PENGARUH PELAYANAN RITEL DAN STORE ATMOSPHERE TERHADAP IMPULSE BUYING PADA SWALAYAN NIAGARA PAYAKUMBUH Deky Vevondri, Dahliana Kamener , Yulihar Mukhtar Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bung Hatta E-mail :
[email protected] E-mail :
[email protected] E-mail :
[email protected] Abstract Supermarket Niagara Payakumbuh is the one of supermarket at Payakumbuh that offers one stop shopping concept, where the concept of the shopping place that offers a complete all requirements for individual families. And the visitors increased day by day. Purposed of this research is to examine the impact of retail services, and store atmosphere of impulse buying at supermarkets Niagara Payakumbuh. The sample of this research is the consumers to buying the product at Niagara Supermarket, the population all consumens that buying the product at niagara supermarket,and then the technical sampling of the research is puposive sampling.The method of the research is descriptive analysis and multiple regression analysis. The result of this research is shows that ritel services and store atmosphere is founded positive and significant impact on impulse buying. Keyword : ritel services, store atmosphere, impulse buying. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Gerai merupakan tempat konsumen untuk melakukan pembelian, baik itu terencana maupun tidak terencana. Pembelian terencana adalah perilaku pembelian dimana keputusan pembelian sudah dipertimbangkan sebelum masuk ke dalam gerai, sedangkan pembelian tak terencana adalah perilaku pembelian tanpa ada pertimbangan sebelumnya. Point of Purchase Advertising Institute (POPAI) dalam Astuti dan Fillippa (2008) menyebutkan bahwa sekitar 75 persen pembelian di supermarket dilakukan secara tak terencana. Salah satu jenis pembelian tidak terencana yang sering mendapatkan perhatian adalah pembelian tidak terencana
(impulsive buying). Hal ini disebabkan pembelian tidak terencan merupakan sebuah fenomena dan kecenderungan perilaku berbelanja meluas yang terjadi di dalam pasar dan menjadi poin penting yang mendasari aktivitas pemasaran (Herabadi, 2003). Swalayan Niagara Payakumbuh merupakan salah satu swalayan yang berada di Payakumbuh yang menawarkan konsep one stop shopping, dimana konsep tempat belanja yang menawarkan semua kebutuhan lengkap untuk individu dan keluarga, dengan lingkungan yang nyaman dan aman. Daya tarik swalayan semakin meningkat bersamaan dengan pesatnya pertumbuhan swalayan. Tabel berikut memperlihatkan kondisi pasar ritel modern di kota Payakumbuh:
1
Table Kondisi Pengunjung Pasar Ritel Modern Di payakumbuh Periode November 2013 – Februari 2014 (orang) Keterangan
Bulan November Desember Januari Prima 54.952 59.854 62.154
Februari 63.247
Mega Swalayan Swalayan Niagara 71.843 72.456 74.654 76. 757 Payakumbuh Sumber : Perusahaan Ritel Kota Payakumbuh, 2014 Berdasarkan Tabel diatas dapat diinginkan untuk dibeli, dan kebanyakan, dari disimpulkan bahwa swalayan Niagara barang itu tidak diperlukan oleh konsumen. Payakumbuh memiliki pengunjung yang Pembelian impulsif atau pembelian tidak paling banyak dibanding mega prima terencana merupakan bentuk lain dari pola swalayan. Dimana pengunjungnya terus pembelian konsumen. Sesuai dengan meningkat dari hari ke hari apalagi dengan istilahnya, pembelian tersebut tidak secara semakin lengkapnya isi swalayan tersebut, ini spesifik terencana. "Pembelian impulsif" terjadi ketika konsumen tiba-tiba mengalami membuktikan bahwa konsumen sangat keinginan yang kuat dan kukuh untuk banyak yang ingin berbelanja di swalayan membeli sesuatu secepatnya. Impulsif untuk Niagara Payakumbuh. membeli merupakan hal yang secara hedonis KAJIAN LITERATUR kompleks, dan akan menstimulasi konflik IMPLUSE BUYING emosional. Pembelian impulsif juga Mowen dan Minor (2002:65) mengatakan pembelian impulsif (impulse cenderung dilakukan dengan mengabaikan purchase) didefinisikan sebagai tindakan pertimbangan atas konsekuensinya. membeli yang dilakukan tanpa memiliki Tipe Pembelian Impulsif Menurut Stern dalam Loudon dan masalah sebelumnya atau maksud/niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki Bitta (1998:81) dalam Utami (2010:68) menyatakan bahwa ada empat tipe pembelian