PENGARUH IN-STORE PROMOTION TERHADAP KEPUTUSAN IMPULSE BUYING PADA KONSUMEN GIANT HYPERMARKET
Oleh ADE YUSRIYANTI H24104041
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Ade yusriyanti H24104041. Pengaruh In-store Promotion Terhadap Keputusan Impulse Buying Pada Konsumen Giant Hypermarket Botani Square Bogor. Dibawah bimbingan W.H. Limbong. Pedagang eceran adalah perdagangan barang atau jasa secara langsung ke konsumen akhir untuk dikonsumsi. Salah satu bentuk usaha pedagang eceran yang berkembang dewasa ini adalah pedagang eceran dalam bentuk toko yang berkonsep swalayan, mulai toko berskala kecil seperti minimarket sampai toko berskala besar seperti hypermarket. Hypermarket sebagai salah satu jenis ritel mengalami pertumbuhan yang cukup tajam. Tingginya jumlah hypermarket ini menambah jumlah alternatif toko yang dapat dikunjungi oleh konsumen dalam memenuhi kebutuhan mereka. Salah satu cara yang dilakukan oleh peritel hypermarket untuk mempertahankan keunggulan bersaing dan menjaga gross profit adalah dengan promosi yang dapat dilakukan melalui berbagai macam jenis media baik diluar toko atau promosi yang dilakukan didalam toko (in-store promotion). Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Reveries.com dalam majalah MARKETING (2007) 72% responden (peritel dan perusahaan manufaktur) menyatakan bahwa in-store promotion merupakan salah satu media alternatif untuk menarik minat konsumen membeli suatu produk. Hasil riset AC Nielsen dalam majalah MARKETING (2007) mengatakan 84% konsumen yang datang ke toko modern terkadang atau selalu membeli barang yang tidak direncanakan. Perilaku konsumen yang tidak merencanakan sebelum membeli ini disebut dengan istilah impulse buying. Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimana perilaku pembelian impulsif konsumen Giant Hypermarket Bogor? (2) Bagaimana pengaruh in-store promotion terhadap keputusan impulse buying oleh konsumen? (3) Bentuk in-store promotion yang sangat mempengaruhi keputusan impulse buying? Dalam penelitian ini, data yang telah diperoleh diolah dengan bantuan komputer yaitu menggunakan software Microsoft Office Excel 2003 dan software SPSS 11.5. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif, tabulasi silang dan regresi linier berganda. Dari hasil pengolahan dan analisis data didapatkan hasil bahwa 23% konsumen Giant Hypermarket berjenis kelamin perempuan dan berusia 15-25 tahun, 79% konsumen Giant Hypermarket baik laki-laki ataupun perempuan meraencanakan pembeliannya, hanya 14% konsumen yang tidak merencanakan pembeliannya. Walaupun konsumen selalu merencanakan pembelian tetapi selalu ada barang tambahan yang mereka beli tanpa direncanakan. Hal ini dapat dilihat dari 97% konsumen membeli barang tambahan saat berbelanja. Barang tersebut diantaranya adalah makanan dan minuman ringan, pakaian, serta mainan anak. Berdasarkan analisis regresi didapatkan hasil bahwa in-store promotion mempengaruhi keputusan impulse buying konsumen Giant Hypermarket Bogor (F = 5.469, p-value = 0.002). Sedangkan bentuk in-store promotion yang berpengaruh terhadap keputusan impulse buying pada konsumen Giant Hypermarket Bogor adalah promosi penjualan dan personal selling.
PENGARUH IN-STORE PROMOTION TERHADAP KEPUTUSAN IMPULSE BUYING PADA KONSUMEN GIANT HYPERMARKET
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh ADE YUSRIYANTI H24104041
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
PENGARUH IN-STORE PROMOTION TERHADAP KEPUTUSAN IMPULSE BUYING PADA KONSUMEN GIANT HYPERMARKET
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh ADE YUSRIYANTI H24104041
Menyetujui, Agustus 2008
Prof. Dr. Ir. W.H Limbong, MS Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen Manajemen
Tanggal Ujian: 24 Juli 2008
Tanggal Lulus:
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Setelah perusahaan berhasil menciptakan produk (barang dan jasa), berikutnya adalah bagaimana produk tersebut dapat sampai ke tangan konsumen.
Ada
beberapa
alternatif
yang
dapat
dipilih
dalam
mendistribusikan produk kepada konsumen, salah satunya adalah melalui pasar. Pasar merupakan kegiatan penjual dan pembeli yang melayani transaksi jual-beli. Berdasarkan jenisnya pasar dibagi menjadi dua yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan pedagang menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan seperti; buah, sayuran, dan daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan dan hypermarket, supermarket, dan minimarket.1 Di dalam pasar tradisional atau pun pasar modern terdapat pedagang yang menjual barang atau jasa langsung kepada konsumen akhir untuk di konsumsi. Pedagang ini disebut sebagai pedagang eceran (ritel). Terdapat banyak jenis pedagang eceran baik pedagang eceran yang menjual barangbarang berat seperti peralatan elektronik sampai pedagang eceran yang 1
www.wikipedia.org. Pasar: Pasar Tradisional dan Pasar Modern. [16 Maret 2008]
2
menjual kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan pakaian. Jenis pedagang eceran (ritel) di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Ritel di Indonesia, 2007 Retail Store Minimarket “Convenience Store” Supermarket Hypermarket
Cash and Carry
Small Full Service Stores
Physical Definition Employe 2-6 Less than 350 square meters 350-8000 square meters 3+ cash registers Free Standing Over 8000 square meters Cash Register for every 1.000 square meters Employe 350-400 Over 500 square meters Requires membership to enter Family Owned Less than 200 square meters Independent
Goods Available Packaged Food Basic Hygine Goods Food Household Goods Food Household Goods Electronics Clothing Sport Goods Food Household Goods Limited selection of Food Limited selection of Household Goods
Fresh Produce Homemade Goods Basic Household Goods Sumber: SMERU Research (2007); Collet dan Wallace (2006) Traditional market
Multiple Vendors Small Stals of 2-10 square meters
Salah satu bentuk usaha pedagang eceran yang berkembang dewasa ini adalah usaha pedagang eceran modern, yaitu pedagang eceran dalam bentuk toko yang berkonsep swalayan (konsumen melayani sendiri dalam membeli barang atau jasa). Beberapa tahun terakhir, toko berkonsep swalayan mulai banyak bermunculan, mulai toko berskala kecil seperti minimarket sampai toko berskala besar seperti hypermarket. Pada Tabel 2 dapat dilihat adanya peningkatan jumlah hypermarket sebesar 50% dan supermarket sebesar 37% pada periode 2004-2006. Jumlah hypermarket sebanyak 68 unit menjadi 105 unit, sedangkan jumlah supermarket dari 956 menjadi 1.311 unit. Peningkatan juga terjadi pada jumlah minimarket. Pada tahun 2004 jumlah
3
minimarket sebanyak 5.604 unit dan pada tahun 2006 jumlah minimarket bertambah menjadi 7.356 unit.
Tabel 2. Jumlah Toko Ritel di Indonesia 2004 2005 2006 Jenis Ritel (unit) (unit) (unit) Total Hypermarkets 68 83 105 Total Minimarkets 5604 6465 7356 Total Supermarkets 956 1152 1311 Total Keseluruhan 6628 7700 8772 Sumber: AC Nielsen (2007) dalam Majalah MARKETING (Edisi Agustus 2007) Peningkatan jumlah gerai hypermarket cukup signifikan dibandingkan kedua jenis lainnya yaitu supermarket dan minimarket. Perkembangan ini juga ditandai dengan meningkatnya kunjungan. Konsumen lebih memilih datang ke hypermarket karena ditempat ini tersedia banyak jenis barang yang dibutuhkan konsumen mulai dari peralatan elektronik, makanan, pakaian dan barang-barang kebutuhan lainnya. Fungsi hypermarket saat ini semakin berkembang, pengunjung yang datang ke hypermarket tidak hanya bertujuan belanja tetapi juga sebagai tempat rekreasi bagi seluruh anggota keluarga. Para orang tua yang berbelanja membawa anaknya dalam kereta belanja.2 Saat ini di Indonesia sudah ada kurang lebih lima brand hypermarket yaitu Giant, Carrefour, Hypermart, Makro, dan Indogrosir. Kelima hypermarket ini mengalami pertumbuhan yang cukup pesat diberbagai daerah di Indonesia, khususnya wilayah Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tanggerang, Bekasi). Gambar 1 menggambarkan jumlah gerai yang dimiliki oleh kelima hypermarket tersebut sampai tahun 2003.
2
Majalah MARKETING. Hiruk Pikuk di Outlet Modern. No.08/II/Agustus/2007: hal 28-30
4
Tingginya jumlah hypermarket ini menambah jumlah alternatif toko yang dapat dikunjungi oleh konsumen dalam memenuhi kebutuhan mereka. Gambar 1. Jumlah Hypermarket di Indonesia, 2003 Sumber: Suryadarma dkk 2007; Retail Indonesia,2005; Visidata Riset Indonesia 2003; Salah satu cara yang dilakukan oleh peritel hypermarket untuk mempertahankan keunggulan bersaing dan menjaga gross profit adalah dengan promosi. Promosi dapat dilakukan melalui berbagai macam jenis media baik di luar toko ataupun promosi yang dilakukan di dalam toko (instore promotion). Promosi di luar toko dapat dilakukan dengan tujuan untuk menarik konsumen mengunjungi toko dan promosi yang dilakukan di dalam bertujuan untuk menjadi stimulus yang dapat merangsang keputusan pembelian konsumen di dalam toko, baik keputusan yang telah direncanakan atau pun keputusan yang belum direncanakan sebelum datang ke toko. In-store promotion merupakan salah satu bentuk promosi yang dapat dilakukan oleh peritel ataupun pemilik produk. Dalam usaha ritel salah satu tujuan dilaksanakannya in-store promotion adalah untuk mempercepat pergerakan barang yang pada akhirnya dapat berdampak pada penjualan. Selain itu, tujuan lain dilaksanakannya promosi adalah untuk mengurangi penumpukan barang yang sudah out of date atau dengan kata lain mendekati tanggal kadaluarsa. Peritel juga melakukan promosi untuk menjaga keseimbangan barang yang disediakan dengan barang yang dibutuhkan oleh konsumen.
5
Belakangan ini strategi in-store promotion banyak dilakukan oleh para peritel maupun perusahaan manufaktur. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya iklan-iklan yang dibuat melalui display toko baik berupa iklan banner, point of purchase, poster yang ditempelkan pada rak di dalam toko, iklan yang ditempelkan pada keranjang belanja, bahkan tayangan iklan melalui video di dalam toko. Dengan adanya iklan atau promosi di dalam toko diharapkan akan menarik minat konsumen untuk membeli produk tersebut. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Reveries.com 72% responden (peritel dan perusahaan manufaktur) menyatakan bahwa in-store promotion merupakan salah satu media alternatif untuk menarik minat konsumen membeli suatu produk.3 Iklan atau berbagai promosi yang dilakukan peritel ataupun supplier di dalam toko merupakan daya tarik yang secara langsung dapat mengingatkan konsumen terhadap suatu produk tertentu. Promosi tersebut dapat menimbulkan keinginan membeli oleh konsumen walaupun sebelumnya konsumen tidak merencanakan membeli produk atau merek tersebut. Hal ini dapat disebut sebagai impulse buying atau dorongan membeli yang tidak direncanakan sebelumnya. Untuk menetapkan promosi di dalam toko yang tepat yaitu promosi yang dapat meningkatkan keputusan berdasarkan impulse, peritel dan supplier perlu mengetahui bagaimana promosi di dalam toko dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli suatu produk atau merek barang tertentu. Berdasarkan hal tersebut, studi mengenai bagaimana pengaruh promosi di dalam toko (in-store promotion) terhadap keputusan membeli konsumen yang tidak direncanakan sebelumnya (impulse buying) perlu diteliti. 1.2. Perumusan Masalah Pertumbuhan industri ritel di Bogor cenderung meningkat. Hal ini ditandai dengan munculnya sejumlah toko berkonsep swalayan. Dalam tiga tahun terakhir telah dibuka dua hypermarket terkemuka di Bogor, yaitu Giant dan Hypermart. Permasalahan yang dihadapi oleh peritel untuk 3
Majalah MARKETING. Hiruk Pikuk di Outlet Modern. No.08/II/Agustus/2007: hal 28-30
6
mencapai keunggulan bersaing selain pesaing adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara barang yang dijual oleh peritel dengan barang yang dibutuhkan oleh konsumen. Tidak semua produk yang disediakan oleh peritel menarik minat konsumen, untuk itu peritel harus merumuskan strategi agar produk yang kurang diminati tersebut dapat menarik minat konsumen. Salah satu cara adalah melalui promosi di dalam toko (in-store promotion). Keputusan konsumen dalam melakukan pembelian dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah faktor budaya, faktor sosial, dan faktor pribadi. Perusahaan harus dapat mengetahui dan mencari informasi sebanyak mungkin mengenai faktor-faktor tersebut yang dapat dikendalikan oleh perusahaan. Komunikasi yang dilakukan perusahaan melalui promosi yang dilakukan di dalam toko dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menyentuh atau mempengaruhi emosi konsumen. Perusahaan juga harus dapat mempelajari bagaimana perilaku konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Hasil riset AC Nielsen dalam majalah MARKETING (2007) mengatakan 10% konsumen yang mengunjungi toko biasanya tidak pernah merencanakan apa yang ingin dibeli sebelum berbelanja. 13% biasanya merencanakan apa yang ingin dibeli, tetapi selalu membeli item tambahan. Sebesar 61% biasanya merencanakan apa yang ingin dibeli dan terkadang membeli item tambahan. Hal ini menunjukkan sebesar 84% konsumen yang datang ke toko modern terkadang atau selalu membeli barang yang tidak direncanakan. Perilaku konsumen yang tidak merencanakan sebelum membeli ini disebut dengan istilah impulse buying. Konsumen dengan perilaku impulse buying tidak berpikir terlebih dahulu dalam memutuskan membeli suatu produk. Perilaku ini dapat dimanfaatkan peritel dengan menggunakan promosi di dalam toko sebagai stimulus untuk menarik minat konsumen membeli produk. Saat ini media promosi di dalam toko yang dapat digunakan oleh peritel ataupun perusahaan manufaktur semakin beragam, mulai dari iklan menggunakan kertas poster, hingga iklan audio visual melalui video yang
7
dipasang pada rak-rak di dalam toko. Tujuannya adalah mengingatkan konsumen hingga akhirnya konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian khususnya pembelian yang tidak direncanakan (impulse buying). Giant Hypermarket yang terletak di Botani Square Bogor merupakan salah satu hypermarket yang ada di Bogor. Giant didirikan oleh PT. Hero Supermarket Tbk. Sebagai salah satu jenis ritel yang menyediakan banyak produk yang dibutuhkan oleh konsumen, Giant Hypermarket Bogor melakukan berbagai macam promosi baik promosi yang dilakukan di luar toko ataupun promosi yang dilakukan di dalam toko. Promosi yang dilakukan di luar toko bertujuan untuk menarik konsumen untuk berkunjung ke gerai Giant Hypermarket Bogor, sedangkan promosi yang dilakukan di dalam toko diharapkan dapat memberikan stimulus kepada konsumen untuk membeli produk yang disediakan oleh Giant. Promosi di dalam toko (in-store promotion) ini diharapkan dapat meningkatkan keinginan konsumen untuk membeli suatu produk atau merek barang tertentu baik yang telah direncanakan sebelumnya atau tidak direncanakan sebelumnya (impulse buying). Giant Hypermarket Bogor juga menerapkan promosi di dalam toko untuk beberapa jenis barang yang telah out of date atau mendekati tanggal kadaluarsa agar dibeli oleh konsumen. Promosi di dalam toko tidak hanya dilakukan oleh Giant sebagai ritel tetapi juga perusahaan-perusahaan supplier yang menitipkan produknya di Giant Hypermarket Bogor. Setiap hari selalu ada perusahaan yang melakukan promosi di dalam toko, baik promosi berbentuk display produk hingga mengirimkan tenaga penjual secara langsung ke Giant Hypermarket Bogor. Untuk merancang strategi promosi di dalam toko yang tepat, Giant Hypermarket Bogor dan perusahaan supplier perlu mengetahui bagaimana pengaruh promosi terhadap keputusan pembelian khususnya pembelian yang tidak direncanakan. Pembelian yang tidak direncanakan memberi tambahan nilai bagi penjualan. Dari uraian yang telah dikemukakan, permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah:
8
1. Bagaimana perilaku impulsif konsumen Giant Hypermarket Bogor? 2. Bagaimana pengaruh in-store promotion terhadap keputusan impulse buying oleh konsumen? 3. Bentuk in-store promotion yang sangat mempengaruhi keputusan impulse buying? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis perilaku impulsif konsumen Giant Hypermarket Bogor 2. Menganalisis pengaruh in-store promotion yang dilakukan Giant Hypermarket terhadap perilaku impulse buying. 3. Menganalisis
bentuk-bentuk
in-store
promotion
yang
sangat
mempengaruhi keputusan impulse buying. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai: 1. Informasi dan bahan pertimbangan bagi peritel dan perusahaaan pemilik produk dalam membuat keputusan promosi yang tepat. 2. Informasi, referensi dan masukan bagi penelitian selanjutnya khususnya penelitian yang terkait dengan perilaku konsumen, ritel dan promosi. 3. Masukan dan Informasi bagi perkembangan ilmu perilaku konsumen dan strategi promosi pada industri ritel dan industri manufaktur.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu hypermarket retail terbesar di Bogor yaitu Giant Hypermarket yang terletak di gedung IPB International Convention Center, Botani Square Jl. Pajajaran No. 3, Tegalega-Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja karena Giant Hypermarket merupakan hypermarket pertama yang ada di Bogor dan telah menerapkan in-store promotion sebagai salah satu bentuk promosi. Penelitian dilakukan selama bulan Februari-April 2008. 3.2. Penentuan Data dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari konsumen Giant Hypermarket dan manajer serta karyawan Giant Hypermarket yang berada di bagian marketing, dan Human Resource and Development (HRD). Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil laporan perusahaan, data statistik perusahaan, hasil penelitian-penelitian sebelumnya, dan literatur-literatur terkait dengan judul penelitian yang diperoleh dari buku, jurnal, dan artikel. 3.3. Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh kumpulan elemen yang dapat digunakan untuk membuat beberapa kesimpulan. Sampel adalah elemen yang mewakili populasi. Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah pengunjung atau konsumen Giant Hypermarket Bogor. Besarnya populasi tidak dapat diketahui secara pasti, sehingga sampel diambil berdasakan metode non probability sampling, yaitu metode accidential sampling (sampel seadanya). Berdasarkan metode accidential sampling, sampel diambil berdasarkan konsumen yang kebetulan sedang berbelanja di lokasi penelitian dan bersedia untuk diwawancarai dan menjawab kuesioner. Untuk penggunaan analisis regresi besarnya jumlah sampel dapat ditentukan berdasarkan sebaran normal. Populasi yang digunakan pada penelitian ini memiliki varians yang cukup tinggi, untuk itu akan digunakan
33
sampel besar (≥30) yaitu sebanyak 100 orang. Jumlah 100 orang dianggap sudah mencukupi untuk jumlah sampel berdasarkan sebaran normal. Selain berasal dari konsumen, data juga diperoleh dari manajer dan karyawan Giant Hypermarket yang ditentukan berdasarkan judgment sampling sebanyak empat orang, yaitu manajer Grocery, admin Grocery, kepala bagian marketing, dan staf HRD. Penentuan jumlah sampel dari pihak perusahaan ditentukan berdasarkan keterkaitan jabatan dengan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. 3.4. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan gabungan beberapa metode pengumpulan data yaitu dengan pengamatan langsung, pengamatan tidak langsung dan studi pustaka. Pengamatan langsung dilakukan dengan melihat langsung di lapangan bagaimana penerapan in-store promotion di Giant Hypermarket Bogor. Pengamatan tidak langsung yaitu melalui wawancara dan kuesioner yang diberikan kepada konsumen yang mengunjungi Giant Hypermarket Bogor dan karyawan Giant Hypermarket Bogor. Data juga dicari melalui studi pustaka dari hasil-hasil penelitian sebelumnya ataupun melalui teori-teori yang sudah ada. Jenis kuesinoner yang digunakan adalah kuesioner tertutup, yaitu kuesioner dengan menggunakan pertanyaan yang sudah mengarahkan ke jawaban alternatif yang telah ditetapkan. Responden yang digunakan adalah konsumen yang sedang mengunjungi Giant Hypermarket Bogor. Responden diwawancara dan diberikan kuesioner untuk dijawab sesuai dengan pengalaman dan pengetahuannya. 3.5. Pengolahan Data Data yang diperoleh baik dari perusahaan ataupun konsumen diolah menggunakan metode statistik inferensia. Sebelum diolah, data diedit dan diberi kode terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengolahan. Setelah data diedit dan diberi kode, kemudian data tersebut dimasukkan
kedalam
komputer
sebelum
akhirnya
data
tersebut
dimanipulasi. Setelah dilakukan manipulasi data, selanjutnya adalah analisis data. Hasil dari analisis data selanjutnya diinterpretasikan dan ditafsirkan
34
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Diagram pengolahan data ditunjukkan oleh Gambar 4 berikut ini:
Analisis Data
Gambar 4. Pengolahan Data Dalam memanipulasi data diperlukan desain pengukuran atau skala untuk menterjemahkan data berupa pernyataan menjadi data kuantitatif yang dapat dihitung dan dianalisis. Desain pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang terhadap perusahaan, produk, merek dan sebagainya. 3.6. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu veriabel independen dan variabel dependen. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Variabel independen yaitu in-store promotion yang terdiri dari: a. promosi penjualan (X1), b. display toko (X2), c. penjulan pribadi (X3). 2. Variabel dependen yaitu impulse buying (Y) 3.7. Pengukuran Variabel Penelitian Kedua variabel yang diteliti diukur dengan menggunakan skala Likert. Pengukuran kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. In-store promotion (X)
35
Instrumen pengukuran variabel in-store promotion menggunakan delapan pernyataan yang dibagi kedalam tiga kelompok yaitu promosi penjualan (X1) tiga pernyataan, display toko (X2) dua pernyataan, dan personal selling (Sales Promotion Girl) (X3) tiga pernyataan. Tiap butir pernyataan diukur menggunakan skala Likert dengan kategori jawaban sebagai berikut: Sangat Setuju
Skor 5
Setuju
Skor 4
Ragu-ragu
Skor 3
Tidak Setuju
Skor 2
Sangat tidak Setuju
Skor 1
Skor yang didapatkan dari seluruh pernyataan dirata-ratakan sehingga diperoleh data interval yang selanjutnya digunakan untuk analisis regresi linier. Semakin besar skor rata-rata jawaban responden semakin besar pengaruh in-store promotion, dan sebaliknya jika semakin kecil skor rata-rata maka semakin kecil pengaruh in-store promotion. 2. Impulse Buying (Y) Pengukuran variabel impulse buying menggunakan empat item pernyataan yang diukur menggunakan skala Likert dengan kategori jawaban sama seperti variabel X (in-store promotion). Jika skor rata-rata responden tinggi menunjukkan responden melakukan pembelian dengan impulse tinggi, dan sebaliknya jika skor rata-rata rendah menunjukkan responden melakukan pembelian dengan impulse rendah artinya responden selalu membeli barang dengan terencana. 3.8. Validitas dan Reliabilitas Sebelum dilakukan pengolahan data perlu dilakukan pengujian terhadap data yang diperoleh tersebut. Uji validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur variabel yang diukur. Pengujian validitas menggunakan teknik Pearson Product Moment, yaitu dengan cara mengkorelasi skor tiap item dengan skor totalnya. Kriteria valid atau tidak valid adalah apabila korelasi r kurang dari nilai r tabel dengan tingkat signifikansi α = 5%, berarti butir pertanyaan tidak valid. Dari lima butir
36
pernyataan yang mengukur impulse buying, satu pernyataan memiliki nilai r dibawah r tabel, sehingga pernyataan tersebut dihilangkan. Sehingga jumlah pernyataan yang diikutkan pada perhitungan nilai reliabilitas adalah empat pernyataan. Untuk mengukur reliabilitas menggunakan koefisien Cronbach Alpha. Secara umum, pernyataan pada kuesioner dapat dikatakan reliabel jika nilai alpha lebih dari sama dengan 0.6 (≥0.6). Pada penelitian ini, nilai reliabilitas untuk pernyataan yang mengukur impulse buying adalah sebesar 0.8615 dan untuk pernyataan yang mengukur in-store promotion adalah sebesar 0.773. Perhitungan nilai r dan alpha dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. 3.9. Analisis Data Dalam penelitian ini, data yang telah diperoleh diolah dengan bantuan komputer yaitu menggunakan software Microsoft Office Excel 2003 dan software SPSS 11.5. Microsoft Office Excel 2003 digunakan untuk menghitung nilai validitas dari instrumen penelitian. Sedangkan SPSS 11.5 digunakan untuk menganalisis data berdasarkan metode deskriptif, tabulasi silang, regresi linier, Uji F dan Uji t. Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam penelitian karena dengan analisis inilah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Pada penelitian ini data dianalisis dengan menggunakan statistik inferensia, yaitu pengamatan yang dilakukan untuk menarik suatu kesimpulan. Untuk itu, data yang telah didapatkan dianalisis menggunakan metode deskriptif, tabulasi silang, regresi linier, Uji F dan Uji t. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis tentang fenomena, sifat dan karakteristik dari populasi, dalam penelitian ini adalah pengunjung Giant Hypermarket. Tabulasi silang digunakan untuk mengetahui hubungan dari karakteristik dan sifat dari responden. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel yang satu yaitu in-store promotion terhadap variabel lainnya yaitu impulse buying. Uji F dan uji t digunakan untuk mengetahui signifikansi hasil dari pengolahan regresi linier berganda.
