PERAN PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK PADA KELUARGA PEGAWAI Ghafiqi Faroek Abadi Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya E-mail:
[email protected]
Abstrak: Artikel hasil penelitian ini berupaya mengelaborasi peran pendidikan keluarga di alangan pegawai Kantor Kementerian Agama Sumenep dalam proses pembentukan akhlak anak, metode pendidikan keluarga yang diterapkan, dan faktor pendukung atau penghambat pendidikan keluarga yang dihadapinya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam proses pembentukan akhlak anak, karena keluarga merupakan institusi yang mula-mula sekali berinteraksi dengannya. Metode pendidikan keluarga yang dilakukan adalah metode komunikasi, metode pemberian reward (hadiah), dan metode keteladanan. Faktor pendukungnya adalah lingkungan rumah dan masyarakat yang religius, kecerdasan orang tua dalam memahami karakter dasar anak, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan faktor penghambatnya meliputi faktor tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor agama. Kata kunci: Pendidikan, keluarga, akhlak Abstract: This research article elaborates the role of family education in moral (akhlak) formation, methods are applied, and the factors supporting or inhibiting family moral education of employees at the Ministry of Religious Affair. The results of this study reveals that family take an important role in the moral formation of children, since the family is the first institution interact s with the children. The methods of family education are communicating, giving reward, and modeling. The supporting factors involve of environment and religious communities, parents’ sensitivity in comprehending the children basic character, as well as the development of science and technology. While the inhibiting factors include the level of parents’ education, economic factors, social factors and religious factors. Keywords: education, family, akhlak
Pendahuluan Dewasa ini sorotan terhadap akhlak cukup tajam. Salah satunya adalah rendahnya kualitas atau mutu akhlak. Dengan kata lain mutu akhlak saat ini masih rendah. Berbicara tentang mutu akhlak, keluarga sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama merupakan fondasi yang kokoh dalam proses pembentukannya. Pembentukan akhlak membutuhkan pembiasaan sejak dini. Akhlak tidak dapat dibentuk dalam waktu yang singkat. Adanya peran pendidikan, khususnya pendidikan keluarga akan sangat membantu dalam pembentukan pribadi yang utama. Sejak manusia dilahirkan, ia sangat awam terhadap nilai-nilai universal yang terkandung dalam eksistensinya hidup di dunia. Dalam istilah agama dapat diartikan berada dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Allah SWT berfirman:
ََﻓْﺌِﺪة َ ﱠﻤﻊَ و ْاﻷَﺑ َْﺼَﺎرَ و ْاﻷ َاﻟﺴ ْ ﻮن َﺷﻴ ْ ﺌًﺎ َ َوََﺟﻌﻞ ﻟَ ُﻜُﻢ َ ُﻄُﻮن أﱠُﻣ َﻬﺎﺗِ ْﻜُﻢ َﻻ ْﺗـَﻌُﻠَﻤ ِ َﺟ ْﻜُﻢِ ْﻣﻦ ﺑ َ واﻟﻠﱠﻪُ أ َْﺧَﺮ (78: )اﻟﻨﺤﻞ.ون َ ﺗَﺸ ُﻜُﺮ ْ ﻟََﻌﻠﱠ ْﻜُﻢ
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”1 Ayat di atas memberi pengertian bahwa pada saat Allah SWT mengeluarkan janin manusia dari kandungan ibu, ia berada pada taraf keterbatasan kemampuan atau ketidaktahuan. Namun, manusia dengan berbekal potensi-potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT mampu mengaktualisasikan diri melalui proses interaksi dan sosialisasi dengan lingkungannya. Dalam konteks inilah pendidikan mempunyai peranan signifikan dalam menempa sekaligus mewujudkan manusia ahsanu taqwîm dan akhirnya menjadi manusia ideal (insân kâmil) yang sadar terhadap peran dan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Menurut Muhammad Quthb, manusia yang baik adalah manusia yang ingin dibentuk oleh pendidikan sehingga tampak sebuah keselarasan dalam dirinya dalam bentuk tingkah laku, pikiran, maupun perasaannya.2 1Q.S.
al-Nahl: 78. Quthb, Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun (Bandung: PT. AlMa’arif, 1993), hlm. 410. 2Muhammad
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
291
Dalam perspektif sosiologis, manusia sebagai individu tidak hanya memiliki peranan khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku yang hampir identik dengan tingkah laku massa yang bersangkutan. Hal ini didasarkan pada teori struktur fungsional dari Radclife Brown. Menurut teori ini, individu dibebani berbagai peranan yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup. Baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.3 Dengan demikian, lingkungan dalam konteks yang spesifik yakni keluarga, memainkan peranan penting dalam proses pendidikan anak-anak. Selain itu, Jalaluddin Muchtar menyatakan bahwa secara sosiologis, keluarga mempunyai fungsi pendidikan. Fungsi ini mempunyai hubungan yang erat dengan masalah tanggung jawab orang tua sebagai pendidik pertama bagi anak-anak sehingga upaya pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, di satu pihak sebagai lingkungan pendidikan pertama dan di pihak lain sebagai lingkungan pendidikan sepanjang hayat.4 Menurut Imam Ghazali, anak adalah sebagai amanat. Berarti orang tua, para pendidik, pada hakekatnya adalah mengemban amanat Allah SWT.5 Maka dari itu, orang tua dalam Islam memiliki kewajiban memberikan pendidikan dan bimbingan kepada anak-anaknya sebagai salah satu amanat dari Allah SWT. Anak sangat membutuhkan pendidikan dari orang tuanya, agar ia tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berakhlak mulia. Sehingga dapat dibanggakan oleh keluarga, masyarakat, agama, nusa dan bangsa. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 13, keluarga dan lingkungan adalah jalur pendidikan informal selain dua lainnya yaitu jalur pendidikan formal dan non formal dengan bentuk kegiatan mandiri.6 Kegiatan mandiri 3Munandar
Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar; Teori dan Konsep Ilmu Sosial (Bandung: Refika Aditama, 1998), hlm. 55. 4Jalaluddin Muchtar, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hlm. 10. 5Abu Tauhied, Beberapa Aspek Pendidikan Islam (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1990), hlm. 5. 6Tim Penyusun, UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya (Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm. 21.
292
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
tersebut sangat tergantung pada pola asuh keluarga, dalam hal ini keluarga dan masyarakat. Di mana pendidikan dalam lingkungan tersebut menjadi tolak ukur dalam determinasi moralitas pribadi anak-anak ketika sudah dewasa. Seandainya orang tua dan lingkungan tempat berdomisili tidak berhasil membimbing anakanaknya secara baik, benar dan bijaksana, maka kenakalan akan muncul pada diri mereka. Sebaliknya apabila teknik mendidik orang tua sesuai dengan tingkat perkembangan anak, bukan tidak mungkin citra manusia ideal yang dicita-citakan akan dapat terwujud. White dan kawan-kawan menyatakan bahwa praktik-praktik tertentu dalam mendidik anak cenderung mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial dan kecakapan kognitif pada anakanak. Bahkan selain dua aspek tersebut, bagaimana perlakuan orang tua terhadap mereka menjadi faktor utama pembentukan kepribadian anak, termasuk aspek moralitas.7 Menurut Thomas Gordon peranan dan tugas orang tua tersebut, khususnya bagi seorang ibu merupakan sesuatu yang paling berat dimanapun di dunia ini. Kedua orang tua harus berusaha semaksimal mungkin dalam usaha mendidik anaknya dengan pendidikan yang seimbang, yaitu pendidikan yang mencakup seluruh aspek yang terdapat dalam diri manusia, yaitu: hati, akal, dan fisik.8 Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus (case study), yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian studi kasus hanya meliputi daerah atau subyek yang sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus lebih mendalam.9 Sedangkan berdasarkan datanya, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu pendekatan penelitian yang menekankan pada makna, penalaran, definisi, suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang 7Mahmud,
Dimyati. 1990. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan (Yogyakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 35. 8Thomas Gordon, Menjadi Orang Tua Efektif (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. 115. 9Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Bina Aksara, 1998), hlm. 31.
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
293
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi penelitian ini adalah penelitian kualitatif studi kasus. Objek penelitian ini adalah pegawai di Kantor Kementerian Agama Sumenep. Alasan objektif penulis menjadikan pegawai kantor ini sebagai obyek penelitian karena pegawai tersebut secara keseluruhan berpendidikan tinggi dan diharap mampu mendidik anak-anaknya dengan baik. Tinjauan Pustaka Konsep Pendidikan Keluarga Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan sama sekali tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Pendidikan itu mutlak sifatnya, baik dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat. Ki Hajar Dewantoro berpendapat bahwa ada tiga lingkungan pendidikan yang dikenal dengan tripusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.10 Keluarga merupakan salah satu lembaga yang ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan anak. Keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan yang utama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan, dan dikatakan utama karena pendidikan dan bimbingan anak itu paling banyak dilaksanakan dalam lingkungan keluarga. Berdasarkan atas adanya hubungan yang bersifat kodrati antara anak dan orang tua, Zakiah Daradjat menyatakan bahwa orang tua merupakan pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap, dan cara hidup mereka, merupakan unsurunsur pendidikan yang tidak langsung yang dengan sendirinya akan masuk kedalam pribadi anak yang sedang tumbuh itu.11 Secara prinsipil keluarga adalah lembaga pertama yang melakukan pendidikan terhadap anak, karena itu keluargalah yang meletakkan fondasi pertama bagi hari depan anaknya. Selain itu keluarga juga berfungsi sebagai lingkungan anak yang faktor-faktor 10Amir
Dain Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), hlm. 108-109. 11Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama ( Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 56.
294
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
kondisional dan situsionalnya dapat memberikan pengaruh menguntungkan atau merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Sesuai dengan pembahasan di atas, bahwa keluarga sebagai lembaga atau badan pertama dan utama yang harus terpenuhi oleh kebutuhan jasmani dan rohani, maka pendidikan dalam keluarga harus dan merupakan pendidikan pendahuluan dan atau persiapan bagi pendidikan dalam sekolah atau masyarakat. Oleh karena itu pendidikan keluarga bertujuan sebagai berikut:12 a. Membentuk budi pekerti Seorang anak diberikan dan ditanamkan norma-norma tentang pandangan hidup tertentu, meskipun dalam bentuk sederhana dan langsung dalam bentuk praktik dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam keluarga. b. Membentuk jiwa sosial Seorang anak diberikan kesempatan dan latihan secara praktis tentang bagaimana bergaul antara manusia dan antara sesamanya sesuai dengan tuntunan kebudayaan tertentu. c. Mananamkan sikap nasionalisme Para orang tua menanamkan kepada anak didiknya sikap nasionalisme, patriotisme dan cinta tanah air dan bangsa serta kemanusiaan. d. Menanamkan kebiasaan Menanamkan kebiasaan sangat berguna bagi pembinaan kepribadian yang baik dan wajar dimana anak diberikan kesempatan untuk hidup dan tertib tanpa dirasakan adanya suatu paksaan dari luar pribadinya. e. Membentuk Jiwa Intelek Seorang anak diajarkan kaidah pokok tentang kecakapan berbahasa, berhitung, dan kesenian tertentu sesuai bakat dan minatnya. Adapun salah satu cara untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera yaitu adanya pendidikan yang baik dan tepat
12Ali
Syaifullah, Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 110-111.
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
295
dalam lingkungan keluarga. Hal demikian karena pendidikan keluarga memiliki beberapa fungsi yaitu:13 a. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak Pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan keluarga ini sangat penting untuk diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa dalam perkembangan individu selanjutnya ditentukan. Orang tua bertanggung jawab pada pendidikan anak. Hal itu memberikan pengertian bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, dalam keadaan penuh ketergantungan dengan orang lain, tidak mampu berbuat apa-apa bahkan tidak mampu menolong dirinya sendiri. Ia lahir dalam keadaan suci bagaikan meja lilin berwarna putih (a sheet of white paper avoid of all characters) atau yang lebih dikenal dengan istilah tabularasa.14 b. Untuk menjamin kehidupan emosi anak Dalam kehidupan keluarga maka kehidupan emosional atau kebutuhan rasa kasih sayang anak dapat terjamin dengan baik. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan darah antara pendidik dan anak didik. Karena orang tua hanya menghadapi sedikit anakanak didik dan karena hubungan tadi diatas rasa cinta kasih yang murni. Terjadinya kehidupan emosional anak pada waktu kecil berarti menjamin pembentukan pribadi anak selanjutnya. c. Penanaman dasar pendidikan moral Dalam pendidikan keluarga, maka pendidikan ini menyentuh pendidikan moril anak-anak karena didalam keluargalah terutama tertanam dasar-dasar pendidikan moril, melalui contoh-contoh yang konkret dalam perbuatan hidup sehari-hari. d. Memberikan dasar pendidikan kesosialan Pendidikan keluarga merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak. Sebab pada Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Umum dan Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 39-44. 14Tabularasa adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh John Lock, seorang tokoh aliran Empirisme yang menyatakan bahwa anak lahir dalam keadaan suci bagaikan meja lilin berwarna putih. Maka lingkunganlah yang akan menentukan kemana anak itu akan dibawa. 13
296
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang minimal terdiri dari ayah, ibu, dan anak. e. Peletakan dasar-dasar keagamaan Keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama di samping sangat menentukan dalam menanamkan dasar moral, yang tidak kalah pentingnya adalah berperan besar dalam proses internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan ke dalam pribadi anak. Konsep Proses Pembentukan Akhlak Anak Dalam Islam, akhlak mulia perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk implementasi tersebut bisa dalam ucapanucapan yang mulia (qaulan karîman) maupun dalam perbuatanperbuatan terpuji (‘amalan shâlihan). Tuntutan berakhlak mulia meliputi akhlak terhadap Allah SWT, diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.15 Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hasil nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang bermanfaat mana yang tidak berguna. Dari sinilah timbul akhlak yang merupakan kekuatan jiwa dari dalam yang mendorong manusia untuk melakukan yang baik dan mencegah perbuatan yang buruk.16 Akhlak yang diajarkan dalam al-Qur’an bertumpu kepada aspek fitrah yang terdapat didalam diri manusia, dan aspek wahyu (agama), kemudian kemauan dan tekad manusiawi. Maka pendidikan akhlak perlu dilakukan dengan cara:17
Murthada Muthahari, Jejak-Jejak Rohani (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 140145. 16Atang Abdul Hakim, Metodologi Studi Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 202-203. 17Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: CV. Ruhana, 1995), hlm. 10. 15
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
297
a. Menumbuh kembangkan dorongan dari dalam yang bersumber pada iman dan takwa sehingga diperlukan pendidikan agama pada diri seseorang. b. Meningkatkan pengetahuan tentang akhlak al-Qur’an lewat ilmu pengetahuan, pengalaman, dan latihan, agar dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. c. Meningkatkan pendidikan kemauan, yang menumbuhkan pada manusia kebebasan memilih yang baik dan melaksanakannya sehingga kemauan itu akan mempengaruhi pikiran dan perasaan. d. Latihan untuk melakukan yang baik serta mengajak orang lain untuk bersama-sama melakukan perbuatan baik tanpa paksaan. e. Pembiasaan dan pengulangan melaksanakan yang baik, sehingga perbuatan baik itu menjadi keharusan moral dan perbuatan akhlak terpuji, kebiasaan yang mendalam, tumbuh dan berkembang secara wajar dalam diri manusia. Adapun faktor-faktor yang membentuk akhlak anak dapat dibedakan menjadi faktor intern dan faktor ekstern yaitu:18 a. Faktor intern meliputi: perkembangan jiwa keagamaan, faktor usia, kepribadian, dan kondisi kejiwaan. b. Faktor ekstern meliputi: lingkungan keluarga, lingkungan institusional, dan lingkungan masyarakat. Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak, misalnya saja Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam.19 Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini, masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cen-
18Syafaat,
Peranan Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 159-165. 19Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 5.
298
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
derung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan.20 Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan, dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Kelompok yang mendukung pendapat yang kedua ini umunya datang dari ulama-ulama Islam yang cenderung pada akhlak, Ibnu Miskawaih, Ibn Sina, al-Ghazali, dan lain-lain termasuk pada kelompok yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil usaha.21 Kenyataan di lapangan menggambarkan bahwa usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode yang terus dikembangkan ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, hormat kepada ibubapak, sayang kepada sesama makhluk Tuhan, dan lain-lain. Sebaliknya, jika anak tidak dibina akhlaknya, atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan, dan pendidikan akan menjadi anak yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela, dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina. Jadi, pembentukan akhlak ini sangat urgen, karena merupakan usaha sungguh-sungguh dalam rangka membina anak dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk didalamnya akal, nafsu, fitrah, kata hati, hati nurani dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat. Hasil Penelitian Peran Pendidikan Keluarga dalam Proses Pembentukan Akhlak Anak Keluarga memegang peranan penting sekali dalam membantu proses pembentukan akhlak seorang anak karena keluarga merupakan 20Ibid., 21Ibid.,
hlm. 90. hlm. 54.
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
299
institusi yang mula-mula sekali berinteraksi dengannya. Oleh sebab itu, anak mendapat pengaruh atas segala tingkah lakunya. Keluarga dalam hal ini mengambil posisi tentang pendidikan ini yaitu mengajar mereka akhlak yang mulia yang diajarkan Islam seperti kebenaran, kejujuran, keikhlasan, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah, pemberani, dan lain sebagainya. Keluarga juga mengajarkan nilai-nilai dan faedahnya berpegang teguh pada akhlak di dalam hidup, membiasakan mereka berpegang teguh pada akhlak di dalam hidup, membiasakan mereka berpegang kepada akhlak semenjak kecil. Sebab manusia itu sesuai dengan sifat asasinya menerima nasihat jika datangnya melalui rasa cinta dan kasih sayang dan tidak disertai dengan kekerasan.22 Hasan Langgulung mengatakan di antara kewajiban keluarga dalam hal ini:23 a. Memberi contoh yang baik bagi anak-anaknya dalam berpegang teguh kepada akhlak mulia. Sebab orang tua yang tidak berhasil menguasai dirinya tentulah tidak sanggup meyakinkan anak-anaknya untuk memegang akhlak yang diajarkannya. b. Menyediakan bagi anak-anaknya peluang-peluang dan suasana praktis dimana mereka dapat mempraktikan akhlak yang diterima dari orang tuanya. c. Memberi tanggung jawab yang sesuai kepada anak-anaknya supaya mereka merasa bebas memilih dalam tindakannya. d. Menunjukkan bahwa keluarga selalu mengawasi mereka dengan sadar dan bijaksana e. Menjaga mereka dari teman-teman yang menyeleweng dan tempattempat kerusakan dan lain-lain lagi cara dimana keluarga dapat mendidik akhlak anak-anaknya. Orang tua hendaknya dapat mengantisipasi masa depan anaknya, sebab anak harus dibimbing untuk mandiri sejak dari pemilihan pekerjaan hingga mampu bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Lebih penting lagi adalah menumbuhkan kesadaran bahwa hidupnya kelak akan dipertanggungjawabkan sendiri. Demikian pula anak dila22Ahmad
Hudaifah, Wawancara, Sumenep, 20 Februari 2012 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Suatu Analisa Sosio Psikologikal (Kuala Lumpur: Pustaka Antara, 1979), hlm. 79. 23
300
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
tih untuk menyadari bahwa semua pekerjaan (yang halal) apapun jenisnya, tidak ada beda dalam pandangan Islam. Dalam kaitan ini, keluarga harus menampakkan sikap respek terhadap pekerjaan halal yang dilakukan anak.24 Sebelum anak terjun ke dalam dunia kehidupan, terlebih dahulu dipersiapkan pekerjaan yang mungkin baik baginya setelah memperhatikan bakat dan kecenderungannya. Orang tua sejak dini berusaha memperhatikan bakat anak dan memupuknya agar tumbuh menjadi kecakapan yang akan menopang kehidupannya. Suatu pekerjaan yang lahir dari bakatnya akan mendatangkan interest yang kuat dan menumbuhkan rasa senang serta mudah bagi anak, dan akhirnya memungkinkan anak menjadi seorang professional dalam pekerjaan itu.25 Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa berkenaan dengan bimbingan pekerjaan ini, orang tua atau pendidik terutama ayah tidak perlu mengubah keinginan anak dalam kehidupan selama keinginan itu mengandung kemaslahatan yang akan diperolehnya dan kegunaan yang diharapkannya. Dalam kaitan dengan bimbingan menempuh hidup ini adalah bagaimana mengantisipasi masa depan anak, sebab anak tidak hidup pada situasi di saat orang tua hidup. Anak setelah dewasa (beberapa tahun mendatang) mungkin menemui situasi yang telah berubah dan jauh berbeda dengan yang dihadapinya di saat kecil. Kemampuan mengantisipasi ini harus diupayakan oleh orang tua agar anak dapat hidup dengan baik. Bimbingan ke arah kehidupan yang dilakukan oleh orang tua terutama menyangkut masa depan anak antara lain:26 a. Bimbingan ke arah hidup mandiri. Hal ini sesuai dengan anjuran nabi Muhammad saw, agar kehidupan seseorang tidak menjadi beban bagi orang lain, demikian pula tangan yang di atas jauh lebih mulia daripada tangan yang dibawah. b. Berkemauan keras untuk bekerja. Hidup dan kehidupan berdimensi kenikmatan sekaligus perjuangan. Kenikmatan tidak mungkin
24Innani
Mukarramah, Wawancara, 20 Februari 2012
25Ibid. 26Nur
Ahid, Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 142.
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
301
dicapai tanpa melalui perjuangan yang tentu saja membutuhkan kesungguhan dan penuh rintangan dan kesulitan. c. Pola hidup sederhana, tidak boros dan juga tidak kikir d. Menjauhi sikap serakah yang berlebihan sehingga melampui batas yang telah ditentukan oleh agama. e. Menumbuhkan sikap selalu ingin maju dalam proses kehidupan. Islam adalah agama yang dinamis yang menghendaki agar penganutnya selalu maju dan berkembang. f. Mengutamakan kualitas daripada kuantitas atau prinsip ahsanu ‘amala. Selain itu Ahmad Hudaifah berpendapat bahwa peran pendidikan keluarga dalam membantu proses pembentukan akhlak anak yaitu:27 a. Mendirikan syari’at Allah SWT dalam segala permasalahan rumah tangga. Artinya, mendirikan rumah tangga muslim yang mendasarkan kehidupannya pada perwujudan penghambaan kepada Allah SWT. b. Mewujudkan ketenteraman dan ketenangan psikologis. Artinya jika suami isteri bersatu di atas landasan kasih sayang dan ketenteraman psikologis yang interaktif, maka anak-anak akan tumbuh dalam suasana bahagia, percaya diri, tenteram dan jauh dari kekacauan, kesulitan dan penyakit batin yang melemahkan kepribadian anak. c. Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak. Dalam keluarga terutama orang tua bertanggungjawab memberikan kasih sayang sebagai landasan terpenting dalam membina pertumbuhan dan perkembangan psikologi anak. d. Menjaga fitrah anak agar tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan, karena fitrah anak yang dibawanya sejak lahir perkembangannya ditentukan oleh orangtuanya. Beranjak dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa peran pendidikan keluarga sangat penting dalam rangka membentuk rasa cinta dan kasih sayang antara orang tua dengan anak-anaknya. Karena sebuah keluarga yang dibentuk dengan rasa kasih sayang dan cinta kasih akan menimbulkan dampak positif pertumbuhan dan perkem27Ahmad
302
Hudaifah, Wawancara, 20 Februari 2012.
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
bangan anak-anaknya. Anak akan merasa tenang, tenteram dan bahagia serta jauh dari kekacauan, kesulitan dan penyakit-penyakit batin yang dapat membawa mereka kepada hal-hal ang dilarang oleh agama karena mereka selalu didik dan dibina dalam rumah tangga oleh orang tua mereka. Metode Pendidikan Keluarga dalam Membantu Proses Pembentukan Akhlak Anak Metode pendidikan keluarga yang diterapkan pegawai Kantor Kementerian Agama Sumenep dalam membantu proses pembentukan akhlak anak-anak mereka ialah sebagai berikut. a. Metode Komunikasi Pada saat anak melakukan sebuah kesalahan orang tua lebih sering melakukan peneguran yang bersifat dialogis artinya komunikatif dua arah, artinya orang tua tidak langsung memarahi anak jika seorang anak melakukan kesalahan, tetapi ditanya dan diselidiki terlebih dahulu apa penyebab anak melakukan kesalahan. Kemudian pada saat orang tua menegur menghindari hukuman dalam bentuk apapun kecuali jika anak tidak s}alat.28 b. Metode Pemberian Reward (Hadiah) Metode ini dilakukan orang tua kepada anak ketika seorang anak memiliki prestasi belajar yang bagus di sekolahnya. Metode ini sangatlah memberikan dampak positif bagi seorang anak terutama jika orang tua tersebut memiliki lebih dari seorang anak. Seorang anak yang diberikan penghargaan oleh orang tuanya akan menimbulkan semangat dan dapat menjadikan contoh yang baik bagi saudara-saudaranya.29 c. Metode Keteladanan Keteladanan orang tua sangatlah penting dalam membantu proses pembentukan akhlak seorang anak, karena anak cenderung meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya, misalnya saja s}alat tepat waktu, mengajak anak untuk selalu s}alat berjamaah di mesjid-mesjid terdekat tempat anak tinggal, selalu sopan santun
28Ainiyah,
Wawancara, 20 Februari 2012
29Ibid.
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
303
dan menghormati kepada orang yang lebih tua harus dan jangan sampai membuat hal yang tidak sopan kepada orang tua.30 Metode-metode yang dilakukan oleh pegawai Kantor Kementerian Agama Sumenep dalam membantu proses pembentukan akhlak seorang anak sudah dapat dikatakan cukup baik, karena mereka sangat menghindari metode pemberian hukuman kepada seorang anak jika anak tersebut melakukan kesalahan tetapi cenderung kepada pemberian nasehat-nasehat, keteladanan dan komunikatif dua arah. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Keluarga dalam Membantu Proses Pembentukan Akhlak Anak Dalam pelaksanaan pendidikan dalam keluaga tidak jarang kita dapatkan fenomena-fenomena atau problematika yang sedikit banyak mempengaruhi pendidikan dalam keluarga. Faktor yang mempengaruhi faktor pendidikan dalam keluarga yang dilaksanakan oleh orang tua terhadap anaknya dapat berupa faktor pendukung maupun faktor penghambat. a. Faktor Pendukung Faktor Pendukung pendidikan keluarga dalam membantu proses pembentukan akhlak seorang anak yaitu:31 1) Lingkungan rumah yang religius Oleh karena sebagian besar tempat tinggal pegawai Kantor Kementerian Agama berada di pelosok desa dan dekat dengan masjid-masjid setempat serta jauh dari lingkungan metropolitan, maka penerapan pendidikan keluarga berjalan dengan baik karena anak dapat dibina untuk selalu disiplin melaksanakan s}alat berjamaah secara teratur dan tepat waktu dan sangat terhindar dari kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat misalnya nongkrong di jalan-jalan maupun di mall (pusat perbelanjaan) yang pada umumnya dilakukan oleh anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan. 2) Kacerdasan orang tua dalam memahami karakter dasar anak yang berbeda-beda 30Muhammad 31Innani
304
Yasin, Wawancara, 20 Februari 2012 Mukarramah, Wawancara, 20 Februari 2012
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
Bagi orang tua yang memiliki anak lebih dari satu maka kecerdasan orang tua sangat penting dalam memahami karakter dasar anak yang berbeda-beda antara anak yang satu dengan anak yang lainnya dengan tujuan agar orang tua mampu mendewasakan mereka. Kecerdasan yang dimaksud dalam hal ini adalah keilmuan yang dimiliki oleh orang tua dalam mendidik anak haruslah luas sehingga dengan keilmuan tersebut mampu mengetahui apa yang sebenarnya yang dibutuhkan oleh seorang anak dalam kehidupannya. 3) Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman saat ini yaitu adanya alat komunikasi berupa handphone, orang tua sangatlah terbantu dalam memantau posisi anak jika berada di luar rumah dan orang tua dapat mengetahui dengan siapa anak bergaul di luar rumah, kemana saja anak melakukan kegiatan di luar rumah. b. Faktor Penghambat Faktor penghambat pendidikan keluarga dalam membantu proses pembentukan akhlak seorang anak yaitu: 1) Tingkat pendidikan orang tua Pendidikan yang diperoleh orang tua dalam melaksanakan kegiatan pengajaran dalam rumah tangga sangat penting bagi keberhasilan pendidikan anggota keluarganya (anak-anaknya). Karena apabila orang tua tidak memiliki ilmu pengetahuan baik tentang tata cara mendidik, mengasuh, membimbing anak maupun lainnya, niscaya pelaksanaan pendidikan dalam rumah tangga sebagaimana yang diharapkan sulit diwujudkan (gagal).32 Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa pendidikan yang diperoleh orang tua baik mengenai metode atau cara orang tua mendidik, maupun pengetahuan lainnya sangat mempengaruhi pelaksanaan pendidikan keluarga (rumah tangga) terutama dalam membantu proses pembentukan akhlak seorang anak. 2) Faktor ekonomi 32Ahmad
Hudaifah, Wawancara, 20 Februari 2012
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
305
Sosial ekonomi yang kurang akan membatasi kesempatan belajar sehingga menimbulkan kesulitan pada anak dan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan prestasi belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokok misalnya makan, minum, pakaian, perlindungan dan sebagainya dan juga membutuhkan fasilitas belajar.33 Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa keadaan ekonomi keluarga sangat mempengaruhi pelaksanaan pendidikan anak dalam keluarga, artinya bila ekonomi keluarga sangat minim maka akan menuntut orang tuanya selalu berusaha mencari nafkah keluarga. Hal ini tidak jarang dilakukan oleh seorang ayah atau ibu. Bila kedua orang tua telah disibukkan dengan pekerjaannya sehari-hari untuk mencukupi kebutuhan mereka, maka anggota keluarganya (anak-anak mereka) akan kehilangan pembina dan pembimbingnya, sehingga mereka tidak lagi terurus dan sebagainya akibatnya moral serta tingkah laku anak tak terarah. 3) Faktor sosial Faktor sosial ini juga akan mempengaruhi pelaksanaan pendidikan anak dalam rumah tangga (keluarga), karena di dalam rumah tangga terdapat beberapa anggota keluarga teman bermain seperti anak, kakek dan nenek, kakak dan adik, serta teman bergaul seperti tetangga di sekitar rumah tempat mereka tinggal. Dalam kaitannya dengan faktor sosial (teman bergaul) ini sering kali tempat bergaul yang kurang baik (malas belajar, peminum, penjudi dan sebagainya) akan mempengaruhi tingkah laku anak, ia akan mudah pula ikut-ikutan untuk menunjukkan solidaritasnya, hal ini akan membawa anak malas belajar.34 Pengaruh dari teman bergaul lebih cepat masuk kedalam jiwa seorang anak. Maka pergaulan yang baik akan berpengaruh yang baik pula terhadap diri anak, begitu juga teman bergaul yang sebaliknya pasti mempengaruhi yang bersifat buruk juga terhadap diri seorang anak.
33Ibid. 34Muhammad
306
Yasin, Wawancara, 20 Februari 2012
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
Dari pendapat di atas dipahami bahwa anak dapat belajar dengan baik manakala memiliki teman bergaul yang baik serta pengawasan yang bijaksana dari kedua orang tuanya, begitu juga sebaliknya jika anak di dalam interaksi (hubungan sosial) dengan teman-temannya baik dalam rumah tangganya maupun teman bergaul di luar lingkungan keluarga, akan mempengaruhi pola pada tingkah lakunya. Oleh sebab itulah, interaksi sosial anak di perhatikan, dan diawasi dengan baik terutama terhadap teman bergaulnya yang memiliki akhlak dan moralitas yang baik. 4) Faktor Agama Ilmu pengetahuan yang tinggi, tanpa disertai oleh keyakinan beragama, akan gagal dalam memberikan kebahagiaan kepada yang memilikinya. Dalam kenyataan sehari-hari kita menyaksikan banyak kaum inteligensi, yaitu orang yang banyak pengetahuannya, tidak mampu memanfaatkan kemampuannya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi dirinya, keluarganya maupun bagi masyarakat umum. Dengan kata lain apabila bagi orang tua selaku pendidik tak pernah mengamalkan ajaran-ajaran agama terutama membiasakan anak kepada anak-anaknya, niscaya akan sulit dicapainya suatu kebahagiaan dalam keluarganya.35 Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa apabila kehidupan rumah tangga (keluarga) beragama tetapi tidak melaksanakan ajaran agamanya dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, niscaya kebahagiaan dan ketentraman akan sulit didapatkan dan diwujudkan. Begitu juga halnya dalam pelaksanaan pengajaran (pendidikan) dalam keluarga (rumah tangganya) terhadap anak-anaknya jika tidak dilandasi oleh nilai-nilai agama niscaya pelaksanaan pendidikan akan sia-sia, karena dengan agamalah anak akan patuh dan taat akan perintah orang tuanya. Sebaliknya jika ajaran agama telah dimiliki maka masing-masing anggota keluarga baik ayah dan ibu ataupun anakanak akan terjalin hubungan yang harmonis dimana antara yang satu dengan yang lainnya saling menghormati, mempunyai si35Ibid.
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
307
kap toleransi yang baik dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing. Untuk ini sangat besar artinya dan harus dimiliki oleh setiap keluarga, karena dengan ajaran agama orang akan hidup aman dan bahagia, begitu juga sebaliknya jika dalam kehidupan rumah tangga atau masyarakat tanpa agama, niscaya keluarga dan masyarakat itu akan kacau balau. Penutup Dari beberapa uraian di atas, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan penelitian ini sebagai berikut: a. Keluarga memegang peranan penting sekali dalam membantu proses pembentukan akhlak seorang anak karena keluarga merupakan institusi yang mula-mula sekali berinteraksi dengannya. Oleh sebab itu, anak mendapat pengaruh atas segala tingkah lakunya. b. Metode pendidikan keluarga yang dilakukan oleh pegawai Kantor Kementerian Agama Sumenep dalam membantu proses pembentukan akhlak anak adalah metode komunikasi, metode pemberian reward (hadiah), dan metode keteladanan. Pegawai kantor Kementerian Agama Sumenep menghindari metode hukuman jika anak tersebut melakukan kesalahan tetapi cenderung kepada pemberian nasehat-nasehat, keteladanan dan komunikatif dua arah. c. Faktor-faktor yang berperan penting dalam pelaksanaan pendidikan keluarga dalam membentuk proses pembentukan akhlak anak terdiri dari faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukungnya yaitu lingkungan rumah dan masyarakat yang religius, keceerdasan orang tua dalam memahami karakter dasar anak, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan faktor penghambatnya meliputi faktor tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor agama. Wa Allâh a’lam bi alShawâb.* Daftar Pustaka Abdul Hakim, Atang. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
308
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
Ahid, Nur. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Al-Abrashi, Athiyah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1974. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara, 1998. Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1997. Daradjat, Zakiyah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: CV. Ruhana, 1995. Gordon, Thomas. Menjadi Orang Tua Efektif. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996. Langgulung, Hasan. Pendidikan Islam Suatu Analisa Sosio Psikologikal. Kuala Lumpur: Pustaka Antara, 1979. Mahmud, Dimyati. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan. Yogyakarta: Balai Pustaka, 1990. Muchtar, Jalaluddin. Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993. Mursyidi, Achmad. Keberhasilan Anak Ikhtiar Orang Tua. Bandung: Qurrotua’yun, 2004. Muthahari, Murthada. Jejak-Jejak Rohani. Bandung: Pustaka Hidayah, 1996. Quthb, Muhammad. Sistem Pendidikan Islam. terj. Salman Harun, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1993. Syafaat. Peranan Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Syaifullah, Ali. Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Surabaya: Usaha Nasional, 1982. Tauhied, Abu. Beberapa Aspek Pendidikan Islam. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1990.
Tadrîs Volume 7 Nomor 2 Desember 2012
309