KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA BOGOR DALAM MENCUKUPI KEBUTUHAN OKSIGEN
NUR DYAH AYU NOVITA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bogor dalam Mencukupi Kebutuhan Oksigen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015 Nur Dyah Ayu Novita NIM E34100045
ABSTRAK NUR DYAH AYU NOVITA. Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bogor dalam Mencukupi Kebutuhan Oksigen. Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LILIK BUDI PRASETYO. Pembangunan dan penataan ruang di Kota Bogor cenderung mengarah kepada alih fungsi lahan, khususnya perubahan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi non-RTH. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah produsen dan konsumen oksigen, sehingga perlu dilakukan analisis kecukupan RTH di Kota Bogor berdasarkan oksigen yang diperlukan akibat perubahan tutupan lahan serta sektor energi dan domestik. Pembuatan peta tutupan lahan menggunakan metode klasifikasi terbimbing dengan berdasarkan pengambilan titik lapang tiap tipe tutupan lahan. Tahun 2014, lahan terbangun merupakan tipe tutupan lahan yang paling mendominasi di Kota Bogor sebesar 45.34% dari luasan Kota Bogor. Perubahan tutupan lahan yang terjadi di Kota Bogor berdampak pada terjadinya emisi CO2. Emisi yang diakibatkan perubahan tutupan lahan membutuhkan 23 260.92 ton/tahun oksigen. berdasarkan kebutuhan oksigen sektor energi dan domestik, oksigen yang dibutuhkan sebesar 1 980 514.62 ton/tahun. Kebutuhan oksigen tersebut seluruhnya setara dengan 4 357.16 ha lahan bervegetasi pohon. Kata kunci : oksigen, perubahan tutupan lahan, ruang terbuka hijau
ABSTRACT NUR DYAH AYU NOVITA. The Open Green Space Ability to Satisfy Oxygen Required in Bogor City. Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LILIK BUDI PRASETYO. Development and spatial planning in Bogor Municipality tend to land conversion, particularly conversion of open green space (RTH) to be non-RTH. The condition have made an imbalance proportion between producers and consumers of oxygen, therefore it is necessary to analyze the sufficiency of open green space in Bogor City to produced oxygen to fulfill its demand for land cover change and energy and domestic sector. Time series RTH were derived from Landsat satellite imageries, by applying supervised classification method based on Groundcheck Control Points (GCPs). In 2014, settlement was the most dominant land cover types that accounted for 45.34%. Analyisis result showed that land cover changes that occurred in the Bogor City caused CO2 emission. During period of analysis showed that land cover changes require 23 260.92 tons/year of oxygen. Based on the oxygen demand of energy and domestic sector, oxygen needed by 1 980 514.62 tons/year. The oxygen requirement for entire demand was equivalent to 4 357.16 ha of trees vegetation. Keyword: land cover change, open green space, oxygen
KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA BOGOR DALAM MENCUKUPI KEBUTUHAN OKSIGEN
NUR DYAH AYU NOVITA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini ialah oksigen, dengan judul Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bogor dalam Mencukupi Kebutuhan Oksigen. Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan MScF dan Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo MSc selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, kakak serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, pengertian, doa dan kasih sayangnya. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada teman-teman dan keluarga dari Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Nepenthes rafflesiana 47 serta keluarga kecil KPH Phyton 47. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2015 Nur Dyah Ayu Novita
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan
3
Inventarisasi dan Pengumpulan Data
3
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Perubahan Tutupan Lahan Kota Bogor
11
Emisi Karbon dan Kebutuhan Oksigen Akibat Perubahan Penutupan Lahan
12
Kebutuhan Oksigen Kota Bogor dari Sektor Energi dan Domestik
15
Luasan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen
16
Pendugaan Luasan Hutan Kota Periode Tahun 2019
17
Pengembangan RTH di Kota Bogor
17
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
22
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Jenis, bentuk dan sumber data penelitian Persamaan alometrik Tutupan lahan Kota Bogor periode tahun 2004, 2009, dan 2014 Oksigen yang dihasilkan/dibutuhkan Kota Bogor Jumlah kebutuhan oksigen Kota Bogor
3 8 11 15 16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Lokasi penelitian Kota Bogor Petak contoh perhitungan biomassa Pengukuran diameter setinggi dada pada berbagai kondisi pohon Tahapan pengolahan citra Tutupan lahan Kota Bogor tahun 2004, 2009 dan 2014 Peta Perubahan RTH Kota Bogor Lokasi pengembangan lahan bervegetasi pohon di Kota Bogor
2 4 4 7 13 14 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Lokasi pengambilan petak contoh biomassa Kondisi tiap tipe tutupan lahan Kota Bogor Hasil uji akurasi Perubahan Tutupan Lahan Periode 2004 – 2009 Perubahan tutupan lahan periode 2009 – 2014 Oksigen yang dihasilkan Kota Bogor
22 23 24 25 26 27
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Bogor merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kota Bogor memiliki visi “Menjadikan Bogor sebagai kota yang nyaman, beriman dan transparan“, sehingga pembangunan dan penataan ruang seharusmya dilakukan berdasarkan visi tersebut. Pembangunan dan penataan ruang sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan faktor lingkungan untuk dapat memenuhi faktor kenyamanan tersebut. Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan salah satu bagian penting yang berperan dalam menjaga stabilitas lingkungan perkotaan. UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengartikan RTH sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. RTH memiliki fungsi penting yang salah satunya adalah sebagai penghasil oksigen (Fahutan IPB 1987). Bentuk RTH di Kota Bogor antara lain hutan kota, taman kota, tempat pemakaman umum, daerah sempadan sungai, kebun raya dan jalur hijau. UU Nomor 26 Tahun 2007 menjelaskan minimal kebutuhan RTH suatu kota adalah 30% dari luas wilayah kota. Oksigen yang dihasilkan RTH merupakan hasil dari proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses pada tumbuhan hijau dengan bantuan klorofil dan cahaya, mengubah karbondioksida dan air menjadi karbohidrat dan molekul oksigen (Kamen 1963). Oksigen yang dihasilkan tumbuhan hijau dimanfaatkan oleh sektor energi dan sektor domestik. Sektor energi (kendaraan bermotor) memanfaatkan oksigen dalam proses pembakaran, sedangkan sektor domestik (manusia dan ternak) memanfaatkan dalam proses metabolisme tubuh. Pembakaran dan metabolisme menghasilkan karbon yang kemudian diserap kembali oleh tumbuhan untuk melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis, metabolisme dan pembakaran dapat berjalan lancar apabila terjadi keseimbangan antara jumlah produsen dan konsumen oksigen. Pembangunan dan penataan ruang cenderung mengarah kepada alih fungsi lahan merupakan permasalahan utama yang terjadi di perkotaan, khususnya perubahan RTH menjadi non-RTH. Asyaebani (2013) mengemukakan periode tahun 2000 hingga 2012 terjadi penurunan jumlah luas RTH 18.13% atau 2 085.26 ha, sedangkan lahan terbangun naik 16.53% atau 1 901.70 ha. Hasil tersebut menunjukan ketidakseimbangan antara jumlah produsen dan konsumen oksigen, sehingga diperlukan analisis kecukupan RTH dalam memenuhi kebutuhan konsumen oksigen. Kota Bogor dalam hal ini diasumsikan sebagai sebuah kota dengan sistem tertutup dimana, suplai oksigen hanya dilakukan oleh tumbuhan dan lingkungan udara di Kota Bogor tidak terdapat angin yang membawa atau mengeluarkan oksigen dari dan atau ke dalam kota.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecukupan RTH di Kota Bogor berdasarkan kebutuhan oksigen akibat terjadinya perubahan lahan serta sektor energi dan domestik. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam perencanaan, pengembangan dan penataan ruang Kota Bogor dengan memperhatikan faktor lingkungan.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bogor (Gambar 1) pada bulan Oktober 2014 – April 2015. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.
