Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SSCS TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS IV DI GUGUS XV KALIBUKBUK Eka Periartawan1, I Gst. Ngr. Japa 2, Wayan Widiana3 1,2,3 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran SSCS dengan kelompok siswa yang melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas IV SD No.4 Kalibukbuk yang berjumlah 35 orang dan siswa kelas IV SD No. 2 Kalibukbuk yang berjumlah 24 orang. Data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes essay. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu uji-t. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV semester I di Gugus XV Kalibukbuk yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran SSCS dengan kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional (thitung > ttabel, thitung = 10,53 dan ttabel = 2,00). Berdasarkan temuan di atas, disimpulkan bahwa model pembelajaran SSCS berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Kata kunci: Model Pembelajaran SSCS, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Abstract This research attempted to find out the difference of the mathematics problem solving ability between the students taught by SSCS teaching method and the students taught byconventional teaching method. This research is a semu experimental research. The sample of this research was 35 fourth grade studentsof SD 4 Kalibukbuk and 24 fourth grade students of SD 2 Kalibukbuk. The data of students mathematics problem solving was collected by using descriptive statistics and inferentian statistics namely t-test. The result showed that there was mathematics problem solving ability of fourth grade students in first semester in gugus XV Kalibukbuk between the students taught by using SSCS teaching method and the students taught by using conventional method (tvalue > ttable, tvalue =10.53 and ttable = 2.00). Based on the findings, it can be concluded that SSCS learning method brings positive impactto mathematics problem solving ability compare with the conventional teaching method. Keywords: SSCS teaching method, mathematics problem solving
PENDAHULUAN Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan memegang peranan
Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangun suatu bangsa. Maka pendidikan merupakan salah satu instrumen utama pengembangan SDM. Tenaga kependidikan dalam hal ini guru sebagai salah satu unsur yang berperan penting didalamnya, memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan tugas dan mengatasi segala permasalahan yang muncul. Guru merupakan komponen yang sangat menentukan komponen dalam implementasi suatu strategi pembelajaran tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode. Banyak ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran yang kurang bervariasi, memiliki kecendrungan pada metode tertentu yang kadang-kadang tidak memperhatikan tingkat pemahaman siswa terhadap informasi yang telah disampaikan. Selama ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Berbicara masalah belajar, di dalam pembelajaran matematika diperlukan adanya keaktifan siswa dalam mengerjakan permasalahan-permasalahan yang ada, bukan hanya sebagai penerima pengetahuan dari guru. Dalam hal ini, guru hendaknya bertindak sebagai pembimbing, mediator, dan fasilitator. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas SDM. Melalui pelajaran matematika, siswa dibekali dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerjasama, sehingga siswa dapat memahami dan memecahkan masalah dengan baik. kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki setiap siswa. Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting, National Council Teacher of mathematic (Hudojo, 2005:1), menyatakan bahwa belajar untuk memecahkan masalah
(problem solving) merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika. Sejauh ini, siswa masih menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang membosankan dan sulit. Siswa juga terkadang beranggapan bahwa pelajaran matematika tidak akan berguna kedepannya. Tentunya pemikiran ini bisa dihilangkan jika guru sebagai pendidik mampu membuat pembelajaran matematika menjadi menyenangkan sehingga siswa merasa nyaman dan senang dalam mempelajari matematika. Menurut As’ari (2007), pembelajaran matematika masa kini harus menghantarkan siswa menjadi : (1) pemikir analistis, (2) pemecah masalah, (3) inovatif dan kreatif, (4) komunikator yang efektif, (5) kolaborator yang efektif, (6) melek informasi dan media, (7) memiliki kesadaran global, (8) melek financial dan ekonomi. Dengan demikian pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang membiasakan pembelajaran berbasis masalah, mengajak siswa untuk selalu menjelaskan dan mempertahankan proses dan hasil kerjanya dari kritik yang di lancarkan temannya, menbiasakan siwa menyelesaikan masalah dengan berbagai macam strategi dan mengajak siswa mengevaluasi strategistrategi di tinjau dari efektivitasnya, efesiensinya, seta melakukan praktik reflektif. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dapat dilatih dan dikembangkan melalui proses pembelajaran yang dikemas sedemikian rupa dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki oleh siswa. Di samping itu, siswa perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu dengan mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ni Made Sulistiawati sebagai guru matematika yang mengajar di kelas IV Sekolah Dasar No. 4 Kalibukbuk, bahwa siswa kurang antusias dalam menerima pelajaran matematika, siswa sulit memahami materi yang diberikan oleh guru, sehingga kemampuan siswa dalam pemecahan masalah menjadi menurun. Faktor yang berkaitan dengan rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang paling utama adalah rendahnya minat siswa untuk mengikuti
Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) pelajaran dengan baik dan bersungguhsungguh. Faktor lain yang berpengaruh adalah cara mengajar guru yang tidak tepat. Beberapa guru hanya mengajar dengan satu metode yang kebetulan tidak cocok dan sulit dimengerti oleh siswa. Sehingga saat siswa diberikan suatu persoalan, siswa tidak dapat memecahkan masalah tersebut, sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah dan rata-rata nilai masih rendah dari KKM yang ada. Jadi, model pembelajaran yang diharapkan dapat membantu siswa dalam pemecahan masalah dalam pelajaran matematika adalah model pembelajaran yang mampu memberdayakan siswa, dimana pembelajaran tidak mengharuskan siswa untuk menghafal, tetapi mampu mendorong siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri dan mampu menerapkan pengetahuan tersebut untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari karena belajar untuk memecahkan masalah merupakan prinsip dasar dalam mempelajari matematika (National Council of Supervisors of Mathematics, 1978). Salah satu model pembelajaran yang relevan diterapkan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah tersebut adalah model pembelajaran Search Solve Create and Share (SSCS). Model pembelajaran SSCS merupakan salah satu pembelajaran yang terpusat pada siswa. Pizzini (1996) mengemukakan model SSCS dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh pengalaman langsung pada proses pemecahan masalah. Model pembelajaran SSCS ini memiliki cirri khas yaitu: proses pembelajaran meliputi empat fase, yaitu pertama face search yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yaitu, siswa menggali informasi sebanyakbanyaknya tentang masalah yang akan di pecahkan. Informasi yang di cari ini dapat berasal dari masalah itu sendiri ataupun literatur yang mereka miliki. Pada tahap ini siswa mengidentifikasi apa saja yang telah di ketahui dalam soal. Bagaimana solusi yang di harapakan serta bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. Kedua fase solve yang bertujuan untuk
merencanakan penyelesaian masalah. Pada tahap ini siswa dapat merencanakan berbagai macam cara untuk menyelesaikan permasalahan, ketiga fase create yang bertujuan untuk melaksanakan penyelesaian masalah, siswa menghasilkan produk yang berupa solusi masalah berdasarkan dugaan yang telah dipilih pada tahap sebelumnya, dan keempat adalah fase share bertujuan untuk mensosialisasikan penyelesaian masalah yang di lakukan, pada tahap ini siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Dalam tahap ini siswa berkesempatan untuk memberi penilaian terhadap hasil pekerjaan kelompok lain, memberikan dan menerima saran,serta berlatih untuk mengkomunikasikan apa yang mereka tulis ataupun yang masih ada dalam pikiranya. Dalam tahap ini akan terjadi perkembangan pemikiran siswa. Siswa akan mengetahui bahwa untuk menyelesaikan masalah dalam matematika dapat dilakukan dengan berbagai cara, bukan hanya dengan satu satu cara. Berdasarkan keunggulan mengenai model pembelajaran SSCS, peneliti mempunyai solusi dengan mengajukan sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Search Solve Create And Share (SSCS) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pelajaran Matematika Siswa Kelas IV Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014 Di Gugus XV Kalibukbuk Kabupaten Buleleng”. Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas IV SD di Gugus XV Kalibukbuk Kabupaten Buleleng yang mengikuti Model pembelajaran konvensional, (2) untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas IV SD di Gugus XV Kalibukbuk Kabupaten Buleleng yang mengikuti model pembelajaran SSCS, (3) untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang mengikuti model pembelajaran SSCS dan siswa yang mengikuti Model pembelajaran konvensional.
Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment) karena dalam penelitian ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2011). Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah seluruh SD yang ada di Gugus XV Kalibukbuk Kabupaten Buleleng yang terdiri dari 8 Sekolah dengan jumlah seluruh siswa adalah 175 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah class random sampling. Pemilihan sampel dilakukan dengan tehnik undian. Populasi yang ada kemudian diundi untuk mengambil dua sekolah yang digunakan sebagai sampel. Dari ke dua sekolah akan dirandom untuk menentukan dua kelas yang akan dijadikan sampel penelitian. Dari dua kelas yang terpilih, ditetapkan satu kelas sebagai kelompok eksperimen, yang diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran SSCS dan satu kelas sebagai kelompok kontrol dengan menggunakan model konvensional. Dari pengundian ini, ternyata yang menjadi kelompok eksperimen adalah kelas IV SD Negeri 4 Kalibukbukj dan yang menjadi kelompok kontrol adalah kelas IV SD Negeri 2 Kalibukbuk. Rancangan eksperimen yang digunakan adalah post-test only control group design. Pemilihan desain ini disebabkan karena peneliti hanya ingin mengetahui perbedaan yang signifikan pada kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelompok eksperimen dan kelompok control. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Agung (2010:66), metode tes dalam kaitannya dengan penelitian ialah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dites (testee),
dan dari tes tersebut dapat menghasilkan suatu data berupa skor (data interval). instrument yang digunakan untuk mengukur data tersebut adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Tes yang diberikan menggunakan bentuk uraian karena dalam menjawab soal bentuk uraian siswa dituntut untuk menjawab secara rinci sehingga proses berpikir, ketelitian sistematika penyusunan dapat dievaluasi (Suherman, 2003) dan juga untuk mengetahui bagaimana siswa menuangkan pemikirannya secara tertulis. Kemampuan pemecahan masalah dievaluasi dengan menelaah hasil tes pada akhir siklus kemudian penskorannya menggunakan acuan menurut Sutawidjaja (dalam Widnyana, 2009) Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif., yang artinya bahwa data dianalisis dengan menghitung nilai ratarata, modus, median, standar deviasi, varians, skor maksimum dan skor minimum. Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk grafik poligon. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t (polled varians). Sebelum melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan. Persyaratan yang dimaksud yaitu: (1) data yang dianalisis harus berdistribusi normal, (2) mengetahui data yang dianalisis bersifat homogen atau tidak. Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji normalitas dan uji homogenitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan pemecahan masalah matematika, data dianalisis dengan analisis deskriptif agar dapat diketahui Mean (M), median (Md), Modus (Mo), dan standar deviasi. Rangkuman hasil analisis deskriptif disajikan pada Tabel 1.
Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Tabel 1. Rekapitulasi hasil perhitungan kemampuan pemecahan masalah matematika Statistik Deskriptif
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
102,72 103,07 105,2 86,40 9,29
72 68,75 65,5 169,13 13
Mean (M) Median (Md) Modus (Mo) Varians Standar deviasi Berdasarkan tabel tersebut di atas, diketahui mean kelompok eksperimen lebih besar daripada mean kelompok kontrol. Kemudian data kemampuan pemecahan masalah pembelajaran matematika dapat disajikan ke dalam bentuk grafik poligon seperti pada Gambar 1.
kemampuan pemecahan masalah matematika kelompok kontrol yang telah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional disajikan pada Gambar 2.