toko. Pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga impulsif, yaitu: karena perasaan positif yang kuat mengenai 1. Impuls murni (pure impulse) suatu benda. Pengertian ini mengacu pada tindakan Utami (2010:67) sebagian orang pembelian sesuatu karena alasan menarik, menganggap kegiatan belanja dapat menjadi biasanya ketika suatu pembelian terjadi alat untuk menghilangkan stres, karena loyalitas terhadap merek atau perilaku menghabiskan uang dapat mengubah suasana pembelian yang telah biasa dilakukan. hati seseorang berubah secara signifikan, Contohnya, membeli sekaleng asparagus dengan kata lain uang adalah sumber bukannya membeli sekaleng macaroni seperti kekuatan. Kemampuan untuk menghabiskan biasanya. uang membuat seseorang merasa berkuasa. 2. Impuls pengingat (reminder impulse) Pembelian tidak terencana (produk impulsif) Ketika konsumen membeli berdasarkan lebih banyak terdapat pada barang yang jenis impuls ini, hal ini dikarenakan unit
2
tersebut biasanya memang dibeli juga, tetapi tidak terjadi untuk diantisipasi atau tercatat dalam daftar belanja. Contohnya, ketika sedang menunggu antrean untuk membeli sampo di konter toko obat, konsumen melihat merek aspirin pada rak dan ingat bahwa persediaannya di rumah akan habis, sehingga ingatan atas penglihatan pada produk tersebut memicu pembelian yang tidak terencana. 3. Impuls saran (suggestion impulse) Suatu produk yang ditemui konsumen untuk pertama kali akan menstimulasi keinginan untuk mencobanya. Contohnya, seorang ibu rumah tangga yang secara tidak sengaja melihat produk penghilang bau tidak sedap di suatu counter display, hal ini secara langsung akan merelasikan produk tersebut didasarkan atas pertimbangan tentang adanya bau disebabkan karena aktivitas memasak di dalam rumah dan kemudian membelinya. 4. Impuls terencana (planned impulse) Aspek perencanaan dalam perilaku ini menunjukkan respons konsumen terhadap beberapa insentif spesial untuk membeli unit yang tidak diantisipasi. Impuls ini biasanya distimulasi oleh pengumuman penjualan kupon, potongan kupon, atau penawaran menggiurkan lainnya. Adapun indicator yang digunakan menurut Rook, Dennis dan Robret (1995) dalam Mas’ud (2004:449) yaitu pembelian secara spontan, pembelian tanpa memikirkan, pembelian ketika melihat, suka membeli sesuatu mendadak, pembelian berdasarkan perasaan saat itu. Pelayanan Ritel Pelayanan adalah semua tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun (Kotler dan Keller, 2009:36). Pelayanan ritel/toko (retail service) bertujuan untuk memfasilitasi para pembeli
saat mereka berbelanja di gerai. Hal-hal yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas layanan pelanggan, personal selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah, layanan keuangan berupa penjualan dengan kredit, dan fasilitas-fasilitas lain seperti toilet, tempat mengganti pakaian bayi, foud court, telepon umum dan layanan parkir. Pada akhirnya pelayanan ritel bertujuan untuk mencapai target dan laba (Ma’ruf, 2006: 217) Pelayanan toko memberikan kesempatan konsumen untuk berinteraksi dengan pelayan toko. Interaksi ini adalah salah satu elemen penting dalam komunikasi pemasaran yang dapat meningkatkan pembelian konsumen dalam saluran ritel. Menurut Stren (1962) dalam Herukalpiko, dkk (2013) membeli impuls terjadi ketika konsumen termotivasi untuk membeli produk baru tanpa memiliki pengetahuan tentang produk tersebut. Dan kadang-kadang pembelian secara impuls terjadi ketika kualitas, fungsi, dan kegunaan produk tersebut dieveluasi oleh pelanggan atau seorang tenaga penjualan (Park dan Lennon, 2006: 57). Adapun indikator yang digunakan menurut Sopiah dan Syihabudhin (2008:150) menyebutkan jenis-jenis pelayanan yang ditawarkan dalam gerai meliputi customer service, fasilitas toko dan fasilitas-fasilitas lain. Strore Atmosphere Jika pihak manajemen memiliki tujuan memberitau, menarik memikat atau mendorong konsumen untuk datang ke toko untuk membeli barang, maka sesuatu atau atmosfer dalam toko berperan penting dalam memikat pembeli. Atmosfer tersebut sebaiknya bisa membuat mereka merasa nyaman saat memilih barang belanjaan dan meningkatkan mereka akan produk yang perlu dimiliki, baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga.
3
ritel, grafis), dan merchandising (penyajian Suasana toko mempengaruhi keadaan merchandise). emosional pembelanja, yang kemudian mendorong untuk meningkatkan atau Mowen dan Minor (2002:139) mengatakan Atmospherics adalah istilah yang mengurangi belanja. Keadaan emosional terdiri dari dua perasaan yang dominan (keselebih umum daripada tata ruang toko; atmospherics berhubungan dengan bagaimana nangan atau bergairah). Kombinasi unsurunsur ini mempengaruhi konsumen untuk para manajer dapat memanipulasi desain bangunan, ruang interior, tata ruang lorongmenghabiskan lebih sedikit atau lebih banyak waktu di toko. lorong, tekstur karpet dan dinding, bau, warna, bentuk, dan suara yang dialami para Ma’ruf (2006:201) mengatakan jika iklan bertujuan memberitahu, menarik, pelanggan (semuanya untuk mencapai pengaruh tertentu). Bahkan susunan barangmemikat, atau mendorong konsumen untuk datang ke gerai dan untuk membeli barang, barang, jenis pameran / pertunjukkan, dan pose para boneka dapat mempengaruhi maka suasana atau atmosfer dalam gerai berperan penting memikat pembeli, membuat persepsi konsumen atas suasana toko. nyaman mereka dalam memilih barang Adapun indikator yang digunakan belanja, dan mengingatkan mereka produk menurut Levy dan Weitz (2004:521) yaitu : apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan desain toko, tata letak toko, komunikasi pribadi maupun untuk keperluan rumah visual, penerangan, warna, musik dan aroma. tangga. Suasana yang dimaksud adalah dalam Kerangka Konseptual arti atmosfer dan ambience yang tercipta dari Berdasarkan tinjauan landasan teori gabungan unsur-unsur desain toko/gerai, maka dapat disusun kerangka pemikiran perencanaan toko (alokasi ruang, rencana dalam penelitian ini seperti tersaji dalam gang, layout), komunikasi visual (identitas gambar berikut ini : Gambar Kerangka Konseptual Pelayanan ritel (X1) Impulse buying (Y) Store atmosphere (X2) Hipotesis H1 : pelayanan ritel Berpengaruh Positif Terhadap impulse buying pada Swalayan Niagara Payakumbuh H2 : Store atmosphere berpengaruh positif terhadap impulse buying pada Swalayan Niagara Payakumbuh Metode Penelitian Populasi dan Sampel
Yang menjadi populasinya konsumen yang melakukan impulse buying pada Swalayan Niagara Payakumbuh. Pemilihan sampel dalam penelitian ini yaitu konsumen yang melakukan impulse buying pada Swalayan Niagara Payakumbuh. Penentuan jumlah sampel menurut Sekaran (2000:277) dalam penelitian multivariat (termasuk analisis regresi berganda), ukuran sampel sebaiknya beberapa kali (lebih disukai 10 kali atau lebih) lebih besar dari jumlah variabel dalam studi. 4
Dengan demikian sampel minimal untuk untuk penelitian ini yang memiliki 2 variabel bebas dan 1 variabel terikat adalah 3 x 20 = 60 orang. Dalam penelitian ini akan digunakan jumlah sampel sebesar 60 responden, dan untuk menghindari sampling eror maka sampel dijadikan sebanyak 100 responden. Devenisi dan Operasional Variabel Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel yaitu variabel bebas dan terikat. Adapun yang berperan sebagai variabel bebas adalah Pelayanan ritel, Store atmosphere dan Impulse buying sebagai variabel terikat. Teknik Pengumpulan Data Pengukuran data dalam penelitian ini adalah angket atau kuisioner daftar pernyataan yang disusun berdasarkan kisi-kisi dalam bentuk skala likert (skala lima tingkat). Skala likert ( likert scale ) didesain untuk menalaah seberapa kuat subjek setuja atau tidak setuju dengan pertanyaan 5 titik dengan susunan sebagai berikut (Sekaran 2006 :29),(sangat tidak setuju = 1, Jawaban tidak setuju= 2, sedikit setuju = 3, setuju = 4, sangat setuju = 5). Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji validitas dan reabilitas, uji asumsi klasik dan analisis regresi linear
Hasil dan Pembahasan Jumlah kuesioner yang diedarkan kepada responden sebanyak 100 kuisioner, seluruh kuesioner kembali seutuhnya karena penyebaran kuesioner dengan cara memberikan secara langsung dan ditunggu hingga selesai. Mayoritas responden adalah umur 2328 (33%) denan kategori 33 orang.gender perempuan (73%) dengan kategori 73 orang .Pendidikan Terakhir (46%)dengan kategori 46 orang, penghasilan Rp<1.000.000 (27%) dengan kategori 27 orang.pekerjaan pegawai Negeri sipil (25%)dengan kategori 25 orang UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS Menurut Sugiyono (2003:125) pengujian validitas adalah sebuah uji yang ditujukan untuk mengukur kebenaran dari apa yang sebenarnya diukur. Di dalam melakukan pengujian validitas peneliti menggunakan model corrected item total corelaion, masaing-masing peryataan dinyatakan valid bila menghasilkan corrected item total corelaion diatas atau sama dengan 0.30. Butir pertanyaan yang dinyatakan tidak valid akan dikeluarkan atau tidak digunakan mengukur sebuah variabel penelitian, dan variabel dikatakan andal (realiabel)Bila memiliki nilai cronbach’s alpa minimal 0,60 Nunnally (1978) dalam Ghozali (2005)
5
Tabel Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel
Jumlah Butir Pernyataan
Butir Tidak Valid
Butir Valid
Cronbach’s Alpa
Keterangan
Pelayanan ritel
6
1
5
0,733
Reliable
Store Atmosphere
14
2
12
0,836
Reliable
Impluse Buying
5
-
5
0,810
Reliable
Sumber: Data Olahan 2014 atas sebaliknya maka dapat digunakan bantuan uji non parametrik one sample kolmogorov smirnov test. Normalnya sebuah item ditentukan dari nilai asymp sig yang dihasilkan dalam pengujian yang harus > alpha 0,05. multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF (Variance Influence Faktor) lebih kecil dari 10 serta mempunyai angka Tolerance mendekati 1. Dalam analisis ini didapat nilai Variance Influence Faktor (VIF) dan angka tolerance untuk masing-masing variabel seperti yang terlihat pada Tabel berikut ini:
Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik yang digunakan yang digunakan pada penelitian ini adalah, uji normalitas, heteroskedastisitas dan multikoleniaritas. Santoso (2001) mengatakan untuk mengetahui data berdistribusi normal Uji Multikolinearitas Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi yang kuat, maka dapat dikatakan telah terjadi masalah multikolinearitas dalam model regresi. Ghozali (2005) menyatakan pedoman suatu model regresi yang bebas
Tabel Hasil Uji Multikolinearitas Variabel
Tolerance
VIF
Keterangan
Pelayanan ritel (X1)
0.999
1.001
Tidak Terjadi Multikolinearitas
Store atmosphere (X2)
0.999
1.001
Tidak Terjadi Multikolinearitas
Sumber : data primer diolah, 2014 Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heterokedastisitas, yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus dipenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala
heterkedastisitas. Ada beberapa metode pengujian yang bisa digunakan, pada pembahasan ini pengujian dilakukan dengan uji glejser. Dimana jika variabel bebas signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Dan jika probabilitas / 6
signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5% (0.05) maka disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas (Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2005).
Dari hasil uji hetersokedastisitas yang dilakukan terhadap penelitian ini diperoleh seperti yang terlihat pada Tabel berikut ini:
Tabel Hasil Uji Heteroskedastisitas Variabel Signifikan Keterangan Pelayanan ritel (X1) 0,05 0,852 Tidak Signifikan Store atmosphere (X2) 0,05 0,275 Tidak Signifikan Sumber : data primer diolah, 2014 Impluse Buying (Y). Hasil dari analisis Analisis Regresi Linear Berganda Tujuan menggunakan analisis regresi regresi linear berganda yang diolah dengan linear berganda dalam penelitian ini adalah SPSS, dapat diringkas pada Tabel, sebagai untuk mengetahui pengaruh Pelayanan Ritel berikut: (X1), Dan store Atmosphere(X2) terhadap Tabel Hasil Analisa Regresi Koefisien Variabel Bebas
Signifikan Regresi
Keterangan
Keputusan Hipotesis
Konstanta
0,374
-
Pelayanan ritel (X1)
0,175
0,037
0,05
Signifikan
Diterima
Store atmosphere (X2)
0,768
0,000
0,05
Signifikan
Diterima
F
49,843
0,000
0,05
Signifikan
-
R Square
Sumber : Data Olahan SPSS, 2014 Dari hasil analisis data untuk mengetahui pengaruh pelayanan ritel, dan store atmosphere terhadap impulse buying diperoleh nilai koefisien regresi linear berganda dan interprestasi sebagai berikut : Y= a + b1 X1 + b2 X2 = 0,374 + 0,175 X1 + 0,768 X2 Dari persamaan regresi linear berganda di atas dapat diartikan sebagai berikut : 1. Konstanta sebesar 0,374 menyatakan bahwa jika tidak ada pelayanan ritel, dan store atmosphere maka impulse buying pada swalayan niagara payakumbuh sebesar nilai konstanta yang dihasilkan yaitu 0,374.
-
0,507
2. Koefisien regresi sebesar 0,175 menyatakan bahwa setiap penambahan (karena tanda positif) 1 point pelayanan ritel akan meningkatkan impulse buying pada swalayan niagara payakumbuh sebesar 0,175 dengan anggapan store atmosphere tetap. 3. Koefisien regresi sebesar 0,768 menyatakan bahwa setiap penambahan (karena tanda positif) 1 point store atmosphere akan meningkatkan impulse buying pada swalayan niagara payakumbuh sebesar 0,768 dengan anggapan pelayanan ritel tetap.
7
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis yang terangkum pada Tabel 4.16 di atas dengan menggunakan t-test, diperoleh koefisien regresi pelayanan ritel berslope positif sebesar 0,175, dengan nilai signifikansi sebesar 0,037 lebih kecil dari alpha 0,05. Berdasarkan analisis diatas dikatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan pelayanan ritel berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying pada swalayan niagara payakumbuh. Hal ini menjelaskan bahwa jika pelayanan ritel semakin baik maka akan meningkatkan impulse buying pada swalayan niagara payakumbuh dengan asumsi faktor lain selain dari pelayanan ritel di anggap konstan atau tetap. Berdasarkan hasil analisis yang terangkum pada Tabel 4.16 di atas dengan menggunakan t-test, diperoleh koefisien regresi store atmosphere berslope positif sebesar 0,768 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha 0,05. Berdasarkan analisis diatas dikatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan store atmosphere berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying pada Swalayan Niagara Payakumbuh. Hal ini menjelaskan bahwa jika store atmosphere semakin baik maka impulse buying pada Swalayan Niagara Payakumbuh akan semakin meningkat dengan asumsi faktor lain selain dari store atmosphere di anggap konstan atau tetap. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Kurniawan dan Kunto (2013) meneliti tentang Pengaruh Promosi Dan Store Atmosphere Terhadap Impulse Buying Dengan Shopping Emotion Sebagai Variabel Intervening Studi Kasus Di Matahari Department Store Cabang Supermall Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa promosi pada Matahari department store cabang supermall Surabaya
memiliki pengaruh yang positif dan siginfikan terhadap Impulse buying Matahari department store cabang supermall Surabaya. Serta Store atmosfer pada Matahari department store cabang supermall Surabaya sangat berpengaruh terhadap Impulse buying konsumen Matahari department store cabang supermall Surabaya. Oleh karena itu, peningkatan dan pembenahan elemen- elemen Store atmosfer sangat penting untuk dilakukan, terutama untuk menjaga agar konsumen dapat tetap puas. KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pelayanan ritel berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada Swalayan Niagara Payakumbuh. 2. Store atmosphere berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada Swalayan Niagara Payakumbuh. Keterbatasan dan Saran Penelitian Hasil penelitian yang ditemukan dalam proses pengujian hipotesis belum sempurna, adanya beberapa keterbatasan dalam pembuatan penelitian ini mempengaruhi hasil yang ditemukan yaitu : 1. Penelitian ini hanya menganalisis pelayanan ritel dan store atmosphere jadi disarankan untuk peneliti berikutnya agar dapat menambah variabel lainnya yang dapat menjelaskan lebih mendalam tentang impulse buying. 2. Masih sedikit jumlah responden yang dijadikan sampel sehingga hasil yang ditemukan dalam penelitian ini memiliki tingkat keakuratan yang lemah. Saran Penelitian ini memiliki beberapa saran, yang apabila diatasi pada penelitian 8
selanjutnya, dapat memperbaiki hasil penelitian yaitu: 1. Dalam upaya meningkatkan impulse buying maka pihak Swalayan Niagara Payakumbuh agar dapat mampu memperhatikan dan meningkatkan pelayanan ritel serta store atmospherenya dikarenakan memiliki rata-rata tingkat capaian respondennya lebih rendah. 2. Disarankan untuk mempertahankan pelayanan ritel karena memiliki tingkat capaian responden cukup baik yaitu 72,80%. Kemudian memperhatikan atau meningkatkan store atmosphere karena memiliki nilai tingkat capaian responden lebih kecil dari pada pelayanan ritel yaitu 69,60%. 3. Peneliti yang akan datang disarankan agar menambahkan sampel atau pelanggan swalayan sebagai responden penelitian agar mendapatkan hasil yang lebih baik. 4. Penelitian berikutnya juga dapat mengembangkan model penelitian ini dengan mempertimbangkan atau menambahkan variabel lain yang mempengaruhi impluse buying. DAFTAR PUSAKA Astuti, R. D., dan Fillippa, M. 2008. Perbedaan pembelian secara impulsif berdasarkan tingkat kecenderungan, kategori produk dan pertimbangan pembelian, Jurnal Ichsan Gorontalo Volume 3 No.1, pp.1441-1456. Ghozali, Imam 2005. Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Gujarati, Damodar. 2001. Ekonometrik Dasar. Jakarta : Erlangga. Herabadi, A. G. 2003. Buying Impulses: A Study on Impulsive Consumption, Disertasi, Social Psychological
Department, Catholic University of Nijmegen, Belanda. Herukalpiko, Diah Kenanga Dwirani, Apriatni Endang Prihatini dan Widayanto. 2013. Pengaruh Kebijakan Harga, Atmosfer Toko Dan Pelayanan Toko Terhadap Perilaku Impulse Buying Konsumen Robinson Department Store Semarang. Diponegoro Journal Of Social And Politic Of Science Tahun 2013, Hal. 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/ Kotler, Philip, dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran, Edisi 13, Jilid 2. Jakarta : Erlangga Kurniawan, Denny dan Yohanes Sondang Kunto. 2013. Pengaruh Promosi Dan Store Atmosphere Terhadap Impulse Buying Dengan Shopping Emotion Sebagai Variabel Intervening Studi Kasus Di Matahari Department Store Cabang Supermall Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran Petra Vol. 1, No. 2, (2013) 1-8 Ma’ruf, H. 2006. Pemasaran Ritel. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Mowen, John C dan Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen. Edisi 5. Jakarta : Erlangga. Levy, M dan Weitz A. Barton. 2004. Retailing Management. Edisi ke-5. New York : Mc Graw Hill, Irwin. Park, J. and Lennon, S. J. 2006. Psychological and environmental antecedents of impulse buying tendency in the multichannel shopping context, Journal
9
of Consumer Marketing 23/2, pp. 58– 68.
Sugiyono, 2003. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kelima. Bandung : Alfabeta.
Santoso, Singgih. 2001. Buku Latihan SPSS. Edisi Kedua. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sopiah dan Syihabudhin. 2008. Manajemen Bisnis Ritel. Yogyakarta: ANDI
Sekaran, Uma. 2000.Reserch methods for Business. New York.
Utami, Christina Whidya. 2010. Manajemen Ritel. Strategi dan Implementasi Operasional Bisnis Ritel Modern Di Indonesia. Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat.
10