Gambar 1 Lokasi penelitian Kota Bogor
3 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu komputer yang dilengkapi software ArcGIS, Erdas, Basecamp, Microsoft word, dan Microsoft excel. Alat yang digunakan di lapangan yaitu GPS (Global Positioning System), kamera digital, alat tulis, pita ukur, meteran, tallysheet, oven, timbangan digital dan hagameter. Bahan yang digunakan yaitu peta citra landsat Kota Bogor (path/row: 122/65) dengan tanggal akuisisi 13 September 2014, 6 Agustus 2009 dan 9 September 2004, peta administrasi Kota Bogor serta data statistik Kota Bogor tahun 2004-2013. Inventarisasi dan Pengumpulan Data Studi pustaka Data yang diambil melalui studi pustaka atau penelusuran dokumen yaitu peta citra landsat, jumlah penduduk, rencana tata ruang wilayah (RTRW), jumlah dan jenis hewan ternak, serta jumlah dan jenis kendaraan bermotor di Kota Bogor yang diperoleh dari instansi terkait. Jenis, bentuk dan sumber data penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis, bentuk dan sumber data penelitian No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data 1
Peta citra landsat tahun 2004, 2009 dan 2014
Peta
2
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Bogor
Deskripsi
3
Jumlah penduduk
Deskripsi
4 5
Jumlah dan jenis hewan Deskripsi ternak Jumlah dan jenis Deskripsi kendaraan bermotor
Tahun 2004, 2009 earthexplorer.usgs.gov dan 2014 Bappeda (Badan Perencanaan dan 2014 Pembangunan Daerah) Kota Bogor BPS (Badan Pusat 2014 Statistik) Kota Bogor Dinas Peternakan 2014 Kota Bogor SAMSAT Kota Bogor
2014
Observasi lapang a. Pengambilan data di lapang Data yang diambil di lapang meliputi titik ground control point (GCPs). b. Pembuatan petak contoh Pembuatan petak contoh ditetapkan pada tipe tutupan lahan hutan, kebun campuran, ladang, sawah, dan semak. Data yang diambil yaitu jenis pohon, tinggi pohon, diameter pohon dan tumbuhan bawah. Lokasi pengambilan petak contoh terlampir pada Lampiran 1. Petak contoh yang digunakan menggunakan petak contoh dalam perhitungan biomassa pohon oleh Hairiah et al. (2011). Petak contoh berukuran 40 m × 5 m digunakan untuk mengambil data pohon dengan
4 diameter 5 cm – 30 cm (keliling 15 cm – 95 cm), apabila dijumpai pohon dengan diameter > 30 cm (keliling > 95 cm) maka petak contoh diperbesar menjadi 100 m × 20 m. Petak contoh dibuat sebanyak tiga petak pada setiap tipe tutupan lahan. Petak contoh untuk tumbuhan bawah menggunakan petak contoh berukuran 1 m × 1 m yang ditempatkan di dalam petak contoh. Bentuk pembuatan petak contoh dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Petak contoh perhitungan biomassa c. Pengukuran diameter pohon Pengukuran diameter dilakukan setinggi 1.3 m (setinggi dada). Pengukuran dilakukan pada berbagai kondisi pohon. Aturan pengukuran diameter yang dilakukan mengacu pada SNI 2011 (Gambar 3).
