PENGARUH LINGKUNGAN SEKOLAH DAN STATUS IDENTITAS DIRI TERHADAP PRESTASI AKADEMIK REMAJA DI WILAYAH PERDESAAN
TRISYA NOVYANIS PANGESTU
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Lingkungan Sekolah dan Status Identitas Diri terhadap Prestasi Akademik Remaja di Wilayah Perdesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Trisya Novyanis Pangestu NIM I24110010
ABSTRAK TRISYA NOVYANIS PANGESTU. Pengaruh Lingkungan Sekolah dan Status Identitas Diri terhadap Prestasi Akademik Remaja di Wilayah Perdesaan. Dibimbing oleh NETI HERNAWATI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh lingkungan sekolah dan status identitas diri remaja terhadap prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan. Contoh dalam penelitian ini adalah 132 siswa kelas XI dari dua Sekolah Menengah Atas Negeri di Wilayah Perdesaan Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan dengan teknik pelaporan diri menggunakan alat bantu kuesioner. Analisis data menggunakan analisis deskriptif, uji korelasi, dan uji regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh remaja memiliki status identitas diri moratorium dan menunjukkan persepsi terhadap lingkungan sekolah yang cukup. Hampir seluruh remaja memiliki prestasi akademik dengan kategori baik. Prestasi akademik secara positif signifikan berhubungan dan dipengaruhi oleh jenis kelamin dan lingkungan sekolah. Status identitas diri dan pendapatan perkapita berhubungan dan berpengaruh negatif signifikan terhadap prestasi akademik. Kata kunci: lingkungan sekolah, prestasi akademik, remaja, status identitas diri
ABSTRACT TRISYA NOVYANIS PANGESTU. Influence of School Environment and Ego Identity Status toward Academic Achievement of Adolescence in Rural Area. Supervised by NETI HERNAWATI. This study aimed to analyze the influence of school environment and ego identity status toward academic achievement of rural adolescents. The participants of this study are 132 students from second grade from two schools of senior high school in Bogor’s Regency. The data was collected using self-report questionnaire. The analyses used in this research were descriptive analyses, correlation, and multiple linear regression. The results showed that more than half of adolescents had a moratorium identity status and perception of school environment was in enough category. Most of the adolescents showed a good academic achievement. Academic achievement was positively significant correlated and influenced by gender and school environment. Ego identity status and income per capita negatively significant correlated and influenced to academic achievement. Keywords: academic achievement, adolescence, ego identity status, school environment.
PENGARUH LINGKUNGAN SEKOLAH DAN STATUS IDENTITAS DIRI TERHADAP PRESTASI AKADEMIK REMAJA DI WILAYAH PERDESAAN
TRISYA NOVYANIS PANGESTU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi : Pengaruh Lingkungan Sekolah dan Status Identitas Diri terhadap Prestasi Akademik Remaja di Wilayah Perdesaan Nama : Trisya Novyanis Pangestu NIM : I24110010
Disetujui oleh
Neti Hernawati, SP, M.Si Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia yang diberikan sehinga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bogor sejak bulan maret 2015 hingga Juni 2015 dan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Lingkungan Sekolah dan Status Identitas Diri terhadap Prestasi Akademik Remaja di Wilayah Perdesaan. Terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Neti Hernawati, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas kesediaannya memberikan arahan dan bimbingannya dalam proses pembuatan skripsi 2. Ir. Moh. Djemdjem Djamaludin, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, seluruh dosen dan pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman kepada penulis, serta staff Departemen IKK yang telah memberikan kemudahan dalam segala urusan terkait skripsi 3. Dr. Ir. Diah Krisnatuti P., MS selaku moderator seminar hasil penelitian atas masukan yang diberikan kepada penulis 4. Alfiasari, SP., M.Si dan Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang diberikan sehingga menjadi petunjuk bagi penulis untuk menyempurnakan skripsi ini 5. Kedua orang tua tercinta, Bapak Syakiran dan Ibu Siti Mustandiah serta kepada saudara kandung penulis, Tanti Widyaningsih dan Setiyo Puji Laksono yang telah memberikan kasih sayang, pengorbanan, doa, dan dukungan selama penulis kuliah hingga menyelesaikan skripsi 6. Pihak Sekolah Menengah Atas yang bersedia memperkenankan siswa untuk menjadi contoh dalam penelitian ini dan telah bekerjasama dalam pengambilan data dalam penelitian 7. Teman-teman penelitian sepayung Mega Citrandini, Miranti Rahmatika, Yuana Zahra, dan teman satu bimbingan Saniatu Aini atas bantuan dan kerjasamanya 8. Melinda Yani Junianti, Rulya Rizki Ramadina, Hamira Sabania, Risti Nur Amalia, Ulfah Mubarokah, dan Nafi Yuliana Endah serta seluruh teman-teman IKK 48 atas dukungan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini dan kebersamaan yang indah selama kuliah 9. Kepada seluruh pihak yang belum disebutkan namanya yang telah berkontribusi dalam proses pembuatan skripsi ini Penulis mengakui masih banyak kekurangan dan keterbatasan penulisan skripsi ini sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2016 Trisya Novyanis Pangestu
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 Perumusan Masalah ................................................................................... 3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5 KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................................... 5 METODE PENELITIAN .............................................................................. 7 Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ....................................................... 7 Teknik Penarikan Contoh .......................................................................... 7 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 8 Pengolahan dan Analisis Data.................................................................. 10 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 13 Hasil ......................................................................................................... 13 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 13 Karakteristik Remaja ............................................................................ 14 Karakteristik Keluarga ......................................................................... 14 Lingkungan Sekolah ............................................................................. 15 Status Identitas Diri .............................................................................. 16 Prestasi Akademik ................................................................................ 18 Hubungan Karakteristik Remaja, Karakteristik Keluarga, Lingkungan Sekolah, Status Identitas Diri, dan Prestasi Akademik ........................ 18 Pengaruh Karakteristik Remaja, Karakteristik Keluarga, Lingkungan sekolah, dan Status Identitas Diri terhadap Prestasi Akademik ........... 19 Pembahasan.............................................................................................. 20 SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 24 Simpulan .................................................................................................. 24 Saran ........................................................................................................ 24 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 25 RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... 35
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Variabel, Jawaban, Skala Data, dan Jumlah Pernyataan 9 Cut off dan urutan status identitas diri 11 Sebaran remaja berdasarkan usia ayah dan ibu 15 Sebaran remaja berdasarkan lingkungan sekolah 16 Sebaran remaja berdasarkan status identitas diri 18 Sebaran remaja berdasarkan prestasi akademik 18 Koefisien korelasi antara karakteristik remaja, karakteristik keluarga dengan lingkungan sekolah, status identitas diri, dan prestasi akademik 19 Koefisien korelasi antara lingkungan sekolah, status identitas diri, dan prestasi akademik 19 Koefisien uji regresi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, dan status identitas diri terhadap prestasi akademik 20
DAFTAR GAMBAR 1 2
Pengaruh lingkungan sekolah dan status identitas diri terhadap prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan Kerangka teknik penarikan contoh
7 8
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan negara sepatutnya dilakukan secara menyeluruh sehingga masyarakat wilayah perdesaan pun memiliki peran penting dalam kemajuan suatu negara khususnya melalui pendidikan. Warga negara Indonesia diharapkan mampu memiliki kecakapan untuk menegakkan pembangunan manusia melalui pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan (BPS 2014). Merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia tentang sistem pendidikan (UU No.20 2003) bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Oleh karena itu sudah semestinya pendidikan dapat terselenggara dengan kualitas yang setara baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan. Pada kenyataannya Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada usia 16-18 tahun di wilayah perdesaan masih terbilang lebih rendah jika dibandingkan wilayah perkotaan dengan perolehan angka per tahun 2012-2013 berturut-turut perdesaan 55.37 persen dan 58.23 persen sedangkan perkotaan 67.21 persen dan 69.18 persen (BPS 2014). Lebih lanjut, BPS (2014) menyajikan data rata-rata lama sekolah tahun 2013 yang menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah di perkotaan mencapai 9.33 tahun sedangkan perdesaan hanya mencapai 6.81 tahun. Sebuah penelitian terdahulu menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi akademik siswa di sekolah wilayah perdesaan dan perkotaan, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa di perkotaan memiliki prestasi akademik yang lebih baik daripada siswa di perdesaan (Owoeye dan Yara 2011). Hal tersebut membuktikan bahwa wilayah perdesaan masih membutuhkan perhatian lebih dalam mencapai kesuksesan penyelenggaraan dan pemerataan pendidikan. Salah satu hal yang seringkali dijadikan indikator keberhasilan dari penyelenggaraan pendidikan adalah prestasi akademik. Prestasi akademik merupakan hasil yang telah dicapai oleh siswa selama proses kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam bentuk penilaian (Theresya 2013). Prestasi akademik pada hakekatnya menjadi cerminan dari usaha belajar semakin baik usaha belajar siswa maka akan semakin baik pula prestasi belajar yang diperolehnya dan keberhasilan siswa tercapai jika ketuntasan belajar telah mencapai 85 persen dari jumlah siswa di dalam kelas (Inayah et al. 2013). Terdapat banyak faktor yang mampu memengaruhi prestasi akademik siswa mulai dari karakteristik individu itu sendiri hingga lingkungan baik dalam keluarga maupun sekolah. Pencapaian prestasi akademik merupakan hasil dari usaha yang dilakukan oleh individu oleh karena itu perbedaan karakteristik individu dapat menjadi faktor penentu lain yang berkontribusi terhadap prestasi akademik. Faktor yang memengaruhi prestasi akademik antara lain lokasi sekolah, lingkungan sekolah, lingkungan pendidikan, identitas diri, kenakalan remaja, dan jenis kelamin (Owoeye dan Yara 2011; Gietz dan McIntosh 2014; Good dan Adams 2008; Budiyani 2007; Tessema et al. 2012). Secara umum terdapat dua faktor yang memengaruhi prestasi akademik yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Azwar dalam Eryanto dan Rika 2013). Faktor eksternal berasal dari luar
