PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR
Maria Ni Luh Esty Wulandari1, Nym. Kusmariyatni2, Md. Suarjana3 1,2,3
Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia email: marialucia.
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan mengenai kemampuan pemecahan masalah antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di Sekolah Dasar Katolik Karya Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2012/2013. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas IVa dan siswa kelas IVb di Sekolah Dasar Katolik Karya. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah non equivalent post-test only control group design. Data hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dikumpulkan dengan menggunakan instrumen tes berbentuk uraian. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan uji hipotesis (uji-t). Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, diperoleh thitung = 6,240 dan ttabel (pada taraf signifikansi 5%) = 2,000. Hal ini berarti bahwa thitung > ttabel, sehingga hasil yang diperoleh signifikan. Kata kunci: MMP, kemampuan pemecahan masalah matematika
Abstract This study aims to determine significant differences between the problem solving ability of the student group that learned using learning models Missouri Mathematics Project with a group of students that learned using conventional learning models. The study population was all students in the fourth grade Catholic Elementary School work Buleleng Academic Year 2012/2013. The study sample is grade IVa and IVb grade students in Catholic elementary school work. Design used in this study were non equivalent post-test only control group design. Data resulting mathematical problem-solving ability of students gathered using test instruments shaped description. The collected data were then analyzed using descriptive statistical analysis and hypothesis testing (t-test). Based on the results of data analysis, obtained t = 6.240 and t table (at the significance level of 5%) = 2.000. This means that t> t table, so the results are significant. Key words: MMP, mathematical problem solve ability
PENDAHULUAN Matematika merupakan bidang ilmu dasar yang muncul sejak awal pendidikan ada dan dipelajari. Matematika sebagai salah satu bidang ilmu, memiliki nilai dan
peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Banyak permasalahan dalam kehidupan yang dapat dipecahkan dengan menggunakan konsep-
konsep dalam matematika. Banyak pula bidang ilmu yang menggunakan konsepkonsep matematika untuk perkembangannya. Selain itu, matematika sangat dibutuhkan untuk meningkatkan nalar siswa dan dapat melatih siswa agar mampu berpikir kritis, logis, rasional, cermat, jujur, efektif dan efisien. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan matematika, seperti: penyempurnaan kurikulum, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, serta memberikan penataran bagi guru bidang studi matematika. Adanya perubahan demi perubahan menyebabkan tujuan pembelajaran matematika mengalami perubahan termasuk tujuan pembelajaran matematika pada sekolah dasar. Pada awalnya pembelajaran matematika di sekolah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berhitung sebagai dasar untuk mempelajari ilmu yang lain, namun kini tujuan pembelajaran matematika di sekolah telah mengacu pada fungsi matematika serta tujuan pendidikan nasional yang telah dirumuskan dalam Garis-gars Besar Haluan Negara. Adapun tujuan tersebut adalah, pertama pembelajaran matematikan pada jenjang pendidikan dasar adalah mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien. Kedua adalah mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan seharihari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Suherman, 2003) Kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki siswa juga akan digunakan dalam memecahkan permasalahan pada kehidupannya sehari-hari. Dapat dikatakan bahwa tujuan siswa belajar matematika bukan sekedar untuk mendapatkan nilai tinggi dalam ujian, siswa perlu juga mampu memecahkan masalah matematika, sehingga nantinya mereka mampu berpikir sistematis, logis dan kritis dalam memecahkan masalah kehidupan yang
