PENGARUH PERSEPSI AYAH TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA TERHADAP INVESTASI PENDIDIKAN ANAK PADA KELUARGA TKW
SWARA ASA PRATIWI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Persepsi Ayah tentang Pendidikan Menengah dan Kesejahteraan Keluarga terhadap Investasi Pendidikan Anak pada Keluarga TKW” adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Swara Asa Pratiwi NIM I24100061
ABSTRAK SWARA ASA PRATIWI. Pengaruh Persepsi Ayah tentang Pendidikan Menengah dan Kesejahteraan Keluarga terhadap Investasi Pendidikan Anak pada Keluarga TKW. Dibimbing oleh Istiqlaliyah Muflikhati. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan subjektif ayah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, mengidentifikasi persepsi ayah tentang pendidikan menengah, serta mengidentifikasi investasi uang dan waktu yaitu kebersamaan ayah dengan anak pada keluarga TKW serta menganalisis pengaruh kesejahteraan subjektif ayah dan persepsi ayah tentang pendidikan menengah terhadap investasi anak. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga TKW yang memiliki anak usia (12-14) tahun sebanyak 60 keluarga yang dipilih secara purposive. Tingkat kesejahteraan subjektif ayah, persepsi ayah tentang pentingnya pendidikan menengah (SMA) bagi anak termasuk kategori sedang. Fasilitas pendidikan anak termasuk kategori rendah. Alokasi pengeluaran pendidikan anak sebesar 12,57 persen dengan rata-rata Rp243.700 per bulan. Investasi waktu ayah dengan anak termasuk kategori rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan ibu, kondisi tempat tinggal, dan kebersamaan ayah dengan anak akan meningkatkan kesejahteraan subjektif ayah. Pendidikan ayah dan pendapatan ibu akan meningkatkan fasilitas pendidikan dan alokasi pengeluaran pendidikan anak. Semakin baik kesejahteraan subjektif ayah akan meningkatkan kesadaran ayah untuk meluangkan waktu bersama dengan anak. Kata kunci: investasi pendidikan anak, kesejahteraan subjektif, persepsi pendidikan menengah
ABSTRACT SWARA ASA PRATIWI. The effect of father peception about secondary education and family well-being toward education child investment in migrant worker family. Supervisored by Istiqlaliyah Muflikhati. This study aims to analyze the level of subjective well-being of father and factors that influence it, identify father perceptions about secondary education, identify money investment and time investment for the child's on the migrant worker family, and analyze the influence of subjective well-being of father and the father's perception of secondary education to child investment. The sample of this study is migrant workers family who have children with age 12-14 years old. There are 60 families that were selected purposively. The level of subjective wellbeing of father, father perception about secondary education are moderate category. Money investment are low category. Allocation of children's education cost is about 12,57 percent or Rp 243.700 per month. The time Investment of father for the child is low. The results showed that the mother's income, living conditions, and the togetherness of fathers and the children will increase subjective well-being of father. Father’s education and mother's revenue will increase educational facilities and the cost allocation of children's education. Subjective well-being of fahter that good will increase the awareness of the father's to spend the time with the children. Key words : human investment, subjective well-being, perception education
PENGARUH PERSEPSI AYAH TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA TERHADAP INVESTASI PENDIDIKAN ANAK PADA KELUARGA TKW
SWARA ASA PRATIWI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sehingga selalu tercurah syafaatnya kepada penulis. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.SI selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran, membimbing, mengarahkan, memberi saran, serta dorongan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 2. Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis. 3. Neti Hernawati, SP, M.Si selaku dosen penguji sidang atas kritik dan saran yang diberikan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Alfiasari, SP, M.Si selaku pemandu seminar atas kritik dan saran yang diberikan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. 5. Megawati Simanjuntak, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu mendukung dalam hal akademik dan dalam proses penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 6. Desa Kedokanbunder Wetan, Kecamatan Kedokanbunder, Kabupaten Indramayu telah bersedia menjadi responden dalam menyelesaikan penelitian ini. 7. Orang tua penulis Bapak Sugianto dan Ibu Sundari, adik dari penulis Fajar Dwi Aridanto, Inggar Ananto, dan Arya Putranto atas doa dan dukungan yang sangat besar dalam proses penyelesaian skripsi ini. 8. Keluarga besar dari Iin Solikhin, S.PI dan seluruh sahabat penulis, Rola Nanda Widuri, Tria Komala Dewi, Anggraini Muliasari, Nenny Vini Mediani, Wida Edwina, Nurul Fatwa, dan seluruh teman-teman IKK 47 atas kesabaran, dukungan, dan motivasinya juga diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini hingga selesai. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hasil penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan penelitian ini, dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, September 2014
Swara Asa Pratiwi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
i
DAFTAR LAMPIRAN
ii
PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Cara Pemilihan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteris tik Keluarga Kondisi Tempat Tinggal Kesejahteraan Subjektif Persepsi Ayah tentang Pendidikan Menengah Investasi Anak Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Subjektif Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fasilitas Pendidikan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alokasi Pengeluaran Pendidikan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebersamaan Ayah dengan Anak PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
1 2 3 4 4 6 6 6 7 9 10 11 12 13 14 14 16 17 18 19 20 22 22 23 27 32
DAFTAR TABEL 1 Variabel, satuan, dan skala 2 Nilai minimum, maksimum, dan rataan karakteristik keluarga 3 Nilai minimum, maksimum, rataan dan standar deviasi indeks kesejahteraan subjektif ayah 4 Sebaran kesejahteraan subjektif contoh berdasarkan dimensi 5 Sebaran keluarga berdasarkan persepsi pendidikan menengah 6 Sebaran keluarga berdasarkan kategori fasilitas pendidikan untuk anak 7 Sebaran alokasi pengeluaran pendidikan untuk anak per bulan 8 Sebaran kebersamaan ayah dengan anak 9 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif 10 Faktor-faktor yang mempengaruhi fasilitas pendidikan 11 Faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi pengeluaran pendidikan 12 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebersamaan ayah dengan anak
7 12 13 13 14 15 15 16 17 18 19 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Sebaran keluarga berdasarkan kondisi tempat tinggal Sebaran keluarga berdasarkan jawaban kesejahteraan subjektif Sebaran jawaban persepsi pendidikan menengah Sebaran jawaban kebersamaan ayah dengan anak Sebaran jawaban kepemilikan fasilitas pendidikan Koefisien korelasi antar variabel
27 28 29 30 30 31
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kesejahteraan merupakan tujuan dari setiap individu. Kesejahteraan didefinisikan sebagai kualitas hidup seseorang atau unit sosial lain (Behke & Macdermid 2004). Kesejahteraan juga menjadi tujuan membentuk suatu keluarga. Jika suatu keluarga dikatakan sejahtera maka individu yang berada di dalamnya akan mampu mengembangkan dirinya dengan lebih baik, dan sistem yang lebih besar yang dibentuk oleh keluarga yaitu masyarakat dan negara akan turut berkembang. Sejahtera bagi seseorang belum tentu sama dengan yang lainnya, hal ini dikarenakan setiap orang memiliki pengalaman dan tingkat kepuasan yang berbeda yang sangat bergantung pada kepribadian masing-masing individu terhadap tingkat kepuasan dan persepsi yang dimilikinya akibat dari pengalaman sebelumnya (Anggur et al 2004). Syarief dan Hartoyo (1993) menyatakan bahwa kesejahteraan keluarga memiliki dua dimensi yaitu dimensi material dan dimensi spiritual. Keluarga sudah digolongkan sejahtera secara material ditentukan melalui pendapatan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan, keluarga yang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan tentunya tidak dapat memenuhi semua kebutuhan dasar minimumnya. Kesejahteraan spiritual suatu keluarga dapat diukur dengan kualitas kehidupan non-fisik, kesejahteraan ini bersifat subjektif. Puspitawati (2009) menyatakan bahwa kesejahteraan subjektif adalah kepuasan yang dirasakan seseorang terhadap semua materi dan perilaku yang dilakukannya untuk mencapai tujuan hidup. Shinta (2008) menyatakan bahwa semakin sejahtera keluarga maka beragam kebutuhan anggota keluarga dapat terpenuhi, baik secara kuantitas maupun kualitas. Kebutuhan yang cenderung berubah dan bertambah dari waktu ke waktu mengakibatkan keluarga dituntut untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Oleh karena itu, anggota keluarga lain dituntut untuk ikut bekerja, angota keluarga yang berpotensi bisa dimanfaatkan untuk mencari nafkah adalah ibu. Oyabu dan Eguchi (1999) menyatakan bahwa ibu yang bekerja pada keluarga berpendapatan rendah adalah untuk mendukung pendapatan keluarga. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga adalah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga (Rambe 2004). Dampak negatif yang terjadi pada keluarga dengan ibu bekerja adalah perubahan struktur keluarga dan fungsi pengasuhan anak. Perubahan struktur keluarga yakni peran ayah menjadi ganda. Ayah berperan sebagai pencari nafkah utama dan menjalankan peran domestik untuk menggantikan peran ibu karena ibu bekerja sebagai TKW. Hal ini mengakibatkan suami bekerja melebihi kapasitasnya sehingga menimbulkan ketidakpuasan (Savitri 2011). Pada teori struktural fungsional peran ekspresif atau pemberi cinta, pengasuhan, dan kasih sayang dilakukan oleh ibu, namun pada kelurga TKW dilakukan oleh ayah, sehingga peran ayah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari demi kelangsungan hidup. Orang tua yakni ayah diharapkan dapat memberi perhatian terhadap perkembangan anak, baik melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan merupakan salah satu hak dasar bagi setiap warga negara. Sehingga
2 pendidikan yang ditempuh oleh anak merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan orang tua mempengaruhi pandangan atau persepsi orangtua mengenai pentingnya anak untuk masa depan. Persepsi pentingnya pendidikan akan berpengaruh terhadap perilaku yang dicerminkan dalam alokasi pengeluaran untuk pendidikan (Jerrim dan Micklewright 2009). Pendidikan adalah salah satu prasyarat untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Upaya dalam meningkatkan kualitas anak dilakukan melalui investasi anak. Bryant dan Zick (2006) menyatakan bahwa pendidikan formal merupakan salah satu cara yang paling umum untuk berinvestasi terhadap sumerdaya manusia. Bentuk investasi dalam keluarga yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas anak dalam rangka membentuk sumber daya manusia yang berkualitas adalah waktu dan pendapatan. Alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak merupakan cerminan investasi yang dilakukan oleh orangtua untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hample (2010) mengungkapkan bahwa orang tua melakukan persiapan terhadap kualitas anak melalui sumber daya yang dimiliki. Waktu merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki orang tua selain uang (Hartoyo 1998). Di Indonesia penelitian kesejahteraan keluarga secara objektif yang berhubungan dengan peningkatan kualitas anak telah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian dengan melihat kesejahteraan individu seorang ayah yang memiliki istri bekerja sebagai TKW yang dikaitkan dengan pandangan ayah mengenai pendidikan menengah dan investasi pendidikan anak yang masih jarang dilakukan di Indonesia. Dengan demikian, penting untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh persepsi ayah tentang pendidikan menengah dan kesejahteraan keluarga (subjektif) terhadap investasi pendidikan anak di keluarga TKW.