2 diri individu yaitu merujuk pada lingkungan sekolah meliputi kondisi tempat belajar, sarana, dan perlengkapan belajar, materi pelajaran dan kondisi lingkungan belajar. Faktor internal merujuk pada sesuatu di dalam diri individu contohnya minat, motivasi, bakat, intelegensi, sikap, dan identitas diri. Individu berkembang melalui beberapa tahapan dimulai dari anak-anak hingga menjadi orang dewasa. Dalam proses perkembangannya individu akan mengalami suatu masa transisi atau biasa disebut masa remaja. Remaja berkembang di dalam beberapa lingkungan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan pertemanan, lingkungan sekolah, hingga lingkungan masyarakat. Setiap lingkungan tersebut kemudian akan berinteraksi dengan remaja baik secara langsung ataupun tidak langsung. Teori Bronfenbrenner menunjukkan individu secara langsung berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya yaitu mikrosistem atau lingkungan yang berada paling dekat seperti keluarga, sekolah, teman sebaya, dan tetangga (Puspitawati 2012). Berdasarkan teori tersebut maka dapat dimaknai bahwa lingkungan sekolah menjadi salah satu lingkungan yang berinteraksi dengan remaja secara langsung, terus menerus, dan terjadi dalam periode waktu yang panjang. Dinyatakan oleh Chung (2000) dalam Amelia (2013) bahwa terdapat faktor eksternal yang berasal dari luar individu seperti lingkungan yang dapat memengaruhi prestasi. Iklim sekolah merupakan dasar untuk kualitas pendidikan dan pengajaran (OECD 2009). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa iklim sekolah memengaruhi prestasi akademik siswa dan kesejahteraan mereka dalam pengembangan pribadi dan sosial (Blum et al 2002; Rutter dkk 1979 dalam OECD 2009). Lebih lanjut, sekolah yang memiliki otonomi (mengatur sendiri) kurikulum dan penilaiannya cenderung menghasilkan siswa dengan prestasi akademik yang lebih baik (OECD 2014). Penilaian tentang lingkungan sekolah dapat dilakukan dari beberapa sudut pandang salah satunya berdasarkan sudut pandang siswa di sekolah tersebut. Persepsi lingkungan sekolah secara signifikan berhubungan dengan kesuksesan akademik siswa, pandangan positif siswa dari lingkungan sekolah mereka menjelaskan prestasi akademik yang mereka peroleh sehingga lingkungan sekolah menjadi target yang berharga untuk meningkatkan hasil akademik (Gietz dan McIntosh 2014). Pencapaian prestasi akademik pada masa remaja merupakan suatu masa kritis sebab tekanan sosial dan akademik menuntut remaja menggunakan cara baru untuk berprestasi dan kesanggupan remaja ditentukan oleh faktor psikologis serta motivasi (Santrock 2003). Waktu bertahun-tahun yang dihabiskan oleh remaja dan anak-anak di sekolah menjadikan mereka anggota dari suatu masyarakat dan pengalaman yang di peroleh di lingkungan sekolah kemungkinan berpengaruh besar terhadap perkembangan identitas, kemampuan diri, gambaran hidup dan berkarir, hubungan sosial, hal benar dan salah, serta pemahaman fungsi sistem sosial di luar keluarga (Santrock 2003). Para peneliti menemukan, lingkungan pendidikan merupakan prediktor dari keberhasilan perkembangan psikososial dan akademik (Good dan Adams 2008). Dapat dikatakan bahwa lingkungan sekolah yang baik akan membuat perkembangan psikososial seperti identitas diri dan prestasi akademik berhasil dan optimal. Masa remaja adalah pertama kalinya pertumbuhan fisik, kognisi, dan sosial meningkat pada suatu titik dimana individu dapat memilih dan melakukan sintesa identitas dan identifikasi masa kecil untuk menuju jalan kedewasaan (Santrock 2003). Menurut teori Piaget, remaja sedang berada pada tahapan
3
operasional formal dengan ciri individu mulai berpikir abstrak dan lebih logis sedangkan menurut tahap perkembangan psikososial Erikson (1950, 1968) masa remaja sedang berada pada tahap Identitas versus kebingungan identitas (identity vs identity confusion) sehingga remaja berfokus pada pencarian informasi dan identitas diri (Santrock 2007). Identitas adalah potret-diri yang tersusun dari berbagai aspek, yang mencakup jejak karier dan pekerjaan, identitas politik, identitas spiritual, identitas relasi, identitas prestasi/intelektual, identitas seksual, identitas budaya/etnik, minat, kepribadian, dan identitas fisik (Santrock 2012). Perkembangan identitas remaja menjadi salah satu faktor yang terkait dengan prestasi akademik (Good dan Adams 2008). Berdasarkan Erikson (1950, 1968) dalam Santrock (2003) remaja yang ketika menginjak masa balita, masa anakanak atau masa remajanya dibatasi dalam peranan sosial atau membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi apa yang dituntut pada mereka akan cenderung memilih perkembangan identitas yang negatif sehingga akan terjerumus dalam kenakalan remaja. Budiyani (2007) menyatakan bahwa kenakalan remaja berpengaruh negatif signifikan terhadap prestasi akademik, sehingga remaja yang mengalami kenakalan akan memiliki prestasi akademik yang rendah. Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat dikatakan masih banyak hal yang dapat dikaji lebih lanjut mengenai lingkungan sekolah, status identitas diri, dan prestasi akademik. Dari penjelasan di atas terlihat pula bahwa persepsi positif remaja terhadap lingkungan sekolah dan pencapaian status identitas diri berpengaruh terhadap prestasi akademik. Dengan demikian penting untuk dilakukan penelitian dengan menganalisis pengaruh lingkungan sekolah dan status identitas diri remaja terhadap prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan. Perumusan Masalah Prestasi akademik merupakan hasil pencapaian yang dinyatakan dalam bentuk angka atau simbol tertentu berdasarkan pada usaha belajar yang diukur dengan evaluasi pengajar, tes-tes terstandarisasi atau keduanya (Eryanto dan Rika 2013). Salah satu tes terstandarisasi di Indonesia untuk sekolah menengah atas adalah ujian nasional. Pada tahun 2014 tingkat kelulusan Ujian Nasional (UN) sekolah menengah atas mencapai 99.52 persen1 namun tercatat bahwa yang terdapat 597 permasalahan yang terjadi 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan belum terselenggara dengan baik sehingga diduga prestasi akademik yang dihasilkan masih belum optimal. Lebih lanjut, ditemukan adanya ketimpangan prestasi akademik remaja dari sekolah menengah atas di wilayah perkotaan dan perdesaan. Terlihat pada nilai rata-rata hasil Ujian Nasional (UN) pada sekolah menengah atas Kota Bogor memperoleh angka 8.56 (IPA) dan 8.31 (IPS) sedangkan Kabupaten Bogor memperoleh nilai 8,02 (IPA) dan 7.57 (IPS) (Kemdikbud 2012). Hal tersebut mengindikasikan bahwa hasil akademik remaja di Kabupaten Bogor lebih rendah dibandingkan dengan Kota Bogor. Tujuan sekolah didirikan adalah untuk kegiatan mengajar dan belajar sehingga dipastikan guru dan peserta didik benar-benar ditampung agar dapat _____________________ 1
Sumber URL: http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/2584 Sumber URL: http://news.okezone.com/read/2015/05/21/65/1153196/ada-413-masalah-dalam-pelaksanaan-un-2015
2
4 memfasilitasi proses belajar mengajar (Alimi et al. 2012). Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 24 tahun (2007) tentang standar sarana dan prasarana untuk sekolah dasar dan menengah terdapat empat indikator standar sarana dan prasarana baik untuk jenjang pendidikan sekolah dasar dan menengah yaitu satuan pendidikan, lahan, bangunan, dan prasarana dan sarana. Salah satu pemenuhan standar sarana dan prasarana sekolah adalah tersedia ruangan kelas yang memadai untuk seluruh siswa namun yang terjadi di salah satu wilayah di Indonesia yaitu Kampung Hanihung, Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, yang harus belajar di bekas rumah yang ditinggal pemiliknya karena tidak ada ruang belajar yang dibangun Pemerintah Kabupaten Bogor selain itu terdapat banyak anak yang putus sekolah3. Di samping itu, salah satu tugas perkembangan remaja akan memberikan dampak bagi prestasi akademik salah satunya identitas diri. Spano (2004) dalam Situmorang (2014) menyatakan bahwa remaja dituntut untuk berhasil memiliki identitas diri. Tercapainya identitas diri akan membuat remaja mampu memiliki pandangan sendiri terhadap beberapa hal seperti pekerjaan, gaya hidup, rekreasi dan sebagainya sehingga remaja yang telah mencapai status identitas diri yang baik akan memiliki perilaku yang lebih positif. Hal itu dikarenakan remaja yang telah memiliki identitas diri akan fokus terhadap tujuan hidupnya. Kenyataannya masih terdapat kasus kenakalan remaja yang terjadi di Indonesia. Data tawuran Jabodetabek tahun 2012 versi KPAI tercatat 103 kasus, 48 luka ringan, 39 luka berat, 17 meninggal dunia pada tahun 2012 dengan tingkat pendidikan pelaku tawuran SD 2 orang, SMP 37 orang, dan SMA 28 orang4. Pada bulan November 2013 terjadi tawuran antar pelajar SMP di kecamatan Cibungbulang yang menewaskan satu siswa SMP dan bulan Februari 2014 terjadi tawuran antar pelajar SMA di Jalan Raya Kemang Bogor yang menewaskan satu siswa SMA5. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan menyatakan remaja pengonsumsi miras di Indonesia meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2014 yaitu sebesar 4,9 persen menjadi 23 persen dari total jumlah remaja sekitar 14,4 juta jiwa berdasarkan riset Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) 6. Proporsi terbesar tersangka narkoba pada tahun 2008-2012 berada pada latar pendidikan SLTA kemudian jumlah tersangka narkoba pada usia 16-19 tahun meningkat tahun 2011-2012 yaitu sebanyak 1774-2106 (Infodatin 2014). Potret kenakalan remaja yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa masih banyak remaja yang belum berada pada pencapaian identitas diri. Krisis identitas diri membuat remaja mudah terbawa arus terutama pergaulan yang negatif. Dapat disimpulkan bahwa pencapaian status identitas diri menjadi hal penting untuk diperhatikan dalam perkembangan diri remaja agar remaja mampu mengoptimalkan diri salah satunya dengan memiliki prestasi akademik yang baik. Berdasarkan pemaparan tersebut maka ditemukan beberapa perumusan masalah yang akan dijabarkan dalam penelitian ini, yaitu: (1) Bagaimana karakteristik remaja, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, status identitas diri, dan prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan? (2) Bagaimanakah peran karakteristik remaja, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, dan status identitas diri terhadap prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan?. _____________________ 3
Sumber URL: http://jabar.pojoksatu.id/bogor/2015/10/02/disdik-kabupaten-bogor-salahkan-pemerintah-desa/ Sumber URL: http://www.tempo.co/read/news/2012/09/27/064432335/Setahun-17-Pelajar-Tewas-Karena-Tawuran 5 Sumber URL: http://www.antaranews.com/berita/418655/tawuran-pelajar-di-bogor-satu-orang-tewas 6 Sumber URL: http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pola-konsumsi-miras-dikalangan-remaja-meningkat/
4
5
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh lingkungan sekolah dan status identitas diri remaja terhadap prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, status identitas diri, dan prestasi akademik remaja. 2. Menganalisis hubungan karakteristik remaja, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, status identitas diri, dan prestasi akademik remaja. 3. Menganalisis pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, dan status identitas diri terhadap prestasi akademik remaja. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi remaja, orang tua, dan sekolah tentang pentingnya memerhatikan faktor-faktor yang memengaruhi prestasi akademik dan memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan dengan memberikan informasi mengenai pengaruh lingkungan sekolah dan status identitas diri remaja terhadap prestasi akademik di sekolah pada wilayah perdesaan. Terlaksananya penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti untuk mengembangkan pemikiran dan keilmuan yang telah didapatkan terutama dalam bidang keluarga dan perkembangan anak. Bagi institusi IPB, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi civitas akademika khususnya dibidang ilmu keluarga dan konsumen. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pembuatan kebijakan khususnya dalam persiapan dan penyelenggaraan pendidikan.
