PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI SISWA SMA
Rahmawati Achmad Amirudin J.P. Buranda Jurusan Geografi Universitas Negeri Malang
ABSTRACT: The aim of this research was to clarify the influence of Problem Based Learning model on analytical thinking skill. These research was quasi experiment that conducted at SMA Brawijaya Smart School Malang. This experiment was used nonequivalent pretest-posttest control group design that used essay test as an instrument, and also SPSS 16 for windows used as an analysis. The experimental class obtained a treatment with PBL learning model while control class with question and answer, giving worksheets and use power point. The result of these research shown that both of the class increased the ability to analytical thinking skill. Gain score of experimental class higher than control class, experimental class gain score was 23,42 and control class was 12,15. Based on that result and the statistical analysis showed that PBL learning model influence the analytical thinking skill on the geography subjects of senior high school students. Kata Kunci: Problem Based Learning, analytical thinking skill
Kemampuan berpikir pada tingkat kognitif analitis dibutuhkan siswa dalam pembelajaran geografi karena hampir di setiap standar kompetensi (SK) mata pelajaran geografi baik kelas X, XI dan XII terdiri atas kompetensi dasar (KD) menganalisis (ranah kognitif C4 dalam taksonomi Bloom). Lebih luas lagi, kemampuan berpikir analitis dibutuhkan siswa karena jika siswa memiliki kemampuan analitis yang baik, maka dia akan lebih siap untuk menghadapi tantangan dalam kehidupannya sehari-hari maupun sebagai bekal untuk kehidupannya di masa yang akan datang. Buchori dalam Trianto (2007:1) menyatakan bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya, kemampuan berpikir analitis siswa di Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan laporan Mckinsey Indonesian’s Today dan sejumlah data rangkuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Edupost, 2012) menyatakan bahwa hanya 5% dari pelajar Indonesia yang memiliki kemampuan berpikir analitis, sedangkan sebagian besar pelajar Indonesia lainnya hanya memiliki kemampuan sampai taraf mengetahui. Salah satu penyebab hal tersebut tidak lain karena pembelajaran di sekolah kurang menuntut siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikir mereka. Siswa cenderung dilatih untuk menjawab soal dengan menghafal, sehingga keaktifan dan daya berpikir tingkat tinggi siswa tidak berkembang. Selain itu, permasalahan kompetensi siswa dalam berpikir analitis juga terjadi pada pembelajaran geografi di SMA. Pembelajaran geografi mencakup pendekatan, prinsip, dan aspek geografi yang dikaitkan dengan fenomena yang ada di kehidupan sehari-hari. Kebiasaan menghafal siswa dalam mempelajari konsep atau materi geografi hanya akan menghadirkan pengetahuan yang bersifat mudah terlupakan. Handoyo (2012) menyatakan bahwa secara faktual pembelajaran geografi di sekolah belum sesuai dengan fungsinya. Pertama, pembelajaran masih kurang menggunakan paradigma baru dan bermakna bagi siswa. Kedua, pembelajaran masih menitik beratkan pada aspek pengetahuan untuk menyiapkan ujian, bukan mengajarkan siswa membangun kompetensi. Hal ini mengakibatkan kemampuan berpikir siswa, khususnya berpikir analitis, kurang mengalami perkembangan maksimal. Padahal kemampuan siswa untuk lebih memahami materi pelajaran geografi harus dikembangkan dengan merangsang daya pikir analitis siswa, mengingat tujuan dari pembelajaran geografi sendiri tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan saja, tetapi juga pada aspek keterampilan dan sikap. Berpikir analitis merupakan kemampuan individu untuk dapat membedakan atau mengidentifikasi suatu peristiwa/permasalahan menjadi sub-masalah, dan menentukan hubungan yang wajar/logis untuk menemukan penyebab dari permasalahan yang terjadi (Chareonwongsak,1999 dalam Montaku, 2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa berpikir analitis merupakan pemikiran yang didasarkan data dan fakta yang akan membantu dalam pemecahan masalah, mencari solusi berdasarkan penyebab masalah sehingga dapat mendukung tahapan berpikir kritis, kreatif, dan berpikir memecahkan masalah. Kemampuan berpikir analitis dapat diperoleh siswa melalui penerapan pembelajaran yang inovatif, konstruktifistik, kreatif dan mampu mengajak siswa membangun pemahaman terhadap konsep yang dipelajari. Salah satu model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran ini dapat mengoptimalkan potensi yang ada pada pada diri siswa secara aktif, baik aktif secara fisik maupun mental. Selain itu, kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama dan siswa memperoleh pengalaman sendiri untuk menyelesaikan suatu masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran PBL terhadap kemampuan berpikir analitis siswa SMA sehingga dapat menjadi alternatif pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir analitis pada mata pelajaran geografi siswa SMA. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi bidang kurikulum dan dapat memberikan sumbangan dalam perbaikan pembelajaran geografi di sekolah. Bagi guru diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi model pembelajaran yang bisa digunakan dalam pembelajaran geografi mengingat banyak materi geografi yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Bagi peneliti lanjutan dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian sejenis.
METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) yang termasuk penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian yang digunakan adalah nonequivalent pretest-posttest control group design karena melibatkan dua kelompok subjek (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) yang dipilih tidak secara random. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang mendapat perlakuan dengan model pembelajaran Problem Based Learning, sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang menggunakan model pembelajaran konvensional atau model yang biasa dipakai oleh guru. Pada penelitian ini, model konvensional yang biasa diterapkan adalah pemberian LKS, tanya jawab dan menggunakan power point. Subjek penelitian adalah siswa Kelas XI IPS SMA Brawijaya Smart School Malang semester gasal tahun ajaran 2013/2014. Kelas XI IPS 1 dipilih sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPS 2 sebagai kelas eksperimen. Subjek dipilih berdasarkan karakteristik kelas dan kompisisi kemampuan siswa masing-masing kelas yang hampir sama. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah gain score nilai kemampuan berpikir analitis siswa yang diperoleh dari selisih nilai tes kemampuan awal siswa (pretest) dan nilai kemampuan akhir siswa (posttest). Instrumen yang digunakan berupa tes essai. Sebelum digunakan instrumen telah di uji coba untuk mengetahui tingkat kesukaran, daya beda soal, kevalidan dan reliabilitasnya. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan statistik inferensial. Di dalam teknik analisis inferensial terdapat statistik parametrik dan non-parametrik, sehingga diperlukan uji prasyarat sebelum melakukan uji hipotesis. Uji prasyarat meliputi uji homogenitas dan normalitas untuk mengetahui teknik analisis yang digunakan. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 16 for Windows. HASIL Berdasarkan gambar 1, hasil tes kemampuan awal (pretesti) kelas kontrol memiliki rata-rata nilai sebesar 53 dan kelas eksperimen sebesar 51. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa kemampuan berpikir analitis antara siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen masih rendah dan hampir sama kemampuannya. Pada hasil kemampuan akhir (posttest) kemampuan berpikir analitis siswa pada kedua kelas sama-sama mengalami kenaikan. Akan tetapi, hasil yang diperoleh berbeda dimana kelas eksperimen menunjukkan posttest yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Nilai posttest kelas kontrol meningkat menjadi 65 sementara kelas eksperimen menjadi 74. Sementara hasil rata-rata gain score kelas kontrol sebesar 12,15 dan kelas eksperimen sebesar 23,42. Perbedaan hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas eksperimen yang diberi perlakuan model pembelajaran PBL memiliki peningkatan hasil tes kemampuan berpikir analitis dibandingkan kelas kontrol yang tidak diberi perlakuan model atau secara konvensional yaitu mengerjakan LKS, ceramah dan tanya jawab.
Gambar 1. Perbandingan Hasil Pretest, Posttest dan Gain Score kelas eksperimen dan kelas control.
Hasil analisis menggunakan SPSS 16 For Windows diketahui bahwa data kelas kontrol dan kelas eksperimen merupakan data normal dan homogen sehingga analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis ini adalah uji statistik parametrik dengan uji-t independen (independent sample t-test) pada tingkat signifikansi 0,05 atau tingkat kepercayaan sebesar 95%. Dari hasil uji-t terhadap kemampuan berpikir analitis geografi siswa SMA didapatkan bahwa nilai signifikansi (sig. 2-tailed) adalah 0,010. Nilai signifikansi tersebut < 0,05, maka Ho ditolak atau dengan kata lain model pembelajaran Problem Based Learning berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitis geografi siswa SMA. Hal tersebut ditunjukkan dengan lebih tingginya rata-rata (Mean) dari nilai tes maupun gainscore yang diperoleh oleh siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Problem Based Learning dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model konvensional. Adapun temuan khusus dari penelitian ini antara lain: 1) pelaksanaan Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) akan lebih efektif jika peran guru sebagai pengelola, fasilitator dan pembimbing berjalan dengan baik serta jumlah permasalahan atau soal dalam kegiatan diskusi tidak banyak; 2) jumlah siswa yang relatif sedikit sangat efektif untuk diterapkankannya model Problem Based Learning (PBL); 3) guru perlu melakukan sebuah pengorganisasian yang matang dalam mempersiapkan model PBL dan pengelolaan kelas.
PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari hasil kemampuan berpikir analitis pada pembelajaran geografi siswa kelas XI SMA yang belajar dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
dengan siswa yang hanya belajar dengan model pembelajaran konvensional. Selain itu dapat dikemukakan pula bahwa penggunaan model pembelajaran PBL lebih baik dari model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari hasil rata-rata gain score kemampuan berpikir analitis siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol. Rata-rata gain score kemampuan berpikir analitis siswa kelas eksperimen sebesar 23,42, sedangkan rata-rata gain score kemampuan berpikir analitis siswa kelas kontrol sebesar 12,15. Pada penelitian ini juga diperoleh bahwa kemampuan analitis pada mata pelajaran geografi, baik siswa dari kelas kontrol maupun kelas eksperimen, mengalami peningkatan. Peningkatan kemampuan berpikir analitis pada mata pelajaran geografi tersebut lebih didominasi oleh siswa kelas eksperimen yang mana kegiatan pembelajarannya menggunakan model PBL. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis yang diperoleh yaitu nilai sig.sebesar 0,010 < 0,05, sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajar menggunakan model PBL dan siswa yang belajar menggunakan model konvensional. Jadi, penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran PBL berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitis siswa kelas XI pada mata pelajaran geografi. Pada taksonomi Bloom, berpikir analitis berada pada ranah kognitif C4, dimana kemampuan ini akan dapat tercapai apabila siswa telah menguasai ranahranah kognitif sebelumnya. Kemampuan berpikir analitis merupakan salah satu dari kemampuan berpikir tingkat tinggi yang membutuhkan keterampilan berpikir secara sadar. Maka dari itu siswa perlu dilatih, seperti contohnya bagaimana agar mereka mampu mengungkapkan alasan-alasan dari hubungan suatu hal dan mampu membuat solusi secara terstuktur, agar kemampuan analitis mereka berkembang. Hal tersebut selaras dengan pendapat Carr dan Sparks (2011:11) yang menyatakan bahwa “kemampuan berpikir secara sadar memiliki kapasitas yang relatif terbatas dalam otak sehingga perlu dilatih dengan berbagai pendekatan ilmiah.” Model pembelajaran PBL berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitis siswa disebabkan karena pada model PBL siswa dilatih untuk berpikir secara sadar dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang disajikan dengan dikontekskan pada dunia nyata. Dari permasalahan tersebut, siswa bergerak dan berpikir aktif untuk