PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.)
Oleh Semuel D Arruan Silomba A34401004
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
SEMUEL D ARRUAN SILOMBA. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.). (Dibawah bimbingan TATI BUDIARTI dan DWI ASMONO) Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama perendaman dan pemanasan terbaik dalam mempercepat perkecambahan benih kelapa sawit serta meningkatkan persentase daya berkecambahnya. Penelitian ini dilaksanakan di Seed Processing Unit (SPU), PT Bina Sawit Makmur (Selapan Jaya Group), Palembang. Penelitian ber langsung mulai bulan Maret 2005 sampai dengan Agustus 2005. Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan benih, perendaman-1, pengeringan-1, pemanasan, perendaman-2, pengeringan-2, inkubasi (pengecambahan benih) dan seleksi kecambah. Penelitian ini disusun de ngan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan uji lanjut menggunakan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test). Perlakuan terdiri dari dua faktor dan tiga ulangan (100 benih per ulangan). Faktor pertama adalah lama perendaman dan faktor kedua adalah lama pemanasan. Faktor lama perendaman terdiri dari tiga belas taraf percobaan, yaitu 2-3, 2-5, 2-7, 3-3, 3-5, 3-7, 4-3, 4-5, 4-7, 5-3, 5-5, 5-7 dan 7-3 (lama perendaman 2-3 berarti dua hari perendaman-1 dan tiga hari perendaman-2). Faktor lama pemanasan terdiri dari tiga taraf, yaitu 40, 50 dan 60 hari. Jumlah keseluruhan satuan percobaan adalah 117. Lama perendaman yang diuji dalam penelitian ini hanya berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur Kecepatan Tumbuh (KCT) benih kelapa sawit dan tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur Daya Berkecambah (DB), Potensi Tumbuh Maksimum (PTM), Embrio Normal (EN) dan Intensitas Dormansi (ID). Lama perendaman 5-7 dengan kadar air setelah perendaman-1 dan perendaman-2 adalah 19.72% dan 21.54% menghasilkan KCT tertinggi yaitu 5.422% per etmal. Lama Pemanasan yang dilakukan dalam penelitian ini berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur DB, PTM, ID dan EN tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur K CT . Lama pemanasan 40 hari menghasilkan DB tertinggi yaitu 82.03% dibanding dengan lama pemanasan lainnya yaitu 50 hari (80.11%) dan 60 hari (74.70%). Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan yang dilakukan tidak nyata dalam mempengaruhi tolok ukur DB dan KCT tetapi sangat nyata mempengaruhi PTM, ID dan EN. Tiga perlakuan yang terbaik diperoleh dari lama perendaman 3-7 dengan pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 87.33% dan KCT 5.176% per etmal, lama perendaman 5-7 dengan lama pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 85.33% dan KCT 5.738% per etmal serta lama perendaman 7-3 dengan lama pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 85.33% dan KCT 3.608% per etmal.
PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Semuel D Arruan Silomba A34401004
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul
: PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.)
Nama
: Semuel D Arruan Silomba
NRP
: A34401004
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Tati Budiarti, MS. NIP : 131 414 833
Dr. Ir. Dwi Asmono, MS.
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP : 130 422 698
Tanggal Lulus : 1 Februari 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 12 Maret 1983 di Mamasa, Propinsi Sulawesi Barat. Penulis adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari keluarga Bapak Daniel Arruan Silomba dan Ibu Anace Bualayuk. Tahun 1995 Penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) Rantebuda, kemudian pada tahun 1998 Penulis menyelesaikan studi di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 Mamasa. Tahun 2001 Penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Mamasa. Penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2001 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis menempuh pendidikan strata -1 (S1) di IPB pada Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif dalam beberapa kegiatan ekstrakurikuler kampus seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) IPB dan UKM Merpati Putih IPB. Selain itu, Penulis juga aktif sebagai anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Penulis menjadi asisten mata kuliah aga ma Kristen di IPB pada tahun 2002 dan menjabat sebagai Badan Pengurus Cabang (BPC) GMKI Cabang Bogor masa bakti 2002-2005.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha kuasa atas berkat dan hikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian (SP) pada Fakulatas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS dan Dr. Ir. Dwi Asmono, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing penulis selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Endang Murniati, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang banyak membimbing penulis selama kuliah di IPB. 3. Dr. Ir. Eny Widajati, MS sebagai dosen penguji skripsi penulis. 4. Ayahanda Daniel Arruan Silomba dan Ibunda Anace Bualayuk serta semua keluarga penulis yang telah banyak membantu selama menempuh perkuliahan di IPB. 5. Direktur Utama Selapan Jaya Group (SJG), Direktur PT. Bina Sawit Makmur (BSM) serta Direktur Riset Selapan Jaya Group (SJG) yang telah memberikan ijin dan bantuan untuk penelitian. 6. Semua staf dan karyawan PT. Selapan Jaya yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian di PT. Selapan Jaya. 7. Mbak Yusi, Mbak Murni, Mas Shomad, Pak Barjo, Pak Putu serta semua karyawan di Seed Processing Unit (SPU), Bina Sawit Makmur, Palembang yang telah banyak membantu penulis selama melaksankan penelitian. 8. Conrado, Jimmy, Jonex, Yopy, Martin, Jule, Anry, Ronal, Simon, Ganda, Wisnu dan Johan atas dukungan, doa dan kebersamaan yang indah selama perkuliahan dan penulisan skripsi penulis. 9. Amir, Usman, Ica’, Leo, Mamat, Ario, Nandang, Wawan, Med, Gina, Ayu, Andin dan semua mahasiswa Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih angkatan 38 sebagai teman sekelas dan seperjuangan atas dukungan, bantuan serta kebersamaan yang indah selama kuliah.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis selama kuliah di IPB Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan. Bogor, Februari 2006 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang. ....................................................................................... 1 Tujuan Percobaan.................................................................................... 3 Hipotesis .................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit ................................................................................ 4 Dormansi Benih....................................................................................... 6 Perkecambahan Benih Kelapa Sawit....................................................... 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ................................................................................. Bahan dan Alat........................................................................................ Metode Penelitian.................................................................................... Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... Pengamatan .............................................................................................
10 10 10 11 17
HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Berkecambah (DB) ........................................................................ Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) ....................................................... Kecepatan Tumbuh (K CT ) ....................................................................... Intensitas Dormansi (ID) ......................................................................... Embrio Normal(EN)................................................................................
20 24 24 26 27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.............................................................................................. 30 Saran ....................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31 LAMPIRAN .................................................................................................... 34
DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Rekapitulasi sidik ragam perlakuan lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas benih kelapa sawit ..................................... 20 2. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas potensial benih kelapa sawit dengan tolok ukur persentase Daya Berkecambah (%DB) ................................................................................. 21 3. Pengaruh lama pemanasan terhadap kadar air benih kelapa sawit setelah keluar dari pemanas........................................................................ 22 4. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas total benih kelapa sawit dengan tolok ukur Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)...................................................................................... 24 5. Pengaruh lama pe rendaman dan pemanasan terhadap vigor kekuatan tumbuh benih kelapa sawit dengan tolok ukur kecepatan tumbuh (% Per Etmal) ............................................................. 25 6. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas dormansi benih kelapa sawit dengan tolok ukur Intensitas Dormansi (ID) .............................................................................................26 7. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas total benih kelapa sawit dengan tolok ukur persentase embrio normal pada akhir pengamatan (42 HSI) ................................................... 27
Lampiran 1. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap daya berkecambah benih kelapa kawit ........................................ 35 2. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap PTM benih kelapa sawit .............................................................. 35 3. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap KCT benih kelapa sawit ................................................................ 35
4. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap intensitas dormansi benih kelapa sawit ....................................... 35 5. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap embrio normal benih kelapa sawit............................................... 36 6. Pengaruh perendaman terhadap kadar air benih kelapa sawit .................... 36
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
1. Perendaman benih ...................................................................................... 13 2. Benih yang berada di ruang pemanas ......................................................... 14 3. Inkubasi benih kelapa sawit ....................................................................... 15 4. Kecambah normal (A) dan kecambah abnormal (B) kelapa sawit ............ 16
Lampiran 1. Potongan melintang buah kelapa sawit jenis Dura ..................................... 37 2. Potongan melintang buah kelapa sawit jenis Pisifera ................................ 37 3. Buah kelapa sawit jenis Tenera (varietas Sriwijaya-1) .............................. 38 4. Depericarper .............................................................................................. 38 5. Heater pada ruang pemanas dan inkubasi.................................................. 39 6. Alur pelaksaan penelitian........................................................................... 40 7. Alur pr oduksi benih di PT. Bina Sawit Makmur (BSM), Selapan Jaya Group (SJG) ............................................................................................... 41
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman perkebunan yang memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan dan pertanian nasional. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi penting dan berpeluang besar untuk menghasilkan devisa yang besar bagi negara melalui kegiatan ekspor. Kelapa sawit merupakan bahan baku pembuatan minyak goreng, kosmetik, margarin, bahan bakar dan lain-lain. Peluang pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat besar. Faktor lingkungan di Indonesia yang sesuai dengan pertanaman kelapa sawit merupakan salah satu penentu perkembangan perkebunan kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat dari luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebelum tahun 1983 kurang dari satu juta hektar, tetapi sampai tahun 2004 telah mencapai 4.2 juta
hektar dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) per tahun 10,6 juta ton
(Anonim, 2004). Perkembangan rata -rata luas areal kelapa sawit di Indonesia per tahun setelah 2001 mencapai 3.58% (Ditjenbun, 2002). Sebagian besar areal perkebunan kelapa sawit saat ini berada di Sumatera dan sebagian lagi tersebar di pulau Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Irian. Permintaan benih (kecambah) kelapa sawit per tahun sekitar 100-120 juta kecambah, tetapi produsen benih yang ada seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfindo dan PT. London Sumatera hanya mampu menyediakan 6070 juta benih (kecambah) per tahun (Anonim, 2004). Produsen benih kalapa sawit yang ada di Indonesia sampai 2005 ada enam, yaitu PPKS, Lonsum, Socfindo, Sinar Mas, Asian Agri dan Selapan Jaya. Kapasitas produksi benih kelapa sawit dari keenam produsen benih tersebut adalah 124 juta benih per tahun dengan rincian, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) 35 juta, Socfindo 25 juta, Lonsum 15 juta, Sinar Mas 12 juta, Asian Agri 12 juta dan Selapan Jaya 25 juta benih per tahun (Anonim, 2005). Kekurangan Benih kelapa sawit bersertifikat di Indonesia menyebabkan adanya penjualan benih palsu yang menyebabkan menurunnya produktivitas kelapa sawit Indonesia sampai 50% dibanding dengan penggunaan benih unggul bersertifikat (Anonim, 2005). Kekurangan benih tersebut ditutupi
dengan impor benih dari Malaysia, Papua Nugini dan Costa Rica. Sejak tahun 2004 kekurangan benih sawit dalam negeri dapat dikurangi dengan munculnya produsen benih kelapa sawit yang baru. Produsen tersebut adalah Asian Agri, Sinar Mas dan Selapan Jaya Group (SJG). Upaya dalam peningkatan produksi dan produktivitas kelapa sawit perlu didukung oleh potensi-potensi yang dimiliki oleh perkebunan kelapa sawit. Potensi-piotensi ini antara lain, ketersediaan areal, teknologi budidaya yang baik dan penggunaan benih bermutu dan bibit yang unggul. Selapan Jaya Group adalah salah satu produsen benih kelapa sawit di Indonesia yang baru mulai menjual benih pada tahun 2004. Selapan Jaya Group (SJG) ini memiliki 500 hektar kebun benih dengan 225 Genotipe Dura dan 50 Genotipe Pisifera. Origin Pisifera yang ada di Selapan Jaya Group (SJG) antara lain Nigeria, Ekona, Ghana, Dami komposit, Yangambi, La Me dan Avros. Pohon Dura yang tersedia saat ini di SJG ada 25 717 pohon, sedang yang digunakan sebagai sumber benih ada 2 000 pohon terbaik.
