PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA I Wayan Sumiana, Sumarno Ismail, Lailany Yahya
[email protected] Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo ABSTRACT The aim of the study was to know the difference of the students’ critical thinking on Mathematic subject which was taught by Problem Based Instruction and conventional learning model. Method of the study used bias experiment with posttest only control group design research. Population of this study was the whole students at the X th grade of SMAN 2 Gorontalo school year 2012/2013. The sample was taken from 2 classes by using cluster simple random sampling. Data analyzed by using t-test independent. From the data analysis found that students’ critical thinking by using Problem Based Instruction was higher than conventional learning method. Keywords: Problem Based Instruction, Mathematics, and Critical Thinking.
PENDAHULUAN Matematika diajarkan bukan hanya untuk mengetahui dan memahami apa yang terkandung dalam matematika itu sendiri, tetapi bertujuan untuk membantu melatih pola pikir siswa agar dapat memecahkan masalah dengan kritis, logis, cermat dan tepat sehingga terbentuk kepribadian yang terampil menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena itu perlu dikembangkan kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran matematika. Salah satu kemampuan berpikir yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus dikembangkan di sekolah adalah kemampuan berpikir kritis. Objek ideal yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa adalah matematika karena Matematika merupakan mata pelajaran yang kaya akan masalah-masalah dan menuntut lebih banyak kemampuan berpikir siswa, Ini berarti bahwa mata pelajaran matematika memiliki potensi yang cukup besar untuk melatih dan sekaligus membentuk siswa menjadi pemikir kritis yang baik. Kemampuan berpikir kritis tidak otomatis dimiliki siswa sehingga diperlukannya
Page 1
peran seorang guru. Akan tetapi setelah penulis melakukan observasi di SMA Negeri 2 Gorontalo, ternyata kemampuan berpikir kritis siswa tidak mendapat perhatian serius dari pihak sekolah atau para guru. Terbukti tidak adanya data mengenai kemampuan berpikir kritis di sekolah tersebut mulai dari kelas X, kelas XI sampai kelas XII. Kemampuan berpikir kritis siswa sangat penting untuk dimiliki dan dikembangkan
melalui
pembelajaran
matematika
di
sekolah,
yang
menitikberatkan pada sistem, struktur, konsep, prinsip, serta kaitan yang ketat antara suatu unsur dengan unsur lainnya, sedemikian hingga pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Persoalannya sekarang adalah bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana guru dapat membawa wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengingatnya dalam kehidupan nyata. Salah satu alternatif dari permasalahan tersebut dengan cara menerapkan salah satu model pembelajaran
yang
berpusat pada siswa yakni model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah atau sering dikenal dengan istilah Problem Based Instruction (PBI). Model Problem Basad Instruction (PBI) merupakan model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Problem Based Instruction (PBI) merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri. Model Problem Based Instruction (PBI) juga diperkuat oleh teori Bruner (dalam Trianto, 2011: 67) yang menyatakan bahwa “berusaha sendiri untuk
Page 2
mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”. Suatu konsekuensi logis, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberi suatu pengalaman kongkret, dengan pengalaman tersebut dapat digunakan pula memecahkan masalah-masalah serupa, karena pengalaman ini memberi makna tersendiri bagi siswa. Dewey (dalam fisher, 2009: 2) mendefinisikan berpikir kritis sebagai pertibangan secara aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti mengenai sebuah kenyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya. Menurut Woolfolk (dalam Uno, 2011: 134) berpikir kritis adalah keterampilan seseorang dalam menggunakan proses berpikirnya
untuk
menganalisis
argumen
dan
memberikan
interprestasi
berdasarkan presepsi yang sasih melalui logikal reasoning, analisis asumsi dan bias dari argumen dan interprestasi logis. Menurut Walker (dalam Faiq, 2012): Berpikir kritis adalah suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasil observasi, pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini diguanakan sebagai dasar saat mengambil tindakan. Menurut Dewey (dalam Trianto 2011: 67) Problem Based Instruction (PBI) adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis dan dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan bahan dan materi dan bisa dijadikan pedoman dan tujuan pembelajaran. Menurut Arends (dalam Trianto, 2011: 68) Problem Based Instruction merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun
Page 3
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, dan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. 1) Indikator kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini adalah Kemampuan mengidentifikasi asumsi yang diberikan. 2) Kemampuan merumuskan pokok-pokok permasalahan. 3) Kemampuan menentukan akibat dari suatu ketentuan yang diambil. 4) Kemampuan mengungkap data/definisi/teorema dalam menyelesaikan masalah. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu, dimana peneliti akan merandom dari 9 kelas sampel dan diambil 2 kelas, kemudian dari 2 kelas akan dirandom lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan PBI dan kelas kontrol diberikan perlakuan model pembelajaran konvensional. Setelah kedua kelas sampel diberi perlakuan maka kedua kelas akan diberi post test, sehingga desain yang digunakan dalam penelitian ini Posttest-Only Control Group Design (Sugiyono, 2009: 112). Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yakni instrument untuk mengukur kemempuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran matematika, khususnya pada materi Jarak Dalam Ruang Dimensi Tiga. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu analisis data deskriptif dan analisis data inferensial. Menurut Sugiyono (2009: 207),
analisis
data
deskriptif
digunakan
untuk
mendeskripsikan
atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum, analisis deskriptif yang digunakan pada penelitian ini adalah mean, median, modus, dan simpangan baku. sedangkan analisis data inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Analisis data inferensial dalam penelitian ini menggunakan uji t dua sampel idependent. Syarat uji t idependen adalah data harus berdistribusi normal dan kedua data memiliki varians yang homogen.
Page 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kritis dari 27 orang siswa yang dibelajarkan dengan Problem Based Instruction (PBI) diperoleh skor minimum 12 dan maksimum 87. Dari skor maksimum dan minimum ini, diperoleh rentangan skor 75. Dengan menggunakan rumus Strurges diperoleh banyak kelas interval 6, dan panjang interval kelas adalah 13. Rata-rata ( X ) skor kemampuan berpikir kritis siswa adalah 49,296 nilai tengah (Me) adalah 42,5 nilai yang paling banyak muncul (Mo) adalah 46,79 dan standar deviasi (SD) sebesar 20,479. Berdasarkan persentase dapat dilihat bahwa terdapat 7 siswa atau 25,93% memperoleh skor dibawah dari kelas interval yang memuat rata-rata, 7 siswa atau 25,93% berada pada kelas interval yang memuat skor rata-rata dan 13 orang atau 48,14% memperoleh skor diatas dari kelas interval yang memuat skor rata-rata. Melihat posisi nilai rata-rata, median, dan modus menunjukkan bahwa nilai rata-rata dan modus lebih besar dari nilai median. Temuan ini memberikan informasi bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan Model Problem Based Instruction cenderung tinggi. Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kritis yang dijaring dari 27 siswa yang dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Konvensional diperoleh skor minimum 10 dan maksimum 84. Dari skor maksimum dan minimum ini, diperoleh rentangan skor 74. Dengan menggunakan rumus Strurges diperoleh banyak kelas interval 6, dan panjang interval kelas adalah 13. Rata-rata ( X ) skor kemampuan berpikir kritis siswa adalah 37,67; nilai tengah (Me) adalah 34,33; nilai yang paling banyak muncul (Mo) adalah 32,17; dan standar deviasi (SD) sebesar 17,29. Berdasarkan persentase dapat dilihat bahwa terdapat 14 siswa atau 51,85% memperoleh skor dibawah dari kelas interval yang memuat rata-rata, 7
siswa atau 25,93% berada pada kelas interval yang memuat skor rata-rata dan 6 orang atau 22,22% memperoleh skor diatas dari kelas interval yang memuat skor rata-rata. Melihat posisi nilai rata-rata, median, dan modus menunjukkan bahwa nilai median dan modus lebih kecil dari nilai rata-rata. Temuan ini memberikan
Page 5
informasi bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Konvensional cenderung rendah.
Uji normalitas dilakukan terhadap data kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model problem based instruction dan model pembelajaran konvensional. Uji normalitas data tersebut menggunakan uji Lilliefors dengan taraf signifikasi α = 0,05 terhadap kedua kelompok data. Kelompok
pertama
adalah
data kemampuan berpikir kritis siswa
menggunakan model problem based instruction dan kelompok
dengan
kedua,
data
kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. kelompok data tesebut menunjukan tingkat normalitas data seperti yang disajikan pada table dibawah ini. Tabel Hasil pengujian nosmalitas data Kelompok
N
Lhitung
Ltabel (α =5%)
Kesimpulan
Kelas Eksperimen
27
0,076
0,168
Normal
Kelas Kontrol
27
0,146
0,168
Normal
Pengujian homogenitas varians dilakukan terhadap dua kelompok data. pengujian homogenitas dua kelompok data digunakan uji-F dengan taraf signifikansi = 0,05 dan derajat bebas pembilang dan penyebut masing-masing n–1. Kriteria pengujian adalah tolak hipotesis nol bahwa data berasal dari populasi homogen jika nilai Fhitung Ftabel, dan pada keadaan lain terima hipotesis nol. Tabel Hasil pengujian homogenitas Varians Kelompok Data
N
dk
Kelas Eksperimen
27
26
Kelas Kontrol
27
26
Fhitung
Ftabel (=5%)
Kesimpulan
1,22
1,55
Homogen
Karena nilai Fhitung Ftabel, maka terima hipotesis nol yang menyatakan data berasal dari populasi yang homogen.
Page 6
Uji t Dua Sampel Idependen adalah suatu teknik penghitungan (statistik parametrik) yang bertujuan untuk menyelidiki pengaruh perbedaan model problem based instruction (PBI) dan model pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pelajaran matematika.
tabel hasil pengujian hipotesis Kelompok data
Rata-rata
varias
dk
kelas eksperimen
49,37
428,088
52
kelas kontrol
36,82
350,772
52
t hitung
t tabel
2,338
1,674
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji t Dua Sampel Idependen diperoeleh t hitung = 2,338 tenyata lebih besar dari nilai t
tabel
= 1,674 pada
taraf kepercayaan = 0,05 dengan derajat kebebasan (dk) = 52. Hal ini berarti hipotesis nol yang menyatakan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model problem based instruction (PBI) lebih rendah atau sama dengan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional ditolak. Dengan demikian hipotesis alternative yang menyatakan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model problem based instruction (PBI) lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional diterima.. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan Uji t Idependen menunjukan terdapat perbedaaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model problem based instruction dan model pembelajaran konvensional dapat dilihat dari hasil perhitungan nilai t hitung sebesar 2,338 yang ternyata
signifikan. Selanjutnya
terbukti
bahwa
kemampuan
berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan model problem based instruction memiliki skor rata-rata 49,37 lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kritis siswa dengan model pembelajaran konvensional
dengan skor rata-rata 36,82.
Jadi secara umum terdapat pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan
Page 7
berpikir kritis
siswa dimana
model problem based instruction lebih
baik
daripada model pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model problem based instruction (PBI) dalam pembelajaran matematika
dapat
memberikan
pengaruh
positif
terhadap
peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan model Problem Based Instruction (PBI) lebih tinggi dari siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada materi Jarak Dalam Ruang Dimensi tiga. Artinya terdapat pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pelajaran matematika dimana model problem based instruction lebih
baik daripada model pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil
penelitian berupa kesimpulan dari temuan maka peneliti menyarankan. 1) Model problem based instruction (PBI) dapat dijadikan alternatif pilihan pembelajaran matematika disekolah dalam upaya agar siswa menyelidiki dan menemukan sendiri pengetahuannya sehingga siswa lebih memahami substansi materi materi yang dipelajari dan pengetahuan itu akan bertahan lama. 2) Model problem based instruction (PBI) membutuhkan waktu
yang
cukup lama, maka sebaiknya guru membagi waktu yang seefektif mungkin sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 3) Konsep matematika harus dikenalkan kepada siswa melalui serangkaian proses berpikir, dan bukan dikenalkan sebagai suatu produk jadi. 4) Kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan pada diri siswa dengan cara banyak memberikan soal-soal yang berbentuk masalah sehingga kemampuan berpikir kritis siswa akan terbentuk.
5) Kepada peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Page 8
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bito, Nursiya. 2009. Pembelajaran Berdasarkan Masalah Untuk Sub Materi Prisma Dan Limas di kelas VIII SMP Negeri 11 Gorontalo. Tesis megister UNS Duyo, Sastra T. 2010. Implementasi Pendekatan Advokasi dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif pada mata pelajaran matematika. Tesis megister UNG Fisher, Alec. 2008. Berpikir Kritis. Jakarta: Erlangga Noormandiri, BK. 2007. Matematika Untuk SMA kelas X. Jakarta: Erlangga Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Sugiyono. 2009. Metode Penelitian PendidikanPendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alvabeta Sukardi. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompotensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara Sulistiwati. 2009. pengaruh model pembelajaran masalah terhadap kemampuan koneksi matematika ditinjau dari keterampilan berpikir kritis. Tesis megister UNG Trianto. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:Prestasi Pustaka Uno, Hamzah B. 2011. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara
Page 9