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendekatan Teori 2.1.1. Sikap dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah individu, rumah tangga, atau suatu organisasi yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam mencari, mengevaluasi, memutuskan, membeli, menggunakan, dan menghabiskan suatu produk yang berupa barang atau jasa yang mereka harapkan akan memuaskan mereka (Mubarok, 2007). Sikap adalah pernyataan awal untuk mengevaluasi objek atau produk secara positif atau negatif (Solomon, 2002 dalam Gustrivia 2006). Sciffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa karakteristik lain dari sikap adalah kecenderungannya untuk bertahan lama atau konsisten. Meskipun demikian, sikap dapat berubah jika konsumen dihadapkan pada keadaan stimulus yang berbeda dari sebelumnya. Selain itu, sikap cenderung mengarah pada suatu perilaku, namun jika dihadapkan pada situasi tertentu sikap dapat berbeda dengan perilaku. Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini (Engel dkk, 1994). Menurut Sciffman dan Kanuk (2004) perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Definisi lain dari perilaku konsumen dalam Sumarwan (2002), perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa (Loudon dan Della-Bitta, 1984).
10
2.1.2. Perilaku Pembelian Konsumen Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan, niat dan pengaruh lingkungan atau situasi. Konsumen mengutarakan niat pembelian dalam dua kategori yaitu, (1) niat membeli produk ataupun merek dan (2) niat membeli hanya kelas produk (misalnya, niat membeli es krim, tetapi keputusan tambahan harus dibuat mengenai merek apa) (Engel dkk,1995). Dari kedua kategori ini dapat digolongkan tiga jenis pembelian produk atau jasa yang dilakukan oleh konsumen (Engel dkk,1995), yaitu: 1. Pembelian yang Terencana Sepenuhnya Niat kategori 1 dapat dikatakan pembelian yang sepenuhnya direncanakan, artinya konsumen telah menentukan pilihan produk dan merek sebelum pembelian dilakukan. Pembelian jenis ini merupakan hasil dari keterlibatan tinggi dan pemecahan masalah yang diperluas. 2. Pembelian yang Separuh Terencana Konsumen sering kali sudah mengetahui produk yang ingin dibeli sebelum masuk ke swalayan, tetapi belum merencanakan merek apa yang akan dibeli sampai ia bisa memeperoleh informasi yang lengkap dari pramuniaga atau display di swalayan (Sumarwan, 2002). 3. Pembelian yang Tidak Terencana (Impulse Buying) Pembelian impulsif didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko (Mowen dan Minor, 2000). 2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Lewison dan Delozier (1989) merumuskan tiga faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Tiga faktor tersebut adalah faktor psikologi, faktor pribadi, dan faktor sosial. Faktor psikologi terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran, dan sikap konsumen. Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan suatu
11
tindakan. Persepsi adalah bagaimana konsumen mengartikan stimulus yang datang baik berupa gambar, tempat, atau suatu objek. Perluasan logis dari proses motivasi dan persepsi adalah pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses menggali atau memperluas pengetahuan berdasarkan pengalaman masa lalu. Menurut Engel,dkk (1995) sikap merupakan suatu
eveluasi menyeluruh yang memungkinkan orang
berespons terhadap objek yang diberikan. Faktor pribadi terdiri dari kepribadian, konsep diri, gaya hidup, dan siklus hidup. Kepribadian merupakan pola respon yang digunakan seseorang dalam menghadapi lingkungan. Konsep diri atau self concept adalah persepsi seseorang terhadap dirinya dalam konteks sosial. Gaya hidup merupakan pola yang digunakan seseorang untuk hidup dan menghabiskan
waktu
dan
uangnya.
Sedangkan
siklus
hidup
menggambarkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam aspek demografi, psikografi, dan profil tingkah laku seseorang selama hidupnya. Faktor sosial terdiri dari keluarga, kelompok acuan, kelas sosial dan budaya. Menurut Kotler dan Armstrong (2001) keluarga dapat sangat mempengaruhi pembelian. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan pengaruh tersebut telah diteliti secara ekstensif. Kelompok acuan berfungsi sebagai titik banding/ referensi langsung atau tidak langsung yang membentuk sikap maupun perilaku konsumen. Kelas sosial adalah bagian-bagian masyarakat yang relatif permanen dan tersusun rapi yang anggotaanggotanya memiliki nilai-nilai kepentingan dan perilaku yang sama. Budaya merupakan penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Budaya adalah susunan nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari anggota suatu maasyarakat dari keluarga dan institusi penting lainnya. Menurut Kotler dan Armstrong (2001), keputusan pembelian konsumen ada dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan
12
keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain, dan faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan. Menurut Sciffman dan Kanuk (2004) model keputusan konsumen terdiri dari tiga komponen,yaitu input, proses, dan output. Komponen input merupakan pengaruh eksternal yang memberikan informasi kepada konsumen tentang produk. Pengaruh eksternal ini terdiri dari pengaruh aktivitas pemasaran dan pengaruh sosial budaya. Proses berfokus pada bagaimana
konsumen
membuat
keputusan.
Sedangkan
output
merupakan keputusan pembelian. 2.1.4. Impulse Buying Beberapa konsumen sering kali membeli produk atau jasa tanpa direncanakan terlebih dahulu. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal seperti display pemotongan harga 50%. Display atau peragaan tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen, sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk yang dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian seperti ini disebut sebagai pembelian impulse (impulse purchasing/impulse buying) (Sumarwan, 2002). Berdasakan penelitian Rook (1982) dalam Engle (1995) pembelian berdasar impulse tidak didasarkan pada pemecahan masalah konsumen dan paling baik dipandang dari perspektif hedonik atau pengalaman. Pembelian berdasar impulse mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik sebagai berikut: a. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan. b. Dorongan untuk membeli dengan segera. Ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika. c. Kesenangan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi. d. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.
13
Menurut Berman (2001) impulse buying terjadi ketika konsumen membeli produk dan/atau merek yang tidak direncanakan sebelum masuk kedalam toko, membaca katalog penawaran, melihat TV, online di WEB, dan yang lainnya. Dengan impulse buying, pembuatan keputusan membeli oleh konsumen dipengaruhi oleh peritel. Ada tiga jenis pembelian dengan dorongan (impulse buying), yaitu: 1.
Completely Unplanned (tidak terencana seluruhnya), yaitu jika konsumen tidak berniat membeli kategori produk atau jasa sebelum datang ke toko.
2.
Partially Unplanned (tidak terencana sebagian), yaitu jika konsumen sudah berniat membeli kategori produk atau jasa tetapi belum menentukan merek apa yang akan dibeli sebelum mengunjungi toko.
3.
Unplanned Substitution (penggantian yang tidak direncanakan), yaitu jika konsumen telah menetapkan merek apa yang akan dibeli tetapi merubah pilihannya setelah tiba di toko. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yuvita (2001), tingkah laku
konsumen berdasarkan gaya berbelanja terdiri dari: 1.
Shopping for pleasure, yaitu gaya berbelanja sebagai suatu jenis hiburan (entertainment). Kecenderungan impulse buying lebih besar.
2.
Basic Shopper, yaitu gaya berbelanja hanya sebagai kebutuhan. Konsumen jenis ini sudah memiliki tujuan terhadap produk yang akan dibelinya. Menurut Ma’ruf (2006) pembelian impulsif terjadi pada barang-
barang seperti pakaian dalam wanita, pakaian pria, produk bakery, perhiasan, dan barang-barang grocery (food based). Pembelian impulsif terjadi karena impulsif semata-mata, impulsif karena diingatkan ketika melihat barangnya, impulsif karena timbul kebutuhan (suggestion impulse), dan impulsif yang direncanakan. Impulsif yang direncanakan adalah pembelian sudah direncanakan tetapi merek, jenis, ukuran atau
14
info spesifik lainnya belum diputuskan. Keputusan membeli dibuat di dalam toko ketika melihat barang yang tersedia. 2.1.5. Pedagang Eceran (Retail) dan Gerai Perdagangan eceran atau perdagangan ritel adalah kegiatan usaha menjual barang atau jasa kepada konsumen perorangan untuk keperluan sendiri, keluarga atau rumah tangga. Dalam pengertian lazimnya peritel atau retailer adalah mata rantai terakhir dalam proses distribusi. Proses pendistribusian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 (Ma’ruf, 2006). Produsen/Pabrikan
Mendesain, membuat, memberi merek, menetapkan harga, mempromosikan dan menjual – Produsen tidak menjual langsung ke konsumen
Agen/Distributor
Membeli, melakukan stocking, mempromosikan, mendisplay, menjual, mengirimkan, dan membayar kepada produsen- Agen distributor tidak membuat barang dan tidak menjual ke konsumen.
Ritel
Membeli, melakukan stocking, mempromosikan, mendisplay, menjual, mengirimkan, dan membayar kepada agen – Peritel tidak membuat barang, tidak menjual kepengecer lain.
Pembeli Gambar 2. Saluran Tradisional Sumber : Ma’ruf, Pemasaran Ritel, 2006, hlm. 8. Aktivitas ritel merupakan aktivitas bisnis yang terdiri dari menjual barang dan jasa kepada konsumen baik untuk digunakan secara individu, keluarga atau rumah tangga. Ritel merupakan tahap akhir dari pendisrtibusian barang dan jasa (Berman, 2001). Mengecer (Retailing) adalah aktivitas bisnis yang menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir, yaitu jika konsumen tersebut membeli
15
barang atau jasa untuk digunakan secara pribadi. Jika konsumen membeli barang atau jasa dan menjual kembali untuk mendapatkan keuntungan disebut penjualan bisnis (business sale) bukan penjualan eceran (retail sale). Pengecer (Retailer) adalah setiap pendiri bisnis yang melakukan pemasaran langsung kepada konsumen akhir dengan tujuan untuk menjual barang atau jasa (Lewison dan Delozier, 1989). Menurut Ma’ruf (2006) pengecer atau peritel adalah pengusaha yang menjual barang atau jasa secara eceran kepada masyarakat sebagai konsumen. Peritel memiliki jumlah gerai yang bervariasi, mulai dari satu gerai hingga beberapa gerai. Gerai dalam segala bentuknya berfungsi sebagai tempat pembelian barang dan jasa, yaitu dalam arti konsumen datang ke gerai untuk melakukan transaksi belanja dan membawa pulang barang atau menikmati jasa. Kata gerai merujuk pada tempat dimana seseorang dapat membeli barang atau jasa dan gerai merupakan terjemahan dari kata outlet. Geraigerai dari peritel terdiri dari gerai tradisional dan gerai modern. Gerai tradisional merupakan gerai yang berbentuk warung dan toko. Warung biasanya berupa bangunan sederhana yang permanen, semi permanen, atau seluruhnya dinding kayu, warung menjual kebutuhan sehari-hari. Toko adalah format gerai tradisional yang bentuk dan penataan interiornya lebih baik daripada warung yang menjual produk-produk baik kebutuhan sehari-hari maupun produk tahan lama. Toko yang menjual kebutuhan sehari-hari dikanal dengan nama toko kelontong atau grocery store. Gerai modern mulai beroperasi awal 1960-an di Jakarta. Arti
modern
adalah
penataan
menurut
keperluan
yang
sama
dikelompokkan dibagian yang sama yang dapat dilihat dan langsung diambil oleh pembeli (konsep swalayan), penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga profesional. Contoh gerai modern adalah department store, supermarket, dan hypermarket (Ma’ruf, 2006).
16
Hypermarket Hypermarket adalah salah satu jenis warehouse retailing, yaitu pedagang eceran yang memiliki fasilitas kombinasi gudang dan ruang pamer (display toko). Hypermarket merupakan warehouse retailing yang menyediakan berbagai jenis barang. Hypermarket menyimpan dan menjual produk makanan dan barang-barang seperti pakaian dan elektronik.
Hypermarket
menggunakan
prinsip
gudang
untuk
mengurangi biaya operasi dan memberikan harga diskon kepada konsumen. Dengan pelayanan sendiri (self-service), pengecekan secara terpusat dan penanganan material yang baik, hypermarket mampu menetapkan harga lebih rendah dibandingkan pedagang eceran lainnya sebesar 15%-20% (Lewison dan Delozier, 1989). Lewison dan Delozier (1989) mengemukakan ada 10 jenis ritel berdasarkan karakteristiknya, yaitu: 1. Specialty Store Retailing 2. Department Store Retailing 3. Chain Store Retailing 4. Discount Store Retailing 5. Off-Price Retailing 6. Supermarket Retailing 7. Convenience Store Retailing 8. Contractual Retailing 9. Warehouse Retailing 10.
Nonstore Retailing Menurut Levy dan Weitz (2001) hypermarket merupakan jenis
pedagang eceran dengan gerai yang besar dan menawarkan produk dengan harga rendah. Luas hypermarket mencapai 30.000 kaki atau enam kali lapangan sepak bola dan memiliki persediaan produk hingga 50.000 item.
17
2.1.6. Bauran Promosi Ritel Promosi
merupakan
suatu
kegiatan
yang
dilakukan
oleh
perusahaan untuk mengkomunikasikan kepada konsumen mengenai produk yang ditawarkan agar konsumen memiliki ketertarikan, keinginan, dan tindakan untuk membeli produk tersebut. Bauran promosi ritel merupakan alat yang dapat mengkomunikasikan produk kepada konsumen. Kebijakan bauran pemasaran akan lebih berhasil jika apa yang telah diprogram dikomunikasikan dengan baik yaitu dengan aktivitas promosi. Secara umum, aktivitas promosi dapat dilakukan dengan empat variabel. Keempat variabel tersebut adalah periklanan (advertising), penjualan pribadi (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), dan publisitas (publicity) (Syahyunan, 2004). Menurut Lewison dan Delozier (1989) dalam industri ritel, bauran promosi terdiri dari periklanan (advertising), penjualan pribadi (personal selling), display toko (store display), promosi penjualan (sales promotion), dan publisitas (publicity). 1.
Iklan (Advertising) Iklan adalah bentuk presentasi dan promosi non pribadi tentang
ide, barang dan jasa yang dibayar oleh sponsor tertentu (Syahyunan, 2004). Iklan yang dilakukan peritel merupakan komunikasi tidak langsung kepada konsumen tentang toko, produk yang ditawarkan, pelayanan atau ide. Iklan dilakukan dengan tujuan mempengaruhi perilaku dan persepsi konsumen tentang toko, produk, dan aktivitas peritel serta untuk mempengaruhi pembelian secara langsung atau pun tidak langsung. Media yang dapat dipilih oleh peritel diantaranya adalah media cetak, media elektronik, dan berbagai macam media lainnya termasuk point-of purchase media. Iklan sering menjadi titik kontak pertama antara pemasar dan pelanggannya. Iklan merupakan bentuk komunikasi non-pribadi yang dilakukan oleh pemasar untuk menginformasikan, mendidik, atau membujuk anggota-anggota audiance sasaran. Media yang dapat
18
digunakan untuk beriklan diantaranya adalah televisi, radio, majalah, koran, poster, reklame, dan kendaraan seperti bus. (Lovelock, 2005) 2.
Penjualan Pribadi (Personal Selling) Personal selling merupakan kegiatan perusahaan untuk melakukan
kontak langsung dengan konsumennya. Kontak langsung ini diharapkan akan terjadi interaksi yang positif antara perusahaan dan konsumen (Lubis, 2004). Dalam industri ritel, khususnya hypermarket, personal selling adalah elemen terpenting dalam pembentukan image ritel. Ritel seperti hypermarket biasanya menggunakan Sales Promotion Girl (pramuniaga) sebagai orang pertama yang berinteraksi dengan konsumen secara langsung (tatap muka). SPG merupakan faktor yang signifikan meningkatkan total kesan konsumen (Lewison dan Delozier, 1989). Penjualan pribadi adalah pertemuan antar pribadi dengan tatap muka (atau dalam telemarketing, lewat suara), dimana berbagai upaya ditempuh untuk mendidik konsumen dan mempromosikan preferensi untuk merek atau produk tertentu (Lovelock, 2005). 3.
Display Toko (Store Display) Menurut Lewison dan Delozier (1989) dalam prakteknya, display
toko digunakan untuk: a. memaksimalkan penjelasan tentang produk b. meningkatkan penampilan produk c. merangsang ketertarikan terhadap produk d. menjelaskan informasi tentang produk e. memfasilitasi transaksi penjualan f. memastikan keamanan produk g. menyediakan tempat penyimpanan produk h. mengingatkan rencana pembelian konsumen i. menghasilkan penjualan tambahan berdasarkan impulse Lewison dan Delozier (1989) menyatakan bahwa terdapat empat tipe umum dari display toko, yaitu:
19
1. Selection Display, yaitu pemajangan produk sesuai dengan jenis produknya. 2. Special Display, yaitu pemajangan produk untuk satu merek produk tertentu. 3. Point-of
Purchase
Display,
yaitu display
produk
dengan
menggunakan berbagai macam point of purchase seperti poster untuk memberikan informasi mengenai produk kepada konsumen. 4. Audiovisual Display, yaitu display produk yang menggunakan media audiovisual. 4.
Promosi Penjualan (Sales Promotion) Promosi penjualan pada ritel disebut juga sales incentive (insentif
penjualan) yaitu rangsangan baik secara langsung atau pun tidak langsung yang menawarkan nilai tambah bagi konsumen. Beberapa bentuk promosi penjualan adalah kupon (coupon), sample (sampling), kontes dan undian, serta iklan khusus (Lewison dan Delozier, 1989). Promosi penjualan dapat digambarkan sebagai komunikasi yang dikaitkan dengan insentif. Tujuannya adalah untuk mempercepat keputusan pembelian atau memotivasi konsumen menggunakan jasa tertentu lebih cepat, dalam volume yang lebih besar pada setiap pembelian, atau lebih sering. Promosi harga jangka pendek dapat menawarkan keuntungan-keuntungan salah satunya adalah dapat menambah keinginan konsumen untuk melakukan pembelian ulang dan menarik bagi konsumen yang sadar akan harga (Lovelock, 2005). Menurut Kotler (2005), promosi penjualan dapat digunakan untuk mendapatkan efek jangka pendek seperti mendramatisir tawaran produk dan meningkatkan penjualan yang merosot. Harapannya adalah perusahaan memperoleh tanggapan konsumen yang lebih kuat dan lebih cepat. 5.
Publisitas (Publicity) Publisitas merupakan cara yang biasa digunakan oleh perusahaan
untuk membentuk pengaruh secara tidak langsung kepada konsumen, agar menjadi tahu, dan menyenangi produk yang dipasarkannya.
