangi dan intensitas datangnya angin pada struktur RTH rumput cukup tinggi. Hal tersebut berbeda dengan struktur RTH pohon dan semak yang banyak terletak pada area pepohonan yang cukup masif. Pada gambar, terlihat pula bahwa kecepatan angin pada struktur RTH rumput memiliki nilai paling tinggi yaitu 0,55 m/s dan rataan kecepatan angin paling tinggi yaitu 0,18 m/s. Kecepatan angin pada struktur RTH pohon memiliki kecepatan angin tertinggi kedua yaitu mencapai 0,3 m/s dan rataan kecepatan angin tertinggi kedua yaitu 0,03 m/s. Kecepatan angin pada struktur RTH semak memiliki nilai serta rataan paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran kecepatan angin pada berbagai struktur RTH di area tengah mendapatkan hasil yang tidak sama dengan hipotesis. Tingginya rataan kecepatan angin pada pohon terjadi karena struktur RTH pohon di area ini memiliki karakteristik struktural yang baik dalam mengarahkan angin. Karakteristik struktural RTH pohon yang baik dalam mengarahkan angin membuat kecepatan angin menjadi optimal.
Gambar 48 Grafik kecepatan angin pada area tepi KRB Pada Gambar 48, terlihat bahwa kecepatan angin pada struktur RTH pohon memiliki nilai rataan kecepatan angin paling rendah yaitu 0,04 m/s. Namun demikian, kemampuan pohon dalam mengoptimalkan kecepatan angin cukup baik sehingga kecepatan angin dapat mencapai nilai paling tinggi yaitu 0,5 m/s. Banyaknya pepohonan di area tepi yang ditanam secara berkelompok menyebabkan kemampuan pohon yang cukup baik dalam mengarahkan angin sehingga kecepatannya menjadi optimal. Berbeda dengan hipotesis, kecepatan angin pada rumput hanya mencapai 0,43 m/s, namun tingginya intensitas kecepatan angin menyebabkan rataan kecepatan angin mencapai nilai paling tinggi yaitu 0,08 m/s. Nilai rataan yang tersebut juga dimiliki oleh semak. Akan tetapi, kecepatan angin tertinggi yang dapat dicapai semak lebih tinggi dari rumput yaitu 0,47 m/s. Tidak adanya struktur pengarah pada struktur RTH rumput menyebabkan kemampuan struktur RTH rumput dalam mengarahkan dan meningkatkan kecepatan angin kurang optimal. Berdasarkan analisis tersebut, diketahui bahwa struktur RTH yang memiliki karakteristik struktural cukup baik dalam mengarahkan angin akan mampu mengoptimalkan kecepatan angin.
5.2 Analisis Kenyamanan Untuk mengetahui kemampuan RTH dalam menghasilkan kenyamanan digunakan rumus Temperature Humidity Index (THI). Nilai kenyamanan menggunakan rumus THI dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai THI struktur RTH pohon, semak, dan rumput di setiap area
Area
Pusat KRB
Tengah KRB
Tepi KRB
Struktur RTH Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput
Faktor THI Rata-rata Rata-rata Suhu Kelembaban Udara (°C) Udara (%) 30,8 72,2 31,9 64,6 34,7 71,0 30,5 70,8 31,1 75,7 34,3 62,5 31,4 70,1 31,5 69,6 32,0 67,8
THI 29,0 29,7 32,7 28,7 29,6 31,7 29,6 29,6 30,0
Tabel di atas menunjukkan nilai THI pada setiap titik dan area pengambilan data menggunakan data rataan suhu dan kelembaban udara yang diambil pada pukul 12.30-13.30 WIB. Pada ketiga tabel tersebut terlihat bahwa tidak ada satu pun nilai THI yang berada pada nilai 21-27. Seluruh titik pengambilan data memiliki nilai THI di atas 27. Struktur RTH pohon memiliki nilai THI paling rendah dibandingkan struktur RTH lainnya yaitu berkisar antara nilai 28,7-29,6. Pohon memiliki nilai THI paling rendah karena memiliki kisaran suhu yang paling rendah dibandingkan struktur RTH lainnya yaitu sekitar 30,5-31,4°C. Kondisi area di bawah pepohonan yang cukup ternaungi menyebabkan radiasi matahari yang masuk ke bawah kanopi pohon sangat rendah sehingga suhu udara lebih rendah. Nilai THI pada struktur RTH semak lebih tinggi dari struktur RTH pohon yaitu berada pada nilai 29,6-29,7. Struktur RTH semak memiliki suhu udara yang lebih tinggi dari pohon yaitu sekitar 31,1-31,9°C. Hal tersebut disebabkan oleh tajuk semak kurang mampu menaungi area di sekitarnya dari radiasi matahari sehingga memiliki suhu udara yang cukup tinggi.
Struktur RTH rumput memiliki nilai THI paling tinggi jika dibandingkan dengan struktur RTH lainnya yaitu sekitar 30-32,7. Hal tersebut menunjukkan bahwa struktur RTH rumput menghasilkan kondisi paling tidak nyaman secara termal. Kondisi tersebut disebabkan oleh minimnya naungan pada area rumput sehingga radiasi matahari yang masuk pada area rumput cukup tinggi dan menyebabkan suhu udara di sekitarnya menjadi tinggi yaitu sekitar 32-34,7°C. Dari rata-rata nilai THI pada berbagai struktur RTH di lokasi yang sama, diketahui bahwa area pusat memiliki rata-rata nilai THI paling tinggi yaitu 30,4. Area tengah memiliki rata-rata nilai THI tertinggi kedua yaitu 30. Sementara itu, area tepi memiliki rata-rata nilai THI paling rendah yaitu 29,7. Besarnya nilai THI di setiap area sangat dipengaruhi oleh kemampuan struktur RTH dalam mengontrol suhu dan kelembaban udara. Seluruh nilai THI pada tabel menunjukkan bahwa pada pukul 12.30-13.30 WIB sebagian besar RTH di KRB tidak dapat memberikan kenyamanan termal bagi para pengunjungnya. Hal ini bisa disebabkan oleh ketidakmampuan RTH dalam menurunkan suhu sampai tingkat nyaman. Ketidakmampuan tersebut bisa disebabkan oleh struktur RTH yang belum memiliki fungsi sesuai untuk mengontrol radiasi matahari sehingga suhu udara di dalam RTH tidak bisa direduksi dengan baik. Menurut Laurie (1986), iklim ideal bagi manusia adalah suhu udara dengan nilai 27-28°C dan nilai kelembaban 40-75%. Jika dibandingkan dengan standar ini, maka suhu udara pada seluruh struktur RTH di KRB tidak termasuk pada kondisi nyaman. Salah satu cara untuk mereduksi suhu udara adalah dengan pemilihan struktur tanaman. Struktur RTH pohon dan semak yang baik dalam mereduksi suhu udara memiliki karakteristik berupa: bentuk tajuk piramidal atau bulat. Ditanam berjejer atau berkelompok, memiliki tinggi yang sedang (6-15 meter untuk pohon dan 1-2 meter untuk semak), dan memiliki kepadatan tajuk tinggi. Selain itu, penempatan struktur penaung seperti pohon dan bangunan dekat struktur RTH semak dapat menaungi area di sekitar struktur RTH semak sehingga suhu udara di sekitarnya dapat direduksi dengan baik. Untuk mereduksi suhu udara pada struktur RTH rumput, diperlukan modifikasi dari kondisi lingkungan. Penempatan struktur penaung seperti tanaman dan bangunan dekat struktur RTH
rumput dapat menaungi struktur RTH rumput dari paparan langsung sinar matahari sehingga suhu udara dapat direduksi. Berbeda dengan suhu udara, kelembaban udara pada struktur RTH di KRB hampir seluruhnya berada pada kategori nyaman dan hanya sedikit struktur RTH yang berada di luar kategori nyaman. Struktur RTH yang memiliki kelembaban udara pada kategori nyaman tidak perlu dilakukan modifikasi. Sementara itu, struktur RTH
yang memiliki kelembaban udara di atas kategori nyaman
diperlukan modifikasi agar kelembaban udara dapat diturunkan hingga berada pada kategori nyaman. Penurunan kelembaban dapat dilakukan dengan meningkatkan sirkulasi angin. Selain menggunakan elemen iklim suhu dan kelembaban, tingkat kenyamanan juga dapat diketahui dengan menggunakan kecepatan angin yaitu berdasarkan analisis skala Beaufort. Berdasarkan hasil pengukuran, rataan kecepatan angin paling tinggi berada di bawah 0,5 m/s. Jika dilihat pada skala Beaufort, kecepatan tersebut termasuk pada tingkatan tenang. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecepatan angin di KRB masih ada pada taraf rendah. Kecepatan angin bahkan masih cenderung minim karena beberapa titik tidak dialiri oleh angin selama waktu pengukuran. Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi RTH yang dapat memaksimalkan kecepatan angin di seluruh area di KRB. Salah satu mengoptimalkan kecepatan angin adalah dengan pemilihan struktur tanaman. Struktur RTH pohon dan semak yang baik dalam mengarahkan angin memiliki karakteristik tajuk kolumnar, piramidal, atau bulat; ditanam berjejer atau berkelompok; memiliki ukuran antara rendah sampai tinggi (6-15< meter untuk pohon dan 0,5-3 meter untuk semak); serta memiliki kepadatan sedang atau rendah. Untuk memaksimalkan kecepatan angin pada struktur RTH rumput, diperlukan modifikasi dari kondisi lingkungan. Peletakan struktur RTH rumput dekat struktur lain yang dapat mengarahkan angin dapat memaksimalkan kecepatan angin. Selain itu, untuk memaksimalkan kecepatan angin, perlu dihindari peletakan struktur RTH rumput dekat struktur penghalang angin seperti tanaman atau bangunan.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro yang dilakukan pada pukul 12.30-13.30 WIB, diketahui bahwa suhu udara pada seluruh struktur RTH di KRB berada pada kisaran 30,5-34,7°C atau berada di atas standar kenyamanan manusia. Kelembaban udara pada berbagai struktur di KRB berada 62,5-75,7% atau hampir seluruhnya berada pada standar nyaman. Kecepatan angin pada berbagai struktur RTH berada pada kisaran 0,02-0,18 m/s dan kecepatan angin tertinggi mencapai 1,1 m/s atau berada di bawah standar nyaman manusia. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis kenyamanan tersebut, diketahui bahwa pada pukul 12.30-13.30 WIB, kondisi RTH
di
KRB
tidak
dapat
memberikan
kenyamanan
bagi
para
pengunjungnya. Oleh karena itu, disusunlah suatu rekomendasi untuk RTH sehingga RTH dapat memberikan kenyamanan bagi para penggunanya. Rekomendasi yang diberikan berupa pemilihan dan penggunaan karakteristik struktur tanaman yang dapat memperbaiki kualitas iklim mikro pada KRB. 2. Berdasarkan hipotesis, pohon merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling rendah, kelembaban udara paling tinggi, dan kecepatan angin paling rendah. Sementara itu, rumput merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling tinggi, kelembaban udara paling rendah, dan kecepatan angin paling tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran suhu udara, didapatkan hasil bahwa suhu udara pada struktur RTH pohon memiliki nilai paling rendah dan suhu udara pada struktur RTH rumput memiliki nilai paling tinggi. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis. Pengukuran kelembaban udara menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Kelembaban udara pada berbagai struktur RTH di area pusat dan tengah tidak menunjukkan hasil sesuai hipotesis. Sementara itu, kelembaban udara
pada berbagai struktur RTH di area tepi menunjukkan hasil sesuai dengan hipotesis. Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan angin pada berbagai struktur RTH, diketahui bahwa kecepatan angin pada struktur RTH rumput tidak selalu memiliki nilai paling tinggi dan kecepatan angin pada struktur RTH pohon tidak selalu berada di posisi paling rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecepatan angin di berbagai strukur RTH tidak sama dengan hipotesis. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro di berbagai struktur RTH, terdapat banyak hasil pengukuran yang tidak sesuai dengan hipotesis.
6.2 Saran Penelitian ini diharapkan mampu membuka pandangan bahwa pemilihan struktur RTH merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu RTH yang dapat menciptakan kenyamanan iklim mikro. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan agar iklim mikro dapat diukur saat lokasi sedang dikunjungi banyak orang.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2011a. Beaufort Scale. [terhubung berkala]. http://en.wikipedia.org/. [30 Okt 2011]. _______. 2011b. Kebun Botani. [terhubung berkala]. http://id.wikipedia.org/. [2 Jan 2012]. Aprianto MC. 2011. Penghijauan sebagai Salah Satu Cara Mengatasi Permasalahan
Kota.
[terhubung
berkala].
http://chusnan.web.ugm.ac.id/. [8 Jun 2011]. Brown RD, TJ Gillespie. 1995. Microclimatic Landscape Design. New York: John Wiley and Sons. Carpenter PL, TD Walker, FO Lanphear. 1975. Plants in the Landscape. San Fransisco: W.H. Freemand and Co. Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Press. Deni R. 2009. Green Cities Policy in Indonesia. Dalam: Zain AFM, Syartinilia (Penyunting). Proceeding The International Symposium of Green City: “The Future Challenge”; Bogor, 10-11 Agu 2009. Bogor: Departemen Arsitektur Lanskap IPB. Hlm 28. Grey WG, FJ Deneke. 1978. Urban Forestry. Toronto: John Wiley and Sons. Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta: Pustaka Jaya. Irwan ZD. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: Bumi Aksara. Laurie M. 1986. An Introduction to Landscape Architecture. New York: American Elsevier Publ. Co. Inc. Mamiri AS. 2008. Persepsi dan Preferensi Pengunjung terhadap Fungsi dan Lokasi Obyek-obyek Rekreasi di Kebun Raya Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Instititut Pertanian Bogor.
PKT Kebun Raya Bogor-LIPI. 2010. Tentang Kebun Raya Bogor. [terhubung berkala]. http://www.bogorbotanicgardens.org/. [12 Februari 2011]. Robinette GO. 1977. Landscape Planning for Energy Conservation. Virginia: Environmental Design Press. Ruhiyat Y. 2008. Studi Daya Dukung Biofisik Kawasan Rekreasi Kebun Raya Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Instititut Pertanian Bogor. Saputro TH, IS Fatimah, B Sulistyantara. 2010. Studi Pengaruh Area Perkerasan terhadap Suhu Udara (Studi Kasus Area Parkir Plaza Senayan, Sarinah Thamrin, dan Stasiun Gambir). Jurnal Lanskap Indonesia 2:15-18. Scudo
G.
2002.
Thermal
Comfort. [terhubung
berkala].
http://www.greenstructureplanning.eu/COSTC11/. [29 Sep 2011]. Simonds JO, BW Starke. 2006. Landscape Architecture. New Jersey: Mc Graw Hill. Wardoyo J. 2011. Vegetation Configuration as Microclimate Control Strategy In Hot Humid Tropic Urban Open Space. [terhubung berkala]. http://dtap.undip.ac.id/. [3 Mei 2011].