PENGARUH MUSIK DALAM MENGEMBANGKAN EMOSI ANAK Nunung Suryana Jamin Dosen PAUD Universitas Negeri Gorontalo
Abstrak Musik adalah salah satu bentuk keindahan yang ada di alam semesta. Musik menyatu dengan dinamika kehidupan manusia dan mengambil tempat di seluruh fase kehidupan. Bagi anak musik tidak saja untuk bersenang-senang tetapi lebih dari itu musik bisa menggerakkan sisi emosional anak. Dalam perkembangannya anak mengalami ketidakstabilan emosi. Hal ini disebabkan anak masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan. Dekatnya hubungan musik dengan kehidupan anak maka disinilah diperlukan musik sebagai sebagai salah satu media atau instrumen dalam mengelola dan mengembangkan emosi anak. Ada empat metode yang digunakan untuk mengembangkan emosi anak melalui musik, yaitu: (1) latihan gerak dan lagu, dengan latihan ritmis, yang bisa disesuaikan dengan tempat anak berada; (2) latihan relaksasi dan meditasi dengan menggunakan musik; (3) bernyanyi dan memainkan musik; (4) feeling band atau band perasaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa musik dapat berpengaruh terhadap emosi anak secara sadar maupun tidak sadar dan secara aktif maupun tidak aktif. Kata kunci: musik dan emosi PENDAHULUAN Musik adalah kehidupan itu sendiri. Dimana musik selalu mengisi dan hadir dalam tiap fase kehidupan manusia, dari dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa, bahkan sampai lanjut usia ketika kematian menjemput. Musik juga menghiasi berbagai macam kegiatan manusia dari acara aqikahan sampai pernikahan, dari acara peresmian gedung sampai kampanye politik, dari acara budaya, sosial, bahkan sampai acara religius, semua menikmati musik dengan segala bentuk kedinamisan bunyi dan berbagai macam aransemennya. Musik telah melintasi waktu, ruang, dan budaya manusia untuk kemudian menyatu dengan alam dan kosmos sehingga yang tercipta dari musik hanyalah keindahan (Hardjana, 2004: 28). Musik telah menjadi budaya yang telah merasuk kedalam sanubari manusia secara lahir dan batin, serta menjelma menjadi komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Bisa dicermati di rumah, jalanjalan, mall-mall, pasar tradisional, sampai sekolah-sekolah, musik diperdengarkan dan didengar oleh anak-anak, remaja, dan kaum dewasa, yang secara sadar maupun tidak sadar mampu mempengaruhi emosi dan perilaku mereka. Sejalan dengan itu menurut Boyden (dalam Mutiah, 2010: 169) musik dapat diibaratkan sebagai bahasa dari emosi. Dimana musik bisa menggugah emosi seseorang dan bisa diteruskan dengan gerakan-gerakan atau perilaku yang menampakkan adanya suatu kesenangan sebagai suatu gejala dari emosi tersebut. Musik dan emosi merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Ketika musik diperdengarkan, respon emosi tiap orang berbeda-beda. Pada anak-anak respon yang diperlihat pun bermacam-macam, ada bernyanyi, bertepuk tangan, menari dan melompat-lompat. Musik juga mendorong anak untuk mengekspresikan emosi yang ada dalam diri anak sehingga dalam perkembangannya, emosi anak bisa dikembangkan sesuai dengan tahapan-tahapan usia perkembangan anak tersebut. PEMBAHASAN Orang secara sadar maupun tidak sadar menikmati musik dalam kesehariannya. Mendengarkan atau memainkan musik secara aktif atau pun pasif akan mempengaruhi kondisi kognitif, afeksi (emosi), dan motorik seseorang. Kondisi ini memungkinkan orang untuk menggunakan musik sebagai suatu alat terapi dalam mengatasi berbagai gangguan fisik dan mental, baik anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Semua manusia secara fitrah memiliki ketertarikan terhadap musik sebagai bagian dalam fasefase perkembangan kehidupannya. Keterkaitan terhadap musik inilah sebagai dasar kemampuan musikal pada manusia atau yang biasa disebut kecerdasan musikal. Menurut Suyudi (2010: 162) kecederdasan musikal adalah kemampuan untuk menyimpan nada, mengingat irama, dan secara emosional terpengaruh oleh musik. Oleh karena itu musik disebut juga sebagai bahasa emosi. Dimana dengan