20
Publisitas merupakan alat yang mampu membentuk opini masyarakat secara
tepat,
sehingga
sering
disebut
sebagai
usaha
untuk
memasyarakatkan (Lubis, 2004). Menurut Lovelock (2005), publisitas atau hubungan masyarakat merupakan suatu upaya perusahaan untuk menumbuhkan itikad baik terhadap organisasi tertentu dimata individu dan kelompok-kelompok kepentingan dengan mengirimkan berita baru, melakukan konfrensi pers, melaksanakan acara-acara khusus, dan mensponsori aktivitas yang layak diliput yang dilakukan oleh pihak ketiga. 2.2. Pendekatan Teori Alat Analisis 2.2.1. Metode dan Penentuan Ukuran Sampel Metode sampling adalah cara pengumpulan data yang hanya mengambil sebagian elemen populasi atau karakteristik yang ada dalam populasi. Metode sampling dibedakan menjadi dua macam, yaitu sampling probabilitas dan sampling nonprobabilitas (Hasan, 2003). Sampling probabilitas adalah cara pengambilan sampel dengan semua objek atau elemen populasi memilki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Metode sampling probabilitas antara lain sampling random sederhana, sampling berlapis, sampling sistematis, dan sampling berkelompok. Sedangkan sampling nonprobabilitas adalah sampling kuota, sampling pertimbangan, dan sampling seadanya (Hasan, 2003). Ada banyak cara untuk menentukan ukuran sampel atau banyaknya jumlah sampel yang akan diambil. Dalam analisis regresi penentuan ukuran sampel dilihat dari tingkat variasi atau keragaman populasi. Jika populasi memiliki varians yang kecil maka dapat digunakan sampel kecil yaitu kurang dari 30. sedangkan untuk populasi yang tingkat keragamannya cukup tinggi digunakan sampel besar yaitu lebih dari sama dengan 30 (Sudarmato, 2005). 2.2.2. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Validitas dimaksudkan untuk menyatakan sejauh mana data yang ditampung pada suatu kuesioner akan mengukur apa yang ingin diukur
21
(Umar, 2003). Menurut Arikunto dalam Umar (2003), langkah-langkah menguji validitas sebagai berikut : 1.
Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur.
2.
Melakukan uji coba pengukur tersebut pada sejumlah responden.
3.
Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.
4.
Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus teknik korelasi product moment. Jika sudah dilakukan perhitungan ternyata rhitung lebih besar daripada r-tabel maka kuesioner dinyatakan valid. Adapun rumusnya sebagai berikut :
r=
N ( ∑XY ) – ( ∑X∑Y ) √ {(N∑X2 ) – (∑X)2}{(N∑Y2) – (∑Y)2}
...................... (1)
Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila alat ukur digunakan berulang kali (Umar, 2003). Uji reliabilitas ini dapat diuji dengan teknik Alpha Cronbach dengan rumus : 2 K ∑σ b r11 = 1 − σ t2 K − 1
.......................................................... (2)
r11 = Reliabilitas instrumen K = Banyaknya butir petanyaan 2 ∑ σ b = Jumlah ragam butir
σ t2
= Ragam total
Dan rumus ragam yang digunakan adalah : ∑ x 2 (∑ x) 2 ) n σ2 = n
σ2 n x
.......................................................... (3)
= Ragam = Jumlah Contoh = Nilai skor yang dipilih
22
2.2.3. Analisis Regresi Linier Menurut Hasan (2003) regresi merupakan suatu alat ukur yang juga digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antar variabel. Istilah regresi yang berarti ramalan atau taksiran pertama kali diperkenalkan oleh Sir Francis Galton pada tahun 1877. Regresi linier adalah regresi yang variabel bebasnya (variabel X) berpangkat paling tinggi satu. Analisis regresi digunakan untuk menentukan bentuk dari hubungan antarvariabel. Tujuan utama dalam penggunaan analisis regresi adalah untuk meramalkan atau memperkirakan nilai dari satu variabel dalam hubungannya dengan variabel lain yang diketahui melalui persamaan regresinya. Untuk regresi linier sederhana, yaitu regresi linier yang hanya melibatkan dua variabel (variabel X dan Y). Regresi linier berganda adalah regresi dimana variabel terikatnya (Y) dihubungkan atau diijelaskan oleh lebih dari satu variabel bebas namun masih menunjukkan diagram hubungan yang linier. Penambahan variabel bebas ini diharapkan dapat lebih menjelaskan karakteristik hubungan yang ada walaupun masih saja ada variabel yang terabaikan (Hasan, 2003). Menurut Hasan (2003) dalam penggunaan regresi, terdapat asumsi dasar yang dapat menghasilkan estimatorlinear tak bias yang terbaik dari model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasa. Dengan terpenuhinya asumsi tersebut, maka hasil yang diperoleh dapat lebih akurat dan mendekati atau sama dengan kenyataan. Asumsi-asumsi dasar tersebut dikenal sebagai asumsi klasik. Penyimpangan terhadap asumsi dasar akan menimbulkan beberapa masalah, seperti standar kesalahan untuk masing-masing koefisien yang diduga akan sangat besar, pengaruh masing-masing variabel bebas tidak dapat dideteksi, atau variasi dari koefisiennya tidak minim lagi. Akibatnya, estimasi koefisiennya menjadi kurang akurat lagi yang pada akhirnya dapat menimbulkan interpretasi dan kesimpulan yang salah. Penyimpangan asumsi dasar tersebut terdiri atas: 1) Heterokedastisitas, 2) Autokorelasi, dan 3) Multikolinieritas.
23
1.
Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas berarti variasi variabel tidak sama untuk semua
pengamatan. Pada heteroskedastisitas, kesalahan yang terjadi tidak random tetapi menunjukkan hubungan yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variabel bebas. Misalnya, heteroskedastisitas akan muncul dalam bentuk residu yang semakin besar jika pengamatan semakin besar. Rata-rata residu akan semakin besar untuk pengamatan variabel
bebas
(X)
yang
semakin
besar.
Dengan
adanya
heteroskedastisitas maka: a. Penaksir (estimator) yang diperoleh menjadi tidak efisien, hal itu disebabkan variansnya sudah tidak minim lagi. b. Kesalahan baku koefisien regresi akan terpengaruh sehingga memberikan indikasi yang salah dan koefisien determinasi memperlihatkan daya penjelasan terlalu besar. Untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas dalam regresi dapat digunakan uji koefisien korelasi Spearmen, uji Park, dan uji Glesjer. (Hasan, 2003) 2.
Autokorelasi Hasan (2003) menyatakan bahwa autokorelasi berarti terdapatnya
korelasi antaranggota sampel atau data pengamatan yang diurutkan berdasarkan waktu, sehingga munculnya suatu datum dipengaruhi oleh datum
sebelumnya.
Autokorelasi
muncul
pada
regresi
yang
menggunakan data berkala (time series). Dengan adanya autokorelasi mengakibatkan hal berikut: a. Varians sampel tidak dapat menggambarkan varians populasi b. Model regresi yang dihasilkan tidak dapat dipergunakan untuk menduga nilai variabel terikat dari nilai variabel bebas tertentu. c. Varians dari koefisiennya menjadi tidak minim lagi (tidak efisien lagi), sehingga koefisien yang diestimasi kurang akurat d. Uji t tidak berlaku, jika uji t tetap digunakan maka kesimpulan yang diperoleh salah.
24
Adanya autokorelasi dalam regresi dapat diketahui dengan menggunakan beberapa cara, diantaranya adalah metode grafik dan uji Durbin-Watson. 3.
Multikolinearitas Uji asumsi mengenai multikolinearitas ini dimaksudkan untuk
membuktikan atau menguji ada tidaknya hubungan linier antara variabel bebas satu dengan variabel bebas lainnya. Adanya hubungan linier antar variabel bebas akan menimbulkan kesulitan dalam memisahkan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya. Uji asumsi multikolinieritas yaitu menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar peubah bebas. Pendeteksian terjadinya suatu kolinier ganda dapat dilihat pada hasil VIF (Variance Inflation Factors). Nilai VIF ini diperoleh dari persamaan: VIF = dengan,
1 ............................................................................. (4) 1-rj2
rj2 = koefisien determinasi dari regresi peubah bebas ke-j dengan semua peubah lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan bahwa peubah tersebut berkolinier ganda (Myers,1990 dalam Naliebrata,2007). Adanya kolinier ganda
dalam
model
akan
mengakibatkan
(Jollite,1986
dalam
Naliebrata,2007) : 1. Penduga koefisien regresinya menjadi tidak nyata walaupun nilai rj -nya tinggi. 2. Nilai-nilai dengan koefisien regresi menjadi sangat sensitif terhadap perubahan data. 3. Dengan metode kuadrat terkecil, penduga koefisien regresi mempunyai simpangan baku yang sangat besar. 2.2.4. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis pada analisis regresi dapat menggunakan beberapa cara, diantaranya adalah uji hipotesis serentak (uji F) dan uji hipotesis individu (uji t) (Hasan, 2003). a)
Pengujian hipotesis serentak (uji F)
25
Uji F digunakan untuk menguji kesesuaian model secara serentak apakah faktor-faktor X bersama-sama mempengaruhi Y. Langkahlangkah pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Menentukan formulasi hipotesis H0 : b1 = b2 = 0 (semua faktor Xi tidak mempengaruhi Y) H1: b1 ≠ b2 ≠ 0 (sekurang-kurangnya ada satu Xi yang mempengaruhi Y) 2. Menentukan taraf nyata (α) dan nilai F tabel Taraf nyata (α) dan nilai F tabel ditentukan dengan derajat bebas v1= k-1 dan v2 = n-k. Nilai F tabel = F α(v1,v2). 3. Menentukan kriteria pengujian H0 diterima apabila Fhitung ≤ Ftabel H0 ditolak apabila Fhitung > Ftabel 4. Menentukan nilai uji statistik dengan tabel ANOVA 5. Membuat kesimpulan apakah menerima atau menolak H0 Suatu faktor X akan mempengaruhi Y secara bersama-sama dapat dilihat dari nilai Fhitung. Jika Fhitung lebih besar dari Ftabel, maka minimal ada satu X yang mempengaruhi Y. b)
Pengujian hipotesis individual (uji t) Uji t digunakan untuk menguji parameter koefisien regresi setiap peubah bebas secara parsial. Hal ini berarti bahwa uji t dapat mengetahui apakah peubah bebas secara individu memiliki pengaruh yang berarti terhadap peubah respon. Pengujiannya adalah: H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh Xi terhadap Y) H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh Xi terhadap Y) Taraf nyata dari t tabel ditentukan dengan derajat bebas (db) = n -k. Dalam melihat pengaruh faktor X terhadap faktor Y digunkan uji t dengan rumus: thitung =
bi - a SE
............................................................... (5)
26
Dimana: bi a SE
= slope faktor Xi = slope konstanta = Standar Eror n
∑ (Y − Yi) i =1
n−2
SE =
..................................................... (6)
n
∑ ( X − Xi ) i =1
Yi = Y pada X ke i Y = Y hasil regresi n = jumlah sampel Pengambilan keputusan untuk uji t adalah x mempengaruhi y jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel atau nilai probabilitas hitung lebih kecil dari alpa. thitung>ttabel atau Pvalue< alpha; tolak H0 thitung
alpha; terima H0 2.3. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Kacen (2007)
yang berjudul
Spontaneous Selection: The Comparative Influence of Consumer, Producer and Retailer Factors on Impulsive Buying menyatakan bahwa yang dapat
mempengaruhi keputusan impulse buying adalah sikap konsumen tersebut, karakteristik produk, dan faktor pengecer. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wiyanti (2007) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian kecap manis diketahui bahwa promosi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian kecap manis. Faktor lain yang mempengaruhi adalah rasa, pilihan tempat pembelian, sumber informasi, dan harga. Penelitian yang dilakukan oleh Nadyati (2007) tentang analisis efektifitas bauran promosi pada Giant Hypermarket Bogor menyatakan bahwa promosi yang dilakukan oleh Giant efektif dari segi dimensi empati, persuasi, dan komunikasi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai X dari dimensi empati,
27
persuasi, dan komunikasi. Nilai EPIC Rate yang dihasilkan menunjukkan bahwa promosi yang dilakukan adalah efektif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Natawidjaja (2005) tentang “Modern Market Growth And The Changing Map Of The Retail Food Sector In Indonesia” disimpulkan bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian
Indonesia, pertumbuhan pasar modern (ritel) akan meningkat sebesar 15%20%. Pertumbuhan hypermarket akan banyak terjadi di kota-kota besar di pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Sedangkan supermarket dan minimarket akan banyak dijumpai ditingkat kabupaten. Pertumbuhan supermarket, minimarket, dan hypermarket di Metro Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi
akan meningkat selama 5-10 tahun mendatang. Penelitian yang dilakukan oleh Vilia Djuranovik (2004) tentang analisis pengaruh promosi terhadap tingkat kunjungan konsumen menujukkan bahwa berdasarkan hasil analisis regresi diketahui pada saat Toserba X Bogor tidak melakukan kegiatan promosi maka tingkat kunjungan konsumen rata-rata sebesar 64.443 orang. Pada saat promosi dilakukan maka jumlah kunjungan konsumen dapat mengalami peningkatan. Dimana setiap kenaikan biaya promosi sebesar satu persen maka akan meningkatkan kunjungan konsumen satu bulan berikutnya sebanyak 49 orang. Berdasarkan hasil analisis uji t menunjukkan bahwa terdapat hubungan secara signifikan (95%) antara promosi yang dilakukan dengan kunjungan konsumen potensial. Kusdiantini (2004) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Strategi Promosi PT. Indomaret Minimarket. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa kegiatan promosi berpengaruh terhadap penjualan dengan koefisien determinasi sebesar 98.5% artinya 98.5% dari penjualan dapat dijelaskan oleh variabel biaya periklanan, promosi, penjualan perseorangan dan biaya publisitas. Berdasarkan uji koefisien, promosi penjualan dan penjualan perseorangan ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penjualan, namun dapat mendorong pelanggan untuk mencoba produk sehingga mendorong pelanggan untuk membeli produk.
28
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adelaar (2003) yang berjudul “Effect of media formats on emotion and impulse buying intent” dihasilkan bahwa respon emosi konsumen dipengaruhi oleh format media yang digunakan. Diketahui juga terdapat hubungan antara respon emosional terhadap impulse buying intent. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa format media yang digunakan dalam iklan di internet (yaitu tulisan, gambar, dan video) dapat mempengaruhi impulse buying intent dengan nilai F sebesar 3.34. Hodge (2004) melakukan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi impulse buying pada transaksi on-line. Dari penelitian tersebut disimpulkan
ada hubungan positif antara pembelian berdasarkan impulse dengan jumlah pembelian di website. Faktor yang dapat mempengaruhinya adalah format dari POP (point of purchase) yang ditampilkan oleh pengiklan. 2.4. Kerangka Pemikiran Pertumbuhan industri ritel mengharuskan perusahaan merumuskan strategi yang tepat untuk mencapai keunggulan bersaing. Tercapainya keunggulan bersaing tidak lepas dari bagaimana perusahaan merumuskan bauran promosi yang tepat. Salah satu bentuk promosi yang dapat dilakukan perusahaan adalah promosi di dalam toko (in-store promotion). Bauran promosi ritel menurut Lewison et.al (1989) terdiri dari periklanan, personal selling, store display, promosi penjualan, dan publicity. Dalam majalah
MARKETING (2007), dari kelima bauran promosi tersebut tiga bentuk kegiatan dan aktivitas promosi yang dilakukan peritel di dalam toko (in-store promotion) adalah promosi penjualan, display toko, dan personal selling. Hasil riset AC Nielsen dalam MARKETING (2007) mengatakan sebesar 84% konsumen yang datang ke toko modern terkadang atau selalu membeli barang yang tidak direncanakan. Dalam survei yang dilakukan oleh Reveries.com, sebanyak 72% perusahaan (peritel dan manufaktur) menyebutkan in-store promotion merupakan media alternatif utama (Majalah MARKETING, 2007). Dengan adanya promosi di dalam toko, diharapkan dapat mengingatkan kembali konsumen terhadap suatu produk. In-store promotion merupakan stimulus yang dapat digunakan oleh peritel ataupun perusahaan pemilik produk
29
untuk menarik minat konsumen terhadap suatu produk karena didalam toko konsumen langsung bertemu dengan produk tersebut.
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian Impulse buying atau pembelian dengan dorongan tanpa perencanaan
sebelumnya mungkin saja terjadi dengan adanya stimuli-stimuli yang diberikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi emosi konsumen. Impulse buying biasanya ditandai dengan pembelian yang dilakukan secara spontan, tidak direncanakan sebelumnya, dan keinginan membeli sesegera mungkin oleh konsumen. Untuk itu, berdasarkan hal tersebut dibuat hipotesis sebagai berikut: H1 : terdapat hubungan dan pengaruh yang signifikan antara in-store promotion (promosi penjualan, display toko, dan personal selling) dan impulse buying.
30
Promosi di dalam toko dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk, diantaranya adalah melalui promosi penjualan, personal selling dengan cara promo activity, dan display produk yang menarik seperti pemasangan iklan-iklan
di dalam toko, video mengenai produk, informasi pada poster atau banner, dan penempatan produk di lokasi yang strategis dan mudah dijangkau misalnya di dekat kasir. Sales promotion atau promosi penjualan bertujuan untuk mempercepat
keputusan pembelian atau memotivasi pelanggan menggunakan produk tertentu lebih cepat, dalam volume yang lebih besar pada setiap pembelian, atau lebih sering (Peattie, 1995 dalam Lovelock, 2005). Promosi penjualan merupakan penawaran yang diberikan oleh perusahaan kepada konsumen sebagai stimulasi yang diharapkan dapat mempercepat respon, baik berupa diskon, kupon undian, atau sampel gratis. Display toko adalah usaha yang dilakukan dalam penataan barang di toko dan bertujuan untuk mengarahkan pembeli agar tertarik untuk membeli. Peritel mengunakan display untuk menstimulasi perilaku pembelian impulsif. Melalui display dan point-of purchase, peritel dan manufaktur dapat menjelaskan informasi tentang produknya konsumen (Lewison, 1989). Personal selling merupakan kegiatan perusahaan untuk melakukan kontak
langsung dengan konsumennya yang diharapkan akan menimbulkan interaksi yang positif antara perusahaan dan konsumen. Saat ini banyak pemilik merek menyediakan langsung SPG ke dalam toko untuk menawarkan langsung kepada konsumen dengan tujuan untuk membuju konsumen membeli dan merangsang impulse buying (Majalah MARKETING, 2007). Oleh karena itu, berdasarkan
pernyataan-pernyataan tersebut dibuat hipotesis yang terkait dengan promosi penjualan, display toko, personal selling, dan impulse buying. Hipotesis tersebut adalah: H2 : Promosi penjualan mempengaruhi secara signifikan terhadap impulse buying H3 : Display toko mempengaruhi secara signifikan terhadap impulse buying H4 : Personal Selling mempengaruhi secara signifikan terhadap impulse buying
31
Peritel ataupun perusahaan pemilik produk harus dapat menetapkan strategi promosi yang tepat, khususnya promosi didalam toko. Ketepatan strategi promosi akan berdampak kepada sales volume perusahaan pemilik produk dan peritel. Sebelum menetapkan strategi in-store promotion yang tepat perlu diketahui bagaimana pengaruh promosi tersebut terhadap keputusan pembelian secara impulse oleh konsumen, dan juga bagaimana sikap konsumen terhadap promosi
didalam toko. Bagaimana pengaruh in-store promotion terhadap impulse buying tersebut akan di analisis menggunakan alat analisis regresi linier berganda yang diuji menggunakan uji F dan uji t.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Bauran Pemasaran Perusahaan Giant Hypermarket merupakan salah satu jenis usaha yang menyediakan berbagai macam produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Usaha ini digolongkan kedalam usaha jasa karena tidak memproduksi sendiri produk yang dijual, tetapi menyalurkan produk yang telah diproduksi oleh perusahaan pemilik produk. Giant Hypermarket telah menerapkan bauran pemasaran jasa yang disesuaikan dengan jenis usahanya yaitu ritel. Jadi, bauran pemasaran yang dirancang adalah bauran pemasaran jasa untuk ritel. Bauran pemasaran tersebut mencakup 8P, yaitu (1) Product, (2) Price, (3) Place, (4) Promotion, (5) Process, (6) Productivity, (7) People dan (8) Phisical Evidance. 1. Product Giant Hypermarket menyediakan berbagai macam pilihan produk kebutuhan konsumen yang jumlahnya berkisar antara 35.000 hingga 50.000 item. Produk ini dibagi kedalam tiga kelompok besar yaitu kelompok Fresh, Grocery, dan Generale Marchandise. Kelompok Grocery dibedakan kembali menjadi kelompok Food dan Non-Food. Produk yang disediakan oleh Giant Hypermarket selalu disesuaikan dengan produk-produk yang dibutuhkan oleh konsumen, hampir semua jenis produk disediakan oleh Giant Hypermarket. 2. Price Sesuai dengan positioning yang ingin dicapainya, Giant Hypermarket menawarkan produk dengan harga yang cukup bersaing dengan kompetitornya. Oleh karena itu, penentu kebijakan harga harus selalu mengontrol harga jual kompetitor. Penentu kebijakan harga adalah manajemen pusat dalam hal ini PT. Hero Supermarket atas kesepakatan dengan supplier dari produk tertentu. Harga yang diberikan kepada konsumen harus berkesan “pantas” sehingga secara keseluruhan akan diperoleh rata-rata keuntungan yang memadai. Strategi penetapan harga yang dilakukan oleh Giant Hypermarket adalah memberikan harga
50
termurah kepada konsumen, dan jika konsumen menemukan ada kompetitor yang
memberikan harga lebih murah, maka Giant
Hypermarket akan mengganti selisih harga tersebut sebanyak tiga kali lipat. 3. Place (Store Location) Tempat atau lokasi merupakan syarat utama dalam mendirikan usaha ritel seperti Giant Hypermarket, karena konsumen akan banyak datang pada lokasi yang strategis dan mudah dijangkau. Lokasi toko yang strategis adalah berada di pusat keramaian atau dekat dengan pemukiman padat penduduk, berada dipinggir jalan, mudah dilihat, dan memiliki penampilan menarik. Giant Hypermarket Bogor terletak dilokasi yang sangat strategis, yaitu berada di pusat kota yang padat lalu lintas, berada di pintu Kota Bogor, terletak di dalam mall yang ramai pengunjung, dan mudah dilihat oleh konsumen. Hal ini sangat membantu dalam pertumbuhan sales volume perusahaan, karena dengan berada di lokasi yang strategis peluang banyaknya pengunjung yang datang ke Giant Hypermarket semakin tinggi. 4. Promotion (Retail Communication) Giant Hypermarket melakukan berbagai jenis promosi yang tersusun di dalam bauran promosi. Promosi yang dilakukan oleh Giant Hypermarket mulai dari promosi untuk menarik pengunjung untuk datang ke toko hingga promosi untuk menarik minat konsumen agar membeli produk setelah datang ke toko. Bentuk promosi tersebut diantaranya adalah promosi melalui iklan, promosi penjualan, humas publisitas, penataan display toko dan point of purchase serta penjualan personal oleh para staf dan wiraniaga. 5. Process Dalam proses penyampaian jasa kepada konsumen, Giant Hypermarket selalu berusaha untuk memberikan kenyamanan dan keamanan berbelanja. Giant Hypermarket sangat memperhatikan kenyamanann konsumen mulai konsumen datang hingga konsumen meninggalkan toko.