KERANGKA PEMIKIRAN Prestasi akademik merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran di sekolah namun tidak semua remaja mampu mencapai prestasi akademik yang optimal. Di samping terjadinya banyak perubahan pada diri remaja yang membuatnya memiliki tugas lebih banyak dibandingkan saat menjadi anak-anak, prestasi akademi dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu dan faktor dari luar diri individu. Karakteristik remaja dan karakteristik keluarga merupakan latar belakang terbentuknya perilaku seseorang termasuk dalam proses usaha pencapaian prestasi akademik. Oleh karena itu karakteristik remaja dan karakteristik keluarga menjadi salah satu faktor yang akan memengaruhi prestasi akademik. Usia dan jenis kelamin menjadi faktor dari dalam individu yang turut memengaruhi prestasi akademik. Pada saat remaja, perempuan cenderung lebih berorientasi pada prestasi akademik sedangkan kebanyakan remaja laki-laki lebih berorientasi pada kompetitif dan asertif (Santrock 2003). Diduga, remaja perempuan memiliki
6 prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan dengan remaja laki-laki. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perempuan memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan laki-laki (Nuryoto 1998). Karakteristik keluarga menjadi faktor dari luar diri individu yang dapat memengaruhi prestasi akademik remaja, dalam penelitian ini antara lain usia orang tua, pendidikan orang tua, besar keluarga, dan pendapatan per kapita. Remaja yang memiliki ibu dengan latar pendidikan yang baik serta berasal dari keluarga yang memiliki pendapatan lebih besar diduga mampu mendorong prestasi akademik remaja menjadi lebih optimal. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa latar belakang keluarga berpengaruh besar terhadap prestasi akademik (Bolu-Steve dan Sanni 2013). Lebih lanjut Amelia (2013) menyatakan bahwa lama pendidikan ayah dan ibu berpengaruh positif terhadap prestasi akademik remaja. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi keluarga memiliki efek yang sama secara bersamaan atau secara terpisah terhadap prestasi akademik (Tomul dan Savasci 2012). Selain keluarga, lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor dari luar diri individu yang dapat memengaruhi prestasi akademik. Sekolah sebagai suatu sistem sosial memiliki berbagai aspek yang berperan dalam pencapaian prestasi akademik siswa (Santrock 2003). Selama remaja berada dalam proses pembelajaran di sekolah ia terpapar dengan segala sesuatu yang ada di sekolah baik interaksi antar manusia maupun suasana dan fasilitas yang terdapat di sekolah. Lingkungan sekolah yang positif, seperti proses pembelajaran yang menyenangkan, interaksi yang baik antara remaja dengan orang-orang di lingkungan sekolah, dan keefektifan peraturan yang ditetapkan diduga berperan penting terhadap keberhasilan prestasi akademik remaja. Wang dan Holcombe (2010) menemukan bahwa persepsi siswa terhadap lingkungan sekolah secara langsung dan tidak langsung memengaruhi pencapaian prestasi akademik, iklim sekolah yang tepat akan mendukung remaja untuk dapat mengalami peningkatan keterlibatan dalam belajar dan pencapaian prestasi. Prestasi akademik juga ditentukan oleh faktor dari dalam diri individu yang terkait perkembangannya. Remaja tengah mengalami masa pencarian identitas atau peran dalam pencariannya dikenal istilah krisis dan komitmen. Remaja yang identitas dirinya sudah berada pada identitas achievement diduga memiliki prestasi akademik yang lebih baik. Penelitian Berger (1998); Berzonsky (1989) dalam Was et al. (2009) menyatakan bahwa identitas achievement penting untuk kesuksesan akademik. Status identitas diri merupakan salah satu bentuk perkembangan remaja yang juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungannya. Purwanti (2013) menyatakan bahwa siswa laki-laki memiliki identitas diri yang lebih positif dibandingkan dengan perempuan. Para peneliti menemukan, lingkungan pendidikan merupakan prediktor dari keberhasilan perkembangan psikososial dan akademik (Good dan Adams 2008). Merujuk pada Friedman dan Schustack (2008) remaja mulai mencari tahu siapa dirinya dan apa yang sebenarnya mereka inginkan, kemudian pada masa ini orang-orang di sekitar mulai memberikan mereka lebih banyak kebebasan dalam hal persahabatan dan karier. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini akan menganalisis pengaruh lingkungan sekolah dan status identitas diri terhadap prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan. Kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.
7
Karakteristik Remaja: Usia Jenis Kelamin Karakteristik Keluarga: Usia orang tua Lama pendidikan orang tua Besar keluarga Pendapatan per kapita
Status Identitas Diri: Diffusion Foreclosure Moratorium Achievement
Prestasi Akademik
Lingkungan Sekolah: Proses Pembelajaran Komunikasi dan partisipasi orang tua Peraturan dan sanksi yang berlaku di sekolah Gambar 1 Pengaruh lingkungan sekolah dan status identitas diri terhadap prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan topik besar “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Prestasi Akademik Remaja di Wilayah Perdesaan” dengan menggunakan desain penelitian cross sectional study. Pelaksanaan penelitian dilakukan di dua Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) yang berada di Kabupaten Bogor Bagian Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu sekolah dengan jumlah siswa terbanyak di wilayah Bogor bagian barat mengacu pada data Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor tahun 2014. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2015. Teknik Penarikan Contoh Populasi penelitian ini adalah siswa dan siswi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di wilayah perdesaan Kabupaten Bogor Bagian Barat. Contoh dalam
8 penelitian adalah siswa dan siswi kelas XI di SMAN X dan SMAN Y. Pemilihan kelas XI menggunakan pertimbangan yaitu kelas XI telah memiliki pengalaman belajar lebih lama di SMAN dibandingkan siswa kelas X selain itu siswa kelas XI belum disibukkan dengan Ujian Akhir Nasional seperti kelas XII. Penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan teknik proportional random sampling dari seluruh siswa kelas XI pada masing-masing SMA yang menjadi lokasi penelitian. Contoh dalam penelitian ini berjumlah 150 orang dengan rincian SMA X sebanyak 79 siswa (45 siswa jurusan IPA dan 34 jurusan IPS) dan SMA Y sebanyak 71 siswa (38 siswa jurusan IPA dan 33 siswa jurusan IPS). Kerangka teknik penarikan contoh terdapat pada Gambar 2. Kabupaten Bogor
SMAN X n=333
Kelas XI IPA n=190
SMAN Y n=304
Kelas XI IPS n=143
Kelas XI IPA n=163 N
N L= 17
Kelas XI IPS n=141
P= 28
L= 15
P= 19
L= 11
P= 27
L= 15
P= 18
Gambar 2 Kerangka teknik penarikan contoh Jumlah contoh yang hadir saat pengambilan data sebesar 136 orang contoh. Setelah proses entry dan editing data terdapat 132 orang contoh yang datanya memenuhi kriteria untuk diolah dan dianalisis lebih lanjut. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui teknik pelaporan diri dengan alat bantu kuesioner sedangkan data sekunder diperoleh dari sekolah. Pengisian kuesioner dilakukan setelah mendapat penjelasan dan panduan dari peneliti. Data primer meliputi karakteristik remaja (usia dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita, besar keluarga), lingkungan sekolah, dan status identitas diri. Data sekunder berupa prestasi akademik remaja berdasarkan rapor contoh satu semester terakhir sebelum pengambilan data. Proses pengujian kuesioner dilakukan sebelum pengambilan data primer untuk menguji reliabilitas setelah itu diadakan pengambilan data. Lingkungan sekolah dalam penelitian ini diukur menggunakan modifikasi instrumen lingkungan nonfisik sekolah yang dikembangkan oleh Utami (2014). Instrumen yang asli mengukur lima dimensi yaitu: metode, pendekatan guru dan preferensi siswa (24 butir); aktivitas belajar dan mengajar di sekolah (10 butir); komunikasi dan partisipasi orang tua dengan sekolah (10 butir); interaksi guru kepada siswa (16 butir); peraturan dan sanksi yang berlaku di sekolah (10 butir).
9
Instrumen yang asli menggunakan 4 skala yang terdiri dari SS=Sangat Setuju; S=Setuju; TS=Tidak Setuju; dan STS=Sangat Tidak Setuju. Instrumen yang digunakan untuk mengukur lingkungan sekolah dalam penelitian ini mengukur tiga dimensi yaitu: proses pembelajaran (41 butir); komunikasi dan partisipasi orang tua dengan sekolah (10 butir); peraturan dan sanksi yang berlaku di sekolah (13 butir). Pengisian instrumen menggunakan 4 skala yang terdiri dari SS=Sangat Sesuai; S=Sesuai; TS=Tidak Sesuai; dan STS=Sangat Tidak Sesuai. Hasil uji coba kuesioner modifikasi instrumen lingkungan sekolah memiliki reliabilitas dengan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.814. Status identitas diri dalam penelitian ini diukur menggunakan instrumen modifikasi dari The Objective Measure of Ego Identity Status Revision (OMEIS II) oleh Bennion dan Adams (1986) dalam Adams (1998). Instrumen ini terbagi dalam 4 kelompok status identitas diri dan masing-masing status identitas diri memiliki 6 dimensi yaitu yaitu pekerjaan, gaya hidup, pertemanan, kencan, peran gender, dan rekreasi. Instrumen asli berjumlah 64 butir pernyataan dan menggunakan 6 skala yaitu 1=strongly agree; 2=moderatly agree; 3=agree; 4= disagree; 5=moderatly disagree; 6=strongly disagree. Modifikasi instrumen dalam penelitian ini berjumlah 43 butir pernyataan dan menggunakan 4 skala yaitu SS=Sangat Sesuai; S=Sesuai; TS=Tidak Sesuai; dan STS=Sangat Tidak Sesuai. Hasilnya dikategorikan dalam empat status identitas diri yang dikemukakan oleh Marcia (1980) yaitu diffusion, foreclosure, moratorium, dan identity achievement. Hasil uji coba kuesioner modifikasi instrumen status identitas diri memiliki reliabilitas dengan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.788. Jenis data, variabel, jawaban, skala data, dan jumlah pernyataan disajikan pada Tabel 1.
Jenis Data Primer
Primer
Tabel 1 Variabel, Jawaban, Skala Data, dan Jumlah Pernyataan Variabel Jawaban Skala Data Jumlah Pernyataan Karakteristik remaja: Usia Berdasarkan usia remaja Rasio Jenis kelamin [1] laki-laki Nominal [2] perempuan Karakteristik Keluarga: Usia orang tua Berdasarkan usia orang tua Rasio remaja Lama Berdasarkan lama Rasio pendidikan pendidikan formal yang orang tua ditempuh Status pekerjaan [1] Petani Nominal orang tua [2] Pedagang [3] Buruh [4] Pegawai Negeri/BUMN [5] Pegawai Swasta [6] Wirausaha [7] tidak bekerja [8] lainnya.....
10 Tabel 1 Variabel, Jawaban, Skala Data, dan Jumlah Pernyataan (lanjutan) Jenis Data Variabel Jawaban Skala Jumlah Data Pernyataan Primer Pendapatan per Jumlah total pendapatan Rasio kapita keluarga dibagi jumlah anggota keluarga Besar keluarga Jumlah anggota kelurga Rasio yang tinggal satu rumah Primer Lingkungan Skala 64 Ordinal sekolah Proses 4 : sangat sesuai/SS Ordinal 41 pembelajaran 3 : sesuai/S (PP) 2 : tidak sesuai/TS 1 : sangat tidak sesuai/STS Komunikasi dan 4 : sangat sesuai/SS Ordinal 10 partisipasi orang 3 : sesuai/S tua dengan 2 : tidak sesuai/TS sekolah (KPO) 1 : sangat tidak sesuai/STS Peraturan dan 4 : sangat sesuai/SS Ordinal 13 sanksi yang 3 : sesuai/S berlaku (PSB) 2 : tidak sesuai/TS 1 : sangat tidak sesuai/STS Primer Status identitas Skala Ordinal 43 diri Diffusion 4 : sangat sesuai/SS Ordinal 11 3 : sesuai/S 2 : tidak sesuai/TS 1 : sangat tidak sesuai/STS Foreclosure 4 : sangat sesuai/SS Ordinal 10 Moratorium 3 : sesuai/S Ordinal 11 2 : tidak sesuai/TS 1 : sangat tidak sesuai/STS 4 : sangat sesuai/SS 3 : sesuai/S 2 : tidak sesuai/TS 1 : sangat tidak sesuai/STS Identity 4 : sangat sesuai/SS Ordinal 11 Achievement 3 : sesuai/S 2 : tidak sesuai/TS 1 : sangat tidak sesuai/STS Sekunder Prestasi Berdasarkan rapor remaja Rasio akademik Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah melalui proses coding, skoring, entry data, editing, dan analisis data. Pengolahan dan analisis data menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) 16.0 for windows.
11
Data karakteristik remaja terdiri atas usia dan jenis kelamin. Data karakteristik keluarga terdiri atas usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita, besar keluarga. Sistem skoring yang dilakukan untuk lingkungan sekolah, dan status identitas diri menggunakan rumus:
Keterangan: Indeks Skor anak Skor minimal Skor maksimal
= skor remaja yang sudah diindeks = skor yang diperoleh remaja berdasarkan pengukuran = skor minimal pada instrumen = skor maksimal pada instrumen
Pengategorian variabel lingkungan sekolah dibagi menjadi kurang, cukup, dan baik menggunakan indeks masing-masing variabel dengan cut off point kurang (<60), cukup (60-80), baik (>80). Pengategorian variabel status identitas diri dilakukan dengan dua tahap berdasarkan pada The Objective Measure of Ego Identity Status: A Reference Manual (Adams 1998). Skor indeks yang didapatkan dari masing-masing dimensi yaitu diffusion, foreclosure, moratorium, dan identity achievement oleh masingmasing remaja akan diolah menggunakan cut off point (Tabel 2). Tahap pertama pengategorian dibedakan menjadi low-profile status rule dan pure identity status rule. Kategori low-profile status rule adalah kategori yang diperoleh jika skor indeks berada di bawah cut off sedangkan pure identity status rule jika skor indeks berada di atas cut off. Keempat dimensi yang terdiri dari diffusion, foreclosure, moratorium, dan acievement memiliki salah satu kategori tersebut sehingga setiap satu remaja akan mendapat 4 kategori yang terdiri dari low-profile status rule dan pure identity status rule. Tahap kedua, memasukkan remaja pada salah satu dimensi pencapaian status identitas diri berdasarkan kategori pure identity status rule yang diperoleh oleh remaja. Jika remaja mendapat kategori pure identity status rule pada salah satu dimensi maka dimensi itulah yang menjadi status identitas diri remaja. Namun jika terdapat lebih dari satu kategori pure identity status rule pada remaja maka akan ditinjau dari skor indeks tertinggi yang diperoleh. Jika remaja sama sekali tidak mendapat kategori pure identity status rule maka remaja dimasukkan ke dalam status identitas diri moratorium. Tabel 2 Cut off dan urutan status identitas diri Status Identitas Diri Diffusion Foreclosure Moratorium Achievement
Cut off 53.00 53.00 63.00 73.00
Urutan Status Identitas Diri 1 (terendah) 2 3 4 (tertinggi)
Variabel prestasi akademik dilihat berdasarkan rata-rata nilai rapor dari seluruh mata pelajaran pada semester terakhir sebelum pengambilan data. Pengategorian prestasi akademik dikelompokkan menjadi empat kategori
12 (Permendikbud No.81A tahun 2013), yaitu kurang (≤2.49), cukup (2.50-2.99), baik (3.00-3.49), dan sangat baik (3.50-4.00). Analisis yang digunakan meliputi analisis deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif meliputi mean, frekuensi, standar deviasi, minimal, dan maksimal. Analisis statistik inferensia yang digunakan adalah uji korelasi yang digunakan untuk mengetahui hubungan beberapa variabel dan uji regresi linear berganda yang digunakan untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel. Berikut adalah model persamaan dari uji regresi linear berganda yang dilakukan: Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + ε
Keterangan : Y = Prestasi akademik α = Konstanta β 1-8 = Koefisien regresi X1 = Lingkungan sekolah X2 = Status identitas diri X3 = Usia X4 = Jenis kelamin X5 = Usia ibu X6 = Lama pendidikan ibu X7 = Besar keluarga X8 = Pendapatan per kapita = Error ε
Definisi Operasional Remaja adalah siswa kelas XI di dua Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) yang menjadi contoh penelitian. Karakteristik remaja adalah identitas remaja yang terdiri dari usia dan jenis kelamin. Usia adalah umur remaja yang dihitung sejak remaja lahir hingga pengambilan data penelitian. Jenis Kelamin adalah bagian dari karakteristik remaja yang mengelompokkan remaja berdasarkan laki-laki dan perempuan. Karakteristik Keluarga adalah ciri khas keluarga yang terdiri atas usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita, dan besar keluarga. Usia orang tua adalah umur ayah dan ibu remaja yang dihitung sejak ayah dan ibu lahir hingga pengambilan data penelitian. Pendidikan orang tua adalah lama pendidikan formal yang ditempuh oleh ayah maupun ibu yang dihitung dalam jumlah tahun. Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dijalankan oleh ayah dan ibu remaja. Pendapatan per kapita adalah total pendapatan seluruh anggota keluarga per bulan dibagi jumlah anggota keluarga.
