PENGARUH PENERAPAN DEVELOPMENTAL CARE TERHADAP STRES FISIOLOGIS PADA BBLR DI RUANG PERINATOLOGI RS PANTI WALUYO SURAKARTA
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh: CH. Tri Andar Utami NIM. ST 13013
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas perkenananNyalah penulis dapat menelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Penerapan Developmental care pada Bayi Berat lahir Rendah di Ruang perinatologi RS Panti Waluyo Surakarta Skripsi ini di susun untuk memenuhi gelar sarjana keperawatan program transfer Stikes Kusuma Husada Surakarta. Penulis berharap hasil penelitian yang terangkum dalam skripsi ini dapat memberikan kemajuan dalam pelayanan, penelitian dan pendidikan keperawatan Penyusunan skripsi ini dapat terlaksana atas bimbingan, bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Oleh karena itu penulis memberikan penghargaan, rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M. Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta 2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S. Kep,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 3. Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep,Ns.,M.Kep selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan bimbingan, arahan dan masukan untuk kesempurnaan penelitian dan skripsi ini
iv
4. Ibu Anissa Cindy Nurul Afni, S.kep, Ns.,M.Kep selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan bimbingan, arahan dan masukan untuk kesempurnaan penelitian dan skripsi ini 5. Ibu Atiek Murhayati, S. Kep, Ns.,M. Kep selaku penguji yanh telah memberikan arahan dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini 6. Dr. T. Soebroto, M. Kes selaku direktur RS Panti Waluyo yang telah memberikan ijin penelitian 7. Bp. Bambang Kamiwarno, S. Kep selaku Kepala Bidang Keperawatan RS Panti Waluyo yang memberi masukan dalam penelitian ini 8. Kepala Diklat RS Panti Waluyo beserta staf yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk penelitian 9. Kepala Instalasi Rawat Inap RS Panti Waluyo yang telah memberikan ijin untuk penelitian 10. Seluruh staf
ruang perinatologi RS Panti Waluyo Surakarta yang telah
bekerjasama dalam penelitian ini 11. Bapak dan Ibu orang tua responden yang telah memberikan ijin untuk pengambilan data dalam penelitian ini 12. Seluruh Staf Akademik dan Non akademik Stikes kusuma Husada Surakarta yang telah menyediakan fasilitas dan dukungannya dalam penelitian ini 13. Suami saya Abdon Wahyu Bimo Wilutono, Anak – anak saya Gracia dan Kenzie, Bapak, Ibu dan seluruh Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa yang tidak pernah putus sehingga penelitian ini berjalan baik
v
14. Semua sahabat, teman yang senantiasa mendukung, memotivasi sehingga penelitian ini selesai tepat pada waktunya
Surakarta, 21 Agustus 2015 Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL............................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN…....................................................................
iii
KATA PENGANTAR.............................................................................
iv
DAFTAR ISI............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL....................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xi
ABSTRAK...............................................................................................
xii
ABSTRACT.............................................................................................
xiii
BAB
BAB
I.
II.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................
1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian........................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian......................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori.............................................................
7
2.2 Keaslian Penelitian......................................................
18
2.3 Kerangka Teori...........................................................
20
2.4 Kerangka Konsep........................................................
21
vii
2.5 Hipotesis..................................................................... BAB
BAB
21
III. METODE PENELITIAN
IV
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian……………………..
22
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel...
23
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian……………………….
25
3.4 Variabel, Definisi Operasional, Skala Pengukuran….
25
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data………..
29
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data……………….
33
3.7 Etika Penelitian……………………………………...
36
HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden………………………..…..
38
4.2 Stres fisiologis sebelum developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan................
39
4.3 Stres Fisiologis sesudah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan…………………………………….............
40
4.4 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok perlakuan.......................................
41
4.5 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok kontrol...............
43
4.6 Beda stres fisiologis sesudah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan........
44
viii
BAB
V
PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden…………………….............
46
5.2 Gambaran stres fisiologis sebelum developmental care kelompok kontrol dan perlakuan...................................................................
49
5.3 Gambaran stres Fisiologis sesudah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan……...........................................................
50
5.4 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok perlakuan...........
51
5.5 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok kontrol................
52
5.6 Beda stres fisiologis sesudah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan....... BAB
VI
54
PENUTUP 6.1 Kesimpulan ………………………………………….
57
6.2 Saran ………………………………………………
58
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Tabel
Halaman
2.1
Keaslian Penelitian
18
3.1
Variabel penelitian, definisi operasional
25
4.1
Karakteristik responden
38
4.2
Distribusi responden anemia
39
4.3
Distribusi Responden stres fisiologis sebelum
40
Developmental care 4.4
Distribusi Responden stres fisiologis sesudah
41
Developmental care 4.5
Perbedaan rerata stres fisiologis sesudah
42
developmental care pada kelompok perlakuan 4.6
Perbedaan rerata stres fisiologis sesudah
43
developmental care pada kelompok kontrol 4.7
Perbedaan rerata stres fisiologis sesudah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
47
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Gambar
Halaman
1
Kerangka Teori
20
2
Kerangka Konsep
21
3
Jenis dan rancangan
22
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Keterangan
1
Permohonan Studi Pendahuluan Penelitian
2
Surat balasan Studi pandahuluan
3
Permohonan Ijin Penelitian
4
Surat balasan Ijin Penelitian
5
Permohonan menjadi Responden
6
Surat Persetujuan menjadi Responden
7
Lembar observasi developmental care
8
Hasil Uji Analisa statistik
9
Lembar konsultasi
10
Jadwal Penelitian
xii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 CH. Tri Andar Utami Pengaruh penerapan Developmental care terhadap Stres fisiologis pada BBLR di Ruang Perinatologi RS Panti Waluyo Surakarta Abstrak
BBLR seringkali mengalami kesulitan saat adaptasi dari intruterin ke ekstrauterin karena imaturitas organ. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh developmental care terhadap stres fisiologis (saturasi oksigen dan denyut nadi) pada BBLR. Rancangan penelitian ini menggunakan Quasy Experimental dengan Non Equivalent control group design. Sampel penelitian 47 BBLR yang dirawat di Ruang Perinatologi RS Panti Waluyo dipilih dengan teknik Purposive sampling. Hasil analisa menggunakan Mann-whitney test menunjukkan bahwa ada perbedaan stres fisiologis setelah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p= 0,000). Developmental care dapat memfasilitasi BBLR dalam beradaptasi dengan lingkungan perawatan melalui keteraturan fungsi fisiologis yaitu saturasi oksigen dan denyut nadi Kata kunci :Developmental care, stres fisiologis, BBLR Daftar Pustaka: 48(2004-2011)
xiii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 CH. Tri Andar Utami Effect of Developmental Care Application on Physiological Stress of Low Birth Weight Infants at Perinatology Department of Panti Waluyo Hospital of Surakarta ABSTRACT
A low birth weight infant usually has a difficulty to adapt from intrauterine to extra-uterine due to the organ immaturity. The objective of this research is to investigate the effect of the developmental care on the physiological stress (oxygen saturation and pulse) of the low birth weight infants. The research used the quasi experimental method with the non-equivalent control group design. The samples of the research consisted of 47 low birth weight infants at Perinatology Department of Panti Waluyo Hospital of Surakarta. They were taken by using the purposive sampling technique. The result of Mann-Whitney’s Test shows that there were physiological stress differences between the experimental group and the control group following the application of the developmental care as indicated by the p-value 0.000. Thus, the developmental care could facilitate the low birth weight infants to adapt to the care environment through the regularity of physiological functions i.e. oxygen saturation and pulse. Keywords: Developmental care, physiological stress, low birth weight infants References: 48 (2004-2011)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan umur 28 hari, dimana terjadi perubahan sangat besar dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin. Masa perubahan paling besar terjadi pada jam ke 24 sampai 72 jam pertama, bayi terus beradaptasi namun kondisi ini lebih sulit pada bayi dengan resiko tinggi seperti bayi prematur dan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi khususnya BBLR memerlukan stimulus yang adekuat dari lingkungan untuk tumbuh dan berkembang. Kenyataannya perawatan intensif menyebabkan stimulus yang berlebihan sehingga mengakibatkan stres pada bayi dan dapat mengganggu keseimbangan fungsi fisiologis. BBLR seringkali mengalami beberapa masalah pada periode segera setelah lahir sebagai akibat karakteristik organ yang belum matang. Karakteristik organ yang belum matang ini misalnya masalah gangguan pernafasan karena faktor surfaktan yang belum terbentuk, kurangnya otot polos
pembuluh
darah
dan
rendahnya
kadar
oksigen
darah
yang
mengakibatkan terjadinya trauma susunan saraf pusat dan keterlambatan penutupan duktus arteriosus serta ketidakmampuan meregulasi stimulus yang datang mengakibatkan bayi cenderung mengalami stres (Bobak, Lodermilk & Jensen, 2005; Maguire et al, 2008; Kosim et al, 2010). Keadaan ini akan
2
menjadi lebih buruk apabila berat lahir semakin rendah (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005). Kondisi stres yang dialami BBLR dalam perawatan yang demikian dapat terlihat dari perilaku yang nampak pada bayi, termasuk perubahan fisiologis, kewaspadaan atau perhatian dan aktivitas motorik (Hockenberry & Wilson, 2007). Perilaku BBLR sebagai respon terhadap stimulus yang berlebihan seperti kebisingan, pencahayaan dan berbagai prosedur pengobatan dan perawatan dapat diamati dari perubahan kondisi tubuh. Perubahan kondisi tubuh diantaranya hipoksemia, apnea (Meguire et al, 2008) selain itu perubahan kondisi tubuh BBLR dapat diamati melalui peningkatan denyut nadi dan penurunan saturasi oksigen (Ais et al, 1986, dalam symington & Pinelli, 2006). BBLR membutuhkan perawatan intensif, cermat dan tepat. Perawatan yang diberikan dirancang untuk mendukung kelangsungan hidup bayi berat lahir rendah.
Kenyataan bahwa perawatan intensif yang diberikan, juga
menjadi sumber stres karena stimulasi yang berlebihan sebagai contoh kebisingan alarm inkubator, ventilator, patient monitor, prosedur invasif, perpisahan dengan orang tua (Westrup; Symington & Pinelli, 2006 ; Lissauer & Fanaroff, 2009). Strategi
pengelolaan
lingkungan
perawatan
intensif
untuk
meminimalkan pengaruh lingkungan perawatan yang memberikan stimulus yang berlebihan sangat dibutuhkan. Strategi tersebut dapat tercapai melalui asuhan perkembangan yang disebut developmental care yaitu asuhan yang
3
memfasilitasi perkembangan bayi melalui pengelolaan lingkungan yang adekuat yang akan meningkatkan stabilisasi fisiologi dan penurunan stres bayi (Byers, 2006; Rick, 2006). Pengelolaan
lingkungan
dalam
developmental
care
tersebut
diantaranya meliputi pemberian penutup inkubator untuk meminimalkan pencahayaan, pemberian nesting atau sarang untuk menampung pergerakan yang berlebihan dan memberi bayi tempat yang nyaman, pengaturan posisi fleksi untuk mempertahankan normalitas batang tubuh dan mendukung regulasi (Kenner & Mc Grath, 2004). Selain itu beberapa bentuk intervensi dari developmental care lainnya dalam bentuk meminimalisir membuka ataupun menutup inkubator atau minimal handling untuk hal yang tidak perlu, clustered care atau memusatkan beberapa tindakan dalam jam – jam tertentu atau pengadaan jam tenang, Perawatan Metode Kanguru (PMK) atau skin to skin contact (Klauss & Fanaroff, 2009). Salah satu tujuan dari Milenium Development Goals (MDG’s) adalah menurunkan angka kematian bayi dan anak. Pada tahun 2006 menurut World Health Organization (WHO) Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia 49 per 1000 kelahiran. Di Indonesia menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKB sebesar 32 / 1000 kelahiran hidup. Prevalensi BBLR menurut WHO tahun 2011 diperkirakan 15 % dari seluruh kelahiran di dunia. Secara statistik menunjukkan 90 % kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang. Angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 10,5 % masih diatas angka rata - rata Thailand 9,6 % Vietnam 5,2 %. Di Jawa
4
Tengah pada tahun 2009 sebesar 2,81% meningkat bila dibandingkan tahun 2008
sebesar
2,08%
(Profil
Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah, 2009). Di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, pada tahun 2013 angka kejadian BBLR adalah 100 bayi, dengan jumlah kelahiran 621, yang berarti 16,10 % sedangkan angka kematian bayi baru lahir pada tahun 2013 sebanyak 16 bayi dengan jumlah kelahiran 621 yaitu sekitar 2,65 %. Angka kematian disebabkan karena BBLR sebesar 31,25 %. Perawatan BBLR di Rumah Sakit Panti waluyo belum menggunakan developmental care karena belum tersedianya peralatan yang dibutuhkan untuk developmental care.
1.2 RUMUSAN MASALAH Perawatan yang intensif menyebabkan stimulus yang berlebihan bagi BBLR. BBLR belum memilik kemampuan yang baik untuk beradaptasi dengan lingkungan karena imaturitas organnya sehingga diperlukan strategi pengelolaan lingkungan melalui developmental care. Developmental care yaitu asuhan yang memfasilitasi perkembangan bayi melalui pengelolaan lingkungan yang adekuat Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian, bagaimana pengaruh developmental care terhadap stres fisiologis pada BBLR ?
5
1.3 TUJUAN PENULISAN 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh penerapan developmental care terhadap stres fisiologis pada BBLR 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden. b. Mengidentifikasi stres fisiologis sebelum dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. c. Mengidentifikasi stres fisiologis setelah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. d. Menganalisis beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan. e. Menganalisis beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok kontrol. f. Menganalisis beda stres fisiologis setelah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1. Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada BBLR Perinatologi.
di
unit
6
1.4.2. Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pngembangan ilmu pengetahuan dan bahan pembelajaran di bidang keperawatan. 1.4.3. Peneliti Lain Hasil penelitaian ini di harapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti berikutnya yang berhubungan dengan developmental care pada BBLR. 1.4.4. Peneliti Hasil penelitian ini di harapkan dapat memotivasi peneliti untuk mengembangkan
pengetahuan
dan
inovasi
dalam
developmental Care bagi BBLR di unit perinatologi.
pererapan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1 Bayi Berat Lahir Rendah 1. Pengertian BBLR adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram (Arif, 2009). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan bayi yang ketika dilahirkan mempunyai berat badan kurang dari 2500 gram (Yulifah & Yuswanto, 2009). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah Bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia kehamilan. Hal ini berarti bahwa berat lahir tersebut dapat sesuai masa kehamilan atau kecil masa kehamilan yaitu apabila berat lahir kurang dari normal menurut usia kehamilan tersebut (Saifuddin et al, 2006). Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan (Arief, 2009): a. Prematuritas murni Adalah bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan – Sesuai Masa Kehamilan (NKB _ SMK).
8
b. Dismaturitas Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan. Dismatur dapat terjadi dalam preterm, term dan post term. Dismatur ini dapat disebut juga Neonatus Kurang Bulan – Kecil untuk Mas Kehamilan (NKB – KMK), Neonatus Cukup Bulan – Kecil Masa Kehamilan (NCB – KMK), Neonatus Lebih Bulan Kecil Masa Kehamilan (NLB – KMK). 2. Etiologi Menurut Arief dan Kristiyanasari (2009) BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor : 1) Faktor Ibu: a) Penyakit Penyakit langsung yang berhubungan dengan kehamilan misalnya : perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum dan nefritis akut. b) Usia Ibu Angka kejadiantertinggi adalah pada usia , 20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. c) Keadaan sosial ekonomi Kejadian tertinggi terdapat pada tingkat sosial ekonomi rendah, hal ini disebabkan karena keadaan gizi yang kuarang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
9
d) Faktor Lain ibu perokok, ibu peminum alkohol, pecandu obat narkotik. 2) Faktor Janin Hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom. 3) Faktor Lingkungan Tempat tinggal didataran tinggi, radiasi dan zat – zat racun. 3. Karakteristik Bayi Berat Lahir Rendah Pada kelahiran dengan berat lahir rendah proses adaptasi yang dilalui sangat sulit karena ketidakmatangan (imaturitas) sistem organ (Bobak, Lowdemilk & Jensen, 2005). Beberapa contoh karaktristik organ yang belum matang pada bayi BBLR adalah kekurangan surfaktan, alveoli yang berfungsi sedikit jumlahnya sehingga bayi mengalami distres pernafasan, penyakit membran hialin, selain itu struktur kulit tipis dan transparan, cadangan lemak bawah kulit sedikit mengakibatkan bayi mudah kehilangan panas yang ditandai dengan hipotermi. Tanda dan Gejala bayi Berat Lahir Rendah menurut Maryunani dan Nurhayati (2009) menyatakan tanda – tanda BBLR: a) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram. b) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 45 cm. c) Lingkar kepala kurang dari 33 cm. d) Lingkar dada kurang dari 30 cm. e) Letak kuping menurun.
10
f) Pembesaran dari salah satu atau dua ginjal. g) Masalah dalam pemberian makanan (refleks menghisap dan menelan berkurang). h) Suhu tidak stabil (kulit tipis dan transparan). 4. Masalah yang terjadi pada BBLR Menurut Damanik (dalam Buku ajar Neonatologi, 2010) masalah yang lebih sering di jumpai pada bayi BBLR: 1) Ketidakstabilan suhu BKB dan BBLR memiliki kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuh akibat : a.
Peningkatan hilangnya panas.
b.
Kurangnya lemak sub kutan.
c.
Rasio luas permukaan terhadap berat badan yang besar.
d.
Produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan ketidakmampuan untuk menggigil.
2) Kesulitan pernafsan a) Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke PMH (Penyakit Membran Hialin). b) Resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks batuk, refleks menghisap dan refleks menelan. c) Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah. d) Pernafasan yang periodik dan apnea.
11
3) Kelainan gastrointestinal dan nutrisi a) Refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu. b) Motilitas usus yang menurun. c) Pengosongan lambung yang tertunda. d) Pencernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak kurang. e) Defisiensi enzim laktase pada brush border usus. f) Menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh. g) Meningkatnya resiko EKN (Entero Kolititis Nekrotikans).
2.1.2 Stress Fisiologis Als et al (1986 dalam Symington & Pinelli,2006) menyebutkan bahwa parameter stress yang dapat diamati pada BBLR sebagai akibat stimulus yang berlebihan dari lingkungan perawatan adalah perubahan fungsi fisiologis tubuh berupa penurunan saturasi oksigen dan peningkatan denyut nadi. Diskripsi dari penilaian fungsi fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Saturasi oksigen Saturasi
oksigen
didefinisikan
sebagai
prosentase
jumlah
hamoglobin yang teroksigenasi dalam darah (Brooker, 2005; Hockenberry & Wilson, 2007). Saturasi oksigen juga merpakan
12
gambaran aliran oksigen dalam tubuh yang sangat penting bagi optimalnya fungsi jantung dan organ tubuh lainnya karena oksigen merupakan bahan bakar metabolisme. Sekitar 97 % oksigen yang ditransportasikan
kedalam
aliran
darah
berkaitan
dengan
haemoglobin di dalam sel darah merah dan 3 % lainnya larut dalam plasma. Haemoglobin yang mengikat jumlah maksimum oksigen dalam setiap molekulnya disebut kondisi tersaturasi (Walsh, 2006). Nilai normal saturasi oksigen dalam rentang antara 90 – 99 % (Kattwinkle
et
al,
2006).
Berikut
beberapa
kondisi
yang
mempengaruhi saturasi oksigen (Berman et al, 2009) : a. Kadar haemoglobin Kadar haemoglobin rendah pada Anemia akan menyebabkan nilai saturasi oksigen menjadi rendah karena okigen tidak dapat diikat oleh haemoglobin sel darah merah dalam jumlah yang mencukupi. b. Sirkulasi Sistem sirkulasi berperan dalam transportasi darah dan oksigen sehinnga pada kondisi dimana sirkulasi mengalami gangguan seperti pada penyakit jantung, perdarahan . penyakit paru – paru akan berpengaruh pada ikatan oksigen dan haemoglobin dalam darah.
13
2. Denyut Nadi Denyut nadi merypakan gambaran dari setiap denyut jantung yang memompakan darah ke arteri (Walsh, 2006). Rentang nilai normal denyut jantung bayi, termasuk bayi BBLR adalah berada antara 100 – 160 kali setiap menitnya (Saefuddin, 2006). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi denyut nadi seperti latihan fisik, berada pada wilayah pada kondisi tekanan atmosfir yang rendah, kondisi emosional, penyakit jantung dan demam (Gill & O’ Brien , 2003). Alat yang dapat digunakan untuk mengukur saturasi oksigen adalah pulse oxymetri. Pulse oxymetri merupakan alat ukur non ivasif untuk mengukur kadar saturasi oksigen darah arteri (Berman, 2009). Sensor pulse oxymetri terdiri atas : a) Dua dioda pemancar cahaya (dioda merah dan inframerah) yang mentranmisikan cahaya melalui kuku, darah vena, darah arteri, dan jaringan. b) Fotodetektor yang dilelakkan langsung di depan dioda Haemoglobin yang tersaturasi akan lebih bayak mengabsorbsi cahaya
inframerah.
Sedangkan
haemoglobin
yang
tidak
tersaturasi lebih bayak mengabsorbsi cahaya merah. Jumlah akumulasi cahaya merah dan inframerah oleh haemoglobin yang tersaturasi dan haemoglobin yang tidak tersaturasi dalam arteri
14
akan diukur oleh fotodetektor dan dilaporkan sebagai prosentase saturasi oksigen (Slota, 2006; Berman et al, 2009 ).
2.1.3 Developmental care Bayi khususnya BBLR membutuhkan stimulus yang adekuat dari lingkungan untuk tumbuh dan berkembang (Symington & Pinelli, 2006; Lissauer & Fanaroff, 2009; Maguire et al, 2009). Tetapi lingkungan yang inensif memberikan stimulus yang berlebihan. Strategi penelolaan lingkungan yang dapat dilakukan untuk menurunkan stres akibat stimulus yang berlebihan ini disebut dengan asuhan perkembangan atau developmental care. Developmental care merupakan asuhan yang memfasilitasi perkembangan bayi melalui pengelolaan lingkungan perawatan dan observasi perilaku sehingga bayi mendapatkan stimulus lingkungan yang adekuat (Symington & Pinelli, 2006; Lissauer & Fanaroff, 2009; Maguire et al, 2009). Stimulus lingkungan yang adekuat menyebabkan terjadinya stabilisasi fisiologis tubuh dan penurunan stress (McGrath et al, 2011; Byers, 2006). Lissauer dan Fanaroff (2009) mengatakan bahwa perilaku bayi tidak hanya sebagai bentuk komunikasi melainkan juga sebagai cerminan
kesiapan
seorang
bayi
untuk
menjalankan
tugas
perkembangan yang merupakan hasil atau respon terhadap pengaruh stimulus lingkungan. Stimulus lingkungan bukan merupakan satu –
15
satunya faktor yang mempengaruhi perilaku bayi. Usia gestasi yaitu usia kehamilan saat bayi dilahirkan dan kematangan saraf pusat merupakan faktor lain yang mempengaruhi bagaimana bayi berperilaku (Bobak, Lodemilk & Jensen, 2005). 2.1.3.1 Skin to skin contact Pengelolaan lingkungan perawatan yang dilakukan dalam developmental care ini meliputi stimulasi perkembangan kemampuan visual melalui gambar dan warna, stimulasi taktil dan oral, pemberian terapi non farmakologis seperti pembedongan ,sentuhan, fasilitas ikatan atau interaksi orang tua dan anak dapat berupa kunjungan orang tua atau skin to skin contact atau yang dikenal dengan perawatan metode kanguru, dimana sangat penting untuk proses adaptasi bayi dan orang tua terhadap kehadiran dan penerimaan satu sama lain (Sizun & Westrup, 2004; Maguire et al, 2008; Wong et al, 2009; Kanner & McGrath, 2009). Ludington pada tahun 1990 mengamati efek skin to skin contact pada bayi prematur terhadap level aktivitas dan periode tidur tenang. Hasil penelitian meyebutkan bahwa terjadi penurunan level aktivitas dan disertai peningkatan periode tidur selama skin to skin contact. Gray et al (2000) mengemukakan bahwa skin to skin contact antara ibu dan bayi selama 15 – 20 menit terbukti menurunkan intensitas menangis dan menstabilkan denyut jantung.
16
2.1.3.2 Minimal Handling Pengelolaan lingkungan perawatan intensif lainya yang dapat dilakukan dalam developmental care adalah minimal handling. Minimal handling dilakukan untuk memberikan waktu istirahat dan tidur bagi bayi tanpa adnya gangguan aktivitas pengobatan, perawatan dan pemeriksaan lainnya dengan cara sedikit mungkin memberikan penanganan pada bayi atau memungkinkan penanganan bayi untuk beberapa tindakan dalam satu waktu. Contoh tindakan minimal handling adalah meberlakukan jam tenang, meminimalkan membuka menutup inkubator utuk hal yang tidak perlu (Sizun & Westrup, 2004; Maguire et al, 2008; Wong et al, 2009). 2.1.3.3 Nesting Pemasangan Nesting atau sarang yang mengelilingi bayi dan posisi fleksi juga merupakan bentuk dari pengelolaan lingkungan dalam developmental care. Nesting dapat menopang tubuh bayi dan memberikan tempat yang nyaman (Lissauer & Fanaroff, 2009). Posisi fleksi sendiri merupakan posisi terapeutik karena posisi ini bermanfaat dalam mempertahankan normalitas batang tubuh (Kenner & McGrath, 2004) dan mendukung regulasi diri karena melalui posisi ini bayi difasilitasi untuk meningkatkan aktivitas tangan ke mulut dan tangan menggenggam (Kenner & McGrath, 2004; Wong et al, 2009). Dalam Bobak, Lowdemilk dan Jensen (2005) disebutkan pula bahwa posisi fleksi bayi baru lahir di duga berfungsi sebagai sistem pengamanan
17
untuk mencegah kehilangan panas karena sikap ini mengurangi pemajanan permukaan tubuh pada suhu lingkungan. 2.1.3.4 Intensitas suara American Academy of Pediatrics (AAP)
(dalam Kenner
&McGrath,2004) merekomedasikan bahwa pengelolaan lingkungan intensif dengan pengendaliaan intensitas suara di ruang perawatan tidak boleh melebihi 48 desibel (dB). Kebisingan lingkungan perawatan berkontribusi terhadap peningkatan level hormon stress pada bayi BBLR sehingga penerapan developmental care untuk menurunkan level hormon stress yang dipengaruhi oleh kebisingan dengan menggunakan penutup telinga bagi bayi BBLR, mendorong petugas kesehatan untuk berbicara dengan tenang selama di ruang perawatan (Sizun & Wistrup, 2004; Maguire et al,2008; Wong et al, 2009). 2.1.3.5 Penutup Inkubator Pengaturan pencahayaan menjadi bagian penting dalam pengelolaan lingkungan pada developmental care. Pencahayaan untuk melakukan prosedur medis dan perawatan direkomendasikan sebesar 60 footcandles (ftc) (AAP, 1997 dalam Kenner & McGrath, 2004),White (dalam Kenner & McGrath,2004) juga merekomendasikan tentang intensitas pencahayaan sebesar 10 – 20 ftc sebagai pencahayaan yang adekuat dalam lingkungan perawatan bayi. Penggunaan penutup inkubator untuk menurunkan intensitas pencahayaan dalam pengelolaan lingkungan pada penerapan developmental care.
18
2.2 Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
N o 1
Nama peneliti Antarini Indriansari
Judul penelitian
Metode
Hasil Penelitian
Pengaruh developmental care terhadap fungsi fisiologis dan perilaku tidur terjaga bayi BBLR di RS Fatmawati Jakarta
Metode penelitian ini menggunakan quasy eksperimental dengan self controlled study design. Sample penelitian 15 BBLR yang dirawat di ruang perinatologi dipilih menggunakan tekhnik purposive sampling
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dengan penerapan developmental care terhadap perilaku terjaga dan tidur tenang (p=0,002) dan penurunan tidur aktif (p=0,003) serta penurunan denyut nadi(p=0,20) namun tidak signifikan terhadap saturai oksigen (p= 0,234)
2
Lia Herliana
Pengaruh developmental care terhadap respon nyeri akut pada bayi prematur yang dilakukan prosedur invasif di RSU Tasikmalaya dan RSU Ciamis
Metode penelitian menggunakan quasy experimental non equivalent control group before and after design. Dengan jumlah sample 42 bayi prematur. Terdiri dari 21 kelompok kontrol dan 21 responden sebagai kelompok intervensi
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dari respon nyeri akut sebelum dan sesudah developmental care (p=0,000)
19
3
Sandie Bredemeyer, Shelley Reid, Jan polverino dan Crista wocadlo
Implementation anf Evaluation of an Individualized developmental care program in a Neonatal Intensive care Unit
Metode penelitian ini menggunakan study cohort. Sample penelitian yang diambil adalah bayi sangat prematur atau usia gestasi kurang dari 32 minggu dengan jumlah responden 110 bayi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara tingkat cemas bayi dan orang tua
20
2.3 Kerangka Teori
BBLR
Perawatan Intensif (stimulus yang berlebihan)
Imaturitas organ BBLR
Stres Fisiologis BBLR
DEVELOPMENTAL CARE a. Stimulus visual, taktil, oral b. Skin to skin contact c. Minimal handling d. Clustered care e. Penutup inkubator f. Bicara perlahan g. Nesting
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Stres BBLR menurun yang dapat diamati melalui stabilisasi nilai HR, SpO2
21
2.4 Kerangka Konsep
BBLR
Developmental care
Stres fisiologis
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian ( Nursalam, 2003 ). Hipotesis terbagi dalam 2 tipe : a.
Hipotesis Nol (Ho): Tidak ada pengaruh pemberian developmental care terhadap stress fisiologis pada BBLR.
b.
Hipotesis alternative (Ha/H1): Ada pengaruh developmental care terhadap stress fisiologis pada BBLR.
22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy experimental. Quasy Experimental adalah metode penelitian eksperimen dengan menggunakan kelompok kontrol namun tidak sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang mempengaruhi penelitian (Sugiyono,2008). Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam quasy experimental dengan menggunakan Non Equivalent Control group design yaitu metode penelitian yang memberikan perlakuan dan terdiri dua tau lebih kelompok subjek. Before and After design karena penelitian ini membandingkan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Tetapi tidak perlu kelompok kontrol yang benar – benar sama. Bentuk rancangan dapat di gambarkan sebagai berikut :
Pretest
perlakuan
post test
x Kelompok Intervensi
Q1
Q3
Kelompok Kontrol
Q2
Q4
Keterangan : Q1
: Kelompok intervensi sebelum diberikan perlakuan
Q3
: Kelompok Intervensi setelah diberikan perlakuan
23
Q2
: Kelompok Kontrol sebelum diberikan perlakuan
Q4
: kelompok Kontrol setelah diberikan perlakuan
X
: perlakuan , yaitu developmental care
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Populasi dalam penelitian adalah sejumlah subjek yang mempunyai karakteristik tertentu (Sastroasmoro & Ismael, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah bayi BBLR yang dirawat di ruang Perinatologi RS Panti Waluyo. 3.2.2 Sampel Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara
tertentu
sehingga
dianggap
dapat
mewakili
populasinya
(Sastroamoro & Ismael, 2010). Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti (Setiadi, 2013) berupa kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh sampel sehingga dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro & Ismael, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: Bayi dirawat di inkubator tidak menggunakan ventilator mekanik. Kriteria eksklusi adalah kondisi yang menyebabkan subjek penelitian memenuhi kriteria inklusi
namun
tidak
dapat
diikutsertakan
dalam
penelitian.
24
(Sastroasmoro & Ismael, 2010). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : 1. Bayi yang mengalami perdarahan intraventrikuler. 2. Bayi yang mengalami distres pernafasan. 3. Bayi yang dengan riwayat penyakit kardiovaskuler atau PJB (Penyakit Jantung Bawaan). 4. Bayi yang mengalami demam atau sepsis. Penentuan besar sampel dalam penelitian ini menurut Notoatmojo (2010) sebagai berikut :
Keterangan : N
: Jumlah populasi
n
: Besar sampel
d
: Tingkat kepercayaan atau ketepatan = 0,01 88
n= 1 + 88 (0,1) 2
n= 46,8
Berdasarkan rumus diatas penelitian ini membutuhkan sampel 47 responden.
25
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang prinatologi RS Panti Waluyo Surakarta. RS Panti Waluyo merupakan rumah sakit tipe C yang belum menerapkan developmental care. 3.3.2 Waktu Penelitian Waktu pengumpulan data penelitian dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan yang dimulai pada Februari sampai dengan Februari sampai dengan Mei 2015. 3.4 Variabel penelitian, Definisi Operasional dan Skala pengukuran
Tabel 3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala pengukuran Variabel Independen No Variabel Definisi Operasional 1 Variabel Pemberian Independen developmental : care pada BBLR developmen selama tal care menjalani perawatan di ruang perinatologi RS Panti Waluyo meliputi : pemberian nesting, minimal handling, clustered care, penutup inkubator, skin to skin contact
Alat ukur Alat Ukur : lembar observasi Cara Ukur: memberikan intervensi developmental care pada BBLR di Ruang perinatologi RS Panti Waluyo
Indikator Skala penilaian 1 : tidak , Nominal bila bayi BBLR tidak mendapat intervensi developmen tal care artinya responden pada fase tanpa developmen tal care 2 : Ya, bila bayi BBLR mendapat intervensi developmen tal care
26
artinya responden pada fase developmen tal care Variabel dependen No Variabel Definisi operasional 1 Fungsi Pengukuran fisiologis : aliran saturasi oksigen oksigen tubuh bayi BBLR
2
Alat Ukur
Indikator skala penelitian Alat ukur : alat Nilai saturasi Interval monitoring dalam angka saturasi (prosentase) oksigen (pulse Oxymetri) dan lembar observasi Cara ukur : melakukan pencatatan nilai saturasi yang tertera dalam alat pulse Oxymetri. Pembacaan dilakukan tepat pada tiap 2 menit dalam rentang wwaktu 20 menit. Pada masing – masing fase yaitu fase tanpa developmental care dan fase developmental care Fungsi Frekuensi Alat ukur : alat Nilai denyut Interval fisiologis : denyut nadi monitoring nadi dalam denyut BBLR dalam denyut nadi angka nadi (HR) 1 menit (patient monitor) dan lembar observasi
27
Cara ukur : melakukan pencatatan nilai HR yang tertera dalam alat patient monitor Pembacaan dilakukan tepat pada tiap 2 menit dalam rentang waktu 20 menit. Pada masing – masing fase yaitu fase tanpa developmental care dan fase developmental care Variabel lainnya : Karakteristik responden 3 Usia Gestasi
4
Usia kehamilan saat bayi dilahirkan
Usia saat Usia bayi penelitian BBLR saat pengambilan data penelitian dilakukan yang dihitung dari tanggal kelahiran bayi
Alat ukur : lembar observasi Cara ukur: melihat catatan usia gestasi bayi BBLR yang tercatat di Rekam Medis Alat ukur : lembar observasi Cara ukur : Menghitung usia bayi BBLR sejak bayi dilahirkan sampai pengambilan data penelitian dilakukan. Tanggal
Usia gestasi Interval dalam minggu
hari
Rasio
28
5 Berat Berat badan badan lahir lahir bayi
6
Berat Berat badan badan saat bayi saat penelitian pengambilan data penelitian dilakukan
7
Anemia
Diagnose atau adanya riwayat anemia saat dilakukan pengambilan data
kelahiran dalam rekam medis bayi Alat ukur : lembar observasi Cara ukur : Melihat data berat badan bayi BBLR dalam catatan rekam medis bayi Alat ukur : lembar observasi Cara ukur : Melihat data berat badan bayi BBLR dalam catatan harian perawat Alat ukur ; lembar observasi Cara ukur : melihat hasil pemeriksaan kadar Hb bayi BBLR terakhir di catatan rekam medis bayi. Apabila Hb < 13 gr% maka bayi dikategorikan mengalami anemia
Berat badan Interval dalam gram
Berat badan Interval dalam gram
1: tidak, bila Nominal bayi BBLR mempunyai kadar Hb ≥ 13 gr% saat dilakukan pengambilan data penelitian atau tidak adanya riwayat anemia saat sebelum penelitian 2: ya, bila bayi BBLR memiliki kadar Hb ≤ 13 gr % saat dilakukan pengambilan data penelitian
29
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat penelitian Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi kondisi fisiologis bayi, yang memuat informasi mengenai karakteristik responden meliputi usia gestasi, usia bayi saat penelitian, berat badan lahir bayi, berat badan bayi saat penelitian, anemia dan fungsi fisiologis: saturasi oksigen, denyut nadi. Alat untuk mengukur saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oxymetri dan alat untuk mengukur denyut nadi menggunakan patient monitor. Validitas alat dilakukan dengan cara kalibrasi sebelum penelitian. Pencatatan hasil observasi terhadap fungsi fisiologis: saturasi dan denyut nadi dilakukan bersamaan yaitu tiap 2 menit dalam waktu 20 menit untuk tiap – tiap fase, fase tanpa developmental care atau pada kelompok kontrol dan fase dengan developmental care pada kelompok perlakuan. 3.5.2 Cara Pengumpulan Data 1. Persiapan Persiapan penelitian meliputi : a. Peneliti mengajukan permohonan ijin ke Stikes Kusuma Husada. b. Peneliti menyampaikan ijin Penelitian dari Direktur RS Panti Waluyo ke Kepala Instalasi Rawat Inap dan Kepala Ruang Perinatologi RS Panti Waluyo.
30
2. Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan ini meliputi : a) Peneliti
menyampaikan
sosialisasi
mengenai
intervensi
developmental care kepada kepala Ruang perinatologi, Ketua Tim dan seluruh pelaksana Ruang Perinatologi RS Panti Waluyo. b) Peneliti bekerjasama dengan perawat ruang Perinatologi untuk menentukan responden. c) Peneliti menetapkan responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. d) Peneliti menjelaskan tentang tujuan, manfaat serta prosedur dan hak- hak responden kepada orang tua responden. e) Penelitian dilakukan setelah orang tua responden memberikan ijin dengan menandatangani informed concent. f) Peneliti
mulai
menggunakan
melakukan lembar
pengumpulan
observasi
yang
data
telah
dengan disiapkan
sebelumnya. g) Peneliti melakukan pengumpulan data melalui alur prosedur dengan membagi responden menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol:
31
1) Touching time, yaitu bayi mendapatkan perawatan seperti ganti popok, asupan oral, perawatan tali pusat prosedur atau tindakan perawatan lain setelah itu bayi dipasang nesting. 2) Periode stabilisasi, yaitu setelah touching time bayi diberikan waktu istirahat sekitar 20 menit sebelum pengukuran nadi dan saturasi tanpa developmental care. 3) Fase tanpa developmental care yaitu bayi kemudian setelah stabilisasi dilakukan pengukuran fungsi fisiologis : nadi dan saturasi tanpa ada intervensi developmental care tiap 2 menit selama 20 menit. 4) Setelah selesai pengukuran pada kelompok kontrol bayi tetap di beri nesting. Pengukuran fungsi fisiologis tanpa developmental care dilakukan selama 10 hari.
Pada kelompok perlakuan: 1) Touching time (1), yaitu bayi mendapatkan perawatan atau tindakan keperawatan seperti ganti popok, asupan oral dalam satu waktu agar bayi tidak mendapatkan penanganan berulang 2) Fase dengan developmental care yaitu bayi mendapatkan intervensi developmental care : pemasangan nesting, penutup inkubator, clustered care, pengaturan intensitas suara dan skin to skin contact
32
3) Periode stabilisasi sekitar 20 menit. 4) Dilakukan pengukuran fungsi nadi dan saturasi tiap 2 menit selama 20 menit. 5) Setelah pengukuran fungsi fisiologis bayi di biarkan istirahat 6) Touching time (2) bayi mendapatkan prosedur perawatan ganti popok, atau tindakan perawatan lain. 7) Skin to skin contact atau perawatan metode kanguru dengan ibu bayi jika kondisi ibu memungkinkan. Tetapi jika tidak bisa digantikan oleh ayah atau keluarga lain minimal 1 jam. 8) Periode stabilisasi selama 20 menit. 9) Pengukuran nadi dan saturasi setiap 2 menit sekali selama 20 menit. Pengukuran fungsi fisiologis dengan developmental care dilakukan selama 10 hari.
3.6 Teknik pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data dilakukan sebagai langkah awal sebelum analisis data. Pengolahan data ada beberapa tahapan (Setiadi, 2013) : a. Editing / memeriksa Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah selesai ini dilakukan terhadap :
33
a) Kelengkapan jawaban, apakah tiap pertanyaan sudah ada jawabnnya, meskipun jawabannya hanya berupa tidak tahu atau tidak mau menjawab. b) Keterbacaan tulisan, tulisan yang tidak terbaca akan mempersulit pengolahan data atau pengolah data salah membaca. c) Relevansi jawaban, bila ada jawaban yang kurang atau tidak relevan maka editor harus menolaknya. b. Coding / memberi tanda Adalah mengklasifikasikan jawaban – jawaban daripada responden kedalam bentuk angka / bilangan. Coding data berdasarkan rencana hail ukur yang telah disusun dalam definisi operasional. Seperti memberikan kode 1 untuk fase kontrol, kode 2 untuk fase intervensi atau untuk karakteristik Anemia, kode 1 untuk karakteristik responden yang tidak mengalami anemia dan kode 2 untuk karakteristik responden yang mengalami anemia. c. Processing Adalah memproses data agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data dapat dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuisoner ke paket program komputer. d. Cleaning Pembersihan data, lihat variabel apakah sudah benar atau belum. Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat kita meng-entry data ke komputer.
34
Analisa data adalah langkah setelah dilakukan pengolahan data. Analisa data bertujuan : 1) Untuk mengetahui komponen – komponen yang mempunyai sifat menonjol dan mempunyai nilai yang ekstim. 2) Membandingkan antara komponen dengan menggunakan nilai rasio. 3) Memperbandingkan antara komponen dengan keseluruhan menggunakan nilai proporsi (prosentase) kemudian menyimpulkannya. Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : 1.
Analisa Univariat Merupakan analisa yang menjelaskan karakteristik dari masing – masing
variabel yang diteliti (Hastono,2007). Karakteristik variabel yang dianalisa dalam penelitian ini adalah usia gestasi, berat badan lahir, berat badan saat penelitian, anemia, saturasi oksigen, denyut nadi. Variabel anemia dijelaskan menggunakan distribusi frekuensi dan prosentase karena merpakan data kategorik. Variabel data numerik yaitu usia gestasi, berat badan lahir, berat menggunakan distribusi frekuensi dan prosentase karena merpakan data kategorik. Variabel data numerik yaitu usia gestasi, berat badan lahir, berat badan saat penelitian, saturasi oksigen, denyut nadi dianalisa menggunakan varians data. 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan antara dua variabel atau lebih (Hastono,2007) adapun analisa bivariat dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
35
Untuk mengetahui beda stres fisiologis setelah dilakukan developmental care
pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dilakukan uji independent ttes. b) Uji paired t test dilakukan untuk mengetahui perbedaan stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan dan untuk mengetahui beda stres fisiologis sebelum dan sesudah tanpa developmental care pada kelompok kontrol. c) Sebelum melakukan analisis bivariat harus dilakukan uji normalitas. Data dikatakan normal apabila hasil uji dengan Shapiro-Wilk > 0,05. 3. Uji alternatif Jika dengan uji independent t- test ditemukan distribusi data yang tidak normal maka dilakukan uji non parametrik dengan Mann-Whitney dan untuk distribusi data yang abnormal pada Uji paired t-tes dilakukan uji non parametric dengan Wilcoxon.
3.7 Etika penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip – prinsip etik yang bertujuan untuk melindungi subjel penelitian. American Nurses Associations (2001) dalam Labiondo – Wood dan Haber (2006) menyebutkan terdapat lima petunjuk prinsip – prinsip etik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
36
a) Right to self determination Dalam hal ini peneliti meminta kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian melalui persetujuan orang tua responden (informed consent) terlebih dahulu memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedur penelitian. b) Right to privacy and dignity Peneliti menjaga privasi dan martabat responden dalam hal ini bayi BBLR dengan menyapa, memberikan salam dan mengucapkan terima kasih setelah dilakukan pengambilan data. c) Right to anonymity and confidentiality Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden yang terlibat dalam penelitian ini dengan tidak mencatumkan nama responden tetapi inisial responden. d) Right to fair treatment Dalam
penelitian
ini
responden
tetap
mendapatkan
intervensi
developmental care. Intervensi developmental care diberikan pada responden setelah selesai pengambilan data pada fase tanpa developmental care. e) Right to protection from discomfort and harm Kenyamanan dan resiko yang mungkin muncul karena intervensi tetap di perhatikan dalam penelitian ini. Intervensi tidak dipaksakan kepada responden ketika responden dalam pemeriksaan atau tindakan lain untuk kepentingan responden.
37
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Responden Variabel dengan data numerik yaitu usia gestasi, usia saat penelitian, berat badan lahir, berat badan saat penelitian disajikan dengan menggunakan nilai rerata, minimum, maksimum, standar deviasi atau simpangan baku. Dan variabel kategorik anemi disajikan dengan distribusi frekuensi dan prosentase
Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan usia gestasi , umur bayi saat penelitian, berat badan lahir, berat badan saat penelitian di RS Panti Waluyo Surakarta Februari – Mei 2015 (n=47)
Variabel usia gestasi (minggu) usia bayi saat penelitian (hari) berat badan lahir (gram) berat badan saat penelitian (gram)
Minimum
Maksimum
Mean
Std. deviation 2.32
23.00
37.00
33.48
0.00
2.00
0.17
0.43
1500
2500
2.09
262.71
1500
2500
2.09
263.62
Tabel 4.1 menunjukkan rerata distribusi responden bayi berat lahir rendah berdasarkan usia gestasi 33,48 minggu dengan nilai simpangan baku 2.32 minggu.
38
Rerata distribusi responden bayi berat lahir rendah berdasarkan usia saat penelitian adalah 0.17 hari dengan nilai simpangan baku 0.43 hari. Rerata distribusi responden bayi berat lahir rendah berdasarkan berat badan lahir sebesar 2.098 gram dengan simpangan baku 262.7 gram. Rerata distribusi responden bayi berat lahir rendah berdasarkan berat badan saat penelitian sebesar 2.096 gram dengan simpangan baku 263.6 gram.
Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan Anemia saat penelitian di RS Panti Waluyo Surakarta Februari – Mei 2015 (n=47)
Variabel Tidak anemia Anemi total
Tabel 4.1.2
Frekuensi 40 7 47
Percent (%) 85.1 14.9 100
tentang distribusi responden bayi berat lahir rendah
berdasarkan Anemia di dapatkan hasil bahwa bayi yang tidak mengalami anemia paling banyak yaitu sejumlah 40 atau 85.1 % dan bayi yang mengalami anemia sebanyak 7 (14,9%).
4.2 Stres fisiologis sebelum developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi pada fase sebelum developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah sebagai berikut:
39
Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan saat penelitian di RS Panti Waluyo Surakarta Februari – Mei 2015 (n=47)
Variabel SpO2 pre test Denyut Nadi pretest
kelompok
Minimal
Maksimal
Mean
Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan
90 90 119 115
96 95 167 178
92.95 92 158.78 148.45
Std. Deviasi 1.91 1.58 9.10 10.75
Tabel 4.2 menunjukkan rerata SpO2 sebelum developmental care pada kelompok kontrol adalah 92.95 % dengan simpangan baku 1,91 dan rerata SpO2 sebelum developmental care pada kelompok perlakuan adalah 92% dengan simpangan baku 1.58. rerata Denyut Nadi sebelum developmental care pada kelompok kontrol adalah 119 x/menit dengan simpangan baku 9.10 dan rerata Denyut Nadi sebelum developmental care pada kelompok perlakuan adalah 115 x/menit dengan simpangan baku 10.75.
4.3 Stres fisiologis sesudah developmental care Pada kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi pada fase sesudah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah sebagai berikut:
40
Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan saturasi oksigen dan denyut nadi sesudah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan saat penelitian di RS Panti Waluyo Surakarta Februari – Mei 2015 (n=47) Variabel SpO2 post test Denyut Nadi post test
kelompok
Minimal
Maksimal
Mean
Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan
90 90 110 144
96 96 165 151
93.04 93 157 148.1 6
Std. Deviasi 2.05 1.84 10.78 2.07
Tabel 4.3 menunjukkan rerata SpO2 sesudah developmental care pada kelompok kontrol adalah 93.04 % dengan simpangan baku 2.05 dan rerata SpO2 sesudah developmental care pada kelompok perlakuan adalah 93% dengan simpangan baku 1.84. Rerata denyut nadi sesudah developmental care pada kelompok kontrol adalah 157 x/menit dengan simpangan baku 10.78 dan rerata denyut nadi sesudah developmental care pada kelompok perlakuan adalah 148 x/menit dengan simpangan baku 2.07.
4.4 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan
sesudah dilakukan developmental care pada kelompok
perlakuan responden adalah sebagai berikut:
41
Tabel 4.5 Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan responden di RS Panti Waluyo Surakarta februari – Mei 2015 Variabel SpO2 Denyut Nadi
Fase Pre test Post test
mean
Std. Deviasi
P Value
91,32 92.22
1,58 1,84
0,056
Pre test
143,9
10,75
Post test
147,28
2,078
0,656
Hasil uji normalitas dengan menggunakan Shapiro-wilk saturasi oksigen kelompok perlakuan diperoleh nilai p pretest (0,018) < 0,05 dan postest (0,199) > 0,05 sehingga terdapat salah satu data berdistribusi tidak normal sehingga digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Wilcoxon. Hasil uji wilcoxon diperoleh nilai p= 0,056 > 0,05 sehingga tidak terdapat pengaruh saturasi oksigen sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok perlakuan Hasil uji normalitas denyut nadi kelompok kontrol diperoleh p value pretest (0,000) < 0,05 dan postest (0,087) > 0,05 sehingga terdapat salah satu data yang tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji wilcoxon. Hasil uji wilcoxon diperoleh p value 0,656> 0,05 sehingga tidak terdapat pengaruh denyut nadi sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok perlakuan
42
4.5 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok kontrol Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok kontrol responden adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok kontrol responden di RS Panti Waluyo Surakarta februari – Mei 2015 Variabel SpO2
Fase Pre test Post test
mean
Std. Deviasi
P Value
92,9 93,04
1,91 2.05
0,891
Pre test
158,78
9,10
Post test
157,08
10,78
Denyut Nadi
0,106
Hasil uji normalitas dengan Shapiro-wilk diperoleh nilai p pretest (0,175) dan postest (0,052) > 0,05 sehingga data dinyatakan berdistribusi tidak normal sehingga digunakan uji statistik parametrik yaitu uji Paired sample t-test. Hasil uji Paired t- test diperoleh nilai p 0,891 > 0,05 sehingga tidak terdapat perbedaan saturasi oksigen sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol Dari Hasil uji normalitas denyut nadi kelompok kontrol diperoleh nilai p pretest (0,000) < 0,05dan postest (0,000) < 0,05 sehingga data tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji
43
Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon diperoleh p value 0,106 > 0,05 sehingga tidak terdapat beda denyut nadi sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok kontrol.
4.6 Beda stres fisiologis sesudah dilakukan developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sesudah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sesudah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan responden di RS Panti Waluyo Surakarta februari – Mei 2015 Variabel SpO2 post test Denyut Nadi post test
kelompok
Mean
kontrol
93.04 92.22 157,08 147.28
perlakuan kontrol perlakuan
P Value 0,000 0,000
Hasil uji normalitas saturasi oksigen pretest pada kelompok kontrol diperoleh nilai p post test (0,175) < 0,05 dan postest (0,018) > 0,05 sehingga terdapat salah satu data yang tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Mann whitney. Hasil uji Mann whitney diperoleh nilai p= 0,000 < 0,05 sehingga terdapat perbedaan saturasi oksigen sebelum developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
44
Hasil uji normalitas saturasi oksigen pretest pada kelompok kontrol diperoleh nilai p pretest (0,052) > 0,05 dan postest (0,199) > 0,05 sehingga data terdistribusi normal sehingga digunakan uji statistik parametrik yaitu independent sample t-test. Hasil uji diperoleh p value 0,000 < 0,05 sehingga terdapat perbedaan saturasi oksigen setelah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Hasil uji normalitas denyut nadi pretest pada kelompok kontrol diperoleh p value pretest (0,000)< 0,05 dan postest (0,000) < 0,05 sehingga data tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji statistik non parametrik yaitu Mann-whitney. Hasil uji diperoleh p value 0,000 < 0,05 sehingga terdapat perbedaan denyut nadi sebelum developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hasil uji normalitas denyut nadi pretest pada kelompok kontrol diperoleh nilai p pretest (0,000) < 0,05 dan postest (0,087) > 0,05 sehingga salah satu data tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji statistik non parametrik yaitu Mann-whitney. Hasil uji diperoleh p value 0,000 < 0,05 sehingga terdapat perbedaan denyut nadi sesudah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
45
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden Analisa Univariat bertujuan menjelaskan karakteristik dari masing – masing variabel yang diteliti. Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah karakteristik responden yaitu usia gestasi, usia saat penelitian, berat badan lahir, berat badan saat penelitian, anemia, stres fisiologis yaitu saturasi oksigen dan denyut nadi. 5.1.1 Usia Gestasi Bayi Berat Lahir rendah yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah bayi yang usia gestasinya minimal 23 minggu dan maksimal 37 minggu dengan standar deviasi 2.32. BBLR mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan diluar rahim karena imaturitas organ (Bobak, Lowdemilk, & Jensen, 2005) sehingga bayi kurang mampu meregulasi stimulus lingkungan luar (Maguire et al, 2008). Bayi preterm memiliki sistem persarafan yang immature yang menyebabkan respon fisiologis tidak adekuat terhadap stressor di ekstrauterin (Martin et al, 2011). Badr et al dalam penelitian (2010) menyatakan bahwa semakin rendah umur kehamilan atau usia gestasi akan memiliki skala Premature Infant Pain Profile (PIPP) yang tinggi
dengan p value
0,001. Dalam penelitian yang sama dilakukan oleh Gibbins (2007)
46
menyatakan bahwa bayi dengan usia gestasi 28 minggu sampai dengan 32 – 36 minggu akan mengalami perubahan saturasi oksigen dan denyut jantung yang tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang usia gestasinya diatas 36 minggu. BBLR dengan prematuritas murni memiliki level oksidative stress yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan (Galvan & Donzelli, 2009) sehingga usia gestasi memiliki pengaruh yang lebih besar terjadinya stress oksidative (Nasi et al, 2009).
Sehingga di perlukan perawatan yang memfasilitasi proses
adaptasi bayi dengan lingkungan yaitu developmental care. 5.1.2 Usia saat Penelitian Usia BBLR saat penelitian ini minimal 0 hari dan maksimal 2 hari dengan simpangan baku 0.43. Minggu – minggu pertama kehidupan merupakan proses transisi bagi bayi baru lahir. Proses transisi ke ekstrauterin memerlukan fungsi ventilasi, respirasi, jantung yang baik selain itu BBLR juga memerlukan mekanisme adaptasi fisiologis (Martin, Fanaroff & Walsh, 2011). Transisi dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin melibatkan serangkaian perubahan fisiologis kompleks (Lissauer & Fanaroff, 2008). Demikian halnya yang terjadi pada BBLR yang menjadi reponden dalam penelitian ini. BBLR berusia maksimal 2 hari, berarti masih dalam masa transisi. Seiring dengan bertambahnya usia bayi akan mengalami peningkatan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan diluar rahim (Depkes, 2006).
47
5.1.3 Berat Badan Lahir Berat badan lahir bayi yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah bayi yang berat lahirnya minimal 1500 gram dan maksimal 2500 gram dengan simpangan baku 262.71. Menurut Damanik (2010) masalah yang lebih sering di jumpai pada bayi BBLR adalah ketidakstabilan suhu karena faktor berat badan bayi saat lahir rendah sehingga peningkatan hilangnya panas yang menyebabkan hipotermi. Selain itu kurangnya lemak sub kutan, rasio luas permukaan terhadap berat badan yang besar, produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan ketidakmampuan untuk menggigil. Pada kondisi bayi mengalami hipotermi bayi akan mengalami peningkatan kebutuhan oksigen (Wong et al, 2009). Hipotermi dapat berkontribusi pada hipoglikemi, asidosis dan bahkan mortalitas pada BBLR (Lissauer & Fanaroff, 2008). 5.1.4 Berat Badan saat Penelitian Berat badan bayi saat penelitian yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah bayi yang beratnya minimal 1500 gram dan maksimal 2500 gram dengan nilai rerata 2090 gram dengan simpangan baku 263.62. Pada bayi baru lahir karena proses adaptasi terjadi penurunan berat badan pada ± 10 hari pertama kehidupan adalah hal yang normal selanjutnya bayi akan mencapai berat lahirnya (Wong et
48
al, 2009). Bayi membutuhkan nutrisi enteral 120 -140 kkal/Kg/hari untuk mempertahankan laju pertumbuhan. Karena kebutuhan energi yang tinggi sering tidak terpenuhi, bayi BBLR, preterm pada awalnya statis bahkan menurun dan kadang membutuhkan waktu 21 hari untuk mencapai berat lahirnya dan pertumbuhan mereka suboptimal (Lissauer & Fanaroff, 2009). Stres fisiologis dapat menyebabkan hambatan dalam konversi energi yang dibutuhkan BBLR utuk tumbuh dan berkembang (Wong et al, 2009). Pertambahan berat badan pada bayi merupakan cerminan dari kemampuan bayi dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Demikian halnya yang terjadi dengan responden yang menjadi penelitian ini. 5.1.5 Anemia Dalam penelitian ini sebanyak 14,9% responden mengalami anemia saat pengambilan data. Anemia merupakan karakteristik lain yang dipertimbangkan dalam penelitian ini. Anemia pada BBLR merupakan suatu kondisi dimana kadar hemoglobin darah kurang dari 13 gr/dl. Berman et al (2009) menyatakan bahwa kadar haemoglobin rendah pada anemia akan menyebabkan nilai saturasi oksigen menjadi rendah karena okigen tidak dapat diikat oleh haemoglobin sel darah merah dalam jumlah yang mencukupi sehingga mempengaruhi saturasi oksigen. Hal ini dimungkinkan menjadi faktor yang mempengaruhi dalam penelitian ini.
49
5.2 Gambaran Stres Fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum developmental care Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa gambaran stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum developmental care kelompok kontrol dan kelompok perlakuan ada perbedaan
pada
tetapi masih
dalam rentang normal. Respon stres digerakkan oleh suatu area yang terletak pada bagian otak depan yaitu amigdala. Respon stres ini menstimulasi pelepasan hormon adrenokortikoid dari hipotalamus yang menyebabkan stimulasi aktivitas sistem saraf simpatik, meningkatkan curah jantung, meningkatkan glikolisis dan glukoneogenesis di hati, mengurangi transport glukosa ke jaringan penyimpanan, dapat menekan aktivitas sel imun (Ward, Clarke & Linden, 2009) serta adanya peningkatan hormon stres atau kortisol (Als et al,1986 dalam Symington & Pinelli, 2006; Maguire et al, 2008).
5.3 Gambaran Stres Fisiologis sesudah Developmental care Pada penelitian ini diketahui bahwa rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol mengalami peningkatan di banding sebelum developmental care. Secara statistik ada perbedaan bermakna dari peningkatan rerata saturasi oksigen dan penurunan denyut nadi. Perubahan heart rate (HR) dan saturasi oksigen menunjukkan tanda stres fisiologis terhadap stressor lingkungan pada bayi prematur (Peng et al;
50
2009). Bayi – bayi preterm yang dirawat di NICU terpapar stres lingkungan, stres fisiologis dan stres psikologis. Stres lingkungan terjadi dari stimulasi pendengaran yang berlebihan, stres fisiologis karena ketidakmatangan organ dan stres psikologis karena terpisahnya antara ibu dan bayi (Nyqvist et al, 2010., Sizun & Browne, 2005). Terdapat hubungan antara stressor lingkungan (prosedur perawatan) yaitu intensitas suara dan cahaya dengan kenaikan HR dan penurunan saturasi oksigen
pada
bayi
prematur.
Environmental
Protection
Agency
merekomendasikan bahwa peralatan di Rumah Sakit khususnya di ruang perawatan neonatal memiliki level suara tidak boleh melebihi 55 dB pada jam aktivitas dan pada jam tidur tidak boleh lebih dari 45 dB karena kebisingan dapat meningkatkan tekanan darah, meningkatkan respirasi, peningkatan sirkulasi kortisol yang akan menyebabkan neonatus stres (Witt, 2008). Witt juga menyatakan bahwa tingkat kebisingan ini terus menerus berlangsung dapat merusak saraf – saraf pendengaran. Bayi yang lahir preterm memiliki banyak kerugian termasuk stres dan morbiditas yang cukup besar (Lissauer & Fanaroff, 2006).
5.4 Beda stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan Hasil pengamatan dan analisa statistik terhadap beda stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan responden dalam penelitian ini
51
adalah tidak terdapat pengaruh stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok perlakuan dengan nilai p 0,656. Hasil penelitian yang serupa dapat diketahui dari penelitian yang di lakukan oleh Syahreni (2010). Hasil penelitian Syahreni menebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna rerata saturasi oksigen sebelum dan sesudah penggunaan protokol pretise penutup telinga pada BBLR dengan nilai p=0,750. Dalam penelitian ini sebanyak 14,9 % responden mengalami anemia saat pengambilan data. Kadar haemoglobin rendah pada Anemia akan menyebabkan nilai saturasi oksigen menjadi rendah karena oksigen tidak dapat diikat oleh haemoglobin sel darah merah dalam jumlah yang mencukupi (Berman, 2009).
Saturasi oksigen didefinisikan sebagai
prosentase jumlah hamoglobin yang teroksigenasi dalam darah (Brooker, 2005; Hockenberry & Wilson, 2007). Sekitar 97 % oksigen yang ditransportasikan kedalam aliran darah berkaitan dengan haemoglobin di dalam sel darah merah dan 3 % lainnya larut dalam plasma. Haemoglobin yang mengikat jumlah maksimum oksigen dalam setiap molekulnya disebut kondisi tersaturasi. Berman (2007) juga menyatakan bahwa beberapa kondisi yang mempengaruhi saturasi oksigen adalah kadar haemoglobin dan sirkulasi. Faktor ini dimungkinkan yang mempengaruhi tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap stres fisiologis saturasi oksigen
52
5.5 Beda stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok kontrol Hasil pengamatan dan analisa statistik terhadap beda stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi
sebelum dan sesudah dilakukan
developmental care pada kelompok kontrol responden dalam penelitian ini adalah tidak terdapat beda stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok kontrol. Menurut Hockenberry dan Wilson (2009) pendekatan developmental care dapat dilakukan dengan menciptakan suasana malam hari untuk meningkatkan tidur bayi dengan cara menggunakan penutup inkubator, meminimalkan stimulasi lingkungan atau minimal handling, Clustered care, membantu memperbaiki posisi bayi dengan cara miring dan fleksi, Nesting untuk mempertahankan posisi fleksi ketika bayi terlentang atau miring (Maguire et al, 2009), skin to skin contact atau Kangaroo Mother care dan Cobedding of twins yaitu bayi kembar ditempatkan pada satu tempat tidur atau inkubator. Responden kelompok kontrol dalam penelitian ini mendapat intervensi nesting saja. Pemasangan nesting atau sarang yang mengelilingi bayi dan posisi fleksi juga merupakan bentuk dari pengelolaan lingkungan dalam developmental care. Nesting dapat menopang tubuh bayi dan memberikan tempat yang nyaman (Lissauer & Fanaroff, 2009). Dalam Bobak, Lowdemilk dan Jensen (2005) disebutkan pula bahwa posisi fleksi bayi baru lahir di duga berfungsi sebagai sistem pengamanan untuk mencegah kehilangan panas karena sikap ini mengurangi pemajanan permukaan tubuh
53
pada suhu lingkungan. Faktor ini dimungkinkan yang mempengaruhi tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap stress fisiologis saturasi oksigen
5.6 Beda stres fisiologis sesudah dilakukan developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Pada penelitian ini didapatkan hasil pengamatan dan analisa statistik terhadap beda stres fisiologis sesudah dilakukan developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah terdapat perbedaan saturasi oksigen sebelum developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan nilai p 0,000. Pengenalan terhadap perilaku bayi termasuk pengenalan terhadap kerentanan fisik, fisiologis dan emosional adalah hal yang mendasari penerapan developmental care (Lissauer & Fanarrof, 2009). Perawat memiliki peran yang bermakna dalam menciptakan lingkungan perawatan tanpa stres. Lingkungan tersebut dapat diciptakan melalui asuhan perkembangan atau developmental care. Developmental care bertujuan untuk memfasilitasi BBLR dalam beradaptasi dengan lingkungan perawatan melalui keteraturan fungsi fisiologis yaitu saturasi oksigen dan denyut nadi. Keseluruhan intervensi yang dilakukan bertujuan agar BBLR diperlakukan seperti kehidupan di dalam rahim dimana bayi tidak mendapat stimulus yang berlebihan. Menurut Buonocore dan Bellieni (2008) rangsangan tersebut akan menimbulkan stres pada bayi. Lebih jauh Buonocore dan Bellieni menyebutkan bahwa satu metode non farmakologik adalah dengan cara intervensi lingkungan.
54
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sizun dan Wistrup (2004) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap respon nyeri akut sebelum dan sesudah developmental care (p value=0,000). Hal ini dapat terjadi karena dengan strategi developmental care, input sensori menjadi tepat dan minimal sehingga bayi mampu beradaptasi terhadap rangsangan. Sebaliknya sensori sangat banyak, bayi tidak mampu beradaptasi akan menimbulkan stres. Dengan demikian developmental care merupakan strategi yang tepat dalam mengurangi respon nyeri dan stres. Skin to skin contact atau yang dikenal dengan perawatan metode kanguru, dimana sangat penting untuk proses adaptasi bayi dan orang tua terhadap kehadiran dan penerimaan satu sama lain (Sizun & Westrup, 2004; Maguire et al, 2008; Wong et al, 2009; Kanner & McGrath, 2009). Ludington pada tahun 1990 mengamati efek skin to skin contact pada bayi prematur terhadap level aktivitas dan periode tidur tenang. Hasil penelitian meyebutkan bahwa terjadi penurunan level aktivitas dan disertai peningkatan periode tidur selama skin to skin contact. Metode kanguru tidak hanya sekedar pengganti inkubator dalam perawatan BBLR, namun juga memberikan banyak keuntungan yang tidak diberikan oleh inkubator (Suradi & Yunarso, 1996 dalam Perinasia 2008). PMK (Perawatan Metode Kanguru) menstabilkan suhu, denyut jantung dan frekuensi nafas teratur, mencegah apnea, peningkatan saturasi oksigen (Perinasia, 2008). Penelitian lain yang dilakukan oleh Ali et al (2009) menyebutkan bahwa frekuensi nafas, suhu tubuh dan saturasi oksigen lebih baik pada bayi BBLR yang menjalani PMK
55
dibanding dengan bayi yang tidak di lakukan PMK. Penelitian yang lain menyebutkan bahwa skin to skin contact meningkatkan kedekatan ibu dengan bayinya, mengurangi stres ibu dan bayi dan membuat ibu dan bayi lebih rileks (Tessier, 1998 dalam Perinasia 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Bredemeyer, S., Reid, S et al (2008) menyebutkan bahwa Implementasi developmental care pada BBLR di NICU dapat membantu meningkatkan kebahagiaan dan menurunkan tingkat kecemasan orangtua dari BBLR tersebut. Developmental care memberikan pengaruh yang signifikanterhadap perkembangan neurobehavioral (Prechtl 1977 dalam Maguire et al, 2009). Penelitian lain menunjukkan bahwa developmental care dapat mempercepat kenaikkan berat badan bayi prematur dan mempercepat kepulangan pasien (Ludwig, Steichen, Khoury & Krieg, 20008). Developmental care juga memiliki dampak jangka panjang seperti penelitian yang dilakukan oleh McAnulty et al (2010) tentang efek NIDCAP (Neonatal Individualized Developmental Care and Assesment Program) setelah 8 tahun tindakan. Hasilnya menunjukkan secara signifikan terdapat perbedaan fungsi yang lebih baik pada hemisfer kanan dan lobus frontal pada kelompok eksperimen daripada kelompok kontrol.
56
BAB VI PENUTUP
6.1 KESIMPULAN 1. Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah bayi berat lahir rendah dengan rerata usia gestasi 33,48 minggu. Usia gestasi terendah adalah 23 minggu dan tertinggi 37 minggu. Distribusi responden bayi berat lahir rendah dengan rerata berat badan lahir sebesar 2.098 gram. Berat badan saat penelitian yang terendah adalah 1500 gram. Bayi yang mengalami anemia sebanyak 7 (14,9%) 2. Gambaran stres fisiologis sebelum dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan saturasi oksigennta adalah 92 % dan denyut nadi148.45 x/menit. Gambaran stres fisiologis sebelum developmental care pada kelompok kontrol saturasi oksigennya adalah 92.95 % dan denyut nadi 158.78 x/ menit. 3. Gambaran stres fisiologis sesudah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan saturasi oksigennya adalah 93 % dan denyut nadi 148.16
x/menit.
Gambaran
stres
fisiologis
sesudah
dilakukan
developmental care pada kelompok kontrol adalah saturasi oksigennya 93.04 % dan denyut nadi 157 x/menit. 4. Tidak ada beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan dengan nilai p 0,056
57
5. Tidak ada beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok kontrol dengan nilai p 0,891 6. Ada beda stres fisiologis setelah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan nilai p 0,000
6.2 SARAN 1) Manfaat Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi perawat dalam pemberian developmental care bagi BBLR di unit Perinatologi. 2) Manfaat Bagi Pendidikan Implikasi penelitian ini terhadap pendidikan keperawatan bagi calon perawat adalah penelitian tentang developmental care ini menjadi landasan teori dalam praktek asuhan keperawatan pada bayi BBLR 3) Manfaat Bagi Peneliti Lain Hasil penelitaian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti berikutnya yang berhubungan dengan developmental care pada BBLR misalnya tentang hubungan developmental care terhadap LOS (Length of Stay) pasien BBLR.
58
DAFTAR PUSTAKA
Ali, S.M; Sharma, J., Sharma,R.,& Alam.(2009).Kangaroo Mother care as compared to conventional care for low birth weight babies. Dicle Tip derg/Dicle Med J,36(3).155-160. Diunduh dari http://www.proquest.umi.com Als. H. (1986). A Sycnactive of model neonatal behavioral organization. Physical and Occupational Therapy in Pediatrics 6,3-53 dalam Symington, A.J & Pinelli, J.(2006).Developmental Care for Promoting Development and Preventing Morbidity in Preterm Infants. Cochrane Database of systemics review.2.diunduh dari www.cochrane.org American academy of Pediatrics (AAP). (1997).Noise: A hazard forv the fetus and newborn. Dalam Kenner, C & McGrath, J.M.(2004).Developmental care of newborn & infants: A guide for health proffesionals.St.Louis: Mosby Badr, L.K., Abdallah, B., Hawari, M., Sidani, S., Kassar, M., & Nakad, P, et al. (2010). Determinans of Premature Infant Pain responses to heelstick. Pediatrics Nursing,36(3),129-136 Berman, A., Synder, S.J., Kozier, B & Erb, G. (2009). Buku Ajar Praktik KeperawatanKlinis. Edisi 5. Jakarta: EGC Bobak, I.M.,Lowdermilk, D.L & Jensen, M.D.(2005).Buku Ajar KeperawatanMaternitas. (edisi4). Jakarta: EGC Bombell, S & McGuire, W. (2009). Early Thropic Feeding for Very Low Birth Weight Infants.Cochrane Database of Systemic Review,3. Diunduh dari www.cochrane.org Bredemeyer, S., Reid, S., polverino, J., & Wacadlo, C. (2008). Implementation and Evaluation of an Individualized development care program in a Neonatal Intensive Care Unit. Journal Compilation 13(4):281-291 Brooker, C. (2005).Ensiklopedi Keperawatan. Jakarta: EGC Buonocore, G., & Bellieni, C.V. (2008). Neonatal pain: suffering, pain and risk og Brain damage in the fetus and newborn. Italia: Springer-verlag Byers, et al. (2006). A quasi-experimental trial non Individualized, developmentally supportive family centered care.JOGNN,35,105-115 diunduh dari http://onlinelibrary.wiley.com Celeste, M., Maguire, C.M., Frans, J., Wather., Arwen, J., Sprij., Saskia Le cessie., Wit, J.M., Sylvia Veen and for The Leiden Developmental care
59
Project. (2009). Effect of Individualized Developmental care in Randomized Trial of Infant <32 weeks. Pediatrics.124: 1021-1030. Originally publised online DOI: 10.1542/peds.2008-1881 diunduh dari http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/124/4/1021 Depkes RI. (2006). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan masyarakat-Depkes RI Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media Gibbins, S., Stevens, B., McGrath, P.J., Yamada, J., Beyene, J., Breau, L., Ohlsoson, A. (2007). Comparison of pain responses in infant of different Gestation ages. Neonatology, 93(1):10-21 Hastono, S.P. (2007). Analisis Data Kesehatan. Depok: FKM Universitas Indonesia Herliana, L. (2011). Tesis: Pengaruh developmental care terhadap respon nyeri akut pada bayi prematur yang dilakukan prosedur invasif di RSU Tasikmalaya da RSU Ciamis. Tidak dipublikasikan. Depok: FIK Universitas Indonesia Hockenberry, M.J & Wilson,D.(2007).Wong’s: Nursing care of infants andchildren. (8th ed). St.Louis: Mosby Indriansari, A. (2011). Tesis: Pengaruh developmental care terhadap fungsi fisiologis dan perilaku tidur terjaga Bayi Berat lahir Rendah di RSUP Fatmawati Jakarta. Tidak dipublikasikan. Depok: FIK Universitas Indonesia. Kattwinkle, J et al. (2006). Buku Pedoman Resusitasi Neonatus. (edisi 5). Jakrta : Perinasia Kenner,C & McGrath, J.M. (2004). Developmental care of newborn andinfants. A guide for health proffesionals. St.Louis: Mosby Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, R ., Sarosa, G.I & Usman, A. (2010). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Lissauer, T & Fanaroff, A. (2009). At a glance: neonatologi. Jakarta: Erlangga Ludwig, S., Steichen, S., Khoury, J., & Krieg, P. (2008). Quality Improvement Analysis of Developmental care in Infant Less than 1500 Grams at Birth. Newborn and infant Nursing Review vol 8(2):93-100 Maguire, C.M., Walther, F.J., Swieten, C., Le Cessie, S., Wit, J.M.,& Veen, S. (2008).Effects of Basic Developmental care on Neonatal morbidity,neuromotor development and growth and term age on infants
60
who were born at<32 weeks. Pediatrics.121,239-245. diunduh dari www.pediatrics.org Martin, R.J., Fanaroff, A.A., & Walsh, M.S. (2011). Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine: Diseases of The Fetus and Infant (9th ed). St. Louise, Mo: Elsevier McAnulty, G.B., Butler, S.C., Jane, H., Bernstein, J.H., Als, H., & Frank, H., et al. (2010). Effect of the Newborn Individualized developmental care and Assesment Program (NIDCAP) at age 8 years : Preliminary data. Journal of Clinical pediatrics.49(3):258-270 McGrath, J., Cone, S., (Abou) Samra, H. (2011). Neuroprotection in pretem Infant: futher understanding of the short and Long-term Implication for Brain develpment. Newborn Infant review,103:109-112 Millenium Development Goals (MDG’s). (2008).diunduh dari www.undp.or.id Nassi, N., Ponziani, V., BeCatti, M., Galvan, P., & Donzelli, G. (2009). Antioksidant Enzymes and related elements in term and preterm newborns. Pediatrics International,51(2):183-187 Notoatmojo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nyqvist, K.H., Anderson, G.C., Bergman, N., Cattaneo, A., Charpak, N., Davanzo, R., WidstrÖm, A. (2010). Towards universal Kangaroo Mother care: Recommendations and Report from The first European Conference and seventh International Workshop on Kangaroo Mothe care.(no.99).Wiley-Blackwell.doi:10.1111/J.1651-2227.2010.01787.X Peng, N.H., Bachman, J., Jenkins, R., Chen, C.H., Chang, Y.C., Chang, Y.S., Wang, T.M. (2009). Relationship between Environmental stressor and Stress Biobihavioral responses of Preterm Infant in NICU. Journal of peerinatal and neonatal Nursing vol 23(4):363-371 Perinasia. (2008). Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah dengan Metode Kanguru. Jakarta: Perinasia Saifudin, A.B., Adriaansz, G., Winkjosastro, G.H & Waspodo, D. (2006). Buku Acuan nasional: Pelayanan Maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sastroasmoro, S., & Ismael, S.(2010). Dasar – dasar Metodologi PenelitianKlinis. Jakarta: Sagung Seto Sizun, J., & Westrup, B. (2004). Early Developmental care for preterm neonates: a call for more research. Arch Dis Childfetal Neonatal, 89(5):F305-88
61
Sizun, J., & Browne, J.V. (2005). Research on erly developmental care for Preterm Neonates. Paris, France: John Libbey and company Ltd Slota, M.C. (2006). Core curriculum for Pediatrics Critical care Nursing. (2nd ed). St. Louis: Elsevier Sugiyono. (2008). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Syahreni, E. (2010). Tesis: Pengaturan pengaruh stimulus sensoris teerhadap repon fisiologis dan perilaku BBLR di RSUPN Dr. Cipto mangunkusumo. Tidak di publikasikan. Depok: FIK Universitas Indonesia Symington, A.J., & Pinelli, J. (2006). Developmental care for Promoting development and preventing morbidity in preterm infants. Cochrane Database of Systemic Review,2. Diunduh dari www.cochrane.org Walsh, W., McCullough, K., White, R. (2006). Room for Improvement: Nurses’ perceptions of providing care in a single room newborn Intensive care setting. Adv Neonatal Care Vol 6: 261 – 270 Ward, J.P.T., Clarke, R., & Linden, R. (2009). At a glance: Fisiologi. Jakarta: Erlangga Witt, C.L. (2008). Turn down the Noise.Advance in Neonatal care.vol.8, No.3 PP. AC080301_137-138.qxp World Health Organization. (2009). The Worldwide incidence of preterm Birth. A systematic Review of maternal mortality and morbidity. Buletin WHO,88(1):1-80 World Health Organization. (2010). World Health Statistic 2010. France: WHO Library Cataloguing in publication data Wong, D.L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkeistein, M.L., & Schawrtz, P. (2009). Wong: Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. (edisi 6). Jakarta: EGC