Selain pohon induk yang tersedia cukup banyak, SJG juga
mempunyai pohon Pisifera yang cukup banyak sebagai sumber polen.
Jumlah
pohon Pisifera yang ada di SJG ada 4 282 pohon, sedangkan yang digunakan sebagai sumber polen hanya 385 pohon terbaik (hasil seleksi). Dari potensi dan kekayaan plasma nutfah SJG, maka produksi benihnya masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Produksi benih (kecambah) PT. Bina Sawit Makmur (BSM), Selapan Jaya Group, pada tahun 2004 mencapai 1 013 650 kecambah (penjualan mulai September 2004) dan tahun 2005 mencapai 9 679 746 kecambah. Salah satu faktor yang berperan dalam peningkatan produktivitas adalah penggunaan benih bermutu dari varietas yang unggul. Mutu benih ini mencakup mutu fisik, mutu fisiologis, mutu genetik dan mutu patologis. Pengadaan benih kelapa sawit tidak semudah tanaman lain. Selama ini, perbanyakan kelapa sawit masih banyak dilakukan secara generatif yaitu dengan benih.
Namun sejalan
dengan perkembangan teknologi, perbanyakan kelapa sawit sudah dapat dilakukan melalui metode kultur jaringan. Walaupun demikian, metode ini masih jarang dilakukan karena tingkat keberhasilan masih rendah serta biaya yang lebih mahal. Masalah yang banyak dihadapi pada perbanyakan tanaman kelapa sawit adalah lamanya waktu benih untuk berkecambah dan Daya Berkecambah (DB) yang
masih rendah yaitu sekitar 76% di SJG. Salah satu penyebab dari dormansi benih sawit adalah kulit benih yang keras sehingga menghambat proses absorbsi air dan oksigen yang sangat dibutuhkan benih untuk berkecambah. Menurut Delouche (1985), dormansi fisik dapat diatasi dengan stratifikasi yaitu perlakuan panas dalam jangka waktu pendek sebelum perlakuan dingin. Metode yang sudah lama diterapkan untuk pematahan dormansi benih kelapa sawit adalah sistem pemanasan kering (dry heat treatment) selama 60 hari pada suhu 39-40oC (Chairani, 1992). Metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama, oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi atau perbaikan dari metode ini yang diharapkan dapat mempercepat perkecambahan benih kelapa sawit dan meningkatkan presentase daya berkecambahnya.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama waktu perendaman dan pemanasan terbaik dalam mempercepat perkecambahan benih kelapa sawit serta meningkatkan persentase daya berkecambahnya.
Hipotesis 1. Terdapat lama perendaman tahap-1 dan tahap-2 yang optimal untuk mempercepat perkecambahan dan meningkatkan daya berkecambah benih kelapa sawit. 2. Terdapat lama pemanasan benih kelapa sawit pada suhu 39-40ºC yang optimal untuk mempercepat perkecambaha n dan meningkatkan daya berkecambahnya 3. Terdapat interaksi perlakuan yang dapat mempercepat perkecambahan benih kelapa sawit serta meningkatkan daya berkecambahnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk tumbuhan kelas Angiospermae, ordo Palmales, famili Arecaceae dan genus Elaeis. Tanaman ini berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang mengatakan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brasil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brasil dibanding dengan Afrika (Fauzi et al., 2004). Pada kenyataannya, tanaman kelapa sawit justru hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Papua Nugini, bahkan mam pu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi. Kelapa sawit dapat tumbuh baik di daerah tropika basah antara 12oLU12oLS pada suhu optimum sekitar 24-28oC dengan curah hujan rata-rata 20002500 mm/tahun (Fauzi et al., 2002). Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, kelapa sawit dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu Dura, Pisifera, Tenera, Macro carya, dan Diwikka -wakka tetapi yang banyak dibudidayakan adalah jenis Dura, Pisifera dan Tenera (Gambar Lampiran 1-3).
Perbedaan ketebalan daging buah ini
menyebabkan perbedaan jumlah rendemen minyak sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak yang paling tinggi terdapat pada Tenera yaitu mencapai 2224%, sedangkan pada varietas Dura hanya 16-18% (Fauzi et al., 2004). Ketebalan tempurung juga diperkirakan salah satu penyebab dari lamanya benih kelapa sawit berkecambah. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumya tidak bercabang. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 45-60 cm.
Tanaman yang masih muda,
batangnya tidak terlihat karena terlindung oleh pelepah daun, tinggi batang bertambah 35-75 cm/tahun, tapi jika kondisi lingkungan yang sesuai maka pertambahan tinggi batang dapat mencapai 100 cm per tahun dan tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan adalah 15-18 meter.
Akar tanaman
kelapa sawit berbentuk serabut, tidak berbuku, ujungnya runcing dan berwarna putih atau kekuningan. Perakaran kelapa sawit sangat kuat karena tumbuh ke
bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier dan kuarter. Sistem perakaran paling banyak ditemukan pada kedalaman 0 sampai 20 cm, yaitu pada lapisan olah tanah (top soil). Daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap dan bertulang sejajar serta membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai 7.5-9 meter. Jumlah anak daun pada setiap pelepah berkisar antara 250 sampai 400 helai. Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monocious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu tandan.
Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga
betina. Setiap rangkaian bunga muncul dari pangkal pelepah daun. Rangkaian bunga jantan dihasilkan dengan siklus yang bergantian dengan rangkaian bunga betina, sehingga pembungaan secara bersamaan sangat jarang terjadi.
Pada
umumnya, di alam hanya terjadi penyerbukan silang, sedangkan penyerbukan sendiri secara buatan dapat dilakukan dengan menggunakan serbuk sari yang diambil dari bunga jantan dan ditaburkan pada bunga betina.
Waktu yang
dibutuhkan mulai dari penyerbukan hingga buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan. Buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama adalah perikarpium yang terdiri dari eksokarpium (kulit buah) dan mesokarpium (daging buah berserabut), sedangkan bagian yang kedua adalah biji, terdiri dari endokarpium (tempurung), endosperm (karnel) dan embrio.
Menurut Yahya
(1990), buah sawit yang masih mentah berwarna ungu atau hijau karena mengandung antosianin, sedangkan mesokarp buah yang masak mengandung 4550% minyak (edible) yang berwarna merah-jingga karena mengandung karoten. Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan per tahun. Untuk tanaman yang semakin tua produktivitasnya akan menurun menjadi 12-14 tandan/tahun.
Pada tahun pertama berat tandan buah sawit berkisar 3-6
Kg/tandan, tetapi semakin tua berat tandan semakin bertambah yaitu 25-35 Kg/tandan. Banyaknya buah yang terdapat pada satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan, dan teknik budidaya. Jumlah buah per tandan pada tanaman yang cukup tua mencapai 1 600 buah, panjang buah antara 2-5 cm dan berat sekitar 20-30 g/buah (Fauzi et al., 2004). Benih kelapa sawit akan
kehilangan viabilitasnya jika mendapat perlakuan suhu 50C dan akan mati apabila kadar air dibawah 12.5% (Chin dan Robert, 1980). Berdasarkan penelitian Ellis et a l. dalam Bonner (1995) benih kelapa sawit termasuk benih intermediet (antara sifat rekalsitran dan ortodoks) artinya benih dapat dikeringkan sampai kadar air cukup rendah sehingga mempunyai kualitas seperti ortodoks, tetapi sensitif terhadap suhu rendah.
Dormansi Benih Menurut Sadjad (1993), dormansi benih adalah keadaan dimana benih mengalami istirahat total sehingga meskipun dalam keadaan media tumbuh benih optimum, benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena hidup. Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi sua tu perkecambahan (Sutopo, 2002). Dormansi benih dapat berlangsung beberapa hari, beberapa minggu hingga beberapa bulan tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansi yaitu dormansi primer atau sekunder.
Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering
terjadi, terdiri dari dua sifat: (1) dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting perkecambahan tidak tersedia bagi benih dan menyebabkan kegagalan dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut berhubungan dengan sifat fisik dari kulit benih serta faktor lingkungan selama perkecambahan; (2) dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena sifat-sifat tertentu yang melekat pada benih, seperti adanya kandungan inhibitor yang berlebih pada benih, embrio benih yang rudimenter dan sensitivitas terhadap suhu dan cahaya. Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi karena dihilangkannya satu atau lebih faktor penting perkecambahan. Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan hal yang sangat penting diketahui untuk dapat menentukan cara pematahan dormansi yang tepat, sehingga benih dapat berkecambah dengan cepat dan seragam. Pada dormansi eksogenous, umumnya perlakuan pematahan diberikan secara fisik, seperti skarifikasi mekanik dan
kimiawi.
Skarifikasi
mekanik
meliputi
pengamplasan,
pe ngikiran,
pemotongan dan penusukan pada bagian tertentu pada benih. Skarifikasi kimiawi
biasanya dilakukan dengan menggunakan air panas dan bahan-bahan kimia seperti asam kuat (H 2SO4 dan HCl), alkohol dan H2O 2 yang bertujuan untuk merusak atau melunakkan kulit benih. Penggunaan hormon seperti GA 3, etilen, sitokinin dan KNO3 merupakan perlakuan pematahan dormansi pada kasus dormansi endogenous. Benih kelapa sawit mempunyai endokarp yang sangat keras sehingga diperlukan perlakuan kusus untuk mempercepat perkecambahannya. Endokarp yang keras dapat menyebabkan dormansi karena impermiabel terhadap air dan gas serta dapat menghambat embrio secara mekanik. Benih kelapa sawit mengalami dormansi fisik , oleh karena itu perlu adanya perlakuan yang kusus pada endokarpnya untuk dapat mempercepat perkecambahannya.
Delouche (1985)
menyatakan bahwa dormansi karena benih keras dapat dipecahkan dengan stratifikasi, pengaturan cahaya, skarifikasi, perlakuan panas dalam jangka waktu pendek dan perlakuan suhu dingin. Perlakuan perendaman dalam air mengalir berfungsi untuk mencuci zat-zat yang
menghambat
perkecambahan
dan
dapat
melunakkan
Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih cepat.
kulit
benih.
Perendaman adalah
prosedur yang sangat lambat untuk mengatasi dormans i fisik, selain itu ada resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam air sampai seluruh benih menjadi permeabel (Schmidt, 2000). Oleh karena itu, perlu diperoleh waktu perendaman yang tidak merusak benih dan dapat membantu pematahan dormansi jika dikombinasikan dengan perlakuan lain. Perlakuan perendaman sering dilakukan untuk meningkatkan perkecambahan benih jati (Tectona grandis). Setiadi dan Munawir (1997) melaporkan bahwa perendaman dalam air selama 3 hari dapat mematahkan dormansi pada benih jati. Selain itu, perendaman dan pengeringan masing-masing selama 12 jam secara bergantian selama satu minggu merupakan perlakuan
yang
biasa
digunakan
Perum
Perhutani
untuk
mempercepat
perkecambahan benih jati. Soeherlin (1996) melaporkan bahwa perkecambahan normal tercepat pada benih mindi tercapai setelah mendapat perlakuan perendaman benih dalam 12 N H2SO 4 selama 10 menit. Menurut Kurniaty (1987), benih kayu afrika (Maesopsis eminii Eng.) yang mengalami perendaman H2S04 dengan konsentrasi 20 N dan
lama perendaman 20 menit dapat meningkatkan daya berkecambah hingga 91.6% dibanding dengan kontrol (tanpa perlakuan) yang daya bekecambahnya sebesar 57.7%. Menurut Haryani (2005), perlakuan pematahan dormansi benih sawit yang efektif adalah perlakuan pemanasan pada suhu 39-40oC selama 60 hari. Perendaman dalam H 2O 2 1% selama 72 jam dilanjutkan dengan perlakuan pemanasan selama 30 hari menghasilkan daya berkecambah yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemanasan suhu tinggi selama 60 hari yaitu 52.67% dan 55.50% (Haryani, 2005).
Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Perkecambahan benih kelapa sawit merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Copeland (1976) menyatakan bahwa pada proses perkecambahan terjadi proses imbibisi, aktivasi enzim, inisiasi pertumbuhan embrio, retaknya kulit benih dan munculnya kecambah. Menurut Sadjad (1975), faktor genetik dan lingkungan menentukan proses metabolisme perkecambahan.
Faktor genetik yang berpengaruh adalah
komposisi kimia, kadar air, enzim dalam benih dan susunan fisik atau kimia dari kulit benih. Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan adalah air, gas, suhu, dan cahaya. Benih kelapa sawit sangat sulit untuk berkecambah dan tidak dapat tumbuh serempak, hal ini disebabkan oleh karena benih mempunyai sifat dormansi akibat endokarpnya yang tebal dan keras, bukan disebabkan oleh embrionya yang dorman (Hartley, 1977). Selain itu menurut penelitian Nurmailah (1999), pada tempurung benih kelapa sawit mengandung kadar lignin yang cukup tinggi yaitu 65.70%. Adanya inhibitor tersebut dapat menjadi salah satu penyebab lamanya benih kelapa sawit berkecambah. Kelapa sawit memiliki tipe perkecambahan hypogeal (Chin dan Robert, 1980), yaitu kotiledon tetap berada di permukaan tanah setelah benih berkecambah. Menurut Adiguno (1998), kriteria kecambah normal adalah kecambah yang tumbuh sempurna dan secara jelas dapat dibedakan antara radikula dan plumula, tidak patah, tumbuh lurus, panjang plumula dan radik ula kurang lebih 1-1.5 cm, sedangkan kecambah abnormal mempunyai ciri-ciri tumbuh bengkok, plumula
dan radikula tumbuh searah, kecambah kerdil, hanya memiliki radikula atau plumula saja dan terserang penyakit. Kriteria kecambah normal yang diterapkan di PT. Bina Sawit Makmur (BSM), Selapan Jaya Group, adalah kecambah yang sehat, tidak patah, tidak kerdil, kecambah lurus atau sedikit bengkok, radikula dan plumula tumbuh tidak searah, radikula dan plumula dapat dibedakan dengan jelas sedangkan kecambah yang abnormal adalah kecambah yang tidak sehat, kerdil, membentuk huruf U, radikula dan plumula membentuk sudut lebih kecil dari 90 derajad dan kecambah yang patah. Pengecambahan benih kelapa sawit terjadi setelah terlebih dahulu diberi perlakuan pemanasan di ruang pemanas selama 60 hari pada suhu 39-40oC dengan kadar air tidak kurang dari 18%, kemudian dikecambahkan dalam germinator yang bersuhu 27oC dengan kadar air benih dinaikkan menjadi 22-24% (Adig uno, 1998). Daya berkecambah benih kelapa sawit dapat dihitung pada pengamatan hari ke-20 dan ke -40 setelah tanam (Chin dalam Chin dan Robert, 1980). Proses pengecambahan benih kelapa sawit memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 6 bulan.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2005 sampai dengan Agustus 2005. Lokasi penelitian dilakukan di PT. Bina Sawit Makmur (BSM), Selapan Jaya Group (SJG), Palembang.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah benih sawit jenis Dura, kantong plastik transparan dengan ukuran 20 cm x 34 cm x 0.15 mm dan ukuran 40 cm x 60 cm x 0.15 mm, fungisida (Dithane M-45), detergen, dan bayclin (mengandung 5.25% NaClO). Alat yang dibutuhkan adalah rak pengering, heater, oven, desikator, sprayer, ruang perkecambahan, ruang pemanas, catter, pemecah benih, depericarper, kipas angin, bak perendaman, kapak dan timbangan.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor I adalah lama perendaman (A), yang terdiri dari 13 taraf, yaitu: (1) 2 hari perendaman-1 dan 3 hari perendaman-2 (A1) (2) 2 hari perendaman-1 dan 5 hari perendaman-2 (A2) (3) 2 hari perendaman-1 dan 7 hari perendaman-2 (A3) (4) 3 hari perendaman-1 dan 3 hari perendaman-2 (A4) (5) 3 hari perendaman-1 dan 5 hari perendaman-2 (A5) (6) 3 hari perendaman-1 dan 7 hari perendaman-2 (A6) (7) 4 hari perendaman-1 dan 3 hari perendaman-2 (A7) (8) 4 hari perendaman-1 dan 5 hari perendaman-2 (A8) (9) 4 hari perendaman-1 dan 7 hari perendaman-2 (A9) (10) 5 hari perendaman-1 dan 3 hari perendaman-2 (A10) (11) 5 hari perendaman-1 dan 5 hari perendaman-2 (A11) (12) 5 hari perendaman-1 dan 7 hari perendaman-2 (A12) (13) 7 hari perendaman-1 dan 3 hari perendaman-2 (A13) Faktor II adalah lama pemanasan (B), yang terdiri dari 3 taraf, yaitu: 40
hari (B1), 50 hari (B2) dan 60 hari (B3). Percobaan ini menggunakan 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 100 butir benih, sehingga banyaknya satuan percobaan adalah 117. Model yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = Σ + Ai + Bj + ABij + Σijk Keterangan : i
= 1, 2, 3,...13
J
=
1, 2, 3
k
= Ulangan (1, 2, 3)
Yijk
= Respon pengamatan perlakuan ke-i dan ke-j, ulangan ke-k
Σ
= Nilai rata-rata respon benih
Ai
= Pengaruh perlakuan perendaman (A) ke-i
Bj
= Pengaruh perlakuan pemanasan (B) ke -j
ABij
=
Pengaruh interaksi dari taraf perendaman (K) ke -i dan taraf pemanasan (B) ke-j.
Σijk
= Pengaruh interaksi taraf ke -i faktor A, taraf ke -j faktor B dan perlakuan ke -k.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan dan adanya interaksi antar perlakuan, diuji dengan analisis ragam. Untuk pengujian lebih lanjut, menggunakan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).
Pelaksanaan Penelitian Pelaksaa n dilakukan dengan tahap-tahap (Gambar Lampiran 6) : A. Persiapan Benih 1. Pemanenan Pemanenan benih dilakukan dari pohon jenis Dura yang ditanam pada tahun 1997 dan 1998.
Benih yang dipanen adalah benih yang sudah masak
fisiologis yaitu umur 5-6 bulan setelah penyerbukan, karena pada saat itulah benih memiliki tingkat viabilitas yang paling tinggi.
Pemanenen dilakukan
selama sehari. 2. Chopping dan Detaching Pemisahan tandan dengan spikelet (Chopping ) dilakukan sehari setelah panen. Chopping ini dilakukan dengan menggunakan kapak. Benih yang sudah di-
chopping, diletakkan dalam karung atau keranjang selama 4 hari (proses fermentasi atau pemeraman). Penyiraman pada benih hasil chopping hanya dilakukan sekali yaitu pada awal fermentasi. Detaching (pembrondolan) yaitu pemisahan buah dari spikelet. Detaching ini dilakukan secara manual setelah 4 hari pemeraman. 3. Depericarping Depericarping adalah preses pemisahan benih dari buah dengan menggunakan alat depericarper (Gambar Lampiran 4). Mesin ini akan bekerja selama 5-8 menit per proses, tergantung keadaan buah yang di-depericarping. Buah yang baik fermentasinya akan semakin cepat di-depericarping. Satu proses depericarping memiliki kapasitas satu tandan. 4. Perlakuan Benih Perlakuan benih ini dilakukan setelah benih keluar dari depericarper dan setelah pembersihan sisa-sisa serabut yang menempel pada endokarp dengan menggunakan cutter. Proses ini mencakup pencucian benih dengan detergen cair selama 2 menit dengan konsentrasi 10 ml/1 liter air. Pencucian dengan detergen ini untuk membersihkan sisa-sisa mesokarp yang menempel pada benih. Setelah itu, benih dicuci dengan larutan bayclin dengan konsentrasi 15 ml/1 liter air. Proses akhir dari perlakuan benih ini adalah perendaman dengan larutan fungisida (Dithane M-45) dengan konsentrasi 2.5 g/1 liter air selama 3 menit. Pada akhir proses perlakuan benih, dilakukan seleksi benih. Benih-benih yang pecah, putih, terapung, kecil dan terlalu besar diafkir. 5. Pengeringan Benih Benih yang telah direndam dalam larutan fungisida, dikeringanginkan selama 2 hari dengan menggunakan keranjang pengeringan. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan kipas angin. 6. Seleksi dan Pengepakan Setelah benih dikeringanginkan selama 2 hari, dilakukan seleksi benih. Seleksi ini mencakup memilih benih yang sehat, utuh dan memiliki ukuran yang sedang (2-5 gram). Benih yang terlalu kecil atau terlalu besar serta benih putih
diafkir. Menurut Lubis (1992), biji putih memiliki cangkang yang putih, lembut, porous, tipis, mudah mengisap air tetapi juga mudah kering dan dimasuki mikroorganisme sehingga biji putih ini tidak baik dijadikan sebagai benih. Setelah seleksi benih dilakukan, benih dikemas dengan menggunakan plastik yang berlubang.
Jumlah lubang pada masing-masing plastik adalah 50-55 lubang,
dengan diameter lubang 3 mm. B. Perendaman -1 Benih yang telah dikeringanginkan selama dua hari dikirim ke Seed Processing Unit (SPU) untuk proses lebih lanjut. Pengiriman ini dilakukan dalam satu hari. Penyimpanan benih setelah sampai di SPU dilakukan pada ruang penyimpanan dengan suhu 18oC. Perendaman dalam bak perendaman dilakukan sehari setelah sampai di SPU dan air perendaman diganti setiap hari.
Gambar 1. Perendaman benih Perendaman-1 ini dilakukan selama 2, 3, 4, 5 dan 7 hari, tergantung pada perlakuan. Kantong plastik yang berlubang kecil-kecil digunakan untuk membungkus benih selama perendaman agar sirkulasi air tetap baik. Tujuan perendaman-1 ini untuk meningkatkan kadar air benih hingga 18-20% serta diharapkan benih yang mengalami kondisi basah kering dapat merusak operculum benih sawit sehingga embrio dapat segera tumbuh melalui germ porm dan mendorong fibre plug keluar.
C. Pengeringan-1 Benih yang telah direndam pada perendaman-1 diambil kemudian direndam dalam larutan fungisida (Dithane M-45) dengan konsentrasi 2 g/l selama 3 menit. Setelah itu, benih dikeringkan dengan menggunakan rak pengering selama kurang lebih 6 jam. Pengeringan ini hanya untuk mengeringkan bagian luar benih, sehingga serangan dari cendawan dapat diminimalkan sedangkan kadar air setelah pengeringan tidak mengalami penurunan.
Pengeringan ini
dilakukan dengan menggunakan kipas angin yang dipasang sekitar rak pengering. D. Pemanasan Benih Benih yang telah kering dimasukkan ke dalam kantong plastik ganda berukuran 60 cm x 40 cm dengan ketebalan 0.15 mm. Satu kantong plastik berisi satu satuan percobaan yang terdiri dari 200 butir benih.
Gambar 2. Benih yang berada di ruang pemanas
Kantong plastik yang berisi benih digembungkan untuk pengisian oksigen ke dalamnya, kemudian diikat dengan karet gelang. Lama pemanasan benih ini adalah 40, 50 dan 60 hari. Temperatur yang digunakan adalah 39-40oC dengan menggunakan heater (Gambar Lampiran 5) yang terkontrol. Alat ini dipasang dalam ruang pemanas. Beberapa kipas angin dipasang terus menerus untuk menyebarkan panas ke seluruh ruang secara merata. Fungsi pemanasan ini diharapkan dapat mematahkan dormansi benih sawit. Setiap minggu kantong plastik dibuka untuk aerasi. Penganginan ini dilakukan selama 10-15 menit.
E. Perendaman -2 Lapisan pertama kantong plastik benih dibuka kemudian lapisan kedua dilubangi secara merata. Setelah itu, benih direndam di dalam air selama 3, 5 dan 7 hari. Air perendaman diganti setiap hari untuk menjaga ketersediaan oksigen bagi benih. Kadar air setelah perendaman diharapkan sekitar 20-22%. F. Pengeringan -2 Benih dicuci dengan air bersih sebelum dicuci dengan larutan bayclin dengan konsentrasi 1.25%, kemudian benih direndam dalam larutan fungisida Ditha ne M-45 dengan konsentrasi 2 g/l selama 3 menit. Setelah itu, benih dikeringanginkan pada rak-rak pengeringan yang dibantu dengan kipas angin. Setelah 2-3 jam, benih dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu diikat dengan karet gelang. Benih-benih ini sia p untuk dikecambahkan pada ruang inkubasi (ruang pengecambahan). G. Inkubasi Benih Kantong plastik yang berisi benih sawit dimasukkan ke dalam ruang pengecambahan. Ruang ini diterangi dengan lampu neon 35 watt serta suhunya dipertahankan sekitar 33 oC. Optimalisasi dilakukan setelah tiga Hari Setelah Inkubasi (HSI) dan benih yang terserang cendawan diafkir.
Gambar 3. Inkubasi benih kelapa sawit
Seleksi pertama dilakukan setelah 14 hari inkubasi dan seleksi berikutnya setiap satu minggu sampai 5 kali seleksi yaitu sampai 42 Hari Setelah Inkubasi (HSI). Penyemprotan sampai lembab dengan larutan Dithane M-45 0.1% dilakukan saat optimalisasi jika benih kelihatan kering. H. Seleksi Kecambah Benih yang sudah berkecambah normal dikeluarkan dari ruang perkecambahan.
Kriteria kecambah normal yang digunakan (Kriteria di PT.
BSM) adalah : 1. Kecambah normal adalah kecambah yang sudah dapat dibedakan antara radikula dan plumula. 2. Kecambah yang normal berwarna putih kekuning-kuningan. 3. Kecambah sehat dan utuh atau mengalami sedikit kerusakan. 4. Kecambah yang memiliki sudut antara radikula dengan plumula tidak kurang dari 90º. A B
Gambar 3. Kecambah normal (A) dan kecambah abnormal (B) kelapa sawit Seleksi kecambah dilakukan hingga 5 tahap dengan selang waktu 7 hari. Benih yang belum berkecambah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disemprot dengan larutan Dithane M-45 0.1%.
Kantong benih tersebut
dimasukkan ke ruang perkecambahan. Setelah seleksi ke-5, dilakukan perhitungan daya berkecambah.
Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap hari mulai sejak percobaan dimulai. Tolok ukur pengamatan pada percobaan ini adalah : 1. Daya Berkecambah Daya Berkecambah (DB) mengidentifikasi viabilitas potensial benih. Daya berkecambah diukur dengan menghitung persentase kecambah normal pada tahap seleksi pertama sampai terakhir. Perhitungan kecambah normal dilakukan 5 kali yaitu 14, 21, 28, 35 dan 42 HSI. Pengamatan yang dilakukan meliputi kecambah normal, kecambah abnormal dan benih dorman. Σ KN hit.1 + Σ KN hit.2 + Σ KN hit.3 + Σ KN hit.4 + Σ KN hit.5 DB =
x 100%
Σ benih yang dikecambahkan
KN = Kecambah Normal 2. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) benih merupakan persentase benih yang berkecambah sampai akhir pengamatan terhadap jumlah keseluruhan benih yang
dikecambahkan.
Potensi
tumbuh
maksimum
digunakan
untuk
mengidentifikasi viabilitas total dari benih sawit yang diuji. Σ benih yang berkecambah Σ benih yang dikecambahkan
PTM = x 100%
3. Kadar Air (KA) Pengukuran kadar air diukur dengan cara benih utuh ditimbang sebelum masuk ke oven dengan suhu 103+2ºC selama 24 jam sebagai Berat Basah (BB). Setelah itu, benih dikeluarkan dari oven lalu dimasukkan ke desikator selama 3045 menit.
Setelah keluar dari desikator, benih ditimbang untuk mendapatkan
Berat Kering (BK). Kadar air diukur sebelum perendaman-1 (kadar air awal), setelah pengeringan-1, setelah pemanasan, dan setelah pengeringan-2 (kadar air masuk inkubasi). Perse n kadar air benih dihitung berdasarkan persentase air benih terhadap berat kering benih. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
BB - BK KA (%) =
x 100% BK
4. Vigor Kekuatan Tumbuh (VK T) dengan Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh (KCT). Kecepatan tumbuh merupakan persentase kecambah normal per etmal. Kecepatan tumbuh ini digunakan untuk mengukur vigor kekuatan tumbuh dari benih yang diuji. Pengamatan K CT dilakukan setiap hari mulai dari hari pertama pengecambahan sampai akhir pengamatan (42 HSI). Persamaan yang digunakan adalah : sn
KCT = Σ (N/t ) 0
Keterangan : t
= Waktu pengamatan N
=
Persentase
kecambah normal setiap waktu pengamatan sn KCT
= Waktu akhir pengamatan = % KN/etmal
Etma l = Waktu pengamatan (jam)/24 jam 5. Intensitas Dormansi (ID) Intensitas dormansi adalah persentase benih yang tidak tumbuh sampai akhir pengamatan. Benih yang terserang cendawan sebelum akhir pengamatan dan belum berkecambah (dorman) termasuk kedalam perhitungan intensitas dormansi,
sedangkan benih yang sudah berkecambah dimasukkan kedalam
perhitungan PTM. Intensitas dormansi dihitung dengan persamaan : Σ benih yang tidak tumbuh Σ benih yang dikecambahkan
ID =
x 100%
6. Embrio Normal Pengamatan embrio dilakukan pada benih -benih yang masih dorman sampai akhir pengamatan (42 HSI).
Benih yang dorman dibelah kemudian
embrionya diambil dengan menggunakan cutter. Embrio tersebut diletakkan di cawan petridis yang berisi air aquades. Embrio yang masih viabel (hidup) akan tampak segar dan berwarna kehijauaan, sedangkan benih yang sudah tidak viabel akan kelihatan pucat dan keputi-putihan atau busuk.
Pengujian embrio ini
digunakan untuk mengetahui tingkat viabilitas suatu lot benih yang diuji. Embrio normal dihitung dengan menggunakan persamaan : Σ Embrio Normal EN =
x 100% Σ benih yang dikecambahkan
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis ragam pengaruh lama perendaman dan lama pemanasan terhadap viabilitas benih kelapa sawit (Tabel Lampiran 1-5) dan direkap pada Tabel 1 diperoleh lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur KCT tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap DB, PTM, ID dan EN. Selain itu, faktor tunggal lama pemanasan berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur DB, PTM, ID dan EN tetapi tidak nyata berpengaruh terhadap KCT. Interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur PTM, ID dan EN tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap DB dan KCT .
Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam perlakuan la ma perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas benih kelapa sawit Parameter/Tolok Ukur
A
Perlakuan B
Viabilitas Potensial - DB tn ** Viabilitas Total - PTM tn ** - EN tn ** Viabilitas Dormansi - ID tn ** Vigor Kekuatan Tumbuh - KCT ** tn Ket. : tn = Tidak nyata ** = Nyata pada taraf uji 1% A = Lama perendaman B = Lama pemanasan AxB = Interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan
AxB tn ** ** ** tn
Daya Berkecambah (DB) Daya Berkecambah (DB) suatu lot benih sangat penting diketahui untuk memberi gambaran persentase pertumbuhannya setelah ditanam di lapang atau di lahan. Untuk produsen benih kelapa sawit, daya berkecambah mencerminkan jumlah benih yang dapat dijual, karena benih kelapa sawit dijual dalam bentuk kecambah normal. Pengecambahan benih kelapa sawit tanpa perlakuan sebelum
pengecambahan dapat menghasilkan perkecambahan sekitar 50% dalam waktu 6 bulan (Fauzi et al.,
2002). Hussey (1958) dalam Corley (1976) menyatakan
bahwa dormansi benih sawit tidak disebabkan oleh embrionya tetapi akibat inti yang akan tetap dorman hingga 6 bulan, dormansi ini dapat diatasi dengan pemanasan pada suhu 40oC selama 80 hari. Tabel 2. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas potensial benih kelapa sawit dengan tolok ukur persentase Daya Berkecambah (%DB) Lama Perendaman (hari) 2-3 2-5 2-7 3-3 3-5 3-7 4-3 4-5 4-7 5-3 5-5 5-7 7-3 ( kontrol)
Lama Pemanasan (hari) 40
50
60
81.67abcde 82.00abcde 83.67abcde 71.00fgh 77.00abcdefg 87.33a 82.00abcde 83.33abcd 84.33abc 79.67abcdefg 83.67abcde 85.33ab 85.33ab
85.33ab 80.32abcdef 82.33abcde 81.53abcde 79.67abcdefg 79.33abcdefg 79.33abcdefg 77.67abcdefg 82.33abcde 82.00abcde 75.67bcdefg 80.00abcdefg 76.33bcdefg
77.00abcdefg 78.00abcdefg 70.00gh 78.00abcdefg 65.67h 77.67abcdefg 75.33bcdefg 77.00abcdefg 79.33abcdefg 73.33defgh 74.67cdefgh 74.67cdefgh 72.33efgh
Rata-rata 82.03a 80.14a 74.85b Ket. : - Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. - Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari. Pada Tabel 2 terlihat bahwa Daya Berkecambah (DB) benih kelapa sawit tertinggi diperoleh pada perlakuan A6B1 (lama perendaman 3-7 dan lama pemanasan 40 hari). Daya berkecambah yang tinggi ini diduga karena pengaruh kadar air benih yang optimum sebelum dikecambahkan, lama pemanasan yang tidak terlalu lama (40 hari) dan perlakuan yang optimum selama pengecambahan. Pada penelitian ini, daya berkecambah hanya dipengaruhi dengan nyata oleh faktor tunggal lama pemanasan, sedangkan lama perendaman dan interaksi lama perendaman dengan pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap DB (Tabel 1 dan Tabel Lampiran 1).
Dari tiga faktor lama pemanasan yang diuji (40, 50 dan 60 hari), Semakin lama pemanasan semakin rendah DB benih kelapa sawit (Tabel 2). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Haryani (2005) yang menyatakan bahwa lama pemanasan yang efektif untuk memecahkan dormansi benih kelapa sawit adalah 60 hari (DB 55.5%). Selain itu, menurut Hussey (1958) bahwa dormansi benih kelapa sawit dapat diatasi dengan pemanasan pada suhu 400C selama 80 hari. Proses pengecambahan benih kelapa sawit di PT. BSM mencapai 76%. Proses pengecambahan benih kelapa sawit di PT. BSM yaitu dengan lama perendaman 7-3 hari dan lama pemanasan 60 hari (Gambar Lampiran 7). Kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses yang dilakukan di PT. BSM. Meskipun demikian, kontrol dalam penelitian ini menghasilkan DB sebesar 72.33% (Tabel 2). Hal ini diduga karena benih yang digunakan dalam penelitian ini memiliki viabilitas awal yang lebih rendah dari pada benih yang dipakai di PT. BSM. Benih yang dipakai dalam penelitian ini adalah hasil penyerbukan bebas (secara alami) sehingga diduga viabilitas kelompok dari benih yang dihasilkan lebih rendah dari pada hasil hibridisasi buatan (bantuan manusia). Hal ini terlihat dari adanya ukuran benih yang kurang seragam serta beberapa benih tidak memiliki embrio. Daya berkecambah terendah diperoleh pada perlakuan A5B3 (lama perendaman 3-5 dan lama pemanasan 60 hari). Daya berkecambah yang rendah ini diduga disebabkan oleh lama pemanasan yang lama (60 hari), dimana pemanasan yang lebih lama dapat menurunkan kadar air benih sampai dibawah 17% (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh lama pemanasan terhadap kadar air benih kelapa sawit setelah keluar dari pemanas Lama Pemanasan (hari) 40 50 60
Kadar Air Benih Keluar dari Pemanas (%) 17.16 16.70 15.89
Menurut Chaerani (1992) apabila kadar air benih kelapa sawit kurang dari 17% maka benih akan kekeringan dan dapat merusak embrio.
Selain itu,
kemunduran benih yang disebabkan oleh penuaan (kemunduran kronologis) tidak dapat dihindarkan, merupakan faktor lain penyebab menurunnya viabilitas benih kelapa sawit selama di pemanas. Optimalisasi benih saat di ruang pemanas dan inkubasi sangat penting dilakukan dengan tepat. Selama benih di ruang pemanas, setiap satu minggu harus dilakukan optimalisasi dengan membuka kantong plastik yang berisi benih, diaduk dan dianginkan selama 10 menit sehingga te rjadi aerasi. Selain itu, benih yang terserang cendawan dikeluarkan dari plastik lalu diafkir. Oksigen sangat dibutuhkan oleh benih untuk respirasi. Oleh karena itu, jika tidak dilakukan penganginan setiap minggu maka dapat menurunkan viabilitas benih dengan cepat.
Ketertersediaan oksigen bagi benih yang tidak cukup dapat
menyebabkan respirasi anaerob. Pada Tabel 3 terlihat lama pemanasan 60 hari memiliki kadar air 15.89% setelah keluar dari pemanas, sedangkan pemanasan 40 hari adalah 17.16%. Menurut Adiguno (1998), kadar air benih kelapa sawit selama di pemanas tidak kurang dari 18%, sehingga viabilitasnya dapat dipertahankan. Kadar air benih menurun dengan semakin lamanya benih di ruang pemanas karena kondisi ruang pemanas yang memiliki suhu tinggi (39-40°C) serta kelembaban yang relatif rendah. Hal ini dapat menyebabkan kadar air benih dapat menurun walaupun benih berada dalam kantong plastik yang tertutup (terikat). Pada penelitian ini, meskipun diusahakan agar tidak terjadi pertukaran udara yang ada di dalam kantong dengan udara yang ada di luar kantong tetapi pada kenyataannya masih terjadi pertukaran udara. Hal ini dapat terlihat pada kantong plastik yang agak kempes setelah seminggu. Oleh karena itu, perlu diperoleh cara pengikatan kantong yang tepat dan dapat mempertahankan udara yang ada di dalam kantong tidak keluar dari kantong atau udara kering yang ada di luar kantong masuk ke kantong yang dapat menurunkan kadar air benih. Bewley dan Black (1982) menyatakan bahwa penurunan kadar air pada benih rekalsitran dapat mengakibatkan pengeringan di bagian embrio sehingga menekan aktifitas ribosom dalam mensintesa protein, sehingga viabilitas benih dapat menurun. Selanjutnya, Anshory (1999) menambahkan bahwa penurunan kadar air dapat menyebabkan kerusakan membran sel, sehingga terjadi kebocoran
metabolit seperti gula, fosfat dan kalium yang berakibat menurunkan viabilitas benih. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Potensi tumbuh maksimum adalah parameter viabilitas total dari suatu lot benih. Dari Tabel 1, PTM sangat nyata dipengaruhi oleh faktor tunggal lama pemanasan dan interaksi lama pemanasan dengan lama perendaman, tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh faktor lama perendaman.
Potensi tumbuh maksimum
tertinggi diperoleh dari perlakuan A1B2 (perendaman 2-3, pemanasan 50 hari) yaitu 95% (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas total benih kelapa sawit dengan tolok ukur Potensi Tumbuh Maksimum (PTM). Lama Perendaman (hari) 2-3 2-5 2-7 3-3 3-5 3-7 4-3 4-5 4-7 5-3 5-5 5-7 7-3 (kontrol)
Lama Pemanasan (hari) 40 87abcd 86.67abcd 90.33ab 81.33cdef 90.67ab 92.67ab 91.00ab 90.67ab 91.33ab 89.67abc 94.33a 92.33ab 91.00ab
50 95a 91.00ab 91.50ab 90.67ab 89.67abc 92.67ab 89.33abc 90.33ab 92.67ab 92.00ab 87.00abcd 94.00a 90.00abc
60 88.00abcd 90.50ab 77.67ef 89.67abc 75.67f 87.00abcd 89.33abc 88.33abcd 92.33ab 80.00def 86.33abcd 84.67bcde 87.33abcd
Ket.: - Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. - Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari.
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) dari perlakuan perendaman 3-7 dengan pemanasan 40 hari adalah 92.67%. Hal ini berarti dengan DB 87.33% masih dapat ditingkatkan sampai mendekati atau bahkan sama dengan nilai PTM yaitu 92.67%.
Kecepatan Tumbuh (KCT) Kecepatan Tumbuh (KCT) merupakan tolok ukur dari vigor kekuatan tumbuh suatu lot benih. Pada Tabel 1 telihat bahwa KCT dipengaruhi dengan sangat nyata oleh lama perendaman, sedangkan lama pemanasan dan interaksi antara lama perendaman dengan lama pemanasan tidak nyata mempengaruhi KCT benih kelapa sawit. Lama perendaman sangat mempegaruhi tingkat kadar air benih yang direndam. Standar kadar air benih kelapa sawit setelah perendaman-1 adalah 18-20%, setelah perendaman-2 (masuk inkubasi) 20-22% dan selama benih sawit di ruang pemanas kadar airnya dipertahankan sekitar 18% (PT. BSM, 2005). Tabel 5. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap vigor kekuatan tumbuh benih kelapa sawit dengan tolok ukur kecepatan tumbuh (% Per Etmal) Lama Perendaman (Hari) 2-3 2-5 2-7 3-3 3-5 3-7 4-3 4-5 4-7 5-3 5-5 5-7 7-3 (Kontrol)
Lama Pemanasan (Hari) Rata-rata 40 4.212 4.495 4.390 4.124 4.668 5.288 4.787 4.265 4.786 5.245 5.003 5.738 3.608
50 3.506 4.466 5.327 3.421 5.185 5.328 4.806 4.865 5.518 4.507 5.022 5.649 4.882
60 4.818 4.145 4.667 3.797 4.255 4.912 4.695 4.765 4.341 4.233 4.514 4.879 4.274
4.179dc 4.369bdc 4.795abc 3.781d 4.703abc 5.176ab 4.763abc 4.632abc 4.882abc 4.662abc 4.846abc 5.422 a 4.255dc
Ket. : - Lama Perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari. - Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% Lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur KCT, karena diduga dengan lama perendaman yang dilakukan (faktor A) dapat mendapatkan kadar air yang tepat untuk mengaktifkan metabolisme benih. Enzim-enzim hidrolase akan aktif dalam menghidrolisis cadangan makan dalam benih (endosperm) jika air dalam benih cukup tesedia. Hal ini akan memacu perkecambahan embrio dalam benih yang akhirnya akan menembus testa atau kulit benih dan muncul melalui germ porm. Pada Tabel 5 dan Tabel Lampiran 6 terlihat bahwa lama perendaman 5-7 (5 hari perendaman-1 dan 7 hari
perendaman-2) dengan kadar air setelah perendaman-1 dan perendaman-2 adalah 19.72% dan 21.54% menghasilkan KCT tertinggi yaitu 5.422% per etmal. Intensitas Dormansi (ID) Intensitas Dormansi (ID) mencerminkan persentase benih yang tetap dorman sampai akhir pengamatan. Nilai ID yang rendah berarti lot benih yang diuji memiliki tingkat perkecambahan yang tinggi. Pada penelitian ini, dilakukan berbagai kombinasi lama perendaman dengan lama pemanasan untuk menekan nilai ID dari benih kelapa sawit. Dari Tabel 1 diperoleh ID yang dipengaruhi dengan sangat nyata oleh lama pemanasan dan interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan tetapi tidak dipengaruhi secara nyata oleh lama perendaman. Intensitas dormansi terendah diperoleh pada pe rlakuan lama perendaman 2-3 dengan pemanasan 50 hari yaitu 3.14% (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas dormansi benih kelapa sawit dengan tolok ukur Intensitas Dormansi (ID) Lama Lama Pemanasan (hari) Perendaman (hari) 40 50 60 2-3 13.00 (4.58abcdef) 4.67 (3.14g) 12.00 (4.47bcdefg) 2-5 13.00 (4.59abcdef) 12.33 (4.37bcdefg) 9.50 (4.08defg) 2-7 9.33 (4.04defg) 7.67 (3.70efg) 21.67 (5.61ab) 3-3 18.67 (5.21abcd) 8.50 (3.91defg) 10.33 (4.12defg) 3-5 9.33 (4.04defg) 10.67 (4.25cdefg) 23.67 (5.84a) 3-7 7.33 (3.71efg) 10.00 (4.14cdefg) 13.00 (4.54bcdef) 4-3 9.00 (3.92defg) 7.00 (3.63efg) 9.33 (3.92defg) 4-5 9.33 (4.03defg) 9.33 (4.02defg) 11.00 (4.28cdefg) 4-7 7.67 (3.74efg) 7.33 (3.64efg) 6.67 (3.54efg) 5-3 9.67 (4.03defg) 8.00 (3.71efg) 20.00 (5.45abc) 5-5 5.67 (3.37fg) 12.67 (4.51bcdef) 13.33 (4.62abcdef) 5-7 7.33 (3.63efg) 6.00 (3.39fg) 15.33 (4.88abcde) 7-3 (kontrol) 9.00 (4.00defg) 10.00 (4.14cdefg) 11.67 (4.42bcdefg) Ket.: - Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. - Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari. - Angka yang di dalam kurung merupakan ha sil transformasi dengan vx + 1
Nilai ID yang rendah ini diduga disebabkan oleh kadar air dari perlakuan perendaman 2-3 dengan pemanasan 50 hari menghasilkan kadar air benih yang
optimum sebelum masuk ke inkubasi. Nilai ID tertinggi diperoleh pada perlakuan lama perendaman 3-5 dengan pemanasan 60 hari (5.84%). Nilai ID yang tinggi ini diduga disebabkan oleh kadar air benih sebelum dikecambahkan masih rendah, sehingga belum cukup untuk mengaktifkan metabolisme benih.
Embrio Normal (EN) Pada Tabel 7 diperoleh nilai EN tertinggi dari perlakuan perendaman 3-5 dengan pemanasan 60 hari (5.18%) dan nilai EN terendah diperoleh dari perlakuan perendaman 2-7 dengan pamanasan 50 hari (2.15%). Nilai EN ini menunjukkan tingkat viabilitas total dari benih yang masih dorman hingga akhir pengamatan (42 HSI). Tabel 7. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas total benih kelapa sawit dengan tolok ukur persentase embrio normal pada akhir pengamatan (42 HSI) Lama Perendaman Lama Pemanasan (Hari) (Hari) 40 50 60 2-3 7.00 (3.61cdefg) 2.00 (2.33gh) 9.00 (4.00abcde) 2-5 8.67 (3.90abcdef) 8.33 (3.78bcdef) 6.00 (3.45cdefgh) 2-7 5.00 (3.23cdefgh) 2.33 (2.15h) 17.67 (5.11ab) 3-3 14.00 (4.60abc) 4.50 (3.09defgh) 6.67 (3.48cdefgh) 3-5 5.00 (3.17cdefgh) 4.00 (2.97efgh) 17.67 (5.18a) 3-7 6.33 (3.52cdefgh) 4.67 (3.10defgh) 9.33 (4.04abcde) 4-3 5.00 (3.21cdefgh) 3.67 (2.90efgh) 7.33 (3.56cdefgh) 4-5 6.33 (3.51cdefgh) 2.67 (2.62efgh) 6.33 (3.49cdefgh) 4-7 5.33 (3.28cdefgh) 4.33 (2 .94efgh) 3.33 (2.69efgh) 5-3 5.67 (3.30cdefgh) 3.33 (2.46fgh) 12.00 (4.43abcd) 5-5 2.33 (2.52fgh) 4.33 (2.99efgh) 9.67 (4.00abcde) 5-7 3.67 (2.79efgh) 3.00(2.71efgh) 13.33 (4.60abc) 7-3 (kontrol) 6.33 (3.27cdefgh) 3.67 (2.86efgh) 9.33) (4.05abcde Ket.: - Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. - Lama perendaman 2-3 berarti lama perendaman-1 dua hari dan lama perendaman-2 tiga hari. - Angka yang di dalam kurung merupakan hasil transformasi dengan vx + 1
Nilai EN digunakan oleh produsen benih untuk menentukan apakah benih yang masih dorman sampai akhir pengamatan masih dapat diproses ulang atau tidak. Benih yang masih dorman sampai akhir pengamatan akan diafkir jika nilai
EN dari lot benih tersebut rendah, tetapi jika nilai embrio normalnya tinggi maka akan diproses ulang. Proses ulang dilakukan dengan pemanasan 20 hari sebelum perendaman selama 3 hari. Setelah itu dilakukan pengeringanginan selama 3-5 jam sebelum dikecambahkan dalam ruang inkubasi. Selama di ruang inkubasi, benih perlu ditangani dengan benar. Penyemprotan yang kurang merata pada saat optimalisasi
dapat
mempengaruhi
viabilitas
kelompok
benih
tersebut.
Penyemprotan juga tidak boleh terlalu basah atau kurang saat optimalisasi di ruang inkubasi. Penyemprotan yang terlalu banyak dapat menginduksi perkembangbiakan cendawan dan jika terlalu sedikit dapat menyebabkan benih kekeringan sehingga kecepatan tumbuhnya dapat menurun dan bahkan tidak dapat berkecambah (dorman) sampai akhir pengamatan. Tahap pengeringan benih perlu dilakukan dengan tepat. Pengeringanginan yang dibantu dengan kipas angin dapat menyebabkan kekeringan benih yang tidak merata. Kekeringan yang tidak merata ini dapat terjadi jika jarak antara kipas angin dengan benih yang dikeringkan tidak seragam dengan benih lainnya. Benih yang terlalu dekat dengan kipas angin akan cepat kering dibanding dengan benih yang jauh dari kipas angin. Selain itu, jumlah benih per wadah pengeringan juga mempengaruhi kecepatan pengeringan benih. Benih yang terlalu banyak jumlahnya per wadah pengeringan akan menumpuk sehingga benih pada bagian bawah akan butuh waktu yang lebih lama pengeringannya jika tidak diadakan pengadukan yang tepat dan merata. Pengeringanginan pada proses pengecambahan benih kelapa saw it (pengeringan setelah perendaman 1 dan 2) hanya berguna untuk mengeringkan bagian permukaan dari benih sawit. Pengeringan ini diharapkan tidak menurunkan kadar air benih. Pengeringan dihentikan jika terlihat permukaan benih sudah tidak basah. Benih yang terlalu basah akan rentan dengan serangan cendawan sedangkan benih yang terlalu karing dapat menurunkan kadar air benih. Kadar air yang turun setelah pengeringanginan akan menurunkan manfaat dari perendaman yaitu untuk meningkatkan kadar air benih sampai kadar air yang diinginkan. Pengeringan yang terlalu kering saat sebelum masuk inkubasi dapat menyebabkan benih tidak dapat berkecambah pada seleksi pertama (14 HSI) dan bahkan mengurangi persentase daya berkecambah dari lot benih yang diuji. Jumlah benih
per kantong saat benih di pemanas dan di inkubasi juga diduga mempengaruhi viabilitas benih sawit. Jumlah benih ini tergantung pada ukuran kantong plastik yang digunakan. Hal ini terkait dengan ketersediaan Oksigen dalam kantong plastik yang digunakan oleh benih untuk respirasi. Oleh karena itu, perlu disesuaikan jumlah benih dengan ukuran kantong yang dipakai. Pada penelitian ini, penggunakan kantong plastik Polyetilene (PE) transparan yang berukuran 40 cm x 60 cm x 0.15 mm terlihat cukup dalam hal ketersediaan oksigen jika dilihat dari daya berkecambah yang dihasilkan (jumlah benih per kantong 100 butir pada saat inkubasi dan 200 butir pada saat pemanasan). Kantong ukuran 20 cm x 34 cm x 0.15 mm digunakan di ruang inkubasi jika jumlah benih yang dikecambahkan sudah tidak lebih dari 50 butir. Pada tahap pemanasan benih, jumlah kantong yang digunakan adalah dua kantong agar pertukaran udara di dalam kantong dengan di luar kantong diminimalkan. Selama di pemanas, kantong perlu tertutup rapat agar udara luar kantong yang kering tidak masuk ke kantong dan menurunkan kadar air benih. Hal ini untuk mencegah spora cendawan yang ada di luar plastik masuk dan berkembang pada permukaan benih. Kondisi kelembaban udara dalam kantong yang tinggi serta kadar air yang relatif tinggi adalah kondisi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan cendawan. Kemunduran benih merupakan sesuatu yang tidak dapat balik yang mulai sejak benih mencapai masak fisiolagis. Penyebab terbesar kemunduran benih adalah terjadinya denaturasi protein yang diakibatkan oleh radikal-radikal bebas, sehingga integritas membran sel menurun (Harrington, 1972). Oleh karena itu, semakin cepat benih ditanam atau dikecambahkan maka resiko kemunduran benih akan diminimalkan sehingga diharapkan mendapatkan via bilitas benih yang masih tinggi. Kemunduran benih akibat penuaan adalah hal yang tidak dapat dihindarkan. Penyebab kemunduran benih inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya viabilitas benih kelapa sawit dengan semakin lamanya pemanasan pada penelitian ini, disamping kadar air yang rendah (Tabel 3).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur Daya Berkecambah (DB), tetapi sangat nyata mempengaruhi KCT . Kecepatan Tumbuh tertinggi diperoleh dari lama perendaman-1 lima hari dan perendaman-2 tujuh hari yaitu 5.422% Kecambah Normal (KN) per etmal. Lama pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap tolak ukur KCT tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap DB. Daya Berkecambah (DB) tertinggi diperoleh dari lama pemanasan 40 hari yaitu 82.03%. Interaksi lama perendaman dengan lama pemanasan tidak nyata mempengaruhi tolak ukur DB dan KCT . Tiga perlakuan yang terbaik diperoleh dari lama perendaman 3-7 dengan pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 87.33% dan KCT 5.176% per etmal, lama perendaman 5-7 dengan lama pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 85.33% dan KCT 5.738% per etmal serta lama perendaman 7-3 dengan lama pemanasan 40 hari yang menghasilkan DB 85.33% dan K CT 3.608% per etmal.
Saran 1.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut yang mengkombinasikan metode dry heat treatment dengan metode kimiawi dalam meningkatkan kecepatan tumbuh dan daya berkecambah benih kelapa sawit.
2.
Pengukuran kadar air dalam penelitian ini masih perlu diperbaiki dengan menggunakan timbangan analitik yang memiliki ketelitian hingga 0.1%.
3.
Perlu dilakukan uji pematahan dormansi benih kelapa sawit dengan mengunakan metode yang dilakukan dalam penelitian ini tetapi tanpa perendaman-1.
DAFTAR PUSTAKA
Adiguno, S. 1998. Pengadaan dan pengawasan mutu internal kecambah kalapa sawit dan bibit kelapa sawit di PT. Socfindo-Medan, Sumatera Utara. Laporan Keterampilan Profesi. Jurusan Budidaya Pertanian. IPB. Bogor. 56hal. Anonim. 2004. 10 persen lahan sawit gunakan benih palsu http://www.republika.co.id/asp/koran_detail.asp?. Februari 2005.
:
Anonim. 2005. Proyek sejuta hektar kebun sawit gagal, lahan diterlantarkan. http://kompas.com/kompas-cetak/0502/22/ekonomi/1576340.htm. Januari 2006. Anonim. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis kelapa sawit. http://www.litbang.deptan.go.id/b4sawit.php. Januari 2006. Anonim. 2005. PT. Bina Sawit Makmur. Palembang.
Anshory, A. H. 1999. Pengaruh periode konservasi dan perlakuan matriconditioning terhadap viabilitas benih kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Bewley, J. D. and M. Black. 1982. Physiology and Biochemistry of Seed. In Relation to Germination. Volume (2). Springer, Verlag. Bonner, F. T. 1995. Commercial seed suply of recalsitrant and intermediate seed present solutions to the storage problem. P.27-33. In S.S. Quedroogo, K. Polsen and F. Stubsgaard (eds.). Intermediate/Recalsitrant Tropical Forest Tree Seeds. Proceedings of A Workshop on Improved Methods for Handling and Seed, Humlebaek, Denmark. Chairani, M. 1992. Kajian kemunduran viabilitas benih kelapa sawit. Berita Pen. Perkeb. Vol. 2(3):107-114. Chin, H. F and E. H. Roberts. 1980. Recalsitrant Crop Seed. Tropical Trees SDN. BHD, Kualalumpur, malaysia. 151p. Copeland, L. D. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. Minneapolis Minnesota. 369p.
Corley, R. H. V., J. J. Hardon dan B. J. Wood. 1976. Developments in Crop Science (1). Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam, Belanda. Delouche, J.D. 1985. University.
Seed Physiology. Seed Tech. Lab. Mississipi State
Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan. 2002. Statistik Perkebunan Indonesia 1999-2002, Kelapa Sawit (Oil Palm). Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan. Depa rteman Pertanian. Jakarta. Fauzi, Y, Yustina E. W, Iman, S dan Rudi, H. 2002. Kelapa Sawit. Ed. Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Fauzi, Y , Yustina E. W, Iman, S dan Rudi, H. 2004. Kelapa Sawit. Ed. Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Harrington, J. F. 1972. Seed storage and longevity. P:145-256. In: T. T. Kozlowski (ed.). Seed Biology. Vol.3. Academy Press. New York. Haryani, N. 2005. Pengujian viabilitas benih belama periode konservasi dan upaya pematahan dormansi untuk mempercepat pengecambahan benih kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Hartley, C W. S. 1977. The preparation, stotage ang germination of seed. P.311328. In C. W. S. Hartley and R. H. V. Corley (eds). The Oil Palm (Elaeis guineensis). Longman. London and New York . Kurniaty, R. 1987. Pengaruh asam sulfat terhadap perkecambahan benih panggal buaya (Maesopsis eminii Eng.). Buletin Penelitian Kehutanan. Bogor. No. 448. Lubis, A. U. 1992. Kelapa sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala. Sumatera Utara. Nurmaila, E. S. 1999. Pengaruh matriconditioning plus inokulasi dengan Trichoderma sp. terhadap perkecambahan, kadar lignin dan asam absisat benih kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Sadjad, S. 1975. Proses pembentukan benih tanaman angiospermae., hal. 12-34. dalam S. Sadjad (ed) Dasar-dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB. Bogor.
Sadja d, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. Setiadi, H. R. H., dan M. Munawir. 1997. Pengalaman pembuatan tanaman jati dengan plances pada awal tahun. Duta Rimba 205-206 (xx): 44-50. Soeherlin, E. 1996. Pengaruh tingkat kemasakan dan cara pematahan dormansi terhadap viabilitas benih mindi (Melia azedarach L.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Edisi Revisi. PT Raja Gafindo Persada. Jakarta. Schmidt, L. 2000. Pedoman penanganan benih hutan tropis dan subtropis 2000 (terj.). Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Yahya, S. 1990. Budidaya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Bahan Kuliah Tanaman Perkebunan Utama. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap daya berkecambah benih kelapa kawit Sumber A B A*B Galat Total Koreksi KK = 6.24
db 12 2 24 75 113
Jumlah Kuadrat 470.73 1 029.81 914.69 1 824.50 4 312.99
Kuadrat Tengah 39.22 514.91 38.11 24.33
F-hitung
F-tabel
1.61 21.17 1.57
0.11 0.00 0.07
Tabel Lampiran 2. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap PTM benih kelapa sawit Sumber A B A*B Galat Total Koreksi KK = 4.96
db
Jumlah Kuadrat
12 2 24 75 113
404.75 563.21 1 052.78 1 459.67 3 534.99
Kuadrat Tengah 33.73 281.61 43.87 19.46
F-hitung
F-tabel
1.73 14.47 2.25
0.08 0.00 0.01
Tabel Lampiran 3. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap KCT benih kelapa sawit Sumber A B A*B Galat Total Koreksi KK = 15.53
db
Jumlah Kuadrat
12 2 24 75 133
18.54 1.92 12.15 39.37 72.73
Kuadrat Tengah 1.54 0.95 0.51 0.52
F-hitung
F-tabel
2.94 1.83 0.96
0.00 0.17 0.52
Tabel Lampiran 4. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap intensitas dormansi benih kelapa sawit Sumber
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah 0.76 5.29 0.90 0.43
A 12 9.12 B 2 10.58 A*B 24 21.58 Galat 75 32.21 Total Koreksi 113 73.50 KK = 15.66 (hasil transformasi dengan vX + 1)
F-hitung
F-tabel
1.77 12.32 2.09
0.07 0.00 0.01
Tabel Lampiran 5. Sidik ragam pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap embrio normal benih kelapa sawit Sumber
db
Kuadrat Tengah 0.57 13.19 1.08 0.49
Jumlah Kuadrat
A 12 6.82 B 2 26.37 A*B 24 25.98 Galat 75 36.74 Total Koreksi 113 95.93 KK = 20.56 (hasil transformasi dengan vX + 1)
F-hitung
F-tabel
1.16 26.92 2.21
0.33 0.00 0.01
Tabel Lampiran 6. Pengaruh perendaman terhadap kadar air benih kelapa sawit Lama Perendaman
Awal
Setelah R-1
% Kadar Air Sebelum R-2
2-3 2-5 2-7 3-3 3-5 3-7 4-3 4-5 4-7 5-3 5-5 5-7 7-3 Rataan
19.44 (16.22) 19.44 (16.22) 19.44 (16.22) 19.44 (16.22) 19 .44 (16.22) 19.44 (16.22) 19.44 (16.22) 19.44 (16.22) 19.44 (16.22) 19.44 (16.22) 19.44 (16.22) 19.44 (16.22) 19.44 (16.22) 19.44 (16.22)
19.06 (16.01) 18.92 (15.91) 18.70 (15.78) 17.89 (14.88) 18.64 (15.70) 17.62 (14.94) 18.60 (15.68) 18.46 (15.59) 19.39 (16.23) 18.86 (15.86) 18.94 (15.92) 19.72 (16.42) 19.22 (16.21) 18.77 (15.62)
16.92 16.44 16.56 16.63 16.41 16.54 16.63 16.34 16.75 16.52 16.31 17.10 16.40 16.58
(14.67) (14.11) (14.20) (14.22) (14.09) (14.91) (14.26) (14.04) (14.34) (14.17) (14.02) (14.43) (14.08) (14.18)
Ket. : - R = Perendaman - Angka yang di dalam kurung adalah kadar air per berat basah
Setelah R-2 20.22 (16.81) 20.25 (16.84) 20.56 (17.05) 19.52 (15.95) 20.27 (16.85) 21.18 (17.48) 19.84 (16.54) 20.11 (16.74) 22.31 (18.24) 20.29 (16.87) 19.88 (16.75) 21.54 (17.71) 20.24 (16.83) 20.48 (16.98)
Gambar Lampiran 1. Potongan melintang buah kelapa sawit jenis D ura
Gambar Lampiran 2. Potongan melintang buah kelapa sawit jenis Pisifera
Gambar Lampiran 3. Buah kelapa sawit jenis Tenera (varietas Sriwijaya -1)
Gambar Lampiran 4. Depericarper
Gambar Lampiran 5. Heater pada ruang pemanas dan inkubasi
Pemanenan
Chopping dan detaching
Depericarping Persiapan benih Perlakuan benih
Pengeringan benih
Seleksi dan pengepakan
Perendaman-1
Pengeringan-1
Pemanasan
Perendaman-2
Pengeringan-2
Seleksi kecambah
Inkubasi benih (Pengecambahan)
Gambar lampiran 6. Alur pelaksaan penelitian
Pohon Induk Terseleksi (Dura)
Depericarping
Cek Bunga Untuk Isolasi
Pembrondolan
Hibridisasi 8-12 Hr setelah Isolasi
Pemeraman (+ 4 hari)
Pembuangan Bagg ing 21 hr Setelah Hibridisasi
Chopping Panen (5-6 bulan setelah hibridisasi)
Perlakuan Benih
Pengeringanginan (2 hari)
Packing & Seleksi
Pengeringanginan Selama + 6 jam (1/3 basah)
Perendaman-2 (3 hari)
Inkubasi (14 hari)
Seleksi 1-5 (Jarak antar seleksi 1 minggu)
Pengiriman Benih ke SPU (18-22 ºC)
Pemanasan 38-40 ºC Selama 60 hari
Penyimpanan (18-22 ºC)
Penyimpanan 1-3 hari
Pengeringanginan (1 hari)
Perendaman-1 (7 Hari)
Perlakuan Fungisida
Packing (1 hari sebelum pengiriman ke konsumen)
Gambar Lampiran 7. Alur produksi benih di PT. Bina Sawit Makmur (BSM), Selapan Jaya Group (SJG)