MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI Candra Nuri Megawati Prodi Pendidikan Geografi, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang Email:
[email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran group investigation (GI) terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran geografi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan subjek penelitian siswa kelas X SMA Negeri 1 Batu yaitu X4 sebagai kelas kontrol dan X6 sebagai kelas eksperimen. Instrumen penelitian berupa soal tes berbentuk uraian yang sudah diujicobakan terlebih dahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran GI terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang proses pembelajarannya menggunakan model GI lebih baik daripada siswa yang proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran klasikal. Kata kunci: model pembelajaran group investigation, kemampuan berpikir kreatif
Perkembangan globalisasi yang sangat cepat baik di bidang IPTEK maupun informasi akan menuntut para siswa untuk beradaptasi terhadap tantangan masa depan yang selalu berubah dan mengundang persaingan yang semakin ketat. Untuk menghadapi hal tersebut diperlukan keluaran pendidikan yang memiliki keterampilan tinggi yang melibatkan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan mampu bekerjasama yang efektif. Namun keterampilan yang seharusnya dimiliki oleh keluaran pendidikan tersebut tidak hanya terampil dalam satu bidang, tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal tersebut dapat diimplementasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk geografi. Salah satu kemampuan yang menjadi aspek penting dalam pembelajaran geografi adalah kemampuan berpikir kreatif. Menurut munandar (1999:46) kemampuan berpikir kreatif siswa perlu dilatih, karena dapat membuat siswa lancar dan luwes dalam berpikir, mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, dan mampu
mengemukakan banyak gagasan. Namun dalam pendidikan formal di sekolah, kemampuan berpikir kreatif siswa sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian (Munandar, 1999: 45). Kemampuan utama yang dilatih adalah kemampuan ingatan dan berpikir logis dalam suatu penalaran. Guru sebagai seorang pendidik harus selalu mengembangkan pembelajaran yang dilakukan di kelas sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, karena pada hakekatnya kreativitas individu tidak lahir dengan sendirinya, tetapi dilahirkan dari tatanan kehidupan masyarakat. Guru memiliki peranan yang penting untuk mengelola proses pembelajaran yang berlangsung di kelas sehingga materi yang disajikannya dapat dicerna oleh siswa serta mampu menumbuhkan pola pikir yang kritis dan kreatif pada diri siswa. Namun, praktek pembelajaran di bangku sekolah belum secara serius dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang benar untuk memberikan peluang siswa belajar cerdas, kritis, kreatif, dan memecahkan masalah. Menurut Purwanto (2010) pembelajaran geografi yang berlangsung dewasa ini belum mampu memenuhi harapan. Pembelajaran masih cenderung berpusat pada materi, teoritis dan abstrak, berfokus di kelas dengan prosedur ketat, penggunaan media yang kurang, dan penilaian dengan norma. Hal ini menyebabkan kurang termotivasinya siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya. Menurut Arnyana (2009) salah satu penyebab rendahnya kemampuan berpikir siswa adalah penggunaan model pembelajaran yang kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberdayakan kemampuan berpikirnya dan terlibat aktif dalam pembelajaran. Geografi merupakan mata pelajaran yang membutuhkan penguasaan konsep karena materi-materi geografi mengandung konsep-konsep yang sifatnya kongkret dan abstrak, maka guru harus mengadakan inovasi-inovasi dalam melaksanakan pembelajaran secara berkesinambungan. Hal ini berarti bahwa guru harus menggunakan model-model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah model pembelajaran Group Investigation (GI) . Model pembelajaran GI merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil, kemudian siswa merencanakan sendiri topik yang akan diselidiki dari tema umum yang diberikan oleh
guru dan selanjutnya siswa merencanakan dan melaksanakan sendiri penyelidikannya. Dengan demikian, penggunaan model GI diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif melalui tahapan-tahapan yang dilakukan oleh siswa. Kelebihan model pembelajaran GI dibandingkan model pembelajaran kooperatif lainnya adalah memungkinkan siswa menggunakan keterampilan inkuiri yang mampu mempersiapkan masa depan siswa, lebih percaya pada kemampuan sendiri untuk berpikir, mencari informasi dari sumber lain, dan dapat belajar dari siswa lain (Sharan 1990). Dengan demikian, model pembelajaran GI dapat mendorong siswa belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya, siswa dituntut berpikir suatu persoalan dan mencari cara penyelesaiannya sendiri. Oleh karena itu, siswa lebih terlatih untuk menggunakan keterampilan pengetahuannya sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar siswa dapat tertanam untuk jangka waktu yang lama. Penelitian model pembelajaran GI telah diimplementasikan pada semua tingkatan sekolah. Model pembelajaran GI dapat meningkatkan prestasi akademik dan motivasi siswa (Sharan & Hertz-Lazarowitz, 1980; Sharan et al., 1985; Sharan & Shachar, 1988; Lazarowitz & Karsenty, 1990; Sharan & Shaulov, 1990; Shachar & Sharan, 1994; Akcay, 2012; Simsek, 2012). Selain itu, Model pembelajaran GI juga mempunyai pengaruh yang positif terhadap kemampuan berpikir (thinking skill) siswa (Sharan & Hertz-Lazarowitz, 1981; Sharan et al, 1984; Tsoi, 2000, 2001; Lazarowitz, 2007). Penelitian lain dilakukan oleh Prastiwi (2011) hasil analisis data menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Penelitian lain juga dilakukan oleh Alamarumi (2012) yang menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran GI berpengaruh terhadap hasil belajar geografi siswa kelas XI. Selain itu, penelitian yang dilakukan Nasrudin (2010) menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran GI dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan sikap ilmiah siswa. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran GI terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran geografi kelas X SMA Negeri 1 Batu. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis. 1) Manfaat teoritis, diharapkan dapat memberikan masukan dan sebagai bahan referensi model pembelajaran alternatif bagi guru geografi untuk meningkatkan kualitas proses dan kemampuan berpikir kreatif siswa yang lebih baik. 2)
Manfaat praktis, sebagai bahan referensi sekolah dan diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan cara pembelajaran geografi dan peningkatan mutu pada khususnya, dan bagi guru agar dapat mengetahui langkah-langkah dalam penerapan pembelajaran geografi dengan model pembelajaran group investigation secara tepat sehingga dapat menjadi alternatif atau pilihan model dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk dalam quasi eksperimen. Penelitian ini mengambil 2 kelas yang memiliki kemampuan akademik relatif sama (setara) dan jumlah siswa yang relatif sama. Selanjutnya untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol ditentukan secara acak. Desain penelitian ini adalah pretest–postest control group. Masing-masing kelompok baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol sebelum pembelajaran berlangsung diberi prates yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa, selanjutnya penyampaian materi dimana dalam penyampaian materi kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran Group Investigation, sedangkan pada kelas kontrol guru menggunakan model pembelajaran konvensional dalam penyampaian materi. Selanjutnya pada akhir pembelajaran guru memberikan postes pada kedua kelompok tersebut. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Batu, semester genap tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 12 kelas. Dari 12 kelas diambil satu kelas sebagai kelas eksperimen yaitu kelas X-6 yang mendapat perlakuan penggunaan model pembelajaran Group Investigation dan satu kelas lain yaitu X-4 sebagai kelas kontrol. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif siswa yang diambil dengan cara melakukan tes atau ujian tulis. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan soal tes. Tes untuk prates dan postes berupa tes subjektif dengan pertimbangan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa. Pengujian instrumen penelitian ini meliputi: tingkat kesukaran, daya beda item tes, validitas, dan reliabilitas instrumen yang pengujiannya menggunakan bantuan komputer program SPSS 16.0 for Windows.
Metode analisis data dari bentuk penelitian eksperimen semu ini adalah dengan menggunakan metode uji statistik. Data yang harus dianalisis yaitu data tentang kemampuan awal siswa, data tentang kemampuan akhir siswa, dan data tentang gain score siswa. Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah uji hipotesis. Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui apakah hipiotesis diterima atau ditolak. Maka dalam tes signifikasinya digunakan uji t dengan taraf signifikasinya 5%. Analisis data dengan uji t 2 sampel tidak berpasangan menggunakan bantuan komputer program SPSS 16.0 for Windows. Sebelum dilakukan uji hipotesis perlu dilakukan uji prasyarat data yaitu uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas dengan menggunakan uji Levene’s. Adapun uji normalitas dan uji homogenitas dilakukan dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows.