mencari proses pemecahannya. Pada proses pemecahan masalah inilah siswa akan termotivasi untuk menyelidiki lebih dalam, sehingga dapat membangun pengetahuan mereka secara mandiri serta muncul pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi yang secara tidak langsung melatih mereka untuk berpikir analitis. Hal ini selaras dengan pendapat Arends (dalam Trianto, 2007:68) yang menyatakan bahwa pengajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan kemampuan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri”. Peningkatan kemampuan berpikir analitis siswa juga tidak terlepas dari perubahan kebiasaan mereka yang menghafal materi menjadi memahami materi di pelajaran geografi. Perubahan kebiasaan tersebut disebabkan karena dalam model PBL, permasalahan yang disajikan dekat dengan kehidupan mereka (kontekstual) sehingga pengalaman belajar benar-benar dialami oleh siswa . Pengalaman belajar
diperoleh melalui proses mereka didalam menyelesaikan masalah yang ada di sekitar mereka. Pengalaman dalam belajar ini akan lebih bermakna daripada guru hanya menyajikan informasi saja. Hal ini selaras dengan pendapat Trianto (2007:67) yang menyatakan bahwa “Dari contoh permasalahan yang nyata jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar manghafal konsep”. Pengalaman belajar yang diperoleh melalui proses di dalam menyelesaikan masalah (model PBL) menjadikan pelajaran tersebut akan lebih bermakna bagi siswa dalam menghadapi permasalahan-permasalahan kehidupannya. Kebermaknaan tersebut akibat membiasakan menghadapi permasalahan. Selain itu siswa dilatih berperan sebagai orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka yang akan datang, seperti kelebihan PBL yang diungkapkan Djamarah dan Zaim dalam Masholekhatin (2013:19-20) bahwa “(1) Pembelajaran ini merupakan pendidikan di sekolah yang relevan dengan kehidupan khususnya dunia kerja; (2) pembelajaran ini membiasakan siswa menghadapi masalah di kehidupan masyarakat bekerja keras dan memiliki kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan; (3) pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh bagi berbagai segi dalam rangka solusi suatu permasalahan. Model pembelajaran PBL berbeda dengan pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir analitis siswa, menunjukkan bahwa gainscore hasil tes kemampuan berpikir analitis siswa kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional cenderung lebih rendah daripada kelas eksperimen yang menggunakan model belajar PBL. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran konvensional siswa belajar dengan memperoleh informasi dari guru dan kurang mengeksplor pengetahuan siswa secara mandiri sehingga tidak mengembangkan kemampuan berpikir yang dimilikinya dan kemungkinan untuk menghafal materi masih dominan. Ketika dihadapkan pada permasalahan yang berbeda mereka kurang mampu memberikan jawaban yang bersifat analitis. Sebaliknya, pada model pembelajaran PBL yang ciri khasnya yaitu belajar mulai dari masalah, maka siswa dituntut aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Sesuai dengan pernyataan Sumarmi (2012:150) “Ada tiga ciri dari pembelajaran berbasis masalah antara lain: (1) mengajukan pertanyaan dan masalah, (2) berfokus pada keterkaitan antardisiplin yang mana masalah yang akan dikaji telah dipilih secara nyata sehingga dalam pemecahannya siswa dapat meninjau masalah ini dan (3) penyelidikan autentik yaitu siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, membuat referensi, dan akhirnya merumuskan simpulan.” Dalam proses itulah siswa dengan bebas mengeksplor kemampuan berpikirnya dengan banyak membaca literatur, buku, berusaha mengkaitkan hal-hal penyebab dari permasalahan, dsb. Kegiatan tersebut kemampuan kognitif mereka dapat terlatih tidak hanya pada pengetahuan dasar saja, tetapi pengetahuan yang lebih kompleks pun akan mereka dapatkan tak terkecuali kemampuan berpikir analitis siswa dalam mata pelajaran geografi. Seperti pernyataan Ratumanan (dalam Trianto, 2007:68) bahwa “pembelajaran PBL cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks”.