dihadapinya (Erniwati, 2011). Kemampuan pemecahan masalah matematika tidak hanya akan berdampak pada nilai yang di dapat setiap ujian, namun berdampak pula dalam pemecahan masalah yang akan dihadapi di kehidupan nyata. Hal ini terkait dengan strategi-strategi yang akan diambil dalam pemecahan pada setiap masalah yang dihadapi. Terkait dengan kemampuan pemecahan masalah matematika, Polya (dalam Suherman, dkk, 2003) mendefinisikan kemampuan pemecahan masalah matematika sebagai kemampuan memberikan penyelesaian terhadap suatu masalah matematika yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran. Terdapat empat langkah penting yang harus dilakukan dalam memecahkan masalah, yaitu sebagai berikut. (1) Memahami masalah yaitu apa yang dicari, apa yang diketahui, apa syarat-syarat yang bisa dipenuhi dan cukup untuk mencari yang tidak diketahui, membuat gambar atau grafik. (2) Merencanakan pemecahan masalah yaitu apakah soal tersebut sudah pernah dilihat sebelumnya, apakah masalah yang sama pernah dilihat dalam bentuk yang berbeda, apakah diketahui soal lain yang terkait dengan soal yang diberikan, apakah teorema atau konsep yang mungkin berguna, memperhatikan unsur yang tidak diketahui serta memikirkan soal yang sudah di kenal dan mempunyai unsur yang tidak diketahui yang sama. (3) Menyelesaikan masalah yaitu membuat penyelesaian masalah dan merevisinya jika perlu. Dalam melaksanakan strategi untuk menyelesaikan masalah, hendaknya melakukan evaluasi sambil bekerja sehingga kesalahan yang terjadi dapat diminimalkan. (4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh yaitu melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan dari langkah pertama sampai penyelesaian. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan. Keempat tahap tersebut sangat diperlukan siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang diperlukan siswa untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Kemampuan tersebut merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika yang berguna bagi siswa baik saat menghadapi permasalahan matematika maupun menghadapi persoalan yang muncul dalam kehidupannya sehari-hari. Pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang tepat oleh guru dapat membantu penyampaian materi pembelajaran secara maksimal kepada siswa. Pemilihan model pembelajaran tentunya diharapkan mampu memfasilitasi proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, khususnya siswa kelas IV Sekolah Dasar. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika adalah model pembelajaran Missouri Mathematics Project. Model pembelajaran Missouri Mathematics Project berfokus pada lima unsur dasar penting. Menurut Joyce dan Weil (Santyasa, 2007), model pembelajaran memiliki lima unsur dasar, yaitu (a) Syntax (sintaks), yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran (b) Social system (sistem sosial), adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran. (c) Principles of reaction (prinsip reaksi), menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa. (d) Support system (sistem pendukung), yaitu segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran. (e) Intructional effects (dampak instruksional), yaitu hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. (f) Nurturant effect (dampak pengiring), yaitu hasil belajar di luar yang disasar. Model pembelajaran Missouri Mathematics Project memuat langkahlangkah: pengulasan kembali, pengembangan, kerja kooperatif (latihan terkontrol), kerja mandiri dan penutup (membuat rangkuman pelajaran, membuat renungan tentang hal-hal baik yang sudah dilakukan serta hal-hal kurang baik yang harus dihilangkan). Pada tahap pengulasan kembali, guru dan siswa meninjau ulang materi yang telah dipelajari pada pembelajaran sebelumnya. Kegiatan
ini membantu siswa mengingat kembali materi yang telah dipelajari, dan diperkuat dengan pertanyaan-pertanyaan pancingan dari guru ketika siswa belum mengingat sepenuhnya materi pelajaran yang dimaksud. Selanjutnya pada tahap pengembangan, guru menyajikan perluasan materi dari materi yang telah disajikan pada pembelajaran sebelumnya, yang juga digali dengan pertanyaanpertanyaan pancingan dari guru. Tahapan ini dikombinasikan dengan kerja kooperatif pada kelompok kecil dengan teman-teman sekelas. Siswa diminta merespon satu rangkaian soal sambil diawasi oleh guru agar tidak terjadi miskonsepsi. Setelah melakukan kerja secara berkelompok, siswa diminta untuk mengerjakan soal-soal secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa pada masing-masing individu. Pada tahap akhir, kemampuan siswa dimantapkan dengan memberikan tugas-tugas yang berkaitan dengan materi yang baru saja mereka pelajari. Krismanto (2003) mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran Missouri Mathematics Project sebagai berikut. Langkah I: Review (Pengulasan Kembali), guru dan siswa meninjau ulang apa yang telah tercakup pada pelajaran yang lalu. Yang ditinjau adalah: PR, mencongak, atau membuat prakiraan. Langkah II: Development (Pengembangan), guru menyajikan ide baru dan perluasan konsep matematika terdahulu. Siswa diberi tahu tujuan pembelajaran yang memiliki “antisipasi” tentang sasaran pelajaran. Pengembangan akan lebih bijaksana bila dikombinasikan dengan kontrol latihan untuk meyakinkan bahwa siswa mengikuti penyajian materi baru itu. Langkah III: Cooperative Working (Kerja Kooperatif), siswa diminta merespon satu rangkaian soal sambil guru mengawasi siswa agar terhindar dari miskonsepsi. Pada latihan terkontrol ini respon siswa sangat menguntungkan bagi guru dan siswa. Guru harus memasukkan rincian khusus tanggung jawab kelompok dan ganjaran individual berdasarkan pencapaian materi yang dipelajari. Langkah IV: Seat Work (Kerja Mandiri), untuk latihan/perluasan mempelajari
konsep yang disajikan, siswa ditugaskan mengerjakan soal-soal secara mandiri. Langkah V: Assigment (Penugasan), yaitu memberikan penugasan/PR kepada siswa mengenai materi yang telah mereka pelajari. Pada proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project memiliki sistem sosial yang bercirikan siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan guru bertindak sebagai fasilitator dan sebagai teman berpikir sekaligus sebagai pembimbing bagi siswa dalam memahami materi yang dipelajari. Guru bersikap terbuka terhadap setiap ide yang relevan yang diberikan oleh siswa. Dengan demikian, tersedia waktu dan kesempatan bagi siswa memantapkan konsep pemahamannya terhadap materi pembelajaran, serta kemampuannya dalam memecahkan soal pemecahan masalah matematika yang diberikan. Selain itu, tercipta suasana keakraban baik antara siswa yang satu dengan siswa yang lain, maupun antara siswa dengan guru. Pada proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran missouri mathematics project, guru bertindak sebagai fasilitator, pendamping, dan pengarah/pembimbing. Guru mengarahkan siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sampai dengan mendapatkan pemahaman konsep yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru memberikan contoh konkrit tentang materi yang dipelajari dan meminta siswa berdiskusi tentang materi dalam kelompok kecil di kelas. Apabila ada siswa yang belum mengerti, guru akan memberikan pertanyaan pancingan yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep yang benar. Guru mengaktifkan siswa dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa secara acak dan memberikan latihan soal yang dikerjakan siswa secara kelompok dan mandiri. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif yang memberikan ruang untuk siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Sistem pendukung yang diperlukan sehingga model pembelajaran Missouri Mathematics Project dapat terlaksana meliputi: penguasaan materi oleh guru,
sikap positif guru dalam proses pembelajaran, aktifitas siswa, dan keberadaan perangkat pembelajaran seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project, buku penunjang matematika, LKS yang memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuannya tentang konsep yang dipelajari dan dilengkapi dengan soal-soal yang bervariasi untuk melatih siswa dalam memecahkan permasalahan matematika. Dampak instruksional dari model pembelajaran Missouri Mathematics Project adalah adanya penguasaan dan perolehan materi baru oleh siswa sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep, serta kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa terkait dengan materi pembelajaran yang sedang dipeajari. Dampak pengiring yang ditimbulkan yaitu meningkatkan rasa percaya diri siswa dan dapat menumbuhkan minat serta perhatian siswa terhadap mata pelajaran matematika, juga dapat menimbulkan sikap kritis dan kebiasaan berpikir yang tepat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dan harus dipecahkan, serta memotovasi siswa untuk lebih menguasai materi pada mata pelajaran matematika lewat mengaplikasikan konsep pengetahuan yang dimiliki pada soal-soal matematika yang diberikan. Secara umum model pembelajaran Missouri Mathematics Project terlaksana dalam situasi diskusi bersama baik antar siswa dengan guru maupun antara siswa satu dengan siswa lainnya. Kegiatan ini dapat membantu siswa meyakini dirinya mengenai konsep yang ia miliki dan melakukan proses pemecahan masalah secara sistematis dan benar. Rasa ingin tahu dan motivasi belajar siswa ditingkatkan dengan adanya pertanyaan-pertanyaan pancingan dari guru. Pada proses pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator dan teman berpikir sekaligus pembimbing bagi siswa dalam memahami materi yang dipelajari. Uraian mengenai model pembelajaran Missouri Mathematics Project di atas
memberikan gambaran bahwa model ini mampu memberikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa sekolah dasar. Pada setiap tahap kegiatan yang dilakukan memberikan peluang bagi siswa untuk melatih kemampuannya. Kemampuan pemecahan masalah siswa diasah melalui diskusi bersama, kerja kelompok bersama teman-teman sebaya dan guru, mengerjakan soal-soal secara mandiri dan diperkuat dengan penugasan mengenai materi yang dipelajari. Dengan demikian siswa menjadi terlibat secara penuh dalam proses pembelajaran. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional pada kelas IV Sekolah Dasar
Katolik Karya Kecamatan Kabupaten Buleleng Tahun 2012/2013.
Buleleng Pelajaran
METODE Penelitian ini dilaksanakan di SD Katolik Karya Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng dengan rentang waktu dari bulan April sampai Mei tahun 2013. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di SD Katolik Karya pada tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu. Hal ini dikarenakan penelitian ini dilaksanakan di suatu institusi sekolah sehingga secara teknis tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel secara ketat. Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Equivalent Post-Test Only Control Group Design. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Rancangan Penelitian Kelompok E K
Treatment X -
Post-test O1 O2 (Sumber: Sarwono, 2006:87)
Keterangan: E = kelompok eksperimen, K = kelompok control, O1 = post-test terhadap kelompok eksperimen, O2 = post-test terhadap kelompok control, X = treatment terhadap kelompok eksperimen (model pembelajaran MMP), – = treatment terhadap kelompok control (model pembelajaran Konvensional) Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran MMP (Missouri Mathematics Project), dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika. Beberapa prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) melaksanakan observasi pada populasi penelitian yang dalam hal ini adalah seluruh siswa kelas IV di Sekolah Dasar Katolik Karya tahun pelajaran 2012/2013, khususnya mengenai kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa. (2) melakukan diskusi dan tukar pendapat dengan guru pengajar matematika di kelas yang bersangkutan untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai karakteristik siswa di kelas tersebut, serta kendalakendala dalam proses pembelajaran yang terkait dengan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah pada soal matematika. (3) menyusun instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematika yang mampu mengidentifikasi kemampuan pemecahan masalah siswa. Selain itu, dirancang pula perangkat
pembelajaran, yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). (4) menguji coba instrumen penelitian serta menganalisis hasil uji coba. (5) mendiskusikan perangkat pembelajaran dengan guru yang bersangkutan agar dapat direalisasikan dengan baik dan tepat guna baik dalam proses pembelajaran maupun pada hasil pembelajaran yang diinginkan. (6) bersama guru mata pelajaran matematika, peneliti menguji coba pelaksanaan perangkat pembelajaran untuk memastikan keefektifan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. (7) bersama guru mata pelajaran matematika, peneliti melaksanakan pembelajaran pada masing-masing kelas, yakni pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. (8) mengadakan tes akhir (posttest) baik pada kelas model pembelajaran Missouri Mathematics Project maupun pada kelas pembelajaran konvensional. (9) melakukan analisis data. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa memecahkan masalah matematika yang berupa soal uraian dan bersifat nonrutin. Soal-soal yang digunakan adalah soal non rutin yang berada pada lingkup ranah memahami, mengaplikasikan, da menganalisa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Katolik Karya yang berjumlah 55 siswa, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVa yang berjumlah 28 siswa dan siswa kelas IVb yang berjumlah 27 siswa. Selanjutnya, dilakukan pemilihan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Namun, sebelum menentukan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dilakukan uji kesetaraan sampel penelitian untuk mengetahui tingkat kesetaraan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji kesetaraan dari kedua sampel, diperoleh thitung = 2,054, sedangkan ttabel = 1,27. Hal ini berarti, thitung lebih kecil dari ttabel (thitung < ttab) sehingga sampel dinyatakan setara. Karena kedua sampel sudah dinyatakan setara, maka selanjutnya sampel diundi secara acak untuk menentukan kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Berdasarkan pengundian yang dilakukan, kelas IVa terpilih menjadi kelas eksperinen, sedangkan kelas IVb terpilih menjadi kelas kontrol. Kelas eksperimen akan diberikan perlakuan berupa model pembelajaran MMP, sedangkan kelas kontrol diberikan perlakuan berupa pembelajaran model konvensional. Setelah kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan perlakuan, selanjutnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa diukur secara bersamaan. Teknik yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam penelitian ini adalah metode tes. Jenis instrumen tes yang digunakan berupa tes uraian. Setelah instrumen tersusun, agar instrumen itu memenuhi syarat instrumen yang baik, maka dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Di samping itu, dalam penyusunan instrumen (tes), peneliti meminta masukan dari para ahli (expert judgement). Tes kemampuan pemecahan masalah matematika yang telah disusun kemudian diujicobakan untuk mendapatkan gambaran secara empirik tentang kelayakan tes tersebut dipergunakan sebagai instrumen penelitian. Hasil uji coba dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan validitas tes, reliabilitas tes, tingkat kesukaran tes dan daya beda tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial (Uji-t). Pada teknik analisis statistik deskriptif akan dicari mean, median, dan modus kemampuan pemecahan masalah matematika dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selanjutnya, mean, median, dan modus disajikan ke dalam kurva poligon. Tujuan penyajian data ini adalah untuk menafsirkan sebaran data kemampuan pemecahan masalah matematika pada kelompok eksperimen dan kontrol. Hubungan antara mean (M), median (Md), dan modus (Mo) dapat digunakan untuk menentukan kemiringan kurva poligon distribusi frekuensi. Jika mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (Mo<Md<M), maka kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah dan jika modus lebih besar dari median dan median
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil post-test siswa eksperimen hasil konversi dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen tergolong kriteria tinggi. Hal ini terlihat dari skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 98 dan skor terendah yang diperoleh siswa adalah 33, dengan mean 73,54, median 78,5, dan modus 81,5 (Mo>Md>M = 81,5 > 78,5 > 73,54). Jika dikonversikan ke dalam grafik polygon, tampak bahwa kurve juling negatif, seperti Gambar 1.
12
frekuensi
10 8 6 4 2 0
Interval
Gambar 1 Grafik Polygon Data Hasil Posttest kelompok eksperimen Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa cenderung tinggi. Sedangkan hasil post-test kelompok kontrol hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa menunjukan bahwa skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 87 dan skor terendah adalah 16. Dari analisis data diperoleh mean 45,94, median 44,90, dan modus 43,50 (M>Md>Mo = 45,94 > 44,90> 43,50). Jika dikonversikan ke dalam grafik polygon tampak bahwa kurve juling positif seperti tampak pada Gambar 2. 12 10
Frekuensi
lebih besar dari mean (Mo>Md>M), maka kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Teknik analisis statistik inferensial (uji-t) digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Sebelum dilakukan analisis uji-t, data harus dalam keadaan berdistribusii normal dan varians dalam kelompok homogen. Terkait dengan hal tersebut, sebelum menggunakan analisis uji-t, data harus diuji normalitas dan homogenitasnya. Untuk menguji normalitas sebaran data, digunakan teknik analisis chi-kuadrat. Sedangkan untuk menguji homogenitas, digunakan uji F. Jika terbukti bahwa kedua kelompok sampel homogen dan jumlah sampel tidak sama (n1≠n2), maka dipergunakan analisis uji t (t-test) dengan rumus polled varians. Kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika thitung ttabel, pada taraf signifikansi 5%. Jika H0 ditolak dan HA diterima, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran MMP dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model konvensional pada siswa kelas IV semester II tahun pelajaran 2012/2013 di SD Katolik Karya.
8 6 4 2 0
Interval
Gambar 2 Grafik Polygon Data Hasil Posttest Kelompok kontrol
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di kelompok kontrol cenderung rendah. Berdasarkan hasil konversi dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi) skor post-test kelompok kontrol berada pada kategori sedang. Selanjutnya akan dilakukan uji hipotesis yaitu dengan menggunakan uji-t. namun, sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu harus melalui dua uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji prasyarat adalah sebagai berikut. Berdasarkan pengujian normalitas dapat diketahui bahwa data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal. Hal ini dapat dibuktikan dengan Chihitung lebih kecil dari Chitabel (2,927< 7,815). Begitu juga dengan data hasil posttest kelompok eksperimen. Data hasil posttest juga berdistribusi normal. Hal ini dapat dibuktikan dengan Chihitung lebih kecil dari Chitabel (6,886 < 7,815). Berdasarkan perhitungan uji homogenitas kelompok sampel didapatkan Fhitung = 1,24. Sedangkan nilai Ftabel pada
taraf signifikansi 5% dan db 27/26 adalah 1,90. Dengan demikian, Fhitung lebih kecil dari Ftabel (Fhitung < Ftabel), sehingga hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah homogen. Setelah melakukan uji prasyarat maka dapat dilanjutkan dengan uji hipotesis. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diketahui bahwa hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung sebesar 6,240. Sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 5% dan db 53 adalah 2,000. Karena nilai thitung lebih besar daripada ttabel (6,240 > 2,000), maka H0 diterima yang menandakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model konvensional pada siswa kelas IV semester II tahun pelajaran 2012/2013 di SD Katolik Karya. Rangkuman perhitungan uji-t disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rangkuman Perhitungan Uji-t Kelompok Data Hasil n db thitung Belajar Eksperimen 28 53 6,240 Kontrol 27 Keterangan: n: jumlah sampel, db: derajat kebebasan Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data, diketahui nilai thitung = 6,240 dan ttabel pada db=53 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,000. Ini berarti thitung > ttabel, atau kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran missouri mathematics project memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional. Tinjauan ini juga didasarkan pada rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Rata-rata skor
ttabel
Kesimpulan
2,000
thitung > ttabel H0 diterima
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran missouri mathematics project adalah 73,54, sedangkan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional adalah 45,94. Berdasarkan data-data tersebut, dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran missouri mathematics project dengan siswa
yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional. Selain keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa, penggunaan model pembelajaran missouri mathematics project juga menghadirkan beberapa hal pada siswa sebagai berikut. (1) Meningkatnya minat belajar siswa terutama dalam hal memecahkan masalah lewat soal-soal yang diberikan. Hal ini disebabkan soal-soal yang diberikan pada siswa merupakan soal kemampuan pemecahan masalah yakni soal matematika yang bersifat non rutin. Pada soal bersifat non rutin tersebut, dicantumkan permasalahan-permasalahan yang belum pernah dihadapi siswa pada latihan-latihan sebelumnya. Melalui soal non rutin yang diberikan, siswa semakin merasa tertantang untung menyelesaikan masalah tersebut dengan prosedur pemecahan masalah yang sistematis. Penemuan ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Hudojo (2001) yang menyatakan bahwa “soal non rutin merupakan soal yang prosedur pemecahannya belum diketahui oleh siswa dan siswa mempunyai minat untuk memecahkannya”. Meningkatnya minat belajar siswa juga ditemukan pada penelitian sebelumnya, yakni penelitian yang dilakukan oleh Sukwandani (2011). Peningkatan minat belajar pada mata pelajaran matematika ditunjukan oleh kemauan siswa memperhatikan materi yang sedang dijelaskan oleh guru, kemauan mengerjakan PR, dan kemauan mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. (2) Meningkatnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Hal tersebut ditunjukan siswa dalam penyelesaian masalah yang terdapat pada soal-soal matematika yang diberikan oleh guru. Siswa menyelesaiakan soal matematika yang diberikan, menggunakan konsep-konsep pada materi di mata pelajaran matematika dengan benar. Peningkatan hasil belajar tersebut disebabkan oleh peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika, yang diaplikasiskan melalui proses pemecahan masalah pada soal dengan menggunakan prosedur pemecahan
masalah matematika. Peningkatan hasil belajar matematika pada siswa ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukwandani (2011) yang memperoleh hasil penelitian berupa peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika yang ditunjukkan pada perilaku santun siswa selama mengikuti pembelajaran, kemampuan siswa menjelaskan materi yang dipahami siswa lain, peningkatan nilai siswa di atas standar kelulusan minimal, dan peningkatan nilai siswa di atas kelas rata-rata. (3) Meningkatkan keakraban antar siswa di dalam kelas. Peningkatan tersebut disebabkan adanya teknik pembentukkan kelompok kecil pada pelaksanaan model pembelajaran missouri mathematics project. Melalui pembentukkan kelompok kecil dan kebersamaan dalam berdiskusi untuk memecahkan masalah pada soal yang diberikan oleh guru, menghadirkan keakraban dan keterbukaan di antara siswa sehingga siswa tidak lagi merasa canggung mengemukakan pendapatnya baik terhadap guru maupun di hadapan teman-temannya. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Sudjana (2005) yang menyatakan bahwa “teknik pembentukkan kelompok kecil bertujuan untuk membina keakraban dan keterbukaan dalam memilih teman-teman berkelompok”. (4) Selain meningkatkan minat belajar, hasil belajar, serta keakraban antar siswa, siswa juga menjadi lebih termovtivasi dalam mengikuti pembelajaran. Motivasi siswa disebabkan adanya kerja bersama dalam kelompok yang memberikan peluang lebih besar bagi siswa dalam menyampaikan gagasan, dan pengalaman, serta dituntunnya siswa untuk saling menghargai antar anggota kelompok mengenai pendapat yang dimiliki masingmasing anggota kelompok. Hal ini sesuai dengan beberapa keunggulan teknik kerja kelompok yang disampaikan oleh Sudjana (2005) yaitu dapat menumbuhkan kegairahan belajar bagi para peserta didik; meningkatkan motivasi belajar, kerjasama, saling belajar, keakraban, saling menghargai, dan partisipasi pada peserta didik; lebih memberi peluang untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan pengalaman karena jumlah peserta didik
yang terbatas; dan kegiatan belajar akan lebih mantap. Selain keberhasilan, dan penemuanpenemuan yang sejalan dengan keberhasilan pengaruh model pembelajaran missouri mathematics project terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, ditemukan pula beberapa kelemahan yang terjadi pada proses pembelajaran. Kelemahankelemahan tersebut antara lain sebagai berikut. (1) Memerlukan waktu yang lama baik dalam persiapan maupun pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran missouri mathematics project. Hal tersebut disebabkan adalah tahap diskusi kelompok baik di dalam kelompok maupun antar kelompok. (2) Selain memerlukan waktu yang lama, adanya kerja secara berkelompok juga menimbulkan dominasi bagi beberapa anggota kelompok atau pimpinan kelompok yang kurang mampu menghargai atau merasa dirinya memiliki kemampuan lebih dari teman-teman dikelompoknya. Sikap beberapa siswa tersebut, menimbulkan kurangnya kesempatan yang lebih banyak bagi siswa lain yang juga ingin menyampaikan gagasannya. (3) Kondisi siswa yang melakukan kegiatan belajar dalam kelompok, memberikan peluang besar bagi siswa untuk membicarakan hal lain bersama teman sekelompoknya di luar materi pelajaran. Kelemahan-kelemahan yang ditemukan sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Sudjana (2005) yang menyatakan tentang beberapa kelemahan dalam pembelajaran secara kerja berkelompok yakni “persiapan membutuhkan lebih banyak pikiran, tenaga, alat, dan waktu; memerlukan pendidikan yang mampu mengelola kegiatan belajar kelompok; serta sering didominasi oleh pimpinan kelompok”. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran MMP kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, meningkatkan minat dan hasil belajar siswa, keakraban di dalam kelas, serta memberikan motivasi belajar bagi siswa
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran missouri mathematics project dengan siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas IV Sekolah Dasar Katolik Karya Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Ajaran 2012/2013. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil perhitungan uji t, yaitu thitung = 6,240 dan ttabel = 2,000. Artinya, thitung > ttabel sehingga H0 ditolak. Rata-rata skor kelompok eksperimen adalah 73,54, sedangkan ratarata skor kelompok kontrol adalah 45,94. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa model pembelajaran missouri mathematics project berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV SD Katolik Karya Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2012/2013. Saran-saran yang dapat diberikan bagi pihak-pihak yang terkait dapat dipaparkan sebagai berikut. Bagi siswa, hendaknya berperan lebih aktif lagi pada setiap pembelajaran yang diikuti dan melatih kembali kemampuan pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang diberikan dengan berusaha menguasai konsep mengenai meteri pelajaran. Bagi guru, hendaknya lebih kreatif lagi dalam memilih dan menggunakan berbagai model pembelajaran yang inovatif dan kreatif serta berorientasi pada kegiatan pemecahan masalah untuk memfasilitasi siswa dalam meningkatkan berbagai kemampuannya di segala aspek, khususnya pada kemampuan pemecahan masalah matematika. Bagi sekolah, hendaknya pihak sekolah mampu mengambil kebijakan yang tepat untuk lebih memaksimalkan upaya peningkatan kemampuan siswa melalui penggunaan model-model pembelajaran yang efektif dan efisien serta berdaya guna bagi perkembangan para siswa. Bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model
pembelajaran missouri mathematics project baik dalam bidang ilmu matematika maupun bidang ilmu lainnya, agar memperhatikan kelemahan yang ditemukan dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. DAFTAR RUJUKAN Erniwati.
2011. Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Depok dengan Menggunakan LKS Berbasis PMR melalui Model Pembelajaran Koperatif Tipe STADpada Pokok Bahasan Panjang Garis Singgung Lingkaran. Skripsi Program Studi Matematika Universitas Negeri Yogyakarta
Hudojo, H. Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang. Krismanto, AL. 2003. Beberapa Teknik, Model dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika. Santyasa, I W. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Makalah disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi guru-guru SMP dan SMA di Nusa Penida tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007. Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sudjana. 2005. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.
Suherman, H. Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Sukwandani, Novika. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (Mmp) dan Inquiring Minds Want To Know untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Surakarta.