PENGARUH KUALITAS LINGKUNGAN KELUARGA DAN SEKOLAH TERHADAP KARAKTER REMAJA PERDESAAN
LENI NOVITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pengaruh Kualitas Lingkungan Keluarga dan Sekolah terhadap Karakter Remaja Perdesaan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya ini kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016
Leni Novita NIM I251140116
RINGKASAN LENI NOVITA. Pengaruh Kualitas Lingkungan Keluarga dan Sekolah terhadap Karakter Remaja Perdesaan. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan TIN HERAWATI. Tingginya angka kriminalitas dan perilaku merusak diri yang diperlihatkan oleh remaja di Indonesia merupakan permasalahan serius yang harus segera ditangani. Hasil penelitian terdahulu menemukan bahwa anak di perdesaan memiliki karakter yang lebih lemah dibanding anak di perkotaan. Data Polres Kabupaten Bogor tahun 2010-2014 mencatat bahwa setidaknya sekitar 5-7 anak usia remaja terlibat dalam kasus tindak pencabulan dan perkosaan setiap tahunnya. Peningkatan kualitas lingkungan keluarga dan sekolah merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membentuk dan memperkuat karakter anak. Akan tetapi pada kenyataannya keluarga dan sekolah masih belum mampu menyediakan lingkungan yang berkualitas untuk pembentukan karakter anak. Hasil survey tahun 2006 dan 2009 dibeberapa wilayah di Indonesia seperti Aceh, Jawa, Sulawesi, dan Papua menemukan bahwa anak di perdesaan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjadi korban kekerasan yang dilakukan orang tua dibanding anak di perkotaan. Hasil survey lainnya tahun 2008-2010 dibeberapa wilayah di Indonesia seperti Sumatera, Jawa, dan Sulawesi menemukan bahwa anak sering mengalami kekerasan yang dilakukan oleh guru dan teman sebayanya di sekolah. Hal ini memperlihatkan bahwa lingkungan keluarga dan sekolah, terutama di perdesaan masih jauh dari berkualitas dan mampu membentuk karakter anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas lingkungan keluarga dan sekolah terhadap karakter remaja perdesaan. Kualitas lingkungan keluarga disusun oleh lima aspek yaitu keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, struktur lingkungan, dan keteladanan orang tua. Instrumen kualitas lingkungan keluarga dikembangkan dari The Student Comprehensive School Climate Inventory (Guo et al. 2011) dan Seven-Item Attribute Questionnaire, Student Version (Schwartz 2007). Kualitas lingkungan sekolah disusun oleh lima aspek yaitu keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, struktur lingkungan, dan keteladanan guru. Instrumen kualitas lingkungan sekolah dikembangkan dari The Student Comprehensive School Climate Inventory (Guo et al. 2011) dan Seven-Item Attribute Questionnaire, Student Version (Schwartz 2007). Karakter dalam penelitian ini disusun oleh tiga aspek yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Instrumen karakter dikembangkan dari Values in Action (VIA)-Youth (Peterson dan Seligman 2004). Penelitian dilakukan di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor yang dipilh secara purposive. Contoh penelitian adalah anak SMP kelas VII dan VIII yang memiliki orang tua lengkap. Pemilihan contoh dilakukan dengan menggunakan metode pengacakan proporsional (proportional random sampling) dengan jumlah akhir contoh adalah 100 orang. Pengambilan data dilakukan dengan teknik self-report dengan alat bantu kuesioner. Data yang
telah dikumpulkan dianalisis dengan analisis deskriptif, uji independent t-test, uji korelasi, dan uji regresi linear berganda. Karakteristik anak dan keluarga di perdesaan tidak berbeda antara anak perempuan dan anak laki-laki. Lebih dari separuh anak memiliki orang tua dengan tingkat pendidikan setara tamatan Sekolah Dasar. Lima puluh persen keluarga memiliki tingkat pendapatan yang lebih rendah dari garis kemiskinan Kabupaten Bogor. Kualitas lingkungan keluarga yaitu keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, dan keteladanan orang tua berada pada kategori menengah-rendah. Anak perempuan berada pada lingkungan keluarga yang lebih berkualitas dibanding anak laki-laki. Kualitas lingkungan sekolah yaitu keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, dan keteladanan guru berada pada kategori menengah-rendah. Kualitas lingkungan sekolah tidak berbeda antara anak perempuan dan anak laki-laki. Pengetahuan moral anak berada pada kategori tinggi. Akan tetapi, perasaan moral, tindakan moral, dan karakter anak berada pada kategori menengah-rendah. Anak perempuan memiliki pengetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral, dan karakter yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Karakteristik keluarga yaitu usia ayah dan ibu serta lama pendidikan ayah dan ibu memiliki hubungan positif dengan kualitas lingkungan keluarga dan sekolah. Kualitas lingkungan keluarga memiliki hubungan positif dengan kualitas lingkungan sekolah. Kualitas lingkungan keluarga dan sekolah memiliki hubungan positif dengan pengetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral, dan karakter anak. Karakter anak tidak dipengaruhi oleh karakteristik anak dan keluarga serta kualitas lingkungan sekolah, namun dipengaruhi secara positif oleh kualitas lingkungan keluarga. Pemerintah dan LSM diharapkan dapat menerapkan berbagai program yang membantu keluarga meningkatkan kemampuannya dalam membangun lingkungan yang berkualitas untuk anak. Kata Kunci: karakter anak, keluarga, pengetahuan moral, perasaan moral, sekolah, tindakan moral
SUMMARY LENI NOVITA. The Effect of Family and School Environments Quality on Adolescent Character in Rural Area. Supervised by DWI HASTUTI and TIN HERAWATI. The escalation of adolescent’s self-destructive and criminal behavior was one of the top issues in Indonesia. Previous research found that children in the rural area had lower character than children in the urban area. The data from police institution of Bogor district showed that every year since 2010-2014 around 5-7 adolescents were involved in sexual abuse and rape. The escalation of family and school environments quality was one of the ways to establish and strengthen characters of children. However, many families and schools in current days are no longer able to provide appropriate environment quality to develop characters in children. Surveys conducted during 2006 and 2009 in some areas in Indonesia such as Aceh, Jawa, Sulawesi, and Papua were found that children in rural area were more vulnerable against violence by parents than children in urban area. Other surveys during 2008-2010 in some areas in Indonesia such as Sumatera, Jawa, dan Sulawesi were found that children are vulnerable against violence by teachers and friends in school. It shows that family and school, especially in rural area still far from qualified and capable for establishing and developing characters in children. The purpose of this study was to analyze the influence of family and school environments quality on adolescent characters in rural area. The quality of family environment consists of five aspects: safety, teaching and learning, interpersonal relationship, environmental-structural, and parents role model. The quality of family environment was measured by a developed instrument from The Student Comprehensive School Climate Inventory (Guo et al. 2011) and Seven-Item Attribute Questionnaire, Student Version (Schwartz 2007). The quality of school environment consists of five aspects: safety, teaching and learning, interpersonal relationship, environmental-structural, and teacher role model. The quality of school environment was measured by a developed instrument from The Student Comprehensive School Climate Inventory (Guo et al. 2011) and Seven-Item Attribute Questionnaire, Student Version (Schwartz 2007). The character in this study consists of three aspects: moral knowing, moral feeling, and moral acting. The characters were measured by a developed instrument from Values in Action (VIA)-Youth (Peterson dan Seligman 2004). The study was conducted in Desa Ciasihan and Ciasmara, Pamijahan, Bogor and it was chosen purposively. Respondents were junior high school student in class VII and VIII with complete parents. Samples selected by using proportional random sampling method and 100 respondents were used in this study. Data were collected using self-report with the questionnaire as the tools. The data collected were analyzed with descriptive analysis, independent t-test, correlation test, and multiple linear regression. Child and Family characteristics were not having differences between girls and boys. More than half of the children were having primary school graduated parents. Half of the children were live in the family with poverty. The quality of
family environment that measured by safety, teaching and learning, interpersonal relationship, environmental-structural, and parents role model was in the mid-low category. Girls were in the family environment more qualified than boys. The quality of school environment that measured by safety, teaching and learning, interpersonal relationship, environmental-structural, and teacher role model was also in the mid-low category. School environments quality in girls were no different than boys. The child’s moral knowing were in the high category. However, child’s moral feeling, moral acting, and character were in the mid-low category. Girls had better moral knowing, moral feeling, moral acting, dan character than boys. The age and education of father and mother were positively correlated to family and school environments quality. Family environment quality were positively correlated to school environment quality. Family and school environments quality also had positive correlation with child's moral knowing, moral feeling, moral acting, and character. The child’s character were not influenced by child and family characteristics and school environment quality, but positively influenced by family environment quality. The government and NGO could help the family to improve their skills through implementation of various programs for the family. Keywords: child’s character, family, moral acting, moral feeling, moral knowing, school
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENGARUH KUALITAS LINGKUNGAN KELUARGA DAN SEKOLAH TERHADAP KARAKTER REMAJA PERDESAAN
LENI NOVITA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Diah Krisnatuti Pranadji, MS
JudulPenelitian Nama NIM
: Pengaruh Kualitas Lingkungan Keluarga dan Sekolah terhadap Karakter Remaja Perdesaan : Leni Novita : I251140116
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr Ir Dwi Hastuti, MSc Ketua
Dr Tin Herawati, SP, MSi Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Herien Puspitawati, MSc, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian: 05 Januari 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Kualitas Lingkungan Keluarga dan Sekolah terhadap Karakter Remaja Perdesaan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama penulisan karya ilmiah ini, yaitu kepada: 1. Dr Ir Dwi Hastuti, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Tin Herawati, SP, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan wawasan pengetahuan yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian tesis ini. 2. Dr Ir Diah Krisnatuti Pranadji, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Herien Puspitawati, MSc, MSc selaku ketua program studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak yang telah mengarahkan dan memberikan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian tesis ini. 3. Tim Penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and School Partnership” yakni Dr Ir Dwi Hastuti, MSc dan Alfiasari, SP, MSi, yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian tersebut, sehingga penulis mampu mengumpulkan data penelitian. 4. Kedua orang tua penulis, Bapak Bujang dan Ibu Gusneli, serta adik penulis Muhammad Firdaus atas doa, dukungan, cinta dan kasih sayangnya. 5. Pemerintah Desa, Pihak sekolah, serta masyarakat di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. 6. Teman-teman satu bimbingan Zervina Rubyn D.S, SSi dan Rety Puspitasari, SPd, serta teman-teman Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak 2013 atas dukungan selama proses penyelesaian tesis ini. 7. Tri Susandari, SSi, Yunita Tri Lestari, SSi, dan Zulfitra Utami Putri, SKH, atas dukungan selama penulis menjadi mahasiswa program pascasarjana hingga penyelesaian studi. 8. Teman-teman enumerator penelitian Hibah Kompetensi 2015 atas kerja sama dan dukungannya selama proses persiapan dan pengambilan data penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
Leni Novita
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xvii
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 3 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Teori Teori Sistem Ekologi Brofenbrenner Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura Kualitas Lingkungan Keluarga Kualitas Lingkungan Sekolah Karakter
5 5 5 6 7 9 10
3 KERANGKA PEMIKIRAN
11
4 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional
14 14 14 15 15 19
5 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Karakteristik Anak dan Keluarga Kualitas Lingkungan Keluarga Kualitas Lingkungan Sekolah Karakter Anak Hubungan Karakteristik Anak dan Keluarga, Kualitas Lingkungan Keluarga dan Sekolah, dan Karakter Anak Faktor-Faktor yang Memengaruhi Karakter Tipologi Karakter berdasarkan Kualitas Lingkungan Keluarga dan Kualitas Lingkungan Sekolah PEMBAHASAN
20 20 20 21 23 24
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
38 38 39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
45
27 30 30 35
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Variabel penelitian, skala data, dan konsep instrumen Reliabilitas dan validitas kuesioner Pengolahan data kualitas lingkungan keluarga, kualitas lingkungan sekolah, dan karakter Nilai rata-rata dan standar deviasi usia anak Nilai rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Nilai rata-rata dan standar deviasi kualitas lingkungan keluarga Nilai rata-rata dan standar deviasi kualitas lingkungan sekolah Nilai rata-rata dan standar deviasi pengetahuan moral Nilai rata-rata dan standar deviasi perasaan moral Nilai rata-rata dan standar deviasi tindakan moral Nilai rata-rata dan standar deviasi karakter anak Nilai koefisien korelasi antar karakteristik anak dan keluarga, kualitas lingkungan keluarga dan sekolah, dan karakter Pengaruh karakteristik anak dan keluarga, kualitas lingkungan keluarga, dan sekolah terhadap karakter anak
15 16 17 20 21 22 24 25 26 27 27 31 30
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Lingkungan pembelajaran anak dalam pandangan teori sistem Model sistem ekologi Bronfenbrenner Model pembelajaran sosial Albert Bandura Kerangka pemikiran Teknik penarikan contoh Tipologi karakter berdasarkan dua level (menengah-rendah dan tinggi) indikator kualitas lingkungan keluarga dan sekolah 7 Sebaran pengetahuan moral berdasarkan dua level (menengah-rendah dan tinggi) indikator kualitas lingkungan keluarga dan sekolah 8 Sebaran perasaan moral berdasarkan dua level (menengah-rendah dan tinggi) indikator kualitas lingkungan keluarga dan sekolah 9 Sebaran tindakan moral berdasarkan dua level (menengah-rendah dan tinggi) indikator kualitas lingkungan keluarga dan sekolah 10 Sebaran karakter berdasarkan dua level (menengah-rendah dan tinggi) indikator kualitas lingkungan keluarga dan sekolah
5 6 7 13 14 31 32 33 34 35
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Minimum, maksimum, dan standar deviasi variabel penelitian Sebaran pendidikan dan pendapatan keluarga Sebaran pekerjaan orang tua berdasarkan jenis kelamin anak Sebaran variabel penelitian berdasarkan kategori menengah-rendah dan tinggi
46 47 47 48
5 6 7 8 9
Sebaran anak berdasarkan kualitas lingkungan keluarga Sebaran anak berdasarkan kualitas lingkungan sekolah Sebaran anak berdasarkan pengetahuan moral Sebaran anak berdasarkan perasaan moral Sebaran anak berdasarkan tindakan moral
49 61 72 74 76
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Usia remaja adalah periode puncak dari pencarian identitas diri individu, dan keberhasilan pada periode ini akan menentukan tingkat komitmen individu terhadap dirinya (Miller 2011; Santrock 2011). Remaja dengan identitas diri yang kuat dilaporkan menunjukkan perilaku prososial yang tinggi dan perilaku asosial yang rendah (Hardy et al. 2010; Hardy dan Walker 2013). Akan tetapi pada kenyataannya di Indonesia, data BPS (2010) menunjukkan bahwa 60 persen dari keseluruhan remaja nakal melakukan tindak pidana pencurian, 9.5 persen mengonsumsi narkoba, 6 persen melakukan perkosaan/pencabulan, dan 4 persen melakukan penganiayaan dan pengeroyokan. Penelitian yang dilakukan oleh Karina et al. (2013), Hastuti et al. (2013), dan Dewanggi (2014) menemukan bahwa anak laki-laki memiliki karakter yang lebih lemah dari anak perempuan. Penelitian-penelitian terdahulu menemukan bahwa anak laki-laki lebih rentan untuk memiliki perilaku-perilaku negatif dibanding dengan anak perempuan. Hal ini memperlihatkan bahwa karakter remaja di Indonesia masih sangat lemah. Lemahnya karakter remaja di Indonesia dapat terjadi karena semakin memudarnya nilai-nilai positif di masyarakat akibat arus globalisasi dan kemajuan teknologi, sehingga semakin rendah kemungkinan anak untuk mempelajari nilai-nilai positif dari masyarakat (Britz 2008; Puspitawati 2009; Şahinkayasi dan Kelleci 2013). Penguatan karakter pada remaja merupakan agenda penting yang harus menjadi fokus perhatian saat ini. Teori ekologi menyatakan bahwa perkembangan individu tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan dimana individu berada karena individu merupakan bagian dari sebuah sistem yang luas (keluarga, komunitas, dan masyarakat) (Darling 2007; Glassman dan Hadad 2009). Teori pembelajaran sosial menyatakan pentingnya peran lingkungan dalam pembentukan perilaku, dan pentingnya pembelajaran mengenai perilaku dengan mengamati orang lain di lingkungan (Miller 2011). Lingkungan keluarga dan sekolah merupakan dua lingkungan paling dekat yang berinteraksi dengan anak, dan bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter anak (Ryan dan Lickona 1992; Lickona 1992; Narvaez 2008). Anak mempelajari moral melalui pengamatan dan hubungan langsung dengan orang dewasa yang ada di sekitarnya (Narvaez 2008; Sanderse 2013). Perilaku-perilaku baik dipelajari dengan mengamati orang lain di dalam konteks sosial di kehidupan sehari-hari (Ponzetti 2005). Pengalaman yang dimiliki individu dalam interaksinya dengan lingkungan seperti keluarga dan sekolah dapat membantu membentuk identitas moral individu (Lapsley 2008; Narvaez dan Lapsley 2009). Karakter anak dapat terbentuk ketika orang dewasa yang berada di sekitar anak mampu menciptakan lingkungan positif (aman secara sosial, emosi dan fisik; penuh kehangatan dalam interaksi) yang memungkinkan anak untuk membangun karakter (Narvaez 2008; Sojourner 2014). Keluarga dan sekolah merupakan dua lingkungan
2
yang sangat efektif di dalam memengaruhi pembentukan kepribadian individu (Küçük et al. 2012). Lingkungan keluarga memegang peranan penting dalam membentuk dan mengarahkan perkembangan mental dan perilaku individu dengan memberikan contoh berbagai pola perilaku yang sesuai (Ponzetti 2005; Küçük et al. 2012). Keluarga menyediakan lingkungan yang penting bagi individu untuk melatih potensi moral yang dimilikinya, sehingga pengalaman individu dalam keluarga memiliki peran penting bagi perkembangan moral individu (Ponzetti 2005). Hubungan positif dalam keluarga dan tingginya aktivitas orang tua-anak merupakan prediktor bagi pembentukan karakter remaja, dan faktor protektif bagi remaja terhadap berbagai pengaruh buruk dari lingkungan di luar keluarga (Ryan dan Lickona 1992; Walker 1999; Cobb 2001; Brooks 2001). Hasil penelitian Nakao et al. (2000) pada 150 anak usia rata-rata 13 tahun di Osaka, Jepang menunjukkan bahwa lingkungan keluarga (status sosial-ekonomi; gaya pengasuhan dan keterlibatan orang tua dalam pengasuhan) memengaruhi pembentukan sifat atau kepribadian anak. Orang tua adalah guru pertama yang berperan sebagai teladan bagi anak dalam berperilaku (Ponzetti 2005). Hasil penelitian Marjohan (2014) pada 70 siswa kelas V dan VI Sekolah Dasar di Kabupaten Pati, Jawa Tengah menunjukkan bahwa keteladanan orang tua memiliki hubungan positif dengan perilaku prososial pada anak. Selain itu, sekolah dengan lingkungan yang positif (lingkungan yang penuh dengan kepedulian dan rasa hormat; aman secara sosial, emosi, dan fisik) memungkinkan anak untuk tidak hanya mempelajari kemampuan akademik tetapi juga keterampilan sosial, sehingga sekolah dengan lingkungan yang positif mampu menurunkan risiko munculnya berbagai perilaku negatif pada anak (Lehr 2005; Wang et al. 2010; Aldridge dan Ala’l 2013; Sojourner 2014). Lingkungan sekolah yang positif memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan penghargaan diri anak (selfesteem), berhubungan dengan perkembangan konsep diri anak (self-concept), efektif dalam mencegah terjadinya kekerasan di sekolah, serta mampu untuk mendorong perkembangan yang sehat pada anak (Cohen et al. 2009). Hasil penelitian Payne et al. (2003) pada guru dan siswa dari 254 sekolah menengah di Amerika menunjukkan bahwa komunitas sekolah yang positif dan kelekatan siswa dengan sekolah mampu meningkatkan keterikatan siswa terhadap sekolah dan mampu menurunkan tingkat kenakalan pada siswa. Guru adalah orang dewasa yang setiap hari berhubungan dengan anak dan juga berperan penting dalam perkembangan karakter anak (Narvaez 2008). Contoh atau teladan yang diberikan guru dapat membantu anak menginternalisasikan dan mengaplikasikan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari (Lumpkin 2008). Hasil penelitian Yancey et al. (2010) pada 4 010 remaja usia 12-17 tahun di California, Amerika menunjukkan bahwa anak cenderung memiliki perilaku positif ketika mereka menjadikan guru sebagai teladan dalam berperilaku. Lingkungan yang positif dimana anak tinggal dan keteladan yang diterima anak merupakan prediktor yang dapat memengaruhi pembentukan karakter anak. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kualitas lingkungan keluarga dan sekolah terhadap karakter remaja.
3
Perumusan Masalah Tingginya angka kriminalitas dan perilaku merusak diri yang diperlihatkan oleh remaja di Indonesia merupakan permasalahan serius yang harus segera ditangani (BPS 2010; UNICEF 2014). Penelitian Hastuti et al. (2012; 2013) menemukan bahwa remaja di Kota dan Kabupaten Bogor memiliki kemungkinan yang cukup tinggi untuk memiliki perilaku asosial seperti terlibat pornografi, tawuran, game online, minuman beralkohol, penggunaan narkoba, merokok, dan bullying. Data Polres Kabupaten Bogor tahun 2010-2014 mencatat bahwa setidaknya sekitar 5-7 anak usia remaja terlibat dalam kasus tindak pencabulan dan perkosaan setiap tahunnya. Penelitian Dewanggi (2014) menemukan bahwa anak di perdesaan memiliki skor indeks karakter yang lebih rendah dibanding anak di perkotaan. Data tahun 2003-2013 memperlihatkan bahwa sekitar 50 persen kasus bullying, 34 persen kasus physical fights, dan 40 persen kasus physical attacks terjadi diantara anak remaja usia 13-15 tahun di Indonesia, dan angka tersebut lebih tinggi dari Malaysia (21% bullying dan 30% physical fights), Vietnam (26% bullying dan 22% physical fights), dan Thailand (27% bullying, 34% physical fights, dan 33% physical attacks) (UNICEF 2014). Peningkatan kualitas lingkungan keluarga dan kualitas lingkungan sekolah merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membentuk dan memperkuat karakter remaja. Akan tetapi pada kenyataannya, keluarga dan sekolah masih belum mampu menyediakan lingkungan yang berkualitas untuk pembentukan karakter anak. Anak yang berasal dari lingkungan keluarga yang tidak berkualitas (hubungan dalam keluarga tidak baik, tidak memberikan dukungan dan kurang menghargai anak, serta cenderung melakukan kekerasan) memiliki kecenderungan yang tinggi untuk memiliki permasalahan perilaku seperti terlibat perkelahian dan tawuran, penggunaan obat-obatan dan minuman keras, serta pornografi dan free sex (Puspitawati 2009). Penelitian Rahmawati (2014) menunjukkan bahwa remaja di Bogor masih sangat rentan terhadap kekerasan verbal dari kedua orang tua. Survey tahun 2006 dan 2009 dibeberapa wilayah di Indonesia seperti Aceh, Jawa, Sulawesi, dan Papua menemukan bahwa anak di perdesaan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjadi korban kekerasan yang dilakukan orang tua dibanding anak di perkotaan (UNICEF 2011). Anak yang menjadi korban kekerasan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk memiliki permasalahan perilaku (Küçük et al. 2012). Di sisi lain, fenomena kedua orang tua bekerja yang semakin berkembang di Indonesia dapat memiliki dampak negatif terhadap anak. Anak dari keluarga dengan kedua orang tua bekerja memiliki kecenderungan yang tinggi untuk tidak mendapatkan stimulasi emosi yang optimal bagi pembentukan karakter (Narvaez 2008). Hal ini memperlihatkan bahwa keluarga di Indonesia sudah tidak lagi menjadi tempat yang aman dan mampu membentuk karakter anak. Anak yang berasal dari lingkungan sekolah yang tidak berkualitas (fasilitas sekolah kurang memadai, guru kurang membina dan mengawasi siswa, serta aturan dan norma kurang diterapkan) memiliki kecenderungan yang tinggi untuk memiliki permasalahan perilaku seperti terlibat
4
perkelahian dan tawuran, penggunaan obat-obatan dan minuman keras, serta pornografi dan free sex (Puspitawati 2009). Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa dari 600 kasus kekerasan yang terjadi pada anak, 11.5 persennya dilakukan oleh guru (UNICEF 2012). Hasil penelitian Puspitawati et al. (2013) menemukan bahwa anak di Kota Bogor masih rentan terhadap kekerasan yang terjadi di sekolah. Survey tahun 2008-2010 dibeberapa wilayah di Indonesia seperti Sumatera, Jawa, dan Sulawesi menemukan bahwa anak sering mengalami kekerasan baik fisik, verbal, psikologis maupun seksual yang dilakukan oleh guru dan teman sebayanya di sekolah (UNICEF 2011). Hal ini memperlihatkan bahwa sekolah di Indonesia sudah tidak lagi menjadi tempat yang aman dan mampu membentuk karakter anak. Data-data di atas memperlihatkan bahwa lingkungan dimana anak tinggal dan beraktivitas masih jauh dari berkualitas dan mampu membentuk karakter anak. Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh kualitas lingkungan keluarga dan sekolah terhadap karakter remaja. Pertanyaan penelitian yang ingin di jawab oleh penelitian ini adalah apakah lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah yang berkualitas dapat membangun karakter yang baik pada remaja di perdesaan? Tujuan Penelitian Tujuan umum: Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas lingkungan keluarga dan sekolah terhadap karakter remaja perdesaan Tujuan khusus: 1. Menganalisis perbedaan karakteristik anak dan keluarga, kualitas lingkungan keluarga dan sekolah, dan karakter anak berdasarkan jenis kelamin anak 2. Menganalisis hubungan antar karakteristik anak dan keluarga, kualitas lingkungan keluarga dan sekolah, dan karakter anak 3. Menganalisis pengaruh karakteristik anak dan keluarga, kualitas lingkungan keluarga dan sekolah terhadap karakter anak 4. Memetakan tipologi karakter berdasarkan kualitas lingkungan keluarga dan sekolah Manfaat Penelitian Penelitian mengenai pengaruh kualitas lingkungan keluarga dan sekolah terhadap karakter remaja diharapkan dapat menjadi acuan dan pertimbangan bagi pihak-pihak seperti KPPPA, KPAI, dan Kemendikbud dalam membuat peraturan dan program yang berkaitan dengan anak, terutama dalam membangun karakter yang baik pada anak. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran kepada masyarakat dan pemerintah, terutama keluarga dan sekolah mengenai pentingnya membangun lingkungan keluarga dan sekolah yang berkualitas bagi
5
pembentukan karakter anak. Penelitian ini juga diharapkan dapat berkontribusi bagi pengembangan keilmuan di bidang anak dan keluarga.
2 TINJAUAN PUSTAKA Teori Teori Sistem Ekologi Brofenbrenner Teori sistem menekankan bahwa lingkungan pembelajaran anak disusun oleh berbagai subsistem yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain sebagai satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan (Hirsto 2001). Gambar 1 memperlihatkan lingkungan pembelajaran anak dalam pandangan teori sistem.
Konteks budaya
Konteks keluarga Rumah sebagai lingkungan pembelajaran
Anak Orang tua
Guru
Kelas sebagai lingkungan pembelajaran Konteks sekolah
Gambar 1 Lingkungan pembelajaran anak dalam pandangan teori sistem (Hirsto 2001) Pendekatan sistem merupakan inti dari teori Ekologi Bronfenbrenner (Hirsto 2001). Teori ekologi menyatakan bahwa perkembangan individu tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan dimana individu berada karena individu merupakan bagian dari sebuah sistem yang luas (keluarga, komunitas, masyarakat, dan lainnya) (Darling 2007; Glassman dan Hadad 2009). Sistem ini terdiri atas lima subsistem yang dapat mendukung dan mengarahkan perkembangan individu, yaitu mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem (Bronfenbrenner 1994; Hirsto 2001; Santrock 2011). Mikrosistem adalah lingkungan yang paling dekat yang berinteraksi dan memengaruhi anak secara langsung seperti keluarga, sekolah, tetangga, kelompok agama, teman, dan sebagainya. Mesosistem adalah lingkungan yang terdiri atas gabungan dari dua atau lebih mikrosistem seperti hubungan antara keluarga dan sekolah. Eksosistem adalah lingkungan yang tidak memberikan pengaruh langsung kepada anak
6
atau tidak ada keterlibatan langsung dari anak seperti hubungan antara keluarga dan tempat kerja orang tua. Makrosistem adalah lingkungan yang melibatkan mikrosistem, mesosistem, dan eksosistem dalam sebuah budaya yang melibatkan sistem kepercayaan, kebiasaan, gaya hidup, dan sebagainya yang tertanam pada setiap sistem. Kronosistem terdiri atas pola dari peristiwa dan perubahan di lingkungan, serta keadaan sosial-sejarah di sepanjang siklus kehidupan (Bronfenbrenner 1994; Hirsto 2001; Cobb 2001; Santrock 2011). Gambar 2 memperlihatkan model ekologi Bronfenbrenner.
Gambar 2 Model sistem ekologi Bronfenbrenner Teori Ekologi menyatakan bahwa anak dan konteks lingkungan saling memengaruhi satu sama lain di dalam interaksinya sebagai sebuah proses yang mendorong perkembangan anak. Perkembangan yang efektif akan terjadi ketika individu terlibat di dalam sebuah aktivitas yang rutin dan dalam periode waktu yang lama, yang melibatkan interaksi timbal balik antara individu dan konteks lingkungan. Teori ekologi menggambarkan perkembangan individu ke dalam sebuah model dengan empat elemen yaitu process-person-context-time model (Bronfenbrenner dan Morris 1998; Bronfenbrenner 1999; Tudge et al. 2009; Miller 2011). Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa anak mempelajari pengetahuan, perasaan, dan perilaku melalui proses pengamatan terhadap satu atau lebih model. Pembelajaran terhadap perilaku yang dilakukan melalui pengamatan merupakan cara yang paling efektif untuk membentuk perilaku yang lebih kompleks pada anak. Teori pembelajaran sosial menekankan pada pentingnya pengaruh lingkungan terhadap perilaku, dan pentingnya pembelajaran mengenai perilaku dengan mengamati orang lain di dalam lingkungan. Perkembangan individu terjadi dalam suatu sistem
7
budaya yang luas dimana individu berkembang dengan mengamati orang lain dan terlibat dalam aktivitas bersama dengan mereka. Pembelajaran terhadap perilaku dapat terjadi ketika anak memiliki perhatian terhadap model dari perilaku. Perhatian anak terhadap model dari perilaku dapat terjadi ketika anak diberikan banyak kesempatan untuk melihat perilaku tersebut. Keterlibatan anak di dalam aktivitas yang memungkinkan mereka untuk mempraktekkan perilaku yang telah diamati merupakan cara untuk meningkatkan pengaruh model dari perilaku. Model pembelajaran sosial melibatkan tiga komponen yang saling memengaruhi satu sama lain, yaitu individu (person), perilaku (behavior), dan lingkungan (environment) (Salkind 1985; Miller 2011; Santrock 2011; Sanderse 2013). Gambar 3 memperlihatkan model pembelajaran sosial Albert Bandura. Perilaku
Individu
Lingkungan
Gambar 3 Model pembelajaran sosial Albert Bandura (Santrock 2011) Teori pembelajaran sosial memandang bahwa perkembangan moral individu terjadi ketika individu secara aktif membangun standar perilaku melalui pengamatan terhadap orang lain (Salkind 1985; Bandura 1991; Miller 2011). Anak mempelajari moral melalui pengamatan dan hubungan langsung dengan orang dewasa yang ada di sekitarnya (Narvaez 2008; Sanderse 2013). Perilaku-perilaku baik dipelajari dengan mengamati orang lain di dalam konteks sosial di kehidupan sehari-hari (Ponzetti 2005). Pengamatan yang dilakukan terhadap model berfungsi sebagai: (1) sumber informasi mengenai konsekuensi dari perilaku yang dapat mengoptimalkan proses pembelajaran, dan (2) sumber motivasi yang dapat mengarahkan perilaku melalui pengalaman orang lain terhadap konsekuensi dari suatu perilaku. Teori pembelajaran sosial menekankan bahwa pembelajaran terhadap perilaku dapat terjadi tanpa perlu adanya hubungan langsung dengan model atau tanpa perlu adanya penguatan langsung (vicarious learning). Hal inilah yang menjelaskan mengapa individu dapat mengakuisisi beragam perilaku baru tanpa perlu mengalami secara langsung konsekuensi dari perilaku tersebut (Salkind 1985). Kualitas Lingkungan Keluarga Keluarga memegang peranan penting di dalam pembentukan kepribadian individu, sehingga sistem yang dibangun dalam keluarga akan menentukan keberfungsian keluarga dalam menjalankan perannya (Küçük et
8
al. 2012). Interaksi orang tua dan anak di dalam keluarga mampu memfasilitasi perkembangan moral anak (Walker 1999). Perkembangan moral merupakan sebuah hasil dari pengalaman pembelajaran yang didapatkan dalam keluarga seperti pengajaran mengenai cara membangun hubungan dengan orang lain dan cara menghadapi dunia (Ponzetti 2005). Pengajaran nilai-nilai moral yang dilakukan orang tua memberikan anak kesempatan untuk menggunakan moral reasoning-nya dalam memilih untuk melakukan tindakan yang benar dibandingkan tindakan yang salah (Lickona 1994). Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan di dalam membangun lingkungan yang positif bagi perkembangan moral anak, yaitu: (1) keamanan (physical dan social-emotional), (2) hubungan (respect for diversity, family community, dan morale and connectedness), (3) pengajaran dan pembelajaran (quality of instruction dan social, emotional, and ethical learning), dan (4) lingkungan (environmental-structural) (Cohen et al. 2009; Thapa et al. 2012). Keluarga yang mampu untuk membangun lingkungan yang positif, seperti memberikan cinta, perhatian dan kasih sayang, menerapkan peraturan yang jelas di rumah (tidak permisif), dan demokratis kepada anak (selalu bersedia untuk mendengarkan anak) mampu meningkatkan penghargaan diri anak (self-esteem) sehingga anak kuat dalam menghadapi pengaruh negatif dari lingkungan di luar keluarga (Lickona 1994; Brooks 2001; Bornstein 2002). Orang tua adalah guru pertama untuk anak yang berperan sebagai teladan untuk perilaku-perilaku baik (Lickona 1994; Ponzetti 2005; Oladipo 2009). Komitmen yang ditunjukkan orang tua sebagai model dalam berperilaku memiliki pengaruh yang kuat terhadap perasaan anak pada orang tua sebagai teladan perilaku (Lickona 2008). Orang tua merupakan model yang paling nyata dan terus menerus bagi anak dalam berperilaku yang berhubungan dengan perkembangan karakternya (Oladipo 2009). Orang tua adalah model yang sangat penting untuk anak karena anak memiliki pandangan yang tinggi terhadap orang tua dan memiliki keinginan untuk seperti mereka (Salkind 1985). Keteladanan yang ditunjukkan orang tua tidak hanya berkaitan dengan bagaimana memperlakukan anak, tetapi juga bagaimana orang tua memperlakukan orang dewasa lain, memperlakukan orang lain yang bukan anggota keluarga (contoh teman, tetangga, bahkan orang asing), serta bagaimana menjalankan hidup (Lickona 1994). Schwartz (2007) menuliskan bahwa model karakter bagi anak perlu memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1) memiliki komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip moral, 2) bertindak dengan didasarkan pada prinsip-prinsip moral (konsistensi diantara tindakan dan niat, dan diantara tujuan awal dan akhir dari tindakan), 3) bersedia untuk mengorbankan keinginan pribadi untuk kepentingan prinsip-prinsip moral, dan 4) menjadi inspirasi bagi orang lain untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral.
9
Kualitas Lingkungan Sekolah Lingkungan sekolah adalah karakter dan kualitas kehidupan sekolah yang didasarkan pada norma dan nilai-nilai, hubungan interpersonal, praktek belajar-mengajar, dan strukur lingkungan di sekolah (Cohen et al. 2009). Faktor-faktor yang membangun dan membentuk karakter dan kualitas kehidupan sekolah: (1) keamanan (physical dan social-emotional), (2) hubungan (respect for diversity, school community, dan morale and connectedness), (3) pengajaran dan pembelajaran (quality of instruction dan social, emotional, and ethical learning), dan (4) lingkungan (environmentalstructural) (Cohen et al. 2009; Thapa et al. 2012). Sekolah dengan lingkungan yang positif tidak hanya memungkinkan siswa untuk mempelajari kemampuan akademik, tetapi juga keterampilan sosial (empati dan kontrol diri) yang diperlukan untuk sukses di dalam kehidupan (Sojourner 2014). Lingkungan sekolah yang terdiri atas seperangkat kondisi seperti lingkungan dan tempat baru, pengalaman baru dengan teman dan guru, dan lainnya dapat memengaruhi perkembangan dan kepribadian siswa (Brand 2009; Küçük et al. 2012). Lingkungan sekolah yang positif terbukti dapat menurunkan risiko terjadinya kekerasan di sekolah (Sojourner 2014), menurunkan permasalahan perilaku (Wang et al. 2010), dan meningkatkan tingkat kehadiran siswa di sekolah (Lehr 2005). Keteladanan guru adalah bagaimana sifat-sifat baik yang ditampilkan oleh guru dalam bentuk perilaku dapat memengaruhi perkembangan karakter anak (Schwartz 2007). Anak mempelajari moral karakter melalui pengamatan dan hubungan langsung dengan orang dewasa yang ada disekitarnya, dan pendidik merupakan salah satu orang dewasa yang setiap hari melakukan interaksi dengan anak (Narvaez 2008). Karakteristik dari guru yang dapat dilihat sebagai teladan bagi moral karakter, yaitu: 1) memiliki komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip moral, 2) bertindak dengan didasarkan pada prinsip-prinsip moral (konsistensi diantara tindakan dan niat, dan diantara tujuan awal dan akhir dari tindakan), 3) bersedia untuk mengorbankan keinginan pribadi untuk kepentingan prinsip-prinsip moral, dan 4) menjadi inspirasi bagi orang lain untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral (Schwartz 2007). Guru adalah teladan utama dan pertama bagi anak di sekolah, dan berperan penting di dalam menanamkan karakter pada anak sampai anak mampu untuk melakukan pengaturan diri secara mandiri (self-regulation) (Narvaez 2008). Guru membantu anak untuk menginternalisasikan nilainilai moral (kejujuran, kepercayaan, keadilan, rasa hormat, dan tanggung jawab) dengan cara memberikan contoh dan secara terus menerus memperkuat apa yang dianggap benar dan salah kepada anak (Lumpkin 2008). Anak yang menjadikan guru sebagai teladan lebih cenderung memperlihatkan perilaku positif dan menghindari perilaku-perilaku yang merusak (merokok, minum-minuman keras, dan penggunaan obat terlarang) (Yancey et al. 2010). Hasil penelitian Küçük et al. (2012) menemukan bahwa siswa akan menjadikan guru sebagai teladan ketika guru menunjukkan perhatian dan persahabatan dengan siswa.
10
Karakter Karakter adalah pola perilaku yang konsisten yang berorientasi pada pengembangan diri dan pengaturan emosi sebagai sebuah bentuk tanggung jawab kepada diri sendiri dan orang lain (Holmgren 2004; Schwartz 2007). Karakter juga dapat didefinisikan sebagai sifat-sifat positif yang menggambarkan pengetahuan, perasaan, dan perilaku individu (Park et al. 2004). Karakter merupakan hasil dari penilaian individu yang menggambarkan keadaan lingkungannya seperti etika, aturan, dan nilai sosial (Küçük et al. 2012). Seseorang dikatakan memiliki karakter yang baik apabila tindakan yang dilakukannya sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat, serta dapat memberikan mafaat tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain dan masyarakat (Ji et al. 2013). Karakter akan terbentuk ketika individu memiliki identitas moral. Identitas moral adalah seperangkat konsep diri yang berhubungan dengan prinsip-prinsip moral. Individu dengan identitas moral yang kuat akan mampu menjaga konsistensi antara prinsip moral dan perilakunya. Identitas moral merupakan komponen penting yang mendasari perilaku individu (Aquino dan Reed 2002). Hasil penelitian Aquino et al. (2011) menyatakan bahwa individu dengan identitas moral yang kuat dilaporkan memiliki peningkatan moral yang berhubungan dengan kecenderung untuk melakukan perilaku prososial. Perkembangan moral anak berlangsung melalui sebuah proses yang dimulai sejak lahir dan terus berlangsung hingga dewasa. Teori perkembangan moral Lickona menyatakan bahwa moralitas individu berkembang secara perlahan dan melalui beberapa tahapan moral reasoning. Moral reasoning adalah kemampuan untuk memahami alasan mengapa sesuatu dianggap benar dan salah. Setiap tahapan moral reasoning yang dilalui anak akan membawanya lebih dekat menuju seorang individu dengan kapasitas moral yang utuh. Tahapan moral reasoning, yang disebut juga perkembangan moral vertikal, terdiri atas (Lickona 1994): 1. Tahap 0 : egocentric reasoning (kisaran usia 4 tahun). Pada tahap ini, anak hanya berfokus pada satu pandangan saja yaitu pandangan dirinya sendiri dan kurang menyadari cara pandang orang lain. Alasan anak untuk melakukan apa yang benar didasarkan pada keinginan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya (mendapatkan hadiah dan menghindari hukuman). 2. Tahap 1 : unquetioning obedience (kisaran usia taman kanak-kanak). Pada tahap ini, anak mulai memiliki kemampuan untuk memahami cara pandang orang lain. Alasan anak untuk melakukan apa yang dianggap benar adalah untuk menghindari masalah. 3. Tahap 2 : what’s in it for me fairness (usia sekolah dasar). Pada tahap ini, anak memahami bahwa setiap orang memiliki cara pandangnya sendirisendiri. Apa yang dianggap benar adalah untuk mengikuti cara pandang sendiri, memperhatikan diri sendiri, dan berbuat adil kepada orang yang adil kepada dirinya. Alasan anak melakukan apa yang dianggap benar berhubungan dengan kepentingan dirinya (self-interest). 4. Tahap 3 : interpersonal conformity (usia remaja awal). Pada tahap ini, anak berusaha untuk menyenangkan orang lain dengan menjadi pribadi
11
yang baik dan berusaha memenuhi harapan mereka (anak sangat memperhatikan apa yang dipikirkan oleh orang lain). Hubungan personal sangat penting pada tahapan ini. Alasan anak untuk melakukan apa yang dinggap benar adalah untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain sehingga anak memiliki kepercayaan diri (self-esteem). 5. Tahap 4 : responsibility to the system (usia remaja akhir). Pada tahapan ini, anak memiliki kemampuan untuk memahami peran dan tanggung jawabnya sebagai bagian dari sistem sosial yang lebih besar (contoh: keluarga besar, sekolah, dan negara). Alasan anak untuk melakukan apa yang dianggap benar adalah untuk menjaga sistem sosial tidak rusak. 6. Tahap 5 : principled conscience (usia dewasa muda): Pada tahap ini, anak memiliki kemampuan untuk memahami pentingnya menghargai hak orang lain dan medukung sistem yang melindungi hak-hak manusia. Alasan anak untuk melakukan hal yang dianggap benar karena kesadaran untuk bertindak sesuai dengan prinsip menghargai dan menghormati seluruh manusia. Tahapan perkembangan moral tidak hanya bersifat vertikal, tetapi juga bersifat horizontal. Perkembangan horizontal dari moral berfokus pada bagaimana mengaplikasikan cara berpikir di setiap tahapan moral reasoning dalam menghadapi beragam situasi di kehidupan sehari-hari. Perkembangan horizontal dari moral inilah yang menjadikan moral reasoning anak sebagai bagian dari perilaku moral di kehidupan sahari-hari. Semakin sering anak menggunakan kemampuan berpikirnya dalam menghadapi permasalahan di dalam kesehariannya, maka semakin anak menguasai tahapan perkembangan tersebut. Hal tersebut akan memudahkan anak untuk naik ke tahapan perkembangan moral selanjutnya (Lickona 1994). Karakter disusun oleh tiga komponen yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Ketiga komponen ini dibutuhkan untuk membentuk karakter yang baik pada anak. Karakter yang baik terbentuk ketika individu mampu menilai apa yang benar, memberikan perhatian secara mendalam mengenai apa yang benar, dan melakukan apa yang dipercayai sebagai kebenaran (Ryan dan Lickona 1992; Lickona 1992). Penelitian-penelitian terdahulu menemukan bahwa pembentukan karakter pada anak dipengaruhi oleh banyak hal seperti status sosial-ekonomi keluarga (Nakao et al. 2000; Karina et al. 2013), usia orangtua (Karina et al. 2013; Dewanggi 2014), usia dan jenis kelamin anak (Hastuti et al. 2011,2013; Karina et al. 2013; Ji et al. 2013; Dewanggi 2014), keteladanan orang tua (Yancey et al. 2010; Marjohan 2014), pengasuhan orang tua (Nakao et al. 2000), iklim sekolah (Payne et al. 2003; Pintado 2006; Cohen et al. 2009; Wang et al. 2010; Jankens 2011; Aldridge dan Ala’l 2013), dan keteladanan guru (Yancey et al. 2010; Küçük et al. 2012).
3 KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini menggunakan pendekatan teori sistem ekologi dan teori pembelajaran sosial yang memandang bahwa pembentukan perilaku
12
(karakter) dapat terjadi melalui interaksi timbal balik antara individu dan lingkungan. Aplikasi teori ini ada pada keluarga dan sekolah sebagai dua lingkungan paling dekat yang berinteraksi secara langsung dengan anak. Lingkungan keluarga dan sekolah memegang peranan penting dalam membentuk karakter anak. Karakter penting diteliti pada anak usia remaja karena periode ini merupakan periode puncak pembentukan identitas diri. Identitas diri berperan penting dalam memotivasi dan mengarahkan perilaku moral individu (identitas diri adalah dasar bagi perilaku moral). Teori perkembangan moral Lickona menyatakan bahwa anak pada periode usia remaja berada pada tahapan ke tiga dalam perkembangan moral, yaitu tahapan interpersonal conformity. Anak sangat memperhatikan apa yang dipikirkan oleh orang lain (hubungan personal sangat penting bagi anak). Alasan anak untuk melakukan apa yang dinggap benar adalah untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain sehingga anak memiliki kepercayaan diri (self-esteem). Anak membutuhkan orang dewasa sebagai panutan, dan mereka perlu memiliki kepercayaan bahwa orang dewasa adalah orang-orang yang baik, melindungi dan membantu, serta dapat memberikan kontrol kepada mereka. Teori sistem ekologi Bronfenbrenner menyatakan bahwa perkembangan individu yang optimal berlangsung di dalam sebuah aktivitas rutin dan dalam periode waktu yang lama di kehidupan sehari-hari. Pengalaman yang didapatkan anak melalui interaksi dengan anggota keluarga mampu memfasilitasi perkembangan moral anak. Lingkungan keluarga yang positif (memberikan cinta, perhatian dan kasih sayang, menerapkan peraturan yang jelas di rumah (tidak permisif), dan demokratis kepada anak) merupakan prediktor bagi pembentukan identitas moral, sifat, dan kepribadian anak. Di dalam keluarga, orang tua adalah guru pertama bagi anak yang dapat berperan sebagai model bagi berbagai perilaku positif. Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa anak mempelajari moral melalui pengamatan terhadap orang dewasa yang ada di sekitarnya. Keteladanan orang tua memiliki hubungan positif dengan perilaku sosial anak dan berperan penting dalam perkembangan karakter anak. Selain di keluarga, sebagian besar aktivitas anak berlangsung di sekolah. Sekolah dengan lingkungan yang positif (tidak ada kekerasan, fasilitas sekolah memadai, serta memiliki aturan dan norma) mampu menurunkan risiko munculnya perilaku negatif pada anak, dan mampu mendorong perkembangan yang sehat pada anak. Faktor-faktor yang membangun kualitas kehidupan sekolah yaitu keamanan, hubungan interpersonal, pengajaran dan pembelajaran, serta struktur lingkungan di sekolah. Keteladanan yang ditunjukkan guru di sekolah mampu membantu anak di dalam menginternalisasikan dan mengaplikasikan prinsip-prinsip moral. Karakteristik dari guru yang dapat menjadi teladan bagi anak yaitu komitmen terhadap prinsip-prinsip moral, dan konsisten dalam menerapkan prinsi-prinsip moral. Keluarga dan sekolah merupakan dua lingkungan yang saling berhubungan dan berinteraksi dalam memengaruhi perkembangan anak. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 4.
13
Karakteristik Keluarga: Usia orang tua Pendidikan orang tua Pendapatan keluarga
Kualitas Lingkungan Keluarga: Keamanan Pengajaran dan pembelajaran Hubungan interpersonal Struktur lingkungan Keteladanan orang tua
Kualitas Lingkungan Sekolah: Keamanan Pengajaran dan pembelajaran Hubungan interpersonal Struktur lingkungan Keteladanan guru Karakteristik Anak: Jenis kelamin Usia
Karakter: Pengetahuan moral Perasaan moral Tindakan moral
Lingkungan: Teman sebaya Budaya Media 13
Gambar 4 Kerangka pemikiran
14
4 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study dan merupakan bagian dari penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and School Partnership”, yang diketuai oleh Dr Ir Dwi Hastuti, MSc dan anggotanya Alfiasari, SP, MSi. Penelitian dilakukan di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor yang dipilih secara purposive. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada hasil penelitian terdahulu yang menekankan pentingnya perhatian yang lebih terhadap keadaan anak di daerah perdesaan. Penelitian dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada masing-masing desa yang dipilih secara purposive. Pengambilan data penelitian dilakukan dari bulan Mei–Juni 2015. Teknik Penarikan Contoh Populasi penelitian ini adalah siswa SMP dari sekolah yang terpilih di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Kerangka contoh penelitian ini adalah siswa SMP kelas VII dan VIII yang memiliki orang tua lengkap. Pemilihan contoh dilakukan dengan menggunakan metode proportional random sampling dari dua sekolah. Jumlah contoh awal penelitian adalah 135 orang. Akan tetapi, terdapat 35 orang contoh yang tidak dapat berpartisipasi dalam penelitian sampai selesai karena tidak dapat hadir pada saat pengambilan data penelitian, sehingga jumlah akhir contoh penelitian ini adalah 100 orang. Gambar 5 menunjukkan teknik penarikan contoh penelitian. Kecamatan Pamijahan
Purposive
Desa Ciasihan
Desa Ciasmara
SMP X (n=173)
SMP Y (n=269)
Purposive
53
82
Proportional random
Purposive
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
30
23
47
35
Gambar 5 Teknik penarikan contoh
Proportional random
15
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer. Data primer diperoleh melalui metode self-report dengan alat bantu kuesioner. Anak mengisi kuesioner setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti. Peneliti memandu anak di dalam mengisi kuesioner dengan membacakan satu per satu pernyataan dalam kuesioner di depan kelas. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 1. Tabel 1 Variabel penelitian, skala data, dan konsep instrumen Variabel
Skala Data
Karakteristik keluarga: - Usia orang tua - Pendidikan orang tua - Pendapatan orang tua Karakteristik anak: - Jenis kelamin - Usia
rasio rasio rasio nominal rasio
Kualitas lingkungan keluarga - Keamanan - Pengajaran dan pembelajaran - Hubungan interpersonal - Struktur lingkungan - Keteladanan orang tua
Kualitas lingkungan sekolah - Keamanan - Pengajaran dan pembelajaran - Hubungan interpersonal - Struktur lingkungan - Keteladanan guru
Karakter - Pengetahuan moral - Perasaan moral - Tindakan moral
Konsep Instrumen
ordinal
Dikembangkan dari The Student Comprehensive School Climate Inventory (Guo et al. 2011)
ordinal
Dikembangkan dari Seven-Item Attribute Questionnaire, Student Version (Schwartz 2007)
ordinal
Dikembangkan dari The Student Comprehensive School Climate Inventory (Guo et al. 2011)
ordinal
Dikembangkan dari Seven-Item Attribute Questionnaire, Student Version (Schwartz 2007)
ordinal
Dikembangkan dari Values in Action (VIA)Youth (Peterson dan Seligman 2004)
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, dan analisis data. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Package for Social Science (SPSS). Kualitas dari data kualitas lingkungan keluarga dan sekolah, dan karakter dikontrol dengan melakukan uji reliabilitas dan uji validitas internal (Tabel 2).
16
Tabel 2 Reliabilitas dan validitas kuesioner Cronbach’s alpha
Variabel Kualitas lingkungan keluarga - Keamanan - Pengajaran dan pembelajaran - Hubungan interpersonal - Struktur lingkungan - Keteladanan orang tua Kualitas lingkungan sekolah - Keamanan - Pengajaran dan pembelajaran - Hubungan interpersonal - Struktur lingkungan - Keteladanan guru Pengetahuan moral Perasaan moral Tindakan moral
Validasi butir
0.89
0.23* - 0.65**
0.82
0.42** - 0.73**
0.89
0.23* - 0.61**
0.84
0.33** - 0.60**
0.85 0.74 0.86
0.29** - 0.62** 0.24* - 0.61** 0.22* - 0.67**
Keterangan: * signifikan pada p < 0.05; ** signifikan pada p < 0.01
Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini meliputi: 1. Data tentang karakteristik anak terdiri atas usia dan jenis kelamin. 2. Data tentang karakteristik keluarga meliputi usia orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, dan pekerjaan orang tua. 3. Variabel kualitas lingkungan keluarga berdasarkan persepsi remaja, terdiri atas keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, struktur lingkungan, dan keteladanan orang tua. Pada variabel keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, dan struktur lingkungan, jawaban sangat tidak sesuai diberi skor 1, tidak sesuai diberi skor 2, sesuai diberi skor 3, dan sangat sesuai diberi skor 4. Pada variabel keteladanan orang tua, jawaban tidak pernah diberi skor 1, jarang diberi skor 2, sering diberi skor 3, dan selalu diberi skor 4. Pemberian skor akan dilakukan secara terbalik pada pernyataan reverse. Sistem skoring dilakukan dengan mengompositkan skor yang diperoleh anak dengan menggunakan rumus.
Keterangan: Indeks Skor aktual anak Skor minimal Skor maksimal
= skor anak yang sudah diindeks = skor yang diperoleh berdasarkan pengukuran = skor minimal pada instrumen = skor maksimal pada instrumen
Skor yang diperoleh anak selanjutnya dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu menengah-rendah dan tinggi. 4. Variabel kualitas lingkungan sekolah berdasarkan persepsi remaja, terdiri atas keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, struktur lingkungan, dan keteladanan guru. Pada variabel keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, dan struktur lingkungan, jawaban sangat tidak sesuai diberi skor 1, tidak sesuai diberi skor 2, sesuai diberi skor 3, dan sangat sesuai diberi skor 4. Pada variabel keteladanan guru, jawaban tidak
17
pernah diberi skor 1, jarang diberi skor 2, sering diberi skor 3, dan selalu diberi skor 4. Pemberian skor akan dilakukan secara terbalik pada pernyataan reverse. Sistem skoring dilakukan dengan mengompositkan skor yang diperoleh anak dengan menggunakan rumus. Skor yang diperoleh anak selanjutnya dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu menengah-rendah dan tinggi. 5. Variabel karakter terbagai atas pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Pada variabel pengetahuan moral, jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1, tidak setuju diberi skor 2, setuju diberi skor 3, dan sangat setuju diberi skor 4. Pada variabel perasaan moral, jawaban sangat tidak sesuai diberi skor 1, tidak sesuai diberi skor 2, sesuai diberi skor 3, dan sangat sesuai diberi skor 4. Pada variabel tindakan moral, jawaban tidak pernah diberi skor 1, jarang diberi skor 2, sering diberi skor 3, dan selalu diberi skor 4. Pemberian skor akan dilakukan secara terbalik pada pernyataan reverse. Sistem skoring dilakukan dengan mengompositkan skor yang diperoleh anak dengan menggunakan rumus. Skor yang diperoleh anak selanjutnya dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu menengah-rendah dan tinggi. Pengolahan data kualitas lingkungan keluarga dan sekolah, dan karakter dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 3. Tabel 3 Pengolahan data kualitas lingkungan keluarga dan sekolah, dan karakter Variabel Kualitas lingkungan keluarga: - Keamanan - Pengajaran dan pembelajaran - Hubungan interpersonal - Struktur lingkungan
- Keteladanan orang tua Pengetahuan Perasaan Tindakan
Kualitas lingkungan sekolah - Keamanan - Pengajaran dan pembelajaran - Hubungan interpersonal - Struktur lingkungan
Jumlah Pernyataan
55 butir
18 butir
59 butir
Skor Nilai
Sangat sesuai Sesuai Tidak sesuai Sangat tidak sesuai
Selalu Sering Jarang Tidak pernah
Sangat sesuai Sesuai Tidak sesuai Sangat tidak sesuai
Keterangan
=4 =3 =2 =1
=4 =3 =2 =1
=4 =3 =2 =1
Kategori skor indeks kualitas lingkungan keluarga pada masingmasing indikator didasarkan pada cut-off point: Menengah-rendah: < 80 Tinggi: ≥ 80 Semakin tinggi skor indeks menunjukkan semakin baik kualitas lingkungan keluarga, yaitu keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, struktur lingkungan, dan keteladanan orang tua dimana anak tinggal Kategori skor indeks kualitas lingkungan sekolah pada masingmasing indikator didasarkan pada cut-off point: Menengah-rendah: < 80
18 Lanjutan Tabel 3 Variabel
Jumlah Pernyataan
Skor Nilai
Keterangan Tinggi: ≥ 80
- Keteladanan guru Pengetahuan Perasaan Tindakan
18 butir
Selalu Sering Jarang Tidak pernah
=4 =3 =2 =1
Semakin tinggi skor indeks menunjukkan semakin baik kualitas lingkungan sekolah, yaitu keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, struktur lingkungan, dan keteladanan guru dimana anak sekolah dan melakukan aktivitas pembelajaran
Karakter Pengetahuan moral
22 butir
Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju
=4 =3 =2 =1
Kategori skor indeks karakter didasarkan pada cut-off point: Menengah-rendah: < 80 Tinggi: ≥ 80
Perasaan moral
22 butir
Sangat sesuai Sesuai Tidak sesuai Sangat tidak sesuai
=4 =3 =2 =1
Tindakan moral
21 butir
Selalu Sering Jarang Tidak pernah
=4 =3 =2 =1
1. 2.
3.
4.
Semakin tinggi skor indeks menunjukkan bahwa anak semakin konsisten di dalam menampilkan perilakuperilaku baik (karakter) di dalam kehidupan sehari-hari
Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik anak dan keluarga, kualitas lingkungan keluarga dan sekolah, dan karakter. Uji Independet t-test digunakan untuk melihat perbedaan karakteristik anak dan keluarga, kualitas lingkungan keluarga dan sekolah, dan karakter berdasarkan jenis kelamin anak. Suatu variabel dinyatakan berbeda secara signifikan berdasarkan jenis kelamin anak apabila memiliki nilai signifikansi p < 0.05. Uji korelasi digunakan untuk menguji hubungan antar karakteristik anak dan keluarga, kualitas lingkungan keluarga dan sekolah, dan karakter. Suatu variabel dinyatakan memiliki hubungan dengan variabel lain apabila memiliki nilai signifikansi p < 0.05. Uji regresi linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh karakteristik anak dan keluarga, kualitas lingkungan keluarga dan sekolah terhadap karakter. Suatu variabel dinyatakan memiliki pengaruh terhadap variabel lain apabila memiliki nilai signifikansi p< 0.05. Persamaan regresi linear berganda dirumuskan sebagai berikut:
19
Y= a + b1X1 + b2X2 + . . . . . . . + b9X9 Keterangan: Y = karakter a = konstanta X1 = jenis kelamin anak (0=laki-laki; 1=perempuan) X2 = usia anak (tahun) X3 = usia ayah (tahun) X4 = usia ibu (tahun) X5 = lama pendidikan ayah (tahun) X6 = lama pendidikan ibu (tahun) X7 = pendapatan per kapita (Rp/bulan) X8 = kualitas lingkungan keluarga (skor) X9 = kualitas lingkungan sekolah (skor)
Definisi Operasional Karakteristik anak adalah ciri khas yang melekat pada diri anak yang terdiri atas jenis kelamin dan usia Karakteristik keluarga adalah ciri khas yang melekat pada keluarga yang terdiri atas usia orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, dan pekerjaan orang tua Usia orang tua adalah angka yang menunjukkan umur ayah dan umur ibu dalam satuan tahun Pendidikan orang tua adalah lama pendidikan formal yang ditempuh ayah dan ibu dalam satuan tahun Pendapatan orang tua adalah pendapatan total kedua orang tua (pendapatan ayah dan ibu) per bulan dalam satuan rupiah Kualitas lingkungan keluarga adalah kondisi lingkungan fisik dan sosial dalam keluarga yang dilihat dari keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, struktur lingkungan, dan keteladanan orang tua Keamanan adalah persepsi anak mengenai aturan dan norma yang diterapkan keluarga, perasaan aman yang dirasakan dalam keluarga, dan ketiadaan kekerasan di dalam keluarga Pengajaran dan pembelajaran adalah persepsi anak mengenai dukungan belajar dan pembelajaran sosial-emosi yang diberikan oleh keluarga Hubungan interpersonal adalah persepsi anak mengenai rasa hormat antar anggota keluarga, dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga, dan hubungan antar anggota keluarga Struktur lingkungan adalah persepsi anak mengenai lingkungan fisik rumah dan kerja sama keluarga dengan lingkungan di sekitarnya Keteladanan orang tua adalah persepsi anak mengenai sifat-sifat baik yang ditampilkan orang tua dalam bentuk pengetahuan, perasaan dan tindakan yang dapat dijadikan sebagai teladan Kualitas lingkungan sekolah adalah kondisi lingkungan fisik dan sosial di sekolah yang dilihat dari keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, struktur lingkungan, dan keteladanan guru Keamanan adalah persepsi anak mengenai aturan dan norma yang diterapkan, perasaan aman yang dirasakan, dan ketiadaan kekerasan di sekolah Pengajaran dan pembelajaran adalah persepsi anak mengenai dukungan belajar dan pembelajaran sosial-emosi yang diberikan oleh sekolah
20
Hubungan interpersonal adalah persepsi anak mengenai rasa hormat di sekolah, dukungan sosial yang diberikan oleh sekolah, dan hubungan antar siswa di sekolah Struktur lingkungan adalah persepsi anak mengenai lingkungan fisik sekolah dan kerja sama sekolah dengan lingkungan di sekitarnya Keteladanan guru adalah persepsi anak mengenai sifat-sifat baik yang ditampilkan guru dalam bentuk pengetahuan, perasaan dan tindakan yang dapat dijadikan sebagai teladan Karakter adalah komitmen dan konsistensi untuk menerapkan prinsip-prinsip moral dalam kehidupan sehari-hari. Karakter pada penelitian ini disusun oleh tiga komponen yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral Pengetahuan moral adalah pengetahuan mengenai tindakan dan keputusan yang harus dilakukan dan diambil ketika berhadapan dengan situasi moral Perasaan moral adalah sisi emosi yang melibatkan keyakinan dan komitmen terhadap prinsip-prinsip moral Tindakan moral adalah perwujudan prinsip-prinsip moral ke dalam bentuk perilaku
5 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Karakteristik Anak dan Keluarga Karakteristik anak Penelitian ini melibatkan 100 orang anak yang terdiri atas 55 anak perempuan dan 45 anak laki-laki. Sekitar 6 dari 10 anak yang terlibat dalam penelitian berjenis kelamin perempuan. Rata-rata usia anak perempuan adalah 13.95 tahun, dan rata-rata usia anak laki-laki adalah 14.27 tahun. Tidak terdapat perbedaan usia yang signifikan antara anak perempuan dan anak laki-laki (Tabel 4). Secara umum, rata-rata usia anak adalah sekitar 14.09 tahun (Lampiran 1). Gambaran usia ini menunjukkan bahwa anak berada pada periode usia remaja (Santrock 2011). Tabel 4 Nilai rata-rata dan standar deviasi usia anak Variabel
Usia anak (tahun)
Perempuan n=55
Laki-laki n=45
Rata-rata±Std
Rata-rata±Std
13.95 ± 0.80
14.27 ± 0.84
p-value
0.05
Karakteristik keluarga Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara karakteristik keluarga pada anak perempuan dan anak laki-laki (Tabel 5). Secara umum, rata-rata usia ayah adalah 44.46 tahun dan rata-rata usia ibu adalah 39.19 tahun (Lampiran 1).
21
Gambaran usia ini menunjukkan bahwa orang tua berada pada periode usia dewasa madya (Santrock 2011). Rata-rata lama pendidikan ayah dan rata-rata lama pendidikan ibu adalah sekitar 6 tahun. Lebih dari separuh ayah (63%) dan ibu (67%) memiliki lama pendidikan yang setara dengan tamatan Sekolah Dasar (SD). Data BPS (2013) menunjukkan bahwa sekitar 48.9 persen penduduk miskin di Kabupaten Bogor memiliki tingkat pendidikan yang setara dengan tamatan Sekolah Dasar/Sekolah Menengah Pertama. Rata-rata pendapatan kapita per bulan keluarga adalah sekitar 399 000 rupiah, dan 50 persen keluarga pada penelitian ini masuk ke dalam kategori keluarga miskin karena memiliki pendapatan kapita per bulan yang lebih rendah dari garis kemiskinan Kabupaten Bogor yaitu sebesar 271 970 rupiah (BPS 2013) (Lampiran 2). Hampir separuh ayah dari anak perempuan (47%) dan anak laki-laki (45%) memiliki pekerjaan yang bervariasi seperti pegawai negeri, pegawai swasta, buruh, penambang, sampai dengan supir angkutan umum. Hanya sekitar 8 persen ayah dari anak perempuan, dan 24 persen ayah dari anak laki-laki yang memiliki pekerjaan sebagai petani. Secara umum, pekerjaan utama ayah pada penelitian ini tidak berada di sektor pertanian tetapi lebih bergam, yaitu mulai dari sektor industri sampai dengan sektor jasa. Lebih dari separuh ibu dari anak perempuan (82%) dan anak laki-laki (80%) tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Hal ini memperlihatkan bahwa pencari nafkah utama keluarga di penelitian ini adalah ayah (Lampiran 3). Tabel 5 Nilai rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Variabel Usia ayah (tahun) Usia ibu (tahun) Lama pendidikan ayah (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Pendapatan kapita (Rp/bulan)
Perempuan n=55
Laki-laki n=45
Rata-rata±Std
Rata-rata±Std
44.98 ± 8.33 39.71 ± 6.04 6.87 ± 2.70 5.87 ± 2.78 411 433.67 ± 401 006. 03
43.82 ± 7.24 38.56 ± 6.80 7.04 ± 2.45 6.44 ± 1.90 383 641.71 ± 380 638.38
p-value 0.47 0.37 0.74 0.24 0.73
Kualitas Lingkungan Keluarga Kualitas lingkungan keluarga pada penelitian ini dilihat dari bagaimana keluarga membangun keamanan di rumah, memberikan pengajaran dan pembelajaran, membangun hubungan interpersonal yang baik, membangun struktur lingkungan yang baik, dan menjadi teladan perilaku-perilaku baik untuk anak di kehidupan sehari-hari. Keamanan adalah bagaimana keluarga menerapkan aturan dan norma, membangun perasaan aman, dan ketiadaan kekerasan dalam keluarga yang membuat anak merasa aman dalam keluarga. Pengajaran dan pembelajaran adalah bagaimana keluarga memberikan dukungan belajar dan pembelajaran sosial-emosi kepada anak. Hubungan interpesonal adalah bagaimana keluarga membangun rasa hormat, memberikan dukungan sosial, dan membangun hubungan yang baik antar anggota keluarga. Struktur lingkungan adalah bagaimana keluarga membangun lingkungan fisik rumah dan kerja sama yang baik dengan lingkungan di sekitarnya. Keteladanan orang tua adalah bagaimana orang tua menjadi contoh bagi anak dalam hal pengetahuan, perasaan,
22
dan tindakan. Keteladanan dalam aspek pengetahuan adalah bagaimana orang tua menunjukkan kepada anak cara menyelesaikan masalah (reasoning skill) dan cara melakukan refleksi diri (self-reflection). Keteladanan dalam aspek perasaan adalah bagaimana orang tua menunjukkan empati dan kepedulian kepada orang lain, serta melakukan pengendalian diri. Keteladanan dalam aspek tindakan adalah bagaimana orang tua menunjukkan kepada anak untuk konsisten antara perkataan dan tindakan, dan melakukan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menemukan bahwa sekitar 77 persen anak perempuan dan sekitar 85 persen anak laki-laki memiliki persepsi bahwa keluarga masih belum mampu untuk membangun keamanan di rumah, memberikan pengajaran dan pembelajaran, membangun hubungan interpersonal yang baik, membangun struktur lingkungan yang baik, dan menjadi teladan perilaku-perilaku baik untuk anak di kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh anak perempuan (84%) dan anak laki-laki (91%) memiliki persepsi bahwa keluarga masih belum mampu untuk membangun lingkungan yang berkualitas untuk anak. Secara umum, sekitar 8 dari 10 anak memiliki persepsi bahwa keluarga masih belum mampu untuk membangun keamanan di rumah, memberikan pengajaran dan pembelajaran, membangun hubungan interpersonal yang baik, membangun struktur lingkungan yang baik, dan menjadi teladan perilaku-perilaku baik untuk anak di kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh anak (87%) memiliki persepsi bahwa keluarga masih belum mampu untuk membangun lingkungan yang berkualitas untuk anak (Lampiran 4). Hasil penelitian menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada pengajaran dan pembelajaran yang diberikan keluarga antara anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan memiliki rata-rata skor indeks pengajaran dan pembelajaran yang lebih tinggi dari anak laki-laki. Hal ini memperlihatkan bahwa keluarga lebih memberikan pengajaran dan pembelajaran kepada anak perempuan dibanding kepada anak laki-laki. Penelitian juga menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada keteladanan orang tua dalam aspek pengetahuan dan tindakan, serta keteladanan secara umum yang ditunjukkan orang tua kepada anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan memiliki rata-rata skor indeks keteladanan orang tua dalam aspek pengetahuan dan tindakan, serta keteladanan orang tua secara umum yang lebih tinggi dari anak laki-laki. Hal ini memperlihatkan bahwa orang tua lebih menujukkan keteladanan kepada anak perempuan dibanding kepada anak laki-laki. Secara umum, terdapat perbedaan yang signifikan pada kualitas lingkungan keluarga antara anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan memiliki rata-rata skor indeks kualitas lingkungan keluarga yang lebih tinggi dibanding anak laki-laki. Hal ini memperlihatkan bahwa lingkungan keluarga dimana anak perempuan tinggal lebih berkualitas dibanding lingkungan keluarga dari anak laki-laki (Tabel 6). Tabel 6 Nilai rata-rata dan standar deviasi kualitas lingkungan keluarga Kualitas lingkungan keluarga Keamanan Pengajaran dan pembelajaran Hubungan interpersonal
Perempuan n=55
Laki-laki n=45
Rata-rata±Std
Rata-rata±Std
71.80 ± 12.24 75.02 ± 8.22 73.05 ± 8.74
68.62 ± 12.08 69.67 ± 11.11 72.22 ± 10.45
p-value 0.20 0.01* 0.67
23 Lanjutan Tabel 6 Kualitas lingkungan keluarga Struktur lingkungan Keteladanan orang tua Pengetahuan Perasaan Tindakan Total kualitas lingkungan keluarga
Perempuan n=55
Laki-laki n=45
Rata-rata±Std
Rata-rata±Std
64.55 ± 12.59 71.16 ± 15.39 61.47 ± 23.01 71.34 ± 16.77 74.35 ± 19.19 71.69 ± 10.43
66.36 ± 13.56 63.60 ± 13.49 49.27 ± 25.96 65.53 ± 14.04 64.82 ± 17.54 66.71 ± 10.60
p-value 0.49 0.01* 0.01* 0.07 0.01* 0.02*
Keterangan: * signifikansi p < 0.05
Kualitas Lingkungan Sekolah Kualitas lingkungan sekolah pada penelitian ini dilihat dari bagaimana sekolah membangun keamanan, memberikan pengajaran dan pembelajaran kepada siswa, membangun hubungan interpersonal yang baik, membangun struktur lingkungan yang baik, dan menjadi teladan perilaku-perilaku baik untuk siswa di kehidupan sehari-hari. Keamanan adalah bagaimana sekolah menerapkan aturan dan norma, membangun perasaan aman, dan ketiadaan kekerasan di sekolah yang dapat membuat seluruh warga sekolah merasa aman. Pengajaran dan pembelajaran adalah bagaimana sekolah memberikan dukungan belajar dan pembelajaran sosial-emosi kepada siswa. Hubungan interpesonal adalah bagaimana sekolah membangun rasa hormat, memberikan dukungan sosial, dan membangun hubungan yang baik antar siswa di sekolah. Struktur lingkungan adalah bagaimana sekolah membangun lingkungan fisik sekolah dan kerja sama yang baik dengan lingkungan di sekitarnya. Keteladanan guru adalah bagaimana guru menjadi contoh bagi anak dalam hal pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Keteladanan dalam aspek pengetahuan adalah bagaimana guru menunjukkan kepada anak cara menyelesaikan masalah (reasoning skill) dan cara melakukan refleksi diri (self-reflection). Keteladanan dalam aspek perasaan adalah bagaimana guru menunjukkan empati dan kepedulian kepada orang lain, serta melakukan pengendalian diri. Keteladanan dalam aspek tindakan adalah bagaimana guru menunjukkan kepada anak untuk konsisten antara perkataan dan tindakan, dan melakukan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menemukan bahwa sekitar 88 persen anak perempuan dan sekitar 88 persen anak laki-laki memiliki persepsi bahwa sekolah masih belum mampu untuk membangun keamanan, memberikan pengajaran dan pembelajaran kepada siswa, membangun hubungan interpersonal yang baik, membangun struktur lingkungan yang baik, dan menjadi teladan perilaku-perilaku baik untuk siswa di kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh anak perempuan (96%) dan anak laki-laki (93%) memiliki persepsi bahwa sekolah masih belum mampu untuk membangun lingkungan yang berkualitas untuk siswa. Secara umum, sekitar 8 dari 10 anak memiliki persepsi bahwa sekolah masih belum mampu untuk membangun keamanan, memberikan pengajaran dan pembelajaran kepada siswa, membangun hubungan interpersonal yang baik, membangun struktur lingkungan yang baik, dan menjadi teladan perilaku-perilaku baik untuk siswa di kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh anak (95%) memiliki persepsi bahwa sekolah masih belum mampu untuk membangun lingkungan yang berkualitas untuk siswa (Lampiran 4).
24
Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, dan struktur lingkungan di sekolah, serta keteladanan guru antara anak perempuan dan anak laki-laki. Secara umum, tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada kualitas lingkungan sekolah antara anak perempuan dan anak laki-laki. Akan tetapi, terdapat kecenderungan bahwa anak perempuan memiliki rata-rata skor indeks keamanan, pengajaran dan pembelajaran, serta keteladanan guru yang lebih tinggi dari anak laki-laki. Anak laki-laki memiliki kecenderungan memiliki ratarata skor indeks hubungan interpersonal dan lingkungan sekolah yang lebih tinggi dari anak perempuan. Secara umum, terdapat kecenderungan bahwa anak perempuan memiliki rata-rata skor indeks kualitas lingkungan sekolah yang lebih tinggi dari anak laki-laki (Tabel 7). Tabel 7 Nilai rata-rata dan standar deviasi kualitas lingkungan sekolah Kualitas lingkungan sekolah Keamanan Pengajaran dan pembelajaran Hubungan interpersonal Struktur lingkungan Keteladanan guru Pengetahuan Perasaan Tindakan Total kualitas lingkungan sekolah
Perempuan n=55
Laki-laki n=45
Rata-rata±Std
Rata-rata±Std
63.18 ± 9.96 72.40 ± 11.54 64.47 ± 9.35 56.60 ±11.74 60.96±16.07 60.85 ± 22.22 59.35 ± 16.23 64.31 ± 19.74 63.11 ± 10.46
61.20 ± 12.55 70.18 ± 12.35 65.64 ± 12.35 58.36 ± 16.10 56.80±13.58 52.60 ± 24.94 57.20 ± 14.12 57.49 ± 14.68 60.71 ± 10.89
p-value 0.38 0.36 0.59 0.53 0.17 0.08 0.49 0.06 0.27
Karakter Anak Karakter adalah komitmen dan konsitensi untuk menerapkan prinsip-prinsip moral dalam kehidupan sehari-hari. Karakter dibangun oleh tiga komponen utama yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Pada penelitian ini, nilai-nilai yang dijadikan sebagai dasar pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral terbagi ke dalam enam aspek yaitu kebijaksanaan, keteguhan, kemanusiaan, keadilan, penguasaan diri, dan spiritualitas. Aspek kebijaksanaan berisi nilai-nilai yang berhubungan dengan aspek kognitif seperti kreatif, kritis, berpikiran terbuka, selalu ingin tahu, suka belajar, dan berpandangan luas. Aspek keteguhan berisi nilai-nilai yang berhubungan dengan pencapaian tujuan seperti berani, gigih, dan jujur. Aspek kemanusiaan berisi nilai-nilai yang berkaitan dengan hubungan interpesonal seperti kasih sayang, kepedulian, dan kecerdasan sosial. Aspek keadilan berisi nilai-nilai yang berkaitan dengan hubungan dalam kelompok seperti kepemimpinan, keadilan, dan kemasyarakatan (citizenship). Aspek penguasaan diri berisi nilai-nilai yang berhubungan dengan perlindungan terhadap perilaku yang berlebihan seperti pemaaf, rendah hati, kehati-hatian, dan pengendalian diri. Aspek spiritualitas berisi nilai-nilai yang berkaitan dengan hubungan dengan Tuhan seperti bersyukur, optimis, dan religius.
25
Pengetahuan moral Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 60 persen anak perempuan dan 50 persen anak laki-laki memiliki pengetahuan mengenai kebijaksanaan, kemanusiaan, keadilan, penguasaan diri, dan spiritualitas yang termasuk baik/kategori tinggi. Akan tetapi, lebih dari separuh anak perempuan (62%) dan anak laki-laki (73%) memiliki pengetahuan mengenai keteguhan yang kurang baik/kategori menengah-rendah. Lebih dari separuh anak perempuan (76%) dan anak laki-laki (58%) memiliki pengetahuan moral yang termasuk baik/kategori tinggi. Secara umum, lebih dari separuh anak (56%) memiliki pengetahuan mengenai kebijaksanaan, kemanusiaan, keadilan, penguasaan diri, dan spiritualitas yang termasuk baik/kategori tinggi. Akan tetapi, sekitar 6 dari tujuh anak memiliki pengetahuan mengenai keteguhan yang kurang baik/kategori menengahrendah. Penelitian menemukan bahwa lebih dari separuh anak (68%) memiliki pengetahuan moral yang termasuk baik/kategori tinggi (Lampiran 4). Penelitian ini menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada pengetahuan mengenai kebijaksanaan, keteguhan, dan spiritualitas antara anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan memiliki rata-rata skor indeks pengetahuan mengenai kebijaksanaan, keteguhan, dan spiritualitas yang lebih tinggi dari anak laki-laki. Anak perempuan memiliki pengetahuan mengenai kebijaksanaan, keteguhan, dan spiritualitas yang lebih baik dibanding anak lakilaki. Secara umum, terdapat perbedaan yang signifikan pada pengetahuan moral antara anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan memiliki rata-rata skor indeks pengetahuan moral yang lebih tinggi dibanding anak laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki pengetahuan moral yang lebih baik dari anak laki-laki (Tabel 8). Tabel 8 Nilai rata-rata dan standar deviasi pengetahuan moral Pengetahuan moral Kebijaksanaan Keteguhan Kemanusiaan Keadilan Penguasaan diri Spiritualitas Total pengetahuan moral
Perempuan n=55
Laki-laki n=45
Rata-rata±Std
Rata-rata±Std
86.38 ± 10.69 80.31 ± 10.51 87.53 ± 10.72 86.31 ± 11.59 81.65 ± 12.31 92.44 ± 9.14 85.76 ± 7.84
78.56 ± 13.28 75.16 ± 14.70 82.84 ± 15.56 83.09 ± 12.84 76.91 ± 12.16 86.38 ± 13.00 80.27 ± 9.68
p-value 0.00** 0.04* 0.08 0.19 0.06 0.01* 0.00**
Keterangan: * signifikansi p < 0.05; ** signifikansi p < 0.01
Perasaan moral Pada penelitian ini, sekitar 6 dari 10 anak perempuan memiliki perasaan mengenai keteguhan, keadilan, dan penguasaan diri yang kurang baik/kategori menengah-rendah. Akan tetapi, sekitar 59 persen anak perempuan memiliki perasaan mengenai kebijaksanaan, kemanusiaan, dan spiritualitas yang termasuk baik/kategori tinggi. Sekitar 7 dari 10 anak laki-laki memiliki perasaan mengenai kebijaksanaan, keteguhan, kemanusiaan, keadilan, dan penguasaan diri yang kurang baik/kategori menengah-rendah. Akan tetapi, sekitar 58 persen anak laki-
26
laki memiliki perasaan mengenai spiritualitas yang termasuk baik/kategori tinggi. Lebih dari separuh anak perempuan (55%) dan anak laki-laki (87%) memiliki perasaan moral yang kurang baik/kategori menengah-rendah. Secara umum, lebih dari separuh anak (66%) memiliki perasaan mengenai kebijaksanaan, keteguhan, kemanusiaan, keadilan, dan penguasaan diri yang kurang baik/kategori menengahrendah. Sekitar 6 dari 10 anak memilik perasaan mengenai spiritualitas yang termasuk baik/kategori tinggi. Pada penelitian ini, lebih dari separuh anak (69%) memiliki perasaan moral yang kurang baik/kategori menengah-rendah (Lampiran 4). Tabel 9 memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan pada perasaan mengenai kemanusiaan dan penguasaan diri antara anak perempuan dan anak lakilaki. Anak perempuan memiliki rata-rata skor indeks perasaan mengenai kemanusiaan dan penguasaan diri yang lebih tinggi dibanding anak laki-laki. Anak perempuan memiliki perasaan mengenai kemanusiaan dan penguasaan diri yang lebih baik dari anak laki-laki. Secara umum, terdapat perbedaan yang signifikan pada perasaan moral antara anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan memiliki rata-rata skor indeks perasaan moral yang lebih tinggi dibanding anak laki-laki. Hal ini memperlihatkan bahwa anak perempuan memiliki perasaan moral yang lebih baik dari anak laki-laki. Tabel 9 Nilai rata-rata dan standar deviasi perasaan moral Perasaan moral Kebijaksanaan Keteguhan Kemanusiaan Keadilan Penguasaan diri Spiritualitas Total Perasaan moral
Perempuan n=55
Laki-laki n=45
Rata-rata±Std
Rata-rata±Std
77.00 ± 12.13 71.67 ± 15.09 86.40 ± 13.47 71.49 ± 15.85 77.89 ± 14.63 80.15 ± 14.24 77.40 ± 9.22
72.98 ± 10.40 70.22 ± 13.88 75.91 ± 14.15 67.07 ± 16.73 67.67 ± 12.25 81.60 ± 11.20 72.78 ± 7.33
p-value 0.08 0.62 0.00** 0.18 0.00** 0.57 0.01*
Keterangan: * signifikansi p < 0.05; ** signifikansi p < 0.01
Tindakan moral Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 67 persen anak perempuan dan sekitar 74 persen anak laki-laki kurang mampu/kategori menengah-rendah dalam mempraktekkan kebijaksanaan, keteguhan, keadilan, penguasaan diri, dan spiritualitas. Akan tetapi, lebih dari separuh anak perempuan (71%) dan anak lakilaki (53%) mampu/kategori tinggi dalam mempraktekkan kemanusiaan. Lebih dari separuh anak perempuan (71%) dan anak laki-laki (82%) memiliki tindakan moral yang kurang baik/kategori menengah-rendah. Secara umum, sekitar 7 dari 10 anak kurang mampu/kategori menengah-rendah dalam mempraktekkan kebijaksanaan, keteguhan, keadilan, penguasaan diri, dan spiritualitas. Akan tetapi, lebih dari separuh anak (63%) mampu/kategori tinggi dalam mempraktekkan kemanusiaan. Pada penelitian ini, sekitar 7 dari 10 anak memiliki tindakan moral yang kurang baik/kategori menengah-rendah (Lampiran 4). Hasil penelitian menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada tindakan penguasaan diri pada anak perempuan dan anak laki-laki. Anak
27
perempuan memiliki rata-rata skor indeks tindakan penguasaan diri yang lebih tinggi dari anak laki-laki. Anak perempuan lebih baik dalam mempraktekkan penguasaan diri dibanding anak laki-laki. Secara umum, tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada tindakan moral antara anak perempuan dan anak laki-laki. Akan tetapi, terdapat kecenderungan bahwa anak perempuan memiliki rata-rata skor indeks tindakan moral yang lebih tinggi dibanding anak laki-laki (Tabel 10). Tabel 10 Nilai rata-rata dan standar deviasi tindakan moral Tindakan moral Kebijaksanaan Keteguhan Kemanusiaan Keadilan Penguasaan diri Total tindakan moral
Perempuan n=55
Laki-laki n=45
Rata-rata±Std
Rata-rata±Std
60.67 ± 15.53 73.35 ± 20.08 79.69 ± 16.61 65.29 ± 19.20 73.73 ± 16.93 70.53 ± 13.78
58.09 ± 16.23 67.80 ± 18.76 74.44 ± 15.40 59.71 ± 23.74 62.38 ± 18.17 65.60 ± 13.07
p-value 0.42 0.16 0.11 0.21 0.00** 0.07
Keterangan: ** signifikansi p < 0.01
Karakter anak Pada penelitian ini, lebih dari separuh anak perempuan (51%) dan anak laki-laki (82%) memiliki karakter yang kurang baik/kategori menengah-rendah. Secara umum, sekitar 6 dari 10 anak memiliki karakter yang kurang baik/kategori menengah-rendah (Lampiran 4). Anak dapat memiliki karakter yang baik ketika ia dapat menggunakan pengetahuan moral yang dimilikinya untuk mengembangkan perasaan moralnya, dan kemudian merealisasikannya dalam bentuk tindakan moral di kehidupan sehari-hari. Tabel 11 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada karakter antara anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan memiliki rata-rata skor indeks karakter yang lebih tinggi dibanding anak laki-laki. Anak perempuan memiliki karakter yang lebih baik dari anak lakilaki. Tabel 11 Nilai rata-rata dan standar deviasi karakter anak Variabel
Karakter anak
Perempuan n=55
Laki-laki n=45
Rata-rata±Std
Rata-rata±Std
77.91 ± 7.92
72.89 ± 7.73
p-value
0.00**
Keterangan: ** signifikansi p < 0.01
Hubungan antar Karakteristik Anak dan Keluarga, Kualitas Lingkungan Keluarga dan Sekolah, dan Karakter Anak Tabel 12 menunjukkan bahwa usia ayah dan usia ibu memiliki hubungan positif signifikan dengan kualitas lingkungan keluarga yaitu pengajaran dan pembelajaran dan keteladanan orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
28
tinggi usia ayah dan ibu, maka semakin baik ayah dan ibu dalam memberikan pengajaran dan pembelajaran kepada anak, serta ayah dan ibu semakin mampu menjadi teladan perilaku-perilaku baik untuk anak di kehidupan sehari-hari. Lama pendidikan ayah memiliki hubungan positif signifikan dengan aspek kualitas lingkungan keluarga (kemanan, hubungan interpersonal, dan struktur lingkungan) dan aspek kualitas lingkungan sekolah (hubungan interpersonal). Semakin tinggi tingkat pendidikan ayah, maka semakin baik kualitas lingkungan keluarga yaitu keamanan, hubungan interpersonal, dan struktur lingkungan yang dibangun keluarga, serta ayah semakin terlibat dalam membantu sekolah membangun lingkungan yang berkualitas (membangun hubungan interpersonal di sekolah). Lama pendidikan ibu memiliki hubungan positif signifikan dengan aspek kualitas lingkungan keluarga (keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, dan struktur lingkungan), aspek kualitas lingkungan sekolah (keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, dan struktur lingkungan), dan perasaan moral anak. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka semakin baik kualitas lingkungan keluarga (keluarga semakin mampu membangun keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, dan struktur lingkungan), ibu semakin terlibat dalam membantu sekolah membangun lingkungan yang berkualitas (membangun keamanan, pengajaran dan pembelajaran, hubungan interpersonal, dan struktur lingkungan di sekolah), serta ibu semakin baik dalam membangun perasaan moral anak. Penelitian ini juga menemukan bahwa hampir seluruh aspek kualitas lingkungan keluarga memiliki hubungan positif signifikan dengan seluruh aspek kualitas lingkungan sekolah. Hampir seluruh aspek kualitas lingkungan keluarga dan sekolah memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral, dan karakter anak. Hal ini menunjukkan bahwa kerja sama dan keterhubungan antara keluarga dan sekolah dalam menyediakan lingkungan yang berkualitas dapat membantu anak memiliki pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral yang tinggi, serta karakter yang baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa anak yang memiliki pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral yang tinggi, serta karakter yang baik berasal dari keluarga dan sekolah yang mampu membangun lingkungan yang berkualitas untuk anak, yaitu keluarga dan sekolah yang mampu menciptakan lingkungan yang positif dan mampu menjadi teladan perilaku-perilaku baik untuk anak di kehidupan seharihari. Pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral memiliki hubungan positif signifikan antara satu dengan yang lain. Hal ini memperlihatkan bahwa anak yang memiliki karakter yang baik adalah anak yang memiliki pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral yang tinggi.
31
Tabel 12 Nilai koefisien korelasi antar variabel karakteristik anak dan keluarga, kualitas lingkungan keluarga dan sekolah, dan karakter Variabel Usia anak (tahun) Usia ayah (tahun) Usia ibu (tahun) Lama pendidikan ayah (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Pendapatan kapita (Rp/bulan) Kualitas lingkungan keluarga Keamanan Pengajaran dan pembelajaran Hubungan interpersonal Struktur lingkungan Keteladanan orang tua Kualitas lingkungan sekolah Keamanan Pengajaran dan pembelajaran Hubungan interpersonal Struktur lingkungan Keteladanan guru Pengetahuan moral Perasaan moral Tindakan moral Karakter
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
-0.05 0.12 0.20 0.24* 0.31** 0.11
-0.12 0.27** 0.26** 0.07 0.23* 0.03
0.01 0.13 0.08 0.21* 0.29** 0.02
-0.18 0.09 0.03 0.29** 0.41** 0.11
-0.12 0.24* 0.24* 0.08 0.09 -0.03
-0.03 0.02 0.05 0.10 0.21* 0.02
-0.09 0.00 0.02 0.13 0.23* 0.08
-0.13 0.09 0.08 0.25* 0.28* -0.05
-0.08 0.04 -0.06 0.103 0.22* -0.10
-0.04 0.15 0.12 0.01 0.11 0.12
-0.04 0.13 0.19 0.00 0.09 0.04
1 -
0.56** 1 -
0.57** 0.71** 1 -
0.47** 0.36** 0.51** 1 -
0.56** 0.54** 0.48** 0.34** 1 -
0.53** 0.30** 0.30** 0.33** 0.37**
0.33** 0.44** 0.27** 0.29** 0.27**
0.42** 0.29** 0.37** 0.51** 0.28**
0.17 0.24* 0.27** 0.48** 0.18
0.40** 0.23* 0.23* 0.17 0.53**
1 -
0.68** 0.64** 1 0.67** 1
0.43** 0.45** 0.47** 1 -
0.52** 0.39** 0.31** 0.24* 1 -
-
-
12
13
14
-0.12 0.04 0.13 0.13 0.21* -0.12
0.03 0.01 0.01 0.11 0.03 0.03
-0.04 0.06 0.12 0.11 0.12 -0.02
0.37** 0.52** 0.32** 0.06 0.46**
0.45** 0.46** 0.37** 0.24* 0.44**
0.43** 0.42** 0.41** 0.26** 0.35**
0.53** 0.59** 0.48** 0.25* 0.52**
0.33** 0.34** 0.15 -0.11 0.29** 1 -
0.34** 0.46** 0.48** 0.08 0.25** 0.53** 1 -
0.24* 0.24* 0.32** 0.23* 0.23** 0.27** 0.46** 1 -
0.37** 0.42** 0.41** 0.12 0.32** 0.71** 0.80** 0.82** 1
Keterangan: Kualitas lingkungan keluarga (1=keamanan, 2=pengajaran dan pembelajaran, 3=hubungan interpersonal, 4=struktur lingkungan, 5=keteladanan orang tua); Kualitas lingkungan sekolah (6=keamanan, 7=pengajaran dan pembelajaran, 8=hubungan interpersonal, 9=struktur lingkungan, 10=keteladanan guru); 11= pengetahuan moral; 12= perasaan moral; 13= tindakan moral; 14= karakter; * signifikansi p < 0.05; ** signifikansi p < 0.01
29
30
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Karakter Hasil penelitian menemukan bahwa jenis kelamin anak memiliki pengaruh positif terhadap pengetahuan moral dan karakter. Anak perempuan memiliki pengetahuan moral dan karakter yang lebih baik dari anak laki-laki. Kualitas lingkungan keluarga memiliki pengaruh positif terhadap pengetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral, dan karakter. Setiap kenaikan satu satuan skor indeks kualitas lingkungan keluarga, maka dapat menaikkan skor indeks pengetahuan moral sebesar 0.35, skor indeks perasaan moral sebesar 0.28, skor indeks tindakan moral sebesar 0.54, dan skor indeks karakter sebesar 0.39. Model penelitian yang dibangun memiliki nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0.24 untuk pengetahuan moral, 0.29 untuk perasaan moral, 0.17 untuk tindakan moral, dan 0.37 untuk karakter. Koefisien tersebut menunjukkan bahwa 24 persen keberagaman dari pengetahuan moral, 29 persen keberagaman dari perasaan moral, 17 persen keberagaman dari tindakan moral, dan 37 persen keberagaman dari karakter dapat dijelaskan oleh variabel pada penelitian ini, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian (Tabel 13). Tabel 13 Pengaruh karakteristik anak dan keluarga, kualitas lingkungan keluarga, dan kualitas lingkungan sekolah terhadap karakter anak Variabel
Konstanta Jenis kelamin anak (0=laki-laki; 1=perempuan) Usia anak (tahun) Usia ayah (tahun) Usia ibu (tahun) Pendidikan ayah (tahun) Pendidikan ibu (tahun) Pendapatan kapita (Rp/bulan) Kualitas lingkungan keluarga Kualitas lingkungan sekolah Adj. R2 sig. model
Pengetahuan moral
Perasaan moral
Tindakan moral
Karakter
β
sig.
β
sig.
β
43.97 3.85
0.01 0.03*
47.73 3.10
0.00 0.05
10.20 2.29
0.69 34.22 0.39 3.10
0.01 0.03*
0.59 -0.15 0.22 -0.37 0.32 0.01
0.56 0.40 0.33 0.37 0.49 0.72
-0.27 -0.28 0.33 0.06 0.41 -0.01
0.77 0.10 0.12 0.87 0.33 0.09
1.53 -0.17 -0.07 0.69 -0.87 0.00
0.34 0.56 0.85 0.29 0.23 0.69
0.46 0.19 0.40 0.74 0.95 0.76
sig.
β
0.62 -0.20 0.15 0.11 -0.03 -0.00
sig.
0.35
0.00**
0.28
0.00**
0.54
0.00** 0.39
0.00**
0.05
0.59
0.13
0.13
0.13
0.38
0.20
0.24 0.00**
0.29 0.00**
0.17 0.00**
0.10
0.37 0.00**
Keterangan: * signifikansi < 0.05; ** signifikansi < 0.01
Tipologi Karakter berdasarkan Kualitas Lingkungan Keluarga dan Sekolah Tipologi adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk menggambarkan perbedaan berbagai tipe perilaku yang dapat diamati
31
(Koerner dan Mary 2004). Penelitian ini mencoba untuk memetakan karakter anak berdasarkan kualitas lingkungan keluarga dan sekolah. Tipologi karakter adalah karakteristik atau ciri-ciri individu dalam menunjukkan komitmen dan konsistensi untuk menerapkan prinsip-psinsip moral ketika menerima stimulasi dari lingkungan. Indikator tipologi karakter ini adalah kualitas lingkungan keluarga dan sekolah. Dimensi tipologi karakter ini terbagi menjadi empat yaitu lingkungan yang miskin stimulasi, lingkungan keluarga yang berkualitas, lingkungan yang kaya stimulasi, dan lingkungan sekolah yang berkualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 82 persen anak perempuan dan 89 persen anak laki-laki berada pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi. Hal ini memperlihatkan bahwa anak perempuan dan anak laki-laki memiliki persepsi bahwa lingkungan keluarga dan sekolah masih kurang berkualitas sehingga tidak mampu memberikan stimulasi bagi pembentukan karakter. Secara umum, terdapat 85 persen anak yang berada pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi. Hal ini menunjukkan bahwa anak memiliki persepsi bahwa lingkungan keluarga dan sekolah masih kurang berkualitas sehingga tidak mampu memberikan stimulasi bagi pembentukan karakter anak (Gambar 6). Kualitas Lingkungan Sekolah
Kualitas Lingkungan Keluarga
Menengah-Rendah
Tinggi
MenengahRendah
Tinggi
Lingkungan keluarga yang berkualitas (n= 10%)
Lingkungan yang kaya stimulasi (n= 3%)
Lingkungan yang miskin stimulasi (n= 85%)
Lingkungan sekolah yang berkualitas (n= 2%)
Gambar 6 Tipologi karakter berdasarkan dua level (menengah-rendah dan tinggi) indikator kualitas lingkungan keluarga dan sekolah Pengetahuan moral Gambar 7 memperlihatkan bahwa sebaran pengetahuan moral anak terbanyak berada pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi. Lebih dari separuh anak (54%) memiliki pengetahuan moral yang tinggi (rata-rata skor indeks= 87.46) pada lingkungan yang miskin stimulasi. Akan tetapi, penelitian ini juga menemukan adanya kecenderungan pada anak (31%) untuk memiliki pengetahuan moral yang rendah (rata-rata skor indeks= 73.70) pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi. Hal ini memperlihatkan bahwa anak cenderung rentan untuk memiliki pengetahuan
32
moral yang rendah ketika berada di lingkungan yang miskin stimulasi, yaitu ketika keluarga dan sekolah kurang mampu membangun lingkungan yang berkualitas bagi anak di kehidupan sehari-sehari. Kemampuan kognitif anak pada periode usia remaja memungkinkan anak untuk memahami konsep karakter dengan lebih baik (Lickona 1994). Kemampuan kognitif ini juga memungkinkan anak untuk menyerap secara optimal berbagai informasi dari lingkungannya (Bornstein 2002). Akan tetapi, kemampuan anak berbeda-beda dalam memahami, mengartikan, dan memberikan reaksi terhadap pengalaman dan lingkungannya (Cobb 2001). Penelitian ini menemukan bahwa anak memiliki pengetahuan moral yang berbeda-beda (menengah-rendah dan tinggi) meskipun sama-sama berada pada lingkungan yang miskin stimulasi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya perbedaan kemampuan anak dalam memahami, mengartikan, dan memberikan reaksi terhadap informasi yang diterima. Anak-anak yang memiliki pengetahuan moral yang tinggi, meskipun berada pada lingkungan yang miskin stimulasi, diduga adalah anak-anak yang lebih mampu dalam memahami, mengartikan, dan memberikan reaksi terhadap informasi yang diterimanya. Tinggi MenengahRendah
Gambar 7 Sebaran pengetahuan moral berdasarkan dua level (menengahrendah dan tinggi) indikator kualitas lingkungan keluarga dan sekolah Perasaan moral Hasil penelitian menemukan bahwa sebaran perasaan moral anak terbanyak berada pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi. Sekitar enam dari sepuluh anak (65%) memiliki perasaan moral yang rendah (ratarata skor indeks= 70.98) pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi. Hal ini memperlihatkan bahwa anak cenderung rentan untuk memiliki perasaan moral yang rendah ketika berada pada lingkungan yang miskin stimulasi. Akan tetapi, penelitian ini juga menemukan bahwa sebesar 20 persen anak memiliki perasaan moral yang tinggi (rata-rata skor indeks= 85.45) pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi (Gambar 8).
33
Pada penelitian ini, lebih dari separuh anak memiliki pengetahuan moral yang tinggi meskipun berada pada lingkungan yang miskin stimulasi. Akan tetapi, hanya 20 persen anak yang memiliki perasaan moral yang tinggi pada lingkungan yang miskin stimulasi. Perasaan moral berhubungan dengan perasaan tanggung jawab untuk melakukan hal yang benar. Akan tetapi, banyak ditemukan individu yang mengetahui apa yang benar tetapi tidak memiliki perasaan tanggung jawab untuk melakukan hal yang benar tersebut (Lickona 1992). Penelitian ini menemukan bahwa anak memiliki perasaan moral yang berbeda-beda (menengah-rendah dan tinggi) meskipun sama-sama berada pada lingkungan yang miskin stimulasi. Perbedaan ini dimungkinkan terjadi karena adanya perbedaan kemampuan anak dalam memahami, mengartikan, dan memberikan reaksi terhadap pengalaman dan lingkungannya. Anak-anak yang memiliki perasaan moral yang tinggi, meskipun berada pada lingkungan yang miskin stimulasi, diduga adalah anak-anak yang lebih mampu menggunakan informasi yang diterimanya untuk mengembangkan perasaan tanggung jawabnya. Tinggi MenengahRendah
Gambar 8 Sebaran perasaan moral berdasarkan dua level (menengahrendah dan tinggi) indikator kualitas lingkungan keluarga dan sekolah Tindakan moral Gambar 9 memperlihatkan bahwa sebaran tindakan moral anak terbanyak berada pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi. Sekiar 7 dari 10 anak (70%) memiliki tindakan moral yang rendah (M= 62.74) pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi. Hal ini memperlihatkan bahwa anak cenderung rentan untuk memiliki tindakan moral yang rendah ketika berada pada lingkungan yang miskin stimulasi. Penelitian ini juga menemukan bahwa sebesar 15 persen anak memiliki tindakan moral yang tinggi (rata-rata skor indeks= 85.40) pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi. Lebih dari separuh anak memiliki pengetahuan moral yang tinggi meskipun berada pada lingkungan yang miskin stimulasi. Akan tetapi,
34
hanya 15 persen anak yang memiliki tindakan moral yang tinggi pada lingkungan yang miskin stimulasi. Kompetensi, kemauan, dan kebiasaan adalah tiga aspek yang dapat menjelaskan mengapa seseorang melakukan tindakan moral (Lickona 1992). Penelitian ini menemukan bahwa anak memiliki tindakan moral yang berbeda-beda (menengah-rendah dan tinggi) meskipun sama-sama berada pada lingkungan yang miskin stimulasi. Perbedaan ini dimungkinkan terjadi karena adanya perbedaan kemampuan anak dalam memahami, mengartikan, dan memberikan reaksi terhadap pengalaman dan lingkungannya. Anak-anak yang memiliki tindakan moral yang tinggi, meskipun berada pada lingkungan yang miskin stimulasi, diduga adalah anak-anak yang lebih mampu menggunakan informasi yang diterimanya untuk mengembangkan kompetensi, kemauan, dan kebiasaan untuk melakukan tindakan moral. Tinggi MenengahRendah
Gambar 9
Sebaran tindakan moral berdasarkan dua level (menengahrendah dan tinggi) indikator kualitas lingkungan keluarga dan sekolah
Karakter Hasil penelitian menemukan bahwa sebaran karakter anak terbanyak ada pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi. Lebih dari separuh anak (61%) memiliki karakter yang lemah (rata-rata skor indeks= 70.87) pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi. Hal ini memperlihatkan bahwa anak rentan untuk memiliki karakter yang lemah ketika berada pada lingkungan yang miskin situmalasi. Penelitian ini juga menemukan bahwa sebesar 24 persen anak memiliki karakter yang kuat (rata-rata skor indeks= 83.82) pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi (Gambar 10). Karakter yang baik terbentuk ketika pengetahuan moral, perasaan mora, dan tindakan moral individu saling berhubungan antara satu dengan yang lain (Lickona 1992). Karakter merupakan hasil dari penilaian individu yang menggambarkan keadaan lingkungannya (Küçük et al. 2012) Penelitian ini menemukan bahwa anak memiliki karakter yang berbeda-beda
35
(menengah-rendah dan tinggi) meskipun sama-sama berada pada lingkungan yang miskin stimulasi. Perbedaan ini dimungkinkan terjadi karena adanya perbedaan kemampuan anak dalam memahami, mengartikan, menilai, dan memberikan reaksi terhadap pengalaman dan lingkungannya. Anak-anak yang memiliki karakter yang baik, meskipun berada pada lingkungan yang miskin stimulasi, diduga adalah anak-anak yang lebih mampu menggunakan informasi yang diterimanya untuk mengembangkan perasaan moral dan merealisasikannya dalam bentuk tindakan moral. Tinggi MenengahRendah
Gambar 10 Sebaran karakter berdasarkan dua level (menengah-rendah dan tinggi) indikator kualitas lingkungan keluarga dan sekolah
PEMBAHASAN Penelitian menemukan bahwa anak perempuan memiliki pengetahuan moral dan perasaan moral yang lebih baik dari anak laki-laki. Anak perempuan lebih baik di dalam mempraktekkan penguasaan diri dibanding anak laki-laki. Secara umum, anak perempuan memiliki karakter yang lebih baik dari anak laki-laki. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karina et al. (2013), Hastuti et al. (2013), dan Dewanggi (2014) yang juga menemukan adanya perbedaan karakter pada anak perempuan dan anak laki-laki. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Hastuti et al. (2012) tidak menemukan adanya perbedaan karakter pada anak perempuan dan anak laki-laki. Perbedaan karakter pada anak perempuan dan anak laki-laki dapat terjadi karena anak perempuan diketahui lebih sensitif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan perasaan (Lickona 1994; Myers 2007), dan anak perempuan diketahui memiliki kemampuan sosial (social cognition skills) yang lebih baik dari anak laki-laki (Ingalhalikar et al. 2013). Akan tetapi, tidak terdapat bukti yang kuat terkait perbedaan karakter yang didasarkan pada jenis kelamin anak karena pada dasarnya setiap anak memiliki tahapan perkembangan moral yang sama.
36
Perbedaan karakter juga dapat terjadi karena adanya perbedaan perlakukan yang diterima anak dari sistem sosial dimana anak tinggal (Wilder 1996; Cobb 2001; Lerner dan Steinberg 2004). Penelitian menemukan bahwa keluarga lebih memberikan pengajaran dan pembelajaran, dan orang tua lebih menunjukkan keteladanan dalam berperilaku kepada anak perempuan dibanding kepada anak laki-laki. Pengajaran mengenai nilai-nilai yang diberikan kepada anak sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan moral anak (Lickona 1994; Ponzetti 2005). Pada penelitian ini, pengajaran dan pembelajaran dari keluarga yang diterima anak perempuan, seperti dukungan belajar dan pembelajaran sosial-emosi, merupakan hal yang kurang didapatkan oleh anak laki-laki. Keteladanan adalah salah satu cara yang efektif untuk membantu anak mengaplikasikan pengetahuan moral ke dalam bentuk perilaku (Lickona 1994). Keteladanan yang ditunjukkan orang tua kepada anak berperan sebagai informasi dan gambaran mengenai perilaku-perilaku seperti apa yang diharapkan untuk dimiliki oleh anak (Salkind 1985; Ryan dan Lickona 1992; Bornstein 2002). Pada penelitian ini, sumber informasi yang diperoleh anak perempuan melalui pengamataan terhadap perilaku yang diperlihatkan orang tua, seperti menunjukkan cara menyelesaikan masalah dan konsisten antara perkataan dan tindakan, merupakan hal yang kurang dimiliki oleh anak laki-laki. Perbedaan dalam perlakuan yang diterima anak, yaitu pengajaran dan pembelajaran serta keteladanan orang tua inilah yang menyebabkan adanya perbedaan karakter antara anak perempuan dan anak laki-laki. Penelitian menemukan bahwa usia ayah dan ibu, serta lama pendidikan ayah dan ibu memiliki hubungan positif dengan kualitas lingkungan keluarga dan sekolah. Kualitas lingkungan keluarga memiliki hubungan positif dengan kualitas lingkungan sekolah. Kualitas lingkungan keluarga dan sekolah memiliki hubungan positif dengan pengetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral, dan karakter anak. Hasil ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral yang tinggi, serta karakter yang baik memiliki keluarga dan sekolah yang mampu untuk membangun lingkungan yang berkualitas bagi perkembangan anak. Hasil penelitian ini mendukung teori ekologi Bronfenbrenner dan teori pembelajaran sosial Bandura. Teori ekologi menyatakan bahwa perkembangan individu tidak dapat dilepaskan dari lingkungan dimana individu berada (Darling 2007; Glassman dan Hadad 2009). Individu berkembang melalui interaksinya dengan lingkungan dalam aktivitas rutin di kehidupan sehari-hari (Bronfenbrenner 1999). Lingkungan pembelajaran anak disusun oleh berbagai subsistem yang saling berhubungan sebagai satu kesatuan yang utuh (Hirsto 2001). Keluarga dan sekolah merupakan lingkungan yang paling dekat yang berinteraksi dengan anak dan bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter pada anak (Ryan dan Lickona 1992; Lickona 1992). Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa pembentukan perilaku pada anak terjadi melalui proses pengamatan dan interaksi anak dengan orangorang yang ada di sekitarnya (Salkind 1985; Bandura 1991; Narvaez 2008; Miller 2011; Sanderse 2013). Keteladanan adalah salah satu metode yang
37
efektif untuk menanamkan dan membentuk perilaku pada anak (Lickona 1994; Sanderse 2013). Penelitian ini membuktikan bahwa aktivitas rutin anak dalam keluarga dan sekolah yang mampu membangun keamanan, memberikan pengajaran dan pembelajaran, membangun hubungan interpersonal yang baik, membangun struktur lingkungan yang baik, dan menjadi teladan perilaku-perilaku baik mampu untuk mengembangkan pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral anak sehingga anak memiliki karakter yang baik. Penelitian ini juga menemukan bahwa pengetahuan moral anak tetap tinggi meskipun lingkungan keluarga dan sekolah kurang berkualitas. Akan tetapi, anak memiliki perasaan moral, tindakan moral, dan karakter yang rendah ketika lingkungan keluarga dan sekolah kurang berkualitas. Anak pada penelitian ini berada pada periode usia remaja. Anak usia remaja berada pada tahapan perkembangan kognitif yaitu formal operasional yang memungkinkan anak untuk memahami berbagai konsep abstrak seperti konsep karakter (Lickona 1994). Anak merupakan partisipan aktif dalam proses sosialisasi nilai-nilai moral yang dengan kemampuan kognitifnya mampu untuk menyerap berbagai informasi dari lingkungannya (Bornstein 2002). Kemampuan kognitif ini memungkinkan anak untuk membangun dan mengembangkan pengetahuan moral dari pengalaman yang di perolehnya di dalam keluarga dan sekolah. Akan tetapi, kemampuan kognitif ini ternyata belum mampu untuk membantu anak mengembangkan perasaan moral, tindakan moral, dan karakter. Pengaplikasian kemampuan berpikir atau cara berpikir dalam menghadapi berbagai situasi di kehidupan sehari-hari memudahkan anak untuk menjadikan moral reasoning sebagai bagian dari perilaku moral di kehidupan sehari-hari (Lickona 1994). Kurangnya aktivitas dan pembiasaan rutin di lingkungan keluarga dan sekolah yang kurang berkualitas menyebabkan anak tidak mampu untuk mengembangkan perasaan moral, tindakan moral, dan karakter. Pengetahun moral, perasaan moral, dan tindakan moral saling berhubungan secara positif antara satu dengan yang lain. Hasil penelitian ini mendukung teori perkembangan moral Lickona yang menyatakan bahwa tiga komponen penyusun karakter yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral saling berhubungan antara satu dengan yang lain (Ryan dan Lickona 1992; Lickona 1992). Penelitian menemukan bahwa sebagian besar anak memiliki pengetahuan moral yang tinggi, akan tetapi karakter anak masih lemah karena perasaan moral dan tindakan moral anak masih rendah. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengetahuan moral yang tinggi pada anak tidak mampu untuk menjamin anak memiliki karakter yang baik. Karakter yang hanya dibentuk dari pengetahuan saja hanya akan menjadi sebuah karakter yang kaku dan rapuh, bukan menjadi sebuah karakter yang kuat (Holmgren 2004). Karakter yang baik hanya dapat terbentuk pada anak ketika anak mampu mengembangkan seluruh komponen karakter yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Kualitas lingkungan keluarga memiliki pengaruh positif terhadap pengetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral, dan karakter anak. Keluarga yang mengajarkan mengenai rasa hormat, pengendalian emosi,
38
kepedulian, dan penuh dengan kehangatan mampu untuk membantu anak kuat dalam menghadapi berbagai tekanan dari lingkungan di luar keluarga, dan memberikan anak kesempatan untuk melatih prinsip-prinsip moralnya (Lickona 1994; Brooks 2001; Bornstein 2002). Pada penelitian ini, keluarga yang mampu untuk membangun lingkungan yang berkualitas yaitu membangun keamanan di rumah, memberikan pengajaran dan pembelajaran, membangun hubungan interpersonal yang baik, membangun struktur lingkungan yang baik, dan menjadi teladan perilaku-perilaku baik untuk anak di kehidupan sehari-hari, mampu untuk membantu anak mengembangkan pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moralnya sehingga anak memiliki karakter yang baik. Lingkungan keluarga dan sekolah yang berkualitas berperan dalam pembentukan karakter anak. Keluarga dan sekolah yang berkualitas yaitu membangun keamanan, memberikan pengajaran dan pembelajaran, membangun hubungan interpersonal yang baik, membangun struktur lingkungan yang baik, dan menjadi teladan perilaku-perilaku baik untuk anak di kehidupan sehari-hari mampu untuk membantu anak mengembangkan pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moralnya sehingga anak memiliki karakter yang baik. Keluarga sebagai lingkungan pertama bagi anak memiliki peranan yang lebih besar dalam membentuk karakter anak. Penelitian ini memperkuat bukti mengenai peran keluarga yang sangat besar dalam pembentukan karakter anak. Penelitian ini hanya dilakukan di perdesaan dengan anak dari Sekolah Menengah Pertama sebagai responden yang mewakili anak usia remaja. Penelitian ini hanya menggunakan persepsi anak untuk mendapatkan data mengenai kualitas lingkungan keluarga dan sekolah. Penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan di perkotaan atau melakukan perbandingan antara perdesaan dan perkotaan dengan melibatkan tidak hanya anak usia remaja tetapi juga anak usia sekolah. Penelitian selanjutnya juga disarankan ikut melibatkan keluarga dan sekolah untuk mendapatkan data mengenai kualitas lingkungan keluarga dan sekolah agar penelitian menjadi lebih komprehensif.
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik anak dan keluarga di perdesaan tidak berbeda antara anak perempuan dan anak laki-laki. Kualitas lingkungan keluarga berada pada kategori menengah-rendah. Anak perempuan berada pada lingkungan keluarga yang lebih berkualitas dibanding anak laki-laki. Anak perempuan lebih mendapatkan pengajaran dan pembelajaran di keluarga, serta keteladanan orang tua dibanding anak laki-laki. Kualitas lingkungan sekolah berada pada kategori menengah-rendah. Kualitas lingkungan sekolah tidak berbeda antara anak perempuan dan anak laki-laki. Karakter anak berada pada kategori menengah-rendah. Anak perempuan memiliki karakter yang lebih baik dari anak laki-laki.
39
Karakteristik anak tidak memiliki hubungan dengan kualitas lingkungan keluarga dan sekolah, dan karakter. Karakteristik keluarga yaitu usia dan lama pendidikan ayah dan ibu memiliki hubungan positif dengan kualitas lingkungan keluarga dan sekolah. Kualitas lingkungan keluarga memiliki hubungan positif dengan kualitas lingkungan sekolah. Kualitas lingkungan keluarga dan sekolah memiliki hubungan positif dengan pengetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral, dan karakter anak. Karakteristik anak dan keluarga tidak memiliki pengaruh terhadap karakter anak. Kualitas lingkungan keluarga memiliki pengaruh positif terhadap pengetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral, dan karakter anak. Sementara itu, kualitas lingkungan sekolah tidak memiliki pengaruh terhadap karakter anak. Tipologi karakter berdasarkan kualitas lingkungan keluarga dan sekolah menggambarkan karakteristik karakter seperti apa yang akan dimiliki anak ketika menerima stimulasi dari lingkungan. Anak yang berada pada dimensi lingkungan yang miskin stimulasi (lingkungan keluarga dan sekolah kurang berkualitas) cenderung memiliki pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral yang rendah, serta karakter yang lemah. Saran Anak perempuan dan anak laki-laki memiliki pengetahuan moral yang tinggi, tetapi perasaan moral dan tindakan moral masih rendah, sehingga anak perempuan dan anak laki-laki belum memiliki karakter yang baik. Selain itu, anak perempuan memiliki pengetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral, dan karakter yang lebih baik dari anak laki-laki. Keluarga dan sekolah perlu membantu anak, terutama anak laki-laki untuk memiliki karakter yang baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh keluarga dan sekolah adalah dengan menyediakan lingkungan berkualitas yang memungkinkan anak untuk mengubah pengetahuan moral menjadi perasaan moral dan tindakan moral. Aktivitas rutin anak dalam lingkungan yang berkualitas dapat membantu anak memiliki karakter yang baik. Keluarga dan sekolah dapat membangun lingkungan yang berkualitas dengan cara membangun keamanan, memberikan pengajaran dan pembelajaran, membangun hubungan interpersonal yang baik, membangun struktur lingkungan yang baik, dan menjadi teladan perilaku-perilaku baik untuk anak di kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan acuan bagi berbagai pihak seperti KPAI, KPPPA, BKKBN, dan Kemendikbud dalam menyusun berbagai program dan kebijakan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dan sekolah dalam membangun lingkungan yang berkualitas untuk anak. Program-program yang dapat diberikan kepada keluarga seperti program pendampingan dan pemberdayaan keluarga, program layanan konseling keluarga, program pendidikan keluarga, dan program pengasuhan. Program-program yang dapat diberikan kepada sekolah seperti program pelatihan karakter, program pelatihan manajemen kelas, program pelatihan manajemen sekolah, dan program pelatihan pengembangan kurikulum berbasis nilai-nilai moral. Pemerintah dan
40
lembaga-lembaga tersebut juga dapat menerapkan program berbasis kemitraan antara keluarga dan sekolah dalam pendidikan nilai-nilai moral, sehingga terbangun ekosistem pendidikan di perdesaan yang mampu membentuk dan membangun karakter yang baik pada anak.
DAFTAR PUSTAKA Aldridge J, Ala’l K. 2013. Assessing students’ views of school climate: Developing and validating the What’s Happening In This School? (WHITS) questionnaire. Improving Schools. 16(1): 47-66. Aquino K, Reed A. 2002. The self-importance of moral identity. Journal of Personality and Social Psychology. 83(6): 1423-1440. Aquino K, McFerran B, Laven M. 2011. Moral identity and the experience of moral elevation in response to acts of uncommon goodness. Journal of Personality and Social Psychology. 100(4): 703-718. Bandura A. 1991. Sosial cognitive theory of moral thought and action. Di dalam: Kurtines WM, Gewirtz JL. Handbook of Moral Behavior and Development. Hillsdale, NJ: Erlbaum. Bornstein MH. 2002. Handbook of Parenting: Practical Issues in Parenting. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Profil Kriminalitas Remaja 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data dan informasi kemiskinan Kabupaten/Kota tahun 2013 [internet]. [diunduh 2015 Sept 01]. Tersedia pada: www.bps.go.id. Brand S. 2009. School climate. Di dalam: Anderman EM, Anderman LH. Psychology of Classroom Learning: An Encyclopedia. Detroit: Macmillan Reference. Britz JJ. 2008. Making the global information society good: A social justice perspective on the ethical dimensions of the global information society. Journal of the American Society for Information Science and Technology. 59(7): 1171-1183. Bronfenbrenner U. 1994. Ecological models of human development. Di dalam: International Encyclopesia of Education: Oxford: Elsevier. Bronfenbrenner U, Morris PA. 1998. The ecology of developmental processes. Di dalam: Damon W, Lerner RM. Handbook of Child Psychology: Theoritical Models of Human Development (5th ed). US: John Wiley & Sons Inc. Bronfenbrenner U. 1999. Environments in developmental perspective: theoritical and operational models. Di dalam: Friedman SL, Wachs TD. Measuring environment Across the Life Span: Emerging Methods and Concepts. Washington, DC: American Psychological Association Press. Brooks JB. 2001. Parenting, Third Edition. United States: Mayfield Publishing Company. Cobb NJ. 2001. Adolescence: Continuity, Change, and Diversity. United States: Mayfield Publishing Company.
41
Cohen J, McCabe EM, Michelli NM, Pickeral T. 2009. School climate: Research, policy, practice, and teacher education. Teaching College Record. 111(1): 180-213. Carneiro P, Meghir C, Parey M. 2007. Maternal Education, Home Environtments and the Development of Children and Adolescents. Iza Discussion Paper No. 3072. [Internet]. [diunduh 2015 Sept 25]. Tersedia pada: http://ftp.iza.org/ dp3072.pdf. Darling N. 2007. Ecological systems theory: the person in the center of the circles. Research in human development. 4(3-4): 203-217. Dewanggi M. 2014. Pengaruh kelekatan, gaya pengasuhan, dan kualitas lingkungan pengasuhan terhadap karakter anak perdesaan dan perkotaan [tesis]. Institut Pertanian Bogor. Glassman WE, Hadad M. 2009. Approaches to Psychology, Fifth Edition. New York: McGraw-Hill Education. Guo P, Choe J, Higgins-D’Alessandro A. 2011. Report of construct validity and internal consistency findings for the comprehensive school climate inventory. Fordham University. Hardy SA, Bhattacharjee A, Reed A, Aquino K. 2010. Moral identity and psychological distance: The case of adolescent parental socialization. Journal of Adolescence. 33: 111-123. Hardy SA, Walker LJ. 2013. Moral identity as moral ideal self: Links to adolescende outcomes. American Psychological Association. Hastuti D, Sarwoprasojo S, Alfiasari. 2012. Kualitas karakter dan perilaku antisosial remaja di Bogor. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB. Hastuti D, Agung SS, Alfiasari. 2013. Kajian karakteristik remaja desa-kota, sekolah serta keluarga untuk mengatasi perilaku anti-sosial remaja SMK di Kota dan Kabupaten Bogor. Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB II. hlm 653-667. Hirsto L. 2001. Children in Their Learning Environments: Theoretical Perspectives. Helsinki: The Unit of Educational Psychology of the University of Helsinki. Holmgren MR. 2004. Strength of character. The Journal of Value Inquiry. 38: 393-409. Ingalhalikar M, Smith A, Parker D, Satterthwaite TD, Elliott MA, Ruparel K, Hakonarson H, Gur RE, Gur RC, Verma R. 2013. Sex differences in the structural connectome of the human brain. Proceedings of the National Academy of Sciences. Jankens BP. 2011. An examination of the relationshi between school climate and student growth in select Michigan Charter Schools [disertasi]. Michigan: Eastern Michigan University. Ji P, DuBois DL, Flay BR. 2013. Socisal-emotional and character development scale: Development and initial validation with urban elementary school students. Journal of Research in Character Education. 9(2): 121-147. Karina, Hastuti D, Alfiasari. 2013. Perilaku bullying dan karakter remaja serta kaitannya dengan karakteristik keluarga dan peer group. Jur Ilm Kel & Kons. 6(1). hlm:20-29.
42
Koerner AF, Mary AF. 2004. Communication in intact families. Di dalam: Vangelisti Al, editor. Handbook of Family Communication. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Küçük S, Habaci M, Göktürk T, Ürker A, Adiguzelli F. 2012. Role of family, environment and education on the personality development. Middle-East Journal of Scientific Research. 12(8): 1078-1084. Lapsley DK. 2008. Moral self-identity as the aim of education. Di dalam: Nucci LP, Narvaez D. Handbook of Moral and Character Education. New York: Routledge. Lehr CA. 2005. School climate. Di dalam: Lee SW. Encyclopedia of School Psychology. Thousand Oaks: SAGE Publications. Lerner RM, Steinberg L. 2004. Handbook of Adolescent Psychology. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Lickona T. 1992. Educating for Character: How Our Schools can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Book. Lickona T. 1994. Raising Good Children: Helping Your Child Through The Stage Of Moral Development. United Stated: Bantam Books. Lickona T. 2008. The power of modeling in children’s character development [internet]. Di dalam: Streight D. Parenting for Character: Five Experts, Five Practices. [diunduh pada 2015 Jan 18]. Tersedia pada: https://www2.cortland.edu/dotAsset/194017.pdf. Lumpkin A. 2008. Teachers as role models teaching character and moral virtues. JOPERD. 79(2). Marjohan. 2014. Hubungan keteladanan orang tua terhadap perilaku sosial siswa. Jurnal Ilmiah PPKn IKIP Veteran Semarang. 2(1). Miller PH. 2011. Theories of Developmental Psychology: Fifth Edition. New York: Worth Publishers. Myers DG. 2007. Exploring Social Psychology. New York: McGraw-Hill. Nakao K, Takaishi J, Tatsuta K, Katayama H, Iwase M, Yorifuji K, Takeda M. 2000. The influences of family environment on personality traits. Psychiatry and Clinical Neurosciences. 54: 91-95. Narvaez D. 2008. Human flourishing and moral development: Cognitive and neurobiological perspectives of virtue development. Di dalam: Nucci LP, Narvaez D. Handbook of Moral and Character Education. New York (US): Routledge. Narvaez D, Lapsley DK. 2009. Moral identity, moral functioning, and the development of moral character. Di dalam: Bartels DM, Bauman CW, Skitka LJ, Medin DL. Moral Judgement and Decision Making. Burlington: Academic Press. Oladipo SE. 2009. Moral education of the child: Whose responsisbility. J Soc Sci. 20(2): 149-156. Park N, Peterson C, Seligman MEP. 2004. Strengths of character and wellbeing. Journal of Social and Clinical Psychology. 23(5): 603-619. Payne AA, Gottfredson DC, Gottfredson GD. 2003. Schools as communities: The relationships among communal school organization, student bonding, and school disorder. Criminology. 41(3). Peterson C, Seligman MEP. 2004. Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification. New York: Oxford University Press.
43
Ponzetti JJ, Jr. 2005. The family as moral center: An evolutionary hermeneutic of virtue in family studies. Journal of Research in Character Education. 3(1): 61-70. Puspitawati H. 2009. Kenakalan Pelajar dipengaruhi oleh Sistem Sekolah dan Keluarga. Bogor: IPB Press. Puspitawati H, Sarma M, Herawati T, Latifah M, Moeljono P. 2013. Analisis Sinergisme Keluarga dan Sekolah di Kota Bogor. Bogor: IPB Press. Rahmawati SH. 2014. Pengaruh akses media sosial, gaya pengasuhan dan kekerasan verbal orang tua terhadap karakter siswa SMK di Bogor [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institur Pertanian Bogor. Reeves RV, Venator J, Howard K. 2014. The character factor: Measures and impact of drive and prudence. Center on Children and Families. Ryan K, Lickona T. 1992. Character development: The Challange and the model. Di dalam: Character Development in School and Beyond. Cultural heritage and contemporary change, Series IV. Foundation of moral education, volume 3 [internet]. [diunduh 2015 Sept 01]. Tersedia pada: www.crvp.org/book/series06/VI-3/chapter_i.htm. Şahinkayasi Y, Kelleci O. 2013. Elementary school teachers’ views on values education. Procedia Social and Behavioral Sciences. 93:116120. Salkind NJ. 1985. Theories of Human Development. New York: John Wiley & Sons. Sanderse W. 2013. The meaning of role modelling in moral and character education. Journal of Moral Education. 42(1): 28-42. Santrock JW. 2011. Life-Span Development: Thirteenth Edition. New York: McGraw-Hill. Schwartz MJ. 2007. The modeling of moral character for teachers: Behaviors, characteristics, and dispositions that may be taught. Journal of Research in Character Education. 5(1): 1-28. Sojourner R. 2014. It’s uananimous: Effective character education is not quick or superficial, and it begins with caring relationship. Journal of Character Education. 10(1): 69-75. Thapa A, Cohen J, Higgins-D’Alessandro A. 2012. School climate research summary [internet]. [diunduh 2015 Sept 14]. Tersedia pada: www.schoolclimate.org/climate/documents/policy sc-brief-v3.pdf. Tudge JRH, Mokrova I, Hatfield BE, Karnik RB. 2009. Uses and misuses of Bronfenbrenner’s bioecological theory of human development. Journal of Family Theory and Review. 198-210. UNICEF. 2011. Working towards Progress with Equity under Decentralisation: The Situation of Children and Women in Indonesia 2000-2010. Indonesia: UNICEF. UNICEF. 2012. Child Protection in Educational Settings: Findings from Six Countries in East Asia and the Pacific. Bangkok: UNICEF. UNICEF. 2014. Hidden in Plain Sight: A Statistical Analysis of Violence Against Children. New York: UNICEF. Walker LJ. 1999. The family context for moral development. Journal of Moral Education. 28(3).
44
Wang MT, Selman RL, Dishion TJ, Stormshak EA. 2010. A tobit regression analysis of the covariation between middle school students’ perceived school climate and behavioral problems. J Res Adolesc. 20(2): 274286. Wilder GZ. 1996. Correlates of gender differences in cognitive functioning [internet]. [diunduh 2015 Sept 14]. Tersedia pada: http:// research.collegeboard.org/sites/default/files/ publications/2012/7/researchreport-1996-3-correlates-genderdifferences-cognitives-functioning.pdf. Yancey AK, Grant D, Kurosky S, Kravitz-Wirtz N, Mistry R. 2010. Role modeling, risk, and resilience in California adolescents. Journal of Adolescent Health. 48: 36-43.
45
LAMPIRAN
46
Lampiran 1 Minimum, maksimum, dan standar deviasi variabel penelitian Variabel Usia anak (tahun) Usia ayah (tahun) Usia ibu (tahun) Lama pendidikan ayah (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Pendapatan kapita (Rp/bulan) Kualitas lingkungan keluarga Keamanan Pengajaran dan pembelajaran Hubungan interpersonal Struktur lingkungan Keteladanan orang tua Pengetahuan Perasaan Tindakan Kualitas lingkungan sekolah Pengajaran dan pembelajaran Hubungan interpersonal Struktur lingkungan Keteladanan orang tua Pengetahuan Perasaan Tindakan Karakter Pengetahuan moral Kebijaksanaan Keteguhan Kemanusiaan Keadilan Penguasaan diri Spiritualitas Perasaan moral Kebijaksanaan Keteguhan Kemanusiaan Keadilan Penguasaan diri Spiritualitas Tindakan moral Kebijaksanaan Keteguhan Kemanusiaan Keadilan Penguasaan diri
Minimum-Maksimum 12-16 31 - 72 29 - 57 0 - 16 0 - 16 50 000 - 2 400 000 32 - 96 42 - 100 44 - 96 50 - 98 37-100 16 - 100 0 - 100 15 - 100 13 - 100 37 - 82 39 - 95 25 - 94 19 - 90 5 - 87 0 - 100 9 - 90 0 - 100 57 - 96 45 - 100 40 - 100 33 - 100 22 - 100 55 - 100 50 - 100 50 - 100 57 - 96 46 - 100 44 - 100 33 - 100 33 - 100 50 - 100 50 - 100 22 - 93 20 - 100 11 - 100 16 - 100 0 - 100 25 - 100
Rata-rata±Std 14.09 ± 0.83 44.46 ± 7.85 39.19 ± 6.38 6.95 ± 2.58 6.13 ± 2.43 398 927.29 ± 390 254.99 69.45 ± 10.75 70.37 ± 12.21 72.61 ± 9.95 72.68 ± 9.51 65.36 ± 13.00 67.76 ± 14.99 55.98 ± 25.01 68.73 ± 15.79 70.06 ± 18.98 62.03 ± 10.67 71.40 ± 11.90 65.00 ± 10.76 57.39 ± 13.82 59.09±15.07 57.14 ± 23.72 58.38 ± 15.28 61.24 ± 17.89 75.32 ± 8.69 83.29 ± 9.09 82.86 ± 12.49 77.99 ± 12.76 85.42 ± 13.26 84.86 ± 12.21 79.52 ± 12.41 89.71 ± 11.40 75.32 ± 8.69 75.19 ± 11.50 71.02 ± 14.50 81.68 ± 14.68 69.50 ± 16.32 73.29 ± 14.48 80.80 ±12.92 68.31± 9.09 59.51 ± 15.82 70.85 ± 19.60 77.33 ± 16.21 62.78 ± 21.43 68.62 ± 18.31
47
Variabel
Minimum-Maksimum
Rata-rata±Std
8 - 100
76.77 ± 16.84
Spiritualitas
Lampiran 2 Sebaran pendidikan dan pendapatan keluarga Variabel Pendidikan ayah Tidak sekolah Tidak tamat SD SD SMP SMA Perguruan tinggi Pendidikan ibu Tidak sekolah Tidak tamat SD SD SMP SMA Perguruan tinggi Pendapatan per kapita Miskin Tidak miskin
n
%
2 9 63 15 9 2
2 9 63 15 9 2
4 15 67 7 6 1
4 15 67 7 6 1
50 50
50 50
Lampiran 3 Sebaran pekerjaan orang tua berdasarkan jenis kelamin anak 100
100
Pekerjaan Ayah
90
90
80
80
70
70
60 45 47
50
46
45 39
40 31 30
10
82
81
80
60
Tidak bekerja
50
Petani Lainnya
40 Petani
24
20
Pekerjaan Ibu
Pedagang 15
8
Lainnya
30 20 10
0
14
9 11
4
13 6
0 Perempuan
Laki-laki
Total
Perempuan
Laki-laki
Total
48
48
Lampiran 4 Sebaran variabel penelitian berdasarkan kategori menengah-rendah dan tinggi Perempuan Variabel
Menengah-rendah
Laki-laki Tinggi
Total
Menengah-rendah
Tinggi
Menengah-rendah
Tinggi
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Kualitas lingkungan keluarga Keamanan Pengajaran dan pembelajaran Hubungan interpersonal Struktur lingkungan Keteladanan orang tua
46 38 39 45 49 40
84 69 71 82 89 73
9 17 16 10 6 15
16 31 29 18 11 27
41 36 39 35 40 41
91 80 87 78 89 91
4 9 6 10 5 4
9 20 17 22 11 9
87 74 78 80 89 81
87 74 78 80 89 81
13 26 22 20 11 19
13 26 22 20 11 19
Kualitas lingkungan sekolah Keamanan Pengajaran dan pembelajaran Hubungan interpersonal Struktur lingkungan Keteladanan guru
53 52 36 52 53 50
96 95 65 95 96 91
2 3 19 3 2 5
4 5 35 5 4 9
42 41 34 41 41 41
93 91 76 91 91 91
3 4 11 4 4 4
7 9 24 9 9 9
95 93 70 93 94 91
95 93 70 93 94 91
5 7 30 7 6 9
5 7 30 7 6 9
Karakter Pengetahuan moral Kebijaksanaan Keteguhan Kemanusiaan Keadilan Penguasaan diri Spiritualitas Perasaan moral Kebijaksanaan Keteguhan
28 13 10 34 18 20 26 3 30 24 40
51 24 18 62 33 36 47 5 55 44 73
27 42 45 21 37 35 29 52 25 31 15
49 76 82 38 67 64 53 95 45 56 27
37 19 15 33 19 21 24 11 39 30 37
82 42 33 73 42 47 53 24 87 67 82
8 26 30 12 26 24 21 34 6 15 8
18 58 67 27 58 53 47 76 17 33 18
65 32 25 67 37 41 50 14 69 54 77
65 32 25 67 37 41 50 14 69 54 77
35 68 75 33 63 59 50 86 31 46 23
35 68 75 33 63 59 50 86 31 46 23
49
Lanjutan Lampiran 4 Perempuan Variabel
Laki-laki
Menengah-rendah
Kemanusiaan Keadilan Penguasaan diri Spiritualitas Tindakan moral Kebijaksanaan Keteguhan Kemanusiaan Keadilan Penguasaan diri Spiritualitas
n 20 41 29 23 39 45 32 16 46 34 28
% 36 75 53 42 71 82 58 29 84 62 51
Tinggi n 35 14 26 32 16 10 23 39 9 21 27
Menengah-rendah % 64 25 47 58 29 18 42 71 16 38 49
n 33 39 35 19 37 39 35 21 34 34 24
% 73 87 78 42 82 87 78 47 76 76 53
Total Tinggi n 12 6 10 26 8 6 10 24 11 11 21
Menengah-rendah % 27 13 22 58 18 13 22 53 24 24 47
n 53 80 64 42 76 84 67 37 80 68 52
% 53 80 64 42 76 84 67 37 80 68 52
Tinggi n 47 20 36 58 24 16 33 63 20 32 48
% 47 20 36 58 24 16 33 63 20 32 48
Lampiran 5 Sebaran anak berdasarkan kualitas lingkungan keluarga No
Pernyataan
PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN Dukungan belajar 1 Orang tua memberikan saran yang dapat membantu saya memperbaiki pekerjaan saya (misal: orang tua membantu ketika saya kesulitan mengerjakan tugas sekolah) 2 Orang tua membantu saya untuk menemukan cara belajar yang terbaik bagi saya (contoh: orang tua membantu ketika saya kesulitan dalam belajar)
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
2
0
1
2
16
8
60
53
57
36
31
34
0
0
0
2
20
5
67
53
66
31
27
29
49
50
50
Lanjutan Lampiran 5 No
Pernyataan
3
Saya merasa telah melakukan hal-hal baik di rumah (contoh: saya membantu membersihkan rumah, saya tidak bertengkar dengan saudara, dll) Orang tua memotivasi saya untuk berani mencoba hal-hal baru (contoh: orang tua mendorong saya untuk ikut kegiatan ekstrakurikuler di sekolah) Apa yang saya pelajari di rumah membantu saya merasa lebih baik dalam bekerja sama dengan orang lain (contoh: diajarkan bagaimana cara bekerja sama) Di rumah, saya dimotivasi untuk mengeluarkan seluruh kemampuan saya di dalam mengerjakan sesuatu (contoh: diajarkan untuk bersungguh-sungguh dan tidak setengah-setengah dalam bekerja) Orang tua menunjukkan saya bagaimana cara belajar dari kesalahan (contoh: memberikan nasihat, memberikan teladan, dll) Orang tua memberitahu saya ketika saya melakukan sesuatu dengan baik (contoh: ibu memberikan pujian ketika saya membantunya mencuci piring) Di rumah, kami bekerja dengan cara mendengarkan orang lain sehingga kami mengerti apa yang mereka sampaikan (contoh: diajarkan untuk tidak memotong pembicaraan orang lain)
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % % 2 0 2 7 11 14 60 62 49 31 27 35
0
4
0
22
27
10
60
51
61
18
18
29
0
0
2
4
7
4
71
60
58
25
33
36
0
0
0
4
2
3
46
58
51
50
40
46
0
0
1
2
4
3
54
63
54
46
33
42
0
2
1
4
2
13
44
67
59
52
29
27
4
0
0
6
24
3
47
51
58
43
25
39
51
Lanjutan Lampiran 5 No 10
Pernyataan
0
4
1
4
4
9
58
58
61
38
34
29
0
4
2
4
7
5
51
49
50
45
40
43
2
0
3
6
7
9
56
60
62
36
33
26
0
7
5
6
13
4
67
56
72
27
24
19
9
20
1
16
18
6
51
47
58
24
15
35
51
Orang tua memberikan perhatian khusus kepada saya dalam tugas sekolah (contoh: orang tua membantu ketika saya kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah) 11 Orang tua membantu saya untuk melihat kesalahan sebagai bagian dari proses pembelajaran (contoh: ketika nilai ujian saya jelek, orang tua tidak memarahi saya akan tetapi mendorong saya untuk rajin belajar agar nilai ujian saya tidak jelek lagi) Pembelajaran sosial-emosi 1 Di rumah, kami berbicara mengenai pentingnya untuk memahami perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain (contoh: diajarkan untuk tidak menyakiti perasaan orang lain) 2 Di rumah, kami membahas mengenai bagaimana tindakan yang kami lakukan dapat memengaruhi orang lain (contoh: diajarkan bahwa kita tidak dapat bertindak sesuka hati dan harus menghormati hak orang lain) 3 Di rumah, kami berbicara mengenai bagaimana kami dapat mengendalikan emosi (contoh: diajarkan bagaimana cara agar tidak mudah marah dan memukul orang lain) 4 Di rumah, kami membahas berbagai hal yang dapat membantu saya berpikir
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % % 0 2 2 15 11 24 54 65 56 31 22 18
52
52
Lanjutan Lampiran 5 No
Pernyataan
mengenai apa yang benar dan salah (contoh: kami membahas mengapa pacaran itu dosa) 5 Di rumah, kami mempelajari bagaimana cara menyelesaikan konflik sehingga semua pihak puas dengan hasilnya (contoh: diajarkan cara menyelesaikan perselisihan dengan baik) 6 Di rumah, kami membahas berbagai hal yang dapat membantu saya berpikir mengenai bagaimana menjadi individu yang baik (contoh: diajarkan untuk memiliki perilaku yang baik) HUBUNGAN INTERPERSONAL Rasa hormat dalam keluarga 1 Orang dewasa di rumah saya dapat saling bekerja sama dengan baik 2 Orang dewasa di rumah saya saling menghormati perbedaan satu sama lain 3 Orang dewasa di rumah saya memperlakukan satu sama lain dengan rasa hormat 4 Saya melihat bahwa orang dewasa di rumah saya saling memercayai satu sama lain 5 Orang dewasa di rumah saya memperlakukan anak-anaknya dengan rasa hormat 6 Orang dewasa di rumah saya menghormati perbedaan yang ada pada anak-anaknya
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
4
7
1
6
2
1
72
71
51
18
20
47
0
2
14
0
2
17
44
60
49
46
36
20
0
0
0
4
2
1
73
71
66
23
27
33
0
0
1
4
2
10
69
51
49
27
47
40
0
0
0
2
0
3
67
64
61
31
36
36
0
2
0
4
2
3
73
58
72
23
38
25
0
0
0
2
2
2
62
62
62
36
36
36
0
2
1
7
13
3
50
49
66
43
36
30
53
Lanjutan Lampiran 5 No
Pernyataan
0
0
0
7
18
12
87
62
76
6
20
12
0
2
1
4
13
8
60
60
60
36
25
31
4
2
3
16
22
8
64
58
63
16
18
26
4
2
3
6
11
19
67
58
61
23
29
17
0
0
0
4
2
6
60
71
57
36
27
37
0
0
4
6
7
8
54
60
62
40
33
26
0
0
0
4
2
3
46
60
65
50
38
32
53
(contoh: orang tua tidak pilih kasih pada anak-anaknya) Dukungan sosial 1 Orang dewasa (ayah, ibu, saudara, paman, bibi, kakek, dan nenek) di rumah saya besedia untuk mendengarkan saya 2 Orang dewasa di rumah saya berusaha untuk lebih dekat dengan saya (contoh: ayah dan ibu mengajak saya untuk ngobrol bersama) 3 Jika saya memiliki masalah, saya merasa nyaman untuk mengungkapkannya di rumah (contoh: saya tidak takut untuk menceritakan masalah saya kepada ayah) 4 Saya memiliki satu orang dewasa (ayah, ibu, saudara, atau lainnya) yang saya percayai sebagai tempat untuk menceritakan masalah Hubungan dalam keluarga 1 Seluruh anggota keluarga berusaha untuk memperlakukan orang lain sebagaimana mereka juga ingin diperlakukan (jika ingin diperlakukan baik maka harus berperilaku baik) 2 Kami selalu berusaha untuk membangun suasana rumah yang nyaman bagi seluruh anggota keluarga (contoh: menghindari timbulnya pertengkaran di rumah) 3 Setiap orang dalam keluarga dapat bekerja sama dengan baik
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
54
54
Lanjutan Lampiran 5 No
Pernyataan
4
Di rumah, kami bertindak (berperilaku dan betutur kata) dengan memperhatikan perasaan anggota keluarga lain Di rumah, seluruh anggota keluarga saling menghormati satu sama lain Di rumah, kami akan berusaha menghentikan anggota keluarga yang melakukan kekerasan fisik dan verbal kepada anggota keluarga lain
5 6
KEAMANAN Aturan dan norma 1 Orang dewasa di rumah secara adil memastikan bahwa seluruh anggota keluarga menaati peraturan mengenai larangan melakukan kekerasan verbal (menghina, mengejek, mencaci, memaki) kepada orang lain 2 Di rumah, orang dewasa akan menghentikan anggota keluarga yang melakukan kekerasan verbal kepada anggota keluarga lain (contoh: ibu akan menghentikan saya jika saya berkata kasar kepada adik) 3 Orang dewasa di rumah secara adil memastikan bahwa seluruh anggota keluarga menaati peraturan mengenai larangan melakukan kekerasan fisik (memukul, menendang dan mendorong) kepada orang lain
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % % 4 4 2 9 7 4 58 67 50 29 22 44
2
2
2
2
7
1
51
49
52
45
42
45
11
9
10
4
9
6
69
58
64
16
24
20
6
9
7
4
9
6
63
53
59
27
28
28
2
7
12
6
9
11
43
53
50
49
31
27
9
13
4
9
13
7
60
54
48
22
20
41
55
Lanjutan Lampiran 5 No 4
Pernyataan
9
11
10
16
18
17
51
42
47
24
29
26
11
13
9
7
16
12
51
49
40
31
22
39
2
7
4
11
9
10
67
62
65
20
22
21
2
0
2
11
20
2
73
67
39
14
13
57
2
7
4
13
11
12
45
44
45
40
38
39
2
4
1
2
2
15
56
51
70
40
43
14
4
0
3
2
2
2
34
45
54
60
53
41
55
Orang dewasa di rumah akan menghentikan anggota keluarga yang melakukan kekerasan fisik kepada anggota keluarga lain (contoh: ibu akan menghentikan ayah jika ayah memukul saya) 5 Di rumah, ada peraturan yang secara jelas melarang melakukan kekerasan fisik kepada orang lain 6 Di rumah, kami memiliki peraturan yang secara jelas melarang melakukan kekerasan verbal kepada orang lain Perasaan aman 1 Di rumah, saya memiliki seseorang (ayah, ibu, kakak, adik, atau anggota keluarga lain) yang dapat dipercaya sebagai tempat untuk bercerita ketika saya memiliki masalah 2 Di rumah, saya memiliki seseorang yang dapat membantu saya ketika saya memiliki kesulitan atau masalah (contoh: saya dapat menceritakan semua masalah saya kepada ibu) 3 Saya merasa aman secara fisik (contoh: tidak takut dipukul dan disiksa) di halaman rumah atau area di sekitar rumah 4 Saya merasa aman secara fisik di seluruh area rumah 5 Saya merasa rumah adalah bagian dari hidup saya (contoh: saya merasa senang
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % % 6 13 11 7 18 11 38 42 57 49 27 21
56
No
Pernyataan
dan nyaman di rumah) Ketiadaan kekerasan dalam keluarga 1 Saya pernah (lebih dari satu kali) melihat salah satu anggota keluarga menjadi korban kekerasan verbal dari anggota keluarga lain (misal: saya pernah melihat ibu berkata kasar kepada ayah)* 2 Memperlakukan anggota keluarga dengan buruk adalah hal wajar di rumah saya (contoh: orang tua tidak memarahi saya ketika saya berkata kasar dan memukul adik)* 3 Di rumah, saya pernah (lebih dari satu kali) menjadi korban kekerasan verbal (contoh: saya pernah dimaki oleh ibu)* STRUKTUR LINGKUNGAN Lingkungan fisik rumah 1 Rumah saya selalu bersih 2 Bangunan rumah saya selalu dalam kondisi yang baik (contoh: tidak ada bagian rumah yang rusak sehingga dapat membahayakan anggota keluarga) 3 Rumah saya sangat menarik secara fisik (desainnya bagus, dekorasinya indah, tanamannya tertata rapi, dan lainnya) 4 Rumah saya dilengkapi dengan fasilitasfasilitas yang disediakan untuk setiap anggota keluarga (contoh: ruang keluarga, ruang baca, taman, dan lainnya)
56
Lanjutan Lampiran 5 1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
4
2
3
27
24
26
34
36
35
35
38
36
6
4
5
9
20
12
38
42
37
47
34
46
7
2
5
14
9
14
28
49
40
51
40
41
0 2
0 4
0 12
6 20
11 13
8 22
58 62
53 56
56 50
36 16
36 27
36 16
6
4
3
29
20
17
53
58
59
12
18
21
13
11
5
26
18
25
47
53
55
14
18
15
57
Lanjutan Lampiran 5 No
Pernyataan
Kerja sama eksternal keluarga 1 Keluarga saya selalu menjaga hubungan baik dengan sekolah saya (contoh: menghubungi sekolah, mengunjungi sekolah, berbicara dengan guru, dan lainnya) 2 Keluarga aktif terlibat dalam berbagai kegiatan di sekolah saya (contoh: jika menerima undangan dari sekolah, keluarga saya akan datang) 3 Keluarga saya selalu aktif terlibat dalam berbagai kegiatan masyarakat (contoh: ikut membantu kerja bakti, mengunjungi tetangga yang sakit, membantu tetangga yang sedang hajatan, dan sebagainya) 4 Keluarga saya aktif terlibat dalam kegiatan sosial (contoh: melakukan bakti sosial untuk korban bencana alam, mengunjungi rumah jompo, dll)
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
2
9
5
22
24
23
64
49
57
12
18
15
2
0
1
11
9
10
69
64
67
18
27
22
2
2
5
6
2
29
49
62
47
43
34
19
4
7
2
34
22
4
46
49
55
16
22
39
Keterangan: 1= sangat tidak sesuai; 2= tidak sesuai; 3= sesuai; 4= sangat sesuai
No
Pernyataan
9
22
15
29
40
34
40
27
34
22
11
17
57
KETELADANAN ORANG TUA Pengetahuan 1 Orang tua saya akan mengakui jika
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
58
58
Lanjutan Lampiran 5 No
Pernyataan
mereka telah membuat kesalahan (contoh: maaf, ayah yang salah) 2 Orang tua memberitahu saya bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah (contoh: ayah memberitahu saya bahwa ketika ia tidak bisa mengerjakan tugas sekolah, ia tidak akan putus asa dan akan langsung mencari teman yang dapat mengajarinya) Perasaan 1 Orang tua mendengarkan apa yang ingin saya katakan (pendengar yang baik) 2 Orang tua saya mempertimbangkan apa yang terbaik untuk orang lain (contoh: memikirkan perasaan orang lain di dalam bertindak dan bertutur kata) 3 Orang tua tidak pernah membatasi kreativitas saya (contoh: memberikan saya kesempatan untuk mencoba berbagai hal positif yang saya sukai) 4 Orang tua memberikan saya kesempatan untuk berpikir sebelum meminta saya memberikan pendapat mengenai suatu hal (contoh: ketika saya harus memilih SMA yang akan saya masuki setelah lulus SMP, orang tua memberikan saya kesempatan untuk memikirkan terlebih dahulu SMA mana yang akan saya pilih)
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
4
9
6
22
31
26
49
40
45
25
20
23
2
2
2
22
33
27
44
47
45
32
18
26
9
18
13
26
24
25
33
24
29
32
34
33
4
4
4
13
9
11
33
40
36
50
47
49
6
9
7
2
24
12
38
27
33
54
40
48
59
Lanjutan Lampiran 5 Pernyataan
5
Orang tua saya mampu memahami pola pikir dan cara pandang orang lain yang berbeda darinya (contoh: orang tua saya tidak marah ketika saya memiliki pendapat yang berbeda dari mereka) Orang tua membantu saya melewati masa-masa yang sulit (contoh: orang tua menghibur saya ketika saya stres menghadapi ujian) Orang tua saya menunjukkan pengendalian diri yang baik (contoh: orang tua saya tidak mudah marah, tidak mudah berkata-kata kasar, dan menjaga perilakunya) Orang tua saya berusaha adil kepada anak-anaknya (contoh: tidak pilih kasih terhadap anak-anaknya) Orang tua menunjukkan bahwa mereka memahami apa yang saya rasakan (contoh: orang tua peduli dengan perasaan saya) Orang tua saya berusaha untuk melakukan hal-hal yang baik (conto: membantu tetangga yang sedang kesusahan, dan lainnya) Orang tua menunjukkan bahwa mereka sangat peduli kepada saya (terlihat dari tindakannya yang penuh perhatian dan
6
7
8
9
10
11
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % % 2 4 3 27 38 32 49 24 38 22 34 27
11
20
15
24
13
19
34
47
40
31
20
26
4
7
5
22
27
24
29
40
34
45
26
37
4
9
6
13
11
12
27
18
23
56
62
59
2
7
4
26
27
26
40
38
39
32
28
31
2
2
2
11
13
12
44
47
45
43
38
41
2
0
1
9
11
10
31
56
42
58
33
47
59
No
60
No
Pernyataan
dukungan) Tindakan 1 Orang tua sangat peduli dengan pencapaian prestasi saya di sekolah (apakah saya memiliki prestasi yang baik atau prestasi yang buruk) 2 Orang tua saya tidak menyakiti orang lain (contoh: tidak memukul dan berkata kasar kepada orang lain) 3 Orang tua membantu saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan menunjukkan cara untuk melakukannya (contoh: memberikan nasihat, memberi teladan, mengajak melakukan kebaikan, dan lainnya) 4 Orang tua sangat peduli mengenai bagaimana saya berperilaku (apakah saya menunjukkan perilaku baik atau perilaku buruk) 5 Orang tua saya berperilaku sesuai dengan yang ia katakan (contoh: ayah menyuruh saya untuk tidak merokok, dan ayah sendiri juga tidak merokok) Keterangan: 1= tidak pernah; 2= jarang; 3= sering; 4= selalu
60
Lanjutan Lampiran 5 1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
2
3
15
20
31
29
52
48
27
28
2
6
20
24
51
42
2
3
2
2
31
34
65
61
4
5
15
15
27
37
54
43
13
20
18
14
27
29
42
37
61
Lampiran 6 Sebaran anak berdasarkan kualitas lingkungan sekolah No
Pernyataan
PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN Dukungan belajar 1 Guru memberikan saran yang dapat membantu saya memperbaiki pekerjaan saya (contoh: guru membantu ketika saya memiliki kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah) 2 Guru membantu saya menemukan cara belajar yang terbaik bagi saya (contoh: guru membantu ketika saya mengalami kesulitan dalam belajar) 3 Saya merasa telah melakukan hal-hal baik di sekolah (contoh: tidak berkata kasar dan memukul teman) 4 Apa yang saya pelajari di sekolah membantu saya merasa lebih baik dalam bekerja sama dengan orang lain (contoh: diajarkan bagaimana cara bekerja sama dengan orang lain) 5 Di sekolah, saya merasa tertantang untuk mengeluarkan seluruh kemampuan saya di dalam mengerjakan sesuatu (contoh: saya bersungguh-sungguh dan tidak mencontek dalam mengerjakan ujian) 6 Guru menunjukkan saya bagaimana cara belajar dari kesalahan (contoh: guru memberikan nasihat, memberikan teladan, dll)
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
4
2
3
4
9
6
62
62
62
30
27
29
0
2
3
7
7
8
62
62
62
31
29
27
7
2
11
9
13
12
69
58
54
15
27
23
2
4
1
7
9
7
60
64
62
31
23
30
0
2
1
7
11
9
62
56
59
31
31
31
0
0
5
4
2
6
58
58
51
38
40
38
61
62
62
Lanjutan Lampiran 6 No 7
Pernyataan
Guru memberitahu saya ketika saya melakukan sesuatu dengan baik (contoh: guru memberikan pujian ketika saya berani untuk mengerjakan soal di kelas) 8 Di sekolah, kami bekerja dengan cara mendengarkan orang lain sehingga kami mengerti apa yang mereka sampaikan (contoh: diajarkan untuk tidak memotong pembicaraan orang lain) 9 Guru memberikan perhatian khusus kepada saya dalam tugas sekolah (contoh: guru membantu saya ketika saya tidak memahami tugas sekolah) 10 Guru memotivasi saya untuk berani mencoba hal-hal baru (contoh: guru mendorong saya untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler) 11 Guru memberikan kesempatan kepada saya untuk menunjukkan apa yang saya ketahui melalui berbagai cara (contoh: membuat makalah, presentasi, membuat proyek, ujian, dan lainnya) Pembelajaran sosial-emosi 1 Di sekolah, kami berbicara mengenai pentingnya untuk memahami perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain (contoh: diajarkan untuk tidak menyakiti perasaan orang lain) 2 Di sekolah, kami membahas mengenai bagaimana tindakan yang kami lakukan
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % % 4 7 4 6 7 16 58 42 43 32 44 37
11
11
0
7
18
3
62
44
58
20
27
39
2
7
3
11
22
15
56
27
50
31
44
32
2
4
5
11
20
11
55
44
64
32
32
20
0
4
2
9
4
7
60
60
60
31
32
31
2
4
3
4
9
6
51
40
46
43
47
45
0
7
5
9
9
11
60
57
63
31
27
21
63
Lanjutan Lampiran 6 No
Pernyataan
4
7
7
5
18
12
71
53
55
20
22
26
0
0
3
6
16
9
51
60
59
43
24
29
7
7
5
7
18
4
64
44
48
22
31
43
6
4
0
5
2
10
49
47
55
40
47
35
2
0
1
7
13
6
59
69
62
32
18
31
0
2
5
4
9
19
73
49
54
23
40
22
63
dapat memengaruhi orang lain (contoh: diajarkan bahwa kita tidak dapat bertindak sesuka hati dan harus menghormati hak orang lain) 3 Di sekolah, kami berbicara mengenai bagaimana kami dapat mengendalikan emosi (contoh: diajarkan bagaimana cara agar tidak mudah marah dan memukul orang lain) 4 Di sekolah, kami membahas berbagai hal yang dapat membantu saya berpikir mengenai apa yang benar dan salah (contoh: kami membahas mengenai pentingnya kejujuran ketika mengerjakan ujian) 5 Di sekolah, kami mempelajari cara bagaimana menyelesaikan konflik sehingga semua pihak puas dengan hasilnya (contoh: diajarkan cara menyelesaikan perselisihan dengan baik) 6 Di sekolah, kami membahas berbagai permasalahan yang dapat membantu saya berpikir mengenai bagaimana menjadi individu yang baik (contoh: diajarkan untuk memiliki perilaku yang baik) HUBUNGAN INTERPERSONAL Rasa hormat di sekolah 1 Orang dewasa di sekolah saya dapat saling bekerja sama dengan baik 2 Orang dewasa di sekolah saya
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
64
64
Lanjutan Lampiran 6 No
Pernyataan
meperlakukan satu sama lain dengan rasa hormat 3 Orang dewasa di sekolah saya saling percaya satu sama lain 4 Orang dewasa di sekolah saya memperlakukan siswa dengan rasa hormat (contoh: tidak ada siswa yang diperlakukan kasar di sekolah) 5 Orang dewasa di sekolah saya menghormati perbedaan yang ada pada siswa (contoh: guru tidak pilih kasih pada siswa) 6 Orang dewasa di sekolah saya saling menghormati perbedaan satu sama lain Dukungan sosial 1 Saya berpikir bahwa orang tua saya merasa diterima di sekolah (contoh: orang tua saya merasa senang ketika menerima undangan dari sekolah) 2 Orang dewasa (kepala sekolah, guru, satpam, petugas kebersihan, petugas kantin) di sekolah saya bersedia untuk mendengarkan siswa-siswanya (contoh: saya dapat menceritakan masalah saya kepada guru) 3 Keluarga saya merasa nyaman berbicara dengan guru saya (contoh: orang tua saya senang bertemu dengan guru) 4 Jika saya merasa bingung mengenai suatu hal di kelas, saya merasa nyaman untuk menyatakannya (contoh: tidak takut untuk
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
2
4
5
15
9
7
71
64
64
12
23
24
0
13
1
29
20
10
53
47
63
18
20
26
6
4
6
20
18
25
62
44
50
12
34
19
2
9
3
6
9
12
69
58
68
23
24
17
2
2
2
26
18
22
67
58
63
5
22
13
15
18
16
26
29
27
56
44
51
3
9
6
4
0
3
22
24
18
69
40
64
5
36
15
2
0
2
6
16
23
65
64
56
27
20
19
65
Lanjutan Lampiran 6 No
Pernyataan
6
0
21
14
22
31
67
60
34
13
18
14
27
13
1
35
27
10
27
42
65
11
18
24
0
2
1
13
4
6
62
58
66
25
36
27
0
2
1
4
9
7
75
56
68
21
33
24
2
0
1
4
16
9
60
58
60
34
26
30
0
2
4
4
11
21
71
64
57
25
23
18
2
7
7
27
13
16
53
62
60
18
18
17
7
7
1
11
22
9
69
49
59
13
22
31
65
bertanya di kelas) Orang dewasa di sekolah saya tertarik untuk mengenal lebih dekat siswa-siswanya (contoh: orang dewasa di sekolah dekat dengan siswa) 6 Saya memiliki satu orang dewasa yang saya percayai sebagai tempat untuk menceritakan masalah Hubungan antar siswa 1 Seluruh siswa berusaha untuk memperlakukan orang lain sebagaimana mereka juga ingin diperlakukan (jika ingin diperlakukan baik maka harus berperilaku baik) 2 Kami berusaha untuk membuat siswa baru merasa nyaman di sekolah (contoh: mengajak ngobrol siswa baru) 3 Di sekolah, kami akan berusaha menghentikan siswa yang melakukan kekerasan fisik dan verbal kepada orang lain 4 Di sekolah, kami bertindak (berperilaku dan betutur kata) dengan memperhatikan perasaan orang lain 5 Di sekolah, siswa saling menghormati perbedaan satu sama lain 6 Siswa dapat bekerja sama dengan baik dengan siswa lain meskipun tidak saling mengenal (dapat bekerja sama dengan siapapun) 5
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
66
66
Lanjutan Lampiran 6 No
Pernyataan
KEAMANAN Aturan dan norma 1 Orang dewasa di sekolah secara adil memastikan bahwa seluruh anggota sekolah (siswa, guru, dan staf sekolah) menaati peraturan mengenai larangan melakukan kekerasan verbal (menghina, mengejek, mencaci, dan memaki) kepada orang lain 2 Orang dewasa di sekolah secara adil memastikan bahwa seluruh anggota sekolah menaati peraturan mengenai larangan melakukan kekerasan fisik (memukul, menendang, dan mendorong) kepada orang lain 3 Orang dewasa di sekolah akan menghentikan anggota sekolah yang melakukan kekerasan fisik kepada anggota sekolah lain (contoh: satpam akan menghentikan siswa yang memukul siswa lain) 4 Sekolah memiliki peraturan yang secara jelas melarang melakukan kekerasan fisik kepada orang lain 5 Sekolah memiliki peraturan yang secara jelas melarang melakukan kekerasan verbal kepada orang lain 6 Orang dewasa di sekolah akan menghentikan anggota sekolah yang melakukan kekerasan verbal kepada anggota sekolah lain
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
0
13
6
6
7
6
64
56
60
30
24
28
4
20
10
22
20
27
52
44
32
22
16
31
4
16
10
9
7
24
67
44
40
20
33
26
9
4
11
7
27
21
42
29
49
42
40
19
11
9
7
20
36
16
35
29
36
34
26
41
9
11
9
24
24
8
46
33
57
21
32
26
67
Lanjutan Lampiran 6 No
Pernyataan
4
7
5
7
11
9
49
51
50
40
31
36
0
0
4
4
11
14
71
76
50
25
13
32
31
20
5
16
29
22
22
36
55
31
15
18
4
4
0
11
18
7
51
49
73
34
29
20
6
4
26
15
31
22
61
47
28
18
18
24
26
16
8
49
53
36
23
18
37
2
13
19
9
6
5
36
36
17
38
36
45
17
22
33
6
4
5
20
13
11
49
41
41
25
42
43
67
Perasaan aman 1 Di sekolah, saya memiliki teman yang dapat dipercaya sebagai tempat untuk menceritakan masalah saya 2 Di sekolah, saya memiliki teman yang dapat membantu saya ketika saya memiliki kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah 3 Saya merasa aman secara fisik di seluruh area bangunan sekolah (contoh: tidak ada area di sekolah yang dijadikan siswa sebagai tempat untuk menyiksa siswa lain) 4 Saya merasa sekolah sudah menjadi bagian dari hidup saya 5 Saya merasa aman secara fisik (contoh: tidak takut dipukul dan disiksa) di halaman sekolah atau area di sekitar sekolah Ketiadaan kekerasan di sekolah 1 Saya pernah (lebih dari satu kali) melihat siswa yang menjadi korban kekerasan verbal dari siswa lain (contoh: saya pernah melihat siswa yang diejek oleh siswa lain)* 2 Di sekolah, saya pernah (lebih dari satu kali) melihat siswa yang menjadi korban kekerasan fisik dari siswa lain (contoh: saya pernah melihat siswa yang dipukul oleh siswa lain)* 3 Ada daerah di sekolah dimana saya merasa tidak aman secara fisik (contoh: toilet sekolah digunakan siswa sebagai tempat untuk menyiksa siswa lain)*
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
68
68
Lanjutan Lampiran 6 No 4
Pernyataan
Banyak siswa di sekolah saya yang memperlakukan siswa lain dengan buruk (contoh: berkata kasar dan memukul siswa lain)* 5 Di sekolah, saya pernah (lebih dari satu kali) menjadi korban kekerasan fisik dari siswa lain (contoh: saya pernah dipukul siswa lain)* STRUKTUR LINGKUNGAN Lingkungan fisik sekolah 1 Sekolah saya selalu bersih 2 Sekolah saya sangat menarik secara fisik (desainnya bagus, dekorasinya indah, tanamannya tertata rapi, dll) 3 Sekolah saya dilengkapi dengan fasilitasfasilitas canggih yang disediakan untuk siswa (contoh: ruang komputer, ruang laboratorium, perpustakaan, dll) Kerja sama eksternal sekolah 1 Sekolah berusaha untuk memberitahu keluarga saya mengenai hal-hal yang terjadi di sekolah (contoh: sekolah pernah menelpon ke rumah saya) 2 Sekolah mengajak siswa untuk mengenal lebih dekat masyarakat yang ada di sekitar sekolah (contoh: ada kerja bakti bersama masyarakat di sekitar sekolah) 3 Sekolah berusaha mengajak keluarga saya untuk menjadi bagian dari berbagai kegiatan di sekolah (contoh: sekolah
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % % 11 7 21 35 29 51 38 33 21 16 31 7
4
7
9
11
11
32
34
49
36
51
33
23
2 4
11 4
6 12
34 29
20 16
28 23
55 56
40 51
48 50
9 11
29 29
18 15
13
11
4
24
22
23
47
53
54
16
14
19
22
27
24
35
38
36
40
26
34
3
9
6
11
11
4
38
31
14
45
34
60
6
24
22
2
7
2
11
18
10
69
49
49
18
26
39
69
Lanjutan Lampiran 6 No
4
5
Pernyataan memberikan undangan kepada orang tua saya) Sekolah mengajak siswa untuk terlibat dalam berbagai kegiatan sosial (contoh: bakti sosial ke panti asuhan, mengunjungi rumah jompo, bakti sosial untuk korban bencana alam, dll) Sekolah berusaha mengajak siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan setelah sekolah (kegiatan ekstrakurikuler)
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
16
20
18
34
38
36
33
29
31
17
13
15
4
0
11
6
16
35
43
56
40
47
28
14
Keterangan: 1= sangat tidak sesuai; 2= tidak sesuai; 3= sesuai; 4= sangat sesuai
No
Pernyataan
KETELADANAN GURU Pengetahuan 1 Guru memberitahu siswanya bagaimana cara dia menyelesaikan masalah (contoh: guru memberitahu bahwa ketika dia tidak bisa memahami suatu pelajaran, dia tidak malu untuk bertanya di kelas dan terus belajar sampai dia memahami pelajaran tersebut) 2 Guru saya akan mengakui jika dia telah membuat kesalahan (contoh: maaf, ibu yang salah) Perasaan 1 Guru akan mendengarkan apa yang ingin
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
4
7
5
24
18
21
43
47
45
29
28
29
6
31
17
42
31
37
31
24
28
21
14
18
2
7
4
24
9
17
31
42
36
43
42
43
69
70
No
2
3
4
5
6
7
8
9
Pernyataan dikatakan oleh siswanya (pendengar yang baik) Guru saya memperlihatkan perilakuperilaku baik (contoh: guru tidak mudah marah dan berkata-kata kasar di kelas) Guru memahami perasaan siswanya (contoh: guru bersedia untuk mendengarkan curhat siswa) Guru saya mempertimbangkan apa yang terbaik untuk orang lain (contoh: memikirkan perasaan orang lain di dalam bertindak dan bertutur kata) Guru tidak pernah membatasi kreativitas siswanya (contoh: guru memberikan kami kesempatan untuk mengerjakan tugas dengan berbagai cara seperti membuat makalah, proyek, presentasi, dan lainnya) Guru membantu siswanya melewati masa-masa yang sulit (contoh: siswa dapat curhat pada guru ketika siswa stres menghadapi ujian) Guru saya berusaha adil kepada siswasiswanya (contoh: tidak pilih kasih terhadap siswanya) Guru saya menunjukkan pengendalian diri yang baik (contoh: guru tidak mudah marah, tidak mudah berkata-kata kasar, dan menjaga perilakunya) Guru memberikan kesempatan kepada
70
Lanjutan Lampiran 6 1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
7
9
8
36
24
31
26
44
34
31
23
27
16
13
15
44
31
38
20
38
28
20
18
19
7
11
9
33
47
39
44
31
38
16
11
14
6
11
8
29
22
26
40
49
44
25
18
22
9
4
19
25
36
47
40
44
29
26
16
5
13
27
7
53
40
21
30
27
40
4
6
32
11
2
7
26
16
30
30
51
42
33
31
21
9
7
8
15
27
20
51
51
51
25
15
21
71
Lanjutan Lampiran 6 No
10
11
Pernyataan siswa untuk berpikir sebelum meminta siswa memberikan pendapat mengenai suatu hal (contoh: guru meminta kami memilih SMA yang ingin kami masuki setelah lulus SMP, dan guru memberikan kami waktu untuk berpikir) Guru menunjukkan bahwa dia sangat peduli kepada siswa-siswanya (terlihat dari tindakannya yang penuh perhatian dan dukungan) Guru saya mampu memahami pola pikir dan cara pandang orang lain yang berbeda darinya (contoh: guru tidak marah ketika kami memiliki pendapat yang berbeda darinya)
4
4
4
29
24
27
31
49
39
36
23
30
6
11
8
18
29
23
49
38
44
27
22
25
7
2
5
11
33
21
44
49
46
38
16
28
7
22
14
44
29
37
29
45
36
20
4
13
4
7
5
9
7
8
47
46
47
40
40
40
71
Tindakan 1 Guru sangat peduli mengenai bagaimana kami berperilaku di sekolah (apakah kami menunjukkan perilaku baik atau perilaku buruk di sekolah) 2 Perilaku yang diperlihatkan guru saya sesuai dengan yang diucapkannya (misal: guru menasihati siswa untuk datang ke sekolah tepat waktu, dan guru sendiri selalu datang mengajar ke kelas tepat waktu) 3 Guru membantu saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan menunjukkan cara untuk melakukannya (contoh: memberikan nasihat, memberi
1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
72
No
4
5
Pernyataan teladan, mengajak melakukan kebaikan, dan lainnya) Tindakan dan ucapan guru saya tidak menyakiti orang lain (contoh: guru saya tidak memukul dan berkata kasar kepada siswanya) Guru sangat peduli dengan pencapaian prestasi kami di sekolah (apakah kami memiliki prestasi yang baik atau prestasi yang buruk)
72
Lanjutan Lampiran 6 1 2 3 4 Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
11
20
15
31
29
30
27
31
29
31
20
26
4
7
5
26
22
24
43
47
45
27
24
26
Keterangan: 1= tidak pernah; 2= jarang; 3= sering; 4= selalu
Lampiran 7 Sebaran anak berdasarkan pengetahuan moral No
Pernyataan
KEBIJAKSANAAN 1 Setiap orang boleh menciptakan dan menyampaikan ide baru 2 Menurut saya kita boleh bertanya jika ada hal yang tidak dimengerti 3 Setiap orang harus menghormati pendapat orang lain 4 Menurut saya untuk bisa berprestasi kita harus rajin belajar 5 Setiap masalah harus diselesaikan dengan
1
2
3
4
Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
0
2
1
2
7
4
54
64
59
44
27
36
0
2
1
0
4
2
36
45
40
64
49
57
0
2
1
4
7
5
44
56
49
52
35
45
0
2
1
0
2
1
15
24
19
85
71
79
0
0
0
0
2
1
40
58
48
60
40
51
73
Lanjutan Lampiran 7 No
Pernyataan
2
3
4
0
4
2
13
16
14
64
58
61
23
22
23
0
2
1
0
9
4
45
56
50
55
33
45
0
0
0
0
0
0
36
36
36
64
0 0
0 0
0 0
2 0
4 2
3 1
54 16
49 22
52 19
44 84
47 76
45 80
0
7
3
0
0
0
33
44
38
67
49
59
0
0
0
2
2
2
38
51
44
60
47
54
0 0
0 0
0 0
0 0
4 2
2 1
45 31
42 36
44 33
55 69
54 62
54 66
0
0
0
0
4
2
47
44
46
53
52
52
0 0
4 2
2 1
0 0
0 0
0 0
60 58
71 62
65 60
40 42
25 36
33 39
0
0
0
0
7
3
51
53
52
49
40
45
64
64
73
solusi yang benar KETEGUHAN 6 Berani mempertahankan pendapat yang berbeda adalah hal yang benar 7 Saya harus menyelesaikan tugas yang diberikan kepada saya 8 Setiap orang harus menepati janji KEMANUSIAAN 9 Kita harus membuat orang lain bahagia 10 Setiap orang harus saling tolong menolong 11 Kita tidak boleh menyakiti perasaan orang lain KEADILAN 12 Kebersihan sekolah merupakan tanggung jawab seluruh warga sekolah 13 Kita harus berbuat adil kepada siapapun 14 Seorang pemimpin harus bertanggung jawab PENGUASAAN DIRI 15 Kita harus memaafkan teman yang sudah mengakui kesalahannya 16 Kita harus menghormati hak orang lain 17 Setiap orang harus selalu berhati-hati agar tidak terlibat dalam masalah 18 Ketika membuat jadwal belajar, kita harus melaksanakannya SPIRITUALITAS
1
Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
74
No
Pernyataan
19
Setiap orang harus bersyukur tehadap apa yang mereka miliki Saya tahu bahwa kita tidak boleh berputus asa Beribadah sesuai dengan keyakinan adalah hal yang penting Manusia yang baik adalah manusia yang selalu bersyukur kepada Tuhannya
20 21 22
74
Lanjutan Lampiran 7 1
2
3
4
Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
0
2
1
0
4
2
29
38
33
71
56
64
0
0
0
0
4
2
33
51
41
67
45
57
0
2
1
0
2
1
18
20
19
82
76
79
0
0
0
0
0
0
7
16
11
93
84
89
Keterangan: 1= sangat tidak setuju; 2= tidak setuju; 3= setuju; 4= sangat setuju
Lampiran 8 Sebaran anak berdasarkan perasaan moral 1 No
Pernyataan
KEBIJAKSANAAN 1 Saya merasa senang ketika saya dapat melakukan sesuatu dengan cara saya sendiri 2 Saya senang bertanya di kelas 3 Saya merasa senang ketika orang lain memberikan saran kepada saya 4 Saya selalu senang untuk belajar meskipun tidak disuruh oleh orang tua, guru atau siapapun 5 Saya merasa senang ketika saya dapat menyelesaikan masalah dan semua
2
3
4
Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
0
0
0
0
2
1
49
56
52
51
42
47
2 0
0 0
1 0
4 11
16 7
9 9
78 56
67 60
73 58
16 33
17 33
17 33
0
2
1
6
11
8
51
49
50
43
38
41
2
4
3
4
9
6
47
60
53
47
27
38
75
Lanjutan Lampiran 8 1 No
Pernyataan
3
4
0
2
1
9
16
12
69
51
61
22
31
26
2
0
1
16
16
16
36
51
43
46
33
40
11
7
9
9
16
12
36
40
38
44
37
41
0
2
1
0
2
1
38
49
43
62
47
55
0
0
0
0
4
2
38
67
51
62
29
47
0
2
1
2
4
3
38
60
48
60
34
48
2
2
2
11
20
15
65
54
60
22
24
23
0
0
0
0
4
2
60
60
60
40
36
38
2
9
5
16
27
21
60
42
52
22
22
22
2
2
2
7
2
5
38
60
48
53
36
45
2
7
4
9
11
10
51
62
56
38
20
30
75
orang senang dengan solusi yang saya berikan KETEGUHAN 6 Saya merasa senang bila dapat mempertahankan pendapat saya 7 Saya merasa ingin menyerah ketika saya gagal dalam melakukan sesuatu* 8 Saya merasa bersalah jika saya harus berbohong KEMANUSIAAN 9 Saya merasa senang dapat membahagiakan orang lain 10 Saya ingin membuat orang lain disekitar saya merasa senang 11 Saya ingin membuat seseorang merasa nyaman berbicara dengan saya KEADILAN 12 Saya merasa bertanggung jawab untuk menjaga kebersihan sekolah 13 Saya senang apabila saya dapat berbuat adil pada orang lain 14 Saya senang apabila saya diminta menjadi pemimpin PENGUASAAN DIRI 15 Saya merasa senang apabila saya bisa memaafkan teman saya 16 Saya senang bila menjadi tempat curhat bagi teman saya
2
Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
76
76
Lanjutan Lampiran 8 1 No
Pernyataan
17
Saya menyesal bila lupa mengerjakan tugas sekolah 18 Saya senang ketika saya dapat menyisihkan sebagian uang jajan saya untuk ditabung SPIRITUALITAS 19 Saya merasa iri pada teman yang lebih pintar/kaya/cantik dari saya* 20 Saya tidak pernah merasa putus asa dalam hal apapun 21 Saya merasa tenang setelah saya berdoa 22 Saya merasa senang apabila dapat mematuhi ajaran agama
2
3
4
Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
2
9
5
11
18
14
49
47
48
38
26
33
0
7
3
6
13
9
42
53
47
52
27
41
6
2
4
22
20
21
36
40
38
36
38
37
2
0
1
11
9
10
47
60
53
40
31
36
0 2
0 0
0 1
0 0
0 0
0 0
31 27
42 11
36 20
69 71
58 89
64 79
Keterangan: 1= sangat tidak sesuai; 2= tidak sesuai; 3= sesuai; 4= sangat sesuai
Lampiran 9 Sebaran anak berdasarkan tindakan moral No
Pernyataan
KEBIJAKSANAAN 1 Saya melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda dari orang lain 2 Jika ada hal-hal baru yang menarik bagi saya, saya akan mencari tahu lebih banyak tentang hal tersebut 3 Saya mudah menerima pendapat dan
1
2
3
4
Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
13
16
14
58
58
58
24
20
22
5
6
6
6
7
6
18
31
24
49
47
48
27
15
22
4
7
5
38
38
38
33
33
33
25
22
24
77
Lanjutan Lampiran 9 No
Pernyataan
2
3
4
2
0
1
9
16
12
35
44
39
54
40
48
4
0
2
35
36
35
47
38
43
14
26
20
4
7
5
24
24
24
36
51
43
36
18
28
2 0
0 2
1 1
14 14
20 16
17 15
33 44
38 49
35 46
51 42
42 33
47 38
2 0
0 2
1 1
2 27
7 27
4 27
13 44
22 56
17 49
83 29
71 15
78 23
2
2
2
22
20
21
38
56
46
38
22
31
2
2
2
7
27
16
51
38
45
40
33
37
20
22
21
31
36
33
27
20
24
22
22
22
0 4
2 11
1 7
4 26
9 33
6 29
36 50
49 44
42 48
60 20
40 12
51 16
7
18
12
27
36
31
24
22
23
42
24
34
77
saran orang lain Jika saya tertarik pada sesuatu, saya akan mempelajarinya dengan sungguhsungguh 5 Saya memberikan solusi apabila ada masalah KETEGUHAN 6 Saya mempertahankan pendapat saya ketika saya yakin bahwa itu adalah benar 7 Saya mengerjakan tugas sampai selesai 8 Saya menepati janji KEMANUSIAAN 9 Saya memiliki sahabat 10 Saya akan membantu orang lain meskipun tidak diminta KEADILAN 11 Saya ikut kerja bakti untuk membersihkan sekolah 12 Saya memberikan kesempatan yang sama bagi teman saya saat sedang mengerjakan tugas kelompok 13 Saya pernah menjadi seorang pemimpin dalam suatu kelompok PENGUASAAN DIRI 14 Saya memaafkan kesalahan teman saya 15 Saya adalah pendengar yang baik bagi semua orang 16 Saya tidak mencontek pada saat ujian 4
1
Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
78
78
Lanjutan Lampiran 9 No
Pernyataan
17 Saya memiliki jadwal belajar SPIRITUALITAS 18 Saya mengeluh karena saya tidak memiliki apa yang teman saya miliki* 19 Saya pantang menyerah ketika sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana 20 Saya menyempatkan diri untuk beribadah 21 Saya memulai kegiatan dengan berdoa Keterangan: 1= tidak pernah; 2= jarang; 3= sering; 4= selalu
1
2
3
4
Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total Perempuan Laki-laki Total % % % % % % % % % % % %
2
4
3
14
20
17
20
29
24
64
47
56
2
4
3
15
13
14
29
38
33
55
45
50
15
7
11
25
24
25
38
44
41
22
25
23
2
2
2
9
0
5
20
36
27
69
62
66
0
2
1
11
7
9
11
24
17
78
67
73
79
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukit Tinggi pada tanggal 26 Juni 1992 dari ayah Bujang dan ibu Gusneli. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia di Institut Pertanian Bogor dan lulus Sarjana pada tahun 2014. Penulis melanjutkan S2 di Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak, Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.