Gambar 3 Pengukuran diameter setinggi dada pada berbagai kondisi pohon
5 Analisis Data Pengolahan citra landsat ETM a. Pemulihan citra (Image restoring) Terdapat perubahan yang dialami oleh citra pada saat pengambilan citra oleh satelit, sehingga dilakukan perbaikan radiometrik dan geometrik. Perbaikan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun kesalahan sensor. Perbaikan geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat di lapangan atau menggunakan citra yang telah terkoreksi. b. Penajaman citra (Image enhancement) Penajaman citra dilakukan agar suatu objek pada citra terlihat lebih tajam dan kontras, sehingga memudahkan interpretasi secara visual untuk tujuan tertentu. c. Pemotongan (Subset) Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang telah ditentukan berdasarkan pada batas administrasi wilayah Kota Bogor. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian. d. Survei lapangan Survei lapang bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan perubahan penutupan lahan. Setiap lokasi survei yang mewakili kelas penutupan lahan, diambil titik koodinatnya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) untuk diverifikasikan dengan data hasil pengolahan citra landsat ETM yang diolah. Citra landsat 7, sejak Mei 2003 sensor scanning line corrector (SLC) pada landsat 7 mengalami kerusakan (SLC-off), akibatnya kondisi citra kurang baik. Hal tersebut mengakibatkan seluas 22% wilayah rekaman hilang. Oleh sebab itu, perlu dilakukan gap filling pada peta citra landsat 7. Gap filling adalah teknik memperbaiki kondisi citra SLC-off agar memiliki informasi relatif utuh. Tujuan dari gap filling citra adalah untuk mengisi baris-baris yang kosong pada citra Landsat 7 ETM+ yang mengalami SLC-off. Gap Filling dilakukan pada citra dengan menggabungkan peta citra landsat dengan tanggal akuisisi berbeda untuk mengisi baris yang kosong pada peta citra landsat yang diinginkan (citra pengisi dan citra utama). Klasifikasi penutupan lahan Peta citra landsat diolah menjadi peta tutupan lahan untuk mengetahui luasan serta perubahan tutupan lahan. Selain itu peta tutupan lahan yang telah diolah juga digunakan sebagai acuan atau dasar dalam pengambilan data di lapang. Interpretasi citra Landsat ETM+ dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penggunaan/penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Lillesand dan Kiefer 1997). Klasifikasi citra diperlukan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe penutupan lahan di wilayah studi. Kota Bogor terdiri dari berbagai tipe tutupan lahan. Berdasarkan SNI (2010), tutupan lahan merupakan tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat diamati. Pada tutupan lahan terjadi adanya pengaturan, aktivitas dan perlakuan manusia untuk melakukan kegiatan produksi, perubahan ataupun
6 perawatan pada jenis tutupan lahan tertentu. Kota Bogor terdiri dari delapan jenis tutupan lahan yang ditentukan berdasarkan kondisi dari Kota Bogor pada saat pengecekan lapang. Pengklasifikasian tipe tutupan lahan di Kota Bogor yaitu hutan, kebun campuran, ladang, sawah, semak, rumput, lahan terbangun, dan badan air. Gambaran kondisi tiap tipe tutupan lahan terlampir pada Lampiran 2. Definisi pengertian dari tiap tipe tutupan lahan diacu menurut SNI (2010) dengan modifikasi untuk menyesuaikan kondisi lapang Kota Bogor : a. Hutan merupakan lahan yang terdiri dari pepohonan yang tumbuh dan berkembang di lahan kering. Bentuk hutan di Kota Bogor dapat berupa hutan kota, pepohonan peneduh dan atau daerah sempadan sungai. b. Kebun campuran merupakan lahan yang digunakan sebagai lahan pertanian tanpa pergantian tanaman hingga dua tahun atau lebih. Lahan juga ditanami tanaman keras sebanyak satu atau lebih jenis yang menghasilkan buah, bunga dan getah, juga tanaman berkayu yang di panen dalam kurun waktu tertentu dengan ditanami tanaman selingan. c. Ladang merupakan pertanian lahan kering dengan penggarapan secara temporer atau berpindah. Ladang adalah lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman selain padi, tidak memerlukan pengairan secara ekstensif dengan vegetasi berupa artifisial dan memerlukan campur tangan manusia dalam menunjang kehidupannya. Umumnya berisi tanaman yang memiliki waktu panen singkat dan sekali panen. d. Sawah merupakan areal pertanian yang digenangi air atau diberi air, baik dengan teknologi pengairan, tadah hujan, maupun pasang surut. Areal pertanian dicirikan dengan jenis tanaman berumur pendek (padi). e. Semak merupakan lahan kering yang ditumbuhi berbagai vegetasi alami. Lahan tersebut di dominasi vegetasi rendah (alami) f. Rumput merupakan lahan terbuka yang didominasi berbagai jenis rumput rendah. Contoh tipe tutupan lahan rumput adalah lapangan olah raga (sepak bola dan golf) g. Lahan terbangun merupakan lahan yang mengalami subtitusi penutupan lahan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan manusia. h. Badan air merupakan semua kenampakan perairan seperti danau dan sungai. Klasifikasi citra menggunakan metode klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing merupakan proses pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan, yang selanjutnya memilih training area yang mewakili tiap kelas dibantu dengan data pengecekan lapang (ground control point). Tahapan pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 4. Uji akurasi yang dilakukan Campbell (1983) diacu dalam Danoedoro (2004) menyebutkan bahwa nilai ambang akurasi keseluruhan (overall accuracy) sebesar 85% seringkali digunakan sebagai standar minimum bagi diterimanya hasil pemetaan penutup lahan berbasis citra penginderaan jauh. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini menggunakan nilai ambang akurasi sebesar 85% sebagai batas minimum akurasi.
7
Gambar 4 Tahapan pengolahan citra
8 Perubahan tutupan lahan Perubahan tutupan lahan dilakukan dengan membandingkan luas tiap tipe tutupan lahan dalam periode waktu tertentu. Perubahan tutupan lahan yang terjadi dari tahun 2004 hingga 2014 mengakibatkan turunnya luasan RTH. RTH yang hilang diasumsikan melepas seluruh karbon yang dikandungnya dalam bentuk karbondioksida ke udara. Lepasnya karbondioksida disebut juga sebagai emisi karbon akibat adanya perubahan lahan (IPCC 2006). Biomassa dan karbon Model alometrik merupakan model yang sangat umum digunakan dalam biologi untuk menggambarkan perubahan dalam bentuk secara sistematis (Huxley 1993). Penggunaan persamaan alometrik banyak digunakan peneliti sebagai salah satu cara dalam menghitung nilai biomassa. Persamaan alometrik yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Jenis Tegakan Pisang (Musa paradisiaca) Pohon lain (humid/lembab : (15004000)mm/tahun) Sengon (Paraserianthes falcataria) Palm
Tabel 2 Persamaan alometrik Persamaan Alometrik Sumber Arifin (2001) diacu (AGB)est = 0.030 D2.13 dalam Hairiah et al. (2011) (AGB)est = 0.0509 × πD2H
Y = 0.0579D2.5596
(AGB)est = 4.5 + 7.7 x H
Chave et al. (2005) diacu dalam Hairiah et al. (2011) Rusolono (2006) diacu dalam Adinugroho (2012) Frangi dan Lugo (1985) diacu dalam Hairiah et al. (2011)
Pada tipe tutupan lahan rumput, pendugaan biomassa mengacu pada biomassa tumbuhan bawah yang diambil. Untuk menentukan berat karbon, maka jumlah cadangan biomassa dikalikan dengan angka standar yaitu 0.47 (SNI 2011). C = Biomassa × 0.47 Oksigen yang dihasilkan ruang terbuka hijau Perhitungan kemampuan RTH Kota Bogor dalam menghasilkan oksigen berdasarkan hasil observasi lapang. Data yang didapatkan diolah menggunakan metode alometrik untuk mendapatkan nilai karbon pada masing-masing kelas tutupan lahan. Selisih karbon dalam rentang 10 tahun yang didapatkan dari pengurangan nilai karbon tiap kelas merupakan nilai dari karbon sekuestrasi. Kemampuan oksigen tiap kelas didapatkan dengan menggunakan persamaan Nowak et al. (2007) : Net O2 yang dihasilkan (kg)= Net C sekuestrasi (kg) × 32/12
9 Kebutuhan oksigen sektor energi (kendaraan bermotor) Kendaraan bermotor digolongkan ke dalam empat golongan, yaitu kendaraan penumpang, kendaraan bus, kendaraan beban, dan sepeda motor (Wisesa 1988 ; Afrizal 2010). a. Kendaraan penumpang meliputi sedan, jeep dan minibus. Data dan informasi yang diketahui : - Berbahan bakar bensin - Berdaya 20 PS - Pemakaian bahan bakar : ±0.21 kg/PS.jam - Kebutuhan Oksigen per Kg bahan bakar : 2.77 kg - Lama beroperasi : 5 jam b. Kendaraan beban meliputi bus dan mikrobus Data dan informasi yang diketahui : - Berbahan bakar solar - Berdaya 100 PS - Pemakaian bahan bakar : ±0.16 kg/PS.jam - Kebutuhan Oksigen per Kg bahan bakar : 2.86 kg - Lama beroperasi : 6 jam c. Kendaraan beban meliputi truck, light truck dan pick up Data dan informasi yang diketahui : - Berbahan bakar bensin - Berdaya 50 PS - Pemakaian bahan bakar : ±0.21 kg/PS.jam - Kebutuhan Oksigen per Kg bahan bakar : 2.77 kg - Lama beroperasi : 2 jam d. Sepeda motor Data dan informasi yang diketahui : - Berbahan bakar bensin - Berdaya 1 PS - Pemakaian bahan bakar : ±0.21 kg/PS.jam - Kebutuhan Oksigen per Kg bahan bakar : 2.77 kg - Lama beroperasi : 3 jam Data yang terkumpul kemudian diolah dalam rumus berikut : Kebutuhan bahan bakar × Daya × kebutuhan oksigen per kg bahan bakar × lama beroperasi Kebutuhan oksigen sektor domestik (manusia dan ternak) Manusia menggunakan 300 kkal per hari dari asupan makannya dan menggunakan kurang lebih 600 liter oksigen serta memproduksi sekitar 480 liter karbondioksida (CO2) (White, Handler dan Smith 1959 diacu dalam Nugraha 1991). Sama seperti manusia, hewan ternak menggunakan oksigen untuk melangsungkan metabolisme di dalam tubuhnya, sehingga hewan ternak dapat beraktivitas dan berkembang biak. Setiap jenis hewan ternak membutuhkan oksigen yang berbeda, yaitu sebagai berikut : kerbau dan sapi 1 182 liter/hari,
10 kuda 1 288 liter/hari, kambing dan domba 218 liter/hari, dan ayam 116 liter/hari (Wisesa 1988). Pendugaan luasan ruang terbuka hijau berdasarkan kebutuhan oksigen tahun 2019 Perhitungan luasan ruang terbuka hijau dilakukan untuk menduga kebutuhan luasan RTH Kota Bogor yang sesuai dengan kebutuhan oksigen yang ada saat ini dan lima tahun ke depan. Kebutuhan oksigen yang dibutuhkan manusia, ternak, dan kendaraan bermotor diduga dengan menggunakan rumus bunga berganda sebagai berikut (McCutcheon dan Scoot 2005 diacu dalam Aenni 2011):
Pt= Po(1+r)x Keterangan: Pt = jumlah pada periode waktu ke t Po = jumlah pada periode waktu ke o r = Rata-rata prosentase pertambahan jumlah konsumsi bahan bakar x = Selisih tahun Pendekatan yang digunakan untuk menentukan kebutuhan hutan kota, yaitu dengan pendekatan Gerakis (Gerakis 1974 diacu dalam Wisesa 1988) dengan persamaan sebagai berikut :
𝐿𝑡 =
𝐴𝑡 + 𝐵𝑡 + 𝐶𝑡 (54)(0.9375)
Keterangan : Lt : Luas hutan kota pada tahun t (m2) At : Jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun t. Bt : Jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun t. Ct : Jumlah kebutuhan oksigen bagi hewan ternak pada tahun t. : Konstanta yang menunjukan 1 m2 luas lahan menghasilkan 54 gr berat 54 kering tanaman per hari. 0.9375 : Konstanta yang menunjukan bahwa 1 gr berat kering tanaman adalah setara dengan produksi oksigen 0.9375 gr. Asumsi : a. Suplai oksigen hanya dilakukan oleh tanaman. b. Lingkungan udara Kota Bogor merupakan lingkungan yang tertutup. Tidak ada angin yang membawa atau pengeluarkan oksigen dari dan atau ke dalam kota.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Tutupan Lahan Kota Bogor Klasifikasi tutupan lahan terbagi kedalam dua jenis, yaitu lahan bervegetasi/RTH dan lahan tak bervegetasi/non-RTH. Lahan bervegetasi/RTH yaitu hutan, kebun campuran, ladang, sawah, semak dan rumput, sedangkan lahan tak bervegetasi/non-RTH yaitu lahan terbangun dan badan air. Hasil pengolahan citra landsat dengan menggunakan metode Supervised Classification terdapat gangguan dari hasil pengunduhan peta citra landsat, gangguan tersebut berupa keberadaan awan pada peta citra landsat. Kelas awan merupakan daerah yang tertutup oleh keberadaan awan yang tidak diketahui tipe tutupan lahan yang terdapat dibawahnya. Hasil klasifikasi tutupan lahan pada tahun 2014 diperoleh hasil uji akurasi (Overall classification accuracy) sebesar 87.5% (Lampiran 3). Hasil pengolahan citra landsat berupa peta tutupan lahan Kota Bogor tahun 2004, 2009 dan 2014 dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil pengolahan citra landsat didapatkan luas total Kota Bogor sebesar 11 747.14 ha dengan tipe tutupan lahan yang mendominasi yaitu lahan terbangun. Pada tahun 2004, sebesar 41.7% luas lahan terbangun di Kota Bogor, sedangkan pada tahun 2014, luas lahan terbangun di Kota Bogor sebesar 45.34% (Tabel 3). Tipe tutupan lahan hutan memiliki kondisi yang berbeda dengan tipe tutupan lahan terbangun. Tutupan lahan hutan pada tahun 2004 sebesar 6.35% dari total luasan Kota Bogor, sedangkan pada tahun 2014, tutupan lahan hutan mengalami pengurangan jumlah luasan menjadi 1.16% dari total luasan Kota Bogor (Tabel 3). Tabel 3 menunjukan luasan tiap tipe tutupan lahan pada tahun 2004, 2009 dan 2014. Tabel 3 Tutupan lahan Kota Bogor periode tahun 2004, 2009, dan 2014 Tahun 2004 Tahun 2009 Tahun 2014 Tutupan No Lahan ha % ha % ha % 1 Awan 129.92 1.11 129.92 1.11 129.92 1.11 2 Hutan 746.46 6.35 474.82 4.04 136.58 1.16 Kebun 3 199.42 1.70 703.71 5.99 1 046.18 8.91 Campuran 4 Ladang 2 346.28 19.97 2 638.49 22.46 1 824.19 15.53 5 Sawah 2 042.12 17.38 1 160.46 9.88 1 523.36 12.97 6 Semak 606.85 5.17 879.23 7.48 1 118.93 9.53 7 Rumput 520.97 4.43 553.88 4.72 317.00 2.70 Lahan 8 4 900.41 41.72 4 902.37 41.73 5 326.31 45.34 Terbangun 9 Badan Air 254.72 2.17 304.27 2.59 324.68 2.76 Total 11 747.14 100 11 747.14 100 11 747.14 100 Lahan terbangun di Kota Bogor memiliki kecenderungan meningkat tiap tahunnya sebaliknya, tipe tutupan lahan hutan memiliki kecenderungan menurun luasannya. Kota di Indonesia, seperti juga kota di negara berkembang lainnya, telah membangun serta melengkapi berbagai fasilitas ekonomi dan sosial untuk
12 mendukung berbagai kegiatan perkotaan yang ingin cepat dan efisien, salah satunya yaitu Kota Bogor. Hal ini terutama untuk mendukung kenyamanan, kreativitas dan idealisme penduduk (Inoguchi et al. 1999). Faktor penyebab terjadinya kecenderungan meningkatnya jumlah luasan lahan terbangun di Kota Bogor salah satunya yaitu jumlah penduduk. Menurut Anwar (1994) diacu dalam Nurisjah (2005) pertumbuhan penduduk yang tinggi di kota dengan didukung adanya migrasi penduduk dari pedesaan dapat mendorong tingginya pembangunan fasilitas di kota untuk mendukung kebutuhan. Hal tersebut terjadi karena adanya aglomerasi ekonomi yang memberikan stimunlan akan pendapatan yang cederung lebih tinggi di kota. Tutupan lahan Kota Bogor dalam perkembangannya mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Periode 2004-2014, lahan terbangun mengalami peningkatan jumlah luasan sebesar 425.91 ha. Lahan bervegetasi khususnya tutupan lahan hutan jika dibandingkan dengan lahan terbangun terus mengalami penurunan jumlah luasan. Periode 2004-2014, tutupan lahan hutan mengalami penurunan jumlah luasan 609.88 ha. Tabel perubahan tutupan lahan tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan tabel perubahan tutupan lahan tahun 20092014 dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil pengolahan peta citra landsat mengenai perubahan tutupan lahan khususnya perubahan RTH dapat dilihat pada Gambar 6. Emisi Karbondioksida dan Kebutuhan Oksigen Akibat Perubahan Penutupan Lahan Luasan hutan di Kota Bogor yang kian menurun dari tahun ke tahun berdampak pada semakin berkurangnya RTH. Pada tahun 2004, jumlah total luasan dari RTH berdasarkan hasil penelitian sebesar 6 462.09 ha, dan pada tahun 2014 sebesar 5 966.24 ha. Hal tersebut menunjukan bahwa dari tahun 2004 hingga 2014 sebesar 495.86 ha RTH di Kota Bogor telah beralih fungsi menjadi penutupan lain. Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 29 Ayat 2 menyebutkan bahwa proporsi RTH paling sedikit yang harus dimiliki kota yaitu sebesar 30% dari luasan kota tersebut. Apabila mengacu pada peraturan tersebut, maka Kota Bogor dengan luasan 11 747.14 ha paling sedikit harus memiliki luas RTH sebesar 3 524.14 ha. Oleh sebab itu, Kota Bogor telah memenuhi peraturan perundang-undangan mengenai ketersediaan RTH meskipun dari tahun ke tahun jumlah luasan RTH di Kota Bogor cenderung menurun. Tumbuhan dalam proses hidupnya melakukan fotosintesis dan respirasi, dimana untuk melakukan fotosintesis tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dan menghasilkan oksigen. Pada saat respirasi, tumbuhan akan menggunakan oksigen dan menghasilkan CO2 (melepas CO2). Karbondioksida (CO2) yang diserap apabila memiliki jumlah yang lebih dibandingkan dengan CO2 yang dilepaskan maka akan terjadi penumpukan CO2 pada tumbuhan. Karbondioksida yang menumpuk tersimpan dalam bentuk padat atau biasa disebut karbon. Karbon tersebut merupakan karbon yang dihasilkan atau karbon stok dari tumbuhan.
13
13
Gambar 5 Tutupan lahan Kota Bogor tahun 2004, 2009 dan 2014
14 14
Gambar 6 Peta Perubahan RTH Kota Bogor
15 Selisih karbon tiap tahun yang dihasilkan dari lahan bervegetasi disebut juga karbon sekuestrasi. Nilai dari selisih tersebut dapat berupa angka positif maupun negatif. Karbon sekuestrasi dengan nilai positif menunjukan adanya karbon yang tersimpan pada selisih waktu tersebut, sedangkan karbon sekuestrasi dengan nilai negatif menunjukan bahwa selama selisih waktu tersebut, akibat terjadinya perubahan lahan (khususnya lahan bervegetasi) terjadi proses pelepasan karbon (emisi CO2). Perubahan lahan bervegetasi/RTH di Kota Bogor yang cenderung menurun mengakibatkan semakin kecil jumlah luasan khususnya lahan bervegetasi dalam menyimpan karbon. Berkurangnya simpanan karbon dapat mempengaruhi karbon sekuestrasi pada periode waktu tertentu, sehingga berpengaruh juga pada oksigen yang dihasilkan. Perubahan tutupan lahan bervegetasi/RTH yang terjadi di Kota Bogor mengakibatkan terjadinya emisi CO2 sebesar 8 722.85 ton/tahun, sedangkan perubahan tutupan lahan hutan merupakan penyumbang terjadinya emisi CO2 terbesar diantara lahan bervegetasi lainnya di Kota Bogor akibat terjadinya perubahan lahan. Tutupan lahan hutan yang mengalami perubahan tutupan lahan mengemisi CO2 sebesar 10 477.76 ton/tahun (Tabel 4).Tabel lengkap perhitungan pada Tabel 4 terlampir pada Lampiran 6. Tabel 4 Oksigen yang dihasilkan/dibutuhkan Kota Bogor Karbon Sekuestrasi Oksigen yang Dihasilkan Tutupan Lahan (ton/tahun) (ton/tahun) Awan* Hutan -10 477.76 -27 940.69 Kebun Campuran 2 077.48 5 539.95 Ladang -149.57 -398.86 Sawah -219.33 -584.87 Semak 52.47 139.91 Rumput -6.14 -16.36 Lahan Terbangun* Badan Air* Total -8 722.85 -23 260.92 Keterangan : * tidak dilakukan pengambilan data