musik emosi bisa berubah dan bergerak secara dinamis tergantung jenis musik dan suasana hati yang menikmatinya. Menurut Djohan (dalam Prawitasari, 2012: 364-365) elemen dasar musikal pada manusia yang sudah ada sejak dalam kandungan terdiri dari empat, yaitu: (1) tempo (irama) dikenal ketika janin mendengar detak jantung ibunya; (2) dinamika, ketika janin mendengar desah naik turun nafas ibu; (3) timbre (warna suara), yang didengar dari berbagai jenis suarayang ada didalam tubuh ibu, termasuk aliran darah, proses mekanisme metabolisme tubuh, dan lain sebagainya; dan (4) pitch (nada), akan dialami ketika janin lahir dan mendengar suara ibu serta lingkungan diluar perut. Maka elemen nada lebih bersifat kultural daripada tiga elemen natural lainnya. Para ahli meyakini adanya hubungan yang kuat antara emosi dan musik. Walaupun begitu penelitian tentang ekspresi emosi yang diakibatkan dari mendengarkan musik belum terlalu banyak dilakukan. Ekspresi emosi bisa saja diakibatkan oleh musik atau sebaliknya ekspresi musik timbul karena adanya emosi. Tetapi berdasarkan teori emosi dari Meyer mengatakan bahwa adanya insight kesadaran dalam proses ini yang mereduksi pengaruh emosi dari musik. Hal ini menjelaskan bahwa siapapun yang mendengar musik, meski tanpa pengetahuan teoritis tentang musik dapat terpengaruh dan merespon musik (Djohan, 2010:129). Cooke (dalam Djohan, 2010:129) mendukung teori Meyer tersebut, malah menambahkan bahwa respon emosi terhadap musik masih terasa bahkan ketika sesaat musik telah berhenti didengar. Respon emosi tidak hanya berisi pengalaman atau imajinasi terdahulu, tetapi juga segala sesuatu dari yang paling sederhana dari emosi yang belum pernah dirasakan. Emosi bergerak dari suatu keadaan yang disadari maupun tidak disadari untuk melengkapi perasaan seseorang terhadap musik. Perlu diperhatikan juga bahwa musik yang sama pada pendengar yang sama maupun berbeda akan menghasilkan ekspresi emosi yang berbeda. Bisa saja menghasilkan ekspresi emosi sama tetapi dalam kadar yang berbeda-beda. Disinilah bisa dilihat bahwa persepsi musikal dapat menimbulkan ekspresi emosi yang berbeda. Dan kesepakatan pada umumnya untuk bisa melihat ekspresi musikal ditentukan dari persepsi musikal pendengar. Musik yang selalu menghadirkan keunikan bunyi, nada, dan warna suara, tentu akan membuat persepsi musikal pendengar akan berbeda. Musik menurut Gaston (dalam Djohan, 2010: 3) dapat didefinisikan sebagai bentuk dari perilaku manusia yang unik dan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi. Keunikan dari bunyi alat musik dan suara penyanyi membuat lagu mempunyai kekuatan psikologis untuk menggerakkan perasaan sekaligus ekspresi emosi siapapun yang mendengarnya, tidak terkecuali anak-anak. Emosi pada anak-anak memiliki ciri khas tersendiri dibanding emosi pada orang dewasa. Menurut Hurlock (2000: 216) ciri khas emosi yang ditampilkan pada anak, diantaranya: emosi yang kuat dan seringkali tampak, bersifat sementara, individualis serta dapat dilihat dari gejala perilakunya. Dengan pola perkembangan emosi yang berubah-rubah seperti ini, tentu memerlukan perhatian orang tua dan guru dalam mengembangkan emosi anak. Hal ini terasa penting terutama berhubungan dengan pembentukan kepribadian anak pada tahapan perkembangan selanjutnya. Salovry dan Mayer (dalam Nugraha dan Rachmawati, 2004: 8.2) mengemukakan bahwa dalam mengembangkan emosi anak terdapat lima cara, yaitu: 1. Kemampuan untuk mengenal diri sendiri Untuk membantu anak mengenali emosinya sendiri dapat dilakukan dengan cara memahami perasaanperasaannya. Orang tua atau guru dapat mengajak anak mendengarkan musik bersama-sama. Selanjutnya dari bunyi nada dan lirik lagu bisa dijelaskan pada anak tentang emosi yang dirasakan saat mendengarkan musik, sehingga anak bisa memahami diri sendiri. 2. Kemampuan mengelola dan mengekspresikan emosi dengan tepat. Orang tua dan guru dapat membantu anak mengelola dan mengekspresikan emosinya melalui musik. Misalnya ketika anak marah, diredakan dengan musik yang berirama lembut dan menjelaskan cara bagaimana seharusnya bersikap terhadap suatu kejadian. Ketika musik riang, anak diajarkan gimana mengekspresikan diri senang. 3. Kemampuan untuk memotivasi diri Musik bisa dijadikan orang tua maupun guru sebagai sarana untuk melatih kemampuan anak dalam memotivasi diri sendiri. Misalnya ketika anak sedih, diperdengarkan musik yang dinamis dan gembira. Diharapkan dengan musik tersebut emosi anak akan ceria dan mampu berpikir positif terhadap kejadian yang membuat dia sedih. Dengan begitu anak dilatih untuk memiliki motivasi internal, biasanya anak didominasi motivasi eksternal yang besar. 4. Kemampuan untuk memahami perasaan orang lain
Untuk meningkatkan kemampuan anak dalam memahami perasaan orang lain, orang tua dan guru bisa mengajak anak tidak hanya sekedar mendengarkan musik tapi juga bisa langsung menontonnya secara bersama-sama. Orang tua maupun guru bisa membimbing dan menerangkan bagaimana cara memahami dan mengungkapkan perasaan kepada orang, sesama teman, dan lintas generasi, disesuaikan dengan nilai, norma, adat istiadat dan agama. Misalnya dengan musik yang berirama dan berlirik sedih. Anak bisa diajarkan bahwa emosi yang mendengarkan musik tersebut biasanya lagi galau, sehingga anak bisa berempati tentang perasaan orang tersebut bukan malah merasa gembira yang tentu saja akan membuat orang yang bersangkutan tersinggung. 5. Kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain Dengan mendengarkan musik secara bersama-sama, anak dilatih untuk bisa mengembangkan kemapuan membina hubungan dengan orang lain dengan baik. Apalagi musik diikuti dengan gerakangerakan atau menari yang dilakukan bersama-sama, tentu melatih anak untuk kompak dengan temannya sehingga kelihatan serasi dan enak dipandang mata. Musik secara nyata memberi dampak yang positif terhadap perkembangan emosi anak. Musik dapat menimbulkan rasa kesatuan, rasa kebangsaan, rasa keagamaan, rasa kagum, rasa gembira dan perasaan-perasaan lainnya (Mahmud dalam Nugraha dan Rachmawati, 2004: 8.9). Musik telah menyatu dengan alam dan dunia anak-anak, sehingga kedekatan yang tercipta menimbulkan sisi emosional anak yang bergerak dinamis sesuai perkembangan yang dijalani anak. Terkait dengan perkembangan anak, musik biasanya dijadikan terapi bagi anak yang berkebutuhan khusus maupun anak-anak pada umumnya. Kebanyakan para ahli berpendapat bahwa secara keseluruhan terapi musik pada anak berkebutuhan khusus memberikan hasil yang positif secara signifikan. Luasnya bidang kajian ini menyebabkan pengaruh terapi musik tidak saja pada fungsi fisik, kognitif dan belajar anak. Namun efek musik bisa berpengaruh secara mendalam terhadap suasana hati, perasaan, dan interaksi antar sesama (Prawitasari, 2012: 352). Terapi kelompok dalam latihan ritmis merupakan salah satu latihan gerak dan lagu dalam mengembangkan sosial emosi anak. Salah satu yang mengembangkan terapi kelompok ini adalah Slavon (dalam Mutiah, 2010: 171). Terapi ini dikhususkan pada anak yang berusia 13 tahun kebawah yang mengalami gangguan perilaku. Dasar-dasar terapi kelompok yang dapat dikembangkan