Rumusan Masalah Kemiskinan di Indramayu menurut data BPS tahun 2009 mencapai 17,99% dari jumlah penduduk di Indramayu yang mencapai 1,7 juta jiwa. Kemiskinan tersebut yang menyebabkan sebagian warga Indramayu memilih bekerja sebagai TKI/TKW. Data survey BNP2TKI tahun 2013 membuktikan bahwa propinsi Jawa Barat merupakan penyumbang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terbanyak dengan latar pendidikan SMP sebanyak 129.885 orang. Motivasi besar perempuan menjadi TKW karena tekanan ekonomi. Soli hah (2000) mengungkapkan bahwa ekonomi menjadi alasan wanita yang sudah menikah dan mempunyai anak menjadi TKW. Kepergian istri sementara untuk bekerja di luar negeri akan menimbulkan permasalahan di dalam keluarga seperti intensitas pertemuan dengan keluarga menjadi jauh berkurang dan secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi keharmonisan dalam keluarga (Tjaja 2000). Perpisahan yang terjadi akan memberikan dampak negatif bagi ayah dan anak sebagai anggota keluarga karena beban ayah semakin besar selain dituntut untuk bekerja setiap hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mengatur pekerjaan di dalam rumah, ayah juga harus mampu untuk mendidik, mengasuh serta mengawasi anak-anaknya (LPPM UMP 2009). Kondisi tersebut akan mempengaruhi kepuasan ayah terhadap kehidupannya selama istri menjadi TKW,
3 yang disebut kesejahteraan subjektif ayah. Komunikasi yang terjalin antara ayahistri melemah dan mempengaruhi kualitas perkawinan, begitu pula antar ibu dan anak remaja yang mengalami masa pubertas dan membutuhkan pendampingan dari kedua orang tua. Karena pada masa remaja aspek psikologisnya mengalami perkembangan yaitu aspek afektif, psikomotorik, dan kognitif remaja. Kemampuan berfikir remaja yang berkembang seiring dengan meningkatnya ketersediaan sumberdaya kognitif, aspek afektif dimana anak mulai ingin bebas, menjadi alasan perlunya curahan waktu orang tua terhadap remaja. Welis (1994), Jatiningsih (2004), dan Lestari (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi alokasi waktu orang tua yang tersedia untuk pengasuhan anak dapat meningkatkan kualitas anak. Selain alokasi waktu, alokasi untuk pengeluaran pendidikan juga upaya untuk meningkatkan kualitas anak. Hartoyo (1998) upaya keluarga untuk investasi pada anak dapat tercermin dalam alokasi pendapatan (uang) dan waktu. Kemiskinan juga berdampak pada rendahnya alokasi untuk kebutuhan rumah tangga termasuk alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak. Permatasari (2010) menunjukan bahwa keluarga yang tergolong miskin masih sedikit mengalokasikan pengeluaran untuk pendidikan anak, baik karena kemampuan ekonomi yang rendah atau karena kesadaran yang masih kurang terhadap pendidikan. Selain bermaksud menambah pendapatan di dalam keluarga, menjadi TKW juga akan menambah devisa negara. Meski aliran dana remmitance dari warga Indramayu yang bekerja di luar negeri per tahun mencapai Rp 300 miliar namun tetap saja angka kemiskinan masih tinggi karena digunakan untuk membiayai kebutuhan konsumtif (Zaelani 2011). Berdasarkan uraian tersebut maka di dapatkan pertanyaan pada penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana tingkat kesejahteraan subjektif ayah ? 2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif ? 3. Bagaimana persepsi ayah tentang pendidikan menengah anak pada keluarga TKW ? 4. Bagaimana penyediaan fasilitas dan alokasi pengeluaran untuk pendidikan dan kebersamaan ayah dengan anak yang dilakukan keluarga TKW? 5. Bagaimana pengaruh persepsi ayah tentang pendidikan menengah dan kesejahteraan subjektif terhadap investasi pendidikan anak pada keluarga TKW ?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh persepsi ayah tentang pendidikan menengah dan kesejahteraan keluarga terhadap investasi pendidikan anak pada keluarga TKW. Tujuan Khusus 1) Menganalisis tingkat kesejahteraan subjekif ayah pada keluarga TKW. 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif.
4 3) Menganalisis persepsi ayah tentang pendidikan menengah anak di keluarga TKW. 4) Mengidentifikasi fasilitas dan alokasi pengeluaran untuk pendidikan dan kebersamaan ayah dengan anak remaja. 5) Menganalisis pengaruh persepsi ayah tentang pendidikan menengah dan kesejahteraan subjektif terhadap investasi pendidikan anak pada keluarga TKW. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini bagi beberapa pihak antara lain : 1) Bagi peneliti, dapat memperkaya ilmu dan wawasan yang telah didapatkan serta dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah didapatkan. 2) Bagi institusi, dapat menyumbangkan referensi baru terutama yang berkaitan dengan persepsi orang tua terhadap pendidikan menengah, kesejahteraan subjektif, dan investasi pendidikan anak di kelurga TKW. 3) Bagi masyarakat, dapat memberikan wawasan mengenai pendidikan menengah, kesejahteraan subjektif, dan investasi pendidikan anak di kelurga TKW. 4) Bagi pemerintah, dapat memberikan sumbangan informasi mengenai pendidikan menengah, kesejahteraan subjektif, dan investasi pendidikan anak di kelurga TKW. KERANGKA PEMIKIRAN Suatu pernikahan didasari oleh persaman dalam tujuan pernikahan yakni keluarga sejahtera. Cara setiap keluarga mencapai suatu kesejahteraan berbedabeda. Keluarga yang memiliki pendapatan rendah akan mencari pekerjaan lain disamping pekerjaan utamanya bahkan tidak jarang melibatkan anggota keluarga lainnya termasuk istri/ibu untuk meningkatkan pendapatan (family generating income). Hal ini akan memberikan kontribusi ekonomi secara langsung terhadap pendapatan yang akan mempengaruhi aktivitas keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun non pangan. Keluarga dikatakan sejahtera apabila kebutuhan setiap anggotanya dapat terpenuhi. Laswell dan Laswell (1987) mengemukakan bahwa kontribusi ekonomi perempuan dalam ekonomi keluarga akan menghasilkan peningkatan dalam keuangan keluarga, kepemilikan barang mewah, standar hidup yang lebih tinggi dengan pencapaian rasa aman yang lebih baik sehingga berdampak pada peningkatan status sosial keluarga. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan keluarga, baik kesejahteraan objektif maupun kesejahteraan subjektif. Sebab seseorang akan merasa semakin puas dan bahagia apabila semakin tinggi kekayaan yang dimilikinya (Angur et al 2004). Keluarga memiliki tanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak. Seperti keluarga pada umumnya, keluarga TKW melakukan investasi untuk meningkatkan kualitas sumberdaya keluarga. Investasi yang dilakukan keluarga TKW adalah investasi waktu dan juga pendidikan. Pendidikan terdiri dari tiga jenjang, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
5 Pendidikan menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah sangat penting dilaksanakan sebagai sarana pengembangan potensi anak. Namun, dalam pelaksanaannya, pendidikan menengah membutuhkan biaya yang mahal dan memberatkan keluarga, sehingga hal tersebut akan memengaruhi persepsi pentingnya pendidikan menengah. Namun, pendidikan menengah membutuhkan biaya yang mahal, sehingga mempengaruhi pandangan orang tua terhadap pentingnya pendidikan menengah untuk anak. Karakteristik keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi atau cara pandang keluarga, termasuk tentang pendidikan. Sriyanti et al (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan, pengalaman bekerja, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak mempengaruhi persepsi orang tua tentang pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa semakin baik persepsi orang tua terhadap pendidikan anak maka akan berpengaruh pada kesadaran orang tua menyekolahkan anak namun didasarkan juga pada keinginan anak untuk sekolah. Kesadaran orang tua untuk meyekolahkan anak termasuk sebagai investasi anak untuk meningkatkan kualitas anak di masa depan. Investasi orang tua pada sumber daya manusia yaitu anak-anak dapat dilakukan dengan melakukan pengajaran pada anak dan pengeluaran untuk biaya pendidikan anak. Orang tua yang menggunakan waktunya dengan anak untuk bersama melakukan tugas tertentu akan berkontribusi terhadap pembentukan modal manusia seorang anak. Penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak terhadap kesejahteraan subjektif ayah, persepsi orang tua tentang pendidikan menengah anak dan investasi pendidikan anak dalam bentuk materi (uang) dan non materi (waktu). Secara lebih jelas, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Karakteristik Keluarga Usia Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besar keluarga Aset (Kondisi rumah
Persepsi Ayah tentang Pendidikan Menengah
Investasi Pendidikan Anak Investasi materi Investasi non materi
Kesejahteraan Anak
Kesejahteraan Subjektif Karakteristik Anak Usia Jenis kelamin
Ket :
= Hubungan yang diteliti
= Variabel yang diteliti
= Hubungan yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
6
METODE Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik responden (Singarimbun & Effendi 1995). Penelitian dilaksanakan di Desa Kedokanbunder Wetan, Kecamatan Kedokanbunder, Kabupaten Indramayu RW 01. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan daerah yang memiliki penduduk yang cukup banyak bekerja sebagai TKW. Pengambilan data dilakukan mulai bulan Februari-Mei 2014 yang meliputi pengumpulan, pengolahan, dan analisis data. Cara Pemilihan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga TKW yang tinggal di Desa Kedokanbunder Wetan, Kecamatan Kedokanbunder, Kabupaten Indramayu. Kriteria contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri dan memiliki anak usia remaja (12-14) tahun. Responden pada penelitian ini adalah ayah yang memiliki istri yang bekerja sebagai TKW berjumlah 60. Metode penarikan contoh dilakukan dengan cara non probability sampling, teknik purposive sampling. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer. Data primer yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan panduan kuesioner yaitu karakteristik keluarga (usia, lama pendidikan, pendapatan, pekerjaan, besar keluarga, dan aset (kondisi rumah)), karakteristik anak (usia dan jenis kelamin), persepsi ayah tentang pendidikan menengah, kesejahteraan subjektif, dan investasi anak (investasi materi dan investasi non materi). Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang diuji validitas dan realibilitasnya.Variabel yang diteliti dan kategori pengelompokannya dapat dilihat pada Tabel 1.
7 Tabel 1 Variabel, satuan, dan skala No 1
2
3 4 5
Variabel Karakteristik ayah/keluarga TKW Usia ayah (tahun) Usia istri (tahun) Lama Pendidikan Besar keluarga Pendapatan Pekerjaan
Satuan
Skala
Tahun Tahun Tahun Orang Rupiah/bulan [0]Tidak bekerja [1]Petani [2]PNS/TNI/POLRI [3]Buruh [4]Karyawan [5]Wirasawsta [6]Lainnya
Rasio Rasio Rasio Rasio Rasio Nominal
Aset (Kondisi Rumah) Karakteristik anak Usia Jenis Kelamin
-
-
Tahun [0]Laki-laki [1]Perempuan Skor Skor
Rasio Nominal
Kesejahteraan subjektif ayah Persepsi Ayah tentang pendidikan menengah Investasi Pendidikan anak Investasi Materi a. Fasilitas pendidikan b. Alokasi pengeluaran pendidikan Investasi Non Materi a. Kebersamaan ayah dengan anak
Ordinal Rasio
[0] Tidak punya [1] Punya Rupiah/bulan
Ordinal
Skor
Rasio
Rasio
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian Sebelum melakukan pengolahan maka diperlukan cara untuk mengukur dan menilai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Pengukuran dan penilaian variabel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Kesejahteraan subjektif Kesejahteraan subjektif ayah menggunakan instrumen yang mengacu dan memodifikasi dari Puspitawati (2012) dan Zuliany (2013). Kesejahteraan subjektif terbagi menjadi 5 dimensi yaitu fisik (8 pertanyaan), ekonomi (12 pertanyaan), psikologis (12 pertanyaan), dan sosial (6 pertanyaan). Masingmasing pertanyaan disediakan 3 jawaban dengan skor 1 untuk jawaban “tidak puas”, 2 untuk jawaban “cukup puas”, 3 untuk jawaban “puas”. Instrumen Kesejahteraan subjektif telah diuji validitas dan realibilitasnya dengan Cronbach alpha sebesar 0,898. Skor yang diperoleh kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk indeks dan kemudian dikelompokkan.
8 menjadi 3, yaitu rendah, sedang, tinggi. Berikut ini cut off yang digunakan untuk mengelompokkan kesejahteraan subjektif ayah yaitu: a. Rendah : 0 - 33,3 b. Sedang : 33,4 - 66,6 c. Tinggi : 66,7 – 100 b) Persepsi orang tua tentang pendidikan menengah Kuesioner persepsi orang tua tentang pendidikan menengah yang digunakan diadopsi dan dimodifikasi dari Puspitawati (2009) dan Winda (2012). Instrument persepsi orang tua tentang pendidikan menengah memiliki 17 pertanyaan dan diukur menggunakan skala likert yang telah diuji validitas dan realibilitasnya dengan Cronbach alpha sebesar 0,662. Masing-masing disediakan 4 jawaban dengan skor 1 untuk jawaban “tidak setuju”, 2 untuk jawaban “kurang setuju”, 3 untuk jawaban “setuju”, 4 untuk jawaban “sangat setuju”. Kemudian total skor dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan interval, digunakan rumus : Interval = skor maksimum-skor minimum Jumlah kelas Berdasarkan rumus di atas, diketahui besar interval kelas yang digunakan pada variabel persepsi orang tua tentang pendidikan menengah. Sehingga didapat tiga kategori persepsi orang tua tentang pendidikan menengah, yaitu : a. Rendah (17- 33,9) b. Sedang (34-50,9) c. Baik (51-68) c) Fasilitas pendidikan Fasilitas pendidikan anak yang dimodifikasi dari Nurhartanti (2013). Fasilitas pendidikan diukur dengan mengajukan 10 pertanyaan yang telah diuji validitas dan realibilitasnya dengan Cronbach alpha sebesar 0,723. Setiap butir pertanyaan disediakan 2 jawaban, yaitu tidak punya skor 0 dan punya skor 1. Selanjutnya skor masing-masing pertanyaan dijumlahkan dan diperoleh skor total. Kemudian total skor dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan interval, yaitu : a. Rendah : (0 – 2,9) b. Sedang : (3 – 5,9) c. Tinggi : (6 – 9) d) Pengeluaran pendidikan Pengeluaran pendidikan untuk anak dimodifikasi dari Nurhartanti (2013). Pengeluaran untuk pendidikan anak dihitung dari besarnya pengeluaran (rupiah) yang dikeluarkan oleh keluarga (per bulan). Selanjutnya alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak dihitung dari persentase alokasi yang dikeluarkan keluarga untuk pendidikan anak dari total pengeluaran keluarga. e) Kebersamaan ayah dengan anak Alokasi waktu dilihat melalui kebersamaan ayah dengan anak. kegiatan ayah dengan anak dengan 13 butir pertanyaan yang telah diuji validitas dan realibilitasnya dengan Cronbach alpha sebesar 0,663. Setiap butir pertanyaan
9 disediakan 3 jawaban, yaitu skor 0 untuk jawaban “tidak pernah”, skor 1 untuk jawaban “kadang-kadang”, skor 2 untuk jawaban “selalu” dimodifikasi dari Wahini (2012). Kemudian total skor dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan interval. Sehingga didapat tiga kategori kebersamaan ayah dengan anak, yaitu : a. Rendah (0- 8,9) b. Sedang (9-17,9) c. Tinggi (18-26)
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Pemaparan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut, yaitu : 1. Analisis deskriptif meliputi: rataan, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum, digunakan untuk menggambarkan karakteristik anak dan. 2. Analisis inferensia meliputi : a) Uji regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif ayah dengan menggunakan variabel karakteristik keluarga (usia, pendapatan perkapita, besar keluarga, lama pendidikan, dn status pekerjaan). Y1= α+β1X1+β2X2+β3X3 + β4X4+β7X7+ β8X8+ β9X9+e b) Uji regresi linear berganda digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, tingkat kesejahteraan subjektif ayah, persepsi orang tua tentang pendidikan, terhadap investasi pendidikan anak. Berikut adalah persamaan regresi linear yang digunakan : Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, tingkat kesejahteraan subjektif ayah, persepsi orang tua tentang pendidikan anak, terhadap fasilitas pendidikan anak. Y2= α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+D1 + e Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, tingkat kesejahteraan subjektif ayah, persepsi orang tua tentang pendidikan anak, terhadap alokasi pengeluaran pendidikan anak Y3= α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+D1+ e Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, tingkat kesejahteraan subjektif ayah, terhadap kebersamaan ayah dengan anak Y4= α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+ β6X6+D1+ e
10 Keterangan : Y1= kesejahteraan subjektif ayah (skor) Y2 = Fasilitas pendidikan anak Y3= Alokasi pengeluaran pendidikan anak Y4= Kebersamaan ayah dengan anak α = konstanta regresi β = koefisien regresi X1= usia ayah/ibu (tahun) X2= pendidikan ayah/ibu (tahun) X3= pendapatan ibu (rupiah/kapita/bulan) X4= usia anak (tahun) X5= tingkat kesejahteraan subjektif ayah (skor) X6= persepsi pendidikan menengah (skor) X7= besar keluarga (orang) X8= Kondisi tempat tinggal (skor) X9= Kebersamaan ayah dengan anak (skor) D1= Jenis kelamin anak ((0=laki-laki, 1=perempuan) Definisi Operasional TKW adalah wanita yang bekerja di luar negeri dan bekerja dalam sektor informal (buruh, pembantu rumah tangga dll). Keluarga TKW adalah keluarga yang memiliki istri/ibu bekerja sebagai TKW di luar negeri. Karakteristik ayah/keluarga TKW merupakan keadaan ayah dan keluarga yang memiliki istri/ibu sebagai TKW, yang meliputi usia, pendapatan, pekerjaan, besar keluarga, pendidikan, dan aset (kondisi rumah). Usia adalah tingkatan masa hidup seseorang yang dikategorikan menjadi tiga kategori kelompok usia produktif (BPS), kelompok umur muda (<15 tahun), kelompok umur produktif (15-64 tahun), kelompok umur tua (> 65 tahun) Lama Pendidikan adalah lamanya pendidikan/masa sekolah yang pernah dilalui orang tua. Lama pendidikan diklasifikasikan dalam tidak sekolah (0 tahun), Sekolah Dasar (1-6 tahun), Sekolah Menengah Pertama/sederajat (7-9 tahun), Sekolah Menengah Atas/sederajat (10-12 tahun). Pekerjaan adalah aktivitas produktif yang dilakukan seseorang dan di mana sebagian besar waktu digunakan untuk bekerja dalam mendapatkan penghasilan. Pendapatan keluarga adalah total uang yang diterima keluarga dari seluruh anggota yang bekerja dan memperoleh upah baik melalui pekerjaan utama maupun sampingan yang dihitung perbulan dalam rupiah. Besar Keluarga adalah jumlah total dari anggota keluarga contoh yang tinggal dalam satu rumah. Anak merupakan individu yang tumbuh dan berkembang di dalam keluarga dan lingkungan, dalam penenlitian berusia (12-14 tahun). Karakteristik anak adalah keadaan anak di dalam keluarga yang meliputi usia dan pendidikan.
11 Usia anak adalah tingakatn masa hidup anak, dalam penelitian adalah yang berusia 12-14 tahun. Kesejahteraan subjektif adalah perasaan senang atau tingkat kepuasan ayah terhadap keadaan keluarga baik secara fisik, ekonomi, sosial, dan psikologi berdasarkan persepsi yang dirasakan ayah sejak kepergian istri menjadi TKW dalam waktu yang relative lama. Persepsi orang tua tentang pendidikan menengah adalah pandangan ayah dalam menilai penting atau tidaknya pendidikan menengah menurut orang tua yang akan mempengaruhi tindakan orang tua. Investasi pendidikan anak adalah upaya yang dilakukan orang tua untuk meningkatkan kualitas anak di masa depan dalam bentuk alokasi uang dan waktu yang dilakukan orang tua terhadap anak. dalam penelitian investasi pendidikan anak diukur dari penyediaan fasilitas pendidikan untuk anak, besarnya alokasi pengeluaran pendidikan, dan alokasi waktu pengasuhan ayah. Investasi materi adalah alokasi berupa uang yang diberikan orang tua kepada anak melalui fasilitas dan biaya untuk pendidikan. Fasilitas pendidikan adalah ketersediaan alat yang diberikan oleh orang tua untuk menunjang pendidikan. Pengeluaran pendidikan adalah biaya rutin yang dikeluarkan orang tua untuk biaya sekolah anak dan membeli peralatan sekolah dalam satuan rupiah per bulan. Investasi non materi adalah alokasi waktu pengasuhan yaitu kebersamaan ayah dengan anak. Kebersamaan ayah dengan anak adalah skor kegitan yang dicurahkan ayah untuk kegiatan pengasuhan kepada anak.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Keluarga Rata-rata usia ayah adalah 41,08 tahun dan ibu adalah 36,85 tahun. Berdasarkan kategori usia menurut BPS, maka rata-rata usia ayah dan ibu termasuk kategori kelompok usia produktif (15-64). Rata-rata lama pendidikan ayah 4,12 tahun dan ibu 3,98 tahun (Tabel 2), memiliki pendidikan tidak tamat SD. Rata-rata besar keluarga adalah 3,78 dengan jumlah minimum dalam satu keluarga sebanyak 3 orang dan maksimum sebanyak 6 orang, sebanyak 90 persen keluarga memiliki besar keluarga kurang dari 4 orang. Berdasarkan kriteria BKKBN, maka termasuk kategori keluarga kecil. Sayah (70%) bekerja sebagai buruh tani, 26,7 persen sebagai pedagang, dan 3,3 persen sebagai supir. Sebagian besar keluarga termasuk pada kategori keluarga tidak miskin menurut Garis kemiskinan Jawa Barat (2014) karena memiliki pendapatan perkapita keluarga lebih dari Rp 276.875. Proporsi pendapatan terbesar dalam keluarga adalah pendapatan ibu (64%) dengan rata-rata sebesar Rp 2.380.833. Rata-rata pendapatan perkapita keluarga selama satu bulan sebesar ±Rp 1.050.956 dengan rata-rata pengeluaran per kapita keluarga selama
12 satu bulan sebesar ±Rp 529.232. Jangka waktu istri bekerja sebagai TKW di luar negeri bervariasi, dari yang paling singkat yaitu tiga bulan hingga yang paling lama yaitu lima tahun. Rata-rata lama ibu bekerja sebagai TKW adalah 2,27 tahun. Tabel 2 Nilai minimum, maksimum, dan rataan karakteristik keluarga Variabel Karakteristik keluarga Usia ayah (tahun) Usia ibu (tahun) Lama pendidikan ayah (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Besar keluarga (orang) Pendapatan ayah (Rp/bln) Pendapatan ibu (Rp/bln) Pendpatan anak (Rp/bln) Pendapatan perkapita (Rp/bln) Pengeluaran perkapita (Rp/bln) Waktu bekerja ibu sebagai TKW (tahun) Karakteristik anak Usia anak (tahun) Tingkat Pendidikan anak (kelas)
Minimum
Maksimum
30 25 0 0 3 600.000 200.000 0 350.000 192.500
50 45 12 12 6 2.500.000 5.000.000 1.900.000 2.266.667 845.167
0,25
5
12 0
14 3
Rata-rata
±
SD
41,08 36,85 4,12 3,98 3,72 1.317.500 2.380.833 108.333 1.050.956 529.232
± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
4,92 4,67 3,36 3,01 0,65 356.350 1.218.541 277.757 422.085 147.127
2,27 ±
1,05
13,28 ± 1,60 ±
0,78 1,04
Karakteristik anak terdiri dari usia dan jenis kelamin. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata usia anak adalah 13,28 tahun dan 48,3 persen anak berusia 14 tahun. Lebih dari separuh responden berjenis kelamin perempuan (53,3%) dan 46,7 persen berjenis kelamin laki-laki. Lebih dari sepertiga anak (31,7%) berada di tingkat kelas 2 SMP, namun sebanyak 18,7 persen anak tidak melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan menengah karena kendala ekonomi dan minat anak untuk melanjutkan sekolah yang kecil. Kondisi Tempat Tinggal Rumah atau tempat tinggal menjadi salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap manusia dalam hidupnya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, maka semakin sejahtera keluarga yang menempati rumah tersebut (BPS 2000). Pada penelitian ini status kepemilikan rumah keluarga diukur dari status kepemilikan rumah. Berdasarkan sebaran kondisi tempat tinggal contoh yang disajikan pada Lampiran 1, diketahui bahwa lebih dari separuh contoh (80,3%) memiliki rumah dengan status kepemilikan milik sendiri. Sebagian besar atap (99,3%) dan dinding (99%) rumah contoh beratap genteng dan memilik jenis dinding yaitu tembok. Lebih dari separuh contoh (79,3) lantai rumah berjenis keramik, dan hanya 19 persen berjenis plester semen/ubin. Sebagian besar contoh memiliki WC dan tempat BAB sendiri, namun 15 persen keluarga masih ada yang menggunakan WC umum dan 2,0 persen keluarga memanfaatkan sungai/empang untuk tempat BAB. Seluruh keluarga contoh menggunakan sumber mata air untuk minum dan mencuci. Sumber penerangan yang digunakan seluruh keluarga contoh adalah listrik dan menggunakan gas untuk memasak.
13 Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan subjektif adalah suatu fenomena yang meliputi evaluasi kognitif dan emosional individu terhadap kehidupan mereka (Dinner et al 2003). Kesejahteraan subjektif ayah merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang bagaimana penilaian ayah terhadap kehidupannya di segala aspek. Aspek di dalam kesejahteraan subjektif yang dirasakan oleh ayah meliputi kesejahteraan fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis. Tabel 3 Nilai minimum, maksimum, rataan dan standar deviasi indeks kesejahteraan subjektif ayah Dimensi
Minimum 6,00 21,00 25,00 12,00 17,00
Fisik Ekonomi Sosial Psikologis Total kesejahteraan subjektif
Maksimum 100 88,00 100 83,00 86,00
Rataan 58,96 45,14 63,75 47,36 53,80
± ± ± ± ± ±
SD 22,11 15,84 22,85 14,55 14,40
Berdasarkan Tabel 4 sebagian besar ayah (75,0%) berada pada tingkat kesejahteraan subjektif kategori sedang. Rata-rata kesejahteraan ayah (53,80) dengan nilai minimum (17,00) dan nilai maksimum (86,00). Hal ini dikarenakan pada dimensi sosial hampir separuh ayah (46,7%) merasa sangat puas berkomunikasi dengan mertua/orang tua dan anak dibandingkan dengan istri karena jarak yang jauh. Lebih dari separuh ayah merasa sangat puas (59%) dengan kondisi kesehatan dirinya, kesehatan anak, dan kesehatan istri di negeri orang. Ayah menyatakan tidak puas (42,9%) dengan keadaan keuangan keluarga, keadaan pendapatannya, dan tabungan keluarga. Hal ini dapat dilihat bahwa dimensi ekonomi adalah dimensi yang paling rendah dibandingkan dengan dimensi lainnya. Namun, ayah menyatakan cukup puas dengan kontribusi istri dalam pendapatan keluarga. Pada dimensi psikologis ayah merasa tidak puas dengan dengan kepergian istri menjadi TKW karena terkait dengan kebutuhan seksual ayah yang kurang terpenuhi. Namun, sebagian besar ayah (87,8%) merasa cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan seksual karena dipenuhinya dengan cara lain. Jika dilihat berdasarkan indikator masing-masing dimensi, hampir separuh ayah (46,7%) merasa sangat sejahtera pada dimensi sosial dibandingkan dimensi lain dengan rata-rata 63,75. Tabel 4 Sebaran kesejahteraan subjektif contoh berdasarkan dimensi Kesejahteraan Subjektif
Kesejahteraan
Kesejahteraaan Total
Fisik %
Sosial %
Ekonomi %
Psikologi %
Rendah (0-33,3)
11,7
11,7
25,0
16,7
5,0
Sedang(33,4-66,6) Tinggi(66,7-100) Total
48,3 40,0 100,0
41,7 46,7 100,0
61,7 13,3 100,0
68,3 10,0 100,0
75,0 20,0 100,0
%
14 Persepsi Ayah tentang Pendidikan Menengah Persepsi dalam penelitian ini adalah pandangan orang tua (ayah) tentang pentingnya pendidikan menengah bagi anak. Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar ayah (80,0%) memiliki persepsi pendidikan menengah pada kategori sedang (skor 34-50,9). Hanya 5,0 persen yang memiliki persepsi pendidikan menengah dalam kategori kurang (skor 17-33,9). Rata-rata persepsi orang tua berada pada kategori sedang atau cukup baik. Hal ini dikarenakan meskipun lebih dari separuh ayah menyetujui bahwa pendidikan menengah merupakan hak setiap anak (70%), namun hampir separuh ayah masih menyatakan bahwa tidak semua anak harus sekolah hingga jenjang pendidikan menengah (55%), karena biaya yang dibutuhkan sangat memberatkan keluarga (42,8%) dan tergantung pada keinginan anak untuk melanjutkan sekolah. Sehingga ayah memiliki pandangan bahwa pendidikan menengah hanya diperuntukkan untuk orang kaya (22,3%). Hampir separuh responden (43%) menyatakan bahwa pendidikan untuk anak laki-laki lebih diutamakan dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini didukung oleh masih terdapat anak yang tidak melanjutkan sekolah hingga jenjang pendidikan menengah (18,3%), karena alasan ekonomi serta minat dan kemauan anak untuk melanjutkan sekolah ke tingkat menengah yang kecil, anak lebih memilih untuk bekerja atau membantu perekonomian keluarga. Hampir separuh ayah (54,1%) menyatakan bahwa setelah menyelesaikan pendidikan dasar, anak di utamakan untuk membantu ekonomi keluarga dibandingkan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang menengah. Seluruh contoh mengikuti pendidikan non formal yaitu TPA, karena pendidikan formal tidak dipugut biaya/gratis.
Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan persepsi pendidikan menengah Persepsi pendidikan Kurang (17- 33,9) Sedang (34-50,9) Baik (51-68) Total Rata-rata ±SD Kisaran (Min-Max)
Jumlah n 3 48 9 60
Investasi Anak
% 5,0 80,0 15,0 100,0 44,97 ± 5,563 33-58
Fasilitas Pendidikan Anak Lebih dari separuh orang tua menyediakan fasilitas pendidikan untuk anak termasuk pada kategori rendah (51,70%). Fasilitas pendidikan yang diberikan oleh orang tua antara lain, yaitu kamar sendiri (79%), meja belajar (15%), buku pelajaran (52,7%), computer/laptop (19,4%), kamus bahasa (5,2%), mengikuti pengajian/TPA (100%), mengikuti les/bimbingan belajar (6,1%), memiliki perlengkapan sekolah lengkap (90%), seluruh anak tidak mengikuti les musik/tari dan asuransi pendidikan (0%).
15 Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan kategori fasilitas pendidikan untuk anak Kategori
Fasilitas pendidikan n 31 27 2 60
Rendah (0-2,9) Sedang (3-5,9) Tinggi (6-9) Total Kisaran(Min-Max) Rata-rata±SD
% 51,70 45,00 3,30 100 0-7 2,55±1,556
Alokasi Pengeluaran Pendidikan Anak Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 7), rata-rata pengeluaran keluarga untuk pendidikan anak sebesar Rp243.700 per bulan. Alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak memiliki proporsi sebesar 12,57 persen dari total pengeluaran keluarga. Rata-rata pengeluaran terbesar dalam alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak adalah pengeluaran untuk jajan sekolah anak dan transportasi berturut-turut sebesar Rp130.033 dan Rp65.866 per bulan. Keluarga yang memiliki anak sekolah pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak mengeluarkan biaya untuk SPP yang disebabkan adanya program BOS. Jarak sekolah yang jauh dari tempat tinggal membuat keluarga juga mengeluarkan biaya untuk transportasi. Selain pendidikan formal, seluruh anak mengikuti pendidikan non formal yaitu TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) namun tidak ada pengeluaran untuk pendidikan non-formal karena tidak dipungut biaya. Tabel 7 Sebaran alokasi pengeluaran pendidikan untuk anak per bulan Pengeluaran pendidikan anak (Rp/bulan) Uang saku/jajan Biaya sekolah/SPP Biaya les/bimbingan belajar Biaya pengajian/TPA Buku pelajaran Alat tulis Transportasi Seragam sekolah Sepatu Tas Tabungan sekolah Asuransi pendidikan Total
Minimum
Maksimum
Rata-rata
±
0 0
390.000 0
130.033,33 ± 0,00 ±
0
13.333
222,22 ±
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 33.333 10000 130.000 50.000 16.667 16.667 0 0 560.833,33
0,00 12.152,78 3.508,33 65.866,67 12.930,56 8.541,67 7.444,44 0,00 0,00 243.700,00
± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
SD 88.926,16 0,000 1.721,33 0,000 7.987,59 2.511,64 40,184,09 10.425,83 5.801,21 5.314,64 0,00 0,00 146.076,67
Kebersamaan Ayah dengan Anak Orang tua yang menggunakan waktunya untuk mengajarkan anaknya melakukan tugas tertentu akan berkontribusi terhadap pembentukan modal manusia seorang anak. Seperti halnya pendidikan formal, pelatihan yang dilakukan di rumah dapat berkontribusi besar terhadap kapasitas individu.
16 Perilaku investasi waktu dapat dilihat melalui kebersamaan ayah terhadap anak yang dilakukan dalam aktivitas sehari-hari terkait interaksinya dengan anak. Tabel 8 menunjukkan sebaran kebersamaan ayah dengan anak. Lebih dari separuh ayah (68,3%) yang melakukan aktifitas bersama dengan anak termasuk pada kategori rendah. Hal ini dikarenakan ayah juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan seharihari, lebih dari separuh ayah (56%) kurang memiliki waktu untuk sarapan bersama dengan anak, 70 persen ayah tidak pernah makan siang bersama anak, 70,4 persen ayah tidak pernah menemani belajar anak karena ayah merasa pendidikannya yang kurang sehingga tidak perlu menemani anak belajar. Waktu ayah bersama anak dihabiskan hanya pada malam hari. Sebagian besar ayah (85,8%) makan malam bersama anak dan (86,8%) menonton TV bersama anak di malam hari, meskipun tidak selalu dilakukan bersama. Dalam kegiatan makan malam dan menonton TV bersama, ayah juga berkomunikasi dengan anak. Sebagian besar ayah bekerja di sektor pertanian. Sehingga waktu yang dilakukan ayah untuk anak terbatas, ayah bertani saat pagi hari ketika anak belum bangun dan pulang saat anak sedang bermain di luar rumah. Tabel 8 Sebaran kebersamaan ayah dengan anak Kebersamaan ayah dengan anak Rendah (0- 8,9) Sedang (9-17,9) Tinggi (18-26) Total Rata-rata ±SD Kisaran (Min-Max)
Jumlah n 46 14 0 60
% 76,7 23,3 0,00 100,0 6,67 ± 2,569 2-13
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan subjektif ayah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Uji regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif ayah. Nilai adjusted R square sebesar 0,174 pada hasil uji regresi linear berganda yang menunjukkan bahwa 17,4 persen kesejahteraan subjektif ayah dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam model, sedangkan 82,6 persen sisanya dijelaskan oleh variabel yang tidak diteliti. Tabel 9 menunjukkan bahwa pendapatan ibu berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif ayah. Hal ini menunjukkan bahwa bertambahnya sepuluh ribu rupiah pendapatan ibu dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif ayah sebesar 0,002 poin. Hasil penelitian Oyabu dan Eguchi (1999) menyatakan bahwa keluarga yang memiliki dua sumber pendapatan (bapak dan ibunya bekerja) memiliki pendapatan yang lebih besar dengan sumberdaya tenaga yang lebih banyak. Meskipun istri berperan sebagai pencari nafkah kedua (secondary breadwinner) setelah suami, namun kontribusinya tetap membantu pendapatan keluarga dan juga meringankan beban suami sebagai pencari nafkah utama sehingga akan meningkatkan kesejahteraan subjektif. Kondisi tempat tinggal dan kebersamaan ayah dan anak berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif.
17 Tabel 9 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif Variabel Konstanta Usia Ayah (tahun) Pendidikan ayah (tahun) Pendapatan ibu (Rp0 000/bln) Besar keluarga (orang) Kondisi tempat tinggal (skor) Kebersamaan ayah dan anak (skor) Usia anak (tahun) R² Adj R² F Sig
Unstandardized β 12.622 .051 .020 .005 -.017 .481 .303 .562
Standardized Β
Sig
.095 .026 .261 -.004 .233 .301
.107 .486 .834 .048* .975 .035* .017*
.170 .272 .174 2.780 .016 *
.194
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fasilitas Pendidikan Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan subjektif ayah, dan persepsi ayah tentang pendidikan menengah terhadap fasilitas pendidikan diuji dengan regresi linear berganda. Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan lama pendidikan ayah berpengaruh positif signifikan terhadap fasilitas pendidikan artinya semakin lama pendidikan ayah akan meningkatkan fasilitas pendidikan anak. Pendapatan ibu sebagai TKW berpengaruh positif signifikan terhadap fasilitas pendidikan artinya bertambahnya sepuluh ribu rupiah pendapatan ibu akan meningkatkan penyediaan fasilitas pendidikan untuk anak. Hal ini dikarenakan, ibu memiliki kontribusi pendapatan terbesar di dalam keluarga. Hal yang menarik bahwa jenis kelamin anak berpengaruh negatif terhadap fasilitas pendidikan meskipun tidak signifikan, artinya fasilitas pendidikan yang diberikan orang tua untuk anak laki-laki lebih baik untuk anak perempuan. Persepsi orang tua tentang pendidikan menengah juga berpengaruh negatif terhadap fasilitas pendidikan meskipun tidak signifikan, semakin baik persepsi orang tua tentang pendidikan menengah maka akan menurunkan penyedian fasilitas pendidikan untuk anak. Hal ini dikarenakan meskipun pandangan ayah tentang pendidikan menengah untuk anak dikategorikan sedang/cukup baik, namun kesadaran akan pentingnya penyedian pendidikan untuk meningkatkan kualitas anak dalam bidang pendidikan masih rendah. Hal ini didukung dengan penyediaan fasilitas pendidikan yang termasuk kategori rendah dan terdapatnya anak yang putus sekolah. Model tersebut menjelaskan sebesar 34,3 persen pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan subjektif ayah, dan persepsi orang tua tentang pendidikan menengah terhadap variabel fasilitas pendidikan anak
18
Tabel 10 Faktor-faktor yang mempengaruhi fasilitas pendidikan Variabel
Unstandardized β
Konstanta Usia ayah (tahun) Pendidikan ayah (tahun) Pendapatan ibu (Rp0 000/bln) Usia anak (tahun) Jenis kelamin anak (0=lakilaki,1=perempuan) Kesejahteraan subjektif ayah Persepsi pendidikan R² Adj R² F Sig
Standardized B
Sig
.107 .016 .153 .005 .093
.049 .329 .407 .047
.976 .672 .004 ** .001 ** .689
-.091
-.029
.795
.176 -.048
.293 -.170 .421 .343 5.391 .000 **
.078 .115
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alokasi Pengeluaran Pendidikan Hasil uji pengaruh pada Tabel 11 menunjukkan bahwa lama pendidikan ayah berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak artinya semakin lama pendidikan ayah akan meningkatkan alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak. Pendapatan ibu berpengaruh positif terhadap alokasi pengeluaran pendidikan untuk anak, meskipun tidak signifikan. Setiap kenaikan sepuluh ribu rupiah pendapatan ibu maka akan menurunkan alokasi pengeluaran pendidikan untuk anak. Jenis kelamin anak berpengaruh negatif terhadap alokasi pengeluaran pendidikan meskipun tidak signifikan, artinya orang tua lebih mengalokasikan pengeluaran pendidikan untuk anak lakilaki. Persepsi orang tua tentang pendidikan menengah berpengaruh negatif terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan meskipun tidak signifikan, artinya semakin baik persepsi orang tua tentang pendidikan menengah akan menurunkan alokasi pengeluaran pendidikan untuk anak. Hal ini didukung dengan sebagian besar ayah yang masih memiliki pandangan bahwa pendidikan menengah tidak menjamin anak menjadi orang kaya dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Orang tua lebih mengutamakan pendidikan formal yaitu mengikuti TPA karena tanpa dipungut biaya. Model tersebut menjelaskan sebesar 18,4 persen pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan subjektif, persepsi pendidikan terhadap alokasi pengeluaran pendidikan.
19 Tabel 11 Faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi pengeluaran pendidikan Variabel
Unstandardized β
Konstanta Usia ayah (tahun) Pendidikan ayah (tahun) Pendapatan ibu (Rp0 000/bln) Usia anak (tahun) Jenis kelamin anak (0=laki-laki, 1=perempuan) Kesejahteraan subjektif ayah Persepsi pendidikan R² Adj R² F Sig
Standardized Β
Sig
152.249 3.169 4.621 .058 6.228
.202 .207 .099 .063
-26.565
-.176
.692
.098 -.031 .281 .184 2.896 .012 *
.228 .069
2.808 -.460
.648 .098 .007 ** .548 .840
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebersamaan Ayah dengan Anak Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk melihat pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan subjektif suami terhadap kebersamaan ayah dengan anak. Dari hasi analisis regresi yang terdapat pada Tabel 12, nilai adjusted R square adalah 0,354. Artinya, seluruh variabel menjelaskan 35,4 persen varian dari waktu kebersamaan ayah dengan anak. Tabel 12 menunjukkan. Kesejahteraan subjektif ayah berpengaruh positif signifikan terhadap waktu kebersamaan ayah dengan anak. Artinya semakin sejahtera atau bahagia ayah maka akan meningkatkan waktu kebersamaan ayah dengan anak. Tabel 12 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebersamaan ayah dengan anak Variabel Konstanta Usia ayah (tahun) Pendidikan ayah (tahun) Pendapatan ibu (Rp0 000/bln) Usia anak (tahun) Jenis kelamin anak (0=lakilaki, 1=perempuan) Kesejahteraan subjektif ayah Persepsi pendidikan R² Adj R² F Sig
Unstandardized β
Standardized Β
Sig
7.470 .067 .136
.125 .047
.284 .366 .725
.003
.149
.295
.145
.014
.922
.119
.023
.863
.071
.327
.021 *
.095
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
.205 .406 .354 3.879 .007 **
.113
20
PEMBAHASAN Kesejahteraan subjektif adalah kepuasan yang dirasakan seseorang terhadap semua materi atau perilaku yang dilakukannya untuk mencapai tujuan hidup (Puspitawati 2009). Kesejahteraan dalam penelitian ini adalah kesejahteraan subjektif keluarga yaitu kepuasan yang dirasakan keluarga dalam segala aspek di dalam kehidupannya melalui ayah. Penelitian ini juga menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan subjektif. Pendapatan ibu berpengaruh secara nyata terhadap kesejahteraan subjektif ayah. Ketika pendapatan yang didapatkan oleh keluarga tinggi dikarenakan kontribusi pendapatan istri lebih besar dibandingkan pendapatan ayah, maka beban ayah untuk mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan keluarganya berkurang dan ayah akan merasa lebih sejahtera. Iskandar & Suandi (2007) menyatakan bahwa semakin kebutuhan keluarga terpenuhi, maka kepuasan akan semakin meningkat. Selain itu, Angur et al (2004) menyatakan bahwa seseorang akan merasa semakin puas dan bahagia apabila semakin tinggi kekayaan yang dimilikinya. Kondisi tempat tinggal yang baik/layak akan meningkatkan kesejahteraan subjektif ayah. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, maka semakin sejahtera keluarga yang menempati rumah tersebut (BPS 2002). Kondisi rumah yang memiliki fasilitas baik akan memberikan rasa nyaman bagi keluarga yang menempatinya sehingga rasa kepuasan dan kebahagian keluarga meningkat. Kebersamaan ayah dengan anak juga berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Semakin banyak waktu yang dimiliki ayah untuk bersama anak maka akan meningkatkan kesejahteraan subjektif. Peran orang tua menjadi hal yang penting dalam mewujudkan anak-anak yang berkualitas. Persepsi atau pandangan ayah tentang pentingnya pendidikan menengah untuk anak pada penelitian ini dikategorikan sedang atau cukup baik. Hal ini bertentangan dengan Permatasari (2010) yang menunjukan bahwa persepsi kepentingan pendidikan keluarga pada masyarakat Kabupaten Indramayu tergolong tinggi, orangtua menganggap bahwa pendidikan dasar penting dan ada kecenderungan orangtua akan mengusahakan anaknya untuk sekolah minimal hingga menamatkan pendidikan dasar. Orang tua memang menganggap pentingnya pendidikan secara keseluruhan, namun ketika hal tersebut menyangkut pendidikan yang lebih tinggi, yakni pendidikan menengah, beberapa orang tua tidak terlalu memprioritaskan pendidikan hingga jenjang sekolah menengah atas (SMA) karena tidak menjamin anak mendapatkan pekerjaan yang layak dan menjadikan orang kaya. Selain itu keluarga pun terbentur kendala ekonomi. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Gustiana (2012) yang menyatakan bahwa kendala ekonomi menjadi penyebab orang tua tidak menyekolahkan anaknya ke jenjang sekolah menengah. Hasil penelitian menunjukkan fasilitas pendidikan yang diberikan oleh orang tua termasuk kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa fasilitas pendidikan yang diberikan oleh orang tua kurang memadai. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran orang tua terhadap penyediaan fasilitas pendidikan untuk menunjang pendidikan anak. Selain itu kemauan dan minat anak yang rendah untuk melanjutkan sekolah sehingga terdapat 18,7 persen anak yang putus sekolah.
21 Orang tua lebih mengutamakan pendidika agama (non formal) dibandingkan pendidikan formal, karena pendidikan formal tidak membutuhkan biaya yang besar. Alokasi pengeluaran pendidikan untuk anak sebesar 17,4 persen dengan rata-rata Rp345.138,9 per bulan. Alokasi pengeluaran untuk pendidikan pada keluarga TKW lebih besar dibandingkan dengan alokasi pengeluaran untuk pendidikan pada hasil penelitian Nurhartanti sebesar Rp146.605 per bulan (Nurhartanti 2013). Kebersamaan ayah dengan anak dikategorikan rendah. Hal ini karena ayah yang bekerja. Namun, ayah untuk pengasuhan anak penting untuk perkembangan anak dan jika ayah bermain dengan anak-anaknya dapat lebih merangsang dan memberikan dampak yang tidak terduga daripada ibu (Lamb & Lewis 2004) dalam (Mammen 2009). Namun, jika kedua orang tua yakni ayah dan ibu terlibat secara langsung dalam fungsi pengasuhan akan memberikan dampak yang baik untuk anak. Hasil uji regresi linear berganda karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan subjektif ayah, persepsi orang tua tentang pendidikan menengah terhadap penyediaan fasilitas pendidikan dan alokasi pengeluaran pendidikan untuk anak menunjukkan bahwa lama pendidikan ayah anak berpengaruh positif signifikan terhadap fasilitas dan alokasi pengeluaran untuk pendidikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Bahri 2013) yang menyatakan bahwa prilaku investasi anak dipengaruhi oleh lama pendidikan orang tua. Keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung menyediakan fasilitas pendidikan dan mengalokasikan pengeluaran untuk pendidikan anak lebih baik. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan akan menambah pengetahuan dan kesadaran pentingnya pendidikan anak. Pendapatan ibu berpengaruh positif signifikan terhadap penyediaan fasilitas pendidikan. Akan tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi pengeluaran pendidikan untuk anak. Hal ini dikarenakan penyediaan fasilitas pendidikan yang lebih mudah dan murah untuk dipenuhi seperti kamar sendiri, perlengkapan sekolah (alat tulis), meja belajar. orang tua kurang menyadari pentingnya mengalokasikan pengeluaran untuk pendidikan ayah dan ibu lebih mengalokasikan pendapatan ibu untuk kebutuhan pangan dan memperbaiki rumah. Alokasi pengeluaran untuk pangan sebesar 44,5 persen dan sebagian besar keluarga memiliki rumah yang sangat layak. Selain itu anak laki-laki memiliki fasilitas dan alokasi pengeluaran pendidikan yang lebih baik dibandingkan anak perempuan. Megawangi (1999) mengatakan bahwa keluarga dalam kondisi miskin, dimana sumber daya yang ada akan dialokasikan pada sektor yang paling menguntungkan. Dalam hal ini biasanya anak laki-laki diharapkan dapat membantu orang tua dan keluarga kelak kalau sudah bekerja. Persepsi ayah tentang pendidikan menengah memiliki pengaruh negatif terhadap penyediaan fasilitas pendidikan dan alokasi pengeluaran untuk pendidikan. Hal ini dikarenakan seluruh orang tua lebih memprioritaskan anak untuk mengikuti pendidikan agama yaitu TPA karena tidak mengeluarkan biaya dan jarak yang dekat dengan rumah. Hal ini sesuai dengan penelitian Brada (2008) yang mengemukakan bahwa keluarga petani lebih memilih pendidikan yang bersifat agama dan kemasyarakatan daripada pendidikan formal, karena dalam proses menempuh pendidikan formal mereka terkendala berbagai masalah yang membuat anak petani kebanyakan mengalami putus sekolah karena masalah biaya.Selain itu
22 Estiningsih (1993) menyatakan bahwa perilaku seseorang tidak selalu tergantung dari persepsinya melainkan terpenuhi tidaknya kebutuhan seseorang. Persepsi ayah yang cukup baik tentang pendidikan menengah tidak menunjukkan perilakunya terhadap penyediaan fasilitas dan alokasi pengeluaran untuk pendidikan yang akan menunjang pendidikan anak, hal ini dikarenakan kebutuhan yang masih belum terpenuhi menurut ayaha dan ibu yaitu pangan dan perbaikan rumah. Hasil uji pengaruh menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif ayah berpengaruh positif signifikan terhadap kebersamaan ayah dengan anak. Flugel dan Jhonson dalam Veenhoven (1998) menyatakan bahwa kesejahteraan subjektif adalah evaluasi kognitif dan emosisonal salah satunya adalah efek positif yang dapat membuat perasaan aktif dan energik sehingga membuat lebih produktif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, ayah yang merasa puas/bahagia terhadap kehidupannya akan membuatnya mengerjakan hal-hal yang lebih produktif. Salah satu hal yang lebih produktif adalah meluangkan waktu bersama anak, seperti mengajak anak ikut bekerja.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesejahteraan subjektif ayah pada keluarga berdasarkan pada dimensi fisik, sosial, ekonomi, dan psikologis termasuk kategori sedang atau cukup sejahtera. Persepsi atau pandangan ayah tentang pentingnya pendidikan menengah (SMA) bagi anak termasuk kategori cukup baik. Investasi uang dalam bentuk fasilitas pendidikan anak termasuk kategori kurang. Alokasi pengeluaran pendidikan anak sebesar 17,4 persen dengan rata-rata Rp345.138,9 per bulan. Kebersamaan waktu ayah dengan anak termasuk dalam kategori rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ayah, pendapatan ibu, kondisi tempat tinggal dan kebersamaan ayah dengan anak akan meningkatkan kesejahteraan subjektif ayah. Semakin lamanya pendidikan ayah dan pendapatan ibu akan meningkatkan fasilitas pendidikan dan alokasi pengeluaran pendidikan anak. Pada kebersamaan waktu yang dihabiskan ayah dengan anak menunjukkan bahwa semakin sejahtera dan bahagia, ayah akan membagi waktu untuk lebih bersama dengan anak. Saran Kesadaran Orang tua akan pentingnya pendidikan dan investasi anak di masa depan. Selain itu, lebih memprioritaskan alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak dan penyediaan fasilitas pendidikan yang menunjang kualitas anak di masa depan. Orang tua perlu menanamkan pentingnya investasi anak demi mewujudkan anak yang berkualitas yang akan mengangkat derajat keluarga dan menanamkan pentingnya pendidikan menengah (SMA) untuk menggali potensi anak. Ayah diharapkan dapat melibatkan dirinya untuk bersama dengan anak. Pemerintah diharapkan dapat membebaskan biaya pendidikan hingga pendidikan yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi. Pemerintah juga diharapkan untuk lebih
23 berhati-hati dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), karena dapat disalahgunakan orang tua yang menginginkan anaknya untuk bekerja menjadi TKi/TKW. Keterbatasan penelitian ini adalah instrumen persepsi ayah tentang pendidikan menengah yang tidak memiliki kaitan dengan kebersamaan ayah dengan anak. Kesejahteraan keluarga yang hanya dilihat secara subjektif. Sehingga penilitian selanjutnya diharapkan meneliti dengan memperhitungkan kesejahteraan objektif keluarga.
DAFTAR PUSTAKA [BNP2TKI] Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. 2013a. Peringkat Propinsi Pengiriman TKI di Indonesia. http://www.bnp2tki.go.id [diakses februari 2014]. . 2013b. Latar Belakang Pendidikan TKI di Indonesia. http://www.bnp2tki.go.id [diakses februari 2014]. . 2013c. Kabupaten Terbanyak Pengiriman TKI di Indonesia. http://www.bnp2tki.go.id [diakses februari 2014]. Angur MG, Robin W, Sudhir GA. 2004. Congruence among Objective and Subjective Quality-of-Life (QOL) Indicators. Journal Alliance of Business Research, 47-52. Diambil dari www.ajbr.org/Archieves/CongruenceamongLife(QOL)Indicator.pdf. [diakses 7 Agudtus 2014]. Bahri NM. 2013. Pengaruh Nilai Anak Terhadap Perilaku Investasi Anak pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin [skripsi].Bogor : IPB. Barada D. 2008.Pandangan Masyarakat Petani terhadap Pendidikan Anak Di Kelurahan Gambut Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar.Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Negeri Lampung. Behnke A, MacDermmid. 2004. Family well-being. United States of America (US) : Purde University. Bryant WK, Zick CD. 2006. The Economic Organization of the Household, Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press. Bryant, W K. 1990. TheEconomic Organization of The Household. United states of America : Cambridge University Press. Diener, E., Diener, M., Diener, C. and Lucas, R.E. 2003. Personality, Culture and Subjective Well-being: Emotional and Cognitive Evaluations of Life. Annual Review of Psychology. 54: 403-25. Estiningsih Rd. A Harliati.1993. Persepsi Buruh Anak Terhadap Sekolah dan Kerja [skripsi].Depok : Universitas Indonesia. Gustiana DW. 2012. Persepsi orang tua tentang pendidikan menengah dan alokasi pengeluaran untuk pendidikan pada keluarga petani di Kota Bogor [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Hample K. 2010. Intergenerational transfer of human capital among immigrants families. Illinois : Illinois Wesleyan University. www.iwu.edu/e.pdf [16 Oktober 2010] Hartoyo. 1998. Investmenting in children: study of rural families in Indonesia. [Disertasi]. Blacksburg: Virginia Tech University.
24 Iskandar A. 2007. Analisis praktek manajemen sumberdaya keluarga dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga di Kabupaten Bogor [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jatiningsih.2004. Analisis Alokasi Waktu Ibu dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Sosial Anak pada Keluarga Nelayan di Kabupaten Indramayu Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Jerrim J. Micklewright J. 2009. Children’s Education and Parent’s Socioeconomics. Lasswell M, Thomas Lasswell. 1987. Marriage and the Family. USA: Wadsworth, Inc. Lestari EP. 2011. Beban Kerja, Dukungan Sosial, serta Hubungannya dengan Alokasi Waktu Pengasuhan di Daerah Rawan Pangan Kabupaten Banjarnegara,Provinisi Jawa Tengah.[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. LPPM UM PONOROGO.2009. Pergeseran Peran Dan Fungsi Ayah Terhadap Pendidikan Anak Dalam Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) Di Luar Negeri. http://lppm-ump.blogspot.com [diakses September 2011]. Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda : Sudut Padang Baru tentang Relasi. Mammen K. 2009. Fathers’ time investments in children: do sons get more?. Published online: 28 August 2009, Springer-Verlag. Nurhartanti. 2013. Pengaruh kesejahteraan keluarga terhadap investasi anak pada keluarga petani [skripsi]. Bogor : IPB. Oyabu C, Eguchi. 1999. Analysis of Family Income and Expenditure in SingleIncome and Dual-Income Household. Journal of ARAHE (6): 93-100. Permatasari, D. 2010. Pengaruh Persepsi Pendidikan dan Nilai Anak terhadap Alokasi Pengeluaran untuk Pendidikan Anak [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Institut Pertanian Bogor. Puspitawati H, Sarma M, Hartoyo, Latifah M, Herawati T. 2009. Survei Kepuasan Terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar yang Disediakan Oleh Sistem Desentralisasi Sekolah.Kerjasama LPPM-IPB dan ADB-PRMAP BAPPENAS. Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga.Bogor : IPB Pr. Puspitawati H, Simanjuntak M, Hayati L. 2012. Kontribusi ekonomi dan peran ganda perempuan serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan subjektif. JIKK. 5(1):11-18. Rambe A. 2004. Alokasi Pengeluaran Rumahtangga dan Tingkat Kesejahteraan (Kasus di Kecamatan Medan Kota, Sumatera Utara). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Savitri A. 2011. Hubungan antara Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Pola Pengeluaran dengan Tingkat Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Shinta Y. 2008. Analisis Alokasi Pegeluaran dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Kabupaten Indramayu. [skripsi] . Bogor : Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Solihah P. 2000. Dampak mobilitas tenaga kerja wanita ke Saudi Arabia terhadap kondisi sosial ekonomi dan proses sosialisasi anak dalam keluarga [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
25 Sriyanti N, Muflikhati I, Fatchiya A. 2006. Persepsi nelayan tentang pendidikan formal di Kecamatan Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Buletin Ekonomi Perikanan. 4(3). Suandi. 2007. Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Syarief H, Hartoyo. 1993. Beberapa Aspek dalam Kesejahteraan Keluarga.Seminar Menyongaong & Abad XXI clan Peranannya Dalam Pengombtn9.n Sumberdaya Manual. Indonesia. Tjaja PR. 2000.Wanita bekerja dan implikasi sosial. Di dalam : Naskah Bidang Pertumbuhan dan Kuantitas Penduduk Kantor Mentri Negara dan Transmigrasi dan Kependudukan. No 20. Veenhoven, R. (1988). The utility of happiness. Social Indicators Research. 20:333-354. Wahini M. 2012. Nilai Ekonomi dan Non Ekonomi Pekerjaan Rumah Tangga Istri [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Welis W .1994. Hubungan Alokasi Waktu dan Tingkat Pendapatan Ibu Rumah Tangga yang Bekerja di Sektor Informal dengan Status Gizi Anak Balita [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Zaelani. 2011. Gambaran kemiskinan di Indramayu [Internet]. [diunduh 2014 Mei20] tersedia pada : http//abbdulkoid.blogspot.com/2011/07/gambarankemiskinan-di-Indramayu. Zuliany A. 2013. Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga dan kesejahteraan subjektif keluarga nelayan pada system matrilineal [skripsi].Bogor : Institut Pertanian Bogor.
26
27
LAMPIRAN Lampiran 1 Sebaran keluarga berdasarkan kondisi tempat tinggal Kategori
Total n
Kepemilikan rumah a. Sendiri b. saudara/orang tua c. kontrakan Atap rumah a. genteng b. seng/asbes c. rumbia/daun kelapa kering Dinding rumah a. tembok b. setengah tembok c. bilik/kayu Lantai rumah a. keramik b. Plester semen/ubin c. Kayu d. Tanah Tempat mandi dan cuci a. WC Sendiri b. WC umum c. Pancuran d. Sungai Tempat BAB a. WC sendiri b. WC umum c. Sungai/empang/kebun Sumber air minum a. PAM b. Sumur/mata air c. Sungai Sumber air untuk mandi dan cuci a. PAM b. Sumur/mata air c. Sungai Sumber penerangan rumah a. Listrik b. Petromak c. pelita/sentir Sumber energy untuk memasak a. gas b. minyak tanah c. kayubakar
% 47 13 0
80,3 11,7 0,0
59 1 0
99,3 0,7 0,0
59 1 0
99,0 1,0 0,0
49 11 0 1
79,3 19,0 0,0 1,7
57 3 0 0
90,0 10,0 0,0 0,0
54 6 0
90,0 10,0 0
0 60 0
0,0 100,0 0,0
0 60 0
0,0 100,0 0,0
60
100,0 0,0 0,0
60 0 0
100,0 0,0 0,0
28 Lampiran 2 Sebaran keluarga berdasarkan jawaban kesejahteraan subjektif No
Pertanyaan
Dimensi Fisik 1 Keadaan kesehatan anda 2 Keadaan kesahatan istri anda di negara orang 3 Keadaan kesehatan anak-anak anda 4 Kondisi tempat tinggal keluarga anda 5 Keadaan pangan keluarga anda 6 Pembagian peran antara suami-istri 7 Gaya pengelolaan pekerjaan dalam keluarga 8 Gaya pengaturan alokasi waktu dalam keluarga Dimensi Ekonomi 1 Keadaan keuangan keluarga sehari-hari 2 Keadaan pendapatan anda 3 Keadaan kiriman uang dari istri anda 4 Kontribusi istri dalam pendapatan keluarga 5 Keterlibatan istri dalam aktivitas ekonomi dan mencari nafkah 6 Keadaan tabungan keluarga 7 Keadaan aset/materi keluarga 8 Keadaan pakaian anak anda 9 Keadaan pakaian anda 10 Alat transportasi keluarga 11 Media komunikasi : HP, dll 12 Gaya pengelolaan, pembelanjaan, dan tabungan keuangan keluarga Dimensi Psikologis 1 Kondisi psikologis keluarga (cinta kasih, saling memiliki, dan saling membantu) 2 Perasaan optimis untuk menyongsong masa depan 3 Keadaan spiritual/mental suami 4 Perasaan anda terhadap kepergian istri menjadi TKW 5 Perasaan anda terhadap kebersihan rumah 6 Perasaan anda terhadap kesehatan fisik dan mental anak 7 Perasaan terhadap pencapaian akademik sekolah anak 8 Perasaan terhadap perilaku sosial anak 9 Keadaan spiritual/mental anak 10 Kepuasan terhadap kebutuhan seksual 11 Perasaan terhadap hubungan komunikasi dengan istri 12 Perasaan terhadap hubungan komunikasi dengan anak Dimensi Sosial 1 Keadaan sekolah anak anda 2 Hubungan komunikasi dengan orang tua/mertua 3 Hubungan komunikasi dengan anak 4 Hubngan komunikasi dengan istri 5 Pembagian tugas keluarga dengan anak 6 Hubungan komunikasi dengan tetangga/masyarakat sekitar
Tidak puas %
Cukup puas %
Puas
4,1 4,1 4,1 26,5 12,2 10,2 36,7 46,9
36,7 46,9 24,5 44,9 61,2 59,2 44,9 36,7
59,2 49,0 71,4 28,6 26,5 30,6 18,4 16,3
42,9 67,3 4,1 2,0 6,1
41,3 30,6 65,3 51,0 46,9
12,2 2,0 30,6 46,9 46,9
83,7 51,0 6,1 6,1 8,2 6,1 34,7
16,3 38,8 75,5 73,5 83,7 83,7 57,1
0 10,2 18,4 20,4 8,2 10,2 8,2
14,3
49,0
36,7
30,6 12,2 61,2 8,2 8,2 61,2 2,0 10,2 12,2 61,2 10,2
63,3 75,5 34,7 83,7 63,3 30,6 63,3 61,2 87,8 20,4 57,1
6,1 12,2 4,1 8,2 28,6 8,2 34,7 28,6 0 18,4 32,7
4,1 14,3 16,3 49,0 16,3 0
67,3 40,8 32,7 36,7 49,0 51,0
28,6 44,9 51,0 14,3 34,7 49,0
%
29 Lampiran 3 Sebaran jawaban persepsi pendidikan menengah No
Pertanyaan
1
Pendidikan menengah (SMA) merupakan hak setiap warga Negara Indonesia Pendidikan menengah (SMA) merupakan hak anak Setiap orang tua berkewajiban menyekolahkan anaknya smpai jenjang pendidikan menengah Pendidikan menengah membutuhkan biaya besar, Sehingga memberatkan keluarga Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, anak diutamakan untuk membantu ekonomi keluarga dibandingkan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang menengah Pendidikan menengah tidak selalu menjamin bekerja Pendidikan menengah tidak selalu menjadikan orang kaya Sekolah jenjang menengah tidak perlu Pendidikan hingga jenjang menengah tidak perlu karena banyak lulusan yang sulit mencari kerja Biaya pendidikan mennegah menyita uang keluarga Sekolah akan menyebabkan anak malas membantu pekerjaan orang tua Anak sudah bisa membaca dan menulis maka tidak perlu melanjutkan sekolah Pendidikan menengah bagi laki-laki lebih diprioritaskan daripada bagi perempuan Pendidikan menengah penting untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak Sekolah menengah menjadi gerbang untuk pencapaian cita-cita anak Tidak semua anak harus bersekolah hingga jenjang sekolah menengah Pendidikan menengah hanya cocok untuk orang kaya
2 3 4 5
6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17
Tdk Kurang Sangat Setuju Setuju setuju setuju % % % % 5,0
15,4
65,6
10,0
0
10,2
69,4
20,4
2,0
19,4
55,1
23,5
2,0
20,4
12,4
58,1
8,1
17,3
26,5
54,1
24,4
47,9
33,6
5,0
22,4
19,4
43,9
19,4
7,1
24,4
55,0
23,4
35,7
3,0
37,8
25,5
12,3
38,7
42,8
9,2
5,1
43
45
12,1
24,9
37
33
5,1
27
23
40
10
3.3
40
43
13,7
7.7
45.7
32.3
14.3
17.3
33
45.3
7.3
22.3
25.3
37
10.3
30 Lampiran 4 Sebaran jawaban kebersamaan ayah dengan anak No
Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sarapan bersama Makan siang bersama Makan malam bersama Menemani belajar Beribadah bersama Olahraga bersama Mengobrol bersama Mengantar ke sekolah Mengajak anak untuk ikut terlibat dalam kegiatan keluarga dan masyarakat, seperti mengikuti pengajian, kerja bakti, dan kegiatan perkumpulan lainnya Mengajak belanja Rekreasi bersama Menonton TV bersama Mengajak bekerja
10 11 12 13
Tidak pernah 44,0 70,0 4,2 70,4 53,1 100 2,0 95,9 81,6
Kadangkadang 56,0 30,0 85,8 27,5 40,8 0 79,6 41,1 16,3
selalu
63,3 8,2 86,8 43,9
34,7 69,4 13,2 52,1
2,0 22,4 0 2,0
0 0 10,0 3,0 6,1 0 18,4 0 2,0
Lampiran 5 Sebaran jawaban kepemilikan fasilitas pendidikan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pertanyaan Memiliki kamar sendiri Memiliki meja belajar Memiliki buku sebagai sumber untuk belajar Memiliki komputer/laptop Memiliki kamus bahasa sendiri Mengikuti kegiatan pengajian/TPA Mengikuti les/bimbingan belajar Memiliki perlengkapan sekolah yang lengkap (alat tulis, seragam, sepatu, tas) Mengikuti les musik/tari/olahraga Orang tua memiliki asuransi pendidikan untuk anak
Tidak Punya
Punya
21 85 48,3 77,6 85,8 100 93,9 10
79 15 52,7 22,4 5,2 0 6,1 90
100 100
0 0
31
Lampiran 6 Koefisien korelasi antar variabel 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
1
1
2
.85**
1
3
-0.08
-0.07
1
4
-0.09
-0.14
.81**
1
5
.33**
.29*
0.02
0.16
1
6
-0.049
0.08
-0.00
-0.05
0.13
1
7
-.279*
-0.23
-0.14
-0.14
-0.19
0.13
1
8
0.09
0.15
0.18
0.17
0.20
0.08
-0.12
1
9
-0.23
-0.15
-0.14
-0.12
-0.01
.47**
.87**
0.17
1
10
0.23
0.12
0.19
.26*
.31*
.38**
-0.00
0.07
0.13
11
.37**
-.28*
-0.17
-0.20
.43**
.38**
.84**
0.02
.89**
-0.00
1
12
0.01
-0.05
0.12
0.12
-.27*
.34**
0.12
-0.06
0.18
.80**
.299*
1
13
0.05
0.03
0.20
0.08
.33**
0.10
0.15
-0.04
0.10
.38**
-0.068
0.14
1
14
-0.11
-0.04
-0.21
-0.13
-0.02
0.03
0.07
0.09
0.13
-0.23
0.147
-0.22
-0.22
15
0.24
0.24
0.05
-0.00
0.15
0.16
-0.12
0.17
-0.04
.30*
-0.101
0.18
0.00
0.02
1
16
-0.02
0.04
-0.13
0.04
.35**
0.02
-0.17
0.01
-0.08
-0.05
-0.211
-0.23
0.01
.40**
-0.22
1
17
-0.09
-0.05
.28*
0.16
-0.05
.28*
.43**
0.05
.46**
.28*
.443*
.31*
.37**
-0.22
0.00
.35**
1
18
0.10
0.15
.29*
0.12
0.04
0.22
0.21
-0.06
0.19
.40**
0.159
.33**
.62**
-.26*
0.03
-0.14
.68**
1
19
-0.07
-0.06
0.09
0.01
-0.14
0.10
-0.03
-0.09
0.00
0.13
0.061
0.23
0.15
-0.01
0.09
-0.00
0.19
0.14
1
20
0.05
-0.01
0.13
0.01
-0.11
0.20
0.24
0.10
.34**
0.15
.385**
.28*
0.04
-0.08
0.23
-.31*
.39**
0.22
.29*
21
0.01
-0.01
-0.07
-0.05
0.06
-0.06
-0.04
0.02
-0.05
-0.20
0.088
-0.24
-0.11
-0.02
-0.00
0.08
-0.22
-.27*
-0.21
Ket : 1=usia ayah 4=pddk ibu 7=pdpt ibu 10=pengluaran total 2=usia ibu 5=besar keluarga 8=pdpt anak 11=pdpt kapita 3=pddk ayah 6=pdpt ayah 9=pdpt total 12=pengluaran pkpt
21
1
1
13=jumlah anak sekolah 16=kondisi rumah 19=kebersamaan ayah dan anak 14=lama kerja 17=fasilitas pddkn 20=kessejahteraan subjektif 15=usia anak 18=pengluaran pddkn 21=persepsi pendidikan
1 0.038
1
32
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Swara Asa Pratiwi dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 Desember 2014. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan AKBP Sugianto dan Sundari. Pada tahun 2004 penulis menamatkan sekolah dasar di SD Beji Timur 1 Depok, kemudian di SMP Negeri 5 Depok pada tahun 2007 dan di MA Negeri 7 Jakarta Selatan pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan strata 1 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor untuk gelar mayor dan Komunikasi untuk gelar minor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dalam kampus sebagai panitia antara lain sebagai staf konsumsi pada masa perkenalan departemen (MPD) pada tahun 2012, staf divisi dokumentasi pada Hari Keluarga tahun 2012, staf divisi danus pada Family and consumer day tahun 2013, dan staf divisi danus pada HIMAIKO tahun 2013. Selama perkuliahan di IPB, penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2013-2014.