51
Kenyamanan ini diimplementasikan melalui tata ruang yang efektif baik untuk penyajian produk, ruang gerak konsumen, desain toko yang menarik dan jumlah kasir yang cukup banyak. Dengan menciptakan proses penyerahan jasa yang berorientasi kepada pelanggan diharapkan konsumen merasa puas dan nyaman terhadap Giant Hypermarket. 6. Productivity Giant Hypermarket selalu menjaga produktivitas untuk menjaga kualitas jasa yang diberikan kepada konsumen. Produktivitas ini ditunjukkan melalui jumlah karyawan yang cukup banyak, jumlah persediaan produk yang selalu dijaga, dan kesigapan karyawan serta pramuniaga dalam melayani konsumen. Dalam usaha ritel, produktivitas merupakan bukti kerjasama dari berbagai faktor produksi diantaranya adalah pengusaha, manajer toko, kepala bagian dan staf. 7. People Jasa yang diberikan oleh Giant Hypermarket merupakan jasa yang disertai produk berupa barang. Sebagai usaha ritel, Giant Hypermarket menyediakan karyawan-karyawan dan pramuniaga yang siap untuk melayani konsumen dengan baik. Penempatan karyawan dan pramuniaga tersebut diantaranya adalah karyawan atau staf sebagai pengontrol barang yang dipajang, apakah jumlahnya masih cukup atau mulai berkurang. Pada umumnya, untuk setiap merek produk memiliki seorang pramuniaga untuk menjaga dan menawarkan produk tersebut yang menjadi tanggung jawabnya. Di bagian luar terdapat customer service seperti bagian informasi, bagian penitipan barang, dan layanan pengaduan konsumen. Penempatan karyawan dan pramuniaga ini sebagai upaya adanya interaksi langsung antara konsumen dan perusahaan. 8. Phisical Evidance Bukti fisik yang ditunjukkan oleh Giant Hypermarket ditunjukkan oleh area toko yang sangat luas yang dilengkapi dengan berbagai macam
52
interior, point of purchase dan hiasan-hiasan toko (store design) yang menarik serta adanya berbagai jenis barang yang ditawarkan. 5.2. Bauran Promosi Giant Hypermarket Bogor Promosi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan kepada konsumen mengenai produk yang ditawarkan agar konsumen memiliki ketertarikan, keinginan, dan tindakan untuk membeli produk tersebut. Bauran promosi ritel merupakan alat yang dapat mengkomunikasikan produk kepada konsumen. Secara umum, bauran promosi usaha jenis ritel hampir sama dengan usaha manufaktur lainnya. Promosi yang dilakukan oleh Giant Hypermarket sepenuhnya diatur oleh manajemen pusat yaitu PT. Hero Supermarket Tbk. Manajemen di masing-masing gerai Giant Hypermarket merupakan pelaksana operasional, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya saran-saran dari tiap gerai untuk mengusulkan strategi promosi yang akan dilakukan di masing-masing gerai. Sentralisasi
kebijakan ini
dimaksudkan agar
seluruh
gerai
Giant
Hypermarket memiliki program yang sama. Jika terdapat masalah di salah satu gerai, store manager gerai tersebut dapat mengajukan saran atau pemecahan masalah ke manajemen pusat untuk mendapatkan persetujuan. Bauran Promosi yang dilakukan oleh Giant Hypermarket adalah: 1. Periklanan (Advertising) Media periklanan yang digunakan Giant Hypermarket Bogor adalah media cetak yaitu koran dan mailer serta iklan pada billboard dan spanduk. Iklan yang dimuat dalam koran berupa promosi penjualan yang sedang dilakukan oleh Giant Hypermarket. Koran yang digunakan sebagai media iklan adalah KOMPAS dan WARTAKOTA. Iklan ini diterbitkan pada hari jumat dan promosi penjualan produk (disebut promosi koran) yang terdapat pada koran tersebut berlaku selama tiga hari sejak terbit. Iklan cetak melalui mailer hampir sama seperti iklan pada koran, yaitu iklan yang memuat promosi penjualan. Mailer ini berupa katalog yang memuat berbagai macam produk yang sedang ditawarkan dengan harga spesial. Mailer dibuat oleh manajemen pusat sebanyak 500 ribu
53
eksemplar per 10 hari dan dibagikan di perumahan-perumahan dengan jarak 5 km dari gerai Giant Hypermarket di kota tersebut. Promosi mailer ini dilakukan dalam jangka waktu per 10 hari dengan masa tenggang dua hari. Produk yang terdapat di dalam mailer ditentukan oleh manajemen pusat, sehingga berlaku diseluruh Giant di Indonesia. Billboard digunakan sebagai media iklan yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis yang dilewati oleh banyak orang. Selain billboard digunakan juga banner dan spanduk. Pemasangan iklan pada media ini dilakukan dengan tujuan untuk menginformasikan dan mengingatkan masyarakat tentang Giant serta sebagai daya tarik agar konsumen datang dan berbelanja ke Giant. 2. Promosi Penjualan (Sales Promotion) Promosi penjualan pada ritel disebut juga sales incentive (insentif penjualan) yaitu rangsangan baik secara langsung atau pun tidak langsung yang menawarkan nilai tambah bagi konsumen. Kegiatan promosi penjualan yang dilakukan oleh Giant Hypermarket Bogor diantaranya adalah: a. Pemberian diskon 25% saat ulang tahun Giant bagi konsumen yang bertransaksi menggunakan kartu kredit Bank Mandiri, b. Undian kupon gosok mendapatkan hadiah tertentu untuk pembelian produk tertentu sebesar Rp. 25.000 dan kelipatannya, c. Pemberian diskon 10% bagi konsumen Giant yang menggunakan kartu kredit GE pada bulan Februari 2007, d. Pemberian angpaw pada saat imlek yang di dalamnya tertera voucher untuk pembelian produk yang mendapatkan diskon, e. Harga khusus bagi pemegang kartu debet Visa di bulan Maret 2007. f. Diskon sebesar 20% bagi pemegang kartu BNI untuk produk susu tertentu pada tanggal 23 Maret 2007, g. Kupon potongan harga pada mailer. 3. Hubungan Masyarakat (Publicity) Hubungan masyarakat bertujuan untuk membangun hubungan yang baik dengan publik dengan menghasilkan publisitas yang
54
menyenangkan, menumbuhkembangkan citra perusahaan yang baik, menangani atau menghilangkan desas-desus, cerita dan peristiwa yang tidak menyenangkan. Humas atau PR (Public Relation) merupakan sebuah konsep yang menggunakan banyak sarana seperti siaran pers, publisitas produk, komunikasi perusahaan, dan penyuluhan. Kegiatan humas dan publisitas ini menjadi wewenang dan tanggung jawab bersama antara corporate secretary dan customer and media relationship. Salah satu bentuk hubungan masyarakat yang dilakukan oleh Giant Hypermarket adalah menyelenggarakan program CSR (Corporate Social Responsibility). 4. Display Toko (Store Display) Display toko untuk sebuah usaha ritel dengan konsep swalayan dapat mempengaruhi kenyamanan dan keinginan konsumen untuk kembali datang ke suatu gerai. Giant Hypermarket membuat display yang tertata rapi dan menarik dengan menggunakan warna-warna yang menarik dan penggunaan tanda-tanda tertentu yang berfungsi untuk memberikan petunjuk kepada konsumen. Display yang menarik juga bertujuan untuk menarik minat konsumen agar membeli produk yang tersedia di dalam toko. Penataaan toko yang menarik merupakan elemen yang penting, karena dengan penataan yang menarik, konsumen akan merasa nyaman berbelanja di Giant Hypermarket. Display atau penataan produk yang diterapkan oleh Giant Hypermarket menggunakan gondola-gondola besar seperti hypermarket pada umumnya. Sistem yang digunakan adalah sistem FIFO atau First in First out, sistem ini diterapkan berkaitan dengan masa kadaluarsa produk khususnya produk-produk makanan dan minuman. Selain itu, penataan produk juga dikelompokkan berdasarkan pada jenis atau keterkaitan antar produk tersebut, misalnya barang-barang toiletris ditata pada lokasi yang sama, atau penempatan snack makanan anak-anak ditempatkan di ujung-ujung rak pada rak mainan anak-anak.
55
5. Penjualan Perorangan (Personal Selling) Penjualan perorangan merupakan salah satu bentuk promosi langsung yang dilakukan oleh pramuniaga atau staf Giant Hypermarket. Melalui penjualan perorangan diharapkan informasi mengenai produk akan sampai ke konsumen dengan baik. Selain menempatkan pramuniaga di dalam toko, penjualan perorangan dari Giant Hypermarket Bogor juga dilakukan secara tidak langsung yaitu melalui word of mouth yang dilakukan oleh karyawan Giant Hypermarket Bogor atau pun konsumen yang merasa puas dan menginformasikan kepada kerabat dan temannya. 5.3. Penerapan In-Store Promotion Giant Hypermarket Bogor In-store promotion merupakan kegiatan promosi yang dilakukan di dalam toko dengan tujuan menarik minat konsumen terhadap suatu produk. Dari ke lima bauran promosi ritel, dapat dikelompokkan kegiatan promosi yang termasuk kedalam in-store promotion diantaranya adalah promosi penjualan, display toko, dan penjualan perorangan. In-store promotion dapat menjadi stimulus bagi konsumen yang dapat merangsang niat bahkan tindakan untuk membeli suatu produk walaupun tidak direncanakan sebelumnya. Giant Hypermarket Bogor sebagai salah satu ritel berjenis hypermarket juga melakukan kegiatan in-store promotion dengan tujuan utama menjaga gross profit yang telah dicapai dan bahkan meningkatkannya. In-store promotion yang dilakukan oleh Giant Hypermarket Bogor hampir 80% merupakan atas permintaan perusahaan pemilik produk, 20% sisanya merupakan promosi yang dilakukan oleh Giant Hypermarket Bogor yang diatur secara sentralisasi. Kebijakan mengenai harga dan promosi yang dilakukan oleh Giant Hypermarket
Bogor
sepenuhnya
merupakan
wewenang HO (Head Office). Dalam pelaksanaanya promosi di dalam toko yang dilakukan oleh Giant Hypermarket dikelola oleh bagian In-store Advertising and Promotion yang berada dibawah departemen Sales Support dan dibantu oleh masingmasing staf pada departemen produk masing-masing. Sebagai contoh, pada
56
tanggal 2-6 April perusahaan Kao akan melakukan program promosi untuk produk Laurier, administrasi dan kesepekatan dilakukan dengan tim marketing pada HO (Head Office), selanjutnya tim marketing pada HO akan mengirimkan surat pelaksanaan promosi kepada bagian marketing Giant Hypermarket Bogor. Tim marketing Giant Hypermarket Bogor akan menyerahkan program atau kegiatan tersebut kepada DH (Department Head) atau ADH (Assistant Depertment Head) departemen Grocery (Laurier masuk kedalam kelompok produk Grocery) untuk selanjutnya program promosi tersebut dilaksanakan sesuai jadwal yang ditentukan. Jika promosi yang dilakukan menggunakan bantuan pramuniaga atau SPG (Sales Promotion Girl) maka SPG tersebut harus mendaftar terlebih dahulu ke bagian HRD (Human Resource and Development) dan selanjutnya SPG tersebut menjadi tanggung jawab departemen produk yang bersangkutan. Tujuan Giant Hypermarket Bogor melakukan kegiatan promosi adalah: 1. Meningkatkan penjualan, 2. Meningkatkan pembelian secara impulse (impulse buying), 3. Mempercepat pergerakan barang khususnya barang tipe slow moving, 4. Mempercepat penjualan barang yang telah lama berada digudang dan hampir habis masa kadaluarsanya, 5. Menjaga tingkat keuntungan yang telah dicapai. Penerapan in-store promotion yang dilakukan oleh Giant Hypermarket Bogor adalah sebagai berikut: 1. Promosi Penjualan (Sales Promotion) Terdapat banyak jenis promosi penjualan yang dilakukan oleh Giant Hypermarket Bogor, baik yang dilakukan oleh Giant ataupun atas permintaan perusahaan pemilik produk. Beberapa promosi penjualan yang dilakukan pada bulan Maret hingga April 2008 adalah: a. Promosi Mailer Promosi mailer adalah promosi berbentuk brosur seperti koran yang menampilkan produk-produk yang ditawarkan dengan harga diskon. Promosi mailer dilakukan dalam jangka waktu per 10 hari untuk satu periode promosi, dan waktu tenggang dua hari untuk menerbitkan
57
mailer periode selanjutnya. Produk-produk yang terdapat di dalam mailer ditentukan oleh HO dan harganya merupakan kesepakatan antara HO dengan supplier. Gerai-garai Giant dapat mengusulkan atau memuat iklan tentang program promosi yang dilaksanakan oleh masing-masing
gerai
pada
mailer
tersebut.
Supplier
yang
memberikan sponsor juga akan diberikan space untuk beriklan di mailer. Selain dibagikan di perumahan-perumahan mailer juga dibagikan di dalam toko sebagai informasi kepada konsumen produk apa saja yang sedang promo. b. PDP (Pembelian dengan Pembelian) PDP atau Pembelian dengan Pembelian adalah jenis promosi penjualan yang memiliki syarat, artinya untuk mendapatkan promosi pada
produk-produk
tertentu
kosumen
harus
melakukan
pembelanjaan sebesar yang telah ditentukan. Promosi PDP ini tidak memiliki tenggang waktu, setiap hari selalu ada produk yang dipromosikan dengan PDP. Seperti promosi mailer, kebijakan promosi PDP juga diatur oleh HO (Head Office). Walaupun promosi ini tidak memiliki jangka waktu, produk yang dipromosikan melalui PDP berubah-ubah dalam jangka waktu tertentu, jadi produk yang dipromosikan secara PDP tidak selalu produk yang sama. c. Promosi 4990 Promosi 4990 adalah promosi penjualan untuk produk tertentu yang diberi harga Rp. 4990. Promosi jenis ini dilakukan selama satu bulan yaitu mulai tanggal 1 Maret hingga 30 April 2008. d. Promosi Koran Promosi koran adalah promosi untuk produk-produk yang dimuat dalam koran nasional yaitu KOMPAS dan WARTAKOTA pada hari jum’at. Promosi koran berlaku selama tiga hari pada hari-hari weekend (Jum’at, Sabtu, Minggu). e. In-Store Promo In-store Promo merupakan promosi untuk produk-produk tertentu yang tidak masuk ke dalam mailer ataupun promosi koran. In-store
58
promo biasanya dilakukan pada produk-produk yang telah mendekati masa kadaluarsa atau telah out of date, disebut juga cuci gudang. Instore promo dapat juga dilakukan dalam bentuk games atau lombalomba untuk menarik minat pengunjung. f. Self-taker Seperti halnya in-store promo, program self-taker merupakan program promosi tambahan diluar promosi mailer dan promosi koran. Promosi Self-taker tidak memiliki jangka waktu, promosi ini dilakukan jika dianggap diperlukan. g. Sampling Sampling biasanya dilakukan atas permintaan supplier, karena produk tersebut baru atau hanya untuk menambah jumlah penjualan. Sampling dilakukan disertai dengan SPG (pramuniaga) yang dikirim langsung oleh supplier. Pada Maret minggu terakhir produk Anlene melakukan kegiatan sampling dengan membagikan susu Anlene dalam gelas kepada konsumen yang berkunjung ke Giant Hypermarket Bogor. h. Promo Activity Activity promo lebih sering dilakukan atas permintaan supplier. Kegiatan activity promo dapat dilakukan di dalam dan di luar toko. Kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah mengadakan games, lomba, dan membagikan sampel. Contoh activity promo yang dilakukan pada Maret-April 2008 diantaranya adalah: 1. Games berhadiah yang diadakan oleh Rinso, bagi konsumen yang membeli produk Rinso dapat mengikuti games berhadiah secara langsung dengan menukarkan struk belanja. 2. Lomba foto untuk menjadi model iklan susu Anmum, setiap konsumen yang berkunjung ke Giant Hypermarket Bogor dapat mengikuti lomba tersebut dengan langsung medaftar dan difoto di stand Anmum. 3. Hadiah dengan syarat minimal pembelian yang dilakukan oleh Ultrajaya.
59
2. Display Toko (Store Display) Display toko adalah bagaimana produk-produk ditata dengan menarik agar konsumen merasa nyaman dalam berbelanja. Selain untuk kenyamanan dan hiasan, display juga dapat berfungsi sebagai stimulus yang dapat menarik keinginan konsumen untuk mengetahui lebih jauh mengenai suatu produk dan bahkan membeli produk tersebut. Giant Hypermarket Bogor menata display dengan rapi agar konsumen merasa nyaman berbelanja, jika konsumen merasa nyaman ada kemungkinan waktu berbelanja akan semakin lama dan produk yang dibeli semakin banyak. Ada beberapa jenis display yang menjadi perhatian para supplier, sehingga mereka rela untuk menyewa displaydisplay tertentu agar penjualan berjalan dengan baik. Semakin strategis penempatan produk, maka semakin mahal harga untuk display tersebut. Display produk biasanya disertai dengan point of purchase, yaitu suatu keterangan mengenai barang, ukuran, harga, dan keterangan lain yang ditempatkan dekat dengan produk dan mudah dilihat oleh konsumen. Penggunaan point of purchase ini merupakan petunjuk bagi konsumen terhadap informasi mengenai suatu produk. Jenis-jenis display yang terdapat pada Giant Hypermarket Bogor adalah: 1. Vertikal Display Vertikal display adalah cara penataan produk dengan posisi susunan barang tegak dalam rak. 2. Floor Display Floor display adalah suatu cara pemajangan produk dengan menggunakan lantai sebagai dasarnya tanpa terikat suatu rak tertentu. 3. Merchandising Mix display Merchandising mix display yaitu pemajangan untuk menawarkan produk lain kepada pelanggan yang berhubungan dengan produk yang dibelinya, cara pemajangan ini menggabungkan dua atau lebih produk yang saling berhubungan.
60
4. Impulse buying Product Display Impulse buying product display merupakan display produk pada tempat strategis yang mudah dijangkau pembeli, biasanya berada di daerah dekat dengan kasir. 5. Ends Display End display adalah pameran atau pemajangan barang di ujung lorong atau gondola. Tempat ini sangat cocok untuk produk-produk yang high impulse atau produk yang memiliki margin cukup besar. 6. Special Display Special display atau display produk secara khusus biasanya digunakan untuk produk-produk musiman atau produk yang dijual secara obral. 7. Island Display Island display merupakan display barang secara terpisah dan digunakan untuk menarik perhatian pembeli. 8. Cut Cases Display Cut cases display adalah display barang tanpa gondola atau rak, melainkan menggunakan kotak atau karton kemasan besar yang dipotong dan disusun secara rapi. 9. Jumbled Display Jumbled display adalah pemajangan barang secara berkumpul dan sembarangan, digunakan untuk barang yang tidak mudah pecah atau rusak, misalnya buah, pakaian, dan sepatu. 10. Multy Product Multy product yaitu display barang yang diberi harga promosi (bukan obral) dan ditempatkan bersama-sama dengan barang lain yang juga promosi. 3. Penjualan Perorangan (Personal Selling) Penjualan perorangan atau personal selling merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi tentang produk. Selain itu, dengan penjualan perorangan diharapkan dapat meningkatkan penjualan. Dalam industri ritel, khususnya hypermarket,
61
personal selling adalah elemen terpenting dalam pembentukan image ritel. Pada Giant Hypermarket penjualan perorangan dilakukan oleh karyawan Giant dan Sales Promotion Girl (pramuniaga). Produk yang langsung ditangani oleh karyawan Giant Hypermarket Bogor adalah produk-produk yang tidak memiliki SPG, seperti sembako, produkproduk Fresh (buah, sayur, ikan, dan daging). Selain itu juga untuk produk-produk tertentu seperti makanan siap saji seperti roti bakery Giant yang hangat, baru dari oven dan langsung ditawarkan secara berkeliling kepada konsumen yang berada di gerai Giant Hypermarket Bogor. Kegiatan penjualan perorangan di Giant Hypermarket Bogor dilakukan dengan cara menempatkan para pramuniaga di setiap lorong. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengontrol keadaan produk baik dari segi jumlah maupun penataannya, membantu konsumen dalam mencari produk dan meningkatkan pelayanan terhadap konsumen. Pramuniaga (Sales Promotion Girl) Pramuniaga atau disebut juga Sales Promotion Girl adalah salah satu elemen penting dalam penjualan perorangan, karena SPG bertemu langsung dengan konsumen dan menciptakan image mengenai toko (ritel) maupun produk. Penggunaan SPG di Giant Hypermarket adalah sebagai tenaga penjual yang langsung menawarkan dan memberikan informasi kepada konsumen. SPG di Giant Hypermarket tidak berstatus sebagai
karyawan, namun sebagai petugas yang dikirimkan oleh
supplier untuk melakukan penjualan secara langsung. Supplier menitipkan petugasnya untuk melakukan penjualan secara langsung, pihak Giant hanya memantau dan mengontrol kegiatan paramuniaga tersebut agar sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Giant Hypermarket. SPG yang dititipkan oleh supplier harus terdaftar dan mengisi formulir pada bagian HRD untuk data perusahaan. Setelah itu, SPG tersebut akan diserahkan kepada departemen produk masing-masing dan
62
menjadi tanggung jawab DH (Department Head) departement masingmasing. Tugas yang harus dijalankan oleh SPG adalah sebagai berikut: a. Menjual produk kepada konsumen, b. Meningkatkan penjualan, c. Memberikan informasi kepada konsumen dengan baik, d. Bersikap ramah dan melayani konsumen dengan baik, e. Menjaga jumlah barang yang tersedia pada display, f. Menjaga kerapihan penataan produk, g. Mengambil produk di gudang jika pada display telah habis, Dengan adanya SPG diharapkan dapat mendorong konsumen untuk membeli produk baik yang telah direncanakan ataupun tidak direncanakan (impulse buying). 5.4. Analisis Karakteristik Konsumen Giant Hypermarket Bogor Analisis karakteristik konsumen merupakan analisis yang berkaitan dengan bagaimana dan siapa konsumen Giant Hypermarket. Pada penelitian ini
analisis
dilakukan
menggunakan
analisis
deskriptif
dengan
mengelompokkan konsumen berdasarkan jenis kelamin, usia, domisili, pekerjaan, dan pengeluaran per bulan. Selain itu juga dilakukan analisis tabulasi silang antara beberapa variabel dari karakteristik konsumen tersebut dengan variabel tambahan yaitu media promosi yang diminati oleh konsumen, barang yang sering dibeli tanpa perencanaan, dan perilaku belanja konsumen. 1. Jenis Kelamin Dari hasil uji statitistik deskriptif yang dijelaskan oleh Gambar 6 dapat dilihat bahwa sebanyak 66% konsumen berjenis kelamin perempuan, dan sisanya sebanyak 34% berjenis kelamin laki-laki. Variabel jenis kelamin memiliki nilai standar deviasi sebesar 0.47610 dan nilai rataan atau mean sebesar 1.34, nilai SD yang lebih kecil dibandingkan nilai tengah berarti tidak ada data pencilan pada variabel jenis kelamin. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan pengunjung Giant Hypermarket adalah berjenis kelamin perempuan.