Temuan khusus pertama dalam penelitian ini adalah pelaksanaan Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) akan lebih efektif jika peran guru sebagai pengelola, fasilitator dan pembimbing berjalan dengan baik serta jumlah permasalahan atau soal dalam kegiatan diskusi tidak banyak. Guru harus mengontrol siswa dalam diskusi kelompok dengan mengawasi dan memberi teguran kepada siswa yang kurang ikut andil dalam diskusi kelompok. Guru hendaknya juga memfasilitasi siswa dengan membawakan buku referensi lain yang dapat siswa pinjam jika diperlukan. Selain itu, guru berkeliling di tiap-tiap kelompok untuk memastikan sejauh mana siswa bekerja, mengarahkan siswa dalam melakukan penyidikan atau mencari informasi atau mengarahkan jawaban ketika muncul pertanyaan-pertanyaan kritis siswa. Dengan adanya peran guru sebagai pengelola, fasilitator, dan pembimbing maka jalannya pembelajaran dapat memaksimalkan penerapan model PBL pada kelas eksperimen. Hal tersebut selaras dengan pendapat Sumarmi (2012:3) yang menyatakan bahwa guru profesional harus dapat menjadi pengelola dengan menciptakan iklim yang nyaman saat pembelajaran, juga sebagai fasilitator yang berperan melayani dan memudahkan siswa selama pembelajaran berlangsung. Temuan khusus kedua pada penelitian ini adalah jumlah siswa yang relatif sedikit sangat efektif untuk diterapkankannya model Problem Based Learning (PBL) karena siswa dapat mudah dipantau dalam mengikuti proses pembelajaran dan guru dapat lebih mudah dalam mengelola kelas ataupun membimbing siswa. Siswa yang tidak terlibat aktif atau hanya bergantung pada temannya saja akan mudah terpantau. Guru dalam memberikan pengarahan juga dapat menyeluruh kesetiap kelompok sehingga interaksi antara guru dan kelompok kecil pada saat diskusi kelompok dapat terjalin sehingga siswa tidak salah arah dalam pencarian informasi atau siswa dapat bertanya maksud dari hal yang tidak mereka mengerti. Selain itu, guru juga dapat dengan mudah memeriksa pekerjaan tiap siswa pada tugas yang dibebankan oleh kelompok mereka. Temuan khusus ketiga pada penelitian ini adalah guru sangat perlu melakukan sebuah pengorganisasian yang rapi, terencana, dan matang tidak hanya dalam mempersiapkan pembelajaran menggunakan model PBL tetapi juga kemampuan guru dalam mempersiapkan pengelolaan kelas. Penetapan tujuan, merancang situasi masalah dan mengorganisasi material yang akan dibutuhkan siswa untuk penyelidikan dapat menjadikan pembelajaran lebih fokus terarah dan efektif. Selain itu guru harus mempunyai seperangkat aturan yang jelas dan panduan bagaimana mengelola kerja kelompok agar pembelajaran menjadi berlangsung tertib. Seperti pernyataan Trianto (2007:75) bahwa “...guru harus mempunyai seperangkat aturan yang jelas agar supaya pembelajaran dapat berlangsung tertib tanpa gangguan, dapat menangani siswa yang menyimpang dengan cepat dan tepat”. Beberapa hal tersebut perlu diperhatikan karena jika tidak terorganisasi dengan baik, besar kemungkinan waktu terlaksananya model ini tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan atau terjadi perpanjangan waktu. Hasil penelitian ini juga didukung beberapa penelitian-penelitian sebelumnya, dimana model pembelajaran PBL mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi. Penelitian tersebut di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Masholekhatin (2013) dengan judul penelitian Pengaruh Model Pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 6 Malang yang merupakan penelitian eksperimen dengan hasil bahwa model PBL berpengaruh terhadap hasil pembelajaran Geografi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 6 Malang. Apabila dibandingkan antara penelitian Masholekhatin (2013) dengan penelitian ini, terdapat perbedaan pada variabel yang diteliti. Pada penelitian Masholekhatin (2013) variabel yang diteliti adalah hasil belajar geografi sedangkan pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah kemampuan analitis geografi siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawatie (2012) dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung Pada Materi Sumber Daya Alam dengan hasil bahwa model PBL berpengaruh signifikan terhadap hasil pembelajaran Geografi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1Boyolangu Kabupaten Tulungagung pada Materi Sumber Daya Alam. Apabila dibandingkan antara penelitian Rahmawatie (2012) dengan penelitian ini, terdapat perbedaan pada variabel yang diteliti serta materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian. Pada penelitian Rahmawatie (2012) variabel yang diteliti adalah hasil belajar geografi sedangkan pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah kemampuan analitis geografi siswa. Materi pelajaran pada penelitian Rahmawatie (2012) adalah tentang Sumber Daya Alam, sedangkan pada penelitian ini adalah tentang komposisi penduduk. Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2012) dengan judul penelitian Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Materi Kerusakan Tanah dan Lahan Kelas X SMA Negeri 7 Malang dengan hasil penelitian yaitu terdapat pengaruh yang signifikan di penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar kognitif siswa pada materi PLH. Apabila dibandingkan antara penelitian Hasanah (2012) dengan penelitian ini, terdapat perbedaan pada variabel yang diteliti serta materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian. Pada penelitian Hasanah (2012) variabel yang diteliti adalah hasil belajar siswa pada pembelajaran PLH sedangkan pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah kemampuan analitis pada pembelajaran geografi siswa. Materi pelajaran pada penelitian Hasanah (2012) adalah tentang pendidikan lingkungan hidup, sedangkan pada penelitian ini adalah tentang komposisi penduduk. Secara garis besar, model Pembelajaran PBL pada penelitian-penelitian terdahulu digunakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa di SMA, sedangkan pada penelitian ini model PBL digunakan untuk membuktikan pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir analitis geografi siswa. Namun demikian hasil penelitian ini relevan dan dapat menambah referensi penelitian sebelumnya tentang penerapan model pembelajaran PBL. KESIMPULAN Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitis pada pembelajaran geografi siswa SMA.