Mo=65,5 M=102,72 Me=103,07 Mo=105,2
Gambar 1. Grafik Poligon Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Eksperimen Mean (M), Median (Md), Modus (Mo) digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa sebaran data kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran SSCS merupakan juling negatif karena Mo > Me > M (105,2 > 103,07> 102,72). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor siswa kelompok eksperimen cenderung tinggi. Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen dengan M = 102,72 tergolong kriteria sangat tinggi. Distribusi frekuensi data hasil
M = 72 Me=68,75
Gambar 2. Grafik Poligon Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Kontrol. Mean (M), Median (Md), Modus (Mo) digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa sebaran data kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional merupakan juling positif Mo< Me<M (65,5<68,75<72). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor siswa kelompok kontrol cenderung rendah. Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok kontrol dengan M = 72 tergolong kriteria sedang. Uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa frekuensi data hasil penelitian
Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) benar-benar berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi-square, diperoleh 2 hitung hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok 2 eksperimen adalah 7,546 dan tabel dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 3 2 adalah 7,815. Hal ini berarti, hitung hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen 2 2 2 lebih kecil dari tabel ( hitung tabel ) sehingga data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen berdistribusi normal. 2 Sedangkan, hitung hasil uji normalitas data hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok 2 kontrol adalah 5,839 dan tabel dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 3 adalah 2 7,815. Hal ini berarti, hitung hasil kemampuan pemecahan masalah 2 kelompok kontrol lebih kecil dari tabel
perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran SSCS dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di Gugus XV Kalibukbuk Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Uji yang digunakan adalah uji-F dengan kriteria data homogen Fhitung < Ftabel. Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas didapat harga Fhit hasil kemampuan pemecahan masalah matematika kelompok eksperimen dan kontrol adalah 1,10. Sedangkan Ftab dengan dbpembilang = 34, dbpenyebut = 23, dan taraf signifikansi 5% adalah 2,38. Hal ini berarti, varians data hasil kemampuan pemecahan masalah matematika kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen. sehingga pengujian hipotesis penelitian dengan uji-t dapat dilakukan. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians. Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika thitung > ttabel dan terima H0 jika thitung < ttabel, dimana ttabel diperoleh dari tabel distribusi t pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan db = n1 + n2 – 2. Hasil perhitungan uji t disajikan pada Tabel 1.
( 2 hitung 2 tabel ) sehingga data hasil kemampuan pemecahan masalah siswa kelompok kontrol berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh thitung sebesar 10,53. Sedangkan, ttabel dengan db =57 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,00. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat
Tabel 1. Hasil perhitungan uji t Kelompok Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
Standar Deviasi 9,29
35
13
24
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dicapai dengan model pembelajaran SSCS berbeda dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model
n
db
thitung
ttabel
Kesimpulan
57
10,53
2,00
thitung > ttabel H0 ditolak
pembelajaran SSCS lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan
Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) dengan model pembelajaran SSCS adalah 102,72 berada pada kategori sangat tinggi dan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi konvensional adalah 72 berada pada kategori sedang. Jika skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Pada kelompok kontrol, jika kemampuan pemecahan masalah matematika siswa digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah. Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t, diketahui thit = 10,53 dan ttab (db=57 dan taraf signifikansi 5%) = 1,980. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thit lebih besar dari ttab (thit > ttab), sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran SSCS dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di Gugus XV Kalibukbuk Kabupaten Buleleng. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran SSCS berpengaruh terhadap pemecahan masalah matematika siswa. Dari hasil analisis tersebut, tentu saja terdapat berbagai hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan hasil kemampuan pemecahan masalah matematika secara signifikan antara siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran SSCS dan siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan adanya perlakuan pada proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah, tanyajawab serta mengerjakan tugas dan latihan. Sehingga siswa lebih pasif dalam mengikuti pembelajaran. Dalam penelitian ini, guru masih berorientasi pada buku dan guru jarang mengaitkan materi yang dibahas
dengan masalah-masalah nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan siswa cenderung menghapalkan setiap konsep yang diberikan tanpa memahami dan mengkaji lebih lanjut dari konsep-konsep yang diberikan. Kurang pahamnya siswa terhadap materi yang diberikan akan berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa itu sendiri. Hal ini akan menyebabkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa menjadi tidak optimal. Berbeda dengan model pembelajaran SSCS, ditinjau dari kegiatan belajar, aktivitas siswa terlihat lebih aktif dan antusias dalam belajar. Hal ini tidak terlepas dari setting pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompoknya dalam menyelesaikan masalah. Pada model pembelajaran SSCS memakai pendekatan problem solving, didesain untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan meningkatkan pemahaman terhadap konsep ilmu (Baroto:2009). Model pembelajaran Search, Solve, Create and Share melibatkan siswa dalam menyelidiki sesuatu, membangkitkan minat bertanya serta memecahkan masalah-masalah yang nyata. Sebagai salah satu model pembelajaran yang berorientasi pemecahan masalah, model SSCS mengutamakan proses dari setiap langkah-langkah pemecahan masalah (Irwanpalala, 2010). Langkah pertama pada model pembelajaran SSCS adalah langkah Search (dalam Ekantara, 2011) yang meliputi kegiatan penyelidikan awal tentang suatu masalah yang di berikan kepada siswa yang diawali dengan guru menyampaikan indicator pembelajaran dan mengajukan fenomena atau cerita untuk memunculkan permasalahan. Siswa dapat menuliskan atau mendaftarkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan sebagai hasil dari penyelidikan mereka secara mendalam terhadap masalah yang ada. Setelah langkah Search dilanjutkan dengan langkah Solve. yaitu siswa menghasilkan dan melaksanakan rencana untuk menentukan solusi dari permasalahan atau
Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) soal yang ada atau membuat soal sendiri. Dengan bekerja dalam kelompok, pada tahap ini siswa dimungkinkan untuk bertukar pikiran dengan anggota kelompoknya guna mengembangkan pemikiran kritis dan kemampuan kreatif, membuat hipotesis yang dalam hal ini berupa dugaan jawaban. Setelah langkah solve maka langkah selanjutnya adalah langkah create. Pada tahap ini, siswa menghasilkan produk yang berupa solusi dari permasalahan berdasarkan dugaan yang telah dipilih pada tahap sebelumnya.pada tahap ini siswa menguji dugaan yang dibuat apakah dugaan mereka benar atau salah,atau mampukah solusi yang mereka peroleh menjawab persoalan yang ada. Di samping itu, siswa dapat menampilkan hasil yang mereka peroleh dalam kerja kelompok sekreatif mungkin. Selanjutnya langkah terakhir yang dilakukan adalah langkah share. Pada tahap ini siswa menyampaikan atau mempresentasikan temuan, solusi atau kesimpulan yang mereka peroleh ketika bekerja dalam kelompoknya di depan kelas. Siswa dapat saling menilai, mengemukakan dan membagi ide, cara penyelesaian dan sebagainya dengan siswa lain atau guru, guna menambah pemahaman siswa itu sendiri. Selain itu, dalam tahap ini siswa juga dapat berlatih menyampaikan pendapat atau mengkomunikasikan apa yang mereka tulis ataupun yang ada dalam pikiran mereka. Dalam model pembelajaran SSCS yang diterapkan juga menekankan pada penggunaan LKS yang berorientasi pada model pembelajaran SSCS yang diberikan kepada siswa menuntun siswa untuk bekerja secara optimal. LKS ini berisikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan LKS ini siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran dan dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Selain itu, siswa akan mampu mengingat dan memaknai konsep lebih lama sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman konsep, melatih kerjasama kelompok dalam memecahkan masalah dan melatih keterampilan serta logika berpikir siswa (dalam Wibawati:2009). Dengan seperti ini maka hasil kemampuan
pemecahan masalah siswa pun akan meningkat dan bisa mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran SSCS dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas IV ganjil tahun pelajaran 2013/2014 di Gugus XV Kakibukbuk Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati yang menyatakan bahwa hasil belajar matematika siswa meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Wibawati yang menyatakan bahwa hasil belajar siswa meningkat. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Sutari (2007) yang menyatakan bahwa hasil yang diperoleh, secara umum penelitian dengan menggunakan model SSCS (Search, Solve, Create And Share) ini telah berhasil memecahkan masalah yang selama ini dihadapi siswa kelas IV SD Negeri 3 Banyuasri. Dari pemaparan diatas, secara umum penelitian ini telah mampu menjawab permasalahan penelitian sebagaimana yang telah dirumuskan pada rumusan masalah. Pengaruh model pembelajaran SSCS sudah mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV SD No. 4 Kalibukbuk. Selain itu, setelah diterapkan model pembelajaran SSCS apresiasi siswa tergolong sangat tinggi dan penerapan model pembelajaran pembelajaran SSCS ini berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. PENUTUP Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh thit sebesar 10,53. Sedangkan, ttab dengan db = 57 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,00. Hal ini berarti, thit lebih besar dari ttab (thit > ttab), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan
Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) masalah matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran SSCS dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus XV Kalibukbuk Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Dari rata-rata ( X ) hitung, diketahui X kelompok eksperimen adalah 102,72 dan X kelompok kontrol adalah 72. Hal ini berarti, X eksperimen > X kontrol. Berdasarkan hasil temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran SSCS berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV di Gugus XV Kalibukbuk Kabupaten Buleleng. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Bagi guru yang menemukan permasalahan yang sama dengan penelitian yang dilakukan maka disarankan untuk menggunakan model pembelajaran SSCS. (2) Peneliti yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran SSCS dalam bidang ilmu matematika maupun bidang ilmu lainnya yang sesuai agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami, diantaranya masalah waktu pelaksanaan penelitian dan biaya yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. DAFTAR RUJUKAN Agung.
As’ari,
A. A. G. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha. A.R (2007). Pembelajaran Matematika Inovatif: Masih Adakah Ruang untuk Inovasi. http//www.Indoms.org/arsipseminar/Pembelajaran Matematika Inovatif: Masih adakah ruang untuk inovasi.pdf.
Baroto, Gogol. 2009. Pengaruh Model Pembelajaran PBL dan Pembelajaran SSCA Ditinjau dari Kreativitas dan Intelegensi Siswa. Tesis. PPs Universitas Sebelas Maret. Tidak diterbitkan Ekantara. 2011. Implementasi Model Pembelajaran SSCS Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 2 Tegallalang. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Fisika, FMIPA Undiksha Hudojo, H. Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang. Irwanpalala. 2010. Pendidikan dan Budaya. http//www.wordpres.com, januari 2013. National Council of Supervisors of Mathematics. 1978. Position Paper on Basic Mathematics Skills. Mathematics Teacher. (Reprinted from position paper distributed to members January 1977) Nurhayatni, Ratna. 2012. “Penerapan Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Search, Solve, Create And Share (SSCS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Negeri 30 Bandung”. Skripsi (tidak diterbitkan). Pizzini, E.L. 1996. Implementation Handbook for the SSCS Problem Solving Instructional Model. Lowa: The University of Lowa Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Cetakan Ke-12. Bandung:Alpabeta. Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Sutari. 2007. Penerapan Model Pemerolehan Konsep Yang Dilandasi Pendekatan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Strategis Siswa Kelas IV SD No 3 Banyuasri. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Widnyana, I Wayan. 2009. “Implementasi Strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Motivasi
Belajar Matematika Siswa Kelas VII D SMP Negeri 2 Sawan”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Ganesha. Wibawati, Fina. 2009. “Penerapan Pembelajaran Kooperatif SSCS (Search, Solve, Create And Share) Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Pokok Bahasan Ekosistem Di Kelas VII E Semester II Smp Al Islam I Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009”. Skripsi (tidak diterbitkan).