KOMUNIKASI MENGOKOHKAN FUNGSI KELUARGA Tjondrorini & Mardiya
Hari keluarga yang kita peringati pada tanggal 29 Juni setiap tahunnya tentu merupakan hari yang istimewa bagi semua keluarga di Indonesia. Sebab di hari itulah saat yang tepat bagi kita semua untuk mengingat kembali betapa strategisnya peran keluarga dalam kehidupan kita sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai bangsa Indonesia. Di hari yang istimewa ini tidaklah berlebihan kalau kita bisa melacak kembali seberapa jauh kita telah melakukan dan berbuat sesuatu bagi keluarga kita dalam rangka mewujudkan insan‐insan yang berkualitas sebagai prasyarat terbentuknya keluarga sejahtera. Seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan derasnya laju modernisasi dan globalisasi dapat membawa perubahan dalam kehidupan keluarga. Datangnya arus globalisasi, menjadikan tantangan hidup berkeluarga semakin berat dan beragam, karena itulah hanya keluarga yang memiliki ketahanan yang tangguh saja yang akan mampu menjawab dan menghadapi tantangan ini. Guna mewujudkan keluarga sejahtera, maka keluarga dalam perannya sebagai lembaga terkecil dalam masyarakat dituntut untuk dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Berangkat dari dari tanggung jawab keluarga itulah maka kiranya kita perlu menengok dan menata kembali peran masing‐masing anggota keluarga agar dapat bersinergi untuk menjalankan tugas dan fungsi keluarga dengan baik, sehingga keluarga dapat menjadi wahana yang baik dalam pembentukan generasi berkualitas. Generasi berkualitas diharapkan merupakan generasi yang tidak saja sehat, cerdas dan trampil, tetapi juga generasi yang berkepribadian dan bertanggungjawab serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selama ini, keluarga yang kita maknai sebagai unit terkecil dalam masyarakat adalah keluarga yang terdiri dari suami isteri atau suami isteri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya, selalu saja menjadi sorotan pertama dari banyak pihak manakala terjadi permasalahan dalam 1
keluarganya seperti terjadinya kasus‐kasus kekerasan dalam rumah tangga, gizi buruk pada anak, kurang optimalnya tumbuh kembang anak, buruknya perilaku anak atau kenakalan anak dan remaja atau bahkan menurunnya prestasi anak di sekolah. Hal Ini tidak lepas dari kedudukan keluarga sebagai lingkungan yang pertama dan utama bagi anak, sehingga dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab terhadap berbagai permasalahan tersebut. Lebih jauh , sebagai lingkungan yang pertama yang dikenal oleh anak, keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk karakter dan kepribadian anak melalui pembiasaan‐ pembiasaan sikap dan perilaku yang baik sesuai dengan nilai‐nilai luhur serta norma yang berlaku dalam masyarakat yang ditanamkan sejak dini. Penanaman nilai‐nilai luhur dan norma‐norma yang kuat yang dilakukan sejak usia dini akan membentuk karakter dan kepribadian yang tangguh yang tidak akan mudah luntur atau goyah ketika harus menghadapi berbagai perubahan zaman. Sementara sebagai lingkungan yang utama, keluarga akan menjadi penentu keberhasilan anak dalam rangka mewujudkan dirinya sebagai generasi yang berkualitas, karena di lingkungan keluarga itulah anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar menumbuhkan kasih sayang, bersosialisasi, berinteraksi, belajar menghargai waktu, menghargai orang lain, melatih kedisiplinan, ketrampilan dan membangun semangat kebersamaan. Keluarga sebagai wahana pertama dan utama bagi tumbuhnya generasi yang berkualitas dituntut untuk menyiapkan diri seiring dengan terus berkembangnya teknologi informasi dan industri yang dapat membawa dampak baik positif maupun negatif bagi anak. Dampak positif dari perkembangan teknologi informasi dan industri tidak saja akan membawa anak‐anak kita semakin cerdas dan trampil, tetapi juga berwawasan dan berpengetahuan luas. Melalui jaringan internet misalnya, anak dapat mengakses pengetahuan sebanyak mungkin dengan cukup hanya duduk di depan komputer/laptop. Termasuk mengakses informasi tentang berbagai peristiwa terkini di berbagai belahan dunia, tanpa harus mengeluarkan banyak biaya. Kemajuan teknologi telepon seluler juga telah
2
berkembang begitu pesat sehingga memungkinkan anak untuk berkomunikasi secara langsung dengan orang‐orang yang posisinya sangat jauh dari tempat mereka berada yang di masa lalu merupakan sesuatu yang mustahil. Sementara dampak buruknya, perkembangan teknologi informasi dan industri telah membawa anak pada kehidupan individualistis, berjiwa konsumtif dan sangat permisif terhadap gaya hidup dan tradisi luar yang tidak sesuai dengan budaya timur. Informasi tentang seks bebas, seks menyimpang, minum‐minuman keras, penyalahgunaan napza, tindakan kekerasan, penipuan, aborsi serta sperilaku yang menghalalkan segala cara untuk mewujudkan ambisi termasuk melalui terorisme, merupakan bagian dari dampak buruk dari perkembangan teknologi informasi dan industri ini. Berangkat dari sinilah, momentum hari keluarga seyogyanya dapat dijadikan sebagai pijakan untuk mewujudkan keluarga sejahtera dengan mengokohkan kembali fungsi‐fungsi guna memperkuat ketahanan keluarga. Berbagai permasalahan yang terjadi pada lingkup keluarga banyak disebabkan oleh karena kurangnya kemampuan keluarga dalam menjalankan fungs‐fungsinya, sehingga ketahanan keluarga menjadi rapuh, kurang mandiri dan tidak memiliki kekuatan untuk membendung berbagai pengaruh buruk dari luar yang setiap saat mengintai setiap anggota keluarga . Mengokohkan fungsi‐fungsi keluarga yang mencakup delapan fungsi, mulai dari fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, hingga fungsi ekonomi dan pembinaan lingkungan, tidak cukup hanya diwacanakan atau menjadi tanggung jawab para pemangku kepentingan saja, tetap ijuga harus dengan upaya sistematis yang melibatkan pihak‐pihak terkait termasuk keluarga sebagai sasaran. Orang tua sebagai tokoh sentral dalam keluarga seyogyanya memiliki kesadaran dan kepedulian untuk menjalankan fungsi‐fungsinya dengan baik. Tidak cukup hanya dengan anjuran atau perintah, dibutuhlan contoh dan keteladanan yang baik dan konsisten bagi anak‐ anak untuk menumbuhkan kondisi yang kondusif bagi tumbuhnya pribadi yang tangguh sebagai embrio terwujudnya ketahanan keluarga. Bimbingan, pembinaan, pendampingan dan pengawasan dari orang tua yang dilakukan dengan ikhlas dan penuh kasih sayang pada anak dalam menanamkan nilai‐nilai
3
moral dan agama , serta nilai‐nilai sosial kemanusiaan akan melahirkan generasi yang beriman dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah‐masalah yang terjadi di sekelilingnya. Sikap yang lebih menghargai dan mencintai budaya sendiri dapat ditanamkan pada anak sejak usia dini dengan menerapkannya sebagai gaya hidup keluarga. Sementara itu diharapkan orang tua dapat menerapkan prinsip‐prinsip reproduksi yang sehat dengan mengatur kehamilan serta menyiapkan anak‐anaknya agar kelak memiliki kesehatan yang prima dengan melakukan persiapan sebagai generasi berencana yang terbebas dari resiko‐resiko masalah seksualitas seperti kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi ilegal yang dapat berujung pada kematian serta penyalahgunaan narkoba sehingga rentan terhadap penularan HIV/AIDS. Sebagai generasi berencana , para remaja memiliki peluang yang lebih besar untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi, sehingga kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik akan lebih mudah diraih. Menjadi tugas dan kewajiban orang tua untuk membimbing dan mendampingi anak dalam bersosialisasi dengan orang lain atau masyarakat sekitar sehingga anak dapat memahami bahwa sebagai makhluk sosial, setiap orang dituntut untuk dapat membuka diri, berkomunikasi dengan orang lain, saling membantu dan mau diajak bekerjasama. Sikap dan perilaku orang tua yang peduli akan kelestarian lingkungan akan menumbuhkan anak yang memiliki nilai‐nilai yang peduli dengan lingkungan alam sekitarnya. Dengan demikian, mereka dapat mengelola lingkungan sebaik‐baiknya dan tidak merusaknya melalui tindakan‐tindakan bodoh seperti membuang sampah sembarangan, memcemari lingkungan, mengeksploitasi secara berlebihan, yang sebenarnya secara langsung maupun tidak langsung akan merugikan diri mereka sendiri dan umat manusia pada umumnya. Itulah fungsi‐fungsi keluarga yang perlu diperkokoh kembali dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks. Untuk dapat mewujudkan semuanya itu, setiap anggota keluarga perlu membangun komunikasi yang baik. Komunikasi yang dibangun dengan keterbukaan dan kejujuran akan dapat menghindari kesalahpahaman dan rasa saling curiga sehingga tumbuh rasa saling percaya di
4
antara para anggota dalam keluarga. Anak akan percaya pada ayah ibunya, apabila orangtua dapat menanamkan kepercayaan pada anak‐anaknya. Demikian juga diharapkan anak akan percaya pada saudaranya sebagaimana halnya suami juga harus percaya pada isterinya. Kepercayaan inilah yang akan menumbuhkan kesadaran setiap anggota keluarga untuk peduli dan ikhlas menjalankan tugas dan perannya masing‐masing sehingga dapat bersinergi mewujudkan impian menjadi keluarga yang sejahtera, yang tidak saja mampu mencukupi kebutuhan materil dan spirituilnya, tetapi juga memiliki hubungan yang serasi antara sesama anggota keluarga, anggota keluarga dengan keluarga lainnya dan anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. Sebagaimana prinsip komunikasi pada umumnya, maka komunikasi dalam keluargapun membutuhkan media. Kebiasaan yg baik di dalam keluarga dapat digunakan sebagai media komunikasi, seperti kebiasaan makan bersama. Karena itu makan bersama dalam keluarga minimal satu hari sekali selayaknya dihidupkan kembali dan bagi yang selama ini telah melaksanakan perlu tetap dipertahankan. Kegiatan makan bersama ini menjadi media yang sangat efektif untuk membangun komunikasi dengan seluruh anggota keluarga, karena pada kesempatan makan bersama itulah semua anggota keluarga dapat saling tegur sapa, menginformasikan aktivitas masing‐masing, berdiskusi, menyampaikan harapan hingga mencurahkan apa yang menjadi permasalahannya bahkan setiap anggota keluaga dapat saling memberikan alternatif pemecahannya bagi anggota keluarga lyg bermasalah. Bagi yang terpaksa hidup berjauhan karena pekerjaan atau sekolah, keluarga dapat memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi untuk saling menginformasikan kondisi masing‐masing, sehingga secara psikologis mereka akan selalu merasa dekat dan diperhatikan walaupun secara fisik berjauhan. Masalah jarak tidak lagi menjadi alasan bagi sebuah keluarga untuk tidak dapat hidup bahagia dan sejahtera. Dra. Tjondrorini, M.Kes Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi DIY Drs. Mardiya, Ka Sub Bid Advokasi Konseling dan Pembinaan Kelembagaan KB dan Kesehatan Reproduksi pada BPMPDPKB Kabupaten Kulon Progo. 5
6