dalam latihan ritmis adalah: (1) dengan pengalaman yang dimiliki dalam kelompok maka anak dapat melihat pengaruh dirinya terhadap orang lain; (2) mendorong anak melakukan tingkah laku wajar dan bebas mengekspresikan perasaannya melalui kegiatan yang dilakukan; (3) re-orientasi atau modifikasi perasaan dan kebiasaan serta sikap yang terjadi karena pengalaman sendiri. Proses latihan gerak dan musik ritmis ini dapat dimulai dengan guru menjelaskan masalah yang terdapat pada naskah yang sudah dibuat. Kemudian rencana kegiatan bersama-sama disusun dan semua anak diharapkan terlibat sesuai dengan peran yang akan dimainkan. Latihan penyelarasan antara gerakan tubuh dan ritmi lagu dilakukan berulang-ulang, sebanyak lebih kurang sembilan sesi. Selanjutnya dilaksanakan evaluasi dari pengamatan yang dilakukan guru dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan (Mutiah, 2010: 175-177). Dalam latihan gerak dan lagu anak dibimbing untuk mendapat pengalaman yang ekspresif dan betul-betul natural. Anak bisa merasakan kebebasan dalam gerak dan ruang sehingga ekspresi emosi anak bebas disalurkan tanpa takut adanya hambatan dari lingkungan. Anak juga secara bersama-sama menjalin hubungan sosial yang erat dengan berbagi kesenangan, kegembiraan, kebahagian, dan berbagi pengalaman. Bersama dengan orang tua atau guru anak dibimbing dalam mengeksplor segala sisi emosional yang selama ini belum tersentuh dan dirasakannya. Permainan gerak dan lagu juga dapat dilakukan dengan cara yang berbeda. Pelaksanaannya dimulai dengan memutar musik lagu klasik diawal kegiatan, anak-anak dibiarkan bergerak bebas kesana kemari. Tiba-tiba lagu dimatikan ditengah-tengah, kemudian anak berhenti bergerak dan mematung. Selanjutnya diputar lagu kedua yang berirama dangdut, anak pun dibiarkan bergerak bebas sesuai irama dangdut. Tentu saja gerakan anak akan berbeda dengan gerakan pada lagu pertama tadi. Kemudian pola terebut diulang-ulang sesuai kebutuhan, atau juga bisa ditambah dengan jenis lagu lainnya, misalnya rock atau disko. Semakin beraneka macam irama musik, semakin menyenangkan dan ekpresi emosi anak semakin tampak. Diakhir kegiatan anak dapat merasakan perasaan yang lega dan menyenangkan (Nugraha dan Rachmawati, 2004: 8.12-8.13) Selanjutnya musik juga dapat digunakan dalam latihan relaksasi dan meditasi dalam mengembangkan emosi anak. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rachmawati (dalam Nugraha dan Rachmawati, 2004: 8.11) bahwa proses relaksasi yang dilakukan pada anak cukup efektif untuk
latihan pengenalan emosi diri mereka sendiri atau terbentuknya keterampilan emotional awareness anak. Selain itu aktivitas meditasi dengan musik dapat membantu proses katarsis dimana anak mengeluarkan emosi-emosi yang ditekan, menciptakan ketenangan, dan meningkatkan produktivitas pembelajaran anak. Latihan relaksasi dan meditasi ini dibuat senyaman mungkin dengan pilihan musik yang lembut. Setelah beberapa saat kemudian orang tua atau guru mengadakan evaluasi pada anak dengan wawancara dan memberikan selembar kertas untuk ditulis dengan berbagai macam ekspresi emosi saat mendengarkan musik tadi. Hasilnya penelitian didapat bahwa anak mengekspresikan emosi yang beragam, misalnya senang, bosan, sedih, teringat orang tua yang pergi keluar negeri dan lain-lain (Rachmawati dalam Nugraha dan Rachmawati, 2004: 8.11). Metode musik lainnya yang digunakan dalam pengembangan emosi anak adalah bernyanyi dan bermain musik. Dengan anak diajak bernyanyi dan bermain musik mengikuti irama, maka anak sekaligus diajak untuk mengharmonisasikan hubungan manusia, binatang, dan alam. Dimana ketiga unsur ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari musik secara natural. Selanjutnya Campbell (dalam Nugraha dan Rachmawati, 2004: 8.9) mengatakan bahwa musik dapat mengangkat jiwa seseorang karena melalui musik, kasih sayang serta doa didalam diri seseorang dapat dibangkitkan. Musik merupakan suatu instrumen atau media bagi anak untuk dapat merasakan kasih sayang, keagungan ilahi, serta semesta alam, dan melakukan transformasi diri ke alam spritual. Musik sebagai instrumen akan lebih dinikmati jika anak bisa terjun langsung memainkan dan menikmati musik jadi suatu permainan berkelompok. Bentuk permainan musik berkelompok ini salah satunya adalah feeling band atau band perasaan. Menurut Newcomb (dalam Nugraha dan Rachmawati, 2004: 8.13) feeling band adalah permainan membunyikan instrumen musik sesuai dengan ekspresi perasaan. Agar anak lebih mudah menggunakannya, sebaiknya alat musik yang digunakan adalah jenis perkusi. Dalam permainan ini guru berperan menjadi konduktor. Kemudian guru menyuruh anak membunyikan alat musiknya dengan ekspresi marah, senang, sedih dan lainnya. Sebelum mengekspresikan kedalam alat musik yang dipegangnya, anak terlebih dahulu meresapi makna ekspresi tersebut. Lebih lanjut kemungkinan ada anak yang mengalami kesulitan dalam memainkannya, tetapi karena dilaksanakan berkelompok maka anak bisa saling membantu. Permainan ini sangat bermanfaat untuk melakukan proses katarsi, menyadari perasaannya sendiri, dan bersenang-senang. Musik dan dunia anak tidak bisa dipisahkan begitu saja. Memperkenal musik pada anak sejak dini sangatlah besar manfaatnya. Dengan musik juga orang tua bisa membangun hubungan emosional dengan anak. Musik secara alami mengembangkan sisi emosional anak dengan sedikit sentuhan nada dan syair lagu. Orang tua berperan aktif dalam memilih musik yang cocok buat anak dalam masa perkembangan. Walaupun kenyataannya jika anak sudah suka pada satu lagu, maka anak cenderung untuk mengulangnya berkali-kali. Bagi anak hal ini tampak menyenangkan sedangkan disis orang tua tentu sangat membosankan. Tetapi untuk kebutuhan perkembangan anak hal ini tentu harus didahulukan dari pada keegoisan orang tua (Suryani dan Lesmana, 2008: 88-89). KESIMPULAN Musik dikenal sangat dekat hubungannya dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu musik memiliki pengaruh yang signifikan tidak hanya pada aspek kognitif dan motorik saja, tetapi juga aspek emosional manusia. Anak yang masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, membutuhkan media atau instrumen dalam mengelola dan mengembangkan emosinya yang cenderung belum stabil. Dinilah peran orang tua sangatlah penting walaupun dukungan guru dan lingkungan juga tidak kalah penting. Jadi dapat disimpulkan bahwa musik dapat berpengaruh terhadap emosi anak secara sadar maupun tidak sadar dan secara aktif maupun tidak aktif. Ada empat metode yang digunakan untuk mengembangkan emosi anak melalui musik, yaitu: (1) latihan gerak dan lagu, dengan latihan ritmis, yang bisa disesuaikan dengan tempat anak berada; (2) latihan relaksasi dan meditasi dengan menggunakan musik; (3) bernyanyi dan memainkan musik; (4) feeling band atau bend perasaan.
DAFTAR PUSTAKA Djohan. 2010. Respon Emosi Musikal. Bandung: Lubuk Agung Hardjana, Suka. 2004. Musik: Antara Kritik dan Apresiasi. Jakarta: Buku Kompas Hurlock, E, B. 2000. Perkembangan Anak. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Nugraha, Ali, dan Rachmawati, Yeni. 2004. Metode Pengembangan Sosial Emosi. Jakarta: Universitas Terbuka Prawitasari, J. E. 2012. Psikologi Terapan: Melintas Batas Disiplin Ilmu. Jakarta: Erlangga. Suryani, L. K. dan Lesmana, C. B.J. 2008. Biarkan Anak Berkembang Wajar. Bekasi Selatan: Eviexena Mediatama Suyudi. 2010. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia