Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia 2017 Vol. 2, No. 1, Hal 47-55
PENGARUH FUNGSI KELUARGA DAN SABAR TERHADAP KETAHANAN KELUARGA PADA KELUARGA BERSTATUS EKONOMI MENENGAH KE BAWAH Eva Novalina
[email protected] Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Abstrak Ketahanan keluarga adalah kemampuan seluruh anggota keluarga dalam menghadapi kesulitan, stres, atau masalah keluarga. Berdasarkan fenomena dimana pasangan suami istri yang memiliki status ekonomi menengah ke bawah cenderung menimbulkan stres dan konflik. Penelitian ini melihat adanya pengaruh fungsi keluarga dan sabar terhadap ketahanan keluarga. Subjek penelitian ini adalah 220 orang, dengan kriteria suami atau istri bekerja, memiliki status ekonomi menengah ke bawah dan keluarga yang bertahan. Pengambilan subjek tersebut secara purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan skala fungsi keluarga diadaptasi dari MsMaster Family Assessment Device (FAD) 12 item (Katrina dkk, 2015), skala sabar dalam Subhan dkk (2012), dan skala ketahanan keluarga diadaptasi dari Family Resilience Assessement Scale-Chinese Version (FRAS-C) dalam Li dkk (2016). Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda, memperoleh hasil bahwa fungsi keluarga memiliki pengaruh terhadap ketahanan keluarga dengan R sebesar 0,316, R Square 0,100 pada level signifikan 0,000 < 0,05. Sedangkan sabar terhadap ketahanan keluarga dengan R sebesar 0,440, R Square 0,194 pada level signifikan 0,000 < 0,05. Selanjutnya, fungsi keluarga dan sabar terhadap ketahanan keluarga dengan R sebesar 0,480, R Square 0,230 pada level signifikan 0,000 < 0,05. Artinya, fungsi keluarga dan sabar berkontribusi terhadap ketahanan keluarga sebesar 23% dan 77% variabel lain yang tidak diketahui dalam penelitian ini. Kata kunci:fungsi keluarga, sabar, ketahanan keluarga, pasangan suami istri, ekonomi menengah ke bawah ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan untuk mencapai keluarga yang bahagia. Keluarga memiliki hubungan antara anggota keluarga, yaitu hubungan pasangan suami istri, hubungan orangtua-anak, dan hubungan antarsaudara (Lestari, 2012). Untuk mencapai keharmonisan hubungan antara suami dan istri tidaklah mudah karena terdapat beberapa konflik dalam keluarga, salah satunya masalah ekonomi (Lestari, 2012) terutama pada keluarga yang memiliki status ekonomi menengah ke bawah. Bila dilihat data kemiskinan di Indonesia pada bulan Maret tahun 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk orang miskin secara
PENDAHULUAN Pernikahan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Summa, 2005). Sedangkan pernikahan menurut hukum Islam adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridai Allah (Basyir, 2004). Kedua pengertian tersebut memiliki persamaan bahwa pernikahan harus didasarkan akad atau [47]
nasional tercatat sebanyak 28,005 juta jiwa atau 10,86 %. Dari fenomena tersebut menunjukkan bahwa banyak keluarga yang memiliki status ekonomi menengah ke bawah, dan berisiko mengalami tekanan ekonomi. Tekanan ekonomi adalah ketidakmampuan untuk membayar kebutuhan dasar, ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan, dan harus mengurangi biaya yang diperlukan, menyebabkan peningkatan risiko tekanan orangtua (Neppl, Shinyoung & Thomas, 2015). Sehingga dapat mempengaruhi stres pada pasangan suami istri. Masalah ekonomi pada keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah tersebut dapat menimbulkan stres pada istri. Hal ini didukung oleh Saefullah (2010) yang mengatakan bahwa stres yang menimpa para istri biasanya menyangkut persoalan ekonomi, karena harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, misalnya, sementara penghasilan suami yang tidak mengalami perubahan, membuat para istri bingung bagaimana mengatur keuangan rumah tangga. Kemudian menurut Hawari (2001) salah satu penyebab stresor psikososial yaitu masalah keuangan dalam kehidupan seharihari, seperti pendapatan lebih kecil dari pengeluaran sehingga menimbulkan stres, cemas dan depresi. Selanjutnya, dalam penelitian yang dilakukan oleh Tenah K. A. Hunt, Cleopatra H. Caldwell & Shervin Assari (2015) bahwa ayah yang berusia remaja berisiko gejala depresi dan merasakan stres ekonomi pada keluarga yang memiliki tekanan ekonomi. Stres didefinisikan sebagai reaksi tubuh pada diri seseorang akibat berbagai persoalan yang dihadapi. Gejala-gejalanya mencakup mental, sosial, dan fisik; bisa berupa kelelahan, kemurungan, kelesuan, kehilangan atau meningkatnya nafsu makan, sakit kepala, sering menangis, sulit tidur atau malah tidur berlebihan (Saefullah, 2010). Menurut penelitian Baker dkk (1987), stres pada seseorang akan mengubah cara
kerja sistem kekebalan tubuh. Para peneliti ini juga menyimpulkan bahwa stres bisa menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit berupa menurunnya jumlah fighting desease cells atau sel-sel kekebalan tubuh (Saefullah, 2010). Seperti pada keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah yang mengalami stres menyebabkan konflik keluarga, atau bahkan terjadinya kekerasan dalam keluarga karena adanya pengangguran dan tidak mampu lagi mencari nafkah yang benar serta halal. Namun, ada pula keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah mampu bertahan dengan situasi ekonomi tersebut, hal ini dikarenakan adanya ketahanan yang dimiliki dalam keluarga. Daya tahan atau ketahanan menurut Luthar et al. (2000) adalah mengacu pada proses dinamis meliputi adaptasi positif dalam konteks kesulitan yang signifikan (Rand D. Conger & Katherine J. Conger, 2002). Menurut Hawley dan DeHaan (1996) ketahanan keluarga merupakan lintasan keluarga melalui penyesuaian dan berhasil dalam menghadapi stres, baik di masa sekarang dan dari waktu ke waktu. Ketahanan keluarga menanggapi kondisi ini dengan cara unik yang positif, tergantung pada konteks, tingkat perkembangan, risiko kombinasi interaktif dan faktor pelindung, serta harapan bersama keluarga. Menurut Li dkk (2016) ketahanan keluarga terdiri dari tiga faktor yaitu komunikasi keluarga dan pemecahan masalah, memanfaatkan sumber daya sosial, dan mempertahankan pandangan positif. Dimana ketiga faktor tersebut berhubungan dengan teori Walsh (2003) dan termasuk dalam model atau proses ketahanan keluarga. Hubungan ketiga faktor dengan teori Walsh yaitu proses komunikasi, pola organisasi, dan sistem kepercayaan keluarga. Selain tiga faktor tersebut, ada faktor lain yang membuat keluarga bertahan dalam situasi ekonomi tersebut yaitu keuletan, kuat dan optimisme (Xiaonan Yu & Jianxin Zhang, 2007).
[48]
Selanjutnya, Keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah secara keseluruhan bisa bertahan karena adanya kohesi, fleksibilitas dan komunikasi (Olson, 2011). Dimana ketiga dimensi tersebut termasuk kedalam fungsi keluarga, karena tujuan dari fungsi keluarga adalah untuk menciptakan harmonisasi keluarga (Hidayat, 2012). Menurut Mustafa (2008) Keharmonisan keluarga bersumber dari kerukunan hidup didalam keluarga (Hidayat, 2012). Ciri-cirinya sesama anggota keluarga terdapat hubungan yang nyata, teratur dan baik (Hidayat, 2012). Fungsi keluarga menurut Patterson (2002) adalah cara di mana keluarga memenuhi fungsinya. Maksudnya ialah, dalam hubungan antara anggota keluarga saling membutuhkan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Secara hakikat, keluarga memiliki fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi atau pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan (Hidayat, 2012). Menurut Olson (2011) model Circumplex terdiri dari tiga konsep untuk memahami fungsi keluarga yaitu kohesi, fleksibilitas, dan komunikasi. Kohesi mencerminkan kekuatan ikatan emosional antara anggota keluarga. Fleksibilitas mencerminkan kualitas kepemimpinan dan organisasi keluarga seperti yang terlihat dalam aturan dan kinerja yang terkait dengan peran, dan komunikasi mencerminkan metode komunikasi positif yang digunakan anggota keluarga. Fungsi keluarga yang baik yaitu adanya keseimbangan antara setiap dimensi, yaitu kohesi, fleksibilitas dan komunikasi. Hal ini didukung oleh Olson (2011) mengatakan bahwa tingkat yang seimbang antara kohesi dan fleksibilitas termasuk karakteristik keluarga yang lebih sehat sedangkan masalah dalam keluarga biasanya tidak seimbang. Sedangkan menurut Katrina dkk (2015) untuk menilai fungsi keluarga dapat menggunakan model MsMaster. Model MsMaster ini terdiri dari
enam dimensi yaitu pemecahan masalah, komunikasi, peran, respon afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku (Miller dkk, 2000). Fungsi keluarga mempengaruhi ketahanan keluarga karena dalam faktor ketahanan terdapat lingkungan keluarga yang berkolerasi dengan ketahanan. Hal ini didukung oleh Herrman dkk (2011) yang menyatakan bahwa faktor ketahanan terdiri dari faktor pribadi, faktor biologis dan faktor lingkungan. Dimana tingkat lingkungan mikro terdapat dukungan sosial, termasuk hubungan dengan keluarga dan teman sebaya, ikatan emosional dengan ibu, stabilitas keluarga, hubungan yang aman dengan orang tua, orangtua yang baik, dan tidak adanya ibu yang depresi berkorelasi dengan ketahanan. Selain itu, menurut Oshri dkk (2015) fungsi keluarga dapat dikonseptualisasikan sebagai proses dan memunculkan hasil ketahanan. Penelitian yang dilakukan Oshri dkk (2015) tentang ketahanan dalam konteks keluarga dan secara empirismenjelaskan jenis fungsi keluarga yang mendukung ketahanan antara anggota keluarga. Menurut Walsh (1998) temuan dari berbagai penelitian, identifikasi dan sintesis mengenai proses kunci dalam tiga domain dari fungsi keluarga, yaitu sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi, dan proses komunikasi (Walsh, 2003). Tiga domain tersebut dijadikan proses ketahanan keluarga, dan menurut Walsh (2003) fungsi keluarga mempengaruhi proses ketahanan keluarga. Selain fungsi keluarga, yang membuat keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah bisa bertahan, mereka harus menahan diri untuk tidak berkeluh kesah. Dalam Islam disebut dengan sabar, karena menurut Ibn Al-Qayyim (2005) sabar adalah menahan diri untuk tidak berkeluh kesah, mencegah lisan untuk merintih dan menghalangi anggota tubuh untuk tidak menampar pipi dan merobek pakaian dan sejenisnya. Sabar menurut Malahayati (2002) adalah kekuatan akhlak yang dapat menyupai energi untuk [49]
memikul berbagai kesulitan, penderitaan, cobaan dan perjuangan. Amr bin Utsman Al- Makki berkata, sabar ialah tegar bersama Allah dan menghadapi ujian-Nya dengan lapang dada dan tenang (Ibnu Qayyim, 2000). Hampir sama dengan pengertian sabar sebelumnya, menurut Subhan dkk (2012) sabar adalah respon awal yang aktif dalam menahan emosi, pikiran, perkataan, dan perbuatan yang taat pada aturan untuk tujuan kebaikan dengan didukung oleh optimis, pantang menyerah, semangat mencari informasi atau ilmu, memiliki semangat untuk membuka alternatif solusi, konsisten, dan tidak mudah mengeluh. Sabar dapat mempengaruhi ketahanan keluarga karena menurut Xiaonan Yu & Jianxin Zhang (2007) ketahanan memiliki tiga faktor yaitu, faktor keuletan, kuat dan optimisme. Dari ketiga faktor tersebut, salah satu diantaranya optimisme merupakan bagian dari unsur pendukung sabar. Dimana sabar tersebut memiliki tujuan kebaikan dan adanya rasa optimis serta pantang menyerah yang termasuk kedalam faktor keuletan dan faktor optimisme. Menurut Walsh (2003) dalam proses ketahanan keluarga, keluarga juga harus memiliki rasa optimis dan optimis tersebut dapat dipelajari, maka sabar dapat mempengaruhi ketahanan keluarga. Menurut Herrman dkk (2011) terdapat faktor pribadi seperti, ciri-ciri kepribadian yang optimisme dimana optimis tersebut berkaitan dengan komponen pendukung sabar (Subhan dkk, 2012). Selain itu, salah satu faktor dari Li dkk (2006) yaitu komunikasi keluarga dan pemecahan masalah berkaitan dengan semangat untuk membuka alternatif solusi dari unsur pendukung sabar (Subhan dkk, 2012) karena dalam faktor tersebut salah satunya memiliki kemampuan melakukan solusi untuk pemecahan masalah. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh fungsi keluarga dan sabar terhadap ketahanan
keluarga pada keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah. METODE Partisipan Menurut Sugiyono (2007) sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel tersebut kemudian diambil dengan cara purposive sampling dan menjadi teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini. Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007). Adapun karakteristik subyek dalam penelitian ini yaitu perempuan dan laki-laki yang berstatus menikah, perempuan atau laki-laki bekerja, keluarga yang mampu bertahan dengan situasi ekonomi menengah ke bawah, dan memiliki status ekonomi menengah ke bawah dengan penghasilan < 1 juta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berjumlah 220 subjek atau 110 pasang suami istri. Suku sunda sebanyak 175 orang, suku jawa sebanyak 28 orang, suku betawi sebanyak 8 orang, suku batak sebanyak 2 orang, suku minang sebanyak 6 orang dan suku lampung hanya 1 orang. Selanjutnya, responden memiliki rentangan usia 21-30 tahun sebanyak 39 orang, usia 31-40 tahun sebanyak 109 orang, dan usia 41-50 tahun sebanyak 72 orang. Rentangan usia perkawinan 1-5 tahun sebanyak 28 orang, usia perkawinan 6-10 tahun sebanyak 32 orang, usia perkawinan 11-15 tahun sebanyak 50 orang, usia perkawinan 16-20 tahun sebanyak 38 orang, usia perkawinan 21-25 tahun sebanyak 54 orang, dan usia perkawinan 26-30 tahun sebanyak 18 orang. Responden dengan pendidikan terakhir yang tidak sekolah sebanyak 5 orang, SD sebanyak 83 orang, SMP sebanyak 67 orang, dan SMA sebanyak 65 orang. Responden yang pekerjaannya pedagang sebanyak 32 orang, karyawan swasta sebanyak 80 orang, kuli bangunan sebanyak 14 orang, pembantu rumah tangga sebanyak 8 orang, petani sebanyak [50]
10 orang, dan gojek atau buruh sebanyak 18 orang. Selain itu, terdapat 58 orang yang tidak bekerja. Responden memiliki jumlah penghasilan perbulan <500 ribu rupiah sebanyak 43 orang, dan jumlah penghasilan perbulan 500-1 juta sebanyak 119 orang. memiliki jumlah anak 1 sebanyak 60 orang, jumlah anak 2 sebanyak 72 orang, jumlah anak 3 sebanyak 52 orang, jumlah anak 4 sebanyak 22 orang, jumlah anak 5 sebanyak 6 orang, jumlah anak 6 dan 11 sebanyak 2 orang, dan jumlah anak 9 sebanyak 4 orang. Selain itu, responden dalam penelitian ini memiliki anak balita sebanyak 90 orang. Data ini diambil pada tanggal 10 Februari - 17 Maret 2017.
sebesar 0,751 dari 12 item, hasil uji validitas menunjukkan bahwa semua item valid pada skala fungsi keluarga. 3. Skala sabar dalam Subhan dkk (2012), dengan nilai alpha cronbach sebesar 0,750 dari 16 item, hasil uji validitas menunjukkan bahwa ada 2 item yang tidak valid pada skala kesabaran yaitu item nomor 3 dan 16. Teknik Analisis Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan teknik analisis regresi berganda. Menurut Uyanto (2009) analisis regresi berganda (multiple regression analysis) merupakan pengembangan dari regresi sederhana di mana terdapat lebih dari satu variabel independen. Dalam melakukan analisis data, peneliti dibantu oleh Statistical For Social Scrience (SPSS) versi 22 for windows.
Desain Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian non eksperimental. Menurut Sugiyono (2011) penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Dalampenelitian ini menggunakan desain penelitian ex post facto field study karena penelitian ini dilakukan pada situasi sehari-hari termasuk dalam tipe penelitian lapangan (Seniati L, Aries Y & Bernadette N, 2005). Penelitian ini memberikan gambaran fenomena, fakta dan kaitan antara fenomena tersebut. Penelitian ini menggunakan tiga skala yaitu sebagai berikut: 1. Skala ketahanan keluarga yang berdasarkan TheFamily Resilience Assessement Scale-Chinese Version (FRAS-C) dalam Li dkk (2016), dengan nilai alpha cronbach sebesar 0,904 dari 32 item, hasil uji validitas menunjukkan bahwa ada tiga item yang tidak valid pada skala ketahanan keluarga yaitu item nomor 3, 6 dan 26. 2. Skala fungsi keluarga yang berdasarkan MsMaster Family Assessment Device (FAD) 12 item (GF12) dalam Katrina dkk (2015), dengan nilai alpha cronbach
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisa menunjukan bahwa fungsi keluarga dan ketahanan keluarga memiliki nilai R sebesar 0,316 serta nilai R2 (R square) sebesar 0,100 dengan P-value sebesar 0,000 <0,05 yang dapat dikatakan signifikan. Nilai B fungsi keluarga terhadap ketahanan keluarga sebesar 0,714 dengan nilai standar error 0,145 dan memiliki nilai signifikan P <0,05 yang dapat dikatakan signifikan. Data ini menunjukan bahwa fungsi keluarga memberikan pengaruh positif terhadap ketahanan keluarga, artinya semakin tinggi tingkat fungsi keluarga pada keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah, maka akan mempengaruhi tingginya ketahanan keluarga. Keluarga yang berhasil melalui proses ketahanan keluarga memiliki fungsi keluarga yang efektif. Sehingga fungsi keluarga mempengaruhi ketahanan keluarga, hal itu didukung oleh Walsh (1998) yang mengatakan bahwa temuan dari berbagai penelitian, identifikasi dan sintesis mengenai tiga ranah dari fungsi keluarga yaitu sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi, dan proses [51]
komunikasi dijadikan proses ketahanan keluarga (Walsh, 2003). Selain itu, dalam penelitian Oshri dkk (2015) mengatakan bahwa fungsi keluarga dapat dikonseptualisasikan sebagai proses dan memunculkan hasil ketahanan. Penelitian yang dilakukan Oshri dkk (2015) menjelaskan bahwa jenis fungsi keluarga mendukung ketahanan antara anggota keluarga. Menurut penelitian yang dilakukan Herrman dkk (2011) salah satu faktor ketahanan yaitu lingkungan, dimana lingkungan mikro tersebut terdapat dukungan sosial, hubungan dengan keluarga dan teman sebaya, ikatan emosional dengan ibu, stabilitas keluarga, hubungan yang aman dengan orang tua, orang tua yang baik, dan tidak ada ibu yang depresi berkolerasi dengan ketahanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi keluarga mempengaruhi ketahanan keluarga. Selanjutnya, sabar dan ketahanan keluarga memiliki nilai R sebesar 0,440 serta nilai R2 (R square) sebesar 0,194 dengan P-value sebesar 0,000 <0,05 yang dapat dikatakan signifikan. Nilai B sabar terhadap ketahanan keluarga sebesar 0,905 dengan nilai standar error 0,125 dan memiliki nilai signifikan P <0,05 yang dapat dikatakan signifikan. Data ini menunjukan bahwa sabar memberikan pengaruh positif terhadap ketahanan keluarga, artinya semakin tinggi tingkat sabar pada keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah, maka akan mempengaruhi tingginya ketahanan keluarga. Menurut Subhan dkk (2012) kesabaran adalah respon awal yang aktif dalam menahan emosi, pikiran, perkataan, dan perbuatan yang taat pada aturan untuk tujuan kebaikan dengan didukung oleh optimis, pantang menyerah, semangat mencari informasi atau ilmu, memiliki semangat untuk membuka alternatif solusi, konsisten, dan tidak mudah mengeluh. Maka sabar mempengaruhi ketahanan keluarga. Dimana sabar memiliki arti yang hampir sama dengan faktor optimisme dari
ketahanan dan memiliki unsur komponen pendukung yaitu optimis, pantang menyerah, semangat mencari informasi atau ilmu, semangat untuk membuka alternatif solusi, konsisten, dan tidak mengeluh. Selanjutnya, sumber ketahanan menurut Herrman dkk (2011), diantaranya yaitu faktor pribadi, faktor biologis dan faktor lingkungan. Faktor pribadi ini seperti, ciri-ciri kepribadian yang terbuka atau ramah, harga diri, penilaian kognitif, dan optimisme. Dimana faktor pribadi ini juga berkaitan dengan pengertian sabar dalam ilmu psikologi, yaitu individu yang optimis, tidak mengeluh, konsisten, aktif dalam menahan emosi, pikiran dan perkataan (Subhan dkk, 2012). Di dalam unsur komponen pendukung sabar juga memiliki optimis (Subhan dkk, 2012), artinya individu yang sabar akan mempengaruhi ketahanan keluarga. Menurut Li dkk (2016) ketahanan keluarga terdiri dari tiga faktor, yaitu: komunikasi keluarga dan pemecahan masalah, memanfaatkan sumber daya sosial, dan mempertahankan pandangan positif. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan komponen dari sabar terutama faktor komunikasi keluarga dan pemecahan masalah, serta mempertahankan pandangan positif, karena menurut Li dkk (2016) komunikasi keluarga dan pemecahan masalah ini menjelaskan tentang kemampuan keluarga untuk menyampaikan informasi, perasaan, fakta secara jelas dan terbuka mengakui masalah serta melakukan solusi. Untuk melakukan pemecahan masalah harus bersabar karena menurut Subhan dkk (2012) memiliki semangat mencari alternative solusi, semangat mencari informasi, optimis, patang menyerah, patuh atau taat dan tidak mengeluh, yang semuanya itu termasuk kedalam komponen sabar. Maka sabar dapat mempengaruhi ketahanan keluarga. Faktor mempertahankan pandangan positif menurut Li dkk (2016) berhubungan dengan sistem kepercayaan keluarga dari Walsh. Dalam sistem kepercayaan keluarga [52]
menurut Walsh (2003) terdapat pandangan positif, dan menjelaskan bahwa keluarga harus memiliki rasa optimis dan rasa optimis tersebut dapat dipelajari. Hal ini juga berkaitan dengan komponen sabar yang memiliki pikiran dan perbuatan yang optimis (Subhan dkk, 2012). Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa sabar mempengaruhi ketahanan keluarga. Penelitian ini juga menunjukan bahwa fungsi keluarga dan ketahanan keluarga memiliki nilai korelasi sebesar 0,316 dengan nilai signifikan 0,000 <0,05 yang dapat dikatakan bila semakin tinggi tingkat fungsi keluarga maka akan di ikuti dengan semakin tinggi ketahanan keluarga. Selanjutnya, antara sabar dan ketahanan keluarga memiliki korelasi sebesar 0,440 dengan nilai signifikan 0,000 <0,05 yang dapat dikatakan bila semakin tinggi tingkat sabar maka akan di ikuti dengan semakin tinggi ketahanan keluarga. Sedangkan fungsi keluarga dan sabar memiliki korelasi sebesar 0,305 dengan nilai signifikan 0,000 <0,05 yang dapat dikatakan bila semakin tinggi tingkat fungsi keluarga maka akan di ikuti dengan semakin tinggi tingkat sabar. Terakhir, fungsi keluarga dan sabar terhadap ketahanan keluarga memiliki nilai R sebesar 0,480 serta nilai R2 (R square) sebesar 0,230 dengan P-value sebesar 0,000 <0,05. Hasil tersebut mengambarkan bahwa fungsi keluarga dan sabar memberikan pengaruh terhadap ketahanan keluarga, dengan nilai kontribusi sebesar 23% dan terdapat 77% variabel lain mempengaruhi ketahanan keluarga yang tidak diketahui dalam penelitian ini. Nilai B fungsi keluarga terhadap ketahanan keluarga sebesar 0,453 dengan nilai standar error 0,141 dan memiliki nilai signifikan P <0,05 yang dapat dikatakan signifikan, sedangkan nilai B sabar terhadap ketahanan keluarga sebesar 0,780 dengan nilai standar error sebesar 0,129 dan memiliki nilai signifikan P <0,05 yang berarti signifikan.
Berdasarkan penelitian yang di lakukan pada responden yang berada pada kawasan pedesaan dan perkampungan di Kabupaten Tangerang dan sekitarnya dapat disimpulkan bahwa: 1. Adanya pengaruh fungsi keluarga terhadap ketahanan keluarga pada keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah sebesar 10% dengan signifikan 0,000 < 0,05. 2. Adanya pengaruh sabar terhadap ketahanan keluarga pada keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah sebesar 19% dengan signifikan 0,000 < 0,05. 3. Adanya pengaruh fungsi keluarga dan sabar secara bersama-sama terhadap ketahanan keluarga pada keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah sebesar 23% dengan signifikan 0,000 < 0,05 dan 77% variabel lain yang tidak diketahui dalam penelitian ini. Saran Berdasarkan penelitian pengaruh fungsi keluarga dan sabar terhadap ketahanan keluarga pada keluarga berstatus ekonomi menengah ke bawah, terdapat dua saran yang dikemukakan untuk penelitian selanjutnya, yaitu: 1. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yang termasuk kedalam teknik sampling non probability sehingga tidak dapat digeneralisasikan, sebaiknya untuk peneliti selanjutnya menggunakan teknik sampling probability agar hasil penelitiannya dapat digeneralisasikan. 2. Responden dalam penelitian ini berada pada kawasan perkampungan dan pedesaan di sekitar Kabupaten Tangerang dan sekitarnya, untuk peneliti selanjutnya bisa mengambil sampel penelitian di kawasan perkotaan. DAFTAR PUSTAKA Al Jauziyah, Ibnu Qayyim. 2000. Sabar Perisai Seorang Mukmin. Jakarta: Pustaka Azzam.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
[53]
Al
Jauziyah, Ibnu Qayyim. 2005. Kemuliaan Sabar dan Keagungan Syukur. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Basyir, Ahmad Azhar. 2004. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press. Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI. Hawley, Dale & Laura DeHaan. 1996. Toward A Definition Of Family Resilience: Integrating Life-Span And Family Perspectives. Journal of Family Process. 35: 283-298 Herrman, Helen, Donna, Natalia, M, E, B, & T. 2011. What is Resilience. Journal of Psyciatry; 56, 5; CBCA Reference & Current Events pg. 258 Hidayat, Dasrun. 2012. Komunikasi Antarpribadi Dan Medianya: Fakta Penelitian Fenomenologi Orang Tua Karis Dan Anak Remaja. Yogyakrta: Graha Ilmu. Katrina L, Jennifer, David, Michael G, Stephen R. 2015. Reliability and Validity of a Short Version of the General Functioning Subscale of the McMaster Family Assessment Device. Journal of family process. Vol. 54, No. 1, 2015 © 2014 Family Process Institute doi: 10.1111/famp.12113. Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga Edisi Pertama. Jakarta: Prenada Media Group. Malahayati. 2002. Ketika Wanita Harus Bersabar. Semarang: Pustaka Widyamara. Miller, Ryan, Keitner, Bishop, & Epstein. 2000. The McMaster Approach To Families: Theory, Assessment, Treatment And Research. Journal of Family Therapy. 22: 168-189 01634445. Neppl, Shinyoung & Thomas. 2015. The Impact Of Economic Pressure On Parent Positive, Parenting, And Adolescent Positivity Into Emerging Adullthood. Journal of Family
Relations 64: 80-92. DOI: 10.111/face.12098. Olson, David. 2011. Faces IV And The Cibcumplex Model: Validation Study. Journal of Marital And Family Therapy: 37,1; proQuest pg. 64 Oshri, Assaf, Mallory, Catherine, Amy, Jay & James. 2015. Adverse Childhood Experinces, Family Functioning, And Resilience In Military Families A Pattern Based Approach. Journal of Family Relations 64: 44-63 DOI: 10.1111/fare.12108. Patterson, Joan M. 2002. Integrating Family Resilience And Family Stress Theory. Journal of Marriage And Family; 64, 2; ProQuest pg. 349 Rand D. Conger & Katherine J. Conger. 2002. Resilience In Midwestern Families: Selected Findings From The First Decade Of A Prospective, Longitudinal Study. Journal of Marriage and Family; 64, 2; ProQuest pg. 361. Saefullah, Aep. 2010. Bagaimana Cara Mengatasi Stress & Patah Hati. Bandung: Pustaka Reka Cipta. Seniati L, Aries Y & Bernadette N. 2005. Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT Indeks. El Hafiz, S., fahrul, Ilham & Lila. 2012. Konstruk Psikologi Kesabaran Dan Perannya Dalam Kebahagiaan Seseorang. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA. Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitaif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Summa, Muhammad Amin. 2005. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tenah K. A. Hunt, Cleopatra H. Caldwell, Shervin Assari. 2015. Family Economic Stress, Quality of Paternal Relationship, and Depressive Symptoms Among African American Adolescent Fathers. J Child Fam Stud [54]
(2015) 24:3067–3078 DOI 10.1007/s10826-015-0112-z Uyanto, Stanislaus S. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSSEdisi Ketiga. Yogyakarta: Graha ilmu. Walsh, Froma. 1998. Editorial: The Resilience Of The Field Of Family Therapy. Journal of Marital and Family Therapy; Vol 24, No 3; ProQuest pg. 269 Walsh, Froma. 2003. Family Resilience: A Framework For Clinical Pratice. Journal Of Family Process; 42,1; Research Library Core pg. 1 Xiaonan Yu & Jianxin Zhang. 2007. Factor Analysis And Psychometric Evaluation Of The Connor Davidson Resilience Scale (CD RISC) With Chinese People. Journal of Social Behavior and Personality; 37, 1; Sociology Database pg. 19 Yuli Li, Yang Zhao, Jie Zhang, Fenglan Lou & Fenglin Cao. 2016. Psychometric Properties of the Shortened Chinese Version of the Family Resilience Assessment Scale. J Child Fam Stud. DOI 10.1007/s10826016-0432-7
[55]
[56]