SARAN Sesuai dengan kesimputan tersebut, maka saran dapat diajukan kepada sekolah, guru geografi, dan peneliti lanjut. Bagi pihak sekolah, khususnya bagian kurikulum agar menganjurkan guru untuk menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terutama diterapkan pada materi yang menuntut siswa untuk berpikir analitis. Langkah yang dapat dilakukan untuk memperlancarnya adalah dengan cara meningkatkan pengetahuan guru-guru tentang model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) misalnya mendatangkan pembicara yang kompeten dalam pembelajaran model PBL kemudian pelatihannya dengan mempraktekkan pada Lesson Study. Bagi guru geografi hendaknya model pembelajaran Problem Based Learning dijadikan sebagai alternatif dalam kegiatan pembelajaran mengingat banyak materi geografi yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa (khususnya berpikir analitis) yaitu dengan cara: a) Menyusun RPP yang kegiatan inti pembelajarannya menggunakan sintaks model pembelajaran Problem Based Learning dengan alokasi waktu yang cermat karena memerlukan alokasi waktu yang relatif lama oleh karena itu hendaknya direncanakan dengan baik agar pembelajaran berlangsung secara efektif; b) Guru harus menyiapkan/memikirkan fasilitas bagi siswa yang sekiranya dibutuhkan saat pelaksanaan Problem Based Learning, karena jika tidak dipersiapkan dengan baik dapat memperpanjang waktu pelaksanaan pembelajaran sehingga menjadi kurang efektif; c) Guru harus mempersiapkan pula seperangkat peraturan yang jelas dan panduan bagaimana mengelola kerja kelompok agar pembelajaran berlangsung tertib mengingat model pembelajaran Problem Based Learning ini memacu siswa untuk aktif; d) Soal diskusi hendaknya tidak terlalu banyak agar pelaksanaan model PBL dapat lebih efektif dan tidak memecah fokus siswa dalam memecahkan masalah; e) Guru menggunakan PBL pada materi-materi pembelajaran geografi yang menuntut siswa untuk berpikir tingkat tinggi salah satunya yaitu berpikir analitis. Bagi peneliti lanjut disarankan agar: a) Melakukan penelitian model pembelajaran PBL dengan variabel lain atau menambahkan variabel seperti motivasi, keaktifan, dan minat; b) Menerapkan PBL pada materi atau kompetensi dasar mata pelajaran geografi yang berbeda, khususnya pada materi yang menuntut siswa untuk berpikir tingkat tinggi; c) Merencanakan pengelolaan kelas dengan efektif, dengan cara mengatur waktu di RPP dengan lebih rinci dan seperangkat peraturan agar dapat segera mengatasi siswa yang berperilaku menyimpang; d) Melakukan penelitian di sekolah yang berbeda agar kelebihan PBL dalam hubungannya dengan kemampuan berpikir analitis siswa dapat diketahui lebih lanjut. DAFTAR RUJUKAN Amer, Ayman. 2005. Analytical Thinking. Mesir: CAPSCU. Dari Pathways, (Online), (www.pathways.cu.edu.eg), diakses 20 Agustus 2013. Arikunto, S.2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Bloom, Benjamin S., et al. 1956. Taxonomy of Educational Objectives The Classification of Educational Goals Handbook I Cognitive Domain. London: Longman Inc. Ball, M. John et all..1971. The Social Science and Geographic Education : A Reader. Canada. John Wiley & Sons Inc. Best, W.John. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Carr, Karen dan Sparks, Emma.2011.Thinking Skills for Strategic Capability.(Online), (http://cranfiealdac.uk/cds/humansystem.pdf), diakses 20 Agustus 2013. Chantaranima, T & Yuenyong, C. Tanpa tahun. Grade 11 Students’ Capability of Analytical Thinking and Attitude Toward Science Through Teaching and Learning About Sound Based on Science Technology and Society(Sts) Approach. Thailand: Khon Kaen University.Jurnal penelitian tidak diterbitkan. (Online), (http://www.recsam.edu.my/COSMED/cosmed09/AbstractsFullPapers2009/A bstract/Science%20Parallel%20PDF/Full%20Paper/22.pdf) diakses tanggal 20 Agustus 2013). Edupos.2012.Pelajar Indonesia Lemah Berpikir Analitis? Ganti KurikulumBukan Solusinya.(Online), (http://edupost-jogja/berita-nasional/pelajar-indonesialemah-berpikir-analitis-ganti-kurikulum bukan solusinya), diakses 19 Agustus 2013. Eng, Chen Swee. Tanpa tahun. Problem-Based Learning – Educational Tool or Philosophy. Australia: The University of Newcastle . jurnal tidak diterbitkan (online, http://www.tp.edu.sg/pbl_sweeeng.pdf) diakses tanggal 20 agustus 2013. Handoyo, Budi. 2012. Pendidikan Geografi Indonesia dalam Perspektif lintas Negara Sebuah Studi Pendahuluan Tujuan, Struktur, dan Ruang lingkup (Online), (http://hangeo.wordpress.com/2012/07/03/pendidikan-geografiindonesia-dalam-perspektif-lintas-negara-sebuah-studi-pendahuluan-tujuanstruktur-dan-ruang-lingkup/) diakses 19 Agustus 2013. Handoyo, Budi. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Geografi untuk Penguatan Karakter Peserta Didik. (Online), (http://hangeo.wordpress.com/2012/04/08/pengembangan-modelpembelajaran-geografi-untuk-penguatan-karakter-peseta-didik/) diakses diakses 19 Agustus 2013. Hasanah, Nurul. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Materi Kerusakan Tanah dan Lahan Kelas X SMA Negeri 7 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah-Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang. Laksani, Mertiara Ratih. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Teams Assisted Individualization terhadap Kemampuan Berpikir Analitis Pada Mata Pelajaran Geografi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Masholekhatin. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 6 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Mayer, Richard .E. 2002.A. Revision of Bloom’s Taxonomy: Rote Versus Meaningful Learning, (Online), 41 (4): 226-232, (www.unco.edu/cetl/sir/stating_outcome/documents/krathwohl.pdf), diakses 20 Agustus 2013. Montaku, Sudjit. 2011. Results of analytical thinking skills training through students in system analysis and design course pada Proceedings of the IETEC’11 Conference, Kuala Lumpur, Malaysia, 2011. (Online), (www.ietecconference.com/ietec11/conference%20proceedings/ietec/papers/conference% 20papers%20Non_Refereed/NR2_50.pdf. Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual(Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press. Perwitasari, Valeriana R.S. 2013. Pengaruh Model Group Investigation Terhadap Kemampuan Berpikir Analisis Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Lawang Kabupaten Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Priyatno, Duwi. 2009. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta: Andi. Purwanto, Edy. 2005. Evaluasi Proses dan Hasil Pembelajaran-Aplikasi dalam Bidang Studi Geografi-Cet.I. Malang: Universitas Negeri Malang. Ratmanto. 2011. Pengaruh Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Hasil Belajar Fisika Ditinjau dari Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa Kelas XI SMKN 2 Probolinggo. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Richards, D. & Cameron, L. (2008). Applying Learning Design concepts to problembased learning In L. Cameron & J. Dalziel (Eds), Proceedings of the 3rd International LAMS & Learning Design Conference 2008: Perspectives on Learning Design. (p.p. 87-96). 5th December 2008, Sydney: LAMS Foundation. Rahmawatie, Eviana. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS
SMA Negeri 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung Pada Materi Sumber Daya Alam. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Sumarmi. 2012. Model-model Pembelajaran Geografi. Malang: Aditya Media Publishing. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan-Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka. -. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang.