Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH STRATEGI PEMECAHAN MASALAH BERBASIS TEORI POLYA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V I Pt Eka Sugiantara1, Ni Wyn Arini2, I Dw Kade Tastra3 1, 2
Jurusan PGSD, 3Jurusan TP, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Masalah penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar matematika siswa. Tujuannya yaitu untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran langsung pada kelas V di Gugus VIII Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah kelas V di Gugus VIII Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 109 orang. Sampel penelitian ini yaitu kelas V SD No. 1 Paket Agung yang berjumlah 33 orang dan kelas V SD No. 2 Paket Agung yang berjumlah 30 orang. Data hasil belajar matematika siswa dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk uraian. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa thit = 12,63 dan ttab (pada taraf signifikansi 5%) = 2,00. Hal ini berarti bahwa thit > ttab, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran langsung. Dari rata-rata kelompok eksperimen sebesar 98,79 dan rata-rata kelompok kontrol sebesar 64,9. Hal ini berarti rata-rata kelompok eksperimen > rata-rata kelompok kontrol. Dengan demikian strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V di Gugus VIII Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Kata-kata kunci: strategi pemecahan masalah, teori Polya Abstract The problem of this research was student low matemathic learning outcomes. Based on that, this research aimed to determine the differences in mathematical learning outcomes between students who learned through problem solving strategy based on Polya theory and the students who learned through direct instruction strategy. This research is a quasiexperimental design. The population in this research was all the students in fifth grade of elementary schools in Gugus VIII District Buleleng Academic Year 2013/2014, the total amount is 109 students. The samples used in this research was grade five of SD No 1 Paket Agung consisted of 33 students and grade five of SD No 2 Paket Agung consisted of 30 students. Learning outcomes data were collected by using essay test. The data collected were analyzed by using descriptive statistics and inferential statistics (t-test). The result of the study showed that tanthematic= 12.63 and ttable (in the significance level of 5%) = 2.00. It means that tarithematic>ttable, and it can be concluded that there are significant differences in mathematical learning outcomes between students who learned through problem solving strategy based on Polya theory and the students who learned through direct instruction strategy. The average score of the experimental group students is 98.79 and the average
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) score of the control group students is 64.9. That means, the average score of the experimental group students > average score of the control group students.So, it can be concluded that problem solving strategy based on Polya theory affected students mathematical learning outcomes fifth grade students of elementary schools in Gugus VIII District Buleleng Academic Year 2013/2014. Keywords: problem solving strategy, Polya theory
PENDAHULUAN Matematika merupakan bidang ilmu yang mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lepas dari dukungan dan peranan matematika. Depdiknas (2006:2) menyatakan bahwa “perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit”. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Penguasaan matematika sejak dini bisa dimulai saat anak berada di sekolah dasar. Hal ini sebagaimana dimaksud Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 17 ayat 1) menyebutkan bahwa “pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah”. Untuk itu matematika sejak dini harus dipahami dengan baik dan benar, karena konsep-konsep dalam matematika merupakan suatu rangkaian konsep yang menimbulkan hubungan sebab akibat, sehingga pemahaman yang salah terhadap suatu konsep akan berakibat pada kesalahan pemahaman terhadap konsepkonsep selanjutnya (Prihandoko, 2006). Peranan matematika yang begitu besar ternyata tidak sesuai dengan kualitas proses dan hasil pembelajaran matematika siswa khususnya di sekolah dasar. Kebanyakan siswa menganggap matematika sulit dipelajari. Menurut Suherman, dkk (2003:67) "matematika bersifat abstrak sehingga proses pembelajarannya tidak mudah". Hal itu sejalan dengan fakta di lapangan bahwa para siswa mengalami kesulitan dalam belajar terutama matematika. Hal ini
merupakan tantangan bagi guru untuk menjadikan proses pembelajaran matematika menarik, mudah dipahami siswa, dan menumbuhkan proses berpikir kritis siswa yang bermuara pada meningkatnya hasil belajar siswa. Tugas dan peran guru dalam proses pembelajaran tidak hanya sebagai pemberi informasi, tetapi juga sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa agar siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui berbagai aktivitas yang menuntut peran aktif siswa dalam pembelajaran. Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika memegang peranan penting. Hal tersebut senada dengan teori belajar yang dikemukakan Gagne (dalam Suherman, dkk 2003:89) bahwa “kemampuan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah”. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting dalam pembelajaran maupun penyelesaian suatu permasalahan (Suherman, dkk, 2003). Siswa akan memperoleh pengalaman dalam menggunakan pengetahuan serta kemampuan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah. Pengalaman ini akan memicu adanya kemampuan memecahkan masalah. Guru sebagai pendidik hendaknya mampu mengembangkan kemampuan siswa di sekolah untuk menyelesaikan suatu masalah. Oleh karena itu, siswa perlu diberikan kesempatan dan fasilitas serta bimbingan yang optimal untuk berlatih agar lebih aktif dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan matematika yang telah mereka miliki. Namun dalam kenyataannya, proses pembelajaran matematika di SD menunjukkan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika di sekolah dasar belum
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
dijadikan sebagai kegiatan utama. Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan dengan guru mata pelajaran Matematika pada kelas V SD di gugus VIII Kecamatan Buleleng, diperoleh keterangan bahwa dalam proses pembelajaran mata pelajaran matematika guru masih menekankan pada keterampilan mengerjakan soal menggunakan rumus tertentu dan murid hanya terpaku pada contoh yang diberikan guru. Guru hanya menggunakan metode ceramah daripada memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Siswa cenderung pasif, hanya mencatat dan mendengarkan sesuai perintah guru tanpa berupaya untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Pembelajaran menjadi berpusat pada guru sedangkan siswa menjadi pasif karena hanya menunggu rangsangan dari guru. Berdasarkan studi dokumen pada pembelajaran matematika di SD Gugus VIII Kecamatan Buleleng, maka didapatkan rata-rata nilai KKM mata pelajaran matematika adalah SD No 1 Paket Agung yaitu 64; SD No 2 Paket Agung yaitu 68; SD No 1 Kendran yaitu 58; SD No 1 Beratan yaitu 63 dan SD No 2 Liligundi yaitu 63. Dari fakta yang ditemukan di lapangan mengenai keberhasilan pencapaian nilai KKM Matematika Kelas V SD di Gugus VIII Kecamatan Buleleng, maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika kelas V SD di Gugus VIII Kecamatan Buleleng selama ini tergolong masih rendah dan belum mencapai hasil belajar yang maksimal. Masalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika tersebut perlu dicarikan suatu solusi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya. Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya (Hudojo dalam Aisyah, 2007). Pemecahan masalah tidak bisa dilepaskan dari tokoh utamanya yaitu
George Polya. Menurut Polya (dalam Suherman, dkk 2003:99) dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yaitu: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Menurut Aisyah (2007:78) pemecahan masalah penting untuk diajarkan pada siswa sekolah dasar, karena pemecahan masalah dapat melatih siswa untuk mampu menggunakan berbagai konsep, prinsip, dan keterampilan matematika yang telah atau sedang dipelajarinya untuk memecahkan masalah matematika bahkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah adalah melalui penyediaan pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbeda-beda dari suatu masalah ke masalah lainnya. Pemecahan masalah berbasis teori Polya memungkinkan siswa memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang telah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang tidak rutin. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian dengan menerapkan strategi pemecahan masalah berbasis teori polya yang berjudul “Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Berbasis Teori Polya terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V di Gugus VIII Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014”. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen) karena tidak semua variabel yang muncul dalam kondisi eksperimen dapat diukur dan dikontrol secara ketat. Variabel dapat dikontrol secara ketat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran yang diterapkan seperti strategi pembelajaran langsung dan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya. Sedangkan variabel yang tidak dapat dikontrol secara ketat yaitu variabel lain
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
yang tidak dapat diteliti seperti status ekonomi keluarga, umur, jenis kelamin, serta IQ. Penelitian ini menggunakan rancangan “Post Test Only Control Group Design, maksud dari desain tersebut ialah ada dua kelompok yang dipilih secara random. Kelompok pertama diberi perlakuan sedangkan kelompok dua tidak. Kelompok pertama diberi perlakuan kemudian dilakukan pengukuran, sedangkan kelompok kedua yang digunakan sebagai kelompok kontrol tidak diberi perlakuan tetapi hanya dilakukan pengukuran. Kelompok pertama yang dimaksud adalah kelompok eksperimen. Kelompok ini yang diberikan perlakuan (treatment) strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan (treatment) menggunakan strategi pembelajaran langsung. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD di Gugus VIII Kecamatan Buleleng. Jumlah SD keseluruhannya sebanyak 5 SD dengan 5 kelas dan jumlah seluruh siswa kelas V adalah 109 siswa. Untuk mengetahui kemampuan siswa kelas IV masing-masing SD di Gugus VIII Kecamatan Buleleng sudah setara atau belum, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan dengan menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A). Berdasarkan hasil analisis dengan ANAVA satu jalur pada taraf signifikansi 5% diperoleh nilai Fhitung sebesar 1,78 sedangkan nilai Ftab pada dbantar = 4 dan dbdalam = 104 adalah 2,48. Dengan demikian terlihat bahwa harga Fhitung < Ftabel, sehingga H0 diterima. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkkan bahwa H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil ulangan umum matematika siswa kelas V SD di Gugus VIII Kecamatan Buleleng adalah di terima. Dengan kata lain bahwa kemampuan siswa kelas V SD di gugus VIII Kecamatan Buleleng adalah setara. Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian, yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik
cluster random sampling. Cara pengambilan kelas sampel dalam sistem undian tersebut adalah dua kelas yang muncul dalam undian langsung dijadikan kelas sampel. Sampel yang dirandom dalam penelitian ini adalah kelas. Dari 5 SD dengan 5 kelas di Gugus VIII Kecamatan buleleng dilakukan pengundian untuk diambil dua kelas yang dijadikan subjek penelitian. Dari dua kelas tersebut diundi lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol sehingga diperoleh kelas eksperimen adalah kelas V SD No 1 Paket Agung dan kelas kontrol adalah kelas V SD No 2 Paket Agung. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya dan kelas kontrol diberikan perlakuan strategi pembelajaran langsung. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan yaitu data hasil belajar siswa terkait dengan kemampuan pemecahan masalah matematika. Untuk itu, maka instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut adalah tes uraian. Butir pertanyaan yang dibuat pada tes uraian berjumlah 15 soal sebagai uji coba. Soal post test yang digunakan adalah 10 butir soal. Soal yang dibuat dengan kisikisi berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Instrumen yang telah disusun, diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui layak tidaknya instrumen digunakan. Hasil uji coba instrumen dianalisis untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda tes. Berdasarkan hasil uji validitas butir tes dengan jumlah responden 54 siswa diperoleh 13 butir tes yang valid dari 15 butir tes yang diujicobakan. Tes yang tidak valid adalah tes nomor 13 dan 14. Dari 13 butir tes yang valid, diambil 10 butir tes yang digunakan sebagai post-test. Dari uji validitas yang telah dilakukan terdapat 13 butir soal yang valid, kemudian dilakukan penghitungan reliabilitas. Setelah dihitung, diperoleh reliabilitas tes hasil belajar matematika adalah sebesar 0,89 dengan kriteria reliabilitas tes tergolong sangat tinggi. Banyak butir tes yang digunakan untuk post–test adalah 10, dan setelah dihitung diperoleh reliabilitas tes hasil belajar matematika adalah sebesar 0,91
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
dengan kriteria reliabilitas tes tergolong sangat tinggi. Berdasarkan hasil uji taraf kesukaran perangkat tes diperoleh Pp = 0,58, sehingga perangkat tes yang digunakan termasuk kriteria sedang. Hasil uji daya beda tes diperoleh DP = 0,49, sehingga perangkat tes yang digunakan termasuk kriteria sedang.
Frekuensi
HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil belajar matematika yang diperoleh melalui post-test terhadap 33 orang siswa kelompok eksperimen menunjukkan bahwa skor tertinggi adalah 116 dan skor terendah adalah 75. Sebelum menyajikan data ke dalam tabel distribusi frekuensi, maka ditentukan terlebih dahulu banyak kelas, rentangan data (range), dan panjang kelas interval. Dari hasil perhitungan diperoleh banyak kelas adalah 6,01 (dibulatkan menjadi 6), rentang skor adalah 41 dan panjang kelas interval adalah 6,82 (dibulatkan menjadi 7). Setelah menyajikan data ke dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilanjutkan menghitung mean (M), median (Md), modus (Mo), varians (s2) dan standar deviasi (s). Dari hasil penghitungan didapatkan mean (M) = 98,79, median (Md) = 101,19, modus (Mo) = 104,7, varians (s2) = 106,98 dan standar deviasi (s) = 10,34. Data hasil post-test kelompok eksperimen, disajikan dalam bentuk kurva poligon seperti pada gambar 1 sebagai berikut 15 10 5 0
8 3
3
4
12 3
Interval M=98,79 Md=101,1 9 Mo=104, 7
Gambar 1 Grafik Poligon Data Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen
Berdasarkan gambar 1, diketahui bahwa terdapat 3 siswa yang berada pada interval 75-81, 3 siswa yang berada pada interval 82-88, 4 siswa yang berada pada interval 89-95, 8 siswa yang berada pada interval 96-102, 12 siswa yang berada pada interval 103-109, dan 3 orang yang berada pada interval 110-116, sehingga didapat modus lebih besar daripada median dan median lebih besar daripada mean (Mo=104,7>Md=101,19>M=98,79). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling negatif, yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi relatif pada tabel distribusi frekuensi. Frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata lebih besar dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata. Untuk mengetahui kualitas variabel hasil belajar matematika siswa, skor ratarata hasil belajar matematika siswa dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen dengan M = 98,79 tergolong kriteria sangat tinggi. Data hasil belajar matematika siswa yang diperoleh melalui post-test terhadap 30 orang siswa kelompok kontrol menunjukkan bahwa skor tertinggi adalah 97 dan skor terendah adalah 45. Sebelum menyajikan data ke dalam tabel distribusi frekuensi, maka ditentukan terlebih dahulu banyak kelas, rentangan data (range), dan panjang kelas interval. Dari hasil perhitungan diperoleh banyak kelas adalah 5,87 (dibulatkan menjadi 6), rentang skor adalah 52 dan panjang kelas interval adalah 8,67 (dibulatkan menjadi 9). Setelah menyajikan data ke dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilanjutkan menghitung mean (M), median (Md), modus (Mo), varians (s2) dan standar deviasi (s). Dari hasil penghitungan didapatkan mean (M) =64,9, median (Md) = 62,5, modus (Mo) = 59,73, varians (s2) = 119,89, dan standar deviasi (s) = 10,95. Data hasil post-test kelompok kontrol, disajikan dalam bentuk kurva poligon seperti pada gambar 2 sebagai berikut
Frekunsi
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
14 12 10 8 6 4 2 0
12 8
3
4 2
1
Interval
Mo=59,73
M=64,9 Md=62,5
Gambar 2 Grafik Poligon Data Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol Berdasarkan gambar 2, diketahui bahwa terdapat 3 siswa yang berada pada interval 45-53, 12 siswa yang berada pada interval 54-62, 8 siswa yang berada pada interval 63-71, 4 siswa yang berada pada interval 72-80, 2 siswa yang berada pada interval 81-89, dan 1 siswa yang berada pada interval 90-98. Mean lebih besar daripada median dan median lebih besar daripada modus (M=86,9 > Md = 62,5 > Mo = 59,73). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif, yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi relatif pada tabel distribusi frekuensi. Frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata lebih besar dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata. Untuk mengetahui kualitas variabel hasil belajar matematika siswa, skor ratarata hasil belajar matematika siswa dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol dengan M = 64,9 tergolong kriteria sedang.
Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya dengan siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran langsung, maka dilakukan pengujian terhadap H0. Sebelum uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas dan homogenitas terhadap data hasil belajar matematika siswa. Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Jika berdistribusi normal maka uji hipotesis dapat dilakukan. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Chi Kuadrat ( 2 ) dengan kriteria data berdistribusi normal jika 2 hitung < 2 tabel. Hasil uji normalitas data hasil belajar matematika siswa pada kelompok eksperimen 2 menunjukkan bahwa hitung = 7,71. Berdasarkan tabel distribusi 2 , untuk taraf signifikansi 5 % dan dk = 3 (dk = jumlah kelas dikurangi parameter, dikurangi 1) diperoleh 2 tabel = 7,82. Karena 2 hitung <
2
tabel, maka data hasil belajar matematika siswa untuk kelompok eksperimen berdistribusi normal. Hasil uji normalitas data hasil belajar matematika siswa pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa 2 hitung = 4,28. Berdasarkan tabel untuk taraf signifikansi 5 % dan dk = 3 (dk = jumlah kelas dikurangi parameter, dikurangi 1) diperoleh 2 tabel = 7,82. Karena 2 hitung <
2 tabel, maka data hasil belajar matematika siswa untuk kelompok kontrol berdistribusi normal. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel homogen atau tidak. Homogenitas varians data hasil belajar matematika siswa dianalisis dengan uji F dengan kriteria kedua kelompok memiliki varians homogen jika F hitung < F tabel. Hasil uji homogenitas varians data hasil belajar matematika siswa dapat dilihat pada yaitu F hitung = 1,12. Berdasarkan tabel taraf signifikansi 5 % dengan dk pembilang
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
= 29 dan dk penyebut = 32 diperoleh F tabel = 1,82. Karena F hitung < dari F tabel, maka hasil belajar matematika siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai varians yang homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol (H0). Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians dengan kriteria H0 tolak jika thit > ttab dan H0 terima jika thit < ttab. Berdasarkan hasil penghitungan uji-t, diperoleh thit = 12,63 dan
ttabel = 2,00 untuk db = n1 + n2 – 2 = 61 dengan taraf signifikansi 5%. Berdasarkan kriteria pengujian, karena thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya dengan siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran langsung pada siswa kelas V Gugus VIII Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Rekapitulasi hasil perhitungan skor kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada tabel 1 berikut
Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor eksperimen dan kontrol
Kelompok
Mean
Eksperimen 98,79 Kontrol 64,9
Median Modus 101,19 62,5
104,7 86,9
Standar
Uji
Uji
Deviasi 10,34 10,95
normalitas 7,71 4,28
Homogenitas
Uji Hipotesis Penelitian
1,12
12,63
Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran langsung. Secara deskriptif, hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil belajar matematika dan kecenderungan skor hasil belajar matematika. Rata-rata skor hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen sebesar 98,79 berada pada kategori sangat tinggi sedangkan skor hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol sebesar 64,9 berada pada kategori sedang. Jika skor hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen digambarkan dalam kurva poligon, tampak bahwa kurva sebaran data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Pada kelompok kontrol, jika skor
hasil belajar matematika siswa digambarkan dalam kurva poligon tampak bahwa kurva sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah. Berdasarkan análisis data menggunakan uji-t, diperoleh thit = 12,63 dan ttab (db= n1 + n2 – 2 = 33 + 30 - 2 = 61) dan taraf signifikansi 5% = 2,00. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thit lebih besar dari ttab (thit > ttab) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya dengan siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan strategi pembelajarang langsung. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. Perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan strategi pemecahan masalah
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
berbasis teori Polya dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran langsung disebabkan oleh perbedaan sintaks/langkah-langkah dalam proses pembelajaran. Menurut Polya (dalam Suherman, dkk 2003:99) langkahlangkah pembelajaran dalam strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya meliputi memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana yang telah disusun dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Langkah pertama yaitu memahami masalah, dimulai dengan mencari apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Beberapa pertanyaan dimunculkan kepada siswa untuk membantunya dalam memahami masalah. Pertanyaanpertanyaan tersebut, antara lain: (a) apakah yang diketahui dari soal? (b) apakah yang ditanyakan soal? (c) apa sajakah informasi yang diperlukan? (d) bagaimana akan menyelesaikan soal? (Aisyah, 2007). Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, siswa lebih mudah untuk mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan soal. Langkah kedua yakni merencanakan pemecahan masalah yang akan dilakukan. Siswa diarahkan untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah yang sesuai untuk menyelesaikan masalah melalui pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya. Langkah ketiga adalah menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana yang telah disusun pada langkah kedua. Rencana yang telah dirumuskan kemudian diimplementasikan untuk menghasilkan sebuah penyelesaian. Langkah keempat yaitu memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Guru membimbing siswa untuk memeriksa kembali dan menarik kesimpulan dari hasil yang telah diperoleh. Keempat tahap tersebut mampu membantu siswa merealisasikan pengetahuan yang telah diperoleh untuk diterapkan pada situasi baru, proses ini menuntun siswa untuk memperoleh pengetahuan baru dan menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Kegiatan belajar menjadi berpusat pada siswa (student centered). Serupa dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Utami (2013) yang menyatakan model pembelajaran berbasis masalah dengan langkah penyelesaian berdasarkan Polya menggunakan langkah-langkah penyelesaian yang urut dan mudah dipahami siswa serta selama proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dengan langkah penyelesaian berdasarkan Polya berlangsung, usaha para siswa untuk belajar terwujud dengan baik. Berbeda halnya dalam pembelajaran dengan strategi pembelajaran langsung yang bercirikan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Di dalam pembelajaran dengan pembelajaran langsung guru lebih banyak mendominasi kegiatan pembelajaran. Roy Killen (dalam Indrawati dan Setiawan, 2009:62) menambahkan, “pembelajaran langsung merujuk pada berbagai teknik pembelajaran ekspositori (pemindahan pengetahuan dari guru kepada murid secara langsung, misalnya melalui ceramah, demonstrasi dan tanya jawab) yang melibatkan seluruh kelas”. Hal tersebut membuat siswa cenderung pasif dan hanya mencatat, mendengarkan sesuai perintah guru tanpa berupaya untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Siswa berperan sebagai pendengar dan mengerjakan apa yang diperintah guru serta melakukannya sesuai dengan yang dicontohkan. Pembelajaran yang demikian kurang memberikan pengalaman dan tantangan baru bagi siswa sehingga siswa cepat merasa bosan, serta mengurangi motivasi dan minat siswa untuk belajar. Pada akhirnya akan mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi kurang masksimal. Temuan di atas diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nitya (2013) yang menyatakan model Polya dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pelajaran matematika. Peningkatan hasil dan aktivitas belajar matematika siswa dikarenakan model Polya yang diterapkan dapat mengubah situasi belajar yang tadinya masih berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada guru saja melainkan juga berpusat pada siswa. Siswa dapat lebih leluasa untuk belajar dengan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
memikirkan permasalahan yang dibahas secara mandiri terlebih dahulu kemudian mendiskusikan pemikirannya dengan pasangannya/kelompoknya dan akhirnya berbagi kepada seluruh teman-temannya di dalam kelas. Perbedaan cara pembelajaran antara pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya dan pembelajaran dengan strategi pembelajarang langsung tentunya akan memberikan dampak yang berbeda pula terhadap hasil belajar siswa. Penerapan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya dalam pembelajaran menjadikan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran, memperoleh pengetahuan baru dan menemukan sendiri konsepkonsep yang dipelajari tanpa harus selalu tergantung pada guru, mampu memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Siswa menjadi lebih tertantang untuk belajar dan berusaha menyelesaikan semua permasalahan matematika yang ditemui, sehingga pengetahuan yang diperoleh akan lebih diingat oleh siswa. Dengan demikian, hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran langsung. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya dengan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan strategi pembelajarang langsung. Hal tersebut diperoleh dari hasil penghitungan uji-t, thit sebesar 12,63. Sedangkan, ttab (dengan db=61 dan taraf signifikansi 5%) adalah 2,00. Hal ini berarti, thit lebih besar dari ttab (thit > ttab), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dari rata-rata ( X ), diketahui ( X ) kelompok eksperimen sebesar 98,79 dan ( X ) kelompok kontrol sebesar 64,9. Hal ini berarti ( X ) eksperimen > ( X ) kontrol. Dengan demikian strategi pemecahan
masalah berbasis teori Polya berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V Gugus VIII Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Disarankan kepada siswa-siswa di sekolah dasar agar lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran dan terus mengembangkan pemahaman, keterampilan serta pengetahuan yang telah dimiliki melalui kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika. Guru yang menemukan permasalahan yang sama dengan penelitian ini khususnya dalam proses pembelajaran matematika disarankan agar menggunakan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Kepala sekolah agar menyarankan kepada guru untuk menggunakan strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa serta meningkatkan pengelolaan pembelajaran di sekolah dasar. Peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami, di antaranya masalah waktu pelaksanaan penelitian dan biaya yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. DAFTAR RUJUKAN Aisyah, Nyimas, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tentang Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas. Gagne, R.M., 1970. The Conditions of Learning. New York. Holt. Rinehart and Winston Inc.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Indrawati dan Wanwan Setiawan. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam untuk Program BERMUTU. Nitya. Dewi. 2013. Penerapan Model Polya untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Siswa Kelas V SD No.2 Pemaron Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan PGSD, FIP Undiksha. Polya, G,. 1957. How to Solve It. Princeton, N.J., Princeton University Press. Prihandoko, Antonius Cahya. 2006. Pemahaman dan Penyajian Konsep
Matematika Secara Benar Menarik. Jakarta: Depdiknas.
dan
Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Bandung: Citra Umbara. Utami, Rini. 2013. Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Langkah Penyelesaian Berdasarkan Polya dan Krulik-Rudnick Ditinjau dari Kreativitas Siswa. Delta JIPM, Volume 1, Nomor 1 (hlm. 87-103)