13
Besar keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga remaja yang tinggal dalam satu rumah. Lingkungan sekolah adalah persepsi remaja mengenai lingkungan sekolah yang terdiri dari proses pembelajaran; komunikasi dan partisipasi orang tua dengan sekolah; peraturan dan sanksi yang berlaku di sekolah. Proses pembelajaran adalah kegiatan yang terjadi dalam proses belajar mengajar yang meliputi interaksi guru-anak dan pendekatan pembelajaran. Komunikasi dan partispasi orang tua dengan sekolah adalah hubungan antara orang tua dengan guru di sekolah terkait proses pembelajaran yang diterima oleh remaja selama di sekolah. Peraturan dan sanksi yang berlaku di sekolah adalah prosedur dan ketentuan yang berlaku di sekolah agar terjadi kegiatan belajar dan mengajar yang efektivitas dan efisien guna mencapai tujuan utama sekolah. Status identitas diri adalah perkembangan ego yang tergantung pada kehadiran atau ketidakhadiran krisis dan komitmen . Krisis adalah periode dalam perkembangan identitas ketika individu mengeksplorasi berbagai alternatif. Krisis sering juga disebut eksplorasi. Komitmen adalah bagian dari perkembangan identitas ketika individu menunjukkan adanya investasi pribadi pada apa yang akan mereka lakukan. Pencapaian identitas (identity achievement) adalah istilah yang digunakan Marcia untuk remaja yang telah memiliki pengalaman dan masuk dalam periode pengambilan keputusan (komitmen). Penundaan identitas (identity moratorium) adalah istilah yang digunakan Marcia (1966, 1980) untuk remaja yang berada dalam krisis identitas. Pencabutan identitas (identity foreclosure) adalah istilah yang digunakan Marcia (1966, 1980) untuk remaja yang telah membuat komitmen tetapi karena dipilihkan oleh orang tua dibandingkan diri sendiri. Penyebaran identitas (identity diffusion) adalah istilah yang digunakan Marcia (1966, 1980) untuk remaja yang belum pernah mengalami krisis atau membuat komitmen bahkan belum menunjukkan minatnya. Prestasi akademik adalah pencapaian kemampuan belajar siswa di sekolah yang menjadi lokasi penelitian dengan bersumber pada nilai rata-rata rapor semester 1 (semester terakhir sebelum pengambilan data).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di dua SMA Negeri Kabupaten Bogor yaitu SMA X dan SMA Y keduanya memiliki akreditasi A oleh BAN-PT selain itu kedua sekolah ini juga memiliki siswa yang sudah terbagi berdasarkan bidang studi yaitu IPA dan IPS mulai dari kelas X. SMA X merupakan lokasi penelitian pertama, letak sekolah berdekatan dengan kantor kepala desa sedangkan SMA Y merupakan lokasi penelitian kedua dengan lokasi yang berada di jalan utama yang dilalui angkutan umum. SMA X berdiri sejak tahun 1984 dan memiliki 1019
14 siswa. Terdapat 51 guru yang termasuk guru tetap dan tidak tetap. SMA Y berdiri pada tahun 2002 memiliki 1009 siswa. SMA Y memiliki 49 guru yang termasuk diantaranya adalah kepala sekolah, staff, dan tata usaha. Peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor 24 tahun (2007) telah mengatur standar sarana dan prasarana untuk sekolah menengah terdapat empat hal yang diatur yaitu satuan pendidikan, lahan, bangunan, prasarana dan sarana. Penelitian ini hanya akan membahas dua hal yang terkait langsung dengan proses belajar mengajar yaitu satuan pendidikan dan sarana prasarana. Satuan pendidikan yang diatur untuk sekolah menengah atas adalah (1) Satu SMA/MA memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 3 rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar (2) Minimum satu SMA/MA disediakan untuk satu kecamatan. SMA X memiliki 27 rombongan belajar sedangkan SMA Y memiliki 24 rombongan belajar keduanya merupakan SMA yang mewakili satu kecamatan. Dengan demikian SMA X dan SMA Y telah memenuhi standar satuan pendidikan yang telah diatur oleh pemerintah. Prasarana dan sarana minimum yang harus dimiliki oleh sebuah SMA/MA adalah ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium biologi, ruang laboratorium fisika, ruang laboratorium kimia, ruang laboratorium komputer, ruang laboratorium bahasa, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat beribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi, tempat bermain/berolahraga. Berdasarkan data yang didapatkan dari sekolah SMA X hanya tidak memiliki ruang laboratorium kimia, ruang laboratorium bahasa, dan ruang sirkulasi sedangkan SMA Y telah memenuhi seluruh sarana dan prasarana minimum tersebut. Dapat dikatakan SMA Y telah menyediakan prasarana dan sarana sesuai dengan peraturan yang ada sedangkan SMA X menyediakan prasarana dan sarana yang hampir sesuai dengan prasarana dan sarana minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Karakteristik Remaja Penelitian ini melibatkan 132 remaja dengan proporsi jenis kelamin 62.1 persen perempuan dan 37.9 persen laki-laki. Usia remaja berkisar dari 15 tahun hingga 18 tahun dengan rata-rata 16.71 tahun dan lebih dari separuh remaja (51.5%) berusia 17 tahun. Seluruh remaja termasuk dalam kategori remaja menengah (15-18 tahun) (Monks et al. 1992). Karakteristik Keluarga Berdasarkan kelompok usia menurut Santrock (2007), proporsi terbesar remaja memiliki ayah (78.8%) dan ibu (53.0%) yang berusia pada dewasa madya (Tabel 3). Besar keluarga remaja dikategorikan menurut BKKBN. Lebih dari separuh remaja (60.6%) memiliki keluarga yang tergolong dalam keluarga menengah. Sebagian besar remaja memiliki orang tua dengan pendidikan berada di tingkat Sekolah Dasar (SD) dengan rata-rata sebesar 9.1 tahun (ayah) dan 8.5 tahun (ibu). Kurang dari sepertiga remaja (31.1%) memiliki ayah yang berprofesi sebagai wiraswasta sedangkan sisanya menyebar pada pekerjaan buruh, pedagang, serta pegawai negeri dan lebih dari tiga perempat remaja (78.0%) memiliki ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Pengategorian untuk
15
pendapatan per kapita mengacu pada garis kemiskinan Jawa Barat 2014 yaitu sebesar Rp285 076, lebih dari separuh remaja (62.9%) memiliki keluarga yang tergolong keluarga tidak miskin dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp546 501. Tabel 3 Sebaran remaja berdasarkan usia ayah dan ibu Usia orang tua (tahun) Dewasa Muda (18-<40) Dewasa Madya (40-60) Dewasa Akhir (>61) Almarhum Total Min – Max Rata – rata ± Std
Ayah n 22 104 3 3 132
Ibu % 16.6 78.8 2.3 2.3
n 61 70 0 1
100.0
132
32 – 69 47.6 ± 6.8
% 46.2 53.0 0.0 0.8 100.0 29 – 59 42.7 ± 6.9
Lingkungan Sekolah Lingkungan sekolah dalam penelitian ini merupakan persepsi remaja mengenai proses pembelajaran, komunikasi dan partisipasi orang tua dengan sekolah serta peraturan dan sanksi yang berlaku di sekolah. Tabel 4 menunjukkan proporsi terbesar persepsi remaja mengenai lingkungan sekolah berada pada kategori cukup (71.2%). Artinya, remaja sudah merasa cukup terdukung dengan lingkungan di sekolahnya. Pada dimensi komunikasi dan partisipasi orang tua sebagian besar remaja memiliki persentase terbesar pada kategori kurang (60.6%) sehingga menurut remaja komunikasi dan partisipasi orang tua masih kurang mendukung di lingkungan sekolahnya. Hal tersebut dijelaskan dengan bukti, remaja memiliki persentase jawaban tertinggi pada skala jawaban tidak sesuai yaitu butir pernyataan guru sering melakukan komunikasi dan menyempatkan waktu untuk mengadakan pertemuan dengan orang tua saya baik secara formal maupun informal salah satunya untuk melaporkan permasalahan yang saya hadapi dengan rincian masing-masing berturut-turut 55.3 persen, 41.7 persen, dan 39.4 persen. Data tersebut menggambarkan bahwa menurut remaja komunikasi antara guru dengan orang tua terkait diri remaja masih kurang sehingga lingkungan sekolah perlu pengoptimalan dalam hal komunikasi antara guru dengan orang tua siswa. Tabel 4 menunjukkan bahwa persepsi remaja pada dimensi proses pembelajaran (79.5%) dan peraturan dan sanksi yang berlaku (55.3%) memiliki persentase terbesar pada kategori cukup. Sebaran jawaban remaja pada dimensi proses pembelajaran menunjukkan persentase jawaban tertinggi pada skala jawaban sangat sesuai yaitu butir pernyataan guru mencontohkan etika dan perilaku yang baik kepada saya, dari kegiatan belajar yang dilakukan di sekolah saya dapat memahami manfaat dan kegunaan dari ilmu yang dipelajari untuk masa depan saya, saya dan siswa lain mendapat kesempatan untuk mempresentasikan hasil karya kami di depan kelas dengan rincian masing-masing berturut-turut 50.8 persen, 49.2 persen, dan 56.8 persen. Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan persepsi remaja mengenai proses pembelajaran di lingkungan sekolah sudah cukup optimal.
16 Sebaran jawaban remaja pada dimensi peraturan dan sanksi yang berlaku menunjukkan sebagian besar remaja memilih skala jawaban sesuai. Tiga butir pernyataan yang dipilih remaja dengan persentase terbesar adalah guru merespon dengan cepat setiap siswa yang melanggar aturan seperti menyuruhnya keluar saat mengganggu ketertiban di kelas dan guru melakukan pendekatan interpersonal dengan siswa yang bermasalah dengan rincian masing-masing berturut-turut 63.6 persen, 56.8 persen, dan 57.6 persen. Data tersebut menggambarkan bahwa peraturan dan sanksi yang berlaku di lingkungan sekolah menurut remaja sudah cukup optimal. Tabel 4 Sebaran remaja berdasarkan lingkungan sekolah Kategori Proses Komunikasi Peraturan dan Total Pembelajaran dan Partisipasi Sanksi yang Orangtua Berlaku n % n % n % n % Kurang (<60) 16 12.1 80 60.6 56 42.4 33 25.0 Cukup (60-80) 105 79.5 48 36.4 73 55.3 94 71.2 Baik (>80) 11 8.4 4 3.0 3 2.3 5 3.8 Total 132 100.0 132 100.0 132 100.0 132 100.0 Min-Maks 42.28-91.06 26.67-93.33 30.77-87.18 39.06-87.50 Rata-rata ±Std 68.17±8.25 58.13±12.64 62.10±8.60 65.37±7.50 Status Identitas Diri Status identitas diri adalah perkembangan ego yang ditentukan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran dari krisis dan komitmen (Marcia 1980). Krisis seringkali disebut eksplorasi yaitu periode saat individu memilih dari berbagai alternatif sedangkan komitmen adalah ketika individu sudah membuat keputusan dari berbagai alternatif (Marcia 1966). Tabel 5 menunjukkan lebih dari separuh remaja berstatus identitas moratorium (65.2%). Artinya, kebanyakan remaja berada pada krisis yang menuju pada komitmen. Dengan kata lain remaja di perdesaan telah melakukan eksplorasi dan memiliki pengalaman terhadap pekerjaan, gaya hidup, pertemanan, kencan, peran gender, dan rekreasi namun belum membuat komitmen tentang pilihan mereka. Hasil ini mendukung teori perkembangan psikososial Erikson (1950, 1968) dalam Santrock 2007) yaitu pada saat remaja akan terjadi kebingungan identitas. Artinya, remaja akan bereksplorasi dengan mencari informasi dan mencoba hal baru untuk mendapatkan pengalaman yang kemudian akan dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan komitmen. Marcia (1980) menjelaskan bahwa moratorium adalah individu yang berada dalam masa krisis dan atau mereka yang sedang berjuang terhadap isu terkait ideologi dan pekerjaan. Lebih lanjut Santrock (2012) menyatakan bahwa moratorium merupakan fase individu yang berada pada pertengahan krisis tetapi belum memiliki komitmen. Berdasarkan sebaran jawaban remaja pada identitas diffusion memiliiki persentase terbesar pada skala jawaban sesuai, terbukti pada butir pernyataan dimensi peran gender yaitu “saya tidak pernah benar-benar serius mempertimbangkan peran laki-laki dan perempuan dalam pernikahan. Tampaknya itu juga tidak menjadi perhatian saya” sebesar 71.2
