e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENGARUH PBI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS V I Ketut Andita Opasana1, Dewa Nyoman Sudana2, Ni Wayan Rati3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) dengan siswa yang dibelajarkan secara konvensional pada siswa kelas V di gugus VI Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di gugus VI Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumblah 119 orang. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas V SD Negeri 2 Kampung Baru yang berjumblah 21 orang dan siswa SD Negeri 7 Kampung Baru yang berjumblah 20 arang. Data kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika siswa dikumpulkan dengan tes berbentuk uraian. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan model pemebelajaran Problem-Based Instruction (PBI) dengan rata-rata 15,65 sedangkan siswa yang dibelajarkan secara konvensional rata-ratanya 8,25, dengan demikian kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan model pemebelajaran Problem-Based Instruction (PBI) lebih baik daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional. Hasil perhitungan Uji-t, menunjukan thitung sebesar 72,714 dan ttabel sebesar 2,021. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) dengan siswa yang dibelajarkan secara konvensional pada siswa kelas V di gugus VI Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2015/2016. Berdasarkan simpulan tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Kata kunci: PBI, kemampuan pemecahan masalah matematika. Abstract The study aims to find a significant difference of the mathematical problem solving ability of students who taught by Problem-Based Instruction (PBI) method and the students who taught conventionally in fifth grade cluster VI District of Buleleng in the academic year 2015/2016. This research is a quasi-experimental research. The population of the study was all students in fifth grade cluster VI District of Buleleng in the academic year 2015/2016 which amounted to 119 people. The Samples of this research were fifth grade students of Elementary School No.2 Kampung Baru which amounted 21 people and students of Elementary School No. 7 Kampung Baru which amounted 20 people. The data’s students of problem-solving skills in mathematics
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 was gathered by the test in the form of a description. Data collected were analyzed by using descriptive statistical analysis and inferential statistics. The average of the students’ ability in problem-solving of mathematics who taught by the Problem-Based Instruction (PBI) learning models were15.65 while students who taught conventionally were 8.25, there fore the students who taught by the Problem-Based instruction (PBI) learning models is better than a group of students who taught by conventional models. The results of t-test calculation, shows ttest 17,714 and ttable 2,021. So, it can be concluded that there are the significant differences of student’s ability in mathematical problem-solving who taught by Problem-Based Instruction (PBI) method and students who taught conventionally in fifth grade cluster VI District of Buleleng in the academic year 2015/2016. Based on the conclusions can be said that there are significant learning model of Problem-Based Instruction (PBI) to the mathematical problem soving abilities. Keywords: PBI, problem-solving in mathematics.
PENDAHULUAN Permasalahan di bidang pendidikan hingga saat ini masih menjadi masalah utama di Indonesia. Pendidikan mempunyai peran yang penting dalam pembangunan suatu bangsa yang mana pendidikan itu sendiri berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya guna meningkatkan kualitas pendidikan yakni mencakup semua komponen pendidikan dimulai dari pembaruan kurikulum, kualifikasi guru, hingga pemenuhan sarana dan prasarana yang dapat menunjang proses belajar mengajar. Produk pendidikan yang berkualitas tidak terlepas dari peran pendidik dalam proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik dituntut untuk mampu menciptakan situasi pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran, salah satunya dalam pembelajaran Matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan di semua jenjang pendidikan sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi. Mata pelajaran ini memiliki peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Banyak permasalahan dalam kehidupan seharihari yang dapat dipecahkan dengan ilmu Matematika seperti menghitung, mengukur, dan lain sebagainya. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta
didik dengan kemampuan berpikir logis, kreatif, kritis, dan memiliki kemampuan bekerjasama. Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Ini menandakan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran akan lebih terarah apabila dimulai dengan permasalahan yang harus dipecahkan siswa. Situasi yang menuntut siswa mampu memecahkan masalah akan mendorong siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara maksimal (Aisyah, 2007). Belajar hafalan kurang memberdayakan kemampuan berpikir siswa, sehingga implikasinya adalah kemampuan pemecahan masalah siswa tidak dapat berkembang secara optimal. Sebaliknya, kemampuan berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisa masalah, memecahkan permasalahan secara ilmiah, mengevaluasi teknik memecahkan permasalah sampai proses metakognisis cendrung tidak berkembang Hal ini menunjukan bahwa dalam pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari dan sekaligus melibatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran. Untuk menguasai matematika siswa tidak perlu menghafal semua rumus yang ada di dalamnya, akan tetapi memahami cara untuk memecahkan masalah. Menurut 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 Hudojo (2005:126), “Matematika yang disajikan kepada siswa-siswa yang berupa masalah akan memberikan motivasi kepada mereka untuk mempelajari pelajaran tersebut”. Para siswa akan merasa puas bila mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapkan kepadanya. Kepuasan intelektual ini merupakan hadiah intrinsik bagi siswa tersebut. Karena itu alangkah baiknya bila aktivitas-aktivitas matematika seperti mencari generalisasi dan menanamkan konsep melalui strategi pemecahan masalah. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia ditandai dengan adanya penyempurnaan-penyempurnaan kurikulum yang dilaksanakan oleh pemerintah pada setiap aspek pendidikan. Salah satu aspek pendidikan yang mengalami perkembangan terus menerus guna meningkatkan kualitas pendidikan adalah kurikulum pendidikan nasional. Penyempurnaan kurikulum yang terjadi yaitu adanya penyempurnaan dari kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004. Kemudian sekarang dilakukan penyempurnaan lagi dari dengan merevisi KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 dan dapat juga dilakukan penyempurnaan Kurikulum KTSP menjadi Kurikulum 2013, namun tidak berjalan dengan baik sehingga kembali lagi ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berhasil tidaknya pelaksanaan KTSP ini tidak terlepas dari peran guru sebagai pelaksana pendidikan. Seorang guru dituntut mampu mengembangkan motode-metode pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum dan sesuai dengan kondisi siswa dilapangan. Pemilihan metode pembelajaran yang sesuai akan membantu terciptanya suasana yang kondusif dan interaktif, sehingga dapat meningkatkan pemecahan masalah siswa dalam belajar, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan mutu pendidikan. Peranan guru dalam proses pembelajaran sangat penting karena seorang guru harus merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi
pembelajaran yang dilakukan. Dalam merancang pembelajaran, seorang guru harus memperhatikan tujuan diselenggarakan pembelajaran itu sendiri, termasuk di dalamnya pembelajaran matematika. Kemampuan pemecahan masalah merupakan kompetensi yang harus dimiliki siswa sebagaimana dinyatakan dalam kurikulum matematika yang tercantum dalam standar isi pembelajaran matematika. Kemampuan pemecahan masalah perlu dikuasi siswa sebagai bekal bagi mereka dalam menghadapi masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia kerja. Hal inilah yang merupakan alasan mengapa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika dan menjadi salah satu standar kelulusan siswa (Depdiknas, 2006). Untuk itu guru perlu memberikan masalah-masalah yang menantang dan memotivasi siswa. Kemampuan pemecahan masalah merupakan kompetensi yang harus dimiliki siswa sebagaimana dinyatakan dalam kurikulum matematika yang tercantum dalam standar isi pembelajaran matematika. Kemampuan pemecahan masalah perlu dikuasi siswa sebagai bekal bagi mereka dalam menghadapi masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia kerja. Hal inilah yang merupakan alasan mengapa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika dan menjadi salah satu standar kelulusan siswa (Depdiknas, 2006). Untuk itu guru perlu memberikan masalah-masalah yang menantang dan memotivasi siswa. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada hari selasa tanggal 8 Desember 2015 di sekolah-sekolah yang ada di gugus VI kecamatan Buleleng, yang terdiri dari 5 sekolah yaitu SD Negri 1 Kampung Baru, SD Negri 2 Kampung Baru, SD Negri 3 Kampung Baru, SD Negri 5 Kampung Baru, dan SD Negri 7 Kampung Baru menunjukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada umumnya masih rendah. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi akhir siswa pada Tabel 1 sebagai berikut. 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Tabel 1 Nilai Rata-Rata Matematika Siswa Kelas V di Gugus VI Kecamatan Buleleng No
Nama Sekolah
KKM
1 2 3 4 5
SD N 1 Kampung Baru SD N 2 Kampung Baru SD N 3 Kampung Baru SD N 5 Kampung Baru SD N 7 Kampung Baru
64 60 70 65 66
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat di ketahui bahwa rata-rata nilai matematika siswa kelas V dari seluruh SD yang ada di gugus VI Kecamatan Buleleng, semuanya masih belum mencapai KKM yang ditetapkan di masing-masing sekolah. Nilai rata-rata yang masih belum mencapai KKM tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan siswa dalam bidang matematika masih rendah. Seperti yang dipaparkan sebelumnya bahwa pemecahan masalah matematika dapat tercermin dari nilai matematika siswa, dapat diketahui bahwa pemecahan masalah matematika siswa juga masih rendah. Adapun kelemahan siswa pada kemampuan pemecahan masalah matematika adalah pada aspek merencanakan penyelesaian dan memeriksa kembali. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran cendrung berpusat pada guru dengan menerapkan model pembelajaran konvensional. Dengan pembelajaran seperti ini partisipasi dan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar belum optimal. Sehingga, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan tersebut. Setelah ditelusuri ternyata penyebab rendahnya nilai rata-rata matematika siswa adalah masih dominannya penggunaan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan yang berlangsung secara terusmenerus. Seperti yang diungkapkan Rasana (2009) bahwa pembelajaran yang demikian termasuk pembelajaran yang
Rata-rata Kelas
Ket.
57.93 59.43 61.08 58.31 61.95
Belum Mencapai KKM Belum Mencapai KKM Belum Mencapai KKM Belum Mencapai KKM Belum Mencapai KKM
menggunakan model pembelajaran konvensional. Adapun beberapa kelemahan dari pembelajaran yang menggunakan model konvensional adalah membosankan dan melemahkan semangat siswa dalam belajar. Untuk mengatasi kelemahankelemahan akibat penggunaan model pembelajaran konvensional tersebut, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat menghilangkan kebosanan dan meningkatkan semangat siswa dalam mengikuti pelajaran. Dengan penggunaan model pembelajaran yang dapat mengatasi model pembelajaran konvensional tersebut maka secara sinergis akan dapat meningkatkan nilai rata-rata matematika siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran yang diduga cocok untuk digunakan dalam pembelajaran adalah model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI). Model pembelajaran ProblemBased Instruction (PBI) merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi, 2003). Adapun kelebihan dari penggunaan model pembelajaran tersebut adalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif, motivasi, dan juga dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok. Kelebihan-kelebihan model pembelajaran 4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 Problem-Based Instruction (PBI) tersebut, akan dapat mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh pembelajaran konvensional. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) dengan siswa yang dibelajarkan secara konvensional pada siswa kelas V di gugus VI Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2015/2016.
disusun berdasarkan indikator ketercapaian pembelajaran. Uji coba tes kemampuan pemecahan masalah matematika meliputi validitas isi, validitas butir, reliabilitas tes, daya beda butir tes dan tingkat kesukaran butir tes. Untuk menentukan tinggi rendahnya kualitas variabel-variabel tersebut, skor rata-rata (mean) tiap-tiap variabel dikonversikan dengan kriteria rata-rata ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (SDi). Metode analisis data penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas dari kemampuan pemecahan masalah siswa, baik yang diajar dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) maupun yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Analisis varian digunakan untuk mengkaji varian-varian penelitian. Adapun analisis varian yang dilakukan adalah uji normalitas data, uji homogenitas data, dan uji hipotesis. Uji normalitas dan uji homogenitas data dilakukan terlebih dahulu sebagai uji prasyarat untuk dapat melakukan uji selanjutnya yaitu uji hipotesis. Pengujian terhadap hipotesis penelitian yang telah dirumuskan dilakukan melalui metode statistika. Pengujian hipotesis digunakan formula statistik uji-t dan pengujian hipotesis digunakana teknik korelasi product moment. Sebelum dilakukan uji hipotesis dengan metode statistika tersebut, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yang meliputi uji normalitas sebaran data, uji homogenitas varians dan Uji Linieritas data. Seluruh pengujian yang dilakukan digunakan bantuan Microsoft Excel 2010 for Windows.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi exsperiment). dengan rancangan Post-Test Only Control Group design. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas V di SD Gugus VI Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 119 orang siswa. Sampel yang digunakan telah diuji kesetaraannya. Sampel penelitian adalah siswa kelas V SDN 2 Kampung Baru, dan SDN 7 Kampung Baru yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu satu variabel bebas, satu dan satu variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika. Dengan demikian desain analisisnya yang digunakan adalah uji-t. Pengumpulan data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V di Gugus VI Kecamatan Buleleng, data yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Metode tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat tes. Perangkat tes yang digunakan adalah tes uraian yang berjumlah 5 butir soal. Penyusunan instrumen tes kemampuan pemecahan masalahh matematika berpedoman pada kisi-kisi tes yang telah
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika yang diperoleh oleh kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) adalah 15,65 dan ratarata skor kemampuan pemecahan masalah matematika yang diperoleh oleh kelompok siswa yang dibelajarkan dengan 5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 pembelajaran konvensional adalah 8,25. Dengan demikian, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Tabel 2. Ringkasan Hasil Perhitungan Uji-t Kelompo N Data k Eksperimen 20 Kemampuan Kontrol 21 pemecahan masalah Matematika Berdasarkan hasil menggunakan rumus
Untuk pembuktian hipotesis yang disajikan dilakukan pengujian dengan Microsoft Excel 2010 for Windows.. Pengujian hipotesis digunakan teknik uji-t. Adapun ringkasan hasil pengujian dengan teknik uji-t tersaji pada Tabel 2.
X
15,65 8,25
perhitungan Chi-Kuadrat,
Thitun ttab (t.s. 5%) g 11,49 2,021
maka H0 diterima, ini berarti bahwa varians kemampuan pemecahan masalah matematika kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil belajar siswa kelompok eksperimen dan kontrol
diperoleh hitung hasil post-test kelompok eksperimen dan kontrol berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antar 2
2 s 3,71 4,26
Tabel 3 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians antar Kelompok Eksperimen dan kontrol Sumber Data Fhitung Ftabel Status Post-test Kelompok Eksperimen dan 1,15 2,16 Homogen Kontrol kelompok eksperimen dan kontrol. Uji adalah normal dan homogen. Setelah yang digunakan adalah uji-F dengan diperoleh hasil uji prasyarat analisis data, kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. analisis dilanjutkan dengan pengujian Rekapitulasi hasil uji homogenitas varians hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol antar kelompok eksperimen dan kontrol (H0). Pengujian hipotesis tersebut disajikan pada Tabel 3. dilakukan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan Berdasarkan hasil perhitungan, rumus polled varians.Rekapitulasi hasil diketahui Fhitung hasil belajar kelompok perhitungan uji-t antara kelompok eksperimen dan kontrol adalah 1,15, eksperimen dan kelompok kontrol sedangkan Ftabel pada dbpembilang = 20, disajikan pada tabel 4. dbpenyebut = 19, dan taraf signifikansi 5% adalah 2,16. Hal ini berarti Fhitung
X
15,65 8,25
masalah Matematika Berdasarkan tabel rangkuman analisis di atas, dapat diketahui thitung = 11,49 dan ttabel = 2,021 untuk db = 39 pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan kriteria
2 s 3,71 4,26
Thitung 11,49
ttab (t.s. 5%) 2,021
pengujian, karena thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika antara 6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) dengan siswa yang dibelajarkan secara konvensional pada siswa kelas V di Gugus VI Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2015/2016. Berdasarkan analisis deskriptif dan uji hipotesis, dapat diambil suatu informasi bahwa ternyata model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) cenderung unggul dalam menentukan kemampuanpemecahan masalah matematika yang diperoleh siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional terutama pada ranah kognitif. Perbedaan yang signifikan antara siswa dibelajarkan melalui model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) dengan siswa yang dibelajarkan secara konvensional disebabkan karena perbedaan perlakuan pada langkah-langkah pembelajaran dan proses penyampaian materi. Pembelajaran dengan model pembelajaran ProblemBased Instruction (PBI) menekankan aktivitas guru dan siswa melalui langkah-langkah, yaitu: 1) Orientasi siswa pada masalah, 2) Mengorganisasi siswa untuk belajar, 3) Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pembelajaran dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) menekankan aktivitas siswa lebih banyak dibandingkan guru melalui pembelajaran antar kelompok dengan pemberian masalah yang berkaitan dengan kehidupan seharihari. Selain itu Pembelajaran dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) siswa dapat saling berbagi pengetahuan dan berusaha menggali informasi secara mandiri serta siswa dipandang sebagai subjek belajar sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran berlangsung. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kurniasih (2015)
yang menyatakan bahwa tujuan pemebelajaran Problem-Based Instruction (PBI) adalah membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik, menjadi siswa yang mandiri, untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfer pengetahuan baru, mengembangkan pemikiran kritis dan keterampialan kreatif, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan motivasi belajar siswa untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru. Pembelajaran dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) dimulai tahap orientasi siswa pada masalah, pada tahapan ini guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran secara jelas, menumbuhkan sifat-sifat positif terhadap pelajaran, dan memberikan apa yang diharapkan untuk dilakukan oleh siswa. Penyampaian tujuan tersebut, guru menyajikan situasi masalah dengan hati-hati atau dengan prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi masalah. Siswa diberikan kesempatan untuk membangun pemikiran orisinalnya dalam memahami setiap permasalahan yang ditemuinya melalui masalah kontekstual. Ciri utama tahapan ini adalah siswa mengkaji informasi yang diberikan dalam masalah dan mampu menuangkan kembali dengan katakatanya sendiri. Pada tahap ini, siswa dapat membuat hubungan antara materi yang telah dipelajari, masalah yang pernah diselesaikan, dan masalah baru yang ia temui dalam pembelajaran. Tahapan ini juga memberikan kesempatan dalam membuka dan memperluas pemahaman permasalahan yang diberikan oleh guru. Setelah tahap orientasi pada masalah dan melibatkan siswa dalam memahami masalah kontekstual berlangsung dilanjutkan dengan tahapan mengorganisasikan siswa 7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 untuk belajar, dalam tahapan ini guru memberikan tugas kelompok yang merupakan satu kesatuan proses untuk membangun pengetahuan matematika secara prosedural dan konseptual dalam diri peserta didik berupa kemampuan untuk dapat membedakan konsep dengan yang bukan konsep. Sehingga dalam proses siswa akan paham akan konsep apa yang akan digunakan yang ditandai oleh kemampuan siswa dalam memilih konsep maupun prosedur yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah dan memberikan alasan atas konsep maupun prosedur yang digunakan. Pada tahap ini juga siswa mampu menemukan prosedur atau gagasan baru maupun ide-ide yang sudah pernah ia lihat sebelumnya dalam menyelesaikan masalah sejenis. Tahap berikutnya adalah tahap membimbing penyelidikan individu mapun kelompok. Pada tahap ini guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagi sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Baru masuk ke tahap organisasi masalah dan evaluasi, yang merupakan proses untuk mencermati atau merenungkan kembali keseluruhan proses sebelumnya secara mendalam. Proses ini merupakan ruang evaluasi diri untuk membuka kesadaran mendalam bagaiman dan mengapa suatu konsep, prinsip prosedur matematika berkaitan satu sama lain dan dapat disajikan untuk membangun konsep baru. Tahapan-tahapan yang diterapkan melalui model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) ini menyebabkan siswa terbiasa untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah. Hal ini dapat diamati dari cara siswa memahami masalah, dimana siswa tidak menyalin mentah-mentah kalimat yang diberikan dalam masalah yang diberikan, tetapi mampu menyeleksi inti informasi yang diberikan, kemudian siswa mampu
menyusun sebuah perencanaan yang masuk akal, dan menggunakannya dalam memecahkan masalah. Pada akhirnya melalui penerapan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) dalam kegiatan pembelajaran di kelas dapat mewujudkan tujuan pembelajaran matematika seperti yang di jelaskan Billstein (2007), yaitu siswa menjadi seorang pemecah masalah yang baik (good problem solver). Peranan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) terlihat lebih baik dibandingkan pembelajaran secara konvensional, Apabila guru kesulitan memberikan bantuan kepada siswa agar hanya sebatas memberi arahan dan tidak sampai pada temuan yang seharusnya ditemukan oleh siswa itu sendiri, pada model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI), guru mampu memberikan pertanyaan efektif yang merupakan bantuan dari guru ketika melihat siswa mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas pemecahan masalah. Hasil analisa terhadap lembar pemecahan masalah yang dugunakan siswa untuk menjawab tes kemampuan pemecahan masalah memperlihatkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami permasalahan, memilih, dan menerapkan prosedur daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional. Ditinjau dari segi interaksi siswa pada saat pembelajaran, suasana kelas pada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) lebih kondusif terutama pada saat kegiatan diskusi dan siswa mulai mempunyai kesadaran untuk memberikan kesempatan pada temannya yang kurang mampu untuk bergabung dalam kegiatan diskusi, 8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 bahkan untuk mewakili kelompok menyajikan hasil diskusi. Adapun kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) lebih baik dari pada siswa yang dibelajarkan secara konvensional, karena pada model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) siswa tidak hanya diberi kesempatan untuk menggali lebih dalam kemampuan pemecahan masalah matematika melaluli langkal sebelumnya, tetapi juga dirangsang kembali motivasi untuk menyelesaikan masalahnya melalui pertanyaan efektif. Siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran ProblemBased Instruction (PBI) lebih mampu memahami permasalahan dan menyusun perencanaan yang logis serta menyelesaikan masalah yang diberikan. Selain itu, siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) juga lebih memiliki kesadaran untuk memeriksa kembali apa yang telah dikerjakannya dan tidak cepat berpuas diri pada apa yang dikerjakan bersama kelompoknya. Ditinjau dari kegiatan belajar, aktivitas siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) terlihat lebih aktif dan antusias dalam belajar. Hal ini tidak terlepas dari pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk berdiskusi dan mencoba strategi yang ada dipikirannya dalam menyelesaikan masalah.
2015/2016. Perbedaan tersebut dilihat dari rata-rata skor kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) lebih besar daripada kelompok siswa yang dibelajarkan secara konvensional yaitu 15,65 > 8,25. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut, (1) Guru disarankan untuk menerapkan model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI), karena model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) akan meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran baik bertanya saat ada materi pelajaran yang belum dimengerti, menjawab saat guru mengajukan masalah dan berperan aktif dalam melakukan diskusi kelompok sehingga akan berimplikasi pada pencapaian hasil belajar yang lebih optimal, (2) Penelitian ini terbatas membahas pada materi Matematika yaitu tentang sifat-sifat bangun datar dan siifatsifat bangun ruang, melibatkan sampel terbatas, dan mengukur satu variabel yaitu kemampuan pemecahan masalah Matematika siswa. Kepada peneliti lain, disarankan agar mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) dalam bidang ilmu Matematika maupun bidang ilmu lainnya. Pada materi-materi Matematika yang lain dan lebih luas, melibatkan sampel yang lebih besar misalnya dalam satu kecamatan atau satu kabupaten serta melibatkan variabelvariabel yang lain sehingga mendapatkan hasil yang lebih optimal, dan (3) Berdasarkan penelitian ini, disarankan bagi mahasiswa PGSD agar mempelajari model-model pembelajaran yang ada dan selalu lebih inovatif dalam hal menemukan model pembelajaran agar dapat dipergunakan dalam meningkatkan hasil belajar maupun kemampuan pemecahan masalah,
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah Matematika antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Problem-Based Instruction (PBI) dengan siswa yang dibelajarkan secara konvensional pada siswa kelas V di Gugus VI Kecamatan Buleleng tahun pelajaran
DAFTAR PUSTAKA Aisyah, Nyimas dkk. 2007. Pengembangan pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. 9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 Billstein, dkk. 2007. A Problem Solving Apprach To Mathematics For Elementary School Teacher. Pearson Education, Inc. USA. Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Hudojo, H. Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang. Kurniasih, Imas. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru: Kata Pena. Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang: UM. Press. Rasana. 2009. Laporan Sabbatical Leave Model-Model Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
10