HASIL PENELITIAN Data Kemampuan Awal Data kemampuan awal diperoleh dari skor hasil tes kelas kontrol dan kelas eksperimen sebelum diberi perlakuan (pretest). Analisis statistik deskriptif data kemampuan awal berpikir kreatif siswa dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Analisis Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal (Pretest) N
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation Variance
Kelas Kontrol
25
38
57
44.24
4.530
20.523
Kelas Eksperimen
25
33
53
43.44
5.538
30.673
Valid N (listwise)
25
Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa kemampuan awal kedua kelas mempunyai rata-rata yang tidak jauh berbeda, dimana kelas kontrol mempunyai ratarata sebesar 44,24 dengan skor minimum 38 dan skor minimum 57 sedangkan kelas eksperimen mempunyai rata-rata sebesar 43,44 dengan skor minimum 33 dan skor maksimum 53. Perbedaan rata-rata yang kecil menunjukkan bahwa kemampuan awal kedua kelas adalah setara.
Data Kemampuan Akhir Data kemampuan akhir diperoleh dari skor hasil tes kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah diberi perlakuan (postest). Analisis statistik deskriptif data kemampuan akhir berpikir kreatif siswa dapat dilihat pada tabel 2 Tabel 3. Analisis Statistik Deskriptif Data Kemampuan Akhir (Postest) N Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Valid N (listwise)
Minimum 25 25 25
Maximum
46 45
Mean
72 80
Std. Deviation
58.72 67.04
Variance
7.104 8.374
50.460 70.123
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa kemampuan akhir kedua kelas mempunyai rata-rata yang berbeda, dimana kelas kontrol mempunyai rata-rata sebesar 58,72 dengan skor minimum 46 dan skor maksimum 72 sedangkan kelas eksperimen mempunyai rata-rata sebesar 67,04 dengan skor minimum 45 dan skor maksimum 80. Perbedaan rata-rata yang cukup besar menunjukkan bahwa kemampuan akhir kedua kelas adalah berbeda. Hal ini dikarenakan pada kegiatan pembelajaran kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran GI, sedangkan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran klasikal Data Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa (Gain Score) Data kemampuan berpikir kreatif siswa diperoleh dari selisih skor siswa yaitu skor kemampuan akhir (postest) dikurangi skor kemampuan awal (pretest). Analisis statistik deskriptif data kemampuan berpikir kreatif siswa (gain score) dapat dilihat pada tabel 3 Tabel 4.3 Analisis Statistik Deskriptif Data Kemampuan Berpikir Kreatif (Gain Score) N Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Valid N (listwise)
Minimum 25 25 25
2 1
Maximum 29 47
Mean 14.48 23.60
Std. Deviation 7.189 10.124
Variance 51.677 102.500
Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa gain score kedua kelas mempunyai rata-rata yang berbeda, dimana kelas kontrol mempunyai rata-rata sebesar 14,48 dengan skor minimum 2 dan skor maksimum 29 sedangkan kelas eksperimen mempunyai rata-
rata sebesar 23,06 dengan skor minimum 1 dan skor maksimum 47. Perbedaan rata-rata yang cukup besar menunjukkan bahwa gain score kedua kelas adalah berbeda. Perbandingan rata-rata pretest, postest, dan gain score antara kelas eksperimen dan kelas kontrol digambarkan pada gambar 1. Perbandingan Rata-rata Pretest, Postest, dan Gain Score Kelas kontrol dan Kelas Eksperimen 80 60
58.72
67.04
44.24 43.44
40
23.6 14.48
20 0 Pretest
Postest
Kelas Kontrol
Gain Score
Kelas Eksperiman
Gambar 1. Diagram Perbandingan Nilai Rata-rata Pretest, Postest, dan Gain Score Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Gambar 1. menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Hal ini terlihat dari rata-rata kelas kontrol dari 44,24 meningkat menjadi 58,72, sedangkan rata-rata kelas eksperimen dari 43,44 menjadi 67,08. Jika dilihat dari rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa (gain score), rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi 9,12 dari pada rata-rata kelas kontrol. Dengan demikian antara kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki rentangan kemampuan berpikir kreatif siswa yang berbeda. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis merupakan langkah atau prosedur untuk menentukan apakah hipotesis diterima atau ditolak. Data yang digunakan untuk uji hipotesis adalah data gain score. Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu data di uji prasyarat. Hasil uji prasyarat analisis untuk hasil belajar siswa (uji normalitas dan uji homogenitas) diketahui bahwa data hasil belajar kedua kelas terdistribusi secara normal dan kedua sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians yang sama (homogen). Karena data normal dan homogen, maka uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan statistik
parametrik yaitu dengan uji-t (Independent Sample T Test) dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows. Dari analisis uji t, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa (gain score) pada kelas eksperimen sebesar 23,60, sedangkan pada kelas kontrol 14,48, dengan taraf signifikasi 5% atau tingkat kepercayaan 95% dapat dilihat nilai sig (2-tailed) 0,001 < 0,05, maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran group investigation berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran geografi kelas X SMA Negeri 1 Batu.
PEMBAHASAN Temuan dalam penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran group investigation (GI) dengan siswa yang hanya belajar dengan model pembelajaran klasikal. Di samping itu dapat dikemukakan pula bahwa penggunaan model pembelajaran GI lebih efektik dari pada model pembelajaran klasikal khususnya pada materi pedosfer untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol. Rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen adalah 23,6 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol adalah 14,44. Pada kelas kontrol proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran klasikal, menunjukkan kemampuan berpikir kreatif siswa yang cenderung lebih rendah daripada kelas eksperimen. Hal ini dikarenakan pembelajaran klasikal proses pembelajaran di kelas menjadi sepenuhnya berpusat pada guru (teacher centered) sehingga siswa cenderung sebagai pendengar yang pasif. Selain itu, jumlah siswa dalam kelas tidak memungkinkan untuk diberikan perhatian dan bimbingan secara menyeluruh kepada setiap siswa. Oleh karena itu, pola pembelajaran seperti ini kurang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pada kelas eksperimen, model pembelajaran yang digunakan adalah group investigation. Model pembelajaran GI dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa karena dalam pembelajaran ini, siswa dilatih untuk mampu menentukan masalah, menganalisis masalah berdasarkan data yang diperoleh, serta mengatasi masalah dengan
memunculkan kemungkinan-kemungkinan solusi yang sesuai dengan masalah. Dalam model pembelajaan GI siswa lebih banyak berdiskusi dan bekerja sama dengan kelompoknya dibandingkan dengan mendengarkan penjelasan dari guru. Siswa menjadi terlibat secara aktif dalam diskusi, berpikir untuk menemukan pengetahuannya sendiri secara kreatif, berani dan mau mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri. Model pembelajaran GI merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dilandasi oleh teori pembelajaran kontruktivisme. Paradigma pembelajaran kontruktivisme telah dikenal sejak tahun 1710, tetapi pada kenyataannya paradigma pembelajaran yang dikembangkan di sekolah lebih didominasi oleh pembelajaran behavioristik hal ini dapat dilihat pada kegiatan pembelajaran di kelas kontrol. Atas dasar beberapa kajian ternyata pembelajaran behavioristik memiliki beberapa kelemahan antara lain terlalu mekanistik dan kurang mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal. Sehingga sebagai jawaban atas kelemahan tersebut maka diskusi dan kajian pembelajaran konstruktivisme seperti yang ada di kelas eksperimen menjadi semakin sering digunakan karena dianggap lebih baik daripada pembelajaran behavioristik dalam mengembangkan potensi siswa. Eggen (dalam Hitipiew, 2009:86) menyatakan bahwa teori kontruktivisme merupakan satu pandangan belajar yang menyatakan bahwa siswa menggunakan pengalaman-pengalamannya untuk membangun pemahamannya secara aktif agar masuk akal baginya dan bukannya memperoleh pemahaman melalui penyajian informasi dalam bentuk yang sudah jadi. Dengan adanya siswa membentuk pemahamannya sendiri maka secara tidak langsung siswa juga mengembangkan kemampuan berpikirnya. Kemampuan berpikir yang baik, lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar atas suatu persoalan yang sedang dipelajari. Siswa yang mempunyai cara berpikir yang baik, akan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan yang lain. Sementara itu, siswa yang sekedar menemukan jawaban benar belum pasti dapat memecahkan persoalan yang baru karena mungkin siswa tidak mengerti bagaimana menemukan jawaban itu.
Pada sintaks model pembelajaran GI siswa mulai menggunakan kemampuan berpikir kreatif untuk menggali pengetahuannya sendiri. Hal ini didukung oleh pendapat dari Lee dan Baylor (dalam Sutama, 2007) bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa harus dilatih untuk menuntun siswa belajar dan menemukan pengetahuan sendiri. Siswa yang memiliki tingkatan atau kemampuan berpikir kreatif yang tinggi akan menunjukkan keterampilan yang baik seperti mengemukakan banyak ide atau gagasan, jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbedabeda untuk menyelesaikannya, dapat merinci ide-ide yang dikemukakan, dan lain sebagainya. Pada model pembelajaran GI, sumber informasi siswa tidak hanya guru dan siswa tetapi melalui sumber-sumber yang mendukung materi yang dipelajari seperti lingkungan sekitar siswa, buku-buku pelajaran, koran, artikel atau jurnal di internet, dan lain sebagainya. Pernyataan ini didukung oleh Sharan & Sharan (1989) bahwa siswa dapat mencari sumber belajar tidak hanya dari guru namun siswa bisa mencari dari film, berbagai bacaan, buku-buku gambar, artikel dll. Dengan adanya banyak sumber yang dimiliki siswa maka proses berpikir kreatif siswa akan lebih lancar, luwes, dan terperinci. Dalam model pembelajaran GI, siswa pada saat belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan serta demokrasi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, sehingga lebih memungkinkan pengembangan nilai, sikap moral dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Selain itu keterbukaan yang terjalin akan menambahkan pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajari sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa dapat diperoleh secara maksimal. Hal ini juga dijelaskan dalam penelitian-penelitian sebelumnya bahwa model pembelajaran GI dapat meningkatkan hasil belajar dan prestasi, kemampuan sosial dan keterampilan berpikir siswa (Sharan & HertzLazarowitz, 1980; Sharan et al., 1985; Sharan & Shachar, 1988; Lazarowitz & Karsenty, 1990; Sharan & Shaulov, 1990; Shachar & Sharan, 1994; Tsoi, 2000, 2001; Akcay, 2012; Simsek, 2012). Pada model pembelajaran GI, sumber informasi siswa tidak hanya guru dan siswa tetapi melalui sumber-sumber yang mendukung materi yang dipelajari seperti lingkungan sekitar siswa, buku-buku pelajaran, koran, artikel atau jurnal di internet, dan
lain sebagainya. Pernyataan ini didukung oleh Sharan & Sharan (1989) bahwa siswa dapat mencari sumber belajar tidak hanya dari guru namun siswa bisa mencari dari film, berbagai bacaan, buku-buku gambar, artikel dll. Sumber belajar tersebut dapat dipelajari siswa untuk mempersiapkan ujian yang akan diberikan oleh guru. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Sutama (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation untuk Pengembangan Kreativitas Mahasiswa” menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran GI dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif mahasiswa. Selain kemampuan berfikir kreatif, prestasi akademik mahasiswa juga meningkat. Berdasarkan teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang telah dipaparkan, penelitian ini dimaksudkan untuk menggali lebih dalam mengenai penerapan model pembelajaran GI terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa SMA. Dimana pada penelitian sebelumnya telah menerapkan model pembelajaran GI terhadap hasil belajar, prestasi, kemampuan berpikir kritis, dan kreativitas baik siswa SMP, SMA, pendidikan tinggi, dan jenjang lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini relevan dan dapat mendukung penelitian sebelumnya tentang penerapan model pembelajaran GI.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran group investigation berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran geografi kelas X SMA Negeri 1 Batu. Rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif siswa yang proses pembelajarannya menggunakan model group investigation lebih tinggi daripada siswa yang proses pembelajaran klasikal. Berdasarakan hasil penelitian yang telah dipaparkan, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut (1) Bagi sekolah disarankan agar menganjurkan kepada guru-guru untuk menerapkan pembelajaran kooperatif misalnya dengan penerapan model pembelajaran Group Investigation untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dengan cara memberikan pengetahuan kepada guru-guru tentang model pembelajaran kooperatif misalnya melalui pelatihan atau seminar, dan lesson study. (2) Pembelajaran dengan menggunakan model group investigation perlu diterapkan oleh
guru bidang studi geografi sebagai variasi model pembelajaran karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. (3) untuk penelitian selanjutnya, perlu adanya pengelolaan waktu yang baik agar model pembelajaran GI dapat terlaksana dengan baik. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan merencanakan waktu yang ada dalam RPP dengan cermat, dan dalam pelaksanaan peneliti harus mampu mengatur waktu pelaksanaan model pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN Akçay, Nilüfer Okur & Kemal Doymuş. 2012. Effect of Group Investigation and Cooperative Learning Technique Applied in Teaching Force and Motion Subjects on Student’ Academic Achievement. Journal of Educational Science Research 2 (1): 109-123 Almarumi, A. Fais Aziz. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI SMA Laboratorium UM. Skripsi Jurusan Geografi Universitas Negeri Malang: Tidak Diterbitkan Arnyana, Ida Bagus Putu. 2009. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif Pada Pelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja. No. 3 TH. XXXIX Juli 2009: 496-515 Munandar, S.C. Utami. 1999. Kreativitas dan keberbakatan: strategi mewujudkan potensi kreatif dan bakat. Jakarta: Rineka Cipta. Munandar, S.C. Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Narudin, David. 2009. Pembelajaran Metode Group Investigation. Diskusi Pendidikan,(Online) http://akhmadsudrajat09.wordpress.com/2009/06/20/ pembelajaran-metode), diakses 26 Desember 2012. Nasrudin, Harun & Utiya Azizah. 2010. Improvement Thinking Skills and Scientific Attitude Using the Implementation of ”Group-Investigation Cooperative Learning” Contextual Oriented at Acid, Base, and Salt Topic in Junior High School. Proceedings of of the 4th International Conference on Teacher Education (hlm 763-772). Indonesia: Universitas Pendidikan Indonesia Prastiwi, Reny Budi. 2011. Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Siswa dengan Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Kelas X-E SMA Islam Malang Pada Mata Pelajaran Geografi Pokok Bahasan Litosfer dan Pedosfer. Skripsi Jurusan Geografi Universitas Negeri Malang: Tidak Diterbitkan Purwanto, Edy. 2010. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Disajikan dalam rapat senat terbuka di Universitas Negeri Malang pada 6 Mei 2010 Sharan, S. & Hertz-Lazarowitz, R. 1980. A group investigation method of cooperative learning in the classroom. In S. Sharan, P. Hare, C. Webb and R. HertzLazarowitz (Eds.), Cooperation in education (pp. 14-46). Provo, UT: Brigham Young University Press.
Sharan. 1980. The Group-Investigation Model (GI). (Online), (www.user.muohio.edu/shermalw/honors_2001_fall/honors_paper_2000/edpgro up_pedagogy.html-16k) diakses tanggal 20 Desember 2012. Sharan, S., Kussell, P., Bejarano, Y., Raviv, S., Hertz-Lazarowitz, R. & Sharan, Y. 1985. Cooperative learning effects on ethnic relations and achievement in Israeli junior high-school classrooms. In R. Slavin, S. Sharan, S. Kagan, C. Webb, R. Hertz-Lazarowitz & R. Schmuck (Eds.), Learning to cooperate, cooperating to learn (pp. 313-344). New York: Plenum Press. Sharan, S. & Shachar, H. 1988. Language and Learning in the Cooperative Classroom. New york: Springer Verlag. Sharan, Yael and Shlomo Sharan. 1989. Group Investigation Expands Cooperative Learning. Educational Leadership 47(4):17–21 Sharan, S. 1995. Group Investigation Theoretical Foundations. In J.E. Pedersen & A.D. Digby (Eds.), Secondary schools and cooperative learning (hlm. 251-277). New York: Garland. Slavin, Robert. E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media Sriartha, I Putu. 2006. Aneka Widya STKIP Singaraja. No 2 TH. XXXI April 2006: 3948 Sumaatmadja, Nursid. 2001. Metodologi Pembelajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara Sutama. 2007. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation untuk Pengembangan Kreativitas Mahasiswa. Varidika, 19 (1), 1-14. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Thanh, Pham Thi Hong, Robyn Gillies, & Peter Renshaw. Cooperative Learning (CL) and Academic Achievement of Asian Student: A True Story. International Education Studies 1(3): 82-88 Tsoi, M.F., Goh, N.K., & Chia, L.S. 2000. Modeling of Group Investigation in Science Teacher Education. In C. Lertchalolarn et al. (Eds.), Proceedings of International Conference on Reforming Teacher Education for the New Millennium: Searching for the New Dimension (hlm 428-433). Thailand: Chulalongkorn University Printing House. Tsoi, M.F., Goh, N.K., & Chia, L.S. 2001. Modeling of Group Investigation for effective e-learning in educational technology program. In Chul-Hwan Lee et al. (Eds.), Enhancement of Quality Learning through Information & Communication Technology (hlm. 694-697). Korea: Incheon National University of Education.