PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MODUL DAN MEDIA VISUAL TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE (Studi Eksperimen pada Wanita premenopause di Desa Sumbermulyo ) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama : Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh : Siti Arifah S 540209014
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MODUL DAN MEDIA VISUAL TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE (Studi Eksperimen pada Wanita premenopause di Desa Sumbermulyo )
Disusun Oleh :
Siti Arifah S 540209014
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing Jabatan
Nama
Pembimbing I
Prof. Dr. Sri Anitah, MPd
Pembimbing II
Tanda Tangan
Dr. Nunuk Suryani, Mpd NIP.19661108.199003.2001
________________
..../..../2010
________________
..../..../2010
Mengetahui Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo, PAK, MM, M.Kes NIP: 194803131976101001 ii
Tanggal
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MODUL DAN MEDIA VISUAL TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE (Studi Eksperimen pada Wanita premenopause di Desa Sumbermulyo ) Disusun Oleh : Siti Arifah S 540209014
Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal : Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo, PAK, MM, M.Kes. NIP: 194803131976101001
.............................
Sekretaris
Prof.Dr. Ambar Mudigdo,dr.,SpPA(K) NIP. 194903171976101001
............................
Anggota
Prof. Dr. Sri Anitah, M.Pd.
.............................
DR. Nunuk Suryani, M.Pd. NIP: 19661 108 199003 2 001
.............................
Mengetahui, Direktur Program Pascasarjana
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD. NIP: 19570820 198503 1 004
Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo, PAK, MM, M.Kes. NIP: 194803131976101001
iii
PERNYATAAN
Nama : Siti Arifah NIM : S 540209014
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Modul dan Media Visual Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Wanita dalam Menghadapi Menopause (Studi Eksperimen pada Wanita Premenopause di Desa Sumbermulyo) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Yang membuat pernyataan
Siti Arifah
iv
MOTTO
“Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan”,
“Jadikanlah Sabar Dan Sholat Sebagai Penolongmu. Dan do’a Sesungguhnya Yang Demikian Itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-orang Yang Khusuk”. (Qs. Al-Baqoroh : 45)
Beruntunglah Bagi Orang Yang Sepanjang Hidupnya Selalu Memperbanyak “ISTIGFAR” (HR. Ibnu Majjah)
“Keberhasilan dan Kesuksesan Hanya Dapat Dicapai Dengan Jerih Payah. Jangan Kamu Sia-siakan Kedua”Orang Tuamu” Karena Ridhonya adalah Kebahagiaan Dunia dan Akhirat”
“Jangan Pernah Menyesali Keadaan, Karena Menyeesali Keadaan Berarti Menyesali Keadilan Tuhan, Merusak Hati dan Melenyapkan Harapan” (penuliS)
v
PERSEMBAHAN
“Langkah Perjuangan Ini Takkan Pernah Terhenti Pada Suatu Puncak Keberhasilan Tanpa Orang-orang Yang Memberikan Cintanya Buatku”. Karya Sederhana Ini Kupersembahkan Untuk : Ibu-Almarhum Ayahanda TERCINTA
“Makasih buat DO’A, Pengorbanan dan Cinta Kasih yang Tulus Selama Ini BuatKu. Mutiara Ini Akan AKU Jaga Sampai Nanti.” Kakak ku (Nengah), Adikku dan seluruh keluarga besar di JOGJA.
Makasih Buat Bantuan DO’A, dan Semangat Cinta Dalam Tali Persaudaraan Yang Indah Ini. Aq Sayang dan Bangga berada Diantara kalian.
“Temen terbaikku Yunie, Trie, Reza ”, Penghuni kost Stanum 2,
Makasih buat kekeluargaan dan kebersamaan yang telah mengisi hari-hari indahku dengan senyum dan keceriaan. Aq takkan pernah melupakannya.
Almamater Ku
vi
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh pendidikan kesehatan dengan modul dan Media Visual terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Wanita dalam Menghadapi Menopause (Studi Eksperimen pada wanita Premenopause di Desa Sumbermulyo)”. Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Magister Kesehatan di Program Studi Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selama penyusunan tesis ini, penulis tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan dan bantuan semua pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9.
Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Prof. Dr. dr. Didik T, PAK, MM, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta. Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr., SpPA(K), selaku penguji yang telah menguji, memberikan saran serta koreksi bagi penulis. Dr. Nunuk Suryani., M.Pd, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran, serta koreksi bagi penulis. Prof. Dr. Sri Anitah, MPd, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran, serta koreksi bagi penulis. Dr. Nengah Adnyana O M, M.Kes terimakasih atas Do’a dan suportnya bagi penulis dan sebagai Fasilitator. Dra Ani Widayani selaku Kepala Desa Sumbermulyo Responden yang telah bersedia bekerja sama dalam jalannya penelitian ini. Dan semua pihak yang telah membantu jalannya penelitian yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penelitian yang akan mendatang. Surakarta, April 2010 Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS.……………………………… ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI TESIS.…………………………….…
iii
PERNYATAAN.................................................................................................
iv
MOTTO................................................................................................................
v
PERSEMBAHAN..............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR........................................................................................
vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. viii DAFTAR GAMBAR……………………………………………........................
xi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………xiii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………........................xiv ABSTRAK ........................................................................................................... xv ABSTRACT............................................................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….……… 1 A.
Latar Belakang Masalah……………………………………………
1
B.
Rumusan Masalah………………………………………………….
5
C.
Tujuan Penelitian……………………………………………………
6
D.
Manfaat Penelitian………………………………………………….
6
BAB II KAJIAN TEORI……………………………………………… A.
7
Tinjauan Pustaka…………………………………………………....
7
1.
9
Pendidikan Kesehatan………………………………………
viii
2.
a.
Pengertian Pendidikan Kesehatan ……………………......... 9
b.
Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan …………………… 9
c.
Proses Pendidikan Kesehatan..............................................
d.
Pengukuran Hasil Pendidikan Kesehatan……………….… 12
9
Pendidikan Kesehatan dengan Modul ………………………… 12 a.
Macam Metode Pendidikan Kesehatan………………………… 14
b.
Metode Ceramah ………………………………………… 14
c.
Metode Tanya Jawab…………………….....................
d.
Modul.………..................................................................... 15
e.
Media Visual……………………………………….................22
14
3.
Pengetahuan ................................................................................. 24
4.
Perilaku …………………………………………………….
5.
6.
28
a.
Definisi Perilaku Kesehatan…………………………… 28
b.
Klasifikasi Perilaku Kesehatan ……………………………28
Sikap …………………………………………………….
29
a.
Definisi Sikap……………………………
30
b.
Komponen Sikap ……………………………
31
Menopause …………………………
31
a.
Definisi Menopause…………………………
31
b.
Masa Senium atau Usia Lanjut ………………………………32
c.
Patofisiologi Menopause……………………................
d.
Tanda dan Gejala Menopause……….................................. 34
e.
Hormon-hormon reproduksi pada Wanita………………
ix
33
34
7.
f.
Pemeliharaan Kesehatan pada Wanita……………………… 36
g.
Penyakit yang Timbul Setelah Menopause……………
Penelitian yang Relevan………………………………
40 41
B.
Kerangka Berfikir ..............................……………………................
43
C.
43 Pengujian Hipotesis.……………………………………………………..
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………
44
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………….
44
B.
Lokasi Penelitian…………………………………………….........
44
C.
Subyek Penelitian………………………………………................
45
D.
Sumber Data………………………………………………………
46
E.
Variabel Penelitian………………………………………………
46
F.
Definisi Operasional………………………………….....................
46
G.
Instrumen Penelitian….....…………………………………………… 48
H.
Jalannya Penelitian………………………………………………….
I.
Analisa Data………………………………………………………….. 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
48
53
A.
Hasil Penelitian..................................................................................
53
B.
Uji Validitas dan Reliabilitas………………………………………
53
C.
Karakteristik Subyek Penelitian……………………………………
58
D.
Pengujian Persyaratan Analisis................................................................. 64
E.
Pembahasan Penelitian....................................................................... 68
F.
Keterbatasan Penelitian....................................................................... 76
x
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
77
A.
Kesimpulan Penelitian.....................................................................
B.
Implikasi Penelitian............................................................................. 78
C.
Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
77
78
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proses pendidikan kesehatan......................................................................10 Gambar 2. Kronologi masa klimakterium wanita ..............................................
32
Gambar 3. Grafik Histogram Perbedaan rerata umur responden, jumlah anggota keluarga, jumlah anak, pendapatan keluarga dan belanja makan menurut status perlakuan……………………........
60
Gambar 4. Grafik Histogram Karakteristik pendidikan ......................................
61
Gambar 5. Grafik Histogram Pekerjaan responden……………………………
62
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Interpretasi Koefisien Reliabilitas Pengetahuan
56
Tabel 2.
Interpretasi Koefisien Reliabilitas Sikap
58
Tabel 3. Deskriptif Karakteristik Responden
59
Tabel 4. Deskriptif Karakteristik Responden (data kategorikal)
60
Tabel 5. Hasil uji pengetahuan dan sikap sebelum perlakuan
64
Tabel 6. Perbandingan skor pengetahuan sebelum dan sesudah perlakuan
65
Tabel 7. Perbandingan skor sikap sebelum dan sesudah perlakuan
66
Tabel 8. Perbandingan modul dan media visual terhadap perubahan Pengetahuan dan sikap
67
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lembar Permintaan Menjadi Responden................................
Lampiran 2.
Lembar Kesediaan Menjadi Responden................................
Lampiran 3.
Lembar Identitas Responden......................................
Lampiran 4. Petunjuk Pengisian Instrumen Pengetahuan...................... Lampiran 5. Petunjuk pengisian Instrumen sikap....................................... Lampiran 6.
Jadual Pembelajaran................................................................
Lampiran 7.
Satuan Acara pelajaran............................................................................
Lampiran 8.
Materi tentang Menopause..................................................
Lampiran 10. Lampiran Hasil Uji Persyaratan Validitas Intrumen Pengetahuan …………………………………… Lampiran 11. Lampiran Hasil Uji Persyaratan Validitas Intrumen Sikap……………………………………………………….. Lampiran 12. Grafik Histogram Dari Data Statistik Deskriptif..................... Lampiran 13. Deskripsi Hasil Penelitian........................................................ Lampiran 14. Perhitungan Distribusi Frekuensi............................................. Lampiran 15. PPlot.................................................................. Lampiran 16. Hasil Uji t-test.................................................................... Lampiran 17. Permohonan Ijin Penelitian...................................................... Lampiran 18. Surat Keterangan Penelitian.....................................................
xiv
Abstrak Siti Arifah S520209014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Modul dan Media Visual Terhadap Pengetahuan dan Sikap Wanita dalam Menghadapi Menopause. Tesis Program Magister Kedokteran Keluarga. Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2010. Peningkatan derajat kesehatan berdampak pada umur wanita yang menyebabkan jumlah wanita menopause juga meningkat. Di Kabupaten Bantul usia harapan hidup wanita 71,28 tahun 2005 dan jumlah wanita premenopause di Kecamatan Bambanglipuro 2.293 orang. Ketika memasuki usia menopause wanita akan dihadapkan pada permasalahan baru yaitu terjadinya perubahan metabolisme tubuh. Menopause mempunyai resiko mengalami gangguan kesehatan jantung, stroke, kanker dan osteoporosis. Pendidikan kesehatan menggunakan modul merupakan salah satu metode yang dapat mengembangkan pengetahuan dan sikap yang positif pada kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas metode pendidikan dengan modul dan media visual dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap wanita untuk memelihara kesehatan menghadapi menopause. Jenis penelitian ini adalah eksperimen kuasi dengan desain “non-randomized pretest-post with control group experiment design”. Kelompok eksperimen terdiri atas 40 wanita, sedang kelompok kontrol terdiri atas 40 wanita premenopause. Penelitian dilakukan pada 2 desa di Kabupaten Bantul, dari Januari hingga Maret 2010. Hasil penelitian menunjukkan, setelah mengendalikan faktor-faktor perancu, pendidikan kesehatan dengan modul mampu meningkatkan pengetahuan wanita (t=2.614 dan p=0.011), dan sikap wanita (t=2.398 dan p=0.019) tentang menopause. Analisis variabel umur, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan kedua kelompok menunjukkan p>0.05 berarti kedua kelompok komparabel atau sebanding. Analisis statistik t-test nilai rerata pengetahuan dan sikap kedua kelompok menunjukkan pretes p<0.05 terjadi peningkatan yang bermakna , postes p<0.05 berarti terjadi peningkatan yang bermakna. Penelitian ini menyimpulkan terdapat pengaruh yang secara statistik signifikan pendidikan kesehatan dengan modul terhadap pengetahuan dan sikap wanita tentang menopause. Disarankan agar dilakukan pendidikan kesehatan dengan modul untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap wanita, untuk mengatasi masalah kesehatan menopause.
xv
Kata kunci: Pendidikan kesehatan, Modul, Media visual, Menopause, Pengetahuan dan Sikap.
ABSTRACT Siti Arifah, S540209014, 2010. Effect of Health Education with Module and visual media that aim to improve Knowledge and Attitude of Women in Facing Menopause . Thesis for The Masters Program Family Medicine, Post Graduate Program of Sebelas Maret University in Surakarta 2010. The improved health status that causing of life expectancy age, creating the increasing number of menopause women has improved. Life expectancy age women in Bantul that is 71.28 in the year of 2005 and prevalence of premenopause women in Bambanglipuro 2.293. When entering menopause age, women will face new problem, that is the change of body metabolism. Menopause facing the risk of experiencing health disorders such as heart disease, stroke, cancer and osteoporosis. Health education with modul is one of the methods that could develop understanding andpositive attitude toward health. This research was aimed to investigate the effectiveness of health education with modul in improving knowledge andattitude of women in maintaining health in facing the menopause. The study was analytic using "non-randomized pretest-postest with control group experiment design". The experimental group consisted of 40 women while the control group 40 women premenopause. The study was conducted 2 village in Bantul district, from January to March 2010. The study results showed, after controlling for the effect ofconfounding variable, healt education with modul approach was effectivein improving of women (t=2.614 and p=0.011) and attitude of women (t=2.398 and p=0.019) toward menopause. the analysis of variable age, education, and job of the two groups showed that p>0.05. this mean that two groups were comparable or proportional. The t-test statistic analysis of the mean value of knowledge and attitude of the two groups in pretest was significant with p<0.05 and in posttest was significant with p<0.05. This study concluded, health education with modul approach is effective in improving knowledge and attitude of women toward menopause. It is suggested that health education with modul to improve knowledge and attitude of women in facing menopause.
xvi
Key-word : Health education, Modul, Visual media, Menopause, Knowledgw and Attitude.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah sejahtera dari badan, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, namun masih dijimpai masalah yang mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan (Depkes RI, 1999). Selanjutnya tujuan pembangunan kesehatan dalam rumusan Indonesia sehat 2010 adalah menciptakan masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Indonesia, masyarakat diharapkan proaktif memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan (Depkes RI, 1999). Menurut Rahman (dalam Endah, 2002) usia harapan hidup wanita Indonesia tahun 2005 mencapai 68,5 tahun. Selanjutnya menurut Tukiran dan sucipto (2000) estimasi usia harapan hidup penduduk Indonesia tahun 2005 akan mengalami kenaikan yaitu pria 68,0 tahun dan wanita 71,0 tahun.
xvii
Peningkatan umur harapan hidup yang terjadi di Indonesia mengakibatkan bertambahnya jumlah wanita menopause. WHO telah menjadikan menopause sebagai perhatian internasional, pada tanggal 18 Oktober dipengaruhi sebagai hari menopause sedunia dan tanggal 20 Oktober sebagai hari osteoporoses Indonesia (PEROSI) juga telah berdiri dibeberapa kota di Indonesia seperti PERMI Yogyakarta, PERMI Jawa Barat, Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan menopause sudah semakin meluas di masyarakat (Hidayati, 2000). Berdasarkan survey sensus antar penduduk pada tahun 1990 di Indonesia terdapat 16.795.419 orang wanita usia klimakterium (40-59 tahun) yang terbagi dalam kelompok premenopause dan pasca menopause. Usia tersebut tahun 2005 menjadi 19.596.262 orang dari total jumlah penduduk Indonesia seluruhnya 217.115.579 orang. Berarti kenaikan sebesar 59,28 % dari tahun 1995. Menurut Badan Pusat Statistik atau BPS (dalam Suardiman, dkk, 2005) usia harapan hidup penduduk kabupaten Bantul tahun 2005 yaitu pria 67,30 tahun dan wanita 71,28 tahun dengan angka rata-rata 69,35 tahun. Selanjutnya menurut registrasi jumlah penduduk di Kabupaten bantul pada pertengahan tahun 2008 berjumlah 493.903 orang, yang terdiri dari 254.955 orang pria dan 238.903 orang wanita atau pria sebanyak 51,6 % dan wanita 48,4%. Adapun rentang usia 40-50 tahun sebagai batasan usia premenopause di kecamatan Bambanglipuro berjumlah 2.293 orang (BPS Bantul, 2008). Pendapat selanjutnya dikatakan oleh Affandi (2003) bahwa menopause meningkatkan risiko timbulnya gangguan kesehatan serius seperti serangan
xviii
jantung, stroke, kanker payudara, kanker usus besar, osteoporoses, berkurangya masa otot dan katarak. Hutapea (2005) menyebutkan bahwa penyakit jantung koroner sering dijumpai pada usia 38-49 tahun dengan perbandingan kejadian (17:1) berarti diantara tujuh belas orang wanita menopause seorang akan mengalami penyakit jantung koroner tersebut. Risiko patah tulang pada wanita menopause sebanyak 30% atau sekitar 3-5 juta orang wanita Indonesia akan mengalaminya. Berdasarkan survey pendahuluan di Puskesmas Bambanglipuro sebagai wilayah kerja Kecamatan Bambanglipuro, diperoleh data bahwa wanita menopause (usia > 50 tahun) yang berkunjung ke Puskesmas Bambanglipuro tahun 2008 sebayak 3.020 orang. Mempunyai keluhan antara lain ISPA 466 orang, pegal linu 469 orang, hipertensi 295 orang, penyakit kulit 349 orang, pusing 185 orang, maag 139 orang, penyakit jantung 108 orang dan penyakit lainnya seperti demam/panas, sulit tidur, diare, diabetes, asma, psikosa, parkison dan lain-lain( Puskesmas Bambanglipuro, 2008). Pada tanggal 4 Desember 2009 peneliti melakukan survey pendahuluan pada 30 orang wanita menopause yang berkunjung di Puskesmas Bambanglipuro melalui angket pertanyaan didapatkan keluhan setelah menopause adalah nyeri sendi dan otot 80%, nyeri bersetubuh 73%, rasa panas dan berkeringat malam hari 50%, gangguan haid 47% dan sulit tidur 63%. Pada tanggal 4 Desember 2009 peneliti menyebarkan kuesioner pada 30 orang wanita premenopause yang berkunjung di Puskesmas Bambanglipuro
xix
dengan rentang usia 35-50 tahun. Didapatkan bahwa 50% tidak pernah mendengar istilah menopause, 53% membutuhkan informasi yang benar mengenai menopause dari bidan dan dokter, 40% memilih metode ceramah dengan buku pedoman, 80% tidak mengetahui gejala menghadapi menopause, 84% tidak mengetahui cara memelihara kesehatan menghadapi menopause dan 73,3% tidak mengetahui risiko penyakit setelah menopause. Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap populasi diwilayah penelitian, dengan hasil tingginya angka kesakitan setelah menopause dan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang menopause maka pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam mempersiapkan diri menghadapi menopause. Upaya prevensi bertujuan agar wanita menopause mengetahui gejala dan perubahan yang terjadi dalam diri, mengetahui usaha untuk melakukan pencegahan agar tidak terkena penyakit, tetap memiliki tubuh yang sehat, dengan demikian mereka dapat menikmati masa tua dengan lebih bergairah, serta memiliki kualitas hidup yang optimal. Berbagai
metode
telah
dikembangkan
dunia
pendidikan
dalam
menyampaikan pesan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan sikap. Ceramah tanya jawab adalah metode yang cukup efektif sebagai penyampai pesan (Dep. P dan K, 2000). Pendapat tersebut didukung oleh penelitian Riyanto (2002) bahwa metode ceramah dan diskusi efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang reproduksi.
xx
Selanjtunya dikatakan Socony (dalam lunardi, 2003) bahwa ceramah kurang efektif bila tidak ditunjang dengan alat peraga lain, agar meninggalkan kelekatan ingatan. Metode ceramah akan efektif bila dirangkaikan dengan tanya jawab, sehingga terjadi komunikasi dua arah dan ceramah akan berhasil bila ada alat bantu pengajaran (WHO, 2003). Utomo (2000) mengatakan dalam penyampaian pesan melalui ceramah perlu dibantu dengan modul, agar peserta dapat meninjau kembali materi yang telah dibahas dalam ceramah. Pertimbangan penggunaan modul karena media ini mempunyai keuggulan dalam hal kemudahan untuk disimpan dan dibaca berulang kali, melibatkan banyak orang, serta memudahkan bagi masyarakat untuk mengingat kembali isi pesan. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, tingginya angka kesakitan pada wanita menopause, banyaknya keluhan setelah menopause, dan kurangnya pengetahuan masyarakat menghadapi menopause, serta pemilihan metode yang sesuai, maka peneliti ingin melakukan pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dengan media modul terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap wanita memelihara kesehatan menghadapi menopause. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat pengaruh pendidikan kesehatan melalui modul dan media visual terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap wanita dalam memelihara kesehatan
menghadapi
menopause
Bambanglipuro Kabupaten Bantul?
xxi
di
Desa
Sumbermulyo
Kecamatan
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan melalui modul dan media visual terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap wanita dalam memelihara
kesehatan
menghadapi
menopause
di
Kecamatan
Bambanglipuro Kabupaten Bantul.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi/Puskesmas Dapat memberikan masukan untuk penanganan permasalahan usia lanjut (geriatric) khususnya wanita menopause 2. Bagi masyarakat/wanita premenopause Agar dapat mempersiapkan diri dan memelihara kesehatan serta mengetahui perubahan yang akan terjadi dalam proses menopause 3. Bagi peneliti lain Bagi yang tertarik dengan penelitian serupa hasilnya dapat dijadikan sebagai acuan melaksanakan penelitian selanjutnya.
xxii
BAB II KAJIAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka 1.
Pendidikan Kesehatan
a.
Pengertian Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha untuk mengatasi perbedaan
antara praktek kesehatan yang optimal dengan apa yang sedang terjadi (Griffiths cit Glanz et al). menurut Notoatmodjo (2007) pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Sehingga fokus pendidikan kesehatan bukan hanya peningkatan pengetahuan tetapi juga xxiii
diharapkan adanya peningkatan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (practice). Simonds (1976) cit Glanz et al (1997) pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengusahakan perubahan perilaku individu, kelompok, dan populasi yang lebih besar. Perubahan perilaku ini meliputi perubahan dari perilaku yang dianggap merugikan kesehatan menjadi perilaku yang mendukung kesehatan saat ini maupun masa yang akan datang. Pendidikan kesehatan bisa juga diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap maupun ketrampilan untuk mencapai hidup sehat secara optimal (Herawani dkk, 2001). Steward (1968) yang dikutip oleh Azwar (1983), mendefinisikan pendidikan kesehatan adalah unsur program kesehatan dan kedokteran yang di dalamnya tergantung rencana untuk mengubah perilaku perseorangan dan masyarakat
dengan
tujuan
untuk
membantu
tercapainya
program
pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan (Machfoedz dan Suryani, 2005). Batasan sehat seperti yang dikemukakan pada UU No. 23 tahun 1992, yakni bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mencapai sehat seperti definisi tersebut di atas, maka orang harus mengikuti berbagai latihan atau mengetahui apa saja yang harus
xxiv
dilakukan agar orang benar-benar menjadi sehat (Machfoedz dan Suryani, 2005). Pendidikan kesehatan juga merupakan suatu proses yang mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Proses pendidikan kesehatan yang menuju
tercapainya
tujuan
pendidikan,
yaitu
perubahan
perilaku,
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut, di samping faktor masukannya sendiri juga faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya dan alat-alat bantu atau alat peraga pendidikan yang dipakai. Agar mencapai hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara harmonis. Hal ini berarti untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu harus menggunakan cara tertentu pula. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari promosi kesehatan yaitu suatu proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara
dan
meningkatkan
kesehatannya
dengan
tidak
hanya
mengkaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap, dan praktik kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun non fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2007). Essensi promosi kesehatan adalah pemberdayaan masyarakat,sedangkan pemberdayaan adalah upaya untuk membuat
daya
sehingga
mampu
memelihara
dan
meningkatkan
kesehatannya sendiri. Untuk itu diperlukan upaya untuk merubah,
xxv
menumbuhkan atau mengembangkan perilaku positif. Hal ini merupakan bidang garapan utama pendidikan kesehatan (Depkes, 2002). Ruang lingkup pendidikan atau promosi kesehatan berdasarkan tatanan atau tempat pelaksanaannya adalah tatanan keluarga (rumah tangga), tatanan sekolah, tempat kerja, tempat-tempat umum dan fasilitas pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). b. Ruang lingkup pendidikan kesehatan Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan kesehatan, tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan dan tingkat pelayanan pendidikan kesehatan. 1) Sasaran pendidikan kesehatan Dari sasaran dimensi pendidikan kesehatan dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: a)
Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu
b)
Pendidikan
kesehatan
kelompok
dengan
sasaran
masyarakat
dengan
sasaran
kelompok c)
Pendidikan
kesehatan
massyarakat 2) Tempat pelakanaan pendidikan kesehatan
xxvi
Menurut dimensi pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat sehingga dengan sendirinya sasarannya berbeda. Misalnya: a) Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid, yang pelaksanaannya terintegrasikan dalam upaya kesehatn sekolah (UKS). b) Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Balai Kesehatan, Rumah Sakit umum atau Khusus dengan sasaran pasien dan keluarga pasien. c) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.
3) Tingkat pelayanan pendidikan kesehatan a) Promosi kesehatan (health promotion) b) Perlindungan khusus (specific protection) c) Diagnose dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment) d) Pembatasan cacat (Disability Limitation) e) Rehabilitasi (Rehabilitation) c. Proses pendidikan kesehatan Prinsip utama dalam proses pendidikan kesehatan adalah proses belajar pada individu, kelompok, keluarga dan masyarakat. Apabila proses
xxvii
pendidikan kesehatan dilihat sebagai system, proses belajar dalam kegiatannya menyangkut aspek masukan, proses, dan keluaran yang digambarkan sebagai berikut (Notoatmodjo, 1997 cit Herawani 2001).
Masukan
proses
(subjek belajar)
Keluaran (perilaku baru)
Latar belakang pendidikan
Kurikulum Sumber daya manusia
Sosial budaya
Lingkungan belajar
Kesapan fisik
Gambar 2. Proses pendidikan kesehatan
1) Masukan dalam pendidikan kesehatan Masukan dalam proses pendidikan kesehatan adalah individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat yang akan menjadi sasaran didik. Dalam kegiatan belajar, sasaran didik subyek belajar dalam perilaku belum sehat.
xxviii
2) Proses dalam pendidikan ksehatan merupakan mekanisme dan interaksi yang memungkinkan terjadi perubahan perilaku subyek belajar. Dal;am proses tersebut diperlukan interaksi antara subyek belajar sebagai pusatnya dan pengajar (petugas kesehatan), metode pengajaran, alat bantu belajar dan materi belajar. Proses pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh factor : materi/bahan pendidikan kesehatan, lingkungan belajar, perangkat pendidikan baik perangkat lunak maupun perangkat keras dan subyek belajar yaitu individu, kelompok, keluarga dan masyarakat serta tenaga kesehatan. 3) Keluaran dalam pendidikan kesehatan Keluaran dalam pendidikan kesehatan adalah kemampuan sebagai hasil perubahan perilaku sehat dari peserta didik. d. Pengukuran hasil pendidikan kesehatan Benyamin Bloom (1908, cit Notoatmodjo 2007) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia kedalam 3 domain, ranah atau kawasan yaitu: kognitif (cognitive), afektif (affektif) dan psikomotor (psychomotor).
Dalam perkembangannya teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu: a) Pengetahuan (knowledge)
xxix
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indra penglihatan, indra pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinag. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. b) Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau obyek. Manifestasi dari sikap ini tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dap[at ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. c) Praktik atau tindakan (practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Praktik atau tindakan ini terdiri dari beberapa tindakan yaitu: persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan adopsi. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
xxx
2.
Pendidikan Kesehatan Modul a.
Macam Pendidikan kesehatan Metode pendidikan kesehatan berdasarkan sasaran dapat dikelompokkan menjadi metode pendidikan individual (perorangan), metode pendidikan kelompok, dan metode pendidikan massa. a). Metode Pendidikan Individual Metode pendidikan yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Misalnya membina seorang ibu yang sedang tertarik terhadap sesuatu informasi baru tentang anemia gizi agar dapat berperilaku mencegah anemia gizi dapat dilakukan pendekatan secara perorangan. Perorangan di sini tidak hanya berarti harus hanya kepada ibu yang bersangkutan, tetapi juga kepada suami atau keluarga ibu tersebut. Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat serta dapat membantunya maka perlu menggunakan metode ini. Bentuk pendekatan ini antara lain bimbingan dan penyuluhan serta wawancara. b). Metode Pendidikan Kelompok
xxxi
Metode pendidikan kelompok harus memperhatikan besarnya kelompok dan tingkat pendidikan formal sasaran. Efektifitas suatu metode akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan. Pendidikan kesehatan pada kelompok besar yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang antara lain ceramah dan seminar. Sedangkan untuk kelompok kecil dengan jumlah peserta kurang dari 15 orang digunakan metode diskusi kelompok, curah pendapat (brain storming), bola salju (snow balling), kelompok-kelompok kecil (buzz group), memainkan peran (role play) dan permainan simulasi (simulation game). c). Metode Pendidikan Massa Metode
pendidikan
(pendekatan)
massa
cocok
untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Oleh karena sasaran pendidikan ini bersifat umum tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah awarness atau kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi, dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku. Bentuk pendekatan massa antara lain ceramah umum (public speaking), pidato atau diskusi melalui media massa, simulasi, sinetron di televisi, tulisan-tulisan di majalh atau Koran, xxxii
spanduk, poster, billboard yang dipasang di pinggir jalan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2000) menjelaaskan bahwa tidak ada metode mengajar yang paling baik, yang cocok untuk segala situasi. Mengajar dengan pendidikan yang berbeda memerlukakn tingkah laku mengajar yang berbeda pula, sehingga perlu menggunakan perangkat dan strategi mengajar yahng berbeda. Metode yang dipilih dalam penelitian ini diplih ceramah dengan modul, dengan alas an penjelasan pemilihan: 1) Ceramah Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa metode ceramah baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Menurut Mantra (2003) pendidikan kesehatan dengan metode ceramah merupakan suatu proses belajar (learning process) untuk mengembangkan pengertian yang benar dan sikap yang positif terhadap kesehatan. Ceramah adalah suatu penyampaian informasi yang sifatnya searah yaitu dari penceramah kepada hadirin. Penceramah biasanya dipilih orang yang dianggap ahli dalam bidangnya. Dengan metode ini lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan.
xxxiii
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempergunakan metode ceramah antara lain: 1.
Persiapan
Ceramah yang berhasil apabila penceramah menguasai materi yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan: - Mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema. - Menyiapkan alat-alat bantu pengajaran misalnya makalah singkat, slide, transparan, sound system dan sebagainya. 2.
Pelaksanaan Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai sasaran (dalam arti psikologis), penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: -
Sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah.
-
Suara hendaknya cukup keras dan jelas
-
Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah
-
Berdiri di depan (di pertengahan), tidak boleh duduk
-
Menggunakan alat-alat bantu lihat (AVA) semaksimal mungkin
xxxiv
2) Metode Tanya Jawab Menurut Hasibuan (2000) dalam proses belajar mengajar bertanya memegang peranan yang penting sebab pertanyaan yang tersusun baik dengan teknik pengajuan yang tepat akan: a.
Meningkatkan partisipasi peserta
b.
Membangkitkan minat dan ingin tahu terhadap masalah yang dibicarakan
c.
Mengembangkan pola berfikir dan belajar aktif peserta
d.
Menuntun proses berfikir peserta
e.
Memusatkan perhatian peserta terhadap masalah yang sedang dibahas
3) Modul Pengertian dan Pentingnya Modul Modul adalah suatu cara pengorganisasian materi pelajaran yang memperhatikan fungsi pendidikan. Strategi pengorganisasian materi pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan urutan penyajian materi pelajaran, dan synthesizing yang mengacu pada upaya untuk menunjukkan kepada pebelajar keterkaitan antara fakta, konsep,
prosedur
dan
prinsip
yang
terkandung
dalam
materi
pembelajaran. Untuk merancang materi pembelajaran, terdapat lima kategori kapabilitas yang dapat dipelajari oleh pebelajar, yaitu informasi
xxxv
verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Strategi pengorganisasian materi pembelajaran terdiri dari tiga tahapan proses berpikir, yaitu pembentukan konsep, intepretasi konsep, dan aplikasi prinsip. Strategi-strategi tersebut memegang peranan sangat penting dalam mendesain pembelajaran. Kegunaannya dapat membuat siswa lebih tertarik dalam belajar, siswa otomatis belajar bertolak dari prerequisites, dan dapatmeningkatkan hasil belajar. Secara prinsip tujuan pembelajaran adalah agar siswa berhasil menguasai bahan pelajaran sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Karena dalam setiap kelas berkumpul siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (kecerdasan, bakat dan kecepatan belajar) maka perlu diadakan pengorganisasian materi, sehingga semua siswa dapat mencapai dan menguasai materi pelajaran sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam waktu yang disediakan, misalnya satu semester. Di samping pengorganisasian materi pembelajaran yang dimaksud di atas, juga perlu memperhatikan cara-cara mengajar yang disesuaikan dengan pribadi individu. Bentuk pelaksanaan cara mengajar seperti itu adalah dengan
membagi-bagi
bahan
pembelajaran
menjadi
unit-unit
pembelajaran yang masing-masing bagian meliputi satu atau beberapa pokok bahasan. Bagian-bagian materi pembelajaran tersebut disebut modul. Sistem belajar dengan fasilitas modul telah dikembangkan baik di luar maupun di dalam negeri, yang dikenal dengan Sistem Belajar Bermodul (SBB). SBB telah dikembangkan dalam berbagai bentuk
xxxvi
dengan berbagai nama pula, seperti Individualized Study System, Selfpased study course, dan Keller plan (Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, 1990). Masing-masing bentuk tersebut menggunakan perencanaan 9 kegiatan pembelajaran yang berbeda, yang pada pokoknya masing-masing mempunyai tujuan yang sama, yaitu: 1) memperpendek waktu yang diperlukan oleh siswa untuk menguasai tugas pelajaran tersebut. 2) menyediakan waktu sebanyak yang diperlukan oleh siswa dalam batas-batas yang dimungkinkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang teratur. Pelaksanaan pembelajaran bermodul memiliki perencanaan kegiatan sebagai berikut. 1) Modul dibagikan kepada siswa paling lambat seminggu sebelum pembelajaran. 2) Penerapan modul dalam pembelajaran menggunakan metode diskusi model pembelajaran kooperatif konstruktivistik. 3) Pada setiap akhir unit pembelajaran dilakukan tes penggalan, tes sumatif dan tugas-tugas latihan yang terstruktur . 4) Hasil tes dan tugas yang dikerjakan siswa dikoreksi dan dikembalikan dengan feeddback yang terstruktur paling lambat sebelum pembelajaran unit materi ajar berikutnya.
xxxvii
5) Memberi kesempatan kepada siswa yang belum berhasil menguasai materi ajar berdasarkan hasil analisis tes penggalan dan sumatif,
dipertimbangkan
sebagi
hasil
diagnosis
untuk
menyelenggarakan program remidial pada siswa di luar jam pembelajaran. Ciri-ciri modul adalah sebagai berikut. 1) Didahului oleh pernyataan sasaran belajar 2) Pengetahuan disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menggiring partisipasi siswa secara aktif. 3) Memuat sistem penilaian berdasarkan penguasaan. 4) Memuat semua unsur bahan pelajaran dan semua tugas pelajaran. 5) Memberi peluang bagi perbedaan antar individu siswa 6) Mengarah pada suatu tujuan belajar tuntas. Keuntungan yang diperoleh dari pembelajaran dengan penerapan modul adalah sebagai berikut. 1) Meningkatkan motivasi siswa, karena setiap kali mengerjakan tugas pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan. 2) Setelah dilakukan evaluasi, guru dan siswa mengetahui benar, pada modul yang mana siswa telah berhasil dan pada bagian modul yang mana mereka belum berhasil.
xxxviii
3) Siswa mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya. 4) Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester 5) Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang akademik. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diyakini bahwa pembelajaran bermodul secara efektif akan dapat mengubah konsepsi siswa menuju konsep ilmiah, sehingga pada gilirannya hasil belajar mereka dapat ditingkatkan seoptimal mungkin baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hasil penelitian terdahulu (Richard Duschl, 1993) menyatakan bahwa pembelajaran modul dalam pembelajaran konsep yang menyangkut kesetimbangan kimia dapat mengubah miskonsepsi siswa menuju konsep ilmiah. Di lain pihak, Santyasa, dkk (1995, 1996, 1997, 1998, 1999) menyatakan bahwa penerapan modul dapat mengubah miskonsepsi siswa menjadi konsepsi ilmiah dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Utomo (2000) modul adalah salah satu bentuk bahan pelajaran tertulis yang bertujuan mempermudah proses belajar. Keuntungan menggunakan modul : variasi bentuk cara belajar dan meningkatkan motivasi, membantu proses belajar yang bersifat mandiri, mendorong untuk meninjau kembali apa yang telah dibahas dalam ceramah. Pembuatan modul bertujuan agar responden yang telah memperoleh pendidikan kesehatan dapat mengingat kembali pesan yang disampaikan, dengan membuka modul beberapa waktu yang akan dating. Modul dapat disimpan, dibaca dan
xxxix
dipergunakan oleh orang lain yang belum mendapatkan pendidikan kesehatan. Modul adalah suatu cara pengorganisasian materi pelajaran memperhatikan
fungsi
pendidikan. Strategi
pengorganisasian
yang materi
pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan urutan penyajian materi pelajaran, dan synthesizing yang mengacu pada upaya untuk menunjukkan kepada pebelajar keterkaitan antara fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang terkandung dalam materi pembelajaran. Untuk merancang materi pembelajaran, terdapat lima kategori kapabilitas yang dapat dipelajari oleh pebelajar, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Strategi pengorganisasian materi pembelajaran terdiri dari tiga tahapan proses berpikir, yaitu pembentukan konsep, intepretasi konsep, dan aplikasi prinsip (Santyasa IW, 2009). Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Sebuah modul bisa dikatakan baik danmenarik apabila terdapat karakteristik sebagai berikut. 1. Self Instructional; yaitu melalui modul tersebut seseorang atau peserta
xl
belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus: a. berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas; b. berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-uni kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas. c. menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran. d. menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya. e. kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya; f. menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif; g. terdapat rangkuman materi pembelajaran; h. terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan penggunaan diklat melakukan „self assessment’; i. terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi;
xli
j. terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui tingkat penguasaan materi; dan k. tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud. 2. Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai. 3. Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri. 4. Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta xlii
fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap“up to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajarandapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu. 5. User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yangsederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.
4) Media Audio Visual
Media berarti wadah atau sarana. Dalam bidang komunikasi, istilah media yang sering kita sebut sebenarnya adalah penyebutan singkat dari media komunikasi. Media komunikasi sangat berperan dalam mempengaruhi perubahan masyarakat. Televisi dan radio adalah contoh media yang paling sukses menjadi pendorong perubahan. Audio-visual juga dapat menjadi media komunikasi. Penyebutan audio-visual sebenarnya mengacu pada indra yang menjadi sasaran dari media tersebut. Media audio-visual mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari khalayak sasaran
xliii
(penonton). Produk audio-visual dapat menjadi media dokumentasi dan dapat juga menjadi media komunikasi. Sebagai media dokumentasi tujuan yang lebih utama adalah mendapatkan fakta dari suatu peristiwa. Sedangkan sebagai media komunikasi, sebuah produk audio-visual melibatkan lebih banyak elemen media dan lebih membutuhkan perencanaan agar dapat mengkomunikasikan sesuatu. Film cerita, iklan, media pembelajaran adalah contoh media audio-visual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi. Media dokumentasi sering menjadi salah satu elemen dari media komunikasi. Karena melibatkan banyak elemen media, maka produk audio-visual yang diperuntukkan sebagai media komunikasi kini seringdisebutsebagaimultimedia.Ditinjau dari arti kata media adalah kata jamak dari medium yang berarti perantara atau pengantar terjadinya komunikasi. Secara umum media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Ibrahim, 2005). Menurut Suleiman(1985) bahwa alat-alat audio-visual adalah alat-alat yang audible artinya dapat didengar dan alat-alat yang visible artinya dapat dilihat. Jadi dari pengertian tersebut proses komunikasi dapat dilakukan menggunakan media yang berupa gambar dan suara, sehingga penerima pesan dapat memperoleh pengalaman secara nyata dari proses komunikasi tersebut.Selain itu Suleiman (1985) juga menyatakan bahwa Alat-alat audio-visual mempunyai persamaan istilah yaitu Audio-Visual Education, dalam bahasa Indonesia adalah Audio-Visual Pendidikan. Disebutkan juga media ini sebagai Sensori Aids, yang artinya alat-alat pembantu panca indera. Atau juga dengan istilah Audio-Visual xliv
Communication, yang artinya komunikasi melalui media audiovisual.Dari beberapa istilah tersebut dapat disimpulkan bahwa media audio-visual merupakan sebuah alat bantu seseorang dalam menerima suatu pesan, sehingga dia dapat memperoleh ilmu dan pengalaman yang bermanfaat untuk meraih tujuanyang ingin dicapai.Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seorang guru atau pelatih dalam memilih dan menggunakan media audio-visual dalam menyampaikan informasi, fikiran dan pesan kepada anak didiknya, menurut Sadiman(2003) antaralain: 1) Media audio-visual mempermudah orang menyampaikan dan menerima materi, fikiran dan pesan serta dapat menghindarkan salah pengertian, 2) Media audio-visual mendorong keinginan seseorang untuk mengetahui lebih lanjut informasi yang sedang dipelajarinya, 3) Media audio-visual dapat mengekalkan pengertian yang didapat, 4) Media audio-visual sudah berkembang dimasyarakat.Dengan demikian media audio-visual sangat berperan sekali dalam menyampai- kan informasi sehingga penerima informasi dapat memperoleh pengetahuan yang lebih banyak lagi.
a. Macam-macam media ausio visual Yang termasuk golongan media audio visual adalah alat yang dapat menghasilkan suara dan rupa dalam satu unit. Yang termasuk golongan media audio visual yang sebenarnya adalah film bersuara, televise dan video, karena ketiga alat itu mengkombinasikan fungsi suara dan rupa dalam satu unit dan disebut media audio visual murni. Berikut merupakan kelompok media audio visual:
xlv
a) Audio - Pita audio - Piringan audio - Radio b.
Cetak - Buku teks program - Buku teks pegangan atau manual - Buku tugas
c.
Audio-cetak - Buku latihan dengan kaset / pita audio - Pita, gambar, bahan dengan suara pita audio
d.
Proyeksi visual diam - Film bingkai (slide) suara - Film rangkai (berisi pesan verbal)
e.
Proyeksi visual diam dengan audio - Film bingkai (slide) suara - Film rangkai suara
3.
Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
atau individu melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan merupakan proses kognitif dari seseorang atau indvidu untuk memberikan arti terhadap lingkungan sehingga masingmasing individu memberikan arti sendiri-sendiri terhadap stimuli yang diterima walaupun stimuli itu sama (Winardi, 1999). xlvi
Pengetahuan merupakan aspek pokok untuk menentukan perilaku seseorang untuk menyadari dan tidak maupun untuk mengatur perilakunya sendiri (Gottlieb, 1997). Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang. Semakin banyak informasi yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula pengetahuan seseorang (Rakhmat, 1998). Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain. Pengalaman adalah guru terbaik, merupakan sumber pengetahuan atau cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan kepercayaan diri atau sikap setiap hari sehingga dapat diketahui bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, menurut Notoatmodjo (2005) mempunyai enam tingkatan yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda penyakit demam berdarah.
xlvii
b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Contoh : Ibu yaang anaknya sakit karena penyakit Demam Berdarah, ibu dapat memahami serta merencanakan tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencegah penularan keaanggota keluarga yang lain dan paham terhadap penyakit Demam Berdarah dan bahayanya bila tidak segera ditangani.
c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Misal : Ibu dengan anak Demam Berdarah positif mempunyai perencanaan tentang tindakan pencegahan maka ibu mengaplikasikan atau melaksanakanna keanggota keluarga yang lain. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya dengan yang lain. Kemampuan analisis ini
dapat
dilihat
menggambarkan
dari
penggunaan
(membuat
bagan),
xlviii
kata
kerja,
membedakan,
seperti
dapat
memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya. Contoh : Ibu dengan anak yang menderita Demam Berdarah oleh dokter dianjurkan untuk memberikan makanan yang bergizi dan bisa meningkatkan angka trombosit misalnya dengan minum jus jambu merah maka ibu tersebut dapat menganalisis, membedakan, memisahkan makanan yang harus dikonsumsi oleh anaknya. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misal : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada. Contoh : Seorang ibu dengan selektif mampu untuk menyusun, merencanakan, dan dapat menyesuaikan kondisi anak disaat anggota keluarga tidak dapat untuk merawatnya. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan
pengetahuan
ialah:
pendidikan,
lingkungan, sosial ekonomi, gizi dan keturunan. Misal : dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya demam berdarah di suatu tempat, dan sebagainya.
xlix
Pengukuran
pengetahuan
dapat
dilakukan
dengan
angket
yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2005). Oleh karena ranah kognitif atau pengetahuan ini bersifat hirarkis, maka pengukurannya harus berdasarkan kedalaman pengetahuan atau jenis perilaku yang ingin diketahui dengan menyesuaikan pertanyaan yang diajukan
ke
dalam
pertanyaan
untuk
mengukur
pengetahuan,
pemahaman, penerapan dan seterusnya. Pengetahuan tentang pencegahan penyakit demam berdarah adalah hal-hal yang diketahui dan dipahami oleh seseorang tentang cara pencegahan penyakit tersebut, sehingga mampu untuk menilai cara pencegahan penyakit tersebut dan mampu menerapkannya dalam tindakan bila dibutuhkan.
4.
Perubahan Perilaku a. Definisi Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan
kesehatan,
makanan,
dan
minuman
serta
lingkungan
(Notoatmodjo, 2007). b. Klasifikasi perilaku kesehatan Menurut Becker (1979 cit Notoatmodjo, 2007) perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga klasifikasi yaitu:
l
1) Perilaku hidup sehat Adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara lain makan dengan menu seimbang, olah raga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, istirahat yang cukup, mengendalikan stress dan perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan.
2) Perilaku sakit Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit,persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya. 3) Perilaku peran sakit Perilaku ini meliputi tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengenal/mengetahuifasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan penyakit yang layak, dan mengetahui hak (hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit (misalnya memberitahukan penyakitnya
li
kepada orang lain terutama kepada dokter atau petugas kesehatan dan tidak menularkan penyakitnya) 4) Factor-faktor yang mempengaruhi perilaku sehat Menurut Green (1980) cit Notoatmodjo (2007) perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: a) Faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masayarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang di anut masyarakat, tingkat pendidikan, tingakat social ekonomi dan sebagainya.
b) Faktor pemungkin (enambling factors) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuamngan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan Praktik swasta dan sebagainya. c) Faktor penguat (reinforcing factors)
lii
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (Toma) Tokoh agama (Toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan. 5.
Sikap a.
Definisi Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2007) sedangkan menurut Newoomb seorang ahli psikologi social cit Notoatmodjo (2007) sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbukak atau tingkah laku yang terbuka, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan obyek. Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau obyek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek (masalah kesehatan termasuk penyakit) proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau obyek kesehatan tersebut. Karena itu indikator untuk sikap kesehatan juga harus sejalan dengan pengetahuan kesehatan. Indikator untuk sikap kesehatan harus sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yaitu: a. Sikap terhadap sakit dan penyakit
liii
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit, dan sebagainya. b.
Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara berperilaku hidup sehat.
c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Green (1991) berpendapat bahwa pengetahuan dan sikap dapat ditingkatkan melalui pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan (Dameria, 2006).
b.
Komponen pokok sikap Menurut Allport (1958) cit Notoatmodjo (2007) sikap mempunyai 3
komponen pokokyaitu: 1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek 3) Kecenderungan untuk bertindak liv
c.
Pengukuran sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) sikap dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek, sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.
6. Menopause a. Definisi Menopause Definisi menopause menurut WHO (dalam Primana, 2003) keadaan seorang wanita berhenti menstruasi secara permanent, akibat berhentinya aktifitas ovarium menghasilkan estrogen. Batasan usia wanita menopause bervariasi antara 45-55 tahun, dengan usia rata-rata 51 tahun (Hanafiah, 2001). Usia wanita menopause dikategorikan dalam kelompok usia madya atau setengah baya (middle age), yang berada antara 40-60 tahun (Hurlock, 2000). Selanjutnya Martowijaya (1999) menyebutkan menopause adalah berhentinya menstruaasi dan akan terjadi padasetiap wanita. Menurut Darmasetiawan (2001) menopause adalah bila menstruasi sudah berhenti sama sekali selama 1-2 tahun dan saat perdarahan uterus berakhir. Masa perjalanan antara usia 40-65 tahun dan dikenal sebagai masa klimakterium, seperti pada gambar 1 berikut ini.
lv
Pasca menopause
Prasenium
Senium
Pramenopaus e Klimakterium 13 tahun 6-7 tahun
6 tahun 40
49
52
65
Gambar 1: Kronologi Masa Klimakterium Wanita Klimakterium bukan suatu keadaan patologik merupakan masa peralihan yang normal antara masa reproduksi dan masa menopause, berlangsung mulai kira-kira 6 tahun sebelum menopause yang disebut premenopause, dan 6-7 tahun sesudah menopause disebut pasca menopause atau prasenium. Klimakterium juga disebutkan oleh Baziad, dkk (2003) bahwa masa yang bermula dari akhir masareproduksi, sampai awal masa senium, yaitu antara 45-55 tahun. Bila terjadi di bawah 49 tahun disebut klimakterium prekoks. Menopause adalah keadaan tidak menstruasi lagi dengan diagnosa setelah terdapat amenorhoe sekurang-kurangnya satu tahun, diawali dengan siklus menstruasi yang lebih panjang dan perdarahan yang berkurang (Priwirohardjo, 2001). Pramenopause adalah masa sebelum menopause, ditandai dengan timbulnya keluhan klimakterium dan menstruasi tidak teratur (Darmasetiawan, 2001). Senium adalah masa sesudah pasca menopause, pada saat ini estrogen mencapai nilai yang rendah, karena ovarium telah tua (Priwirohardjo, 2001). b.
Masa Senium atau Usia Lanjut
lvi
Masa pasca menopause akan menuju ke arah senium atau usia lanjut gejala vasomotoris seperti hot fluses dan berkeringat banyak perlahan akan hilang. Setelah menopause hingga senium terjadi atrofi alat-alat genital dan jaringan disekitarnya, dan meningkatnya proses katabolisme protein, sehi ngga banyak jaringan tubuh dipengaruhi seperti : tulang, otot,dan kulit. Karena itu wanita dengan usia lanjut memperlihatkan kulit yang lebih tipis dan keriput, otot melembek, perubahan tulang menuju osteoporosis. Masalah wanita usia lanjut atau geriatric adalah rangkaian dari masa klimakterium, yang memerlukan perhatian dalam kehidupan wanita (Priwirohardjo, 2002). c.
Patofisiologi Menopause Terjadinya menopause berhubungan erat dengan menstruasi. Menurut
Rachman (2001) menstruasi adalah perdarahan dari rahim yang keluar melalui vagina selama 5-7 hari, terjadi setiap 23-35 hari. Hormone yang merangsang menimbulkan menstruasi adalah Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH), hormone prolaktin dari otak dan estrogen serta progesterone
dari
sel
telur
yang
dalam
keseimbangannya
menyebabkan
endometrium (selaput lendir rahim) tumbuh. Bila sel telur tidak dibuahi terjadi pelepasan selaput lender disebut menstruasi. Menurut Priwirohardjo (2001) kelainan menstruasi pada premenopause dapat bersifat oligomenorea (siklus yang panjang), polimenorrea (siklus yang pendek), hipomenorea (darah sedikit), hipermenorea/menoragiia (darah yang banyak), metrorargia (perdarahan yang tidak normal diantara dua siklus).
lvii
Proses menjadi tua sudah dimulai umur 40 tahun, jumlah folikel pada ovarium waktu lahir ±750.000 buah, pada waktu menopause tinggal beberapa ribu buah. Pada klimakterium terdapat penurunan produksi estrogen dan kenaikan hormone gonadotropin, terjadi atropi alat genital, masa reproduksi berat ovarium 1012 g, pada wanita berumur 60 tahun jadi 4 g(Priwirohardjo, 2001). Menopause dapat terjadi secara alamiah atau akbat operasi pengangkatan uterus (histerektomi) dan penyinanran. Berhentinya menstruasi karena operasi histerektomi sebagai tindakan preventif terhadap terjadinya carcinoma ovarii. Menopause dini terjadi sebelum usia 44 tahun, karena factor herediter, gangguan gizi berat, penyakit menahun, penyakit yang merusak jaringan kedua ovarium. Menopause terlambat terjadi diatas usia 52 tahun, Karena factor konstitusionnal, fibromioma uteri, tumor ovarium (Priwirohardjo, 2001). d.
Tanda dan Gejala-Gejala Menopause Menurut Darmasetiawan (2001) gejala menopause dibagi sebagai berikut : 1) Gejala vasomotorik (gejala primer) adalah merupakan defisiensi estrogen disebabkan oleh ketidakseimbangan sentral otonom dari system vasomotor. Gejala antara lain gejolak panas, vertigo, hiperhidrosis dan parastesia. 2) Gejala konstitusional (sekunder) merupakan penurunan estrogen. Gejala ini meliputi perasaan mudah tersinggung, sakit kepala, migraine, berdebar, nyeri otot dan nyeri pinggang.
lviii
3) Gejala psikiastenik dan neurotic meliputi keadaan depresi, somatic, insomnia dan anxietas 4) Gejala lain yaitu gangguan haid, vaginitis, dispareunia, fluor albus, pruritus vulva dan gangguan libido. Sebelum seorang wanita mengalami menopause, telah terjadi perubahan anatomis pada ovarium berupa sclerosis vaskuler, pengurangan jumlah folikel primordial serta penurunan aktifitas sintesa hormone steroid. Penurunan hormone estrogen terjadi pada awal masa klimakterium dan makin menurun pada masa menopause dan mencapai kadar terendah pada pascamenopause (Darmasetiawan, 2001). e.
Hormon-hormon Reproduksi pada Wanita Setelah usia di atas 35 tahun, ovarium manusia mulai menurun dalam berat
dan besarnya. Perubahan folikel dan hormone steroid dari ovarium akan lebih menurun setelah menopause. Sindroma klimakterium wanita menopause erat hubungannya dengan hormone steroid seks wanita, yaitu estrogendan progesterone yang menurun dalam darah. Setelah menopause fungsi ovarium menurun sehiongga produksinya merosot dan estradiol 17 B yang dihasilkan menjadi sangat sedikit tidak lebih dari 20 ug perhari, dalam sirkulasi darah juga sangat rendah <150 p mol/L (Hutapea, 2003). f.
Hormon Estrogen Menurut Effendi (2001) ada tiga jenis estrogen yang ada dalam tubuh yaitu
estradiol, estrone, dan estriol. Fungsi utama estrogen menyebabkan proliferasi sel-
lix
sel dan pertumbuhan alat kelamin, memelihara system reproduksi dan menimbulkan tanda-tanda seks sekunder pada wanita. Estrogen mempengaruhi perkembangan tubuh wanita dengan penumpukan jaringan lemak, terutama dibuah dada, panggul, pantat, paha. Pertumbuhan rambutrambut terbatas pada mons pubis dan ketiak. Estrogen mempunyai efek terhadap indung telur yaitu bertambah beratnya indung telur. Pada rahim estrogen mempengaruhi perkembangan endometrium yaitu terjadi proliferasi dan hiperplasi pertumbuhan kelenjar. Pada leher rahim estrogen menyebabkan terbentuknya lender serviks yang tipis, cair dan jernih yang mudah ditembus oleh sel mani. Berkurangnya estrogen pada masa menopause, menyebabkan tulang-tulang mengalami osteoporosis karena berkurangnya retensi kalsium dan fosfat (Effendi, 2001). g.
Hormone progesteron Progesteron hormone kedua dari indung telur lebih spesifik untuk wanita.
Hormone ini dihasilkan oleh corpus luteum, dan pada wanita hamil dihasilkan oleh plasenta. Progesterone menyebabkan lender leher rahim sedikit kental dan keruh, serta banyak infiltrasi l;eukosit, juga menghambat motilitas telur dan mempengaruhi pengangkutan telur yang telah dibuahi (Effendi, 2001). Progesterone melindungi endometrium dari hyperplasia dan kanker. Progestin atau progesterone yang paling sering digunakan ialah yang mempunyai sifat-sifat androgenic, pengaruhnya terhadap metabolism lipid potensial (Agoestina, 2004).
lx
h. Hormone Androgen Indung telur menghasilkan tiga macam androgen, semuanya 19 karbon steroid yaitu androstenedion, testosterone, dehydroepiandrosteron (Effendi, 2001). i. Hormone prolactin adalah hormone yang berfungsi sebagai pembentukan air susu (Effendi, 2001) j. Tyroid stimulating hormone Hormone tyroid berpengaruh luas terhadap ossifikasi tulang rawan, gigi, pembentukan garis muka dan perbandingan bagiantubuh (Effendi, 2001). k. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian menopause Yatim (2001) mengatakan factor yang mempengaruhi wanita memasuki usia menopause adalah : 1) Umur waktu mendapat haid pertama, semakin dini haid pertama terjadi, semakin lambat menopause timbul dan sebaliknya 2) Kondisi kejiwaan dan pekerjaan 3) Penggunaan obat keluarga berencana akan menekan hormone di indung telur sehingga wanita yang menggunakan pil Kb dalam jangka waktu lama akan lambat mendapat menopause 4) Wanita yang merokok akan menggganggu produksi tulang, karena rokok bekerja dengan mengurangi produksi estrogen 5) Asupan gizi, wanita yang cukup kalori, protein mineral dan kalsium akan lambat memasuki usia menopause.
lxi
l.
Pemeliharaan kesehatan pada wanita menopause Penatalaksanaan masalah klimakterium membutuhkan pengelolaan melalui
suatu tim keahlian yang dapat bekerja sama secara terpadu, kerja sama antar disiplin keilmuan seperti kebidanan, bedah, penyakit dalam, ahli gizi, psikolog/psikiatri, radiologi, kedokteran nuklir, serta organisasi pengayom wanita perkumpulan penyantun kesejahteraan wanita (PPKW), sangat dibutuhkan untuk menyusun program kerja yang baik. Program pelayanan disajikan dalam bentuk kegiatan bersifat promootif, preventif, kuratif, rehabilitative (Darmasetiawan, 2001). a)
Program promotif Ditujukan kepada seluruh wanita usia klimakterium dalam bentuk penyuluhan
dengan materi fisiologis klimakterium dan proses geriatric.
Didalam kegiatan ini tercakup pula kegiatan penyuluhan gizi dan latihan jasmani, sehingga wanita menopause diharapkan terbiasa dengan pola kebiasan hidup yang menyokong masa tuanya (Darmasetiawan, 2001). b)
Program Preventif Ditujukan kepada wanita usia klimakterium yang tidak merasakan
keluhan, tetapi memiliki risiko tinggi untuk mengalami osteoporosis yaitu suku bangsa warna kulit putih, postur badan ramping kurus, mengalami menopause dini (menopause prekoks) atau tindakan bedah saluran tuba (ooforektomi bilateral) pada usia dini, kebiasaan diet rendah kalsium, tinggi alcohol, tinggi kafein, protein hewani yang berlebihan, tinggi fosfat, keturunan osteoporosis, perokok aktif, nulipara, gaya hidup dengan aktifitas
lxii
ringan (sedentary life), penyakit gangguan metabolism mineral, penyakit chusing, pengguna obat steroid jangka panjang (Darmasetiawan, 2001).
c)
Program Kuratif / Rehabilitatif Ditujukan pada wanita menopause, yang diberikan terapi substansi profilaksis. Pada wanita menopause dengan keluhan local seperti dispaurenia, priritus vulva dan vaginitis atropikans, dapat diberikan pengobatan topical estriol suksinat 0,1 (Darmasetiawan, 2001). Menurut Hanafiah (2004) bahwa terapi pengganti hormone (THP) atau hormone replacement therapy (HRT), dapat meningkatkan usia harapan hidup berkurangnya morbiditas klimakterium, meningkatkan kualitas hidup wanita menopause dan dapat menguarangi anggaran biaya pelayanan kesehatan. Selanjutnya Baziad dan Suryono (2000) mengatakan bahwa pemberian estrogen dapat mencegah hilangnya masa tulang, penyakit jantung koroner pada pascamenopause. Estrogen diberikan sebelum timbulnya keluhan atau terjadinya patah tulang, sebaiknya diberikan begitu seorang wanita memasuki menopause. Telah terbukti bahwa pemberian estrogen dapat mencegah patah tulang hingga 50% pada wanita yaqng terjadi menopause sebelum usia 40 tahun atau menopause prekok. Menurut
Sumosardjuno
(dalam
Endah,
2002)
penelitian
membuktikan bahwa olah raga teratur dapat mencegah tulang keropos dan
lxiii
tidak mudah patah. Olah raga ringan, jalan pagi. Aktifitas fisik yang cukup dan teratur akan merangsang terbentuknya hormone seks pada wanita (estrogen), yang berfungsi meningkatkan akumulasi kalsium tulang. Selanjutnya dikemukakan Setati (dalam Endah, 2002) bahwa untuk menyerap kalsium dengan baik dibutuhkan vitamin D. Kebutuhan vitamin D didapat melalui pancaran sinar matahari, makanan suplemen kalsium, makanan dan minuman lain yang kaya viatamin D seperti susu. Dikatakan olah Internasional Osteoporosis Foundation atau IOF (dalam Endah, 2002) bahwa untuk mendapatkan asupan kalsium, wanita menopause perlu mengkonsumsi susu dan produk bahan susu (dairy food) seperti keju, coklat, yougurt. Selain itu kalsium juga dapat diperolah melalui makanan seperti ikan yang dimakan beserta tulangnya, kacang-kacangan, sayuran hijau dan lain-lain. Pemeliharaan
kesehatan
menopause
juga
dikemukakan
oleh
Soerjodibroto (dalam Endah, 2002) bahwa pemberian kalsium susu atau suplemen kalsium akan lebih bermanfaat jika diberikan pada pagi hari, karena pada saat tersebut kadar vitamin D berada pada keadaan yang tertinggi, berbeda bila kalsium diberikan pada malam hari, pada saat itu penyerapan usus sangat rendah. Menurut Soegih (dalam Sarah, 2003) bahwa pentingnya intake gizi yang baik pada usia muda karena fungsi kalsium sangat penting untuk pembentukan tulang, maka perlu diperhatikan pembentukan peak bone mass
lxiv
pada golongan anak dan remaja serta usia lanjut, yaitu memberikan diet tinggi kalsium untuk mencegah problem tulang dikemudian hari, intake viatamin D, C, K, B6 sangat diperlukan. Pemeliharaan kesehatan wanita menopause dapat dilakukan dengan berbagai cara tradisional yaitu bila sakit perut, gatal-gatal di daerah kaki, gatal di daerah vagina, diatasi dengan air rebusan sirih (Suardiman dkk, 2003). Perawatan genitalia menurut Baziad dan Suryono (2000) adalah menjaga kebersihan badan dan mengganti celana dalam dua kali sehari. Pemeliharaan kesehatan yang dilakukan sebelum menopause yaitu dengan pemeriksaan ginekologik bila ada perdarahan pasca senggama, keputihan, rasa nyeri perut, perut membesar, bagian vagina turun, gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar, rasa panas dimuka (Yudomustopo, 2000). Perdarahan mungkin adanya tumor jinak maupun tumor ganas yang berasal dari vagina, serviks uterus, korpus uteri, saluarn telur maupun indung telur. Keputihan yang patologik seperti gatal dan berbau. Nyeri perut karena letak rahim, infeksi alat kandungan, mioma uteri, kista ovarii, pecahnya telur. Nyeri pinggamng bawah, gangguan miksi dan defekasi. Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium, cultur dari lender vagina dan vulva, pemerikasaan sitologi (pap test), tes schiller, koloskopi, biopsy, radiologi, ultrasonografi, pemeriklsaan hormone dengan radio immune assai (RIA), pemeriksaan berkala atau general check up (Yudomustopo, 2000).
lxv
Menurut Hasan (2006) untuk mengatasi gangguan psikologis pada menopause adalah dengan mempersipakan diri kea rah penyesuaian diri pribadi antara lain dengan menerima perubahan fisik tubuh, dapat mengakui bahwa tubuh tidak berfungsi wahar seperti dulu, membiasakan hidup sehat dan memiliki fisik yang sehat, kesanggupan menghadapi situasi dengan cara wajar, sense of humor yaitu kemampuan untuk menangkap makna yang lucu dari suatu kejadian. m. Penyakit-Penyakit yang Timbul Setelah Menopause a)
Osteoporosis Penyakit kerapuhan tulang merupakan penyebab patah tulang pada wanita menopause. Osteoporosis terjadi pengurangan masa tulang sehinga tulang lebih ringan, lebih rapuh, meskipun zat dan mineral pembentuk tulang di dalam darah masih dalam batas normal. Gejala osteoporosis adalah keluhan sakit punggung, terjadi patah tulang spontan, berkurangnya tinggi badan tiba-tiba, tubuh makin memendek atau membungkuk, patah tulang pangkal paha atau ruas tulang (Yatim, 2001). Menurut Simanjuntak (2001) osteoporosis dapat dicegah sejak usia anak-anak dengan cukup kalsium, pola hidup aktif (neurobik), hidup sehat, pola berfikir sehat, serta hidup serasi dan selaras.
b)
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Menurut Yatim (2001) penurunan fungsi hormone estrogen di indung
telur (ovarium) yang akan mengakibatkan penyakit pembuluh darah dengan berbagai akibatnya. Factor yang mendasari timbulnya kelainan pembuluh
lxvi
darah dan penyakit jantung koroner antara lain adalah pol;a hidu[ yang kurang sehat seperti merokok, minum alcohol, kebiasaan kerja sehari-hari yang terburu-buru disertai dengan ketegangan dan stress, kurang berolah raga, pola makan yang kurang sehat seperti tinggi kolesterol dan lemak yang berasal dari daging hewan.
c)
Penyakit Keganasan Perdarahan yang timbul setelah 6 bulan lebih memasuki masa
menopause perlu diperhatikan adanya tanda keganasan. Keadaan ini disebabkan sudah terjadinya penciutan selaput lender rahim (endometrium atrophi), adanya polip pada selaput lender rahim, terjadinya pertambahan jumlah sel dan jaringan ikat selaput lender rahim (endometrium hyperplasia). Penyakit keganasan dapat di diagnosa berdasarkan hasil pemeriksaan histopatology dari hasil kuretase selaput lender. Bila ternyata sudah terjadi hyperplasia endometrium dianjurkan untuk operasi pengangkatan selluruh rahim (Yatim, 2001). 7.
Penelitian Yang Relevan 1. Sapardiayah (2003) meneliti tentang pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan buku panduan di kepulauan Riau, dengan hasil bahwa pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan buku panduan
lxvii
dapat meningkatkan pengetahuan penduduk Desa Berangkit Kepulauan Riau tentang siklus hisdup malaria 5 tahun setelah intervensi. 2. Primana (2000) meneliti tentang status nutrisi pada wanita menopause dengan hasil rendahnya asupan kalsium/fosfor, serta rendahnya kadar serum kalsiun dapat meningkatkan risiko terjadi osteoporosis pada menopause. 3. Widjana (2000) meneliti tentang pendidikan kesehatan dengan metode ceramah, buku modul dapat meningkatkan pengetahuan kepala rumah tangga tentang taeniosis dan sistiserkosis. Hasil metode modul kurang efektif disbanding ceramah dalam meningkatkan pengetahuan. Perbedaan penelitian ini adalah penggunaan metode, sasaran, dan lokasi penelitian. Peneliti ingin mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode modul dan media visual untuk
meningkatkan
pengetahuan dan sikap wanita dalam memelihara kesehatan menghadapi menopause. Sasaran penelitian yaitu wanita premenopause. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Sumbermulyo. B.
Kerangka Berfikir
Pendidikan Kesehatan
Metode penyuluhan
lxviii
Media
Media
Modul
Visual
Perubahan Pengetahuan dan Sikap Wanita dalam menghadapai Menopause
Keterangan:
Yang diteliti
C.
Hipotesis
lxix
Ada Pengaruh Pendidikan kesehatan melalui modul dan media visual terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap wanita dalam memelihara kesehatan menghadapi menopause.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental dengan rancangan pretest dan posttest control group design yaitu melakukan pengukuran awal sebelum dan sesudah diberikan perlakuan, dengan demikian rancangan ini akan didapatkan hasil apakah suatu perlakuan mempunyai pengaruh terhadap perlakuan dan kelompok kontrol. Rancangan selengkapnya digambarkan sebagai berikut: Kelompok eksperimen
: 01 X 02
Kelompok control
: 03
04
Keterangan: 01 : observasi awal untuk mengetahui pengetahuan dan sikap pada kelompok perlakuan 02 : observasi akhir untuk mengetahui pengetahuan dan sikap pada kelompok perlakuan setelah dilakukan perlakuan
lxx
03 : observasi awal untuk mengetahui pengetahuan dan perilaku pada kelompok control 04 : observasi akhir untuk mengetahui pengetahuan dan sikap pada kelompokkontrol setelah dilakukakn perlakuan. B. Subyek Penelitian Populasi sumber adalah seluruh wanitapremenopause binaan UPTD Puskesmas Bambanglipuro Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten Bantul sebanyak 10 Dusun. Dengan teknik pencuplikan Purposive Sampling ditentukan subyek penelitian adalah seluruh anggota PKK Desa Sorok dan Bondalem yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dengan teknik Purposive Sampling ditentukan populasi studi adalah seluruh wanita premenopause dusun Sorok dan Bondalem serta dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi menjadi sampel penelitian. Kriteria inklusi adalah sebagai berikut: 1. Wanita yang aktif dan ikut arisan PKK di desa Sorok dan Bondalem 2. Umur antara 36-45 tahun 3. Pendidikan minimal SMP dan maksimal SMA 4. Masih memiliki suami dan tinggal satu rumah 5. Sehat jasmani dan rohani 6. Bersedia ikut dalam penelitian Kriteria eksklusi adalah subyek yang menderita sakit berat dan mental serta tidak bersedia menjadi mengikuti proses penelitian dari tahap awal sampai akhir.
lxxi
Subyek
penelitian
ditentukan
menggunakan
rumus
besar
sampel(Lameshow,dkk.,1997). n= Pengelompokan subyek penelitian ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara randomized block, yaitu setiap lokasi penelitian (dusun) secara random sederhana dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang akan diberi perlakuan oleh petugas yang sama. Alasan pengambilan subyek atau responden penelitian di desa Sorok dan desa Bondalem adalah alas an praktis dan waktu : (1) mengumpulkan responden dapat dilakukan lebih mudah karena jarak kedua desa dekat (2) Karakteristik masyarakat kedua desa relatif sama (3) Waktu penelitian memungkinkan untuk intervensi melalui modul dan media visual. C. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Dusun Sorok dan Dusun Bondalem yang merupakan wilayah kerja UPTD Puskesmas Bambanglipuro. Penentuan lokasi penelitian di Dusun Sorok dan Dusun Bondalem dengan alasan kedua dusun tersebut menjadi lokasi pengembangan desa siaga dan desa sehat. D. Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah:
lxxii
1. Variabel bebas (independent) : metode pendidikan kesehatan tentang menopause yaitu dengan metode ceramah dengan modul dan media visual. 2. Variabel terikat (independent) : pengetahuan dan sikap wanita dalam memelihara kesehatan menghadapi menopause 3. Variabel terkendali : umur, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan A. Definisi Operasional 1. Pendidikan kesehatan adalah suatu cara atau teknik penyampaian pesan kepada masyarakat, yaitu dengan pemberian penyuluhan kepada wanita usia 36-45 tahun untuk menciptakan perilaku yang kondusif bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2007). 2. Metode ceramah adalah cara menerangkan dan menjelaskan suatu idea tau pesan secara lisan dalam memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap wanita mengahadapi menopause 3. Modul/materi adalah topic atau pesan kesehatan yang disampaikan oleh fasilitator tentang materi menopause dengan menggunakan lembaran buku 4. Tingkat pengetahuan wanita adalah kemampuan wanita dalam menjawab setiap pernyataan berdasarkan angket pernyataan tentang menopause yang dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan dengan 2 pilihan yaitu benar dan salah. Skala yang digunakan skala ordinal. 5. Sikap wanita adalah penilaian seseorang terhadap stimulus atau objek, dalam hal ini adalah masalah kesehatan wanita dalam menghadapi menopause yang diukur melalui hasil jawaban tes tentang sikap lxxiii
(Notoatmodjo, 2007). Sikap wanita tentang menopause dinilali dengan alat ukur kuesioner menghasilakn skor sikap sebagai skala ordinal. 6. Petugas kesehatan atau fasilitator adalah petugas kesehatan yang menyampaikan materi pendidikan kesehatan (penyuluhan). Petugas yang dimaksud terdiri dari seorang dokter, seorang bidan dan perawat puskesmas Bambanglipuro yang akan diberi pelatihan mengenai kedua metode pendidikan kesehatan yang akan digunakan dalam penelitian ini. 7. Umur adalah jumlah tahun yang telah dilewati oleh responden sejak lahir sampai tanggal pelaksanaan tahap persiapan pelaksanaan penelitian. 8. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang telah dicapai oleh responden sampai yang dibuktikan dengan tanda kelulusan yang dimiliki. Dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tamat SLTP atau sederajat dan tamat SLTA atau sederajat, menghasilkan skala kategorikal (nominal). 9. Pekerjaan adalah jenis kegiatan atau pekerjaan sehari-hari wanita, baik sebagai sumber penghasilan keluarga atau sumber mata pencaharian. Dalam penelitian ini pekerjaan wanita dikelompokkan menjadi bekerja dan tidak bekerja, menghasilkan skala kategorikal (nominal). 10. Penghasilan adalah pendapatan rata-rata yang diperoleh keluarga setiap bulan. Dal;am penelitian ini pendapatan keluarga dinilai dengan jumlah uang rata-rata yang diperoleh dari keluarga tersebut menghasilkan skala kontinyu ( ordinal). B. Instrumen penelitian
lxxiv
Instrumen
penelitian
menggunakan
data
penduduk
Desa
Sumbermulyo untuk mengetahui populasi penelitian serta menentukan subjek penelitian yang akan diberikan pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dengan modul dan audio visual, serta kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan sikap wanita tentang menopause. Kuesioner tersebut terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas kuesioner dilakukan dengan mencobakan kuesioner tersebut pada sekelompok responden (30 orang) selanjutnya kita menghitung korelasi antara skor masing-masing pertanyan dengan skor total. Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi product moment. Untuk mengetahui nilai korelasi tiap pertanyaan itu signifikan, maka dilihat pada table nilai product moment di dalam buku statistic. Untuk menguji reliabilitas alat ukur kuesioner dilakukan pengukuran konsistensi internal dengan teknik Alpha Cronbach. Jika butir alphha dan r alpha > r tabel maka butir tersebut reliabel Jika butir alpha negative dan r alpha < r tabel maka butir tersebut tidak reliabel C. Jalannya penelitian Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu: 1. Tahap Penelitian Pendahuluan Tahap ini di awali dengan survey pendahuluan di 10 dusun di wilayah desa Sumbermulyo. Lokasi penelitian di tentukan di dusun Sorok dan
lxxv
Bondalem dengan jumlah penduduk relatif besar. Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan pengumpulan data wanita yang tinggal di daerah tersebut. Data wanita berupa nama, umur, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan. Kegiatan dilaksanakan selama 1 minggu pada bulan Desember 2009. Hasil survey memperoleh di dusun Sorok diperoleh 103 ibu, berusia 36-45 tahun 68 orang. Kelompok usia tersebut yang aktif mengikuti kegiatan PKK yang berpendidikan SMP atau sederajat sejumlah 13 orang dan berpendidikan SMA atau sederajat sejumlah 27 orang. Hasil survey di dusun Bondalem diperoleh 98 ibu, berusia 36-45 tahun 63 orang. Kelompok usia tersebut yang aktif mengikuti kegiatan PKK yang berpendidikan SMP atau sederajat sejumlah 18 orang dan berpendidikan SMA atau sederajat sejumlah 22 orang. Jadi jumlah subjek penelitian yang memenuhi criteria inklusi sejumlah 80 orang. Selanjutnya hasil survey pendahuluan digunakan sebagai pedoman awal untuk menentukan subjek penelitian sesuai criteria eksklusi yang ditetapkan peneliti. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Tahap Pelaksanaan penelitian meliputi beberapa tahap yaitu: a. Tahap persiapan Dimulai dengan persiapan alat dan instrumen penelitian, persiapan petugas pelaksana, persiapan perijinan dan persiapan tempat.
lxxvi
- Persiapan perijinan dilaksanakan selama seminggu pertama dan kedua. - Persiapan alat dan instrumen penelitian meliputi kuesioner untuk dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas serta persiapan materi dan alat peraga pendidikan kesehatan. Pelaksanaan pada minggu pertama dan kedua. - Persiapan petugas pelaksana penelitian dilkaukan pelatihan tentang pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dengan modul dan audio visual selama 1 minggu pada minggu kedua. - Persiapan
tempat
dilakukan
pada
minggu
kedua
yaitu
berkoordinasi dengan ketua PKK yang menentukan tempat pertemuan.
b.
Tahap pelaksanaan - Tahap pelaksanaan dimulai dengan mengumpulkan seluruh populasi penelitian yang memenuhi ciri-ciri subjek penelitian. Dilanjutkan dengan memberikan penjelasan mengenai tahapan penelitian yang akan dilaksanakan serta tujuan penelitian. Pada tahapan ini ditanyakan kepada responden tentang kesediaan mengikuti kegiatan penelitian sampai selesai. - Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan pretest (pengetahuan dan sikap) bagi responden kedua kelompok.
lxxvii
- Setelah selesai pretest untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di agendaka pertemuan pada minggu berikutnya untuk diberikan perlakuan berupa ceramah dengan modul untuk kelompok eksperimen dan ceramah dengan audio visual untuk kelompok kontrol. Petugas pelaksana terdiri dari 2 tim yang dibagi masing-masing desa dikerjakan oleh tim yang sama. Kegiatan diakhiri dengan penjelasan bahwa 4 minggu kemudian responden dimohon untuk dapat hadir pada pertemuan untuk mengikuti tahap akhir penelitian. - Postest pengetahuan dan sikap wanita tentang menopause dilaksanakan 4 minggu setelah pemberian ceramah dengan modul dan audio visual. - Petugas kesehatan pelaksana penelitian telah dilatih akan melaksanakan jalannya penelitian, baik ceramah maupun mendampingi responden dalam pengisian kuesioner. - Keseluruhan pelaksanaan penelitian pada tahap ini direncanakan selama 6 minggu. c.
Tahap pengumpulan data Pengumpulan data meliputi karakteristik subjek penelitian (wanita) dan karakteristik keluarga. Hasil pretest maupun postest dilaksanakan bersamaan dengan tahap persiapan dan pelaksanaan penelitian.
D. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan data
lxxviii
Alat pengolah data dan penyiapan dokumentasi adalah komputer dengan program SPSS for Windows, mS Excell dan MS Word (Wicaksono, 2006). Pengolahan data dilakukan dengan cara: a. Peneliti menyusun pedoman koding yang menggunakan skor kuesioner sebagai panduan dalam menbuat kode terhadap data yang ada di dalam kuesioner. b. Setelah diberi kode data dimasukkan kedalam komputer. c. Bila menjumpai data yang meragukan: - Dicocokkan dengan data di dalam komputer. - Bila masih meragukan peneliti, kuesioner dikembalikan kepada pewawancara untuk ditanyakan kepada responden. - Bila masih meragukan peneliti menanyakan langsung kepada responden. 2. Deskripsi variabel penelitian Distribusi variabel penelitian dilakukan dengan menyajikan distribusi dan frekuensi dari variabel-variabel penelitian yang akan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. 3. Analisa data Analisa data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan deskriptif, yang sebelumnya dilakukan uji komparabilitas atas karakteristik kedua kelompok,
sehingga
diketahui
kesetaraan
kelompok
untuk
layak
dibandingkan. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan, sikap
lxxix
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada kedua kelompok menggunakan uji statistik t-test. Menurut Arikunto (2006) uji ini dapat membandingkan dua kelompok perlakuan, analisis hasil dilakukan dengan keputusan pengujian hipotesisi yang didasarkan pada taraf signifikansi p=0,05.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten Bantul dipilih 2 Dusun yang merupakan wilayah kerja UPTD Puskesmas Bambanglipuro II yaitu Dusun Sorok
dan Dusun Bondalem. Kedua lokasi penelitian memiliki
karakteristik lingkungan hampir sama yaitu terletak di pinggir daerah aliran Sungai Winongo dengan alasan jumlah penduduk kedua dusun banyak yang berkunjung di Puskesmas Bambanglipuro dengan keluhan haid dan rata-rata usia 36 – 45 tahun. Subjek penelitian adalah ibu-ibu anggota PKK yang berumur 36-45 tahun dengan jumlah responden yang memenuhi kriteria sebanyak 80 orang. Subyek penelitian ini dibagi dua kelompok perlakuan yaitu ceramah dengan modul dan kelompok kontrol yaitu ceramah dengan media visual. Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.
lxxx
B. Uji Validitas dan Reliabilitas Pendidikan kesehatan bertujuan mengubah perilaku yang belum sehat menjadi perilaku sehat, yang artinya perilaku yang berdasarkan pada prinsip-prinsip sehat atau kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah penerapan ilmu perilaku untuk memperbaiki proses perubahan dan pemecahan masalah kesehatan. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Untuk menilai pengetahuan dan
sikap wanita dalam menghadapi
menopause dipergunakan alat ukur berupa kuesioner yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Menurut Murti (2003) bahwa validitas merupakan pernyataan tentang sejauh mana alat ukur mengukur apa yang sesungguhnya diukur. Jika instrumen mengukur dengan benar apa yang ingin diukur, maka instrumen tersebut dikatakan valid. Terdapat empat jenis validitas pengukuran yaitu: validitas muka, validitas isi, validitas kriteria dan validitas konstruk. Validitas kuesioner penelitian dinilai dengan validitas muka (face validity) dan validitas isi (content validity). Penilaian validitas muka dan validitas isi dilakukan berdasarkan kajian atas kuesioner oleh seorang pakar. Untuk kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah dikonsultasikan dan dikaji oleh seorang pakar gerontik.
lxxxi
Murti (2003) juga menguraikan bahwa reliabilitas pengukuran ditentukan oleh homogenitas cara pengukuran di dalam alat ukur itu sendiri, dan konsistensi pengukuran ketika diterapkan di berbagai situasi. Penilaian reliabilitas harus menyentuh dua aspek yaitu: aspek konsistensi internal dan aspek stabilitas. Penilaian reliabilitas kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan mengukur aspek konsistensi internal (korelasi item total dan reliabilitas belah paroh dengan metode Alpha Cronbach) serta aspek stabilitas (pendekatan Test-Retest Reliability). a. Kuesioner untuk menilai pengetahuan wanita tentang menopause Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu
melalui
pancaindra
manusia
(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan wanita tentang menopause adalah pengetahuan yang diharapkan dapat mencegah dan mengatasi terjadinya menopause pada wanita premenopause. Pengetahuan dimaksud meliputi pengetahuan tentang pengertian, gejala dan tanda-tanda menopause, akibat penyakit, cara pencegahannya, cara pemeliharaan kesehatan serta cara hidup sehat, meliputi jenis-jenis makanan yang bergizi dan manfaat makanan yang bergizi untuk mencegah dan mengatasi menopause dini. Kuesioner pengetahuan terdiri dari 38 item pertanyaan untuk menilai pengetahuan wanita tentang menopause. Penilaian reliabilitas alat ukur kuesioner pengetahuan dilakukan dengan pendekatan Test-Retest Reliability ). Hasil uji konsistensi internal alat ukur kuesioner sikap ditampilkan pada tabel 4.1.
lxxxii
Tabel 4.1: Hasil Uji Konsistensi Internal item pertanyaan kuesioner pengetahuan tentang menopause
No
Item Pertanyaan
Korelasi Item Total
Alpha Cronbach 0.88
1
Item Pengetahuan1
0.45
2
Item Pengetahuan2
0.47
3
Item Pengetahuan3
0.41
4
Item Pengetahuan4
0.50
5
Item Pengetahuan5
0.57
6
Item Pengetahuan6
0.46
7
Item Pengetahuan7
0.40
8
Item Pengetahuan9
0.54
9
Item Pengetahuan10
0.45
10
Item Pengetahuan11
0.59
11
Item Pengetahuan12
0.42
12
Item Pengetahuan13
0.49
13
Item Pengetahuan15
0.58
14
Item Pengetahuan16
0.46
15
Item Pengetahuan18
0.44
lxxxiii
16
Item Pengetahuan19
0.40
17
Item Pengetahuan20
0.48
18
Item Pengetahuan22
0.40
19
Item Pengetahuan24
0.60
20
Item Pengetahuan25
0.53
21
Item Pengetahuan27
0.55
22
Item Pengetahuan28
0.42
23
Item Pengetahuan29
0.53
24
Item Pengetahuan30
0.42
25
Item Pengetahuan31
0.53
26
Item Pengetahuan32
0.42
27
Item Pengetahuan33
0.49
28
Item Pengetahuan35
0.40
29
Item pengetahuan37
0.56
30
Item Pengetahuan38
0.58
Hasil uji konsistensi internal kuesioner sikap pada awalnya terdiri dari 38 item pertanyaan menghasilkan 30 item pertanyaan yang memenuhi syarat (korelasi item total > 0.2 dan Alpha Cronbach > 0.6).
b. Kuesioner untuk menilai sikap wanita tentang menopause
lxxxiv
Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek, dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit (Notoatmodjo, 2003). Sikap wanita dalam menghadapi menopause adalah sikap wanita yang diharapkan dapat mencegah dan mengatasi terjadinya menopause dini pada wanita pre menopause. Sikap dimaksud meliputi sikap terhadap pengertian, gejala dan tanda-tanda penyakit, akibat penyakit, cara pencegahannya, cara pemeliharaan kesehatan serta cara hidup sehat, meliputi jenis-jenis makanan yang bergizi dan manfaat makanan yang bergizi untuk mencegah dan mengatasi premenopause. Kuesioner sikap terdiri dari 25 item pertanyaan untuk menilai sikap wanita dalam menghadapi menopause. Penilaian reliabilitas kuesioner sikap dilakukan dengan mengukur aspek konsistensi internal (korelasi item total dan reliabilitas belah paroh dengan metode Alpha Cronbach) serta aspek stabilitas (pendekatan Test-Retest Reliability). Hasil uji konsistensi internal alat ukur kuesioner sikap ditampilkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2: Hasil Uji Konsistensi Internal item pertanyaan kuesioner sikap tentang menopause
lxxxv
No
Item Pertanyaan
Korelasi Item Total
Alpha Cronbach 0.78
1
Item Sikap1
0.64
2
Item Sikap3
0.52
3
Item Sikap4
0.52
4
Item Sikap5
0.49
5
Item Sikap6
0.41
6
Item Sikap7
0.59
7
Item Sikap8
0.66
8
Item Sikap9
0.53
9
Item Sikap10
0.56
10
Item Sikap11
0.45
11
Item Sikap13
0.47
12
Item Sikap14
0.59
13
Item Sikap15
0.64
14
Item Sikap16
0.45
15
Item Sikap17
0.51
16
Item Sikap18
0.42
17
Item Sikap19
0.48
18
Item Sikap20
0.43
19
Item Sikap24
0.48
20
Item Sikap25
0.46
lxxxvi
Hasil uji konsistensi internal kuesioner sikap pada awalnya terdiri dari 25 item pertanyaan menghasilkan 20 item pertanyaan yang memenuhi syarat (korelasi item total > 0.2 dan Alpha Cronbach > 0.6).
C. Karakteristik Subjek Penelitian Responden pada penelitian ini adalah wanita premenopause terpilih yang mempunyai kriteria: pendidikan SMP atau SMA dan sederajat, umur 36 – 45 tahun, berdomisili di Dusun Sorok dan Bondalem, masih memiliki suami yang sah dan tinggal satu rumah, tidak menderita sakit berat dan bersedia mengikuti proses penelitian dari tahap awal sampai selesai. Responden yang memenuhi kriteria sebanyak 80 orang, selanjutnya dengan teknik pengundian dikelompokkan menjadi kelompok eksperimen sebanyak 40 orang responden dan kelompok pembanding sebanyak 40 orang. a. Deskripsi karakteristik responden (data kontinu) ditampilkan pada Tabel 4.6. Tabel 4.3: Deskriptif karakteristik responden (data kontinu)
Variabel
Umur (tahun)
Kelompok Eksperimen
Kelompok Pembanding
n
Mean
SD
n
Mean
SD
40
40.47
2.68
40
40.10
2.16
t
p
0.68
0.49 6
Jumlah anggota keluarga (orang)
40
4.65
lxxxvii
1.03
40
4.20
1.06
1.922
0.58
Jumlah anak (orang)
40
2.31
0.97
40
2.08
0.81
-1.271
0.20 7
Pendapatan keluarga (Rp)
40
47188 5
25414 4
40
65215 5
49353 8
-2.054
0.44
Belanja makan keluarga (Rp)
40
95375
4613
40
10625 4
4849
-1.101
0.27
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dideskripsikan bahwa: Dari 40 responden kelompok eksperimen memiliki rata-rata umur sebesar 40.47 tahun, rata-rata jumlah anggota keluarga 4.65 orang, rata-rata jumlah anak 2.31, rata-rata pendapatan keluarga Rp.471,885,- dan rata-rata belanja makan keluarga Rp. 9,375,-. Dari 40 responden kelompok pembanding memiliki rata-rata umur sebesar 40.10 tahun, rata-rata jumlah anggota keluarga 4.20 orang, rata-rata jumlah anak 2.08, rata-rata pendapatan keluarga Rp.652,155,- dan rata-rata belanja makan keluarga Rp. 10,625,-. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara kelompok eksperimen dengan kelompok pembanding terhadap variabel umur responden (t=0.68; p=0.49), jumlah anggota keluarga (t=1.922; p=0.58), jumlah anak (t=-1.271; p=0.207), pendapatan keluarga (t=-2.054; p=0.44) dan belanja makan keluarga (t=1.101; p=0.274).
lxxxviii
4
Gambar 4.1: Perbedaan rerata umur responden, jumlah anggota keluarga, jumlah anak, pendapatan keluarga dan belanja makan menurut status perlakuan (p>0.05)
b. Deskripsi karakteristik responden (data kategorikal) ditampilkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4: Deskriptif karakteristik responden (data kategorikal)
Variabel
Kelompok Eksperimen N
Pendidikan responden
n
%
Kelompok Pembanding n
X2
P
0.000
0.000
0.001
0.001
%
39
28
35
11
13.8
41
12
15
29
36.2
- SLTP - SLTA Pekerjaan responden
lxxxix
- Tidak bekerja
33
9
11.2
24
30
- Bekerja
47
31
38.8
16
20
Domisili responden
0.000
- Sorok
40
20
25
20
25
- Bondalem
40
20
25
20
25
0.000
Berdasarkan Tabel 4.4. dapat dideskripsikan bahwa: Responden dengan pendidikan SLTP atau sederajat pada kelompok eksperimen sebanyak 35 persen, sedangkan pada kelompok pembanding sebanyak 13.8 persen. Responden dengan pendidikan SLTA atau sederajat pada kelompok eksperimen sebanyak 15 persen, sedangkan pada Kelompok Pembanding sebanyak 36.2 persen. Dari data tersebut terlihat karakteristik responden menurut pendidikannya lebih banyak SLTA atau sederajat sebanyak 41 responden (51.2%).
xc
Gambar 4.2: Perbedaan pendidikan responden menurut status perlakuan (X2= 0.000; p= 0.000)
Responden yang tidak bekerja pada kelompok eksperimen sebanyak 11.2 persen, sedangkan pada kelompok pembanding sebanyak 30 persen. Responden yang bekerja pada kelompok eksperimen sebanyak 38.8 persen, sedangkan pada kelompok pembanding sebanyak 20 persen.
xci
Gambar 4.3: Perbedaan pekerjaan responden menurut status perlakuan (X2= 0.001; p= 0.001)
Responden yang berdomisili di Dusun Sorok pada kelompok eksperimen sebanyak 50 persen. Responden yang berdomisili di Dusun Bondalem pada kelompok pembanding sebanyak 50 persen.
xcii
Gambar 4.4: Perbedaan domisili responden menurut status perlakuan (X2= 0.000; p= 0.000)
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara kelompok eksperimen dengan kelompok pembanding terhadap variabel pendidikan responden (X2=0.000; p=0.000), status pekerjaan responden (X2=0.001; p=0.001) dan domisili responden (X2=0.000; p=0.000).
c. Keadaan Subjek Penelitian Sebelum Perlakuan Hasil pengukuran keadaan subjek penelitian sebelum perlakuan terhadap pengetahuan dan sikap wanita dalam menghadapi menopause ditampilkan pada tabel 4.8. Tabel 4.5: Hasil pengukuran tingkat pengetahuan dan sikap wanita dalam menghadapi menopause sebelum perlakuan
xciii
Kelompok Eksperimen No
1
Kelompok Pembanding
Variabel
Pengetahua
n
Mean
SD
n
Mean
SD
40
20.50
2.59
40
20.10
2.72
t
p
-3.105
0.00
n 2
4
Sikap
40
32.60
4.89
40
33.10
3.28
-3.105
0.00 4
Tabel 4.5 diperoleh hasil pengukuran nilai rerata tingkat pengetahuan responden tentang menopause pada kelompok eksperimen sebesar 20,58 ± 2,50 dan pada kelompok pembanding sebesar 20,29 ± 2,77. Hasil uji statistik tingkat pengetahuan responden sebelum perlakuan pada kedua kelompok menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna (p=0,580; p>0,05). Nilai rerata sikap responden tentang menopause sebelum perlakuan pada kelompok eksperimen sebesar 32,85 ± 4,76 dan pada Kelompok Pembanding sebesar 31,82 ± 3,98. Hasil uji statistik sikap responden sebelum perlakuan pada kedua kelompok menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna (p=0,247; p>0,05).
D. Hasil Analisis Pendidikan Kesehatan dengan Modul dan Media Visual terhadap Pengetahuan dan Sikap Subjek Penelitian tentang menopause xciv
a. Analisis Pengetahuan dan Sikap wanita dalam menghadapi menopause Sebelum dan Sesudah Perlakuan
a.1. Pengetahuan Subjek Penelitian Sebelum dan Sesudah Perlakuan Hasil analisis statistik tingkat pengetahuan subjek penelitian sebelum dan sesudah perlakuan ditunjukkan tabel 4.6.
Tabel 4.6: Perbandingan skor pengetahuan subjek penelitian pada kedua kelompok sebelum dan sesudah pemberian perlakuan
Sebelum No
Sesudah Perlakuan
Perubahan
t
p
Perlakuan
Kelompok n
Mea
SD
N
Mean
SD
Mean
2.59
40
23.73
2.84
3.38
2.614
0.011
2.72
40
21.58
2.34
1.48
2.614
0.011
n 1
Eksperime
40
n 2
20.5 0
Kontrol
40
20.1 0
Tabel 4.6 menunjukkan rerata skor pengetahuan kedua kelompok antara sebelum dan sesudah perlakuan mengalami peningkatan, pada kelompok eksperimen (dengan modul) meningkat sebesar 3,38 dan kelompok pembanding
xcv
(dengan media visual) meningkat sebesar 1,48. Hasil analisis statistik perbedaan dua rerata (paired t-test) menunjukkan perbedaan yang bermakna peningkatan pengetahuan wanita tentang menopause antara sebelum dan sesudah perlakuan, baik pada kelompok eksperimen (p=0,011; p<0,05) maupun kelompok pembanding (p=0,011; p<0,05). a.2. Sikap Subjek Penelitian Sebelum dan Sesudah Perlakuan Hasil analisis statistik sikap subjek penelitian sebelum dan sesudah perlakuan ditunjukkan tabel 4.7.
Tabel 4.7: Perbandingan skor sikap subjek penelitian pada kedua kelompok sebelum dan sesudah pemberian perlakuan
Sebelum No
Sesudah Perlakuan
Perubahan
t
p
Perlakuan
Kelompok n
Mea
SD
N
Mean
SD
Mean
4.89
40
35.98
3.95
3.38
2.398
0.019
3.38
40
33.10
3.28
1.55
2.398
0.019
n 1
Eksperime
40
n 2
32.6 0
Kontrol
40
31.5 5
Tabel 4.7 menunjukkan rerata skor sikap kedua kelompok antara sebelum dan sesudah perlakuan mengalami peningkatan, pada kelompok eksperimen xcvi
meningkat sebesar 3,44 dan pada kelompok pembanding meningkat sebesar 1,63. Hasil analisis statistik perbedaan dua rerata (paired t-test) menunjukkan perbedaan yang bermakna peningkatan sikap wanita dalam menghadapi menopause antara sebelum dan sesudah perlakuan, baik pada kelompok eksperimen (p=0,000; p<0,05) maupun kelompok pembanding (p=0,016; p<0,05).
b.
Perbedaan Pendidikan Kesehatan dengan modul dan Media Visual terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Subjek Penelitian dalam menghadapi menopause Hasil analisis statistik perbedaan pendidikan kesehatan dengan modul dan
audio visual terhadap perubahan pengetahuan dan sikap subjek penelitian tentang menopause ditunjukkan tabel 4.8.
Tabel 4.8: Perbedaan pendidikan kesehatan dengan modul dan media visual terhadap perubahan pengetahuan dan sikap subjek penelitian tentang menopause
Kelompok Eksperimen
Kelompok Pembanding
xcvii
No
Variabel
N
Mean
SD
N
Mean
SD
t
p
1
Pengetahua
40
3.23
2.98
40
1.48
3.00
-3.285
0.01
n 2
1
Sikap
40
3.38
3.44
40
1.55
3.37
-2.352
0.01 9
Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji t-test perubahan pengetahuan responden (mean diff=1.75; t=-3.285; p=0.011) antara kelompok eksperimen dengan kelompok pembanding. Hasil tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna (p<0.05) perubahan pengetahuan (p=0.011) wanita tentang menopause antara metode pendidikan kesehatan dengan modul dan media visual. Metode pendidikan kesehatan dengan modul lebih baik dalam meningkatkan pengetahuan wanita tentang menopause dibandingkan metode pendidikan kesehatan dengan media visual. Tabel 4.8. menunjukkan hasil uji t-test sikap responden (mean diff= -1.83; t=-2.352; p=0.019) antara kelompok eksperimen dengan kelompok pembanding. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna perubahan sikap wanita dalam menghadapi menopause antara metode pendidikan kesehatan dengan modul dan media visual (p<0.05). Metode pendidikan kesehatan
xcviii
dengan modul lebih baik dalam meningkatkan sikap wanita dalam menghadapi menopause dibandingkan metode pendidikan kesehatan dengan media visual.
E. Pembahasan 1. Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik subjek penelitian yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jumlah anak, lingkungan sosial (domisili) merupakan variabel perancu yang diperkirakan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Tabel 4.1. dan 4.2 membuktikan tidak ada perbedaan yang bermakna untuk variabel umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jumlah anak dan domisili (p>0.05) antara kelompok eksperimen maupun kelompok pembanding. `
Dengan demikian hasil analisis statistik membuktikan bahwa variabel umur,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jumlah anak dan domisili responden pada kedua kelompok memiliki kondisi yang relatif sama (homogen). Dengan kata lain variabel perancu telah dicoba untuk dikendalikan semaksimal mungkin, meskipun tidak semua variabel perancu dapat dikendalikan pada penelitian ini. Hal tersebut sesuai dengan Murti (2003) yang menyatakan salah satu kelemahan eksperimen kuasi adalah karena alokasi perlakuan tidak dilakukan secara random, maka peneliti akan kurang mampu mengendalikan faktor-faktor perancu.
xcix
2. Keadaan Subjek Penelitian Sebelum Perlakuan Keadaan subjek penelitian yang meliputi pengetahuan dan sikap responden tentang menopause sebelum perlakuan relatif sama pada kedua kelompok. Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap responden tentang menopause pada kedua kelompok tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0.05). Analisis terhadap responden pada variabel umur, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan kedua kelompok sebanding atau komparabel. Karakteristik kedua kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna, sehingga tidak mempengaruhi jalannya penelitian. Hal ini telah memenuhi salah satu persyaratan dalam melakukan suatu penelitian eksperimental, yaitu kedua kelompok harus mempunyai kemampuan awal yang seimbang. Hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa kondisi awal tingkat pengetahuan dan sikap responden penelitian antara kelompok eksperimen maupun kelompok pembanding adalah sebanding. Sesuai dengan Murti (2003) menyatakan bahwa untuk memperoleh taksiran dampak perlakuan yang sebenarnya dalam eksperimen kuasi, maka harus dipilih kelompok pembanding yang sebanding (comparable) dengan kelompok eksperimen. 3. Pengetahuan Wanita menghadapi Menopause Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan wanita sebelum intervensi pada kelompok perlakuan nilai rerata dan simpangan baku pretest pengetahuan adalah 20,50 ±2,59 dan kelompok control 20,10 ± 2,72. Hasil uji statistic rerata pretes kedua kelompok intervensi menunjukkan p=0,580 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan peningkatan pengetahuan yang bermakna. Berarti c
keduua kelompok memiliki pengetahuan yang seimbang. Setelah diberikan intervensi pada keduau kelompok selanjutnya dilakukan pos tes. Hasil uji statistic terhadap nilai rerata pengetahuan dari pre tes ke pos tes menunjukkan p=0,000 (p<0,05) berarti terjadi peningkatan nilai pengetahuan yang bermakna pada kedua kelompok. Hal ini membuktikan bahwa metode ceramah dengan modul dan ceramah dengan media visual sama-sama efektif meningkatkan nilai pengetahuan wanita dalam menghadapi menopause. Bila dilihat dari hasil tabel terlihat bahwa nilai rerata dan simpangan baku antara kelompok perlakuan dan kontrol baik pada pre tes maupun pos tes sama-sama terjadi peningkatan yang bermakna, berarti metode ceramah dengan modul lebih efektif dibandingkan dengan media visual. Pada kenyataan hasil penelitian kedua metode sama-sama efektif meningkatkan pengetahuan wanita. Perbandingan nilai pre tes dan pos tes antara kedua kelompok menunjukkan p=0,011 (p<0,05) berarti ada perbedaan peningkatan yang bermakna. Dari hasil uraian perbandingan pada kedua kelompok terlihat bahwa pada pos tes terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna. Hal ini menunjukkan nilai pos tes antara kelompok yang diberi modul dan kelompok yang tidak diberi modul berbeda. Penambahan modul lebih efektif meningkatkan pengetahuan responden pada pos tes karena pada kelompok perlakuan diberi modul untuk dibaca di rumah. Uraian di atas menerima hipotesis karena terdapat perbedaan nilai pengetahuan pada pos tes antara kedua kelompok. Sesuai dengan pendapat Green dan Johson (1996) subjektifitas berpengaruh pada pembentukan seseorang, tergantung pengalaman dan lingkungannya. Berdasrkan survey pendahuluan yang dilakukan pada populasi di wilayah penelitian, diperoleh data 50 % tidakl pernah ci
mendengar istilah menopause, dan 53 % membutuhkan informasi yang benar mengenai menopause. Sesuai dengan data pada survey awal, peningkatan nilai pengetahuan pada kedua metode yang digunakan disebabkan karena topic mengahadapi menopause merupakan hal baru bagi responden sehingga materi yang disajikan menarik perhatian responden penelitian. Peningkatan pengetahuan tentang menopause ini tidak terlepas dari faktor lain yang turut mempengaruhinya seperti fasilitas media, fasilitator yang menarik dalam penyampaian materi (cit, winda, 2000) kecerdasan mempunyai sumbangan yang cukup bermakna bagi prestasi belajar seseorang. Meskipun tingkat kecerdasan tidak diteliti. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Winda (2000). Penelitian winda menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan dengan modul lebih efektif untuk meningkatkan derajat kesehatan wanita dalam menghadapi menopause. Selanjutnya persamaan hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Widjana (2000), bahwa pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan buku dapat meningkatkan pengetahuan penduduk Desa Berangkit tentang siklus hidup malaria setelah intervensi. Sesuai dengan teori psikologi belajar dari Thorndike penambahan buku modul secara teoritis mampu meningkatkan efektifitas metode ceramah dalam meningkatkan pengetahuan, karena buku dan modul dapat memberikan kesempatan pada responden untuk lebih meningkatkan kualitas belajar melalui proses membaca ulang ( Winda, 2000). 4.Sikap Wanita menghadapi Menopause
cii
Hasil analisis menunjukkan nilai sikap sebelum intervensi rerata dan simpangan baku kelompok perlakuan 32,60 ± 4,89 dan kelompok kontrol 31,55 ± 3,38. Hasil uji statistic rerata nilai sikap pre tes dan pos tes menunjukkan t= -2.912 dan p= 0,019 (p<0,05) berarti terjadi peningkatan yang bermakna pada kedua kelompok. Hal ini membuktikan bahwa metode ceramah dengan modul dan ceramah dengan media visual sama-sama efektif meningkatkan sikap wanita dalam mengahdapi menopause. Selanjutnya hasil uji statistic nilai rerata sikap dari pre tes ke pos tes pada kelompok perlakuan menunjukkan p= 0.000 (p<0,05) berarti terjadi perbedaan peningkatan yang bermakna. Hal ini membuktikan pada kelompok yang diberi modul terjadi peningkatan nilai rerata sikap yang cukup tinggi. Kemudian pada kelompok kontrol hasil uji statistik dari pre tes ke postes menunjukkan p=0.006 (p>0.05) berarti tidak terjadi peningkatan yang bermakna. Hal ini membuktikan bahwa kelompok yang diberi ceramah dengan media visual tidak terjadi peningkatan yang bermakna. Selanjutnya jika dilihat dari nilai rerata sikap pretes ke postes pada kedua kelompok menunjukkan p=0.019 (p<0.05) berarti terjadi peningkatan sikap yang bermakna pada kedua kelompok. Hal ini juga membuktikan bahwa metode ceramah dengan modul dan media visual sama-sama efektif meningkatkan nilai sikap wanita dalam menghadapi menopause. Bila dilihat dari hasil uji t-test terlihat bahwa nilai rerata dan simpangan baku antara kelompok perlakuan dan kontrol baik pada pretes dan postes sama-sama terjadi peningkatan sikap yang bermakna. Dari uraian ini menolak hipotesis kedua bahwa metode ceramah dengan modul lebih efektif dibanding dengan media visual dalam meningkatkan sikap wanita dalam
ciii
menghadapi menopause. Pada kenyataan hasil penelitian bahwa kedua metode sama-sama efektif meningkatkan nilai sikap. Perbedaan peningkatan sikap pada kedua kelompok disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Stanley (cit, Winda, 2000) bahwa keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh startegi, metode dan alat bantu pengajaran dan yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan adalah kurikulum, kondisi peserta didik, proses, sarana serta metode. Peningkatan nilai sikap pada kelompok perlakuan disebabkan
karena
adanya
penambahan
media
berupa
modul,
sehingga
memungkinkan responden membacanya dirumah, sedangkan kelompok kontrol hanya mendengar ceramah dengan media visual sehingga akan mudah lupa. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaiful kholik (2006) bahwa media buku lebih efektif meningkatkan sikap keluarga dalam pencegahan DBD. Peningkatan rerata kedua kelompok pada saat pretes ke postes menunjukkan adanya peningkatan sikap. Hal ini berarti melalui modul dan media visual sama-sama efektif dalam meningkatkan sikap, hanya saja peningkatan nilai lebih tajam terjadi pada kelompok yang menggunakan modul. Hal ini sesuai dengan teori Harvey dan Smith (1997) terdapat 3 golongan variabel yang berpengaruh dalam perubahan sikap yaitu komunikator, sumber pesan (modul) dan sasaran. Terjadinya peningkatan sikap pada kedua kelompok kemungkinan hal ini disebabkan adanya efek maturasi dan pengujian (cit, Winda, 2000). Faktor maturasi merupakan perubahan yang dialami subjek selama penelitiain berlangsung berupa perubahan fisik menjadi bersemangat dan factor pengujian karena dilakukan pengulangan kuesioner, sehingga kenaikan nilaisikap pada postes disebabkan responden pernah mengerjakan pada saat pretes. Banyak faktor yang mempengaruhi civ
keberhasilan pendidikan. Aspek metode bukanlah satu-satunya, tetapi masih dipengaruhioleh factor bahan/materi yang diajarkan, pendidik/penyuluh, suasana dan sarana yang digunakan. Karena dalam penelitian ini semua faktor tersebut dapat mendukung jalannya proses pendidikan dapat berhasil dengan baik. 5. Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Subjek Penelitian tentang menopause Sebelum dan Sesudah Perlakuan Hasil analisis statistik perbedaan dua rerata (paired t-test) pada kelompok eksperimen menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0.05) terhadap tingkat pengetahuan dan sikap wanita tentang menopause antara sebelum dan sesudah perlakuan. Keadaan hampir serupa pada kelompok pembanding diperoleh hasil analisis statistik perbedaan dua rerata (paired t-test) menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0.05) pada tingkat pengetahuan dan sikap wanita dalam menghadapi menopause antara sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Winda (2000), yang dilakukan di Kodya Yogyakarta. Studi tersebut menemukan bahwa pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan wanita dalam menghadapi menopause. Bila dilihat dari hasil uji statistik terlihat bahwa nilai rerata dan simpangan baku antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol baik pada pre tes maupun pos tes sama-sama terjadi peningkatan sikap yang bermakna. 6.
Perbedaan Metode Pendidikan Kesehatan antara Modul dengan Visual terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Subjek Penelitian tentang Menopause Hasil analisis statistik dengan uji t-test menunjukkan terdapat perbedaan
yang bermakna (p<0.05) perubahan pengetahuan (mean diff=-1.86; t=-3.285; cv
p=0.001) dan sikap (mean diff= -1.81; t=-2.352; p=0.019) wanita tentang menopause antara metode pendidikan kesehatan dengan modul dan visual. Metode pendidikan kesehatan dengan modul lebih baik dalam mengubah pengetahuan dan sikap wanita dalam menghadapi menopause dibandingkan metode pendidikan kesehatan dengan media visual. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Dameria (2006) di Kabupaten Deli Serdang bahwa promosi kesehatan secara langsung kepada penderita TBC dapat meningkatkan pengetahuan penderita TBC. Demikian pula penelitian Sadjiran (2002) di Kabupaten Klaten menyimpulkan adanya peningkatan pengetahuan ibu hamil yang berkaitan dengan penanggulangan anemia setelah dilakukan penyuluhan individu dan kelompok. Penyuluhan individu lebih baik daripada penyuluhan kelompok dalam meningkatkan pengetahuan ibu. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
F. Keterbatasan Penelitian a. Penelitian ini merupakan eksperimen kuasi dengan rancangan Before and After with Control Design sehingga umumnya penelitian eksperimen kuasi memiliki kelemahan dalam mengendalikan faktor-faktor perancu dan bias yang sulit dikontrol pada analisis data. Meskipun telah dilakukan upaya mengontrol beberapa faktor perancu, tetapi masih ada beberapa faktor perancu yang dapat menimbulkan bias. Karena itu peneliti menyarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengendalikan faktor-faktor perancu seperti: peran anggota keluarga dan lingkungan dalam membuktikan keefektifan metode pendidikan
cvi
kesehatan melalui modul dan Lcd terhadap perubahan pengetahuan, sikap dan praktek. b. Penilaian validitas alat ukur kuesioner pada penelitian ini belum dilakukan penilaian validitas kriteria (criterion validity) terhadap standar emas (gold standart) dan validitas konstruk (construct validity) sehingga instrumen penelitian ini masih perlu ditingkatkan validitasnya. Untuk penelitian lebih lanjut perlu peningkatan validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan berhubungan dengan perubahan perilaku (pengetahuan dan sikap) wanita dalam menghadapi menopause yang menghasilkan beberapa kesimpulan antara lain: 1.
Terdapat perbedaan yang signifikan perubahan pengetahuan wanita premenopause tentang menopause antara metode pendidikan kesehatan melalui modul dengan media visual. Metode pendidikan kesehatan melalui modul lebih baik dalam mengubah pengetahuan wanita premenopause tentang menopause dibandingkan metode pendidikan kesehatan dengan media visual.
cvii
2.
Terdapat perbedaan yang signifikan perubahan sikap wanita premenopause tentang menghadapi menopause antara metode pendidikan kesehatan melalui modul dengan media visual. Metode pendidikan kesehatan melalui modul lebih baik dalam mengubah sikap wanita premenopause tentang menghadapi menopause dibandingkan metode pendidikan kesehatan dengan media visual. Kesimpulan tersebut dibuat setelah mengendalikan faktor-faktor perancu yaitu antara lain: umur, pendidikan, pekerjaan dan domisili responden serta pendapatan keluarga dan belanja makan keluarga.
B. IMPLIKASI BAGI PENDIDIKAN PROFESI KESEHATAN Petugas Kesehatan apabila ingin memberikan penyuluhan untuk mengubah pengetahuan dan sikap, dapat lebih efektif dengan metode pendidikan kesehatan melalui modul dibandingkan melalui media visual. Metode ini juga bisa digunakan sebagai pedoman dalam memberikan perkuliahan bagi seorang pendidik khususnya pendidikan profesi kesehatan. C. SARAN Bertolak dari hasil penelitian ini peneliti mengajukan saran: 1. Perlu dilakukan pendidikan kesehatan dengan modul untuk mengubah pengetahuan dan sikap wanita premenopause tentang menghadapi menopause. Perubahan pengetahuan dan sikap wanita premenopause
cviii
diharapkan dapat mengubah perilaku wanita tersebut dalam mencegah dan mengatasi kesehatan menopause. 2. Petugas kesehatan yang berkaitan dengan promosi kesehatan perlu dibekali pemahaman bahwa penanganan suatu masalah kesehatan harus dilakukan secara komprehensif menyangkut kondisi biologis, psikologis dan sosial dengan satuan keluarga menggunakan metode pendidikan kesehatan melalui modul. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan ukuran sampel lebih besar untuk meningkatkan kuasa statistik (statistical power). DAFTAR PUSTAKA
Affandi, B., 2001, Masalah Kesehatan pada Masa Menopause, Majalah Medika, Tahun XXIII, September.
Agustina, T., 2004, Pentingnya Terapi Sulih Hormon pada Wanita Menopause, Majalah Medika, Tahun XXVII, Nopember.
Ali, M. 2003. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja tentang Imunisasi. Medan. http://www.digilib.usu
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Cetakan Ketigabelas, Jakarta, PT Rineka Cipta.
Depkes RI, 1999, Buku Pengukuran Keberhasilan Pelatihan Depkes RI, Jakarta.
cix
Depkes RI, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Depkes, Jakarta.
Dinkes Kabupaten Bantul, 2008, Profil Kesehatan kabupaten Bantul Tahun 2008, Dinkes Kabupaten Bantul, Bantul.
Darmasetiawan, M.S., 2001, Seputar Masalah Wanita Menopause di Indonesia, Jakarta, Persatuan Obstetri Ginekologi.
Djamil, R., 2006, Kebugaran pada Wanita Menopause, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, tahun XXIV.
Djuwadi, G. 2004. Perbedaan Ceramah dengan Diskusi Kelompok dan Ceramah dengan Permainan Simulasi dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Penderita Kusta di Kabupaten Nganjuk. Surabaya. (http://jiptunair-gdl-s2-2004-djuwadigan-1060) download 9 Pebruari 2010
Endah, D, K., 2002, Makna Nutrisi pada Wanita Osteoporosis, Medika, tahun XXVI, Vol 12, Nopember.
Effendi, H., 2001, Fisiologi Sistem Hormonal Pathofisiologinya, Bandung. Alumni Offset.
dan Reproduksi
dengan
Hanafiah, J.M., 2004, Meningkatkan Kualitas Hidup wanita Menopause, Medika, No 1, Tahun XXVII, Januari.
Herawani, Suhila U, Sumiati, Resnayati Y, 2001, Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan, Jakarta. EGC.
cx
Hiswani. 2001. Pendidikan Kesehatan dengan Metode Ceramah dan Diskusi dalam Meningkatkan Pengetahuan, Sikap dan Perubahan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Dokter Pringadi. () download 13 Januari 2010.
Hutapea, H., 2005, Memberdayakan Wanita Menopause Sebagai Sumber Daya Manusia yang Tangguh dalam Pembangunan Bangsa Menyongsong Era Globalisasi, Majalah Obstetric Ginekologi Indonesia, Vol 4, April.
Lunardi, A.G., 1993, Pendidikan orang Dewasa. Sebuah Uraian Praktis, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Mantra, L.B., 1997, Strategi Penyuluhan Kesehatan, Jakarta. Depkes RI,
Murti, B. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi (Edisi Kedua). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Macfoedz, I., 2006, Pendidikan kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan, Yogyakarta. Cetakan Keempat, penerbit Fitramaya.
Notoatmodjo, S., 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip dasar, Jakarta. Cetakan Kedua, PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S., 2007, Metodologi penelitian Kesehatan, Jakarta. Cetakan Ketiga, PT Rineka Cipta.
Paat, G., 2000, Permasalahan Seksual dalam masa menopause dan Purna Menopause, seminar, Jakarta. biro konsultasi Kesejahteraan Keluarga RS ST.Carolus.
cxi
Potter., Perry, 1993. Fundamental of nursing, concept, process andpractice. Missaury : mosby
Puskesmas Bambanglipuro, 2008. Instrumen Revitalisasi Puskesmas Bambanglipuro 2008.
Priwirohardjo, S., 1999, Ilmu Kandungan, Edisi Kedua, Cetakan Ketiga, Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
Rubeinz, N, 2008. Menopause. Available on: www.emedicine.com, diakses tanggal 15 Januari 2010.
Sarwono, S., 1999, Sosiologi kesehatan Berupa Konsep Beserta Aplikainya, Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Sarah., 2003 Pencegahan dan Penanggulangan Osteoporosis, Medika, Tahun XXVIII, Vol 11, Nopember.
Santyasa IW, 2009, Pengertian Modul, Jakarta (http://maskursmkn.files.wordpress.com/2009/07/teori_modul.pdf) di download 13 Januari 2010.
Sadiman, 2003 Pengertian Audio Visual (http://belajarnge.blogspot.com/2008/07/pengertian-media-komunikasi-danaudio.html) download 13 Januari 2010
Sugiyono, 2006, Statistik untuk Penelitian, Bandung, Alfabeta.
cxii
Tan Tram et al., 2003, The Impact of Health Education on Mother's Knowledge, Attitude and Practice of Dengue Haemorrhagic Fever, Dangue Bulletin, vol 27 Utomo, T., 2000, Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan Manajemen perkuliahan, Metode Perbaikan Pendidikan, Jakarta, Gramedia.
WHO, 1999, Pendidikan Kesehatan, Bandung. Terjemahan Ida Bagoes Tjarsa, ITB dan Universitas Udayana.
Winda Triana, 2000, Pendidikan Kesehatan Melalui metode Ceramah dengan Modul, dibandingkan Metode Ceramah tanpa Modul Untuk Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Wanita Dalam Menghadapi Menpause di Kota Yogyakarta,( http://jiptunair-gdl-s2-2004-djuwadigan-1060) Download 3 Desember 2009.
Yatim, F., 2001, haid Tidak Wajar dan Menopause, Jakarta, Pustaka Populer Obor.
cxiii
cxiv