PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE ”5E” TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Oktavia Nurma Sari1, Hadi Soekamto, dan I Komang Astina2 Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang
ABSTRAK: Learning cycle ”5E” merupakan model pembelajaran yang menuntun siswa untuk membangun pengetahuan mereka sendiri melalui lima tahap kegiatan pembelajaran yaitu Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration, dan Evaluation. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan daya nalar atau kemampuan berpikir mereka. Salah satu kemampuan berpikir yang dapat dikembangkan dengan model pembelajaran ini adalah kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan aktifitas mental yang perlu dikembangkan pada siswa melalui proses belajar. Geografi merupakan salah satu matapelajaran yang mebutuhkan kemampuan berpikir kritis untuk mepelajarinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model Learning cycle ”5E” terhadap kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran geografi siswa kelas XI IPS SMA Darul Ulum 1 Peterongan Jombang. Kata Kunci: Learning Cycle ”5E”, kemampuan berpikir kritis.
Pendidikan memegang peran penting dalam penigkatan kualitas sumber daya manusia agar mempunyai daya saing tinggi dan mampu menghadapi tantangan global. Kegiatan yang pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah adalah belajar. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan di sekolah bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Pencapaian tujuan pendidikan telah dituangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP diakui sebagai salah satu sarana bagi penyelenggaraan proses belajar mengajar di kelas untuk memberikan dan memperluas wawasan siswa tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat direferensikan dalam kebiasan berpikir (Simatupang, 2008:62). Pembelajaran diharapkan dapat menjadi penunjang dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa. 1
Oktavia Nurma Sari adalah Mahasiswa Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang 2 Hadi Soekamto dan I Komang Astina adalah Doesen Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang
Kemampuan berpikir yang dapat dikembangkan salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis dikembangkan pada diri siswa sehingga lebih disiplin, konsisten, dan koheren (Lipman, dalam Kuswana 2012: 203). Siswa yang mampu berpikir kritis tentunya memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, tidak mudah puas dengan informasi yang diterima. Siswa mencari tahu kebenaran informasi tersebut berdasarkan fakta dan pengetahuan yang logis. Berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk membuat sebuah kesimpulan dan memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan (Ennis, dalam Fisher 2009: 4). Pemikir kritis ideal memiliki kemampuan untuk: 1) Menjelaskan, yang dapat dilakukan melalui mengidentifikasi masalah, atau pertanyaan, menganalisis argumen, mengklarifikasi pertanyaan atau argumen yang bertentangan, dan mendefinisikan istilah. 2) Menilai dasar keputusan, dapat dilakakukan melalui menilai kredibilitas sumber dan menilai laporan observasi. 3) Menduga, dapat dilkukan melalu kegitan mengidentifikasi asumsi tak tertulis, menyimpulkan dan menilai keputusan, membuat deduksi atau induksi. 4) Membuat pegandaian dan mengintegrasikan kemampuan. 5) peka terhadap perasaan, tingkat pengetahuan, dan derajat kelebihan orang lain (Ennis, dalam Kuswana 2012: 198). Kemampuan berpikir penting dikembangkan pada setiap mata pelajaran. Geografi merupakan salah satu pelajaran yang membutuhkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajarannya. Hal ini, sesuai dengan objek material yang menjadi kajian geografi yang sangat luas yaitu meliputi geosfer terdiri dari aspek manusia dan aspek fisik. Aspek yang dikaji tidak saja pada case (kasus) tetapi sudah meningkat sampai pada cause (hubungan sebab akibat) (Astina 2004: 82). Dalam proses penyampaian materi tidak hanya menekankan kepada pengusaan konsep saja, tetapi juga dapat menganalisis permasalahan geosfer. Menganalisi permaslahan geosfer dilakukan mulai dari mengidentifikasi masalah, menetapkan
solusi
untuk
memecahkan
permasalahan.
Proses
hingga tersebut
membutuhkan kemampuan bepikir siswa yang lebih kompleks yaitu kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis penting untuk dikembangkan maka dibutuhkan suatu pembelajaran yang dapat membantu dan memfasilitasi siswa melatihkan aspek-
aspek kemampuan berpikirnya. Kemampuan berpkir kritis akan berkembang dengan baik apabila ada faktor yang dapat mendorong seseorang untuk berpikir kritis. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif terutama dalam aktifitas mental merupakan salah satu faktor yang dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Salah satu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar adalah konstruktivistik. Konstruktivistik merupakan salah satu teori pembelajaran yang menuntut peran aktif siswa dalam prosesnya. Peran aktif siswa meliputi pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat terhadap suatu materi pelajaran. Mengajar menurut kaum konstruktivistik bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan sesuatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuanya (Yamin, 2008: 3). Belajar menurut teori konstruktivistik bertujuan untuk membentuk pola pikir yang baik, dalam arti cara berpikir siswa dapat digunakan untuk menganalisis suatu permasalahan, serta menemukan solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut (Yamin, 2008: 4). Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori konstruktivistik adalah Learning cycle ”5E”. Learning cycle “5E” merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Proses pembelajarannya siswa dituntun untuk membangun pengetahuan mereka sendiri. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan daya nalar atau kemampuan berpikir mereka melalui tahap-tahap kegiatan yang terdiri dari: 1) Engagement, membangkitkan minat siswa pada mata pelajaran, 2) Eksploration, memberikan kesempatan pada siswa untuk memanfaatkan panca indra mereka semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan, 3) Eksplanation, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan ide atau gagasan yang mereka miliki melalui kegiatan diskusi, 4) Elaboration, mengajak siswa mengaplikasikan konsep-konsep yang mereka dapat untuk memacahkan suatu permasalahan, dan 5) Evaluation, mengevaluasi pengetahuan, pemahaman konsep atau kompetensi siswa (Yuliati, 2008). Tahapan kegiatan Learning Cycle ”5E” diorganisir sedemikian rupa sehingga siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Penerapan model Learning Cycle ”5E” memiliki beberapa kelebihan yaitu sangat efektif untuk meningkatkan sikap, prestasi, dan kemampuan berpikir kritis siswa (Lawson dalam Ratnani, 2011). Setiap tahapan model Learning Cycle ”5E” siswa dilatih untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang diberikan. Model Learning Cycle ”5E” memiliki beberapa kelemahan diantaranya efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai setiap tahap Learning Cycle ”5E”. Model ini memerlukan waktu yang lebih banyak dalam proses pelaksanaan pembelajarannya (Dasna, 2007). Kelemahan model Learning Cycle ”5E” dapat daiatasi apabila guru menguasai materi pembelajaran dengan baik. Memberikan inovasi pada setiap tahapan model juga merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi kelemahan model Learning Cycle ”5E”, sehingga dapat menarik minat siswa dalam mengikuti pembelajaran, menciptakan suasana belajar yang lebih menyenangkan, dan bermakna. Berdasarkan pentingnya berpikir kritis undtuk dikembangkan dan beberapa kelebihan yang dimiliki model Learning Cycle ”5E” , maka peneliti mengambil eksperimen model pembelajaran Learning Cycle ”5E” untuk diteliti pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran geografi. Penelitian yang ini dilaksanakan di SMA Daru Ulum 1 Peterongan Jombang dan Kelas XI IPS. Peneliti memilih SMA Darul Ulum 1 Petrongan Jombang sebagai tempat penelitian karena latar belakang sekolah merupakan lingkungan pondok pesantren sehingga sebagian besar siswa merupakan santri pondok pesantren yang memiliki kegiatan padatdai siang hingga malam hari. Jadwal kegiatan siswa yang padat tersebut sebagian besar akan berpegaruh pada efektifitas pembelajaran di sekolah, sisiwa cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut mengakibatkan guru merasa kesulitan dalam mengembangkan kemampuan berpikir khususunya bepikir kritis siswa. Model pembelajaran Learning Cycle ”5E” diharapkan dapat menjadi alternaitif dalam memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan alasan tersebut penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran Learning Cycle ”5E” terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran geografi di SMA Darul Ulum 1. Sesuai dengan latar belakang diatas, maka peneliti mengambil judul "Pengaruh Pembelajaran Model Learning
Cycle ”5E” terhadap Kemampuan Berpikir Kritis pada Mata Pelajaran Geografi Siswa Kelas XI IPS SMA Darul Ulum 1 Peterongan Jombang".
METODE Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Learning cycle “5E” terhadap kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran geografi siswa kelas XI IPS SMA Darul Ulum 1 Peterongan Jombang. Berdasarkan tujuan tersebut maka penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen
semu
(quasi
eksperimental).
Desain
penelitian
ini
adalah
menggunakan jenis Pre-test dan Post-test Control Group. Subjek dalam penelitian ini adalah siwa kelas XI tahun ajaran 2012-2013. Kelas XI IPS 2 sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPS 3 sebagai kelas eksperimen. Teknik pengumpulan data menggunakan tes esai yang terdiri dari Pre-test dan Post-test untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa yang dikembangkan berdasarkan ranah kognitif C4. Instrumen penelitian telah diuji validitas dan relibilitas sebelum dilakukan penelitian. Analisis data kuantitaif menggunakan data selisih nilai pretest dan postest (gain score). Sebelum di analisis dilakukan uji prasyarat untuk mengetahui normalitas dan homogenitas data. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka uji hipotesis menggunakan statistik parametrik uji-t . Apabila data tidak berdistribusi normal maka digunakan statistik nonparametrik Man-Whitney U Test
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret hingga 4 April 2013. Data ini diperoleh dari siswa yang berjumlah 66 yang terdiri dari 33 siswa kelas kontrol dan 33 siswa kelas eksperimen. Data yang diperoleh merupakan nilai kemampuan berpikir kritis antara kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle ”5E” dan kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional. Data ini meliputi: (1) kemampuan awal siswa (pre test) berpikir kritiis kelas
kontrol dan kelas eksperimen, (2) kemampuan akhir (post test) berpikir kritis kelas kontrol dan kelas eksperimen. 1. Data Kemampuan Awal (Pre Test) Berpikir Kritis Distribusi frekuensi data hasil kemampuan awal (pre test) kelas kontrol disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Awal (Pre Test) Berpikir Kritis Kelas Kontrol Klasifikasi A B C D E
Nilai Kualifikasi 91 - 100 Sangat Baik 75 - 90 Baik 60 - 74 Cukup 40 - 59 Kurang < 40 Sangat Kurang JUMLAH
Frekuensi 0 0 0 17 16 33
Persentase (%) 0 0 0 51,5 48,5 100
Mean Modus=38 Mean=41
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kemampuan beprikir kritis siswa kelas kontrol masih tergolong rendah dengan rata-ratanilai 41 dan modus 38. Sebanyak 51,5% memiliki kualifikasi kurang, sedangkan selebihnya 48,5% siswa memiliki kualifikasi sangat kurang. Tidak ada satupun siswa yang memiliki kualifikasi cukup, baik, dan sangat baik. Distribusi frekuensi data hasil kemampuan awal (pre test) kelas eksperimen disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Awal (Pre Test) Berpikir Kritis Kelas Eksperimen Klasifikasi A B C D E
Nilai Kualifikasi 91 - 100 Sangat Baik 75 - 90 Baik 60 - 74 Cukup 40 - 59 Kurang < 40 Sangat Kurang JUMLAH
Frekuensi 0 0 0 12 21 33
Persentase (%) 0 0 0 36,4 63,6 100
Mean Modus=38 Mean=39
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa kemampuan awal beprikir kritis siswa kelas ekspeimen masih tergolong rendah dengan rata-rata nilai 39 dan modus 38. Lebih dari separuh (63,5%) memiliki kualifikasi sangat kurang. Sebanyak 36,4% siswa memiliki kualifikasi kuarang. Tidak ada seorangpun siswa yang memiliki kualifikasi cukup, baik, dan sangat baik. 2. Data Kemampuan Akhir (Post Test) Berpikir Kritis
Distribusi frekuensi data hasil kemampuan akhir (post test) kelas kontrol disajikan pada Tabel 3
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Akhir (Post Test) Berpikir Kritis Kelas Kontrol Klasifikasi A B C D E
Nilai Kualifikasi 91 - 100 Sangat Baik 75 - 90 Baik 60 - 74 Cukup 40 - 59 Kurang < 40 Sangat Kurang JUMLAH
Frekuensi 0 4 16 13 0 33
Persentase (%) 0 12,1 48,5 39,4 0 100
Mean Modus= 57, 60 Mean=63
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa kemampuan akhir (post test) berpikir kritis kelas kontrol mengalami peningkatan dengan rata-rata nilai 63 dan modus 57, 60. Sebanyak 48,5% memiliki kualifikasi cukup. Sebanyak 39.4% siswa memiliki kualifikasi kurang, sedangkan sisanya sebanyak 12,1% siswa memiliki kualifikasi baik. Tidak ada seorangpun siswa yang memiliki kualifikasi sangat baik, dan sangat kurang. Distribusi frekuensi data hasil kemampuan akhir (post test) kelas eksperimen disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Akhir (Post Test) Berpikir Kritis Kelas Eksperimen Klasifikasi A B C D E
Nilai Kualifikasi 91 - 100 Sangat Baik 75 - 90 Baik 60 - 74 Cukup 40 - 59 Kurang < 40 Sangat Kurang JUMLAH
Frekuensi 0 16 16 1 0 33
Persentase (%) 0 48,5 48,5 3,0 0 100
Mean Modus= 68, 73 Mean=75
Berdasarkan Tabel.4 dapat diketahui bahwa kemampuan akhir (post test) berpikir kritis kelas eksperimen mengalami peningkatan dengan rata-rata nilai 75 dan modus 68, 73. Sebanyak 48,5% siswa memiliki kualifikasi baik. Sebanyak 48,5% siswa memiliki kualifikasi cukup, sedangkan selebihnya sebanyak 3% siswa memiliki kualifikasi kurang. Tidak ada seorangpun siswa yang memiliki kualifikasi sangat baik dan sangat kurang.
Analisis Data Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah perbedaan hasil kemampuan berpikir kritis postest dengan pretest atau disebut dengan gain score. Berdasarkan perhitungan uji prasyarat data dinyatakan normal dan homogen, maka pengujian hipotesis menggunakan uji-t. Berdasarkan analisis uji-t data dinyatakan signifikan hal tersebut berarti model pembelajaran Learning cycle ”5E” berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran geografi siswa kelas XI IPS SMA Darul Ulum 1 Peterongan Jombang.
Pembahasan Berdasarkan temuan penelitian bahwa terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Learning cycle ”5E” terhadap kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran geografi siswa kelas XI IPS SMA Darul Ulum 1 Peterongan Jombang. Kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol karena pada kelas eksperimen siswa diberi pembelajaran Learning cycle ”5E”. Model pembelajaran Learning cycle ”5E” merupakan salah satu model pembelajaran yang berbasis konstruktivistik sehingga dalam proses pembelajarannya siswa berperan aktif. Pembelajaran menurut teori konstruktivistik merupakan suatu kegiatan dimana siswa membangun sendiri pengetahuanya. Peran aktif yang dimaksud lebih ditekankan kepada peran aktivitas mental siswa yaitu siswa dituntun untuk berperan aktif dalam membangun pengetahuan mereka sendiri. Tahapan model pembelajaran Learning cycle ”5E” menuntun siswa untuk berpikir secara aktif dalam proses pembelajaranya. Siswa dituntun dalam mencari konsep, memahami, hingga mengaplikasikan konsep tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari. Proses keterlibatan siswa berpikir secara aktif dalam pembelajaran akan merangsang kemampuan berpikir kritisnya. Kemampuan berpiki kritis siswa dapat dimunculkan di setiap tahapan model pebelajaran Learning cycle ”5E”.
Tahap pertama yaitu
Pengenalan
(Engagement), dalam tahap ini bertujuan untuk mengenalkan konsep materi yang akan dipelajari. Selai itu, pada tahap ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi
konsep dalam pemahaman siswa. Guru memunculkan pertanyaan kemudian memperoleh respon dari siswa. Memberikan pertanyaan kepada siswa maka akan melatih kemampuan berpikir sisiwa, karena siswa akan memikirkan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Proses pembalajaran dalam Engagement merupakan pengenalan kepada siswa terhadap materi yang diajarkan dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa. Dalam menjawab pertanyaan siswa telah dilatih menggunakan kemampuan berpikir kritisnya. Memberikan pertanyaan kepada siswa merupakan kegiatan untuk merangsang kemampuan berpikirnya. Hal ini telah sesuai dengan kriteria sesorang berpikir kritis yang disebutkan oleh Ennis yaitu salah satunya seseorang yang berpikir kirtis dapat mengidentifikasi sebuah pertanyaan (Ennis, dalam Kuswana 2012: 198).
Dalam tahap awal ini telah memunculkan
kemampuan berpikir kritis siswa dalam menjawab pertanyaan dari guru. Tahap kedua eksplorasi dalam tahap ini betujuan untuk membuktikan pemahaman awal mereka pada lagkah Engagement dengan mencari referensi terkait materi yang dipelajari dari berbagai sumber. Proses pembelajaran dalam eksplorasi siswa harus aktif menggali pengetahuannya sendiri karena guru hanya sebagai fasilitator dan menumbuhkan motivasi siswa saja. Tahap ini melatih kemampuan berpikir mereka dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Kemampuan berpikir kritis yang dapat dimunculkan dalam tahap ini yaitu siswa diajarkan untuk berpikir kritis dalam menentukan sumber yang tepat untuk menguatkan pehaman awal mereka. Salah satu kriteria kemamupuan berpikir kritis yaitu siswa dapat memberikan penguatan berupa fakta dan data yang relevan terhadap pendapat atau hipotesis yang telah mereka buat (Ennis, dalam Kuswana 2012: 198). Tahap ketiga penjelasan (Explanation) dalam tahap ini bertujuan untuk mendorong siswa menjelaskan konsep yang dibahas dengan kata-kata dan pemikiran siswa sendiri dan mengklarifikasi penjelasannya. Tahap ini memunculkan kemampuan berpikir kritis siswa yaitu menjelaskan mengenai topik yang telah mereka pahami dengan memberikan klarifikasi berupa fakta dan data yang relevan. Dalam proses menjelaskan siswa akan kritis memberikan penguatan pengutan untuk mepertahankan apa yang telah mereka diskusikan dan meberikan
sebuah kesimpulan terhadap apa yang telah mereka jelaskan. Hal ini telah sesuai dengan pendapat Ennis mengenai kriteria seseorang berpkiri kritis yaitu selain mampu menjelaskan dan memberikan beberapa klarifikasi dengan sumber yang relevan, sesorang berpikir kritis juga mampu membuat sebuah kesimpulan (Ennis, dalam Kuswana 2012: 198). Tahap keempat elaborasi dalam tahap ini siswa menerapkan konsep atau keterampilan pada situasi baru. Kemampuan berpikir kritis yang dapat dimunculkan dalam tahap elaborasi adalah melatih siswa untuk menerapkan konsep yang dipahami terhadap sebuah situasi nyata. Tahap kelima evaluasi dalam tahap ini yang dilakukan adalah mengevaluasi pada seluruh pengalaman dari setiap tahapan model pembelajaran Learning cycle ”5E”.
Kemampuan
berpikir kritis yang dapat dimunculkan dalam tahap ini yaitu kemampuan berpikir dalam mebuat kesimpulan. Pemikir kritis yang ideal salah satunya memeiliki kemampuan untuk menyimpulkan dari penjelasan yang telah meraka buat (Ennis, dalam Kuswana 2012: 198). Keberhasilan model pembelajaran Learning cycle ”5E” tidak terlepas dari kelebihan Learning cycle ”5E” ini sendiri yaitu, 1) Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibitkan secara aktif dalam proses pembelajaran. 2) Membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa, dalam model Learning cycle ”5E”. 3) Membantu pembelajaran lebih bermakna (Dasna, 2007). 4) Learning cycle ”5E” sangat efektif untuk meningkatkan sikap, prestasi, dan kemampuan berpikir kritis siswa (Lawson dalam Ratnani, 2011).
PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model Learning cycle ”5E” terhadap kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran geografi siswa kelas XI IPS SMA Darul Ulum 1 Peterongan Jombang.
Saran Berdasarkan kesimpulan, maka ada beberapa hal yang perlu disarankan yaitu, bagi guru disarankan untuk menggunakan model pembelajaran Learning cycle ”5E” sebagai alternatif pembelajaran untuk menigkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan kualitas pelajaran Geografi. Bagi Sekolah disarankan menerapkan model pembelajaran Learning cycle ”5E” sebagai alternatif pembelajaran karena dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran disekolah. Model ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang bermutu dengan melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Bagi peneliti yang akan mengkaji mengenai model pembelajaran Learning cycle ”5E” diharapkan agar lebih teliti dan memiliki perencanaan yang baik dalam menerapkan model pembelajaran Learning cycle ”5E” sehingga dapat mencapai tujuan secara maksimal.
DAFTAR RUJUKAN Astina, I Komang. 2004. Pengantar Geografi. Malang: Universitas Negeri Malang. Dasna, I Wayan. 2007. Pembelajaran dengan Model pembelajaran Learning Cycle, (online), (http://www. lubisgrafura.wordpress.com), diakses 29 November 2012. Fisher, Alec. 2008. Berpikir Kritis Sebuah Pengeantar. Jakarta: Erlangga. Kuswana, Wowo Sunaryo. 2012. Taksonomi Kognitif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ratnani, Feny. 2011. Aplikasi Model Pembelajaran Learning Cycle untuk menigkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritispada mata pelajaran ekonomi siswa kelas X SMAN Kauman Tulungagung. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Simatupang, Dorlince. 2008. Pembelajaran Model Siklus Belajar (Leraning Cycle). Jurnal Kewarganegaraan, (online), 10 (1): 62-70 (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/101086270_1693-7287.pdf), diakses tanggal 29 November 2012. Yamin, Martinis. 2008. Prdigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada Perss.
Yuliati, Lia. 2008. Model-Model Pembelajaran Fisika Teori dan Praktek. Malang: FMIPA UM.