Nilai negatif dari oksigen yang dihasilkan merupakan nilai oksigen yang dibutuhkan Kota Bogor, sedangkan nilai positif menunjukan oksigen yang dihasilkan. Emisi CO2 yang terjadi akibat adanya perubahan tutupan lahan membutuhkan oksigen untuk mengoksidasi karbohidrat untuk melepas CO2 ke udara. Oksigen yang dibutuhkan Kota Bogor akibat emisi oleh perubahan tutupan lahan bervegetasi sebesar 23 260.92 ton/tahun. Kebutuhan Oksigen Kota Bogor dari Sektor Energi dan Domestik Oksigen yang dihasilkan tumbuhan dimanfaatkan manusia dan hewan ternak dalam proses metabolisme. Kendaraan bermotor juga membutuhkan oksigen dalam proses pembakaran bahan bakar. Jumlah penduduk Kota Bogor yang terus meningkat dapat mempengaruhi peningkatan jumlah kendaraan
16 bermotor dan hewan ternak, sehingga berdampak pada meningkatnya jumlah oksigen yang dibutuhkan. Menurut Tinambunan (2006), pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman serta kebutuhan sarana dan prasarana lainnya. Pada tahun 2010, jumlah kebutuhan oksigen Kota Bogor sebesar 1 820 814.88 ton, sedangkan pada tahun 2013, kebutuhan oksigen Kota Bogor sebesar 2 206 017.04 ton. Terjadi peningkatan jumlah kebutuhan oksigen di Kota Bogor sebesar 385 202.16 ton atau 17.46 % (Tabel 5). Jumlah kebutuhan oksigen Kota Bogor dari sektor penduduk, ternak dan Kendaraan bermotor dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah kebutuhan oksigen Kota Bogor Variabel yang Kebutuhan oksigen (ton) membutuhkan 2010 2011 2012 2013 oksigen Penduduk Manusia 297 244.41 302 710.78 308 081.18 310 619.22 Ternak Sapi dan 735.07 825.07 764.67 765.27 Kerbau Kuda 59.24 59.24 50.02 36.20 Kambing dan 1 194.74 1 472.46 1 126.35 1 491.84 Domba Ayam 24 089.59 27 138.03 22 675.92 20 121.77 Kendaraan Sedan, Bermotor Jeep, 1 047 865.36 1 110 988.25 1 223 051.01 1 373 819.80 Minibus Bus, 95 003.25 74 659.73 69 849.44 73 256.73 Microbus Truck, Light 226 376.12 220 664.70 228 711.64 247 714.33 Truck, Pick Up Sepeda 128 247.10 144 048.84 158 349.27 178 191.89 Motor Total 1 820 814.88 1 882 567.09 2 012 659.49 2 206 017.04 Rata-rata (ton/tahun) 1 980 514.62 Luasan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Hutan merupakan tipe tutupan bervegetasi yang didominasi oleh pepohonan. Pohon memiliki siklus hidup yang lebih panjang dibandingkan tipe tutupan lahan bervegetasi lainnya. Oksigen yang dibutuhkan Kota Bogor akibat terjadinya perubahan tutupan lahan sebesar 23 260.92 ton/tahun, sedangkan kebutuhan oksigen dari sektor energi dan domestik sebesar 1 980 514.62 ton/tahun. Oksigen yang dibutuhkan tersebut apabila dikonversikan ke dalam jumlah luasan lahan bervegetasi pohon/hutan maka untuk oksigen yang dibutuhkan akibat terjadinya perubahan lahan setara dengan 50.77 ha/tahun. Kota Bogor harus menyediakan dan mempertahankan lahan bervegetasi pepohonan seluas minimal 50.77 ha untuk mencukupi kebutuhan oksigen akibat terjadinya
17 perubahan lahan, sedangkan untuk kebutuhan oksigen dari sektor energi dan domestik setara dengan 4 306.39 ha/tahun. Kota Bogor untuk mencukupi kebutuhan oksigen sektor energi dan domestik harus menyediakan dan mempertahankan lahan bervegetasi pohon minimal 4 306.39 ha. Kota Bogor setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan oksigen akibat terjadinya perubahan lahan dan kebutuhan oksigen sektor energi dan domestik minimal harus menyediakan dan mempertahankan tipe tutupan lahan bervegetasi pohon/hutan sebesar 4 357.16 ha. Hasil luasan tiap tipe tutupan lahan menunjukan pada tahun 2014 luas tutupan hutan hanya sebesar 136.58 ha. Kota Bogor dapat dikatakan belum cukup dalam memenuhi luasan RTH khususnya lahan bervegetasi pohon untuk kebutuhan oksigen akibat terjadinya perubahan tutupan lahan dan kebutuhan oksigen sektor energi dan domestik. Pendugaan Luasan Hutan Kota Periode Tahun 2019 Hutan kota merupakan salah satu bentuk RTH yang didominasi oleh pepohonan. Pendugaan dilakukan untuk mengetahui besar luasan hutan kota yang dibutuhkan Kota Bogor pada periode waktu tahun 2019. Hasil pendugaan kebutuhan oksigen penduduk Kota Bogor tahun 2019 adalah sebesar 928.08 Mg/hari, ternak sebesar 43.05 Mg/hari dan kendaraan bermotor sebesar 7 971.72 Mg/hari. Sehingga, total kebutuhan oksigen Kota Bogor pada tahun 2019 adalah sebesar 8 942.86/hari. Dari hasil tersebut didapatkan kebutuhan luasan hutan kota di Kota Bogor pada tahun 2019 adalah sebesar 17 664.90 ha. Apabila dibandingkan dengan luasan total Kota Bogor, maka luasan hutan kota pada tahun 2019 melebihi luasan Kota Bogor. Perlu adanya usaha pemerintah Kota Bogor untuk menghadapi permasalahan ini. Luas hutan kota yang dibutuhkan tahun 2019 lebih besar dibandingkan dengan luasan Kota Bogor. Perlu adanya pengurangan jumlah konsumen terutama dari sektor energi dan domestik sebagai konsumen oksigen di Kota Bogor. Pengendalian jumlah konsumen dapat berdampak pada kebutuhan, sehingga dalam kenyataannya luasan hutan kota sebagai produsen oksigen di Kota Bogor tidak melebihi luas wilayah Kota Bogor. Contoh bentuk kebijakan yang dapat menurunkan jumlah konsumen antara lain, mengurangi jumlah angkutan kota (angkot), pengendalian jumlah penduduk, juga dapat berupa pembuatan transportasi masal yang aman dan nyaman sehingga masyarakat dalam penggunaan kendaraan pribadi semakin menurun. Pengembangan RTH di Kota Bogor Pohon memiliki daur yang cukup panjang dan dapat memproduksi oksigen dalam jumlah yang cukup banyak dibandingkan vegetasi lainnya. Oleh sebab itu, dalam pengembangan RTH, vegetasi pepohonan merupakan pilihan yang tepat. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Bogor periode waktu 2011-2031 didalamnya terdapat perencanaan pola tata ruang. Berdasarkan pola rencana tata ruang tersebut, lokasi yang dapat dijadikan lahan bervegetasi pohon yaitu hutan kota, sempadan jalan tol, sempadan rel kereta api, sempadan sungai dan sempadan SUTET. Lokasi pengembangan lahan dengan vegetasi pohon dapan dilihat pada Gambar 7.
18 Lokasi pengembangan tersebut masih belum cukup memenuhi kebutuhan oksigen sektor energi dan domestik serta oksigen akibat terjadinya perubahan lahan. Luas lokasi pengembangan yang terlihat pada Gambar 7 hanya sebesar 918.82 ha, sedangkan dari hasil penelitian, Kota Bogor setiap tahunnya minimal harus memenuhi luasan lahan bervegetasi pohon seluas 4 357.16 ha/tahun. Kurangnya pengembangan lahan bervegetasi pohon sebesar 3 438.34 ha dapat didistribusikan pada lokasi lainnya berdasarkan kebijakan pemerintah dan keterlibatan masyarakat. Perlu dimaksimalkannya RTH publik dan privat dengan menanam pepohonan didalamnya. Pemerintah dapat membuat program kepada masyarakat dengan mewajibkan menanam satu pohon setiap rumah, tentu saja hal tersebut harus didukung dengan kepedulian masyarakat Kota Bogor agar program tersebut berjalan lancar. Selain itu, pemerintah dapat menambahkan vegetasi pepohonan pada taman kota dengan tetap mempertahankan fungsi artistik dari taman tersebut. Masyarakat juga dapat melakukan penanaman sendiri pada lahan pribadi dengan menanam vegetasi pepohonan yang dapat menghasilkan sesuatu seperti buah, getah dan kayu.
Gambar 7 Lokasi pengembangan lahan bervegetasi pohon di Kota Bogor Pengembangan lahan bervegetasi pohon selain mengacu pada RTRW Kota Bogor 2011-2031 dapat dikembangkan khususnya pada kecamatan Bogor Tengah. Dari hasil penutupan lahan di Kota Bogor, kecamatan Bogor tengah lebih didominasi oleh lahan terbangun dan juga merupakan pusat perkotaan di Kota Bogor. Penanaman vegetasi pohon pada kanan-kiri jalan perlu dipertahankan ataupun ditambah. Perlu adanya syarat bagi jenis pepohonan yang akan ditanam pada kanan-kiri jalan. Dachlan (2013) menyatakan bahwa persyaratan dalam pemilihan pohon sebagai peneduh jalan antara lain yaitu mudah tumbuh pada tanah yang padat, tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah, tahan
19 terhadap hembusan angin, dahan dan ranting tidak mudah patah, pohon tidak mudah tumbang, buah tidak terlalu besar, serasah yang dihasilkan sedikit, berumur panjang, pertumbuhan cepat, tahan terhadap hama penyakit, tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan memiliki kemampuan menyerap CO2 yang tinggi . Selain itu perlu adanya pemeliharan berkala bagi pohon-pohon yang sudah ada agar fungsi dari pepohonan dapat optimal. Lahan terbangun yang ada dapat dimanfaatkan dengan adanya pembuatan roof garden pada atap bangunan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ruang terbuka hijau di Kota Bogor saat ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen akibat terjadinya perubahan lahan serta sektor energi dan domestik. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen tersebut, Kota Bogor perlu menyediakan dan mempertahankan RTH bervegetasi pohon dengan luasan minimal 4 357.16 ha. Saran Pemerintah Kota Bogor sebaiknya lebih memperhatikan kondisi RTH di Kota Bogor dengan tetap mempertahankan ataupun menambah kembali luasan RTH khususnya vegetasi berpohon. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai kemampuan menghasilkan oksigen, baik jenis pohon yang paling tinggi dalam memproduksi oksigen maupun kemampuan tiap tutupan lahan dalam menghasilkan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA Adinugroho WC. 2012. Analisis Cadangan Karbon Pohon Pada Ruang Terbuka Hijau Di Hulu Das Kali Bekasi [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana IPB. Bogor. Aenni N. 2011. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh Dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Rosot CO2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Afrizal EI, Fatimah IS, Sulistyantara B. 2010. Studi Potensi Produksi Oksigen Hutan Kota di Kampus Universitas Indonesia, Depok. Jurnal lanskap Indonesia vol II no 1. Asyaebani K. 2013. Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG Untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan Dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000 dan
20 2012) [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dachlan EN. 2013. Kota Hijau Hutan Kota. Bogor (ID). ISBN 979-8381-00-9 Danoedoro P. 2004. Klasifikasi Penutup Lahan secara Rinci: Pengalaman dengan Citra Landsat ETM+ dan Quickbird, dalam Danoedoro (ed.). Sains Informasi Geografis; dari Perolehan dan Analisis Citra Hingga Pemetaan dan Pemodelan Spasial. Yogyakarta (ID) : Jurusan KPJ, Fakultas Geografi UGM. [Fahutan IPB] Fakultas Kehutanan IPB. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Hairiah K, Ekadinata A, Sari RR, Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon: dari tingkat lahan ke bentang lahan. Petunjuk praktis. Edisi kedua. Bogor, World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya (UB), Malang, Indonesia. Huxley JS. 1993. Problems of Relative Growth. John Hopkins University Press. London. Inoguchi, T, E. Newman dan G. Paoletto, 1999. Introduction: Cities and the Environment Towards Eco-partnerships. United Nations University Press, Tokyo. p. 1-14. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme, Eggleston HS, Buendia L, Miwa K, Ngara T and Tanabe K (eds). Published: IGES, Japan Kamen MD. 1963. Primary Processes in Photosynthesis. New York: Academic Press Lillesand TM, Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Ed ke-3. Sutanto, penerjemah; Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation Nowak DJ, Hoen R, Crane DE. 2007. Oxygen Production by Urban Trees in the United States. Arboriculture & Urban Forestry 2007. 33(3):220–226. Nugraha. 1991. Pengembangan Hutan Kota dalam Hubungannya dengan Pengembangan Wilayah Kota Serang dan Cilegon [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurisjah S. 2005. Penilaian Masyarakat Terhadap Ruang Terbuka Hijau (Rth) Wilayah Perkotaan: Kasus Kotamadya Bogor [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2010. Klasifikasi Penutup Lahan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2011. Pengukuran dan Perhitungan Cadangan Karbon. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta Tinambunan RS. 2006. AnalisisKebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Pekanbaru [Tesis]. Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. [UU] Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. 2007
21 Wisesa SPC. 1988. Studi Pengembangan Hutan Kota di Wilayah Kotamadya Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
22 Lampiran 1 Lokasi pengambilan petak contoh biomassa
23 Lampiran 2 Kondisi tiap tipe tutupan lahan Kota Bogor
Hutan
Kebun Campuran
Ladang
Sawah
Semak
Rumput
Lahan Terbangun
Badan Air
24 Lampiran 3 Hasil uji akurasi
25
Lampiran 4 Perubahan Tutupan Lahan Periode 2004 – 2009 Tutupan Lahan Tahun 2004 No Data Hutan Kebun Ladang Sawah Semak Rumput Lahan Terbangun Badan Air Total
No Data 129.92 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 129.92
Hutan 0.00 232.29 27.63 60.26 112.37 3.87 6.84 16.79 14.78 474.82
Kebun 0.00 131.74 49.61 232.76 196.00 15.48 29.97 39.87 8.28 703.71
Ladang 0.00 222.57 79.90 1 101.44 661.64 105.19 175.19 268.34 24.23 2 638.49
Tutupan Lahan Tahun 2009 Lahan Sawah Semak Terbuka 0.00 0.00 0.00 67.01 17.46 9.52 18.20 4.57 6.71 249.17 170.84 208.46 452.36 151.29 65.27 73.49 157.93 23.29 34.72 26.51 175.93 208.46 342.83 61.61 57.06 7.81 3.11 1 160.46 879.23 553.88
Lahan Terbangun 0.00 53.44 10.96 307.37 329.72 224.15 68.87 3 852.45 55.42 4 902.37
Badan Air 0.00 12.44 1.85 15.98 73.49 3.47 2.95 110.07 84.04 304.27
Total 129.92 746.46 199.42 2 346.28 2 042.12 606.85 520.97 4 900.41 254.72 11 747.14
25
26
26
Lampiran 5 Perubahan tutupan lahan periode 2009 – 2014 Tutupan Lahan Tahun 2009
No Data Hutan Kebun Ladang Sawah Semak Rumput Lahan Terbangun Badan Air Total
Tutupan Lahan Tahun 2014
129.92 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 92.93 17.42 16.56 4.50 0.18 0.81
0.00 126.23 227.77 480.24 93.04 25.20 43.63
0.00 58.32 180.56 887.09 192.60 123.14 184.14
0.00 102.22 139.01 511.00 363.51 91.13 75.58
0.00 18.59 49.39 294.80 137.39 213.59 46.76
Lahan Terbuka 0.00 4.21 13.37 85.84 23.96 20.84 127.08
0.00
2.16
44.24
186.68
182.88
350.73
39.78
4 028.22
67.68
4 902.37
0.00 129.92
2.03 136.58
5.85 1 046.18
11.66 1 824.19
58.05 1 523.36
7.70 1 118.93
1.94 317.00
124.20 5 326.31
92.86 324.68
304.27 11 747.14
No Data
Hutan
Kebun
Ladang
Sawah
Semak
Lahan Terbangun 0.00 31.16 60.77 328.34 284.51 396.77 72.34
Badan Air 0.00 41.18 15.44 34.63 60.95 8.39 3.56
Total
129.92 474.82 703.71 2 638.49 1 160.46 879.23 553.88
27
Lampiran 6 Oksigen yang dihasilkan Kota Bogor Tutupan Lahan
Awan Hutan Kebun Campuran Ladang Sawah Semak Rumput Lahan Terbangun* Badan Air* Total Rata-Rata/Tahun
Karbon (ton/ha)
2004
Total Karbon (ton) 2009
2014
Karbon Sekuestrasi (ton) 2004-2009 2009-2014
Karbon Sekuestrasi (ton/tahun)
Oksigen yang Dihasilkan (ton)
171.80 24.53
128 241.03 4 892.58
81 573.14 17 265.06
23 463.44 25 667.39
-46 667.89 12 372.48
-58 109.70 8 402.34
-10 477.76 2 077.48
-27 940.69 5 539.95
2.86 4.23 1.02 0.30 -
6 721.88 8 633.91 621.78 156.71 -
7 559.02 4 906.32 900.86 166.61 -
5 226.14 6 440.64 1 146.45 95.35 -
837.15 -3 727.59 279.09 9.90 -
-2 332.89 1 534.32 245.59 -71.25 -
-149.57 -219.33 52.47 -6.14 -
-398.86 -584.87 139.91 -16.36 -
204.75
149 267.88
112 371.01
62 039.41
-36 896.86 -7 379.37
-50 331.60 -10 066.32
-8 722.85 -8 722.85
-23 260.92 -23 260.92
Keterangan : * tidak dilakukan pengambilan data
1327
28
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jayapura, Provinsi Papua pada tanggal 22 November 1992 dari ayah bernama Bambang Setyowanto dan ibu Nursalmi. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SD Hikmah Yapis I Jayapura pada tahun 1998-2004. Penulis kemudian melanjutkan jenjang pendidikan ke SMP Negeri II Abepura pada tahun 2004-2007 lalu ke SMA Negeri 1 Abepura pada tahun 2007-2010. Melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis berhasil masuk ke IPB pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE), Fakultas Kehutanan. Selama menempuh pendidikan di DKSHE, penulis turut serta menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Spasial Lingkungan (tahun 2015). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi (Himakova) periode 2011-2012 dan 2012-2013. Selama menjadi anggota aktif Himakova, penulis turut serta bergabung dalam Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH). Pada tahun 2013 penulis pernah mengikuti kegiatan ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (Surili) di Taman Nasional Manusela (TNM) Provinsi Maluku. Penulis melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Cagar Alam Kawah Kamojang pada tahun 2012. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan GunungWalat Sukabumi, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan HPH Cianjur pada tahun 2013 serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Kepulauan Seribu pada tahun 2014. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bogor dalam Mencukupi Kebutuhan Oksigen” di bawah bimbingan Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF dan Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB.