PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK TERHADAP AKTIVITAS SISWA DAN HASIL BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR Oleh: Andri Anugrahana (Universitas Sanata Dharma)
Abstract This study aims to investigate effects of the realistic mathematics learning approach on elementary school students’ activities and learning outcomes on the main topic of fractions. This study was a quasi-experimental study involving elementary school students’ mathematics learning outcomes as the dependent variable and the realistic mathematics approach and the conventional approach as the independent variable. The research design was the nonequivalent control group design. The research subjects were 61 students. The data collecting instrument was a mathematics achievement test and observation sheet. The students activity data were analyzed using descriptive qualitative and the study result’s data were analyzed using the analysis of covariance with the pretest score as the covariate at a significance level of 5% (α = 0.05). The results show that the realistic mathematics learning approach has positive effects on elementary school students’ activities and students study result’s. This can be seen from the analysis of covariant which shows that the value of sig 0,000 < 0,05. Student taught using realistic approach were able to answer four question much more compared to those taught using conventional approach. Results of student activity analysis showed that the activities of the students who were more active than the activities undertaken by the control group. Activities, done by experimental group, are visual activities, oral activities, listening activities, writing activities, drawing activities, motor activities, mental activities, and emotional activities. The research’s results shows that PMRI makes students more active in the mathematics learning process and the results of PMRI are better than those of the control group. Key words : students activity, learning outcomes, realistic mathematics learning
PENDAHULUAN Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan harus dilaksanakan dengan
226
sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Pendidikan yang dikelola dengan baik akan menghasilkan kualitas maupun kuantitas yang baik pula. Hal tersebut dapat dicapai dengan terlaksananya pendidikan yang tepat waktu dan tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sejalan dengan upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekolah merupakan lembaga formal penyelenggara pendidikan. Sekolah Dasar (SD) sebagai salah satu lembaga formal dasar yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan Nasional mengemban misi dasar dalam memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan dilaksanakan dalam bentuk proses belajar mengajar yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sekolah. Siswa-siswi SD berada pada tahap operasi konkrit yang dicirikan dengan pemikiran anak yang sudah berdasarkan logika tertentu dengan sifat reversibilitas dan kekekalan. Anak pada tahap konkrit sudah mampu berfikir menyeluruh dengan melihat banyak unsur dalam waktu yang sama (Paul Suparno, 2001: 86). Dengan demikian anak sudah memiliki potensi untuk menguasai ilmu pengetahuan dasar dan keterampilan dasar yang dalam hal ini adalah mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum SD/MI untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya pada jenjang pendidikan selanjutnya. Menurut Gravemeijer (2005: 2) menegaskan bahwa belajar matematika ialah membuat hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan yang akan dipelajarinya. Matematika merupakan sulit karena merupakan pengetahuan abstrak yang formal. Pengetahuan abstrak sulit mengajarkannya karena menyangkut pengetahuan dalam taraf yang berlainan. Karena itu kesalahan komunikasi mudah terjadi antara guru dan siswa. Marpaung (2003: 3) juga menegaskan belajar matematika dengan mengandalkan kekuatan mengingat rumus dan menghafal konsep-konsep tanpa pemahaman adalah tidak bermakna. Pembelajaran frontal dengan mempraktekkan hukuman untuk mengurangi dan menghilangkan tingkah laku aversive yang tidak mendukung proses pembelajaran matematika tidak memberdayakan siswa memahami konsep-konsep matematika
227
dan keterkaitannya. Semua itu harus ditinggalkan. Hasil observasi yang peneliti lakukan di SDN Babarsari menunjukkan bahwa pembelajaran matematika
terpusat pada guru. Siswa hanya berperan
sebagai pendengar dan pencatat yang setia. Siswa juga hanya diposisikan sebagai individu yang “tidak tahu apa-apa”. Hal ini menyebabkan siswa dalam belajar metematika lebih cenderung menghafal daripada memahami konsep matematika. Guru menyampaikan pelajaran masih menggunakan metode ceramah atau ekspositori,
sementara
siswa
mencatatnya
pada
buku
catatan.
Kerena
pembelajaran di dalam kelas masih berpusat pada guru maka aktivitas belajar siswa belum tampak. Hal ini ditunjukkan dengan siswa yang masih takut dan belum berani untuk mengungkapkan ide maupun gagasannya. Alasan siswa belum berani karena siswa takut salah dan jika salah menjawab akan ditertawakan teman. Pandangan siswa bahwa selama siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru harus dijawab benar dan tepat. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung guru menjelaskan materi di kelas, siswa mendengarkan dan mencatat. Selama mengerjakan soal-soal yang disampaikan, siswa kurang kreatif dalam mengembangkan jawaban-jawaban yang disampaikan oleh guru. Hal ini dibuktikan dengan hasil jawaban siswa yang hanya menjawab sesuai dengan contoh-contoh yang disampaikan oleh guru. Siswa tidak mencoba mengembangkan jawaban dengan cara yang lain. Akibatnya siswa kurang menghayati dan memahami konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Guru kurang mampu menggunakan metode yang bervariasi, dan hanya mengajarkan kemampuan dasar matematika untuk menggerjakan soal tanpa menggembangkan aspek berfikir logis, kritis dan kreativitas. Akibatnya adalah siswa tidak mampu memahami konsep matematika, lemah dalam memanipulasi angka, ketidakmampuan dalam mengubah dan membentuk serta menyelesaikan soal cerita (Dian Armanto, 2003: 6).
228
Pembelajaran matematika selama ini terlalu dipengaruhi pandangan bahwa matematika adalah alat yang siap pakai. Pandangan ini mendorong guru bersikap memberi tahu konsep/sifat/teorema dan cara menggunakannya (Soedjadi, 2004: 1). Guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke pikiran anak dan anak menerimanya secara pasif dan tidak kritis. Adakalanya siswa menjawab soal dengan benar namun mereka tidak dapat mengungkapkan alasan atas jawaban mereka. Siswa dapat menggunakan rumus tetapi tidak tahu darimana asalnya rumus itu dan mengapa harus itu digunakan. Keadaan demikian mungkin terjadi karena di dalam proses pembelajaran tersebut siswa kurang diberi kesempatan dalam mengungkapkan ide-ide dan alasan jawaban mereka sehingga kurang terbiasa untuk mengungkapkan ide-ide atau alasan dari jawabannyaArtinya bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik siswa sendiri dan pengalaman belajarnya. Guru tidak bertanggung jawab secara langsung pada hasil belajar itu, tetapi pada pengalaman belajar siswa tersebut. Peran guru bukan pentansfer pengetahuan tetapi fasilitator atau pembimbing belajar. Penting bagi guru untuk menciptakan suasana belajar yang tidak tegang (Marpaung, 2004: 6). Menurut guru matematika kelas III di SDN Babarsari, siswa masih belum memiliki kesadaran dan tanggung jawab dalam belajar sehingga perlunya pengalaman belajar dari siswa sendiri. Pengalaman belajar siswa dapat diperoleh dari siswa yang terlibat secara aktif dalam proses kegiatan pembelajaran. Pentingnya proses dalam kegiatan pembelajaran matematika karena keberhasilan siswa dapat diukur setelah siswa mengalami sebuah proses pembelajaran. Dengan pendekatan realistik diharapkan pembelajaran matematika dapat memberikan kebebasan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Yang terpenting dalam pembelajaran matematika bukan hasil, tetapi proses yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika (Denny Dwi, 2004: 4). Kendala yang sering dialami guru adalah bagaimana guru dapat mengemas proses pembelajaran dan menanamkan konsep kepada siswa. Keterampilan guru dalam pembelajaran masih dianggap kurang memadai. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian guru belum dapat mengkomunikasikan pengetahuan ke siswa. Guru
229
masih menggunakan metode konvensional yaitu ceramah. Guru menyampaikan materi di depan kelas sedangkan siswa duduk mendengarkan dan mengerjakan soal latihan. Salah satu bentuk kurangnya keterampilan guru misalnya siswa kelas III masih belum memahami konsep-konsep dasar matematika yang seharusnya sudah diperoleh di kelas sebelumnya. Guru harus mengulang kembali materi yang seharusnya sudah disampaikan di kelas sebelumnya. Siswa belum memahami konsep-konsep dasar matematika karena kurangnya penanaman konsep-konsep dasar di kelas sebelumnya yang ternyata mempengaruhi pembelajaran di kelas selanjutnya. Guru mengharapkan sebuah proses pembelajaran yang sudah dikemas dan dapat membantu guru dalam menanamkan konsep-konsep dasar matematika kepada siswa. Menghadapi kondisi ini, pembelajaran matematika harus mengubah citra dari pembelajaran yang mekanistis menjadi humanistik yang menyenangkan. Salah satu inovasi pembelajaran matematika untuk memperbaiki keadaan tersebut yaitu dengan menerapkan pendekatan pembelajaran matematika yang sedang dikembangkan di Indonesia yaitu pendekatan matematika realistik. Pendekatan realistik di Indonesia dikenal dengan PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) yang sejalan dengan teori belajar RME (Realistic Mathematics Education) yang sudah lama dikembangkan dan masih berkembang di negara Belanda. RME tidak dapat dipisahkan dari institut Fredenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, institut Freudenthal mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran metematika yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education). Pendekatan RME di Indonesia dikenal dengan PMRI, yang dimulai tahun 2001. Dalam kerangka realistic Mathematics Education, Freudenthal (1991: iii) menyatakan bahwa “mathematic is human activity”, karenanya pembelajaran matematika disarankan berangkat dari aktivitas manusia. Pada dasarnya pendekatan realistik bukanlah dipandang sebagai pengetahuan yang “siap pakai”, tetapi “metematika adalah aktivitas manusia”. Pembelajaran tidak lagi hanya pemberian informasi dalam pembelajaran matematika, tetapi berubah menjadi
230
aktivitas manusia untuk memperoleh pengetahuan manusia. Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan dari penelitian ini, yang pertama adalah mengetahui pengaruh pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik terhadap aktivitas siswa di dalam kelas. Kedua, untuk mengetahui pengaruh pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik terhadap hasil belajar siswa. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dan pendekatan deskriptif kualitatif. Dalam proses eksperimen dilakukan pengamatan pada dua kelompok pembelajaran. Kedua kelompok tersebut dipilih karena setara dengan kharakteristik siswa sama dan mendekati sama, yang membedakan adalah kelompok eksperimen diberikan treatmen atau perlakuan tertentu. Sedangkan kelompok kontrol pembelajaran berlangsung seperti biasa/konvensional. Dengan kata lain, metode eksperimen dapat menunjukkan bahwa pendekatan realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Desain penelitian menggunakan desain kelompok kontrol nonekuivalen (Ibnu Hadjar, 1996: 334). Rancangan penelitian ini disajikan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Desain Penelitian Eksperimen Kontrol
Keterangan : O1 : Pretest O2 : Posttest X1 : Treatment / Perlakuan (Pembelajaran Matematika dengan menggunakan realistik) X0 : Pembelajaran matematika dengen menggunakan pendekatan yang biasa guru gunakan
231
Sesuai dengan desain tersebut, maka dalam penelitian kelompok eksperimen mendapat perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik, sedangkan pembelajaran matematika pada kelompok kontrol masih menggunakan pendekatan yang biasanya guru gunakan yaitu pendekatan konvensional. Tahap-tahap yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1) melakukan prasurvei dan mengajukan perizinan ke sekolah 2) pembuatan instrumen, validasi instrumen dan uji coba instrumen, 3) melakukan survei penelitian, 4) mengadakan koordinasi dengan guru, 5) melakukan pretest atau tes awal, 6) pemberian perlakuan eksperimental pada kelompok eksperimen dengan menggunakan
pendekatan
realistik
dalam
pembelajaran
matematika,
7)
memberikan postest pada masing-masing kelompok penelitian, dan 8) analisis data. Populasi dalam penelitian ini adalah adalah seluruh siswa SD di desa Caturtunggal, kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Jumlah seluruh SD yang ada di desa Caturtunggal berjumlah 22 SD. Sampel penelitian ini diambil secara acak, sehingga didapatkan SD Negeri SDN Babarsari sebagai kelompok kontrol dan SDN Deresan sebagai kelompok kontrol. Sekolah yang dijadikan kelompok eksperimen yaitu yang dikenai perlakuan, adalah SDN Babarsari dengan jumlah siswa 31 siswa. Sedangkan kelompok yang berikutnya SDN Deresan Sleman dengan jumlah siswa 30 siswa sebagai kelompok kontrol tidak dikenai perlakuan (Sugiyono, 2008: 113). Data dianalisis dengan menggunakan deskriptif kualitatif dan pengujian hipotesis. Deskriptif Kualitatif, dimana proses penganalisisan data aktivitas siswa berdasarkan penelitian ini berpedoman pada analisis data penelitian deskriptif kualitatif. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menelaah setiap bagian satu demi satu. Dan pengujian hipotesis, dimaan data hasil tes dianalisis dengan menggunakan penggujian hipotesis untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik terhadap hasil belajar siswa. Analisis dilakukan secara kuantitatif mulai dari tahap deskriptif data, tahap uji prasyarat analisis, dan tahap pengujian hipotesis.
232
PEMBAHASAN Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik berpengaruh positif terhadap aktivitas siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan peneliti bersama observer lainnya. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik pada kelas eksperimen sudah sesuai dengan prinsip-prinsip dalam pembelajaran matematika realistik. Salah satunya adalah prinsip aktivitas dimana proses pembelajaran matematika merupakan aktivitas manusia yaitu pembelajaran matematika yang baik dipelajari dengan melakukannya. Aktivitas siswa dalam pembelajaran denggan menggunkan pendekatan realistik melibatkan semua siswa untuk terlibat secara aktif. Keterlibatan siswa selama proses pembelajaran matematika realistik meliputi aspek-aspek yang dikembangkan oleh ahli Paul D. Dierich. Aspek-aspek tersebut adalah Visual activities, Oral Activities, Listening activities, Writing activities, Drawing activities, Motor Aktivities, Metal Aktivities, Emotional activities. Aktivitas yang dilakukan siswa pada aspek visual (Visual activities) adalah siswa membaca perintah yang ada dalam LAS dan memperhatikan setiap petunjuk dalam LAS. Petunjuk-petunjuk yang ada sudah sangat jelas dan mudah dipahami siswa. Selanjutnya siswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam LAS. Setelah siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan dalam LAS, siswa mempresentasikan dan mendemostrasikan hasil yang diperoleh di depan kelas. Aktivitas siswa dalam aspek
lisan (Oral Activities), siswa membaca
petunjuk dalam lembar aktivitas siswa dan dengan bimbingan guru siswa melakukan semua kegiatan dalam LAS. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa membantu siswa dalam merumuskan dan mengkontruksi pengetahuan. Siswa menyelesaikan setiap masalah yang diberikan dalam LAS terkait dengan “dunia nyata”. Siswa melakukan diskusi dengan teman dalam satu kelompok dan berani untuk mengeluarkan pendapatnya. Siswa juga tidak takut bertanya apabila masih ada yang belum dimengerti. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa dengan mendiskusikan masalah yang ada menunjukkan bahwa adanya jalinan komunikasi
233
antara siswa dengan guru. Selain itu kepercayaan diri siswa dalam mempresentasikan ide ataupun gagasan membuktikan bahwa siswa memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Hal ini sesuai dengan lima tahap pembelajaran realistik menurut Gravemeijer. Lima tahap tersebut yaitu penyelesaian masalah, penalaran, komunikasi, kepercayaan diri dan representasi. Aktivitas lain yang dilakukan siswa adalah aspek (Listening activities), aspek
mendengarkan
menulis (Writing activities), aspek menggambar
(Drawing activities) dan aspek metrik (Motor Activities). Yang mana keempat aktivitas tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya dalam mendukung siswa untuk mengkontruksi pengetahuannya. Siswa mau mendengarkan pendapat dari siswa yang lain atau penjelasan yang disampaikan oleh guru. Hal ini ditunjukkan ketika melakukan setiap kegiatan dalam LAS. Siswa tidak terlalu banyak bertanya tentang tugas tetapi siswa lebih aktif terlibat dalam setiap kegiatan. Keterlibatan ini meliputi aktivitas menulis, aktivitas menggambar, dan juga aktivitas metrik. Dalam aktivitas metrik, siswa melakukan percobaan-percobaan dalam setiap kegiatan di LAS. Percobaan-percobaan yang dilakukan siswa meliputi menulis, menggambar, memberi tanda, mengunting, mengelem, dan mewarnai. Percobaanpercobaan yang dilakukan siswa membuktikan bahwa dengan aktivitas-aktivitas tersebut siswa dapat mengkontruksi pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan karakteristik pembelajaran matematika realistik yang kedua yaitu dengan menggunakan model matematika yang dikembangkan oleh siswa menjadi jembatan dalam siswa memahami matematika yang lebih formal. Dalam aktivitas metal, aktivitas yang dilakukan siswa adalah mencari solusi dan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang disajikan dalam LAS. Selain itu dengan bimbingan guru, siswa melihat hubungan atau keterkaitan antara masalah yang disajikan dengan matematika yang lebih bersifat formal. Siswa merumuskan pecahan lewat konsep membagi kertas, melipat kertas, memotong tali, mengunting kertas, memberi tanda pada kayu. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika sesuai dengan salah satu karakteristik dalam PMRI yaitu adanya keterkaitan (intertwinment) dalam proses pembelajaran realistik.
234
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa secara berkelompok ataupun diskusi dengan bimbingan guru menunjukkan adanya interaksi dalam proses pembelajaran matematika realistik. Interaksi antar siswa berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran, pernyataan setuju dan tidak setuju. Interaksi ini menimbulkan aktivitas Mental (Mental Activities) yang dilakukan siswa dengan memberikan tanggapan ataupun usulan dan berusaha mencari hubungan dari setiap pengetahuan yang diperoleh siswa.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan
siswa dapat menimbulkan perasaan senang, dan tidak bosan selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Aktivitas siswa dalam aspek
emosional (Emotional
activities) sangat baik dengan keterkaitan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran dan sikap siswa yang selau siap dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada kelompok kontrol, tidak terjadi aktivitas-aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran lebih berorientasi atau berpusat pada guru. Siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran matematika. Siswa adalah passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif matematika yang sudah jadi). Dalam pembelajaran matematika realistik, Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif matematika yang sudah jadi). Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik lebih baik dibandingkan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konvensional atau tradisional.
Sehingga,
Pembelajaran
matematika
dengan
menggunakan
pendekatan realistik berpengaruh positif terhadap aktivitas siswa. Hasil pengujian hipotesis
yang mengatakan bahwa pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan ralistik berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa SD ternyata terbukti. Pengaruh pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik terhadap hasil belajar siswa SD ditunjukkan dengan nilai sig. pada tabel rangkuman hasil analisi ancova. Pada kolom Sig. baris pendekatan terlihat nilai Sig. (0,000) < α (0,05) yang berarti pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
235
realistik berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa SD. Hasil yang diperoleh juga menunjukkan bahwa siswa yang belajar matematika dengan menggunakan pendekatan realistik akan mampu menjawab benar 3,824 atau 4 soal lebih banyak dari pada siswa yang belajar matematika dengan menggunakan pendekatan konvensional. Pengaruh pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik terhadap hasil belajar matematika siswa SD juga ditunjukkan dengan nilai rata-rata skor posttest pada masing-masing kelompok penelitian. Nilai ratarata kelompok eksperimen yaitu 16,32, sedangkan nilai rata-rata kelompok kontrol yaitu 12,50. Kelompok eksperimen yang dalam pembelajaran matematika menggunakan pendekatan realistik memiliki nilai rata-rata lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata skor posttest pada kelompok kontrol yang dalam pembelajaran matematika menggunakan pendekatan konvensional. Hal ini berarti pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa SD. Prinsip-prinsip dalam proses pelaksanaan pembelajaran realistik menurut Freudenthal menjadi dasar dalam keberhasilan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik. Prinsip-prinsip tersebut adalah activity principle, reality principle, level principle, intertwinement principle, interaction principle dan guidance principle. Selain itu prinsip – prinsip dalam teori perkembangan Peaget juga menjadi dasar yang dapat diterapkan dalam pendidikan siswa di sekolah dasar adalah pendidikan adalah komunikasi, anak belajar untuk memperoleh pengetahuan dan anak pada dasarnya adalah makluk yang berpengetahuan.
Hal ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh
Soleh Haji (2005)
menguatkan penelitian-penelitian sebelumnya bahwa
kemampuan problem solving antara lain, siswa yang diajar melalui pendekatan matematika realistik secara signifikan lebih baik daripada siswa yang diajar melalui pendekatan biasa (pendekatan tradisional), siswa laki-laki lebih terbantu daripada siswa perempuan dalam membentuk kemampuan problem solving oleh pendekatan realistik. Penelitian yang dilakukan oleh Fauzan (2002) juga menguatkan bahwa proses pembelajaran matematika dengan menggunakan
236
pendekatan realistik siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dan peran guru berubah dari pusat proses pembelajaran menjadi pembimbing atau narasumber. Menurut Bruner, pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan yang menuntut proses berfikir yang berbeda. Dalam pemahaman konsep siswa, konsep-konsep sudah ada sebelumnya sedangkan pembentukan konsep siswa adalah tindakan untuk membentuk kategori-kategori baru yang merupakan suatu tindakan penemuan/pembentukan konsep. Dalam proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik, siswa melakukan kegiatan-kegiatan dalam Lembar Aktivitas Siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Penguasaan konsep dan pembentukan konsep siswa tentang pecahan dengan menggunakan benda-benda konkrit ataupun dengan masalah “dunia nyata” yang ada disekitar siswa. Soal-soal yang diangkat dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik diangkat dari berbagai situasi (konteks) yang secara perlahan berkembang ke pemahaman matematika tingkat formal. Dan model-model yang dikembangkan dalam pemahaman konsep pecahan dalam Lembar Aktivitas Siswa mendorong adanya interaksi antara siswa dengan siswa maupun antara guru dengan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Matematika dekat dengan siswa dan situasi sekitar siswa. Siswa diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bantuan dan bimbingan guru. Hal ini menunjukkan adanya proses matematisasi yang dikembangkan oleh Gravemeijer. Proses penguasaan konsep dengan mengawali penyelesaian yang berkaitan dengan konteks, adanya aktivitas siswa, penemuan kembali dengan bimbingan guru ke arah pemahaman matematika formal. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa SD. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata perolehan skor pretest maupun skor posttes pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan rata-rata skor pretest maupun skor posttest pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil analisis data dengan statistik deskriptif, diketahui bahwa nilai terdapat perbedaan
237
yang yang jauh antara skor posttest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen, yang dalam pembelajaran matematika menggunakan pendekatan realistik terjadi peningkatan 9 (sembilan) skor yaitu dari skor 7 (tujuh) menjadi 16 (enam belas). Sedangkan pada kelompok kontrol, yang dalam pembelajaran matematika menggunakan pendekatan konvensional terjadi peningkatan 5 (lima) skor, yaitu dari skor 7 (tujuh) menjadi 12 (dua belas). Perbandingan skor rata-rata dan peningkatan skor rata-rata pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dapat dilihat pada histogram berikut ini. Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik berpengaruh terhadap hasil belajar matematika. Perbedaan rata-rata skor postest pada kedua kelompok menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik lebih dapat meningkatkan hasil belajar siswa
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa melalui pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika konsep pecahan berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Dalam hal ini dapat ditunjukkan dari hasil aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik meningkatkan aktivitas siswa meliputi aspek Visual activities, Oral Activities,
Listening activities, Writing activities, Drawing
activities, Motor Aktivities, Metal Aktivities, Emotional activities. Aktivitas siswa dengan menggunakan pendekatan realistik, tampak bahwa siswa lebih terlibat secara aktif dalam pembentukan konsep pecahan dibandingkan dengan pendekatan konvensional, dimana siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah disampaikan, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika konsep pecahan dengan
238
menggunakan pendekatan realistik berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa SD. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa dengan menggunakan pendekatan realistik mampu menjawab benar soal 4 lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pendekatan konvensional. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa bila dibandingkan dengan pembelajaran matematika yang bersifat konvensional.
DAFTAR PUSTAKA Anderson, W. O. & Krathwoht, D. R. (2001). A Tasonomy for Learning Teaching and Assessing. New York : Addison Wesley Longman. Ahmad Fuzan. (2004). Perkembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis RME untuk Sekolah Dasar. Jurnal penelitian UNP. Vol. V, No2. p. 111-109 Campbell, D.T. & Stanley, J.C. (1966) Eksperimental and quasi eksperimental designs for research. Chicago : Rand mcnally & company. D’Augustine, C., & Smith, C. W., Jr. (1992). Teaching elementary school mathematics. New York: HarperCollins Publisher.. Denny Dwi. (2004). Kegiatan mengaktifkan menimbulkan kreativitas siswa. Majalah PMRI Vol. VI Januari 2004, halaman 4. diambil pada tanggal Oktober 2004. www. PMRI. or.id Dian Armanto (2003). Peran soal kontekstual dalam pembelajaran matematika Seminar Nasional Universitas Negeri Padang: 6 September 2003 Forbes, J. E., & Eicholz R. E. (1971). Mathematics for elementary teachers. Filipina: Addison-Wesley Publishing Company Inc. Hamzah B. Uno. (2009). Model pembelajaran (menciptakan proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif), Jakarta: Bumi Aksara. Haylock, D. & Thangata, F. (2007). Key concepts in teaching primary mathematics. London: SAGE Publication Herman Hudojo, (2003). Guru matematika konstruktivis. Paper disajikan pada seminar Nasional tanggal 27-28 Maret 2003 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 239
Ibnu Hadjar. (1996). Dasar-dasar metodologi penelitian kuantitatif dalam pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Koeno, G. (1994). Developing realistic mathematics education. Freudenthal institute. Marpaung, Y. (2004). Implementasi KBK pembelajaran matematika di sekolah. Seminar Nasional Universitas Sanata Dharma: 4 Desember 2004. Moch. Masykur & Abdul Halim Fathani. (2007). Mathematical intelligence: cara cerdas melatih otak dan menanggulangi kesulitan belajar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Nana Syaodih Sukmadinata. (2009). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ngalim Purwanto. (2008). Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran. Bandung: Reamaja Rosdakarya. Oemar Hamalik. (2009). Proses belajar mengajar. Jakarta : Bumi Aksara Paul Drijvers. (1999). Student Encountering obstacles using a CAS. Israel : Freudenthal Intitute Paul Suparno. (2001). Teori perkembangan kognitif jean piaget. Yogyakarta : Kanisius (2009). Purwanto (2009). Evaluasi hasil belajar. Cet. I. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Sardiman, AM. 2010. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta : Rajawali Pers. Sugihartono, dkk (2007). Psikologi pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Sutarto Hadi. (2005). Pendekatan matematika realistik dan implementasinya. Cetakan pertama, Tulip: Banjarmasin Tatag Yuli (2006). PMRI : pembelajaran matematika yang mengembangkan penalaran, kreativitas, dan kepribadian siswa. Seminar Workshop Pembelajaran Matematika di MI “Nurur Rohmah”. Sidoarjo : 8 Mei 2006.
240