63
Situasi ini dapat dimanfaatkan oleh Giant Hypermarket Bogor untuk dapat lebih meningkatkan promosi di dalam toko karena biasanya emosi perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor promosi seperti diskon. Jenis Kelamin Konsumen
Laki-laki 34%
Perempuan 66%
Gambar 6. Karakteristik Jenis Kelamin Konsumen Giant Hypermarket Bogor 2. Usia Untuk karakteristik usia, seperti pada Gambar 7 sebanyak 36% konsumen berusia antara 15-25 tahun, 32% berusia antara 26-35 tahun, 26% berusia antara 36-45 tahun, dan sisanya sebanyak 6% berusia lebih dari 45 tahun. Dari hasil analisis deskriptif didapatkan nilai standar deviasi untuk variabel usia sebesar 0.932 dan nilai rata-rata sebesar 2.02, artinya tidak ada data yang memencil pada variabel usia. Berdasarkan analisis statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata pengunjung Giant Hypermarket berusia antara 25-35 tahun. Berdasarkan hasil analisis tersebut Giant Hypermarket Bogor dapat merancang bentukbentuk promosi yang lebih disesuaikan dengan usia 25-35 tahun. Usia 25-35 tahun merupakan usia dewasa dimana pada usia tersebut biasanya seseorang telah memiliki keluarga. Hal ini merupakan peluang bagi Giant Hypermarket jika konsumen membawa keluarga seperti anak dalam berbelanja, karena menurut informasi dari bagian marketing Giant Hypermarket Bogor, anak yang dibawa dalam berbelanja dapat meningkatkan penjualan. Hal ini tercermin dari jumlah penjualan yang lebih besar jika Giant Hypermarket Bogor mengadakan event untuk
64
anak-anak dibandingkan pada saat mengadakan event untuk remaja atau dewasa. Usia Konsumen
>45 tahun 6% 15-25 tahun 36%
36-45 tahun 26%
26-35 tahun 32%
Gambar 7. Karakteristik Usia Konsumen Giant Hypermarket Bogor 3. Domisili Sebanyak 90% konsumen Giant Hypermarket Bogor berdomisili atau berasal dari Bogor dan sebanyak 10% berasal dari luar Bogor. Daerah luar Bogor cukup beraneka ragam diantaranya adalah Jakarta, Bandung, Sukabumi, Sentul, Cibubur, dan Yogyakarta. Dari 90% konsumen yang berdomisili di Bogor tidak hanya masyarakat Bogor yang berada dekat dengan lokasi toko, tetapi juga terdapat pengunjung yang berlokasi cukup jauh dari toko misalnya Darmaga, Ciomas, Cibinong dan Cisarua. Berdasarkan hasil analisis deskriptif nilai Standar Deviasi untuk variabel domisili adalah 0.301 dan nilai rata-rata 1.10 yang artinya tidak ada pencilan data. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pengunjung Giant Hypermarket Bogor adalah penduduk yang berdomisili di Bogor. Adanya konsumen yang berdomisili di Bogor tetapi berlokasi lebih dari 5 km dari Giant Hypermarket Bogor dapat disebabkan oleh lokasi Giant Hypermarket Bogor yang sangat strategis yaitu di dalam mall, dan saat ini baru terdapat dua hypermarket di Bogor. Hal ini juga dapat menjadi masukan bagi Giant Hypermarket Bogor untuk menyebar mailer tidak hanya dalam jangkauan 5 km dari lokasi gerai, tetapi sebaiknya Giant Hypermarket Bogor juga menginformasikan promosi ke wilayah-
65
wilayah lain yang berlokasi lebih dari 5 km, karena penyampaian informasi yang tepat dapat menjadi daya tarik bagi konsumen yang berada jauh dari lokasi untuk berkunjung ke Giant Hypermarket Bogor. Domisili Konsumen
Luar Bogor 10%
Bogor 90%
Gambar 8. Karakteristik Domisili Konsumen Giant Hypermarket Bogor 4. Pekerjaan Pekerjaan terbanyak dari konsumen Giant Hypermarket Bogor adalah sebagai karyawan swasta, yaitu sebanyak 34 %, dan yang kedua adalah mahasiswa atau pelajar sebanyak 26 %. Diurutan ketiga berprofesi sebagai ibu rumah tangga, dan sisanya PNS (Pegawai Negeri Sipil), wirausaha dan lainnya yaitu guru, dan dokter. Dari hasil analisis deskriptif untuk variabel pekerjaan, nilai Standar Deviasi yang didapatkan adalah 1.48 dan nilai rata-rata 3.30. seperti variabel lainnya variabel pekerjaan juga tidak memiliki data yang memencil. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa kebanyakan pengunjung Giant Hypermarket berprofesi sebagai pekerja atau karyawan di perusahaan swasta. Pekerjaan Konsumen
Ibu Rumah Tangga 19%
Lainnya 6%
PNS 9%
Swasta 34% Mahasiswa/Pel ajar 26%
Wirausaha 6%
Gambar 9. Karakteristik Pekerjaan Konsumen
66
5. Pengeluaran per bulan Berdasarkan pengolahan data 35% dari konsumen melakukan pengeluaran sebanyak < Rp. 1.000.000, 37% dengan pengeluaran sebesar Rp 1.000.000 - Rp. 2.500.000, 19% sebesar Rp 2.500.001-Rp 5.000.000 dan sisanya sebanyak 9% melakukan pengeluaran sebesar > Rp. 5.000.000. Hasil analisis deskriptif juga menyatakan tidak ada data yang memencil pada variabel pengeluaran karena nilai Standar Deviasi (0.953) lebih kecil dibandingkan nilai rata-rata (2.02). Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa pengeluaran rata-rata konsumen Giant Hypermarket Bogor adalah sebesar Rp 1.000.000-Rp 2.500.000. Bila dilihat dari pengeluaran rata-rata konsumen per bulan, Giant Hypermarket Bogor telah mencapai segmen yang telah ditetapkan di awal berdiri yaitu menengah kebawah. Konsumen berpengeluaran Rp 2.500.000-Rp 5.000.000 juga memiliki persentase yang cukup, ini artinya Giant Hypermarket Bogor tidak hanya menjangkau segmen menengah kebawah tetapi juga menengah keatas. Saat ini, sesuai dengan perkembangan dan persaingan Giant Hypermarket Bogor juga menetapkan semua segmen dari segi penghasilan, dengan persentase yang ditunjukkan pada Gambar 10, dapat dinyatakan bahwa Giant Hypermarket Bogor telah berhasil menjangkau semua segmen yang ditetapkan saat ini. Pengeluaran Konsumen
9%
< Rp. 1000000
35%
19%
Rp. 1000.000 - Rp 2.500.000 Rp. 2.500.001 - Rp. 5.000.000 > Rp. 5.000.000
37%
Gambar 10. Karakteristik Pengeluaran Konsumen Giant Hypermarket Bogor
67
6. Bentuk Promosi yang Diminati Untuk bentuk promosi yang paling diminati, 77% konsumen memilih promosi penjualan, 14% memilih display toko, 4% memilih personal selling (Sales Promotion Girl) dan sisanya sebanyak 5% tidak menyukai bentuk promosi apapun. Berdasarkan angka-angka tersebut dapat dinyatakan bahwa konsumen Giant Hypermarket Bogor lebih menyukai jenis promosi penjualan seperti diskon, sampel, dan kupon. Adanya kecenderungan konsumen yang lebih menyukai atau memilih promosi penjualan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Giant Hypermarket Bogor untuk lebih memberikan perhatian lebih untuk kegiatan-kegiatan promosi penjualan seperti diskon, potongan harga, sampel dan kupon. Media Promosi Yang Paling Diminati Store Display 14%
tidak menyukai ketiganya 5%
Sales Promotion Girl 4%
Promosi Penjualan 77%
Gambar 11. Bentuk Promosi yang Diminati Konsumen Giant Hypermarket Bogor
7. Barang yang Dibeli Tanpa Perencanaan Dari delapan pilihan jenis barang, kebanyakan konsumen yaitu sebesar 41% memilih makanan dan minuman kecil sebagai barang yang sering mereka beli tanpa merencanakan sebelumnya. Pilihan terbanyak kedua adalah pakaian yaitu sebesar 19% dan pilihan terbanyak ketiga adalah mainan anak sebesar 13%. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa makanan dan minuman ringan merupakan salah satu barang yang paling sering dibeli tanpa direncanakan sebelumnya. Pembelian tanpa
68
perencanaan ini dapat berupa tanpa perencanaan sempurna artinya konsumen membuat keputusan pembelian secara spontan di dalam toko atau tanpa perencanaan sebagian artinya konsumen telah menentukan jenis produk yang akan dibeli tetapi belum menentukan merek dari produk tersebut. Konsumen mengisi pertanyaan mengenai barang yang sering dibeli tanpa direncanakan sebelumnya, ini artinya walaupun konsumen merencanakan pembeliannya sebelum datang ke toko, konsumen juga selalu atau terkadang membeli produk yang sebelumnya tidak direncanakan. Barang Tambahan yang Dibeli Tanpa Direncanakan
13%
5% 1%3%
9%
4% 5% 19%
41%
tidak membeli kebutuhan pokok makanan dan minuman ringan
pakaian toiletris buah dan sayuran mainan anak alat dapur da rumah tangga obat-obatan
Gambar 12. Barang yang Dibeli Tanpa Perencanaan oleh Konsumen Giant Hypermarket Bogor Dari data barang tambahan yang dibeli tanpa direncanakan, dibuat kelompok konsumen berdasarkan perilaku membeli atau tidak membeli barang tambahan sebagai berikut:
Tabel 5. Kelompok Konsumen Berdasarkan Pembelian Barang Tambahan Tanpa Direncanakan No Pembelian barang Tambahan tanpa Jumlah (%) direncanakan 1. Tidak membeli 3 2. Membeli 97 Total 100
69
8. Tabulasi Silang Penelitian ini juga menganalisis karakteristik reponden dengan menggunakan tabulasi silang, Dari analisis tabulasi silang dapat diketahui juga hubungan antar dua variabel. Karakteristik yang dianalisis menggunakan tabulasi silang diantaranya adalah jenis kelamin dan usia, jenis kelamin dan prilaku berbelanja, jenis kelamin dan media promosi yang diminati, jenis kelamin dan barang yang dibeli tanpa perencanaan, usia dan prilaku berbelanja, usia dan barang yang dibeli tanpa perencanaan, usia dan media promosi yang diminati, serta perilaku belanja dan barang yang dibeli tanpa perencanaan sebelumnya. 1. Jenis Kelamin dan Usia Berdasarkan hasil pengolahan SPSS 11.5 diperoleh hasil bahwa 23% konsumen berjenis kelamin perempuan dengan usia 15-25 tahun, 22% berjenis kelamin perempuan dengan usia 26-35 tahun, 16% perempuan berusia 36-45 tahun, dan 5% perempuan berusia lebih dari 45 tahun. 13% berjenis kelamin laki-laki berusia 15-25 tahun, 10% berjenis kelamin laki-laki berusia 26-35 tahun, 10% berjenis kelamin laki-laki berusia 36-45 tahun dan sisanya yaitu satu persen berusia lebih dari 45 tahun. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa konsumen Giant Hypermarket di dominasi oleh perempuan dengan rentang usia 15-35 tahun.
Tabel 6. Distribusi Konsumen Giant Hypermarket Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Usia, 2008 Jenis Kelamin (%) No Kelompok Usia Perempuan Laki-Laki Total 1 15-25 23 13 36 2 26-35 22 10 32 3 36-45 16 10 26 4 >45 5 1 6 Total (%) 66 34 100 Konsumen yang didominasi oleh perempuan dengan rentang usia 1535 tahun dapat menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam menetapkan promosi di dalam toko yang tepat. Misalnya, dengan
70
adanya anggapan bahwa perempuan senang berbelanja, maka perusahaan dapat membuat promosi di dalam toko melalui display yang menarik sehingga konsumen merasa nyaman dan berlama-lama di dalam toko. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Donovan, Rossiter, Marcoolyn dan Nesdale (1994) dalam Bowes (1998) bahwa respon emosional yang dirangsang oleh lingkungan di dalam toko misalnya display yang menarik dapat mempengaruhi waktu dan uang yang dikeluarkan oleh konsumen untuk berbelanja. Untuk itu, Giant Hypermarket Bogor harus dapat membuat lingkungan toko yang nyaman, diantaranya melalui display toko yang menarik. Diplay ini dapat dilengkapi oleh point of purchase yang dapat memudahkan konsumen dalam berbelanja. 2. Jenis Kelamin dan Perilaku Berbelanja Hasil tabulasi yang diolah menggunakan SPSS 11.5 menunjukkan bahwa
49%
konsumen
berjenis
kelamin
perempuan
yang
merencanakan pembelian, 30% berjenis kelamin laki-laki yang merencanakan pembelian, 12% konsumen perempuan yang tidak merencanakan pembelian dan 2% konsumen laki-laki yang tidak merencankan pembelian. Selain itu sebanyak 7% dari konsumen perempuan dan laki-laki yang tidak selalu merencanakan pembelian ketika berbelanja di Giant Hypermarket.
Tabel 7. Distribusi Konsumen Giant Hypermarket Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin dan Perilaku Belanja, 2008 No Perilaku Belanja Jenis Kelamin (%) Konsumen Perempuan Laki-Laki Total 1 Tidak Merencanakan 12 2 14 2 Tidak Selalu 5 2 7 Merencanakan 3 Merencanakan 49 30 79 Total (%) 66 34 100 Hampir 80 persen konsumen melakukan pembelian dengan terencana, dan sisanya melakukan pembelian tidak terencana. Kurang lebih 60
71
persen konsumen laki-laki atau pun perempuan melakukan pembelian dengan terencana, artinya masih ada konsumen yang mengunjungi Giant Hypermaket tanpa perencanaan barang apa yang akan dibeli. Menurut Westbrook and Black (1985) dalam Arnold (2003) perilaku berbelanja didasari oleh tiga alasan, yaitu (1) untuk memperoleh produk yang dibutuhkan, (2) untuk memperoleh produk dan untuk mendapatkan kepuasan lain selain produk yang dibutuhkan dan (3) mendapatkan keinginan yang tidak berhubungan dengan produk yang dibutuhkan. Adanya konsumen yang belum merencanakan produk atau merek apa yang akan dibeli merupakan peluang bagi Giant Hypermarket Bogor untuk memberikan berbagai macam jenis promosi agar konsumen tersebut meluangkan waktu dan bahkan membeli lebih banyak dari yang diharapkan. Salah satu cara adalah melalui in-store promotion, adanya promosi penjualan, display yang menarik, dan tawaran langsung dari pramuniaga dapat menjadi dorongan bagi konsumen untuk melakukan keputusan pembelian di dalam toko. 3. Jenis Kelamin dan Media Promosi yang Diminati Dari tabel hasil tabulasi jenis kelamin dan media promosi yang diminati, dapat diketahui bahwa sebanyak 51% konsumen berjenis kelamin perempuan yang menyukai media promosi penjualan, dan 26% merupakan konsumen laki-laki yang menyukai media promosi penjualan. Selain itu, sebanyak 33% dari seluruh konsumen baik laki-laki maupun perempuan memilih media Sales Promotion Girl, Store Display atau tidak menyukai media promosi yang diberikan. Tabel 8. Distribusi Konsumen Giant Hypermarket Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin dan Media Promosi yang Diminati, 2008 Jenis Kelamin (%) No Media Promosi yang Diminati Perempuan Laki-Laki Total 1 Tidak menyukai 5 0 5 2 3 4
ketiganya Promosi Penjualan Sales Promotion Girl Store Display
Total (%)
51 3 7 66
26 1 7 34
77 4 14 100
72
Menurut Kotler (2005), promosi penjualan dapat digunakan untuk mendapatkan
efek jangka
pendek.
Perusahaan
harus
dapat
mempertimbangkan dengan baik bentuk promosi yang akan dilakukan di dalam toko, jika mayoritas konsumen lebih menyukai promosi penjualan, perusahaan dapat membuat persentase promosi untuk diskon atau potongan harga lebih besar dibandingkan display toko atau personal selling. 4. Jenis Kelamin dan Barang yang Dibeli Tanpa Perencanaan Berdasarkan hasil analisis, sebanyak 28% dari seluruh konsumen merupakan konsumen perempuan yang sering membeli makanan dan minuman ringan tanpa direncanakan, 14% merupakan konsumen perempuan yang membeli pakaian tanpa direncanakan, 13% merupakan konsumen laki-laki yang membeli makanan dan minuman tanpa direncanakan, dan sisanya merupakan konsumen laki-laki maupun perempuan yang membeli barang lain selain makanan, minuman, dan pakaian tanpa direncanakan.
Tabel
9.
Distribusi Konsumen Giant Hypermarket Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin dan Barang yang Dibeli Tanpa Perencanaan, 2008 Barang yang Dibeli Jenis Kelamin (%) No Perempuan Laki-laki Tanpa Perencanaan Total 1 Tidak membeli 3 0 3 2 Kebutuhan pokok 4 5 9 3 Makanan & minuman 28 13 41 4 Pakaian 14 5 19 5 Toiletris 3 2 5 6 Buah dan Sayur 1 3 4 7 Mainan Anak 9 4 13 8 Alat dapur & RT 3 2 5 9 Obat-obatan 1 0 1 Total (%) 66 34 100 Hasil tabulasi jenis kelamin dan barang yang sering dibeli tanpa direncanakan menunjukkan bahwa barang yang sering dibeli tanpa direncanakan baik oleh konsumen laki-laki atau pun konsumen
73
perempuan adalah makanan dan minuman ringan. Hasil tersebut sejalan dengan pendapat yang dinyatakan oleh Ma’ruf (2006) pembelian impulsif terjadi pada barang-barang seperti pakaian dalam wanita, pakaian pria, produk bakery, perhiasan, dan barang-barang grocery (food based). Dengan melihat hasil tersebut Giant Hypermarket
Bogor
dapat
mempertimbangkan
untuk
lebih
menambah jumlah promosi baik dalam bentuk promosi penjualan, store display, atau pun personal selling untuk produk-produk makanan dan minuman ringan. 5. Usia dan Perilaku Berbelanja Analisis tabulasi usia dan perilaku belanja menunjukkan bahwa sebanyak 28% merupakan konsumen berusia 26-35 tahun yang merencanakan pembelian, 27% konsumen berusia 15-25 tahun dan merencanakan pembelian, serta konsumen berusia 36-45 tahun yang merencakan pembelian. Selain itu, perilaku konsumen menunjukkan usia yang beragam yang tidak merencanakan pembelian..
Tabel 10. Distribusi Konsumen Giant Hypermarket Bogor Berdasarkan Kelompok Usia dan Perilaku Berbelanja, 2008 No Perilaku Berbelanja Kelompok Usia (%) 15-25 26-35 36-45 >45 Total 1 Tidak merencanakan 4 3 6 1 14 2 Tidak selalu 5 1 1 0 7 3
merencanakan Merencanakan
Total (%)
27 36
28 32
19 26
5 6
79 100
Berdasarkan analisi tersebut dapat disimpulkan bahwa 79% konsumen mulai dari kelompok usia 15-25 tahun hingga >45 tahun selalu merencanakan pembeliannya sebelum datang ke Giant Hypermarket. Sebesar 21% konsumen datang ke Giant Hypermarket tidak
dan
terkadang
merencanakan
pembeliannya.
Giant
Hypermarket memiliki peluang terhadap 21% konsumen yang tidak dan terkadang merencanakan pembelian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nadyati (2007) tentang analisis efektifitas bauran
74
promosi pada Giant Hypermarket Bogor menyatakan bahwa promosi yang dilakukan oleh Giant efektif dari segi dimensi empati, persuasi, dan komunikasi, artinya jika kegiatan atau aktivitas promosi yang dilakukan tersebut dapat mendorong 21% konsumen untuk melakukan pembelian, maka akan berdampak pada volume penjualan. 6. Usia dan Barang Tambahan yang Dibeli Tanpa Perencanaan Dari hasil analisis tabulasi dapat diketahui bahwa sebanyak 19% dari seluruh konsumen merupakan konsumen yang berusia 15-25 tahun dan membeli makanan dan minuman tanpa direncankan. 12% berusia 26-35 tahun yang membeli makanan dan minuman tanpa direncanakan, 10% konsumen berusia 26-35 tahun yang membeli pakaian tanpa direncanakan.
Tabel 11. Distribusi Konsumen Berdasarkan Giant Hypermarket Bogor Kelompok Usia dan Barang yang Dibeli Tanpa Perencanaan No Barang tambahan Kelompok Usia (%) yang Dibeli Tanpa 15-25 26-35 36-45 >45 Total Perencanaan 1 Tidak membeli 0 0 2 1 3 2 Kebutuhan pokok 2 3 4 0 9 3 Makanan & 19 12 8 2 41 minuman 4 Pakaian 7 10 2 0 19 5 Toiletris 5 0 0 0 5 6 Buah dan Sayur 2 1 0 1 4 7 Mainan Anak 1 5 7 0 13 8 Alat dapur & RT 0 0 3 2 5 9 Obat-obatan 0 1 0 0 1 Total (%) 36 32 26 6 100 Giant Hypermarket Bogor selain menyediakan produk rumah tangga, makanan, minuman dan kebutuhan pokok juga menyediakan produk tekstil seperti pakaian, sepatu, dan sandal. Konsumen menyatakan bahwa mereka sering membeli pakaian tanpa direncanakan sebelumnya, hal ini dapat dimanfaatkan oleh Giant Hypermarket untuk menyediakan pakaian-pakaian atau produk tekstil lainnya yang
75
lebih menarik dan up to date sehingga konsumen tertarik untuk membeli produk-produk tekstil di Giant Hypermarket Bogor. 7. Usia dan Media Promosi yang Diminati Hasil tabulasi SPSS 11.5 untuk usia dan media promosi yang paling diminati adalah sebanyak 29% konsumen berusia 15-25 tahun memilih promosi penjualan sebagai media yang paling diminati, 28% konsumen berusia 26-35 tahun memilih promosi penjualan, dan 17% konsumen berusia 36-45 tahun juga memilih promosi penjualan sebagai media yang paling diminati. Dengan demikian sebanyak 26% dari berbagai rentang usia memilih media sales promotion girl, store display, maupun tidak menyukai semuanya.
Tabel 12. Distribusi Konsumen Giant Hypermarket Bogor Berdasarkan Kelompok Usia dan Media Promosi yang Diminati No Kelompok Media Promosi yang Diminati (%) Tidak Sales Usia Total Promosi Store 1 2 3 4
15-25 26-35 36-45 >45 Total (%)
menyukai ketiganya
Penjualan
Promotion Girl
Display
1 1 2 1 5
29 28 17 3 77
2 0 2 0 4
4 3 5 2 14
36 32 26 6 100
Kurang lebih 50% dari masing-masing kelompok usia memilih promosi penjualan, seperti yang dikemukakan oleh Lewison (1989), promosi penjualan merupakan insentif penjualan yang diberikan kepada konsumen untuk meningkatkan nilai tambah akan suatu produk. Hal ini berarti konsumen memilih promosi penjualan karena diantara ketiga bentuk promosi di dalam toko, promosi penjualan merupakan bentuk yang nilai tambahnya dapat dirasakan langsung oleh konsumen baik konsumen pada kelompok usia 15-25 tahun hingga konsumen pada kelompok usia >45 tahun.
76
8. Prilaku Belanja dan Barang Tambahan yang Dibeli Tanpa Perencanaan Dari hasil analisis tabulasi tentang perilaku dan pembelian barang tambahan tanpa direncanakan sebelumnya menunjukkan bahwa 34% konsumen merencanakan pembeliannya, tetapi juga membeli barang tambahan yang sebelumnya tidak direncanakan yaitu makanan dan minuman
ringan,
6%
konsumen
yang
tidak
merencanakan
pembeliannya juga membeli barang tambahan yaitu makanan dan minuman ringan (Tabel 13).
Tabel 13. Distribusi Konsumen Giant Hypermarket Bogor Berdasarkan Perilaku Belanja Konsumen dan Barang Tambahan yang Dibeli Tanpa Perencanaan No Barang Perilaku Belanja Konsumen (%) Tambahan yang Tidak Selalu Merenca Total Tidak dibeli tanpa (%) Merenca Merencanakan nakan perencanaan nakan 1 Tidak membeli 0 0 3 3 2 Kebutuhan 0 1 8 9 pokok 3 Makanan & 1 34 41 6 minuman 4 Pakaian 4 3 11 19 5 Toiletris 0 0 5 5 6 Buah dan Sayur 0 0 4 4 7 Mainan Anak 3 2 8 13 8 Alat dapur & RT 1 0 4 5 9 Obat-obatan 0 0 1 1 Total (%) 14 7 77 100 Hal ini berarti walaupun konsumen selalu merencanakan pembelian tetapi selalu ada barang tambahan yang mereka beli tanpa direncanakan. Barang tersebut adalah makanan dan minuman ringan, pakaian, dan mainan anak. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh AC Nielsen dalam MARKETING (2007) bahwa 84% pembelanja terkadang atau selalu membeli item tambahan yang tidak direncanakan. Perilaku belanja seperti ini dapat dimanfaaatkan oleh Giant Hypermarket Bogor untuk lebih mempromosikan produk-
77
produknya agar menarik perhatian konsumen, karena promosi merupakan stimulus eksternal yang dapat mendorong konsumen untuk melakukan keputusan pembelian di dalam toko (Ma’ruf, 2006). 5.5. Hasil dan Interpretasi Data 5.5.1. Uji Penyimpangan Asumsi Dasar Untuk menggunakan regresi linier ganda perlu dilakukan uji persyaratan terlebih dahulu, yaitu uji penyimpangan asumsi dasar yang terdiri
dari
uji
autokorelasi,
uji
multikolinieritas,
dan
uji
heteroskedstisitas. Ketiga uji tersebut perlu dilakukan karena akan berpengaruh besar terhadap pola perubahan variabel terikat. Apabila ke tiga uji tersebut telah terpenuhi maka regresi linier berganda dapat digunakan, jika tidak terpenuhi maka analisis regresi linier berganda tidak dapat digunakan. 1. Uji Autokorelasi Ada tidaknya autokorelasi dalam suatu pengamatan dapat dilihat menggunakan uji Durbin-Watson, yaitu apakah nilai DurbinWatson mendekati angka 2. Jika nilai Durbin-Watson mendekati angka 2 maka dapat dinyatakan bahwa data pengamatan tidak memiliki masalah autokorelasi. Dalam penelitian ini, nilai DurbinWatson adalah sebesar 1.693 artinya mendekati angka 2, jadi tidak terdapat masalah autokorelasi pada penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dinyatakan bahwa model regresi linier berganda layak digunakan untuk mengukur pengaruh variabel in-store promotion yang terdiri dari promosi penjualan, display toko, dan personal selling terhadap keputusan impulse buying konsumen Giant Hypermarket Bogor. 2. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk membuktikan atau menguji ada tidaknya hubungan yang linier antara variabel-variabel in-store
promotion
terhadap
variabel
impulse
buying.
Uji
multikolinieritas dilihat melalui nilai VIF (Variance Inflation Factor) yang diolah menggunakan software SPSS. Data tidak mengalami
78
masalah multikolinieritasjika nilai VIF lebih kecil dari 10 dan nilai toleransi kurang dari 1. Dalam penelitian ini, nilai VIF yang didapatkan adalah sebagai berikut (output SPSS untuk uji multikolinieritas secara lengkap terdapat pada Lampiran 8): Tabel 14. Hasil Uji Multikolinieritas Variabel
Toleransi
VIF
.752
1.330
.805
1.243
.803
1.245
Promosi Penjualan (X1) Store Display (X2) Personal Selling (X3)
Keterangan Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa nilai VIF berada dibawah angka 10 dan toleransi berada dibawah angka 1, artinya tidak terjadi masalah multikoliniearitas sehingga model regresi layak untuk digunakan. 3. Uji Heteroskedasititas Heterokedastisitas berarti variasi variabel tidak sama untuk semua pengamatan.
Uji
asumsi
heterokedastisitas
dimaksudkan
untuk
mengetahui apakah variasi residual absolut sama atau tidak sama untuk semua pengamatan. Tabel 15. Hasil Uji Heteroskedastisitas Keterangan
Sig
Alp
Kondisi
X1-AX1
0.539 0.05
Sig > Alp
X2-AX2
0.122 0.05
Sig > Alp
X3-AX3
0.662 0.05
Sig > Alp
Kesimpulan Tidak
terdapat
masalah
Heteroskedasititas Tidak
terdapat
masalah
Heteroskedasititas Tidak
terdapat
Heteroskedasititas
masalah
79
Uji heterokedastisitas dihitung menggunakan uji korelasi rankSpearmen. Pada penelitian ini hasil pengolahan SPSS untuk uji heterokedastisitas dapat dilihat pada Tabel 16 (output SPSS untuk uji heterokedastisitas secara lengkap terdapat pada Lampiran 8). Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai signifikansi korelasi rank-Spearmen lebih besar daripada alpha yang ditentukan. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heterokedastisitas atau dengan kata lain variasi variabel sama untuk semua pengamatan. Tidak adanya masalah dalam heterokedastisitas membuat model regresi layak untuk digunakan. 5.5.2. Analisis Hubungan dan Pengaruh In-store Promotion terhadap Impulse buying Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh in-store promotion terhadap impulse buying, variabel mana yang paling berpengaruh dan strategi promosi di dalam toko bagaimana yang sebaiknya dilakukan oleh Giant Hypermarket Bogor untuk menarik minat konsumen dan meningkatkan penjualannya.
Tabel 16. Hubungan dan Pengaruh In-store Promotion dan Impulse buying Impulse buying Variabel
In-store Promotion
Mean -
SD
F
Sig F
- 5.469
Koefisien determinasi (R2)
0.002
0.146
Promosi penjualan
3.236 0.663
-
-
-
Display toko
3.320 0.799
-
-
-
Personal Selling
2.706 0.691
-
-
-
Untuk menjawab tujuan pertama, dibuat Hipotesis 1 untuk menjelaskan bagaimana hubungan dan pengaruh in-store promotion atau promosi di dalam toko terhadap keputusan pembelian impulsif. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa terdapat hubungan yang
80
positif antara in-store promotion dan impulse buying. Hal ini di ditandai dengan nilai koefisien korelasi yang lebih dari nol dan bertanda positif. Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa in-store promotion memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulse buying (Fhitung=5.469, pvalue<0.05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 yang menyatakan terdapat hubungan dan pengaruh yang signifikan antara InStore Promotion (promosi penjualan, display toko, dan personal selling) dan impulse buying diterima. Pengaruh yang diberikan oleh variabel in-store promotion sebesar 14.6% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan di dalam model regresi yang didapat. Besaran persentase 14.6% menunjukkan bahwa pengaruh yang diberikan oleh promosi di dalam toko tidak besar.Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi konsumen dalam memutuskan untuk membeli suatu produk. Faktor-faktor lain tersebut dapat berupa faktor psikologi, faktor pribadi, dan faktor sosial seperti yang dijelaskan oleh Lewison dan Delozier (1989). Selain faktorfaktor tersebut, hal yang dapat mempengaruhi dari sisi perusahaan diantaranya adalah lokasi gerai yang strategis, promosi yang dilakukan diluar gerai, promosi yang dilakukan secara word of
mouth oleh
karyawan, dan keberhasilan perusahaan mengkomomunikasikan bahwa Giant merupakan hypermarket yang memiliki harga yang dapat dijangkau oleh semua kalangan. Perkembangan media yang digunakan untuk mempromosikan produk di dalam toko tidak sejalan dengan besarnya pengaruh media-media tersebut terhadap keputusan impulse buying, tetapi setidaknya adanya media dapat mengingatkan konsumen akan suatu produk. Untuk itu, perusahaan harus mempertimbangkan kembali apakah promosi di dalam toko yang dilakukan telah optimal, tidak berlebihan dan efisien dari segi biaya. Adanya pengaruh in-store promotion terhadap impulse buying tetap harus dipertimbangkan oleh manajemen Giant Hypermarket Bogor dan perusahaan supplier, karena terdapat peluang untuk meningkatkan penjualan melalui promosi di dalam toko tersebut.
81
Selanjutnya adalah variabel in-store promotion yang mana yang paling berpengaruh terhadap impulse buying pada konsumen Giant Hypermarket Bogor. Untuk mengetahui hal tersebut telah dibuat hipotesis yang sebelumnya telah dijelaskan di Bab 2. Hipotesis tersebut (hipotesis 2, 3, dan 4) akan dianalisis menggunakan regresi linier berganda dan uji t (Tabel 17).
Tabel 17. Prediksi Pengaruh variabel-variabel in-store promotion terhadap impulse buyinga t Sig. R2 Variabel α β Konstanta 1.412 3.450 0.001 0.146 (X1) Promosi Penjualan 0.260** 2.111 0.037 (X2) Display toko 0.012 -0.122 0.903 (X3) Personal Selling 0.253** 2.206 0.030 a. Dependent Variable ** sig at 0.05 Variabel X1 (Promosi penjualan) memiliki koefisien (β) sebesar 0.260 dengan nilai thitung sebesar 2.111. Nilai tersebut lebih besar dari ttabel
yaitu 1.645 pada tingkat alpha sebesar 5% (0.05). Dari nilai
tersebut dapat diketahui bahwa variabel X1 (promosi penjualan) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen yaitu impulse buying. Variabel X2 (display toko) memiliki koefisien (β) sebesar -0.012, artinya jika variabel X2 ditingkatkan maka akan berdampak negatif terhadap variabel impulse buying, tetapi nilai thitung (-0.122) untuk variabel X2 lebih kecil dari ttabel (1.645) pada tingkat alpha 0.05, artinya variabel tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel impulse buying. Variabel terakhir adalah variabel penjualan pribadi (X3), variabel ini memiliki koefisien sebesar 0.253 dengan nilai thitung sebesar 2.206 yang lebih besar dari ttabel (1.645) pada tingkat alpha 0.05, artinya variabel penjualan pribadi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel impulse buying. Berdasarkan hasil analisis tersebut
82
dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 dan 4 dapat diterima dan hipotesis 3 ditolak. Nilai koefisien konstanta adalah 1.412 yang artinya jika nilai variabel independen (X1-X3) adalah sama dengan nol maka nilai Y adalah 1.412. Artinya jika perusahaan tidak melakukan kegiatan promosi di dalam toko maka masih ada kemungkinan konsumen melakukan pembelian secara impulse sebesar 1.412 persen. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda tersebut, dari ketiga variabel in-store promotion yang memiliki pengaruh paling kuat adalah promosi penjualan, dan yang kedua adalah personal selling. Variabel display toko tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan konsumen berdasarkan impulse, hal ini dikarenakan menurut konsumen Giant Hypermarket Bogor variabel tersebut tidak terlalu penting. Untuk itu, jika dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi hubungan antara pembelian impulsif, promosi penjualan dan penjualan pribadi adalah sebagai berikut: Y=
1.412 + 0.260 X1 + 0.253 X3
Dimana: Y X1 X3
= pembelian impulsif (impulse buying) = promosi penjualan (sales promotion) = penjualan pribadi (personal selling)
Promosi penjualan memiliki nilai koefisien β yang lebih besar dibandingkan kedua bentuk yang lain. Promosi penjualan diantaranya adalah diskon, kupon, dan sampel. Konsumen lebih dapat dipengaruhi oleh promosi dalam bentuk diskon, kupon dan sampel dibandingkan penawaran yang langsung dilakukan oleh pramuniaga. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan beberapa konsumen merasakan tidak nyaman dengan adanya penawaran yang langsung dilakukan oleh pramuniaga. Dapat disimpulkan bahwa in-store promotion dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen yang tidak direncanakan. Dari ketiga jenis in-store promotion yang memiliki pengaruh signifikan pada alpha 0.05 adalah promosi penjualan seperti diskon, kupon, dan sampel dan personal selling. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Lovelock
83
(2005) bahwa promosi penjualan merupakan salah satu cara promosi yang langsung mendapatkan respon dari konsumen. Dari kesimpulan tersebut dapat dibuat strategi promosi apa yang tepat untuk meningkatkan pembelian berdasarkan impulse di Giant Hypermarket Bogor. Adanya pengaruh yang signifikan dari in-store promotion, mengharuskan Giant Hypermarket Bogor untuk tetap melakukan kegiatan-kegiatan promosi di dalam toko, baik berupa promosi penjualan ataupun personal selling. Fokus perhatian harus dilebihkan pada jenis promosi penjualan karena faktor ini cukup memiliki pengaruh yang kuat terhadap keputusan impulse buying. Promosi di dalam toko yang dilakukan oleh Giant Hypermarket saat ini cukup baik dan dapat ditangkap oleh konsumennya, hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Nadyati (2007) yang menyatakan bahwa promosi yang dilakukan Giant Hypermarket Bogor cukup efektif berdasarkan EPIC model. Untuk itu, jika promosi yang telah dilakukan saat ini cukup efisien dari segi biaya, sebaiknya manajemen dan perusahaan supplier Giant Hypermarket Bogor dapat mempertahankan strategi promosi tersebut dengan tidak mengenyampingkan faktor-faktor lainnya yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. 5.6. Implikasi Manajerial Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi peritel atau pun para manajer marketing dalam merumuskan strategi promosi di dalam toko yang tepat untuk produknya. Adanya pengaruh in-store promotion terhadap keputusan impulse buying oleh konsumen Giant Hypermarket Bogor dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan keputusan promosi di dalam toko. Kegiatan in-store promotion yang dilakukan oleh Giant Hypermarket saat ini sudah cukup baik. Implikasi manajerial yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut oleh Giant Hypermarket Bogor diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Terkait dengan in-store promotion, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh antara in-store promotion terhadap impulse buying. Untuk itu, sebaiknya perusahaan tetap menjalankan promosi-
84
promosi di dalam toko yang telah dilaksanakan baik berupa promosi yang dilakukan oleh perusahaan supplier ataupun promosi yang dilakukan oleh Giant Hypermarket sendiri. Giant Hypermarket Bogor dapat memanfaatkan promosi-promosi yang dilakukan oleh perusahaan supplier, tetapi Giant Hypermarket Bogor tetap harus merancang kegiatan promosi di dalam toko khususnya untuk beberapa merek produk yang perusahaan pemasoknya tidak mengajukan program promosi di dalam toko. Untuk beberapa kegiatan in-store promotion sebaiknya dapat melibatkan konsumen dengan harapan keterlibatan konsumen tersebut dapat lebih memperkuat pengaruh in-store promotion terhadap keputusan konsumen yang tidak direncanakan sebelumnya. Selain hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya, Giant Hypermarket juga perlu untuk selalu membuat perncanaan dan tujuan promosi yang jelas serta selalu melakukan evaluasi agar kegiatan instore promotion dapat dikontrol dengan baik. Program-program instore promotion dapat berjalan dengan baik dan sesuai tujuan jika program tersebut dapat dikomunikasikan atau diinformasikan dengan baik kepada konsumen, misalnya melalui mailer yang dibagikan di dalam toko dan informasi-informasi melalui information center. 2.
Promosi penjualan merupakan salah satu jenis in-store promotion yang memiliki pengaruh paling kuat diantara dua jenis lainnya pada konsumen Giant Hypermarket Bogor. Manajemen Giant Hypermarket dapat memanfaatkan kondisi ini utuk lebih memfokuskan promosi pada promosi penjualan seperti potongan harga, kupon, voucher, dan sampel. Promosi penjualan merupakan salah satu bentuk promosi yang langsung mendapatkan respon, artinya dapat meningkatkan penjualan dalam jangka pendek. Promosi penjualan dapat mempertahankan minat konsumen untuk berbelanja di Giant Hypermarket Bogor. Selain potongan harga, kupon, voucher, dan sampel, manajemen Giant juga dapat mengkombinasikan bentuk-bentuk promosi penjualan lainnya seperti membuat games atau lomba di dalam toko dan event lainnya yang menarik bagi konsumen. Adanya pengaruh promosi penjualan
85
terhadap keputusan pembelian berdasarkan impulse ini juga dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan loyalitas konsumen terhadap Giant Hypermarket Bogor. Salah satu bentuk promosi penjualan yang dapat meningkatkan loyalitas konsumen misalnya seperti program pelanggan setia artinya konsumen diberikan diskon setelah belanja di Giant Hypermarket beberapa kali. 3.
Display toko tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan impulse buying. Hal ini dikarenakan menurut konsumen Giant Hypermarket Bogor variabel tersebut tidak terlalu penting dalam pembuatan keputusan berdasarkan impulse yang terjadi di dalam toko. Hasil ini berkebalikan dengan tujuan dibuatnya display toko sebagai suatu media yang dapat menarik minat konsumen untuk meningkatkan impulse buying. Adanya perbedaan antara hasil analisis data dapat disebabkan oleh ketidaksadaran konsumen akan pengaruh yang diberikan oleh display toko. Hal ini dikarenakan display toko mempengaruhi konsumen secara tidak langsung. Display toko dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap keputusan impulse buying jika display toko dibuat lebih menarik misalnya dengan gambar, patung
atau
berbagai
bentuk
animasi
lainnya
yang
dapat
menggambarkan produk dan menarik perhatian konsumen. Salah satu tipe display toko diantaranya adalah point of purchase dan audiovisual display. Point of purchase merupakan display toko yang menggunakan alat peraga seperti poster, tanda-tanda petunjuk, banner, dan berbagai materi lainnya. Sedangkan audiovisual display dibuat dengan menggunakan media seperti video yang menampilkan iklan dan informasi mengenai produk. Giant Hypermarket Bogor telah menerapkan point of purchase, sebagai tambahan Giant Hypermarket Bogor juga dapat menggunakan audiovisual display agar lebih menarik minat konsumen untuk mencoba suatu produk dan meningkatkan impulse buying. Selain menggunakan point of purchase dan audiovisual display penataan produk serupa di lokasi yang sama juga
86
dapat mempengaruhi dan memudahkan konsumen untuk membeli suatu produk. 4.
Penjualan pribadi atau personal selling adalah variabel kedua yang memiliki pengaruh terhadap impulse buying. Artinya konsumen dapat terpengaruh oleh informasi-informasi yang diberikan oleh pramuniaga. Berdasarkan penelitian sebagian konsumen merasa sangat memerlukan pramuniaga untuk mendapatkan informasi mengenai produk dan sebagian lagi merasa bahwa pramuniaga dapat menggangu kegiatan belanja mereka. Tugas pramuniaga tidak hanya sebagai pemberi informasi
tetapi
juga
sebagai
media
promosi
yang
dapat
mempengaruhi konsumen secara langsung. Adanya pramuniaga diharapkan dapat meningkatkan impulse buying dan lebih luas lagi dapat meningkatkan penjualan. Untuk itu diperlukan pramuniaga yang tidak hanya terampil dalam mengatur produk tetapi juga pramuniaga yang terampil dalam menginformasikan dan mempengaruhi konsumen di dalam toko. Untuk mendapatkan pramuniaga yang terampil diperlukan pelatihan agar pramuniaga tersebut memiliki attitude yang baik dan dapat melakukan penjualan dengan baik tanpa mengganggu konsumen. Pramuniaga yang ada di Giant Hypermarket Bogor sebagian merupakan pramuniaga yang dikirim oleh perusahaan supplier, hal ini bukan berarti Giant Hypermarket Bogor tidak memiliki kewajiban untuk melatih kembali pramuniaga tersebut, karena pramuniaga merupakan image bagi Giant Hypermarket Bogor, yang diketahui oleh konsumen adalah pramuniaga merupakan karyawan Giant Hypermarket Bogor, jika pramuniaga tersebut melakukan kesalahan maka pihak yang akan diminta pertanggung jawaban pertama kali adalah Giant Hypermarket Bogor. 5.
Persentase pegaruh dari in-store promotion yang tidak cukup besar yaitu 14.6% harus dipertimbangkan agar dalam menetapkan strategi promosi di dalam toko agar tidak terjadi ketidak efisienan. Ketiga bentuk in-store promotion pada penelitian ini merupakan bagian kecil dari berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi keputusan
87
pembelian konsumen khususnya pembelian impulsif. Untuk itu, sebaiknya manajemen Giant Hypermarket tidak hanya terfokus pada ketiga bentuk promosi tersebut. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam berbelanja. Catatan yang penting adalah adanya hubungan dan pengaruh antara in-store promotion dan pembelian impulsif, dengan diketahuinya hal tersebut dapat memberi sedikit masukan bagi manajemen Giant Hypermarket dalam merancang kebijakan promosi khususnya promosi di dalam toko.
IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
4.1. Gambaran Industri Ritel di Indonesia dan Bogor Perkembangan pasar modern di Indonesia semakin meningkat. Hal ini dicirikan
dengan
banyaknya
gerai-gerai
ritel
seperti
minimarket,
supermarket, dan hypermarket yang bermunculan. Hampir disetiap kecamatan berdiri minimal satu gerai minimarket. Pertumbuhan juga dialami oleh ritel jenis hypermarket. Setelah berhasil diawali oleh Carrefour, kini diikuti oleh peritel-peritel hypermarket lainnya seperti Giant dan Hypermart.
Expon= exponential curve
Gambar 5. Perkembangan Pasar Modern (1997-2003) Sumber: Natawidjaja, 2005; DRI, 2004; Visidata Riset Indonesia, 2003 Toko ritel berkonsep swalayan mulai muncul setelah perang dunia I, dimana pada saat itu secara menyeluruh kondisi perekonomian dunia dilanda resesi ekonomi. Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, peritel diharuskan untuk mengefisiensikan biaya dengan cara mengurangi tenaga kerja. Maka timbulah ide toko dengan sistem swalayan artinya pembeli mengambil sendiri barang yang akan dibelinya. Toko berkonsep swalayan ini pertama kali muncul di Amerika dan berkembang ke Eropa, Asia, dan seluruh penjuru dunia.
38
Pada awalnya di Indonesia model toko swalayan (ritel) mengikuti gaya ritel Amerika dengan menggunanakan rak barang (gondola) tinggi dan lebar dengan layout dan dekorasi yang sederhana. Setelah itu, model ritel semakin berkembang dengan banyak menggunakan hiasan-hiasan menarik dan gondola yang lebih pendek yang disesuaikan dengan tinggi badan orang Asia.4 Evolusi perkembangan format ritel di Indonesia dapat dibagi atas beberapa tahapan. Dapat dikatakan format ritel di Indonesia berkembang dalam siklus 10 tahunan. Namun demikian, ada kecenderungan siklus ini akan berjalan dalam periode yang lebih singkat. Evolusi format ritel di Indonesia yang diolah oleh SMfr@nchise adalah sebagai berikut5 : 1. Sebelum 1960-an : Era perkembangan ritel tradisional berupa peritel atau pedagang-pedagang independen. 2. Tahun 1960-an : Era perkenalan ritel modern dengan format Department Store (Mass Merchandiser), ditandai dengan dibukanya gerai ritel pertama SARINAH di Jl. MH Thamrin. 3. Tahun 1970-1980-an: Era perkembangan ritel modern dengan format Supermarket dan Department Store, ditandai dengan berkembangnya peritel modern (Mass Merchandiser dan Grocery) seperti Matahari, Hero, Golden Truly, Pasar Raya dan Ramayana. Pada masa ini juga berkembang format Drug Store, yang lebih dikenal dengan nama apotik. 4. Tahun 1990-an : Era perkembangan Convenience Store (C-Store), High Class Department Store, Branded Boutique (High Fashion) dan Cash and
Carry.
Perkembangan
C-store
ditandai
dengan
maraknya
pertumbuhan Indomaret. Perkembangan High Class department Store dan High Fashion Outlet, ditandai dengan masuknya SOGO, Metro, Seibu, Yaohan, Mark & Spencer dan berbagai outlet high fashion lainnya. Pekembangan format Cash and Carry ditandai dengan
4
PT. Hero Supermarket Tbk. Kiat Sukses Mengelola Bisnis Minimarket; Workshop Manajemen. [17-18 Maret 2004] 5 http://www.smfranchise.com. Trend Industri Retail Indonesia Di Millenium Baru Bagian I: Evolusi Format Retail Di Indonesia . [11 Februari 2008]
39
berdirinya Makro, diikuti oleh peritel lokal dengan format serupa misalnya GORO, Indogrosir dan Alfa. 5. Tahun 2000 - 2010 : Era perkembangan Hypermarket, Factory Outlet, Category Killer dan perkenalan dengan e-retailing. Era Hypermarket ditandai dengan berdirinya Continent Hypermarket dan Paserba Carrefour di tahun 1998. Pada tahun 2002 dibuka Hypermarket Giant, dan beberapa gerai hypermarket lainnya. Adanya kebutuhan akan barang bagus atau bermerek dengan harga rendah akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan mendorong perkembangan Category Killer dan Factory Oulet. Di beberapa tahun ke depan, akan bermunculan category killer di berbagai kategori produk seperti Family Apparel, Consumer Electronic, Auto Aftermarket, Home/Bed/Bath, Home Improvement, Pet Supply, Craft/Hobby, Computer, Sporting Goods, melengkapi category killer yang telah berkembang saat ini seperti Department Store, Book Stores, Electronic, Office Supply dan Toy Stores. Berbagai factory outlet kini mulai menjamur di kota Bandung dan Jakarta, misalnya Millenia dan Metro Factory Outlet. Multipolar Group dengan LIPPOSHOP-nya berjasa dalam memperkenalkan e-retailing di Indonesia, contoh peritel yang berbasis internet misalnya Sanur, Click and Drag dan Gramedia On-line. 4.2. Sejarah Perusahaan Giant Hypermarket adalah salah satu usaha ritel milik PT. Hero Supermarket Tbk yang merupakan perusahaan terbesar di bidang ritel. PT. Hero Supermarket Tbk pertama didirikan pada tanggal 23 Agustus 1971 di Jl. Falatehan I No.23, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan luas ± 251 m2. Pada saat itu, toko ini disebut dengan nama Hero Mini Supermarket. Pencetus ide sekaligus pendiri Hero Supermarket adalah Bapak Muhamad Soleh Kurnia. Sejak tanggal 30 Juni 1989 PT. Hero Supermarket Tbk mulai menjual sahamnya ke publik, dan saat ini kepemilikan saham PT. Hero Supermarket Tbk adalah sebagai berikut:
40
1. PT. Hero Pusaka Sejati
50.10%
2. Nallaca B.V
32.31%
3. Mulgrave Corporation B.V
12.23%
4. Others (publik)
5.36%
Selain Giant Hypermarket, PT. Hero Supermarket Tbk memiliki beberapa toko dengan berbagai format, yaitu Hero Supermarket, Star Mart Convenience Store, Guardian Toko Kecantikan dan Apotik, Giant Hypermarket, Giant Supermarket, Shop In, dan Mitra Toko Discount. Hingga tahun 2006, jumlah gerai yang dimiliki oleh PT. Hero Supermarket Tbk sebanyak 320 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia, dan hingga bulan Januari 2008 jumlah gerai toko tersebut terus bertambah. Tabel menjelaskan pertambahan jumlah gerai tersebut.
Tabel 3. Jumlah Gerai PT. Hero Supermarket, 2008 Jumlah No Jenis Toko Gerai 2006 (Unit) 1 Hero Supermarket 99 2 Star Mart 64 3 Guardian 130 4 Giant Hypermarket 17 5 Giant Supermarket 6 Mitra 6 Sumber : PT. Hero Supermarket, Tbk
Jumlah Gerai 2008 (Unit) 86 91 141 17 22 11
Pada bulan Februari 1998 PT. Hero Supermarket Tbk melakukan kerjasama dengan salah satu perusahaan ritel internasional yaitu Dairy Farm. Kerjasama ini dilakukan melalui penjualan 32% saham milik PT. Hero Supermarket Tbk
kepada
Dairy Farm
Internasional. Dairy Farm
Internasional mencoba untuk mengadopsi konsep Hypermarket yang telah ada di Malaysia yaitu Giant untuk diterapkan di Indonesia. Pada tanggal 26 Juli 2002 dibuka Giant Hypermarket pertama yang terletak di Villa Melati Mas, Serpong-Tangerang.
41
Pada awal berdiri Giant Hypermarket memiliki konsep pasar tradisional yang dibuat dalam bentuk pasar modern (hypermarket). Barang yang tersedia di Giant Hypermarket berjumlah 35.000-50.000 item dimana 90% dari barang-barang tersebut merupakan produk lokal dan etnik. Giant Hypermarket memiliki motto “Banyak Pilihan Harga Lebih Murah”. Dengan operating philosopy “Garansi Harga Murah Setiap Hari”, Giant ingin dikenal sebagai brand yang memiliki harga terjangkau dan dapat dipercaya dengan memberikan nilai lebih dari harga yang dibayarkan. Seiring berjalan dengan waktu Giant Hypermarket mengalami banyak perubahan, baik dalam hal konsep toko hingga motto yang ditanamkan. Konsep yang diterapkan Giant Hypermarket lebih modern dibandingkan sebelumnya, Giant mencoba mengemas toko dengan konsep “One Stop Shopping”. Dalam waktu singkat, Giant Hypermarket mampu mensejajarkan diri dengan pesaing yang lebih dulu lahir dibandingkan Giant Hypermarket.
Tabel 4. Lokasi Gerai Giant di Indonesia, 2008 Kota Lokasi 1.Jakarta a. Lindetieves Trade Centre b. Point Square c. Plaza Semanggi, dan d. Mall Kalibata 2.Bogor 3.Depok
Botani Square a. Cimanggis b. Margo City
4.Tangerang
a. b. c. a. b.
5.Bekasi 6.Bandung 7.Surabaya 8.Sidoarjo
Serpong Town Square Vila Melati Mas Kreo Ciledug Mega Bekasi Pondok Gede
a. Pastuer Hyperpoint b. Bandung Super Mall
Maspion Square a. Pondok Tjandra b. Sun City Sumber : PT. Hero Supermarket Tbk
42
Melihat peluang usaha yang sangat baik yaitu belum adanya hypermarket yang berdiri di Bogor, pada tanggal 25 Agustus 2006 didirikan gerai Giant Hypermarket di Bogor, dengan tujuan untuk memperluas cabang Giant agar mudah didapatkan oleh konsumen. Giant Hypermarket Bogor berada di gedung IPB International Convention Center, Botani Square Jl. Pajajaran No. 3, Tegalega-Bogor dengan luas ± 9.995 m2. Jumlah pengunjung Giant Hypermarket Bogor per hari ± 3.500 orang pada hari kerja, dan ± 6.000 per hari pada hari libur dan weekend. Hingga saat ini, Giant Hypermarket telah memiliki 17 gerai yang tersebar di delapan kota diseluruh Indonesia. Lokasi gerai tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. 4.3. Visi dan Misi Perusahaan Seperti perusahaan pada umumnya, Giant Hypermarket memiliki visi dan misi agar perusahaan memiliki tujuan yang jelas dan terarah. Visi dan misi yang dimiliki Giant Hypermarket berasal dari visi dan misi PT. Hero Supermarket Tbk. Visi PT. Hero Supermarket Tbk adalah “Menjadi peritel terkemuka di Indonesia dalam segi penjualan dan penciptaan nilai jangka panjang bagi pemegeng saham, dan misinya adalah “Meningkatkan nilai investasi pemegang saham kami melalui keberhasilan komersial dengan menarik pelanggan dan meningkatkan daya saing yang mantap”. PT. Hero Supermarket Tbk memiliki falsafah dan fungsi sosial. Falsafah PT. Hero Supermarket Tbk adalah: 1. Selalu mengutamakan service yang terbaik kepada pelanggan. 2. Selalu menyediakan produk yang bermutu tinggi sesuai dengan kebutuhan pelanggan 3. Bersama-sama menciptakan kesatuan manajemen yang sempurna. Fungsi Sosial PT. Hero Supermarket Tbk adalah: a. Memberi kesempatan kerja. Sampai tahun 2006 PT. Hero Supermarket Tbk telah memberi kesempatan bekerja kepada ±10.000 karyawan yang tersebar di geraigerai Hero Supermarket, Guardian, Giant, Shop In, Star Mart, dan Head Office.
43
b. Kesejahteraan Karyawan PT. Hero Supermarket Tbk sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan, diantaranya melalui gaji yang sesuai diatas Upah Minimum Propinsi (UMP) dan adanya berbagai tunjangan yang diberikan kepada seluruh karyawan seperti tunjungan kesehatan, hari tua, kecelakaan, kematian, uang makan, dan uang transport. c. Kepemilikan Umum PT. Hero Supermarket Tbk merupakan perusahaan terbuka (go public), sehingga saham PT. Hero Supermarket Tbk dapat dimiliki oleh masyarakat umum. d. Kegiatan sosial Masyarakat Sebagai perusahaan yang dimiliki oleh publik, PT. Hero Supermarket, Tbk juga harus memperhatikan lingkungan sosial, diantaranya melalui cara memberikan sumbangan kepada yayasan-yayasan kurang mampu, membantu pengembangan koperasi dan usaha kecil melalui kegiatan kemitraan, dan menyelenggarakan perayaaan keagamaan, dan hari kemerdekaan. Giant Hypermarket Bogor sebagai salah satu unit bisnis dari PT. Hero Supermarket Tbk memiliki visi dan misi yang sejalan dengan visi, misi dan falsafah PT.Hero Supermarket Tbk. Visi Giant Hypermarket Bogor adalah “Giant ingin menjadi pilihan pertama pelanggan dalam segmen menengah kebawah dan menjadi leading retailer terkemuka di Indonesia”, sedangakan misi Giant Hypermarket Bogor adalah “Berlandaskan kepada kepuasan pelanggan, Giant ingin memenuhi atau melampaui seluruh harapan para stakeholder”. Selain memiliki visi dan misi, Giant Hypermarket Bogor juga memiliki slogan, motto dan budaya perusahaan. Slogan, Motto dan Budaya Giant Hypermarket Bogor adalah sebagai berikut: a. Jargon : “Giant
Tempat
perkembangannya
Belanja
Termurah
Giant
mengalami
di
Kota
Anda”.
perubahan-perubahan
disesuaikan dengan lingkungan yang dihadapi
Dalam yang
44
b. Slogan : “Tan Hanna Wigna Tan Sirna”. Arti dari motto ini adalah “jika ada kemauan pasti ada jalan, tidak ada yang tidak mungkin”. Motto ini dibuat untuk memotivasi karyawan. c. Motto Kerja Giant Hypermarket: Giant Hypermarket sebagai perusahaan yang bergerak dibidang ritel mengembangkan budaya CF3 “Clean, Full, Friendly, Fresh” untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen. d. Motto Kerja Giant Hypermarket Bogor: Giant Hypermarket Bogor memiliki motto yang khusus ditanamkan kepada
seluruh
karyawan
Giant
Hypermarket
Bogor,
yaitu
mengembangkan budaya “DISKON” yang artinya “Detail, Disiplin, Konsisten, Kontrol dan Kontinyu”. 4.4. Struktur Organisasi Jumlah total karyawan Giant Hypermarket Bogor sebanyak 242 orang. Jumlah ini belum termasuk SPG (Sales Promotion Girl), karena SPG bukan merupakan karyawan Giant Hypermarket, tetapi karyawan dari perusahaan supplier. Struktur organisasi yang dimiliki oleh Giant Hypermarket Bogor dipimpin oleh seorang manajer yang disebut store manager. Store manager ini membawahi empat orang manajer divisi. Tiap divisi dibantu oleh DHADH (Department Head-Assistant Department Head), supervisor dan staf. Tiga divisi utama dibagi berdasarkan pengelompokkan produk, yaitu divisi Fresh, divisi Grocery, divisi Generale Marchandise, dan satu divisi merupakan divisi pendukung yang disebut divisi sales support. Tugas dari manajer, supervisor, DH-ADH, dan staf adalah sebagai berikut: a. Store Manager: memimpin, memonitor dan mengatur seluruh kegiatan operasi Giant Hypermarket Bogor. b. Manajer Fresh: mengatur semua kegiatan yang terjadi pada divisi Fresh mulai dari pemesanan, pengiriman, penyimpanan, dan pendistribusian produk-produk yang termasuk kedalam kelompok produk Fresh. Produk
45
tersebut adalah buah dan sayur; ikan, daging dan ayam; bakery; dan makanan siap saji (ready to eat). c. Manajer Grocery: mengatur semua kegiatan yang terjadi pada divisi grocery mulai dari pemesanan, pengiriman, penyimpanan, dan pendistribusian produk-produk yang termasuk kedalam kelompok produk Grocery, yaitu minuman dan makanan kecil; sembako (gula, minyak goreng, teh, kopi, dll); detergen; susu; alat mandi dan alat kecantikan. d. Manajer Sales Support: mengatur semua kegiatan yang terjadi pada divisi Sales Support. Divisi Sales Support terdiri dari: 1. Gudang: tempat penerimaan dan penyimpanan barang, 2. Accounting: menerima faktur dari supplier, melakukan input terhadap semua barang masuk dan barang keluar melalui receiving area serta melakukan koordinasi dengan accounting pusat terutama masalah data stock, sales dan profit. 3. Marketing: menarik konsumen berbelanja dan meningkatkan penjualan 4. Kasir: menerima pembayaran dari konsumen dan menyetorkan hasil penjualan tersebut ke bagian Banking. 5. Banking: menerima uang hasil penjualan dari kasir dan memberikan laporan penjulan ke bagian IT. 6. Front Desk (Customer Service): deposit counter, information centre, menerima saran dan keluhan pelanggan 7. IT (Information and Technology): mengolah seluruh data dan komputerisasi di toko. e. HRD (Human Resource and Development): mengatur segala hal yang berhubungan dengan karyawan, seperti mengontrol keluar masuknya karyawan, absensi, cuti, dan keterlambatan karyawan. f. LP (Lost Prevention): mengawasi semua sistem dan prosedur yang berlaku di toko serta melakukan investigasi terhadap kejadian-kejadian yang dapat merugikan perusahaan, karyawan atau pun pelanggan.
46
g. DH-ADH: mengawasi dan memonitor semua yang dilakukan oleh supervisor dan staf serta mengatur penjualan, display dan margin pada masing-masing divisi. h. Supervisor: mengontrol display dan stock gudang pada masing-masing divisi. i. Staf: berkonsentrasi pada pengelolaan customer service dan display barang pada masing-masing divisi. 4.5. Gambaran Produk Giant Hypermarket merupakan usaha ritel yang menyediakan berbagai jenis barang, mulai barang jenis elektronik, peralatan olah raga, peralatan rumah tangga, pakaian, hingga makanan dan minuman. Secara umum, produk yang terdapat di Giant Hypermarket digolongkan kedalam tiga kelompok,
yaitu
Fresh,
Grocery,
dan
Generale
Marchandise.
Pengelompokkan ini dilakukan untuk memudahkan dalam mengelola produk dan untuk memudahkan konsumen dalam mencari dan memilih produk yang akan dibeli. Giant Hypermarket menyediakan produk dalam jumlah yang sangat besar yaitu 35.000 hingga 50.000 item. Produk yang termasuk kedalam kelompok Fresh adalah produkproduk yang memiliki masa kesegaran cukup singkat. Produk-produk tersebut adalah: 1. Buah-buahan 2. Sayuran 3. ikan, daging, dan ayam 4. makanan siap saji 5. bakery Produk yang termasuk kedalam kelompok Grocery merupakan produk kebutuhan sehari-hari. Produk dalam kelompok ini, dibagi kedalam kelompok food dan nonfood. Produk tersebut diantaranya adalah: 1. makanan dan minuman ringan (Food) 2. sembako (Food) 3. detergen (Non-food) 4. susu (Food)
47
5. peralatan mandi (Non-food), dan 6. kosmetik atau alat kecantikan (Non-food). Kelompok terakhir adalah Generale Merchandise, produk dalam kelompok ini merupakan produk-produk yang tahan lama dan tidak memiliki masa kadaluarsa. Produk tersebut diantaranya adalah: 1. barang elektronik 2. tekstil (pakaian, sepatu) 3. perlengkapan rumah tangga 4. mainan (toys) 5. alat olahraga (sport) 6. furniture, dan 7. stationery. 4.6. Karakteristik Umum Responden Pada penelitian ini terdapat lima pertanyaan yang berhubungan dengan karakteristik responden, kelima pertanyaan tersebut adalah tentang jenis kelamin, usia, domisili, pekerjaan, dan pengeluaran per bulan. Kelima hal ini dianggap perlu untuk dapat mengklasifikasikan responden dan untuk membuat kesimpulan mengenai populasi (dalam penelitian ini pengunjung Giant Hypermarket Bogor). Jenis kelamin terdiri dari dua pilihan yaitu perempuan dan laki-laki, data ini dibutuhkan untuk mengetahui apakah pengunjung Giant Hypermarket Bogor lebih banyak perempuan atau laki-laki. Untuk usia dibuat range dan terdiri dari empat pilihan yaitu 15-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45 tahun, dan >45 tahun. Data mengenai usia dibutuhkan untuk mengetahui rata-rata usia pengunjung Giant Hypermarket. Domisili dibuat menjadi dua pilihan yaitu Bogor dan Luar Bogor, pertanyaan ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui asal pengunjung. Selanjutnya adalah pekerjaan yang diklasifikasikan kedalam enam kelompok yaitu PNS (Pegawai Negeri Sipil), Swasta, Wirausaha, Mahasiswa/Pelajar, Ibu Rumah tangga, dan lainnya yaitu pekerjaan yang tidak disebutkan dalam pilihan jawaban. Karakteristik terakhir adalah pengeluaran responden yang dikelompokkan kedalam empat kelompok yaitu < Rp 1.000.000, Rp. 1.000.000 - Rp. 2.500.000, Rp. 2.500.001 - Rp. 5.000.000, dan
> Rp. 5.000.000. Pertanyaan tentang
48
pengeluaran responden dibuat dengan tujuan untuk mengetahui berapa besar pengeluaran rata-rata konsumen dan untuk mengidentifikasi segmen yang telah dicapai Giant Hypermarket Bogor berdasarkan pengeluaran rata- rata per bulan. Untuk klasifikasi usia dan pengeluaran dibuat range dengan tujuan agar responden tidak merasa keberatan dalam menjawab pertanyaan tersebut. Selain karakteristik yang telah disebutkan, responden juga diberikan pertanyaan mengenai barang tambahan yang sering dibeli tanpa direncanakan dan media promosi yang paling diminati oleh responden.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian di lapangan dan hasil analisis data, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1). Perilaku pembelian impulsif konsumen Giant Hypermarket Bogor ditandai dengan adanya pembelian item tambahan berupa makanan dan minuman ringan,
pakaian
dan
mainan
anak.
Walaupun
konsumen
selalu
merencanakan pembelian tetapi selalu ada barang tambahan yang mereka beli tanpa direncanakan. 2). Ada pengaruh yang signifikan antara in-store promotion dan keputusan impulse buying pada konsumen Giant Hypermarket Bogor. 3). Dari ketiga bentuk in-store promotion yang mempengaruhi konsumen Giant Hypermarket dalam menentukan keputusan pembelian berdasarkan impulse adalah promosi penjualan dan personal selling.
6.2.
Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, saran yang diberikan adalah: 1). Kecenderungan konsumen yang selalu membeli barang tambahan tanpa direncanakan sebelumnya dapat dimanfaatkan oleh peritel dan supplier untuk melakukan kegiatan promosi di dalam toko untuk mengingatkan konsumen terhadap produk yang pada akhirnya diharapkan akan ada tindakan berupa pembelian oleh konsumen. 2). Adanya pengaruh in-store promotion terhadap keputusan impulse buying dapat dimanfaatkan oleh peritel ataupun perusahaan pemilik produk (supplier) untuk lebih meningkatkan aktivitas promosi di dalam toko. 3). Dari ketiga bentuk in-store promotion yang dikaji dalam penelitian ini, bentuk yang paling mempengaruhi konsumen adalah promosi penjualan, untuk itu sebaiknya peritel atau supplier dapat lebih meningkatkan bentuk promosi penjualan yang dapat menarik minat konsumen. Promosi penjualan yang dilakukan dapat berbentuk aktivitas berupa permainan atau
89
lomba yang dibawakan langsung oleh karyawan Giant ataupun SPG dari supplier. 4). Display toko tidak memberikan pengaruh terhadap keputusan pembelian impulsif, untuk itu sebaiknya perusahaan baik peritel ataupun supplier lebih memfokuskan pada kegiatan promosi dalam bentuk promosi penjualan ataupun personal selling khususnya di Giant Hypermarket Bogor. 5). Display yang terletak pada kasir sebaiknya dinamakan cashier display bukan impulse buying display, karena pembelian impulsif (impulse buying) dapat terjadi pada semua produk yang dipajang di dalam toko tidak hanya pada produk yang terletak di dekat kasir. 6). Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang perilaku pembelian impulsif konsumen Giant Hypermarket Bogor, karena faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian impulsif sangat banyak, dan tidak semua faktor tersebut dibahas dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adelaar, Thomas, Susan Chang, Karen M.L, Byoungkwan Lee, Mariko Morimoto. 2003. Effects of Media Formats on Emotion and Impulse buying Intent. Journal of Information Technology (December 2003) 18, 247-266. East Lansing, USA. Arnold, Mark J and Kristy E. Reynolds. 2003. Hedonic shopping motivations. Journal of Retailing. New York University, USA. Berman, Barry dan Joel R. Evans . 2001. Retail Management, A Strategic Approach. Prentice Hall, United States of America. Bowes, Brad. 1998. The Effects Of Emotion And Time To Shop On Shopping Behavior In An International Airport Terminal. Brisbane Airport Corporation Limited: Griffith University, Brisbane Australia. Djuranovik, Vilia. 2004. Analisis Pengaruh Promosi Terhadap Tingkat Kunjungan Konsumen Pada Toserba X. Skripsi pada Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Engel, JF, R.D Blackwell dan P.W Miniard. 1994. Consumer Behavior jilid 1 (terjemahan). 6th edition,. Binarupa Aksara, Jakarta. Engel, JF, R.D Blackwell dan P.W. Miniard. 1995. Consumer Behavior jilid 2 (terjemahan). 6th edition. Binarupa Aksara, Jakarta. Gustrivia, Deasy. 2006. Pengaruh Citra Toko Terhadap Persepsi Produk Store Brand, Sikap dan Intensi Membeli. Tesis Pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Hasan, M. Ikbal. 2003. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia, Jakarta. Hodge, Rebecca. 2004. factors Influencing Impulse Buying During an Online purchase Transaction. Tesis pada University of Waterloo. Ontario, Canada. Kacen, J.J, JD. Hess, Doug Walker. 2007. Spontaneous Selection: The Comparative Influence of Consumer, Producer and Retailer Factors on Impulsive Buying. University of Houston, Houston. Kotler, P dan G. Armstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran Jilid 1. Edisi 8. Erlangga, Jakarta. Kusdiantini, Dian 2004. Analisis Strategi Promosi PT. Indomaret Minimarket. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
91
Levy, Michael dan Barton A. Weitz. 2001. Retailing Management. 4th Edition. Mc Graw Hill Irwin, New York. Lewison, Dale M dan M. Wayne Delozier. 1989. Retailing. 3rd edition. Merril Publishing Company: Colombus, Ohio. Lovelock, Christopher dan Lauren Wright. 2005. Manajemen Pemasaran Jasa : Alih bahasa, Agus Widyantoro. PT INDEKS, Jakarta. Lubis, Arlina. 2004. Strategi Pemasaran dalam Persaingan Bisnis. Artikel pada Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas Sumatera Utara, SUMUT. Nadyati, Silvy. 2007. Analisis Efektifitas Bauran Promosi pada Giant Hypermarket Botani Square Bogor. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Natawidjaja, Ronnie S. 2005. Modern Market Growth And The Changing Map Of The Retail Food Sector In Indonesia. Presented at Pacific Food System Outlook (PFSO) 9th Annual Forecasters Meeting. 10-13 Mei 2005. Kunming, China. Ma’ruf, Hendri. 2006. Pemasaran Ritel. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mubarok, Mumuh M. 2007. Perilaku Pembelian Pelanggan. moebarak.files.wordpress.com/2007/10/pemasaran-rite sessi-03.pdf [12 Desember 2007] Muharam, S. 2001. Trend Industri Retail Indonesia Di Millenium Baru;Bagian I: Evolusi Format Retail Di Indonesia. http://www.smfranchise.com. [11 Februari 2008] Mowen, JC dan M.Minor. 2000. Perilaku Konsumen Jilid 2, Ed 5. Erlangga, Jakarta. Schiffman, LG dan Leslie L. Kanuk. 2004. Consumer Behavior. Pearson Education, Inc. New Jersey. Simatupang, David. S. No.08/II/Agustus/2007. Hiruk Pikuk di Outlet Modern. Majalah MARKETING: hlm 28-30. Simatupang, David. S. No.08/II/Agustus/2007. Mari Menggaet Langsung Pembeli. Majalah MARKETING: hlm 31-32. Sudarmanto, R Gunawan. 2005. Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS. Graha Ilmu, Yogyakarta.
92
Sumarwan, Ujang. 2002. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia, Jakarta. Suryadarma, D, A. Poesoro, Sri Budiyati, Akhmadi, M. Rosfadhila. 2007. Impact of Supermarkets on Traditional Markets and Retailers in Indonesia's Urban Centers. The SMERU Research Institute, Jakarta. Syahyunan. 2004. Strategi Pemasaran Dalam Meningkatkan Volume Penjualan. Artikel pada Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas Sumatera Utara, SUMUT. Umar, Husein. 2003. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Wikipedia Indonesia. 2008. Pasar: Pasar Tradisional dan Pasar Modern. www.wikipedia.org. [16 Maret 2008] Wiyanti, Elsa. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Kecap Manis (Kasus di Hero Supermarket, Jakarta Pusat). Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yuvita, Claudia. 2001. Visual Merchandising dalam Strategi Komunikasi Pemasaran Departemen Store (Studi Kasus: PT. Matahari Putra Prima, Tbk). Tesis Pada Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial Universitas Indonesia, Depok.
94 Lampiran 1. Lembar Kuesioner KUESIONER PENELITIAN
No.
“Analisis Pengaruh In Store Promotion Terhadap Keputusan Impulse Buying Pada Giant Hypermarket Bogor” Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian dalam rangka penulisan skripsi program sarjana yang dilakukan oleh: Nama/NRP : Ade Yusriyanti/ H24104041 Departemen/Fakultas : Manajemen/ Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas : Institut Pertanian Bogor Peneliti meminta kesediaan saudara meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar. Informasi yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama saudara. A. Biodata (Jawablah Pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda silang (x) pada salah satu pilihan Anda) Jenis Kelamin
: a. Perempuan
b. Laki-Laki
Usia
c. 35-45 d. >45
Domisili Pekerjaan
: a. 15-25 b. 25-35 : ........................................................ : a. PNS b. Swasta c. Wirausaha
Pengeluaran per bulan
: a. < Rp 1.000.000 b. Rp 1.000.000- Rp 2.500.000
Media Promosi yang paling Anda minati
: a. Promosi penjualan (diskon, sampel gratis, undian berhadiah) b. Sales Promotion Girl (SPG) c. Penataan yang menarik (Store Display) d. Tidak Ketiganya
Barang tambahan Yang sering Anda beli di Hypermarket tanpa direncanakan sebelumnya
: a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Saya selalu merencanakan barang apa yang akan saya beli
:
d. Mahasiswa/Pelajar e. Ibu Rumah Tangga f. Lainnya (sebutkan).................. c. Rp 2.500.000- Rp 5.000.000 d. > Rp 5.000.000
kebutuhan pokok (beras, bumbu dapur, mie instan, susu) makanan dan minuman ringan (cemilan, coklat, permen, soft drink) pakaian toiletris (peralatan mandi, kosmetik) buah dan sayuran mainan anak alat dapur dan rumah tangga obat-obatan Tidak membeli
a. Sangat Setuju b. Setuju c. Ragu-Ragu
d. Tidak Setuju e. Sangat Tidak Setuju
95 Lampiran 1. Kuesioner (lanjutan) B. Perilaku Pembelian Impulsif (Beri tanda check list (√) pada pilihan Anda) No
Pernyataan
1
Saya melakukan pembelian secara spontan ketika melihat barang yang menarik perhatian Saya membeli barang yang sebelumnya tidak niat dibeli Sangat menyenangkan membeli barang dengan spontan/tiba-tiba Ketika melihat barang yang menarik, saya akan membeli tanpa memikirkan akibatnya
2 3
4
Sangat Setuju
Setuju
RaguRagu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
C. In-Store Promotion (Berikan penilaian terhadap seberapa besar pengaruh promosi di dalam toko terhadap keputusan dalam membeli barang yang tidak Anda rencanakan sebelumnya). Beri tanda check list (√) pada pilihan Anda. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pernyataan
Sangat Setuju
Setuju
RaguRagu
Tidak Setuju
Promosi Penjualan Saya membeli karena ada potongan harga Saya membeli karena mendapatkan sample gratis Saya membeli karena undian berhadiah Display Toko Saya membeli karena produk menarik perhatian dan letaknya mudah dijangkau Saya membeli karena informasi yang ada pada banner Personal Selling Saya membeli karena informasi yang diberikan oleh SPG Saya membeli karena bujukan SPG Saya membeli karena SPG menawarkan dengan ramah
==Terima Kasih Atas Bantuan dan Kerjasama Anda==
Sangat Tidak Setuju
96 Lampiran 2. Karakteristik Responden Giant Hypermarket Bogor Karakteristik Responden Giant Hypermarket Bogor Karakteristik Jenis Kelamin: a. Perempuan b.Laki-laki Total Usia: a. 15-25 b.26-35 c. 36-45 d.> 45 Total Domisili: a. Bogor b.Luar Bogor Total Pekerjaan: a. PNS b.Swasta c. Wiraswasta d.Mahasiswa/Pelajar e. Ibu Rumah Tangga f. Lainnya Total Pengeluaran: a. < Rp. 1.000.000 b.Rp. 1.000.000-Rp. 2.500.000 c. Rp. 2.500.001-Rp. 5.000.000 d.> Rp. 5.000.000 Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
66 34 100
66 34 100
66 100 100
36 32 26 6 100
36 32 26 6 100
36 68 94 100 100
90 10 100
90 10 100
90 100 100
9 34 6 26 19 6 100
9 34 6 26 19 6 100
9 43 49 75 94 100 100
35 37 19 9 100
35 37 19 9 100
35 72 91 100 100
Lampiran 3. Struktur Organisasi Giant Hypermarket Bogor
Store Manager
Manager Grocery
Manager General MArchandise
Manager Fresh
Store Admin
Manager Sales Support
Admin Admin DH
ADH Dood
Supervisor
Staff
ADH Nonfood
Admin
Admin
DH
DH
ADH
ADH
Supervisor
Supervisor
Staff
Staff
DH Checkout
DH Receiving
ADH In Store AP
ADH IT
ADH ME
DH HRD
Name Title
Supervisor
Supervisor
Supervisor
ADH
ADH
Staff
Staff
Staff
Supervisor
Supervisor
Supervisor
Staff
Staff
Staff
Name Title
ADH
Supervisor
Staff
97
98 Lampiran 4. Rincian Luas Giant Hypermarket Bogor RINCIAN LUAS Giant Hypermarket Bogor
Luas (m2)
Keterangan 1. Store
6323.30
Generale Marchandising (GMS)
3347
Grocery
1807
Dairy and Daily
382.30
Fresh
787
2. Service
633.20
3. Back Office
475.50
4. Warehouse
666.30
5. Preparation
378.20
6. Guardian
147.80
7. Commond Area
548.20
8. Net Sub Lease
822.50
Total
9995
99 Lampiran 5. Hasil Uji Validitas Kuesioner
UJI VALIDITAS Validitas Pengukuran Impulse Buying Pernyataan 1 2 3 4 5 α = 0.05
r hitung 0.870843 0.859289 0.870843 0.796181 -0.28191
r tabel 0.361 0.361 0.361 0.361 0.361
Keterangan Valid Valid Valid Valid Tidak Valid
Validitas Pengukuran In-Store Promotion Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7 8 α = 0.05
r hitung 0.72167 0.651578 0.633216 0.772942 0.579077 0.601907 0.410995 0.607088
r tabel 0.361 0.361 0.361 0.361 0.361 0.361 0.361 0.361
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
100 Lampiran 6. Hasil Uji Realiabilitas Kuesioner
Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _
R E L I A B I L I T Y
A N A L Y S I S
-
S C A L E
(A L P H
A)
1. 2. 3. 4.
IMP1 IMP2 IMP3 IMP4
Statistics for SCALE
Mean 12.3000
Mean
Std Dev
Cases
3.3667 3.2333 3.1667 2.5333
1.0334 1.0726 1.0854 .9371
30.0 30.0 30.0 30.0 N of Variables 4
Variance 12.0793
Std Dev 3.4755
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
8.9333 9.0667 9.1333 9.7667
6.8920 6.8230 6.9471 7.7713
Item-total Statistics
IMP1 IMP2 IMP3 IMP4
Alpha if Item Deleted
.7593 .7327 .6910 .6565
.8020 .8132 .8314 .8444
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
.8615
30.0
N of Items =
4
101 Lampiran 6. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner (lanjutan)
Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _
R E L I A B I L I T Y
A N A L Y S I S
-
S C A L E
(A L P H
A)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
PROM1 PROM2 PROM3 PROM4 PROM5 PROM6 PROM7 PROM8
Statistics for SCALE
Mean 24.1667
Mean
Std Dev
Cases
3.8333 3.1333 2.9000 3.1333 2.8667 2.9333 2.3667 3.0000
.8743 1.0417 .9229 .9732 .9732 .9444 .7184 1.0171
30.0 30.0 30.0 30.0 30.0 30.0 30.0 30.0 N of Variables 8
Variance 22.0057
Std Dev 4.6910
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
20.3333 21.0333 21.2667 21.0333 21.3000 21.2333 21.8000 21.1667
16.8506 16.7230 17.3747 15.8954 17.6655 17.5644 19.7517 17.2471
Item-total Statistics
PROM1 PROM2 PROM3 PROM4 PROM5 PROM6 PROM7 PROM8
Alpha if Item Deleted
.6117 .4927 .4912 .6654 .4148 .4484 .2722 .4408
.7323 .7514 .7513 .7196 .7644 .7584 .7814 .7606
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
.7773
30.0
N of Items =
8
102 Lampiran 7. Hasil Perhitungan Analisis Regresi
Regression
Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered XX3,a XX2, XX1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: YY
b Model Summary
Model 1
Change Statistics Adjusted Std. Error of R Square Durbin-W R R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Sig. F Change atson .382a .146 .119 .70590 .146 5.469 3 96 .002 1.693
a. Predictors: (Constant), XX3, XX2, XX1 b. Dependent Variable: YY
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 8.176 47.836 56.012
df 3 96 99
Mean Square 2.725 .498
F 5.469
Sig. .002a
a. Predictors: (Constant), XX3, XX2, XX1 b. Dependent Variable: YY
Coefficientsa
Model 1 (Constant) rata2pp rata2sd rata2spg
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.412 .409 .260 .123 -.012 .099 .253 .114
a. Dependent Variable: rata2imp
Standardized Coefficients Beta .229 -.013 .233
t 3.450 2.109 -.123 2.210
Sig. .001 .038 .902 .029
Collinearity Statistics Tolerance VIF .752 .805 .803
1.330 1.243 1.245
103 Lampiran 8. Output SPSS untuk Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas
a Coefficients
Model 1 (Constant) XX1 XX2 XX3
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 1.412 .409 .260 .123 .229 -.012 .099 -.013 .253 .114 .233
t 3.450 2.109 -.123 2.210
Collinearity Statistics Sig. Tolerance VIF .001 .038 .752 1.330 .902 .805 1.243 .029 .803 1.245
a. Dependent Variable: YY
Regresi linier berganda dapat digunakan jika tidak terjadi masalah multikolinieritas yang dilihat berdasarkan nilai VIF yang harus dibawah angka 5 atau 10 dan nilai toleransi dibawah angka 1.
104 Lampiran 9. Output SPSS untuk Uji Heterokedastisitas
Uji Heterokeadstisitas Nonparametric Correlations Correlations Spearman's rho
X1
X2
X3
AX1
AX2
AX3
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
X1 1.000 . 100 .333** .001 100 .421** .000 100 -.062 .539 100 -.247* .013 100 -.210* .036 100
X2 .333** .001 100 1.000 . 100 .314** .001 100 -.150 .136 100 -.156 .122 100 .003 .977 100
X3 .421** .000 100 .314** .001 100 1.000 . 100 -.316** .001 100 -.316** .001 100 -.044 .662 100
AX1 -.062 .539 100 -.150 .136 100 -.316** .001 100 1.000 . 100 .158 .117 100 .225* .024 100
AX2 -.247* .013 100 -.156 .122 100 -.316** .001 100 .158 .117 100 1.000 . 100 .415** .000 100
AX3 -.210* .036 100 .003 .977 100 -.044 .662 100 .225* .024 100 .415** .000 100 1.000 . 100
105 Lampiran 10. Output SPSS Analisis Tabulasi Silang JK * USIA Crosstabulation Count
JK
Perempuan Laki-Laki
Total
15-25 23 13 36
USIA 26-35 36-45 22 16 10 10 32 26
>45
Total 66 34 100
5 1 6
JK * PRILAKU Crosstabulation Count PRILAKU tidak setuju JK
Perempu an Laki-Laki
Total
ragu-ragu
setuju
sangat setuju
Total
12
5
32
17
66
2
2
19
11
34
14
7
51
28
100
JK * MEDIA Crosstabulation Count
JK
Perempuan Laki-Laki
Total
tidak menyukai ketiganya 5 0 5
MEDIA Sales Promosi Promotion Penjualan Girl 51 3 26 1 77 4
Store Display 7 7 14
Total 66 34 100
JK * BARANG Crosstabulation Count BARANG
.00 JK Total
Perempuan Laki-Laki
3 0 3
kebutuhan pokok 4 5 9
makanan dan minuman ringan pakaian 28 14 13 5 41 19
toiletris 3 2 5
buah dan alat dapur da sayuran mainan anak rumah tangga obat-obatan 1 9 3 1 3 4 2 0 4 13 5 1
Total 66 34 100
106 Lampiran 10. Output SPSS Analisis Tabulasi Silang (lanjutan) USIA * PRILAKU Crosstabulation Count
USIA
tidak setuju 4 3 6 1 14
15-25 26-35 36-45 >45
Total
PRILAKU ragu-ragu setuju 5 14 1 18 1 15 0 4 7 51
sangat setuju 13 10 4 1 28
Total 36 32 26 6 100
USIA * BARANG Crosstabulation Count BARANG
.00 USIA 15-25 26-35 36-45 >45 Total
0 0 2 1 3
kebutuhan pokok 2 3 4 0 9
makanan dan minuman pakaian ringan 19 7 12 10 8 2 2 0 41 19
toiletris 5 0 0 0 5
buah dan alat dapur da sayuran mainan anak rumah tangga obat-obatan 2 1 0 0 1 5 0 1 0 7 3 0 1 0 2 0 4 13 5 1
Total 36 32 26 6 100
USIA * MEDIA Crosstabulation Count
USIA
15-25 26-35 36-45 >45
Total
tidak menyukai ketiganya 1 1 2 1 5
MEDIA Sales Promotion Promosi Girl Penjualan 29 2 28 0 17 2 3 0 77 4
Store Display 4 3 5 2 14
Total 36 32 26 6 100
PRILAKU * BARANG Crosstabulation Count BARANG
.00 PRILAKU tidak setuju ragu-ragu setuju sangat setuju Total
0 0 3 0 3
kebutuhan pokok 0 1 6 2 9
makanan dan minuman pakaian ringan 6 4 1 3 20 9 14 3 41 19
toiletris 0 0 2 3 5
buah dan alat dapur da sayuran mainan anak rumah tanggaobat-obatan 0 3 1 0 0 2 0 0 2 4 4 1 2 4 0 0 4 13 5 1
Total 14 7 51 28 100