17
persen dan “pendapat tentang peran laki-laki dan perempuan tampak begitu beragam jadi saya tidak berpikir banyak tentang hal itu” sebesar 60.6 persen, pada dimensi rekreasi yaitu “saya kadang-kadang bergabung dalam kegiatan rekreasi ketika diajak, tapi jarang mencoba melakukannya sendiri” sebanyak 62.1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa remaja dengan identitas diri diffusion belum memikirkan hal terkait dengan dimensi peran gender dan rekreasi. Pilihan jawaban remaja pada butir pernyataan pengukuran identitas foreclosure yang memiliki persentase terbesar dengan jawaban sesuai hanya terdapat pada “pemikiran saya tentang peran laki-laki dan perempuan sesuai dengan orang tua dan keluarga saya. Saya belum melihat adanya kebutuhan untuk melihat lebih lanjut” sebesar 68.2 persen remaja. Artinya, dapat dikatakan lebih dari separuh remaja yang berada pada identitas diri foreclosure masih mengikuti pandangan orang tuanya sehingga remaja belum memiliki identitas diri yang ia temukan sendiri. Pada identitas moratorium, persentase terbesar skala jawaban remaja adalah sesuai. Jawaban sesuai tersebut berada pada dimensi gaya hidup, pertemanan, kencan, dan peran gender. Rincian butir pernyataan dan persentase jawaban remaja pada skala jawaban sesuai berturut-turut yaitu, “saya sedang mencari pandangan yang dapat diterima sebagai gaya hidup saya, tapi belum saya temukan” sebesar 66.7 persen, “saya masih mencoba untuk mencari tahu apa arti persahabatan untuk saya” sebesar 76.5 persen, “saya mencoba berbagai jenis hubungan kencan. Saya hanya belum memutuskan apa yang terbaik bagi saya” sebesar 63.6 persen dan “ada begitu banyak cara untuk membagi peran dalam pernikahan, saya mencoba untuk memutuskan peran yang sesuai untuk saya” sebesar 65.2 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa remaja masih berada dalam krisis dengan mengeksplorasi gaya hidup dan pertemanan untuk kemudian dijadikan pandangan bagi dirinya sendiri. Lebih lanjut, remaja sudah memiliki pengalaman terhadap kencan dan mengetahui bahwa terdapat banyak peran gender hanya saja remaja masih belum menentukan apa yang paling sesuai dengan dirinya sendiri. Pada identitas diri achievement, remaja dalam penelitian ini memiliki persentase terbesar pada skala jawaban sesuai di seluruh dimensi kecuali dimensi pertemanan. Remaja perdesaan dalam penelitian ini memiliki persentase terbesar pada jawaban sesuai dalam dimensi pekerjaan yaitu “masalah karir sudah cukup lama saya pikirkan dan sekarang saya tahu pasti kemana arah karir saya” sebesar 63.6 persen. Butir pernyataan dalam dimensi gaya hidup yang dipilih remaja dengan jawaban sesuai adalah “setelah berpikir, saya telah mengembangkan sudut pandang saya sendiri tentang sebuah gaya hidup yang ideal dan tidak percaya siapa pun yang ingin mengubah sudut pandang saya” sebesar 65.2 persen remaja menjawab sesuai. Dimensi kencan yang dipilih dengan jawaban sesuai oleh 62.9 persen remaja adalah “berdasarkan pengalaman masa lalu, saya telah memilih jenis hubungan kencan yang saya inginkan sekarang”. Pada dimensi peran gender, remaja memiliki persentase terbesar pada butir pernyataan “saya telah memilih jenis kegiatan rekreasi yang sesuai dengan diri saya dan saya puas dengan pilihan saya” sebesar 67.4 persen. Butir pernyataan “setelah mencoba banyak kegiatan rekreasi yang berbeda saya telah menemukan satu atau lebih saya benar-benar menikmati melakukan sendiri atau dengan teman-teman” dalam dimensi rekreasi dipilih 62.9 persen remaja. Dapat dikatakan remaja yang berada pada identitas
18 achievement telah memiliki pandangan dan menentukan komitmen pada lima dari enam dimensi. Tabel 5 Sebaran remaja berdasarkan status identitas diri Status Identitas Diri Diffusion Foreclosure Moratorium Achievement Total
n 11 20 86 15 132
% 8.3 15.1 65.2 11.4 100.0
Prestasi Akademik Prestasi akademik adalah pencapaian kemampuan belajar remaja di sekolah yang didasarkan pada nilai rata-rata rapor. Tabel 6 menunjukkan hampir seluruh remaja memiliki prestasi akademik yang baik (92.4%). Artinya, remaja di wilayah perdesaan berpotensi untuk memiliki kemampuan yang baik di bidang pendidikan. Tabel 6 Sebaran remaja berdasarkan prestasi akademik Kategori Kurang (≤2.49) Cukup (2.50-2.99) Baik (3.00-3.49) Sangat Baik (3.50-4.00) Total Min-Max Rata-rata ± Std
Prestasi Akademik n 0 10 122 0 132
% 0.0 7.6 92.4 0.0 100.0 2.82-3.49 3.20 ± 0.15
Hubungan Karakteristik Remaja, Karakteristik Keluarga, Lingkungan Sekolah, Status Identitas Diri, dan Prestasi Akademik Tabel 7 menunjukkan bahwa jenis kelamin berhubungan negatif signifikan (r=-0.193, p-value 0.05) dengan status identitas diri. Dapat dimaknai bahwa remaja laki-laki lebih memiliki identitas diri achievement dibandingkan remaja perempuan. Terdapat hubungan positif signifikan (r=0.293, p-value 0.01) antara jenis kelamin dengan prestasi akademik. Data menunjukkan bahwa remaja perempuan memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan remaja lakilaki. Berdasarkan temuan tersebut dapat dikatakan bahwa remaja perempuan memiliki pencapaian identitas yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki namun memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan remaja laki-laki. Pendapatan per kapita berhubungan negatif signifikan (r=-0.236, p-value 0.01) dengan prestasi akademik (Tabel 7). Semakin tinggi pendapatan per kapita keluarga remaja maka prestasi akademik remaja akan semakin kurang optimal. Temuan ini menunjukkan bahwa remaja yang berasal dari keluarga yang memiliki perekonomian lebih baik justru memiliki prestasi akademik yang kurang optimal.
19
Tabel 7 Koefisien korelasi antara karakteristik remaja, karakteristik keluarga dengan lingkungan sekolah, status identitas diri, dan prestasi akademik Hubungan antar variabel Usia remaja Jenis kelamin Usia ibu Pendidikan ibu Besar keluarga Pendapatan per kapita
-0.025 0.116 -0.130 0.025 -0.032
-0.133 -0.193* -0.033 0.025 -0.122
Prestasi akademik 0.146 0.293** 0.019 -0.080 0.163
0.109
0.138
-0.236**
Lingkungan Sekolah
Status Identitas Diri
Keterangan: *signifikan pada p<0.05; **signifikan pada p<0.01
Tabel 8 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan (r=0.214, p-value 0.05) antara lingkungan sekolah dengan prestasi akademik. Artinya, semakin positif persepsi remaja terhadap lingkungan sekolah maka prestasi akademik akan semakin optimal. Data tersebut mengindikasikan bahwa lingkungan sekolah berhubungan positif dengan prestasi akademik yaitu persepsi positif remaja terhadap lingkungan sekolah akan meningkatkan prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan menjadi lebih optimal. Status identitas diri berhubungan negatif signifikan (r=-0.316, p-value 0.01) dengan prestasi akademik (Tabel 8). Semakin remaja memiliki capaian status identitas diri yang tinggi maka prestasi akademiknya semakin kurang optimal. Dapat dikatakan remaja yang telah mengalami krisis dan atau komitmen justru akan membuat prestasi akademiknya semakin menjadi kurang optimal. Tabel 8 Koefisien korelasi antara lingkungan sekolah, status identitas diri, dan prestasi akademik Hubungan antar variabel Lingkungan Sekolah Status Identitas Diri
Status Identitas Diri -0.006 1
Prestasi akademik 0.214* -0.316**
Keterangan: *signifikan pada p<0.05; **signifikan pada p<0.01
Pengaruh Karakteristik Remaja, Karakteristik Keluarga, Lingkungan sekolah, dan Status Identitas Diri terhadap Prestasi Akademik Tabel 9 menunjukkan bahwa prestasi akademik dipengaruhi sebesar 21.0 persen oleh variabel yang diteliti yaitu karakteristik remaja, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, dan status identitas diri, sisanya sebesar 79.0 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Jenis kelamin berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi akademik sebesar 0.079. Artinya, perempuan lebih memiliki pengaruh positif terhadap prestasi akademik. Prestasi akademik remaja perempuan lebih baik daripada prestasi akademik remaja laki-laki. Pendapatan per kapita beruhubungan negatif signifikan terhadap prestasi akademik sebesar -6.725E-8. Artinya, setiap kenaikan satu satuan pendapatan per kapita keluarga remaja akan menurunkan prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan sebesar 6.725E-8. Remaja yang memiliki keluarga dengan
20 perekonomian yang lebih baik justru memiliki prestasi akademik yang belum optimal. Lingkungan sekolah berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi akademik. Artinya, setiap kenaikan satu satuan persepsi remaja mengenai lingkungan sekolah akan meningkatkan prestasi akademik sebesar 0.004. dapat dikatakan bahwa lingkungan sekolah yang baik akan membuat remaja mampu memiliki prestasi akademik yang lebih baik. Status identitas diri berpengaruh negatif signifikan terhadap prestasi akademik. Dapat dimaknai bahwa setiap kenaikan satu satuan pencapaian status identitas diri akan menurunkan prestasi akademik sebesar -0.044. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja yang telah membuat melewati krisis identitas diri dan membuat komitmen sesuai dengan pandangannya sendiri justru memiliki prestasi akademik menjadi kurang optimal. Tabel 9 Koefisien uji regresi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, lingkungan sekolah, dan status identitas diri terhadap prestasi akademik Variabel Lingkungan sekolah Status identitas diri Usia (tahun) Jenis kelamin (0=Laki-laki; 1=Perempuan) Usia ibu (tahun) Pendidikan ibu (tahun) Besar Keluarga (orang) Pendapatan per kapita (rupiah) R² R² Adjusted F Sig.
Prestasi Akademik β Unstandardized β Standardized 0.004 0.206
-0.044
-0.218
0.019 0.079 0.000 0.002 0.004 -6.725E-8
0.087 0.225 -0.035 0.053 0.054 -0.230 0.258 0.210 5.359 0.000**
Sig. 0.011** 0.008** 0.302 0.002** 0.678 0.557 0.589 0.020**
Keterangan: *signifikan pada p<0.05; **signifikan pada p<0.01
Pembahasan Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti tumbuh dewasa dengan pertumbuhan antara lain kematangan struktur, karakteristik fisik, kematangan mental, dan perkembangan karakteristik organ seks sekunder (Pathan 2010). Remaja adalah masa transisi yang dimulai sekitar usia 10-12 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Santrock 2007). Monks et al. (1992) mengelompokkan usia remaja ke dalam 3 kelompok yakni remaja awal (12-15 tahun), remaja menengah (15-18 tahun), remaja akhir (18-21 tahun). Remaja yang terlibat dalam penelitian ini berusia 15 hingga 18 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja dalam penelitian ini termasuk dalam kategori remaja menengah. Proporsi terbesar usia ayah dan ibu remaja termasuk dewasa madya dengan lama pendidikan di tingkat sekolah dasar. Sebagian besar keluarga remaja (60.6%) termasuk dalam kategori keluarga sedang dengan rata-rata pendapatan per kapita di atas garis kemiskinan (62.9%) yaitu sebesar Rp548 206. Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan ratarata penduduk di suatu negara (Dengah et al. 2014). Dalam penelitian ini yang
21
digunakan adalah pendapatan per kapita keluarga yaitu jumlah pendapatan keluarga dibagi jumlah anggota keluarga. Berdasarkan garis kemiskinan Jawa Barat 2014 pendapatan per kapita dikategorikan ke dalam kategori miskin (
Rp285 076). Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan lebih dari separuh remaja berada dalam keluarga yang termasuk dalam kategori tidak miskin. Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun remaja tinggal di wilayah perdesaan tetapi sebagian besar remaja berada dalam lingkungan perekonomian yang baik. Lingkungan sekolah merupakan salah satu tempat bagi remaja menggunakan banyak waktunya untuk belajar, berinteraksi dengan guru dan teman sebaya, dan berkreativitas (Utami 2014). Lingkungan sekolah berdasarkan persepsi remaja dalam penelitian memiliki proporsi terbesar yang termasuk dalam kategori cukup (71.2%). Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mempersepsikan lingkungan sekolah sudah cukup mendukung. Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa kondisi lingkungan sekolah menengah kejuruan di Kabupaten Bogor yang menjadi lokasi penelitian Utami (2014) juga berada pada kondisi sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sekolah menengah menurut persepsi sebagian besar remaja perdesaan di wilayah penelitian sudah cukup optimal. Marcia (1980) membagi status identitas diri menjadi 4 tahapan yaitu diffusion, foreclosure, moratorium, dan achievement. Diffusion, individu yang belum mengatur arah hidupnya biasanya belum memiliki pengalaman dan belum membuat keputusan. Foreclosure, individu yang sudah membuat keputusan tetapi keputusan ditentukan oleh orang tuanya. Moratorium, merupakan masa krisis dimana individu masih berjuang dengan beberapa pengalaman dan pilihan yang ada. Achievement, adalah pencapaian identitas dimana individu sudah memiliki pengalaman dan sudah membuat keputusan. Santrock (2007) menyatakan bahwa jika memaknai teori Marcia (1987, 1996) diperlukan tiga hal agar remaja mampu mencapai identitas diri achievement yaitu remaja harus percaya bahwa ia memiliki dukungan orang tua, memiliki rasa industry yang baik, dan harus bisa mengambil refleksi diri terhadap masa depan. Hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan lebih dari separuh remaja (65.2%) berstatus identitas moratorium. Artinya, kebanyakan remaja berada pada krisis yang menuju pada komitmen. Hal ini mendukung teori perkembangan psikososial Erikson (Santrock 2007) yaitu pada saat remaja akan terjadi kebingungan identitas. Mengacu pada Erikson, usia remaja akan mengalami psychological moratorium yaitu kesenjangan antara rasa aman pada masa anakanak dan otonomi pada masa dewasa dalam mengeksplorasi identitas (Santrock 2003). Saat remaja seorang individu diberikan kebebasan oleh masyarakat untuk mencoba berbagai identitas, remaja kemudian akan melakukan beberapa percobaan peran dalam hidupnya ini dilakukan agar mereka mengatahui apa yang cocok untuk mereka (Santrock 2007). Santrock (2007) menyatakan bahwa remaja yang belum sukses dalam menghadapi krisis saat tahap psychological moratorium akan mengalami identity confusion. Kebingungan identitas (identity confusion) atau disebut juga krisis identitas (identity crisis) merupakan sebuah bentuk kegagalan penyelesaian krisis ego hal ini akan menyebabkan individu memiliki ketidakpastian mengenai kemampuan, asosiasi, dan tujuan masa depan individu (Friedman dan Schustack 2008). Berbeda dengan penelitian Rahma dan Reza (2013) yang menunjukkan bahwa dari 123 remaja di Surabaya 79 remaja
22 (64.23%) memiliki capaian identitas diri achievement. Temuan ini menunjukkan bahwa remaja perdesaan di wilayah penelitian masih belum optimal dalam memenuhi tugas perkembangan pencarian identitas. Meskipun persentase terbesar remaja dalam penelitian ini memiliki status identitas diri moratorium tetapi terdapat 11.4 persen remaja yang memiliki identitas diri achievement (Tabel 5). Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa remaja dalam penelitian ini telah berhasil melewati krisis dan memiliki komitmen terhadap identitas diri mereka. Makna dari identitas sebenarnya adalah ketika perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan sosioemosional remaja sampai pada titik pengambilan keputusan yang kemudian membentuk inti dari arti seorang individu (Santrock 2007). Individu dengan identitas diri achievement akan memiliki jiwa yang kuat, diri yang terarah, dan kemampuan adaptasi yang tinggi (Marcia 1966). Erikson (1950, 1968) dalam Santrock (2007) menjelaskan bahwa ciri-ciri remaja yang sukses melewati krisis identitas akan memiliki diri yang baru (fresh), dapat diterima oleh masyarakat, dan mampu untuk jujur pada diri sendiri. Lebih lanjut, seseorang yang telah memiliki identitas akan lebih fleksibel dan adaptif serta terbuka terhadap berbagai perubahan baik dalam masyarakat, hubungan interpersonal, maupun dalam karir (Adam, Gullota dan Montemayor 1992 dalam Santrock 2007). Prestasi akademik remaja menunjukkan data yang cukup homogen hanya terdapat 7.6 persen remaja yang berada pada kategori cukup dan sisanya berada pada kategori baik. Tidak terdapat remaja dengan prestasi akademik kurang dan sangat baik. Sejalan dengan penelitian Novita (2014) yang juga menggunakan pengategorian prestasi akademik berdasarkan Permendikbud No. 81A (2013) bahwa prestasi akademik remaja di wilayah Bogor yang menjadi lokasi penelitian sebagian besar termasuk dalam kategori baik. Prestasi menjadi hal penting karena remaja merasa saat inilah mereka dituntut menjalani kehidupan sebenarnya, individu mulai melihat kesuksesan di masa sekarang menjadi prediktor kesuksesan masa depan (Santrock 2003). Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat faktor yang secara signifikan berhubungan dengan prestasi akademik yaitu jenis kelamin, pendapatan per kapita, lingkungan sekolah, dan status identitas diri. Jenis kelamin dengan prestasi akademik berhubungan positif signifikan. Dapat dimaknai, remaja dengan jenis kelamin perempuan memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan laki-laki. Sejalan dengan penelitian Tessema et al. (2012) bahwa perempuan cenderung memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan laki-laki. Semakin tinggi pendapatan per kapita maka prestasi akademik akan semakin kurang optimal. Dapat dimaknai, remaja yang memiliki keluarga dengan pendapatan yang tinggi justru memiliki prestasi akademik yang kurang optimal. Berbeda dengan penelitian Desmuliana (2014) bahwa pendapatan orang tua berhubungan positif signifikan terhadap prestasi belajar. Semakin baik lingkungan sekolah maka prestasi akademik akan semakin baik. Hal ini sejalan dengan Adeyemo (2012) bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara lingkungan sekolah terhadap prestasi akademik. Terdapat hubungan negatif signifikan antara status identitas diri dengan prestasi akademik. Semakin remaja memiliki pencapaian status identitas diri yang tinggi maka prestasi akademik akan semakin kurang optimal. Semakin meningkatnya pencapaian status identitas diri maka remaja cenderung telah mengalami krisis. Sejalan dengan penelitian (Berzonsky 1985; Hummel dan Roselli 1983 dalam
23
Good dan Adams 2008) bahwa saat terjadi krisis identitas akan menunjukkan pencapaian prestasi akademik yang kurang. Hubungan negatif tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa remaja yang berstatus identitas diri yang tinggi (achievement) memiliki prestasi akademik yang kurang optimal. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa identitas diri achievement secara tidak langsung berhubungan dengan keberhasilan akademik melalui ego virtues (Good dan Adams 2008). Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap prestasi akademik adalah jenis kelamin, pendapatan per kapita, lingkungan sekolah, dan status identitas diri. Jenis kelamin berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi akademik. Sejalan dengan Hejazi et al (2012) perempuan memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Lingkungan sekolah berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi akademik. Artinya, persepsi positif remaja mengenai lingkungan sekolah akan mengoptimalkan prestasi akademik remaja. Hasil penelitian ini sejalan dengan Dotterer dan Lowe (2011) bahwa keterlibatan sekolah menjadi prediktor penting dalam pencapaian prestasi akademik. Lebih lanjut, Wang dan Holcombe (2010) menemukan persepsi siswa terhadap lingkungan sekolah secara langsung dan tidak langsung memengaruhi pencapaian prestasi akademik, iklim sekolah yang tepat mendukung remaja untuk dapat mengalami peningkatan keterlibatan dalam belajar dan pencapaian prestasi. Status identitas diri berpengaruh negatif signifikan terhadap prestasi akademik. Dapat dimaknai bahwa remaja dengan pencapaian status identitas diri yang tinggi (achievement) cenderung memiliki prestasi akademik yang kurang optimal. Terdapatnya pengaruh negatif pada status identitas diri terhadap prestasi akademik diduga karena dimensi dalam instrumen pengukuran status identitas diri tidak secara langsung terkait dengan prestasi akademik melainkan terdiri dari enam dimensi yaitu pekerjaan, gaya hidup, pertemanan, kencan, peran gender, dan rekreasi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tercapainya status identitas diri pada banyak hal tidak lantas menjadikan remaja memiliki prestasi akademik yang baik pula. Secara umum remaja perdesaan di wilayah penelitian memiliki pencapaian status identitas diri moratorium, lingkungan sekolah yang cukup, dan prestasi akademik yang baik. Hal ini bermakna remaja di perdesaan memiliki perkembangan status identitas yang sesuai dengan teori sebelumnya namun jika dibandingkan remaja di wilayah lain remaja perdesaan di wilayah penelitian masih belum optimal. Berdasarkan pernyataan sebelumnya bahwa lingkungan sekolah di perdesaan masih membutuhkan perbaikkan terbukti bahwa lingkungan sekolah secara umum di perdesaan belum pada kategori baik sehingga masih perlu dioptimalkan. Persepsi lingkungan sekolah menurut remaja perdesaan di wilayah penelitian serupa dengan penelitian sebelumnya. Prestasi akademik yang sebelumnya terlihat kurang optimal bahkan di bawah rata-rata dalam penelitian ini menunjukkan bahwa remaja di perdesaan sudah memiliki prestasi akademik yang baik namun masih perlu perbaikan untuk menjadi optimal yaitu sangat baik. Penelitian ini menggunakan pengambilan data yang dilakukan dengan kuesioner dan teknik pelaporan diri yang berpotensi menimbulkan bias. Penelitian ini tidak melakukan wawancara mendalam sehingga cukup sulit bagi peneliti untuk membuat asumsi atau justifikasi dari hasil penelitian berdasarkan pengalaman di lapang. Penggunaan variabel terikat (Y) hanya menggunakan nilai rapor berupa angka dan hanya digunakan rapor hasil pembelajaran selama satu semester.
24
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Usia remaja berkisar 15-18 tahun dengan proporsi jenis kelamin terbanyak perempuan. Sebagian besar remaja memiliki orang tua berusia dewasa madya dengan lama pendidikan pada tingkat sekolah dasar. Sebagian besar remaja memiliki keluarga yang termasuk keluarga sedang dengan rata-rata pendapatan per kapita tergolong tidak miskin yaitu Rp548 206. Hampir tiga perempat remaja mempersepsikan lingkungan sekolah secara umum berada pada kategori cukup, lebih dari separuh remaja memiliki status identitas moratorium, dan remaja dalam penelitian ini memiliki prestasi akademik pada kategori cukup dan baik. Perempuan memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan laki-laki tetapi memiliki pencapaian status identitas yang lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan per kapita maka prestasi akademik remaja akan semakin kurang optimal. Lingkungan sekolah yang positif akan membuat prestasi akademik remaja semakin optimal. Remaja yang memiliki identitas achievement memiliki prestasi akademik yang belum optimal.
Saran Menindaklanjuti hasil penelitian bahwa lingkungan sekolah memberikan pengaruh secara positif terhadap prestasi akademik namun pada dimensi komunikasi dan partisipasi orang tua masih kurang. Sekolah diharapkan mampu meningkatkan kualitas komunikasi dan partisipasi orang tua di lingkungan sekolah agar prestasi akademik remaja semakin optimal. Masih sedikit remaja yang telah mencapai identitas diri achievement maka diharapkan lingkungan sekitar mampu memfasilitasi remaja agar sukses melewati krisis ego sehingga perkembangan remaja semakin optimal. Lingkungan sekolah diharapkan mampu menerapkan proses pembelajaran yang menggali potensi remaja. Prestasi akademik remaja dalam penelitian ini tidak terdapat yang termasuk dalam kategori sangat baik sehingga remaja diharapkan mampu meningkatkannya. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan wawancara mendalam, menggunakan instrumen lain untuk mengukur prestasi akademik, dan menggunakan teknik penarikan contoh yang lebih mewakili wilayah perdesaan yaitu dengan random sampling.
25
DAFTAR PUSTAKA Adams GR. 1998. The Objective measure of ego identity status: A reference manual. University of Guelph, Ontario, Canada. Adeyemo SA. 2012. The relationship among school environment, student approaches to learning and their academic achievement in senior secondary school physics. International Journal of Educational Research and Technology, 3(1): 21- 26. Alimi OS, Ehinola GB, Alabi FO. 2012. School types, facilities and academic performance of students in senior secondary schools in ondo state, nigeria. International Education Studies, 5(3). Amelia R. 2013. Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik individu, kecerdasan kognitif, dan self regulated learning terhadap prestasi akademik remaja[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2014. JakartaIndonesia. Bolu-Steve FN, Sanni WO. 2013. Influence of family background on the academic performance of secondary school students in nigeria. Ife PsychologIA, 21(1). Budiyani AN. 2007. Hubungan kenakalan remaja dengan prestasi belajar siswa di MTS YPKP Jakarta Timur[skripsi]. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengah S, Rumate V, Nioode A. 2014. Analisis pengaruh pendapatan perkapita dan jumlah penduduk terhadap permintaan perumahan kota manado tahun 2003-2012. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 14( 3). Desmuliana D. 2014. Hubungan pendidikan orang tua dan pendapatan orang tua terhadap prestasi belajar geografi di SMA 2 Sijunjung Kabupaten Sijunjung. Jurnal Wisuda ke-49 Mahasiswa Prodi Geografi, 4(2). Dotterer AM, Lowe K. 2011. Classroom context, school engagement, and academic achievement in early adolescence. Springer, J Youth Adolescence, 40: 1649–1660. doi: 10.1007/s10964-011-9647-5. Eryanto H, Rika D. 2013. Pengaruh modal budaya, tingkat pendidikan orang tua dan tingkat pendapatan orang tua terhadap prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, 1(1). Friedman HS, Schustack MW. 2008. Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern Jilid 1. Ikarini FD, Hany M, Prima AP, penerjemah; Hardani HW, Yoso BA, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Personality: Classic Theory dan Modern Research. Gietz C, McIntosh K. 2014. Relations between student perceptions of their school environment and academic achievement. Canadian Journal of School Psychology, 29(3) 161–176. doi: 10.1177/0829573514540415. Good M, Adams GR. 2008. Lingking academic social environtments, ego-identity formation, ego virtues, and academic success. Adolescence; Summer 2008 43(170). Pg 221-236. Hejazi E, Lavasani MG, Amani H. 2012. Academic identity status, goal orientation, and academic achievement among high school students. Journal of Research in Education, 22(1).
26 Inayah R, Martono T, Sawiji H. 2013. Pengaruh kompetensi guru, motivasi belajar siswa, dan fasilitas belajar terhadap prestasi belajar mata pelajaran ekonomi pada siswa kelas VI IPS SMA Negeri 1 Lasem Jawa Tengah tahun pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Insan Mandiri, 1(1). Infodatin (Pusat Data dan Informasi). 2014. Say no to drugs, say yes to life: situasi dan analisis penyalahgunaan narkoba. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. [KEMDIKBUD] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Nilai Ujian Nasional SMA, SMK, dan Sederajat Berdasarkan Wilayah Indonesia. [diacu 2015 mei 25]. tersedia dari: http://118.98.234.22/sekretariat/hasilun/index.php/sma/ Marcia JE. 1966. Development and validation of egoidentity status. Journal ol Personality and Social Psychology, 3(5): 551-558. Marcia JE. 1980. Handbook of Adolescence psychology: Identity in adolescence. (Adelson J. ed.). New York: Wiley. Monks FJ, Knoers AMP, Haditono SR. 1992. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Novita L. 2014. Pengaruh harapan orangtua, motivasi intrinsik, dan strategi pengaturan diri dalam belajar terhadap prestasi akademik siswa SMP[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nuryoto S. 1998. Perbedaan prestasi akademik antara laki-laki dan perempuan studi di wilayah yogyakarta. Jurnal Psikologi 2: 16 – 24. issn : 0215 – 8884. [OECD] Organisation for Economic Co-operation and Development. 2009. Creating Effective Teaching and Learning Environments: First Results from TALIS. France: OECD Publishing. [OECD] Organization for Economic Co-operation and Development. 2014. PISA 2012 Results in Focus: What 15-year-olds know and what they can do with what they know. Volume 1. Paris, France: OECD. Owoeye JS, Yara PO. 2011. School location and academic achievement of secondary school in ekiti state, nigeria. Asian Social Science, 7(5). Published by Canadian Center of Science and Education. Pathan SS. 2010. Adolescent’s attitude towards self. Researchers World-Journal of Arts Science & Commerce, 1(1). ISSN 2229-4686. [PERMENDIKBUD] Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum [internet]. [diacu 2015 Juni 10]. tersedia dari: http://sman78jkt.sch.id/sumberbelajar/dokumen/SALIN AN%20-%20Permendikbud%20Nomor%2081A%20Tahun%202013%20 tentang%20Implementasi%20Kurikulum%20garuda.pdf [PERMENDIKNAS] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Jakarta : Kementrian Pendidikan Nasional. Purwanti F. 2013. Identitas diri remaja pada siswa kelas XI SMA Negeri 2 Pemalang ditinjau dari jenis kelamin[skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: IPB Press.
27
Rahma FA, Reza M. 2013. Hubungan antara pembentukan identitas diri dengan perilaku konsumtif pembelian merchandise pada remaja. Character, 1(3). Santrock JW. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja ed.6. Adelar SB & Saragih S, penerjemah; Kristiaji WC & Sumiharti Y, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Adolescence, 6th edition. ___________. 2007. Perkembangan Anak ed.11 jilid 1. Rachmawati M, Kuswanti A, penerjemah; Hardani W, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Child Development, eleventh edition. ___________. 2012. Perkembangan Masa Hidup ed. 13 jilid 1. Widyasinta B, penerjemah; Sallama NI, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Life Span Development -13th ed. Situmorang ZRD. 2014. Pengaruh dukungan sosial, konsep diri, dan strategi pengaturan diri dalam belajar terhadap prestasi akademik siswa SMP[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tessema M, Ready K, Malone C. 2012. Effect of gender on college students’ satisfaction and achievement: the case of a midsized midwestern public university. International Journal of Business and Social Science, 3(10). Theresya J. 2013. Pengaruh gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi akademik remaja[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tomul E, Savasci HS. 2012. Socioeconomic determinants of academic achievement. Educ Asse Eval Acc, 24:175–187. doi: 10.1007/s11092-0129149-3. Undang - Undang Nomor 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Utami AN. 2014. Pengaruh gaya pengasuhan dan lingkungan nonfisik sekolah terhadap karakter remaja[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wang MT, Holcombe R. 2010. Adolescents' perceptions of school environment, engagement, and academic achievement in middle school. American Educational Research Journal, 47(3): 633–662. doi: 10.3102/0002831209361209 Was CA, Al-Harthy I, Stack-Oden M, Isaacson RM. 2009. Academic Identity Status and the Relationship to Achievement Goal Orientation. Electronic Journal of Research in Educational Psychology, 7(2): 627-652. issn: 16962095.
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 20 November 1993. Penulis merupakan putri ketiga dari Bapak Syakiran dan Ibu Siti Mustandiah. Penulis memiliki dua orang kakak kandung yang bernama Tanti Widyaningsih dan Setiyo Puji Laksono. Penulis lulus dari SMP Islam Al-Hasanah pada tahun 2008 dan lulus pada tahun 2011 dari SMA Negeri 12 Tangerang. Penulis masuk ke IPB melalui USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2011 sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen angkatan 48. Selama kuliah penulis aktif dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) pada dua periode yaitu periode 2013/2014 dalam divisi family management dan periode 2014/2015 dalam divisi public relation. Beberapa kepanitiaan juga pernah diikuti yaitu Masa Perkenalan Fakultas (MPF) dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) angkatan 49, Hari keluarga nasional (HARGANAS), Deklarasi Keluarga Indonesia (DKI). Penulis juga sempat aktif dalam UKM LISES GENTRA KAHEMAN sebagai anggota divisi tari dan sempat mengisi di berbagai acara. Selain di bawah naungan UKM penulis juga sempat menjadi pengisi acara sebagai penari secara pribadi pada acara INDEX dan FnC day (Family and Consumer day). Penulis menjadi bagian dari tim perwakilan Departemen IKK untuk lomba aerobik dan menjadi juara kedua aerobik dalam acara Espenth 7th.